laporan pembangunan wilayah pesisir dan ppk berkelanjutan
Post on 07-Jul-2016
236 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah kegiatan pembangunan yang
dilakukan pada suatu wilayah guna memenuhi kebutuhan manusia masa kini,
tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dari generasi
yang akan datang. Dalam pelaksanaan pembangunan ini, perlu dilakukan suatu
pengkoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu
pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pembangunan berkelanjutan ini harus bertumpu pada tingkat kualitas yang akan
diciptakan, sehingga hasil dari pembangunan tersebut akan terlihat nyata, adil dan
merata dirasakan oleh masyarakat baik pada generasi yang sekarang maupun
generasi yang selanjutnya. Pembangunan ini juga harus dilakukan nsesuai dengan
tujuan yakni meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang mencakup
komponen lingkungan, sosial dan ekonomi.
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dalam kerangka pengembangan
wilayah, akan lebih efektif bila dilaksanakan secara bersama-sama dari seluruh
stakeholder yang terkait baik di tingkat pusat maupun daerah. Otonomi daerah
telah membuka peluang desentralisasi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.
Ini penting karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan
banyak memiliki daerah terisolasi, miskin alat transportasi dan komunikasi, masih
lemah sistem administrasi pemerintahannya, masih kurangnya kapasitas SDM,
serta begitu banyaknya masyarakat yangmenmggantungkan kehidupan
dannafkahnya pada sumberdaya pesisir dan laut. Dengan demikian, antara
pemerintah dan masyarakat akan semakin dekat dan terpetakan berbagai masalah
yang dihadapi sebagian besar masyarakat.
Pembangunan perekonomian daerah, terutama yang didasarkan pada
sumberdaya wilayah pesisir dan laut dapat dilakukan dengan lebih baik dan
memperhatikan kelestarian lingkungan, sehingga didapat konsep pembangunan
yang berkelanjutan yaitu pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan
1
sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Pembangunan yang berkelanjutan juga
mengusahakan agar hasil pembangunan terbagi secara merata dan adil pada
berbagai kelompok dan lapisan masyarakat serta antar generasi karena
pembangunan berkelanjutan ini berwawasan lingkungan. Wilayah pesisir dan laut
dengan segala karakteristiknya menjadi satu potensi yang patut dijaga dan
dikembangkan sebagai sumber perekonomian daerah, sehingga dapat digunakan
untuk ksejahteraan masyarakat.
1.2. Tujuan dan kegunaan praktikum
Tujuan dari pengambilan data ini adalah :
1) Mengetahui tingkat potensi yang terdapat di wilayah pesisir dan laut desa
Bunati pada bagian darat.
2) Membuat perencanaan pembangunan yang tepat di wilayah desa Bunati
1.
1.1.
1.2.
1.3. Ruang Lingkup
1.3.1. Ruang Lingkup Lokasi
Ruang lingkup lokasi dilakukan di sekitar wilayah pesisir Desa Bunati
juga tempat - tempat warga biasanya berkumpul.
1.3.2. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi ini hanya mencakup :
1) Kajian data pada ekosistem mangrove
2) Wawancara social - ekonomi dengan warga sekitar
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah kegiatan pembangunan yang
dilakukan pada wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil yang belum terkelola, guna
memenuhi kebutuhan manusia masa kini, tanpa harus mengurangi kemampuannya
untuk memenuhi kebutuhan dari generasi yang akan datang. Dalam pelaksanaan
pembangunan ini, perlu dilakukan suatu pengkoordinasian perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara
ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan berkelanjutan ini harus
bertumpu pada tingkat kualitas yang akan diciptakan, sehingga hasil dari
pembangunan tersebut akan terlihat nyata, adil dan merata dirasakan oleh
masyarakat baik pada generasi yang sekarang maupun generasi yang selanjutnya.
Pembangunan ini juga harus dilakukan nsesuai dengan tujuan yakni meningkatkan
tingkat kesejahteraan masyarakat yang mencakup komponen lingkungan, sosial
dan ekonomi (Yulianto, 2016).
Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya merupakan konsep yang
sederhana tetapi kompleks. Menurut Heal, 1998 dalam Fauzi, 2004 konsep
keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi, yaitu dimensi waktu
karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi di masa
mendatang, dan dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumberdaya
alam dan lingkungan (Anshor, 2012).
Pembangunan yang berkelanjutan harus mencerminkan tindakan yang
mampu melestarikan lingkungan alamnya. Pembangunan berkelanjutan ini harus
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Memberi kemungkinan pada kelangsungan hidup dengan jalan melestarikan
fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
b. Memanfaatkan sumber daya alam dengan memanfaatkan teknologi yang tidak
merusak lingkungan.
