laporan fix b3 skenario b blok 23

Post on 20-Oct-2015

86 Views

Category:

Documents

14 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

laporan blok obgyn

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 23

Disusun oleh : kelompok B3

Rani Iswara

Anantya Dianty Sophan

Lia Mahdi

Nini Irmadoly

M. Addien Prima Nanda

Salsabil Dhia Adzhani

Yusti Desita Indriani

Muharam Yoga Kharisma

Ririn Tri Sabrina

Syena Damara

Citra Maharani Putri

04111401001

04111401004

04111401027

04111401036

04111401037

04111401041

04111401042

04111401043

04111401076

04111401081

04111401017

Tutor :

dr. Azhari SpOG

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan

kasus yang diberikan mengenai

B. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan

pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

scenario ini.

BAB II

PEMBAHASAN

i. Data   Tutorial

Tutor : dr. Azhari SpOG

Hari, Tanggal : Senin, 3 februari 2014

: Selasa, 5 februari 2014

Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan.

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif)

ii. Skenario Kasus

Mrs. Mima, 38 year-old pregnant woman G43A0 39 wes pregnancy, was brought by her husband to the Piskesmas due to convulsion2 hours ago. She has been complaining of headache and visual disturbance for the last 2 days. According her husband, she has been suffering from Grave’s disease since 3 years ago, but was not well controlled.In the examination findings:Upon admission,Height=152 cm; Weight=65 kg;BP=180/110 mmHg; HR=120x/min; RR=24x/menitHead and neck examination revealed exopthalmis and enlargement of thyroid gland.Pretibial edema.

Obstetric examination :Outer Examination : Fundal height 32 cm, normal presentation.FHR : 150X/m

Lab : Hb 11,2 g/dL; She had 2+ protein on urine, cylinder (-)

iii. Paparan

A. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Headache : Nyeri pada kepala2. Konvulsi : Kontraksi involunter atau serangkaian kontraksi otot-otot volunteer.3. Grave’s disease : Penyakit autoimun dimana tiroid terlalu aktif menghasilkan

hormone tiroid4. Exopthalamus : Protrusio mata abnormal 5. Edema pretibial : Penumpukan cairan jaringan akibat perpindahan cairan intravascular

ke jaringan interstisial.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

KENYATAAN KESESUAIAN KONSEN

1. Mrs. Mima, 38 year-old pregnant woman G43A0 39 wes pregnancy, was brought by her husband to the Piskesmas due to convulsion2 hours ago.

2. She has been complaining of headache and visual disturbance for the last 2 days.

3. According her husband, she has been suffering from Grave’s disease since 3 years ago, but was not well controlled

4. In the examination findings: Upon admission,Height=152 cm; Weight=65 kg;BP=180/110 mmHg; HR=120x/min; RR=24x/menitHead and neck examination revealed exopthalmis and enlargement of thyroid gland.Pretibial edema.

5. Obstetric examination : Outer Examination : Fundal height 32 cm, normal presentation.FHR : 150X/m

6. Lab : Hb 11,2 g/dL; She had 2+ protein on urine, cylinder (-)

TH

TH

TH

TH

TH

VVV

VV

VV

VV

V

C. ANALISIS MASALAH

1. Mrs. Mima, 38 year-old pregnant woman G43A0 39 wes pregnancy, was brought by her husband to the Piskesmas due to convulsion2 hours ago

a. Bagaimana hubungan usia dan kehamilan pada kasus?

Usia yang rentan terkena preeklamsia adalah , 18 atau. 35 tahun karena pada usia , 18 tahun keadaan alat reproduksi belkum siap untuk menerima kehamilan dan akan meningkatkan keracunan kehamilan dalam bentuk pre eklamsia dan eklamsia sedanngkan pada usia > 35 tahun atau lebih rentan akan terjadinya penyakit seperti hipertensi yang bisa mengakibatkan pre eklamsia dan eklamsia hal ini disebabkanm karena terjadinya perubahan pada jaringan alat kandungan dan jalan lahir yang tidak lentur lagi selain itu juga diakibatkan dengan tekanan darah yang meningkat seiring dengan pertambahan usia sehingga pada wanita yang hamil di atas . 35 tahun atau lebih cenderung meningkatkan resiko terjadinya pre eklamsia dan eklamsia

b. Apa etiologi dan mekanisme konvulsi ? Etiologi Faktor perinatal kelainan yang timbul akibat gangguan pada proses

kehamilan pada kasus ini disebabkan eklamsia Malformasi otak kongenital Faktor genetik Faktor infeksi seperti ensefalitis meningitis Kejang demam Gangguan metabolisme (hipoglikemia,hiponatremia) Tumor otak Toksis/keracunan Gangguan sirkulasi /peredaran darah Penyakit degeneratif susunan saraf Epilepsi

Mekanisme

Adanya udem serebri yang difus akan menimbulkan gambaran kejang pada

eklamsia. Data menunjukkan bahwa udem sitotoksik maupun udem vasogenik

dapat terjadi pada preeklamsia berat atau eklamsia. Udem vasogenik reversible

adalah yang paling predominan sehingga eklamsia hampir tidak pernah

menimbulkan sequele neurologik yang permanent. Secara teoritis terdapat 2

penyebab terjadinya udem serebri fokal yaitu adanya vasospasme dan dilatasi

yang kuat. Teori vasospasme menganggap bahwa overregulasi serebrovaskuler

akibat naiknya tekanan darah menyebabkan vasospasme yang berlebihan yang

menyebabkan iskemia lokal.Akibat iskemia akan menimbulkan gangguan

metabolisme energi pada membrane sel sehingga akan terjadi kegagalan ATP-

dependent Na/K pump yang akan menyebabkan udem sitotoksik. Apabila

proses ini terus berlanjut dapat terjadi rupture membrane sel yang

menimbuklan lesi infark yang bersifat irreversible. Teori force dilatation

mengungkapkan bahwa akibat peningkatan tekanan darah yang ekstrem pada

eklamsia menimbulkan kegagalan vasokonstriksi autoregulasi sehingga terjadi

vasodilatasi yang berlebihan dan peningkatan perfusi darah serebral yang

menyebabkan rusaknya barier otak dengan terbukanya tight junction sel-sel

endotel pembuluh darah. Keadaan ini akan menimbulkan terjadinya udem

vasogenik.

Udem vasogenik ini mudah meluas keseluruh sistem saraf pusat yang dapat

menimbulkan kejang pada eklamsia. Perluasan udem serebri yang difus hanya

terjadi pada 6% saja, dan 30%-nya dapat berkembang menjadi herniasi

transtentorial. Akibat efek penekanan vaskuler akibat perluasan udem

vasogenik ini dapat memperparah kondisi iskemiknya yang menimbulkan

infark dan perdarahan perikapiler sehingga akan memperburuk prognosis.

Kondisi ini akan sangat mempengaruhi pengelolaan pasien dan harus lebih

hati-hati dalam mengontrol tekanan darah.

c. Apa riwayat G4P3A0 dengan keluhan yang sekarang ?

Preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu

yaitu sebanyak 18 kasus tapi untuk faktor resiko pada ibu biasanya adalah ibu dengan riwayat primagravida dan nullipara

2. She has been complaining of headache and visual disturbance for the last 2 days. a. Apa etiologi dan mekanisme dari sakit kepala?

Etiologi sakit kepala:hiperperfusi serebri menyebabkan edema vasogenik

Mekanisme : Pada kehamilan terjadi peningkatan peroxisome prolifetated activated receptor gamma ( PPAR-gamma) yang menyebabkan remodelling arteriol otak. Pada saat bersamaan terjadi pula peningkatan aliran darah serebral. Remodelling ini menyebabkan vasokonstriksi yang tidak dapat mengimbangi peningkatan aliran darah tersebut, sehingga terjadi reaksi edema vasogenik. Edema ini menyebabkan rusaknya sawar darah otak sehingga memberi akses terhadap zat- zat ekstraseluler yang mestinya tidak memasuki rongga tengkorak, antara lain albumin. Akibatnya terjadi kompresi rongga tengkorak yang menyebabkan gejala neurologis => sakit kepala bahkan kejang.

b. Apa etiologi dan mekanisme dari gangguan penglihatan ?

