kedudukan anak akibat pembatalan perkawinan …
Post on 16-Oct-2021
17 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KEDUDUKAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN SEDARAH
DALAM PERSPEKTIF UU No 16 Tahun 2019 tentang PERUBAHAN UU No 1
Tahun 1974 dan KUHPerdata
SKRIPSI
Oleh:
VELA ADE ELVIANA
21701021029
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
MALANG
2021
x
RINGKASAN`
KEDUDUKAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN SEDARAH
DALAM PERSPEKTIF UU No 16 Tahun 2019 tentang PERUBAHAN UU No 1
Tahun 1974 dan KUHPerdata
Vela Ade Elviana
Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
Pada Skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan kedudukan anak akibat
pembatalan perkawinan sedarah dalam perspektif uu no 16 tahun 2019 tentang
perubahan uu no 1 tahun 1974 dan KUHPerdata. Pemilihan tema tersebut
dilatarbelakangi oleh adanya pembatalan perkawinan yang dikarenakan terdapat
hubungan darah yang menimbulkan akibat hukum terhadap anak yang dilahirkan dari
perkawinan tersebut, yaitu mengenai kedudukan anak akibat pembatalan perkawinan
sedarah dan juga perlindungan hukumnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Penulis mengambil rumusan masalah
sebagai berikut: 1. Bagaimanakah konsep hukum pembatalan perkawinan sedarah
ditinjau dari Undang-undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata? 2. Bagaimanakah kedudukan anak yang dilahirkan dari Perkawinan
sedarah menurut Undang-undang Perkawinan dan KUHPerdata ? 3. Bagaimanakah
perlindungan hukum terhadap anak akibat dari pembatalan perkawinan sedarah yang
sudah tercatat oleh pegawai pencatat perkawinan?
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perkawinan dinyatakan batal terhadap
perkawinan sedarah. Menurut Undang-Undang Perkawinan jika perkawinan telah
batal dan terdapat anak maka anak tersebut tetap dinyatakan sebagai anak sah,
menurut KUHPerdata jika terdapat itikad baik dalam melangsungkan perkawinan,
meski telah dibatalkan perkawinannya akan tetap memiliki akibat yang sah terhadap
mereka berdua serta anaknya. Dalam rangka pemeliharaan anak, kedua orang tua
tetap memiliki kewajiban. Berkaitan dengan perwalian dan juga hak waris anak
tetap memiliki hak untuk itu.
Kata Kunci: Pembatalan Perkawinan, Perkawinan sedarah, Kedudukan anak
xi
SUMMARY
POSITION OF THE CHILD DUE TO THE CANCELLATION OF
INBREEDING IN THE PERSPECTIVE OF LAW NO. 16 OF 2019
CONCERNING CHANGES TO LAW NO.1 OF 1974 AND THE CIVIL CODE
Vela Ade Elviana
Fakultas Hukum Universitas Islam Malang
In this thesis, the author raised the problem of the position of the child due to
the cancellation of inbreeding in the perspective of Law No. 16 of 2019 concerning
changes to Law No.1 of 1974 and the Civil Code. This case was motivated by the
cancellation of marriage due to blood relations and caused legal consequences for
the child who born from that marriage. The consequences are about the child’s
position caused of the cancellation of inbreeding and also the legal protection.
Based on those reasons, the author picks the research problems as follows; 1.
How is the legal concept of inbreeding cancellation in terms of the Marriage Law
and the Civil Code? 2. How is the child’s position who born by inbreeding in terms of
the Marriage Law and the Civil Code? 3. How is the legal protection for child that
caused by the cancellation of inbreeding who had been registered by the registration
officer of marriage?
The result of this research shows that the marriage declared null and void of
inbreeding. According to Marriage Law, if the marriage was canceled and there is a
child, it still be the legal child, but according to Civil Code, if there is a good faith of
the marriage, even though the marriage was canceled, it still has legal consequences
for both of them and their children. About the right of child, the parents still have the
obligations. And the child still has the right about legacy and guardianship.
Keywords: Cancellation of Marriage, Inbreeding, Child’s Position.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan ialah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan umat
manusia. Tuhan telah menciptakan manusia dan seluruh makhluk di dunia ini
dengan berpasang-pasangan yang kemudian manusia dipasangkan antara laki-laki
dan perempuan dengan dasar perasaan kasih sayang dan cinta. Bentuk interaksi
dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan adalah dengan melangsungkan
perkawinan. Pergaulan laki-laki dan perempuan akan menjadi terhormat dan
bermartabat sesuai dengan kedudukan manusia di bumi sebagai makhluk yang
berkehormatan apabila ada di jalan perkawinan yang sah.
Perkawinan dapat dinyatakan sebagai perkawinan yang sah ialah perkawinan
yang dilaksanakan sesuai dengan hukum serta kepercayaan. Kemudian Apabila
perkawinan yang telah dilakukan tidak sesuai dengan hukum atau aturan yang ada
dan tidak sesuai dengan agama atau kepercayaannya maka perkawinan tersebut
dianggap tidak sah. Ketika perkawinan yang tidak sah itu sudah terjadi dan telah
terjadi akad nikah antara laki-laki dan perempuan maka timbul juga akibat dari
perkawinan tersebut yaitu adanya kewajiban dan hak antara suami istri, dan anak,
serta timbul pula akibat hukum harta benda yang diperoleh dari akibat perkawinan
tersebut.