3
c. Memberikan kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya untuk
berkembang bersama-sama di setiap daerah, baik dalam kurun waktu yang
sama maupun kurun waktu yang berbeda secara berkesinambungan.
d. Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk
memasok, melindungi, serta mendukung sumber alam bagi kehidupan secara
berkesinambungan.
e. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memerhatikan kelestarian fungsi
dan kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan, baik masa kini
maupun masa yang akan dating (Anshor, 2012).
Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) dalam Elisa (2016),
menggariskan kebijakan lingkungan dalam kaitannya dengan pembangunan yang
berkelanjutan sebagai berikut :
a. Menggiatkan kembali pertumbuhan. Pertumbuhan yang dimaksud adalah
pertumbuhan ekonomi, yang mempunyai kaitan langsung dengan
kesejahteraan masyarakat. Indikator untuk mengetahui kesejahteraan
masyarakat dapat dilihat dari pendapatan per kapitanya. Negara yang sedang
berkembang pertumbuhan minimum dari pendapatan nasional adalah 5 % per
tahun.
b. Mengubah kualitas pertumbuhan yang berhubungan dengan tindakan
pelestarian sumber daya alam, perbaikan pemerataan pendapatan, dan
ketahanan terhadap berbagai krisis ekonomi.
c. Memenuhi kebutuhan dasar manusia, antara lain pangan, papan, sandang,
energi, air dan sanitasi harus dapat memenuhi standar minimum bagi
golongan ekonomi lemah.
d. Memastikan tercapainya jumlah penduduk yang berkelanjutan. Jumlah
penduduk yang mampu mendukung pembangunan berkelanjutan adalah
penduduk yang stabil dan sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi (> 2% per tahun), seperti yang terjadi di
negara-negara sedang berkembang perlu ada penurunan penduduk menuju
tingkat pertumbuhan 0% (zero population growth).
4
e. Menjaga kelestarian dan meningkatkan sumber daya dengan penciptaan dan
perluasan lapangan kerja, pelestarian, dan penggunaan energi secara efisien,
pencegahan pencemaran (air dan udara) sedini mungkin.
f. Berorientasi pada teknologi dalam pengelolaan resiko, antara lain penciptaan
inovasi teknologi dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
g. Menggabungkan kepentingan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan
keputusan. Misalnya, kebijakan efisiensi penggunaan energi dengan biaya
produksi yang minimal dapat menggunakan energi semaksimal mungkin.
Permasalahan lingkungan hidup di Indonesia sebenamya lebih disebabkan
oleh 4 (empat) sumber utama, yaitu: (1) kependudukan (population); (2)
kemiskinan (poverty); (3) pencemaran dan atau kerusakan lingkungan (pollution);
dan (4) kebijaksanaan (policy) (Elisa, 2016).
2.1.1. Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut
Pembangunan wilayah pesisir selama ini masih dilihat seperti
pembangunan wilayah terestrial lainnya dengan kondisi yang analogi dengan
wilayah perdesaan. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena wilayah pesisir
menurut RUU Pesisir memiliki beberapa karakteristik yang khas, yaitu:
a. Wilayah pertemuan antara berbagai aspek kehidupan yang ada di darat, laut
dan udara, sehingga bentuk wilayah pesisir merupakan hasil keseimbangan
dinamis dari proses pelapukan (weathering) dan pembangunan ketiga aspek di
atas;
b. Berfungsi sebagai habitat dari berbagai jenis ikan, mamalia laut, dan unggas
untuk tempat pembesaran, pemijahan, dan mencari makan;
c. Wilayahnya sempit, tetapi memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan
sumber zat organik penting dalam rantai makanan dan kehidupan darat dan
laut;
d. Memiliki gradian perubahan sifat ekologi yang tajam dan pada kawasan yang
sempit akan dijumpai kondisi ekologi yang berlainan;
e. Tempat bertemunya berbagai kepentingan pembangunan baik pembangunan
sektoral maupun regional serta mempunyai dimensi internasional (Wiranto,
2012).
5
Perbedaan yang mendasar secara ekologis sangat berpengaruh pada
aktivitas masyarakatnya. Kerentanan perubahan secara ekologis berpengaruh
secara signifikan terhadap usaha perekonomian yang ada di wilayah tersebut,
karena ketergantungan yang tinggi dari aktivitas ekonomi masyarakat dengan
sumberdaya ekologis tersebut. Jika sifat kerentanan wilayah tidak diperhatikan,
maka akan muncul konflik antara kepentingan memanfaatkan sumber daya pesisir
untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan pembangunan ekonomi dalam jangka
pendek dengan kebutuhan generasi akan datang terhadap sumber daya pesisir.
