bab 2 tinjauan pustaka 2.1 anatomi pergelangan...
TRANSCRIPT
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Pergelangan Tangan
Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi terowongan yang keras
dan kaku. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan
menyebabkan tekanan pada nervus medianus (Bahruddin, 2013).
(Ensiklopedia britanica, 2007)
Gambar 2.1 Anatomi Pergelangan Tangan Carpal Tunnel Syndrome
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) merupakan terowongan
sempit yang berada di dalam dasar pergelangan tangan. Bagian bawah dan sisi
terowongan ini dibentuk oleh pergelangan tangan (karpal) tulang. Bagian atas
terowongan ditutupi oleh sebuah band yang kuat dari jaringan ikat yang disebut
ligamentum karpal transversal. Perjalanan saraf median dari lengan bawah ke
tangan melalui terowongan di pergelangan tangan. Saraf median mengontrol
perasaan di sisi telapak ibu jari, jari telunjuk, dan jari yang panjang. Saraf juga
6
mengontrol otot-otot di sekitar dasar jempol. Tendon yang menekuk jari-jari dan
ibu jari juga berjalan melalui terowongan karpal, tendon ini disebut tendon fleksor
(American Academy Of Orthopedic Surgeons, 2009). Nervus dan tendon
memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan
dan otot-otot flexor pada pergelangan tangan beserta tendon-tendonnya berinsersi
pada tulang-tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal
distal yang membentuk jari tangan dan jempol. (Beatrice, 2012).
CTS terjadi ketika jaringan sekitarnya tendon fleksor pada pergelangan tangan
membengkak dan memberikan tekanan pada saraf median. Jaringan-jaringan ini
disebut sinovium. Sinovium melumasi tendon dan membuatnya lebih mudah
untuk memindahkan jari. Pembengkakan sinovium mempersempit ruang tertutup
dari terowongan karpal (American Academy Of Orthopedic Surgeons, 2009).
Otot-otot tangan instrinsik digolongkan menjadi empat kelompok, antara lain :
a. Otot-otot thenar berfungsi untuk melakukan gerakan oposisi pollex bersama
dengan musculus opponens policis.
b. Musculus adductor policis merupakan adductor ibu jari yang terletak di dalam,
berbentuk seperti kipas. Berfungsi untuk gerakan adduksi ibu jari,
meggerakkan ibu jari ke telapak tangan, sehingga memberikan kekuatan untuk
menggenggam.
c. Otot-otot hipotenar (musculusabductor digiti minimi, musculus flexor digiti
minimi brevis, dan musculus opponens digiti minimi) yang berfungsi untuk
menggerakkan digitus minimus.
7
d. Musculi lumbricales dan musculi interossei yang mempengaruhi keempat jari
medial (Moore, et al.,2013).
Fascia Profunda bersama membrane interossea membagi lengan bawah
menjadi beberapa ruang. Dalam perspektif klinik, bagian pergelangan tangan
merupakan tempat yang paling sering mengalami cedera. Nervus yang melewati
pergelangan tangan yaitu.
2.2 Anatomi Nervus Medianus
Nervus medianus terletak di bagian superficial, berasal dari fasiculus
medialis dan lateralis di axilla.Fasikulus lateralis berasal dari C5, C6, C7 dan
fasikulus medialis berasal dari C8 dan T1.Nervus medianus berjalan turun ke
bawah pada sisi lateral arteria brachialis, kemudian di daerah siku disilang oleh
opneurosis bicipitalis. Nervus ini meninggalkan fossa cubiti dengan berjalan
diantara kedua caput musculus pronator teres dan terus berjalan ke distal di
belakang musculus flexor digitorum profundus. Di regio carpalis, Nervus
Medianus muncul disisi lateral musculus digitorum superficial dan terletak di
belakang tendomusculi Palmaris longus. Nervus medianus kemudian masuk ke
telapak tangan berjalan di bawah retinaculum musculorum flexorum di dalam
canalis carpi (Snell, 2006).
Canalis carpi merupakan suatu terowongan yang berada di dalam M.
retinaculum flexorum di antara tuberculum ossis schapoidei dengan os trapezium
sebagai batas lateral, serta os pisiforme dan hamalus ossis hamati pada sisi
medial. Terdapat 10 struktur di dalam canalis carpi seperti Nervus medianus,
8
flexor pollicis longus dan 8 tendon flexor digitorum superficial dan profunda
(Moore et al, 2013).
Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada
jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada pergelangan tangan beserta
tendon-tendonnya berorigo pada epicondillus medial pada regio cubiti dan
berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan
interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan ibu jari. Canalis carpi
berukuran hampir sebesar ruas ibu jari dan terletak di bagian distal lekukan dalam
pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah regio cubiti sekitar 3
cm (Huldani, 2013).
Tertekannya nervus medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran
canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan
jaringan lubrikasi pada tendon-tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi
dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap
nervus medianus yang menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum
carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada
m. Flexor pollicis brevis, m. Opponens pollicis, m. Abductor pollicis brevis yang
diikuti dengan hilangnya kemampuan sensoris ligamentum carpi transversum
yang dipersarafi oleh bagian distal Nervus medianus. Cabang sensorik superfisial
dari Nervus medianus mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum carpi
transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan ibu jari
(Huldani, 2013).
9
2.3 Fisiologi Tangan
a. Pergerakan sendi pergelangan tangan (articulation radiocarpalis)
Pergerakan yang mungkin dilakukan pada sendi pergelakan tangan
adalah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan sirkumduksi.Fleksi dilakukan oleh
musculus flexor carpi radialis, musculus flexor carpi ulnaris, dan musculus
Palmaris longus.Ekstensi dilakukan oleh m. extensor carpi radialis longus, m.
extensor carpi radialis brevis, dan m. extensor carpi ulnaris. Abduksi
dilakukan oleh m. flexor carpi radialis. Adduksi dilakukan oleh msculi flexor
dan extensor carpi ulnaris (Snell, 2006).
b. Posisi tangan
Posisi istirahat adalah posisi tangan sewaktu jari istirahat dan tangan
relaksasi. Lengan bawah semi pronasi, sendi region karpalis sedikit ekstensi,
jari kedua, ketiga, keempat, kelima sedikit fleksi, dan permukaan kuku pollex
pada posisi tegak lurus dengan bidang jari lainnya.
Posisi fungsional adalah posisi tangan dengan sikap memegang berada
diantara pollex dan index. Gerakan halus dapat dilakukan oleh tangan bila
posisi tangan dalam posisi istirahat ketika membrane interossea tegang. Pada
saat articulation radiocarpalis sedikit extensi, tendo-tendo flexor dan extensor
telapak tangan berfungsi sebagai fiksator pada articulation radiocarpalis untuk
menjaga agar gerakan jari stabil (Moore et al, 2013).
c. Pergerakan tangan
1) Menggenggam kuat. Gerakan ini menunjukkan gerakan paksa jari yang
bekerja melawan telapak tangan. Menggenggam kuat melibat musculus
10
flexor longus sampai jari, otot instrinsik pada telapak tangan, dan extensor
pergelangan tangan. Extensor pergelangan tangan meningkatkan jarak kerja
flexor jari. Sebaliknya, sering meningkatnya flexi pada tangan, genggaman
menjadi lemah dan kurang kuat (Moore et al, 2013).
2) Genggaman kait. Gerakan ini membutuhkan energi yang lebih sedikit,
terutama melibatkan flexor longus yang difleksikan sampai beberapa derajat
(Moore et al, 2013).
3) Menjepit. Menunjukkan kompresi sesuatu di antara ibu jari dan jari telunjuk
(Moore et al, 2013).
2.4 Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
2.4.1 Definisi
Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati tekanan saraf medianus
dalam terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang relatif
sering, bersifat kronik, dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam hari,
parastesia jari-jari, kelemahan dan atrofi otot tenar yang mendapat inervasi dari
saraf medianus (Bahrudin, 2011).
Gambar 2.2 : Nervus medianus
Sumber: (Benjamin, 2013)
11
CTS bisa disebabkan oleh penyempitan bekas patah tulang radius distal
yang mengakibatkan kompresi n. medianus di bawah retinakulum volar.
Kebanyakan sindrom ini bersifat idiopatik. Penderita mengeluh kelemahan
tangan, terutama melakukan pekerjaan menggunakan jari. (Helmi, 2012).
2.4.2 Epidemiologi
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prefalensi
carpal tunnel syndrome yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah
sebesar 1.55% (2.6 juta). Kejadian CTS pada populasi diperkirakan 3% pada
wanita dan 2% pada laki-laki dengan prevalensi tertinggi pada wanita usia >55
tahun, biasanya antara 40-60 tahun. (Bahrudin, 2011).
