bab 2 tinjauan pustaka 2.1 anatomi pergelangan...

25
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Pergelangan Tangan Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi terowongan yang keras dan kaku. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada nervus medianus (Bahruddin, 2013). (Ensiklopedia britanica, 2007) Gambar 2.1 Anatomi Pergelangan Tangan Carpal Tunnel Syndrome Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) merupakan terowongan sempit yang berada di dalam dasar pergelangan tangan. Bagian bawah dan sisi terowongan ini dibentuk oleh pergelangan tangan (karpal) tulang. Bagian atas terowongan ditutupi oleh sebuah band yang kuat dari jaringan ikat yang disebut ligamentum karpal transversal. Perjalanan saraf median dari lengan bawah ke tangan melalui terowongan di pergelangan tangan. Saraf median mengontrol perasaan di sisi telapak ibu jari, jari telunjuk, dan jari yang panjang. Saraf juga

Upload: dangkhuong

Post on 05-Jun-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pergelangan Tangan

Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi terowongan yang keras

dan kaku. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan

menyebabkan tekanan pada nervus medianus (Bahruddin, 2013).

(Ensiklopedia britanica, 2007)

Gambar 2.1 Anatomi Pergelangan Tangan Carpal Tunnel Syndrome

Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) merupakan terowongan

sempit yang berada di dalam dasar pergelangan tangan. Bagian bawah dan sisi

terowongan ini dibentuk oleh pergelangan tangan (karpal) tulang. Bagian atas

terowongan ditutupi oleh sebuah band yang kuat dari jaringan ikat yang disebut

ligamentum karpal transversal. Perjalanan saraf median dari lengan bawah ke

tangan melalui terowongan di pergelangan tangan. Saraf median mengontrol

perasaan di sisi telapak ibu jari, jari telunjuk, dan jari yang panjang. Saraf juga

6

mengontrol otot-otot di sekitar dasar jempol. Tendon yang menekuk jari-jari dan

ibu jari juga berjalan melalui terowongan karpal, tendon ini disebut tendon fleksor

(American Academy Of Orthopedic Surgeons, 2009). Nervus dan tendon

memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan

dan otot-otot flexor pada pergelangan tangan beserta tendon-tendonnya berinsersi

pada tulang-tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal

distal yang membentuk jari tangan dan jempol. (Beatrice, 2012).

CTS terjadi ketika jaringan sekitarnya tendon fleksor pada pergelangan tangan

membengkak dan memberikan tekanan pada saraf median. Jaringan-jaringan ini

disebut sinovium. Sinovium melumasi tendon dan membuatnya lebih mudah

untuk memindahkan jari. Pembengkakan sinovium mempersempit ruang tertutup

dari terowongan karpal (American Academy Of Orthopedic Surgeons, 2009).

Otot-otot tangan instrinsik digolongkan menjadi empat kelompok, antara lain :

a. Otot-otot thenar berfungsi untuk melakukan gerakan oposisi pollex bersama

dengan musculus opponens policis.

b. Musculus adductor policis merupakan adductor ibu jari yang terletak di dalam,

berbentuk seperti kipas. Berfungsi untuk gerakan adduksi ibu jari,

meggerakkan ibu jari ke telapak tangan, sehingga memberikan kekuatan untuk

menggenggam.

c. Otot-otot hipotenar (musculusabductor digiti minimi, musculus flexor digiti

minimi brevis, dan musculus opponens digiti minimi) yang berfungsi untuk

menggerakkan digitus minimus.

7

d. Musculi lumbricales dan musculi interossei yang mempengaruhi keempat jari

medial (Moore, et al.,2013).

Fascia Profunda bersama membrane interossea membagi lengan bawah

menjadi beberapa ruang. Dalam perspektif klinik, bagian pergelangan tangan

merupakan tempat yang paling sering mengalami cedera. Nervus yang melewati

pergelangan tangan yaitu.

2.2 Anatomi Nervus Medianus

Nervus medianus terletak di bagian superficial, berasal dari fasiculus

medialis dan lateralis di axilla.Fasikulus lateralis berasal dari C5, C6, C7 dan

fasikulus medialis berasal dari C8 dan T1.Nervus medianus berjalan turun ke

bawah pada sisi lateral arteria brachialis, kemudian di daerah siku disilang oleh

opneurosis bicipitalis. Nervus ini meninggalkan fossa cubiti dengan berjalan

diantara kedua caput musculus pronator teres dan terus berjalan ke distal di

belakang musculus flexor digitorum profundus. Di regio carpalis, Nervus

Medianus muncul disisi lateral musculus digitorum superficial dan terletak di

belakang tendomusculi Palmaris longus. Nervus medianus kemudian masuk ke

telapak tangan berjalan di bawah retinaculum musculorum flexorum di dalam

canalis carpi (Snell, 2006).

