bab 1 pendahuluan

67
LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pelaksanaan konstruksi di lapangan semakin pesat seiring dengan berkembangnya waktu. Berbagai macam metode dan inovasi baru telah dikembangkan agar proses konstruksi dapat berjalan sesuai dengan BMW, yaitu tepat biaya, mutu dan waktu. Pelaksanaan konstruksi juga sangatlah kompleks dan saling berintegrasi antara satu item pekerjaan dengan item pekerjaan berikutnya. Oleh karena itu, ilmu yang didapat mahasiswa di bangku perkuliahan kurang tepat jika langsung diterapkan di lapangan tanpa ada pengalaman terlebih dahulu. Ilmu tersebut tidak dapat menggambarkan secara langsung hal hal yang menjadi permasalahan yang terdapat di lapangan. Dengan dilaksanakannya praktek lapangan, mahasiswa diharapkan mampu memahami permasalahan dan kendala kendala, terutama kendala kendala teknis yang menyangkut metode pelaksanaan yang dihadapi suatu proyek. Tak hanya persoalan teknis yang menyangkut pekerjaan struktural, mahasiswa diharapkan juga untuk mengamati hal-hal yang terkait dengan pekerjaan non- struktural seperti hal yang terkait dengan manajemen proyek dalam suatu proyek yang mana memiliki andil besar dalam keberhasilan suatu proyek, terutama pada proyek skala besar dengan pendanaan yang besar dan kompleksitas pekerjaan yang tinggi. Dalam hal ini ilmu pengetahuan dan teknologi pelaksanaan konstruksi yang dimaksud berkaitan dengan system manajemen keuangan, peralatan maupun controlling waktu. Pekerjaan yang saling berintegrasi harus memiliki manajemen yang mampu mengatur terlaksananya konstruksi tersebut mulai dari proses perencanaan, lelang, pelaksanaan maupun perawatan.

Upload: muflihah-ahyani

Post on 13-Jan-2016

77 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pendahuuan

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pelaksanaan konstruksi di

lapangan semakin pesat seiring dengan berkembangnya waktu. Berbagai macam

metode dan inovasi baru telah dikembangkan agar proses konstruksi dapat

berjalan sesuai dengan BMW, yaitu tepat biaya, mutu dan waktu. Pelaksanaan

konstruksi juga sangatlah kompleks dan saling berintegrasi antara satu item

pekerjaan dengan item pekerjaan berikutnya. Oleh karena itu, ilmu yang didapat

mahasiswa di bangku perkuliahan kurang tepat jika langsung diterapkan di

lapangan tanpa ada pengalaman terlebih dahulu. Ilmu tersebut tidak dapat

menggambarkan secara langsung hal –hal yang menjadi permasalahan yang

terdapat di lapangan.

Dengan dilaksanakannya praktek lapangan, mahasiswa diharapkan mampu

memahami permasalahan dan kendala – kendala, terutama kendala – kendala

teknis yang menyangkut metode pelaksanaan yang dihadapi suatu proyek. Tak

hanya persoalan teknis yang menyangkut pekerjaan struktural, mahasiswa

diharapkan juga untuk mengamati hal-hal yang terkait dengan pekerjaan non-

struktural seperti hal yang terkait dengan manajemen proyek dalam suatu proyek

yang mana memiliki andil besar dalam keberhasilan suatu proyek, terutama pada

proyek skala besar dengan pendanaan yang besar dan kompleksitas pekerjaan

yang tinggi. Dalam hal ini ilmu pengetahuan dan teknologi pelaksanaan

konstruksi yang dimaksud berkaitan dengan system manajemen keuangan,

peralatan maupun controlling waktu. Pekerjaan yang saling berintegrasi harus

memiliki manajemen yang mampu mengatur terlaksananya konstruksi tersebut

mulai dari proses perencanaan, lelang, pelaksanaan maupun perawatan.

Page 2: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 2

1.2. Tujuan Praktek Lapangan

Tujuan dilaksanakannya praktek lapangan antara lain:

1. Menunjang pengaplikasian teori maupun praktek yang telah didapat pada

perkuliahan sehingga mahasiswa dapat mengetahui bagaimana

penerapannya di lapangan.