Etiologi gangguan penglihatan :spasme arteri retina ,iskemik/edema pada lobus

oksipitalis,terlepasnya perlekatan retina

Mekanisme : Hipertensi dalam kehamilan (preeklamsia) pasokan darah ke arteri

di retina berkurang spasme arteri retina (dapat pula disertai edema karena

proteinuria) gangguan penglihatan (dapat berupa pandangan kabur, skotoma,

amaurosis, dan ablatio retina)

hipertensi pre ceclampsia cairan dari intravaskular keluar menuju

extravaskular bgtu juga cairan di intra okular mnimbulkan eksudat di bola

mata meninmbulkakan gangguan visus

3. According her husband, she has been suffering from Grave’s disease since 3 years ago, but was not well controlled.

a. Bagaimana hubungan Grave’s disease dengan kehamilan ?

Pada kehamilan normal, iodium akan melewati plasenta, tiroksin (T4) hanya

dapat melewati plasenta pada trimester pertama sedangkan triiodotironin (T3)

dan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) sama sekali tidak melewati plasenta.

Secara umum, fungsi tiroid ibu pada kehamilan dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu peningkatan konsentrasi Human Chorionic

Gonadotropin (HCG) yang merangsang kelenjar tiroid, peningkatan ekskresi

iodium lewat urin yang mengakibatkan penurunan konsentrasi iodium plasma

dan peningkatan Thyroid Binding Globulin (TBG) pada trimester pertama.5,6,7,

HCG memiliki struktur yang mirip TSH sehingga dapat berikatan

dengan reseptor TSH di kelenja tiroid dan merangsang produksi kelenjar tiroid

meskipun bersifat stimulator tiroid yang lemah. Konsentrasi HCG meningkat

tajam pada trimester pertama kehamilan dan berbanding terbalik dengan

konsentrasi TSH sehingga pada 20% kehamilan normal dapat ditemukan

konsentrasi TSH yang tersupresi sementara. Peningkatan serum HCG sebesar

10.000 IU/L dapat menaikkan konsentrasi FT4 0,1 ng/dL dan menurunkan

konsentrasi TSH 0,1 mIU/L. Kenaikan HCG>50.000-75.000 IU/L pada

trimester pertama kehamilan yang berlangsung lebih dari satu minggu dapat

meningkatkan konsentrasi FT4. Peningkatan Laju Filtrasi Glomerolus (LFG)

dalam kehamilan menyebabkan peningkatan ekskresi iodium. Kelenjar tiroid

mengkompensasinya dengan meningkatkan ambilan iodium dan produksi

hormon tiroid.

Wanita dengan tirotoksikosis memperlihatkan hasil akhir kehamilan

yang umumnya bergantung pada apakah kontrol metabilik dapat tercapai.

Sebagai contoh, tiroksin yang berlebihan dapat menyebabkan keguguran

(Anselmo dkk., 2004). Pada wanita yang tidak diobati atau pada mereka yang

tetap hipertiroid meski diterapi, terjadi peningkatan insiden preeklampsia,

gagal jantung, dan gangguan hasil akhir perinatal.

Dampak Hipertiroidisme pada Ibu

Selama 30 tahun terakhir, laporan mengenai komplikasi maternal dan

janin menurun akibat kontrol yang lebih baik terhadap hipertiroidisme pada

kehamilan. Komplikasi maternal yang paling sering adalah pregnancy-induced

hypertension (PIH). Pada pasien dengan hipertiroid tidak terkontrol, resiko

preeklamsia berat menjadi lima kali lebih berat dibanding pasien yang

terkontrol. Komplikasi lain dapat berupa abruptio plasenta, kelahiran preterm

dan keguguran. Gagal jantung dapat terjadi pada pasien yang tidak diobati

terutama bila terdapat PIH. Pada pasien dengan gejala gagal jantung disfungsi

ventrikel kiri dengan derajat keparahan yang berbeda dapat dideteksi dengan

echocardiografi. Walaupun kelainan ini reversibel, namun gejalanya dapat

menetap dalam beberapa minggu setelah status eutiroid tercapai, namun

penurunan resistensi vaskular dan cardiac output yang tinggi dapat tetap terjadi

pada keadaan tiroksin normal. Hal ini penting karna dekompensasi ventrikel

kiri pada wanita hamil yang hipertiroid dapat terjadi bersamaan dengan

preeklamsia, pada waktu kelahiran atau bersamaan dengan komplikasi lain

misalnya anemia atau infeksi. Kejadian tiroid krisis pada kehamilan juga

pernah dilaporkan walaupun relatif jarang. Hipertiroid juga dilaporkan sebagai

faktor resiko independen operasi Caesar.

Pada suatu penelitian oleh Kriplani dkk dengan sampel 32 kelahiran

pada ibu hamil yang mengalami hipertiroidisme ternyata didapatkan partus

preterm terjadi pada 25% pasien, 3% mengalami hipermesis, 22% mengalami

hipertensi pada kehamilan dan 9% mengalami krisis tiroid.

Dampak Hipertiroidisme pada Janin

Hipertiroidisme maternal dapat mempengaruhi janin dan neonatal

melalui dua cara yaitu hipertiroid maternal yang tidak terkontrol (tanpa kadar

TSI yang tinggi) dan TSI mengalami pasase transplasenta. Pada

hipertiroidisme maternal yang tidak terkontrol janin mengalami resiko

intrauterine growth retardation (IUGR), stillbirth dan prematuritas. Resiko

prematuritas meningkat dari 11% menjadi 55% pada ibu yang tidak diobati,

resiko stillbirth meningkat dari 5%-24%. Pada suatu penelitian pada 230

kehamilan, 15 neonatus (6,5%) mengalami IUGR. Konplikasi pada janin

meningkat secara signifikan pada ibu yang tetap hipertiroid pada paruh kedua

kehamilan. Faktor resiko IUGR pada pasien ini meliputi tirotoksikosis

maternal selama lebih dari 30 minggu dalam kehamilan, riwayat penyakit

Graves selama lebih dari 10 tahun, dan onset penyakit Graves sebelum 20

tahun.

b. Bagaimana hubungan Grave’s disease dengan keluhan kasus ini?

Penyakit grave dapat menyebabkan peningkatan insiden preeklampsi gagal jantung,gangguan hasil akhir perinatalPayah Jantung

Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan morbiditas ibu yang serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang pasti tentang terjadinya perubahan hemodinamika pada hipertiroidisme masih simpang siur. Terdapat banyak bukti bahwa pengaruh jangka panjang dari peningkatan kadar hormon tiroid dapat menimbulkan kerusakan miokard, kardiomegali dan disfungsi ventrikel. Hormon tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung maupun tidak langsung.Pengaruh langsung :Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan kronotropik positip padamiokard melalui beberapa cara :1. Komponen metabolisme :a. Meningkatkan jumlah mitokondriab. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang menyebabkan aktifitas ATPase miosin meningkatc. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokardd. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi interaksi aktin-miosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi miokarde. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga meningkatkan kepekaan miokard terhadap katekolamin.2. Komponen simpul sinoatrial :Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter jaringan atrium, sehingga depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini menyebabkan takikardia sinus dan fibrilasi atrium.3. Komponen adrenoreseptor :Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung bertambah. Hal ini dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap interkonversi reseptor alfa dan beta. Hipertiroidisme menyebabkan penambahan reseptor beta dan pengurangan reseptor alfa.Pengaruh tidak langsung :1. Peningkatan metabolisme tubuh :Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut jantung meningkat sehingga curah jantung bertambah.2. Sistem simpato-adrenal :Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan aktifitas sistem simpato-adrenalmelalui cara :a) Peningkatan kadar katekolaminb) Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolaminDisfungsi ventrikel akan bertambah berat bila disertai dengan anemia, preeklamsia atau infeksi. Faktor-faktor risiko ini sering terjadi bersamaan pada wanita hamil. Payah jantung lebih sering terjadi pada wanita hamil hipertiroidisme yang tidak terkontrol terutama pada trimester terakhir.

c. Bagaimana cara mengontrol Grave’s disease pada kasus ?