Dalam banyak kasus, pendekatan pembangungan ekonomi yang parsial, tidak
kondusif dalam mendorong pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Kegiatan
yang parsial hanya memperhatikan kepentingan sektornya dan mengabaikan
akibat yang timbul dari atau terhadap sektor lain, sehingga berkembang konflik
pemanfaatan dan kewenangan. Dari berbagai studi, terdapat kecenderungan
bahwa hampir semua kawasan pesisir Indonesia mengalami konflik tersebut. Jika
konflik ini dibiarkan berlangsung terus akan mengurangi keinginan pihak yang
bertikai untuk melestarikan sumberdayanya (Wiranto, 2012).
2.1.2. Pembangunan Ekonomi Masyarakat
Dalam menghadapi peluang dan tantangan pembangunan dalam era
globalisasi, maka pembangunan perikanan serta pengelolaan sumberdaya pesisir
dan laut harus mampu mentransformasikan berbagai usaha perikanan masyarakat
ke arah bisnis dan swasembada secara menyeluruh dan terpadu. Pendekatan
menyeluruh (holistik) dan terpadu ini berarti melihat usaha perikanan sebagai
suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait, yaitu :
a. Sumberdaya perikanan, yaitu sumberdaya alam (baik yang berada di laut,
pesisir, perairan tawar), SDM dan sumberdaya buatan.
b. Sarana dan Prasarana, meliputi perencanaan dan penyediaan prasarana
perikanan seperti pelabuhan, pabrik es, cold storage, infrastruktur pada sentra
industri, pengadaan dan penyaluran sarana produksi (seperti BBM, benih,
mesin dan alat tangkap), serta sistem informasi tentang teknologi baru dan
sistem pengelolaan usaha yang efisien.
c. Produksi perikanan, meliputi usaha budidaya dan penangkapan yang
menyangkut usaha perikanan skala kecil maupun besar.
6
d. Pengolahan Hasil perikanan, meliputi kegiatan pengolahan sederhana yang
dilakukan oleh petani dan nelayan tradisional hingga pengolahan dengan
teknologi maju di paberik yang mencakup penanganan pasca panen sampai
produk siap dipasarkan.
e. Pemasaran hasil perikanan, meliputi kegiatan distribusi dan pemasaran hasil-
hasil perikanan atau olahannya untuk memenuhi kebutuhanpasar. Termasuk
pula di dalamnya kegiatan pemantauan distribusi informasi pasar (market
development) dan pengembangan produk (product development)
f. Pembinaan, mencakup kegiatan pembinaan institusi, iklim usaha yang
kondusif, iklim poleksosbud yang mendukung, peraturan dan perundangan
yang kondusif, pembinaan SDM, serta kepemimpinan yang baik agar
kegiatan yang dilaksanakan dapat dicapai seefektif mungkin (Wiranto, 2012).
2.2. Ekosistem Mangrove
Kata mangrove merupakan kombinasi anatara kata Mangue (bahasa
portugis) yang berarti tumbuhan dan kata Grove (bahsa Inggris) yang berarti
belukar atau hutan kecil. Ada yang menyatakan mangrove dengan kata Mangal
yang menunjukan komunitas suatu tumbuhan. Atau mangrove yang berasal dari
kata Mangro, yaitu nama umum untuk Rhizophora mangle di Suriname. Di
Prancis padanan yang digunakan untuk mangrove adalah kata Manglier
(Phurnomobasuki dalam Ghufran :2012). Adapun definisi hutan mangrove
menurut beberapa para akhi adalah sebagai berikut:
a. Mangrove menurut Ghuffran (2012), hutan mangrove sering disebut sebagai
hutan bakau atau hutan payau (mangrove forest atau mangrove swamp forest)
sebuah ekosistem yang terus-menerus mengalami tekanan pembangunan.
b. Mangrove menurut arief dalam Ghufran (2012), hutan mangrove dikenal
dengan istilah vloedbosh, kemudian dikenal dengan istilah “payau” karena
sifat habitatnya yang payau, yaitu daerah dengan kadar garam antara 0,5 ppt
dan 30 ppt. Disebut juga ekosistem hutan pasang surut karena terdapat di
daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Berdasarkan jenis
pohonnya, yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut hutan bakau.
c. Mangrove menurut Supriharyono dalam Ghufran (2012), kata mangrove
memiliki dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau
7
masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap garam/salinitas dan
pasang surut air laut, dan kedua sebagai individu spesies.
d. Mangrove menurut Tomlinson dalam Ghufran (2012) adalah istilah umum
untuk kumpulan pohon yang hidup di daerah berlumpur, basah, dan terletak
di perairan pasang surut daerah tropis (Nana, 2012).