2. Mempelajari serta mengikuti pemecahan dari berbagai masalah yang

dihadapi dalam suatu proyek, termasuk metode pelaksanaan dan

manajemen suatu proyek sehingga dalam dunia kerja yang sebenarnya

mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam identifikasi masalah dan

menentukan inovasi penyelesaiannya.

3. Menambah wawasan setiap mahasiswa sehingga dapat melatih daya pikir

dan nalar untuk menganalisa segala kejadian di lapangan beserta

permasalahannya yang sangat kompleks.

4. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang istilah istilah penting dalam

pelaksanaan proyek yang tidak diajarkan secara keseluruhan di

perkuliahan

1.3. Metode Praktek Lapangan dan Pembuatan Laporan

Praktek lapangan dilaksanakan setiap 3 hari dalam seminggu dengan jam

kerja efektif sekitar 5 jam per hari. Mahasiswa peserta praktek lapangan wajib

menggunakan APD yang berupa sepatu boots dan helm proyek. Mahasiswa

mendapat ijin dari pihak kontraktor, yaitu PT Pakubumi untuk ikut terjun ke

lapangan dengan dibimbing oleh site engineer dan supervisor. Pada praktek

lapangan diajarkan beberapa hal tentang syarat dan langkah pengeboran, langkah

perhitungan volume material, pencarian data di lapangan dan pembuatan laporan

prestasi harian.

Pembuatan laporan hasil kerja praktek disusun berdasarkan hasil dari

observasi selama di lapangan yang disesuaikan dengan data-data tertulis yang

diijinkan dipublikasi berupa shop drawing serta laporan prestasi harian yang

kesemuanya itu kami dapat dengan metode sebagai berikut :

1. Wawancara / Interview

Page 3: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 3

Wawancara / Interview yang dimaksud dilakukan dengan target berbagai

narasumber yaitu Site Engineer, Owner, Konsultan Pengawas, Supervisor,

bagian administrasi, para tukang dan warga setempat. Tanya jawab bertujuan

untuk memperoleh fakta valid dari berbagai sudut pandang.

2. Data-data yang tersedia

Data- data yang tersedia dan diijinkan untuk dipublikasi bagi mahasiswa

yang kerja praktek dengan pihak kontraktor hanya shop drawing dan laporan

prestasi harian. Data finansial atau laporan keuangan apapun dan data

pengujian pondasi tidak diijinkan untuk dipublikasikan.

3. Pengamatan

Pengamatan di lapangan dilakukan dengan mengamati kegiatan proyek

yang sedang berlangsung. Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis

pekerjaan, metode pelaksanaan, dan pemecahan masalah yang terjadi di

lapangan. Juga dipelajari tentang manajemen proyek, struktur organisasi,

system koordinasi, dan lain-lain.

4. Foto-foto kegiatan di lapangan

Foto-foto kegiatan di lapangan didapatkan dari dokumentasi pribadi

dengan arahan dari site manager dan supervisor. Foto tersebut sebagian besar

terdiri dari foto persiapan material, tahapan pelaksanaan dan peralatan yang

digunakan.

5. Praktek pengambilan data langsung di lapangan

Praktek pengambilan data langsung di lapangan dibimbing oleh

supervisor dan surveyor. Mahasiswa mengambil data pelaksanaan

pengeboran baik itu waktu, peralatan dan volume material. Pengambilan data

titik-titik penting dilakukan dengan bimbingan dari surveyor.

6. Kepustakaan / Study Literature

Merupakan pelengkap dan referensi tambahan dari data yang didapat

selama melakukan Kerja Praktek. Kepustakaan dapat digunakan sebagai

Page 4: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 4

pembanding dalam menganalisa hal-hal yang terjadi dalam pelaksanaan

proyek.

