bab 1 pendahuluan
Post on 13-Jan-2016
77 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pelaksanaan konstruksi di
lapangan semakin pesat seiring dengan berkembangnya waktu. Berbagai macam
metode dan inovasi baru telah dikembangkan agar proses konstruksi dapat
berjalan sesuai dengan BMW, yaitu tepat biaya, mutu dan waktu. Pelaksanaan
konstruksi juga sangatlah kompleks dan saling berintegrasi antara satu item
pekerjaan dengan item pekerjaan berikutnya. Oleh karena itu, ilmu yang didapat
mahasiswa di bangku perkuliahan kurang tepat jika langsung diterapkan di
lapangan tanpa ada pengalaman terlebih dahulu. Ilmu tersebut tidak dapat
menggambarkan secara langsung hal –hal yang menjadi permasalahan yang
terdapat di lapangan.
Dengan dilaksanakannya praktek lapangan, mahasiswa diharapkan mampu
memahami permasalahan dan kendala – kendala, terutama kendala – kendala
teknis yang menyangkut metode pelaksanaan yang dihadapi suatu proyek. Tak
hanya persoalan teknis yang menyangkut pekerjaan struktural, mahasiswa
diharapkan juga untuk mengamati hal-hal yang terkait dengan pekerjaan non-
struktural seperti hal yang terkait dengan manajemen proyek dalam suatu proyek
yang mana memiliki andil besar dalam keberhasilan suatu proyek, terutama pada
proyek skala besar dengan pendanaan yang besar dan kompleksitas pekerjaan
yang tinggi. Dalam hal ini ilmu pengetahuan dan teknologi pelaksanaan
konstruksi yang dimaksud berkaitan dengan system manajemen keuangan,
peralatan maupun controlling waktu. Pekerjaan yang saling berintegrasi harus
memiliki manajemen yang mampu mengatur terlaksananya konstruksi tersebut
mulai dari proses perencanaan, lelang, pelaksanaan maupun perawatan.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 2
1.2. Tujuan Praktek Lapangan
Tujuan dilaksanakannya praktek lapangan antara lain:
1. Menunjang pengaplikasian teori maupun praktek yang telah didapat pada
perkuliahan sehingga mahasiswa dapat mengetahui bagaimana
penerapannya di lapangan.
2. Mempelajari serta mengikuti pemecahan dari berbagai masalah yang
dihadapi dalam suatu proyek, termasuk metode pelaksanaan dan
manajemen suatu proyek sehingga dalam dunia kerja yang sebenarnya
mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam identifikasi masalah dan
menentukan inovasi penyelesaiannya.
3. Menambah wawasan setiap mahasiswa sehingga dapat melatih daya pikir
dan nalar untuk menganalisa segala kejadian di lapangan beserta
permasalahannya yang sangat kompleks.
4. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang istilah istilah penting dalam
pelaksanaan proyek yang tidak diajarkan secara keseluruhan di
perkuliahan
1.3. Metode Praktek Lapangan dan Pembuatan Laporan
Praktek lapangan dilaksanakan setiap 3 hari dalam seminggu dengan jam
kerja efektif sekitar 5 jam per hari. Mahasiswa peserta praktek lapangan wajib
menggunakan APD yang berupa sepatu boots dan helm proyek. Mahasiswa
mendapat ijin dari pihak kontraktor, yaitu PT Pakubumi untuk ikut terjun ke
lapangan dengan dibimbing oleh site engineer dan supervisor. Pada praktek
lapangan diajarkan beberapa hal tentang syarat dan langkah pengeboran, langkah
perhitungan volume material, pencarian data di lapangan dan pembuatan laporan
prestasi harian.
Pembuatan laporan hasil kerja praktek disusun berdasarkan hasil dari
observasi selama di lapangan yang disesuaikan dengan data-data tertulis yang
diijinkan dipublikasi berupa shop drawing serta laporan prestasi harian yang
kesemuanya itu kami dapat dengan metode sebagai berikut :
1. Wawancara / Interview
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 3
Wawancara / Interview yang dimaksud dilakukan dengan target berbagai
narasumber yaitu Site Engineer, Owner, Konsultan Pengawas, Supervisor,
bagian administrasi, para tukang dan warga setempat. Tanya jawab bertujuan
untuk memperoleh fakta valid dari berbagai sudut pandang.
2. Data-data yang tersedia
Data- data yang tersedia dan diijinkan untuk dipublikasi bagi mahasiswa
yang kerja praktek dengan pihak kontraktor hanya shop drawing dan laporan
prestasi harian. Data finansial atau laporan keuangan apapun dan data
pengujian pondasi tidak diijinkan untuk dipublikasikan.
3. Pengamatan
Pengamatan di lapangan dilakukan dengan mengamati kegiatan proyek
yang sedang berlangsung. Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis
pekerjaan, metode pelaksanaan, dan pemecahan masalah yang terjadi di
lapangan. Juga dipelajari tentang manajemen proyek, struktur organisasi,
system koordinasi, dan lain-lain.
4. Foto-foto kegiatan di lapangan
Foto-foto kegiatan di lapangan didapatkan dari dokumentasi pribadi
dengan arahan dari site manager dan supervisor. Foto tersebut sebagian besar
terdiri dari foto persiapan material, tahapan pelaksanaan dan peralatan yang
digunakan.
5. Praktek pengambilan data langsung di lapangan
Praktek pengambilan data langsung di lapangan dibimbing oleh
supervisor dan surveyor. Mahasiswa mengambil data pelaksanaan
pengeboran baik itu waktu, peralatan dan volume material. Pengambilan data
titik-titik penting dilakukan dengan bimbingan dari surveyor.
6. Kepustakaan / Study Literature
Merupakan pelengkap dan referensi tambahan dari data yang didapat
selama melakukan Kerja Praktek. Kepustakaan dapat digunakan sebagai
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 4
pembanding dalam menganalisa hal-hal yang terjadi dalam pelaksanaan
proyek.
1.4. Ruang Lingkup Praktek Lapangan
Proyek ini memiliki beberapa lingkup pekerjaan yang mendukung
terlaksananya proses konstruksi bangunan baik pekerjaan struktural, elektrikal,
mekanikal serta pekerjaan arsitektural. Lingkup pekerjaan structural dapat dibagi
lagi menjadi pekerjaan upper structure, structure dan sub structure. Dari beberapa
pekerjaan tersebut yang menjadi titik berat pembahasan dalam laporan Praktek
Lapangan ini adalah pekerjaan sub structure terutama pembuatan pondasi yang
meliputi:
1. Pekerjaan bored pile diameter 500 mm beton K-250
2. Pekerjaan bored pile diameter 600 mm beton K-250
3. Pekerjaan bored pile diameter 800 mm beton K-250
Mahasiswa yang mengikuti praktek lapangan dengan kontraktor dipersempit
lagi lingkup pembahasannya dan terpusat pada tahapan proses konstruksi.
Tahapan ini hanya membahas proses pelaksanaan dan manajemen proyek tanpa
membahas proses perencanaan maupun kelanjutan proses setelahnya.
1.5. Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika penulisan laporan praktek lapangan yang belokasi di Mercure &
Ibis hotel Yogyakarta ini yaitu:
1. Bab I Pendahuluan, membahas mengenai latar belakang, maksud dan
tujuan praktek lapangan, metodologi, ruang lingkup dan sistem penulisan
laporan.
2. Bab II Tinjauan Umum Proyek, membahas tentang latar belakang
proyek, maksud dan tujuan diadakannya proyek tersebut, lokasi proyek,
data proyek dan lingkup pekerjaan proyek tersebut.
3. Bab III Manajemen Proyek, membahas tentang pengelolaan dan kendali
proyek.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 5
4. Bab IV Metode Pelaksanaan Konstruksi, membahas tentang metode
pelaksanaan secara detail.
5. Bab V Diskusi Lapangan, berisi tentang pengamatan dan diskusi selama
kerja praktek baik itu mengenai alasan pemilihan kebijakan maupun
permasalahan dan cara mengatasinya.
6. Bab V Kesimpulan Dan Saran, berisi tentang kesimpulan setelah kerja
praktek dilakukan dan saran-saran kepada semua stakeholder untuk
perbaikan di masa mendatang.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 6
BAB II
TINJAUAN UMUM PROYEK
2.1. Latar Belakang Proyek
Sun Premira Condotel & Residence merupakan salah satu proyek properti dan
perhotelan dari Sun Motor Group. Pada awal bisnis Sun Motor Group merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang otomotif. Ekspansi bisnis Sun Motor kini
merambah ke bidang properti dan perhotelan. Di awali pada tahun 1996 Hotel
Novotel di jantung kota Solo didirikan dan resmi beroperasi dengan 141 kamar.
Setiap tahunnya, hotel bintang 4 plus ini terisi rata-rata di atas 60% dan tingkat
hunian pada saat ini mencapai 80%.
Melihat peluang besar di kota Yogyakarta yang notabene menjadi kota wisata
terbesar di Pulau jawa dan menjadi kota pelajar dengan ratusan sekolah dan
universitas yang berdiri, SunPremira mencoba peruntungan bisnis propertiesnya
ke daerah ini. Kawasan yang menjadi target pembangunan yaitu kawasan
perbelanjaan yang dekat dengan beberapa universitas swasta dan perkantoran.
Kawasan hunian yang dibangun oleh Sun Premira Condotel & Resisdence tersebut
dilengkapi dengan fasilitas pertokoan, spa dan kolam renang, ruang serbaguna,
ruang Meeting dan Business Centre.
2.2. Tujuan Diadakan Proyek
Tujuan diadakannya proyek tersebut yaitu untuk memperluas bisnis Sunmotor
grup terutama pada bisnis propertinya. Selain itu proyek ini juga bertujuan untuk
menciptakan alternatif berinvestasi bagi para investor dan memberi fasilitas
hunian sementara yang lebih besar, baik kuantitas maupun kualitas.
2.3. Kondisi Proyek pada saat Awal Kerja Praktek
Kondisi proyek pada awal kerja praktek yaitu sudah dilakukan pembersihan
lahan dan memulai pengeboran dengan progress sekitar 3.85 % dari keseluruhan
pekerjaan pondasi. Pengeboran ini dilaksanakan oleh PT. Pakubumi Semesta yang
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 7
merupakan instansi pembimbing kerja praktek yang dilaporkan dalam laporan ini.
Progress tahapan konstruksi fondasi sebesar 3.85% tersebut menurut kurva S
yang ada yaitu dengan terselesaikannya site clearing, mobilisasi demobilisasi alat
dan perakitan alat konstruksi pondasi.
2.4. Tinjauan Perusahaan
Proyek Mercure& Ibis Hotel dengan tinjauan khusus pengerjaan struktur
bawah, pihak-pihak yang terlibat yaitu:
1 Owner : PT Sunindo Primaland
2 Konsultan Perencana : PT Sentra Reka Struktur
3 Konsultan Pengawas : PT Cipta Prima Sejahtera
4 Kontraktor Struktur Bawah : PT Pakubumi Semesta
Pengerjaan struktur bawah dilakukan seluruhnya oleh PT Pakubumi
Semesta. PT Pakubumi Semesta merupakan perusahaan kontraktor yang khusus
bergerak di bidang fondasi. PT. PAKUBUMI SEMESTA didirikan pada tahun
1973, terletak di daerah Jakarta Timur. Sejak didirikan, PT. PAKUBUMI
SEMESTA selalu berkomitmen dan konsisten dalam memberikan pelayanan
terbaik yang memenuhi persyaratan "Biaya", "Mutu" dan "Waktu" untuk para
klien.
