analisis rencana pemanfaatan hutan kemasyarakatan
TRANSCRIPT
-
5/21/2018 Analisis Rencana Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
ANALISIS RENCANA PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm)
PADA HUTAN LINDUNG DI WILAYAH KPH MODEL DAMPELAS TINOMBO
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan dan pergeseran paradigma pola pengelolaan sumberdaya hutan saat ini telah
memberi peluang kepada masyarakat lokal untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan. Pelibatan masyarakat lokal dalam
pengelolaan sumberdaya hutan diharapkan akan memberikan jaminan keberlanjutan fungsi
ekologi, produksi, dan fungsi sosial melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan,
karena masyarakat lokal memiliki sejumlah pengetahuan atau kearifan lokal sebagai hasil
pembelajaran dan pengalaman berinterkasi dengan lingkungan alaminya dalam jangka waktu
yang panjang (Hamzari, 2007).
Kebijakan pembangunan kehutanan harus beralih dari sentralistik menjadi
desentralistik yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Peningkatan partisipasi
masyarakat baik dalam kebijakan dan juga dalam pengelolaan sumber daya hutan dapat
mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan. Kebijakan kehutanan saat ini telah
memberikan peluang nyata bagi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Hal
tersebut, antara lain dapat dilakukan dengan memberikan hak akses kepada masyarakat dalam
pembangunan dan pengelolaan hutan. Melalui Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan (sebelumnya adalah Keputusan Menteri
Kehutanan No.31/KPTS-II/2001), Pemerintah memberikan peluang kepada masyarakat untuk
ikut mengelola lahan kawasan hutan.
Kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm) mengizinkan masyarakat untuk dapat
mengelola sebagian dari sumberdaya hutan dengan rambu-rambu yang telah ditentukan.
-
5/21/2018 Analisis Rencana Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
Masyarakat yang dipercaya membangun hutan dengan sistem berkelompok ini, akan
mendapat imbalan oleh pemerintah dalam bentuk kepastian penguasaan lahan dengan jenis
Izin Hak Kelola atau Ijin Usaha Pemanfaatan (bukan hak kepemilikan lahan).
Program HKm ini dilaksanakan dengan cara memanfaatkan hutan lindung yang
terlanjur dibuka oleh masyarakat setempat melalui penanaman Tanaman Serba Guna (Multi
Purpose Trees Spesies) dan kawasan hutan produksi yang dapat ditanam dengan tanaman
kayu kayuan yang dapat diambil hasilnya dengan berpijak pada peraturan- peraturan yang
telah ditetapkan. Melalui program ini lahan yang semula terbuka bisa tertutup kembali oleh
Tanaman MPTS dan masyarakat dapat mengambil manfaat dari hasil Tanaman
MPTS tersebut (Arsyad, I dan S. Rahaijo. , 2004).
Upaya pemerintah dalam menanggulangi kerusakan hutan pada hutan lindung dengan
memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dilakukan melalui program
KPH khususnya Kesatuan pengelolaan Hutan lindung (KPH-L). Program ini ditujukan untuk
memberikan kepastian kepada masyarakat dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya hutan dengan mementingkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan
sehingga fungsi pokok dari hutan tidak terganggu.
Kesatuan KPH-L merupakan Kesatuan Pengelolaan Hutan yang luas wilayahnya
seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan lindung. Pemanfaatan hutan pada
KPH-L hanya dapat dilakukan kegiatan berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa
lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pada KPH-L Model Dampelas Tinombo
dilakukan pemanfaatan hutan melalui kegiatan HKm.
Rencana pemanfaatan HKm ini dilakukan pada Hutan Lindung yang Letaknya berada
pada kawasan KPH-L. Pemanfaatanan HKm ini dilakukan untuk mengurangi tingkat
kerusakan hutan pada hutan lindung dengan cara memanfaatkan tanaman MPTS. Selain itu,
perlu pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan lindung melalui
-
5/21/2018 Analisis Rencana Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
kegiatan HKm. Salah satu lokasi sasaran kegiatan HKm terletak pada desa Talaga,
Kecamatan Damsol.
