perubahan sosial budaya sebagai dampak …
Post on 28-Nov-2021
16 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA SEBAGAI
DAMPAK PERGESERAN OKUPASI MASYARAKAT
DI DESA SANUR KAUH DENPASAR
Oleh :
I Gusti Putu Sudiarna
PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
AGUSTUS 2019
2
PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA SEBAGAI
DAMPAK PERGESERAN OKUPASI MASYARAKAT
DI DESA SANUR KAUH DENPASAR
Oleh : I Gusti Putu Sudiarna
Pendahuluan
Antropologi melalui pendekatan yang dimilikinya, senantiasa berusaha untuk
mengungkapkan perkembangan keberadaan manusia di atas bumi ini, berkenaan dengan
berbagai macam tatanilai, norma, tradisi, dan pengetahuan yang melingkupi kehidupan
manmusia. Selain itu Antropologi juga mempelajari dan mengkaji aspek-aspek perilaku
yang membentuk kebudayaan manusia, dengan pengertian kerbudayaan bukanlah suatu
yang definitif, tetapi berdinamika dan berubah mengikuti perkembangan masyarakat.
Proses perubahan itu terjadi karena berkaitan dengan sifat dasar masnusia yang senantiasa
berupaya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, lingkungan social budaya,
ataupun yang berkaitan dengan kompleksitas masalah kehidupan manusia yang semakin
maju.
Berbagai factor yang dapat menyerbabkan perubahan, baik perubahan yang
direncanakan maupun perubahan yang tidak terencana, secara langsung ataupun tidak
mempengaruhi perilaku manusia yang tidak mudah untuk dihindari. Terutama hal-hal
yang disebut sebagai “Kebudayaan masyarakat yang telah kehilangan relevansinya dengan
tuntutan perkembangan kontemporer”, yang dirasakan oleh ,masyarakat tidak sesuai lagi
dengan tuntutan kebutuhan hidup yang semakin meningkat kuantitas dan kualitas
modernitasnhya.
Ketidak puasan terhadap keadaan (tradisi yang melembaga dan membelenggu
kehidupan masyarakat) muncul berdasarkan asumsi bahwa nilai-nilai, norma social,
3
pengetahuan budaya dan teknologi yang ada tersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan
tuntutan perkembangan kehidupan masyaraakat kekinian (Bennis, Benne, Chin, 1990). Hal
tersebut dikarekan realitas budaya dianggap tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan yang
semakin kompleks dan serba tidak terbatas. Kondisi semacam ini menyebabkan
masyarakat berupaya mencari jalan keluar dengan mengganti nilai-nilai, norma-norma,
pengetahuan dan teknologi baru yang dianggap dapat memenuhi kehidupanya sekarang
dasn masa depan.
Desa Sanur Kauh, termasuk dalam Desa Adat Intaran merupakan salah satu desa di
Denpasar pada dasarnya masih memegang tinggi adat istiadat, dan dengan adat istiadat
yang demikian ketat seolah-olah membelenggu masyarakatnyanya. Kondisi seperti ini
menjauhkan masyarakatnya dari kemajuan dan modernitas, dalam kurun waktu yang
panjang keterikatan masyarakat yang sangat kuat terhadap adat-istiadatnya menjadikan
masyarakat “ada dalam ketertekanan”, yang menimbulkan protes-protes, stress, serta
keinginan untuk brontak dan keluar dari ketertekanan tersebut. Masyarakat golongan muda
mencari upaya-upaya tersendiri untuk dapat keluar dari belenggu adatnya, terkadang
upaya pemecahan yang diperolehnya mengarah pada bentuk-bentuk pelangaran terhadap
norma, bahkan kearah kriminal.
Peluang menuju kea rah perubahan lambat laun semakin besar, ketika masyarakat
sekitarnya menawarkan berbagai metode atau pendekatan-pendekatan baru yang dianggap
sesuai dengan kebutuhan kekinian dan masa datang. Peluang dari akibat terjadinya
perubahan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda, hal ini sebagai
cirri dari masyarakat Indonesia yang beraneka ragam latar belakang dan kondisi social
budayanya. Perubahan yang terjadi tidak dapat dipisahkan dengan kondisi lingkungan
sekitarnhya, baik lingkungan fisik, social ekonomi maupun social budaya
4
Berkenaan dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, Ester Boserup
(dalam Sanderson 1995) menyatan bahwasanya orang tidak memiliki keinginan inheren
untuk meningkatkan teknologinya, kecendrungan mereka adalah memenuhi kebutuhan
subsistennya dengan bekerja sedikit mungkin. Beserup percaya bahwa kondisi penting
yang memaksa manusia untuk meningkatkan kualitas dirinya untuk perubahan adalah
karena tekanan kebutuhan, baik berkaitan dengan kebutuhan akan kebebasan dari
ketertekanan maupun kebutuhan dalam kehidupan secara lebih luas, dan penduduk
merupakan salah satu komponen imfrastruktur material masyarakat. Kerpadatan
penduduk, kualitas sumber daya manusianya (SDM), tingkat kesejahteraannya,
kebebasannya dalam berfikir dan berperilaku, serta
kekuatan adat yang memaksa, merupakan komponen-komponen penting sebagai pemicu
munculnya gerakan-gerakan perubahan.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menelaah secara objektif masalah-
masalah sosial budaya kesehatan, perilaku berkenaan dengan pergeseran okupasi
masyarakat dari pertanian ke sektor pariwisata, serta lingkunganya. Berkaitan dengan hal
tersebut dapat mendeskrifsikan dan menginterpretasi berbagai fenomena social budaya
berkenaan dengan berubahan social budaya yang terjadi sebadai dampak dari terjadinya
pergeseran okopasi masyarakat dari sektor pertanian ke sektor pariwisata. Kajian tentang
perubahan social budaya tersebut berkaitan erat dengan perilaku masyarakat dan
tanggapan aktif masyarakat tentang tempat-tempat atau lokasi pengembangan
kepariwisataan di wilayah Desa Sanur Kauh.