PT. PAKUBUMI SEMESTA terus berupaya untuk menerapkan prinsip
operasi "Jasa", "Terpercaya" dalam hubungan dengan klien dan masyarakat.
Dengan dukungan dari insinyur yang berpengalaman dan terlatih, PT. Pakubumi
Semesta selalu berkomitmen dan konsisten dalam memberikan pelayanan yang
baik untuk memuaskan klien. Berikut data umum PT Pakubumi Semesta:
Nama Perusahaan : PT PAKUBUMI SEMESTA
Jenis Perusahaan : Sub Kontraktor
Produk/Jasa/Spesialisasi :
Bored Pile
Pemancangan (Piling Contractor)
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 8
Pondasi
Pimpinan : Ir. Agus Budiarto
Lokasi Instansi : Kantor Pusat
Jl. Pulo Kambing Raya No. 34-36
Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur
Telepon : +62-21-46824349
Fax : +62-21-4600034
Email : marketing@pakubumisemesta.com
2.5. Data-Data Proyek
2.5.1. Data Umum Proyek (Khusus Struktur Bawah)
Nama Proyek : Mercure& Ibis Hotel
Lokasi Proyek : Jl. LaksdaAdiSucipto No. 80,
Catur Tunggal, Depok, Sleman,
Yogyakarta
Sumber Dana : SUN MOTOR GROUP
Tahun Anggaran : 2013/2014
Nilai kontrak : Rp 110 M (sudah termasuk konstruksi atas)
Jenis Kontrak : Lumpsum
Pelaksanaan : 07 Oktober 2013 – 25 Januari 2014
2.5.2. Data Perusahaan
Owner : PT Sunindo Primaland
Perencana : PT Sentra Reka Struktur
Pengawas : PT Cipta Prima Sejahtera
Kontraktor Pondasi : PT Pakubumi Semesta
Konsultan ME : PT Metakom Pranata
Surveyor : PT Reka Griya Mitra Buana
Kontraktor Struktur : PT. Adicipta Cahaya Gemilang
Konsultan Arsitektur : Atelier Two
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 9
2.5.3. Lokasi Proyek
Gambar 2.1 Lokasi Proyek
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 10
2.6. Data Teknis
2.6.1. Data Pekerjaan
Proyek konstruksi condotel ini mencakup pekerjaan struktur atas, struktur
bawah dan struktur atas dengan luas bangunan dasar 36000 m2 dan terdiri dari 9
lantai dan 2 basement. Sembilan lantai tersebut selanjutnya akan digunakan
sebagai condotel 330 hunian, hotel 144 hunian dan beberapa fasilitas lain.
Pembahasan perkerjaan dalam bab ini dikerucutkan pada pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab dari kontraktor pelaksana pekerjaan struktur bawah (PT
Pakubumi Semesta) yaitu:
Pekerjaan persiapan termasuk site clearing
Pekerjaan galian timbunan
Pekerjaan Bored pile diameter 500 mm BETON K-250 sebanyak 22
titik
Pekerjaan Bored pile diameter 600 mm BETON K-250 sebanyak 103
titik
Pekerjaan Bored pile diameter 800 mm BETON K-250 sebanyak 344
titik
Compression loading test tiang bor diameter 800 mm sebanyak 2 titik.
PDA test tiang bor diameter 600 mm sebanyak 2 titik dan diameter 800
mm sebanyak 6 titik.
2.6.2. Data Material
Material yang digunakan dalam proses konstruksi struktur bawah yaitu
berasal dari:
Besi : Master Steel Pulogadung
Beton : Pionir Karya Beton
2.6.3. Data Peralatan
Alat berat yang digunakan dalam proses konstruksi struktur bawah
merupakan alat yang dimiliki oleh PT PAKUBUMI SEMESTA sendiri, yang
terdiri dari:
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 11
2 bor drilling machine (Sany 105, Hitachi 115 + Soil Mic 052)
2 service crane (LB 053, LB 007)
1 excavator (Kobelco 117)
Alat-alat pendukung lain yang digunakan yaitu:
Roller dan alat alat perakitan tulangan
Alat Survey
Peralatan pengecoran (pipa dan corong tremi, truk molen)
Peralatan las
Dump truck
Lempeng baja
APD
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 12
BAB III
MANAJEMEN PROYEK
3.1. Umum
Manajemen proyek adalah knowledge utama yang harus dikuasai oleh
kontraktor dalam mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi. Jika tidak, maka
proyek akan dikerjakan secara jungkir balik (Suanda B, 2013). Manajemen proyek
dalam hal ini mencakup 8 aspek yaitu manajemen lingkup (scope management),
manajemen waktu (time management), manajemen biaya (cost management),
manajemen kualitas (quality management), manajemen sumber daya manusia
(human resource management), manajemen komunikasi (communication
management), manajemen resiko (risk management) dan manajemen pengadaan (
procurement management) (PMBOK, 2004). Kedelapan lingkup tersebut saling
mempengaruhi untuk mencapai proyek konstruksi yang tepa biaya, mutu dan
waktu.
Seiring perkembangan waktu, pengelolaan proyek semakin menuntut pelaku
untuk mampu melakukan kendali dan mengatasi setiap masalah yang muncul.
Menurut Kerzner H, adanya manajemen proyek dalam suatu proyek konstruksi
akan mengendalikan proyek tersebut sesuai dengan pencapaian yang ditargetkan,
dan akan memberi bebapa keuntungan, yaitu:
1 Manajemen proyek akan memberikan kita penyelesaian lebih banyak
pekerjaan dengan waktu yang lebih singkat dan pegawai yang lebih sedikit
2 Keuntungan akan meningkat
3 Manajemen proyek akan memberi kendali yang lebih baik atas perubahan
lingkup
4 Manajemen proyek membuat organisasi lebih efisien dan efektif lewat prinsip
perilaku organisasi
5 Manajemen proyek memberikan arti dalam penyelesaian masalah
6 Manajemen proyek meningkatkan kualitas
7 Manajemen proyek akan mengurangi kerja keras
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 13
8 Manajemen proyek memberikan orang cara untuk membuat keputusan
perusahaan yang baik
9 Manajemen proyek menghasilkan solusi
10 Manajemen proyek akan meningkatkan bisnis
Manajemen proyek yang tersusun rapi dan sistematis dapat membantu
mengurai benang kusut kompleksitas proyek. Ini seharusnya menjadi knowledge
penting dan utama bagi perusahaan konstruksi karena kompleksitas proyek
memberikan dampak paling besar kepada perusahaan konstruksi. Beberapa aspek
manajemen akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya.
3.2. Manajemen Lingkup (Scope Management)
Manajemen lingkup pekerjaan berhubungan dengan lingkup pekerjaan yang
dikerjakan dan juga stake holder yang berada pada lingkup pekerjaan tersebut.
Manajemen Manajemen lingkup perkerjaan ini dibutuhkan untuk mengetahui
batasan wewenang, perkerjaan dan pihak yang berkepentingan dalam lingkup
proyek tersebut. Dalam lingkup proyek Mercure & Ibis Hotel ini dengan tinjauan
khusus pengerjaan struktur bawah, maka pihak-pihak yang terlibat yaitu:
5 Owner : PT Sunindo Primaland
6 Konsultan Perencana : PT Sentra Reka Struktur
7 Konsultan Pengawas : PT Cipta Prima Sejahtera
8 Kontraktor Struktur Bawah : PT Pakubumi Semesta
Pihak-pihak dalam proyek tersebut memiliki hubungan kerja dan porsi
tanggung jawab masing-masing. Secara garis besar pola hubungan kerja tersebut
dapat dilihat dalam gambar 3.1.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 14
Gambar 3.1 Bagan Pola Hubungan Kerja Antara Unsur Pelaksana Pembangunan.
Menurut Djojowirono (2010) hubungan antara unsur pelaksana
pembangunan tersebut dijelaskan dan diatur sebagai berikut :
1 Antara Pemberi Tugas dengan Konsultan Perencana
a Ikatan : Kontrak
b Konsultan Perencana kepada Pemberi Tugas menyerahkan jasa/karya
perencanaan.
c Pemberi Tugas kepada Konsultan Perencana memberikan imbalan
jasa/biaya perencanaan.
2 Antara Pemberi Tugas dengan Kontraktor
a Ikatan : Kontrak
b Kontraktor kepada Pemberi Tugas, menyerahkan hasil/produk
pekerjaan berupa bangunan.
c Pemberi Tugas kepada Kontraktor menyerahkan biaya pelaksanaan
pekerjaan.
3 Antara Konsultan Perencana Sebagai Pengawas Pekerjaan dengan
Kontraktor
a Ikatan : Peraturan Pelaksanaan
b Konsultan Pengawas kepada Kontraktor, pelaksanaan persyaratan.
Owner PT Sunindo Primaland
Kontraktor Pelaksana
PT Paku Bumi Semesta
Konsultan Perencana
PT Sentra Reka Struktur
Konsultan Pengawas
PT Cipta Prima Sejahtera
Peraturan Pelaksanaan
Persyaratan
Realisasi
Produk
Biaya
Pelaksanaan
Jasa
Kontrak Kontrak
Biaya
Perencanaan/
Pengawasan
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 15
c Konsultan kepada Konsultan Pengawas, realisasi peraturan
pelaksanaan.
Disamping adanya hubungan kerja antara unsur-unsur pelaksana
pembangunan, berikut dijelaskan tentang tugas dan kewajiban setiap unsur-unsur
pembangunan tersebut.
3.2.1. Pengguna Jasa (Owner)
Menurut Ketentuan Umum Jasa Kontruksi dalam Undang Undang Tentang
Jasa Kontruksi Nomor 18 Tahun 1999, Pengguna jasa adalah orang perseorangan
atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/ proyek yang
memerlukan layanan jasa, dalam hal ini yang menjadi pemilik adalah PT
Sunindo Primaland.
3.2.2. Konsultan Perencana
Menurut Ketentuan Umum Jasa Kontruksi dalam Undang Undang Tentang
Jasa Kontruksi Nomor 18 Tahun 1999, perencana kontruksi adalah penyedia jasa
orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional
dibidang perencanaan jasa kontruksi yang mampu pewujudkan pekerjaan dalam
bentuk dokumen perencanaan bangunan atau bentuk fisik lain. Dalam proyek ini
yang dimaksud perencana konstruksi yaitu PT Sentra Reka Struktur.