1.2Rumusan Masalah
Keterbatasan yang dimiliki pemerintah telah menyebabkan pemerintah mengalami
kesulitan mengelola sendiri hutan, sehingga muncul kesadaran bahwa pembangunan
kehutanan harus melibatkan semua pihak dan bertumpu kepada Masyarakat. khususnya
masyarakat lokal yang selama ini berinteraksi langsung dan menggantungkan hidupnya dari
hutan dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pengelolaan sumber daya hutan.
Pada kawasan KPH-L belum dilakukan pemanfaatan hutan secara maksimal sehingga
efektifitas pengelolaan hutan pada hutan lindung di KPH masih kurang memadai. Hal ini
disebabkan karena tidak menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam mengambil
keputusan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan.
Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dilakukan rencana pemanfaatan Hutan
Kemasyarakatan Pada Hutan lindung di wilayah KPH Model Dampelas Tinombo sehingga
masyarakatlah sebagai pelaku utama dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
hutan.
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi serta
menyusun Rencana Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan pada hutan Lindung di wilayah
KPH Model Dampelas-Tinombo.
Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai bahan
rekomendasi bagi instansi terkait dalam melakukan pengelolaan dan pemanfaatan hutan
khususnya hutan lindung di wilayah KPH Model Dampelas-Tinombo.
-
5/21/2018 Analisis Rencana Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
3.1.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yakni pada bulan Maret sampai dengan
Mei 2012. Lokasi penelitian terletak di Kawasan KPH-L Model Dampelas Tinombo, Provinsi
Sulawesi Tengah, yang direncanakan sebagai Kawasan Hutan Kemasyarakatan tepatnya di
Desa Talaga, Kecamatan Damsol, Kabupaten Donggala.
3.1.2 Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a. Hardware : Personal Komputer
b. Software : Arcview 3,3.
c. Global Posision Sistem (GPS)
d. Kamera Digital
Bahan yang digunakan terdiri dari :
a. Citra Landsat 7 TM
b. Peta RBI Taman Nasional Lore Lindu
c. Data Curah Hujan
d. Data Topografi (Kelerengan)
e. Data Jenis Tanah
f. Data Tutupan Lahan
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Pengumpulan Data
-
5/21/2018 Analisis Rencana Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data primer dan data sekunder, data
primer merupakan data yang berhubungan erat dengan penelitian ini, sedangkan data
sekunder merupakan data penunjang dari penelitian ini.
Data primer, data ini diambil dari Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu
(BBTNLL) selaku penyedia data lokasi penelitian seperti Data Topografi, Data Panutupan
Lahan, Data Curah Hujan dan Data Jenis Tanah. Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Palu-Poso (BPDAS Palu-Poso) sebagai penyedia data Sub DAS Sopu.
Data Sekunder, data ini merupakan penunjang dari penelitian ini. Data yang dimaksud
yakni data keadaan penduduk dan budaya yang ada dalam masyarakat dongi-dongi. Data
tersebut berada dalam Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL), selaku pemangku
jabatan Taman Nasional serta literatur-literatur yang menunjang dalam penelitian ini.
3.2.2 Analisis Data
3.2.2.1 Penentuan Analisis Tingkat Kekritisan Lahan
Untuk penetapan kekritisan lahan dalam suatu wilayah, maka nilai dari setiap faktor
dijumlahkan setelah masing-masing dikalikan dengan nilai timbangan sesuai dengan
besarnya pengaruh relatif terhadap kepekaan wilayah yang bersangkutan terhadap
erosi (Helmi, 2003). Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai penentuan kawasan
hutan lindung adalah :
SKOR = ( 20x faktor kls lereng) + (15 x faktor kls penutupan lahan) + (10x faktor kls tanah) + (10x
faktor kls curah hujan).