Secara khusus penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan, memahami, dan
menjelaskan secara mendalam Perubahan social budaya masyarakat sebagai dampak dari
5
pergeseran okopasi masyarakat dari sektor pertanian ke sektot pariwisata. Dalam pada itu
akan dapat pula dikaji parisipasi aktif masyarakat Desa Sanur Kauh di sektor
kepariwisataan. Mendeskrifsikan orang-orang yang memiliki keterlibatan lansung dengan
dunia kepariwisataan dan terjadinya perubahan pada peningkatan social ekonomi
masyarakat dan social budaya masyarakat bersangkutan.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini pada satu sisi diharapkan dapat menjadi sumbangan
terhadap ilmu pengetahuan, khususnya berkenaan dengan masalah-masalah perubahan
social budaya masyarakat. Ppenelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep-konsep,
perubahan, dan pemahaman terhadap sektor kepariwisataan, dalam hal ini dapat
memberikan perubahan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada sisi lainya
hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan sumbangan pemikiran terhadap
pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian tentang Perubahan social budaya sebagai dampak dari pergeseran
okupasi masyarakat dari sektor pertanian ke sektor pariwisata, merupakan penelitian
kualitatif, yang terfokus pada analisis deskriptif Interpretatif. Pendekatan ini akan dapat
mendeskripsikan dan menjelaskan tentang fenomena social ekonomi dan social budaya
berkenaan deng terjadinya perubahan okopasi masyarakat. Penempatan peneliti sebagai
instrument kunci, melakukan hubungan baik dan akrab dengan masyarakat yang diteliti,
dengan dibantu intrumen lainya seperti interview guide, camera dan alat perekam
informasi, sehingga menghasilkan deskripsi dengan pemahaman makna (thic description),
6
dari sudut pandang masyarakat bersangkutan (from the native point of view) (Geertz :
1984; Spradley: 1979; Guba : 1985)
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota
Denpasar. Sanur secara keseluruhan sebelumnya merupakan suatu kesatuan wilayah,
dalam proses pengembangan dimekarkan menjadi dua desa dan satu kelurahan, yakni
Desa Sanur Kaja dan Desa Sanur Kauh, dan Kelurahan Sanur. termasuk Wilayah
Kecamatan Denpasar selatan Kota Denpasar. Dua Desa dan satu Kelurahan tersebut terdiri
dari tiga Desa Adat, yakni Desa Adat Penyaringan, wilayahnya hanya satu banjar adat,
Desa Adat Sanur, wilayahnya meliputi Desa Sanur Kaja dan sebagian wilayah Kelurahan
Sanur; dan Desa Adat Intaran, wilayahnya meliputi wilayah Desa Sanur Kauh dan
sebagian wilayah Kelurahan Sanur. Kondisi ini memperlihatkan suatu keunikan yang
terjadi, dimana wilayah Kelurahan Sanur terbagi kedalam Desa Adat yang berbeda.
Terpilihnya Desa Sanur Kauh sebagai lokasi penelitian ditentukan secara sengaja
(purposive), dengan pertimbangan bahwasanya daerah tersebut sebagai daerah wisata,
dengan pandangan bahwa masyarakat bersangkutan sudah maju dan relatif banyak
memiliki mata pencaharian hidup di sektor pariwisata, sebagai karyawan hotel dan
restorant, memiliki usaha dalam bidang akomodasi wisata, seperti penginapan, villa,
restoran, took-toko seni (art shop), Spa, beauty salon dan lainya.
Pertimbangan lainya bahwasanya daerah tersebut sangat banyak didatangi oleh
orang-orang dari berbagai daerah, baik local Bali, lingkup nasional, maupun manca
Negara, termasuk juga didatangi oleh expatriate. Pendatang local dan nasional tersebut
menyebabkan terjadinya pengembangan pemukiman, yang dapat mengurangi luas sawah,
7
yang sebelumnya Desa Sanur kauh berbasis pertanian basah. Pendatang manca Negara
juga mempersempit lahan persawahan untuk dikembangkan menjadi hunian wisatawan.
Metode dan Teknik Penelitian
Teknik Observasi
Sebagai tahap awal penelitian ini dilakukan pengenalan terhadap subyek penelitian,
dan obyek penelitian baik terhadap masyarakat umum, anggota masyarakat yang memiliki
keterkaitan dengan sektor kepariwisataan, Pemerintahan Desa, Institusi kepariwisataan,
akomodasi kepariwisataan dan secara keseluruhan wilayah Desa Sanur Kauh. Puskesmas
Melalui pendekatan grand-tour observation dilanjutkan dengan mini-tour observation
sampai pendekatan menjadi lebih terfokus pada situasi social yang diteliti (Spradley :
1979; Peneliti secara langsung mengamati daerah penelitianya secara keseluruhan,
selanjutnya mengidentifikasi, mengklasifikasi, memilah-milah dan mengkatagorisasi,
sampaiakhirnya terfokus pada satu situasi sosial, pada suatu dinamika pada okupasi
masyarakat dari pertanian ke sektor pariwisata..
Dalam penelitian ini peneliti hidup langsung dalam masyarakat dan menjalin
hubungan akrab (good rapport) dengan subyek penelitianya.Untuk mengamati secara
lebih mendalam peneliti melakukan pengamatan terlibat (observasi partisivasi) secara
aktif, berkenaan dengan keberada peneliti dalam setting penelitianmya. Dalam pada itu
kedudukan peneliti disini sebagai in-sider experience dan sebagai out-sider experience,
dimana disatu sisi dia bertindak sebagai orang dalam masyarakat itu sendiri, dan sekaligus
sebagai orang luar yang berbekal berbagai konsep, teori dan metodologi, yang
berlandaskan paradigma dan aksioma naturalistik dalam analisisnya (Spradley : 1980;
Lincoln dan Guba : 1985).