Hutan mangrove merupakan vegetasi hutan yang hanya dapat tumbuh dan
berkembang baik di daerah tropis. Sebagai sebuah komunitas yang membentuk
ekosistem perairan, tentunya keberadaan mangrove tidak dapat dimarjinalkan,
dikarenakan hutan ini memiliki multi fungsi yang keberadaannya tidak dapat
digantikan dengan ekosistem lain. Vegetasi hutan mangrove yang terdapat di
pantai bunati didominasi oleh bebrapa spesies pohon mangrove yang mampu
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut dan daerah berlumpur
(Syahputra, 2013).
Sebagai kesatuan ekosistem, mangrove dihuni oleh banyak organisme.
Adapun organisme yang dapat hidup dalam hutan mangrove adalah organisme
yang adaptif terhadap kadar mineral garam yang tinggi dari air laut. Mereka saling
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai keseimbangan ekosistem yang terus
berlanjut (Anonim, 2015).
Ciri-ciri ekosistem hutan mangrove pada umumnya yakni sebagai berikut :
a. Jenis tumbuhan yang hidup relatif sangat terbatas.
b. Akar pepohonan terbilang unik karena berbentuk layaknya jangkar yang
melengkung.
c. Terdapat biji atau propagul dengan sifat vivipar atau mampu melakukan
proses perkecambahan pada kulit pohon.
d. Tanah hutan mangrove tergenang secara berkala.
e. Ekosistem mangrove juga mendapat aliran air tawar dari daratan.
f. Terlindung dari gelombang besar serta arus pasang surut laut.
g. Air di wilayah hutan mangrove berasa payau (Anonim, 2015).
Ekosistem Mangrove mangrove memiliki berbagai macam fungsi daripada
keberadaannya di wilayah pesisir. Keberadaan ekosistem mangrove ini sangat
penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan darat, baik itu dari
fungsi fisik, fungsi ekonomis, maupun fungsi biologis. Adapun fungsi - fungsi
tersebut dapat dilihatpada table dibawah ini :
8
Tabel 1. Fungsi Ekosistem Mangrove
Fungsi Fisik Fungsi Ekonomi Fungsi Biologi
1. Menjaga garis pantai juga tebing sungai terhindar dari erosi dan abrasi.
2. Memacu percepatan perluasan lahan.
3. Mengendalikan intrusi dari air laut.
4. Melindung daerah belakang hutan mangrove dari pengaruh negatif hempasan gelombang juga angin kencang.
5. Sebagai kawasan penyangga rembesan air lautan.
6. Sebagai pusat pengolahan limbah organik.
1. Sumber kayu bahan bakar dan bahan bangunan bagi manusia.
2. Penghasil beberapa unsur penting seperti minuman, makanan, obat-obatan, tannin, dan madu.
3. Sebagai lahan untuk produksi pangan.
1. Sebagai tempat untuk mencari makanan, memijah, dan berkembang biak bagi berbagai organisme laut seperti ikan, udang, dan lain-lain.
2. Sebagai salah satu sumber keanekaragaman plasma nutfah.
9
BAB III. METODE PRAKTEK
3.1. Waktu dan Tempat
Praktik lapang Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK Berkelanjutan ini
dilaksanakan pada tanggal 28 April s.d 1 Mei 2016 yang berlokasi di Desa Bunati,
Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.
Adapun gambaran lokasi praktek lapang tersebut disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta lokasi praktek lapang di Desa Bunati.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang diperlukan pada praktik lapang ini, yaitu :
No Nama Fungsi
1. Alat tulis Mencatat hasil observasi
2. Modul Buku panduan pengambilan data lapangan
3. Laptop Mencari referensi
10
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Metode Pengambilan Data
Data yang diambil merupakan dari hasil wawancara kepada masyarakat
setempat disekitaran pesisir dan juga dari pengamatan serta pengambilan data
langsung terhadap objek yang dituju.
11
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHSAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Praktek
Desa Bunati merupakan desa nelayan yang memanjang dari timur ke barat,
sebelah utara berbatasan dengan Desa Karang Indah, sebelah barat berbatasan
dengan Desa Angsana, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan sebelah
timur dengan Muara Sebamban. Sebelah timur sungai desa merupakan
perkampungan nelayan. Mayoritas penduduk Desa Bunati berasal dari suku
Bugis, Banjar dan Jawa. Sedangkan, apabila ditinjau dari segi pekerjaan mayoritas
masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Menurut data statistik, Desa Bunati
memiliki jumlah Penduduk mencapai 16.347 Jiwa yang terdiri dari 8.558 jiwa
Laki-laki dan 7.789 jiwa Perempuan. Tingkat Kepadatan Penduduk rata-rata
sebesar 108 jiwa/km.
