daftar isi

Post on 01-Jan-2016

36 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... 1Daftar Isi .............................................................................................................. 2

BAB I      PENDAHULUAN .............................................................................. 31.1.       Latar Belakang ........................................................................... 3

BAB II    PEMBAHASAN ................................................................................. 52.1.       Pengertian Pasar Bebas............................................................... 52.2.       Faktor Keberhasilan ................................................................... 52.3.       Pengendalian terhadap Impor Barang Luar Negeri .................... 82.4.       Upaya Pemerintah ...................................................................... 8

BAB III   PENUTUP ........................................................................................... 103.1.       Kesimpulan ................................................................................. 10

Daftar Pustaka ..................................................................................................... 11

BAB IPENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang

Perekonomian Indonesia pada saat ini dihadapkan dengan sistem perdagangan bebas. Padahal Indonesia belum siap menghadapi perdagangan bebas, sebab nilai-nilai dasar seperti kejujuran, disiplin, visioner, kerjasama, tanggung jawab, peduli dan adil, belum menjadi landasan para pelaku industri atau ekonomi. Jadi rakyat, para pelaku industri dan ekonomi di Indonesia tidak siap untuk menerima perdagangan bebas.

Berdasarkan data menurut Periode 2009 bahwa di Indonesia hanya terdapat 7% generasi muda yang memiliki mental menjadi pengusaha. Selebihnya lebih suka menjadi budak, hal ini disebabkan kurikulum pendidikan yang telah menjiwai masyarakat sejak duduk di bangku sekolah sampai kuliah. Pada akhirnya pengenalan dunia usaha dan kebijakan dari iklim usaha tidak tertanam sejak dini.

Pemerintah hanya mampu menggerakkan roda ekonomi sekitar 15% saja, selebihnya para pengusaha hitam pelaku economic animal yang menguasai perindustrian dan ekonomi negeri ini. Estafet kewirausahaan tidak ada, maka perdagangan bebas akan dengan cepat menaklukan Indonesia di bawah penjajahan Cina nantinya, sebagaimana VOC pada dahulu kala mengembara ke negeri untuk berdagang berubah menjadi penjajah.

Perdagangan bebas berpengaruh pada produk lokal yang harus menghadapi serbuan produk negara lain yang mungkin lebih berkualitas dan murah. Ketika produk lokal suatu negara tidak bernilai tambah, konsekuensinya akan tergilas oleh produk asing. Kondisi semacam inilah yang dicemaskan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Oleh sebab itu, pada pertengahan September 2009 dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kadin Indonesia Bidang Perdagangan dan Distribusi 2008. Lembaga ini mencoba mengusung kembali isu nasionalisme yang dikaitkan dalam era perdagangan bebas. Bagi Kadin, hal itu sangat penting agar Indonesia bisa menghadapi tantangan aktual pada saat ini dan di masa depan. Sejatinya, slogan "cinta produk dalam negeri" sudah sejak lama dikampanyekan. Namun, slogan itu hingga kini masih sebatas "kata manis di bibir" saja. Isu ini pun dianggap penting karena untuk wilayah ASEAN saja, produk Indonesia dianggap belum mampu bersaing. Sebab, bagi negara yang sudah siap pun, kebijakan tersebut merupakan prasyarat utama keberhasilan mereka dalam perdagangan bebas. Mereka terlebih dahulu memproteksi produk dalam negeri, baru kemudian bermain di pasar dunia. Akhirnya banyaknya hambatan dan beban dalam aliran barang dan jasa dalam negeri, hal ini menuntut dilakukannya reformasi birokrasi dan penyediaan infrastruktur pelabuhan, jalan tol, guna memperlancar arus barang.

Di samping itu, masih sulitnya pemerintah Indonesia untuk mempercayai pribumi dalam hal memberikan kemudahan pinjaman modal usaha walau hanya setingkat UKM saja, padahal terhadap pengusaha cina, segenap kemudahan diberikan kepada mereka, walau telah berulang kali tertipu, sebagaimana kasus Bank Century belakangan ini, terjadi karena begitu percaya dan cintanya pemerintah negeri ini kepada pengusaha yang berdarah cina. Secara gambaran besarnya perdagangan bebas dengan China adalah pengulangan kembali sejarah penjajahan VOC terhadap negeri ini. Maka tunggu akibat dari semua ini, kematian yang semakin cepat, rakyat akan semakin melarat.

Para pelaku perdagangan bebas tidak akan dapat mengerti atau bahkan tidak mengerti bahwasanya satu negeri atau kelompok masyarakat dapat seketika bertumbuh menjadi kaya dengan merugikan negeri atau kelompok lain, satu kelas dapat merugikan kelas yang lainnya. Karena dalam perdagangan bebas tidak berlaku lagi kebijakan proteksionis yang bersifat konservatif, sedangkan sistem perdagangan bebas adalah destruktif. Sehingga akan mampu membongkar bangunan kebijakan pro rakyat dan negara, pro buruh, sehingga dengan keadaan itu tergiringlah antagonisme kaum miskin.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1.       Pengertian Pasar Bebas

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya.

Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.

Perdagangan Internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semuha hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.

2.2.       Faktor Keberhasilan

a.    Kualitas Sumber Daya AlamKualitas pengelolaan usaha oleh sumber daya manusia yang berkiprah dalam dunia usaha

kecil menurut hasil survei yang dikemukakan oleh Tim Lembaga Penelitian IPB dalam Lokakarya Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Lokal dalam Rangka Otonomi Daerah, di Jakarta pasca bulan Februari 2001 dinyatakan dalam kategori baik.Yang perlu mendapat perhatian adalah tentang adanya perilaku bisnis yang kurang mendukung. Tentunya solusi untuk itu adalah perlunya lembaga pelatihan yang dapat merubah dan mengarahkan perilaku agar sesuai dengan tuntutan bisnis.

