bab 2 tinjauan pustaka · 2019. 1. 18. · tinjauan pustaka 2.1 kelapa sawit kelapa sawit merupakan...
TRANSCRIPT
-
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu). Artinya,
bunga jantan dan bungan betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada
tandan yang sama. Walaupun demikian, kadang-kadang dijumpai juga bunga
dan betina pada satu tandan (hermafrodit). Kelapa sawit bukanlah tanaman
asli di Indonesia dan baru ditanam secara komersil pada tahun 1991. Istilah
kelapa mungkin dimaksudkan sebagai istilah umum untuk jenis palm.
Meskipun demikian perkataan sawit sudah ada sejak lama. Beberapa tempat
(desa di Pulau Jawa) sudah ada yang menggunakan nama “sawit” sebelum
kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di kebun
Raya Bogor (Lubis, 2008).
2.2 Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan
tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini
(kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan
potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data
sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan
masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik
tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan
persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial
menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan
usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi,
lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang
produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat
ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.
-
6
Struktur klasifikasi kesesuaian lahanmenurut kerangka FAO (1976) dapat
dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan
Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo
kesesuaian lahan dibedakan antara lain :
Tabel 2.1 Kesesuaian lahan
Kelas S1 ( Sangat Sesuai ) Lahan tidak mempunyai faktor pembatas
yang berarti atau nyata terhadap
penggunaan secara berkelanjutan, atau
faktor pembatas bersifat minor dan tidak
akan berpengaruh terhadap produktivitas
lahan secara nyata.
Kelas S2 (Cukup Sesuai ) Lahan mempunyai faktor pembatas, dan
factor pembatas ini akan berpengaruh
terhadap produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas
tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani
sendiri.
Kelas S3 ( Sesuai Marginal) Lahan mempunyai faktor pembatas yang
berat, dan factor pembatas ini akan sangat
berpengaruh terhadap produktivitasnya,
memerlukan tambahan masukan yang
lebih banyak daripada lahan yang
tergolong S2. Untuk mengatasi faktor
pembatas pada S3 memerlukan modal
tinggi, sehingga perlu adanya bantuan
atau campur tangan (intervensi)
pemerintah atau pihak swasta.
Kelas N ( Tidak sesuai ) karena mempunyai faktor pembatas yang
sangat berat atau sulit diatasi.
( Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre , 2007 ).
-
7
Berikut adalah tabel lingkungan tumbuh kelapa sawit berdasarkan kesesuaian
lahan S1, S2, S3 ,dan N.
Tabel 2.2 Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Berdasarkan Kesusaian Lahan
S1,S2,S3 dan N.
N
o
Deskripsi S1 S2 S3 N1
1 Letak dan tinggi
tempat
0-400 0-400 0-400 0-400
2 Bentuk Wilayah:
Topografi Datar
berombak
Bergelombang Berbukit Curam
Lereng 0-15 16-25 25-26 >curam
Penggenangan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sedikit
Drainase Baik Sedang Agak
terhambat
Terhambat
3 Tanah :
Kedalaman/solum >80 cm 80 cm 60-80 cm
-
8
2.3 Topografi Kebun Marjandi
PT. Perkebunan Nusantara IV Marjandi dengan letak geografis areal lahan
2°53.344 - 2°56.594 Lintang Utara (LU), 98°54.543 - 98°57.745 Bujur Timur
(BT), dengan ketinggian 700 – 867 m dpl. Pada kebun Marjandi ini
mengalami Keberhasilan dalam pengembangan kelapa sawit yang
sebelumnya adalah prospek komoditi teh, keberhasilan ini ditentukan oleh
beberapa faktor dan salah satunya adalah faktor lahan (tanah dan iklim).
