analisis stabilitas-literatur

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN TOMAT 1. Klasifikasi dan ciri morfologi Menurut Lawrence (1951: 354, 370, 438, 676, & 693), Backer dan Backhuizen van den Brink, Jr. (1965: 476--477) serta Heywood (1974: 15) tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Superorder : Asteridae Order : Polemoniales Family : Solanaceae Genus : Lycopersicon Species : Lycopersicon esculentum Mill. Tomat merupakan tanaman herba semusim yang tumbuh tegak dengan tinggi berkisar antara 0,5--2,5 m dan bercabang (Tindall 1968: 242). Tomat memiliki akar tunggang. Batang berbentuk silinder dan bercabang. Kulit batang berwarna hijau dan berambut. Warna daun hijau tua dan merupakan daun majemuk menyirip ganjil (Backer & Backhuizen van den Brink, Jr. 1965: 476--477). Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Upload: aris-pamungkas

Post on 02-Jul-2015

279 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: analisis stabilitas-literatur

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN TOMAT

1. Klasifikasi dan ciri morfologi

Menurut Lawrence (1951: 354, 370, 438, 676, & 693), Backer dan

Backhuizen van den Brink, Jr. (1965: 476--477) serta Heywood (1974: 15)

tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Superorder : Asteridae

Order : Polemoniales

Family : Solanaceae

Genus : Lycopersicon

Species : Lycopersicon esculentum Mill.

Tomat merupakan tanaman herba semusim yang tumbuh tegak

dengan tinggi berkisar antara 0,5--2,5 m dan bercabang (Tindall 1968: 242).

Tomat memiliki akar tunggang. Batang berbentuk silinder dan bercabang.

Kulit batang berwarna hijau dan berambut. Warna daun hijau tua dan

merupakan daun majemuk menyirip ganjil (Backer & Backhuizen van den

Brink, Jr. 1965: 476--477).

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 2: analisis stabilitas-literatur

Bunga tomat berwarna kuning dan tersusun dalam tandan-tandan

bunga yang disebut rasemosa dan terdiri atas 4--12 bunga per tandan

(Tindall 1968: 242). Menurut Michael dan King (1981: 330), tanaman tomat

memiliki bunga hermafrodit dan bersimetri banyak (aktinomorfik). Calyx dan

corolla masing-masing terdiri atas 5 sepal dan 5 petal yang saling berlekatan

(Tindall 1983: 355).

Buah tomat termasuk buah buni, berdaging, dan beragam dalam

bentuk maupun ukurannya. Buah beruang dua atau lebih yang mengandung

sejumlah biji. Diameter buah 2--8 cm. Kulit buah berwarna merah atau

kuning ketika masak. Warna buah ditentukan oleh pigmen likopen dan beta-

karoten. Likopen menyebabkan warna merah pada buah, sedangkan beta-

karoten bertanggung jawab terhadap warna kuning (Jaya 1997: 38--41).

Berdasarkan tipe pertumbuhan, tanaman tomat dibedakan menjadi 2

kelompok, yaitu:

a. Tipe indeterminate (tidak terbatas), yaitu tanaman tomat yang mampu

tumbuh terus sampai menjadi tua dan tidak berbuah lagi, misalnya

varietas Money maker, Gondol, Santa, Belgia, dan Apel.

Umur panen relatif lama dan pertumbuhan batangnya relatif lama. Tinggi

pohon mencapai 1,6--2 meter.

b. Tipe determinate (terbatas), yaitu tanaman tomat yang pertumbuhannya

akan terhenti pada ketinggian tertentu dan biasanya diakhiri dengan

tandan, misalnya varietas Opal, Ratna, Intan, dan Berlian.

(Gillivray 1961: 317; Risaketta 2006: 110).

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 3: analisis stabilitas-literatur

2. Varietas Opal

Tanaman tomat varietas Opal merupakan salah satu varietas yang

dihasilkan oleh Departemen Pertanian. Varietas tersebut memiliki bentuk

buah lonjong, berat buah 25--27 g, rasa manis agak asam, dan toleran

terhadap penyakit layu bakteri. Polinasi pada tomat varietas Opal dapat

terjadi sendiri (self pollination). Secara genetis, varietas Opal cocok ditanam

di dataran tinggi dengan potensi daya hasil 30--50 ton/ha. Keunggulan

varietas tersebut adalah umur panen yang pendek (58--61 hari) dan daya

simpan buah hingga 9 hari (Litbang Hortikultura 2006: 8).

