analisis jurnal

Upload: ppdyasmita

Post on 08-Mar-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ANALISIS JURNAL

TRANSCRIPT

KASUSNy. MA umur 65 tahun di bawa ke IGD RSUD Sanjiwani Gianyar dengan keluhan sesak napas disertai keringat dingin dan lemas sejak pagi hari sebelu MRS. Klien dirawat dengan diangnosa medis PPOK Riwayat Penyakit Dahulu Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit ssak napas sejak 2 tahun yang laluRiwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien mengatakantidak memiliki riwayat penyakit keluarga yaitu hipertensi, diabetes asma dan lain-lain. Airway Jalan napas paten, tidak terdapat obstruksi terdapat suara napas tambahan wezing. BreathingNapas spontan, dinding dada simetris, RR 36 x/menit, adanya sesak napas, adanya retraksi otot bantu napas dan pernapasan cuping hidung, irama napas cepat dangkal, perkusi sonor, suara napas vesikuler. Saturasi O2 85x/ menitCirculationNadi teraba diradialis 92 x/menit, TD 100/60 mmHg, pucat, terdapat sianosis, CRT > 2 detik, akral dingin, terdapat diaphoresis.DisabilityKesadaran composmentis, GCS 14, pupil isokor, reflek cahaya +. EksposureTidak terjadi masalah

