penggunaan potret sebagai sarana promosi di tinjau …digilib.unila.ac.id/56168/3/skripsi tanpa bab...
Post on 24-Dec-2019
17 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
PENGGUNAAN POTRET SEBAGAI SARANA PROMOSI
DI TINJAU DARI UNDANG–UNDANG HAK CIPTA
Skripsi
Oleh
AGUNG DARMAWAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
i
ABSTRAK
PENGGUNAAN POTRET SEBAGAI SARANA PROMOSI
DI TINJAU DARI UNDANG–UNDANG HAK CIPTA
Oleh
Agung Darmawan
Dalam era global penggunan potret menjadi hal vital dalam suatu promosi, dengan
adanya potret orang terkenal dalam promosi atau iklan seperti banner, layer,
baleho dan lain-lain dapat meningkatkan nilai jual suatu barang.Potret adalah
salah satu karya yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta, yaitu Undang-
Undang (UU) No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Penelitian inibertujuan untuk
memperoleh gambaran secara jelas dan lengkap mengenai siapakah yang disebut
pemilik dan/atau pemegang hak cipta potret, syarat sebuah karya cipta potret
dapat digunakan sebagai sarana promosi serta sanksi hukum yang diperoleh
apabila sebuah karya cipta potret digunakan tanpa hak.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif empiris dengan tipe penelitian deskritif, yaitu penelitian yang bersifat
pemaparan dan bertujuan memperoleh gambaran dan penjelasan secara
menyeluruh mengenai tinjauan undang-undang hak cipta terhadap potret sebagai
sarana promosi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui yang disebut pemilik hak
cipta potret adalah orang yang wajahnya tertera dalam potret sedangkan
pemegang adalah orang yang diberi kuasa oleh pemilik untuk menguasai sebagian
haknya dalam hal ini pemilik dapat tidak mengalihkan haknya artinya ia adalah
pemilik dan pemegang. Syarat potret dapat digunakan sebagai sarana promosi
adalah setelah memperoleh persetujuan dari pemilik dan/atau pemegang hak cipta.
Dalam hal sanksi terdapat sanksi pidana dan sanksi perdata, sanksi pidana dalam
kasus ini merupakan delik aduan sedangkan sanksi perdata dalam kasus ini adalah
ganti kerugian.
Kata Kunci: Penggunaan, Potret, Promosi Ditinjau dari Undang-Undang Hak
Cipta
i
PENGGUNAAN POTRET SEBAGAI SARANA PROMOSI
DI TINJAU DARI UNDANG–UNDANG HAK CIPTA
Oleh
AGUNG DARMAWAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Telukbetung pada tanggal 30 Juni 1995.
Anak ke 3 (tiga) dari 3 (tiga) bersaudara pasangan Bapak Ali
Nuhdin, S.H dan Ibu Sri Subandriyah, S.E.Pendidikan yang
telah ditempuh oleh penulis adalah Pendidikan Taman Kanak-
Kanak (TK) Darmawanita Kalianda Lampung Selatan diselesaikan pada tahun
2001, Sekolah Dasar Negeri II (SDN II) Kalianda Lampung Selatan diselesaikan
pada tahun 2007, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Kalianda Lampung
Selatan diselesaikan pada tahun 2010, Sekolah Menengah Akhir Negeri I
Kalianda diselesaikan pada tahun 2013, Pada tahun 2013 Penulis mendaftarkan
diri di Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Mahasiswa
Baru Paralel. Pada tahun 2017 mengikuti mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata
(KKN) selama 40 (empat puluh) hari di Kelurahan Kaliwungu, Kecamatan
Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Selama menjadi
mahasiswa, penulis pernah mengikuti kegiatan ke-organisasian fakultas, yaitu
Lembaga Mahkamah.
v
MOTTO
Hard Works Beats Talen
Every Time.
(Jordan Belfort)
INever Lose,
I Either Win or Learn
(Nelson Mandela)
vi
PERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah SWT serta dengan segala kerendahan hati
kupersembahkan skripsiku ini kepada:
Ibu dan Bapak ku tercinta
yang selama ini telah banyak berkorban mencurahkan kasih sayangnya,
senantiasa berdoa untuk keberhasilan dan kesuksesanku sehingga
aku mampu mempersembahkan “gelar kesarjanaan” ini,
Kakakku Putranti Mahardini, S.H.
KakakkuImam Nugraha, S.Mb.
yang tidak pernah bosan memberikan motivasi dan dukungannya
untuk keberhasilannya
Serta Almamater tercinta
Universitas Lampung
vii
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, Tuhan sekalian alam Yang Maha Kuasa atas bumi, langit, dan
seluruh isinya, serta hakim yang maha adil di yaumil akhir kelak. Sebab, hanya
dengan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “PENGGUNAAN POTRET SEBAGAI SARANA PROMOSI DI
TINJAU DARI UNDANG–UNDANG HAK CIPTA)” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk
pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Penyelesaian penelitian ini tidak
lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung;
viii
3. Ibu Rohaini, S.H., M.H., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I yang
telahmeluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, motivasi,
danmengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;
4. Ibu Dianne Eka Rusmawati S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang
telahmeluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, motivasi,
danmengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;
5. Bapak Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembahas I yang
telahmemberikan kritik, saran, serta pengarahan dalam penulisan skripsiini.
6. Bapak M. Wendy Tri Jaya S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas II
yangtelah memberikan kritik, saran, serta pengarahan dalam penulisanskripsi
ini.
7. Prof. Dr. Muhammad Akib, S.H., M.Hum.selaku Pembimbing
Akademik,yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas
HukumUniversitas Lampung.
8. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum
UniversitasLampung, khususnya Bapak/Ibu Dosen Bagian Hukum
Keperdataan sumbermata air ilmu bagi penulis yang penuh ketulusan,
dedikasi untuk memberikanilmu yang bermanfaat dan motivasi bagi penulis,
serta segala kemudahan danbantuannya selama penulis menyelesaikan studi.
9. Mas ku Agustinus Budi dan Kakak ku Indah Arestya Putri tersayang yang
telah memberi semangat dan dukungannya.
10. Sahabat-sahabat terbaik Bukan Jam Kuliah (BJK) Achmad Gibran, Sahid
Nur, Zikri Alam, Sandy Nauval, Parlin Petrus, Rio Jaya P, dan Johan
ix
Immanuel. Terima kasih ataskebersamaannya tanpa kalian kisah hidup tidak
lengkap.
11. Sahabat-sahabat ku Agus Setiawan, S.H., Haritsyah, dan Silvia Ulva
terimakasih atas segala doa dan dukungannya karena kalian penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat di Fakultas Hukum Universitas Lampung Angkatan 2013,
Arlen Baihaki, Muhammad Iqbal, Edwart Martinus, Safwanda, Abednego
Renaldo, Ibnu Rodif,Agil, Landoria Hutabarat, ,yanglainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Terima kasih ataskebersamaannya.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantudalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan
dandukungannya.Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi
baik yang telahdiberikan kepada penulis.
Semoga skripsi ini memiliki manfaat bagi yang membacanya. Dan semoga segala
bentuk kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan pahala dari Allah SWT.
Aamiin.
Bandar Lampung
Penulis,
Agung Darmawan
x
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................ iv
MOTO ..................................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................ vi
SANWACANA ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup .............................................. 9
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian .............................. 10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Hak Cipta ......................................................... 11
1. Pengertian Hak Cipta ............................................................ 11
2. Dasar Hukum Hak Cipta ....................................................... 14
3. Perlindungan Hukum Hak Cipta ........................................... 15
4. Subjek Hak Cipta .................................................................. 23
5. Objek Hak Cipta .................................................................... 24
B. Pendaftaran Hak Cipta ................................................................ 24
C. Pembatalan Pendaftaran Hak Cipta ............................................. 27
D. Masa Berlaku Hak Cipta ............................................................. 28
E. Penyelesaian Sengketa Hak Cipta ................................................ 29
1. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi (Di Pengadilan) ...... 29
2. Penyelesaian Sengketa Melalui Non Litigasi (Di Luar Pengadilan)
................................................................................................ 31
F. Kerangka Pikir ............................................................................. 36
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 38
B. Tipe Penelitian ............................................................................. 39
C. Pendekatan Masalah ..................................................................... 39
xi
D. Sumber dan Jenis Data ................................................................. 39
E. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 40
F. Metode Pengolahan Data ............................................................. 41
G. Analisis Data .............................................................................. 41
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pemilik dan/atau Pemegang Hak Cipta Potret Berdasarkan
Undang – Undang Hak Cipta ....................................................... 42
1. Pemilik Hak Cipta Potret ...................................................... 43
2. Pemegang Hak Cipta Potret .................................................. 47
3. Pemilik dan Pemegang Hak Cipta Potret .............................. 53
4. Pemegang Lisensi ................................................................. 54
B. Syarat Menjadikan Potret Sebagai Sarana Promosi atau Iklan .... 55
C. Sanksi Hukum Apabila Sebuah Karya Cipta Potret digunakan
Tanpa Hak .................................................................................... 60
V. PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 67
B. Saran ........................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HKI) adalah terjemahan resmi dari
Intellectual Property Rights. Berdasarkan subtansinya, HKI berhubungan dengan
benda tidak berwujud serta melindungi karya intelektual yang lahir dari cipta,
rasa, dan karsa manusia.1Hak Cipta muncul sebagai bagian yang tidak terpisahkan
Hak Kekayaan Intelektual yang bergerak di bidang seni, sastra, dan ilmu
pengetahuan dimunculkan untuk memotivasi dan mendorong kreativitas pencipta
yang hal ini dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada ruang
lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan.2
Perkembangan hak cipta secara internasional pada dasarnya dapat dilihat melalui
beberapa konteks sistem negara yang berbeda. Dapat dilihat dari konteks
ketatanegaraan, apakah negara itu menganut Common LawataupunEropa
Continental.3Konsep hak cipta dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan
dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin").