3. Faktor-faktor lingkungan yang memengaruhi produktivitas tanaman tomat

Terdapat tiga faktor lingkungan utama yang memengaruhi

produktivitas tanaman tomat, yaitu ketinggian tempat, suhu, dan kelembapan

udara. Ketiga faktor tersebut mengatur sejumlah proses pertumbuhan

dan perkembangan hingga terjadinya polinasi, fertilisasi, serta pembentukan

buah dan biji (Moore & Janick 1983: 52).

Tanaman tomat dapat tumbuh di dataran rendah dengan ketinggian

200-- 500 m di atas permukaan laut, tetapi biasanya tumbuh lebih baik di

dataran tinggi (> 900 m dpl) (Supriati dkk. 2008: 12). Relf dkk. (2004: 428)

menyatakan bahwa titik kritis pada pembentukan buah tomat adalah suhu

malam hari. Kisaran suhu malam hari yang optimal untuk tanaman tomat

adalah 15 -- 20o C. Suhu malam hari yang rendah (< 13o C) akan

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 4: analisis stabilitas-literatur

menurunkan produksi dan viabilitas polen, sedangkan suhu tinggi (> 32o C)

bersamaan dengan kelembapan yang rendah disertai angin kering, dapat

menghambat polinasi dan fertilisasi sehingga buah tidak dapat terbentuk.

Sebaliknya kelembapan udara yang tinggi akan menyebabkan tanaman

tomat banyak diserang penyakit busuk daun. Kelembapan relatif yang

optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat adalah 80%

(Relf dkk. 2004: 428).

4. Manfaat

Buah tomat kaya vitamin, mineral, dan asam organik sehingga sangat

berguna bagi kesehatan tubuh manusia (Garg dkk. 2006: 275). Buah tomat

mengandung alkaloid solanin (0,007%), saponin, asam folat, asam malat,

asam sitrat, bioflavonoid, protein, lemak, gula (glukosa, fruktosa), adenin,

trigonelin, kholin, tomatin, mineral (Ca, Mg, P, K, Na, Fe, S, Cl), dan vitamin

(B1, B2, B6, C, E, likopen, niasin) (Cox 2000: 3).

Buah tomat dapat dikonsumsi segar misalnya untuk campuran salad

atau sebagai buah-buahan pencuci mulut. Tomat untuk konsumsi segar

dipilih yang berwarna kemerahan dan masak secara alami. Buah tomat

juga dapat dikonsumsi setelah melalui proses pengolahan terlebih dahulu

seperti jus, saus, sarden, pasta, sirup, dan puree. Sup tomat sangat baik

untuk proses remediasi bagi penderita konstipasi (Kusumo & Sunarjono

1992: 28; Garg dkk. 2006: 275--276).

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 5: analisis stabilitas-literatur

5. Penyakit

Serangan penyakit akan mengganggu metabolisme tanaman tomat,

sehingga memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Penyakit pada

akar dan batang akan memengaruhi penyerapan air dan transportasi zat-zat

makanan pada jaringan-jaringan, sehingga pertumbuhan tanaman terganggu.

Penyakit pada tanaman tomat mempunyai kemampuan merusak tanaman

sejak dari biji sampai masa panen sehingga mengakibatkan nilai

ekonomisnya menurun (Soewito 1987: 29).

Penyakit pada tanaman tomat yang umum ditemukan adalah kelayuan

yang disebabkan oleh kapang Fusarium oxysporum Schlechtendahl emend.

Syder & Hansen (Fusarium wilt). Penyakit tersebut menyebabkan dedaunan

yang dekat dengan tanah berubah warna menjadi kuning, layu, dan akhirnya

mati. Penyakit tersebut menjalar ke arah batang dan seluruh bagian

tanaman, sehingga akhirnya menyebabkan kematian tanaman tomat

(Damicone dkk. 2003: 2). Penyakit lain yang sering menyerang tanaman

tomat adalah busuk leher akar yang disebabkan oleh Corticium rolfsii (Sacc.)