Faktor tanah khususnya, sebagai medium tumbuhnya tanaman kelapa sawit
memiliki sifat-sifat yang kompleks. Pengungkapan faktor tersebut untuk
keperluan pengembangan kelapa sawit dilakukan melalui survei dan
pemetaan tanah yang akan menghasilkan informasi lengkap mengenai
karakteristik tanah/lahan.(Santoso,dkk.2006)
Mengingat berdasarkan syarat pertumbuhan kelapa sawit PPKS. Perkebunan
kelapa sawit masih berada pada ketinggian maksimal 400 m dpl. sedangkan
penelitian lain menvatakan ketinggian wilayah maksimal -500 m dpl sampai
600 m dpl. Perkebunan milik PT. Perkebunan Nusantara IV dikabupaten
Simalungun secara umum berada pada ketinggian diatas 600 m dpl. Adapun
luas areal kebun Marjandi adalah :
Tabel 2.3 Luas areal berdasarkan ketinggian (mdpl)
Kebun
Luas (ha) berdasarkan ketinggian m dpl Total
Luas 700-750 750-800 800-850 850-900
Marjandi 850,82 648,02 275,41 16,20 1.490,45
(Santoso,dkk.2006)
Berdasarkan data curah hujan dan hari hujan selama periode tahun 1994-
2003, rata-rata curah hujan dan hari hujan, defisit air dan pengelompokan
iklim menurut Scmidth dan Ferguson untuk Marjandi adalah :
-
9
Tabel 2.4 Kondisi iklim
Kebun CH (mm/thn) HH Defisit air (mm/thn)
Marjadi 2488 150 11
(Santoso,dkk.2006)
Bentuk wilayah (topografi) kebun Marjandi mempunyai bentuk wilayah
berombak-bergelombang (8 – 15%).
Tanah yang berkembang di areal kebun Marjandi secara umum adalah Antlic
Dystrudeprs yaitu dengan tekstur lempung liat berpasir. strukrur tanah
gumpal bersudut. drainase agak terhambat. kandungan baruan 100 cm. pH 4.6 - 5.9. bentuk wilayah berombak
bergelombang.
Jenis tanah dengan variasi ketinggian tempat dan bentuk wilayah (topografi)
akan menghasilkan satuan peta tanah (SPT) yang berbeda untuk keperluan
analisis kelas kesesuaian lahan. Tanah yang masuk dalam klasifikasi tanah
Andisols ataupun bukan tanah Andisols tetapi punya sifat andic (andic
ptoperties) mempunyai sifat kimia mengikat unsur P (retensi P) oleh mineral-
mineral amorf (bermuatan tidak tetap sebagai penciri sifat andik). Sedangkan
sifat fisika tanah yang mempunyai sifat yang baik gembur dan mudah diolah.
(Santoso,dkk.2006)
Evuluasi kesesuaiun lahan pada areal di atas 600 m dpl pada kebun Marjandi.
Salah satu faktor studi yang menjadi perhatian dalam penentuan kelas
kesesuaian lahan pada survei studi kelayakan yang secara umum berada pada
ketinggian di atas 600 m dpl. (Santoso,dkk.2006)
-
10
2.4 Tingkat Kematangan Buah Sawit dan Mutu Panen
Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat
dipengaruhi oleh perlakuan sejak awal panen. Faktor penting yang cukup
berpengaruh adalah kematangan buah dan tingkat kecepatan pengangkutan
buah ke pabrik. Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam
lemak bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan (Fauzi,dkk.2008).
Penentuan kriteria matang panen sangat penting bagi mutu produk akhir
karena terkait dengan tingkat kematangan buah. Kandungan minyak
maksimal dengan mutu yang baik hanya akan terjadi pada saat buah benar-
benar dalam keadaan matang. Penentuan kriteria matang panen yang berbeda
akan menghasilkan mutu buah yang berbeda pula. Panen sebaiknya dilakukan
pada saat buah berumur 15-17 minggu karena selain sudah menurunnya kadar
lemak, juga tidak terjadi peningkatan asam lemak bebas.
Buah yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit disebut tandan buah segar
(TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). Apabila pemanenan buah dilakukan
dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung
ALB dalam persentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya jika pemanenan
dilakukan dalam keadaan buah belum matang, selain kadar ALB nya rendah,
rendemen minyak yang diperoleh juga rendah. ( Mangoensoekarjo. 2005)
Berdasarkan hal tersebut diatas, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS
yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen,
termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Berdasarkan fraksi TBS
tersebut, derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang
dipanen berada pada fraksi 1, 2, dan 3 (Fauzi,dkk. 2008).