1.4. Ruang Lingkup Praktek Lapangan

Proyek ini memiliki beberapa lingkup pekerjaan yang mendukung

terlaksananya proses konstruksi bangunan baik pekerjaan struktural, elektrikal,

mekanikal serta pekerjaan arsitektural. Lingkup pekerjaan structural dapat dibagi

lagi menjadi pekerjaan upper structure, structure dan sub structure. Dari beberapa

pekerjaan tersebut yang menjadi titik berat pembahasan dalam laporan Praktek

Lapangan ini adalah pekerjaan sub structure terutama pembuatan pondasi yang

meliputi:

1. Pekerjaan bored pile diameter 500 mm beton K-250

2. Pekerjaan bored pile diameter 600 mm beton K-250

3. Pekerjaan bored pile diameter 800 mm beton K-250

Mahasiswa yang mengikuti praktek lapangan dengan kontraktor dipersempit

lagi lingkup pembahasannya dan terpusat pada tahapan proses konstruksi.

Tahapan ini hanya membahas proses pelaksanaan dan manajemen proyek tanpa

membahas proses perencanaan maupun kelanjutan proses setelahnya.

1.5. Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika penulisan laporan praktek lapangan yang belokasi di Mercure &

Ibis hotel Yogyakarta ini yaitu:

1. Bab I Pendahuluan, membahas mengenai latar belakang, maksud dan

tujuan praktek lapangan, metodologi, ruang lingkup dan sistem penulisan

laporan.

2. Bab II Tinjauan Umum Proyek, membahas tentang latar belakang

proyek, maksud dan tujuan diadakannya proyek tersebut, lokasi proyek,

data proyek dan lingkup pekerjaan proyek tersebut.

3. Bab III Manajemen Proyek, membahas tentang pengelolaan dan kendali

proyek.

Page 5: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 5

4. Bab IV Metode Pelaksanaan Konstruksi, membahas tentang metode

pelaksanaan secara detail.

5. Bab V Diskusi Lapangan, berisi tentang pengamatan dan diskusi selama

kerja praktek baik itu mengenai alasan pemilihan kebijakan maupun

permasalahan dan cara mengatasinya.

6. Bab V Kesimpulan Dan Saran, berisi tentang kesimpulan setelah kerja

praktek dilakukan dan saran-saran kepada semua stakeholder untuk

perbaikan di masa mendatang.

Page 6: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 6

BAB II

TINJAUAN UMUM PROYEK

2.1. Latar Belakang Proyek

Sun Premira Condotel & Residence merupakan salah satu proyek properti dan

perhotelan dari Sun Motor Group. Pada awal bisnis Sun Motor Group merupakan

perusahaan yang bergerak di bidang otomotif. Ekspansi bisnis Sun Motor kini

merambah ke bidang properti dan perhotelan. Di awali pada tahun 1996 Hotel

Novotel di jantung kota Solo didirikan dan resmi beroperasi dengan 141 kamar.

Setiap tahunnya, hotel bintang 4 plus ini terisi rata-rata di atas 60% dan tingkat

hunian pada saat ini mencapai 80%.

Melihat peluang besar di kota Yogyakarta yang notabene menjadi kota wisata

terbesar di Pulau jawa dan menjadi kota pelajar dengan ratusan sekolah dan

universitas yang berdiri, SunPremira mencoba peruntungan bisnis propertiesnya

ke daerah ini. Kawasan yang menjadi target pembangunan yaitu kawasan

perbelanjaan yang dekat dengan beberapa universitas swasta dan perkantoran.

Kawasan hunian yang dibangun oleh Sun Premira Condotel & Resisdence tersebut

dilengkapi dengan fasilitas pertokoan, spa dan kolam renang, ruang serbaguna,

ruang Meeting dan Business Centre.

2.2. Tujuan Diadakan Proyek

Tujuan diadakannya proyek tersebut yaitu untuk memperluas bisnis Sunmotor

grup terutama pada bisnis propertinya. Selain itu proyek ini juga bertujuan untuk

menciptakan alternatif berinvestasi bagi para investor dan memberi fasilitas

hunian sementara yang lebih besar, baik kuantitas maupun kualitas.

2.3. Kondisi Proyek pada saat Awal Kerja Praktek

Kondisi proyek pada awal kerja praktek yaitu sudah dilakukan pembersihan

lahan dan memulai pengeboran dengan progress sekitar 3.85 % dari keseluruhan

pekerjaan pondasi. Pengeboran ini dilaksanakan oleh PT. Pakubumi Semesta yang

Page 7: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 7

merupakan instansi pembimbing kerja praktek yang dilaporkan dalam laporan ini.