Bagaimana pemerintah daerah dapat menyikapi fenomena ini tentu termasuk  juga mempengaruhi kesiapannya dalam menjalankan peningkatan ekonomi wilayah. Sebagai bahan pembanding boleh kita melihat bagaimana kemajuan industri padat karya yang dilakukan oleh negara China, dimana menurut realita bahwa produk-produk (tekstil, elektronik dan sepeda motor) yang membanjiri pasar Indonesia saat ini adalah merupakan hasil industri padat karya. Sumber daya alam Indonesia pada umumnya masih berupa sumber daya alam murni yang masih

harus memerlukan olahan lebih lanjut untuk mendapatkan dan menambah nilai ekonomis. Sumber daya alam mumi selama ini lebih banyak digunakan sebagai input produksi bagi industri-industri besar termasuk logam dan kimia, yang selama ini Indonesia mengekspornya dalam bentuk murni sedangkan pengolahan selanjutnya dilakukan di negara lain.

Sebagai contoh, Sumber Daya Alam Migas, Kimia dan hasil tambang lainnya seperti yang dilakukan oleh Freeport, Pertamina dan sebagian usaha perikanan. Akibatnya kita kurang dan bahkan tidak mendapatkan nilai tambah dan nilai ganda (multyflier effect) atas olahan tersebut. Sedangkan Sumber Daya yang selama ini dikelola oleh industri kecil dan menengah lebih banyak Sumber Daya yang bersifat hasil ikutan dari industri besar (Sihaan (2009).

Hal lain yang berhubungan dengan sumber daya alam ini yaitu terjadinya keragaman pemilikan Sumber Daya Alam di masing-masing wilayah (daerah), sehingga diperlukan kejelian dalam menetapkan usaha strategis atau produk unggulan di masing-masing wilayah, agar tercipta kondisi kompetisi yang saling menguntungkan, karena masing-masing wilayah memproduksi barang yang ekonomis. Dengan kata lain masing-masing wilayah harus menyadari apakah lebih baik memproduksi atau membeli tentunya dengan dasar pertimbangan yang disebut di atas.

b.   Ilmu Pengetahuan dan TeknologiIlmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) mengandung makna yang tidak terpisahkan,

karena teknologi merupakan hasil penerapan ilmu pengetahuan. Harus kita terima bahwa faktor Iptek masih memerlukan perjuangan yang sangat panjang. Kelemahan yang ada selama ini, adalah pembangunan Iptek dilakukan hanya untuk mengejar prestige di mata Internasional. Terjadinya pengerahan dana yang sangat besar untuk pemilikan peralatan, modal tidak rnendukung input produksi industri kecil. Sehingga produk-produk yang kita miliki yang tadinya memiliki keunggulan komparative tidak tereksploitir seperti argo industri pertanian dan perkebunan, perikanan dan peternakan, juga industri kerajinan.

Persoalan lain juga sama seperti pemilikan Sumber Daya Alam yang dikemukakan di atas, yaitu penyebaran atau distribusi Iptek di wilayah-wilayah juga bervariasi menurut kuantitas dan frekuensi aktivitas pembangunan yang telah berjalan dimasing-masing wilayah.

c.    PrasaranaPenyiapan prasarana merupakan partisipasi pemerintah dalam upaya mendorong lancarnya

aktivitas ekonomi terutama menyangkut pembukaan jalan-jalan ke sentra-sentra produksi pasar. Kemudahan akses yang ditunjang oleh ketersediaan jalan dan alat transportasi akan memperlancar penyaluran dan distribusi bahan dan hasil-basil olahan. Untuk kedua fasilitas ini kerjasama antar pemerintah dan swasta sangat dibutuhkan.

Penyediaan jalan lebih diharapkan kepada pemerintah sedangkan transportasi biasanya ditangani oleh swasta. Pembukaan jalan penghubung antar sentra produksi dan pasar hendaknya dapat memperhatikan manfaat ganda terhadap munculnya aktivitas ekonomi masyarakat di sepanjang lintas jalan tersebut, yang berarti memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam peningkatan ekonomi sesuai dengan batas kemampuan masing-masing. Hasil survei menunjukkan bahwa pada umumnya kondisi prasarana jalan dan alat komunikasi sudah memadai terutama antar kota/propinsi, akan tetapi perlu ditingkatkan mengingat pertambahan jumlah alat transportasi yang kurang seimbang dengan kapasitas jalan yang tersedia.

2.3.       Pengendalian terhadap Impor Barang Luar Negeri

Keadaan impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut golongan penggunaan barang, peranan impor untuk barang konsumsi dan bahan baku/penolong selama Oktober 2008 mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77 persen dan 75,65 persen menjadi 5,99 persen dan 74,89 persen. Sedangkan peranan impor barang modal meningkat dari 17,58 persen menjadi 19,12 persen (Pardede, 2009).

Pengendalian terhadap impor barang luar negeri dapat dilakukan dengan mengajak masyarakat agar membeli barang Indonesia karena akan mendukung laju peningkatan daya saing, karena barang-barang impor dari luar negeri banyak yang kualitasnya bagus dan murah dibanding produk Indonesia. Hal itu dapat menyebabkan Indonesia kehilangan daya saing. Maka diperlukannya iklan-iklan dan sosialisasi terhadap masyarakat akan cinta produk asli Indonesia. Peningkatan industri lokal diperlukan agar kualitas produk Indonesia dapat bersaing di dalam maupun di luar.

2.4.       Upaya Pemerintah

Pertama, tentu saja Pemerintah harus peka terhadap kondisi ini. Pemerintah jangan hanya menunggu dan baru bertindak ketika industri kita mulai mati atau bangkrut. Sudah saatnya Pemerintah memberlakukan safeguard (perlindungan pasar) terhadap barang khususnya produk China, yaitu dengan cara menaikkan tarif bea masuk khusus untuk produk China. Hal itu bukan tindakan tabu karena Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa pun melakukan tindakan tersebut. Bahkan tindakan safeguard ini diperbolehkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Kedua, Pemerintah juga bisa melindungi produk dalam negeri yaitu dengan melakukan pengawasan mutu. Artinya produk dari luar yang tidak sesuai dengan standar mutu Indonesia yang telah ditetapkan, dilarang masuk ke pasar domestik. Ini dapat mencegah produk-produk yang tidak berkualitas masuk ke Indonesia, seperti yang sekarang ini kerap terjadi.

