proposal skripsi
Post on 15-Oct-2021
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PROPOSAL SKRIPSI
HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN BURNOUT
SYNDROME PADA PERAWAT KAMAR OPERASI
RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO
ANNISA WIDHIASTUTI
P07120216016
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
2019
i
PROPOSAL SKRIPSI
HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN BURNOUT
SYNDROME PADA PERAWAT KAMAR OPERASI
RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan
Keperawatan
ANNISA WIDHIASTUTI
P07120216016
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
2019
ii
iii
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Proposal skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah dinyatakan dengan benar.
Nama : Annisa Widhiastuti
NIM : P07120216016
Tanda Tangan :
Tanggal : 8 Desember 2019
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang
berjudul “Hubungan Beban Kerja dengan Burnout Syndrome pada Perawat Kamar
Operasi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro”.
Penulisan proposal skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Terapan Keperawatan pada Program Studi
Sarjana Terapan Keperawatan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta. Proposal skripsi ini terwujud atas bimbingan, pengarahan, dan bantuan
dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Joko Susilo, SKM, M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
2. Bondan Palestin, SKM, M.Kep., Sp.Kom, selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
3. Ns. Maryana, S.Si.T., S.Psi., S.Kep., M.Kep., selaku Ketua Prodi Sarjana
Terapan Keperawatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyusun Proposal Skripsi.
4. Dr. Catur Budi Susilo, S.Pd., S.Kp., M.Kes. selaku Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan Proposal Skripsi ini.
5. Bondan Palestin, SKM, M.Kep., Sp.Kom, selaku Pembimbing II yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan Proposal Skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen beserta staf Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta.
7. Kedua orang tua yang telah memberikan doa serta dukungan baik moril
maupun materil.
8. Teman-teman Sarjana Terapan Keperawatan Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta yang telah memberi semangat dan dukungan.
9. Semua pihak yang turut berkontribusi.
vi
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik semua
pihak yang telah memberi kesempatan, dukungan, dan bantuan dalam
menyelesaikan proposal skripsi ini. Semoga selanjutnya proposal skripsi ini bisa
dilanjutkan untuk penelitian.
Yogyakarta, 2019
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
D. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
F. Keaslian Penelitian ............................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ...................................................................................... 11
1. Burnout Syndrome ........................................................................... 11
2. Beban Kerja ..................................................................................... 30
B. Kerangka Teori..................................................................................... 43
C. Kerangka Konsep ................................................................................. 44
D. Hipotesis ............................................................................................... 45
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian .................................................................. 46
B. Subyek Penelitian ................................................................................. 46
C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan .......................................................... 46
D. Variabel Penelitian ............................................................................... 47
E. Definisi Operasional............................................................................. 48
F. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ................................................... 49
G. Instrumen dan Bahan Penelitian........................................................... 50
H. Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................... 51
I. Prosedur Penelitian............................................................................... 51
J. Manajemen Data .................................................................................. 53
K. Etika Penelitian .................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 59
LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Teori ................................................................................. 43
Gambar 2.2. Kerangka Konsep ............................................................................. 44
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Maslach Burnout Inventory ............................................................. 28
Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 48
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penjelasan untuk mengikuti penelitian (PSP)
Lampiran 2. Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3. Surat Persetujuan Responden (Informed Consent)
Lampiran 4. Lembar Kuesioner Burnout Syndrome
Lampiran 5. Lembar Kuesioner Beban Kerja Perawat
Lampiran 6. Rencana Anggaran
Lampiran 7. Jadwal Penelitian
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Burnout Syndrome merupakan kumpulan dari gejala akibat
kelelahan, baik secara fisik maupun mental sehingga dapat menyebabkan
kurangnya konsentrasi, berkembangnya konsep diri yang negatif, serta
perilaku kerja yang negatif. (Maslach, 2004 dalam Andriani, 2018). Konsep
diri adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri mengenai diri sendiri dan
merupakan kerangka acuan yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap
tigkah laku seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam
teori konsep diri yang dikemukakan oleh Carl Rogers (1951) bahwa konsep
diri negatif memiliki arti individu yang memandang dirinya secara rendah,
ditolak, dan individu tersebut juga menjadi kurang bisa menerima dirinya.
Beberapa karakteristik yang menunjukkan seseorang memiliki konsep diri
negatif seperti menjadi sangat sensitif terhadap kritik, suka mengkritik
orang lain, senang akan pujian, merasa tidak disukai orang lain, kurang
berminat dalam kompetisi, cenderung bermasalah dengan lingkungan
sosialnya (Anwar, 2016). Burnout merupakan manifestasi dari
ketidakseimbangan antara tuntutan dengan apa yang harus dilakukan untuk
memenuhi tuntutan tersebut sehingga terjadi penurunan nilai-nilai pribadi,
martabat, dan jiwa individu. Konteks tentang burnout muncul dalam
pelayanan pelanggan (human service) seperti tenaga perawat yang
12
12
melibatkan interaksi antar personal dengan pasien atau rekan sejawat yang
mengakibatkan munculnya gejala burnout (Maslach & Leither 1997 dalam
Andriani 2018).
Stressor tinggi yang sering dialami oleh perawat sebagai kondisi
dalam upaya penyelamatan pasien, mengerjakan rutinitas, ruang kerja yang
sumpek, jumlah pasien yang banyak, dan harus bertindak cepat dalam
menangani kebutuhan pasien. Perawat tidak mampu beradaptasi pada
situasi dengan tekanan kerja tinggi dan berlangsung terus-menerus dalam
intensitas tinggi, maka inilah yang disebut dengan burnout (Tawale &
Novita, 2011). Perawat profesional sangat berisiko mengalami burnout
karena terus dituntut untuk memberikan pelayanan yang paripurna kepada
pasien. Fakta menunjukkan bahwa tenaga kesehatan profesional seperti
perawat secaralangsung berinteraksi dengan pasien dalam jangka waktu
yang lama dan terus-menerus dapat menimbulkan terjadinya burnout
(Maslach et al., 2001).
Ketika menjalankan pekerjaannya, seorang perawat tidak hanya
berhadapan dengan pasien yang sedang dirawatnya, tetapi juga dengan
dokter, sesama perawat, keluarga pasien, dan bagian-bagian lain dalam
rumah sakit seperti laboratorium, radiologi, dan sebagainya. Tingkat
interaksi dengan orang lain yang tinggi, beban kerja (workload) yang berat,
menjadi tekanan tersendiri bagi perawat rumah sakit (Saribu, 2012).
Istilah burnout pertama kali dikemukakan oleh Herbert
Freudenberger pada artikel Staff Burnout yang dimuat dalam Journal of
13
13
Social Issues tahun 1974 (Umar 2103). Istilah burnout dipakai
Freudenberger untuk menunjukkan adanya stres dan kelelahan luar biasa
yang dialami sukarelawan pada klinik gratis di New York yang bekerja
menangani ketergantungan obat. Konsep dari studi job burnout pada
caregivers diteliti pertama kali oleh Maslach and Leitter (1997). Profesi-
profesi sebagai caregivers seringkali menjadi “korban” dari job burnout
sehubungan dengan hubungan kerja mereka dengan care seekers. Tuntutan
syarat pekerjaan sebagai caregivers adalah memberikan dukungan secara
emosional, fisik, dan intelektual kepada care seekers. Timbulnya burnout
pada caregivers terlihat saat mereka tidak dapat lagi mendapat dukungan,
mengalami kelelahan, dan tidak dapat melakukan pekerjaannya secara
optimal lagi (Umar, 2013).
Maslach dan Jackson (dalam Guilermo et al, 2015) menyebutkan
bahwa istilah burnout digunakan untuk menggambarkan respon terhadap
stres kronis, berhubungan dengan pekerjaan, terdiri dari tiga komponen atau
dimensi yaitu: kelelahan emosional, depersonalisasi, dan prestasi pribadi.
Kelelahan emosional mengacu pada beban kerja berlebihan secara fisik dan
emosional yang dihasilkan dari interaksi dengan rekan kerja dan pengguna
layanan kesehatan. Depersonalisasi adalah pengembangan tanggapan dan
sikap sinis terhadap sesama pekerja dan penerima pelayanan. Pengurangan
prestasi pribadi mengacu pada kecenderungan perawat untuk mengadopsi
konsep diri negatif sebagai konsekuensi dari situasi tidak menguntungkan.
14
14
Burnout sebenarnya terbentuk oleh ketidakseimbangan antara
tuntutan pekerjaan dengan kemampuan individu yang keduanya berasal dari
ketidakmampuan menciptakan koping yang efektif terhadap stressor dan
dari perasaan kurangnya penguasaan. Faktor lingkungan kerja yang menjadi
predisposisi burnout diantaranya kondisi kerja yang berbahaya, bekerja
dengan populasi pasien yang sulit, kurangnya dukungan dan sikap saling
menghargai antara teman sejawat, upah kerja, shift kerja, jam kerja yang
panjang, dan kurang mampu mengambil keputusan secara mandiri.
Berdasaran karateristik personal dan kehidupan sosial, perawat yang sudah
menikah, berpengalaman, tingkat pendidikan tinggi, status sosial, dan
memiliki dukungan sosial tidak akan mudah mengalami burnout (Kiekkas,
2010).
Salah satu unit kerja yang memiliki beban kerja yang cukup
kompleks adalah perawat pada ruang operasi. Pada unit tersebut dikatakan
cukup kompleks karena melibatkan aktivitas mental dan fisik perawat dalam
menangani pasien yang dilakukan tindakan operasi. Perawat ruang operasi
dituntut untuk memiliki kemampuan pengetahuan dan konsentrasi yang
tinggi dalam semua aspek perawatan perioperative. (Eriawan, Wantiyah, &
Ardiana, 2013)
Penelitian oleh Rosita (2016) dengan judul “Analisis Beban Kerja
Mental dan Fisik Perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Kabupaten
Karanganyar dengan Menggunakan metode NASA-Task Load Index dan
Maslach Burnout Inventory (MBI)”. Hasil analisis data yang diperoleh dari
15
15
NASA-TLX menunjukkan bahwa beban mental yang dialami perawat IBS
memiliki rentang kategori tinggi (31%) dan sangat tinggi (69%). Hasil
pengukuran kondisi burnout menggunuakan Maslach Burnout Inventory
menunjukkan perawat IBS rata-rata mengalami burnout pada tingkat rendah
(38%) dan burnout tingkat sedang (62%). Dimana burnout tertinggi dialami
oleh perawat anestesi.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014) dengan judul “Hubungan
Beban Kerja Terhadap Burnout Syndrome Pada Perawat Pelaksana Ruang
Intermediet RSUP Sanglah”. Hasil analisis yang didapatkan adalah terdapat
hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan burnout syndrome
dengan nilai p value sebesar 0,006 (p value<0,05). Selain itu, sebagian
besar responden mengalami beban kerja yang tinggi yaitu 38 orang (71,7%)
dan 15 orang (28,3%) mengalami beban kerja sedang. Hasil cross tabulation
menunjukkan 5 orang (9,5%) responden dengan beban kerja tinggi
mengalami burnout syndrome berat.
