bab 2 tinjauan pustaka · 2019. 1. 18. · tinjauan pustaka 2.1 kelapa sawit kelapa sawit merupakan...

13
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu). Artinya, bunga jantan dan bungan betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan yang sama. Walaupun demikian, kadang-kadang dijumpai juga bunga dan betina pada satu tandan (hermafrodit). Kelapa sawit bukanlah tanaman asli di Indonesia dan baru ditanam secara komersil pada tahun 1991. Istilah kelapa mungkin dimaksudkan sebagai istilah umum untuk jenis palm. Meskipun demikian perkataan sawit sudah ada sejak lama. Beberapa tempat (desa di Pulau Jawa) sudah ada yang menggunakan nama “sawit” sebelum kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di kebun Raya Bogor (Lubis, 2008). 2.2 Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kelapa Sawit

    Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu). Artinya,

    bunga jantan dan bungan betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada

    tandan yang sama. Walaupun demikian, kadang-kadang dijumpai juga bunga

    dan betina pada satu tandan (hermafrodit). Kelapa sawit bukanlah tanaman

    asli di Indonesia dan baru ditanam secara komersil pada tahun 1991. Istilah

    kelapa mungkin dimaksudkan sebagai istilah umum untuk jenis palm.

    Meskipun demikian perkataan sawit sudah ada sejak lama. Beberapa tempat

    (desa di Pulau Jawa) sudah ada yang menggunakan nama “sawit” sebelum

    kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di kebun

    Raya Bogor (Lubis, 2008).

    2.2 Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit

    Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan

    tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini

    (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan

    potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data

    sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan

    masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik

    tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan

    persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial

    menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan

    usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi,

    lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang

    produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat

    ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.

  • 6

    Struktur klasifikasi kesesuaian lahanmenurut kerangka FAO (1976) dapat

    dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan

    Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo

    kesesuaian lahan dibedakan antara lain :

    Tabel 2.1 Kesesuaian lahan

    Kelas S1 ( Sangat Sesuai ) Lahan tidak mempunyai faktor pembatas

    yang berarti atau nyata terhadap

    penggunaan secara berkelanjutan, atau

    faktor pembatas bersifat minor dan tidak

    akan berpengaruh terhadap produktivitas

    lahan secara nyata.

    Kelas S2 (Cukup Sesuai ) Lahan mempunyai faktor pembatas, dan

    factor pembatas ini akan berpengaruh

    terhadap produktivitasnya, memerlukan

    tambahan masukan (input). Pembatas

    tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani

    sendiri.

    Kelas S3 ( Sesuai Marginal) Lahan mempunyai faktor pembatas yang

    berat, dan factor pembatas ini akan sangat

    berpengaruh terhadap produktivitasnya,

    memerlukan tambahan masukan yang

    lebih banyak daripada lahan yang

    tergolong S2. Untuk mengatasi faktor

    pembatas pada S3 memerlukan modal

    tinggi, sehingga perlu adanya bantuan

    atau campur tangan (intervensi)

    pemerintah atau pihak swasta.

    Kelas N ( Tidak sesuai ) karena mempunyai faktor pembatas yang

    sangat berat atau sulit diatasi.

    ( Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre , 2007 ).

  • 7

    Berikut adalah tabel lingkungan tumbuh kelapa sawit berdasarkan kesesuaian

    lahan S1, S2, S3 ,dan N.

    Tabel 2.2 Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Berdasarkan Kesusaian Lahan

    S1,S2,S3 dan N.