Curzi dan busuk batang yang disebabkan oleh Thanatephorus cucumeris

(Frank.) Donk. Kedua penyakit tersebut lebih sering menyerang tanaman

tomat pada kondisi tanah yang basah (Tindall 1983: 248; William dkk. 1993:

222).

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 6: analisis stabilitas-literatur

B. PEMBUAHAN

Bhatnagar dan Bhojwani (1974: 86, 88, 91--92 & 100) menyatakan

bahwa pembentukan buah normal dimulai dengan adanya polinasi,

yaitu menempelnya polen di stigma. Selanjutnya polen berkecambah dan

membentuk tabung polen untuk mencapai ovul. Peristiwa bertemunya polen

dengan ovul di dalam ovari disebut fertilisasi. Kemudian ovari akan

membesar dan berkembang menjadi buah bersamaan dengan pembentukan

biji. Mekanisme polinasi dan fertilisasi menghasilkan buah fertil yang memiliki

biji.

Pertumbuhan buah tomat disertai perubahan kandungan hormon

auksin di dalam ovari. Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang

dapat meregulasi banyak proses fisiologis, seperti pertumbuhan, pembelahan

dan diferensiasi sel serta sintesis protein (Salisbury & Ross 1995: 37).

Auksin yang dikenal juga dengan indole-3-acetic acid (IAA) dibiosintesis dari

asam amino prekursor triptofan. Biosintesis tersebut menghasilkan senyawa

perantara yang secara alami analog dengan IAA tetapi mempunyai aktifitas

lebih kecil, seperti indole-3-acetinitrile (IAN), indole-3-pyruvic acid (IpyA) dan

indole-3-acetodehyde (IAAld). Proses biosintesis auksin dibantu oleh enzim

IAA-oksidase (Swain & Koltunow 2006: 2).

Tanaman tomat memiliki kompleks protein yang berfungsi sebagai

regulator dalam produksi auksin untuk inisiasi pertumbuhan dan

perkembangan buah. Kompleks tersebut terdiri atas protein IAA9, auxin

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 7: analisis stabilitas-literatur

response factor 8 (ARF8), dan satu protein yang belum teridentifikasi.

Kompleks tersebut secara tidak langsung menginaktifkan peran ARF8

sebagai aktivator transkripsi gen-gen yang berperan dalam produksi auksin.

Peristiwa polinasi dan fertilisasi akan menginisiasi auksin untuk berikatan

dengan reseptornya yaitu transport inhibitor response 1 (TIR1). Mekanisme

tersebut menyebabkan IAA9 terdegradasi, sehingga ARF8 menjadi molekul

protein yang bebas. Molekul ARF8 selanjutnya akan menjadi aktif dan

menstimulasi ekspresi dari gen-gen penyandi auksin yang akan digunakan

untuk inisiasi pembentukan dan perkembangan buah (Gambar 1)

(Goetz dkk. 2007: 362--363).

Inisiasi pembentukan buah diawali dengan produksi auksin dalam

jumlah yang relatif sedikit pada butir-butir polen. Pertumbuhan tabung polen

setelah polinasi akan meningkatkan aktivitas pembentukan auksin. Auksin

tersebut merangsang pembentukan auksin berikutnya pada biji. Selanjutnya,

auksin yang dihasilkan biji akan merangsang pembelahan sel sekaligus

merangsang pembentukan auksin pada buah. Konsentrasi auksin terus

bertambah dalam beberapa hari setelah polinasi dan fertilisasi. Hal tersebut

menyebabkan buah tumbuh secara aktif hingga mencapai ukuran optimal

(Mondong dkk. 1983: 215).

C. PARTENOKARPI

Partenokarpi ialah mekanisme pembentukan buah tanpa melalui

proses polinasi dan fertilisasi (Ficcadenti dkk. 1998: 463). Buah partenokarpi

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 8: analisis stabilitas-literatur

biasanya tanpa biji (seedless) atau berbiji sedikit (Pandolfini dkk. 2002: 2).