-
11
Tabel 2.5 Tingkat Kematangan Tandan Buah Segar (TBS)
Fraksi Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan
00 Tidak ada, buah berwarna hitam Sangat mentah
0 1-12,5% buah luar membrondol Mentah
1 12,5-25% buah luar membrondol Kurang matang
2 25 – 50% buah luar membrondol Matang I
3 50 – 75% buah luar membrondol Matang II
4 75 – 100% buah luar membrondol Lewat matang I
5 Buah dalam juga membrondol, ada buah
yang busuk
Lewat matang II
(Sumber : Fauzi,dkk.2008)
2.5 Proses Pematangan Buah Kelapa Sawit
Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit
yang terdapat pada daging buah (Mesokrap) dan minyak inti sawit yang
terdapat pada kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi
asam lemak dan sifat fisika-kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai
terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan, dan berhenti setelah 180 hari
atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi
lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi ialah pemecahan trigliserida
menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Pembentukan minyak berakhir jika
tandan yang bersangkutan telah terdapat buah membrondol normal.
Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang
mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa
pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam
lemak tidak jenuh. Minyak yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam
inti terbentuk emulsi pada kantong-kantong minyak, dan agar minyak tidak
keluar dari buah, maka buah dilapisi dengan malam yang tebal dan berilat.
Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar matahari
maka tanaman tersebut membentuk senyawa kimia perlindung yaitu karotin.
Setelah penyerbukan kelihatan buah berwarna hitam kehijau-hijauan dan
setelah terjadi pembentukan minyak terjadi perubahan warna buah menjadi
-
12
ungu kehijau-hijauan. Pada saat-saat pembentukan minyak terjadi trigliserida
dengan asam lemak tidak jenuh, tanaman membentuk karotin dan phitol
untuk melindungi dari oksidasi, sedangkan klorofil tidak mampu
melakukannya sebagai antioksida (Ketaren,2012).
Dalam proses pematangan buah terjadi pembentukan komponen buah dan
setelah terjadi kejenuhan setiap unsur komponen maka mulailah terjadi fase
kematangan. Pada fase pematangan buah terjadi beberapa hal, yaitu
perubahan karbohidrat menjadi gula, yang ditandai dengan rasa manis pada
inti sawit dan daging buah, perombakan hemisellulose menjadi sakarida
sederhana, ini dapat dilihat bahwa ikatan antar serat kurang dengan tekstur
yang lunak, perubahan warna buah dari hitam kehijau-hijauan berubah
menjadi hijau kekuning-kuningan kemudian berubah menjadi orange/merah
jingga dan fisik buah berubah yaitu malam yang berkilat berubah menjadi
suram. Setelah terjadi proses perombakan trigliserida menjadi asam lemak
bebas dan gliserol, maka buah mulai lepas dari bulitnya. Proses ini akan lebih
cepat jika terjadi panas terik matahari yang diikuti dengan hujan. (Ketaren,
2012)
2.6 Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit adalah minyak yang diperoleh dari proses pengempaan
daging buah kelapa sawit (mesocrap) tanaman Elaeis guineensis Jacq.
Minyak sawit kasar yang dikenal dengan istilah CPO (Crude Palm Oil)
adalah minyak yang diperoleh dari ekstraksi dari bagian mesokrap buah
(Naibaho,1998).
Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu
senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai
asam lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat –
linoleat. Minyak sawit berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida
(terutama β-karoten). Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai
-
13
berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Penentuan saat panen adalah
sangat menentukan. Kandungan minyak tertinggi dalam buah adalah pada
saat buah akan membrondol (melepas dari tandannya). Kematangan tandan
dinyatakan dengan jumlah buahnya yang membrondol. Seminggu sebelum
matang, yaitu 19 minggu setelah penyerbukan, minyak yang terbentuk baru 6
– 7%. Menjelang pematangannya pembentukan minyak berlangung dengan
cepat sehingga mencapai maksimumnya, yaitu sekitar 50% berat terhadap
daging buah segar pada minggu ke-20 setelah penyerbukan. Minyak sawit
harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai suhu di
atas 90⁰C seperti pada pemisahan dan pemurnian akan menghancurkan semua
mikroorganisme dan menonaktifkan enzimnya. Pada kadar air kurang dari
0,8% mikroorganisme tidak dapat berkembang dan jika lebih tinggi maka
minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 90 – 95⁰C ( Mangoensoekarjo,
2003).
2.7 Mutu Minyak Sawit
Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh
karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam
perdagangannya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti.