Suatu perkawinan pada dasarnya diharapkan untuk waktu selama-lamanya
oleh suami dan istri, akan tetapi dalam keadaan tertentu ada beberapa hal yang
menghendaki putusnya perkawinan, dimana artinya jika perkawinan tersebut tetap
dilanjutkan maka kemudharatan akan terjadi.
2
KUHPerdata tidak memberikan suatu definisi mengenai apa yang dimaksud
dengan perkawinan.1 Berdasar pada ketentuan Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2019
tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ”2 Berdasar pada
ketentuan tersebut diatas selain pejelasan mengenai pengertian perkawinan juga
memberi penjelasan mengenai dari tujuan perkawinan tersebut yaitu : ”...dengan
tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan juga kekal berdasar pada
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Berdasarkan Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan pengertian
mengenai perkawinan, menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk menaati perintah Allah dan
melakukannya merupakan ibadah.3 Apabila pengertian tersebut dibandingkan dengan
yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
(UU Perkawinan) dan KHI maka pada dasarnya antara pengertian perkawinan
menurut hukum Islam dan menurut UU Perkawinan tidak terdapat perbedaan
prinsipil.4
Dalam kamus besar bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata “kawin” yang
artinya menurut bahasa ialah membentuk keluarga dengan lawan jenis, bersuami
ataupun beristri, menikah.
Pendapat menurut para ahli antara lain Soedharyo Saimin menyatakan
1Silky Yolanda Villincya.(2019),Akibat Hukum Perkawinan Sedarah atau Incest Dalam Perspektif
Hukum Positif Indonesia, Palembang: universitas sriwijaya 2 Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 3 Jamaluddin dan. Nanda Amalia( 2016) ,Buku Ajar Hukum Perkawinan.,Lhokseumawe: Unimal
Press.h.16. 4 Ibid
3
perkawinan adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang, dalam hal ini
perjanjian antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan materil, yakni
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal itu haruslah
berdasarkan Ketuhanan 17 Yang Maha Esa, sebagai asas pertama dalam Pancasila. 5
Menurut Ali Afandi menyatakan perkawinan adalah suatu persetujuan
kekeluargaan. Persetujuan kekeluargaan dimaksud disisni bukanlah persetujuan
biasa, tetapi mempunyai ciri-ciri tertentu.6
Perkawinan menurut Wahyono Darmabrata: “Suatu perkawinan merupakan suatu
perikatan yang mempunyai ciri bahwa perkawinan tersebut akan berlangsung seumur
hidup. Perkawinan dimaksudkan untuk berlangsung kekal abadi, dan diharapkan akan
berakhir apabila salah satu pihak meninggal dunia, sehingga perceraian dianggap
sebagai pengecualian terhadap azas kekal abadinya perkawinan tersebut.”7
Menurut K.H. Wantjik Saleh, mengungkapkan : “Perkawinan adalah suatu
perjanjian yang diadakan oleh dua orang, dalam hal ini perjanjian antara seorang pria
dengan seorang wanita dengan tujuan materiil, yakni membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal itu seharusnyalah berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa sebagai asas pertama dalam Pancasila.”8
Pengertian perkawinan dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang mengikat antara laki-laki dan
5 Jamaluddin, dan Nanda Amalia(2016), Buku Ajar Hukum Perkawinan , Lhokseumawe: Unimal
Press.h.16-17 6 Ibid 7 Silky Yolanda Villincya(2019)Akibat Hukum Perkawinan Sedarah atau Incest Dalam Perspektif
Hukum Positif Indonesia,Palembang: universitas sriwijaya 8 Ibid
4
perempuan yang memiliki tujuan materil dan menimbulkan akibat hukum yaitu hak
dan kewajiban. Karena menimbulkan akibat hukum maka perkawinan diatur oleh
Undang-undang Perkawinan No 16 Tahun 2019 atas perubahan UU No 1 Tahun
1974.
Perkawinan dapat dinyatakan sah apabila dilakukan sesuai dan memenuhi syarat-
syarat suatu perkawinan, yang diatur oleh hukum masing-masing agama dan
kepercayaan. Pada pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa : “(1) Perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu.” Kemudian diatur juga pada Pasal 2 Ayat 2 yang menyatakan bahwa : “(2) Tiap-
tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Berdasarkan Bab II Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa:
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan
Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan." Menurut
Kompilasi Hukum Islam perkawinan yang telah dijelaskan di atas, diharapkan
perkawinan dilaksanakan sesuai dengan ajaran didalam hukum islam dan ketentuan-
ketentuan yang tertulis didalam Undang-undang Perkawinan.
Suatu perkawinan pada umumnya harus berdasarkan kepada persetujuan oleh
dua belah pihak yang akan menglangsungkan perkawinan yang terkait dengan
kepentingan bersama. Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) Undang-
undang Perkawinan yang menyatakan bahwa “Perkawinan harus didasarkan atas
persetujuan kedua calon mempelai.” Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Bab
IV Pasal 16 Kompilasi Hukum Islam, persetujuan itu dapat berupa pernyataan yang
5
tegas dan nyata dengan tulisan, lisan, atau isyarat tetapi bisa juga berarti diam dalam
artian selama tidak terdapat penolakan yang tegas.