Teknik Interview
8
Dalam penelitian ini metode observasi dan metode interview dapat digunakan
secara terpisah atau secara bersamaan secara simultan pada subyek penelitian.Wawancara
dengan informan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide),
yang berisi pokok-pokok pertanyaan, yang dapat dikembangkan secara langsung dalam
proses wawancara. Melalui wawancara terbuka (open ended interview) dengan
menggunakan pedoman wawancara (interview guide) untuk memancing informasi, dari
informasi yang bersifat umum dengan informan kunci, yang mempunyai pengetahuan
yang bersifat umum tentang dinamika okupasi masyarakat dari masyarakat bertani ke
sektor kepariwisataan.
Wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan yang dipilih, antara
lain tokoh masyarakat, praktisi kepariwisataan dan anggota masyaraakat yang memeliki
keterlibatan lansung dengan terjadinya perubahan social budaya sebagai dampak dari
pergeseran okopasi masyarakat dari pertanian ke sektor pariwisata. Informan yang dipilih
dalam wawancara ini adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan luas dan mendalam,
sehingga dapat menghasilkan informasi yang mempunyai ketebalan makna (thic
description) dan terfokus.
Riset Kepustakaan
Siset kepustakaan (library research) dan studi dokumen dilakukan dilakukan untuk
mendapatkan informasi yang terkait dengan konsep-konsep, teori-teori dan metodologi
yang mempunyai relevansi dengan masalah-masalah kepariwisataan..Demikian pula
berbagai data skunder dari Kantor Desa dan institusi kepariwisataan,, hasil-hasil penelitian
buku-buku literatut, jurnal, makalah, melalui internet dan dokumen-dokumen, foto-
foto,piagam-piagam serta petujuk pelaksanaan dan petujuk teknis yang mempunyai kaitan
dengan focus penelitian ini.
9
Penentuan Informan
Penelitian ini membutuhkan jenis data kualitatif,sehingga pengumpulan data
lapangan merupakan sumber data primer. Untuk mengapresiasi data lapangan dengan
baik, yang perlu dilakukan adalah caraberpikir reflektif (Alvesson dan Skoldberg, 2000)
sehingga dapat dipahami lebih jauh kultur masyarakat dalam konteks kehidupan
masyarakatnya. Setelah itu, dilakukan penghayatan maupun perenungan yang dilengkapi
hasil pengamatan sehingga seluruh realitas peristiwa yang terjadi di lapangan, dapat
direkam secara mendetail (Alvesson dan Sköldberg, 2000). Oleh sebab itu, seluruh
rangkaian peristiwa itu secara empiris dapat digambarkan secara utuh dan apa saja
sebenarnya yang sudah terjadi dibalik fenomena tersebut.
Berikutnya, penentuan informan diperoleh berdasarkan informasi dari Kepala Desa,
Orang-orang yang memiliki usaha terkait dengan sektor kepariwisataan, serta masyarakat
yang memiliki keterlibatan langsung dengan sektor kepariwisataan yang berdomisili di
wilayah Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan. Selanjutnya informan ini dibedakan ke
dalam informan kunci atau (key informant) dan informan biasa. Informan kunci adalah
orang memiliki informasi pokok terhadap fenomena yang diteliti. Sedangkan informan
biasa orang-orang yang mempunyai keterlibatan langsung serta memiliki pengetahuan luas
tentang kepariwisataan dan memiliki pengetahuan mendalam tentang fenomena social
budaya masyarakat bersangkutan.
Metode Analisis Data
Data primer yang dikumpulkan merupakan hasil pengamatan dan wawancara di
lapangan, serta ditunjang dengan data sekunder dari studi pustaka dan dokumen.Data ini
10
dianalisis secara kualitatif dan deskriptif interpretative untuk menghasilkan thick
description (Geertz, 1973). Prosesnya diawali dengan kegiatan mereduksi (menfilter) data
dari file komputer secara terus-menerus selama proses pengumpulan data. Data yang
relevan ituselanjutnya dikategorisasi sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Setelah
itu, data dipilah dan dikelompokkan ke dalam satuan-satuan khusus yang sesuai dengan
masalah, tujuan, dan realitas empiris tradisi marabot. Dari proses ini ditarik spesifikasi-
spesifikasi data yang sesuai untuk setiap tema yang diturunkan dari setiap masalah
penelitian. Data yang telah terspesifikasi itu selanjutnya diabstraksi, diinterpretasi dari
sudut pandang masyarakat yang sedang diteliti.
Konsep Kebudayaan dan Perubahan Sosial Budaya
Perbedaan pandangan mengenai konsep kebudayaan tidak pernah akan hilang
dikalangan Sosiologi, Antropologi dan Ilmu-ilmu social lainnya. Oleh karena itu rumusan
kebudayaan yang diketengahkan di sini tidak akan terlepas dari pertentangan ilmiah
sebagai akibat dari perbedaan pandangan ini. Selain itu akibat banyaknya definisi dalam
kepustakaan ilmu-ilmu social, mengisyaratkan seolah-olah ilmuwan sosial ketiadaan
pemikiran dasar yang dapat dipegang bersama. Dalam hal ini akan diungkapkan beberapa
rumusan kebudayaan dalam konteks suatu aliran atau golongan teori-teori kebudayaan
yang sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, yang dikenal
sebagai Ideasionalisme (ideasionalism) yang memiliki banyak cabang-cabang aliranya
(Keesing, 1992).