2.4.3 Gejala klinis Carpal Tunnel Syndrome
Gejala awal biasanya berupa parastesi yang terjadi dalam distribusi saraf
medianus tangan, tiap malam pasien terbangun pada jam-jam awal dengan rasa
nyeri yang panas membakar, perasaan geli, dan mati rasa (Bahrudin, 2011).
Gejala-gejala carpal tunnel syndrome sebagai berikut :
a. sakit tangan dan mati rasa terutama waktu malam hari
b. Nyeri, kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan, terutama ibu jari, jari
telunjuk, dan jari tengah
c. Waktu pagi atau siang hari perasaan pembengkakan terasa ketika
menggerakkan tangan dengan cepat.
d. Rasa sakit menjalar ke atas hingga lengan atas sampai dengan pundak
12
e. Terkadang tangan terasa lemas dan hilang keseimbangan terutama di pagi hari.
Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya
kesulitan pada penderita sewaktu menggenggam (Bahrudin, 2011).
2.4.4 Klasifikasi Carpal Tunnel Syndrome
Menurut Asworth (2009) carpal tunnel syndrome biasanya dibagi menjadi
ringan, sedang, dan berat:
a. Level 1/ringan/mild
CTS ringan memiliki keluhan sensorik saja pada pengujian elektrofisiologis,
rasa perih / rasa tersengat dan nyeri atau gejala CTS yang terjadi dapat
berkurang dengan istirahat atau pijat.
b. Level 2/sedang/moderate
CTS sedang memiliki gejala sensorik dan motorik. Gejala lebih intensif, tes
orthopedic dan neurologic mengindikasikan adanya kerusakan saraf.
c. Level 3/berat/severe
Gejala lebih parah, mengalami penurunan sensorik dan rasa nyeri konstan.
Dokter menyarankan imobilisasi total dan pembedahan.
2.4.5 Patogenesis dan Patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome
Ada beberapa hipotesis mengenai patogenesis dari CTS. Patogenesis CTS
masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan gejala dan
gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah kompresi mekanik,
insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Menurut teori kompresi mekanik,
gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di terowongan karpal.
13
Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa ia menjelaskan konsekuensi dari
kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi yang mendasari kompresi
mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti ketegangan,
tenaga berlebihan, hyperfunction, ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan
atau berulang. (Tana L, 2004).
Teori insufisiensi mikro - vaskular menyatakan bahwa kurangnya pasokan
darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia
perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Scar dan
jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf. Tergantung pada keparahan
cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen. Karakteristik gejala CTS
terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan kehilangan
konduksi saraf akut dan reversibel dianggap gejala untuk iskemia. Seiler et al
menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry) bahwa normalnya aliran darah
berdenyut di dalam saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum
karpal transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori
iskemia akibat kompresi diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan
tekanan di karpal tunnel. Gejala akan bervariasi sesuai dengan integritas suplai
darah dari saraf dan tekanan darah sistolik.
Kiernan, dkk menemukan bahwa konduksi melambat pada median saraf
dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu disebabkan
myelinisasi yang terganggu (Tana L, 2004). Menurut teori getaran gejala carpal
tunnel syndrome bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat
yang bergetar pada saraf median di karpal tunnel.
14
Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular
memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara
kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan
terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena
intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi
intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan
endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema
epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang
timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang
terlibat digerak-gerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan
sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi
fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi
atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus
medianus terganggu secara menyeluruh (Bahrudin, 2011).
Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan
menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan
iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi
yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat
terjadi kerusakan pada saraf tersebut (Bahrudin, 2011).
15
2.4.6 Pemeriksaan Fisik dan Kriteria Diagnosis
American Academy of Neurology telah menggambarkan kriteria diagnostik
yang mengandalkan pada kombinasi gejala dan temuan pemeriksaan fisik, serta
kriteria diagnostik lainnya termasuk hasil dari penelitian elektrofisiologi.
Sedangkan diagnosa kejadian CTS sebagai akibat pekerjaan menurut National
Institute for Ocupational Safety and Health (NIOSH) pada tahun 1989 berupa:
(Barcenilla, 2012)
1. Terdapatnya salah satu atau lebih gejala parastesia, hipoanastesia, sakit / baal/
mati rasa pada tangan yang berlangsung sedikitnya 1 minggu atau bila tidak
terjadi secara terus menerus, sering terjadi pada berbagai kesempatan.