1 Tomi suryono Utomo, Hak Kekayaan Intelektual di Era Global, Graha Ilmu.
Yogyakarta. 2010. Hlm 2. 2 Arif Lutviansori, Hak cipta dan perlindungan Folklor di Indonesia, Graha
Ilmu.Yogyakarta 2010. Hlm 59. 3Ibid.
2
Hak cipta pertama diberikan di Inggris, berdasarkan keputusan kerajaan pada
tahun 1556. Melalui keputusan tersebut, hak ekslusif terkait penerbitan buku
diserahkan ke tangan penerbit bukan pengarang yang mencakup hak untuk
mengkontrol penerbitan dan penjualan buku yang berlaku selamanya. Hak
tersebut berakhir pada tahun 1694, para pengusaha tersebut mengajukan bantuan
ke parlemen karena perusahaan tersebut menghadapi kompetisi terkait penerbitan
buku.4
Undang-Undang Hak Hipta (selanjutnya disebut UUHC) diberlakukan di
Indonesia sebelum merdeka, saat itu pemerintah Belanda yang membawa dan
memperkenalkannya pada tanggal 23 September 1912 dengan diundangkannya
Auteurswet, yang di latar belakangi dengan terciptanya Konvensi Bern pada tahun
1886 yang bertujuan untuk melindungi hak cipta di wilayah bagian Eropa.5
Setelah Indonesia merdeka, ketentuan Auteurswet 1912 ini kemudian masih
dinyatakan berlaku sesuai dengan ketentuan peralihan yang terdapat dalam Pasal
II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 (Selanjutnya disebut UUD 45)
Pasal 192 Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat dan Pasal 142
Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Setelah 37 tahun Indonesia merdeka,
Indonesia sebagai negara berdaulat mengundangkan suatu Undang-Undang
nasional tentang hak cipta, tepatnya tanggal 12 April 1982, pemerintah Indonesia
memutuskanuntuk mencabut Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912
dan sekaligus mengundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang hak
cipta yang dimuat dalam Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15. undang-
4 Tomi Suryono Utomo, Opcit., hlm 6.
5Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, PT Alumni, Bandung, 2003, hlm. 56.
3
undang ini pada prinsipnya peraturannya sama dengan Auteurswet 1912 namun
disesuaikan dengan keadaan Indonesia pada saat itu.6 Sebagai upaya
pembangunan hukum nasional, Penyusunan UUHC No. 6 Tahun 1982 pada
dasarnya merupakan tonggak awal pembangunan sistem HKI nasional di
Indonesia. Meski bernuansa monopoli dan individualistik, kelahiran UUHC nyaris
tanpa reaksi. Reaksi pro-kontra justru sewaktu UUHC direvisi tahun 1987. Yang
merupakan sumber penolakannya adalah kebijakan pemerintah dalam
mengembang sistem hukum nasional HKI, khususnya Hak Cipta yang dinilai
kurang tepat waktu dan lemah aspirasi.7
Dalam perjalanannya UUHC terus mengalami perubahan dan penyesuaian sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. UUHC yang pertama adalah UU
No. 6 Tahun 1982 lalu diubah menjadi UU No. 7 Tahun 1987, UU No. 12 Tahun
1997, UU No. 19 Tahun 2002 dan kemudian yang terakhir UU No. 28 Tahun
2014. Semua undang-undang ini dibuat dan disempurnakan semata-mata untuk
melindungi hak dari para pencipta atas karya yang ia hasilkan.Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014Tentang Hak Cipta adalah undang-undang yang mengatur
secara khusus tentang perlindungan Hak Cipta di Indonesia yang di sahkan pada
tanggal 16 Oktober 2014.
Hak cipta yang di lindungi di Indonesia adalah hak cipta dalam bentuk ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra.Salah satunya potret, menurut UUHC yang
dimaksud potret adalah kaya cipta dalam bentuk gambar visual yang diciptakan
dengan media kamera yang objeknya adalah manusia.Lama sebelum alat pemotret
6 Rahmi Jened, Hukum Hak Cipta. Citra Aditya. Bandung, 2010. hlm 32.
7 Henry soelistyo, Hak Cipta Tanpa Moral. Rajawali Pers. Jakarta 2011. Hlm 45.
4
ditemukan, orang sudah lebih dulu melukis termasuk melukis manusia. Awalnya,
hanya para bangsawan dan orang kaya yang dapat membuat lukisan diri mereka
diabadikan. Seiring berjalannya waktu, lukisan potret itu lebih banyak menangkap
wajah para kelas menengah, keluarga, dan teman-teman mereka. Sementara hari
ini, lukisan potret sudah menjadi milik semua kalangan masyarakat, termasuk
dalam pemerintahan dan perusahaan. Bahkan cukup mudah menemukan para
pelukis potret menawarkan jasanya di sisi-sisi jalan yang banyak dilalui oleh turis
maupun di tempat-tempat wisata.8
Di Mesir, lukisan diri sudah dibuat sejak jaman purbakala. Kebanyakan yang
dilukis adalah para penguasa ketika itu dan para dewa dan dibuat di atas batu,
logam, atau kristal. Sementara di Cina, lukisan potret sudah ada sejak 1000 tahun
sebelum masehi. Dari beberapa sumber kesusastraan, ditemukan bahwa
kebanyakan mereka tidak melukis wajah, tapi membuat patung wajah. Socrates
adalah salah satu tokoh yang sempat dibuatkan patung, dan AlexanderAgung
ketika itu mulai memasukkan patung kepala manusia sebagai gambar dalam mata
uang logam.9
Fotografi berasal dari bahasa Inggris: photography, yang berasal dari kata dalam
bahasa Yunani yaitu Photos : cahaya dan Grafo : Melukis. Fotografi adalah proses
melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Fotografi berarti proses
atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan
merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka
8 Anonim, Pengertian dan sejarah singkat fotografi. Dalam https://kelasfotografi.word
press .com di akses pada tanggal 23 Februari 2018 pada pukul 17:19 wib. 9 Anonim, Sejarah potret, dalam https://id.wikipedia.org di akses pada 1 desember 2017,
pukul 14:30 wib.
5
cahaya. Tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat. Alat paling populer untuk
menangkap cahaya ini adalah kamera. Pada abad ke-3 SM Aristoteles dan
seorang ilmuwan Arab Ibnu Al Haitam (Al Hazen) pada abad ke-10 SM, yang
berusaha untuk menciptakan serta mengembangkan alat yang sekarang dikenal
sebagai kamera. Pada tahun 1558, seorang ilmuwan Italia, Giambattista della
Porta menyebut ”camera obscura” pada sebuah kotak yang membantu pelukis
menangkap bayangan gambar. Nama kamera obscura diciptakan oleh Johannes
Kepler pada tahun 1611.
Johannes Kepler membuat desain kamera portable yang dibuat seperti sebuah
tenda, dan memberi nama alat tersebut kamera obscura. Didalam tenda sangat
gelap kecuali sedikit cahaya yang ditangkap oleh lensa, yang membentuk gambar
keadaan di luar tenda di atas selembar kertas.10
Berbagai penelitian dilakukan
mulai pada awal abad ke-17 ,seorang ilmuwan berkebangsaan Italia Angelo Sala
menggunakan cahaya matahari untuk merekam serangkaian kata pada pelat
chloride perak. Tapi ia gagal mempertahankan gambar secara permanen. Sekitar
tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang berkebangsaan Inggris bereksperimen
untuk merekam gambar positif dari citra pada kamera obscura berlensa, hasilnya
sangat mengecewakan. Humphrey Davy melakukan percobaan lebih lanjut
denganchlorida perak, tapi bernasib sama juga walaupun sudah berhasil
menangkap imaji melalui kamera obscura tanpa lensa.11
Akhirnya, pada tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis, Joseph
Nicephore Niepce (1765-1833), setelah delapan jam mengexposed pemandangan
10
Ibid. 11
Anonim, sejarah munculnya kamera digital, dalam http://www.infocreativemedia.com,
diakses pada tanggal 3 Desember 2017,pukul 10:00 wib.
6
dari jendela kamarnya, melalui proses yang disebutnya Heliogravure (proses
kerjanya mirip lithograph) di atas pelat logam yang dilapisi aspal, berhasil
melahirkan sebuah gambar yang agak kabur, berhasil pula mempertahankan
gambar secara permanen. Ia melanjutkan percobaannya hingga tahun 1826, inilah
yang akhirnya menjadi sejarah awal fotografi yang sebenarnya. Foto yang
dihasilkan itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS.12
Pada Tahun 1839 merupakan tahun awal kelahiran potret dengan media fotografi.