Kiekkas (2010) melakukan penelitian dengan judul “Level and
Correlates of Burnout Among Orthopaedic Nurses in Greece” dengan
desain penelitian deskriptif untuk mengetahui tingkatan dan faktor yang
berhubungan dengan burnout syndrome pada perawat ortopedik. Penelitian
ini menunjukkan hasil bahwa burnout syndrome memiliki hubungan yang
signifikan dengan beban kerja perawat (p value=0,005). Kiekkas (2010)
juga menyebutkan beban kerja yang tinggi secara spesifik berpengaruh pada
16
16
salah satu dimensi dari burnout syndrome yaitu physical and emotional
exhaustion.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada salah satu perawat
yang bertugas di kamar operasi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro diketahui
bahwa jumlah perawat yang bertugas di kamar operasi sejumlah 30 orang
terdiri dari perawat bedah dan perawat anestesi. RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro memiliki 11 kamar operasi dan operasi yang dikerjakan bisa
mencapai 30 operasi/hari.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk
mengambil judul penelitian “Hubungan Beban Kerja dengan Burnout
Syndrom pada Perawat Kamar Operasi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.”
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara beban kerja
dengan burnout syndrome yang dialami perawat di kamar operasi RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut “Adakah hubangan antara beban kerja
dengan burnout syndrome pada perawat di kamar operasi RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahui hubungan beban kerja dengan burnout syndrome pada
perawat kamar operasi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.
17
17
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya besar beban kerja perawat khususnya yang bertugas di
kamar operasi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.
b. Diketahuinya tingkat burnout syndrome yang dialami perawat
kamar operasi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.
c. Diketahuinya hubungan beban kerja dengan burnout syndrome pada
perawat kamar operasi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini pada keperawatan perioperatif. Subyek
dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas di ruang operasi RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro.
E. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat memperkuat teori tentang
hubungan beban kerja perawat khususnya yang bertugas di kamar
operasi dengan tingkat burnout syndrome.
2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
a. Instansi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan berupa
data mengenai burnout syndrome serta penanganan untuk tetap
menjaga produktivitas perawat dan mencegah kelelahan mental
berlebih yang dapat menimbulkan burnout syndrome.
18
18
b. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Dapat menambah bahan bacaan dan referensi terkaitbeban
kerja perawat kamar operasi dan burnout syndrome yang dialami
perawat kamar operasi.
F. Keaslian Penelitian
1. Penelitian oleh Rosita (2016) dengan judul “Analisis Beban Kerja
Mental dan Fisik Perawat Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD
Kabupaten Karanganyar dengan Menggunakan Metode NASA-Task
Load Index dan Maslach Burnout Inventory (MBI)”. Hasil analisis data
yang diperoleh dari NASA-TLX menunjukkan bahwa beban mental
yang dialami perawat IBS memiliki rentang kategori tinggi (31%) dan
sangat tinggi (69%). Hasil pengukuran kondisi burnout menggunuakan
Maslach Burnout Inventory menunjukkan perawat IBS rata-rata
mengalami burnout pada tingkat rendah (38%) dan burnout tingkat
sedang (62%). Dimana burnout tertinggi dialami oleh perawat yang
menjadi asisten anestesi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2014) dengan judul “Hubungan
Beban Kerja Terhadap Burnout Syndrome Pada Perawat Pelaksana
Ruang Intermediet RSUP Sanglah”. Hasil analisis yang didapatkan
adalah terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan
burnout syndrome dengan nilai p value sebesar 0,006 (p value<0,05).
Selain itu, sebagian besar responden mengalami beban kerja yang tinggi
19
19
yaitu 38 orang (71,7%) dan 15 orang (28,3%) mengalami beban kerja
sedang. Hasil cross tabulation menunjukkan 5 orang (9,5%) responden
dengan beban kerja tinggi mengalami burnout syndrome berat. Rentang
persentase waktu perawat melakukan kegiatan produktif pada beban
kerja berat adalah 83-85%. Hal ini berarti sebanyak 38 orang dari 53
responden mengerjakan kegiatan yang berkaitan dengan pasien lebih
dari 80% selama tiga shift.
3. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kiekkas (2010) yang berjudul
“Level and Correlates of Burnout Among Orthopaedic Nurses in
Greece” dengan desain penelitian deskriptif untuk mengetahui tingkatan
dan faktor yang berhubungan dengan burnout syndrome pada perawat
ortopedik. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa burnout syndrome
memiliki hubungan yang signifikan dengan beban kerja perawat (p
value=0,005). Kiekkas (2010) juga menyebutkan beban kerja yang
tinggi secara spesifik berpengaruh pada salah satu dimensi dari burnout
syndrome yaitu physical and emotional exhaustion.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Esti Andarini (2018) dengan judul
“Analisis Faktor Penyebab Burnout Syndrome dan Job Satisfaction
Perawat di Rumah Sakit Petrokimia Gresik” dengan desain penelitian
menggunakan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh perawat yang bekerja di Rumah Sakit Petrokimia Gresik
sebanyak 140 perawat. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa
individual effort factors tidak berpengaruh terhadap burnout syndrome
20
20
(p = 0,821; β = -0,020). Sedangkan organizational effort factors (p =
0,00; β = -0,567) dan work environment (p = 0,005; β = -0,223) memiliki
pengaruh terhadap burnout syndrome.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Burnout Syndrome
a. Pengertian
Terdapat beberapa model teori tentang burnout syndrome yang
telah digunakan sebagai dasar penelitian antara lain sebagai berikut:
1) Freudenberger’s Burnout Theory (1974)
Istilah burnout syndrome pertama kali diperkenalkan
oleh seorang psikolog bernama Herbert J. Freudenberger.
Burnout syndrome berdasarkan pengalamannya bersama
para sukarelawan yang bekerja dalam sebuah klinik.
Freudenberger dan beberapa sukarelawan mulai merasaan
penurunan emosional disertai gejala yang saat ini dikenal
sebagai burnout syndrome (Freudenberger, 1974).
Beberapa tanda perilaku dari burnout syndrome yaitu
karyawan mulai mudah marah, mudah menangis, mulai
muncul perilaku mencurigakan diikuti dengan perasaan
bahwa mereka merasa menjadi korban (Freudenberger,
1974).
2) Edelwich dan Brodsky (1980)
Hasil akhir dari proses burnout syndrome berupa
turnover yaitu meliputi antusiasme, stagnasi, frustrasi,
12
12
apatis, dan tahap terakhir adalah intervensi. Tahap
intervensi merupakan tahap dimana para karyawan
memutuskan untuk meninggalkan organisasi, beralih dari
pekerjaan dan menyesuaikan tanggung jawab pekerjaan
(Edelwich dan Brodsky, 1980).
3) Cherniss’ Burnout Syndrome Theory (1980)
Burnout syndrome merupakan proses yang terus
berkembang dari waktu ke waktu. Berbeda dengan teori
yang dikemukakan oleh Freudenberger. Burnout syndrome
merupakan suatu proses dimana terjadi suatu perubahan
perilaku negatif sebagai respon terhadap tekanan dan stress
pekerjaan dalam waktu yang berkepanjangan. Seseorang
yang mengalami burnout syndrome akan menjadi
kehilangan semangat atau putus asa, pesimis, melakukan
kesalahan dalam pekerjaan, apatis, mudah marah kepada
pasien atau rekan kerja, tidak mau menerima perubahan
dan kehilangan kreativitas.
Burnout syndrome berbeda dengan stress (Cherniss,
1980). Karyawan yang mengalami burnout syndrome akan
merasa kehilangan motivasi dan putus asa, sedangkan
ketika seseorang mengalami stress maka cenderung
bertindak emosional secara berlebihan (Porter, 2007).
Stress berkepanjangan dapat berpotensi menjadi burnout
13
13
syndrome, sedangkan kondisi burnout syndrome yang
dialami oleh seseorang belum tentu disebabkan oleh stress.
4) Maslach and Jackson (1981)
Burnout syndrome merupakan sindrom kelelahan
emosional dan sinisme yang sering kali terjadi pada orang-
orang yang bekerja (Maslach dan Jackson, 1981). Burnout
syndrome yang terjadi merupakan suatu respon terhadap
stressor antar personal terkait dengan pekerjaan (Leiter dan
Maslach, 1988). Burnout syndrome terdiri dari tiga
dimensi yaitu emotional exhaustion (kelelahan emosi),
depersonalization (depersonalisasi), dan personal
accomplishment (capaian diri). Masing-masing dimensi
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
a) Emotional Exhaustion (Kelelahan Emosional)
Dimensi pertama dalam burnout syndrome
yaitu kelelahan emosional dimana perawat merasa
tidak ingin sepenuhnya memberikan pelayanan
secara psikologis. Ketika perawat merasakan
kelelahan emosional, mereka tetap merasa lelah
meskipun sudah istirahat cukup dan kurang
bersemangat dalam melakukan aktivitas. Perawat
yang mengalami burnout syndrome akan menghindar
14
14
atau mengulur waktu jika menghadapi pekerjaan
yang harus melakukan kontak dengan pasien (Leiter
& Maslach, 1988).
Kelelahan emosional ditandai dengan
kelelahan yang berkepanjangan baik secara fisik,
mental, maupun emosional. Ketika pekerja
merasakan kelelahan (exhaustion), mereka
cenderung berperilaku overextended baik secara
emosional maupun fisik, tidak mampu
menyelesaikan masalah mereka, tetap merasa lelah
meski sudah istirahat yang cukup, dan kurang energi
dalam melakukan aktivitas (Leiter & Maslach, 2004).
b) Depersonalization (Depersonalisasi)
Dimensi kedua dalam burnout syndrome
yaitu depersonalisasi yang ditandai dengan sikap
sinis, cenderung menarik diri dari lingkungan kerja.
Dimensi ini disebut dengan depersonalisasi yaitu
memisahkan diri dari orang lain, menunjukkan emosi
yang dingin, menunjukkan reaksi negatif terhadap
perilaku orang lain, misalnya memperlakukan pasien
dengan kurang baik dan mudah marah. Ketika
perawat cenderung dingin, menjaga jarak, cenderung
tidak ingin terlibat dengan lingkungan kerjanya.
15
15
Depersonalisasi juga merupakan cara untuk terhindar
dari rasa kecewa. Perilaku negatif seperti ini dapat
memberikan dampak yang serius pada efektifitas
kerja (Leiter & Maslach, 2004).
c) Personal Accomplishment (Capaian Diri)
Dimensi ketiga adalah capaian diri karyawan
yang mengalami penurunan sehingga menunjukkan
perasaan negatif, tidak senang dan kurang puas
terhadap pekerjaannya (Maslach dan Jackson, 1981).
Capaian diri yang menurun juga ditunjukkan dengan
hasil evaluasi diri yang buruk, rendahnya hubungan
antar personal, kehilangan semangat, penurunan
produktivitas, dan kurangnya kemampuan
beradaptasi (Xiaoming et al., 2014). Penurunan
capaian diri juga ditandai dengan perasaan tidak
berdaya, merasa semua tugas yang diberikan berat.