Partenokarpi kurang menguntungkan bagi program produksi benih atau biji,

tetapi sangat bermanfaat bagi peningkatan kualitas dan produktivitas buah,

terutama pada jenis tanaman komersial (Rotino dkk. 2005: 33). Sebagai

contoh, partenokarpi pada terung dapat meningkatkan kualitas buah,

sedangkan pada kiwi dapat meningkatkan produktivitas buah dan tidak

membutuhkan serangga penyerbuk (polinator) (Donzella dkk. 2000: 85).

1. Jenis-jenis partenokarpi

Menurut Gustafson tahun 1942 (lihat Rotino dkk. 2005: 2),

partenokarpi dapat terjadi secara alami (genetik) atau buatan (induksi).

Partenokarpi alami dibedakan menjadi dua tipe yaitu obligator dan fakultatif.

Kedua tipe partenokarpi alami tersebut sangat jarang dijumpai pada tanaman

(Rotino dkk. 2005: 33).

Tipe obligator adalah partenokarpi alami yang terjadi tanpa adanya

faktor atau pengaruh dari lingkungan. Hal tersebut dapat terjadi karena

secara genetik tanaman memiliki gen penyebab partenokarpi (Swain &

Koltunow 2006: 3--4).

Tanaman tomat dapat membentuk buah partenokarpi secara alami

karena memiliki gen mutan parthenocarpic fruit (pat). Perkembangan ovari

pada tomat normal akan terjadi pada hari ke-2 setelah pembungaan, yaitu

pada saat kantung embrio telah matang serta telah terjadi polinasi dan

fertilisasi. Namun pada tanaman tomat yang memiliki gen mutan pat,

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 9: analisis stabilitas-literatur

mekanisme tersebut terjadi 1--3 hari sebelum pembungaan. Ekspresi gen

pat menyebabkan jaringan perikarp yang membatasi lokul, berproliferasi dan

tumbuh ke arah dalam. Jaringan plasenta dan septum juga berproliferasi

menjadi lebih lebar dan tebal. Ovul tereduksi sehingga gagal berkembang

menjadi biji. Selanjutnya ketiga jaringan yang berproliferasi tersebut menjadi

lunak dan berdaging sehingga terbentuk struktur buah (Mazzucato dkk.

1998: 112).

Aktifnya gen pat akan memberikan sinyal pada kompleks protein

IAA9/ARF8, yang berfungsi sebagai regulator dalam inisiasi pertumbuhan

dan perkembangan buah, untuk menghasilkan auksin di ovari. Mekanisme

tersebut menyebabkan buah memiliki kadar auksin yang cukup untuk

kelangsungan pertumbuhan dan perkembangannya, meskipun tanpa adanya

biji (Goetz dkk. 2007: 361).

Tipe fakultatif adalah partenokarpi alami yang terjadi karena pengaruh

lingkungan. Lewis (1942) (lihat Bhatnagar & Bhojwani 1983: 271) berhasil

mendapatkan buah pir tanpa biji dengan cara memaparkan bunga pir pada

suhu rendah selama 3--19 jam. Cochran (1936) (lihat Bhatnagar & Bhojwani

1983: 271) dapat meningkatkan pembentukan buah partenokarpi pada

Capsicum dengan memaparkan tanaman yang sedang berbunga pada suhu

10o--16o C. Osborne dan Went (1953) (lihat Bhatnagar & Bhojwani 1983:

271) menyatakan bahwa pembentukan buah partenokarpi pada tanaman

tomat dapat diinduksi dengan suhu rendah dan intensitas cahaya tinggi.

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 10: analisis stabilitas-literatur

Partenokarpi buatan dapat diinduksi melalui aplikasi zat pengatur

tumbuh, seperti auksin dan giberelin. Zat pengatur tumbuh sintetis yang

umum digunakan untuk menginduksi pembentukan buah partenokarpi adalah

2-napthalene acetic acid (NAA), 3-indole butyric acid (IBA), 2,4,5-T

2,4,5-trichlorophenoxy acetic acid (2,4,5-T) dan dichlorophenoxy acetic acid

(2,4-D). Senyawa-senyawa tersebut telah umum digunakan pada tanaman

tomat, strawberry, blackberry, anggur, apricot, peach, cherry, apel, dan jeruk

(Swamy & Khrishnamurthy 1980: 142).

Menurut Gustafson tahun 1942 (lihat Pardal 2001: 46), pemberian

auksin eksogen dapat menggantikan polinasi dan fertilisasi pada proses

pembentukan dan perkembangan buah pada beberapa spesies tanaman.