Kebudayaan menurut Spradley (1979), dan Goodenough dalam Casson (1981),
mengemukakan bahwasanya kebudayaan merupakan suatu system kognitif, berkenaan
dengan suatu system yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai yang
berada dalam alam fikiran individu-individu dalam masyarakat. Dengan kata lain
kebudayaan berada dalam “tatanan kenyataan yang ideasional”, atau kebudayaan sebagai
11
kelengkapan mental yang oleh anggota-anggota masyarakat dipergunakan untuk
menginterpretasi lingkunganya.
Clifford Geertz (1973) mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan system
makna simbolik yang mengandung resep-resep, symbol-simbol yang berfungsi untuk
mengkomunikasikan maknanya dari fikiran individu satu ke fikiran individu lainya. Dalam
pada itu symbol dan makna kebudayaan tidak berada dalam fikiran individu-individu,
tetapi berada diantara individu-individu yang dimaksud, dalam artian berada diluar kepala
manusia (kebudayaan sebagai suatu system) yang digunakan sebagai mekanisme control
pola bagi kelakuan individu dalam masyarakat.
Sedangkan kelompok ilmuwan yang bernaung dalam matrialisme kebudayaan
(culture materialism) atau yang sering disebut dengan kelompok behavioris, seperti
Marvin Harris (1980) mengemukakan bahwasanya kebudayaan merupakan system
perilaku rasional yang digunakan untuk menginterpretasi lingkungan dimana mereka
berada. Konsep kebudayaan seperti ini tidak menempatkan kebudayaan sebagai suatu
system yang dapat menata atau memberikan pedoman bagi perilaku individu da;lam
masyarakat, namun mekanisme control akan diwujudkan apabila individu-individu dalam
masyarakat membutuhkannya.
Koentjaraninggar (1979) mengemukan bahwa kebudayaan merupakan suatu
kelakuan manusia dan hasil kelakuan manusia, yang terdiri dari nilai-nilai, gagasan, norma
aturan, hokum, kelakuan manusia dan hjasil kelakuannya serta benda-benda yang
digunakan dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain kebudayaan adalah keselurahan
aspek kehidupan manusia dalam masyarakat. Dalam hal ini dapat digolongkan menjadi
tiga wujud kebudayaan (wujud ideal, wujud perilaku dan wujud fisik), serta dikelompokan
,menjadi tujuh unsur universal dari kebudayaan itu sendiri.
12
Konskuensi dari pemahaman kebudayaan seperti di atas memperlihatkan
bahwasanya disatu sisi mengacu pada pada hal-hal yang difikirkan oleh orang-orang, baik
yang ada dalam kepalanya (mind), bukan pada hal-hal yang dilakukan dan yang
digunakan oleh actor-aktor dalam kehidupan masyarakat. Pada sisi lain mengacu pada
hubungan antara pemikiran individu satu dengan lainya, yang berada diluar kepala
manusia (dalam system), dan perilaku itu sendiri merupak konskuensi logis dan tidak
terpisahkan dari kebudayaan. Kemudian pada sisi berikutnya kebudayaan itu merupakan
tanggapan aktif manusia terhadap lingkungan yang diwujudkan dalam perilaku rasional
manusia sebagai materialisme budaya. Suatu konsepsi yang lebih bersifat netral dan
memiliki ruang lingkup yang sangat luas berkenaan dengan konsep kebudayaan yang
mengungkapkan tentang segala kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang terdapat dalam
masyarakat, yang didapat melalui proses belajar.
Perubahan social budaya dalam hal ini berkenaan dengan adanya berbagai
dinamika dan peruhan unsur-unsur social budaya, teruama yang berkaitan dengan nilai-
nilai, norma, adat-istidat serta pengetahuan budaya masyarakat. Walaupun perubahan
tersebut tidak bersifat totalitas, namun mempunyai akibat dampak yang cukup besar
terhadap berbagai perilaku dalam masyarakat. Sejalan dengan konsep kebudayaan
Spradley (1979), ada dinamika dan perubahan pada tataran Pengetahuan budaya (cultural
knowledge), selanjutnya akan menyebabkan adanya perubahan pada tataran perilaku
budaya (cultural berhavior) dan benda-benda budaya (cultural artifact) dan alat-alat yang
mereka gunakan. Norman Long (1977) juga mengungkapkan bahwasanya perubahan
social budaya mencakup perbahan yang terjadi pada kognisi masyarakat sebagai
perwujudan internal immanen dari anggota masyarakat itu sendiri. Dalam pada itu
pertubahan social budaya tersebut mencakup tatanilai tradisi dan pengetahuan warga
masyarakat pendukung kebudayaan itu sendiri.
13
GAMBARAN UMUM DESA SANUR KAUH
Letak Wilayah
Desa Sanur Terletak di dataran rendah dengan ketinggian 0-10 M diatas permukaan
Laut yang termasuk Wilayah Bali Selatan yang berbatasan dengan :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sanur Kaja
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Badung / Samudra Indonesia
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Renon dan Desa Sidakarya
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sanur.
Luas Wilayah
Luas Wilayah Desa Sanur Kauh secara keseluruhan 386,0 Ha yang sebagai besar
merupakan Daerah pemukiman dan sedikit Daerah tegalan, Persawahan yang terletak di
Wilayah Kerja Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar.
Pola permukiman di daerah ini adalah dengan pola campuran antara pola catus
patha dan linier. Daerah catus patha nya terdapat di dekat bale agung Desa Pekraman
Intaran. Dan untuk pola linier nya adalah di daerah pantai dimana permukimannya
mengikuti bentuk alur daerah pantai hal ini dapat diperhatikan di sepanjang Jalan Danau
Tamblingan dimana bentuk jalan dan permukimannya mengikuti bentuk alur pantai
(Sanurkauh.denpasarkota.go.id 2014).
Kependudukan
Jumlah Penduduk Desa Sanur Kauh Desember Tahun 2015 sebesar 8.076
JiwaKK 2.013berdasarkan rekapitulasi dari masing – masing Dusun se Wilayah Desa
Sanur Kauh.