Obat obat tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida yang kerjanya menghambat sisntesis hormin tiroid melalui blokade proses yodinasi molekul tirosin yaitu Propylthiouracil (PTU) dan metimazol namun Ptu lbh bnyk kelebihan dibanding metimazol biasanya obat propiltourasil diberikan dosis rendah : pemberian obat ini disertai dengan pemantauan ketat karena propitourasil bisa melewati placenta dan menghalangi pembentukan pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid janin .penyakit grave seringkali membaik pada trimester ketiga sehingga dosisnya bisa dikurangi atau

pemakaian nnya dihentikan pada umumnya perbaikan klinis sdh dpt terlihat pada minggu pertama dan tercapai setelah minggu 4-6 pengobtaan.Tapi perlu diperhatikan penggunaaan obat obat anti tiroid oada saat kehamilan dapt menimbulakan struma dan hipertirodism pada janin karena bisa melewati sawar placenta dan memblokir faal tiroid janin,penurunan kadar hormon tiroid janin akan mempengaruhi sekresi tsh dan menyebabkan pembersaran tiroid

Rekomendasi Endocrine Society Clinical Practice Guideline:

Jika dideteksi konsentrasi TSH serum subnormal selama kehamilan,

hipertiroidisme harus dibedakan dengan fisiologi normal kehamilan dan

hiperemesis gravidarum karena efek samping hipertiroid pada ibu dan bayi.

Diabntu dengan bukti klinis adanya autoimun, goiter tipikal dan adanya TRAb.

Hipertiroid berat akibat Graves atau nodul tiroid harus segra diberikan obat a

ntitiroid hingga kadar hormon tiroid ibu pada batas atas nilai rujukan normal

wanita yang tidak hamil.

- Karena adanya bukti klinis bahwa MMI dapat berkaitan dengan anomali

kongenital, PTU harus digunakan sebagai obat lini pertama.

- Tiroidektomi subtotal dapat diindikasikan selama kehamilan sebagai

terapi Graves maternal jika 1) pasien mengalami efek samping yang

berat akibat obat anti tiroid, 2) dibutuhkan dosis obat antitiroid yang

tinggi terus-menerus, atau 3) pasien tidak meminum obat dengan teratur

dan hipertiroid tidak terkontrol. Waktu optimal operasi adalah pada

trimester kedua.pada semester kedua 24 jam setelah pembedahan pasien

harus mulaia mengkomsusmsi hormon tiroid dan harus mengkomsusmsi

hormon tiroid seumur hidupnua .hormon ini hanya menggantikan

hormon yang seharusnya dihasilkam oleh kelenjar tiroid tapi hal ini juga

dapat menyebabkan hipertiroidisme pada janin sebab di dalam serum

kadar TSI msh tinggi

4. In the examination findings:Upon admission, Height=152 cm; Weight=65 kg; BP=180/110 mmHg; HR=120x/min; RR=24x/menit; Head and neck examination revealed exopthalmis and enlargement of thyroid gland.Pretibial edema

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik ? Tinggi : 152 cm

Berat Badan : 65 kg

Kehamilan 38 minggu

Berat Badan Normal menurut Katsura sebelum hamil :

65 kg-11 kg = 54 kg

sebelum dia hamil,Ny.manis sudah mengalami underweight.

BMI = BB/TB2

= 54 kg/(1,52)2

= 54 kg /2,310

= 23,37 kg/m2 (normal)

Hasil NormalBMI 23,37 19,6 – 26Tekanan Darah 180/110 mmHg 120-140/80-90 mm Hg

HR 120 x / menit 60-100 x / menitRR 24 x / menit 16-24 x / menit Mata Eksopthalmus -Kelenjar thyroid Pembesaran -Pretibial Edema -

Mekanisme :

Tekanan darah Dampak dari pre eklampsia yang dialaminya, terjadi vasokontriksi pemb. Darah, yang bisa disebabkan oleh stress oksidatif

Takikardi

Hormon tiroid meningkat -> metabolisme meningkat -> mempercepat

pemakaian O2 -> meningkatnya pembentukan ATP dari metabolisme di

jaringan -> vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh -> alirah darah

meningkat -> curah jantung sampai 60% atau lebih -> meningkatnya

eksitabilitas jantung -> meningkatnya frekuensi denyut jantung -> takikardia.

Exopthalmus

Grave’s oftalmopati berhubungan dengan antibodi yang bereaksi silang

dengan antigen TSH-R yang terdapat pada fibroblast. Fibroblast dipercayai

sebagai sel target dan efektor dalam . Fibroblast sangat sensitive terhadap

stimulasi dari sitokin dan protein larut lainnya, serta immunoglobulin yang

dilepaskan pada saat terjadinya reaksi imun sitokin ini akan merangsang

fibroblast untuk menghasilkan glikosaminoglikan. Produksi berlebihan dari

glikosaminoglikan dalam orbita inilah secara garis menyebabkan manifestasi

klinik dari grave’s oftalmopati. Glikosaminoglikan ini merupakan

makromolekul hidrofilik yang bersifat menarik cairan (osmotik) dan

terakumulasi di jaringan penyambung dari lemak dan otot orbita. Akumulasi

ini menyebabkan pembesaran otot ekstraokuler dan lemak sekitar

menyebabkan proptosis, fibrosis serat otot, selanjutnya menyebabkan atrofi

jaringan.

Pembesaran Tiroid

Terjadi karena hiperplasi sel-sel kelenjar tiroid yang terlalu aktif. Adanya

beberapa bahan yang mempunyai kerja bahan yang mirip dengan kerja TSH di

dalam darah( berupa antibodi Ig) yang berikatan dengan reseptor membran

yang sama dengan reseptor membran yang mengikat TSH. Bahan-bahan

tersebut merangsang aktivitas terus menerus sistem cAMP di dalam sel,

sehingga terjadilah hipertiroidisme. Antibodi ini disebut imunoglobulin

perangsang tiroid dan disingkat TSI, bahan ini mempunyai efek perangsangan

yang panjang pada kelenjar tiroid, selama 12 jam dibandingkan TSH selama 1

jam.

Pretibial Edema

Peningkatan tekanan darah yang signifikan akan mencederai dari endotel

pembuluh darah ibu, terutama pada endotel di glomerulus ginjal, bila hal ini

terus berlangsung akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dan

perubahan tekanan pada membranenya. Akibatnya protein yang seharusnya

tidak dapat melewati jarring-jaring glomerulus dapat keluar dan terbuang

melalui urin. Hal ini menyebabkan positifnya kadar protein di urin sekaligus

bila terus dibiarkan akan mengurangi cadangan protein albumin darah yang

dapat menyebabkan ibu ini mengalami edema.

5. Obstetric examination :Outer Examination : Fundal height 32 cm, normal presentation. FHR : 150X/m

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari obstretic examination? Tinggi fundus uteri 32 cm

Normal

1. Pada kehamilan 28 minggu, tinggi fundus uteri 3 jari di atas pusat (27

cm)

2. Pada kehamilan 32 minggu, tinggi fundus uteri pertengahan pusat dan

processus xyphoideus (30 cm)

3. Pada kehamilan 36 minggu, tinggi fundus uteri sekitar 1 jari di bawah

processus xyphoideus (33 cm)

4. Pada kehamilan 40 minggu, tinggi fundus uteri turun setinggi 3 jari di

bawah processus xyphoideus, saat ini kepala sudah masuk PAP (30 cm).

Normal Presentation

Presentasi kepala.

FHR 150x/ menit

Normal

6. Lab: Hb 11,2 g/dL; She had 2+ protein on urine, cylinder (-)a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan

laboratorium?

Hb 11,2 g/dL

Normal

Proteinuria (++)

Hal ini disebabkan oleh hipertensi yang terjadi pada kasus ini. Peningkatan

tekanan darah yang signifikan akan mencederai dari endotel pembuluh darah

ibu, terutama pada endotel di glomerulus ginjal, bila hal ini terus berlangsung

akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dan perubahan tekanan pada

membranenya. Akibatnya protein yang seharusnya tidak dapat melewati

jarring-jaring glomerulus dapat keluar dan terbuang melalui urin. Hal ini

menyebabkan positifnya kadar protein di urin sekaligus bila terus dibiarkan

akan mengurangi cadangan protein albumin darah yang dapat menyebabkan

ibu ini mengalami edema.