Progress tahapan konstruksi fondasi sebesar 3.85% tersebut menurut kurva S

yang ada yaitu dengan terselesaikannya site clearing, mobilisasi demobilisasi alat

dan perakitan alat konstruksi pondasi.

2.4. Tinjauan Perusahaan

Proyek Mercure& Ibis Hotel dengan tinjauan khusus pengerjaan struktur

bawah, pihak-pihak yang terlibat yaitu:

1 Owner : PT Sunindo Primaland

2 Konsultan Perencana : PT Sentra Reka Struktur

3 Konsultan Pengawas : PT Cipta Prima Sejahtera

4 Kontraktor Struktur Bawah : PT Pakubumi Semesta

Pengerjaan struktur bawah dilakukan seluruhnya oleh PT Pakubumi

Semesta. PT Pakubumi Semesta merupakan perusahaan kontraktor yang khusus

bergerak di bidang fondasi. PT. PAKUBUMI SEMESTA didirikan pada tahun

1973, terletak di daerah Jakarta Timur. Sejak didirikan, PT. PAKUBUMI

SEMESTA selalu berkomitmen dan konsisten dalam memberikan pelayanan

terbaik yang memenuhi persyaratan "Biaya", "Mutu" dan "Waktu" untuk para

klien.

PT. PAKUBUMI SEMESTA terus berupaya untuk menerapkan prinsip

operasi "Jasa", "Terpercaya" dalam hubungan dengan klien dan masyarakat.

Dengan dukungan dari insinyur yang berpengalaman dan terlatih, PT. Pakubumi

Semesta selalu berkomitmen dan konsisten dalam memberikan pelayanan yang

baik untuk memuaskan klien. Berikut data umum PT Pakubumi Semesta:

Nama Perusahaan : PT PAKUBUMI SEMESTA

Jenis Perusahaan : Sub Kontraktor

Produk/Jasa/Spesialisasi :

Bored Pile

Pemancangan (Piling Contractor)

Page 8: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 8

Pondasi

Pimpinan : Ir. Agus Budiarto

Lokasi Instansi : Kantor Pusat

Jl. Pulo Kambing Raya No. 34-36

Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur

Telepon : +62-21-46824349

Fax : +62-21-4600034

Email : [email protected]

2.5. Data-Data Proyek

2.5.1. Data Umum Proyek (Khusus Struktur Bawah)

Nama Proyek : Mercure& Ibis Hotel

Lokasi Proyek : Jl. LaksdaAdiSucipto No. 80,

Catur Tunggal, Depok, Sleman,

Yogyakarta

Sumber Dana : SUN MOTOR GROUP

Tahun Anggaran : 2013/2014

Nilai kontrak : Rp 110 M (sudah termasuk konstruksi atas)

Jenis Kontrak : Lumpsum

Pelaksanaan : 07 Oktober 2013 – 25 Januari 2014

2.5.2. Data Perusahaan

Owner : PT Sunindo Primaland

Perencana : PT Sentra Reka Struktur

Pengawas : PT Cipta Prima Sejahtera

Kontraktor Pondasi : PT Pakubumi Semesta

Konsultan ME : PT Metakom Pranata

Surveyor : PT Reka Griya Mitra Buana

Kontraktor Struktur : PT. Adicipta Cahaya Gemilang

Konsultan Arsitektur : Atelier Two

Page 9: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 9

2.5.3. Lokasi Proyek

Gambar 2.1 Lokasi Proyek

Page 10: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 10

2.6. Data Teknis

2.6.1. Data Pekerjaan

Proyek konstruksi condotel ini mencakup pekerjaan struktur atas, struktur

bawah dan struktur atas dengan luas bangunan dasar 36000 m2 dan terdiri dari 9

lantai dan 2 basement. Sembilan lantai tersebut selanjutnya akan digunakan

sebagai condotel 330 hunian, hotel 144 hunian dan beberapa fasilitas lain.