Isu dan permasalahan yang terjadi di desa Bunati adalah wilayah pesisir
Desa Bunati yang dijadikan sebagai lokasi pelabuhan dan lalu lintas tongkang
batubara. Maraknya aktifitas penambangan batubara diwilayah Kabupaten Tanah
Bumbu tersebut dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan
tanpa memikirkan nasib masyarakat sekitar pantai. Salah satu hal yang lebih memprihatinkan adalah, bahwa kecenderungan kerusakan lingkungan pesisir dan lautan lebih disebabkan paradigma dan praktek pembangunan yang selama ini diterapkan belum sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Dampak yang tentunya akan terjadi dalam jangka panjang apabila kegiatan tersebut terus terjadi maka akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Sebuah aktifitas yang cenderung bersifat ekstratif serta dominasi kepentingan ekonomi pusat lebih diutamakan daripada ekonomi masyarakat setempat (pesisir). Seharusnya kegiatan penambangan tersebut harus lebih bersifat partisipatif, transparan, dapat dipertanggung-jawabkan (accountable), efektif dan efisien, pemerataan serta mendukung supremasi hukum.
12
4.2. Pembangunan Ekonomi Masyarakat
Mayoritas masyarakat yang tinggal di pesisir pantai bunati umumnya
didominasi oleh nelayan dan pendatang dari kota. Mayarakat di Desa Bunati
memiliki kriteria masyarakat yang mudah berinteraksi dengan pendatang di desa
mereka sehingga komunikasi mengenai keseharaian aktivitas perairan pesisir di
tempat ini dapat diketahui. Masalah sosial ekonomi dan budaya di desa ini adalah
merupakan faktor dari teciptanya keberhasilan mengenai kebijakan pembangunan
yang akan dilakukan pemerintah di desa ini. Jadi antara penjelasan mengenai
kebijakan akan berkaitan dengan sosial ekonomi maupun budayanya.
Perekonomian di desa ini sangat baik dan sangat menunjang peningkatan
kesejahteraan hidup masyarakatk arena kompleksnya dan komoditas yang sangat
menjanjikan di daerah ini menunjang adanya peningkatan taraf hidup
masayrakatnya. Harga komoditas utama yang mereka jual yaitu cumi dengan
harga 1 kg mencapai Rp. 25.000 dengan tangkapan perhari mencapai 20 kg jika di
kali adalah Rp. 400.000 dan dalam satu bulan bisa mencapai Rp, 12.000.000. Ini
menandakan bahwa perekonomian mereka yang hanya sebagai nelayan dengan
hasi tangkapan komoditas kepiting dapat meingkatkan kesejahteraan hidup
mereka. Belum lagi dengan berbagai pekerjaan sambilan yang mereka tangani
yaitu ada yang bekerja di tambang batubara, dengan pekerjaan sambilan ini
diharapkan masyarakat pesisir tidak selalu terpaku pada hasil laut saja seiring
hasil laut yang jika terus ditangkap akan mengalami over fishing sehingga sebagai
pekerjaantambang batubara alternatif/diservikasi mata pencaharian. Selama
komoditas cumi di desa ini tidak terjadi over fishing maka kebutuhan ekonomi
dapat tercukupi dengan baik.
Diwaktu musim-musim tertentu, hasil tangkapan yang diperoleh nelayan
tersebut sangat melimpah, sehingga terkadang terjadi suatu “kemubaziran”
terhadap hasil tangkapan tersebut. Hasil tangkapan yang tidak terjual dan tidak
dapat diproses menjadi ikan kering, dibuang begitu saja oleh masyarakat tanpa
adanya pengolahan lanjutan. Oleh karena itu, sebuah kegiatan pengelolaan sangat
diperlukan dalam mengelola potensi perikanan yang ada di Pantai Bunati.
13
Pengikusertaan nelayan dalam proses perencanan ini merupakan suatu hal yang
mutlak untuk medapatkan dukungan yang kuat terhadap perencanaan
pengembangan perikanan tangkap secara optimal dan berkelanjutan. Sehingga
masyarakat dapat belajar mengembangkan peralatan tangkap dan teknik
penangkapan yang dapat memperoleh hasil ikan yang sesuai standar yang tidak
kalah dengan nelayan-neyalan di daerah luar. Hasil-hasil tangkapan tersebut juga
dapat diolah dan dijual sebagai penambahan ekonomi masyarakat. Berikut ini
adalah beberapa hasil komoditas di desa Bunati yang dapat dilihat pada gambar 2.