    N

    o

    Deskripsi S1 S2 S3 N1

    1 Letak dan tinggi

    tempat

    0-400 0-400 0-400 0-400

    2 Bentuk Wilayah:

    Topografi Datar

    berombak

    Bergelombang Berbukit Curam

    Lereng 0-15 16-25 25-26 >curam

    Penggenangan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sedikit

    Drainase Baik Sedang Agak

    terhambat

    Terhambat

    3 Tanah :

    Kedalaman/solum >80 cm 80 cm 60-80 cm

  • 8

    2.3 Topografi Kebun Marjandi

    PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi dengan letak geografis areal lahan

    2°53.344 - 2°56.594 Lintang Utara (LU), 98°54.543 - 98°57.745 Bujur Timur

    (BT), dengan ketinggian 700 – 867 m dpl. Pada kebun Marjandi ini

    mengalami Keberhasilan dalam pengembangan kelapa sawit yang

    sebelumnya adalah prospek komoditi teh, keberhasilan ini ditentukan oleh

    beberapa faktor dan salah satunya adalah faktor lahan (tanah dan iklim).

    Faktor tanah khususnya, sebagai medium tumbuhnya tanaman kelapa sawit

    memiliki sifat-sifat yang kompleks. Pengungkapan faktor tersebut untuk

    keperluan pengembangan kelapa sawit dilakukan melalui survei dan

    pemetaan tanah yang akan menghasilkan informasi lengkap mengenai

    karakteristik tanah/lahan.(Santoso,dkk.2006)

    Mengingat berdasarkan syarat pertumbuhan kelapa sawit PPKS. Perkebunan

    kelapa sawit masih berada pada ketinggian maksimal 400 m dpl. sedangkan

    penelitian lain menvatakan ketinggian wilayah maksimal -500 m dpl sampai

    600 m dpl. Perkebunan milik PT. Perkebunan Nusantara IV dikabupaten

    Simalungun secara umum berada pada ketinggian diatas 600 m dpl. Adapun

    luas areal kebun Marjandi adalah :

    Tabel 2.3 Luas areal berdasarkan ketinggian (mdpl)

    Kebun

    Luas (ha) berdasarkan ketinggian m dpl Total

    Luas 700-750 750-800 800-850 850-900

    Marjandi 850,82 648,02 275,41 16,20 1.490,45

    (Santoso,dkk.2006)

    Berdasarkan data curah hujan dan hari hujan selama periode tahun 1994-

    2003, rata-rata curah hujan dan hari hujan, defisit air dan pengelompokan

    iklim menurut Scmidth dan Ferguson untuk Marjandi adalah :

  • 9

    Tabel 2.4 Kondisi iklim

    Kebun CH (mm/thn) HH Defisit air (mm/thn)

    Marjadi 2488 150 11

    (Santoso,dkk.2006)

    Bentuk wilayah (topografi) kebun Marjandi mempunyai bentuk wilayah

    berombak-bergelombang (8 – 15%).

    Tanah yang berkembang di areal kebun Marjandi secara umum adalah Antlic

    Dystrudeprs yaitu dengan tekstur lempung liat berpasir. strukrur tanah

    gumpal bersudut. drainase agak terhambat. kandungan baruan 100 cm. pH 4.6 - 5.9. bentuk wilayah berombak

    bergelombang.

    Jenis tanah dengan variasi ketinggian tempat dan bentuk wilayah (topografi)

    akan menghasilkan satuan peta tanah (SPT) yang berbeda untuk keperluan

    analisis kelas kesesuaian lahan. Tanah yang masuk dalam klasifikasi tanah

    Andisols ataupun bukan tanah Andisols tetapi punya sifat andic (andic

    ptoperties) mempunyai sifat kimia mengikat unsur P (retensi P) oleh mineral-

    mineral amorf (bermuatan tidak tetap sebagai penciri sifat andik). Sedangkan

    sifat fisika tanah yang mempunyai sifat yang baik gembur dan mudah diolah.

    (Santoso,dkk.2006)

    Evuluasi kesesuaiun lahan pada areal di atas 600 m dpl pada kebun Marjandi.