PENDUDUK DESA SANUR KAUH
14
No Dusun Jumlah KK Jumlah Penduduk Luas Wilayah Km 2
1 Dusun Danginpeken 302 KK 1.162 Jiwa 0,66 Km 2
2 Dusun Medura 171 KK 583 Jiwa 0,38 Km 2
3 Dusun Abiantimbul 96 KK 499 Jiwa 0,03 Km 2
4 Dusun Tewel 66 KK 490 Jiwa 0,01 Km 2
5 Dusun Puseh 88 KK 599 Jiwa 0,14 Km 2
6 Dusun Pekandelan 100 KK 614 Jiwa 0,04 Km 2
7 Dusun Penopengan 215 KK 654 Jiwa 0,67 Km 2
8 Dusun Belanjong 342 KK 913 Jiwa 0,73 Km 2
9 Dusun Tanjung 294 KK 897 Jiwa 0,81 Km 2
10 Dusun Betngandang 269 KK 1.364 Jiwa 0,28 Km 2
11 Dusun Puseh Kauh 70 KK 301 Jiwa 0,11 Km 2
Jumlah 1.993KK 7.752Jiwa 0,386 Km 2
Sepintas Tentang Sejarah Desa Sanur Kauh
Sejarah Desa Sanur Kauh, menurut sebagian pengamat sejarah nasional, adalah
cermin dari suatu bangsa terhadap pengalaman-pengalaman yang dihadapinya.
Pengalaman itu sendiri adalah soko guru terbaik. Menurut sejarawan Amerika, sejarah itu
ibarat orang yang naik kereta api menghadap kebelakang, sehingga dapat melihat ke
samping kiri dan kanan. Namun satu kendala adalah ia tidak bisa melihat ke depan. Dari
sejarah ini pula suatu bangsa tentunya akan mengambil hikmah atau pelajaran terhadap
pengalaman-pengalaman tadi, baik itu pengalaman manis, maupun pengalaman pahit. Bila
itu pengalaman pahit, maka perlu diupayakan agar tidak terulang lagi, tapi juga harus
diusahakan, agar tidak menghambat kemajuan bangsa dimasa mendatang. (Potensi Desa
Sanur Kauh, 2017).
Peribahasa mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengetahui
sejarahnya serta dapat menghormati jasa para pahlawan atau pendahulunya. Dengan
demikian mengandung pengertian bahwa kepada generasi penerus diharapkan untuk
15
mengenal atau minimal mengetahui tentang asal-usul bangsa dan negerinya. Demikian
pula halnya dengan sejarah Desa Sanur Kauh.
Sebelum lanjut membahas terbentuknya Desa Sanur Kauh ada baiknya diuraikan lebih
dulu tentang asal – usul nama “ SANUR “ . terkait dengan nama tersebut ada beberapa
informasi yang menurut cerita dari Tokoh – tokoh Masyarakat serta didukung oleh bukti –
bukti peninggalan yang diketemukan dan berdasarkan beberapa sumber yang di jadikan
pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut :
1. Dari Universitas Udayana, kata Sanur berasal dari kata Saha dan Nuhur, yang
berarti memohon untuk dating kepada suatu tempat.
2. Dari Para Sesepuh kata Sanur terdiri dari urat kata Sa artinya Satu ( Tunggal ) dan
Nur artinya Sinar ( Teja / Cahaya ) yang artinya satu sinar mistik yang jatuh di
suatu tempat dan tempat jatuhnya sinar mistik itulah menjadi nama Sanur
sekarang.
3. Dari Buku – buku Sejarah Nasional tercatat bahwa pada Tahun 1906 terjadi
peristiwa perahu Srikomala yang berlabuh di Pantai Sanur oleh Belanda, dengan
siasat liciknya menuduh Rakyat Sanur membajak isi perahu tersebut, sedangkan
Raja Badung menolak tuduhan tersebut. Hal inilah dipergunakan sebagai dalih
untuk menyerang Kerajaan Badung sehungga berkecamuklah PerangPuputan
Badung yang Jiwa dan Semangat Puputannya di Rasakan oleh Generasi
Penerusnya.demikian pula masuknya Jepang pada Tahun 1945 tentara Nica / Gajah
Merah ke Bali melalui Pantai Sanur sehungga Sanur tercatat tiga peristiwa
masuknya penjajah ke Bali.
16
Karena perkembangan jaman serta bertambahnya laju pertumbuhan Penduduk
perkotaan maka terbentulah Kota Administratip Denpasar sejak itu Desa Sanur yang
meliputi tiga Desa Adat dipecah berdasarkan surat keputusan Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Badung Nomor : 167/Pem.15/166/1979, yang terbagi menjadi tiga Wilayah
yakni Kelurahan Sanur, Desa Sanur Kaja dan Desa Sanur Kauh. Kemudian Desa Sanur
Kauh ditetapkan menjadi Desa difinitif dengan surat keputusan Gubenur Kepala Daerah
Tingkat I Bali Nomor : 57/1982, 1 Juni 1982
PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA SEBAGAI
DAMPAK PERGESERAN OKUPASI MASYARAKAT
Sepintas Tentang Masyarakat Desa Sanur Kauh
Sanur merupakan suatu kawasan wisata yang terletak di wilayah Kecamatan
Denpasar Selatan Kota Madya Denpasar, yang terbagi kedalam satu Kelurahan Sanur dan
Desa sanur kaja, serta Desa Sanur Kauh. Desa Sanur kauh memiliki luas wilayah 3,86
KM2, dengan jumlah Penduduk 2476 Kepala Kerluarga (KK), dengan jumlah jiwa 9058
jiwa, terdiri dari 4556 orang laki-laki dan 4502 perempuan. Saat ini relative paling banyak
penduduknya berrkecimpung dalam sector kepariwisataan, dalam bidang jasa
kepriwisataan (seperti guide, karyawan hotel, villa, restaurant, serta akomodasi lainya),
Pengusaha Hotel, Restourant, Art Shop, Villa dan sebagainya.