Pembahasan perkerjaan dalam bab ini dikerucutkan pada pekerjaan yang menjadi

tanggung jawab dari kontraktor pelaksana pekerjaan struktur bawah (PT

Pakubumi Semesta) yaitu:

Pekerjaan persiapan termasuk site clearing

Pekerjaan galian timbunan

Pekerjaan Bored pile diameter 500 mm BETON K-250 sebanyak 22

titik

Pekerjaan Bored pile diameter 600 mm BETON K-250 sebanyak 103

titik

Pekerjaan Bored pile diameter 800 mm BETON K-250 sebanyak 344

titik

Compression loading test tiang bor diameter 800 mm sebanyak 2 titik.

PDA test tiang bor diameter 600 mm sebanyak 2 titik dan diameter 800

mm sebanyak 6 titik.

2.6.2. Data Material

Material yang digunakan dalam proses konstruksi struktur bawah yaitu

berasal dari:

Besi : Master Steel Pulogadung

Beton : Pionir Karya Beton

2.6.3. Data Peralatan

Alat berat yang digunakan dalam proses konstruksi struktur bawah

merupakan alat yang dimiliki oleh PT PAKUBUMI SEMESTA sendiri, yang

terdiri dari:

Page 11: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 11

2 bor drilling machine (Sany 105, Hitachi 115 + Soil Mic 052)

2 service crane (LB 053, LB 007)

1 excavator (Kobelco 117)

Alat-alat pendukung lain yang digunakan yaitu:

Roller dan alat alat perakitan tulangan

Alat Survey

Peralatan pengecoran (pipa dan corong tremi, truk molen)

Peralatan las

Dump truck

Lempeng baja

APD

Page 12: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 12

BAB III

MANAJEMEN PROYEK

3.1. Umum

Manajemen proyek adalah knowledge utama yang harus dikuasai oleh

kontraktor dalam mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi. Jika tidak, maka

proyek akan dikerjakan secara jungkir balik (Suanda B, 2013). Manajemen proyek

dalam hal ini mencakup 8 aspek yaitu manajemen lingkup (scope management),

manajemen waktu (time management), manajemen biaya (cost management),

manajemen kualitas (quality management), manajemen sumber daya manusia

(human resource management), manajemen komunikasi (communication

management), manajemen resiko (risk management) dan manajemen pengadaan (

procurement management) (PMBOK, 2004). Kedelapan lingkup tersebut saling

mempengaruhi untuk mencapai proyek konstruksi yang tepa biaya, mutu dan

waktu.

Seiring perkembangan waktu, pengelolaan proyek semakin menuntut pelaku

untuk mampu melakukan kendali dan mengatasi setiap masalah yang muncul.

Menurut Kerzner H, adanya manajemen proyek dalam suatu proyek konstruksi

akan mengendalikan proyek tersebut sesuai dengan pencapaian yang ditargetkan,

dan akan memberi bebapa keuntungan, yaitu:

1 Manajemen proyek akan memberikan kita penyelesaian lebih banyak

pekerjaan dengan waktu yang lebih singkat dan pegawai yang lebih sedikit

2 Keuntungan akan meningkat

3 Manajemen proyek akan memberi kendali yang lebih baik atas perubahan

lingkup

4 Manajemen proyek membuat organisasi lebih efisien dan efektif lewat prinsip

perilaku organisasi

5 Manajemen proyek memberikan arti dalam penyelesaian masalah

6 Manajemen proyek meningkatkan kualitas

7 Manajemen proyek akan mengurangi kerja keras

Page 13: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 13

8 Manajemen proyek memberikan orang cara untuk membuat keputusan

perusahaan yang baik

9 Manajemen proyek menghasilkan solusi

10 Manajemen proyek akan meningkatkan bisnis

Manajemen proyek yang tersusun rapi dan sistematis dapat membantu

mengurai benang kusut kompleksitas proyek. Ini seharusnya menjadi knowledge

penting dan utama bagi perusahaan konstruksi karena kompleksitas proyek

memberikan dampak paling besar kepada perusahaan konstruksi. Beberapa aspek

manajemen akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya.

3.2. Manajemen Lingkup (Scope Management)

Manajemen lingkup pekerjaan berhubungan dengan lingkup pekerjaan yang

dikerjakan dan juga stake holder yang berada pada lingkup pekerjaan tersebut.