Pertama, benar – benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati
lainnya. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat –
sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan
bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam
hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional
yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga,
peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak sawit yang
digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan nonpangan masing –
masing berbeda. Oleh karena itu, keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun
aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit
sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor – faktor tersebut dapat langsung
-
14
dari sifat pohon induknya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama
pemrosesan dan pengangkutan. (Mangoensoekarjo,2005)
2.8 Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Mentah
Proses pengolahan buah sawit menjadi minyak sawit mentah dimulai pada
stasiun penerimaan tandan buah segar (TBS) dengan proses pemilihan bahan
baku berdasarkan tingkat kematangan buah sawit sesuai standar pabrik kelapa
sawit (PKS) kemudian TBS mengalami proses sterilisasi yang bertujuan
untuk menginaktivasi enzim lipase yang terdapat pada buah sawit,
memudahkan pelepasan brondolan buah dari tandan, melunakkan buah untuk
memudahkan proses pelumatan di digesterdan prakondisi untuk biji agar
tidak mudah pecah selama proses pengepressan dan pemecahan biji (Anonim,
2008).
Proses sterilisasi buah sawit di stasiun sterilizer menggunakan tekanan
3kg/cm² selama 30 menit dengan temperatur 110-130°C. Tandan buah sawit
yang telah direbus lalu dipisahkan dari tandannya melalui proses
pembantingan di mesin thresher dan kemudian ekstraksi minyak sawit
berlangsung melalui proses pengempaan menggunakan mesin screw press.
Proses pemurnian di stasiun pemurnian merupakan stasiun terakhir untuk
pengolahan minyak sawit yang bertujuan untuk memisahkan fase minyak
dengan fase non-minyak. Minyak sawit yang diperoleh dari stasiun klarifikasi
dipompakan ke stasiun pengeringan dengan sistem vakum di mesin vaccum
dryer, dimana minyak sawit mentah mengalami pengurangan kadar air hingga
0.02 % dan setelah itu siap dipompakan ke tangki penyimpanan (Ketaren,
2008). Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) merupakan minyak kelapa sawit
mentah yang diperoleh dari hasil ekstraksi atau dari proses pengempaan
daging buah kelapa sawit dan belum mengalami pemurnian. Minyak sawit
biasanya digunakan untuk kebutuhan bahan pangan, industri kosmetik,
industri kimia, dan industri pakan ternak.
-
15
2.9 Rendemen
Pabrik kelapa sawit tidak hanya sekadar memproduksi minyak kelapa sawit.
Pabrik yang memproduksi minyak kelapa sawit penting untuk
mengetahui cara menghitung rendemen minyak kelapa sawit. Rendemen
perlu diketahui guna mengetahui seberapa besar pabrik dalam memproduksi
minyak kelapa sawit. Hal ini akan berguna bagi pabrik karena rendemen yang
diketahui dapat menjadi kontrol terhadap peningkatan kualitas pabrik dalam
memproduksi minyak kelapa sawit. Definisi rendemen kelapa sawit, yaitu
perbandingan jumlah antara minyak kelapa sawit kasar atau CPO yang
diproduksi dalam setiap kilogram TBS. Dalam satu kilogram buah kelapa
sawit perlu diketahui seberapa besar rendemennya. Terdapat rumus yang
dipergunakan untuk menghitung rendemen dari kelapa sawit dalam sebuah
pabrik.
Yaitu:
Tujuan sebuah pabrik minyak kelapa sawit adalah untuk meningkatkan
produktivitas. Selain itu, dengan perhitungan dari rendemen tersebut, pabrik
minyak kelapa sawit dapat menentukan mutu minyak. Dalam hal ini, sistem
pengendalian mutu juga dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya
rendemen dari minyak kelapa sawit. Pengendalian mutu minyak kelapa sawit
terkait dengan kualitas. Jika tidak dikendalikan, maka mutu dari minyak
kelapa sawit menjadi tidak konsisten. Kadang memiliki mutu yang baik dan
kadang tidak. Jika demikian, tidak hanya akan membahayakan pabrik, pekerja
pabrik, namun juga konsumen. Sehingga tidak sekadar tahu, karena
perhitungan rendemen pabrik kelapa sawit juga untuk mengukur kualitas
pabrik dalam memproduksi minyak kelapa sawit.
-
16
2.9.1 Potensi Rendemen Minyak Kelapa sawit berdasarkan Kesesuaian
Lahan
Produksi merupakan tolak ukur yang riil dalam keberhasilan pengelolaan
tanaman kelapa sawit yang merupakan output terpenting secara ekonomis.