Canalis carpi merupakan suatu terowongan yang berada di dalam M.

retinaculum flexorum di antara tuberculum ossis schapoidei dengan os trapezium

sebagai batas lateral, serta os pisiforme dan hamalus ossis hamati pada sisi

medial. Terdapat 10 struktur di dalam canalis carpi seperti Nervus medianus,

8

flexor pollicis longus dan 8 tendon flexor digitorum superficial dan profunda

(Moore et al, 2013).

Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada

jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada pergelangan tangan beserta

tendon-tendonnya berorigo pada epicondillus medial pada regio cubiti dan

berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan

interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan ibu jari. Canalis carpi

berukuran hampir sebesar ruas ibu jari dan terletak di bagian distal lekukan dalam

pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah regio cubiti sekitar 3

cm (Huldani, 2013).

Tertekannya nervus medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran

canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan

jaringan lubrikasi pada tendon-tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi

dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap

nervus medianus yang menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum

carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada

m. Flexor pollicis brevis, m. Opponens pollicis, m. Abductor pollicis brevis yang

diikuti dengan hilangnya kemampuan sensoris ligamentum carpi transversum

yang dipersarafi oleh bagian distal Nervus medianus. Cabang sensorik superfisial

dari Nervus medianus mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum carpi

transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan ibu jari

(Huldani, 2013).

9

2.3 Fisiologi Tangan

a. Pergerakan sendi pergelangan tangan (articulation radiocarpalis)

Pergerakan yang mungkin dilakukan pada sendi pergelakan tangan

adalah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan sirkumduksi.Fleksi dilakukan oleh

musculus flexor carpi radialis, musculus flexor carpi ulnaris, dan musculus

Palmaris longus.Ekstensi dilakukan oleh m. extensor carpi radialis longus, m.

extensor carpi radialis brevis, dan m. extensor carpi ulnaris. Abduksi

dilakukan oleh m. flexor carpi radialis. Adduksi dilakukan oleh msculi flexor

dan extensor carpi ulnaris (Snell, 2006).

b. Posisi tangan

Posisi istirahat adalah posisi tangan sewaktu jari istirahat dan tangan

relaksasi. Lengan bawah semi pronasi, sendi region karpalis sedikit ekstensi,

jari kedua, ketiga, keempat, kelima sedikit fleksi, dan permukaan kuku pollex

pada posisi tegak lurus dengan bidang jari lainnya.

Posisi fungsional adalah posisi tangan dengan sikap memegang berada

diantara pollex dan index. Gerakan halus dapat dilakukan oleh tangan bila

posisi tangan dalam posisi istirahat ketika membrane interossea tegang. Pada

saat articulation radiocarpalis sedikit extensi, tendo-tendo flexor dan extensor

telapak tangan berfungsi sebagai fiksator pada articulation radiocarpalis untuk

menjaga agar gerakan jari stabil (Moore et al, 2013).

c. Pergerakan tangan

1) Menggenggam kuat. Gerakan ini menunjukkan gerakan paksa jari yang

bekerja melawan telapak tangan. Menggenggam kuat melibat musculus

10

flexor longus sampai jari, otot instrinsik pada telapak tangan, dan extensor

pergelangan tangan. Extensor pergelangan tangan meningkatkan jarak kerja

flexor jari. Sebaliknya, sering meningkatnya flexi pada tangan, genggaman

menjadi lemah dan kurang kuat (Moore et al, 2013).

2) Genggaman kait. Gerakan ini membutuhkan energi yang lebih sedikit,

terutama melibatkan flexor longus yang difleksikan sampai beberapa derajat

(Moore et al, 2013).

3) Menjepit. Menunjukkan kompresi sesuatu di antara ibu jari dan jari telunjuk

(Moore et al, 2013).

2.4 Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

2.4.1 Definisi

Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan saraf medianus

dalam terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang relatif

sering, bersifat kronik, dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam hari,

parastesia jari-jari, kelemahan dan atrofi otot tenar yang mendapat inervasi dari

saraf medianus (Bahrudin, 2011).