2. Secara objektif dijumpai hasil tes Tinel’s atau tes phalen positif atau berkurang
sampai hilangnya rasa sakit pada kulit telapak dan jari tangan. Diagnosa dapat
pula ditegakkan melalui pemeriksaan elektrodiagnostik antara lain dengan
pemeriksaan elektromiografi.
3. Adanya riwayat pekerjaan seperti melakukan pekerjaan berulang atau
repetitive, pekerjaan yang disertai kekuatan tangan, fleksi ekstensi, dan deviasi
gerakan pergelangan dan jari tangan, menggunakan alat dengan getaran tinggi
serta terjadi tekanan pada pergelangan tangan atau telapak tangan.
Menurut NIOSH kriteria diagnosis klinis CTS harus dicurigai bila ada :
1) Terdapatnya Keluhan gejala nyeri/baal/kesemutan pada daerah persarafan
nervus medianus.
16
2) Terdapatnya salah satu atau dua tanda-tanda pemeriksaan fisik di bawah ini
(Departement of Insurance to the work’s Compensation Board, 2011; Wyss &
Patel, 2013).
a) Phalen’s test :
Gambar 2.3: Phalen’s test
Sumber: (Medicastore, 2012)
Tes phalen merupakan tes provokatif yang paling mendukung
diagnosis CTS, tes ini mempunyai sensitivitas sekitar 75% dan 20% false
positif yang ditemukan dikontrol (Fisher & Gorche, 2004; Barnardo, 2004).
Menurut AAOS dari penelitian, tes phalen menunjukkan sensitivitas dari
46%-80% dan spesifitas dari 51%-91% (Clinical Practice Guidline on the
diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome, 2007). Pemeriksaan ini dilakukan
dengan cara menekuk kedua tangan pada sendi pergelangan tangan,
kemudian menekan kedua dorsum manus satu dengan yang lain sekuat-
kuatnya. Jika terdapat penyempitan pada terowongan karpal yang dilintasi
cabang-cabang nervus medianus, maka penekukan tangan akan
menimbulkan nyeri atau parastesi (Bahrudin, 2013).
17
b) Tinel’s Test
Gambar 2.4: Tinel’s Test
Sumber: (Medicastore, 2012)
Tindakan tinel dilakukan dengan cara melakukan penekanan pada
ligamen volare pergelangan tangan. Apabila terdapat penyempitan pada
terowongan carpal. maka penekanan tersebut akan menimbulkan nyeri atau
parastesi di sekitar nervus medianus, kelemahan pada m. Policics brevis,
atrofi otot thenar dan penurunan fungsi sensorik (rasa raba, nyeri, twopoint
tactile discrimination) (Bahrudin, 2013). Menurut AAOS tes tinnel
mempunyai sensitifitas dari 28%-73% dan spesifitas dari 44%-95%
(Clinical Practive Guidline on the diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome,
2007).
Untuk menentukan gejala yang timbul akibat terjepitnya nervus
medianus, Kamath and Stothard (2004) menyusun kuesioner untuk
menegakkan diagnostis carpal tunnel syndrome (CTS) berdasarkan kriteria
sebagai berikut :
18
a. Positif bila skor ≥ 5 apapun hasil tes phalen dan atau tes tinnel.
b. Positif bila skor 3-4 dan terdapat hasil positif pada tes phalen dan atau
tes tinnel.
c. Negatif biila skor 3-4 dan terdapat hasil negative pada tes phalen dan
atau tes tinel.
d. Negatif bila skor ≤ 3
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Carpal Tunnel
Syndrome
Faktor risiko CTS akibat melakukan pekerjaan dengan keyboard dapat
dibagi menjadi 3 yaitu faktor personal, pekerjaan dan workstation. Menurut
(Barcnilla et al, 2012). CTS memiliki hubungan yang positif secara signifikan
dengan pengulangan pada tangan, postur pergelangan tangan yang salah (postur
janggal), usia, jenis kelamin, obesitas, dan telah dikaitkan dengan sejumlah
kondisi medis seperti rheumatoid arthritis, trauma/ fraktur pada tangan dan
diabetes mellitus.