Hasil penelitian Foz dkk. (1999: 474) juga menunjukkan bahwa pemberian

2 �g giberelin (GA) di ovari menyebabkan terbentuknya buah partenokarpi

pada tomat non partenokarpi galur Madrigal dan Cuarenteno.

Partenokarpi buatan juga dapat dilakukan dengan memanipulasi

jumlah ploidi pada tanaman. Hal tersebut dapat ditempuh dengan

persilangan biasa. Kihara (1951: 229) berhasil menyilangkan tanaman

semangka diploid (induk jantan) dengan tanaman tetraploid (induk betina)

menghasilkan tanaman hibrid (T1) triploid yang buahnya tanpa biji.

Metode terbaru yang dicoba dan dikembangkan untuk menghasilkan

partenokarpi buatan adalah melalui rekayasa genetik. Pembentukan buah

partenokarpi melalui teknik rekayasa genetik dapat ditempuh melalui dua

pendekatan. Pendekatan pertama dengan cara menghambat perkembangan

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 11: analisis stabilitas-literatur

embrio atau biji tanpa memengaruhi pertumbuhan buah (Kosuge dkk. 1966:

3739), sedangkan pendekatan kedua dengan mengekspresikan fitohormon

pada bagian ovari atau ovul untuk memacu perkembangan buah partenokarpi

(Rotino dkk. 1997: 1398).

Cara pendekatan pertama ditempuh melalui penggunaan gen yang

bersifat merusak sel (sitotoksik), misalnya kombinasi gen iaaM dan iaaH dari

bakteri Agrobacterium tumefaciens. Gen tersebut menghasilkan senyawa

toksik terhadap sel-sel embrio atau biji. Pertumbuhan buah tetap

berlangsung, tetapi tidak menghasilkan biji (Kosuge dkk. 1966: 3739).

Cara pendekatan kedua dalam menghasilkan partenokarpi adalah

melalui pengekspresian senyawa fitohormon IAA atau analognya pada

bagian bakal buah (Rotino dkk. 1997: 1398). Cara tersebut didasari oleh

pengetahuan bahwa aplikasi fitohormon sejenis auksin atau giberelin dapat

menggantikan peran biji dalam merangsang pembentukan dan

perkembangan buah (Pardal 2001: 46).

2. Gen partenokarpi DefH9-iaaM

Rotino dkk. (1997: 1399) telah berhasil mengembangkan suatu

metode baru agar tanaman mampu menghasilkan buah tanpa melalui tahap

fertilisasi sehingga akan terbentuk buah tanpa biji. Metode tersebut

dilakukan dengan menginsersikan gen partenokarpi DefH9-iaaM ke dalam

genom tanaman.

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 12: analisis stabilitas-literatur

Gen DefH9-iaaM terdiri atas dua sekuen gen yang spesifik. Sekuen

pertama yaitu gen iaaM, berukuran 600 pb dan diisolasi dari bakteri

Pseudomonas syringae vs savastanoi . Gen iaaM menghasilkan auksin

dalam jaringan tanaman. Sekuen kedua ialah daerah promoter DefH9

(deficiens homologue 9) yang diisolasi dari Antirrhinum majus dan berukuran

1.350 pb (Gambar 2) (Ficcadenti dkk. 1998: 463).

Gen partenokarpi DefH9-iaaM menyandi enzim indolasetamida

monooksigenase yang mengkonversi triptofan menjadi indolasetamida

(prekursor auksin IAA) yang diekspresikan pada ovul dan plasenta. Akibat

ekspresi gen tersebut maka terbentuk buah partenokarpi tanpa melalui

polinasi dan fertilisasi (Donzella dkk. 2000: 80). Bagian regulator DefH9

(promoter) dapat mengontrol ekspresi iaaM (pengkode IAA) hanya pada

bagian plasenta dan ovul. Ekspresi IAA pada bagian plasenta memastikan

bahwa partenokarpi terjadi sebelum polinasi, sedangkan pada ovul ditujukan

untuk menggantikan peran biji dalam memacu pertumbuhan buah (Donzella

dkk. 2000: 80).