Dengan adanya syarat perkawinan maka timbul juga larangan-larangan
perkawinan. Menurut Undang-undang Perkawinan, larangan perkawinan diatur dalam
Pasal 8 yang menyatakan bahwa “Suatu perkawinan dilarang antara seorang pria dan
seorang wanita yang apabila memiliki hubungan darah dalam garis keturunan
kebawah atau keatas, berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping,
berhubungan semenda, berhubungan susuan, berhubungan saudara dengan isteri atau
sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dan suatu perkawinan dilarang apabila
mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang
kawin.” 9
Menurut Kompilasi Hukum Islam dalam Bab IV Pasal 39 menyatakan bahwa
Larangan perkawinan ialah apabila seorang pria dan wanita melangsungkan
perkawinan dan diantara kedua calon tersebut masih dalam pertalian nasab, pertalian
kerabat semenda dan hubungan pertalian susuan. Berdasarkan Kompilasi hukum
islam dan undang-undang perkawinan jelas dinyatakan bahwa perkawinan antara pria
dan wanita dilarang apabila terikat oleh hubungan darah yaitu seperti perkawinan
antara saudara kandung, perkawinan antara ayah dan anak perempuannya, maupun
perkawinan antara ibu dan anak laki-lakinya.
Perkawinan dinyatakan tidak sah menurut hukum dan agama apabila
melangggar ketentuan-ketentuan mengenai syarat ataupun larangan dalam
9 Pasal 8 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
6
perkawinan sebagaimana yang telah diatur di dalam Undang-undang hukum islam
maupun Kompilasi Hukum Islam serta dapat dilakukan pembatalan terhadap
perkawinan tersebut. Pembatalan perkawinan tertuang di dalan Pasal 22 Undang-
undang perkawinan yang menyatakan bahwa “Perkawinan dapat dibatalkan apabila
para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.”10 Yang
kemudian diperkuat dengan adanya aturan dalam Pasal 37 PP No. 9 Tahun 1975 yang
menyatakan bahwa pengadilan dapat memutuskan pembatalan terhadap suatu
perkawinan dimana pembatalan tersebut berlaku sejak keputusan pengadilan
memiliki kekuatan hukum yang tetap.11
Dalam masyarakat perkawinan sedarah dianggap tabu dan tidak baik dari segi moral
ataupun juga dari segi sosial karena terkait dengan sah atau tidaknya suatu
perkawinan tersebut. Perkawinan sedarah dilarang sebab melangggar ketentuan
larangan perkawinan yang telah diatur dalam Undang-undang perkawinan dan
kompilasi hukum islam. Oleh sebab itu dibentuk pejabat pencattat perkawinan yang
berguna untuk mencegah adanya perkawinan sedarah, pejabat pencatat perkawinan
juga tidak memperbolehkan, melangsungkan, ataupun membantu melangsungkan
perkawinan jika ia mengetahui ada yang melanggar dan ada syarat yang tidak
dipatuhi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 20 UU No 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang menyatakan bahwa : “Pegawai pencatat perkawinan tidak
diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia
mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal
10 Pasal 22 UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 11 Silky Yolanda Villincya(2019),Akibat Hukum Perkawinan Sedarah atau Incest Dalam Perspektif
Hukum Positif Indonesia,Palembang: universitas sriwijaya
7
9, Pasal 10, dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak ada pencegahan
perkawinan.”12
Perkawinan sedarah dapat menimbulkan dampak yang besar terutama
terhadap anak. Selain dampak anak menjadi cacat mental ataupun fisik, anak juga
mendapatkan kerugian secara materiil ataupun juga secara spiritual yaitu mengenai
kedudukannya didalam Negara dan agama. Selain itu juga memberi dampak
psikologis bagi keluarga dalam perkawinan sedarah terkait dengan hubungannya di
lingkungannya yang harus dihadapi karena perkawinan tersebut dianggap tidak sesuai
dengan nilai moral secara hukum maupun agama.
Kasus perkawinan sedarah seperti yang dipaparkan diatas menimbulkan beberapa
masalah yang perlu diteliti terkait dengan kedudukan anak, perlindungan hukum anak
yang dilahirkan dari pembatalan perkawinan sedarah tersebut menurut Kitab Undang-
undang hukum perdata, dan Undang-undang perkawinan di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis akan mengkaji lebih lanjut
untuk mengetahui dan memperoleh deskripsi lebih lanjut mengenai kedudukan anak
yang diakibatkan oleh pembatalan perkawinan sedarah. Sehingga dalam skripsi ini,
penulis berminat untuk membuat skripsi dengan judul “KEDUDUKAN ANAK
AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN SEDARAH DALAM PERSPEKTIF
UU No 16 Tahun 2019 tentang PERUBAHAN UU No 1 Tahun 1974 dan
KUHPerdata”
B. RumusanMasalah
12 Pasal 20 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
8
Dalam suatu penelitian agar mempermudah pembahasan permasalahan yang
diteliti maka diperlukan suatu rumusan masalah agar penelitian yang dilakukan
menjadi tepat sasaran dan lebih mendalam.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, rumusan pokok
permasalahan pada penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep hukum pembatalan perkawinan sedarah ditinjau dari
Undang-undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?
2. Bagaimanakah kedudukan anak yang dilahirkan dari Perkawinan sedarah
menurut Undang-undang Perkawinan dan KUHPerdata ?
3. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak akibat dari pembatalan
perkawinan sedarah yang sudah tercatat oleh pegawai pencatat perkawinan?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada uraian latar belakang dan rumusan masalah yang telah ada di atas,
maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep hukum pembatalan perkawinan sedarah ditinjau
dari Undang-undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
2. Untuk menganalisis kedudukan anak yang dilahirkan dari Perkawinan
sedarah menurut Undang-undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
3. Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap akibat dari proses
9
pembatalan perkawinan sedarah yang sudah tercatat pegawai pencatat
perkawinan.
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian diharapkan memberi manfaat terhadap penulis dan
pembaca. Ada beberapa manfaat yang diinginkan menjadi harapan dari
pelaksanaan penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan nilai guna bagi ilmu
pengetahuan dibidang Hukum Perdata khususnya pada hukum
perkawinan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi perkembangan Hukum
Perdata serta untuk memperkaya bahan kajian dan literatur kepustakaan
khususnya mengenai perkawinan sedarah di Indonesia.
c. Hasil penelitian ini bisa bernilai guna sebagai pembanding bagi
penelitian-penelitian yang berikutnya.
2. Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti
Dapat memahami serta menerapkan ilmu hukum yang telah diperoleh dan
dipelajari pada masa kuliah dan dapat menambah wawasan serta
pengetahuan mengenai ilmu hukum khususnya tentang perkawinan
sedarah.
2. Bagi Pembaca
Dapat memberikan wawasan dan gambaran serta pengetahuan mengenai
10
perkawinan sedarah dan akibat yang ditimbulkan dari perkawinan sedarah
agar dapat dihindari dan penelitian ini diharapkan agar dapat memberi
masukan terhadap pejawab berwenang dalam pencatatan perkawinan
dengan maksud untuk mencegah atau tidak diperlangsungkan perkawinan
sedarah itu sendiri.
E. Orisinalitas Penelitian
Dalam pembuatan sebuah karya haruslah kita menjaga keorisinalitas dari
karya kita, khususnya pada karya akademik. Orisinalitas sebuah karya ialah kriteria
utama dari karya akademik. Pada karya akademik harus menunjukkan bahwa karya
kita orisinil, terutama pada skripsi, tesis, dan disertasi. Untuk mempermudah maka
penulis mengambil tiga sampel penelitian yang memiliki persamaan dengan
permasalahan penelitian yang akan dijadikan sebagai perbandingan supaya terlihat
orisinalitas dari peneliti.
Setelah meneliti dan mengkaji terhadap skripsi dan pustaka, beberapa
penelitian yang relevan dengan penelitian yang ditelah diteliti peneliti, diantaranya
adalah :
Pertama, skripsi yang berjudul ”KEBERADAAN HUBUNGAN SEDARAH
(INCEST) DALAM PERSEPSI MASYARAKAT DESA BEJIHARJO,
KEC.KARANGMOJO, KAB.GUNUNGKIDUL: KAJIAN HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF ditulis oleh DILLA IIS MUHIMMAH”,mahasiswa Institut
Agama Islam Negri (AIAN) Surakarta memiliki kesamaan dengan penelitian penulis
yaitu sama-sama mengkaji mengenai Perkawinan sedarah, sedangkan perbedaannya
adalah dalam skripsi ini membahas permasalahan mengenai keberadaan khasus
11
hubungan sedarah (incest) dalam pandangan masyarakat Desa Bejiharjo, serta dalam
pandangan hukum Islam, dan juga dalam pandangan masyarakat menurut hukum
positif di Indonesia , sedangkan dalam penelitian penulis lebih mengkaji mengenai
akibat hukum dan kedudukan anak yang lahir dari perkawinan sedarah. Kontribusi
dari peneliti tersebut diatas berguna untuk referensi mengenai keberadaan perkawinan
sedarah dalam perspektif undang-undang dan kompilasi hukum islam.
Kedua, skripsi yang berjudul “HAK ANAK HASIL HUBUNGAN INCEST
DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN
ANAK (Studi Kasus Di Desa Pringsari, Kecamatan Pringapus, Kabupaten
Semarang), ditulis oleh ZAKIYYA RAIHAN FALAHASNA,mahasiswa mahasiswa
Institut Agama Islam Negri (AIAN) Salatiga.yang memiliki persamaan dengan
penelitian penulis mengenai perkawinan sedarah dan akibat yang diperoleh anak,
sedangkan perbedaannya adalah Pada skripsi diatas penelitian empiris Studi Kasus Di
Desa Pringsari, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang. Skripsi mengkaji
mengenai pandangan hukum terhadap pemberian hak anak yang lahir dari
perkawinan sedarah,sertahak anak hasil hubungan incest di Desa Pringsari,
Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang. Kontribusi yang diberikan ialah
berguna untuk dasar dan juga petunjuk dalam mengkaji mengenai hak anak hasil
perkawinan sedarah.