Posisi tangan yang tertekuk memiliki risiko yang lebih untuk terkena CTS
dan gerakan yang berulang pada tangan yang dipengaruhi oleh masa kerja dan
lama kerja diidentifikasi sebagai faktor yang memberatkan untuk terjadinya CTS.
Disamping itu juga dipengaruhi oleh faktor tata letak (lay-out) dari peralatan kerja
seperti bentuk keyboard dan letak keyboard, benruk mouse dan letak mouse serta
faktor pekerja itu sendiri seperti usia dan jenis kelamin dari karyawan (Tana L,
2003). Berikut beberapa faktor risiko dari CTS:
19
2.5.1 Faktor Personal
a. Jenis kelamin
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) secara bertahap dengan meningkat
sampai usia lanjut, sedangkan wanita memuncak setelah menopause, hal
tersebut secara umum konsisten dengan konsep bahwa pada wanita mungkin
ada komponen hormonal dalam penyebab CTS. (Ashworth, 2010).
Tana (2003) menjelaskan bahwa adanya perbedaan hormonal pada
wanita, terutama saat wanita hamil dan menopause. Saat hamil disebabkan oleh
retensi cairan yang sering terjadi selama kehamilan, yang menempatkan
tekanan tambahan pada terowongan karpal dan menyebabkan gejala. Namun
Beberapa wanita tidak mengalami gejala sampai setelah melahirkan dan awal
menyusui. Menyusui sementara menurunkan kadar hormon steroid alami, yang
mempertinggi potensi peradangan selain itu juga disebabkan oleh perbedaan
anatomi tulang karpal, dimana tulang pergelangan tangan pada wanita secara
alami lebih kecil sehingga menciptakan ruang yang lebih ketat di mana saraf
dan tendon harus lulus.
Sedangkan perubahan hormon menopause dapat menempatkan
perempuan pada risiko lebih besar untuk mendapatkan CTS karena struktur
pergelangan tangan membesar dan dapat menekan pada saraf pergelangan
tangan. (Haque, 2009)
b. Obesitas
Obesitas adalah faktor risiko CTS dikarenakan oleh semakin besarnya
tekanan pada syaraf median seiring dengan semakin besarnya indeks masa
20
tubuh. BMI juga terkait dengan carpal tunnel syndrome baik pada wanita
maupun lelaki seperti yang dilaporkan dalam studi sebelumnya. individu yang
diklasifikasikan sebagai obesitas (BMI> 29) adalah 2,5 kali lebih berisiko
terdiagnosis Carpal Tunnel Syndrome dibandingkan individu ramping (BMI
<20) (Helmi, 2012).
c. Riwayat penyakit (diabetes, arthritis, fraktur atau patah tangan)
Riwayat penyakit memberikan kontribusi terhadap CTS, perubahan
anatomi tulang karpal akibat cedera maupun patah tangan dapat mempersempit
volume tulang karpal. CTS akut jarang terjadi, biasanya terjadi karena adanya
trauma pada tulang karpal, akibat patah atau retaknya distal radius. Gejala baru
akan muncul setelah beberapa bulan-tahun setelah trauma. Riwayat penyakit
yang dapat menyebabkan resiko CTS adalah :
1) Arthritis Reumatoid
Gejala di terowongan carpal ini juga umum terjadi pada lansia penderita
rematik. Dalam hal ini, saraf terjepit bukan akibat pembesaran otot
melainkan sendi di pergelangan tangan berubah bentuk. Rematik juga
menimbulkan kesemutan atau rasa baal, biasanya gejala terjadi pada pagi
hari dan menghilang pada siang hari. Gejala kesemutan karena rematik
hilang sendiri bila rematiknya sembuh (Erawati, 2012).
2) Fraktur/ Dislokasi
Keadaan lokal lainnya seperti inflamasi sinovial serta fibrosis (seperti pada
tenosinivitis), fraktur tulang carpal, dan cedera termal pada tangan atau
lengan bawah bisa berhubungan dengan CTS. (Ibrahim, 2012).
21
3) Diabetes Militus
Carpal tunnel syndrom ini juga sering terjadi berkaitan dengan kelainan
yang menimbulkan demielinasi atau kelainan saraf iskemik seperti diabetes
militus. Timbulnya neuropati pada penderita diabetes tidak tergantung pada
kadar gula darah, tetapi pada lamanya si penderita mengidap diabetes.