Gambar 2.2 : Nervus medianus

Sumber: (Benjamin, 2013)

11

CTS bisa disebabkan oleh penyempitan bekas patah tulang radius distal

yang mengakibatkan kompresi n. medianus di bawah retinakulum volar.

Kebanyakan sindrom ini bersifat idiopatik. Penderita mengeluh kelemahan

tangan, terutama melakukan pekerjaan menggunakan jari. (Helmi, 2012).

2.4.2 Epidemiologi

National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prefalensi

carpal tunnel syndrome yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah

sebesar 1.55% (2.6 juta). Kejadian CTS pada populasi diperkirakan 3% pada

wanita dan 2% pada laki-laki dengan prevalensi tertinggi pada wanita usia >55

tahun, biasanya antara 40-60 tahun. (Bahrudin, 2011).

2.4.3 Gejala klinis Carpal Tunnel Syndrome

Gejala awal biasanya berupa parastesi yang terjadi dalam distribusi saraf

medianus tangan, tiap malam pasien terbangun pada jam-jam awal dengan rasa

nyeri yang panas membakar, perasaan geli, dan mati rasa (Bahrudin, 2011).

Gejala-gejala carpal tunnel syndrome sebagai berikut :

a. sakit tangan dan mati rasa terutama waktu malam hari

b. Nyeri, kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan, terutama ibu jari, jari

telunjuk, dan jari tengah

c. Waktu pagi atau siang hari perasaan pembengkakan terasa ketika

menggerakkan tangan dengan cepat.

d. Rasa sakit menjalar ke atas hingga lengan atas sampai dengan pundak

12

e. Terkadang tangan terasa lemas dan hilang keseimbangan terutama di pagi hari.

Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya

kesulitan pada penderita sewaktu menggenggam (Bahrudin, 2011).

2.4.4 Klasifikasi Carpal Tunnel Syndrome

Menurut Asworth (2009) carpal tunnel syndrome biasanya dibagi menjadi

ringan, sedang, dan berat:

a. Level 1/ringan/mild

CTS ringan memiliki keluhan sensorik saja pada pengujian elektrofisiologis,

rasa perih / rasa tersengat dan nyeri atau gejala CTS yang terjadi dapat

berkurang dengan istirahat atau pijat.

b. Level 2/sedang/moderate

CTS sedang memiliki gejala sensorik dan motorik. Gejala lebih intensif, tes

orthopedic dan neurologic mengindikasikan adanya kerusakan saraf.

c. Level 3/berat/severe

Gejala lebih parah, mengalami penurunan sensorik dan rasa nyeri konstan.

Dokter menyarankan imobilisasi total dan pembedahan.

2.4.5 Patogenesis dan Patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome

Ada beberapa hipotesis mengenai patogenesis dari CTS. Patogenesis CTS

masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan gejala dan

gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah kompresi mekanik,

insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Menurut teori kompresi mekanik,

gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di terowongan karpal.

13

Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa ia menjelaskan konsekuensi dari

kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi yang mendasari kompresi

mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti ketegangan,

tenaga berlebihan, hyperfunction, ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan

atau berulang. (Tana L, 2004).

Teori insufisiensi mikro - vaskular menyatakan bahwa kurangnya pasokan

darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia

perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Scar dan

jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf. Tergantung pada keparahan

cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen. Karakteristik gejala CTS

terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan kehilangan

konduksi saraf akut dan reversibel dianggap gejala untuk iskemia. Seiler et al

menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry) bahwa normalnya aliran darah

berdenyut di dalam saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum

karpal transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori

iskemia akibat kompresi diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan

tekanan di karpal tunnel. Gejala akan bervariasi sesuai dengan integritas suplai

darah dari saraf dan tekanan darah sistolik.

Kiernan, dkk menemukan bahwa konduksi melambat pada median saraf

dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu disebabkan

myelinisasi yang terganggu (Tana L, 2004). Menurut teori getaran gejala carpal

tunnel syndrome bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat

yang bergetar pada saraf median di karpal tunnel.

14

Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular

memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara

kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan

terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan

mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena

intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi

intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan

endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema

epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang

timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang

terlibat digerak-gerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan

sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi

fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi

atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus

medianus terganggu secara menyeluruh (Bahrudin, 2011).

Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan

menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan

iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang

menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi

yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat

terjadi kerusakan pada saraf tersebut (Bahrudin, 2011).