Ketiga, skripsi dengan judul “PERNIKAHAN SEDARAH (INCEST
TABOO) DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM, UU NO 1 TAHUN 1974 DAN
SOSIOLOGI”,yang disusun oleh MUH KHOERUDIN, mahasiswa Institut Agama
Islam Negri Salatig (AIAN), meiliki kesamaan dengan penulis yaitu menganalisis
12
pernikahan sedarah menurut UU no 1 Tahun 1974,sedangkan perbedaannya yaitu
Obyek kajiannya dan juga dalam skripsi ini tidak membahas kedudukan anak, dalam
skripsi yang telah ditulis mengkaji mengenai dinamika pernikahan sedarah atau
incest taboo, yang kedua bagaimanakah pandangan hukum islam dan UU No 1 Tahun
1974 tentang perkawinan dan sosiologi mengenai perkawinan sedarah. Berkontribusi
sebagai referensi mengenai dinamika dalam khasus perkawinan sedarah.
Tabel 1. Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya.
No. PROFIL JUDUL
1. Dilla Iis Muhimmah
SKRIPSI
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) SURAKARTA
KEBERADAAN HUBUNGAN
SEDARAH (INCEST)
DALAM PERSEPSI
MASYARAKAT
DESA BEJIHARJO,
KEC.KARANGMOJO,
KAB.GUNUNGKIDUL:
KAJIAN HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF
ISU HUKUM 1. Bagaimana keberadaan hubungan sedarah (incest) dalam persepsi
masyarakat Desa Bejiharjo?
2. Bagaimana keberadaan hubungan sedarah (incest) dalam persepsi
masyarakat menurut hukum Islam?
3. Bagaimana keberadaan hubungan sedarah (incest) dalam persepsi masyarakat menurut hukum positif?
HASIL PENELITIAN
13
1. Pandangan masyarakat mengenai kasus perkawinan sedarah dimana
kelahiran bayi tanpa adanya pernikahan, yang keduanya masih
memiliki hubungan sedarah merupakan sebuah aib .Secara spontan menjadi bahan bincangan oleh masyarakat mengenai perkawinan
sedarah.
2. Menurut Hukum Islam Perkawinan Sedarah ialah keharaman ,yang dijelaskan di dalam surat An-Nisa ayat 23. Namun di jelaskan dalam
surat Al-Ahzab ayat 5 apabila keduanya tidak mengetahui adanya
hubungan darah ,maka termasuk orang bebas hukum seperti orang yang khilaf, juga orang yang dipaksakan untuk menikah.
3. Dalam Hukum positif tidaklah memandang hubungan kelamin diluar
perkawinan sebagai perzinahan. Namun pada umumnya, hukum positif
memandang hubungan kelamin diluar perkawinan, hanya dilakukan oleh orang-orang yang berada pada status bersuami atau beristri saja.
Akibat terhadap anak yang dilahirkan tidak mendapat perlindungan
hukum secara formil yang berdampak pada hubungan perdata.
PERSAMAAN Menganalisis mengenai Perkawinan sedarah
PERBEDAAN Dalam skripsi diatas mengkaji mengenai kedudukan
perkawinan sedarah di dalam masyarakat, hukum
islam, dan hukum positif.
KONTRIBUSI Berguna sebagai referensi mengenai keberadaan
perkawinan sedarah dalam perspektif undang-undang
dan kompilasi hukum islam.
2. PROFIL JUDUL
ZAKIYYA RAIHAN
FALAHASNA
SKRIPSI
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) SALATIGA
HAK ANAK HASIL HUBUNGAN
INCEST DITINJAU DARI
HUKUM ISLAM DAN UNDANG-
UNDANG PERLINDUNGAN
ANAK (Studi Kasus Di Desa
Pringsari, Kecamatan Pringapus,
Kabupaten Semarang)
ISU HUKUM
1. Bagaimana Hak anak hasil hubungan incest di Desa Pringsari,
Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana pandangan hukum terhadap pemberian hak anak yang
dilahirkan dari hubungan incestdi Desa Pringsari, Kecamatan
Pringapus, Kabupaten Semarang?
HASIL PENELITIAN
1. Ada beberapa hak anak dari hasil perkawinan sedarah di Desa
Pringsari yang masih belum terpenuhi diantaranya ialah hak
pendidikan agama yang tidak maksimal,selain itu ada hak untuk
memperoleh identitas berupa akta kelahiran,dan juga hak untuk
mendapatkan kehidupan yang sejahtera. Terdapat beberapa hak
14
anak hasil hubungan incest di Desa Pringsari yang belum
terpenuhi. Dari hasil penelitian hak anak belum terpenuhi dan
tidak sesuai dengan aturan mengenai hak anak yang harus
diperoleh anak hasil perkawinan sedarah baik menurut undang-
undang perlindungan anak maupun hukum islam.
2. Status anak dari perkawinan sedarah ialah sebgai anak zina
menurut hukum islam, sedangkan menurut hukum perdata adalah
sebagai anak luar kawin dan juga disebut anak sumbang karena
kedua orang tuanya masih ada hubungan darah. Berdasarkan UU
No. 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat 1 dan KHI pasal 100
menyatakan, anak yang telah dilahirkan di luar perkawinan hanya
dapat mempunyai hubungan perdata dengan Ibunya dan keluarga
Ibunya. Pemerintah juga telah mengatur tentang pemenuhan hak
anak didalam Undang-undang No. 35 tahun 2014 Perubahan atas
Undang-undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
mulai dari pasal 4 (empat) sampai dengan Pasal 18 (delapan
belas).
PERSAMAAN Persamaannya membahas mengenai perkawinan
sedarah dan akibat yang diperoleh anak.