Adapun contoh dari hasil pengolahan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 2. Komoditas Hasil Laut Desa Bunati (Sumber : Dok. PL IKL Desa Bunati, 2016)
14
Gambar 3. Beberapa gambaran contoh olahan hasil perikanan (Sumber : Rahmah,
2010)
Melihat interaksi sosial di desa ini bisa dikatakan sangat baik dengan
keterkaitan dan kebersamaan dengan masyarakat di sekitar desa dengan suku
utama di desa ini adalah suku Bugis. Masyarakat di pantai bunati cenderung
bersifat terbuka dengan masyarakat asli dan pendatang baru. Mereka mengatakan
bahwa mereka yang menghuni desa ini rata-rata mereka adalah memiliki
hubungan kekeluargaan baik itu keluarga jauh maupun keluarga dekat.
Pendekatan dan pemberian ilmu pengetahuan perlu dilakukan pemerintah sebelum
melakukan pembangunan tempat pengolahan hasil perikanan di wilayah ini.
Pendekatan menyeluruh (holistik) dan terpadu ini berarti melihat usaha perikanan
sebagai suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait,
yaitu :
a. Sumberdaya perikanan, yaitu sumberdaya alam (baik yang berada di laut,
pesisir, perairan tawar), SDM dan sumberdaya buatan.
b. Sarana dan Prasarana, meliputi perencanaan dan penyediaan prasarana
perikanan seperti pelabuhan, pabrik es, cold storage, infrastruktur pada sentra
industri, pengadaan dan penyaluran sarana produksi (seperti BBM, benih,
15
mesin dan alat tangkap), serta sistem informasi tentang teknologi baru dan
sistem pengelolaan usaha yang efisien.
c. Produksi perikanan, meliputi usaha budidaya dan penangkapan yang
menyangkut usaha perikanan skala kecil maupun besar.
d. Pengolahan Hasil perikanan, meliputi kegiatan pengolahan sederhana yang
dilakukan oleh petani dan nelayan tradisional hingga pengolahan dengan
teknologi maju di paberik yang mencakup penanganan pasca panen sampai
produk siap dipasarkan.
e. Pemasaran hasil perikanan, meliputi kegiatan distribusi dan pemasaran hasil-
hasil perikanan atau olahannya untuk memenuhi kebutuhanpasar. Termasuk
pula di dalamnya kegiatan pemantauan distribusi informasi pasar (market
development) dan pengembangan produk (product development)
f. Pembinaan, mencakup kegiatan pembinaan institusi, iklim usaha yang
kondusif, iklim poleksosbud yang mendukung, peraturan dan perundangan
yang kondusif, pembinaan SDM, serta kepemimpinan yang baik agar kegiatan
yang dilaksanakan dapat dicapai seefektif mungkin.
4.3. Ekosistem Mangrove
16
Ekosistem mangrove di Desa Bunati tergolong tipe vegetasi mangrove
payau, karena menurut Noor et al (1999) tipe vegetasi mangrove terbagi atas
empat bagian antara lain :
a. Mangrove terbuka, mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut
b. Mangrove tengah, mangrove yang berada di belakang mangrove zona terbuka.
c. Mangrove payau, mangrove yang berada disepanjang sungai berair payau
hingga air tawar.
d. Mangrove daratan, mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar
di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya.
Agar kita dapat mengetahui kerapatan, frekuensi, dominasi relatif dan
Indeks Nilai Penting (INP) dari ekosistem mangrove di Desa Bunati maka
dilakukan perhitungan berdasarkan analisis data yang dikategorikan menjadi tiga
bentuk pertumbuhan yaitu semai, anakan dan pohon. Adapun hasil dari analisis
data tersebut adalah sebagai berikut:
K KR% F FR% INP%0
20
40
60
80
100
120
Semai
Gambar 4. Ekosistem Mangrove Tingkat Semai di Desa Bunati
Dari grafik di atas, dapat kita ketahui bahwa terdapat 3 jenis mangrove
tingkat semai yang terdapat di desa Bunati yaitu jenis Avicennia rumphiana,
Rhizophora apiculata, Avicennia marina. Pada grafik tersebut diketahui nilai
kerapatan, indeks nilai penting, nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif yang
tinggi dibandingkan dengan jenis mangrove lain adalah Avicennia Rumphiana.
Pada tingkat ini, jenis mangrove tersebut lebih mendominasi apabila dibandingkan
dengan mangrove jenis lain yang memiliki nilai yang hampir sama.
17
K KR% F FR% INP%0
102030405060708090
Anakan
Gambar 5. Ekosistem Mangrove Tingkat Anakan di Desa Bunati.
Berdasarkan grafik diatas, dapat kita ketahui dalam kategori anakan jenis
yang ditemukan diantaranya aalah jenis Rhizopora Mucronata, Rhizophora
apiculata, Nypah Fruticans, Avicenia Officialis dan Avicennia Marina. Nilai
kerapatan, frekuensi dan dominansi nilai tertinggi terdapat pada mangrove jenis
Avicenia Marina dengan indeks nilai penting 79,63%. Sedangakan jenis
mangrove lainnya mempunyai nilai yang tidak bebeda jauh yakni sekitar 20-55%.