Ketika perawat merasa tidak efektif, mereka
cenderung mengembangkan rasa tidak mampu.
Setiap pekerjaan terasa sulit dan tidak bisa
dikerjakan, rasa percaya diri berkurang. Pekerja
menjadi tidak percaya dan orang lain tidak percaya
dengannya (Leiter & Maslach, 2004).
16
16
5) Schaufeli et al. (1996) mengoperasionalisasikan burnout
syndrome sebagai sebuah kapasitas umum dan
mendiskripsikan sebagai konstruk multidimensi yang
terdiri dari kelelahan emosional, sinisme atau
depersonalisasi, dan penurunan prestasi yang terjadi
karena karyawan merasakan emosional yang berlebihan di
tempat kerja, memiliki perasaan negatif terhadap
pekerjaannya, dan memilki perasaan yang kurang
berkompeten terhadap pekerjaan.
6) Maslach & Jackson (2008) menjelaskan bahwa burnout
syndrome sebagai sebuah sindrom kelelahan emosional
dan sinisme yang sering kali terjadi diantara orang-orang
yang bekerja meliputi tiga dimensi yaitu emotional
exhaustion (kelelahan emosional), depersonalization
(depersonalisasi) dan personal accomplishment (capaian
diri).
Kesimpulan dari teori diatas adalah burnout syndrome sebagai
proses perubahan perilaku negatif yang terjadi sebagai respon dari
stress dan tekanan pekerjaan dalam jangka waktu yang lama.
Beberapa teori menyebutkan bahwa istilah burnout dan burnout
syndrome sebenarnya memiliki pengertian dan dimensi yang sama.
Penelitian ini akan menggunakan teori dari Maslach & Jackson
17
17
karena lebih detail yaitu meliputi 3 dimensi dalam burnout
syndrome, diantaranya adalah emotional exhaustion (kelelahan
emosional), depersonalization (depersonalisasi), dan personal
accomplishment (capaian diri). Penilaian tingkat burnout syndrome
pada perawat diukur dengan menggunakan MBI (Maslach Burnout
Syndrome Inventory). Maslach dan Jackson (1981) telah
mengembangkan MBI untuk mengetahui burnout syndrome pada
beberapa pekerjaan di pelayanan masyarakat. Penelitian yang
dilakukan oleh Sabbah et al. (2012) tentang pengujian validitas dan
reliabilitas instrumen MBI (Maslach Burnout Syndrome Inventory)
di Lebanon menunjukkan hasil dari pertanyaan dalam instrumen
tersebut serupa dengan MBI versi US. MBI dapat digunakan sebagai
instrumen untuk mengukur burnout syndrome pada perawat di
wilayah yang lebih luas.
b. Faktor yang Mempengaruhi Burnout Syndrome
Burnout syndrome telah menjadi fenomena psikologis yang
cenderung bekerja melawan peningkatan kinerja seseorang,
efektivitas dan keluaran organisasi. Pekerjaan yang penuh tekanan
membutuhkan upaya individu dan organisasi untuk mengatasi
burnout syndrome. Bektas (2013) menyebutkan individual effort
factor dan organizational effort factor merupakan faktor yang
mempengaruhi burnout syndrome. Faktor-faktor tersebut dapat
diidentifikasi sebagai faktor intrinsik dan ekstrinsik. Upaya individu
18
18
merupakan faktor intrinsik dan upaya organisasi merupakan faktor
ekstrinsik.
1) Individual effort
a) Berfikir positif
Stres kerja berhubungan negatif dengan efisiensi diri
dan berhubungan positif dengan burnout. Stres kerja menjadi
prediktor dari burnout, dan pada saat yang sama harus
menjadi variabel dependen dari efisiensi diri. Dengan
demikian, berpikir positif dikemukakan menempatkan
tekanan kerja antara faktor sumber daya pribadi dan
konsekuensi burnout (Schwarzer & Hallum, 2008). Selain
mengurangi stres negatif, kenyamanan dan berfikir positif
akan menciptakan nilai dan keseimbangan yang lebih besar
dalam hidup (Bird, 2006).
b) Creative behavior
Berfikir positif menciptakan perilaku yang positif.
Hal ini menjadi pemicu perilaku yang kreatif. Masalah ini
tidak hanya orang yang memiliki tanggung jawab tersendiri
tetapi juga manajer. Bagi para manajer, manajemen stres
mengacu pada perilaku adaptif mengubah aspek lingkungan
atau orang sedemikian rupa sehingga mengurangi respons
stres dan meningkatkan kesehatan organisasi atau individu
(Adhia et al., 2010). Berfikir kreatif dan perilaku yang kreatif
19
19
memusatkan perhatian pada kepribadiannya atau
pekerjaannya, sehingga mereka berkonsentrasi pada
tenggung jawab mereka masing-masing (Bektas &
Peresadko, 2013).
c) Determination and Complience
Tekad dan kepatuhan merupakan faktor pendorong
bagi seseorang. Semakin tinggi niat dan patuh, maka
semakin terintegrasi di tempat kerja mereka. Beberapa faktor
yang mempengaruhi tekad dan kepatuhan seseorang, salah
satu faktornya adalah orang-orang yang terikat dalam
kehidupan kerja. Inilah lima alasan mengapa orang lain
memiliki pengaruh saat mereka memiliki kesempatan. Lima
alasan tersebut meliputi: (1) ketidakpedulian, (2) kurangnya
keyakinan, (3) perasaan takut, (4) tingkat percaya diri yang
rendah, (5) kebanggaan (Allan, 2011).
2) Organizational effort
a) Support of Workmates (dukungan rekan kerja)
Dukungan rekan kerja mengurangi burnout
syndrome untuk pekerja. Dukungan terhadap teman dan
kepemimpinan partisipatif secara signifikan mengurangi
kelelahan emosional (Babakus et al., 2011).
20
20
b) Managerial Support (dukungan atasan)
Terdapat hubungan yang sangat erat antara dukungan
atasan dengan burnout syndrome (Bektas & Paresadko,
2013). Dukungan dari manajer menawarkan sumber daya
interpersonal yang dapat membantu menciptakan
lingkungan kerja yang mendukung dan memenuhi regulasi
sumber daya terutama untuk karyawan yang mengalami
stres. Suatu penelitian menunjukkan bahwa dukungan dari
atasan terhadap bawahannya dengan memberikan
kepedulian merupakan sumber kunci yang digunakan
karyawan untuk mengatasi disfungsional pekerjaan atau efek
stress pada kinerja dan kesejahteraan karyawan (Chan &
Wan, 2012). Berikut 5 contoh dukungan manajer (Jim &
Finkelstein, 2012) yaitu: (1) pendengar yang baik, (2)
empowerer, (3) mentor, (4) creator, (5) menciptakan suasana
nyaman bagi karyawan.
c) Organizational Atmosphere
Perilaku organisasi timbul dari motivasi intrinsik
termasuk mood yang positif dan kebutuhan akan berprestasi
(Mohanty & Rath, 2012).
21
21
3) Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dapat menentukan kemungkinan
munculnya burnout seperti beban kerja yang berlebihan, konflik
peran, jumlah individu yang harus dilayani, tanggung jawab
yang harus dipikul, pekerjaan rutin yang dilakukan terus-
menerus dan yang bukan rutin, ambiguitas peran, dukungan
sosial dari rekan kerja yang tidak memadai, dukungan sosial dari
atasan tidak memadai, kontrol yang rendah terhadap pekerjaan
dan kurangnya stimulasi dalam pekerjaan. Lingkungan kerja
terbagi menjadi 2 yaitu:
a) Lingkungan kerja fisik
Lingkungan kerja fisik menurut Sedarmayanti (2009)
yaitu semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar
tempat kerja dimana dapat mempengaruhi karyawan baik
secara langsung maupun tidak langsung.
b) Lingkungan kerja non fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan
yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik
hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan
kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan kerja
non fisik merupakan lingkungan kerja yang dapat
membangun suatu iklim dan suasana kerja yang bisa
22
22
membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan
bersama (Andarini, 2018).
4) Karakteristik individu
Sumber dari dalam diri individu merupakan salah satu
penyebab timbulnya burnout. Sumber tersebut dapat
digolongkan atas tiga karakteristik yaitu:
a) Faktor demografi
Mengacu pada perbedaan jenis kelamin, status
pernikahan, usia, pendidikan. Berikut penjelasan
mengenai faktor-faktor demografi sebagai berikut:
(1) Jenis kelamin
Menurut Baron dan Byrne (2003)
mendefisinikan jenis kelamin sebagai istilah biologi
berdasarkan perbedaan anatomi dan fisik antara laki-
laki dan perempuan. Peran jenis kelamin umumnya
menjadi faktor penentu burnout dalam pekerjaan.
Ketika laki-laki maupun perempuan bekerja dalam
profesi yang dianggap bersifat feminim atau
maskulin, pekerja dapat mengalami tekanan untuk
menyesuaikan diri (Fatmawati, 2012). Berdasarkan
Maslach, Schaufeli, Leither (2001) seorang wanita
akan mengalami level burnout lebih tinggi dari
seorang laki-laki. Kemudian Sihotang (2004) yang
23
23
meneliti tentang burnout dan jenis kelamin
menemukan hasil bahwa terdapat perbedaan burnout
antara pekerja laki-laki dan perempuan. Secara jelas
hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa wanita
memperlihatkan frekuensi lebih besar untuk
mengalami burnout daripada pria. Hal ini disebabkan
karena seringnya wanita merasakan kelelahan
emosional.
(2) Status pernikahan
Menurut Maslach, Schaufeli, Leither (2001)
status pernikahan juga berpengaruh terhadap
timbulnya burnout. Seseorang yang tidak menikah
(yang paling utama yaitu laki-laki) akan lebih mudah
terkena burnout dibandingkan dengan yang sudah
menikah. Seseorang yang single berdasarkan
pengalaman mengalami level burnout yang lebih
tinggi dibandingkan dengan orang yang sudah
bercerai. Menurut Farber dan Maslach dalam
Fatmawati (2012) dibandingkan antara seseorang
yang memiliki anak dan yang tidak memiliki anak,
maka seseorang yang memiliki anak cenderung
mengalami tingkat burnout yang lebih rendah.
Alasannya adalah:
24
24
(a) Seseorang yang telah berkeluarga pada
umumnya cenderung berusia lebih tua, stabil dan
matang dalam berpikir.
(b) Keterlibatan dengan keluarga dan anak dapat
mempersiapkan mental seseorang dalam
menghadapi masalah pribadi dan konflik
emosional.
(c) Kasih sayang dan dukungan sosial dari keluarga
dapat membantu seseorang dalam mengatasi
tuntutan emosional dalam pekerjaan. 4)
Seseorang yang telah berkeluarga memiliki
pandangan yang lebih realistis
(3) Pendidikan
Menurut Maslach, Schaufeli, Leither (2001)
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin tinggi level burnout
dibanding pekerja dengan pendidikan yang lebih
rendah. Menurut Maslach dalam Fatmawati (2012)
menyatakan bahwa orang dengan empat tahun kuliah
(sarjana) merupakan yang paling berisiko terkena
burnout, diikuti oleh tingkat pendidikan
pascasarjana. Mereka yang berpendidikan di bawah
sarjana memiliki risiko lebih sedikit, hal ini
25
25
dikarenakan beban kerja yang diemban juga tidak
sama.