Ketiga, praktek KKN dan berbagai pungutan liar yang dilakukan Pemerintah disemua lapisan harus dibersihkan. Kalau tidak maka hal ini akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar intemasional.

Ke empat, yang tidak kalah pentingnya, Pemerintah harus memperbaiki infrastruktur yang ada dan meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia (SDM) agar dapat mendukung industri dalam negeri dalam menghadapi persaingan pasar bebas. SDM yang berkualitas dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu pendidikan serta menjamin biaya pendidikan yang murah.

Yang terakhir, kita sebagai bangsa Indonesia, harus lebih mencintai produk lokal ketimbang produk asing. Bagaimanapun juga, kebebasan itu jatuh pada kita sebagai konsumen untuk memilih, apakah produk luar yang kebarat-baratan atau dengan harga yang sangat murah namun dengan kualitas yang tidak jelas ataukah produk sendiri yang merupakan hasil karya anak bangsa sendiri. Kalau kita memilih produk lokal, berarti kita ikut membantu memajukan industri dalam negeri, yang secara tidak langsung ikut mensejahterahkan masyarakat.

Bila kelima hal tersebut dilakukan maka niscaya di era globalisasi dan perdagangan bebas ini, Indonesia akan mampu bangkit dan bersaing di pasar domestik maupun di pasar global sehingga diakui dimata dunia dan pada gilirannya dapat memberikan kesejahteraan dan kemakmuran yang diharapkan seluruh rakyat Indonesia.

BAB IIIPENUTUP

3.1.    Kesimpulan

Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas antar negara dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran suatu negara yang ikut dalam perdagangan bebas, dengan mengandalkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Hal ini dapat dicapai dengan cara menghilangkan berbagai hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun hambatan bukan tarif sehingga tercipta aliran perdagangan yang semakin cepat dan meningkatnya volume perdagangan antar negara.

Dampaknya jelas akan memakan korban yaitu industri-industri yang tidak siap menghadapi persaingan global terutama industri kecil, industri ini akan mati pelan-pelan, kemudian meminta korban berikutnya yakni jutaan pengangguran. Fenomena ini sudah terjadi

namun kita menyaksikan Pemerintah cenderung menutup mata, melihat keadaanyang tidak sehat ini.

Kunci keberhasilan dalam menghadapi perdagangan bebas adalah terletak pada kesiapan dari negara itu sendiri. Kesiapan suatu negara dapat dilihat dari kesiapan Infrastruktur dan Sumber Daya Manusia (SDM). Berdasarkan survei dan pendapat para pengamat, bahwa infrastruktur di tanah air belum mendukung untuk menghadapi perdagangan bebas, ditambah lagi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) kita masih rendah.

Pemerintah dalam meningkatkan persaingan menghadapi perdagangan bebas global sangat berperan penting. Mengingat produk Indonesia yang kualitasnya minim, sehingga bisa terjadinya pembelian besar-besaran terhadap barang impor yang masuk. Perlunya juga peran aktif dari masyarakat agar tidak terlalu tertarik oleh produk impor yang masuk, agar terjadinya keseimbangan pasar.

DAFTAR PUSTAKA

Jhamtani, Hira. 2005. WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga. Insist Pers.Yogyakarta

Fakih, Mansour. 2003. Bebas dari Neoliberalisme. Insist Pers. Yogyakarta

http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_esapunya14/id_8995/title_perdagangan-bebas-di-indonesia/

b. Pemikiran Ekonomi Yahya bin Umar tentang Siyasah al-Ighraq (Dumping Policy)Siyasah al-Ighraq (dumping) adalah sebuah aktivitas perdagangan yang bertujuan untuk mencari keuntungan dengan jalan menjual barang pada tingkat harga yang lebih rendah dari harga yang berlaku di pasaran. Perilaku seperti ini secara tegas dilarang oleh agama karena dapat menimbulkan kemudlaratan bagi masyarakat.Siyasah al-Ighraq (dumping) dilakukan oleh seseorang dengan maksud agar para saingan dagangnya mengalami kebangkrutan. Dengan demikian ia akan leluasa menentukan harga di pasar. Siyasah al ighraq atau banting harga (dumping) dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat serta dapat mengacaukan stabilitas harga di pasar. Dalam kondisi seperti ini pemerintah mempunyai otoritas untuk memerintahkan para pedagang tersebut agar menaikkan kembali harga barang sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Apabila mereka tidak mau mentaati aturan pemerintah, maka pemerintah berhak mengusir para pedagang tersebut