Pada saat itu, di Perancis potret atau dalam bahasa Prancisnya dikenal dengan
potrey, yang dinyatakan secara resmi bahwa fotografi adalah sebuah terobosan
teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa
dibuat permanen.Penelitian demi penelitian terus berlanjut hingga pata tanggal
tanggal 19 Agustus 1839, desainer panggung opera yang juga pelukis, Louis-
Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851) dinobatkan sebagai orang pertama yang
berhasil membuat foto yang sebenarnya: sebuah gambar permanen pada lembaran
plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah
jam cahaya langsung dengan pemanas merkuri (neon). Proses ini
disebut daguerreotype.13
Januari 1839, Daguerre sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Akan
tetapi, Pemerintah Perancis berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke
seluruh dunia secara cuma-cuma. Fotografi kemudian berkembang dengan sangat
cepat. Melalui perusahaan Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan
fotografi dengan menciptakan serta menjual roll film dan kamera boks yang
12
Ibid. 13
Ibid.
7
praktis, sejalan dengan perkembangan dalam dunia fotografi melalui perbaikan
lensa, shutter, film dan kertas foto.14
Tahun 1950, untuk memudahkan pembidikan pada kamera Single Lens Reflex
maka mulailah digunakan prisma (SLR), dan Jepang pun mulai memasuki dunia
fotografi dengan produksi kamera Nikon yang kemudian disusul dengan Canon.
Tahun 1972 kamera Polaroid temuan Edwin Land mulai dipasarkan. Kamera
Polaroid mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses pengembangan dan
pencetakan film. Untuk menghasilkan intensitas cahaya yang tepat untuk
menghasilkan gambar, digunakan bantuan alat ukur berupa lightmeter. Setelah
mendapat ukuran pencahayaan yang tepat, seorang fotografer bisa mengatur
intensitas cahaya tersebut dengan mengubah kombinasi ISO/ASA (ISO Speed),
Diafragma (Aperture), dan Kecepatan Rana (Speed). Kombinasi antara ISO,
Diafragma & Speed disebut sebagai pajanan (Exposure). Di era fotografi digital
dimana film tidak digunakan, maka kecepatan film yang semula digunakan
berkembang menjadi Digital ISO.15
Pada era media sosial seperti sekarang potret menjadi hal vital bagi kehidupan,
munculnya media social seperti facebook, twitter, instagram, whatsapp, dan lain –
lain dan hal ini semenjadikan potret yang seharusnya menjadi milik pribadi, dapat
di konsumsi ataupun dimiliki khalayak umum. Dan hal inilah yang memicu
penyalahgunaan potret, seperti promisi. Di era digital seperti sekarang, potret
sebagai karya ciptaan rentan menjadi persoalan hukum. Tanpa pengetahuan
hukum, kelalaian dari hanya sekali klik pada keyboard bisa berujung bui atau
14
Anonim, Pengertian dan perinsip serta sejarah dunia fotografi, dalam
http://www.digitografi.com , di akses pada tanggal 23 Februari 2018 pada pukul 17:36 wib. 15
Ibid.
8
denda milyaran rupiah. Karena persoalan potret merupakan hal yang cukup vital
karena karya cipta potret memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, apalagi
apabila potret tersebut merupakan wajah dari seorang yang cukup dihargai seperti
politisi, public figur, ataupun seorang model.
Salah satu kasus yang dialami tim kampanye kandidat Presiden Prabowo yang
menggunakan karya potret seorang jurnalis Rully Kesuma (ciptaan tahun 1993)
tanpa izin pada pertengahan tahun 2014, Steven Rusli dijadikan tersangka oleh
Subid Ekonomi Polda Jatim karena penggunaan foto Ani Yudhoyono untuk
brosur pada tahun 2013.16
Kemudian sebuah kasus terjadi di Jakarta, dimana PT.
Unilever Indonesia yang mempotret seorang ibu bernama Joice saat berkunjung
ke Unilever untuk mengambil mesin cuci, yang merupkan hadiah dari PT.
Unilever.Sebelum di potret Joice menolak, namun PT. Unilever Indonesia
bersikeras dengan mengatakan potret Joice digunakan hanya sekedar untuk
dokumentasi saja.Kenyataanya potret Joice di gunakan sebagai sarana promosi,
berupa baleho.Kemudian Joice tak terima potret dirinya digunakan sebagai
kepentiangankomersial dan menuntut PT. Unilever Indonesia ke Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat.17
Contoh lainnya penulis menemukan sebuah kasus yang terjadi di Surabaya,
seorang dokter yang bekerja di Rumah Sakit Siloam Surabaya. Pihak RS Siloam
mengambil potret dirinya yang sedang berada di Laboratorium, kemudian
potretnya di gunakan sebagai model iklan untuk mempromosikan RS Siloam di
16
Anonim, pasang foto ani yudhoyono di brosur pria ini dimeja hijaukan, dalam
ttps://news.detik.com/beritajawatimur 22oktober2014. di aksespada hari jum’at 23 Februari 2018,
Pada pukul 17:55 wib. 17
Anonim, PT. Unilever Tbk Digugat Rp. 13,5 Miliar Gara – gara Iklan Detergen Rinso,
dalam http://www.tribunnews.com . Diakses pada hari senin 26 Februari 2018. Pukul 16:05 wib.
9
cetak pada brosur dan di koran tanpa sepengetahuan dokter tersebut. Kemudian
karena merasa di rugikan, dokter menuntut pihak RS atas dasar pelanggaran hak
cipta.18
Contoh kasus diatas, hanya sebagian kecil dari pelanggaran hak cipta atas hasil
atau karya cipta potret di indonesia. Maka dari latar belakang tersebut, penulis
berkeinginan untuk menelitiPerspektif undang-undang hak cipta terhadap
penggunaan potret sebagai sarana promosi suatu produk.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
Berdasarkan latar belakang di atas dan agar tidak terjadi penyimpangan dan
perluasan masalah dari apa yang di teliti, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. Siapakah yang disebut pemilik dan/atau pemegangPemilik hak cipta potret
berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta?
2. Bagaimana syarat-syarat sebuah karya cipta potret agar dapat digunakan
sebagai sarana promosisehingga tidak melanggar hak dari pemilik
danpemegang hak cipta?
3. Apakah Sanksi hukum apabila sebuah karya cipta potret digunakan tanpa hak?
Lingkup dari penulisan ini adalah pada hukum perdata umumnya terutama bidang
hak cipta dan untuk menjawab permasalahan yang telah diungkapkan pada
rumusan masalah, maka penulis membatasi pembahasan mengenaipenggunaan
potret sebagai sarana promosi di tinjau dari Undang-Undang Hak Cipta.
18
Andi Saputra, Dokter Dijadikan Model Iklan Tanpa Izin, RS Siloam Dihukum Rp. 200
Juta 16 Agustus 2011. Diakses pada hari minggu 25 Februari 2018. Pukul 10:00 wib.
10
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan penulisan ini
adalah untuk mengetahui :
1. Pemilik dan/atau pemegang hak cipta dan pemegang lisensi hak cipta potret
berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta.
2. Syarat-syarat sebuah karya cipta potret agar dapat digunakan sebagai sarana
promosi sehingga tidak melanggar hak dari pemegang pemilik dan atau pemilik
hak cipta.
3. Sanksi hukum apabila sebuah karya cipta potret digunakan tanpa hak.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Sebagai pengembang ilmu pengetahuan dibidang hukum hak kekayaan
iltelektual khususnya mengenai hak cipta potret.
2. Kegunaan Praktis
1) Sebagai sumber informasi bagi pembaca khususnya mengenai
penggunaan potret sebagai sarana promosi.
2) Sebagai bahan bacaan atau referensi bagi peneliti, mahasiswa dan
masyarakat dalam pengembangan ilmu khususnya mengenai penggunaan
potret sebagai sarana promosi.
3) Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan peneliti dalam hal
penggunaan potret sebagai sarana promosi.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Hak Cipta
1. Pengertian Hak Cipta
Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Istilah hak
cipta sebenarnya berasal dari negara yang menganut common law yaitu copyright,
di Perancis dikenal droit d’aueteur sedangkan di Jerman dikenal urheberecht. Di
Inggris, penggunaan istilah copyright dikembangkan untuk melindungi penerbit,
bukan untuk melindungi si pencipta, dengan perkembangan hukum dan teknologi
perlindungan juga diberikan kepada pencipta, dan cakupan hak cipta diperluas,
tidak hanya buku, tetapi karya cipta lainnya.19
Hak cipta dikategorikan dalam hak mutlak atas suatu benda atau biasa disebut
sebagai hak kebendaan, dalam hal ini Hak cipta termasuk dalam golongan benda
bergerak tak berwujud. Hak cipta merupakan hak yang berdiri sendiri yang
dibedakan dengan hak atas kekayaan perindustrian
Menurut pendapat Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hak cipta bukanlah
merupakan hak kebendaan dalam lingkup hak-hak yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, meskipun hak cipta dapat digolongkan sebagai
19
Endang Purwaningsih. 2005. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights.