(4) Masa Kerja
Menurut Siagian (2008) menyatakan bahwa
masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang
bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan.
Menurut Maslach, Schaufeli, Leither (2001)
menjelaskan bahwa tidak ada lama masa kerja yang
spesifik yang dapat membuat seseorang mengalami
burnout, Namun semakin lama seseorang bekerja
maka semakin berisiko terjadinya burnout.
b) Faktor kepribadian (Locus of Control)
Faktor kepribadian yaitu pada dasarnya merupakan
sebuah karakteristik psikologi dan perilaku yang dimiliki
individu yang lainnya. Salah satunya yaitu locus of
control. Menurut Rotter dalam Triwijayanti (2016) locus
of control mengacu pada keyakinan seseorang dalam
kontrol dirinya dalam peristiwa kehidupan, dan
pemecahan masalah. Locus of control terbagi menjadi
dua yaitu internal locus of control dan eksternal locus of
control. Individu yang percaya pada kemampuan mereka
untuk mempengaruhi hasil diklasifikasikan sebagai
26
26
individu yang memiliki locus of control internal.
Individu yang percaya bahwa hasil adalah fungsi dari
kekuatan eksternal diluar kontrol locus of control
eksternal (Phares dalam Triwijayanti, 2016).
c. Gejala burnout syndrome
Freudenberger dan Richelson dalam Sari (2014) menyatakan
bahwa terdapat 11 gejala yang terlihat pada penderita burnout, yaitu:
1) Kelelahan yang merupakan proses kehilangan energi disertai
keletihan.
2) Lari dari kenyataan merupakan alat untuk menyangkal
penderitaan yang dialami
3) Kebosanan dan sinisme, kondisi penderita merasa tidak tertarik
lagi akan kegiatan yang dikerjakannya, bahkan timbul rasa
bosan dan pesimis akan bidang pekerjaan tersebut.
4) Emosional, hal ini dikarenakan selama ini individu mampu
mengerjakan pekerjaannya dengan cepat dengan menurunnya
kemampuan mengerjakan pekerjaan secara cepat, akan
menimbulkan gelombang emosional pada diri sendiri.
5) Merasa yakin akan kemampuan dirinya, selalu menganggap
dirinya sebagai yang terbaik.
6) Merasa tidak dihargai.
7) Disorientasi.
8) Masalah psikosomatis.
27
27
9) Curiga tanpa alasan yang jelas
10) Depresi.
11) Penyangkalan kenyataan akan keadaan dirinya sendiri.
d. Dampak burnout syndrome
Burnout syndrome memiliki konsekuensi yang sangat negatif.
Burnout dapat mempengaruhi kesehatan fisik atau mental seseorang,
sehingga menimbulkan gangguan psikosomatik seperti perubahan
mukosa, kelainan kardiorespirasi, sakit kepala, dan lainnya.
Gangguan psikopatologis seperti kecemasan, perilaku obsesif-
kompulsif, depresi, dan kecanduan (Campayo et al., 2016).
1) Fisik (Physical)
Sakit kepala, insomnia, nyeri osteomuskular, kelainan
gastrointestinal, kelainan jantung, kelelahan kronis.
2) Psikologis (Psychological)
a) Perasaan hampa, kelelahan, kegagalan dan ketidakberdayaan
b) Harga diri rendah dan pemenuhan professional
c) Nervousness dan gelisah
d) Kehilangan nilai dan harapan
e) Modifikasi konsep diri
f) Kesulitan berkonsentrasi
g) Toleransi yang rendah akan frustrasi
h) Agresivitas
28
28
3) Perilaku (Behavioral)
a) Perilaku adiktif dan penghindaran
b) Ketidakmampuan untuk menjalani kehidupan yang santai
c) Perilaku berisiko tinggi
d) Meningkatkan iritabilitas dan rendahnya kinerja pribadi
e) Disorganisasi
e. Pengukuran Terhadap Burnout
Pengukuran burnout dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Maslach Burnout Inventory
No Alat Ukur
Burnout
Kelebihan Kekurangan
1 The Burnout
Measure (BM)
Digunakan untuk
pengukuran pada
pekerja selain pekerja
sosial.
Hanya satu
dimensi yang
dianalisis yaitu
Individual's
Level of
Exhaustion
(Hardy, dkk.,
1998).
2 The Maslach
Burnout
Inventory
(MBI)
(Dorman,
2003)
(Maslach,
1981)
Terdapat tiga jenis
berdasarkan subjek
yang akan diteliti:
29
29
The Maslach
Burnout
Inventory
Educator
Survey (MBI-
ES)
Terdapat tiga dimensi
yang dianalisis yaitu:
a) Emotional
Exhaustion
b) Depersonalization
c) A feeling of low
personal
accomplishment
Hanya dapat
digunakan pada
guru atau yang
berperan dalam
lingkup
pendidikan.
The Maslach
Burnout
Inventory
General Survey
(MBI-GS)
Terdapat tiga dimensi
yang dapat dianalisis
yaitu:
a. Exhaustion
b. Cynicism
c. The Professional
Efficacy (mirip
dengan Personal
Accomplishment)
Hanya dapat
digunakan pada
pekerjaan yang
bersifat umum,
tidak bisa
digunakan pada
pekerja yang
sifatnya
melayani klien.
The Maslach
Burnout
Inventory
Human Service
Survey
(MBIHSS)
Terdapat tiga dmensi
yang dapat dianalisis
yaitu:
1. Emotional
Exhaustion
2. Depersonalization
3. A feeling of low
personal
accomplishment
Hanya
digunakan untuk
pekerjaan yang
melakukan
pelayanan
terhadap klien.
Sumber: Hardy, dkk., Dorman, Maslach dalam Saputri (2017)
MBI sendiri merupakan gold standard untuk mengukur
burnout (Maslach dan Laiter, 2008). Maka dari itu dalam penelitian
ini peneliti menggunakan MBI-HSS karena MBI-HSS digunakan
untuk pekerja yang melakukan pelayanan terhadap klien.
Arezes, dkk., (2016) menyebutkan item-item tersebut ditulis
dalam bentuk pertanyaan tentang perasaan pribadi atau perilaku.
Jawaban dari pertanyaan tersebut dijawab berdasarkan frekuensi
30
30
pengalaman pekerja. MBI-HSS ini terdiri dari 21 item pertanyaan
dengan mengelompokkan tiga variabel pertanyaan, yaitu emosional,
depersonalisasi, dan pencapaian personal. (Maslach et al.,
Rothmann dalam Rosita 2016)
Terdapat 21 point pertanyaan pada kuesioner Maslach
Burnout Inventory Human Service Survey (MBI-HSS), secara
general skalanya yaitu mulai dari 1 (satu) artinya "tidak pernah”
hingga 4 (empat) artinya "selalu”. Dalam mengukur burnout dengan
menggunakan MBI-HSS dilakukan dengan menggunakan scoring
pada jumlah seluruh pertanyaan yang ada dalam kuesioner (Maslach
dan Jackson, 1981).
2. Beban Kerja
a. Pengertian
Menurut SNI 7269 (2009) menyatakan bahwa beban kerja
merupakan beban yang dialami oleh tenaga kerja sebagai akibat
pekerjaan yang dilakukan olehnya. Pengaruh beban kerja cukup
dominan terhadap kinerja sumber daya manusia tetapi dapat juga
menimbulkan efek negatif terhadap keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja.
b. Beban Kerja Perawat
Menurut Sarwili (2015) beban kerja perawat adaah seluruh
kegiatan atau aktivitas yang dilakukan perawat dengan jenis
31
31
pekerjaan dan beratnya pekerjaan yang ditetapkan dalam satuan
waktu tertentu di suatu unit pelayanan keperawatan. Beban kerja
perawat merupakan seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan
oleh perawat selama tugas disuatu unit pelayanan keperawatan.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Beban kerja
yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat
mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit
akibat kerja (Efendy, 2009). Beban kerja perawat dapat dilihat dari
aspek seperti tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utama dan
fungsi tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang dirawat per
hari, per bulan dan per tahun, kondisi pasien, rata-rata pasien
dirawat, tindakan langsung dan tidak langsung yang dibutuhkan
pasien, frekuensi masing-masing tindakan yang diperlukan dan rata-
rata waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan tindakan
(Nursalam, 2014).
Menurut Carayon dan Alvarado (2007) beban kerja perawat
mempunyai enam dimensi yaitu:
1) Beban kerja fisik (physical workload)
Beban kerja fisik yang dilakukan oleh perawat buakan
hanya terdiri dari tindakan keperawatan langsung seperti
mengangkat, memindahkan, dan memandikan pasien, tetapi juga
tindakan keparawatan tak langsung seperti mengambil dan
mengirim alat-alat medis kebagian lain, repetisi perjalanan
32
32
keunit lain akibat adanya peralatan yang hilang atau tidak
perfungsi, atau bukan perjalanan kebagian yang sangat jauh dari
unit tempat ia berkerja (seperti pusat sterilisasi alat medis atau
ruang rawat lain) yang mana hal ini meningkatkan aktifitas
berjalan (fisik) dari perawat. Selain itu, tatanan ruang secara
ergonomik dan fisik dari ruang seringkali menambah beban
kerja perawat. Keterbatasan luas ruang rawat dan tempat
penyimpanan alat seringkali menimbulkan masalah. Kesibukan
dan keterbatasan waktu menyebabkan banyak perawat lebih
memilih untuk melakukan pekerjaan tersebut sendirian dari pada
meminta bantuan kepada perawat atau tenaga lain.
2) Beban kerja kognitif (cognitive workload)
Beban kerja kognitif berhubungan dengan kebutuhan para
perawat untuk memproses informasi yang sering kali terjadi
dalam waktu singkat. Banyak situasi tertentu yang
mengharuskan perawat mengambil keputusan secara cepat yang
mana ini berarti perawat harus secara cepat pula melakukan
penyesuaian kognitif terhadap pasien sepanjang pasien dirawat,
baik yang terencana (misal perubahan jadwal dinas) maupun
yang tidak terencana (perubahan kondisi pasien secara tiba-tiba).
Selain itu perawat secara terus menerus tetap melakukan tugas-
tugas kognitifnya selama melakukan lainnya (misal pemberian
obat, mengambil alat-alat yang diperlukankan pasien).
33
33
3) Tekanan waktu (time pressure)
Tekanan waktu berhubungan dengan hal-hal yang harus
dilakukan secara cepat dan dalam waktu yang sangat terbatas.
Tugas yang dilakukan oleh para perawat sangat banyak, yang
dilakukan sesuai dengan waktu yang bersifat regular atau
kekerapannya (misal memberikan obat, mengkaji, mengukur
hasil, mendokumentasikan). Adanya gangguan pada tugas yang
telah terpola ini menimbulkan peningkatan terhadap waktu yang
ada.