Manajemen Manajemen lingkup perkerjaan ini dibutuhkan untuk mengetahui

batasan wewenang, perkerjaan dan pihak yang berkepentingan dalam lingkup

proyek tersebut. Dalam lingkup proyek Mercure & Ibis Hotel ini dengan tinjauan

khusus pengerjaan struktur bawah, maka pihak-pihak yang terlibat yaitu:

5 Owner : PT Sunindo Primaland

6 Konsultan Perencana : PT Sentra Reka Struktur

7 Konsultan Pengawas : PT Cipta Prima Sejahtera

8 Kontraktor Struktur Bawah : PT Pakubumi Semesta

Pihak-pihak dalam proyek tersebut memiliki hubungan kerja dan porsi

tanggung jawab masing-masing. Secara garis besar pola hubungan kerja tersebut

dapat dilihat dalam gambar 3.1.

Page 14: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 14

Gambar 3.1 Bagan Pola Hubungan Kerja Antara Unsur Pelaksana Pembangunan.

Menurut Djojowirono (2010) hubungan antara unsur pelaksana

pembangunan tersebut dijelaskan dan diatur sebagai berikut :

1 Antara Pemberi Tugas dengan Konsultan Perencana

a Ikatan : Kontrak

b Konsultan Perencana kepada Pemberi Tugas menyerahkan jasa/karya

perencanaan.

c Pemberi Tugas kepada Konsultan Perencana memberikan imbalan

jasa/biaya perencanaan.

2 Antara Pemberi Tugas dengan Kontraktor

a Ikatan : Kontrak

b Kontraktor kepada Pemberi Tugas, menyerahkan hasil/produk

pekerjaan berupa bangunan.

c Pemberi Tugas kepada Kontraktor menyerahkan biaya pelaksanaan

pekerjaan.

3 Antara Konsultan Perencana Sebagai Pengawas Pekerjaan dengan

Kontraktor

a Ikatan : Peraturan Pelaksanaan

b Konsultan Pengawas kepada Kontraktor, pelaksanaan persyaratan.

Owner PT Sunindo Primaland

Kontraktor Pelaksana

PT Paku Bumi Semesta

Konsultan Perencana

PT Sentra Reka Struktur

Konsultan Pengawas

PT Cipta Prima Sejahtera

Peraturan Pelaksanaan

Persyaratan

Realisasi

Produk

Biaya

Pelaksanaan

Jasa

Kontrak Kontrak

Biaya

Perencanaan/

Pengawasan

Page 15: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 15

c Konsultan kepada Konsultan Pengawas, realisasi peraturan

pelaksanaan.

Disamping adanya hubungan kerja antara unsur-unsur pelaksana

pembangunan, berikut dijelaskan tentang tugas dan kewajiban setiap unsur-unsur

pembangunan tersebut.

3.2.1. Pengguna Jasa (Owner)

Menurut Ketentuan Umum Jasa Kontruksi dalam Undang Undang Tentang

Jasa Kontruksi Nomor 18 Tahun 1999, Pengguna jasa adalah orang perseorangan

atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/ proyek yang

memerlukan layanan jasa, dalam hal ini yang menjadi pemilik adalah PT

Sunindo Primaland.

3.2.2. Konsultan Perencana

Menurut Ketentuan Umum Jasa Kontruksi dalam Undang Undang Tentang

Jasa Kontruksi Nomor 18 Tahun 1999, perencana kontruksi adalah penyedia jasa

orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional

dibidang perencanaan jasa kontruksi yang mampu pewujudkan pekerjaan dalam

bentuk dokumen perencanaan bangunan atau bentuk fisik lain. Dalam proyek ini

yang dimaksud perencana konstruksi yaitu PT Sentra Reka Struktur.

3.2.3. Konsultan Pengawas

Menurut Ketentuan Umum Jasa Kontruksi dalam Undang Undang Tentang

Jasa Kontruksi Nomor 18 Tahun 1999, Konsultan Pengawas atau Pengawas

Kontruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang

dinyatakan ahli yang profesional dibidang pengawasan jasa kontruksi yang

mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan

kontruksi sampai selesai dan diserahterimakan. Dalam proyek ini yang dimaksud

dengan konsultan pengawas atau yang sering disebut dengan MK yaitu PT Cipta

Prima Sejahtera.