NONAMA OBATDOSISRUTEINDIKASI

1.IVFD RL20 tpmIVCairan parenteral

2.Ambroksol 2x250 mgOral Mengencerkan dahak

3.combivent1x1 mgnebulBronkodilator

4.Aminopilyn 2x150 mgIVHistamine antagonis

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangPenyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dicirikan dengan adanya obstruksi saluran pernapasan yang irreversible yang terdiri dari dua gangguan yaitu bronkitis kronis dan emfisema (Global Intiative for Chronic Obstruktive Lung Disease, 2010). Seiring berkembangnya dunia industri dan kebiasaan merokok beberapa individu merupakan faktor resiko utama yang menimbulkan konstriksi refleksif jalan udara bronchial sehingga terjadi obstruksi saluran pernapasan. Obstruksi saluran napas pada PPOK dapat menyebabkan gangguan pola nafas dan berisiko terjadinya komplikasi seperti hipertensi paru yang menyebabkan cor pulmonalis dan pneumotoraks, keadaan ini dalam jangka waktu lama akan memperburuk kondisi pasien bahkan dapat mengakibatkan kematian dan WHO memperkirakan bahwa tahun 2020 prevalansi PPOK akan meningkat dan menjadi penyebab kematian ketiga di dunia (Ikawati, 2011).PPOK merupakan salah satu penyakit yang tidak menular dan biasanya menyerang kalangan dewasa usia 30 tahun keatas, tercatat bahwa sekitar 71,4% laki-laki lebih beresiko dari pada perempuan sebanyak 28,4%. Penyebab PPOK diperkirakan sekitar 85% perokok aktif dan 15% perokok pasif serta dapat disimpulkan bahwa sekitar 20% akibat paparan pada pekerjaan. Berdasarkan akibat dari PPOK didapatkan hasil sekitar 80% mengalami desaturasi oksigen. Prevalansi PPOK di Amerika Serikat sebesar 25%. Indonesia dinyatakan memiliki prevalansi sebanyak 3,7% dan di Bali tercatat sebanyak 25% menderita PPOK (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian rekam medik Badan Layanan Umum RSUD Sanjiwani Gianyar ditemukan angka kejadian PPOK pada tahun 2011 sebanyak 323 orang, pada tahun 2012 sebanyak 265 orang, dan pada tahun 2013 sebanyak 317 orang. Gambaran klinis pada PPOK tergantung dari penyakit yang melatarbelakangi. Pada bronkitis kronis ditandai dengan produksi mukus yang berlebih akibat perubahan patologis sel-sel penghasil mukus dan silia di bronkus menyumbat jalan napas. Pada emfisema terjadi penurunan elastisitas paru dan luas permukaan alveolus yang menyebabkan kerusakan bronkus dan alveolus sehingga terjadi obtruksi saluran pernapasan yang ditandai dengan penurunan ventilasi dan kolap alveolus (Corwin, 2009). Pada obstruksi saluran pernapasan akan terjadi penurunan PaO2 dan meningkatan PaCO2 akibat peningkatan produksi CO2. Berdasarkan kurva disosiasi oksihemoglobin yang memperlihatkan bahwa adanya hubungan antara saturasi oksigen (SaO2) dengan tekanan parsial oksigen (PaO2) (Price & Wilson, 2006). Penurunan saturasi oksigen arterial terjadi akibat kekurangan tekanan oksigen di dalam darah arterial. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya penurunan tekanan oksigen di dalam udara inspirasi dengan gejala klinis yang tampak seperti dypnea (sesak napas) hingga terjadi hipoksia.Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi penyakit PPOK secara farmakologi maupun non farmakologi. Tindakan farmakologi yang bertujuan sebagai tindakan simtomatik utama berupa pemberian bronkodilator dan espectorant yang biasanya diberikan dalam bentuk inhalasi. Pengobatan farmakologi yang diberikan untuk penderita PPOK tidak dapat menyembuhkan secara menyeluruh melainkan hanya mengurangi bronkospasme otot-otot polos untuk mencegah kekambuhan sedangkan hipoksemia akibat ketidakseimbangan rasio ventilasi/perfusi yang terjadi belum tertangani. Upaya non farmakologi yang diberikan di rumah sakit yaitu fisioterapi dada yang terdiri dari perkusi, vibrasi, postural drainase. Tindakan tersebut kurang memberikan hasil yang efektif, maka dari itu peneliti bermaksud untuk memberikan latihan napas dalam pursed lip breathing.Pursed lip breathing adalah salah satu bagian dari latihan napas dalam yang merupakan latihan pernapasan menggunakan diagfragma selama pernapasan yang ditujukan pada klien dengan masalah ventilasi (Muttaqin, 2008). Latihan pernapasan diagfragma dapat mengurangi kerja otot pernapasan dan peningkatan ventilasi yang akan diikuti dengan peningkatan perfusi sehingga kadar CO2 arteri darah akan berkurang. Keadaan ini akan memperlancar sirkulasi udara dan pola napas menjadi lebih efektif. Pernapasan yang efektif akan menghasilkan tekanan ekspirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi yang maksimum, produksi O2 dalam alveolus terpenuhi dan PaO2 meningkat sehingga saturasi oksigen akan meningkat. Saturasi oksigen merupakan prosentase kejenuhan hemoglobin terhadap oksigen. Jumlah total oksigen yang terikat dengan hemoglobin dalam arteri dapat dipantau dengan menggunakan pulse oksimeteri.Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti di ruang rawat inap Nakula Badan Layanan Umum RSUD Sanjiwani Gianyar pada tanggal 25 Maret 2014, yang dilakukan terhadap 6 orang pasien dalam kondisi sesak, bahwa pasien cendrung mengalami penurunan saturasi oksigen rata-rata SaO2 85%. Mengingat perawat diruangan tidak pernah mengajarkan teknik napas dalam pursed lip breathing maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh diagfragmatic breathing exercise terhadap saturasi oksigen pada pasien penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) di ruang rawat inap Badan Layanan Umum RSUD Sanjiwani Gianyar

B. Rumusan MasalahIntervensi apakah yang dapat diberikan kepada Ny. MJ untuk mengatasi saturasi oksigen terhadap PPOK?

C. Pencarian LiteraturStrategi pencarian studi yang relevan dengan topik dilakukan dengan menggunakan database menggunakan Google-Scholar, dimana penulis tidak membatasi tahun jurnal. Keywords yang digunakan adalah PPOK, pursed lip breathing, Penulis memfokuskan pada artikel fulltextuntuk memilih studi yang akan dikritisi yang sesuai dengan kriteria inklusi dengan menggunakan PICOT framework. Kriteria inklusi dalam review ini adalah saturasi oksigen pada pasien PPOK. Jurnal yang diperoleh sebanyak 3 artikel. Critical appraisal dilakukan pada salah satu artikel.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

A. Evaluasi Kritis PenelitianHasil penelitian tentang pursed lip breathing terhadap saturasi oksigen pada pasien PPOK yang digunakan dalam literature review ini semua berupa penelitian kuantitatif dimana 3 penelitian menggunakan two groups with control group design.