Gen DefH9-iaaM mampu menginduksi buah partenokarpi pada

tanaman seperti tomat (Rotino dkk. 1997: 1398), terung (Donzella dkk. 2000:

81--83), strawberry dan raspberry (Mezzetti dkk. 2004: 1477--1479).

Ekspresi gen DefH9-iaaM spesifik pada plasenta dan ovul meningkatkan

produktivitas tomat karena 90--95% bunga mampu membentuk buah (Rotino

dkk. 1997: 1398). Tanaman hibrid tomat yang mengandung gen Defh9-iaaM

menunjukkan peningkatan produksi buah pada musim dingin (Acciari dkk.

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 13: analisis stabilitas-literatur

2000: 119). Insersi Gen DefH9-iaaM juga meningkatkan produktivitas buah

terung hingga 30--35% dan memperbaiki kualitas buah (Donzella dkk. 2000:

81). Menurut Rotino dkk. (1997: 1399), tanaman tomat partenokarpi dengan

insersi gen DefH9-iaaM menghasilkan buah yang mengandung sedikit biji

atau bahkan tanpa biji (seedless) sehingga cocok untuk industri pembuatan

saus atau pasta. Buah tomat tanpa biji dapat menurunkan biaya produksi

untuk penyaringan biji dan meningkatkan kualitas saus atau pasta yang

dihasilkan.

D. UJI STABILITAS GEN SECARA MOLEKULER

Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki sifat

tanaman adalah modifikasi genetik melalui rekayasa genetik. Rekayasa

genetik ialah pembentukan kombinasi material genetik baru melalui

penyisipan DNA ke dalam genom inang sehingga sisipan tersebut dapat

diekspresikan di dalam inang. Tanaman hasil rekayasa genetik disebut

tanaman transgenik (De Block dkk. 1984: 1681).

Perakitan tanaman transgenik melalui rekayasa genetik dilakukan

dengan metode teknologi transformasi genetik. Teknologi transformasi

genetik adalah proses pengambilan molekul DNA donor dari lingkungan luar

kemudian digabungkan ke dalam genom resipien (Yongbiao & Zhihong 2002:

161). Teknik transformasi yang umum digunakan adalah transformasi secara

tidak langsung yaitu melalui media vektor A. tumefaciens. Gen asing yang

akan ditransformasikan tersebut diletakkan pada segmen transfer DNA

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 14: analisis stabilitas-literatur

(T-DNA) yang terletak pada plasmid Ti (tumor inducing) (Gama dkk. 1996:

440).

Tanaman transgenik yang stabil memiliki transgen yang telah

terintegrasi ke dalam genom dan diwariskan ke generasi berikutnya. Rasio

individu transgenik dan nontransgenik yang terbentuk pada generasi

berikutnya harus memenuhi rasio penyilangan monohibrid Mendel yaitu 3:1

(Christou dkk. 1992: 288).

Kestabilan insersi transgen dalam tanaman transgenik dapat diketahui

dengan melakukan uji stabilitas gen. Uji stabilitas gen dilakukan dengan

mendeteksi transgen pada turunan tanaman transgenik menggunakan teknik

polymerase chain reaction (PCR). Teknik PCR dapat mengamplifikasi

fragmen transgen menggunakan primer spesifik, sehingga tanaman yang

yang memiliki insersi transgen dapat terdeteksi (Hadiarto dkk. 2003: 165).

Teknik tersebut terdiri atas tiga tahap utama yaitu isolasi deoxyribonucleic

acid (DNA) genom, PCR, dan elektroforesis.

1. Isolasi DNA genom tanaman tomat transgenik partenokarpi

Genom DNA merupakan seluruh materi genetik yang dimiliki oleh

suatu organisme, termasuk di dalamnya DNA yang berinteraksi dengan

protein dan RNA (Weaver & Hedrick 1997: 616). Isolasi DNA genom terdiri

atas tiga tahap penting yaitu mengeluarkan kromosom dari dalam sel dengan

suatu reaksi kimiawi, mendenaturasi protein dengan enzim proteinase, dan

merusak ribonucleic acid (RNA) menggunakan enzim RNAse. Setelah tahap-

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 15: analisis stabilitas-literatur

tahap tersebut, akan diperoleh DNA genom yang siap untuk dianalisis lebih

lanjut (Muladno 2002: 9).