Silinder (-)

Normal

7. Bagaiman kriteria eklampsia dan pre eklampsia ?

PE-Preeclampsia

KRITERIA MINIMUM

TD ≥ 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu

Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dispstick

PRE-EKLAMPSIA BERAT (PE disertai dengan satu atau lebih gejala berikut

dibawah ini) :

1. TD ≥ 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu

2. Proteinuria 2.0 g/24 jam ≥ 2+ (dispstick)

3. Serum Creatinine > 1.2 mg/dL (kecuali bila sebelumnya sudah abnormal )

4. Trombosit < 100.0000 / mm3

5. Microangiopathic hemolysis ( increase LDH )

6. Peningkatan ALT atau AST

7. Nyeri kepala atau gangguan visual persisten

8. Nyeri epigastrium

Eklampsia

Kejang yang tidak diakibatkan oleh sebab lain pada penderita pre eklampsia

kehamilan > 20 minggu saat persalinan atau massa nifas

terdapat tanda PEB ( hipertensi, proteinuria, edema )

kejang atau koma yang bukan disebakan kelainan neurologis

kadang dengan gangguan fungsi organ

a. Superimposed Preeklampsia ( pada hipertensi kronik )

Proteinuria “new onset” ≥ 300 mg / 24 jam pada penderita hipertensi yang

tidak menunjukkan adanya proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.

atau

Peningkatan TD atau kadar proteinuria secara tiba tiba atau trombositopenia

< 100.000/mm3 pada penderita hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan

20 minggu.

8. Apa diagnosis banding pada kasus ?

Pembeda Kasus Eklampsia Hipertensi esensial

Ensefalitis Meningitis Epilepsi

Tekanan darah

Meningkat

Meningkat Meningkat Normal Normal Normal

Kesadaran

Menurun Menurun Normal Koma Koma Menurun

Demam - - - + + -

Gangguan penglihatan

+ + + - - -

nyeri epigastrium

+ + -/+ - + -

Mual muntah

+ + - + + -

Edema + + - - - -

Proteinuria

+ + - -/+ - -

Riwayat hipertensi

- -/+ + -/+ - -

9. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus ( pemeriksaan penunjang)?

Dignosis pre eklampsia daneklampsia ditegakan melalui Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang Diagnosis

PE ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala:

▪ Penambahan berat badan yang berlebihan → terjadi kenaikan 1 kg seminggu

beberapa kali

▪ Edema → peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka

▪ Hipertensi (diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)

▪ Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg ATAU

▪ Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg ATAU

▪ Tekanan diastolik > 15 mmHg

▪ Tekanan diastolik pada trimester II yang > 85 mmHg patut dicurigai sebagai

bakat PE.

Pada kehamilan dengan pre eklamsia dapat terjadi tekanan intra uterin atau

kelainan pada pembuluh darah sehingga aliran darah di uteri plasenta

terganggu yang akibatnya terjadi iskemia uteri. Hal ini dapat menimbulkan

pengeluaran renin dan terjadi penurunan aliran darah dari uterus mengalir ke

seluruh tubuh ibu dalam merangsang angiotensi I dan II yang mempunyai

khasiat dalam spasme pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi.

▪ Protein urine

ProteinuriaTerdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam ATAU

pemeriksaan kualitatif +1 / +2.

Kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter/urin porsi

tengah, diambil 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.

Diagnosis preeklampsia berat (PEB) bila ada gejala:

▪ TD sistolik ≥ 160 mmHg ATAU diastolik ≥ 110 mmHg

▪ Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup

▪ Oligouria (< 400 ml dalam 24 jam)

▪ Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan

▪ Nyeri epigastrium dan ikterus

▪ Edema paru atau sianosis

▪ Trombositopenia

▪ Pertumbuhan janin terhambat (PJT)

Diagnosis eklampsia:

▪ Gejala-gejala preeklampsi disertai kejang atau koma tanpa disertai gangguan

neurologis

 

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan tambahan ynag diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah:

1)   Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan darh lengkap denagn hapusan

darah, penurunan hemoglobin( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin

untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% ), hematokrit meningkat ( nilai rujukan

37 – 43 vol% ), trombosit menurun( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3).

Hematokrit merupakan volume eritrosit per 100 mL dinyatakan dalam %.

Peningkatan hematokrit biasanya terjadi pada :

• Hemokonsentrasi

• PPOK

• Gagal jantung kongesif

• Perokok

• PreeklampsiaPenurunan hematokrit biasanya terjadi pada :• Anemia•

Leukimia• Hipertiroid• Penyakit Hati Kronis• Hemolisis (reaksi terhadap

transfusi, reaksi kimia, infeksi, terbakar, pacu jantung buatan)• Penyakit

sistemik (Kanker, Lupus, Sarcoidosis)

2)   Urinalisis: Ditemukan protein dalam urin

Kenaikan berat badan dan edema yng di sebabkan penimbunan cairan yang

berlebih dalam ruang instertisial belum diketahui sebabnya. Pada pre eklamsia

di jumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi

dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan

volume plasma dan mengatur retensi garam dan natrium. Pada pre eklamsia

permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.

3)   Pemeriksaan fungsi hati

▪ Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )

▪ LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat

▪ Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.

▪ Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45)

▪ Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l )

▪ Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )

10. Apa dioagnosis kerja pada kasus ? Nyonya Mima , 38tahun dengan kehamilan 39 minggu mengalami kejang , hipertensi ,pretibial edema dan protein uria karena mengalami eklampsia disertai penyakit graves .

11. Bagaimana epidemiologi pada kasus ?

Hipertiroidisme mempersulit kehamilan sekitar 0,1 % sampai 0,4%, dengan 85 %

adalah karena penyakit Graves. Penyakit graves, dengan insidens tertinggi pada usia

reproduksi atau dekade ketiga hingga keempat, disebabkan oleh antibodi perangsang

tiroid (Thyroid-stimulating antibodies) dan dapat disertai dengan oftalmopati

autoimun atau dermopati.

Hipertensi dalam kehamilan

Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003),

sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5%

dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran (Dawn C Jung, 2007).

Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari

35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia

(Trijatmo, 2005).

Di samping itu, preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999)

mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan

Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19

kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu

sebanyak 18 kasus.

Eklampsia terjadi pada 0.2 – 0.5% persalinan, 75% kejang terjadi sebelum persalinan.

50% dari eklampsia pasca persalinan terjadi dalam waktu 48 jam pasca persalinan.

12. Apa faktor resiko pada kasus?

Faktor resiko dan predisposisia. Primigravida/ nullipara <20 tahunb. Hiperplasentosis: mola, gemelli, DM, bayi besarc. Umur ekstrim (>35 tahun), karena angka kejadian hipertensi kronik pada umur

ini tinggid. Obesitas dan hidramnion, gizi kurang, anemiae. Riwayat keluarga dengan preeklampsia dan eklampsiaf. Riwayat penyakit ginjal dan hipertensi sebelum kehamilang. Ras : sering terjadi pada afro-america h. Predisposisi genetik Faktor lingkungan i. kebiasaan hidup

13. Bagaiman patogenesis pada kasus?PATOFISIOLOGI

1. Terjadi vasospasme menyeluruh2. Aktivasi sistem koagulasi3. Kelainan hemostasis4. Kerusakan sel endotel5. Kelainan hemodinamik uteroplasenter

Factor genetic dan imunologis Plasentasi abnormal Factor vascular

↓ perfusi uteroplasenta

Hipoksia plasenta & iskemik plasenta

14. Bagaimana tatalaksana pada kasus?

1. Konsep pengobatan

Hipoksia plasenta & iskemik plasenta

Hipertensi

Kejang

Adanya edema cerebri, vasospasme serebri, iskemi serebri

Hati

Vasospasme, iskemia, perdarahan.

Terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer→nekrosis sel hepar & ↑ enzim hepar

Perdarahan meluas ke subkapsular hematoma → rasa nyeri di epigastrik

Sistem saraf pusat

- Sakit kepala : hiperperfusi otak → vasogenik edema

- Gangguan visus : akibat spasme a. retina & edema retina

Menghindari tejadinya kejang berulang, mengurangi koma, meningkatkan jumlah

diuresis.

2. Obat untuk anti kejang

MgSO4   ( Magnesium Sulfat)

Dosis awal: 4gr 20 % I.V. pelen-pelan selama 3 menit atau lebih disusul 10gr

40% I.M. terbagi pada bokong kanan dan kiri.

Dosis ulangan  : tiap 6 jam diberikan 5 gr 50 % I.M. diteruskan sampai 6 jam

pasca persalinan atau 6 jam bebas kejang.

Syarat     :  reflek patela harus positif, tidak ada tanda-tanda depresi pernafasan

(respirasi >16 kali /menit), produksi urine tidak kurang dari 25

cc/jam atau 150 cc per 6 jam atau 600 cc per hari.

Apabila ada kejang lagi, diberikan  Mg SO 4   20 %, 2gr I.V.  pelan-pelan.

Pemberian I.V. ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi

maka diberikan pentotal 5 mg / kg BB / I.V. pelan-pelan.

Bila ada tanda-tanda keracunan Mg SO 4 diberikan antidotum glukonas  kalsikus

10 gr % 10 cc / I.V  pelan-pelan selama 3 menit atau lebih.