1. Penelitian ini mengambil referensi dari penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Elsi Mariyani pada tahun 2012 dengan judul penelitian Pengaruh Latihan Pernapasan Diagfragma terhadap saturasi oksigen pada pasien PPOK. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh saturasi oksigen pada pasien PPOK. Penelitian ini dilakukan di BRSU Tabanan dengan menggunakan metode consecutive sampling, desain pre eksperimental rancangan quasi eksperimen pre test post test with control group. Sempel yang digunakan sebanyak 20 sempel, dengan uji statistic simple paried t-Test yang mendapatkan hasil P value = 0,000 ( 0,05)

2. Laily Widia Astuti (2012), pengaruh pursed lip breathing terhadap saturasi oksigen pada pasien emfisema (PPOK).Pursed lip breathing adalah latihan pernapasan dengan menghirup udara melal hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau dimonyongkan dengan lebih di perpanjang. Terapi rehabilitasi paru-paru dengan pursed lips breathing ini adalah cara yang sangatmudah dilakukan, tanpa memerlukan alat bantu apapun, dan juga tanpa efek negative seperti pemakaian obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2013). Tujuan dari pursed lips breathing ini adalah untuk membantu klien memperbaiki transport oksigen, menginduksi pola napas lambat dan dalam, membantu pasien untuk mengontrol pernapasan, mencegah kolaps dan melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi, dan mengurangi jumlah udara yang terjebak (Smeltzer & Bare, 2013).Desain penelitian yang digunakan peneliti adalah rancangan eksperimen semu (Quasi Eksperiment), yaitu dengan menggunakan Non Equivalent Control Group Design.Kelompok intervensi dan kelompok kontrol keduanya diukur sebelum dan sesudah intervensi pada waktu penelitian. Setelah dilakukan intervensi diharapkan terdapa pengaruh pada kelompok intervensi.Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien emfisema di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga yang jumlah totalnya 134 dari bulan Agustus 2013 sampai bulan Januari 2014. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon (untuk hipotesis ada perbedaan pola pernapasan sebelum dan setelah Pursed lips breathing kelompo intervensi dan hipotesis tidak ada perbedaan pola pernapasan sebelum dan setelah perlakuan kelompok kontrol pada pasien dengan emfisema). Jika p-value < (0,05) berarti Ha diterima. Uji hipotesis menggunakan uji Mann Whitney (untuk uji hipotesis ada pengaruh Pursed lips breathing terhadap pola pernapasan pasien dengan emfisema). jika pvalue < (0,05), maka Ha diterima.