4) Beban kerja emosional (emotional workload)
Beban kerja emosional lazim terjadi pada lingkungan kerja.
Terkadang persepsi perawat dengan keluarga sering kali tidak
sama yang mana hal ini menimbulkan konflik dan masalah.
5) Beban kerja kuantitatif (quantitative workload) dan beban kerja
kualitatif (qualitative workload)
Beban kerja kuantitatif didefinisikan sebagai jumlah
pekerjaan yang dilakukan; sedangkan beban kerja kualitatif
dinyatakan sebagai tingkat kesulitan dari pekerjaan yang
dilakukan. Beban kerja kuantitatif perawat dapat diukur dengan
menggunakan alat pengukur beban kerja berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien yang mengukur jumlah pekerjaan yang
dilakukan oleh perawat. Sedangkan beban kerja kualitatif
34
34
berhubungan dengan jam kerja (work hours) yaitu jumlah
peningkatan pekerjaan yang dilakukan perawat sesuai dengan
peningkatan jumlah jam kerja.
6) Variasi beban kerja (workload variability)
Variasi beban kerja adalah perubahan beban kerja yang
berkesinambungan pada waktu tertentu. Situasi genting adalah
contoh lain dari variasi beban kerja dimana pada keadaan ini
tiba-tiba beban kerja meningkat sebagai konsekuensi adanya
situasi gawat pada pasien, sehingga mereka harus berkonsentrasi
menghadapi kondisi pasien yang tidak stabil.
Analisa beban kerja perawat dapat dilihat dari aspek-aspek
seperti tugas-tugas yang dijalankan berdasarkan fungsi utama dan
tugas tambahan yang dikerjakan, jumlah pasien yang harus dirawat,
kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang diperoleh, waktu
kerja yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan
jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas
yang dapat membantu perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik
(Syaer, 2010).
c. Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperatif merupakan proses keperawatan untuk
mengembangkan rencana asuhan secara individual dan
mengkoordinasikan serta memberikan asuhan pada pasien yang
35
35
mengalami pembedahan atau prosedur invasif (AORN, 2013).
Menurut Majid (2011) keperawatan perioperatif merupakan istilah
yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi
keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan
pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang
mencakup tiga tahap dalam suatu proses pembedahan yaitu tahap
pre operasi, tahan intra operasi, dan pasca operasi. Masing-masing
tahap aktivitas atau intervensi keperawatan dan dukungan dari tim
kesehatan lain sebagai satu tim dalam pelayanan pembedahan.
Perawat kamar bedah (operating room nurse) adalah
perawat yang memberikan asuhan keperawatan perioperatif kepada
pasien yang akan mengalami pembedahan yang memiliki standar,
pengetahuan, keputusan, serta keterampilan berdasarkan prinsip-
prinsip keilmuan khususnya kamar bedah (HIPKABI, 2014).
Keperawatan perioperatif dilakukan berdasarkan proses
keperawatan sehingga perawat perlu menetapkan strategi yang
sesuai dengan kebutuhan individu selama periode perioperatif (pre,
intra, dan post operasi) (Muttaqin, 2009).
Perawat kamar bedah bertanggung jawab mengidentifikasi
kebutuhan pasien, menentukan tujuan bersama pasien dan
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Selanjutnya,
perawat kamar bedah melakukan kegiatan keperawatan untuk
mencapai hasil akhir pasien yang optimal (HIPKABI, 2012).
36
36
Perawat kamar bedah dalam pelayanannya berorientasi pada respon
pasien secara fisik, psikologi spiritual, dan sosial-budaya (AORN,
2013).
36
11
d. Tugas Perawat pada Fase Pre Operasi
Keperawatan pre operasi merupakan tahap awal dari
keperawatan perioperatif. Pada tahap ini tugas seorang perawat
dapat memberikan sugesti positif untuk menurunkan kecemasan
pasien menjelang operasi (Majid, 2011). Kegiatan perawat antara
lain, melakukan pengkajian, meminta informed consent, dan
memberikan pendidikan pasien pre operasi.
e. Tugas Perawat pada Fase Intra Operasi
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk kamar bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan atau ruang
perawatan intensif (HIPKABI, 2012). Pengkajian yang dilakukan
perawat kamar bedah pada fase intra operatif lebih kompleks dan
harus dilakukan secara cepat dan ringkas agar segera dilakukan
tindakan keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali
masalah pasien yang bersifat resiko maupun aktualakan didapatkan
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman keperawatan.
Implementasi dilaksanakan berdasarkan pada tujuan yang
diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim operasi, serta
melibatkan tindakan independen dan dependen (Muttaqin, 2009).
Perawat scrub atau di Indonesia juga dikenal sebagai
perawat instrumen merupakan perawat kamar bedah yang memiliki
tanggung jawab terhadap manajemen area operasi dan area steril
37
37
pada setiap jenis pembedahan (Muttaqin, 2009). Menurut
Association of Perioperative Registered Nurse (AORN), perawat
scrub bekerja langsung dengan ahli bedah di bidang steril,
operasional instrumen, serta bagian lain yang dibutuhkan selama
prosedur operasi (Litwack, 2009).
Perawat instrumen adalah seorang tenaga pearwat
profesional yang diberikan wewenang dan ditugaskan dalam
pengelolaan alat atau instrumen pembedahan selama tindakan
dilakukan. Optimalisasi dari hasil pembedahan akan sangat
didukung oleh peran perawat instrumen. Beberapa modalitas dan
konsep pengetahuan yang diperlukan perawat instrumen adalah cara
persiapan instrumen berdasaran tindakan operasi, teknik penyerahan
alat, fungsi instrumen dan perlakuan jaringan (HIPKABI, 2012).
Peran dan fungsi perawat instrumen meliputi: melakukan
desinfeksi area pembedahan dan drapping. Mengatur meja steril,
menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang
dibutuhkan untuk pembedahan. Membantu dokter bedah selama
prosedur pembedahan dengan melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan seperti mengantisispasi instrumen yang dibutuhkan, spo,
kasa, drainage, dan peralatan lainnya. Memonitor kondisi pasien
ketika pasien dibawah pengaruh anestesi. Saat luka ditutup perawat
harus mengecek semua peralatan dan material untuk memastikan
bahwa semua jarum, kasa, dan instrumen sudah dihitung lengkap.
38
38
Perawat sirkuler adalah perawat profesional yang diberi
wewenang dan tanggung jawab membantu kelancaran tindakan
pembedahan. Peran perawat sirkuler adalah menjadi penghubung
antara area steril dan bagia kamar operasi lainnya. Menjamin
perlengkapan yang dibutuhkan oleh peerawat instrumen merupakan
tugas lain dari perawat sirkuler (Majid, 2011). Tanggung jawab
perawat sirkuler utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu
yang sesuai, kelembaban, pencahayaan, menjaga peralatan tetap
berfungsi dan ketersediaan berbagai material yang dibutuhkan
sebelum, selama, dan sesudah operasi.
Peran dan fungsi perawat sirkulasi meliputi: mempersiapkan
dan mengatur ruang operasi. Melindungi keselamatan dan
kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan
memeriksa kondisi dalam ruang operasi. Memantau praktik asepsis
untuk menghindari pelanggaran teknik aseptis dan mengkoordinasi
perpindahan anggoota tim yang berhubungan dengan tenaga medis,
rontgen, dan petugas laboratorium. Perawat sirkuler juga memantau
kondisi pasien selama operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Perawat anestesi merupakan perawat profesional yang
memiliki wewenang memberikan pelayanan asuhan keperawatan
anestesi kepada pasien perioperatif. Perawat anestesi berperan mulai
dari tahap pra operasi, intra operasi, dan pasca operasi. Pada tahap
pra anestesi, perawat anestesi berperan untuk melakukan sign in
39
39
bersama dokter anestesi. Tahap intra operatif, perawat anestesi
bertanggung jawab terhadap kesiapan instrumen anestesi,
manajemen pasien termasuk posisi pasien yang aman bagi aktivitas
anestesi dan efek yang ditimbulkan dari anestesi. Kolaborasi dalam
pemberian anestesi dan penanganan komplikasi akibat anestesia
antara dokter anestesi dan perawat anestesi, adalah hal yang wajib
dilakukan sebagai anggota tim dalam suatu operasi baik dalam
pemberian anestesi lokal, anestesi umum, dan anestesi regional
termasuk spinal anestesi (Majid, 2011)
f. Tugas Perawat pada Fase Paca Operasi
Peran dan fungsi perawat post operative yaitu memonitor
hemodinamik, mempertahankan jalan napas, mempertahankan
ventilasi/oksigenasi, mempertahankan sirkulasi darah,
mengobservasi, keadaan umum, mengobservasi vomitus dan
drainase, memonitor balance cairan, mempertahankan kenyamanan,
dan mencegah risiko cidera.
g. Penghitungan Beban Kerja
1) Teknik work sampling
Langkah-langkah dari teknik ini adalah identifikasi kategori
mayor dan minor aktivitas perawat, analisa hasil observasi, yaitu
frekuensi untuk spesifik kategori sama dengan persen dengan
persen dari total waktuyang digunakan untuk aktivitas.
40
40
Pengamatan aktivitas perawat dilakukan dengan mengamati hal-
hal spesifik dari pekerjaan apa yang dilakukan oleh perawat pada
waktu jam kerja, apakah kegiatan perawat berkaitan dengan
fungsi dan tugasnya, proporsi waktu kerja digunakan untuk
kegaiatan produktif atau tidak produktif. Selanjutnya beban
kerja perawat dihubungkan dengan waktu dan jadwal kerja
perawat. Dan hal ini didapatkan dengan melakukan survei terkait
pekerjaan perawat di rumah sakit. Pengukuran work sampling
digunakan untuk mengukur aktivitas pegawai dengan
menghitung waktu yang digunakan untuk bekerja dan waktu
yang tidak digunakan untuk bekerja dalam jam kerja mereka
kemudian disajikan dalam bentuk persentase. (Ilyas dalam
Indriasari, 2017)
2) Subjective Workload Assesment Tecnique (SWAT)
Subjective Workload Assesment Tecnique (SWAT)
dikembangkan oleh Reid (1989) dengan metode penskalaan
conjoint dengan dua tahapan pekerjaan di dalam penggunaan
model SWAT yaitu Scale Development dan Event Rating.
SWAT berbeda dengan pengukuran subjektif lainnya karena
dikembangkan dengan teliti dan berakar pada teori pengukuran
formal, khususnya teori pengukuran conjoint. Terdapat
kelebihan dan kekurangan dari pengukuran beban kerja mental
dengan metode SWAT ini. Kelemahan dari SWAT yaitu
41
41
penggunaan kata-kata secara lisan yang berisiko menimbulkan
konotasi yang berbeda setiap individu. (Liu, 2015)
3) Teknik time and motion study atau penelitian waktu dan gerak
Pada teknik ini kita mengamati dan mengamati dengan
cermat tentang kegiatan yang dilakukan oleh personel yang
sedang kita amati. Dengan mengunakan teknik ini bukan hanya
mendapatkan beban kerja pearawat tetapi yang lebih penting
adalah mengetahui dengan baik kualitas kerja perawat.