Apabila diluar sudah diberi pengobatan diazepam, maka dilanjutkan pengobatan

dengan MgSO 4 .

Terapi PRENATAL

1. Pengendalian Kejang

1. MgSO4 i.v dilanjutkan dengan Mg SO4 infuse atau i.m (sebagai “loading

dose” ) dan diteruskan dengan pemberian berkala secara i.m

2. Pemberian antihipertensi secara berkala i.v atau per-oral bila TD diastolik>

110 mmHg

3. Hindari pemberian diuretik dan batasi pemberian cairan intravena kecuali bila

perdarahan hebat. Jangan berikan cairan hiperosmotik

4. Akhiri kehamilan atau persalinan.

Magnesium sulfat

o MgSO4.7H2O ;

Antikonvulsan yang efektif tanpa penekanan pada SSP ibu dan janin

Dosis untuk PEBerat sama dengan dosis untuk Eklampsia

Berikan sampai 24 jam pasca persalinan

Tidak dimaksudkan untuk menurunkan tekanan darah

Eksresi melalui ginjal

Intoksikasi dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan reflek patela

dan frekuensi pernafasan serta pengamatan volume produksi urine

perjam.

Bila terjadi depresi pernafasan berikan Calcium Gluconate 1 gram i.v

perlahan-lahan sampai depresi nafas menghilang.

2. Pengendalian Hipertensi

Hidralazine

Pemberian hidralazine i.v bila TD Diastolik > 110 mmHg atau TS Sistolik> 160

mmHg.

Dosis: 5 mg i.v selang 20 menit sampai TD Diastolik 90 – 100 mmHg

Efek puncak 30 – 60 menit

Duration of action 4 – 6 jam

Efek samping : nyeri kepala, pusing, palpitasi, angina.

Labetalol

Beta-blocker non selektif dan post-sinaptik α-adrenergic blocking agent

Tersedia preparat oral ataupun parenteral

Dosis : Pemberian i.v setiap 10 menit .

Dosis pertama: 20 mg , dosis kedua 40 mg dan dosis selanjutnya 80 mg dengan

dosis maksimum 300 mg.

Onset of action = 5 menit.

Efek puncak = 10 – 20 menit .

Duration of action = 45 menit sampai 6 jam.

Nifedipine

Calcium channel blocker.

Dapat menurunkan tekanan darah dengan cepat.

Onset of action = 1 – 2 menit.

Duration of action = 3 – 5 menit.

Terapi PASCA PERSALINAN

Setelah persalinan, pemilihan jenis obat anti HT menjadi lebih bebas.

Pemberian diuretik tidak lagi merupakan kontraindikasi.

MgSO4 diberikan sampai 24 jam pasca persalinan.

Phenobarbital 120 mg/hari dapat diberikan pada pasien dengan HT persisten

dimana diuresis masih belum terjadi.

Bila 24 jam pasca persalinan TD Diastolik masih diatas 110 mmHg dapat

diberikan obat anti HT lainnya a.l diuretik, calcium channel blocker, ACE

inhibitor , betta blocker dsbnya.

Pemeriksaan TD dilakukan dalam posisi berdiri untuk menghindari kesalahan

pemeriksaan.

Tujuan penanganan kehamilan dengan hipertiroid adalah untuk mengendalikan

hipertiroid ibu tanpa menganggu fungsi tiroid janin. Penanganan hipertiroid di

sini adalah terapi dengan obat anti tiroid ( OAT ) dan operasi karena terapi

radioaktif merupakan kontraindikasi.

OBAT ANTI TIROID

Golongan anti tiroid yang banyak dipakai adalah “thionamide” yaitu

prophylthiourasil (PTU) dan “carbimasole“ ( neomercazole). Thionamide dapat

menyebabkan sejumlah efek samping yang serius seperti agranulositosis, sedang

penggunaan carbimasol menyebabkan “aplasia cutis” pada janin.

Pada awal kehamilan sebelum terbentuk plasenta, dosis obat anti tiroid sama

seperti pada keadaan bukan hamil. Pada kehamilan PTU lebih terpilih, PTU mula-

mula diberikan 100 -150 mg tiap 8 jam. Setelah penderita eutiroid baik klinis

maupun laboratorik, biasanya 4-6 minggu setelah pengobatan diturunkan menjadi

50 mg tiap 6 jam dan bila tetap eutiroid dosisnya diturunkan dan dipertahankan

menjadi 2 kali 50 mg/hari.

Idealnya FT4 dipantau setiap bulan dan kadar FT4 dipertahankan pada batas

atas normal. Bila terjadi rekurensi, dosis dinaikkan kembali menjadi 300 mg/hari

atau lebih. Rekurensi ini lebih sering terjadi pada masa post partum.

Bila PTU tidak tersedia dapat diberikan neomercazol 2 kali 10 mg/hari.

Setelah kadar FT4 turun, dosis diturunkan 5-10 mg/hari. Pada trimester ketiga

neomercazol dipertahankan 5 mg/hari. Pada penyakit Graves’ yang lebih berat,

neomercazol lebih dipilih dibanding PTU.

Pada umumnya dengan pemberian PTU antara 100-200 mg/hari atau

neomercasole 5-10 mg/hari selama kehamilan, tidak akan memberikan hipotiroid

pada janin. Neomercazol tranfernya melalui plasenta dan ekskresinya melalui ASI

lebih besar dibanding PTU. Bioavibilitas neomercazol pada janin 4 kali lebih tinggi

dari PTU sehingga lebih mudah menyebabkan hipotiroid.

OPERASI

Dilakukan setelah trimester pertama untuk menghindari abortus. Subtotal

tiroidektomi dapat dilakukan pada kasus yang hipersensitif terhadap OAT atau

kurang berespon dengan OAT. Jika wanita hamil harus menjalani operasi, harus

dikontrol dengan OAT untuk menghindari krisis tiroid. Setelah operasi penderita

harus diawasi untuk menghindari kemungkinan adanya gejala hipotiroid dan bila ini

terjadi perlu diberikan “hormon replacement’. Komplikasi jarang terjadi bila

ditangani oleh ahli bedah yang terampil. Komplikasi yang sering terjadi adalah

paralisis n.laringeus recurren dan hipoparatiroid serta fetal anoksia

15. Apa komplikasi pada kasus?Komplikasi hipertiroidisme:

Hipertensi dalam kehamilan

Komplikasi maternal yang paling sering adalah pregnancy-induced hypertension

(PIH). Pada pasien dengan hipertiroid tidak terkontrol, resiko preeklamsia berat

menjadi lima kali lebih berat dibanding pasien yang terkontrol.

Abruptio plasenta, kelahiran preterm dan keguguran, intrauterine growth

retardation (IUGR)

Gagal jantung

Gagal jantung dapat terjadi pada pasien yang tidak diobati terutama bila terdapat

PIH. Beberapa komplikasi paling serius dari hipertiroid melibatkan jantung. Hal

ini termasuk detak jantung yang cepat, gangguan irama jantung yang disebut

atrial fibrilasi dan gagal jantung kongestif - suatu kondisi dimana jantung Anda

tidak dapat mensirkulasikan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh

Anda. Komplikasi ini umumnya reversibel dengan pengobatan yang tepat.

Walaupun kelainan ini reversibel, namun gejalanya dapat menetap dalam

beberapa minggu setelah status eutiroid tercapai, namun penurunan resistensi

vaskular dan cardiac output yang tinggi dapat tetap terjadi pada keadaan tiroksin

normal. Hal ini penting karna dekompensasi ventrikel kiri pada wanita hamil

yang hipertiroid dapat terjadi bersamaan dengan preeklamsia, pada waktu

kelahiran atau bersamaan dengan komplikasi lain misalnya anemia atau infeksi.

Tulang rapuh

Hipertiroidisme tidak diobati juga bisa menyebabkan lemah, tulang rapuh

(osteoporosis). Kekuatan tulang Anda tergantung, sebagian, pada jumlah kalsium

dan mineral lainnya yang dikandungnya. Terlalu banyak hormon tiroid

mengganggu kemampuan tubuh Anda untuk memasukkan kalsium ke dalam

tulang Anda.

Masalah mata

Orang dengan ophthalmopathy Graves mengembangkan masalah mata, termasuk

exopthalmus, mata merah atau bengkak, kepekaan terhadap cahaya, dan kabur

atau penglihatan ganda.