dari pasar. Hal ini pernah dipraktekkan Khalifah Umar bin Khaththab, ketika mendapati seorang pedang kismis yang menjual barang dagangannya di bawah standart harga di pasar. Maka Khalifah Umar bin Khaththab memberikan pilihan kepada pedagang tersebut; menaikkan harga sesuai dengan harga standart di pasar atau keluar dari pasar.Dalam sistem negara modern dewasa ini, keterlibatan negara dalam mengontrol pasar khususnya yang terkait dengan fluktuasi harga barang dan regulasi pasar semakin dibutuhkan. Kebutuhan akan peran pemerintah semakin diperlukan sebagai akibat dari meningkatnya pola-pola ketidakadilan para pelaku pasar bebas yang berujung pada merebaknya otoritasi kontrol harga yang terpusat pada segelintir orang. Di samping mentalitas para spekulan yang hanya berorientasi mengeruk keuntungan sepihak, dengan mengorbankan kepentingan rakyat. Seperti penimbunan barang-barang kebutuhan pokok khususnya pada saat permintaan barang meningkat di hari-hari besar umat Islam atau tahun baru dan lain-lain. Tidak mengherankan jika pada hari-hari besar tersebut tiba-tiba harga barang meningkat tajam, atau stok habis dari peredaran. Bahkan kelangkaan juga tejadi pada barang yang jelas-jelas telah mendapatkan subsidi dari pemerintah seperti gas elpiji dalam ukuran 3 kg atau minimnya minyak tanah baru-baru ini dan langkanya pupuk di beberapa daerah di Indonesia.Peran pemerintah untuk menertibkan sekaligus memberikan kenyamanan dalam bentuk memberikan efek jera kepada para pelaku ketidakadilan di atas sungguh diharapkan. Pernah suatu waktu, harga-harga barang di pasar Madinah meningkat tajam, dan hal ini dikeluhkan oleh para sahabat kepada nabi, dan mereka meminta kepada nabi untuk mematok harga atas barang-barang di pasar (al-tas`ir). Namun nabi menolak, dengan alasan khawatir hal itu akan merugikan para penjual dari kalangan pemilik barang. Tentu kejadian ini harus dilihat dari konteks waktu diucapkannya perkataan nabi tersebut, jika seandainya nabi masih hidup saat ini, niscaya beliau akan setuju dengan permintaan para sahabat untuk memberikan harga standar atas barang-barang yang beredar di pasar. Perubahan karakter pada pelaku bisnis dahulu dan sekarang tentunya yang merubah fatwa tersebut. Dan bukan seperti yang disangka oleh para pendukung sistem kapitalis, bahwa hakekatnya nabi mendukung pasar bebas atau sangat membela kepentingan para pemiliki modal (the capital).Demikianlah etika pasar dalam Islam, yang tidak semata diarahkan bagi para pelaku bisnis baik pedagang dan pembeli saja, melainkan juga bagi stakeholders atau pada pembenahan sistem secara menyeluruh. Lebih jelasnya etika pasar dalam Islam ini menghendaki pembenahan sistem dan kerjasama sinergis antara semua unsur baik pelaku bisnis, masyarakat dan pemerintah

3. Pemikiran Ekonomi Yahya bin Umar tentang Intervensi Pemerintah terhadap Ta’sir (Regulas Harga)Pasar merupakan pusat terjadinya penyediaan (supply) dan permintaan (demand) barang. Kedudukan pasar dalam Islam begitu tinggi, sebab selain bidang pertanian dan perdagangan merupakan salah satu profesi yang sangat dianjurkan oleh Islam. Karakteristik pasar Islam ialah di dalamnya terdapat aturan, mekanisme dan nilai-nilai Islam yang dijadikan standar aktifitas. Karakteristik inilah yang menjadi kekhasan Islam yang tidak mengenal dikotomi ranah dunia dan akherat. Aktifitas bisnis yang berorientasi materiil selalu diimbangi dengan kecintaan membelanjakan harta di jalan Allah (spirituil). Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi kebebasan dalam berekonomi. Sehingga Islam memberikan kebebasan kepada umatnya untuk melakukan inovasi dan kreativitas dalam bermuamalah.Kebebasan ekonomi tersebut juga berarti bahwa harga ditentukan oleh kekuatan pasar, yakni kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand). Dalam kondisi seperti ini, maka pemerintah di larang melakukan intervensi terhadap harga. Pada pasal 5 ayat 1 dan 2 UU No. 5 Tahun 1999 mengindikasikan adanya larangan untuk melakukan persekongkolan dalam rangka menetapkan harga di pasar. Berbicara tentang regulasi harga, tentu kita ingat bahwa pengawasan harga muncul pertama kali pada zaman Rasulullah SAW. Pada masa itu Rasulullah bertindak sebagai Hasib (pengawas) –versi Indonesia, KPPU- Komisi Pengawas Persaingan Usaha–. Kondisi saat itu, masyarakat dihadapkan dalam kondisi harga yang melambung tinggi, sehingga sahabat meminta Rasul untuk menurunkan harga. Namun demikian, Rasul menolak permintaan sahabat tersebut. Rasul mengatakan ”Allah mengakui adanya kelebihan dan kekurangan, Dia-lah pembuat harga berubah dan menjadi harga sebenarnya, saya berdo’a agar Allah tidak membiarkan ketidakadilan seseorang dalam darah atau hak milik.”Dalam sebuah hadith dinyatakan :

: : الله ان الله رسول فقال اسعرفسعرلنا غال الله يارسول الناس قال مالك بن انس عنبمظلمة يطالبنى احدمنكم وليس الله القى ان الرجو وانى الرزاق الباسط هوالمسعرالقابض

( داود ( ابو رواه مال وال دم فى

Dari Anas bin Malik, para manusia (sahabat) berkata: Wahai Rasulullah telah terjadi lonjakan harga, maka tetapkanlah harga bagi kami. Rasulullah menjawab: Sesungguhnya Allah-lah penentu harga, penahan, yang memudahkan dan yang memberi rizki. Aku berharap dapat bertemu dengan Allah dan tidak seorangpun dari kalian (boleh) menuntutku karena kedzaliman dalam persoalan jiwa dan harta.Dari riwayat tersebut, dapatlah kiranya kita pahami bahwa penetapan harga secara eksplisit tidak diperkenankan oleh Rasul. Sebab dengan penetapan harga akan memicu ketidakadilan baru. Jika harga ditetapkan

jauh lebih tinggi maka konsumen akan dirugikan, sebaliknya jika harga ditetapkan sangat rendah, maka produsen yang akan dirugikan. Bagi penulis, Hadist di atas dilatar belakangi oleh kondisi harga yang dalam prespektif Rasul masih bisa di jangkau oleh masyarakat. Selain itu, penetapan harga adalah sesuatu yang sensitif, sebab jika terjadi kesalahan dalam menetapkan harga maka akan melahirkan ketidakadilan (dhalim / injustice) baru dalam kehidupan masyarakat.Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana jika harga komoditas tidak bisa terjangkau oleh daya beli masyarakat. Dalam hal ini, jika kenaikan harga di pasar diakibatkan oleh ulah para spekulan, sehingga menyebabkan instabilitas harga di pasar, pemerintah sebagai institusi formal yang mempunyai tanggung jawab menciptakan kesejahteraan umum, berhak melakukan intervensi harga ketika terjadi suatu aktivitas yang dapat membahayakan bagi kehidupan masyarakat luas dengan melakukan stabilisasi.Dua hal yang membolehkan pemerintah melakukan intervensi terhadap regulasi harga di pasar, yaitu:a. Para pedagang tidak menjual barang dagangan tertentu (ihtikar/Monopoly’s Rent-Seeking), padahal masyarakat sangat membutuhkannya, akibat ulah dari sebagian pedagang tersebut, harga di pasar menjadi tidak stabil dan hal tersebut dapat membahayakan kehidupan masyarakat luas dan mencegah terciptanya masyarakat yang sejahtera. Dalam kondisi seperti itu pemerintah dapat melakukan intervensi agar harga barang menjadi normal kembali.b. Sebagian pedagang melakukan praktek siyasah al ighraq atau banting harga (dumping). Praktek banting harga dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat serta dapat mengacaukan stabilitas harga di pasar. Dalam kondisi seperti ini pemerintah mempunyai otoritas untuk memerintahkan para pedagang tersebut agar menaikkan kembali harga barang sesuai dengan harga yang berlaku di pasar.