Pelaksanaan pengamatan untuk pengambilan data ini haruslah
seseorang yang mengetahui secara benar tentang kompetensi
dan fungsi perawat mahir (Indriasari, 2017).
4) Teknik self reporting
Pada teknik ini perawat yang akan diukur beban kerjanya
mencatat sendiri kegiatan yang ditugaskan serta wktu yang
dibutuhkan, yang dilakukan pada jam kerjanya (Swansburg
dalam Indriasari, 2017). Menurut Gillies (1994) sensus pasien
merupakan cara yang umum untuk mengukur beban kerja
keperawatan, tetapi untuk mengetahui secara lebih tepat maka
sensus pasien saja tidak cukup untuk mengukur beban kerja
keperawatan, oleh sebab itu perlu juga diperlihatkan diagnosa
pengobatan pasien, status awal kesehatan pasien, perbedaan
42
42
penyakit dan status psikososial karena akan menentukan
kekompleksan dari perawatan yang dibutuhkan.
5) Teknik time study and task frequency
Teknik ini terdiri dari analisa aktivitas keperawatan yang
spsifik dan bagian-bagian dari tugas. Hal ini dapat dilihat secara
individu dari kapan tugas dimulai sampai tugas diselesaikan.
Jumlah waktu yang digunakan untuk aktivitas keperawatan
digambarkan dalam waktu rata-rata. Termasuk waktu yang
digunakan untuk istirahat dan kegiatan pribadi lainnya. Waktu
rata-rata ditambah dengan waktu istirahat dan kegiatan pribadi
lainnya disebut waktu standar. Kegiatan diukur dengan cara
mengalikan frekuensi kegiatan dengan waktu standar. Frekuensi
dari tugas biasanya didiapatkan dari suatu check list dari laporan
individu terkait tugas, keahlian, dan tempat kerja (Ilyas dalam
Indriasari, 2017).
6) Self assesment menggunakan kuesioner tentang beban kerja
perawat yang berisi 13 item pernyataan dengan skor tiap item
1-4. Teknik self assesment ini memberikan hasil subyektif dari
responden perawat yang mejalankan aktivitas dan merasakan
atau tidak adanya beban kerja pada kegiatannya di kamar operasi
(Nursalam, 2011)
43
43
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Sawili (2015); Bektas & Peresadko
(2013); Maslach & Jackson (1981);
Carayon & Alvarado (2007).
Seluruh kegiatan atau
aktivitas yang
dilakukan perawat
dengan jenis pekerjaan
dan beratnya pekerjaan
yang ditetapkan dalam
satuan waktu tertentu
di suatu unit pelayanan
keperawatan.
Beban Kerja:
1. Beban kerja fisik (physical
workload)
2. Beban kerja kognitif (cognitive
workload)
3. Tekanan waktu (time pressure)
4. Beban kerja emosional (emotional
workload)
5. Beban kerja kuantitatif (quantitative
workload) dan beban kerja kualitatif
(qualitative workload)
6. Variasi beban kerja (workload
variability)
Burnout Syndrome:
1. Emotional exhaustion
(kelelahan emosional)
2. Depersonalization
(depersonalisasi)
3. Personal
accomplishment
(capaian diri)
Faktor-faktor yang mempengaruhi burnout syndrome
Individual Effort
Factors:
1. Positive thinking
2. Creative
behavior
3. Determination
and complience
Organizational
Effort Factors:
1. Support of
Workmates
2. Managerial
Support
3. Organizational
Atmosphere
Work Environment:
1. Physical
2. Psychological
3. Behavioral
44
44
C. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
: diteliti
- - - - - - : tidak diteliti
Variabel Bebas:
Beban Kerja
Variabel Terikat:
Burnout Syndrome
Variabe Pengganggu:
Faktor Kepribadian
45
45
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Notoatmodjo (2010) adalah pernyataan jawaban
sementara dari sebuah masalah penelitian, pernyataan atau pertanyaan
sementara tersebut harus diuji apakah benar (diterima) atau salah (ditolak).
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
Ada hubungan antara beban kerja dengan burnout syndrome pada
perawat kamar operasi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimetal.
Penelitian dilakukan tanpa melakukan intervensi terhadap subyek
penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (potong
lintang) dimana variabel independen dan variabel dependen diamati dalam
satu waktu (periode) yang sama.
B. Subyek Penelitian
Suharsimi Arikunto (2016) memberi batasan subyek penelitian
sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat,
dan yang di permasalahkan. Dalam sebuah penelitian, subyek penelitian
mempunyai peran yang sangat strategis karena pada subyek penelitian itulah
data tentang variabel yang penelitian amati.
Dalam penelitian ini subyek yang diteliti adalah seluruh perawat
yang bertugas di kamar operasi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro sejumlah 30
orang yang terdiri atas perawat bedah dan perawat anestesi.
C. Waktu dan Tempat
1. Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2020.
47
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kamar operasi RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro, Klaten.
D. Variable Penelitian
Variabel mengandung pengertian yaitu ukuran atau ciri yang dimiliki
oleh anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki kelompok
lain. Definisi lain dari variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya
(Notoadmojo, 2010). Jenis variabel menurut hubungan antara variabel
dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu; variabel bebas (independen), variabel terikat
(dependen), dan variabel perancu (confounding).
1. Variabel Bebas
Variabel bebas (independent variabel) merupakan variabel yang
mempengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain (Nursalam,
2017). Dalam penelitian ini variabel bebas yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel terikat adalah beban kerja perawat di
kamar operasi.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat (dependent variabel) merupakan suatu variabel
yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lainnya (Nursalam, 2017).
48
Variabel terikat yang dipengaruhi dalam penelitian ini adalah burnout
syndrome pada perawat di kamar operasi.
3. Variabel pengganggu
Variabel pengganggu (confounding variabel) merupakan suatu
variabel yang nilainya ikut menentukan variabel lain baik secara
langsung maupun tidak langsung (Nursalam, 2017). Variabel
pengganggu dalam penelitian ini adalah faktor kepribadian
E. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional
Cara
Pengukuran
Penilaian Skala
Beban
kerja
Seluruh
kegiatan atau
aktivitas yang
dilakukan
perawat selama
bertugas di
suatu unit
pelayanan
keperawatan
diukur
menggunakan
kuesioner yang
disebar oleh
peneliti dan diisi
oleh masing-
Kuesioner Kriteria
1. Ringan: skor
13-32
2. Berat: skor
33-52
(Nursalam,
2011)
Nominal
49
masing
responden.
Burnout
syndrome
Suatu proses
dimana terjadi
suatu perubahan
perilaku negatif
sebagai respon
terhadap
tekanan dan
stress pekerjaan
dalam waktu
yang
berkepanjangan
diukur
menggunakan
kuesioner MBI-
HSS yang
disebarkan
kepada
responden oleh
peneliti.
Kuesioner Kriteria:
1. Ringan:
1,00-1,75
2. Sedang:
1,76-3,25
3. Berat: 3,26-
4,00
Ordinal
F. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari responden melalui
kuesioner The Maslach Burnout Inventory Human Service Survey (MBI-
HSS) dan Kuesioner Beban Kerja Perawat adopsi dari Nursalam (2011).
50
The Maslach Burnout Inventory Human Service Survey (MBI-HSS)
terdiri atas 21 item pernyataan dengan skor 1 sampai 4. Rentang total skor
yaitu 21-84. Hasil perolehan skor dibagi 4 kemudian dikelompokkan
menjadi 3 kriteria yaitu:
1. Ringan: 1,00-1,75
2. Sedang: 1,76-3,25
3. Berat: 3,26-4,00
Kuesioner beban kerja perawat terdiri dari 13 pernyataan dengan skor
1-4. Total skor dikelompokkan menjadi 2 kriteria yaitu:
1. Ringan: 13-32
2. Berat: 33-52
G. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan
lembar observasi. Penilaian burnout syndrome pada perawat di kamar
operasi menggunakan kuesioner The Maslach Burnout Inventory Human
Service Survey (MBI-HSS) yang disebarkan kepada responden. MBI-HSS
terdiri dari 21 item peryataan. Sebanyak 7 item pernyataan digunakan untuk
mengukur indikator kelelahan emosional, 6 item pernyataan mengukur
indikator depersonalisasi, dan 8 item pernyataan mengukur indikator
capaian diri.
Instrumen penilaian beban kerja perawat menggunakan Kuesioner
Beban Kerja Perawat yang diadopsi dari Nursalam (2011), terdiri dari 13
item pernyataan.
51
H. Uji Validitas dan Reabilitas
Validitas instrumen terkait dengan keabsahan hasil pengukuran atau
pengamatan. Validitas Instrumen menjawab dua pernyataan yaitu
(Supriyanto, 2011):
a. Seberapa jauh alat ukur dapat menghasilkan dengan tepat apa yang
akan diukur (relevansi dengan tujuan).
b. Apakah instrumen tersebut sensitif atau spesifik untuk dapat
menunjukkan keadaan atau gejala dari objek atau orang yang
hendak dipelajari (akurasi).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Esti Andriani (2018),
tentang “Analisis Faktor Penyebab Burnout Syndrome dan Job Satisfaction
Perawat dii Rumah Sakit Petrokimia Gresik”, peneliti menggunakan
kuesioner Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey sebagai
instrumen untuk mengukur tingkat burnout syndrome pada perawat.
Berdasarkan uji dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment
menunjukkan bahwa hasil pengujian validitas menunjukkan hasil valid
karena nilai p<0,05. Sedangkan hasil uji reabilitas menunjukkan hasil yang
reliabel jika nilai alpha conbach>0,6 dan hasil yang diperoleh dari uji
reabilitas yaitu nilai alpha conbach 0,902 sehingga dinyatakan reliabel.
Instrumen kuesioner beban kerja perawat diadopsi dari Nursalam
(2011).
I. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
52
Setelah proposal sudah diajukan di depan pembimbing dan
dinyatakan lulus, persiapan penelitian dimulai dengan mengurus
surat perizinan mulai surat pengantar permohonan perizinan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta sampai dengan perizinan ke
bagian diklat RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten.
2. Tahap pelaksanaan penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan setelah proses perizinan
penelitian telah selesai. Penelitian dilaksanakan di kamar operasi
RSUP dr. Soeradji Titonegoro, Klaten.
Peneliti menyampaikan maksud dan tujuan penelitian
kepada kepala ruang. Peneliti melakukan pengambilan sampel
sejumlah 30 orang, sesuai dengan jumlah perawat yang bertugas di
kamar operasi yang terdiri dari perawat bedah dan perawat anestesi.
Sebelum pengambilan data, peneliti menjelaskan penelitian yang
akan dilakukan. Peneliti menyampaikan maksud dan tujuan
penelitian dan memberikan lembar persetujuan untuk responden.