Bogor : Ghalia Indonesia. Hlm. 1
12
hak kebendaan karena memenuhi ciri-ciri pokok kebendaan. Hak cipta merupakan
hak kebendaan yang diatur dalam lingkup Hak Kekayaan Intelektual(HKI).20
Menurut Patricia Loughlan, pengertian hak cipta adalah bentuk kepemilikanyang
memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk mengawasi penggunaan dan
memanfaatkan suatu kreasi intelektual, sebagaimana kreasi yang ditetapkan dalam
kategori hak cipta, yaitu kesusastraan, drama, musik dan pekerjaan seni, serta
rekaman suara, film, radio dan siaran televisi, serta karya tulis yang diperbanyak
melalui penerbitan.21
Pengertian hak cipta menurut McKeoug dan Stewart, hak cipta adalah suatu
konsep di mana pencipta (artis, musisi, pembuat film) yang memiliki hak untuk
memanfaatkan hasil karyanya tanpa memperbolehkan pihak lain untuk meniru
hasil karyanya tersebut.22
Imam Trijono berpendapat bahwa hak cipta mempunyai
arti tidak saja si pencipta dan hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan
hukum, akan tetapi juga perluasan ini memberikan perlindungan kepada yang
diberi kepada yang diberi kuasa pun kepada pihak yang menerbitkan terjemah
daripada karya yang dilindungi oleh perjanjian ini.23
Dalam UUHC, pengertian hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul
secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.Pencipta ialah seorang atau beberapa orang yang
20
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1981. Hukum Perdata : Hukum Benda, Yogyakarta:
Liberty. Hlm. 25. 21
Afrillyana Purba, Gazalba Saleh dan Andriana Krisnawati, TRIPs-WTO dan Hukum
HKI Indonesia, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006, hlm 135. 22
Ibid. 23
Loc.cit. hlm160.
13
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang
bersifat khas dan pribadi.Ciptaan ialah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk
nyata.Pada umumnya dalam hak cipta terkandung hak ekonomi (economic right)
dan hak moral (moral right) dari pemegang hak cipta. Hak ekonomi adalah hak
untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas hak cipta. Hak ekonomi ini berupa
keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan hak ciptanya
tersebut oleh dirinya sendiri, atau karena digunakan oleh pihak lain berdasarkan
lisensi yang diberikan.
Selanjutnya yang dimaksud dengan hak cipta mengandung hak moral adalah hak
yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi penemu atau pencipta. Hak
moral ini melekat pada pribadi dari si pencipta. Hak moral tidak dapat dipisahkan
dari pencipta karena bersifat kekal dan pribadi. Sifat pribadi ini menunjukkan ciri
khas yang berkaitan dengan nama baik, kemampuan dan juga untegritas yang di
miliki pencipta. Kekal berarti bahwa melekat pada pencipta selama hidup bahkan
setelah meninggal dunia.
Pada dasarnya yang dilindungi oleh UUHC adalah pencipta yang atas inspirasinya
menghasilkan setiap karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya
di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perlu ada keahlian pencipta untuk
dapat melakukan karya cipta yang dilindungi hak cipta. Ciptaan yang lahir
diharuskan untuk mempunyai bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian
sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat
14
pribadi pencipta. Artinya, ciptaan harus mempunyai unsur refleksi pribadi (alter-
ego) pencipta. Tanpa adanya pencipta dengan alter egonya tidak akan lahir suatu
ciptaan yang dilindungi hak cipta.
2. Dasar Hukum Hak Cipta
UU HC di berlakukan di Indonesia sebelum merdeka, saat itu pemerintah Belanda
yang membawa dan memperkenalkannya Pada tanggal 23 September 1912
dengan diundangkannya Auteurswet, yang di latar belakangi dengan Terciptanya
Konvensi Bern 1886 yang melindungi Hak cipta di wilayah bagian Eropa.24
Setelah Indonesia merdeka, ketentuan Auteurswet 1912 ini kemudian masih
dinyatakan berlaku sesuai dengan ketentuan peralihan yang terdapat dalam Pasal
II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 (Selanjutnya disebut UUD 45),
Pasal 192 Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat dan Pasal 142
Undang-Undang Dasar Sementara 1950.Kemudian 37 tahun Indonesia merdeka,
Indonesia sebagai negara berdaulat mengundangkan suatu UU nasional tentang
Hak Cipta, tepatnya tanggal 12 April 1982, pemerintah Indonesia memutuskan
untuk mencabut Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912 dan
sekaligus mengundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak
Cipta yang dimuat dalam Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15. Undang-
Undang ini pada prinsipnya peraturannya sama dengan Auteurswet 1912 namun
disesuaikan dengan keadaan Indonesia pada saat itu.25
24
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, PT Alumni, Bandung, 2003, hlm. 56. 25
Opcit, hlm 57.
15
Dalam Perjalanannya UUHC ini terus mengalami perubahan agar sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan zaman. UUHC yang pertama adalah UU No. 6
Tahun 1982 lalu di ubah menjadi UU No. 7 Tahun 1987, UU No. 12 Tahun 1997,
UU No. 19 Tahun 2002 dan kemudian yang terakhir UU No. 28 Tahun
2014.Semua undang – undang ini di buat dan di sempurnakan semata–mata untuk
melindungi hak dari para pencipta atas karya yang ia hasilkan.Undang–Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta adalah undang–undang yang mengatur
secara khusus tentang perlindungan Hak Cipta di Indonesia yang di sahkan pada
tanggal 16 Oktober 2014 (selanjutnya disebut UUHC).
3. Perlindungan Hukum Hak Cipta
Menurut Fitzgerald, menjelaskan teori perlindungan hukum bahwa hukum
bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam
masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap
kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai
kepentingan di lain pihak.26
Menurut Djumhana dijelaskan bahwa doktrin-doktrin yang berkembang dalam
perlindungan Hak Cipta, yaitu:
1) Doktrin Publisitas (Right of Publicity).
2) Making Available Right dan Merchandising right.
3) Doktrin Penggunaan yang pantas (Fair use/ Fair dealing).
4) Doktrin Kerja Atas Dasar Sewa (the Work Made for Hire Doctrine).
5) Perlindungan (Hak) Karakter.
26
Rita Teresia, Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Pemilik Lagu Atas Perbuatan
Pengunduhan Lagu Melalui Situs Tanpa Bayar Di Internet, Skripsi, Program Sarjana Hukum
Universitas Riau, Pekanbaru, 2015, hlm. 10
16
6) Pengetahuan Tradisional (traditional Knowledge); dalam lingkup keterkaitan
Hak Cipta.
7) Cakupan-cakupan baru dalam perlindungan Hak Cipta; software
free, copyleft, open source. 27
Menurut David Bainbridge, justifikasi perlindungan HKI dapat digambarkan
dengan ungkapan sederhana. Intinya,setiap orang harus diakui dan berhak
memiliki apa yang dihasilkannya. Bila hak itu diambil darinya, ia tak lebih dari
seorang budak. Ungkapan ini menjadi semakin penting mengingat dalam
perspektif HKI, apa yang dihasilkan sepenuhnya berasal dari otak atau
kemampuan intelektual manusia.28
Pentingnya perlindungan hukum bagi kaum
lemah, juga ditemukan dalam pemikiran Grotius, Thomas Hobbes, Spinoza, dan
John Locke. Mereka adalah ahli-ahli yang muncul di era kebangkitan teori Hukum
Alam abad XVII. Grotius mengatakan bahwa hukum itu ada karena adanya suatu
perjanjian atau kontrak, perjanjian ini terjadi semata-mata karena manusia itu
adalah makhluk sosial, sehingga selalu ada keinginan untuk hidup bermasyarakat.
Hukum dan negara bertujuan untuk ketertiban dan keamanan.29
Karena pada
dasarnya setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan
dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana,
perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas
dantidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang
obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan
27
Hasbir Paserangi, Perlindungan Hukum Hak Cipta Software Program Komputer di
Indonesia, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Fakultas Hukum UII, Vol. 18 Oktober 2011, hlm. 24. 28
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 21 29
Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti, Memahami Hukum Dari Kontruksi Sampai
Implementasi, PT RajaGrafindo, Jakarta, 2001, hlm. 11.
17
benar(Pasal 12 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia).
Menurut Imam Trijono bahwa hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan
hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan hukum, akan tetapi juga perluasan
ini memberikan perlindungan kepada yang diberi kepada yang diberi kuasa pun
kepada pihak yang menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh
perjanjian ini. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta, berbunyi:30
“Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”.Pada dasarnya, hak cipta adalah sejenis kepemilikan pribadi atas suatu
ciptaan yang berupa perwujudan dari suatu ide pencipta di bidang seni, sastra dan
ilmu pengetahuan. Ketika anda membeli sebuah buku, anda hanya membeli hak
untuk meminjamkan dan menyimpan buku tersebut sesuai keinginan anda. Buku
tersebut adalah milik anda pribadi dalam bentuknya yang nyata atau dalam wujud
benda berupa buku. Namun, ketika anda membeli buku ini, anda tidak membeli
Hak Cipta karya tulis yang ada dalam buku yang dimiliki oleh si pengarang
ciptaan karya tulis yang diterbitkan sebagai buku.
Dengan kerangka berpikir tentang sifat dasar hak cipta yang demikian, anda tidak
memperoleh hak untuk mengkopi ataupun memperbanyak buku tanpa seizin dari
pengarang. Apalagi menjual secara komersial hasil perbanyakan buku yang dibeli
30
Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, Nuansa Aulia,
Bandung, 2010, hlm 14.