3.2.3. Konsultan Pengawas
Menurut Ketentuan Umum Jasa Kontruksi dalam Undang Undang Tentang
Jasa Kontruksi Nomor 18 Tahun 1999, Konsultan Pengawas atau Pengawas
Kontruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang
dinyatakan ahli yang profesional dibidang pengawasan jasa kontruksi yang
mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan
kontruksi sampai selesai dan diserahterimakan. Dalam proyek ini yang dimaksud
dengan konsultan pengawas atau yang sering disebut dengan MK yaitu PT Cipta
Prima Sejahtera.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 16
3.2.4. Kontraktor Pelaksana
Menurut Ketentuan Umum Jasa Kontruksi dalam Undang Undang Tentang
Jasa Kontruksi Nomor 18 Tahun 1999, pelaksana kontruksi adalah penyedia jasa
orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional
dibidang pelaksanaan jasa kontruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya
untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk fisik lain. Dalam
pembahasan kontraktor pelaksana difokuskan pada kontraktor pelaksana struktur
bagian bawah yaitu PT Paku Bumi Semesta dengan spesifikasi pekerjaan seperti
yang sudah dijelaskan pada bab 2 poin 2.6.1.
Untuk mencapai efektifitas dan eifisiensi maksimum dalam pembagian
tugas dan wewenang pelaksanaan di lapangan, maka dalam kontraktor pelaksana
ini disusun struktur organisasi yang lebih mendetail lagi. Struktur organisasi
tersebut dapat dilihat dalam gambar 3.2.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 17
Gambar 3.2. Struktur Organisasi Proyek
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 18
3.3. Manajemen Waktu
Manajemen waktu pada proyek sangat diperlukan untuk mencapai tepat daya
dan tepat guna. Manajemen waktu dalam proyek ini diatur sedemikian rupa
sehingga dalam pelaksanaannya antara proses pengeboran dan pengecoran
pondasi dapat mencapai cycle time yang paling efisien. Pengeboran yang
dilakukan dapat mencapai 5 titik per hari jika cuaca mendukung. Jika hujan,
pengeboran kadang hanya sampai 2 titik karena dikhawatirkan akan
mengakibatkan longsoran pada lubang bor tersebut.
Pengecoran pondasi dilakukan setelah proses pembersihan lubang bor.
Pemesanan beton ready mix dilakukan satu jam sebelum proses pengeboran untuk
memastikan agar tidak ada waktu kotor diantara tiap cycle time. Sejumlah 2 mesin
bor digunakan secara bersamaan dalam tempat yang cukup jauh agar
mengefisiensikan waktu dan menghindari adanya keruntuhan lubang bor lain
akibat getaran mesin bor tersebut.
Satu Cycle time yang dimaksudkan dalam hal ini yaitu waktu yang
dihabiskan untuk pengaturan penggunaan alat pengeboran, backhoe, dump truck
dan drag line. Alat pengeboran digunakan selama sekitar satu jam untuk
pengeboran dan 4 sampai 10 menit untuk pembersihan lubang. Backhoe berada
disekitar lubang bor ketika pengeboran dilakukan agar dapat langsung
memindahkan material buangan dari lubang sehingga tidak mengganggu
mobilisasi alat berat lain di sekitar lubang bor. Dumptruck digunakan untuk
membuang material yang berupa tanah galian. Dragline mulai bekerja setelah
proses clearing selesai. Alat ini digunakan untuk memindahkan beberapa
peralatan agar efisien waktu dan tenaga.
Hambatan yang berkaitan dengan manajemen waktu yaitu cuaca buruk,
kerusakan alat dan hari libur nasional yang mengakibatkan beberapa batching
plant libur dan tidak menerima pesanan beton. Selama libur natal sampai beberapa
hari setelah tahun baru, proyek sempat berhenti karena kekurangan pasokan beton
ready mix. Pada pertengahan masa proyek, alat yang digunakan mengalami
kerusakan sehingga alat bor yang dapat efektif digunakan hanya 1 alat.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 19
Sedangkan manajemen waktu secara garis besar dalam proyek konstruksi
ini ditangani dengan menggunakan kurva S. Kurva S terus dirubah dan
direncanakan kembali ketika ada pekerjaan tambah kurang (CCO) dan juga
perubahan waktu pekerjaan. Kurva S yang telah mengalami beberapa perubahan
dapat dilihat pada lampiran 1. Evaluasi manajemen waktu dilakukan dengan
mengevaluasi perubahan kurva-S tersebut dan mengevaluasi secara harian dan
mingguan dengan form prestasi harian yang dibuat oleh bagian administrasi
dengan bantuan supervisor. Form prestasi harian dapat dilihat pada lampiran 2.
3.4. Manajemen Biaya
Kontraktor dalam proyek ini tidak terbuka dalam hal keuangan sehingga
masalah keuangan secara umum yang akan dibahas dalam sub bab ini. Keuangan
pada kontraktor tersebut sepenuhnya diatur dari pusat. Site manager dan asisten
hanya mendistribusikan upah pekerja dan pembayaran pembayaran lain
sehubungan dengan material yang digunakan. Upah pekerja proyek ini diberikan
seminggu sekali pada akhir pekan. Sedangkan untuk pembayaran material tidak
dijelaskan lebih lanjut oleh pihak kontraktor.
3.5. Manajemen Kualitas
Manajemen kualitas dalam suatu proyek dimaksudkan agar proyek tersebut
memenuhi target kualitas yang merupakan salah satu item kontrak awal pekerjaan
konstruksi. Manajemen ini dilakukan dengan berbagai aktifitas menstandarkan
mutu dengan beberapa peraturan seperti contohnya menyesuaikan dengan ISO
yang merupakan standar internasional. Pada sub bab ini akan dibahas beberapa
contoh manajemen kualitas yang ditemui di lapangan khususnya manajemen
kualitas dari pihak kontraktor. PT Pakubumi Semesta selaku kontraktor dari
proyek ini, menerapkan manajemen kualitas dengan pengontrolan bahan dan juga
pengontrolan kualitas pondasi pada akhir masa konstruksi struktur bawah.
Pengontrolan bahan meliputi kontrol kualitas baja dan beton. Pengontrolan
kualitas baja dilakukan dengan uji tarik baja yang bertempat di laboratorium
diploma teknik sipil UGM. Sedangkan untuk pengujian beton dilakukan uji tekan
yang bertempat di laboratorium diploma teknik sipil UGM dan uji slump di
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 20
lapangan seperti pada gambar 3.3 di bawah ini. Uji slump beton segar
dimaksudkan untuk menguji kekentalan adukan beton agar diperoleh mutu yang
sesuai dengan yang sudah ditetapkan dalam perencanaan (Tjokrodimuljo, 2010).
Gambar 3.3 Pengujian slump
Selain pengujian bahan bahan tersebut, dilakukan manajemen kualitas berupa
pengontrolan rutin ke lapangan terhadap jalannya pengeboran oleh site engineer
dan supervisor. Pengontrolan tersebut direkap dalam bentuk lembar prestasi
harian oleh bagian administrasi dan dilakukan evaluasi rutin bersama dengan
konsultan pengawas.
Manajemen kualitas tidak hanya dilakukan pada bahan dan proses, namun
juga dilakukan pada hasil proses tersebut dalam hal ini yaitu pondasi bore pile.
Pada product dilakukan pengujian berupa PDA test dan loading test. PDA test
dilakukan pada 2 pondasi berdiameter 600 mm dan 6 pondasi berdiameter 800
mm. Pengujian ini dengan cara pemberian beban dengan bantuan dragline secara
simultan hingga batas penurunan tertentu. Sebuah dial gauge yang sebelumnya
dipasang pada pondasi akan mencatat besar penurunan yang terjadi. Penurunan
tersebut menurut pihak kontraktor telah memenuhi standar yang disyaratkan
karena dengan beban uji tersebut pondasi tidak mengalami kerusakan yang berarti
seperti yang dapat diamati pada gambar 3.4.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 21
Gambar 3.4 Pondasi tiang pasca PDA test
Untuk loading test digunakan 2 titik berdiameter 800 mm. Pondasi yang akan
diuji dilapisi geogundle pada proses pembuatannya seperti pada gambar 3.5 agar
mengurangi friksi dalam tanah sehingga lebih mudah pada proses penggalian
ulang.
Gambar 3.5 Pemasangan Geogundle
Pengujian dilakukan dalam waktu 3 hari 3 malam dengan cycletime tertentu.
Tiang yang diuji dibebani dengan beban sebesar 2 x 2 ton dengan bantuan 4 tiang
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 22
di sekelilingnya seperti pada gambar 3.6. Setelah itu, besar penurunan akan
tercatat pada dial gauge yang terpasang.
Gambar 3.6 Loading test
3.6. Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia tidak dapat didefinisikan secara pasti.
Secara umum, manajemen tersebut merupakan suatu cara untuk mengatur dan
menata sumberdaya manusia agar tepat guna dan tepat waktu. Menurut para ahli,
manajemen sumber daya manusia yaitu:
Bagaimana orang-orang dapat dikelola dengan cara yang terbaik dalam
kepentingan organisasi, Amstrong (1994).
Suatu metode memaksimalkan hasil dari sumber daya tenaga kerja dengan
mengintergrasikan MSDM kedalam strategi bisnis, Kenooy (1990).
Pendekatan yang khas, terhadap manajemen tenaga kerja yang berusaha
mencapai keunggulan kompetitif, melalui pengembangan strategi dari
tenaga kerja yang mampu dan memiliki komitmen tinggi dengan
menggunakan tatanan kultur yang integrated, struktural dan teknik-teknik
personel, Storey (1995).
Manajemen sumber daya manusia pada suatu proyek sangat berkaitan erat
dengan manajemen waktu yang menentukan lama proyek selesai. Manajemen
sumberdaya manusia dalam hal ini dimulai dari perkiraan jumlah tenaga kerja
Main beam
Hydraulic Jack Dial Gauge
Cross beam
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 23
yang dibutuhkan, perekrutan tenaga kerja ahli dan tukang, pengaturan jadwal dan
tugas masing-masing tenaga kerja.
Perkiraan jumah tenaga kerja dilakukan bersamaan dengan pembuatan kurva S
di awal pekerjaan. Perkiraan ini didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja tiap item
pekerjaan yang disesuaikan dengan jadwal pada barchart. Tenaga kerja
diusahakan tidak mengalami fluktuasi yang signifikan agar tidak menimbulkan
ketidak konsistenan pada perekrutan.
Perekrutan tenaga kerja tukang dilakukan dengan merekrut beberapa warga
sekitar, sedangkan untuk tenaga kerja ahli seperti yang tercantum pada gambar 3.2
diambil langsung dari staff ahli PT Pakubumi Semesta. Pembagian tugas
dilakukan sesuai dengan gambar 3.2 dengan pembagian tugas tukang dibawahnya
dilakukan oleh supervisor dan beberapa penanggung jawab lainnya.
3.7. Manajemen komunikasi
Manajemen Komunikasi Proyek meliputi proses-proses yang diperlukan untuk
memastikan tepat waktu, pembuatan,pengumpulan, penyebaran/distribusi,
penyimpanan dan disposisi terbatas dari informasi proyek (PMBOK. P.221-222).
Manajemen komunikasi terdiri dari empat (4) tahap yaitu tahap perencanaan
komunikasi, tahap distribusi informasi, tahap laporan kinerja dan juga tahap
pengaturan stake holder.
Tahap Perencanaan Komunikasi merupakan tahap dimana aur komunikasi
dirancang. Alur tersebut diperoleh dari pendataan stakehoder, pendataan data
berupa apa, kapan memerlukan dan darimana informasi tersebut berasal. Setelah
mendapatkan data-data tersebut alur disusun dengan memperhatikan kemungkinan
paling efektif informasi disampaikan. Tahap perencanaan informasi ini sering
dilupakan oleh para kontraktor karena mereka lebih berdasar ke pengaaman yang
pernah ada di lapangan.