Sanur sebagai Resort Pariwisata mulai tahun 1966, diawali dengan dibangunnya
Hotel Segara Vilage dan Hotel Bali Beach, selanjutnya dengan perkembangan yang
relative lambat dibangunlah akomodasi pariwisata lainya. Kawasan Wisata sanur
mengalami perkembangan yang cukup pesat mulai tahun 1980, hunian wisatawan
meningkat, dimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana pariwisata yang semakin
lengkap. Namun tidak demikian halnya peningkatan kesejahteraan masyarakat,
17
pemerataan dalam memperoleh kesempatan berusaha dan berpartisipasi dalam bidang
kepariwisataan. Peningkatan perkembangan sumber daya manusianya (SDM) sangat
lambat, pola hidup masyarakatnya yang masih sangat tradisional dan bersahaja.
Berbagai keterikatan yang mengikat kehidupan masyarakat, seperti keterikatan
pada tanah kelahiran, keterikatan pada Pura Pemujaan, pada Dadia (clan) dan Pemerajan
(kuil keluarga), Keterikatan Pada Banjar, Keterikatan Pada Sekaa, serta keterikatan pada
Subak, yang menyebabkan mayarakat memiliki keterbatasan untuk keluar dari
wilayahnya, baik untuk menuntut ilmu, ataupun tuntutan pekerjaan atau profesi.
Masyarakat Sanur akan merasa hidup lebih aman dan nyaman hanya dalam lingkungan
desanya, dan masyarakat memandang kurang baik jika meninggalkan desanya dalam
kurun waktu relatif lama dengan meninggalkan kewajiban berkenaan dengan berbagai
keterikatan di atas.
Konsep ngayah (menyumbangkan tenaga) pada kegiatan upacara adat dan agama,
ngayah untuk kegiatan sekaa dan Banjar, konsep nguwopin (gotong royong antar sesama
warga) baik dalam penyediaan sarana upacara maupun kegiatan social lainya sangat
penting dan tidak dapat diabaikan oleh masyarakat Desa Sanur. Kegiatasn yang lebih
penting lagi bagi masyarakat secara keseluruhan adalah Upacara, dari Pura yang bersifat
Geneologis, yang bersifat Teritorial, sampai yang berrsifat lebih luas, mencakup
keseluruhan kehidupan masyarakat Bali yang beragama Hindu.
Pada sisi lain, hubungan patron-klien yang masih sangat kuat dikalang kelompok
Tri wangsa dan Jaba, dan lebih menghusus lagi pada hubungan Siwa (guru) dan sisya
(murid), atau “yang mengayomi dengan yang diayomi” antara kelompok Brahmana
dengan kelompok komunitas lainya (Ksatria, Waesya dan Sudra). Hubungan seperti ini
terpelihara dengan baik oleh kelompok Brahmana, dan disakralkan oleh masyarakat secara
keseluruhan. Keterikatan hubungan tersebut bahkan senantiasa dikaitkan dengan upacara
18
(catur yadnya), empat tingkatan upacara, yakni Manusa yadnya (upacara manusia), Rsi
yadnya (upacara untuk pendeta), Pitra yadnya (upacara ngaben, leluhur), serta Dewa
yadnya (upacara untuk para dewa), yang dapat lebih menguatkan hubungan patron-klien.
Potensi Desa Adat Intaran
Desa adat intaran yang terletak di daerah sanur memiliki potensi yang besar di
bidang pariwisata. Hal ini mengingat bahwa daerah sanur memang merupakan daerah
pariwisata yang terkenal di Bali. Potensi ini ditunjang dengan keadaan daerah sanur yang
ada di pinggiran pantai yang menunjang dalam hal view sebagai objek wisata. Selain itu
sanur juga terkenal sebagai daerah seni hal ini terlihat dari banyaknya galeri dan art shop
yang bertebaran di daerah ini. Pengembangan ke arah potensi ini memang sudah banyak
dilakukan hal ini dapat dilihat dari banyaknya fasilitas sarana dan prasarana untuk
pariwisata yang tersedia di daerah sanur ini, seperti hotel dan restaurant.
Pantai Mertasari sebagai potensi pariwisata Desa Sanur Kauh merupakan pantai
berpasir putih di pinggir selatan desa, yang membentang dari timur ke barat, dengan
dipenuhi akomodasi kepariwisataan, seperti hotel berbintang, restorant, toko-toko seni (art
shop) dan taman hiburan
Desa Sanur Kauh berupaya keras agar pariwisata di Sanur Kauh semakin dikenal
oleh masyarakat luas. Salah satunya dengan diadakannya event tahunan Pesona Budaya
19
Mertasari 4 yang akan dibuka mulai tanggal 11-14 Juli 2019 di Pantai Mertasari
Sanur.Total pengunjung sebanyak 25.000 orang. Pengunjung akan disuguhkan dengan
pagelaran budaya yang tentunya sangat menarik dan menghibur. Dengan adanya event
tahunan Pesona Budaya Merthasari dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke Desa
Sanur Kauh (Baliportal News.Com, 2019)
Desa Sanur Kauh yang terletak di daerah pantai juga memiliki potensi dalam hal
kelautan. Di mana dahulu daerah sanur memang terkenal sebagai daerah nelayan. hal ini
20
terlihat dengan banyaknya jukung (perahu nelayan) di daerah pantai, sebelumnya hanya
untuk mencari ikan, kini difungsikan juga untuk angkutan wisata.