    Salah satu faktor studi yang menjadi perhatian dalam penentuan kelas

    kesesuaian lahan pada survei studi kelayakan yang secara umum berada pada

    ketinggian di atas 600 m dpl. (Santoso,dkk.2006)

  • 10

    2.4 Tingkat Kematangan Buah Sawit dan Mutu Panen

    Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat

    dipengaruhi oleh perlakuan sejak awal panen. Faktor penting yang cukup

    berpengaruh adalah kematangan buah dan tingkat kecepatan pengangkutan

    buah ke pabrik. Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam

    lemak bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan (Fauzi,dkk.2008).

    Penentuan kriteria matang panen sangat penting bagi mutu produk akhir

    karena terkait dengan tingkat kematangan buah. Kandungan minyak

    maksimal dengan mutu yang baik hanya akan terjadi pada saat buah benar-

    benar dalam keadaan matang. Penentuan kriteria matang panen yang berbeda

    akan menghasilkan mutu buah yang berbeda pula. Panen sebaiknya dilakukan

    pada saat buah berumur 15-17 minggu karena selain sudah menurunnya kadar

    lemak, juga tidak terjadi peningkatan asam lemak bebas.

    Buah yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit disebut tandan buah segar

    (TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). Apabila pemanenan buah dilakukan

    dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung

    ALB dalam persentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya jika pemanenan

    dilakukan dalam keadaan buah belum matang, selain kadar ALB nya rendah,

    rendemen minyak yang diperoleh juga rendah. ( Mangoensoekarjo. 2005)

    Berdasarkan hal tersebut diatas, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS

    yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen,

    termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Berdasarkan fraksi TBS

    tersebut, derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang

    dipanen berada pada fraksi 1, 2, dan 3 (Fauzi,dkk. 2008).

  • 11

    Tabel 2.5 Tingkat Kematangan Tandan Buah Segar (TBS)

    Fraksi Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan

    00 Tidak ada, buah berwarna hitam Sangat mentah

    0 1-12,5% buah luar membrondol Mentah

    1 12,5-25% buah luar membrondol Kurang matang

    2 25 – 50% buah luar membrondol Matang I

    3 50 – 75% buah luar membrondol Matang II

    4 75 – 100% buah luar membrondol Lewat matang I

    5 Buah dalam juga membrondol, ada buah

    yang busuk

    Lewat matang II

    (Sumber : Fauzi,dkk.2008)

    2.5 Proses Pematangan Buah Kelapa Sawit

    Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit

    yang terdapat pada daging buah (Mesokrap) dan minyak inti sawit yang

    terdapat pada kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi

    asam lemak dan sifat fisika-kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai

    terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan, dan berhenti setelah 180 hari

    atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi

    lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi ialah pemecahan trigliserida

    menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Pembentukan minyak berakhir jika

    tandan yang bersangkutan telah terdapat buah membrondol normal.

    Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang

    mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa

    pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam

    lemak tidak jenuh. Minyak yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam

    inti terbentuk emulsi pada kantong-kantong minyak, dan agar minyak tidak

    keluar dari buah, maka buah dilapisi dengan malam yang tebal dan berilat.

    Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar matahari

    maka tanaman tersebut membentuk senyawa kimia perlindung yaitu karotin.

    Setelah penyerbukan kelihatan buah berwarna hitam kehijau-hijauan dan

    setelah terjadi pembentukan minyak terjadi perubahan warna buah menjadi

  • 12

    ungu kehijau-hijauan. Pada saat-saat pembentukan minyak terjadi trigliserida

    dengan asam lemak tidak jenuh, tanaman membentuk karotin dan phitol

    untuk melindungi dari oksidasi, sedangkan klorofil tidak mampu

    melakukannya sebagai antioksida (Ketaren,2012).