18
tanpa seizin dari pengarang. Hak memperbanyak karya tulis adalah hak eksklusif
pengarang atau seseorang kepada siapa pengarang mengalihkan hak perbanyak
dengan cara memberikan lisensi. Pasal 9 ayat 2 Trips menyatakan “Perlindungan
hak cipta hanya diberikan pada perwujudan suatu ciptaan dan bukan pada ide,
prosedur, metode pelaksanaan atau konsep-konsep matematis semacamnya”.31
Menurut L.J. Taylor dalam bukunya Copyright for Librarians menyatakan bahwa
yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide, jadi bukan
melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah
dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan
gagasan.Dengan demikian, terdapat dua persyaratan pokok untuk mendapatkan
perlindungan hak cipta, yaitu unsur keaslian dan kreatifitas dari suatu karya cipta.
Bahwa suatu karya cipta adalah hasil dari kreatifitas penciptanya itu sendiri dan
bukan tiruan serta tidak harus baru atau unik. Namun, harus menunjukkan
keaslian sebagai suatu ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya
yang bersifat pribadi.32
Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah
memberikan beberapa kriteria mengenai hasil ciptaan yang diberikan
perlindungan oleh Hak Cipta sebagai berikut :
a. Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
1. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua
hasil karya tulis lain.
31
Tim Lindsley,dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT. Alumni, Bandung,
2006, hlm. 105. 32
Rachmadi Usman, op.cit., hlm. 121.
19
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis.
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
4. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks.
5. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, kolase.
7. Karya seni terapan.
8. Karya arsitektur.
9. Peta.
10. Karya seni batik atau seni motif lain.
11. Karya fotografi.
12. Potret.
13. Karya sinematografi.
14. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,
aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi.
15. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi
ekspresi budaya tradisional.
16. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca
dengan Program Komputer maupun media lainnya.
17. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli.
18. Permainan video.
19. Program Komputer.
20
Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat l dilindungi sebagai ciptaan tersendiri
dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.Perlindungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2, termasuk perlindungan terhadap ciptaan yang
tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk
nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.
Selanjutnya UUHC juga menjelaskan pengertian dari jenis ciptaan yang
dilindungi sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 40 UUHC adalah
sebagai berikut:
1. Perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan
"typholographical arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk
penulisan karya tulis. Hal ini mencakup antara lain format, hiasan, komposisi
warna dan susunan atau tata letak huruf indah yang secara keseluruhan
menampilkan wujud yang khas.
2. Alat peraga adalah ciptaan yang berbentuk 2 (dua) ataupun 3 (tiga) dimensi
yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi atau ilmu
pengetahuan lain.
3. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks diartikan sebagai satu kesatuan karya
cipta yang bersifat utuh.
4. Gambar antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo dan unsur-unsur
warna dan bentuk huruf indah. kolase adalah komposisi artistik yang dibuat
dari berbagai bahan (misalnya dari kain, kertas, atau kayu) yang ditempelkan
pada permukaan sketsa atau media karya.
21
5. Karya seni terapan adalah karya seni rupa yang dibuat dengan menerapkan
seni pada suatu produk hingga memiliki kesan estetis dalam memenuhi
kebutuhan praktis, antara lain penggunaan gambar, motif, atau ornament pada
suatu produk.
6. Karya arsitektur antara lain, wujud fisik bangunan, penataan letak bangunan,
gambar rancangan bangunan, gambar teknis bangunan, dan model atau maket
bangunan.
7. Peta adalah suatu gambaran dari unsur alam dan/atau buatan manusia yang
berada di atas ataupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada
suatu bidang datar dengan skala tertentu, baik melalui media digital maupun
non digital.
8. Karya seni batik adalah motif batik kontemporer yang bersifat inovatif, masa
kini, dan bukan tradisional. Karya tersebut dilindungi karena mempunyai
nilai seni, baik dalam kaitannya dengan gambar, corak, maupun komposisi
warna. Karya seni motif lain adalah motif yang merupakan kekayaan bangsa
Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni songket, motif tenun
ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni motif lain yang bersifat kontemporer,
inovatif, dan terus dikembangkan.
9. Karya fotografi meliputi semua foto yang dihasilkan dengan menggunakan
kamera.
10. Karya sinematografi adalah Ciptaan yang berupa gambar gerak (moving
images) antara lain: film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita
yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat
dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau
22
media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop,layar lebar,
televisi atau media lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh
bentuk audiovisual.
11. Bunga rampai meliputi: ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kompilasi
karya tulis pilihan, himpunan lagu pilihan, dan komposisi berbagai karya tari
pilihanyang direkam dalam kaset, cakram optik atau media lain.
Hasil Karya yang Tidak Dilindungi Hak Cipta
Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi: (Pasal 41 ayat (2) UUHC)
1. Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
2. Setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data
walaupun telah diungkapkan, dinyatakan , digambarkan , dijelaskan, atau
digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan
3. Alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan
masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan
fungsional.
Hal-hal yang tidak termasuk hak cipta adalah hasil rapat terbuka lembaga
negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato
pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan kitab
suci atau simbol keagamaan (Pasal 42UUHC).
Hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai ciptaan adalah:
1. Ciptaan diluar bidang ilmu pengetahuan, seni, dan satra
2. Ciptaan yang tidak orisinil
3. Ciptaan yang bersifat abstrak
23
4. Ciptaan yang sudah merupakan milik umum
5. Ciptaan yang tidak sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Hak
Cipta.
4. Subjek Hak Cipta
Subyek Hak Cipta adalah Pencipta dan Pemegang Hak Cipta. Pencipta adalah
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir
suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan
atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Sementara Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta atau
orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut diatas. Yang
dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang namanya terdaftar dalam Daftar
Umum Ciptaan dan pengumuman resmi tentang pendaftaran pada Departemen
Kehakiman; dan orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan
sebagai pencipta (Pasal 5). Jika suatu ciptaan terdiri dari beberapa bagian
tersendiri yang diciptakan dua orang atau lebih, maka yang dianggap sebagai
Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh
ciptaan itu atau jika tidak ada orang itu, orang yang menghimpunnya (Pasal 6).
Negara memegang Hak Cipta atas karya peningkatan pra sejarah, sejarah dan
benda budaya nasional lainnya. Negara juga memegang Hak Cipta terhadap luar
negeri atas ciptaan berikut : hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama,
seperti cerita, hkayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi,
tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya dipelihara dan dilindungi oleh Negara
(Pasal 10). Bila suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum
24
diterbitkan, maka Negara memegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut untuk
kepentingan penciptanya (Pasal 10 ayat 1).
5. Objek Hak Cipta
Objek dari hak cipta bisa dilihat dari bentuknya, bentuk ciptaan yang merupakan
hak cipta adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan
menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Menurut pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 ciptaan yang
dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
Menurut Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, ciptaan yang di
lindungi adalah buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya
tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato,
dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa
teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan
pantomime,seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,
seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta,
seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir,saduran, bunga rampai,
database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
B. Pendaftaran Hak cipta
Secara teori hak cipta timbul dengan sendirinya baik saat seseorang
mendeklarasikan karya ciptaannya, seperti seorang penyanyi yang menyanyikan
lagunya di radio, televisi dan lain sebagainya, ataupun seorang penulis yang
menuliskan karya tulisannya yang ia tuliskan di koran, majalah dan lain
25
sebagainya dan hal ini telah diatur dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang – Undang No. 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.Namun secara praktik untuk menghindari
berbagai macam masalah hukum seperti sengketa maka ada baiknya seorang
pencipta mendaftarkan karya ciptaanya. Berikut merupakan manfaat Pencatatan
hak cipta:
1. Antisipasi adanya pihak lain yang menggunakan tanpa izin;
2. Antisipasi timbulnya perselisihan dengan pemegang hak cipta;
3. Alat meminta pembatalan pencatatan ciptaan kita oleh pihak lain yang
dilakukan tanpa hak.
Pendaftaran hak cipta yang kini telah diubah istilahnya menjadi Pencatatan, dapat
dilakukan melalui beberapa alternatif, yaitu :
1. Secara langsung kepada Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri,
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM
di Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 8-9, Jakarta Selatan 12940.
2. Melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Republik
Indonesia di seluruh Indonesia.
3. Melalui Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
Prosedur pencatatan hak cipta sama untuk semua jenis ciptaan, yang berbeda
hanyalah lampiran contoh ciptaannya. Pencatatan dapat dilakukan dengan melalui
permohonan. Menurut Pasal 67 UUHC Dalam hal Permohonan diajukan oleh:
1. Beberapa orang yang secara bersama-sama yang hak atas suatu ciptaan atau
produk Hak Terkait.Permohonan dilampiri keterangan tertulis yang
membuktikan hak tersebut.
26
2. Badan hukum, permohonan dilampiri salinan resmi akta pendirian badan
hukum yang telah disahkan oleh pejabat berwenang.
Dalam hal permohonan diajukan oleh beberapa orang, nama pemohon harus
dituliskan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang terpilih.