Daerah desa adat intaran terutamanya yang berada di desa sanur kauh memiliki
keadaan tanah yang cukup subur. Sehingga cukup ideal utuk daerah pertanian. Namun hal
ini sudah sangat sulit kita jumpai kembali (hanya tersisa sedikit), hal ini karena
pengembangan ke arah pariwisata yang begitu pesat. Pengembangan pariwisata yang
begitu pesat terjadi di Desa Adat Intaran di Kelurahan Sanur yang sepanjang pantai
banyak didirikan fasilitas-fasilitas yang menunjang pariwisata.
Jogging track sanur kauh
Pemerintah Kota Denpasar berkomitmen untuk melestarikan keberadaan Subak
Lestari Intaran Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan. Terlebih lagi subak sudah
diakui menjadi warisan budaya dunia, sehingga subak patut dipertahankan. Subak Lestari
Intaran tidak hanya dilestarikan, tetapi juga ditata dengan membuat areal jogging track.
Panjang track sekitar 985 meter dan lebar 2 meter. Tempat berjalan kaki ini tergolong
indah karena berada di areal subak. Hal ini merupakan suatu investasi yang sangat
menjanjikan untuk masyarakat, terutama dibidang kesehatan. Masyarakat bisa berjalan
kaki sambil berolahraga dengan suasana alam persawahan yang masih asri dan segar.
“Dengan berjalan kaki itu kita sudah bisa menyehatkan badan apa lagi dengan suasana
yang alam sawah yang indah.
Suasana yang indah dan damai, jelas Wakil Walikota Jaya Negara, pasti membuat
hati serta pikiran menjadi tenang dan senang. Sebab jika sudah sehat dan bahagia, pastinya
akan berpengaruh dalam kehidupan pribadi maupun social,” sambungnya saat berjalan
mencoba areal jogging track Subak Lestari Intaran bersama Kadis Pertanian Kota
21
Denpasar, I Gede Ambara Putra, Plt. Kabag Humas dan Protokol Kota Denpasar, IB.
Mayun Suryawangsa, Camat Denpasar Selatan, I Wayan Budha dan Perbekel Desa Sanur
Kauh, I Made Ada.
Kadis Pertanian I Gede Ambara Putra mengatakan, Subak Lestari Intaran ini telah
dijadikan subak lestari dengan penataan seperti untuk jalan kaki. Dengan dibuatkannya
jalan yang baik nantinya para petani akan dimudahkan membawa sarana dan prasarana
seperti membawa pupuk serta hasil panen sawah mereka. Masyarakat juga bisa berjalan-
jalan sambil berolahraga dengan view pemandangan persawahan, serta sebagai edukasi
bagi anak-anak sekolah untuk bisa mengenal sawah, karena keberadaan sawah di
perkotaan saat ini sudah jarang sekali ada.
Subak Lestari Intaran Sanur Kauh juga diharapkan bisa menjadi destinasi wisata
sehingga membangkitkan perekonomian masyarakat petani. Sebab, slain penataan untuk
pejalan kaki, juga telah melakukan berbagai lomba terkait subak seperti lelakut, pindekan,
dan sunari. “Kami berharap kedepannya keberadaan subak ini akan terus lestari meski
ditengah kemajuan pembangunan di Kota Denpasar,” ungkapnya.
(Sanurkauh.denpasarkota.go.id, 2014).
22
Pergeseran Okopasi Masyarakat
Berbagai keterikatan dan hubungan patron-klien di atas yang sudah terpola dalam
adat-istiadat masyarakat menjadi pedoman umum bagi semua anggota masyarakat,
sekaligus berfungsi menata perilaku setiap anggotanya. Seperti telah disinggung pada
uraian di atas, bahwasanya masyarakat Desa Sanur secara disadari ataupun tidak disadari,
berbagai nilai, norma, adat-istiadat serta pengetahuan budaya yang mereka ciptakan,
dalam penerapannya menjadi tekanan yang sangat berat bagi individu-individu dalam
masyarakat. Dari tekanan-tekanan yang berkepanjangan tersebut menimbulkan berbagai
keterbelakangan, serta kesulitan-kesulitan dalam kehidupan. Dari tekanan-tekanan tersebut
juga menimbulkan pribadi-pribadi yang berontak terhadap tatanan yang ada, disamping
munculnya pengaruh-pengruh luar yang dibawa oleh kelompok-kelompok pendatang.
Pada sisi lainya dibangunnya kompleks-kompleks perumahan yang memberikan
peluang masuknya kelompok pendatang baru, disadari ataupun tidak disadari banyak
mempengaruhi kehidupan social ekonomi dan social budaya masyarakat asli. Keberadaan
lahan-lahan pertanian yang semakin menyempit, memaksa masyarakat petani mengalihkan
23
mata pencaharian pokoknya. Adaptasi pada sector kepariwisataan mulai intesif dilakukan,
diimbangi juga dengan peningkatan pendidikan dan keterampilan yang sesuai dengan
sector kepariwisataan. Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir ini okupasi masyarakat
terlihat sudah tergeser dari pencaharian pokok pada sector pertanian sawah ke sector
pariwisata. Pergeseran tersebut tentunya diikuti oleh berbagai macam tatanilai, tradisi dan
pengetahuan, yang sejalan dengan mata sector kepariwisataan.
Masyarakat yang sebelumnya “membrontak” terutamas dari kelompok muda usia
bertndak sebagai agen-agen perubahan, mereka sangat inovatif dalam memasyarakatkan
ide-ide baru dalam masyarakatnya, mereka dapat menjalin komunikasi dua arah, baik
dalam lingkungan masyarakatnya maupun dengan agen-agen pembaruan yang ada diluar
lingkunganya. Setiap individu dapat beradaptasi dengan lingkungan fisik, lingkungan
social ekonomi maupun social budaya. Agen-agen pembaruan tersebut bukan hanya
berasal dari kelompok muda yang memiliki stratifikasi social rendah, akan tetapi
kelompok-kelompok muda yang berada dalam stratfikasi social tinggipun turut serta
sebagai pendobrak tradisi yang menekan kehidupan masyarakat.