15

2.4.6 Pemeriksaan Fisik dan Kriteria Diagnosis

American Academy of Neurology telah menggambarkan kriteria diagnostik

yang mengandalkan pada kombinasi gejala dan temuan pemeriksaan fisik, serta

kriteria diagnostik lainnya termasuk hasil dari penelitian elektrofisiologi.

Sedangkan diagnosa kejadian CTS sebagai akibat pekerjaan menurut National

Institute for Ocupational Safety and Health (NIOSH) pada tahun 1989 berupa:

(Barcenilla, 2012)

1. Terdapatnya salah satu atau lebih gejala parastesia, hipoanastesia, sakit / baal/

mati rasa pada tangan yang berlangsung sedikitnya 1 minggu atau bila tidak

terjadi secara terus menerus, sering terjadi pada berbagai kesempatan.

2. Secara objektif dijumpai hasil tes Tinel’s atau tes phalen positif atau berkurang

sampai hilangnya rasa sakit pada kulit telapak dan jari tangan. Diagnosa dapat

pula ditegakkan melalui pemeriksaan elektrodiagnostik antara lain dengan

pemeriksaan elektromiografi.

3. Adanya riwayat pekerjaan seperti melakukan pekerjaan berulang atau

repetitive, pekerjaan yang disertai kekuatan tangan, fleksi ekstensi, dan deviasi

gerakan pergelangan dan jari tangan, menggunakan alat dengan getaran tinggi

serta terjadi tekanan pada pergelangan tangan atau telapak tangan.

Menurut NIOSH kriteria diagnosis klinis CTS harus dicurigai bila ada :

1) Terdapatnya Keluhan gejala nyeri/baal/kesemutan pada daerah persarafan

nervus medianus.

16

2) Terdapatnya salah satu atau dua tanda-tanda pemeriksaan fisik di bawah ini

(Departement of Insurance to the work’s Compensation Board, 2011; Wyss &

Patel, 2013).

a) Phalen’s test :

Gambar 2.3: Phalen’s test

Sumber: (Medicastore, 2012)

Tes phalen merupakan tes provokatif yang paling mendukung

diagnosis CTS, tes ini mempunyai sensitivitas sekitar 75% dan 20% false

positif yang ditemukan dikontrol (Fisher & Gorche, 2004; Barnardo, 2004).

Menurut AAOS dari penelitian, tes phalen menunjukkan sensitivitas dari

46%-80% dan spesifitas dari 51%-91% (Clinical Practice Guidline on the

diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome, 2007). Pemeriksaan ini dilakukan

dengan cara menekuk kedua tangan pada sendi pergelangan tangan,

kemudian menekan kedua dorsum manus satu dengan yang lain sekuat-

kuatnya. Jika terdapat penyempitan pada terowongan karpal yang dilintasi

cabang-cabang nervus medianus, maka penekukan tangan akan

menimbulkan nyeri atau parastesi (Bahrudin, 2013).

17

b) Tinel’s Test

Gambar 2.4: Tinel’s Test

Sumber: (Medicastore, 2012)

Tindakan tinel dilakukan dengan cara melakukan penekanan pada

ligamen volare pergelangan tangan. Apabila terdapat penyempitan pada

terowongan carpal. maka penekanan tersebut akan menimbulkan nyeri atau

parastesi di sekitar nervus medianus, kelemahan pada m. Policics brevis,

atrofi otot thenar dan penurunan fungsi sensorik (rasa raba, nyeri, twopoint

tactile discrimination) (Bahrudin, 2013). Menurut AAOS tes tinnel

mempunyai sensitifitas dari 28%-73% dan spesifitas dari 44%-95%

(Clinical Practive Guidline on the diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome,

2007).

Untuk menentukan gejala yang timbul akibat terjepitnya nervus

medianus, Kamath and Stothard (2004) menyusun kuesioner untuk

menegakkan diagnostis carpal tunnel syndrome (CTS) berdasarkan kriteria

sebagai berikut :

18

a. Positif bila skor ≥ 5 apapun hasil tes phalen dan atau tes tinnel.

b. Positif bila skor 3-4 dan terdapat hasil positif pada tes phalen dan atau

tes tinnel.

c. Negatif biila skor 3-4 dan terdapat hasil negative pada tes phalen dan

atau tes tinel.

d. Negatif bila skor ≤ 3

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Carpal Tunnel

Syndrome

Faktor risiko CTS akibat melakukan pekerjaan dengan keyboard dapat

dibagi menjadi 3 yaitu faktor personal, pekerjaan dan workstation. Menurut

(Barcnilla et al, 2012). CTS memiliki hubungan yang positif secara signifikan

dengan pengulangan pada tangan, postur pergelangan tangan yang salah (postur

janggal), usia, jenis kelamin, obesitas, dan telah dikaitkan dengan sejumlah

kondisi medis seperti rheumatoid arthritis, trauma/ fraktur pada tangan dan

diabetes mellitus.