Salah satu metode yang digunakan untuk isolasi DNA adalah single-

step extraction genome DNA merupakan. Prosedur tersebut menggunakan

Extract-N-AmpTM Plant PCR kit [Invitrogen] yang terdiri atas extraction

solution, dilution solution, dan PCR reaction mix. Ketiga komponen kit

tersebut mengandung semua bahan yang dibutuhkan untuk isolasi DNA

genom dari daun tanaman sekaligus amplifikasi sekuens target

(Wang dkk. 2008: 2).

Komposisi bahan yang terdapat pada extraction solution

menyebabkan beberapa prosedur isolasi DNA secara konvensional tidak

perlu dikerjakan. Prosedur-prosedur tersebut meliputi pembekuan sampel

dengan nitrogen cair, ekstraksi organik, purifikasi, dan presipitasi DNA.

Dillution solution mengandung komposisi bahan yang dapat menetralisir

substansi-substansi utama yang menghambat reaksi PCR. Polymerase

chain reaction (PCR) reaction mix diformulasikan secara khusus untuk

amplifikasi langsung DNA hasil isolasi. Formulasi tersebut dapat

menghambat aktivitas polimerase selama persiapan reaksi PCR, menekan

aktivitas polimerase sebelum siklus PCR, mengurangi amplifikasi non

spesifik, dan meningkatkan produk target. Polymerase chain reaction (PCR)

reaction mix juga memiliki formula REDextract-N-AmpTM plant PCR kit.

Formula tersebut mengandung dye yang berfungsi sebagai tracking dyes

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 16: analisis stabilitas-literatur

sehingga memungkinkan loading produk amplifikasi PCR secara langsung ke

gel agarosa (Wang dkk. 2008: 3--4).

2. Amplifikasi dengan teknik polymerase chain reaction (PCR)

Polymerase chain reaction (PCR) merupakan metode in vitro untuk

mengamplifikasi fragmen nukleotida tertentu (DNA atau RNA). Teknik PCR

menggunakan Taq DNA polymerase, template (DNA atau RNA), dan primer

oligonukleotida. Primer akan menempel pada segmen amplifikasi

(Davis dkk. 1994: 114).

Metode PCR terdiri atas tiga tahap utama, yaitu denaturasi, annealing,

dan polimerisasi (Klug & Cummings 1994: 402). Tahap denaturasi

berlangsung pada suhu sekitar 94o C. Suhu yang tinggi tersebut digunakan

untuk menghentikan semua reaksi enzimatik dan merusak ikatan hidrogen

sehingga DNA untai ganda yang stabil akan terurai menjadi untai tunggal.

Tahap annealing menggunakan suhu yang cukup rendah sehingga primer

oligonukleotida dapat menempel pada situs yang tepat pada DNA template.

Tahap terakhir adalah polimerisasi yang berlangsung pada suhu 72o C.

Menurut Palumbi (1996: 209), enzim Taq DNA polymerase dapat bekerja

secara optimum untuk mensintesis segmen DNA target dengan lengkap pada

suhu tersebut.

Primer merupakan bahan penting untuk menentukan keberhasilan

amplifikasi. Primer berupa untai tunggal pendek yang mengandung

nukleotida-nukleotida spesifik. Primer akan berikatan dengan sekuens

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 17: analisis stabilitas-literatur

tertentu pada DNA template jika suhu yang digunakan pada tahap annealing

sesuai. Primer didesain khusus untuk fragmen yang akan diamplifikasi.

Desain primer spesifik dapat mengurangi produk PCR yang tidak diharapkan

(Sambrook & Russell 2001: 85).

Menurut Sharrocks (1994: 6), terdapat beberapa parameter yang

dapat digunakan untuk memilih primer yang baik. Pertama, panjang primer

sekitar 18--25 basa. Kedua, komposisi basa GC pada primer sekitar

45--55%. Kondisi tersebut akan menghasilkan suhu leleh (Tm) yang efisien

sehingga menyebabkan terjadinya proses annealing yang spesifik terhadap

fragmen target. Ketiga, primer tidak mengandung sekuen basa yang

berulang. Keempat, lima basa terakhir pada ujung 3’ primer tidak

mengandung lebih dari dua nukleotida G atau C yang letaknya berurutan.