Produktivitas tanaman kelapa sawit sangat bervariasi sesuai dengan kondisi
lingkungan (iklim, kondisi lahan), kondisi genetik (bahan tanaman dan umur
tanaman), dan interaksi diantara keduanya yang berupa pelaksanaan kultur
teknis manajemen (Mulyani, dkk. 2003).
Adapun potensi produksi dari masing-masing kelas lahan tersebut ditentukan
oleh keunggulan dari bahan tanaman yang digunakan dan tindakan kultur
teknis yang diterapkan. Pada tabel 2.3 dibawah ini dicantumkan potensi
produksi bahan Tanaman Pusat Penelitian Perkebunan Marihat (Lubis, 2008).
Tabel 2.6 Potensi Produksi tanaman berdasarkan kelas lahan
Umur Prod.Tandan
(ton/ha/thn)
Rendemen (%) Prod. Minyak
(ton/ha/thn)
KLS I II III Minya
k
Inti I II II
3 9,0 8,0 7,0 15,0 4,5 1,4 1,2 1,1
4 17,0 16,0 14,0 17,0 4,8 3,9 2,7 2,4
5 22,5 21,0 18,0 19,0 5,1 4,3 4,0 3,4
6 27,0 24,5 21,0 21,0 5,4 5,7 5,1 4,9
7 29,0 27,0 24,5 23,0 5,7 6,8 6,2 5,6
8 31,5 28,0 26,5 29,0 6,0 7,6 7,1 6,4
9 32,0 30,0 27,0 24,0 6,0 7,7 7,2 6,5
10 32,0 30,0 27,0 24,0 6,0 7,7 7,2 6,5
11 32,0 30,0 27,0 24,0 6,0 7,7 7,2 6,5
12 32,0 30,0 27,0 24,0 6,0 7,7 7,2 6,5
13 31,5 29,5 26,5 24,0 6,0 7,6 7,1 6,4
14 31,5 28,5 25,5 24,0 6,0 7,6 6,8 6,1
15 30,0 27,5 25,0 24,0 6,0 7,2 6,6 6,0
16 29,0 26,5 24,0 24,0 6,0 7,0 6,4 5,8
17 28,0 26,0 23,0 24,0 6,0 6,7 6,2 5,5
18 27,0 24,5 22,5 24,0 6,0 6,5 5,9 5,4
19 26,0 23,5 21,0 24,0 6,0 6,2 5,6 5,0
20 25,0 22,5 20,5 24,0 6,0 6,0 5,4 4,9
21 23,5 21,5 19,5 24,0 6,0 5,6 5,2 4,7
22 22,0 20,5 28,5 24,0 6,0 5,3 4,9 4,4
23 21,0 19,5 17,5 24,0 6,0 5,0 4,7 4,2
24 19,5 18,5 17,0 24,0 6,0 4,7 4,4 4,1
25 18,5 17,5 16,5 24,0 6,0 4,4 4,2 4,0
(Sumber : Lubis, 1990)
-
17
2.9.2 Hubungan antara ketinggian tempat dengan potensi Rendemen
Kelapa sawit yang diusahakan di dataran lebih rendah yaitu 50 m dpl dan 368
m dpl rendemen minyaknya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelapa
sawit yang dibudidayakan didataran lebih tinggi yaitu 693 m dpl dan 886 m
dpl. Hal ini disebabkan oleh intensitas radiasi matahari yang lebih tinggi di
dataran rendah mengakibatkan laju akumulasi bahan kering ketandan buah
segar juga lebih kuat dibandingkan dengan di dataran tinggi. Laju akumulasi
bahan kering yang tinggi menstimulasi sintesis minyak didalam TBS karena
minyak pada hakekatnya berasal dari bahan kering hasil fotosintesis. Oleh
karena itu, TBS yang dihasilkan di dataran rendah memiliki rendemen
minyak yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan TBS yang dihasilkan
di dataran tinggi (Listia, dkk. 2015).
Tabel 2.7 Persentase Rendemen berdasarkan ketinggian tempat
Ketinggian
tempat
m(dpl)
Produktivitas
(ton
TBS/ha/tahu
n)
Indeks penen Rendemen
Minyak
Karotene
(ppm)
50 27,8 a 0,34 ab 25,9 a 563,8 a
368 28,5 a 0,39 a 25,7 a 590,8 a
693 20,4 b 0,27 bc 24,3 b 505,4 ab
865 16,6 b 0,23 23,5 b 447,8 b
KK (%) 9,3 15,5 2.7 9,5
(Sumber : Listia, dkk. 2015)