Merah, kulit bengkak

Dalam kasus yang jarang terjadi, orang-orang dengan Graves 'penyakit

mengembangkan Graves' dermopathy, yang mempengaruhi kulit, menyebabkan

kemerahan dan bengkak, sering pada tulang kering dan kaki.

Krisis tiroid

Krisis tiroid merupakan komplikasi yang jarang namun fatal pada hipertiroidisme.

Pencetusnya adalah penyakit yang tidak terkontrol, dipresipitasi oleh infeksi,

trauma, bedah, dan ketoasidosis diabetikum dan pada kehamilan dicetuskan oleh

toksemia, plasenta previa dan induksi persalinan. Kejadiannya pada kehamilan

dilaporkan berkisar 1-2%.

Hiperemesis selama kehamilan

Komplikasi eklampsia

Komplikasi Maternal

Menimbulkan sianosis

Aspirasi air ludah menambah gangguan fungsi paru

Tekanan darah meningkat menimbulkan perdarahan otak dan kegagalan jantung

mendadak

Lidah dapat tergigit

Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria

Perdarahan atau ablasio retina

Gangguan fungsi hati dan menimbulkan ikterus.

Komplikasi Janin

Asfiksia mendadak

Prematuritas (25 – 30%)

IUGR (10 – 15%)

Solutio plasenta

Kematian janin dalam rahim

16. Bagaimana cara pencegahan pada kasus? Modifikasi diet

1. Pencegahan asupan garam tak dapat mencegah terjadinya preeklampsia

2. Suplementasi calcium dapat menurunkan kejadian hipertensi gestasional

3. Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal

(vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng),

magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini

mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu

belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti

manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan

bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya.

Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada

kasus risiko tinggi.

Aspirin dosis rendah

Awal keberhasilan penggunaan 60 mg aspirin untuk menurunkan kejadian PE berawal

dari kemampuan untuk menekan produksi tromboksan secara selektif dengan hasil

akhir peningkatan produksi prostacyclin endothelial.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah tidak efektif dalam

pencegahan PE.

Antioksidan

Aktivitas antioksidan serum penderita PE sangat berkurang. Konsumsi vitamin E

tidak berhubungan kejadian PE. Kadar Vit E dalam plasma yang tinggi pada penderita

PE adalah merupakan respon terhadap stressor oksidatif yang ada.

Chappel dkk (1999) : membuktikan adanya penurunan aktivasi sel endothel pada

pemberian vit C atau E pada kehamilan 18 – 22 dan pemberian vitamin C dan E dapat

menurunkan secara bermakna kejadian PE.

17. Bagaimana prognosis pada kasus

Eklampsia adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya, maka prognosa kurang baik

untuk ibu maupun anak. Prognosa dipengaruhi oleh paritas, usia dan keadaan saat

masuk rumah sakit. Gejala-gejala yang memberatkan prognosa dikemukakan oleh

Eden adalah:

1. Koma yang lama

2. Nadi diatas 120 per menit

3. Suhu diatas 39°C.

4. Tensi diatas 200 mmHg

5. Lebih dari sepuluh serangan.

6. Proteinuria 10 gr sehari atau lebih

7. Tidak adanya oedema. (M Dikman A, 1995: 45)

Quo ad vitam : dubia

Quo ad functionam : dubia

18. Apa SKDI pada kasus?Kejang : 3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan

Hipertensi pada kehamilan : tingkat 2

D. LEARNING ISSUE

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Terdapat 5 jenis penyakit hipertensi dalam kehamilan:

1. Hipertensi Gestasional

TD ≥ 140/90 mmHg utuk pertama kalinya dalam kehamilan

Tidak ada proteinuria

TD kembali normal < 12 minggu postpartum

Diagnosis akhir hanya dapat dibuat postpartum

Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeclampsia misalnya nyeri epigastrium

atau trombositopenia

2. Preeklampsia

Sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan

aktivasi endotel.

a. Predisposisi :

Nullipara, riwayat keluarga dengan preeklampsi, hamil kembar, hipertensi kronik,

mola hidatidosa, hidrops fetalis.

b. Jenis preeklampsia :

Berat dan ringan

c. trias klasik preeklampsia :

- BB bertambah (edema)

- Hipertensi

- Proteinuria

d. insidens:

Sering pada primigravida, insidens preeklampsia kira-kira 5%.

e. manifestasi klinik preeklapmsia :

Kriteria minimum

- TD ≥ 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu

- Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥+1 pada dipstick

- Peningkatan kepastian preeklamsia

- TD ≥ 160/100 mmHg.

- Proteinuria 2,0 g/24 jam atau ≥ +2 pada dipstick.

- Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat

Sebelumnya

- Trombosit < 100.000/mm3

- Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat).

- SGPT atau SGOT meningkat.

- Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya.

- Nyeri epigastrium menetap.

- Berat badan bertambah >1kg/minggu atau 3kg/bulan (edema).

3. Eklampsia

a. Defenisi

Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria ,

kejang-kejang dan atau koma

b.Insidens :

- Sering pada prinigravida

- Insidens terjadi 1:1000-1:1500

c. Etiologi :

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jeals.

Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan,

diantaranya yang banyak dianut adalah :

Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Tidak terjadi invasi trofoblast pada lapisan otot a. spiralis dan jar. matriks sekitar

Lap.otot a.spiralis tetap kaku & keras Lumen a. spiralis tidak distensi dan dilatasi

A. spiralis vasokontriksi Kegagalan “Remodelling Arteri Spiralis” ↓ Aliran

darah uteroplasenta Hipoksia & iskemia plasenta

Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel

Kegagalan “Remodelling Arteri Spiralis” Plasenta mengalami iskemi dan hipoksia

Menghasilkan oksidan (radikal bebas yaitu radikal hidroksil) Merusak memb.

sel endotel Disfungsi endotel :

o Gang. Metabolisme Prostaglandin ↓ Prostasiklin (PGE2) ↑ Tekanan

darah

Agregasi sel trombosit di daerah endotel yang rusak ↑ Tromboksan

(TXA2) vasokonstriktor kuat Vasokontriksi Pembuluh darah ↑

Tekanan darah

Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus

↑ permebilitas kapilar

↑ produksi bahan vasopresor (endotelin)

↑ Faktor koagulasi

Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Pada perempuan hamil normal, terdapat Human Leucocyte Antigen Protein G (HLA-

G) yang berfungsi sebagai berikut ;

HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel NK ibu,

sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta).

HLA-G mempermudah invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.

Namun, pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi

HLA-G. Penurunan HLA-G akan menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.

Padahal Invasi trofoblas penting agar jaringan desidua lunak dan gembur sehingga

memudahkan dilatasi arteri spiralis.

Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.

Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan

vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk

menimbulkan respon vasokontriksi. Terjadinya refrakter pembuluh darah karena

adanya sintesis prostagladin pada sel endotel pembuluh darah.

Akan tetapi, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kehilangan daya refrakter

terhadap bahan vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan

vasopresor.

Teori genetik

Ada faktor keturunan dan familiar dengan model gen tunggal. Telah terbukti

bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26 % anak perempuan akan

mengalami preeklampsia pula dan 8% anak menantu mengalami preeklampsia.

Teori defisiensi gizi

Beberapa hasil penetilian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi

berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan, seperti defisiensi kalsium

pada wanita hamil dapat mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.

Teori inflamasi

Pada kehamilan normal plasenta akan melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa

proses apoptosis dan nektrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-

bahan ini selanjutnya akan merangsang proses inflamasi. Pada kehamilan normal,

jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga

masih dalam batas normal.Hal tersebut berbeda dengan proses apoptosis pada

preeklampsia, dimana terjadi peningkatan stress oksidatif ↑ produksi debris

apoptosis dan nekrotik trofoblas. Makin banyak sel trofoblas plasenta , maka

reaksi sel oksidatif akan sangant meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas

juga sangat meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam

darah ibu jauh lebih besar yang akan mengaktivasi sel endotel dan sel makrofag

sehingga timbullah gejala preeklampsia pada ibu.

d. Manifestasi klinik

Hipertensi : TD ≥ 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu

Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥+1 pada dipstick

Edema

Kejang tonik klonik

Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti

dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus

menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala

lain

Gangguan penglihatan, pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan

kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara

Iritabel, ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik

atau gangguan lainnya

Nyeri perut, nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan

muntah

e. Jenis-jenis :

- Eklampsia antepartum : kejang terjadi pertama kali sebelum persalinan.