Kelima, pasangan primer didesain agar tidak terbentuk primer dimer. Primer

dimer merupakan interaksi antara primer forward dan primer reverse

sehingga membentuk struktur untai ganda DNA (Real Time PCR Info

2007: 1).

3. Elektroforesis

Elektroforesis dapat digunakan untuk memisahkan berbagai macam

molekul organik seperti DNA, RNA, dan protein (Klug & Cummings 1994:

397). Prinsip kerja elektroforesis adalah berdasarkan pergerakan molekul-

molekul bermuatan negatif (anion) menuju kutub positif (katoda), sedangkan

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 18: analisis stabilitas-literatur

molekul-molekul yang bermuatan positif (kation) akan bergerak menuju kutub

negatif (anoda) (Russell 1994: 499).

Elektroforesis gel adalah teknik pemisahan molekul organik dengan

menggunakan matriks gel sebagai media terjadinya migrasi dari molekul-

molekul organik tersebut. Matriks gel berupa pori-pori yang menyediakan

ruang untuk pergerakan molekul organik sekaligus pemisahan molekul

tersebut berdasarkan ukurannya. Pergerakan molekul organik pada matriks

gel dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran molekul, jenis gel,

komposisi dan konsentrasi gel, densitas muatan, serta arus listrik

(Ausubel dkk. 1998: 2.5A.5--2.5A.6 ).

Elektroforesis dapat digunakan untuk mengamati produk amplifikasi.

Elektroforesis menunjukkan hasil positif jika terlihat pita-pita (bands) DNA

yang jelas pada gel. Pita-pita DNA tersebut hanya dapat dilihat di bawah

sinar UV dengan pewarnaan fluoresens etidium bromida (Klug & Cummings

1994: 397). Etidium bromida (EtBr) mewarnai molekul DNA dengan cara

menyisip di antara partikel basa DNA. Penyisipan etidium bromida akan

meningkatkan daya fluoresensi DNA sehingga terlihat jelas di bawah sinar

UV (Birren & Lai 1993: 79).

Pita-pita yang terlihat pada gel elektroforesis menunjukkan ukuran

molekul DNA. Molekul DNA tersebut dapat diketahui ukurannya dengan cara

membandingkan posisi pita yang terbentuk dengan posisi pita marka DNA

pada gel. Marka DNA yang biasa digunakan dalam analisis genetika

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008

Page 19: analisis stabilitas-literatur

molekuler adalah � (lambda) HindIII, BstEII, dan BstNI (Ausubel dkk.

1998: 2.5A.7).

E. UJI EKSPRESI FENOTIPIK

Uji ekspresi fenotipik pada tanaman hasil transformasi genetik

dilakukan untuk mengetahui tingkat ekspresi gen yang diintroduksikan ke

dalam genom tanaman resipien. Hasil uji ekspresi fenotipik secara tidak

langsung juga dapat digunakan untuk memilih strategi transformasi terbaik

(Garg dkk. 2006: 276).

Parameter fenotipik partenokarpi yang harus dianalisis meliputi jumlah

tandan, jumlah bunga per tandan, jumlah buah per tandan, diameter buah,

berat per buah, dan jumlah biji (Hidayat 2003: 8). Parameter jumlah bunga,

jumlah buah, dan berat buah merupakan parameter yang menunjukkan

produktivitas buah. Paramater jumlah biji akan menunjukkan ekspresi gen

partenokarpi DefH9-iaaM pada tanaman tomat transgenik (Pardal 2001: 45).

Gen DefH9-iaaM meningkatkan jumlah rata-rata bunga majemuk per

tandan pada anggur (Constantini dkk. 2007: 1690). Gen DefH9-iaaM

meningkatkan berat strawberry transgenik sebesar 24% dibandingkan

dengan kontrol. Peningkatan berat juga diimbangi dengan peningkatan

ukuran buah (Mezzetti dkk. 2004: 5). Buah positif partenokarpi umumnya

seedless dan memiliki ciri yang sama dengan buah normal, yaitu bentuk buah

tidak cacat dan warna buah cerah (Gorguet dkk. 2007: 756).

Analisis Stabilitas..., Sutini, FMIPA UI, 2008