    Dalam proses pematangan buah terjadi pembentukan komponen buah dan

    setelah terjadi kejenuhan setiap unsur komponen maka mulailah terjadi fase

    kematangan. Pada fase pematangan buah terjadi beberapa hal, yaitu

    perubahan karbohidrat menjadi gula, yang ditandai dengan rasa manis pada

    inti sawit dan daging buah, perombakan hemisellulose menjadi sakarida

    sederhana, ini dapat dilihat bahwa ikatan antar serat kurang dengan tekstur

    yang lunak, perubahan warna buah dari hitam kehijau-hijauan berubah

    menjadi hijau kekuning-kuningan kemudian berubah menjadi orange/merah

    jingga dan fisik buah berubah yaitu malam yang berkilat berubah menjadi

    suram. Setelah terjadi proses perombakan trigliserida menjadi asam lemak

    bebas dan gliserol, maka buah mulai lepas dari bulitnya. Proses ini akan lebih

    cepat jika terjadi panas terik matahari yang diikuti dengan hujan. (Ketaren,

    2012)

    2.6 Minyak Kelapa Sawit

    Minyak kelapa sawit adalah minyak yang diperoleh dari proses pengempaan

    daging buah kelapa sawit (mesocrap) tanaman Elaeis guineensis Jacq.

    Minyak sawit kasar yang dikenal dengan istilah CPO (Crude Palm Oil)

    adalah minyak yang diperoleh dari ekstraksi dari bagian mesokrap buah

    (Naibaho,1998).

    Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu

    senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai

    asam lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat –

    linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida

    (terutama β-karoten). Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai

  • 13

    berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Penentuan saat panen adalah

    sangat menentukan. Kandungan minyak tertinggi dalam buah adalah pada

    saat buah akan membrondol (melepas dari tandannya). Kematangan tandan

    dinyatakan dengan jumlah buahnya yang membrondol. Seminggu sebelum

    matang, yaitu 19 minggu setelah penyerbukan, minyak yang terbentuk baru 6

    – 7%. Menjelang pematangannya pembentukan minyak berlangung dengan

    cepat sehingga mencapai maksimumnya, yaitu sekitar 50% berat terhadap

    daging buah segar pada minggu ke-20 setelah penyerbukan. Minyak sawit

    harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai suhu di

    atas 90⁰C seperti pada pemisahan dan pemurnian akan menghancurkan semua

    mikroorganisme dan menonaktifkan enzimnya. Pada kadar air kurang dari

    0,8% mikroorganisme tidak dapat berkembang dan jika lebih tinggi maka

    minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 90 – 95⁰C ( Mangoensoekarjo,

    2003).

    2.7 Mutu Minyak Sawit

    Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh

    karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam

    perdagangannya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti.

    Pertama, benar – benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati

    lainnya. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat –

    sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan

    bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam

    hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional

    yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga,

    peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak sawit yang

    digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan nonpangan masing –

    masing berbeda. Oleh karena itu, keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun

    aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit

    sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor – faktor tersebut dapat langsung

  • 14

    dari sifat pohon induknya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama

    pemrosesan dan pengangkutan. (Mangoensoekarjo,2005)

    2.8 Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Mentah

    Proses pengolahan buah sawit menjadi minyak sawit mentah dimulai pada

    stasiun penerimaan tandan buah segar (TBS) dengan proses pemilihan bahan

    baku berdasarkan tingkat kematangan buah sawit sesuai standar pabrik kelapa

    sawit (PKS) kemudian TBS mengalami proses sterilisasi yang bertujuan

    untuk menginaktivasi enzim lipase yang terdapat pada buah sawit,

    memudahkan pelepasan brondolan buah dari tandan, melunakkan buah untuk

    memudahkan proses pelumatan di digesterdan prakondisi untuk biji agar

    tidak mudah pecah selama proses pengepressan dan pemecahan biji (Anonim,

    2008).

    Proses sterilisasi buah sawit di stasiun sterilizer menggunakan tekanan

    3kg/cm² selama 30 menit dengan temperatur 110-130°C. Tandan buah sawit

    yang telah direbus lalu dipisahkan dari tandannya melalui proses

    pembantingan di mesin thresher dan kemudian ekstraksi minyak sawit

    berlangsung melalui proses pengempaan menggunakan mesin screw press.