Posisi tangan yang tertekuk memiliki risiko yang lebih untuk terkena CTS

dan gerakan yang berulang pada tangan yang dipengaruhi oleh masa kerja dan

lama kerja diidentifikasi sebagai faktor yang memberatkan untuk terjadinya CTS.

Disamping itu juga dipengaruhi oleh faktor tata letak (lay-out) dari peralatan kerja

seperti bentuk keyboard dan letak keyboard, benruk mouse dan letak mouse serta

faktor pekerja itu sendiri seperti usia dan jenis kelamin dari karyawan (Tana L,

2003). Berikut beberapa faktor risiko dari CTS:

19

2.5.1 Faktor Personal

a. Jenis kelamin

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) secara bertahap dengan meningkat

sampai usia lanjut, sedangkan wanita memuncak setelah menopause, hal

tersebut secara umum konsisten dengan konsep bahwa pada wanita mungkin

ada komponen hormonal dalam penyebab CTS. (Ashworth, 2010).

Tana (2003) menjelaskan bahwa adanya perbedaan hormonal pada

wanita, terutama saat wanita hamil dan menopause. Saat hamil disebabkan oleh

retensi cairan yang sering terjadi selama kehamilan, yang menempatkan

tekanan tambahan pada terowongan karpal dan menyebabkan gejala. Namun

Beberapa wanita tidak mengalami gejala sampai setelah melahirkan dan awal

menyusui. Menyusui sementara menurunkan kadar hormon steroid alami, yang

mempertinggi potensi peradangan selain itu juga disebabkan oleh perbedaan

anatomi tulang karpal, dimana tulang pergelangan tangan pada wanita secara

alami lebih kecil sehingga menciptakan ruang yang lebih ketat di mana saraf

dan tendon harus lulus.

Sedangkan perubahan hormon menopause dapat menempatkan

perempuan pada risiko lebih besar untuk mendapatkan CTS karena struktur

pergelangan tangan membesar dan dapat menekan pada saraf pergelangan

tangan. (Haque, 2009)

b. Obesitas

Obesitas adalah faktor risiko CTS dikarenakan oleh semakin besarnya

tekanan pada syaraf median seiring dengan semakin besarnya indeks masa

20

tubuh. BMI juga terkait dengan carpal tunnel syndrome baik pada wanita

maupun lelaki seperti yang dilaporkan dalam studi sebelumnya. individu yang

diklasifikasikan sebagai obesitas (BMI> 29) adalah 2,5 kali lebih berisiko

terdiagnosis Carpal Tunnel Syndrome dibandingkan individu ramping (BMI

<20) (Helmi, 2012).

c. Riwayat penyakit (diabetes, arthritis, fraktur atau patah tangan)

Riwayat penyakit memberikan kontribusi terhadap CTS, perubahan

anatomi tulang karpal akibat cedera maupun patah tangan dapat mempersempit

volume tulang karpal. CTS akut jarang terjadi, biasanya terjadi karena adanya

trauma pada tulang karpal, akibat patah atau retaknya distal radius. Gejala baru

akan muncul setelah beberapa bulan-tahun setelah trauma. Riwayat penyakit

yang dapat menyebabkan resiko CTS adalah :

1) Arthritis Reumatoid

Gejala di terowongan carpal ini juga umum terjadi pada lansia penderita

rematik. Dalam hal ini, saraf terjepit bukan akibat pembesaran otot

melainkan sendi di pergelangan tangan berubah bentuk. Rematik juga

menimbulkan kesemutan atau rasa baal, biasanya gejala terjadi pada pagi

hari dan menghilang pada siang hari. Gejala kesemutan karena rematik

hilang sendiri bila rematiknya sembuh (Erawati, 2012).

2) Fraktur/ Dislokasi

Keadaan lokal lainnya seperti inflamasi sinovial serta fibrosis (seperti pada

tenosinivitis), fraktur tulang carpal, dan cedera termal pada tangan atau

lengan bawah bisa berhubungan dengan CTS. (Ibrahim, 2012).