Tahap distribusi informasi merupakan tahapan penting yang menjadi tiang
jalannya proyek. Tahapan ditribusi informasi ini dapat berupa distribusi vertikal
maupun horisontal. Tahap distribusi vertikal dimulai dari owner menuju ke
konsultan perencana, atau menuju ke konsultan pengawas dan kontraktor.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 24
Kontraktor sendiri melakukan distribusi informasi mulai dari kantor pusat hingga
tukang yang dipekerjakan. Tahap distribusi vertikal dilakuakan oleh kontraktor
dan juga konsultan pengawas baik itu mengenai gambar kerja, pelaksanaan,
maupun pengujian mutu pondasi. Komunikasi tersebut mendapat umpan balik
yang berupa laporan kinerja. Sebagaimana yang terlihat di lapangan. Distribusi
informasi dilakukan seperti di atas, distribusi informasi dari owner menuju
kontraktor dan konsultan pengawas. Setelah itu kontraktor yang memiliki jabatan
tertinggi di lapangan yaitu site manajer mendistribusikan informasi tersebut
menuju surveyor dan supervisor yang akan mendistribusikannya ke para tukang
dan operator alat.
Laporan kinerja merupakan umpan balik yang diberikan juga secara vertikal
dan horisontal. Laporan kinerja dalam proyek ini berupa laporan kinerja mingguan
yang dibuat oleh bagian administrasi proyek dan akan dilaporkan oleh site
manager kepada konsultan pengawas dan owner. Data laporan kinerja tersebut
didapatkan dari laporan supervisor yang turun langsung di lapangan. Data itu
berupa data waktu, volume, tenaga kerja dan biaya yang digunakan selama proses
kontruksi dengan jangka waktu sesuai yang ditentukan (per minggu). Data
tersebut direkapituasi dalam bentuk form seperti pada lampiran 1, yang kemudian
akan dievaluasi bersama dari pihak kontraktor dan konsultan pengawas. Setelah
laporan tersebut ditandatangani, laporan tersebut dijilid bersama dengan dokumen
lain di akhir masa konstruksi sebagai satu kesatuan dokumen konstruksi dari
kontraktor untuk dilaporkan ke owner dan kantor pusat.
Pengaturan stakeholder mengarah kepada mengatur komunikasi untuk
memenuhi kebutuhan, dan memecahkan masalah dengan para stakeholder
(PMBOK,P.235). Pengaturan stakeholder biasanya dilakukan oleh manajer
proyek. Manajer ini yang berhak memutuskan jalannya proyek dan adanya pihak-
pihak yang berkepentingan, baik itu pihak inti, masyarakat, supplier maupun
pihak lain yang tiba-tiba memiliki kepentingan di tengah proyek berlangsung.
Pengaturan stakeholder ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan stakeholder inti
dan memecahkan permasalahan bersama dari stakeholder lainnya.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 25
3.8. Manajemen Risiko
Manajemen Risiko Proyek merupakan proses atau cara untuk
mengidentifikasi risiko, menentukan kuantitas risiko, menyusun penanggulangan
yang tepat untuk tiap-tiap risiko dan pengendalian penanggulangan risiko tersebut.
Proses ini diakukan mulai dari perencanaan proyek berlangsung. Dimulai dengan
perancangan struktur, manajemen risiko yang dilakukan yaitu dengan
menggunakan faktor aman dalam tiap desain struktur. Faktor aman akan
memberikan rancangan desain lebih dari yang seharusnya untuk menahan beban
rencana.
Untuk manajemen risiko yang berkaitan dengan biaya, diakukan beberapa
langkah penghitungan volume material dan penetapan harga satuan untuk
menyusun RAB yang efisien namun dapat menyesuaikan perkembangan yang ada
agar tidak terjadi kerugian akibat time value of money. Manajemen tersebut akan
disesuaikan dengan penjadwalan agar tidak terjadi kemunduran pekerjaan yang
berakibat denda 1 mil per hari bagi kontraktor yang terlambat. Penjadwalan
tersebut dapat dilihat dalam kurva-S seperti pada lampiran 2, yang selalu dipantau
pada tiap harinya untuk melihat progress pekerjaan. Pemantauan dilakukan untuk
membantu perencanaan atau penjadwalan ulang ketika proyek tersebut terlambat,
baik itu karena alasan cuaca, kerusakan alat, ketidakhadiran pekerja, keterbatasan
material maupun kesalahan manusia.
Manajemen risiko tidak hanya sebatas pada hal yang sesederhana itu.
Kegiatan konstruksi merupakan unsur yang penting dalam pembangunan.
Kegiatan tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan,
antara lain yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan.
(Suryani.V, 2013). Manajemen resiko juga harus memperhatikan aspek tersebut.
Keselamatan kerja dan lingkungan dapat dicapai jika pelaksanaan konstruksi
sesuai dengan RKS yang telah disusun. Namun seringkali, resiko yang tak terduga
seperti kecelakaan pekerja dan dampak lingkungan menjadi penghambat dalam
proses konstruksi. Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan menggunakan APD
dan dapat ditanggulangi dengan adanya asuransi. Tiap pekerja PT Pakubumi
Semesta memiliki asuransi diri untuk menanggulangi semua kemungkinan yang
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 26
terjadi. Namun, untuk penggunaan APD hanya sebatas pada helm proyek, sepatu
boots dan sapu tangan, seperti yang terlihat pada gambar 3.6. Bahkan beberapa
tukang ada yang tidak menggunakan APD sama sekali karena menurut mereka,
hal yang sudah biasa untuk terjun ke lapangan seperti itu dan kehadiran APD
hanya akan memperlambat aktivitas mereka.
Gambar 3.7 APD Pekerja di Lapangan
3.9.Manajemen Pengadaan
Manajemen Pengadaan proyek meliputi metode dan cara-cara untuk
pengadaan bahan material, alat maupun pekerja dari luar lingkup proyek itu
sendiri. Dalam proyek Sun Premira ini, pengadaan hanya sebatas pada material.
Alat berat, peralatan lain dan pekerja berasal dari PT Pakubumi Semesta sendiri.
Material yang berasal dari pihak lain yaitu besi dan juga beton. Besi berasal dari
Master Steel Pulogadung. Pemesanan dilakukan tiap periode tertentu dan
diantarkan langsung ke lapangan menggunakan truk seperti pada gambar 3.7.
Setiap pesanan _ating, dilakukan pengecekan kualitas sampel besi seperti yang
disebutkan pada poin 3.5 di atas.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 27
Gambar 3.8 Pengadaan Besi Tulangan
Pengadaan beton dilakukan setiap selesai pengeboran, pemesanan dapat
dilakukan dengan telepon minimal satu jam sebelum pengecoran dimulai. Beron
berasal dari Pionir Beton dan Karya Beton sesuai dengan tersedia atau tidaknya
material. Kesulitan yang dialami yaitu ketika hari libur nasional, kedua supplier
beton ready mix itu tidak melayani pemesanan sehingga proses pengecoran
terpaksa ditunda hari berikutnya.
Gambar 3.9 Pengadaan Beton Ready Mix
Gambar di atas merupakan gambar truk molen yang berasal dari karya
beton dan pionir beton yang mengantarkan beton ready mix langsung ke lapangan
dan mengecornya langsung pada lubang yang sudah di clearing sebelumnya.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 28
BAB IV
METODE PELAKSANAAN KONSTRUKSI
4.1. Umum
Pemilihan suatu metode sangat penting dalam pelaksanaan suatu proyek
konstruksi karena metode pelaksanaan yang tepat dapat memberikan hasil yang
maksimal terutama jika ditinjau dari segi biaya maupun waktu. Dengan adanya
kemajuan teknologi yang semakin pesat dalam dunia konstruksi, memungkinkan
pengelola proyek untuk memilih salah satu metode pelaksanaan konstruksi
tertentu dari beberapa alternatif metode pelaksanaa n konstruksi yang ada (Hakim.
Z, 2011). Metode pelaksanaan konstruksi meliputi detail metode, bahan/ material
dan alat yang digunakan selama pelaksanaan proyek konstruksi.
4.2. Peralatan
Peralatan merupakan unsur penting dari proses konstruksi. Penggunaan
peralatan didasari oleh tingkat efisiensi yang ingin diraih dan juga metode
konstruksi yang digunakan. Peralatan yang digunakan pada masa konstruksi
struktur bawah proyek tersebut yaitu berupa alat-alat pengeboran, alat mobilisasi,
alat pengecoran dan beberapa alat pendukung lain. Berikut merupakan penjelasan
merinci tentang alat-alat yang digunakan dalam proyek tersebut.
4.2.1. Drilling Machine
Drilling Machine merupakan alat berat yang digunakan untuk melakukan
pengeboran tanah hingga kedalaman rencana pondasi. Proyek Mercure Hotel
ini menggunakan dua drilling machine yaitu Drilling Machine Sany 105 dan
Hitachi 115+ Soil Mic 052 yang dilengkapi dengan roda tipe crawler. Roda
tipe ini dipilih karena tipe tanah yang sangat berlumpur dan mobilitas yang
cukup sulit jika menggunakan roda karet biasa.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 29
Gambar 4.1 Drilling Machine Sany 105
Drilling machine ini dilengkapi dengan dua jenis mata bor dengan
berbagai diameter untuk menyesuaikan jenis tanah dan diameter rencana
pondasi. Jenis mata bor yang digunakan yaitu auger dan clearing bucket
dengan diameter 500, 600 dan 800 mm seperti yang dapat diihat pada gambar
4.2 dan 4.3.
Gambar 4.2 Auger
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 30
Gambar 4.3 Cleaning Bucket
Pada awalnya terdapat dua operator drilling machine, namun karena
kerusakan drilling machine Hitachi 115+ Soil Mic 052 maka salah satu
operator yang juga merupakan tukang dipindahkan ke sub pekerjaan yang lain.
Kerusakan drilling machine sangat menghambat jalannya proyek ini karena
alat berat ini merupakan alat utama bagi proses konstruksi sub structure.
4.2.2. Bor Tangan
Bor tangan digunakan untuk mengebor manual lubang pondasi yang
dekat dengan bangunan eksisting agar tidak timbul getaran sebesar jika
menggunakan drilling machine. Pada proyek konstruksi condotel ini, bor
tangan digunakan untuk lubang pondasi yang dekat dengan bangunan rumah,
perkantoran dan beberapa tiang istrik.
Gambar 4.4 Bor Tangan
Bor tangan ini dioperasikan secara manual dengan bantuan mesin diesel
untuk memopa air dari kolam penampungan lumpur yang telah diendapkan
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 31
lumpurnya agar dapat digunakan kembali sebagai air penyemprot dalam proses
pengeboran. Bor ini memiliki mata bor yang digunakan untuk menggali lubang
bor tetapi tidak untuk mengeluarkan tanah. Mata bor tersebut mengeluarkan air
dengan tekanan cukup tinggi sehingga tanah yang sudah digali dengan mata
bor dapat dikeularkan dan dialirkan ke sebuah kolam penampungan lumpur.