Semakin lama menderita diabetes maka semakin tinggi pula rasa kesemutan
itu muncul. Jadi bisa saja seorang penderita merasakan kesemutan meskipun
diabetesnya sendiri terkontrol dengan baik. Yang dirasakan biasanya
kesemutan pada ujung jari terus-menerus, kemudian disertai rasa nyeri yang
menikam seperti tertusuk-rusuk di ujung telapak kaki atau tangan terutama
pada malam hari (Kurniawan dkk, 2008).
d. Usia
Carpal Tunnel Syndrome biasanya mulai terdapat pada usia 20-60 tahun
Laki-laki menunjukkan peningkatan kejadian CTS secara bertahap dengan
meningkat sampai usia lanjut, sedangkan wanita memuncak setelah menopause
(sesuai dengan kelompok usia 50-54 tahun), hal tersebut secara umum
konsisten dengan konsep bahwa pada wanita mungkin ada komponen
hormonal dalam penyebab carpal tunnel syndrome (Hadge, 2009; Mattioli,
2008; Asworth, 2010). Namun Griffith menyatakan bahwa bahwa carpal
tunnel syndrome (CTS) sering dialami oleh wanita berusia 29-64 tahun.
Beberapa studi juga mengungkapkan bahwa carpal tunnel syndrome umumnya
dialami oleh wanita berusia 30an. (Kurniawan dkk, 2008)
22
2.5.2 Faktor Pekerjaan
a. Sikap kerja (Posisi janggal pada tangan) Sikap Kerja
Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan,
kepala dan anggota tubuh (tangan) baik dalam hubungan antara bagian tubuh
tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Ketidaksesuaian antara manusia dan
alat akan mengakibatkan kelelahan dan berbagai keluhan yang sangat
menunjang bagi terjadinya kecelakaan akibat kerja, penerapan ergonomi dapat
mengurangi baban kerja meskipun dugaan adanya keteledoran tenaga kerja
banyak mengakibatkan kecelakaan kerja. Posisi tubuh yang tidak alamiah dan
cara kerja yang tidak ergonomis dalam waktu lama dapat menyebabkan
berbagai gangguan kesehatan pada pekerja antara lain: (1) rasa sakit pada
bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tangan dan
sebagainya, (2) menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja, (3) gangguan
gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan menggerakkan tangan dan
sebagainya (4) dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh. Selain
itu hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja
akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain Standard
Operating Procedures (SOP) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan
(Tarwaka, dkk. 2004)
b. Masa kerja
Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja dari pertama mulai
masuk hingga sekarang masih bekerja. Masa kerja dapat diartikan sebagai
sepenggal waktu yang agak lama dimana seorang tenaga kerja masuk dalam
23
satu wilayah tempat usaha sampai batas waktu tertentu (Nurqotimah et al,
2010). Masa kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung
munculnya gangguan musculoskeletal yang disebabkan oleh pekerjaan.
Proporsi carpal tunnel syndrome lebih banyak ditemukan pada responden yang
mempunyai masa kerja >4 tahun, dibandingkan dengan responden dengan
masa kerja 1-4 tahun yang mengalami kejadian positif. Pekerja yang memiliki
masa kerjanya >20 tahun mempunyai resiko mengalami kejadian CTS 18.096
kali lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang masa kerjanya 1-4 tahun.
Hal ini terjadi karena semakin lama masa kerja, akan terjadi gerakan berulang
pada finger (jari tangan) secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama
sehingga dapat menyebabkan stress pada jaringan di sekitar terowongan karpal.
(Kurniawan, 2008).
c. Lama kerja
Nurqotimah et al (2010) menjelaskan bahwa adanya hubungan antara
lama kerja dengan kejadian CTS. Sebuah survei nasional besar Inggris
menemukan bahwa Keyboard yang digunakan selama lebih dari 4 jam per hari
meningkatkan risiko gejala musculoskeletal pada pergelangan tangan.
sedangkan penggunaan mouse komputer lebih dari 20 jam setiap pekan atau 3
jam 20 menit setiap harinya, memiliki risiko 2,6 kali untuk mengalami gejala
CTS. (Nurqotimah et al , 2010)
Berdasarkan teori-teori tersebut dapat dikatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya CTS adalah faktor personal yang terdiri dari
usia, jenis kelami, obesitas dan riwayat penyakit (reumatoid arthritis, fraktur,
24
diabetes mellitus). Faktor pekerjaan yang terdiri dari pengulangan pada tangan
(masa kerja dan lama kerja) dan posisi janggal pada tangan. (Barcenilla et al,
2012).