3. Dewi Natalia (2012), pengaruh pernapasan dada terhadap saturasi oksigen pada pasien PPOK.Pernapasan dada adalah latihan pernapasan dengan menghirup udara melalui hidung dan menahan sejenak lalu dihembuskan secara berlahan. Terapi rehabilitasi paru-paru dengan pernapasan dada ini adalah cara yang sangat mudah dilakukan, tanpa memerlukan alat bantu apapun, dan juga tanpa efek negative seperti pemakaian obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2013). Tujuan pernapasan dada ini adalah untuk membantu klien memperbaiki transport oksigen, menginduksi pola napas lambat dan dalam, membantu pasien untuk mengontrol pernapasan, mencegah kolaps dan melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi, dan mengurangi jumlah udara yang terjebak (Smeltzer & Bare, 2013).Desain penelitian yang digunakan peneliti adalah rancangan eksperimen semu (Quasi Eksperiment), yaitu dengan menggunakan Non Equivalent Control Group Design.Kelompok intervensi dan kelompok kontrol keduanya diukur sebelum dan sesudah intervensi pada waktu penelitian. Setelah dilakukan intervensi diharapkan terdapa pengaruh pada kelompok intervensi.Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien emfisema di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga yang jumlah totalnya 134 dari bulan Agustus 2013 sampai bulan Januari 2014. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon (untuk hipotesis ada perbedaan pola pernapasan sebelum dan setelah pernapasan dada kelompo intervensi dan hipotesis tidak ada perbedaan pola pernapasan sebelum dan setelah perlakuan kelompok kontrol pada pasien dengan emfisema). Jika p-value < (0,05) berarti Ha diterima. Uji hipotesis menggunakan uji Mann Whitney (untuk uji hipotesis ada pengaruh pernapasan dada terhadap pola pernapasan pasien dengan emfisema). jika pvalue < (0,05), maka Ha diterima.

B. Argumen yang LogisPPOK adalah penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya obstruksi saluran pernapasan yang tidak reversibel sepenuhnya (Ikawati, 2011). Pada obstruksi saluran pernapasan akan terjadi penurunan PaO2 dan meningkatan PaCO2 akibat peningkatan produksi CO2. Penurunan saturasi oksigen arterial terjadi akibat kekurangan tekanan oksigen di dalam darah arterial. Keadaan ini dapat terjadi dengan adanya penurunan tekanan oksigen di dalam udara inspirasi dengan gejala klinis yang tampak seperti dypnea (sesak napas) hingga terjadi hipoksia. Upaya untuk menangani ketidakseimbangan inspirasi dan ekspirasi maka diberikan latihan pernapasan diagfragma. Pernapaan diagfragma menggunakan otot-otot diagfragma yang dapat menyebabkan perubahan volume intratorakial sebesar 75% selama inspirasi. Pada saat inspirasi terjadi penurunan otot diagfragma dan iga terangkat karena kontraksi beberapa otot. Otot sternokledomastoideus meningkat yang membuat sternum terangkat keatas, otot interkostalis eksternus mengangkat iga. Torak membesar kearah anteroposterior, lateral dan vertikal. Pada saat ekspirasi terjadi peningkatan ventilasi alveolar. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura yang mengakibatkan paru dapat mengembang dan secara bersamaan tekanan intrapulmonal napas juga menurun sehingga selisih tekanan ini dapat menyebabkan aliran udara masuk ke dalam alveoli (Price & Wilson, 2006). Keadaan ini akan meningkatkan ventilasi sehingga dapat memperlancar sirkulasi udara dan semakin besar kuantitas gas yang dapat berdifusi membran alveolus sehingga pola napas menjadi lebih efektif. Pernapasan yang efektif akan menghasilkan tekanan ekspirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi yang maksimum, produksi O2 dalam alveolus terpenuhi dan PaO2 meningkat sehingga terjadi peningkatan ikatan oksihemoglobin dalam sel darah dalam pembuluh arteri. Penuhnya hemoglobin yang teroksigenasi pada darah arteri kemudian diabsorbsi sehingga saturasi oksigen akan meningkat. Saturasi oksigen merupakan prosentase kejenuhan hemoglobin terhadap oksigen. Jumlah total oksigen yang terikat dengan hemoglobin dalam arteri dapat dipantau dengan menggunakan pulse oksimetery.C. Implikasi terhadap Praktik KeperawatanPenelitian yang ada lebih banyak menggunakan desain eksperimen dengan menggunakan kelompok kontrol. Intervensi yang diberikan berupa latihan latihan napas pursed lip breathing. Pursed lip breathing merupakan salah satu bagian dari latihan napas dalam yang merupakan latihan pernapasan menggunakan diagfragma selama pernapasan yang ditujukan pada klien dengan masalah ventilasi. Pursed lip breathing adalah kegiatan menghirup udara melalui hidung dengan mengguakan pengembangan diagfragma secara maksimal saat inspirasi (Potter & Perry, 2006). Penelitian ini termasuk jenis penelitian causal (pengaruh). Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan rancangan pre and post test with control group design yaitu rancangan penelitian yang mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental (Nursalam, 2013).