Hasil Kriteria kekritisan lahan:
Ringan ( skor 55160 )
Sedang ( skor 161270 )
Berat ( skor 271375 )
-
5/21/2018 Analisis Rencana Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
Klasifikasi Intensitas Curah Hujan
Kelas Intensitas
Curah hujan
Intensitas Curah hujan
(mm/tahun)
Klasifikasi CH
1 3000-3500 Sangat rendah
2 3500-4000 Rendah
3 4000-4500 Sedang
4 4500-5000 Tinggi
5 5000-6000 Sangat Tinggi
Sumber : Asdak 1995
Klasifikasi Faktor Topografi
Kelas Kemiringan (%) Klasifikasi
1 08 Datar
2 815 Landaian
3 1525 Agak Curam
4 2540 Curam
5 40 Sangat Curam
Sumber : Asdak 1995
Klasifikasi Faktor Tutupan Lahan
Kelas Penutupan Lahan Tipe Penutupan Lahan
1 Hutan
2 Kebun
3 Kebun Teh
http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5908239718566804494http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5908239718566804494http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=5908239718566804494 -
5/21/2018 Analisis Rencana Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
4 Sawah
5 Builtup
6 Ladang
7 Alang-alang/rumput
8 Semak
9 Lahan terbuka
Sumber : Asdak 1995
Klasifikasi Kepekaan Jenis Tanah terhadap Erosi
Kelas tanah Jenis tanah
1 Latosol coklat kemerahan
2 Asosiasi Latosol coklat kemerahan dan latosol coklat
3 Asosiasi latosol dan regosol kelabu
4 Andosol coklat kekuningan
5 Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
6 Komplek regosol kelabu dan litosol
Sumber : Asdak 1995
3.2.2.2 Pembuatan Peta Analisis Tingkat Kekritisan Lahan
-
5/21/2018 Analisis Rencana Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
Klasifikasi dari faktor-faktor kekritisan lahan dengan skor yang ada, dimasukkan dalam
Software ArcView 3,3 untuk menghasilkan data tingkat kekritisan lahan berdasarkan peta
digital.
= Peta Kekritisan Lahan
Konsep Operasional
1. Analisis adalah penetapan kebenaran suatu hal atau perumusan umum mengenai suatu
gejala dng cara mempelajari kasus atas kejadian khusus yg berhubungan dengan hal itu atau
penelaahan dan penguraian data hingga menghasilkan simpulan.
2. Kekritisan Lahan adalah suatu keadan lahan yang kondisi fisiknya tidak dapat berfungsi
dengan baik sesuai dengan media produksi dan tata air.
3. Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem yang digunakan untuk memetakan
kondisi dan peristiwa yang terjadi dimuka bumi dan Suatu komponen yang terdiri
dari perangkat keras, perangkat lunak dan sumber daya manusia yang bekerja bersama secara
efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola,
-
5/21/2018 Analisis Rencana Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi
berbasis geografis
4. Peta Analog adalah dalam bentuk cetakan. Pada umumnya peta analog dibuat dengan
teknik kartografi, sehingga sudah mempunyai referensi spasial seperti koordinat, skala, arah
mata angin dan sebagainya.
5. Curah hujan adalah salah satu unsur iklim yang besar perannya terhadap kejadian longsor
dan erosi. Curah hujan sebesar 1 mm artinya adalah tinggi air hujan yang terukur setinggi 1
mm pada daerah seluas 1 m2(meter persegi). Artinya banyaknya air hujan yang turun
dengan ukuran 1 mm adalah 1 mm x 1 m2= 0,001 m3atau 1 liter.
6. Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan bentuk objek lain. Objek dari
topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara umum menunjuk pada koordinat
secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan secara vertikal yaitu ketinggian.
7. Tutupan Lahan adalah kondisi permukaan lahan yang didasarkan pada berbagai jenis tipe
lahan seperti hutan,sawah, ladang, kebun dan sebagainya.
8. Kepekaan Jenis Tanah Terhadap erosi merupakan mudah atau tidaknya suatu tanah untuk
dihancurkan oleh jatuhnya butir-butir hujan atau oleh kekuatan aliran permukaan.