Peneliti memberikan lembar kuesioner kepada responden dan
menjelaskan cara pengisiannya. Peneliti mengusahakan lingkungan
yang kondusif agar dalam pengisian kuesioner responden tidak
terganggu dan menyampaikan kontrak waktu 10-15 menit untuk
mengisi kuesioner. Pengisian kuesioner dilaksanakan setelah shift
pagi berakhir agar tidak mengganggu kegiatan pelayanan yang
dilakukan perawat.
53
J. Manajemen Data
1. Pengolahan Data
Pengelolaan data pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan program komputer dan secara manual dikutip dari buku
Arikunto (2010), langkah-langkah dalam pengolahan data meliputi:
a. Editing
Tahap ini merupakan tahap kegiatan penyuntingan data yang
telah terkumpul, yaitu dengan cara memeriksa kembali kelengkapan
data. Mengecek identitas responden dan memastikan tidak terdapat
data yang hilang.
b. Coding
Coding dengan memberikan kode angka pada atribut
variabel sehingga akan mempermudah dalam analisis data. Kode
responden dimulai dari angka 1 sampai 30 sesuai jumlah responden.
Kode untuk variabel burnout syndrome yaitu:
1) 1 (satu) artimya “ringan”
2) 2 (dua) artinya “sedang”
3) 3 (tiga) artinya “berat”
Kode untuk variabel beban kerja, yaitu:
1) 1 (satu) artinya “ringan”
2) 2 (dua) artinya “berat”
54
c. Entry
Entry dengan memasukkan data dari pengumpulan data ke
dalam komputer untuk diproses. Jawaban dari responden dalam
bentuk kode dimasukkan dalam perangkat lunak SPSS.
d. Cleaning
Cleaning memeriksa kembali data dari responden yang telah
masuk dalam komputer. Mengoreksi jika terdapat kesalahan dalam
memasukkan kode.
e. Tabulating
Tabulating dilakukan ketika masing-masing data sudah
diberi kode, kemudian untuk memudahkan dalam pengelolaannya,
dibuat tabel-tabel seuai penelitian.
2. Analisa Data
a. Analisa univariat
Menurut Notoadmodjo (2010), analisis univariat yaitu
menganalisa variabel-variabel yang ada secara deskriptif dengan
menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya dilakukan untuk
mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden meliputi
usia, jenis kelamin, pendidikan, dan stastus pernikahan.
Menggunakan rumus :
P = F
n x 100%
55
Keterangan:
P: Proporsi/ jumlah persentase
F: Jumlah responden setiap kategori
n: Jumlah sampel
b. Analisa bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga atau berkorelasi (Notoadmodjo, 2010). Analisis bivariat
dalam penelitian ini dilakuan untuk mengetahui hubungan antara
beban kerja dengan burnout syndrome pada perawat kamar operasi
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro. Untuk membuktikan hipotesis
dalam penelitian dengan menggunakankan uji statistik pearson chi-
square.
Persamaan Pearson Chi Square:
x2 =∑(O − E)
2
E
Dengan df (degree of freedom) = (b-1) (k-1)
Keterangan:
x2 = Pearson chi square
O = nilai observasi
E = nilai ekspektasi
b = baris
k = kolom
56
K. Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan hal yang penting dalam penelitian kesehatan
karena berhubungan langsung dengan responden sehingga perlu
diperhatikan. Sebagai pertimbangan etika peneliti meyakini bahwa
responden dilindungi, dengan menerapkan empat prinsip utama dalam etika
keperawatan (Notoadmodjo, 2012). Etika dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Respect for human
Peneliti menghormati harkat martabat manusia sebagai pribadi yang
memiliki kebebasan berkehendak atau memilih dan bertanggung jawab
secara pribadi terhadap keputusan sendiri. Perhatian responden sangat
diprioritaskan selama proses pengambilan data. Jika calon responden
bersedia mengikuti penelitian maka dapat mendatangani informed
consent.
Subyek penelitian adalah perawat pelaksana yang tidak sedang
dalam kondisi cuti atau sedang pelatihan diluar kota saat pengumpulan
data.
2. Beneficience and non maleficience
Peneliti mengupayakan semaksimal mungkin manfaat sebagai
subyek dan kerugian yang minimal agar tujuan penelitian tercapai.
Peneliti juga memperhatikan beberapa hal yaitu:
57
a. Meminimalkan resiko penelitian agar sebanding dengan manfaat
yang diterima dan selama proses pengumpulan data yang dilakukan
tidak menimbulkan kondisi yang beresiko bagi subyek.
b. Desain penelitian telah dirancang sedemikian rupa dengan
memenuhi persyaratan ilmiah dan berdasarkan referensi terkait.
3. Veracity and fidelity
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Peneliti akan memberikan informasi yang
sebenar-benarnya tantang beban kerja dan burnout syndrome sehingga
hubungan antara peneliti dan responden dapat terbina dengan baik dan
penelitian dapat berjalan dengan baik sesuai tujuan peneliti. Selain itu,
peneliti juga menjunjung tinggi komitmen yang telah disepakati
bersama dengan responden terkait dengan waktu pelaksanaan dan
ruangan yang digunakan.
58
4. Anonimity and confidentiality
Prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang subyek harus dijaga
privasinya. Peneliti harus bisa menjaga kerahasiaan data yang diperoleh
dari responden dan tidak menyampaikan kepada orang lain. Identitas
responden dalam bentuk kode, sedangkan hasil pengukuran hanya
peneliti dan kolektor data yang mengetahui. Selama proses pengolahan
data, analisis, dan publikasi identitas responden tidak diketahui oleh
orang lain. Semua data disimpan selama 2 tahun dan setelah itu
dihancurkan, sedangkan file penelitian akan disimpan di tempat pribadi
peneliti.
5. Justice
Keterlibatan subyek dalam penelitian ini berdasarkan pemilihan
sesuai dengan kriteria, dan semua subyek diperlakukan sama serta adil
pada setiap tahapan penelitian. Peneliti juga bersikap adil dalam
melakukan tiap tahapan penelitian terhadap responden saat
pengumpulan data.
59
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Esti. 2018. Analisis Faktor Penyebab Burnout Syndrome dan Job
Satisfaction Perawat di Rumah Sakit Petrokimia Gresik.
www.journal.lib.unair.ac.id (diakses tanggal 25 Agustus 2019 pukul
16.35).
Anwar, M. Khairul. 2016. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Interaksi
Sosial pada Perawat di Rumah Sakit Islam Surakarta.
www.library.ums.ac.id (diakses tanggal 29 November 2019 pukul 13.00).
Apipah, Nur. 2016. Hubungan Beban Kerja dengan Kinerja Perawat di Ruang
Rawat Inap Kelas III RSUD Purbalingga. www.repository.ump.ac.id
(diakses tanggal 24 November pukul 13.30).
Arezes, dkk. 2016. Occupational Safety and Hygiene IV. London: CRC Press.
Bektas, Cetin., Peresadko, Galyna. 2013. Frame of Workplace Guidance How to
Overcome Burnout Syndrome: A Model Suggestion. Social and
Behavioral Sciences. 84. 879-884.
Bird, Jim. 2006. Balance Requires Evolving Skills. 66-69.
Campayo, G.J., Puebla-Guedea, M., Herrera-Mercadal, P., & Daudén, E. 2016.
Burnout Syndrome and Demotivation Among Health Care Personnel.
Managing Stressful Situations: The Importance of Teamwork. Actas
DermoSifiliográficas. 107(5). 400-406.
Carayon & Alvarado. 2007. Workload and Patient Safety Among Critical Care
Nurses. Critical Care Nursing Clinics of North America. 19(2). 121-129.
Efendy F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik Dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fatmawati, Ria. 2012. Burnout Staf Perpusatakaan Bagian Layanan di Badan
Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi DKI Jakarta.
www.lib.ui.ac.id (diakses tanggal 3 Oktober tahun 2019 pukul 15.20).
Freudenberger, H. J. 1974. Staff Burn-out. Journal of Social Issues. 30(1). 159-
165.
HIPKABI, PP. 2012. Buku Pelatihan Dasar-dasar Bagi Perawat Kamar Bedah.
Jakarta: HIPKABI Press
Ilyas, Y. 2004. Perencanaan SDM Rumah Sakit Teori, Metode, dan Formula.
Jawa Barat: FKM-UI
60
Indriasari, J. 2017. Hubungan Beban Kerja Perawat Ruang Operasi dengan
Kejadian Low Back Pain pada Perawat Ruang Operasi di RSUD Kota
Yogyakarta. Yogyakarta: Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Kiekkas, P. 2010. Level and Correlates of Burnout Among Orthopaedic Nurses
in Greece. Journal of Orthopaedic Nursing.29(3). 203-208.
Leiter, M. P., & Maslach, C. (2004). Areas of Worklife: A Structured Approach
to Organizational Predictors of Job Burnout. Research in occupational
stress and well-being, 3, 91-134.
Maslach, C., Schaufeli, W. B., & Leiter, M. P. 2001. Job Burnout: Annual
Review of Psychology. 52(1). 397-422.
Maslach C., dan Laiter M.P. 2008. Early Predictior of Job Burnout and
Engagement. Jurnal of Applied Psychology. 93. 498-512.
Maslach, C., dan Jackson, S.E. 1981. The Measurement of Experienced Burnout.
Jurnal of Occupational Behavior. 2. 99-113.
Majid Abdul, Judha Muhammad, Istianah Ummi. 2011. Keperawatan
Perioperatif. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Notoatmodjo, S. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan; Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Rosita, Meilani. 2016. Analisis Beban Kerja Mental dan Fisik Perawat Instalasi
Bedah Sentral (IBS) RSUD Kabupaten Karanganyar dengan
Menggunakan Metode NASA-Task Load Index dan Maslach Burnout
Inventory (MBI). Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Sabbah, I. 2012. Burnout Among Lebanese Nurses: Psychometric properties of
the Maslach Burnout Inventory-Human Services Survey (MBI-HS).
Health. 4(9). 644-652.
Sari, Ni Luh Putu Dian Yunita. 2014. Hubungan Beban Kerja Terhadap Burnout
Syndrome pada Perawat Pelaksana Ruang Intermediet RSUP Sanglah.
Jurnal Dunia Kesehatan. 5(2). 87-91.
Sari, Ensan Artha Rusmaya. 2014. Hubungan antara Persepsi Kondisi
Lingkungan kerja dan Persepsi Beban Kerja dengan Burnout.
www.digilib.unisby.ac.id (diakses tanggal 10 Oktober tahun 2019 pukul
20.30).
61
Sarwili, Indri. 2015. Hubungan Beban Kerja Pearawat dengan Kejadian Low
Back Pain (LBP) pada Perawat Pdi RSPI Prof. dr. Sulianti Saroso. Jurnal
Ilmu Kperawatan Indonesia. 5(3).
Schaufeli, W.B., dan Buunk, B.P. 1996. Professional Burnout. Handbook of
Work and Health Psychology. Chichester: John Wiley and Sons Ltd.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2009. SNI 7269 2009 Tentang Penilaian
Beban Kerja Berdasarkan Tingkat Kebutuhan Kalori Menurut
Pengeluaran Energi. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional.
www.sisni.bsn.go.id (diakses tanggal 3 Oktober tahun 2019 pukul 21.20).