    Proses pemurnian di stasiun pemurnian merupakan stasiun terakhir untuk

    pengolahan minyak sawit yang bertujuan untuk memisahkan fase minyak

    dengan fase non-minyak. Minyak sawit yang diperoleh dari stasiun klarifikasi

    dipompakan ke stasiun pengeringan dengan sistem vakum di mesin vaccum

    dryer, dimana minyak sawit mentah mengalami pengurangan kadar air hingga

    0.02 % dan setelah itu siap dipompakan ke tangki penyimpanan (Ketaren,

    2008). Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) merupakan minyak kelapa sawit

    mentah yang diperoleh dari hasil ekstraksi atau dari proses pengempaan

    daging buah kelapa sawit dan belum mengalami pemurnian. Minyak sawit

    biasanya digunakan untuk kebutuhan bahan pangan, industri kosmetik,

    industri kimia, dan industri pakan ternak.

  • 15

    2.9 Rendemen

    Pabrik kelapa sawit tidak hanya sekadar memproduksi minyak kelapa sawit.

    Pabrik yang memproduksi minyak kelapa sawit penting untuk

    mengetahui cara menghitung rendemen minyak kelapa sawit. Rendemen

    perlu diketahui guna mengetahui seberapa besar pabrik dalam memproduksi

    minyak kelapa sawit. Hal ini akan berguna bagi pabrik karena rendemen yang

    diketahui dapat menjadi kontrol terhadap peningkatan kualitas pabrik dalam

    memproduksi minyak kelapa sawit. Definisi rendemen kelapa sawit, yaitu

    perbandingan jumlah antara minyak kelapa sawit kasar atau CPO yang

    diproduksi dalam setiap kilogram TBS. Dalam satu kilogram buah kelapa

    sawit perlu diketahui seberapa besar rendemennya. Terdapat rumus yang

    dipergunakan untuk menghitung rendemen dari kelapa sawit dalam sebuah

    pabrik.

    Yaitu:

    Tujuan sebuah pabrik minyak kelapa sawit adalah untuk meningkatkan

    produktivitas. Selain itu, dengan perhitungan dari rendemen tersebut, pabrik

    minyak kelapa sawit dapat menentukan mutu minyak. Dalam hal ini, sistem

    pengendalian mutu juga dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya

    rendemen dari minyak kelapa sawit. Pengendalian mutu minyak kelapa sawit

    terkait dengan kualitas. Jika tidak dikendalikan, maka mutu dari minyak

    kelapa sawit menjadi tidak konsisten. Kadang memiliki mutu yang baik dan

    kadang tidak. Jika demikian, tidak hanya akan membahayakan pabrik, pekerja

    pabrik, namun juga konsumen. Sehingga tidak sekadar tahu, karena

    perhitungan rendemen pabrik kelapa sawit juga untuk mengukur kualitas

    pabrik dalam memproduksi minyak kelapa sawit.

  • 16

    2.9.1 Potensi Rendemen Minyak Kelapa sawit berdasarkan Kesesuaian

    Lahan

    Produksi merupakan tolak ukur yang riil dalam keberhasilan pengelolaan

    tanaman kelapa sawit yang merupakan output terpenting secara ekonomis.

    Produktivitas tanaman kelapa sawit sangat bervariasi sesuai dengan kondisi

    lingkungan (iklim, kondisi lahan), kondisi genetik (bahan tanaman dan umur

    tanaman), dan interaksi diantara keduanya yang berupa pelaksanaan kultur

    teknis manajemen (Mulyani, dkk. 2003).

    Adapun potensi produksi dari masing-masing kelas lahan tersebut ditentukan

    oleh keunggulan dari bahan tanaman yang digunakan dan tindakan kultur

    teknis yang diterapkan. Pada tabel 2.3 dibawah ini dicantumkan potensi

    produksi bahan Tanaman Pusat Penelitian Perkebunan Marihat (Lubis, 2008).