21

3) Diabetes Militus

Carpal tunnel syndrom ini juga sering terjadi berkaitan dengan kelainan

yang menimbulkan demielinasi atau kelainan saraf iskemik seperti diabetes

militus. Timbulnya neuropati pada penderita diabetes tidak tergantung pada

kadar gula darah, tetapi pada lamanya si penderita mengidap diabetes.

Semakin lama menderita diabetes maka semakin tinggi pula rasa kesemutan

itu muncul. Jadi bisa saja seorang penderita merasakan kesemutan meskipun

diabetesnya sendiri terkontrol dengan baik. Yang dirasakan biasanya

kesemutan pada ujung jari terus-menerus, kemudian disertai rasa nyeri yang

menikam seperti tertusuk-rusuk di ujung telapak kaki atau tangan terutama

pada malam hari (Kurniawan dkk, 2008).

d. Usia

Carpal Tunnel Syndrome biasanya mulai terdapat pada usia 20-60 tahun

Laki-laki menunjukkan peningkatan kejadian CTS secara bertahap dengan

meningkat sampai usia lanjut, sedangkan wanita memuncak setelah menopause

(sesuai dengan kelompok usia 50-54 tahun), hal tersebut secara umum

konsisten dengan konsep bahwa pada wanita mungkin ada komponen

hormonal dalam penyebab carpal tunnel syndrome (Hadge, 2009; Mattioli,

2008; Asworth, 2010). Namun Griffith menyatakan bahwa bahwa carpal

tunnel syndrome (CTS) sering dialami oleh wanita berusia 29-64 tahun.

Beberapa studi juga mengungkapkan bahwa carpal tunnel syndrome umumnya

dialami oleh wanita berusia 30an. (Kurniawan dkk, 2008)

22

2.5.2 Faktor Pekerjaan

a. Sikap kerja (Posisi janggal pada tangan) Sikap Kerja

Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan,

kepala dan anggota tubuh (tangan) baik dalam hubungan antara bagian tubuh

tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Ketidaksesuaian antara manusia dan

alat akan mengakibatkan kelelahan dan berbagai keluhan yang sangat

menunjang bagi terjadinya kecelakaan akibat kerja, penerapan ergonomi dapat

mengurangi baban kerja meskipun dugaan adanya keteledoran tenaga kerja

banyak mengakibatkan kecelakaan kerja. Posisi tubuh yang tidak alamiah dan

cara kerja yang tidak ergonomis dalam waktu lama dapat menyebabkan

berbagai gangguan kesehatan pada pekerja antara lain: (1) rasa sakit pada

bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tangan dan

sebagainya, (2) menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja, (3) gangguan

gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan menggerakkan tangan dan

sebagainya (4) dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh. Selain

itu hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja

akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain Standard

Operating Procedures (SOP) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan

(Tarwaka, dkk. 2004)

b. Masa kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja dari pertama mulai

masuk hingga sekarang masih bekerja. Masa kerja dapat diartikan sebagai

sepenggal waktu yang agak lama dimana seorang tenaga kerja masuk dalam

23

satu wilayah tempat usaha sampai batas waktu tertentu (Nurqotimah et al,

2010). Masa kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung

munculnya gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh pekerjaan.

Proporsi carpal tunnel syndrome lebih banyak ditemukan pada responden yang

mempunyai masa kerja >4 tahun, dibandingkan dengan responden dengan

masa kerja 1-4 tahun yang mengalami kejadian positif. Pekerja yang memiliki

masa kerjanya >20 tahun mempunyai resiko mengalami kejadian CTS 18.096

kali lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang masa kerjanya 1-4 tahun.

Hal ini terjadi karena semakin lama masa kerja, akan terjadi gerakan berulang

pada finger (jari tangan) secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama

sehingga dapat menyebabkan stress pada jaringan di sekitar terowongan karpal.

(Kurniawan, 2008).

c. Lama kerja

Nurqotimah et al (2010) menjelaskan bahwa adanya hubungan antara

lama kerja dengan kejadian CTS. Sebuah survei nasional besar Inggris

menemukan bahwa Keyboard yang digunakan selama lebih dari 4 jam per hari

meningkatkan risiko gejala musculoskeletal pada pergelangan tangan.

sedangkan penggunaan mouse komputer lebih dari 20 jam setiap pekan atau 3

jam 20 menit setiap harinya, memiliki risiko 2,6 kali untuk mengalami gejala

CTS. (Nurqotimah et al , 2010)

Berdasarkan teori-teori tersebut dapat dikatakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi terjadinya CTS adalah faktor personal yang terdiri dari

usia, jenis kelami, obesitas dan riwayat penyakit (reumatoid arthritis, fraktur,

24

diabetes mellitus). Faktor pekerjaan yang terdiri dari pengulangan pada tangan

(masa kerja dan lama kerja) dan posisi janggal pada tangan. (Barcenilla et al,

2012).