ekonomi syariah : Berkah & Menguntungkan

Blog ini merupakan suatu upaya sosialisasi atas sistem ekonomi Islam bagi segenap masyarakat muslim

Indonesia.

KAMIS, 13 MEI 2010

Etika Persaingan Bisnis dalam Perspektif Islam

A. Pendahuluan

Revisi makalah ini lebih banyak menitik tekankan pada bentuk-bentuk persaingan antar sesama

produsen dalam perekonomian modern, yang kemudian dikaitkan dengan bentuk-bentuk persaingan

dalam ajaran Islam. Perbedaan makalah ini dengan makalah yang dibuat sebelumnya adalah dalam

makalah sebelumnya permasalahan yang dikaji tidak jelas (mengambang), disebabkan rumusan masalah

yang kurang tepat. Sedangkan makalah ini disusun berdasarkan atas segala macam masukan yang

diterima dalam forum diskusi.

Etika sebagai praktis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktikan atau justru tidak

dipraktikan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam

etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus

dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Secara filosofi etika memiliki arti yang luas sebagai pengkajian

moralitas.

Alasan mengejar keuntungan, atau lebih tepat, keuntungan adalah hal pokok bagi kelangsungan bisnis

merupakan alasan utama bagi setiap perusahaan untuk berprilaku tidak etis. Dari sudut pandang etika,

keuntungan bukanlah hal yang buruk, bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan

diterima. Karena pertama, secara moral keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan (survive)

dalam kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia

menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif

dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Ketiga, keuntungan tidak hanya memungkinkan perusahaan

survive melainkan dapat menghidupi karyawannya ke arah tingkat hidup yang lebih baik. Keuntungan

dapat dipergunakan sebagai pengembangan (expansi) perusahaan sehingga hal ini akan membuka

lapangan kerja baru. Dalam mitos bisnis amoral diatas sering dibayangkan bisnis sebagai sebuah medan

pertempuran. Terjun ke dunia bisnis berarti siap untuk betempur habis-habisan dengan sasaran akhir

yakni meraih keuntungan, bahkan keuntungan sebesar-besarnya secara konstan. Ini lebih berlaku lagi

dalam bisnis global yang mengandalkan persaingan ketat.

Bahkan di era pasar bebas sekarang ini, banyak dari para pelaku bisnis yang menghalakan segala cara

demi memenangkan persaingan dan kelancaran transaksi bisnis mereka. Uang pelicin, perempuan

penghibur, seolah-olah merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan ketika para pembisnis akan

melakukan kontrak kesepakatan kerjasama mereka.

Menurut pengalaman Kurniawan.E.Susetyo, di negara Thailand, ketika kata sepakat dalam urusan bisnis

telah terucap, maka mereka tidak tanggung-tanggung memberikan jamuan yang sangat spesial bagi

rekan bisnisnya. Mulai dari menghidangkan makana-makanan restoran kelas atas, mendatangkan

wanita-wanita penghibur, sampai dalam bentuk yang lebih ekstrim lagi yakni merelakan anak

perempuan ataupun istrinya untuk menemani rekan bisnisnya itu .

Para pembisnis Indonesia juga kelihatannya tidak mau kalah dalam soal bonus extra dalam transaksi

bisnis. Kita lihat saja kasus yang menimpa Al-Amin Nasution, seorang anggota DPR RI. Ketika dia telah

setuju untuk mengalih pungsikan hutan bakau, tanjung api-api, Sumatra Selatan menjadi pelabuhan

kapal, maka selain mendapatkan uang pelicin dari Candra Antonia (pengusaha yang menggagas proyek

ini), dia juga mendapatkan bonus ditemani seorang mahasiswi.

Dalam kasus yang lebih kecil, kita sering kali melihat baik itu di media koran ataupun televise akan

seringnya pihak kepolisian mengalami kegagalan dalam menjaring para PSK yang bertebaran dijalanan.

Ketika sedang diadakan razia, maka otomatis tak satupun para PSK yang keluar menawarkan dirinya

dijalanan. Dari penuturan salah satu PSK yang ditayangkan dalam acara “Investigasi”, mereka mengaku

membayar setiap bulan uang keamanan kepada pihak kepolisian, dan setiap akan diadakan penertiban

PSK, mereka akan selalu mendapat pemberitahuan sebelumnya. Ataupun dalam kasus penyewaan VCD

dan DVD. Kenapa setiap kali diadakan razia VCD dan DVD bajakan dan porno, yang selalu kedapatan

adalah rental-rental penyewaan yang bermodal kecil? Alasan kongkritnya adalah karena mereka tidak

mampu membayar uang keamanan kepada pihak yang berwenang.

Dari beberapa contoh yang penulis ajukan, penulis kira itu sangat tepat dengan semboyang Niccolo

Machiavelli yang terkenal yakni “menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan”. Dalam hemat Hans

King (1998), Machiavelli dalam konteks etika merekomendasikan hal yang lebih ektrim dengan

mengabaikan hukum atau moralitas yang ada bila itu diperlukan demi mengejar tujuan yang diinginkan .