Peran perawat dalam memberikan intervensi yang holistik kepada pasien PPOK sangat mempengaruhi keberhasilan terhadap saturasi oksigen. Implikasi riset terkait literature review ini adalah perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terutama untuk mengatasi masalah-masalah lain yang mungkin timbul pada pasien PPOK seperti hipoksia. Penelitian eksperimen kuantitatif dengan two groups with control perlu dikembangkan lagi sehingga dapat diketahui secara empirik intervensi keperawatan yang tepat bagi pasien PPOK.BAB 3CRITICAL APPRAISAL

A. PICOT FrameworkPopulationInterventionComparation interventionOutcomesTime

Populasi dalam jurnal ini yaitu Pasien PPOK jumlahtotalnya 134 dari bulan Agustus 2013 sampaibulan Januari 2014.Latihan pernapasan pursed lip breatingBesar sampel dalam penelitian iniditentukan berdasarkan estimasi (perkiraan)untuk menguji hipotesis beda rata-rata(kategorik) dua kelompok tidak berpasangan.Jumlah sampel untuk kelompok kontroldan kelompok intervensi masing-masing 17responden. Jadi jumlah sampel dalampenelitian ini adalah 34 responden.Metode yang digunakan saat melakukanpengambilan sampel dalam penelitian iniadalah pengambilan sampel dengan AccidentalSampling didasarkan suatu pertimbangantertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yangsudah diketahui sebelumnya (Notoatmojo,2010). Metode ini dipilih karena penelitian inipeneliti lakukan di rumah sakit, jadi pasienyang datang dan memenuhi kriteria yang sudahditentukan dalam penelitian di jadikan sebagairesponden dalam penelitian.Kriteria inklusi yang diterapkan dalampenelitian ini adalah: 1) Bersedia menjadiresponden; 2) Pasien dengan Emfisema yangdi rawat inap; 3) Pasien emfisema dengangangguan pola pernapasan; 4) Pasien denganterapi bronkodilator.Hasil penelitian menunjukkan hasil observasi setelah dilakukan latihan ROM yang dilakukan 5 kaliSehari dalam waktu 10Menit dan dilakukan sebanyak 8 kali latihan, mengalami peningkatanyang cukupsignifikan dengan tingkat kemaknaan () 0.05, menunjukkan score peningkatan saturasi oksigen sebelum dansesudah dilakukan latihan latihan napas pursed lip breathing mengalami peningkatan score rata-rata 3.87. Jadi, ada pengaruh latihan napas pursed lip breathing terhadap saturasi oksigen dengan nilai P = 0.003.Penelitian ini melibatkan masing-masing 17 responden dalam periode waktupenelitian Agustus 2013 sampaibulan Januari 2014

B. Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini sudah tertulis dengan jelas yaitu untuk menyelidiki atau mengetahui pengaruh pengaruh latihan napas pursed lip breathing terhadap saturasi oksigen pada pasien PPOK

C. Studi LiteraturLiteratur yang digunakan dalam penelitian ini relevan dan cukup lengkap. Pembahasan tentang hasil penelitian sudah menjelaskan bagaimana pengaruh pengaruh latihan napas pursed lip breathing terhadap saturasi oksigen.Metode pengukuran sudah dijelaskan pada penelitian ini, dimana metode yang digunakan antara lain adalah: dengan menggunakan penilaian dan pengukuran dengan menggunakan lembar observasi untuk latihan range of motion dan kekuatan otot. Teknik analisa statistik yang digunakan oleh peneliti adalah uji statistic Paired SampleT-Test dengan tingkat kemaknaan () 0.05 untuk membandingkan hasil sebelum diberikan latihan dan setelah diberikan latihan napas pursed lip breathing selumnya peneliti sudah melakukan uji normalitas untuk melihat distribusi data apakah normal atau tidak. Peneliti menyarankan untuk selanjutkan agar dilakukan pengaplikasian hasil penelitian ini dalam skala yang lebih luas.