Page 16: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 16

3.2.4. Kontraktor Pelaksana

Menurut Ketentuan Umum Jasa Kontruksi dalam Undang Undang Tentang

Jasa Kontruksi Nomor 18 Tahun 1999, pelaksana kontruksi adalah penyedia jasa

orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional

dibidang pelaksanaan jasa kontruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya

untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk fisik lain. Dalam

pembahasan kontraktor pelaksana difokuskan pada kontraktor pelaksana struktur

bagian bawah yaitu PT Paku Bumi Semesta dengan spesifikasi pekerjaan seperti

yang sudah dijelaskan pada bab 2 poin 2.6.1.

Untuk mencapai efektifitas dan eifisiensi maksimum dalam pembagian

tugas dan wewenang pelaksanaan di lapangan, maka dalam kontraktor pelaksana

ini disusun struktur organisasi yang lebih mendetail lagi. Struktur organisasi

tersebut dapat dilihat dalam gambar 3.2.

Page 17: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 17

Gambar 3.2. Struktur Organisasi Proyek

Page 18: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 18

3.3. Manajemen Waktu

Manajemen waktu pada proyek sangat diperlukan untuk mencapai tepat daya

dan tepat guna. Manajemen waktu dalam proyek ini diatur sedemikian rupa

sehingga dalam pelaksanaannya antara proses pengeboran dan pengecoran

pondasi dapat mencapai cycle time yang paling efisien. Pengeboran yang

dilakukan dapat mencapai 5 titik per hari jika cuaca mendukung. Jika hujan,

pengeboran kadang hanya sampai 2 titik karena dikhawatirkan akan

mengakibatkan longsoran pada lubang bor tersebut.

Pengecoran pondasi dilakukan setelah proses pembersihan lubang bor.

Pemesanan beton ready mix dilakukan satu jam sebelum proses pengeboran untuk

memastikan agar tidak ada waktu kotor diantara tiap cycle time. Sejumlah 2 mesin

bor digunakan secara bersamaan dalam tempat yang cukup jauh agar

mengefisiensikan waktu dan menghindari adanya keruntuhan lubang bor lain

akibat getaran mesin bor tersebut.

Satu Cycle time yang dimaksudkan dalam hal ini yaitu waktu yang

dihabiskan untuk pengaturan penggunaan alat pengeboran, backhoe, dump truck

dan drag line. Alat pengeboran digunakan selama sekitar satu jam untuk

pengeboran dan 4 sampai 10 menit untuk pembersihan lubang. Backhoe berada

disekitar lubang bor ketika pengeboran dilakukan agar dapat langsung

memindahkan material buangan dari lubang sehingga tidak mengganggu

mobilisasi alat berat lain di sekitar lubang bor. Dumptruck digunakan untuk

membuang material yang berupa tanah galian. Dragline mulai bekerja setelah

proses clearing selesai. Alat ini digunakan untuk memindahkan beberapa

peralatan agar efisien waktu dan tenaga.

Hambatan yang berkaitan dengan manajemen waktu yaitu cuaca buruk,

kerusakan alat dan hari libur nasional yang mengakibatkan beberapa batching

plant libur dan tidak menerima pesanan beton. Selama libur natal sampai beberapa

hari setelah tahun baru, proyek sempat berhenti karena kekurangan pasokan beton

ready mix. Pada pertengahan masa proyek, alat yang digunakan mengalami

kerusakan sehingga alat bor yang dapat efektif digunakan hanya 1 alat.

Page 19: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 19

Sedangkan manajemen waktu secara garis besar dalam proyek konstruksi

ini ditangani dengan menggunakan kurva S. Kurva S terus dirubah dan

direncanakan kembali ketika ada pekerjaan tambah kurang (CCO) dan juga

perubahan waktu pekerjaan. Kurva S yang telah mengalami beberapa perubahan

dapat dilihat pada lampiran 1. Evaluasi manajemen waktu dilakukan dengan

mengevaluasi perubahan kurva-S tersebut dan mengevaluasi secara harian dan

mingguan dengan form prestasi harian yang dibuat oleh bagian administrasi

dengan bantuan supervisor. Form prestasi harian dapat dilihat pada lampiran 2.