PERBEDAAN Pada skripsi diatas penelitian empiris Studi Kasus Di
Desa Pringsari, Kecamatan Pringapus, Kabupaten
Semarang.
Skripsi mengkaji mengenai pandangan hukum
terhadap pemberian hak anak yang lahir dari
perkawinan sedarah.
KONTRIBUSI Berguna untuk dasar dan juga petunjuk dalam
mengkaji mengenai hak anak hasil perkawinan
sedarah.
3. PROFIL JUDUL
MUH KHOERUDIN
SKRIPSI
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI SALATIGA (IAIN)
PERNIKAHAN SEDARAH
(INCEST TABOO) DALAM
PRESPEKTIF HUKUM ISLAM,
UU NO 1 TAHUN 1974 DAN
SOSIOLOGI
ISU HUKUM
1. Bagaimana dinamika pernikahan incest taboo?
2. Bagaimana perspektif hukum Islam, UU No 1 Tahun 1974 dan
Sosiologi terkait tentang pernikahan yang demikian ?
15
HASIL PENELITIAN
1. Dinamika pernikahan incest taboo yang telah diteliti oleh peneliti
umumya sama dengan pernikahan pada umumnya. Hubungan
keluarga besar sedarah ketiga-tiganya terjalin dengan baik. Di
dalam penelitian ini ada tiga kasus pernikahan sedarah yang
diteliti. Khasus pertama pernikahan sedarah yantg dilakukan oleh
kakak dengan adik, kedua pernikahan oleh paman dengan
keponakan dan yang ke tiga penikahan olehsepupu dengan
sepupu.
2. Menurut landasan Surat An-Nisa ayat 23 dapat ditarik
kesimpulan bahwa pernikahan yang dilakukan oleh kakak dengan
adik, kemudian juga pernikahan antara paman dengan keponakan
tidak diperbolehkan. Apabila ditinjau dari hukum KHI dan UU
NO 1 Tahun 1974 tentang pernikahan juga sejalan dengan Surat
An-Nisa ayat 23. Pada KHI pasal 39 melarang adanya pernikahan
antara kakak dan adik ,kemudian antara paman dan keponakan
tidak diperbolehkan karena adanya pertalian Nasab. Menurut
hukum sosiologis pernikahan sedarah tidak diperbolehkan
terutama pernikahan paman dengan keponakan karena membuat
kekacauan tatanan sosial.
a.
PERSAMAAN Menganalisis pernikahan sedarah menurut UU no 1
Tahun 1974.
PERBEDAAN Obyek kajian berupa hukum islam,sosiologi dan juga
UU perkawinan, dalam skripsi ini tidak membahas
kedudukan anak.
KONTRIBUSI Berguna sebagai referensi mengenai dinamika dalam
khasus perkawinan sedarah.
Hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah ada
dan telah dijelaskan diatas, yakni:
Tabel 2. Masalah yang diteliti penulis
PROFIL JUDUL
VELA ADE ELVIANA
SKRIPSI
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
KEDUDUKAN ANAK AKIBAT
PEMBATALAN PERKAWINAN
SEDARAH DALAM PERSPEKTIF
UU No 16 Tahun 2019 tentang
PERUBAHAN UU No 1 Tahun 1974
dan KUHPerdata
ISU HUKUM
16
1. Bagaimanakah konsep hukum pembatalan perkawinan sedarah ditinjau
dari Undang-undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata?
2. Bagaimanakah kedudukan anak yang dilahirkan dari Perkawinan
sedarah menurut Undang-undang Perkawinan dan KUHPerdata ?
3. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak akibat dari
pembatalan perkawinan sedarah yang sudah tercatat oleh pegawai
pencatat perkawinan?
NILAI KEBARUAN
1. Untuk mengetahui konsep hukum pembatalan perkawinan sedarah
ditinjau dari Undang-undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
2. Untuk menganalisis kedudukan anak yang dilahirkan dari Perkawinan
sedarah menurut Undang-undang Perkawinan dan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.
3. Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap akibat dari proses
pembatalan perkawinan sedarah yang sudah tercatat pegawai pencatat
perkawinan.
F. Metode Penelitian
Berbagai hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian yang akan
diterapkan dalam pelaksanaan penelitian ini antara lain :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu
hukum, tetapi di samping itu juga berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang
berlaku dalam masyarakat.13 Jenis data yang digunakan Penulis dalam melakukan
penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Untuk bahan hukum
primer, terdiri atas peraturan perundang - undangan, catatan-catatan resmi atau
13 Peter Mahmud Marzuki,(2005) ,Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group h.181.
17
risalah dalam pembuatan suatu peraturan perundang - undangan, dan putusan
hakim.
2. Pendekatan Penelitian
a. Pendekatan Undang-undang
Pendekatan Undang-undang merupakan penelitian pada produk-produk
hukum yang dilakukan dengan cara menelaah dan mempelajari semua
peraturan perundang-undangan serta regulasi yang berkaitan dengan isu
hukum yang diteliti. Dalam penelitian ini Undang-undang Nomor 16 Tahun
2019 atas perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974,Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang
Perkawinan dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991
Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
b. Pendekatan Konseptual
Pendekatan Konseptual dalam penelitian ini merupakan pendekatan
penelitian yang memberi sudut pandang terhadap analisa penyelesaian
permasalahan perkawinan sedarah yang kemudian dilihat dari konsep hukum
yang melatarbelakangi, dapat juga dilihat dari nilai yang ada dalam
penormaan sebuah peraturan yang berkaitan dengan konsep yang digunakan.
c. Pendekatan Perbandingan
Pendekatan perbandingan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
perbandingan antara Undang-undang Perkawinan, Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dengan Hukum Islam. Untuk itu dalam penelitian ini dikenal
dengan 2 pendekatan perbandingan yakni pendekatan perbandingan makro
18
serta perbandingan mikro.