Tidak dapat difungkiri dilingkungan kelompok muda tersebut masdih ada pula
individu-individu yang tetap mempertahankan segala perilaku piodal, tradisi yang
menekan perilaku masyarakat. Menurut Koentjaraningrat, individu-individu yang sulit
beriubah oleh situasi-situasi baru adalah individu-individu yang telah lama mengalami
kepuasan hidup dalam masyarakat. Sebaliknya individu yang mudah diubah oleh situasi-
situasi baru adalah individu yang tidak memiliki kedudukan yang baik dalam masyarakat
(Koentjarangrat, 1964). Demikian pula dengan unsur-unsur kebudayaan, ada yang mudah
berubah atau diterima, dan ada pula unsure-unsur kebudayaan yang sangat sulit berubah,
walaupun pendukung dari kebudayaan bersangkutan menginginkan perubahan.
24
Unsur-unsur kebudayaan yang mudah berubah adalah unsure-unsur yang konkrit,
seperti benda-benda atau alat-alat yang digunakan dalam beraktifitas, unsure-unsur yang
terbukti memiliki manfaat yang besar bagi kelompok penerima unsure kebudayaan
tersebut, unsur-unsur yang mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat bersangkutan.
Pada sisi lain terdapat unsure-unsur kebudayaan yang sulit berubah, ataupun yang dapat
berubah namun membutuhkan waktu yang relative lama, seperti Sistem kekerabatan,
unsur-unsur kebudayaan yang sudah terpola secara turun-temurun dalam masyarakat, serta
unsure kebudayaan yang berkaitan dengan adat-istiadat dan agama.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan pokok bahwa masyarakat Desa Sanur
Kauh sejak tahun 1966 telah berinteraksi dengan dunia kepariwisataan dan telah menjadi
kawasan wisata, namun masyarakat bersangkutan relative sanagt lambat dapat
menanggapi secara aktif lingkungan mereka. Kelambatan dalam proses adaptasi tersebut
mengakibatkan masyarakat sangat sulit untuk berpartisipasi dalam lingkungan
kepariwisataan
Masyaraskat Desa sanur Kauh pada dasarnya adalah masyarakat Petani yang masih
memegang teguh nilai-nilai, norma, adat-istiadat dan pengetahuan budaya tradisional,
memiliki keterikatan yang kuat terhadap unsure-unsur social budaya, keterikatan terhadap
tanah kelahiran, keterikatan terhadap kuil keluarga, keterikatan terhadap pura pemujaan,
keterikatan terhadap sisterm banjar, ketrikatan terhadap sekaa, serta ketrikatan terhadap
system sudak. Disamping itu masyarakat juga sangat teikat pada sisterm ngayah
(menyumbangkan tenaga) untuk kegiatan upacara, kegiatan banjar serta nguwopin (tolong-
menolong) dalam aktifitas social, adat-istiadat dan agama.
25
Adanya gerakan-gerakan mental dan moral ketidakpuasan masyarakat terutama
kelompok muda usia dari kondisi ketertekanan dari nilai, norma adat-istiadat dan
pengetahuan budaya yang mereka ciptakan sendiri, kermudian terpola dalam budaya
masyarakat, selanjutnya berfungsi menata perilaku masyarakat bersangkutan. Disadari
ataupun tidak berbagai tatanilai tradisi dan pengetahuan tersebut seolah-olah menekan dan
membatasi ruang gerak masyarakat untuk berkembang kea rah masyarakat yang lebih
maju atau modern.
Menyempitnya lahan pertanian menyebabkan terjadinya Pergeseran okupasi
masyarakat, dari masyarakat petani sawah ke sector pariwisata. Demikian pula peraanan
kelompok muda sebagai agen-agen pembaruan, yang dapat mendobrak tradisi yang
membelenggu kehidupan masyarakat, serta dapat membuka diri terhadap berbagai inovasi,
dan dapat mengkomunikasikan dan mensosialisasikan dalam kehidupan masyarakatnya.
Perubahan okupasi masyarakat serta gerakan moral kelompok yang menginginkan
perubahan memberikan dampak yang cukup besar terhadap perubahan social budaya
masyarakat bersangkutan. Perubahan-perubahan tersebut diawali dari perubahan unsure-
unsur kebudayaan yang paling mudah berubah, unsure yang bersifat fisik, seperti alat-alat
atau benda-benda budaya yang digunakan oleh masyarakat, selanjutnya perubahan pada
tataran perilaku budaya masyarakat, kemudian perubahan pada unsure-unsur yang paling
sulit berubah, yang mencakup tatanilai, tradisi dan pengetahuan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Bennis, Warren G. Kenneth D. B. Robert Chin, 1990, Merencanakan Perubahan
(terjemahan). Jakarta : Intermedia
Harris, marvin, 1979, Cultural Materialism : The Struggle for a Science of Culture. New
York : Random House.
26
Geertz, Clifford, 1973, The Interpretation of Culture. New York : Basic Book Inc.
Publishers.
Keesing, Roger M. 1992, Antropologi Budaya : Suatu Perspektif Kontemporer, edisi II
(alih bahasa R.G. Sukardijo). Jakarta : Airlangga.
Koentjaraningrat, 1964, Tokoh-Tokoh Antropologi. Jakarta : PT Penerbitan Universitas.
1979, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru.
Sanderson, Stephen K. 1995, Sosiologi Makro : Suatu Pendekatan Terhadap realitas
social. Jakarta : RaajagrafindoPersada.
Spradley, James P. 1979, Metode Etnografi (terjemahan). Yogyakarta : PT Tiara Wacana
Yogya.
Spradley, James P. 1980. Participant Observation. New York : Holt, Rinehart and
Winston.
Spradley, James P. 1980. Participant Observation. New York : Holt, Rinehart and
Winston.
top related