2.6 Cara Pekerja Penjahit Dan Alat Yang Digunakan Penjahit
2.6.1 Menyiapkan Tempat Kerja
Tempat kerja merupakan bagian yang penting dalam suatu usaha, secara
tidak langsung tempat kerja akan berpengaruh pada kesenangan, kenyamanan dan
keselamatan dari para siswa/pekerja. Keadaan atau suasana yang menyenangkan
(comfortable) dan aman (safe) akan menimbulkan gairah produktivitas kerja.
Menyiapkan tempat kerja untuk memotong bahan berbeda dengan tempat kerja
menjahit dengan tangan ataupun dengan mesin. Suatu tempat kerja yang diatur
teliti dengan mengingat tertib kerja dan rasa keindahan, akan menyebabkan
siswa/pekerja yang sedang melakukan kegiatan memotong bahan akan bekerja
dengan perasaan senang. Tempat kerja yang dimaksud adalah yang ergonomik
dengan kata lain tempat kerja yang sesuai dengan kebutuhan alat seperti meja
potong, bahan/kain yang akan dipotong dan alat-alat potong lainnya yang
diperlukan disusun sesuai dengan urutan proses kerja dalam menyelesaikan suatu
potongan. Fasilitas yang harus disediakan adalah: Ruang kerja untuk memotong
bahan, almari tempat bahan dan tempat alat potong serta tempat khusus untuk
menyimpan bahan yang telah dipotong dan yang tidak kalah pentingnya adalah
tempat sampah/tempat sisa-sisa potongan. (Ernawati dkk, 2013).
25
2.6.2 Memotong Bagian Pola Bahan
Alat potong/gunting yang digunakan adalah gunting yang tajam dengan
gerakan tangan yang berulang hingga memerlukan tekanan pada jari telunjuk dan
jari tengah, Tujuan pemotongan kain adalah untuk memisahkan bagian-bagian
lapisan kain sesuai dengan pola pada rancangan bahan/marker. (Ernawati dkk,
2013)
2.6.3 Menjahit
Menjahit merupakan proses dalam menyatukan bagian-bagian kain yang
telah digunting berdasarkan pola Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses
menjahit adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan alat-alat jahit yang diperlukan
seperti mesin jahit yang siap pakai yang telah diatur jarak setikannya, jarum
tangan, jarum pentul, pendedel, seterika dan sebagainya, serta bahan yang telah
dipotong beserta bahan penunjang/ pelengkap yang sesuai dengan desain. 2.
Pelaksanaan menjahit Dalam pelaksanaan menjahit untuk mendapatkan hasil yang
berkualitas hendaklah mengikuti prosedur kerja yang benar dan tepat disesuaikan
dengan desain. Kemudian tempat duduk serta posisi tangan harus ergonomis
karena dimana suatu ketidakergonomisan beresiko terjadinya kecelakaan akibat
kerja, dengan posisi tangan saat menjahit karena menggunakan gerakan serta
akibat getaran mekanik oleh mesin dengan lama kerja 6 jam berisiko terjadinya
kelelahan pada tangan akibat mesin serta tangan yang mengikuti pergerakan
mesin. Untuk itu menjahit pilihlah kursi dengan sandaran yang lurus dan tanpa
tangan agar dapat duduk dengan sempurna dan tidak cepat lelah. (Ernawati dkk,
2013).