Dan penulis kira, dunia bisnis pada abad ini masih menganut pedoman itu. Dalam persaingan di dunia

bisnis semua bisa dihalalkan. Mulai dari melakukan bentuk persaingan yang tidak sehat (Korupsi, Kolusi

dan Nepotisme), ataupun melenyapkan saingan bisnisnya, itu semua sering kali dilakukan dalam dunia

bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan lebih banyak lagi, atau dengan bahasa lain

“prosper on the exspense of others” (makmur dengan mengorbankan orang lain.

Dalam ajaran Islam, kegiatan bisnis sangat dianjurkan, Tapi harus sesuai dengan apa yang telah

ditetapkan baik itu oleh Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi. Keduanya menjadi pedoman bagi kaum muslim

dalam melakukan kegiatan bisnisnya.

Dari gambaran di atas, maka penulis ingin mencari bagaimana sebenarnya bentuk etika bisnis dalam

memenangkan persaingan dalam ajaran Islam. Dan tentunya, agar kesimpulan yang nantinya bisa

bersifat lebih objektif, maka penulis akan bandingkan dengan dua aliran besar, yakni kapitalisme dan

komunisme.

B. Rumusan Masalah

Dengan mempertimbangkan alur latar belakang di atas, dan untuk memudahkan dan memfokuskan

kajian makalah ini, penulis akan memberikan ruang lingkup rumusan masalah sebagai berikut:

1. Strategi apa saja yang dilakukan oleh produsen untuk memenangkan persaingan dalam perekonomian

modern saat ini?

2. Bagaimana konsep ajaran Islam untuk memenagkan persaingan usaha?

C. Metodelogi Penelitian

Untuk memudahkan kajian makalah ini, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

(1) Deskripsi. Dengan metode ini, penulis mencoba menggambarkan bagaimana bentuk-bentuk

persaingan yang ada di dunia bisnis. Baik itu dari kegiatan bisnis yang berlandaskan konsep Kapitalisme,

Komunisme dan Islam.

(2) Komparasi. Dengan metode ini penulis akan mencoba membandingkan bagaimana sebenarnya

perbedaan antara konsep etika bisnis Islami dalam memenangkan persaingan bisnis, dengan aliran

Kapitalisme dan Komunisme. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar bisa mendapatkan kesimpulan yang

lebih representative dan objektif tentunya.

(3) Interpretsi. Dalam hal ini penulis berusaha mencoba menafsirkan dan menganalisis perbedaan

ataupun persamaan yang ada dari ketiga aliran tersebut, dalam memenangkan persaingan bisnis.

D. Persaingan Usaha dalam Perekonomian Modern

Persaingan antar pelaku usaha di dunia bisnis dan ekonomi adalah sebuah keharusan. Persaingan usaha

dapat diamati dari dua sisi, yaitu sisi pelaku usaha atau produsen dan sisi konsumen. Dari sisi produsen,

persaingan usaha berbicara mengenai bagaimana perusahaan menentukan strategi bersaing, apakah

dilakukan secara sehat atau saling mematikan. Dari sisi konsumen, persaingan usaha terkait dengan

seberapa tinggi harga yang ditawarkan dan seberapa banyak ketersediaan pilihan. Kedua faktor tersebut

akan menentukan tingkat kesejahteraan konsumen atau masyarakat.

Dalam dunia perekonomian modern, langkah-langkah yang biasa digunakan untuk memenangkan suatu

persaingan usaha dari pihak produsen bisa berupa :

1. Praktek Dumping

Menurut Kamus Lengkap Perdagangan Internasional dumping adalah penjualan suatu komoditi di suatu

pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang wajar, biasanya dianggap sebagai

tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga di pasar domestiknya atau di negara ketiga.

Sementara itu menurut Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia) dumping adalah suatu bentuk diskriminasi

harga, di mana misalnya seorang produsen menjual pada dua pasar yang berbeda atau dengan harga-

harga yang berbeda, karena adanya penghalang tertentu antara pasar-pasar tersebut dan terdapat

elastisitas permintaan yang berbeda antara kedua pasar tersebut .

Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, praktek

dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri,

dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada

barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan

mematikan pasar barang

Membancirnya produk-produk impor di negara kita ini, baik itu produk makanan ataupun tekstil yang

harganya jauh lebih murah dari produk sejenis buatan lokal, kemungkinan besar itu juga merupakan

salah satu cara pengusaha negara lain untuk memenangkan persaingan dan mematikan pengusaha lokal

dengan praktek dumping ini.

Dalam program SIGI tanggal 19 oktober 2008 yang ditayangkan oleh stasiun TV SCTV jam 13.00-13.30,

membahas tentang keterpurukan industri tekstil Indonesia. Keterpurukan ini diakibatkan oleh

membanjirnya tekstil buatan Cina di tanah air (baik dengan cara resmi atau selundupan) mengakibatkan

para pengusaha tekstil lokal yang kebanyakan berpusat di Bandung tidak bisa bersaing dengan produk

Cina, yang memiliki kualitas tinggi dengan harga yang relatif lebih terjangkau. Selain disebakan oleh

mesin tekstil yang dimiliki kebanyakan pengusaha lokal sudah berusia 20 tahun ke atas, juga disebabkan

oleh praktek dumping yang dilakukan oleh pengusaha Cina. Dalam pengoperasian mesin produksi yang

dimiliki oleh pengusaha lokal, membutuhkan daya listrik yang tinggi dan tenaga kerja yang banyak.

Untuk itu, maka pengusaha lokal harus mengeluarkan biaya yang cukup besar setiap kali berproduksi,

sehingga untuk menutup biaya produksi yang besar adalah dengan cara menaikkan harga jual hasil

produksi mereka. Yang terjadi kemudian adalah barang hasil produksi mereka tidak laku di pasaran

disebabkan harga jual yang tinggi dan tidak mampu bersaing dengan produk buatan cina, sehingga para

pengusaha tekstil Indonesia banyak yang mengalami kebangkrutan, dan mesin-mesin yang tidak

beroprasi lagi banyak yang dijual kiloan ke pedagang besi tua untuk menutup sebagian kecil dari

kerugian yang mereka alami.