3. Jenis Bahan hukum
Penelitian hukum normatif adalah penelitian kepustakaan terhadap data sekunder.
Data sekunder di bidang hukum (dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya)
dibedakan menjadi :14
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang
terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan obyek
penelitian15 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 atas perubahan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Perkawinan dan
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tentang
Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
b.Bahan hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan
memahami bahan hukum primer16, yaitu rancangan peraturan perundang-
undangan, karya ilmiah sarjana, hasil penelitian.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan informasi tentang
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yakni berupa kamus
14 Ronny Hanitijo Soemitro, (1990), Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri , Jakarta : Ghalia
Indonesia.h.11 15 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,(2012), Penelitian Hukum Normatif,Jakarta:Rajagrafindo
Persada.h.13. 16 Ronny Hanitijo Soemitro, (1990), Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri , Jakarta : Ghalia
Indonesia..h12
19
hukum, jurnal, media massa,dan internet.17
4. Teknik Pengumpulan Bahan hukum
Teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik pengumpulan data Sekunder, yaitu dilakukan dengan
penelitian kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat-
pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau pihak-pihak lain yang berwenang dan
juga untuk memperoleh informasi baik dalam bentuk-bentuk ketentuan formal
maupun data melalui naskah resmi yang ada18.
5. Teknik Analisis Bahan hukum
Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang
sudah terkumpul akan dianalisis secara deskriptif dengan logika deduktif. Bahan
hukum kemudian diuraikan untuk memperoleh penjelasan secara sistematis.
Pendeskripsian dilakukan guna menentukan isi ataupun makna bahan hukum
yang disesuaikan dengan topik permasalahan yang ada.
G. Sistematika Penulisan
Sisitematika penulisan skripsi telah sesuai dengan aturan penulisan skripsi ialah yang
terdiri dari empat bab, dimana setiap bab terbagi dalam beberapa rincian sub bab.
Agar mempermudah dalam memahami isi dalam penulisan skripsi, maka dibuat
sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut :
17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,(2012)Penelitian Hukum Normatif,(Jakarta:Rajagrafindo:
Persada.h.13.-14 18 Ronny Hanitijo Soemitro, (1990), Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri , Jakarta : Ghalia
Indonesia.h.107
20
BAB I PENDAHULUAN, yaitu menguraikan mengenai : latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian manfaat penelitian, orisinalits
penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, Bab ini akan menguraikan landasan teori
tentang tinjauan umum tentang Perkawinan, Tinjauan umum tentang larangan,
pencegahan dan pembatalan perkawinan, dan tinjauan umum mengenai
kedudukan anak.
BAB III PEMBAHASAN Pada Bab ini berisi pembahasan dan ulasan
mengenai, konsep hukum pembatalan perkawinan sedarah ditinjau dari Undang-
undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kedudukan
anak yang dilahirkan dari Perkawinan sedarah menurut Undang-undang
Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perlindungan hukum
terhadap akibat dari proses pembatalan perkawinan sedarah yang sudah tercatat
pegawai pencatat perkawinan.
BAB IV PENUTUP , bab ini memuat kesimpulan dari pembahasan dan
memberikan saran-saran kepada beberapa pihak. Pada bab ini didalam penelitian
merupakan bagian yang paling akhir dari keseluruhan penulisan skripsi.
63
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perkawinan dinyatakan batal terhadap perkawinan darah tersebut.
Batalnya perkawinan dimulai ketika setelah keputusan pengadilan
memiliki kekuatan hukum yang tetap yang berlaku pada saat sejak
berlangsungnya suatu perkawinan yang ada dalam pasal 38 ayat 1
Undang-undang perkawinan.
Telah ditegaskan di dalam Pasal 37 Peraturan pemerintah Nomor 9
Tahun 1974 tentang perkawinan bahwa batalnya perkawinan hanya
dapat diputuskan oleh pengadilan, pengadilan yang memiliki
wewenang untuk membatalkan perkawinan ialah pengadilan daerah
kekuasaannya yang meliputi tempat berlangsungnya perkawinan atau
di tempat tinggal suami istri, tempat tinggal suami atau tempat tinggal
istri.
Yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu:
- Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri;
- Suami atau istri;
- Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
- Pejabat yang ditunjuk dan setiap orang yang mempunyai kepentingan
hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya
setelah perkawinan itu putus.
Tata cara atau prosedur pengajuan pembatalan perkawinan, diatur
dalam Pasal 38 PP Perkawinan yang menegaskan hal-hal berikut:
- Tata cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan
64
- sesuai dengan tata cara pengajuan perceraian.
2. Menurut Undang-undang Perkawinan jika perkawinan telah batal dan dalam
perkawinan itu terdapat anak, maka anak itu tetap dinyatakan sebagai anak
sah, sebab putusnya perkawinan karena pembatalan tersebut tidak berlaku
terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 28 ayat (2) UU Perkawinan.