- Eklampsia intrapartum : kejang terjadi selam persalinan.

- Eklampsia postpartum : kejang terjadi setelah persalinan.

Eklampsia iminens : Eklampsia ditambah dengan keluhan-keluhan pusing sekali, nyeri

epigastrium dan gangguan penglihatan.

4. Preeclampsia pada hipertensi kronik (superimposed preeclampsia on chronic

hypertension)

- Proteinuria awitan baru ≥ 300mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi tetapi tanpa

proteinuria sebelum gestasi 20 minggu.

- Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit <

100.000/mm3 secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria

sebelum gestasi 20 minggu

5. Hipertensi kronik

TD ≥ 140/90 mmHg sebelm kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi 20 minggu,, atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan menetap setelah 12 minggu postpartum

2.GRAVE’S DISEASE KEHAMILAN

Hipertiroidisme dalam kehamilan

Patogenesis

Hipertiroidisme dalam kehamilan hampir selalu disebabkan karena penyakit

Grave yang merupakan suatu penyakit otoimun. Sampai sekarang etiologi

penyakit Grave tidak diketahui secara pasti. Dilihat dari berbagai manifestasi dan

perjalanan penyakitnya, diduga banyak faktor yang berperan dalam patogenesis

penyakit ini. Dari hasil penelitian, masih timbul sejumlah pertanyaan yang belum

terjawab, antara lain :

1. Apakah kelainan dasar penyakit tiroid otoimun terjadi didalam kelenjar tiroid

sendiri, didalam sistem imun atau keduanya.

2. Kalau terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan sistem imun, apakah kelainan

primer terjadi pada fungsi sel T (aktifitas sel T supresor yang meningkat dan sel T

helper yang menurun atau sebaliknya).

3. Apakah terdapat pengaruh faktor genetik dan lingkungan pada tahap awal

terjadinya penyakit tiroid otoimun.

Kelenjar tiroid merupakan organ yang unik dimana proses otoimun dapat

menyebabkan kerusakan jaringan tiroid dan hipotiroidisme (pada tiroiditis

Hashimoto) atau menimbulkan stimulasi dan hipertiroidisme (pada penyakit

Grave).

Proses otoimun didalam kelenjar tiroid terjadi melalui 2 cara, yaitu :

1. Antibodi yang terbentuk berasal dari tempat yang jauh (diluar kelenjar tiroid)

karena pengaruh antigen tiroid spesifik sehingga terjadi imunitas humoral.

2. Zat-zat imun dilepaskan oleh sel-sel folikel kelenjar tiroid sendiri yang

menimbulkan imunitas seluler.

Antibodi ini bersifat spesifik, yang disebut sebagai Thyroid Stimulating Antibody

(TSAb) atau Thyroid Stimulating Imunoglobulin (TSI).

Pengaruh hipertiroidisme terhadap kehamilan

Hipertiroidisme akan menimbulkan berbagai komplikasi baik terhadap ibu

maupun janin dan bayi yang akan dilahirkan.

Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain :

I. Komplikasi terhadap ibu :

A. Payah Jantung

Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan morbiditas ibu

yang serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang pasti tentang terjadinya

perubahan hemodinamika pada hipertiroidisme masih simpang siur. Terdapat

banyak bukti bahwa pengaruh jangka panjang dari peningkatan kadar hormon

tiroid dapat menimbulkan kerusakan miokard, kardiomegali dan disfungsi

ventrikel. Hormon tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Pengaruh langsung :

Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan kronotropik

positip pada miokard melalui beberapa cara :

1. Komponen metabolisme :

a. Meningkatkan jumlah mitokondria

b. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang menyebabkan

aktifitas ATPase miosin meningkat

c. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard

d. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi interaksi aktin-

miosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi miokard

e. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga meningkatkan kepekaan

miokard terhadap katekolamin.

2. Komponen simpul sinoatrial :

Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter jaringan atrium,

sehingga depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini menyebabkan takikardia sinus

dan fibrilasi atrium.

3. Komponen adrenoreseptor :

Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung bertambah. Hal ini

dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap interkonversi reseptor alfa dan

beta. Hipertiroidisme menyebabkan penambahan reseptor beta dan pengurangan

reseptor alfa.

Pengaruh tidak langsung :

1. Peningkatan metabolisme tubuh :

Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi

vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut jantung

meningkat sehingga curah jantung bertambah.

2. Sistem simpato-adrenal :

Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan aktifitas sistem

simpato-adrenal melalui cara :

a) Peningkatan kadar katekolamin

b) Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin

Secara klinis akan terjadi peningkatan fraksi ejeksi pada waktu istirahat, dimana

hal ini dapat pula disebabkan oleh kehamilan itu sendiri. Disfungsi ventrikel akan

bertambah berat bila disertai dengan anemia, preeklamsia atau infeksi. Faktor-

faktor risiko ini sering terjadi bersamaan pada wanita hamil. Davis,LE dan

kawan-kawan menyebutkan bahwa payah jantung lebih sering terjadi pada wanita

hamil hipertiroidisme yang tidak terkontrol terutama pada trimester terakhir.

Krisis tiroid

Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil dengan

hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-

faktor pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif termasuk bedah Caesar,

trauma dan infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat pula terjadi pada pasien-pasien

hipertiroidisme hamil yang tidak terdiagnosis atau mendapat pengobatan yang

tidak adekuat. Menurut laporan Davis LE dan kawan-kawan, dari 342 penderita

hipertiroidisme hamil, krisis tiroid terjadi pada 5 pasien yang telah mendapat

pengobatan anti tiroid, 1 pasien yang mendapat terapi operatif , 7 pasien yang

tidak terdiagnosis dan tidak mendapat pengobatan. Krisis tiroid ditandai dengan

manifestasi hipertiroidisme yang berat dan hiperpireksia. Suhu tubuh dapat

meningkat sampai 41oC disertai dengan kegelisahan, agitasi, takikardia, payah

jantung, mual muntah, diare,delirium, psikosis, ikterus dan dehidrasi.

II. Komplikasi terhadap janin dan neonatus :

Untuk memahami patogenesis terjadinya komplikasi hipertiroidisme pada

kehamilan terhadap janin dan neonatus, perlu kita ketahui mekanisme hubungan

ibu janin pada hipertiroidisme. Sejak awal kehamilan terjadi perubahan-

perubahan faal kelenjar tiroid sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sedangkan

kelenjar tiroid janin baru mulai berfungsi pada umur kehamilan minggu ke 12-16.

Hubungan ibu janin dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

TSH tidak dapat melewati plasenta, sehingga baik TSH ibu maupun TSH

janin tidak saling mempengaruhi. Hormon tiroid baik T3 maupun T4 hanya dalam

jumlah sedikit yang dapat melewati plasenta. TSI atau TSAb dapat melewati

plasenta dengan mudah. Oleh karena itu bila kadar TSI pada ibu tinggi, maka ada

kemungkinan terjadi hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Obat-obat anti

tiroid seperti PTU dan Neo Mercazole, zat-zat yodium radioaktif dan yodida, juga

propranolol dapat dengan mudah melewati plasenta. Pemakaian obat-obat ini

dapat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan janin. Pemakaian zat yodium

radioaktif merupakan kontra indikasi pada wanita hamil karena dapat

menyebabkan hipotiroidisme permanen pada janin

Diagnosis

Gambaran klinis

Secara klinis diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan sulit ditegakkan, karena

kehamilan itu sendiri dapat memberikan gambaran yang mirip dengan

hipertiroidisme. Pada kehamilan normal dapat ditemukan pula manifestasi

hiperdinamik dan hipermetabolik seperti pada keadaan hipertiroidisme.

Disamping itu penambahan berat badan yang terjadi pada kehamilan dapat

menutupi gejala penurunan berat badan yang terjadi pada hipertiroidisme. Oleh

karena itu pegangan klinis untuk diagnosis sebaiknya jangan dipakai. Walaupun

demikian pada seorang penderita hipertiroidisme Grave yang sudah dikenal,

gambaran klinis yang klasik dapat dipakai sebagai pegangan diagnosis. Tanda

klinis yang dapat digunakan sebagai pegangan diagnosis adalah adanya tremor,

kelainan mata yang non infiltratif atau yang infiltratif, berat badan menurun tanpa

diketahui sebabnya, miksedema lokal, miopati dan onikolisis. Semua keadaan ini

tidak pernah terjadi pada kehamilan normal. Bila nadi istirahat lebih dari 100 kali

permenit dan tidak melambat dengan perasat Valsalva, hal ini memberi

kemungkinan kuat adanya hipertiropidisme.