4.2.3. Excavator
Excavator merupakan alat berat yang digunakan untuk menggali maupun
memindahkan tanah. Excavator yang digunakan dalam proyek ini merupakan
jenis excavator backhoe dengan roda tipe crawler dengan merk Kobelco tipe
117. Excavator ini membantu proses pengeboran dengan memindahkan tanah
galian agar ruang gerak drilling machine tidak terganggu. Excavator juga
digunakan untuk memindahkan slurry yang dibawa oleh dump truck agar lebih
mendekati bore hole dan memudahkan proses pengeboran.
Gambar 4.5 Excavator (Back Hoe)
4.2.4. Crawler Crane
Crawler Crane atau yang sering disebut sebagi service crane adalah alat
yang mempunyai fungsi sama dengan tower crane yaitu untuk memindahkan
material maupun peralatan yang diperlukan dalam proyek. Crawler Crane ini
memiliki roda jenis crawler yang cocok dengan kondisi tanah berlumpur
seperti pada saat tahap konstruksi bawah Mercure Hotel ini. Proyek ini
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 32
menggunakan 2 crawler crane karena luasnya area pembangunan yaitu crawler
crane LB 053 dan LB 007 yang merupakan crawler crane milik PT Pakubumi
Semesta sendiri.
Gambar 4.6 Crawler Crane (Service Crane)
4.2.5. Concrete Mixer Truck
Concrete mixer truck adalah truk yang berfungsi untuk mengangkut
beton ready mix dari tempat pembuatan beton (batching plant) yang berlokasi
di Banguntapan Bantul sampai ke lokasi pengecoran yang berlokasi di Jalan
Solo. Truk ini dilengkapi dengan mesin pengaduk di bagian belakang yang
menjaga agar beton tidak mengeras selama masa pengiriman. Total pesanan
beton yaitu 8 m3 yang diantar oleh 2 concrete mix truck dengan volume masing
masing 4 m3
atau 5m3
dan 3m3.
Gambar 4.7 Concrete Mixer Truck
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 33
4.2.6. Dump Truck
Dump truck adalah alat yang digunakan untuk memindahkan material
hasil galian maupun untuk pengadaan slurry (material tambahan untuk
borehole). Dumptruck yang digunakan sebagai jasa untuk memindahkan
material galian memakan biaya Rp. 32.500,- per kubiknya. Tanah galian
tersebut dibuang ke tempat penampungan yang kemudian digunakan sebagai
tanah urug. Sedangkan dumptruck yang digunakan untuk mengangkut slurry
berasa dari supplier slurry sendiri. Dumptruck ini membawa slurry yang
berupa tanah merah dari Jalan Parangtritis hingga lokasi proyek di Jalan Solo
dengan kapasitas sekali angkut sebesar 3-4 m3.
Gambar 4.8 Dump Truck
4.2.7. Theodolit
Theodolit merupakan alat yang digunakan untuk membantu menentukan
posisi titik pengeboran. Penentuan titik tersebut menggunakan satu titik acuan
yang dalam proyek ini dipilih titik acuan pada container konsutan pengawas
dengan titik 0 berada di garis atap container tersebut. Letak titik pengeboran
didapat dari hasil menembak dari titik acuan sesuai dengan koordinat yang
direncanakan. Theodolit ini dioperasikan oleh 1 orang surveyor dan 1 asisten
surveyor sebagai penembak dan penangkap.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 34
Gambar 4.9 Theodolit
4.2.8. Roller
Roller merupakan mesin perakit baja tulangan yang diguakan untuk
membentuk tulangan baja yang lurus menjadi spiral sesuai dengan diameter
rencana masing masing yaitu 500, 600 dan 800 mm. Diameter yang dibuat
sedikit lebih keci dari diameter rencana bored pile untuk memberi ruang bagi
selimut beton. Roller ini masih menggunakan tenaga manusia pada
pelaksanaannya. Metode pembuatan tulangan dengan roller ini yaitu dengan
menyangkutkan baja ke salah satu celah roller dan kemudian memutarnya
hingga terbentuk baja yang spiral.
Gambar 4.10 Roller
4.2.9. Mesin Las
Mesin las merupakan alat yang berfungsi untuk menyambung tulangan
bored pile yang kurang panjang. Kedalaman bored pile pada proyek ini
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 35
berkisar antara 16-19 m3 padahal panjang maksimum baja untuk tulangan di
pasaran hanya 12 m. Selain itu, mesin ini juga digunakan untuk memperbaiki
mesin atau peralatan lain yang rusak.
Gambar 4.11 Mesin Las
4.2.10. Casing
Casing merupakan alat cetak berbentuk silider yang digunakan untuk
menyempurnakan bored pile agar tidak terjadi kontak langsung dengan tanah.
Casing ini menjaga beton dari keruntuhan tanah di sekitarnya dan menjaga agar
bentuk bored pile sedemikian rupa sama dengan rencana konstruksi agar tidak
mengurangi kekuatan rencana beton tersebut. Pada proyek ini casing yang
digunakan memiliki panjang 3 m karena pada kedalaman tersebut tanah
berpotensi mengalami keruntuhan.
Gambar 4.12 Casing
4.2.11. Tremi
Tremi adaah alat yang digunakan utuk membantu proses pengecoran
agar tidak terjadi proses segregasi pada beton. Alat ini terdiri dari 2 bagian
yaitu concrete bucket (corong tremi) dan tremie pipe (pipa tremi). Concrete
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 36
bucket yaitu corong bagian atas pipa tremi yang berfungsi menyalurkan beton
dari concrete mix truck ke pipa tremi agar tidak ada beton yang terbuang. Pipa
tremi adalah pipa yang terbuat dari bahan galvanish dengan panjang 2 m dan
diameter 6 inchi. Pipa ini memiliki bagian ujung berbentuk ulir yang digunakan
untuk menyambung antar pipa maupun pipa dengan corong.
Gambar 4.13 Pipa dan Corong Tremi
4.2.12. Lempeng Baja
Lempeng baja merupakan alat bantu yang digunakan untuk mobilisasi
alat di lapangan sehubungan dengan medan yang cukup licin dan berlumpur.
Alat ini tidak keseluruhan dipasang di lapangan, namun hanya dipasang ketika
concrete mixer truck datang mulai dari daerah yang berlumpur sampai
mendekati posisi borehole agar concrete mixer truck tersebut tidak mengalami
selip.
Gambar 4.14 Lempeng Baja
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 37
4.2.13. Tahu Beton
Tahu beton merupakan alat yang terbuat dari beton yang dicetak
sedemikian rupa sehingga dapat membantu memberi spasi khusus antara
tulangan dan bagian terluar beton. Spasi khusus tersebut akan menjadi selimut
beton yang menghindarkan tulangan baja untuk kontak langsung dengan tanah
sekitar. Tahu beton pada proyek ini dibuat dengan beton ready mix sisa
pengecoran dan dibentuk silinder pipih dengan lubang ditengahnya untuk
memasukkan tulangan seperti yang terlihat pada gambar 4.16. Tahu beton juga
sering dikena dengan nama beton decking karena fungsinya sebagai penahan
agar kedudukan tulangan pas berada pada posisi rencana.
Gambar 4.15 Tahu Beton
4.3. Bahan/ Material
Bahan dan material suatu proyek merupakan komponen yang sangat penting
bagi jalannya suatu proyek. Spesifikasi suatu bahan dan material proyek disusun
secara rinci dalam dokumen RKS (Rencana Kerja dan Syarat). Dokumen ini
menjelaskan bahan dan material yang dibutukan dari segi kualitas. Bahan dan
material yang pokok yang digunakan dalam proyek ini hanya terdiri dari beton,
baja tulangan dan slurry. Proses pengontrolan kualitas bahan dan pengadaan
bahan dalam proyek Mercure Hotel dapat dilihat pada Bab 3. Berikut ini
merupakan penjelasan rinci tentang bahan dan material proyek tersebut.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 38
4.3.1. Beton
Beton yang digunakan dalam proyek ini merupakan beton ready mix
yang dipasok oleh Pionir Beton dan Karya Beton. Tipe beton ini dipilih
sebagai upaya efisiensi biaya, sumber daya manusia, waktu dan untuk
menyeragamkan mutu beton. Spesifikasi beton diatur dalam RKS. Beton
untuk struktur bawah menggunakan beton dengan spesifikasi sama yaitu Mutu
K-250 untuk pondasi dan K-125 untuk lantai kerja dengan niai slum 180 mm.
4.3.2. Baja
Baja pada proyek ini menggunakan baja dengan 2 mutu yaitu baja
tulangan deform BJ 40 untuk diameter lebih dari 12 mm & khusus untuk
diameter 10 dan baja tuangan polos BJ 24 untuk diameter kurang dari sama
dengan Ø12 mm. Baja ini dipasok oleh Master Steel Puogadung dan diantar
tiap stok di lapangan habis. Pengontrolan mutu baja dilakukan seperti yang
dijelaskan pada poin 3.5. Berikut ini merupakan rincin data teknis tulangan
yang digunakan.
1 Pondasi Bored Pile D500
a. Tulangan Pokok D13
b. Tulangan Spiral (Sengkang) D10
2 Pondasi Bored Pile D600
a. Tulangan Pokok D13 dan D16
b. Tulangan Spiral (Sengkang) D10
3 Pondasi Bored Pile D800
a. Tulangan Pokok D13 dan D19
b. Tulangan Spiral (Sengkang) D10
4.4. Pelaksanaan Pekerjaan
Pekerjaan pondasi bored pile merupakan pekerjaan yang cukup sederhana
namun harus diperhatikan tiap detailnya karena kesalahan pengerjaan akan
berakibat fatal bagi seluruh item pekerjaan lain. Pekerjaan pondasi yang menjadi
tanggung jawab dari PT Pakubumi terfokuskan pada pekerjaan dibawah ini.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 39
Pekerjaan Bored pile diameter 500 mm BETON K-250 sebanyak 22
titik
Pekerjaan Bored pile diameter 600 mm BETON K-250 sebanyak 103
titik
Pekerjaan Bored pile diameter 800 mm BETON K-250 sebanyak 344
titik
Pekerjaan-pekerjaan tersebut diawali dengan pembersihan lahan, pekerjaan
galian timbunan dan kemudian dikerjakan pekerjaan inti. Pekerjaan inti dibagi
menjadi 5 tahap kegiatan yaitu kegiatan pengeboran, pembersihan, pembesian,
pasang tremi dan pengecoran.
4.4.1. Pembersihan Lahan
Kegiatan pembersihan lahan merupakan kegiatan awal daam masa
konstruksi struktur bawah. Bentuk kegiatan ini dilakukan dengan
membersihkan lahan yang sebelumnya berupa pemukiman sehingga siap untuk
kegiatan konstruksi. Pembersihan lahan ini dibantu dengan alat berat backhoe
dan dump truck.
4.4.2. Pekerjaan Galian Timbunan
Pekerjaan galian timbunan merupakan serangkaian pekerjaan yang
bertujuan untuk menyamakan atau mencapai elevasi yang direncanakan.
Pekerjaan galian timbunan ini dibantu oleh beberapa alat berat yaitu roller,
back hoe dan dump truck. Roller berfungsi untuk meratakan dan memadatkan
tanah hasil timbunan. Backhoe dan dump truck digunakan untuk mobilisasi
tanah timbunan maupun tanah hasil gaian.