Tawale, Efa Novita., Widjajaning Budi., Gartinia Nurcholis. 2011. Hubungan
Motivasi Kerja Perawat dengan Kecenderungan Mengalami Burnout
pada Perawat di RSUD Serui-Papua. www.journal.unair.ac.id (diakses
pada 27 Agustus pukul 19.00).
Triwijayanti, Renny. 2016. Hubungan Locus of Control dengan Burnout pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Xiaoming, Y., Ma, B.J., Chang, C. I & Shieh, C.J. 2014. Effect of Workload on
Burnout and Turnover Intention. Ethno Med. 8(3). 229-237.
62
Lampiran 1
PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN (PSP)
Saya, Annisa Widhiastuti mahasiswa prodi Sarjana Terapan Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
Beban Kerja dengan Burnout Syndrome pada Perawat Kamar Operasi RSUP Dr.
Soeradji
Tirtonegoro Klaten”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
beban kerja dengan burnout syndrome pada perawat di kamar operasi.
Tim peneliti mengajak Bapak/Ibu/Saudara untuk dapat ikut serta dalam
penelitian ini. Penelitian ini membutuhkan 30 responden penelitian.
1. Kesukarelaan mengikuti penelitian Bapak/Ibu/Saudara bebas memilih
mengenai keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Bila sudah
memutuskan untuk mengikuti penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara bebas untuk
mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai sanksi apapun.
2. Prosedur penelitian : Apabila Bapak/Ibu/Saudara bersedia berpartisipasi dalam
penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk menandatangani surat
persetujuan. Setelah Bapak/Ibu/Saudara menandantangani surat persetujuan
maka Bapak/Ibu/Saudara akan dicatat sebagai responden yang selanjutnya
bersedia mengisi Kuesioner Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey
dan Kuesioner Beban Kerja Perawat selama 10-15 menit.
3. Kewajiban Responden Penelitian: sebagai responden penelitian,
Bapak/Ibu/Saudara berkewajiban mengikuti aturan atau petunjuk penelitian
63
seperti yang telah tertulis di atas. Bila ada yang belum jelas Bapak/Ibu/Saudara
dapat menanyakan lebih lanjut pada peneliti.
4. Risiko, efek samping dan penanganannya: penelitian ini tidak mengandung
risiko yang berarti karena peneliti hanya menyebarkan kuisioner kepada
responden.
5. Manfaat: hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang hubungan
beban kerja perawat dengan burnout syndrome pada perawat kamar operasi
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.
6. Kerahasiaan: semua informasi yang berkaitan dengan identitas responden akan
dirahasiakan oleh peneliti dan hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil
penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas subyek penelitian.
7. Pembiayaan: semua pembiayaan yang terkait dengan peneliti akan ditanggung
oleh peneliti.
8. Informasi tambahan: Bapak/Ibu/Saudara diberikan kesempatan untuk
menanyakan hal yang belum jelas sehubungan dengan penelitian. Bila
sewaktuwaktu membutuhkan penjelasan lebih lanjut, Bapak/Ibu/Saudara dapat
menghubungi peneliti (0857-4297-3237) atas nama Annisa Widhiastuti.
64
Lampiran 2
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Yth. Calon Responden
Di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Program Studi
Diploma IV Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta,
nama : Annisa Widhiastuti
NIM : P07120216016
akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Beban Kerja dengan Burnout
Syndrome pada Perawat Kamar Operasi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro”.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi responden.
Kerahasiaan semua informasi akan dijaga dan dipergunakan untuk kepentingan
penelitian. Jika bersedia menjadi reponden dalam penelitian ini, maka saya
memohon kesediaan Ibu/Bapak/Saudara untuk menandatangani lembar
persetujuan yang saya sertakan.
Atas perhatian dan ketersediannya sebagai responden saya ucapkan terima
kasih.
Peneliti,
Annisa Widhiastuti
65
Lampiran 3
FORMULIR PERSETUJUAN
UNTUK BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN
Judul Penelitian:
Hubungan Beban Kerja dengan Burnout Syndrome pada Perawat Kamar
Operasi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Saya (Nama Lengkap):
⚫ Secara suka rela menyetujui bahwa saya terlibat dalam penelitian di atas
⚫ Saya yakin bahwa saya memahami tentang tujuan, proses, dan efek yang
mungkin terjadi pada saya jika terlibat dalam penelitian ini.
⚫ Saya memahami bahwa partisipasi saya dalam penelitian ini bersifat sukarela dan
saya dapat keluar sewaktu-waktu dari penelitian.
⚫ Saya memahami bahwa saya akan menerima salinan dari lembaran pernyataan
informasi dan persetujuan.
Nama dan Tanda tangan
responden.
Tanggal
No. HP
Nama dan Tanda tangan
saksi
Tanggal
Nama dan Tanda tangan
wali (jika diperlukan)
Tanggal
Saya telah menjelaskan penelitian kepada pastisipan yang bertanda tangan diatas dan
saya yakin bahwa responden tersebut paham tentang tujuan, proses, dan efek yang
mungkin terjadi jika dia ikut terlibat dalam penelitian ini.
Nama dan Tanda
tangan peneliti
Annisa Widhiastuti
Tanggal
No. HP
2020
0857-4297-3237
66
Lampiran 4
LEMBAR KUESIONER
A. Identitas Responden
1. Nama (inisial) : . . . . . . . . . . . .
2. Jenis Kelamin* : L / P
3. Umur : . . . . . . . . . . . .
4. Status* : Menikah / Belum Menikah
5. Perawat* : Bedah / Anestesi
6. Lama bekerja di kamar operasi :
7. Latar belakang pendidikan terakhir : SPK / D III Keperawatan /
S1-D IV Keperawatan / Lainnya
*coret yang tidak perlu
B. Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey (MBI-HSS)
Petunjuk pengisisan:
Berilah tanda centang (√) pada jawaban yang Anda pilih pada kolom yang
tersedia.
Keterangan:
1 : tidak pernah
2 : jarang
3 : sering
4 : selalu
No Pernyataan
Tanggapan
1 2 3 4
A. Kelelahan Emosional
1 Saya merasa pekerjaan ini menguras
emosi
67
2 Bekerja dengan orang lain sepanjang hari
membutuhkan usaha yang besar
3 Saya merasa pekerjaan ini membuat lelah
secara fisik dan emosional
4 Saya merasa frustrasi dengan pekerjaan ini
5 Saya merasa terlalu keras dalam bekerja
6 Terlalu banyak bekerja dengan orang
secara langsung membuat saya tertekan
7 Saya merasa putus asa dengan pekerjaan
B. Depersonalisasi
1 Saya merasa menyelesaikan pekerjaan
dengan semena-mena, seolah pasien
adalah obyek
2 Saya merasa setiap pagi lelah karena harus
menghadapi hari untuk bekerja
3 Saya mempunyai kesan bahwa beberapa
rekan kerja membuat saya merasa
bertanggung jawab terhadap masalah yang
terjadi
4 Saya sungguh tidak peduli dengan apa
yang terjadi dengan rekan kerja saya
5 Saya menjadi tidak sensitif/peduli kepada
orang lain ketika saya bekerja
6 Saya takut pekerjaan ini membuat saya
menjadi tidak peduli
C. Capaian Personal
1 Saya tidak mampu menyelesaikan banyak
hal penting dalam pekerjaan
68
2 Saya merasa tidak bersemangat dalam
melakukan pekerjaan
3 Saya tidak mudah memahami perasaan
rekan kerja saya
4 Saya tidak mampu mengurus masalah
rekan kerja saya dengan efektif
5 Dalam bekerja saya tidak mampu
mengendalikan emosi dengan tenang
6 Melalui pekerjaan, saya merasa tidak dapat
memberikan pengaruh positif kepada
orang lain
7 Saya tidak mampu menciptakan suasana
yang santai dengan rekan kerja
8 Saya kurang bersemangat meskipun dalam
bekerja saya dekat dengan rekan kerja
Jumlah Skor
*diisi oleh peneliti
69
Lampiran 5
C. Kuesioner Beban Kerja Perawat
Petunjuk pengisisan:
Berilah tanda centang (√) pada jawaban yang Anda pilih pada kolom yang
tersedia.
Keterangan:
1. Tidak menjadi beban kerja
2. Beban kerja ringan
3. Beban kerja sedang
4. Beban kerja berat
No Pernyataan 1 2 3 4
1 Melakukan observasi pasien secara ketat
selama jam kerja
2 Banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan
demi keselamatan pasien
3 Beragamnya jenis kegiatan yang haruus
dilakukan demi keselamatan pasien
4 Kontak langsung perawat dengan pasien di
kamar operasi secara terus menurus selama jam
kerja
5 Kurangnya tenaga perawat di kamar operasi
dibanding dengan klien kritis
6 Pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki
tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan
di kamar operasi
7 Harapan pimpinan rumah sakit terhadap
pelayanan yang berkualitas
8 Tuntutan keluarga atas keselamatan pasien
70
9 Tuntutan mengambil keputusan yang tepat
setiap saat
10 Tanggung jawab dalam melaksanakan tindakan
keperawatan di kamar operasi
11 Setiap saat menghadapi pasien dengan
karakteristik tidak berdaya, koma, dan kondisi
terminal
12 Tugas pemberian obat-obatan yang diberikan
secara intensif
13 Tindakan penyelamatan pasien
Jumlah
*diisi oleh peneliti
71
Lampiran 6
RENCANA ANGGARAN PENELITIAN
No. Kegiatan Frekuensi Biaya Total
1 Penyusunan proposal
penelitian 1 Rp150.000,00 Rp150.000,00
2 Seminar proposal
penelitian 1 Rp200.000,00 Rp200.000,00
3 Revisi proposal penelitian 1 Rp150.000,00 Rp150.000,00
4 Izin Penelitian 1 Rp150.000,00 Rp150.000,00
5 Ethical clearance 1 Rp100.000,00 Rp100.000,00
6 Transportasi 20 Rp10.000,00 Rp200.000,00
7 Cinderamata responden 30 Rp10.000,00 Rp300.000,00
8 Laporan penelitian 1 Rp150.000,00 Rp150.000,00
9 Sidang laporan penelitian 1 Rp200.000,00 Rp200.000,00
10 Revisi laporan penelitian
akhir 1 Rp250.000,00 Rp250.000,00
11 Biaya tak terduga 1 Rp200.000,00 Rp200.000,00
Jumlah Rp 2.050.000,00
72
Lampiran 7
JADWAL PENELITIAN
No Kegiatan
Waktu
Agu ‘19 Sep ‘19 Okt ‘19 Nov ‘19 Des ‘19 Jan ‘20 Feb ‘20 Mar ‘20 Apr ‘20
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan judul
2. Studi pendahuluan
3. Penyusunan
proposal
4. Seminar proposal
5. Revisi proposal
6. Perijinan penelitian
7. Ethical clearance
8. Persiapan
penelitian
9. Pelaksanaan
penelitian
10. Pengolahan data
11. Laporan penelitian
12. Siding skripsi
13. Revisi laporan
skripsi
top related