2.6 Cara Pekerja Penjahit Dan Alat Yang Digunakan Penjahit

2.6.1 Menyiapkan Tempat Kerja

Tempat kerja merupakan bagian yang penting dalam suatu usaha, secara

tidak langsung tempat kerja akan berpengaruh pada kesenangan, kenyamanan dan

keselamatan dari para siswa/pekerja. Keadaan atau suasana yang menyenangkan

(comfortable) dan aman (safe) akan menimbulkan gairah produktivitas kerja.

Menyiapkan tempat kerja untuk memotong bahan berbeda dengan tempat kerja

menjahit dengan tangan ataupun dengan mesin. Suatu tempat kerja yang diatur

teliti dengan mengingat tertib kerja dan rasa keindahan, akan menyebabkan

siswa/pekerja yang sedang melakukan kegiatan memotong bahan akan bekerja

dengan perasaan senang. Tempat kerja yang dimaksud adalah yang ergonomik

dengan kata lain tempat kerja yang sesuai dengan kebutuhan alat seperti meja

potong, bahan/kain yang akan dipotong dan alat-alat potong lainnya yang

diperlukan disusun sesuai dengan urutan proses kerja dalam menyelesaikan suatu

potongan. Fasilitas yang harus disediakan adalah: Ruang kerja untuk memotong

bahan, almari tempat bahan dan tempat alat potong serta tempat khusus untuk

menyimpan bahan yang telah dipotong dan yang tidak kalah pentingnya adalah

tempat sampah/tempat sisa-sisa potongan. (Ernawati dkk, 2013).

25

2.6.2 Memotong Bagian Pola Bahan

Alat potong/gunting yang digunakan adalah gunting yang tajam dengan

gerakan tangan yang berulang hingga memerlukan tekanan pada jari telunjuk dan

jari tengah, Tujuan pemotongan kain adalah untuk memisahkan bagian-bagian

lapisan kain sesuai dengan pola pada rancangan bahan/marker. (Ernawati dkk,

2013)

2.6.3 Menjahit

Menjahit merupakan proses dalam menyatukan bagian-bagian kain yang

telah digunting berdasarkan pola Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses

menjahit adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan alat-alat jahit yang diperlukan

seperti mesin jahit yang siap pakai yang telah diatur jarak setikannya, jarum

tangan, jarum pentul, pendedel, seterika dan sebagainya, serta bahan yang telah

dipotong beserta bahan penunjang/ pelengkap yang sesuai dengan desain. 2.

Pelaksanaan menjahit Dalam pelaksanaan menjahit untuk mendapatkan hasil yang

berkualitas hendaklah mengikuti prosedur kerja yang benar dan tepat disesuaikan

dengan desain. Kemudian tempat duduk serta posisi tangan harus ergonomis

karena dimana suatu ketidakergonomisan beresiko terjadinya kecelakaan akibat

kerja, dengan posisi tangan saat menjahit karena menggunakan gerakan serta

akibat getaran mekanik oleh mesin dengan lama kerja 6 jam berisiko terjadinya

kelelahan pada tangan akibat mesin serta tangan yang mengikuti pergerakan

mesin. Untuk itu menjahit pilihlah kursi dengan sandaran yang lurus dan tanpa

tangan agar dapat duduk dengan sempurna dan tidak cepat lelah. (Ernawati dkk,

2013).

26

Alat yang digunakan para pekerja penjahit ini dengan menggunakan 2 mesin

yaitu :

1. Mesin DT6 adalah salah satu jenis mesin jahit yang berfungsi untuk menjahit

pinggiran baju, tenaga kerja yang menggunakan mesin ini, mengalami

repetitive motion yang cukup tinggi dibandingkan dengan menggunakan mesin

jahit lainnya yaitu mengalami repetitive (gerak berulang) sebanyak 26 kali

permenit pada tangan kiri dan kanan saja. (Rina, 2010)