2. Praktek Countervailing

Menurut Adhi Warman dalam bukunya "Ekonomi Islam ; Suatu Kajian Kontemporer", praktek

countervailing diartikan sebagai pemberian berbagai macam subsidi dan fasilitas yang dilakukan oleh

suatu negara kepada produsun di negaranya agar mampu menjual hasil produksinya dengan harga yang

jauh lebih murah dibandingkan dengan harga di pasar internasional.

Praktek Countervailing ini seringkali ditemukan di negara maju atau industri. Negara memberikan

berbagai macam subsidi dan fasilitas, terutama kepada produsen pertanian dan peternakan. Sehingga,

dengan berbagai macam subsidi dan fasilitas yang diterima, si produsen mampu menghasilkan produksi

dengan skala yang sangat besar. Kelebihan dari hasil produksi yang dihasilkan, ketika kebutuhan di

negaranya telah terpenuhi, kemudian dijual di pasar internasional dengan harga yang sangat murah

yakni di bawah harga standar internasional.

Di sisi lain, negara yang menjadi tujuan ekspor barang tersebut (negara berkembang), tidak mampu

bersaing untuk menjual komoditas yang sama. Hal ini disebabkan karena, pemerintah di negaranya tidak

mampu memberikan subsidi dan fasilitas bagi mereka. Sehingga tidaklah mengherankan jika suatu

negara yang dikategorikan sebagai negara agraris yang penduduknya mayoritas bekerja di sektor

pertanian harus mengimpor beras dari negara lain.

3. Praktek Predatory Pricing

Praktek ini bisa diartikan sebagai penetapan harga yang murah untuk mematikan pesaing. Pada saat

para pesaingnya telah gulung tikar, maka pengusaha yang menggunakan praktek predatory pricing akan

menaikkan harga barangnya kembali ke posisi harga yang normal.

Predatory pricing terjadi apabila suatu perusahaan secara temporer mengenakan harga rendah sebagai

upaya untuk membendung masuknya pesaing ke suatu pasar, mengenyahkan pesaing yang telah ada di

dalam suatu pasar, atau mendikte pesaing di suatu pasar tertentu.

Praktek predatory prising seringkali dilakukan oleh pengusaha yang memiliki modal yang lebih besar

untuk mematikan usaha pengusaha lain yang memiliki modal di bawahnya. Contoh kecil praktek seperti

ini sangat jelas sekali terlihat pada persaingan antar supermarket dengan ruko ataupun kios yang

menjual komoditas yang sama. Selisih harga barang antara di supermarket dengan harga barang di ruko

ataupun di kios memang tidak terlalu signifikan. Akan tetapi, untuk memenangkan persaingan, para

pengelola supermarket seringkali menurunkan harga barang mereka, memberikan diskon, memberikan

berbagai macam bentuk undian berhadiah yang kiranya tidak bisa diberikan oleh pedagang ruko

maupun pedagang kios.

4. Praktek Kolusif

Praktek kolusif ialah perilaku beberapa perusahaan untuk mengatur harga secara bersama-sama atau

membagi-bagi pasar sedemikian rupa sehingga memaksimumkan keuntungan masing-masing

perusahaan. Perilaku kolusi dapat dilakukan dengan tersembunyi (tacit collusion) ataupun terbuka

(explicit collusion). Contoh perilaku kolusi terbuka adalah pembentukan kartel oleh perusahaan-

perusahaan.

Dalam pengamatan penulis, praktek kolusif ini seringkali dilakukan oleh para pengelola supermarket

(misalnya : Daimond, Carrefur, Alfa Mart ). Praktek kolusif yang mereka lakukan bisa berupa pemberian

diskon terhadap suatu prodak secara bergantian ataupun tidak akan memberi diskon terhadap suatu

prodak jika ditempat lain sedang memberikan diskon terhadap prodak yang sama. Misalnya : jika di

supermarket Carrefur sedang memberikan diskon terhadap pembelian produk susu, maka kemungkinan

besar di Alfa Mart produk yang di diskon adalah selain produk susu tersebut, begitu juga sebaliknya.

Jadi, bisa dipastikan bahwa kita tidak akan pernah menemukan pemberian diskon terhadap produk yang

sama, pada waktu yang sama diantara supermarket Carrefur, Alfa Mart, maupun Daimond.

5. Praktek Monopoli

Praktek monopoli terjadi ketika si pengusaha menjadi penjual tunggal atas suatu produk barang dalam

suatu perdagangan. Hal ini mengakibatkan si pengusaha bisa melakukan pematokan harga suatu barang

semaunya. Praktek monopoli baru bisa terjadi jika mendapatkan restu dari pemerintah. Bahan Bakar

Minyak, Listrik merupakan usaha yang dimonopoli oleh BUMN Pertamina dan PLN. Sehingga tidaklah

mengherankan jika penaikkan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik tidak terlalu memperhatikan

mekanisme pasar. Hal ini disebakan karena ketiadaan rival dalam sektor yang sama. Andaikata Peramina

dan PLN memiliki rival dalam sektor yang sama, kemungkinan besar ceritanya akan berbeda. Dan tidak

menutup kemungkinan, persaingan yang mucul seperti persaingan dalam sektor telekomunikasi.

6. Praktek Monopsoni

Tidaklah jauh berbeda dengan praktek monopoli, praktek monopsoni terjadi ketika dalam suatu

perdagangan hanya terdapat pembeli tunggal. Hal ini lantas mengakibatkan pada penetapan harga

terhadap produk yang mau di jual oleh pihak lain didasarkan atas kemauannya sendiri.

Praktek monopsoni, di Nusa Tenggara Barat, khususnya di pulau Lombok, terlihat sekali dalam praktek

jual-beli tembakau. Para pemilik gudang tembakau (perusahaan Djarum), kerap kali memberikan harga

atas penjualan tembakau para petani di bawah harga pasar yang berlaku. Para petani di sana hanya bisa

menerima dengan pasrah saja. Hal ini disebabkan karena kebutuhan mereka akan uang untuk menutup

biaya produksi yang telah dilakukan. Sehingga mereka tidak bisa berbuat banyak atas penetapan harga

yang diberikan.