4.4.3. Pekerjaan Pengeboran
Pekerjaan pengeboran merupakan satu diantara lima kegiatan pokok
konstruksi substructure. Kegiatan ini diawali dengan menentukan koordinat
titik pengeboran di lapangan menggunakan theodolit oleh surveyor. Alat berat
yang digunakan dalam kegiatan ini yaitu drilling machine atau bor tangan
tergantung kondisi sekitar bored hole. Sebelum pengeboran, dilakukan
perakitan drilling machine sesusai dengan diameter rencana bored pile.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 40
Pengeboran dilakukan setelah mata bor sudah tegak lurus vertikal dengan
permukaan tanah. Mata bor diangkat tiap kedalaman 0.5 m untuk membuang
tanah hasil pengboran tersebut ke samping titik bor dengan cara diguncangkan.
Setelah pengeboran mencapai kedalaman rencana dan sudah mencapai tanah
keras maka pengeboran dihentikan. Titik bor selanjutnya minimal berjarak 3D
untuk pengeboran kurang dari 24 jam terhitung mulai jam selesai pengeboran
titik tersebut.
Kondisi tanah di jogja merupakan tanah kepasiran yang memungkinkan
terjadinya kelongsoran. Pengeboran dilakukan pada saat cuaca baik atau tidak
dalam kondisi hujan agar tidak terjadi kelongsoran tanah sekitar borehole.
Selain itu, untuk menghindari hal tersebut maka dibutuhkan slurry tanah merah
yang didatangkan dari Jalan Parangtritis.
Gambar 4.16 Pemberian Slurry pada Proses Pengeboran
Slurry tanah merah tersebut menambah lekatan pada tanah karena
sifatnya yang liat sehingga tidak mudah terjadi kelongsoran dinding bore hole.
Pemberian slurry ketika pengeboran disertai dengan pemberian air dengan
kadar tertentu agar lekatan dapat maksimal. Volume slurry yang dibutuhkan
berbeda-beda tergantung kedalaman borehole seperti ditunjukkan pada tabel
4.1
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 41
Tabel 4.1 Kebutuhan Slurry Berdasarkan Kedalaman Borehole
No Kedalaman (m) Volume Slurry (m3)
1 >19 6
2 >18 5.5
3 >17 5
4 >16 4.5
Dalam kondisi hujan, pekerjaan pengeboran akan dihentikan dan lubang
bor akan ditutup dengan lempeng baja untuk menghindari keruntuhan dinding
lubang bor. Pengeboran ulang dilakukan jika kondisi cuaca membaik. Dalam
satu hari dapat dilakukan pengeboran hingga 6 titik jika kondisi cuaca baik,
namun bisa mendapatkan 2 titik saja jika kondisi cuaca buruk. Waktu
pengeboran bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan lingkungan sekitar
lubang bor. Waktu rerata pengeboran dengan contoh bored pile diameter 80 cm
yang menggunakan alat drilling machine Sany dapat dilihat dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rerata Waktu Pengeboran
No No. Bored
Pile
Mulai Selesai Waktu pelaksanaan
(menit)
1 BP 347 07.30 08.18 48
2 BP 402 09.05 09.47 42
3 BP 399 08.30 08.53 23
4 BP 404 10.08 11.03 55
5 BP 096 07.41 08.33 52
6 BP 055 08.40 09.32 52
7 BP 030 09.39 10.42 63
Waktu Rerata 47.86
4.4.4. Pekerjaan Pembersihan
Pekerjaan pembersihan berbeda dengan pekerjaan pembersihan lahan.
Pembersihan yang dimaksudkan hanya pekerjaan pembersihan lubang bor dari
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 42
tanah dan lumpur sisa pekerjaan pengeboran. Pekerjaan ini hanya berlangsung
beberapa menit dengan waktu pembersihan bervariasi tergantung pada kondisi
tanah lubang bor. Waktu rerata pembersihan dengan contoh bored pile
diameter 80 cm yang menggunakan alat drilling machine Sany dapat dilihat
dalam tabel 4.3
Tabel 4.3 Rerata Waktu Pembersihan (Clearing)
No No. Bored
Pile
Mulai Selesai Waktu pelaksanaan
(menit)
1 BP 347 08.20 08.25 5
2 BP 402 09.48 09.53 5
3 BP 399 08.55 09.00 5
4 BP 404 11.05 11.10 5
5 BP 096 08.34 08.38 4
6 BP 055 09.34 09.37 3
7 BP 030 10.43 10.50 7
Waktu Rerata 4.86
4.4.5. Pekerjaan Pembesian
Pekerjaan pembesian adalah kegiatan pemasangan tulangan pada
lubang bor. Satu lubang bor menggunakan 2 rakit tulangan baja karena panjang
maksimum baja hanya 12 m. Baja tulangan yang sudah dirakit dipasang pada
lubang bor dengan bantuan alat berat crawler crane setelah casing dipasang
pada lubang bor tersebut. Penyambungan antara 2 rakitan baja tulangan
dilakukan dengan menggunakan mesin las.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 43
Gambar 4.17 Pemasangan Casing
Gambar 4.18 Pemasangan Tulangan dan Pengelasan
Kendala dalam perakitan dan pemasangan baja tulangan ini yaitu
puntir yang sering terjadi pada baja. Maka dalam mobilisasi tulangan
harus dilakukan secara hati-hati. Waktu pemasangan tulangan bervariasi
dengan rerata waktu seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.4.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 44
Tabel 4.4 Rerata Waktu Pemasangan Tulangan
No No. Bored
Pile
Mulai Selesai Waktu pelaksanaan
(menit)
1 BP 347 08.28 08.33 5
2 BP 402 09.56 10.07 11
3 BP 399 09.01 09.10 9
4 BP 404 11.14 11.22 8
5 BP 096 08.39 08.49 10
6 BP 055 09.40 09.52 12
7 BP 030 10.51 10.5 8
Waktu Rerata 9
4.4.6. Pekerjaan Pasang Tremi
Tremi, seperti yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya, merupakan alat
yang meminimalisir proses segregasi pada beton saat pengecoran berlangsung.
Satu lubang bored pile menggunakan beberapa pipa tremi yang disambungkan
secara vertikal menjadi 2 pipa tremi panjang karena pipa tremi yang dimiliki
hanya sepanjang 2 m. Pemasangan pipa tremi dan concrete bucket dibantu
dengan aat penyangga yang berfungsi untuk mengunci pipa tremi setelah
masuk pada satu kedalaman tertentu. Penyangga tersebut dipasang diatas
casing yang sudah dimasuki tulangan dengan kondisi kunci terbuka agak
longgar. Setelah penyangga diletakkan, maka rangkaian pipa tremi dimasukkan
tegak lurus vertikal pada lubang bor dengan bantuan crawler crane dan
kemudian dikunci ujung atasnya pada penyangga untuk dipasangkan concrete
bucket. Setelah dipasang concrete bucket maka proses pengecoran dapat
berlangsung. Dilakukan pua pengurangan panjang pipa tremi (pemotongan)
sesuai dengan kedalaman beton yang sudah di cor agar pengecoran beton dapat
sempurna.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 45
Gambar 4.19 Pemasangan Tremi
Kendala dalam perakitan dan pemasangan tremi ini yaitu panjangnya tremi
yang mengakibatkan ketidakseimbangan pada crawler crane sehingga harus
dibantu mobilisasinya oleh pekerja secara manual. Hal itu menyebabkan waktu
pemasangan tremi bervariasi dan cukup lama seperti pada pemasangan
tulangan dengan rerata waktu seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Rerata Waktu Pemasangan Tremi
No No. Bored
Pile
Mulai Selesai Waktu pelaksanaan
(menit)
1 BP 347 08.34 08.38 4
2 BP 402 10.25 10.37 12
3 BP 399 09.48 09.56 8
4 BP 404 11.25 11.33 8
5 BP 096 08. 49 09.03 14
6 BP 055 10.11 10.15 4
7 BP 030 11.01 11.12 11
Waktu Rerata 8. 71
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 46
4.4.7. Pekerjaan Pengecoran
Pekerjaan Pengecoran merupakan kegiatan terakhir dalam serangkaian
kegiatan pokok konstruksi bored pile. Kegiatan ini menggunakan alat berat
concrete mixer truck. Setelah tremi selesai dipasang, concrete mixer yang
mengantar pesanan beton akan datang dan menuju ke titik pengeboran dengan
berjalan mundur melewati lempeng baja. Setelah concrete mixer truck sudah
berada pada posisinya, talang concrete mixer truck didekatkan ke corong cor
dengan ketinggian tertentu agar tidak terjadi tubrukan antara corong cor dan
talang. Tuas pada concrete mixer truck ditarik secara kontinu untuk
mengeluarkan adukan beton segar. Secara bersamaan, rangkaian tremi
digerakkan naik turun dengan crawler crane sebagai pengganti vibrator agar
mengurangi rongga udara beton dalam bore hole tersebut.
.
Gambar 4.20 Kegiatan Pengecoran
Beton memiiki berat jenis yang lebih besar daripada berat jenis lumpur
sehingga ketika pengecoran berlangsung, lumpur akan terdesak naik ke atas.
Pengecoran dihentikan ketika sudah tidak ada lumpur yang keluar diatas
permukaan beton. Setelah selesai pengecoran, maka pipa tremi dan casing
diambil dari lubag tersebut. Lubang tersebut ditutup dengan menggunakan
lempeng baja atau papan kayu.
Waktu kegiatan pengecoran beton cukup bervariasi tergantung pada
volume lubang bor. Waktu ini juga tergantung pada mobilitas concrete mixer
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 47
truck pada medan yang cukup berlumpur tersebut. Jika dirata-rata kegiatan ini
memakan waktu seperti yang dihitung pada tabel 4.6
Tabel 4.6 Rerata Waktu Kegiatan Pengecoran
No No. Bored
Pile
Mulai Selesai Waktu pelaksanaan
(menit)
1 BP 347 09.21
09.35
09.29
09.41
14
2 BP 402 12.35
12.55
12.50
13.05
25
3 BP 399 09.57
11.12
10.03
11.18 12
4 BP 404 13.15
15.30
13.25
15.40
20
5 BP 096 10.04
10.12
10.09
10.21
14
6 BP 055 10.17
10.23
10.21
10.32
13
7 BP 030 11.16
11.22
11.21
11.28
11
Waktu Rerata 15.57
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 48
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Umum
Proyek Condotel Mercure ini merupakan proyek yang cukup besar. Pada
proses perencanaan maupun konstruksi terdapat beberapa kebijakan yang diambil.
Kebijakan tersebut diambil untuk meminimalisir terjadinya permasalahan baik itu
dalam proses perencanaan, konstruksi maupun permasalahan ketika masa servis.
Pada bab ini penulis akan mencoba membahas tentang hasil pengamatan dan
diskusi selama di lapangan mengenai kebijakan-kebijakan yang diambil,
permasalahan dan juga beberapa contoh perhitungan. Perhitungan yang dimaksud
yaitu perhitungan volume beton dan baja yang digunakan dalam lembar prestasi
harian seperti yang terlampir pada lampiran 2, perhitungan kebutuhan tulangan
dan perhitungan produktivitas alat.