K KR % F FR % D DR% INP%0
20406080
100120140
Pohon
Gambar 6. Ekosistem Mangrove Tingkat Pohon di Desa Bunati.
Kondisi mangrove yang ada di wilayah perairan Bunati dapat dilihat pada
gambar diagram diatas terdapat beberapa jenis pohon mangrove antara lain,
Avicennia marina, Soneratia alba, Avicennia officinalis dan Rhizophora
Mucronata. Adapun frekuensi pertumbuhhan mangrove di ekosistem ini lebih
didominasi oleh jenis Avicennia marina.
18
Berdasarkan hasil keseluruhan analisis tingkat Semai, Anakan dan Pohon
pada ekositem mangrove yang ada di Desa Bunati tersebut, kita dapat mengetahui
jenis – jenis yang terdapat di wilayah tersebut sangat beragam. Adapun jenis
mangrove yang paling dominan ditemukan adalah jenis Avicenia sp. Adapun
kondisi ekosistem mangrove yang terdapat di Daerah Bunati ini masih termasuk
dalam keadaan yang baik karena jenis yang beragam dan kerapatan yang masih
tinggi. Saat dilakukannya pengamatan, hanya sedikit ditemukannya kondisi
kerusakan pada ekosistem mangrove yang ada di bagian pinggiran pantai. Adapun
kerusakan yang cukup tersebut hanya terdapat pada ekosistem mangrove yang
telah terganggu oleh kegiatan pembangunan jalan di desa tersebut. Gambaran
keberagaman jenis dan kondisi ekosistem mangrove tersebut telah disajikan dan
dapat dilihat pada gambar 7 dan 8 berikut ini :
Gambar 7. Beberapa jenis mangrove yang terdokumentasi (Sumber : Dok. PL IKL Desa Bunati, 2016)
19
Gambar 8. Kondisi ekosistem mangrove Desa Bunati tampak dari dalam dan dari
luar (Sumber : Dok. PL IKL Desa Bunati, 2016)
20
Melihat hasil kajian analisis dan gambaran kondisi ekosistem mangrove
tersebut, kita dapat mengetahui bahwa wilayah ekositem mangrove di Desa Bunati
ini sangat berpotensi untuk dibangunnya sebuah tempat pariwisata ekosistem
mangrove dengan tujuan sebagai lokasi refreshing masyarakat umum maupun
lokasi penelitian dan pengetahuan baru bagi pelajar dan masyarakat yang belum
mengenal lebih jauh akan adanya ekosistem ini. Sebuah usaha khas pengolahan
hasil ekosistem mangrove ini juga dapat dibangun oleh pemerintah dan dikelola
oleh masyarakat sebagai pendamping pembangunan pariswisata mangrove
tersebut. Dari hasil pengolahan tersebut kita dapat lebih memperkenalkan kepada
para wisatawan yang berkunjung mengenai keberagaman manfaat yang dapat kita
peroleh dari ekosistem ini.
Apabila pembangunan tersebut dilakukan, tentunya tidak akan
memberikan hasil yang nyata secara langsung kepada pemerintah dan masyarakat,
akan tetapi pembangunan ini pasti akan memberikan keuntungan dalam jangka
panjang. Akan tetapi, angka pengangguran tentunya akan terjadi seiring dengan
semakin berkembagnya pembangunan ini Perekonomian pemerintah dan
masyarakat pesisir yang saling berkontribusi pasti secara perlahan akan meningkat
secara perlahan apabila sebelum melakukan pembangunan, telah dilakukan
pembuatan konsep wisata serta kajian – kajian yang matang dan kuat. Konsep
rancangan pariwisata mangrove ini dapat berupa wisata air dengan menggunakan
kapal, wisata berjalan santai menikmati keindahan mangrove, pembangunan
menara pandang guna melihat dan menikmati keindahan pemandangan ekosistem
mangrove tersebut dari atas. Pondok – pondok kecil sebagai kantin dan tempat
bersantai para wisatawan juga harus dibangun guna menambah kenyamanan saat
melakukan wisata ini. Dipondok inilah wisatawan yang berkunjung dapat sekalian
mencicipi dan membeli berbagai olahan yang khas dari ekosistem tersebut.
Pembangunan rumah atau Menara pengawas juga penting dibangun sebagai
tempat pemantauan kondisi mangrove dan pemantauan aktifitas wisatawan yang
dianggap merusak.