D. Desain PenelitianDesain yang digunakan berbasis komunitas, Desain satu kelompok Pre-Post Test, sebelum uji coba dilakukan pada sebuah kelompok tanpa kelompok kontrol, dilakukan lebih dahulu penilaian atau pengukuran pada kelompok tersebut. Selanjutnya dilakukan uji coba kelompokdan setelah uji coba kelompok tersebut dinilai kembali

E. SampelPopulasi dalam jurnal ini yaitu Pasien PPOK jumlah totalnya 134 dari bulan Agustus 2013 sampaibulan Januari 2014, kesadaran ComposMentis.

F. Tempat PenelitianDi Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga

G. OutcomesHasil penelitian menunjukkan hasil observasi setelah dilakukan latihan ROM yang dilakukan 5 kaliSehari dalam waktu 10 Menit dan dilakukan sebanyak 8 kali latihan, mengalami peningka yang cukupsignifikan dengan tingkat kemaknaan () 0.05, menunjukkan score peningkatan saturasi oksigen sebelum dansesudah dilakukan latihan latihan napas pursed lip breathing mengalami peningkatan score rata-rata 3.87. Jadi, ada pengaruh latihan napas pursed lip breathing terhadap saturasi oksigen dengan nilai P = 0.003.

H. PerlakuanPemberian latihan napas pursed lip breathing

I. Hasil PenelitianAda pengaruh latihan pengaruh latihan napas pursed lip breathing terhadap saturasi oksigen pada pasien PPOK dengan nilai P = 0.003.

J. Drop OutTotal responden yang diambil adalah 134 orang dan tidak ada yang drop out.

K. Kesimpulan Dan Implikasi KlinikHasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh latihan napas pursed lip breathing terhadap saturasi oksigen pada pasien PPOK

BAB 4KESIMPULAN DAN SARAN

A. KesimpulanBerdasarkan hasil literature review dan critical appraisal yang sudah dilakukan, maka pada saat dilakukan ronde keperawatan perawat dapat menyarankan tentang pemberian latihan napas pursed lip breathing kepada Ny. MA, untuk mengatasi masalah penurunan saturasi oksigen pada pasien PPOK.

B. SaranPerlu dilakukan analisa jurnal lain yang terkait dengan intervensi keperawatan pada pasien dengan pasien PPOK, terutama untuk mengatasi masalah keperawatan lain yang muncul pada pasien PPOK seperti hipoksia.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, (2008). KeperawatanMedikal-Bedah. Jakarta:EGC.Depkes RI, (2011)http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1703-8-dari-1000-orang-di-indonesia-terkenastroke. htmldi akses tanggal 16Maret 2015 jam 17.00 WITA.Febrina, Sukmaningrum. (2011).http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article diaksestanggal 16 Maret 2015 jam 17.00 WITA.Suryani. (2008). Gejala Stroke tidak hanyalumpuh.http://m.suaramerdeka.com.di akses tanggal 16Maret 2015 jam 17.00 WITA.Smeltzer& Bare, (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddarth vol. 1 (Andry Hartono, penerjemah). Jakarta: EGCGuyton, Arthur C. (2007). Buku Ajar FisiologiKedokteran. Jakarta: EGC.Irdawati,(2008). http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmi/article/view/di akses tanggal 16 Maret 2015 jam 17.00 WITA.Mawarti & Farid, (2013) http://www.journal.unipdu.ac.id/index.php/eduhealth/article/ di akses 16 Maret 2015 jam 17.00 WITA.Padila, (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta.Nuha Medika.Yastroki, (2011) http://www.yastroki.or.id/read.php?id=340di akses tanggal 16 Maret 2015 jam 17.00 WITA.