5.2. Kebijakan Penggunaan Pondasi Bored Pile
Proyek Condotel Mercure Yogyakarta menggunakan tipe pondasi bored pile
yaitu salah satu tipe pondasi dangkal yang pelaksanaannya dengan cor di tempat.
Pemilihan tipe pondasi tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan salah satunya
yaitu faktor jenis tanah. Yogyakarta kebanyakan mempunyai tipe tanah yang
berpasir dikarenakan adanya pemasok pasir alami yang cukup besar di wilayah ini
yaitu gunung merapi. Pondasi bored pile merupakan pondasi yang cocok untuk
tipe tanah berpasir karena jika menggunakan pondasi tiang pancang maka tidak
akan mencapai kedalaman yang cukup dan dapat menyebabkan keretakan pondasi
itu sendirijika dipaksakan pemancangannya.
Selain alasan tersebut, faktor lingkungan juga berpengaruh dalam pemilihan
tipe pondasi bored pile tersebut. Kondisi lingkungan yang merupakan daerah
padat penduduk menjadi pertimbangan agar proyek tersebut tidak mengganggu
lingkungan dan dapat lolos dokumen AMDAL. Pondasi bored pile menimbulkan
getaran yang jauh lebih kecil daripada pondasi tiang pancang, Walaupun begitu,
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 49
beberapa protes dari warga sempat didapatkan akibat penggunaan tipe pondasi ini.
Warga melaporkan bahwa getaran dari alat drilling machine mengakibatkan
keretakan pada beberapa rumah sekitar tempat pengeboran. Setelah diselidiki,
ternyata rumah-rumah yang dilaporkan tersebut memang sudah tidak layak huni
dengan dinding yang dulunya sudah retak dan tidak memiliki tuangan seperti
rumah-rumah umumnya pada jaman dahulu.
5.3. Kebijakan Penempatan Bored Pile
Pembahasan tentang kebijakan penempatan bored pile ini didapatkan dari
hasil analisis shop drawing dan hasil diskusi dengan konsultan manajemen
konstruksi dan site manager. Gambar shop drawing yang dianalisis akan
dilampirkan pada lampiran 3.
5.3.1. Penempatan Bored Pile diameter 500 mm
Bored pile 500 mm hanya ditempatkan pada sisi tenggara dari
condotel tersebut. Pada sisi ini hanya ada support office (kantor sekretariat)
dari condotel tersebut dan hanya memiiki 3 lantai, tidak seperti bagian
condotel lain yang mencapai 9 lantai. Pile ini dirasa cukup kuat untuk
menahan beban 3 lantai tersebut dengan tipe beban hidup perkantoran 250
kg/m.
5.3.2. Penempatan Bored Pile diameter 600 mm
Penempatan bored pile dengan diameter 600 terdapat pada beberapa
titik. Titik pertama yaitu pada kanopi sisi barat dan utara. Karena beban yang
ditanggung hanya sebuah kanopi 2 lantai, maka hanya digunakan pondasi
diameter 600 mm dengan jarak horisontal (timur-barat) 7500 mm dan jarak
vertikal (utara-selatan) 350 mm tiap pilenya. Titik kedua yaitu berada pada
ground water tank. Pada titik tersebut ditambahkan beberapa pile ukuran 600
mm untuk menambah daya dukung pile berukuran 800 mm.
5.3.3. Penempatan Bored Pile diameter 800 mm
Bored pile 800 mm diletakkan pada semua titik struktur utama selain
yang telah disebutkan diatas. Dalam satu pile cap terdapat 2 atau 3 pile
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 50
dengan jarak antar pile antara 1500 mm hingga 2500 mm. Pengecualian
didapatkan pada pile cap yang menanggung beban lift. Pada titik lift utama
condotel ini, dapat ditempatkan hingga 21 pile dalam satu pile cap. Hal itu
dikarenakan beban lift sendiri, beban hidup per meter yang cukup berat dan
beban dinamis yang terjadi ketika lift beroperasi.
5.4. Hitungan Produktivitas Alat
5.4.1. Drilling Machine
Drilling machine berfungsi untuk melakukan pengeboran hingga
kedalaman tertentu, sehinga volume pekerjaannya dalam bentuk satuan
panjang.
Waktu rerata pekerjaan = waktu pengeboran + waktu
clearing
= 47.86 menit + 4.86 menit
= 52.72 menit
Volume pekerjaan = 16.9 meter
Produktivitas drilling machine = volume / waktu
= 16.9 meter / 52.72 menit
= 0.32 meter / menit
= 19.23 meter / jam
Sehari maksimal = n max tiang x kedalaman max
= 6 x 17 meter
= 102 meter
Sehari jam efektif = 8 jam
Target produksi =
= 12.5 meter
Kebutuhan drilling machine =
=
= 0.65 unit
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 51
≈ 1 unit
Dilapangan terdapat 2 unit drilling machine sehingga menurut
perhitungan terjadi over estimasi. Tetapi penggunaan 2 drilling
machine memang disengaja dengan maksud untuk menanggulangi
seringnya mesin pengeboran tersebut rusak.
5.4.2. Excavator
Faktor Koreksi (FK)
- Faktor swing = 0.69
- Kondisi kerja = 0.75
- Faktor pengisian bucket = 0.60
- Faktor operator = 0.85
Jadi faktor koreksi Excavator = 0.69 x 0.5 x 0.60 x 0.85
= 0.26
Kapasitas bucket (KB) = 0.75 m3
Waktu siklus (WS)
- Menggali (mengisi bucket) = 9 detik
- Mengangkat beban + swing = 16 detik
- Menuang {dumping) = 6 detik
- Swing kembali = 9 detik
Jadi total WS = 40 detik = 2/3 menit
Trip tiap jam (T) =
Jadi produktivitas excavator (KP) = KB x T x FK
= 0.75 x 90 x 0.26
= 17.55 m3/jam
Volume pekerjaan =
(asumsi D dan n terbesar) =
= 51 m3
Faktor Pengembangan (FP) = 1.2 (asumsi)
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 52
Jadi volume pekerjaan total = FP x Volume
= 1.2 x 51 m3
= 61.2 m3
Waktu efektif per hari = 8 jam
Target produksi (TP) =
=
= 7.65 m3/ jam
Jumlah excavator yang diperlukan =
=
= 0.43 unit excavator
≈ 1 unit excavator
Jadi jumlah excavator yang dibutuhkan yaitu sebanyak 1 unit, sama
dengan excavator yang ada di lapangan.
5.4.3. Crawler Crane
Proyek Condotel Mercure ini menggunakan dua crawler crane dengan
dengan kapasitas angkutnya 35 ton dan 50 ton. Kedua crawler crane
digunakan untuk mengangkat tulangan, casing maupun peralatan pendukung
lain. Tinjauan kapasitas pada crawler crane berdasarkan dengan kebutuhan
waktu dan kebutuhan kapasitas angkut sehubungan dengan berat beban.
Tinjauan kapasitas tersebut dapat dijelaskan dalam hitungan berikut.
Kapasitas angkat = 35 ton
Waktu siklus (WS) = penulangan + tremi+ pengecoran
= 9 menit + 8.71 menit + 15.57
menit
= 33.28 menit
Trip tiap jam (T) =
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 53
Produktivitas crawler crane (KP) = Kapasitas x T
= 35 ton x 1.8
= 63 ton/jam
Volume pekerjaan
Volume pekerjaan dalam kasus crawler crane adalah berat beban
yang akan diangkut crawler crane tersebut. Berat beban sangat
bervariasi dengan rincian sebagai berikut.
1. Tulangan = 402.83 kg
2. Tremi = 300 kg
Digunakan berat total untuk hitungan, maka digunakan berat
tulangan dengan diameter terbesar yaitu 800 mm yaitu sebesar 402.83
kg dan berat rangkaian tremi.
Faktor Pengembangan (FP) = 1.2 (asumsi)
Jadi volume pekerjaan total = FP x Volume x n tiang
= 1.2 x 702.83 kg x 6
= 5060.376 kg
Waktu efektif per hari = 8 jam
Target produksi (TP) =
=
= 632.547 kg / jam
Jumlah crawler crane diperlukan =
=
= 0.01 unit crawler crane
≈ 1 unit crawler crane
Jadi jumlah crawler crane yang dibutuhkan yaitu sebanyak 1 unit.
Pada kenyataannya di lapangan terdapat 2 buah crawler crane. Hal itu
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 54
dikarenakan luas area proyek yang cukup luas dan akan memakan waktu lama
jika mengandalkan 1 crawler crane bermobilisasi di satu area tersebut.
5.5. Hitungan Kebutuhan Material
5.5.1. Kebutuhan Material Beton
Bored pile yang memiliki diameter berbeda akan membutuhkan beton
dengan volume yang berbeda pula walaupun pemesanan beton tiap tiang
selalu sama yaitu 8 m3. Untuk menganalisa kebutuhan beton pertiangnya
maka akan digunakan kedalaman pengeboran rata-rata yaitu 17 m. Dengan
kedalaman tersebut maka kebutuhan beton adaah sebagai berikut.
1. Bored Pile Diameter 500 mm
t = 17 m
D = 500 mm = 0.5 m
Volume pekerjaan =
=
= 3.34 m3
Volume total D 500 mm =
=
= 73.46 m3
2. Bored Pile Diameter 600 mm
t = 17 m
D = 600 mm = 0.6 m
Volume pekerjaan =
=
= 4.8 m3
Volume total D 600 mm =
=
= 504.9 m3
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 55
3. Bored Pile Diameter 800 mm
t = 17 m
D = 800 mm = 0.8 m
Volume pekerjaan =
=
= 8.55 m3
Volume total D 800 mm =
=
= 3009.1 m3
Jadi total kebutuhan beton = V D500+ V D600 + V D800
= 73.46 m3+ 504.9 m
3 + 3009.1 m
3
= 3587.46 m3
5.5.2. Kebutuhan Material Baja Tulangan
Kebutuhan material baja tulangan per tiang dengan tipe berbeda
seperti pada lampiran 4 akan jauh berbeda, Hitungan kebutuhan material ini
dalam satuan kg karena anailsis harga satuan baja menggunakan satuan kg.
Hitungan kebutuhan material baja tulangan keseluruhan dapat dilihat dalam
hitungan berikut ini.