26
Alat yang digunakan para pekerja penjahit ini dengan menggunakan 2 mesin
yaitu :
1. Mesin DT6 adalah salah satu jenis mesin jahit yang berfungsi untuk menjahit
pinggiran baju, tenaga kerja yang menggunakan mesin ini, mengalami
repetitive motion yang cukup tinggi dibandingkan dengan menggunakan mesin
jahit lainnya yaitu mengalami repetitive (gerak berulang) sebanyak 26 kali
permenit pada tangan kiri dan kanan saja. (Rina, 2010)
2. Mesin Freanc Seam
Mesin freanc seam adalah suatu jenis mesin jahit yang berfungsi untuk
menjahit rata-rata terpajan repetitife motion sebanyak 15 kali permenit pada
tangan kiri dan kanan. (Rina, 2010)
Dari pekerja penjahit ini menggunakan aktivitas berulang yang perhari
bekerja selama 6-8 jam perharinya. Aktivitas berulang merupakan pekerjaan
yang dilakukan secara terus menerus. Keluhan otot terjadi karena otot
menerima tekanan kuat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh
kesempatan untuk relaksasi. (Tarwaka dkk, 2004)
2.7 Ergonomi
Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan
atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam
beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik
fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih
baik (Tarwaka, dkk., 2004). Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi,
kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan
27
tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana
manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan
utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Apabila ingin
meningkatkan kemampuan manusia untuk melakukan tugas, maka beberapa hal di
sekitar lingkungan alam manusia seperti peralatan, lingkungan fisik, posisi gerak
(posisi kerja) perlu direvisi atau dimodifikasi atau redesain atau didesain
disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan kemampuan
tubuh yang meningkat secara optimal, maka tugas kerja yang dapat diselesaikan
juga akan meningkat. Sebaliknya, apabila lingkungan alam sekitar termasuk
peralatan yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tubuh manusia, maka
akan menyebabkan penggunaan energi yang boros dalam tubuh, cepat merasa
lelah, hasil pekerjaan yang tidak optimal, dan dapat menyebabkan kecelakaan.
(Ali, 2006).
2.8 Tujuan Ergomoni
Tujuan dari ergonomi adalah bagaimana mengatur kerja agar tenaga kerja
dapat melakukan pekerjaannya dengan rasa aman, selamat, efektif dan produktif
serta terhindar dari bahaya yang timbul di tempat kerja atau akibat kerja
(Nurqotimah, 2010). Secara umum tujuan ergonomi adalah: (1) Meningkatkan
kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit
akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi
dan kepuasan kerja, (2) Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan
kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun
28
setelah tidak produktif, (3) Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai
aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem
kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan hidup yang tinggi
(Tarwaka, dkk., 2004).
2.9 Hubungan Masa Kerja Dengan Keluhan Carpal Tunnel Syndrome
Masa kerja menunjukkan lamanya paparan di tempat kerja. Sehingga
semakin lama masa kerja, maka akan semakin tinggi resiko terjadinya penyakit
akibat kerja, salah satunya adalah CTS. (Tana, 2004). Salah satu kegiatan yang
memiliki faktor resiko terkena kejadian CTS adalah saat melakukan gerakan
pada saat menjahit. Menjahit dalam bekerja banyak melakukan gerakan tangan
berulang baik dengan postur pergelangan tangan fleksi atau ekstensi, deviasi ulnar
dan radial ataupun supinasi dan pronasi. Sebagian besar menjahit melakukan
gerakan tangan berulang dengan frekuensi tinggi dan cepat atau akibat kesalahan
posisi ergonomis dalam jangka waktu yang lama yang akan meningkatkan resiko
untuk terjadinya tendinitis. Kerusakan ini dapat menjadi penyebab kompresi pada
saraf (Pratiwi, 2016). Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa masa kerja
sangat berpotensi untuk menimbulkan terjadinya CTS, menurut penelitian,
Dengan peningkatan masa kerja pada tangan menunjukkan adanya pekerjaan
berulang yang dilakukan oleh tangan dalam jangka waktu yang lama, dengan
peningkatan jumlah tahun kerja menunjukkan resiko lebih tinggi untuk terjadinya
CTS. (Ali, 2006). Barcelina et al (2012) menyatakan bahwa pengulangan dan
exposure gabungan dari kedua kekuatan dan pengulangan dapat menimbulkan
resiko CTS. Berdasarkan hasil data penelitian dengan judul “ Hubungan
29
Repetitive Motion Dengan Keluhan Carpal Tunnel Syndrome Pada Pekerja
Menjahit Dibagian Konveksi I PT. Dan Liris Sukoharjo “ bahwa orang tenaga
kerja penjahit diperoleh sebanyak 27 diantaranya terjadi pada tenaga kerja wanita
paling banyak dan masa kerja lebih dari 20 tahun sebanyak 39.3% diantaranya
yang paling banyak mengeluh CTS. (Rina, 2010) dan berdasarkan penelitian yang
sama ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian CTS dengan hasil masa
kerja rata – rata terjadi pada masa kerja 10 sampai dengan > 20 tahun. (Agustin,
2013).