Pasal 76 KHI juga menjelaskan bahwa perkawinan yang sudah dibatalkan
tidak memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orangtuanya.
Pengertian anak sah menurut Pasal 42 Undang-undang Perkawinan ialah anak
yang terlahir dari suatu perkawinan yang sah. Anak-anak yang lahir dalam
perkawinan yang sah sebelum adanya pembatalan perkawinan dan
dikarenakan ketidaktahuan oleh kedua pihak, maka kedudukan anaknya ialah
tetap menjadi anak sah. Mengenai kedudukan anak sebagai anak sah atau
tidaknya anak sumbang tersebut, bergantung kepada perkawinan kedua
orangtuanya apakah perkawinannya dinyatakan batal demi hukum karena
perkawinan yang dilarang dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dan KHI atau terdapat pengecualian yang sesuai pada KUHPerdata sehingga
dapat disahkan perkawinannya serta anak yang lahir juga dapat dinyatakan
sebagai anak yang sah. Apabila kedua pihak yaitu suami dan istri bertitikad
baik dalam melangsungkan perkawinannya, meski perkawinannya sudah
dibatalkan tetapi perkawinan itu tetap memilki akibat-akibat yang sah
terhadap mereka berdua serta anaknya (Pasal 95 KUHPerdata).
3. Dalam kaitannya dengan hal pemeliharaan anak UU No 1 Tahun 1974 telah
65
mengaturnya dalam Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2), yang menyebutkan kedua
orang tua memiliki kewajiban dalam memelihara serta mendidik anaknya
dengan sebaik-baiknya, kewajiban yang demikian berlaku sampai anak dapat
berdiri sendiri, kewajiban itu berlaku seterusnya meski perkawinan kedua
orang tua telah putus
- Berkaitan dengan hak waris yang ada pada pasal 171 KHI huruf c, yang
menyatakan ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia
memiliki hubungan darah atau dikarenakan hubungan perkawinan dengan
pewaris, yang beragama Islam, serta tiada halangan karena hukum supaya
menjadi ahli waris. Hal tersebut bertujuan agar member perlindungan
hukum terhadap anak yang telah dilahirkan dalam perkawinan.
- Berkaitan dengan perwalian anak, anak memiliki hubungan nasab dengan
ayah kandungnya tersebut, dan juga dalam hal ketika anak akan
melangsungkan pernikahan, ayah kandung anak terrsebut tetap memiliki
kewajiban untuk menjadi wali nikahnya, dan anak berhak jikaayah
kandungnya menjadi wali nikahnya.
B. Saran
1. Pemerintah
Diharapkan pemerintah lebih maksimal dalam mengadakan kegiatan
penyuluhan kepada masyarakat mengenai hukum perkawinan khususnya
tentang larangan-larangan perkawinan dalam hukum agama maupun hukum
positif di Indonesia. Sehingga masyarakat paham mengenai larangan
66
perkawinan, dan diharapkan tidak ada lagi yang melanggar peraturan yang
telah diatur oleh Undang-Undang maupun agama.
2. Masyarakat
Masyarakat seharusnya dapat dengan tegas menolak warga yang sengan
sengaja melakukan perkawinan yang terlarang. Dengan demikian dapat
diharapkan dapat menjadi alasan untuk masyarakat yang ingin melakukan
pernikahan yang dilarang.
1
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Amir syarifuddin .2014, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia ,Jakarta:kencana.
Bushar Muhammad. 1991, pokok-pokok hukum adat,Jakarta:PT.Pradnya Paramita,
Jamaluddin dan Nanda Amalia.2016 ,Buku Ajar Hukum Perkawina Lhokseumawe :
Unimal
Moch.Isnaeni.2016,Hukum Perkawinan Indonesia,(Bandung:RefikaAditama)
Moh Muhibbin dan Abdul wahid 2017 Hukum Kewarisan Islam Jakarta:Sinar Grafika
Rachmadi Usman. 2006, Aspek-aspek hukum perorangan dan kekeluargan di
Indonesia,Jakarta:Sinar Grafika.
Ronny Hanitijo Soemitro.1990, Metodologi penelitian hukum dan jurimetri
Jakarta : Ghalia Indonesia
R.Soetojo Prawidohamidjojo Marthalena Pohan.2008,Hukum orang dan
keluarga,Surabaya:Airlanga University press
Soedharyo Soimin. 2004, Hukum Orang dan Keluarga Perspektif Hukum
Perdata/BW,Hukum Islam,dan Hukum Adat,Jakarta:Sinar Grafika
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2012 ,Penelitian Hukum
Normatif,Jakarta:Rajagrafindo Persada
Sofyan S Willis.Problema Remaja dan Pemecahannya. (Bandung: Angkasa,1994).
Peraturan perundang-undangan
UU No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan
UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Kompilasi Hukum Islam
Jurnal
2
Silky Yolanda Villincya.2019.Akibat Hukum Perkawinan Sedarah atau Incest Dalam
Perspektif Hukum Positif Indonesia.Palembang: universitas sriwijaya
Dilla Iis Muhimmah.2018.keberadaan hubungan sedarah (incest) dalam persepsi
masyarakat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta
top related