Kemudian apabila oprmohonan diajukan oleh pemohon yang berasal dari luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, permohonan wajib dilakukan
melalui konsultan kekayaan intelektual yang terdaftar sebagai Kuasa. Berikut
bagaimana tatacara pendaftaran hak cipta berdasarkan Pasal 66 UUHC
1. Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diajukan dengan Permohonan
secara tertulis dalam bahasa ndonesia oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta,
pemilik Hak Terkait, atau Kuasanya kepada Menteri.
2. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik
dan/atau non elektronik dengan:
a. menyertakan contoh Ciptaan, produk Hak Terkait, atau penggantinya.
b. melampirkan surat pernyataan kepemilikan Ciptaan dan Hak Terkait.
c. membayar biaya.
Dalam hal pemeriksaaan dalam pendaftaran hak cipta dilakukan oleh
menteri.Dalam hal ini menteri melakukan pemeriksaan terhadap permohonan
yang telah memenuhi persyaratan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 66 dan
Pasal 67.Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui Ciptaan atau produk Hak
Terkait yang dimohonkan tersebut secara esensial sama atau tidak sama dengan
Ciptaan yang tercatat dalam daftar umum ciptaan atau objek kekayaan intelektual
lainnya. Keputusan menerima atau menolak permohonan wajib diberikan dalam
27
waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya
permohonan.
Apabila permintaan permohonan diterima maka Menteri menerbitkan surat
pencatatan Ciptaan dan mencatat dalam daftar umum Ciptaan. Daftar umum
Ciptaan memuat:
1. Nama pencipta dan pemegang hak cipta, atau nama pemilik produk hak
terkait
2. Tanggal penerimaan surat permohonan;
3. Tanggal lengkapnya persyaratan sebagaimana
4. Nomor pencatatan ciptaan atau produk hak terkait.
Daftar umum Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat dapat dilihat oleh setiap
Orang tanpa dikenai biaya.
C. Pembatalan Pendaftaran Hak cipta
Kekuatan hukum pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait dapat dibatalkan
karena:
1. Permintaan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai pencipta,
pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait.
2. Lampaunya waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60
ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 61.
3. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai
pembatalanpencatatan ciptaan atau produk hak terkait.
4. Melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan
keamanan negara, atauperaturan perundang-undangan yang penghapusannya
dilakukan oleh Menteri.
28
D. Masa Berlaku Hak Cipta
Sesuai dengan Prinsip Hak Cipta yaitu Jangka waktu perlindungan hak cipta
bersifat terbatas. Dalam ketentuan Undang-undang Hak Cipta, Hak Cipta
mempunyai jangka waktu perlindungannya. Pada dasarnya Undang-undang Hak
Cipta mengenal tiga ketentuan jangka waktu perlindungan. Hal ini diatur dalam
Pasal 62 sampai pasal 63 UUHC yaitu sebagai berikut:
a. Jangka Waktu selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah penciptanya
meninggal dunia. Ciptaan yang memperoleh perlindungan selama life time
plus 50 tahun ini adalah jenis-jenis ciptaan yang asli dan bukan karya turunan
atau derivatif. Diantaranya, buku dan semua karya tulis lain, lagu, atau musik
atau drama atau drama musikal, tari, koreografi, lukisan dan karya seni rupa
dalam segala bentuknya. Apabila ciptaan dimiliki oleh dua orang atau lebih
maka Hak Cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal paling akhir
dan berlangsung 50 tahun berikutnya.
b. Jangka waktu selama 50 tahun sejak pertama kali ciptaan diumumkan. Jenis-
jenis ciptaan yang dilindungi selama 50 tahun ini meliputi Program
Komputer, sinematografi, fotografi, database dan hasil karya
pengalihwujudan. Ketentuan ini juga berlaku bagi ciptaan yang dimiliki oleh
badan hukum. Demikianm pula hak cipta atas perwajahan karya tulis atau
typographical arrangement yang dihitung sejak pertama kali diterbitkan.
Perlindungan selama 50 tahun juga berlaku terhadap ciptaan-ciptaan yang
Hak Ciptanya dipegang oleh negara karena ciptaan tersebut tidak diketahui
penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan. Demikian pula ciptaan yang
telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya, atau penerbitnya.
29
c. Tanpa Batas Waktu. Perlindungan abadi merupakan pengecualian dari prinsip
jangka waktu perlindungan hak cipta bersifat terbatas. Perlindungan abadi ini
diberikan untuk folklore atau cerita rakyat dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan hasil karya seni lainnya.
Hak cipta atas ciptaan-ciptaan seperti ini dipegang oleh negara. Perlindungan
secara tanpa batas waktu juga berlaku terhadap Hak Moral sebagaimana
diatur dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta yaitu agar nama
Pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.
E. Penyelesaian Sengketa Hak cipta
Penyelesaian sengketa hak cipta dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur. Yang
petama jalur non litigasi atau jalur litigasi. Jalur non litigasi atau biasa disebut
alternatif penyelesaian sengketa atau Alternative Dispute Resolution(ADR) hal ini
tertuang jelas dalam UUHC Pasal 95 ayat (1) yang berbunyi: penyelesaian
sengketa hak cipta dapat dilakukan dengan melalui alternatif penyelesaian
sengketa, arbitrase, atau pengadilan. Perlu untuk diketahui bahwa Dalam hal ini
UU APS dan Arbitrase hanya menyelesaikan perkara perniagaan saja dalam hal
ini tertera dalam pasal 5 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Tentang APS dan
Arbitrase.
1. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi (Di Pengadilan)
Penyelesaian sengketa yang terjadi dalam desain industri melalui litigasi atau
pengadilan diatur dalam Pasal 46 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Desain Industri
yang menjelaskan bahwa pemegang hak desain industri atau penerima lisensi
30
dapat menggugat siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, yaitu pemegang hak desain
industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang
dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat,
memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang
diberi hak desain industri. Dikecualikan pemakaian desain industri untuk
kepentingan penelitian dan pendidikan sepanjang tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari pemegang hak desain industri.
Dalam Pasal 46 gugatan tersebut berupa gugatan ganti rugi; dan/atau penghentian
semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 gugatan tersebut diajukan
kepada Pengadilan Niaga. Pasal 40 yang menyebutkan bahwa terhadap putusan
Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) hanya dapat
dimohonkan kasasi. Perlu diketahui bahwa terdapat 4 (empat) badan lingkungan
peradilan, yaitu, Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara. Menurut Dajamal Pengadilan Niaga termasuk
dalam Peradilan Umum yang menggunakan hukum acara perdata. Hukum acara
perdata mengatur tentang tata cara mengajukan gugatan serta berhubungan dengan
kewenangan pengadilan yang akan mengadililinya. Ada 2 (dua) macam
kewenangan pengadilan yang diatur oleh hukum acara, yaitu kewenangan absolut
dan kewenangan relatif.
Kewenangan absolut adalah kewenangan atribusi kekuasaan berbagai jenis badan
peradilan untuk menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya. Sedangkan kewenangan relatif adalah distribusi
31
kekuasaan badan peradilan sejenis untuk memiliki kewenangan menerima,
memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.
Hukum acara perdata berbeda dengan hukum acara pidana. Artinya inisiatif
mengajukan perkara (gugatan) berada pada pihak yang merasa haknya dilanggar
oleh pihak lain yang kemudian disebut Penggugat. Sedangkan yang diajukan ke
pengadilan karena dianggap melanggar hak Penggugat disebut Tergugat. Baik
Penggugat maupun Tergugat dapat saja berbentuk orang perseorangan, tetapi juga
dapat berbentuk badan hukum.
2. Penyelesaian Sengketa Melalui Non Litigasi (Di Luar Pengadilan)
Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui
alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan
mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Penyelesaian
sengketa melalui non litigasi atau diluar pengadilan dalam Undang-Undang
Desain Industri diatur dalam Pasal 47 yang menyatakan bahwa selain
penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 para pihak dapat
menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian.
Pasal 47 memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan alternatif
penyelesaian sengketa adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan cara lain yang
dipilih oleh para pihak sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
a. Negosiasi
Sengketa yang terjadi dalam desain industri dapat juga diselesaikan melalui
negosiasi, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang Desain
Industri, negosiasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa. Negosiasi adalah cara
32
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
bersengketa atau kuasanya secara langsung pada saat negosiasi dilakukan, tanpa
keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah.
Para pihak yang bersengketa atau kuasanya yang secara langsung melakukan
perundingan atau tawar-menawar, sehingga menghasilkan suatu kesepakatan
bersama. Para pihak yang bersengketa melakukan kesepakatan dengan berdiskusi
atau bermusyawarah terlebih dahulu agar kepentingan-kepentingan dan hak-hak
terakomodir menjadi kepentingan/kebutuhan bersama para pihak yang
bersengketa. Pada umumnya kesepakatan dituangkan secara tertulis.
b. Mediasi
Mediasi adalah suatu proses negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak
luar yang tidak memihak dan netral yang akan bekerja dengan pihak yang
bersengketa untuk membantu menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa
secara memuaskan bagi kedua belah pihak. Pihak ketiga yang membantu
menyelesaikan sengketa melalui mediasi ini disebut dengan Mediator. Pihak
mediator tidak mempunyai kewenangan untuk memberi putusan terhadap
sengketa yang terjadi antara para pihak, melainkan hanya berfungsi untuk
membantu dan menemukan solusi terhadap para pihak yang bersengketa.