2. Mesin Freanc Seam

Mesin freanc seam adalah suatu jenis mesin jahit yang berfungsi untuk

menjahit rata-rata terpajan repetitife motion sebanyak 15 kali permenit pada

tangan kiri dan kanan. (Rina, 2010)

Dari pekerja penjahit ini menggunakan aktivitas berulang yang perhari

bekerja selama 6-8 jam perharinya. Aktivitas berulang merupakan pekerjaan

yang dilakukan secara terus menerus. Keluhan otot terjadi karena otot

menerima tekanan kuat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh

kesempatan untuk relaksasi. (Tarwaka dkk, 2004)

2.7 Ergonomi

Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan

atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik

fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih

baik (Tarwaka, dkk., 2004). Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi,

kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan

27

tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana

manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan

utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Apabila ingin

meningkatkan kemampuan manusia untuk melakukan tugas, maka beberapa hal di

sekitar lingkungan alam manusia seperti peralatan, lingkungan fisik, posisi gerak

(posisi kerja) perlu direvisi atau dimodifikasi atau redesain atau didesain

disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan kemampuan

tubuh yang meningkat secara optimal, maka tugas kerja yang dapat diselesaikan

juga akan meningkat. Sebaliknya, apabila lingkungan alam sekitar termasuk

peralatan yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tubuh manusia, maka

akan menyebabkan penggunaan energi yang boros dalam tubuh, cepat merasa

lelah, hasil pekerjaan yang tidak optimal, dan dapat menyebabkan kecelakaan.

(Ali, 2006).

2.8 Tujuan Ergomoni

Tujuan dari ergonomi adalah bagaimana mengatur kerja agar tenaga kerja

dapat melakukan pekerjaannya dengan rasa aman, selamat, efektif dan produktif

serta terhindar dari bahaya yang timbul di tempat kerja atau akibat kerja

(Nurqotimah, 2010). Secara umum tujuan ergonomi adalah: (1) Meningkatkan

kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit

akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi

dan kepuasan kerja, (2) Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan

kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan

meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun

28

setelah tidak produktif, (3) Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai

aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem

kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan hidup yang tinggi

(Tarwaka, dkk., 2004).

2.9 Hubungan Masa Kerja Dengan Keluhan Carpal Tunnel Syndrome

Masa kerja menunjukkan lamanya paparan di tempat kerja. Sehingga

semakin lama masa kerja, maka akan semakin tinggi resiko terjadinya penyakit

akibat kerja, salah satunya adalah CTS. (Tana, 2004). Salah satu kegiatan yang

memiliki faktor resiko terkena kejadian CTS adalah saat melakukan gerakan

pada saat menjahit. Menjahit dalam bekerja banyak melakukan gerakan tangan

berulang baik dengan postur pergelangan tangan fleksi atau ekstensi, deviasi ulnar

dan radial ataupun supinasi dan pronasi. Sebagian besar menjahit melakukan

gerakan tangan berulang dengan frekuensi tinggi dan cepat atau akibat kesalahan

posisi ergonomis dalam jangka waktu yang lama yang akan meningkatkan resiko

untuk terjadinya tendinitis. Kerusakan ini dapat menjadi penyebab kompresi pada

saraf (Pratiwi, 2016). Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa masa kerja

sangat berpotensi untuk menimbulkan terjadinya CTS, menurut penelitian,

Dengan peningkatan masa kerja pada tangan menunjukkan adanya pekerjaan

berulang yang dilakukan oleh tangan dalam jangka waktu yang lama, dengan

peningkatan jumlah tahun kerja menunjukkan resiko lebih tinggi untuk terjadinya

CTS. (Ali, 2006). Barcelina et al (2012) menyatakan bahwa pengulangan dan

exposure gabungan dari kedua kekuatan dan pengulangan dapat menimbulkan

resiko CTS. Berdasarkan hasil data penelitian dengan judul “ Hubungan

29

Repetitive Motion Dengan Keluhan Carpal Tunnel Syndrome Pada Pekerja

Menjahit Dibagian Konveksi I PT. Dan Liris Sukoharjo “ bahwa orang tenaga

kerja penjahit diperoleh sebanyak 27 diantaranya terjadi pada tenaga kerja wanita

paling banyak dan masa kerja lebih dari 20 tahun sebanyak 39.3% diantaranya

yang paling banyak mengeluh CTS. (Rina, 2010) dan berdasarkan penelitian yang

sama ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian CTS dengan hasil masa

kerja rata – rata terjadi pada masa kerja 10 sampai dengan > 20 tahun. (Agustin,

2013).