1. Bored Pile Diameter 500 mm
Hitungan tulangan spiral
Ø 10-200
L = 11 m
Jumlah Spiral =
Panjang Tulangan =
=
= 86.43 m
Jumlah batang (l max =12 m) =
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 56
Ditambah untuk overlap ≈ 7.3 batang
Ø 10-150
L = 0.9 m
Jumlah Spiral =
Panjang Tulangan =
=
= 7.07 m
Jumlah batang (l max =12 m) =
Ditambah untuk overlap ≈ 0.7 batang
Ø 10-100
L = 0.52 m
Jumlah Spiral =
Panjang Tulangan =
=
= 4.08 m
Jumlah batang (l max =12 m) =
Ditambah untuk overlap ≈ 0.5 batang
Tabel 5.1 Kebutuhan Baja Tulangan Bored Pile D 500
No Uraian Diameter
(mm)
Koef
(kg/m’)
1
Panjang
(m)
2
Jumlah
(btng)
3
Berat
(kg)
4=1x2x3
1 Tul.
Pokok
13 1.04 8.1 12 101.088
2 Tul.
Pokok
13 1.04 5.12 6 31.949
3 Tul.
Spiral
10 0.62 12 8.5 63.240
Total Berat 196.277
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 57
2. Bored Pile Diameter 600 mm
Hitungan tulangan spiral
Ø 10-200
L = 10 m
Jumlah Spiral =
Panjang Tulangan =
=
= 94.29 m
Jumlah batang (l max =12 m) =
Ditambah untuk overlap ≈ 8 batang
Ø 10-150
L = 2 m
Jumlah Spiral =
Panjang Tulangan =
=
= 18.86 m
Jumlah batang (l max =12 m) =
Ditambah untuk overlap ≈ 1.7 batang
Ø 10-100
L = 0.7 m
Jumlah Spiral =
Panjang Tulangan =
=
= 6.6 m
Jumlah batang (l max =12 m) =
Ditambah untuk overlap ≈ 0.7 batang
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 58
Tabel 5.2 Kebutuhan Baja Tulangan Bored Pile D 600
No Uraian Diameter
(mm)
Koef
(kg/m’)
1
Panjang
(m)
2
Jumlah
(btng)
3
Berat
(kg)
4=1x2x3
1 Tul.
Pokok 16 1.58 8.2 12 155.472
2 Tul.
Pokok 13 1.04 5.7 6 35.568
3 Tul.
Spiral 10 0.62 12 10.4 77.376
Total Berat 268.416
3. Bored Pile Diameter 800 mm
Hitungan tulangan spiral
Ø 10-200
L = 10 m
Jumlah Spiral =
Panjang Tulangan =
=
= 125.7 m
Jumlah batang (l max =12 m) =
Ditambah untuk overlap ≈ 10.5 batang
Ø 10-150
L = 2 m
Jumlah Spiral =
Panjang Tulangan =
=
= 25.14 m
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 59
Jumlah batang (l max =12 m) =
Ditambah untuk overlap ≈ 2.2 batang
Ø 10-100
L = 0.7 m
Jumlah Spiral =
Panjang Tulangan =
=
= 10 m
Jumlah batang (l max =12 m) =
Ditambah untuk overlap ≈ 0.9 batang
Tabel 5.3 Kebutuhan Baja Tulangan Bored Pile D 800
No Uraian Diameter
(mm)
Koef
(kg/m’)
1
Panjang
(m)
2
Jumlah
(btng)
3
Berat
(kg)
4=1x2x3
1 Tul.
Pokok
19 2.23 8.2 14 256.004
2 Tul.
Pokok
13 1.04 5.8 7 42.224
3 Tul.
Spiral
10 0.62 12 13.6 101.184
Total Berat 399.412
5.6. Kendala dan Solusi
5.6.1. Kendala Pelaksanaan Konstruksi Sub Structure
Selama pelaksanaan praktek lapangan, penulis menemukan beberapa
kendala konstruksi substructure condotel mercure Yogyakarta. Kendala
tersebut berupa kendala teknis maupun kendala non teknis diantaranya
sebagai berikut.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 60
1. Proses konstruksi struktur bawah dilaksanakan pada saat musim
hujan, oleh karena itu banyak pekerjaan yang terhambat contohnya
seperti pekerjaan pengeboran dan pekerjaan pengecoran. Pekerjaan
pengeboran dihentikan agar tidak terjadi keruntuhan dinding borehole
akibat air hujan. Pekerjaan pengecoran dihentikan untuk mengurangi
risiko peningkaan faktor air semen (fas) yang cukup signifikan akibat
air hujan.
2. Kerusakan alat yang sering terjadi seperti kerusakan drilling machine,
mata bor dan crawler machine sangat menghambat jalannya proyek
karena peralatan tersebut termasuk peralatan utama pada konstruksi
struktur bawah condotel Mercue Yogyakarta.
3. Tidak adanya pasokan beton pada hari libur nasional seperti hari natal
dan tahun baru menghambat proyek ini hingga satu minggu karena
batching plant tutup dan beberapa hanya menerima pesanan terbatas
yang sudah dipesan jauh-jauh hari.
4. Peletakan material yang tidak tertutup seperti baja tulangan juga
mempengaruhi mutu pondasi yang akan dibangun karena baja yang
diekspos akan berkarat dan mutunya menurun.
5. Para pekerja tidak menggunakan alat pengaman diri (APD) karena
memang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam proyek ini tidak
begitu diperhatikan. Pihak kontraktor beralasan bahwa mereka sudah
menghimbau para pekerja untuk menggunakan APD, namun pekerja
menanggap APD hanyalah alat yang membuat lebih tidak leuasa
dalam menjalankan kerja.
6. Adanya protes dari warga akibat adanya trauma pembangunan
bangunan setipe sebeumnya yaitu hotel Saphir yang teretak di sisi
barat dari condotel tersebut yang dulunya dinilai cukup mengganggu
dan kurang disosialisasikan.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 61
7. Adanya protes dari warga berkaitan dengan keretakan beberapa rumah
yang menurut mereka akibat dari getaran mesin bor.
5.6.2. Solusi Permasalahan
1. Reschedulling dilakukan untuk mengantisipasi keterlambatan proyek
akibat cuaca buruk. Pelaksanaan pengeboran dan pengecoran
difokuskan pada pagi dan siang hari ketika cuaca rata-rata cukup baik.
2. Pihak kontraktor menanggulangi kerusakan alat yang terjadi dengan
melebihkan estimasi alat atau menyediakan alat rangkap dua agar jika
salah satu rusak masih ada cadangan yang bisa digunakan. Tetapi hal
itu akan memakan biaya yang jauh lebih tinggi. Sebaiknya, alat berat
yang digunakan dalam proyek harus melewati uji kelayakan agar tidak
terjadi kerusakan di tengah berlangsungnya proyek.
3. Penanggulangan ketidaktersediaan pasokan beton yaitu dengan
mengalihkan target kerja pada hari itu ke hari lain dengan melakukan
reschedulling. Alternatif lain yaitu dapat dengan memesan beton jauh-
jauh hari karena pemesanan mendadak mulai dari hari natal sampai
tahun baru tidak dilayani.
4. Pembuatan gudang material atau penutup material sederhana yang
berupa terpal dan alasnya. Alternatif lain yaitu pengiriman secara
bertahap material agar tidak terlalu lama terekspos udara luar.
5. Penetapan sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang resmi dan
harus dipatuhi yang disertai dengan sosialisasi tentang pentingnya alat
pengaman diri (APD).
6. Pihak pembangunan condotel mercure telah melakukan beberapa
sosialisasi tentang pembangunan condotel tersebut dengan perwakilan
kampung yang bersangkutan. Namun penyampaian hasil sosialisasi
tersebut kurang merata sehingga masih banyak omongan miring
berkaitan dengan jalannya proyek.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 62
7. Pemeriksaan lebih anjut terhadap rumah warga yang dikeluhkan
mengalami gangguan getaran seperti yang telah diaksanakan pihak
kontraktor dan petugas keamanan proyek. Dari hasil pemeriksaan
tersebut dilakukan analisis kelayakan ganti rugi karena tidak semua
laporan keluhan tersebut benar-benar dikarenakan jalannya proyek.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 63
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan pengalaman yang penulis peroleh selama pelaksanaan kerja
praktek maupun selama pembuatan laporan, penulis dapat mengambil beberapa
kesimpulan antara lain:
1. Mahasiswa JTSL UGM kurang memiliki bekal yang cukup untuk terjun
langsung di lapangan.
2. Penulis menemukan beberapa hal baru yang harus dipelajari untuk
menambah pengetahuan sebagai upaya peningkatan daya saing dalam
menghadapi persaingan global.
3. Dalam pelaksanaan proyek diperlukan suatu perencanaan yang matang,
sehingga diharapkan proyek dapat berjalan dengan lancer dan memberikan
manfaat bagi semua pihak.
4. Pengawasan secara ketat dan intensif selama dilapangan sangat berperan
dalam upaya pengendalian mutu pekerjaan agar diperoleh hasil pekerjaan
yang tepat mutu, biaya dan waktu.
5. Mutu beton pondasi turun dari mutu beton yang seharusnya karena faktor
cuaca dan metode pelaksanaan kerja proyek tersebut.
6. Keberhasilan dan kelancaran pekerjaan proyek sangat ditentukan oleh
adanya koordinasi dan manajemen proyek yang baik dan terarah bagi
seluruh pihak yang terkait didalamnya. Selain itu pemilihan metode
konstruksi yang tepat sangat berpengaruh juga terhadap kelancaran
proyek.
7. Kendala proyek yang timbul akibat faktor teknis maupun faktor non-teknis
sebaiknya telah diprediksi dan diantisipasi sejak awal bagaimana dan apa
metode penyelesaian yang akan digunakan.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 64
6.2. Saran
Berdasarkan hasil pengamatan langsung dilapangan, maka penulis memberi
saran sebagai berikut :
1. Kegiatan kerja praktek sangat baik untuk proses pembelajaran mahasiswa
untuk terjun langsung dalam dunia proyek sehingga diharapkan kegiatan
kerja praktek ini tetap diadakan tiap tahunnya.
2. Dalam pelaksanaan kegiatan kerja praktek kedepannya, diharapkan pihak
Jurusan Teknik Sipil sudah melakukan koordinasi dengan berbagai
perusahaan untuk melakukan kerjasama dalam menempatkan
mahasiswanya pada proyek yang bersangkutan sehingga mahasiswa tidak
kesulitan mencari proyek untuk lokasi kerja praktek nantinya.
3. Sebaiknya diberikan waktu khusus untuk melakukan Kerja Praktek ini,
sehingga mahasiswa dapat berkonsentrasi dengan baik terhadap Kerja
Prakteknya bukan di sela waktu kuliah yang menjadikan mahasiswa yang
melakukan Kerja Praktek tersebut kurang maksimal.
4. Menambah standar baku tentang materi dan output yang harus didapatkan
dalam kerja praktek. Standar baku tersebut diharapkan dapat memotivasi
mahasiswa agar menggali pengalaman yang lebih maksimal lagi dalam
masa kerja praktek tersebut.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 65
DAFTAR PUSTAKA
Djojowirono, Soegeng. 2010. Manajemen Konstruksi. Yogyakarta : Biro
Penerbit KMTS FT UGM.
Hardiyatmo, H.C. 2008. Analisis dan Perancangan Fondasi Bagian I.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hardiyatmo, H.C. 2010. Analisis dan Perancangan Fondasi Bagian II.
Yogyakarta.: Gadjah Mada University Press.
Metode Pelaksanaan Konstruksi. http://www.academia.edu/4250077/.
(diakses pada 21 Maret 2014 pukul 09.06 WIB)
Mulyono, Agus Taufik. 2009. Bahan Kuliah Pemindahan Tanah
Mekanis. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada.
Tjokrodimuljo, Kardiyono. 2010. Teknologi Beton. Yogyakarta : Biro
Penerbit KMTS FT UGM.
Profil Perusahaan. http://www.pakubumisemesta.com/. (diakses pada 18
April 2014 pukul 19.00 WIB)
Suryani, Vika. 2013. Laporan Pengetahuan Praktek Lapangan
Pembangunan Fly Over Jombor. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan
Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 66
LAMPIRAN
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 67
top related