Pengalaman, kemampuan, dan integritas dari pihak Mediator diharapkan dapat
mengefektifkan proses negosiasi diantara para pihak yang bersengketa. Selain
harapan yang tergantung kepada pengalaman, kemampuan dan integritas dari
pihak mediator, kedudukan mediator sebagai pihak penengah sudah sangat
membantu penyelesain sengketa yang terjadi antara para pihak tersebut. Proses
33
penyelesaian sengketa melalui mediasi sangat efektif bagi sengketa-sengketa yang
melibatkan banyak pihak atau masyarakat. Penyelesaian sengketa melalui
mediasi.Masyarakat tidak perlu beramai-ramai ke pengadilan atau sendiri-sendiri
ke pengadilan dalam menyelesaikan perkaranya.
c. Konsiliasi
Selanjutnya penyelesaian sengketa desain industri yang dapat dilakukan oleh para
pihak yang bersengketa untuy menyelesaikan sengketanya adalah dengan cara
melibatkan pihak ketiga kedalam sengketa, dan pihak ketiga tersebut adalah pihak
yang memiliki kewenangan untuk memaksa para pihak untuk mematuhi dan
menjalankan hal yang diputuskan oleh pihak ketiga tersebut. Penyelesaian
sengketa dengan cara ini disebut juga dengan konsiliasi. Konsiliasi pada
praktiknya hampir sama dengan mediasi, yang membedakan adalah kewenangan
dari pihak ketiga yang menengahi sengketa tersebut. Pihak ketiga tersebut adalah
Konsiliator. Pada mediasi, pihak ketiga yang menengahi sengketa tidak memiliki
kewenangan untuk memaksa para pihak mematuhi keputusan yang diambil.
Sedangkan, pada konsiliasi, pihak ketiga yang menengahi sengketa tersebut
memiliki kewenangan untuk memaksa para pihak untuk mematuhi keputusan
yang diambil.33
d. Arbitrase
Arbitrase diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
33
Munir Fuady, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung,
PT Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 47-48.
34
Sengketa, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Namun, tidak semua sengketa perdata
dapat diselesaikan melalui arbitrase. Pasal 5 Undang-Undang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa membatasi penyelesaian sengketa perdata
melalui arbitrase, Pasal 5 tersebut menyatakan bahwa:
(1) Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang
perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
(2) Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa
yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan
perdamaian.” Penjelasan dalam Pasal 66 Undang-Undang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimaksud dengan ruang lingkup
hukum perdagangan adalah kegiatan-kegiatan antara lain di bidang:
1) Perniagaan.
2) Perbankan.
3) Keuangan.
4) Penanaman Modal.
5) Industri.
6) Hak Kekayaan Intelektual.
Sengketa yang terjadi dalam desain industri dapat diselesaikan melalui arbitrase,
hal ini karena desain industri sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang
termasuk dalam bidang perdagangan. Dalam Undang-Undang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, pengadilan negeri tidak berwenang untuk
35
mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Hal
ini diperlukan agar posisi lembaga arbitrase makin kuat sehingga bila terjadi beda
pendapat atau sengketa yang mungkin timbul dalam suatu hubungan hukum
tertentu akan diselesaikan melalui lembaga arbitrase. Berdasarkan Pasal 60
Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa bahwa putusan
arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para
pihak. Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
memberikan penjelasan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase berbeda
dengan proses pengadilan negeri dimana terhadap putusannya para pihak masih
dapat mengajukan banding dan kasasi, maka dalam proses penyelesaian sengketa
melalui arbitrase tidak terbuka upaya hukum banding kasasi maupun peninjauan
kembali.
Skema Penyelesaian Sengketa Hak Cipta
Hukum Kekayaan
Intelektual
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta
ADR dan Arbitrase
(Undang–Undang Nomor
30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
Pengadilan Niaga
36
F. Kerangka Pikir
Setiap hak diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang dalam hal ini Hak Cipta
Potret diatur oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2014. Dalam hal penggunaan
potret dalam sebuah promosi atau iklan hal ini perlu diketahui lebih jelas sipakah
yang disebut pemilik dan/atau pemegang hak ciptaagar nantinya tidak menjadi
sebuah masalah karena dalam sebuah karya cipta melibatkan beberapa pihak
selain pencipta itu sendiri. Dalam hal menjadikan menjadikan sebuah karya cipta
potret sebagai sarana promosi terdapat syarat-syarat yang mengaturnya agar
sebuah karya cipta potret tidak melanggar hak dari pihak-pihak yang memiliki hak
atas potret yaitu pemilik dan/atau pemegang hak cipta potret. Menjadikan karya
cipta potret sendiri harus mendapat izin dari pihak-pihak tersebut, karena hak
ekonomi atas ciptaan hanya dimiliki pemilik dan pemegang hak cipta, hak
tersebut diatur dalam pasal 9 ayat (1) UUHC.Selain hal tersebut peneliti juga
PEMILIK DAN/ ATAU PEMEGANG
HAK CIPTA POTRET
SANKSI HUKUM APABILA POTRET
DIGUNAKAN TANPA HAK
SYARAT KARYA CIPTA POTRET DAPAT
DIJADIKAN SARANA PROMOSI SEHINGGA
TIDAK MELANGGAR HAK PEMILIK DAN/
ATAU PEMEGANG HAK CIPTA
HAK POTRET
37
melakukan studi empiris yaitu dengan cara wawancara dengan pihak yang
bergelut dibidang periklanan dengan menggunakan media potret.
Kemudian dilakukan study mengenai sanksi hukum yang didapat apabila sebuah
karya cipta potret digunakan tanpa hak. Dengan demikian para pelaku bisnis
periklanan yang menggunakan karya cipta potret dapat melakukan kegiatan
promosinya tanpa melanggar hak dari pemilik dan/atau pemegang hak cipta
potret serta tidak melanggar aturan serta undang-undang yang berlaku.
38
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif adalah penelitian
hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori,
sejarah, filosofi, perbandingan, struktur, dan komposisi, lingkup dan materi,
konsistensi, penjelasan umum pasal demi pasal formalitas dan kekuatan yang
mengikat suatu undang – undang, serta bahasa hukum yang digunakan, serta
mengkaji aspek terapan serta implemensinya.34
Penelitian hukum empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi
untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya
hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti
orang dalam hubungan hidup di masyarakat maka metode penelitian hukum
empiris dapat dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan
bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu
masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.35
Dalam hal ini Metode penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya
merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya
34
Abdulkadir Muhammad, Metode penelitian Hukum. PT. Citra Bakti 2004, hlm 101. 35
Ibid
39
penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris
mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam
aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu
masyarakat.
B. Tipe penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian hukum deskriptif
bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi)
lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat
tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Penelitian ini diharapkan mampu untuk
memberikan informasi secara lengkap dan jelas mengenai penggunaan potret
sebagai sarana promosi di tinjau dari UUHC.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedekatan secara
normatif terapan yaitu suatu pendekatan dengan cara meneliti berbagai ketentuan
yang berkaitan dengan masalah dan bahan berupa literature mengenai hak cipta
potret. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
mewawancarai model dan salah satu media masa mengenai penggunaan potret
sebagai sarana promosi.
D. Sumber Data dan Jenis Data
Penelitian ini menggunakan sumber data kepustakaan dan jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari:36
36
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2012, hlm. 13.
40
1. Bahan hukum primer, yang terdiri dari:
a. Undang – UndangNo. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC).
b. Transkip wawancara dengan narasumber.
c. Surat perjanjian (Model Release) antara objek potret dan fotografer/ media
masa terkait kepemilikan hak cipta potret.
d. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 262 K/Pdt.Sus-HKI/2016
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan
bahan baku primer dan dapat membantu dalam menganalisis serta memahami
bahan hukum primer, seperti buku-buku mengenai hokum kekayaan
intelektual khususnya hak cipta dan norma-norma hukum yang berhubungan
dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan bahan yang memberikan informasi,
petunjuk maupun penjelasan tentang bahan primer dan bahan hukum
sekunder, antara lain berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia dan media massa
serta pencarian melalui browsing.
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan langkah:
1. Studi pustaka, yaitu pengkajian tertulis mengenai hukum yang berasal dari
berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta di butuhkan dalam
penelitian hukum normatif.37
2. Studi dokumen, yaitu pengkajian dokumen perjanjian antara objek potret dan
fotografer/ media masa terkait kepemilikan hak cipta dan dokumen lain dalam
37
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 81
41
penelitian ini adalah dengan mengkaji putusan Putusan Mahkamah Agung
Nomor : 262 K/Pdt.Sus-HKI/2016.
F. Metode Pengolahan Data
Metode dalam mengolah data yang sudah terkumpul adalah:38
1. Pemeriksaan data, yaitu mengkoreksi data, apakah data yang terkumpul sudah
cukup lengkap, sudah benar, dan apakah sudah sesuai sehingga data yang
terkumpul benar-benar bermanfaat untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini.
2. Rekonstruksi data, yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis
sehingga mudah dipahami, dan diinterpretasikan.
3. Sistematis data, yaitu menampilkan data menurut kerangka sistematika
bahasan berdasarkan urutan masalah.
G. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan adalah secara kualitatif, komprehensif, dan lengkap.
Analisis kualitatif artinya menafsirkan data secara bermutu dalam bentuk kalimat
yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif. Analisis secara
komprehensif artinya menafsirkan data secara mendalam dari berbagai aspek
sesuai dengan lingkup penelitian. Analisis secara lengkap artinya menafsirkan
data dengan tidak ada bagian yang terlupakan, semuanya sudah masuk dalam
analisis.39
38
Ibid., hlm.126. 39
Ibid., hlm. 127.
67
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemilik hak cipta potret berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang hak cipta adalah model yang yang dijadikan objek potret yang mana
wajahnya terlihat dalam hasil karya cipta.Sementara pemegang hak cipta
potret adalah orang yang berhak menguasai sebagian hak cipta potret hal
tersebut dapat terjadi berdasarka dua Situasi situasi tersebut antara lain:
a. Potret dibuat oleh pribadi (Model) dan hanya diperuntukan ataupun
digunakan atas kepentingan pribadi sehingga baik hak moril ataupun
ekonominya tidak mengalami pengalihan.
b. Potret yang dilakukan atas dasar permintaan, baik permintaan pribadi
(model), permintaan fotografer ataupun permintaan instansi atau agensi.
Pertama, potret dibuat atas permintaan pribadi (model) maka pemegang
hak ciptanya adalah pribadi (model).
Kedua, potret dibuat atas permintaan fotografer maka pemegang hak
ciptanya adalah fotografer.........................................................................
Ketiga potret dibuat atas dasar permintaan instansi/agemsi, maka status
pemegang hak cipta potret tersebut menjadi milik instansi. Dalam situas
68
Kedua dan ketiga status pemegang hak cipta dimiliki berdasarkan kepada asas
kepatutan dan kesepakatan bersama (perjanjian). Hal ini dibenarkan oleh
Pasal 16 UUHC ayat (2) yaitu pemegang hak cipta dapat beralih berdasarkan
perjanjian atau sebab lain yang dibenarkan Undang-Undang.
2. Syarat sebuah karya cipta potret dapat dijadikan sarana promosi tau iklan
antaralain:
a. Mendapat izin dari orang yang wajahnya tertera dalam potret, pemilik,
pemegang atau ahli warisnya hal ini berdasarkan Pasal 12 UUHC, izin
tersebut dapat berupa perjanjian ataupun model relase.
b. Iklan tersebut tidak menimbulkan unsur merugikan orang lain misalnya,
terdapat unsur yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya maka
penggunaan potret tersebut sebagai iklan produk merupakan perbuatan
melawan hukum dan pelanggaran hak cipta (Pasal 113 UUHC)
3. Di dalam hak cipta dikenal ada dua jenis sanksi hukum yaitu, sanksi hukum
pidana dan sanksi hukum perdata.
a. Pengaturan terkait sanksi pidana tedapat pada,Pasal 12 UUHC, Pasal 113
UUHC, Pasal 114 UUHC, Pasal 115 UUHC, Pasal 120 UUHC.Yang
mana menentukan sanksi pidana maksimal yang di jatuhkam apabila
seseorang melanggar hak cipta adalah penjara 10 tahun dan/atau denda
Rp. 4.000.000.000 (empat miliar rupiah).
b. Dalam hukum perdata, terdapat dalam Pasal 1365 Pasal 1367
KUHPerdatayang mana mengharuskan seseorang untuk mengganti
kerugian.
69
B. Saran
Saran yang diberikan dalam penulisannya ini diantaranya adalah:
1. Perlu diadakan pemberitahuan secara masif dari Dirjen HKI terkait potret
kepada masyarakat, karena masalah hak cipta potret sangat rentan terjadi
pelanggaran di masyarakat.
2. Para pelaku ataupun pengguna potret sebagai media promosi hendaknya
meminta izin dari pemilik ataupun ahli waris dari pemilik potret dengan cara
tertulis sehingga nantinya dapat meminimalisir permasalahan yang
berkemungkinan akan timbul dikemudaian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Purba, Afrillyana Banda, Gazalba Saleh dan Andriana Krisnawati. 2006. TRIPs-
WTO dan Hukum HKI Indonesia. Jakarta, PT Rineka Cipta.
Arief, Alda Nawawi. 2012. Kebijakan Formulasi Ketentuan Pidana Dalam
Peraturan Perundangundangan. Semarang, Pustaka Magister.
Fuady, Munir. 2000. Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis.
Bandung, PT Citra Aditya Bakti.
Syahrani, H. Riduan. 2009. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata. Bandung,
PT. Citra Aditya Bakti.
Jened, Rahmi. 2010. Hukum Hak Cipta. Bandung,Citra Aditya.
Lindsley, Tim, dkk. 2006. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung,
PT. Alumni.
Lutviansori, Arif. 2010. Hak cipta dan perlindungan Folklor di Indonesia, Graha
Ilmu.Yogyakarta
Margono, Suyud. 2010. Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, Bandung,
Nuansa Aulia.
Monle Lee & Carla Johnson, 2004. Prinsip-Prinsip Pokok Periklanan dalam
Perspektif Global: Terjemahan. Jakarta, Prenada Media.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Metode penelitian Hukum. PT. Citra Bakti
Kaligis,O.C. 2012. Teori-Praktik Merek dan Hak Cipta. Bandung, PTAlumni.
Purwaningsih, Endang. 2005. Perkembangan Hukum Intellectual Property
Rights.Bogor, Ghalia Indonesia.
Soesilo, R. 1994 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentar Lengkap Pasal demi Pasal. Bogor, Politea.
Arinanto,Satya dan Ninuk Triyanti. 2001 Memahami Hukum Dari Kontruksi
Sampai Implementasi. Jakarta, PT RajaGrafindo.
Soelistyo, Henry. 2011.Hak Cipta Tanpa Moral. Jakarta, Rajawali Pers.
Soekanto,Soerjono dan Sri Mamudji, 2012. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.
Sofwan, Sri Masjchoen. 1981. Hukum Perdata : Hukum Benda, Yogyakarta,
Liberty.
Subekti dan Tjitrosoedibio. 1980. Kamus Hukum. Jakarta, Pradnya Paramita.
Sudarto, 1986. Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni.
Syarifuddin, 2012. Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta. Bandung,
Alumni.
Usman, Rachmadi. 2003. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan
dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung,PT Alumni.
Utomo, Tomi Suryo. 2010. Hak Kekayaan Intelektual di Era
Global.Yogyakarta,Graha Ilmu.
Jurnal
Dumilah,Awengi Retno. Perlindungan Hak Cipta Atas Tari Tradisional. Skripsi.
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Puspitarani, Eva. Perlindungan Hukum Terhadap Potret Orang Lain Yang
Digunakan Promosi Oleh Fotografer Berdasarkan Undangundang No. 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Skripsi. Fakultas Hukum, Universitas
Jember (UNEJ) 2015.
Paserangi,Hasbir.Perlindungan Hukum Hak Cipta Software Program Komputer di
Indonesia. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum. Fakultas Hukum UII Vol. 18
Oktober 2011.
Teresia,Rita. Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Pemilik Lagu Atas
Perbuatan Pengunduhan Lagu Melalui Situs Tanpa Bayar Di Internet.
Skripsi. Program Sarjana Hukum Universitas Riau, Pekanbaru, 2015.
Peraturan Perundang – Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt).
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UUHC).
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Aribitrase dan Penyelesaian
Sengketa Alternatif.
Laman ( Website)
Andi Saputra, Dokter Dijadikan Model Iklan Tanpa Izin, RS Siloam Dihukum
Rp. 200 Juta 16 Agustus 2011. Diakses pada tanggal 25 Februari
2018,pukul 10:00 wib.
Anonim, Pengertian dan sejarah singkat fotografi dalamhttps://kelasfotografi.
Wordpress.com. Diakses pada tanggal 23 Februari 2018, pukul 17:19 wib.
Anonim, Sejarah potret dalam https://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal
1 desember 2017, pukul 14:30 wib.
Anonim, sejarah munculnya kamera digital, dalam http://www.infocreativemedia.
com. Diakses pada tanggal 3 Desember 2017, pukul 10:00 wib.
Anonim, Pengertian dan perinsip serta sejarah dunia fotografi, dalam
http://www.digitografi.com. Diakses pada tanggal 23 Februari 2018, pukul
17:36 wib.
Anonim, pasang foto ani yudhoyono di brosur pria ini dimeja hijaukan, dalam
ttps://news.detik.com/beritajawatimur 22oktober2014. Diaksespada tanggal
23 Februari 2018, pukul 17:55 wib.
Anonim, PT. Unilever Tbk Digugat Rp. 13,5 Miliar Gara-gara Iklan Detergen
Rinso, dalam http://www.tribunnews.com. Diakses pada tanggal 26 Februari
2018, pukul 16:05 wib.
Anonim, Penggunaan kata dan/atau, http://badanbahasa.kemdikbud.go.id. Diakses
pada tanggal 24 Februari 2018, pukul 02:40 wib.
Anonim, Pemilik dan atau pemegang hak cipta,
dalamwww.hukumonline.com.Diakses pada tanggal 1 Desember 2017,
pukul 13:03 wib.
top related