Beberapa konsep pembangunan pariwisata tersebut tentunya tidak dapat
terealisasi tanpa adanya kerjasama pemerintah, sector – sector terkait juga
masyarakat sangat dilakukan dalam proses pembangunan dan pelaksanaan
21
kegiatan tersebut ini. Adapun gambaran mengenai konsep dasar pembangunan
pariwisata mangrove tersebut dapat dilihat pada gambar 9-13 sedangkan
gambaran hasil pengolahan produk konsumsi, hasil dari ekosistem mangrove
tersebut dapat dilihat pada gambar 14.
Gambar 9. Wisata air pada ekosistem mangrove (Sumber : Ajuz, 2011)
Gambar 10. Wisata jalan santai ekosistem mangrove (Sumber : Juan, 2011).
22
Gambar 11. Menara pandang (Sumber : Anonim, 2015)
Gambar 12. Pondok pinggiran mangrove (Sumber : Ajuz, 2011)
Gambar 13. Pembangunan pos pemantauan (Sumber : Juan, 2011)
23
Gambar 14. Buah mangrove yang diolah menjadi produk konsumsi (Sumber :
Hadi, 2011)
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan keseluruhan analisis yang telah dilakukan, kita telah
mengetahui :
1. Desa Bunati sangat berpotensi besar karena tingkat penangkapan hasil
perikanan di wilayah ini melimpah dan kondisi ekosistem mangrove tersebut
masih bagus dan alami karena tidak terlihat adanya tanda – tanda kerusakan
ekosistem yang dilakukan masyarakat.
2. Pemerintah dapat melakukan perencanaan pembangunan tempat pengolahan
hasil perikanan di wilayah ini yang tentunya telah dilakukan pendekatan
kepada masyarakat terlebih dahulu. Perencanaan pembangunan pariwisata
mangrove juga dapat dilakukan melihat beberapa kondisi mangrovenya yang
masih alami.
3. Perencanaan pembangunan yang dilakukan di Desa Bunati apabila dikaji dan
dilaksanakan secara berkelanjutan, maka secara perlahan pembangunan
24
tersebut akan memberikan keuntungan secara sosial maupun ekonomi bagi
pihak – pihak terkait.
5.2. SARAN
Didalam pelaksanaan pembangunan tersebut diharapkan pemerintah dapat
bekerjasama dengan warga sekitar, agar titik tujuan pembangungan tersebut dapat
berjalan sesuai dengan mana fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ajus, Dede. 2011. Wisata Mangrove 1. http://libregraphics.asia/tags/wisata-mangrove
Almaendah. 20.1. Hutan Bakau Hutan Mangrove, Definisi dan Fungsi. https://alamendah.org/2011/02/18/hutan-bakau-hutan-mangrove-definisi-dan-fungsi/
Anonim. 2015. Ekosistem Hutan Mangrove : Ciri, Fungsi, dan Kerusakannya. http://www.ebiologi.com/2015/06/ekosistem-hutan-mangrove-ciri-fungsi.html
Anonim. 2015. Wisata Hutan Mangrove. https://ilalangbasah.wordpress.com/2015/04/14/wisata-murah-hutan-mangrove-pik/
Anshor, M. 2012. Pembangunan Berkelanjutan, Kebijakan, Implementasi dan Tantangannya di Indonesia. https://anshor83.wordpress.com/2012/02/02/pembangunan-berkelanjutan-kebijakan-implementasi-dan-tantangannya-di-indonesia/
25
Elisa. 2016. BAHAN AJAR HUKUM LINGKUNGAN. Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup. http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/24446/da78edd8612d3a65307f546303a5fc20
Hadi. 2011. PROGRAM KEGIATAN. PROGRAM REHABILITASI, PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN, PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA PESISIRhttp://biotaekosistem.blogspot.co.id/2011_01_28_archive.html
Juan. 2011. Wisata Hutan Payau. http://wisatacilacap.orgfree.com/ronggeng.html
Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) dalam Elisa. 2016. BAHAN AJAR HUKUM LINGKUNGAN. Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup. http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/24446/da78edd8612d3a65307f546303a5fc20
Nana. 2012. Mangrove. digilib.unila.ac.id/462/4/BAB%20II.pdf
Rahmah. 2010. Produksi Hasil Perikanan. http://www.tulungagung.go.id/index.php/berita/635-rintisan-pengolahan-produk-perikanan-khas-tulungagung
Syahputra, Ryan. 2013. STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI PULAU KETER TENGAH KABUPATEN BINTAN. Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. E-Journal-Ryan-Syahputra-080210450086-IKL-2013.pdf - SumatraPDF
Wiranto, Tatag. 2014. Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut Dalam Kerangka Pembangunan Perekonomian Daerah.
Yulianto. 2016. Materi Kuliah Pembangunan Wilayah Pesisir dan PPK.Pembangunan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan
26
top related