Pasien-pasien dengan hipertiroidisme hamil dapat mengalami hiperemesis

gravidarum yang hanya dapat diatasi dengan obat-obat anti tiroid.

Laboratorium :

1. Kadar T4 dan T3 total

Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan

kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total diatas 190

nmol/liter (15 ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroidisme.

2. Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3)

Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena tidak

dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa

kadar fT4 dan fT3 sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal

saja mungkin sudah dapat menunjukkan hipertiroidisme.

3. Indeks T4 bebas (fT4I)

Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan aktifitas tiroid

yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan pilihan yang paling baik. Dari

segi biaya, pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang harus

dilakukan yaitu kadar fT4 dan T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif). Tetapi

dari segi diagnostik, pemeriksaan inilah yang paling baik pada saat ini.

4. Tes TRH

Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita hipertiroidisme hamil

dengan gejala samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan

waktu dan penderita harus disuntik TRH dulu.

5. TSH basal sensitif

Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai populer sebagai tes

skrining penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk diagnosis hipotiroidisme,

tetapi juga untuk hipertiroidisme termasuk yang subklinis. Dengan

pengembangan tes ini, maka tes TRH mulai banyak ditinggalkan.

6. Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)

Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita hipertiroidisme

Grave hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti penting yaitu :

a. Menunjukkan bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan, kemungkinan besar

penderita akan relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil menekan

proses otoimun.

b. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat TSI melewati

plasenta dengan mudah.

Penatalaksanaan

Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap wanita hamil,

maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada pilihan antara

penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan. Namun obat-obat

anti tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai pilihan pertama.

Obat-obat anti tiroid

Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida yang

kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses yodinasi

molekul tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif dengan

menekan produksi TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktifitas sel T limfosit

kelenjar tiroid. Oleh karena obat ini tidak mempengaruhi pelepasan hormon

tiroid, maka respons klinis baru terjadi setelah hormon tiroid yang tersimpan

dalam koloid habis terpakai. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai

keadaan eutiroid tergantung dari jumlah koloid yang terdapat didalam kelenjar

tiroid. Pada umumnya perbaikan klinis sudah dapat terlihat pada minggu pertama

dan keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6 minggu pengobatan.

Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah banyak digunakan pada wanita hamil

hipertiroidisme. Namun PTU mempunyai banyak kelebihan dibandingkan

metimazol antara lain :

a) PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping menghambat

sintesis hormon tiroid.

b) PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena PTU

mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air.

Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan aplasia cutis pada

bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada pengobatan

hipertiroidisme dalam kehamilan. Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya

plasenta, dosis PTU dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai

dari dosis 100 sampai 150 mg setiap 8 jam. Setelah keadaan terkontrol yang

ditunjukkan dengan perbaikan klinis dan penurunan kadar T4 serum, dosis

hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali sehari. Bila sudah tercapai keadaan

eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan setelah 3 minggu diberikan 50

mg 2 kali sehari. Pemeriksaan kadar T4 serum hendaknya dilakukan setiap bulan

untuk memantau perjalanan penyakit dan respons pengobatan. Pada trimester

kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan serendah mungkin. Dosis PTU

dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan gangguan faal tiroid

neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan bahwa dari 11 neonatus

hanya 1 yang mengalami hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg PTU perhari

pada ibu hamil hipertiroidisme. Namun keadaan hipertiroidisme maternal ringan

masih dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena itu

kadar T4 dan T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi.

Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb secara spontan,

sehingga penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi hipertiroidisme.

Bahkan pada kebanyakan pasien dapat terjadi remisi selama trimester ketiga,

sehingga kadang-kadang tidak diperlukan pemberian obat-obat anti tiroid. Namun

Zakarija dan McKenzie menyatakan bahwa walaupun terjadi penurunan kadar

TSAb selama trimester ketiga, hal ini masih dapat menimbulkan hipertiroidisme

pada janin dan neonatus. Oleh karena itu dianjurkan untuk tetap meneruskan

pemberian PTU dosis rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini diharapkan

dapat memberikan perlindungan terhadap neonatus dari keadaan hipertiroidisme.

Biasanya janin mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin

karena ibu hamil yang hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau mendapat

pengobatan anti tiroid yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroidisme masih

belum dapat dikontrol dengan panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat

dinaikkan sampai 600 mg perhari dan diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 –

6 jam. Alasan mengapa PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini

berdasarkan hasil penelitian Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU

didalam serum pada trimester terakhir masih lebih rendah dibandingkan kadarnya

post partum. Namun dosis diatas 600 mg perhari tidak dianjurkan.

Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula

mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah

melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu metimazol tidak

dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah pemberian 40 mg

metimazol, sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat mempengaruhi faal

tiroid neonatus. Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI setelah

pemberian dosis 400 mg dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal

tiroid neonatus. Menurut Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan

pada masa menyusui asalkan dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari. Selain itu

perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap faal tiroid neonatus.

Beta bloker

Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat

menyebabkan plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan

respons terhadap anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonatus.

Oleh karena itu propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama jangka

panjang terhadap hipertiroidisme pada wanita hamil. Walaupun demikian cukup

banyak peneliti yang melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada wanita

hamil cukup aman. Beta bloker dapat mempercepat pengendalian tirotoksikosis

bila dikombinasi dengan yodida. Kombinasi propranolol 40 mg tiap 6 jam dengan

yodida biasanya menghasilkan perbaikan klinis dalam 2 sampai 7 hari. Yodida

secara cepat menghambat ikatan yodida dalam molekul tiroglobulin (efek Wolff-

Chaikoff) dan memblokir sekresi hormon tiroid. Namun pengobatan yodida

jangka panjang dapat berakibat buruk karena menyebabkan struma dan

hipotiroidisme pada janin. Sebagai pengganti dapat diberikan larutan Lugol 5

tetes 2 kali sehari, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu.

Tindakan operatif

Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir

trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus spontan.

Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara lain :

a) Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat

pengaruh obat-obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin.

b) Dapat terjadi komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus,

hipoparatiroidisme dan hipotiroidisme yang sukar diatasi.

c) Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid.

Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang hipersensitif terhadap obat-

obat anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak efektif dalam mengontrol

keadaan hipertiroidisme serta apabila terjadi gangguan mekanik akibat penekanan

struma. Sebelum dilakukan tindakan operatif, keadaan hipertiroisme harus

dikendalikan terlebih dahulu dengan obat-obat anti tiroid untuk menghindari

terjadinya krisis tiroid. Setelah operasi, pasien hendaknya diawasi secara ketat

terhadap kemungkinan terjadinya hipotiroidisme. Bila ditemukan tanda-tanda

hipotiroidisme, dianjurkan untuk diberikan suplementasi hormon tiroid.

E. KERANGKA KONSEP

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mrs. Mima 38 tahun G4P3A0 dengan usia kehamilan 39 minggu mengalami kejang karena karena eklampsia disertai Grave’s disease sejak 3 tahun yang lalu

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta:EGC.

Obsetri Williams / pengarang , F. Gary Cunningham – Ed.23. – Jakarta : EGC, 2012

Burrow GN, Fisher DA, Larsen PR. Maternal and fetal thyroidfunction. N Engl J Med

1994;331:1072–8.

Casey BM, Dashe JS, Wells CE, McIntire DD, Leveno KJ,Cunningham FG. Subclinical

hyperthyroidism and pregnancyoutcomes. Obstet Gynecol 2006;107:337-41.

Cheron RG. Neonatal thyroid function after PTU therapy for maternal Graves’ disease. N

Engl J Med.1981;304:525-528.

Cunningham, F. Gary, et al. Williams Obstetrics. Edisi 20. Texas, 2005.

Gabbe, Steven G, et al. Obstetrics normal and problem pregnancies fifth edition. Livingstone,

2007.

Glinoer D. The Regulation of Thyroid Function in Pregnancy:Pathways of Endocrine

Adaptation from Physiology to Pathology. Endocr Rev.1997;l8(3):404-433.

Lazarus JH. Hyperthyroidism during pregnancy: etiology, diagnosis and

management. Women’s Health 2005;1:97-104

Miller DA, Rabello YA, Paul RH. The modified biophysical profile: ante-

partum testing in the 1990's. Am J Obstet Gynecol 1996;174:812.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan edisi ke-4. PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo: Jakarta.

top related