    Tabel 2.6 Potensi Produksi tanaman berdasarkan kelas lahan

    Umur Prod.Tandan

    (ton/ha/thn)

    Rendemen (%) Prod. Minyak

    (ton/ha/thn)

    KLS I II III Minya

    k

    Inti I II II

    3 9,0 8,0 7,0 15,0 4,5 1,4 1,2 1,1

    4 17,0 16,0 14,0 17,0 4,8 3,9 2,7 2,4

    5 22,5 21,0 18,0 19,0 5,1 4,3 4,0 3,4

    6 27,0 24,5 21,0 21,0 5,4 5,7 5,1 4,9

    7 29,0 27,0 24,5 23,0 5,7 6,8 6,2 5,6

    8 31,5 28,0 26,5 29,0 6,0 7,6 7,1 6,4

    9 32,0 30,0 27,0 24,0 6,0 7,7 7,2 6,5

    10 32,0 30,0 27,0 24,0 6,0 7,7 7,2 6,5

    11 32,0 30,0 27,0 24,0 6,0 7,7 7,2 6,5

    12 32,0 30,0 27,0 24,0 6,0 7,7 7,2 6,5

    13 31,5 29,5 26,5 24,0 6,0 7,6 7,1 6,4

    14 31,5 28,5 25,5 24,0 6,0 7,6 6,8 6,1

    15 30,0 27,5 25,0 24,0 6,0 7,2 6,6 6,0

    16 29,0 26,5 24,0 24,0 6,0 7,0 6,4 5,8

    17 28,0 26,0 23,0 24,0 6,0 6,7 6,2 5,5

    18 27,0 24,5 22,5 24,0 6,0 6,5 5,9 5,4

    19 26,0 23,5 21,0 24,0 6,0 6,2 5,6 5,0

    20 25,0 22,5 20,5 24,0 6,0 6,0 5,4 4,9

    21 23,5 21,5 19,5 24,0 6,0 5,6 5,2 4,7

    22 22,0 20,5 28,5 24,0 6,0 5,3 4,9 4,4

    23 21,0 19,5 17,5 24,0 6,0 5,0 4,7 4,2

    24 19,5 18,5 17,0 24,0 6,0 4,7 4,4 4,1

    25 18,5 17,5 16,5 24,0 6,0 4,4 4,2 4,0

    (Sumber : Lubis, 1990)

  • 17

    2.9.2 Hubungan antara ketinggian tempat dengan potensi Rendemen

    Kelapa sawit yang diusahakan di dataran lebih rendah yaitu 50 m dpl dan 368

    m dpl rendemen minyaknya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelapa

    sawit yang dibudidayakan didataran lebih tinggi yaitu 693 m dpl dan 886 m

    dpl. Hal ini disebabkan oleh intensitas radiasi matahari yang lebih tinggi di

    dataran rendah mengakibatkan laju akumulasi bahan kering ketandan buah

    segar juga lebih kuat dibandingkan dengan di dataran tinggi. Laju akumulasi

    bahan kering yang tinggi menstimulasi sintesis minyak didalam TBS karena

    minyak pada hakekatnya berasal dari bahan kering hasil fotosintesis. Oleh

    karena itu, TBS yang dihasilkan di dataran rendah memiliki rendemen

    minyak yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan TBS yang dihasilkan

    di dataran tinggi (Listia, dkk. 2015).

    Tabel 2.7 Persentase Rendemen berdasarkan ketinggian tempat

    Ketinggian

    tempat

    m(dpl)

    Produktivitas

    (ton

    TBS/ha/tahu

    n)

    Indeks penen Rendemen

    Minyak

    Karotene

    (ppm)

    50 27,8 a 0,34 ab 25,9 a 563,8 a

    368 28,5 a 0,39 a 25,7 a 590,8 a

    693 20,4 b 0,27 bc 24,3 b 505,4 ab

    865 16,6 b 0,23 23,5 b 447,8 b

    KK (%) 9,3 15,5 2.7 9,5

    (Sumber : Listia, dkk. 2015)