E. Persaingan Usaha dalam Ajaran Islam

Dalam semua hubungan, kepercayaan adalah unsur dasar. Kepercayaan diciptakan dari kejujuran.

Kejujuran adalah satu kualitas yang paling sulit dari karakter untuk dicapai didalam bisnis, keluarga, atau

dimanapun gelanggang tempat orang-orang berminat untuk melakukan persaingan dengan pihak-pihak

lain. Selagi kita muda kita diajarkan, di dalam tiap-tiap kasus ada kebajikan atau hikmah yang terbaik.

Kebanyakan dari kita didalam bisnis mempunyai satu misi yang terkait dengan rencana-rencana. Kita

mengarahkan energi dan sumber daya kita ke arah tujuan keberhasilan misi kita yang kita kembangkan

sepanjang perjanjian-perjanjian. Para pemberi kerja tergantung pada karyawan, para pelanggan

tergantung pada para penyalur, bank-bank tergantung pada peminjam dan pada setiap pelaku atau para

pihak sekarang tergantung pada para pihak terdahulu dan ini akan berlangsung secara terus menerus.

Oleh karena itu kita menemukan bahwa bisnis yang berhasil dalam masa yang panjang akan cenderung

untuk membangun semua hubungan atas mutu, kejujuran dan kepercayaan.

Dan inilah yang menjadi salah satu kunci sukses Rasulullah dalam berbisnis. Dalam dunia bisnis

kepercayaan sangat penting artinya. Tanpa didasari atas rasa saling percaya, maka transaksi bisnis tidak

akan bisa terlaksana. Akan tetapi, dalam dunia bisnis juga kita dilarang untuk terlalu cepat percaya pada

orang lain, karena hal ini rawan terhadap penipuan. Maka, kita dianjurkan untuk melihat track record

lawan binis kita sebelumnya.

Dalam ajaran Islam, setiap muslim yang ingin berbisnis maka dianjurkan untuk selalu : melakukan

persaingan yan sehat, jujur, terbuka dan adil.

1. melakukan persaingan yang sehat.

Baik itu dalam bentuk tidak diperbolehkan menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain, tidak

diperbolehkan membeli barang pedagang yang dari kampung yang belum tahu harga pasar, Tidak

diperbolehkan pura-pura menawar barang dengan harga tinggi untuk mengelabui pembeli yang lain. Hal

ini berpedoman pada firman Allah dalam Q.S. Al- Baqarah : 188, yang artinya : “Janganlah kamu

memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara yang bathil”. Selain itu juga, berbeda dengan

sistem kapitalisme dan komunisme yang melarang terjadinya monopoli ataupun monopsoni, di dalam

ajaran Islam siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual atau pembeli,

asalkan dia tidak melakukan ikhtikar, yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan

cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi atau dalam istilah ekonominya

monopoly’s rent.

2. Kejujuran.

Sebagaian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan transparan dalam

jual belinya. Ketika kita memiliki sifat jujur, maka orang lain akan menaruh kepercayaan pada kita dan

dia tidak perlu terlalu khawatir berbisnis dengan kita. Banyak sekali orang yang berhasil dalam dunia

bisnis karena sifat jujur yang mereka miliki. Hal ini berpedoman pada Q.S. Al-Ahzab : 70, yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”.

3. Keterbukaan.

Pada zaman sekarang ini, ketika manusia yang satu dengan manusia yang lain sulit sekali saling percaya,

apalagi dalam masalah yang berkaitan dengan keuangan, maka setiap usaha yang ingin menjalin

kerjasama ditintut untuk terbuka. Terbuka dalam arti bahwa memiliki laporan keuangan yang jelas atas

usaha yang dimiliki dimana laporan keuangan tersebut bisa diaudit oleh pihak-pihak terkait. Dan sifat

terbuka inilah yang merupakan salah satu kunci sukses keberhasilan Rasulullah dalam berbisnis menjual

barang-barang dagangan khodijah.

4. Keadilan.

Salah satu bentuk sederhana dalam berbisnis yang berkaitan dengan keadilan adalah tidak menambah

atau mengurangi berat timbangan dalam jual-beli. Hal ini berpedoman pada Q.S. Al-Isra : 35, yang

artinya : “Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang

benar.

DAFTAR PUSTAKA

Adhiwarman A. Karim. 2001. Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.

Badrun, Faisal. 1996. dkk. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta : Kencana Press.

Faisal H. Basri & Dendi Ramdani. 2001. Kebijakan Persaingan di Era Otonomi ; Peranan KPPU. Jakarta :

Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta : Rajawali Pers.

Sukarmi, 2002. “Regulasi Antidumping Di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas”. Sinar GRafika.

Susetyo, Kurniawan Eko. 2004. X-File : Menguak Tabir Mahasiswa. Jakarta : Eco Press.

diposkan oleh Mr. mudharabah @ 19.59 0 komentar

0 Komentar:

Poskan Komentar

Berlangganan Poskan Komentar [Atom]

<< Beranda

Mengenai Saya

Foto Saya

Nama:

Mr. mudharabah

Lokasi:

Praya City, Nusa Tenggara Barat

Saya adl seorang muslim yang tertarik dan menyukai sistem ekonomi Islam. Menurut saya,

perkembangan ekonomi Islam harus didukung sepenuhnya oleh masyarakat muslim. Yang menjadi

permasalahan adalah banyak masyarakat muslim yang kurang tau atau mengerti apa itu sistem ekonomi

Islam? Apa perbedaan sistem ekonomi Islam dan Konvensional? Apa kelebihan sistem ekonomi Islam?

Tulisan yang ada di sini berusaha untuk memberikan sedikit gambaran tentang sistem ekonomi Islam

tersebut. Semoga bermanfaat. Amien

Lihat profil lengkapku

Posting Sebelumnya

Manajemen Likuiditas Bank Syariah

INVESTASI EMAS ; ALTERNATIF BERINVESTASI DI TENGAH...

Harta dan Perdagangan dalam Al-Qur'an

Powered by Blogger

Berlangganan

Entri [Atom]

top related