3.4. Manajemen Biaya

Kontraktor dalam proyek ini tidak terbuka dalam hal keuangan sehingga

masalah keuangan secara umum yang akan dibahas dalam sub bab ini. Keuangan

pada kontraktor tersebut sepenuhnya diatur dari pusat. Site manager dan asisten

hanya mendistribusikan upah pekerja dan pembayaran pembayaran lain

sehubungan dengan material yang digunakan. Upah pekerja proyek ini diberikan

seminggu sekali pada akhir pekan. Sedangkan untuk pembayaran material tidak

dijelaskan lebih lanjut oleh pihak kontraktor.

3.5. Manajemen Kualitas

Manajemen kualitas dalam suatu proyek dimaksudkan agar proyek tersebut

memenuhi target kualitas yang merupakan salah satu item kontrak awal pekerjaan

konstruksi. Manajemen ini dilakukan dengan berbagai aktifitas menstandarkan

mutu dengan beberapa peraturan seperti contohnya menyesuaikan dengan ISO

yang merupakan standar internasional. Pada sub bab ini akan dibahas beberapa

contoh manajemen kualitas yang ditemui di lapangan khususnya manajemen

kualitas dari pihak kontraktor. PT Pakubumi Semesta selaku kontraktor dari

proyek ini, menerapkan manajemen kualitas dengan pengontrolan bahan dan juga

pengontrolan kualitas pondasi pada akhir masa konstruksi struktur bawah.

Pengontrolan bahan meliputi kontrol kualitas baja dan beton. Pengontrolan

kualitas baja dilakukan dengan uji tarik baja yang bertempat di laboratorium

diploma teknik sipil UGM. Sedangkan untuk pengujian beton dilakukan uji tekan

yang bertempat di laboratorium diploma teknik sipil UGM dan uji slump di

Page 20: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 20

lapangan seperti pada gambar 3.3 di bawah ini. Uji slump beton segar

dimaksudkan untuk menguji kekentalan adukan beton agar diperoleh mutu yang

sesuai dengan yang sudah ditetapkan dalam perencanaan (Tjokrodimuljo, 2010).

Gambar 3.3 Pengujian slump

Selain pengujian bahan bahan tersebut, dilakukan manajemen kualitas berupa

pengontrolan rutin ke lapangan terhadap jalannya pengeboran oleh site engineer

dan supervisor. Pengontrolan tersebut direkap dalam bentuk lembar prestasi

harian oleh bagian administrasi dan dilakukan evaluasi rutin bersama dengan

konsultan pengawas.

Manajemen kualitas tidak hanya dilakukan pada bahan dan proses, namun

juga dilakukan pada hasil proses tersebut dalam hal ini yaitu pondasi bore pile.

Pada product dilakukan pengujian berupa PDA test dan loading test. PDA test

dilakukan pada 2 pondasi berdiameter 600 mm dan 6 pondasi berdiameter 800

mm. Pengujian ini dengan cara pemberian beban dengan bantuan dragline secara

simultan hingga batas penurunan tertentu. Sebuah dial gauge yang sebelumnya

dipasang pada pondasi akan mencatat besar penurunan yang terjadi. Penurunan

tersebut menurut pihak kontraktor telah memenuhi standar yang disyaratkan

karena dengan beban uji tersebut pondasi tidak mengalami kerusakan yang berarti

seperti yang dapat diamati pada gambar 3.4.

Page 21: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 21

Gambar 3.4 Pondasi tiang pasca PDA test

Untuk loading test digunakan 2 titik berdiameter 800 mm. Pondasi yang akan

diuji dilapisi geogundle pada proses pembuatannya seperti pada gambar 3.5 agar

mengurangi friksi dalam tanah sehingga lebih mudah pada proses penggalian

ulang.

Gambar 3.5 Pemasangan Geogundle

Pengujian dilakukan dalam waktu 3 hari 3 malam dengan cycletime tertentu.

Tiang yang diuji dibebani dengan beban sebesar 2 x 2 ton dengan bantuan 4 tiang

Page 22: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 22

di sekelilingnya seperti pada gambar 3.6. Setelah itu, besar penurunan akan

tercatat pada dial gauge yang terpasang.

Gambar 3.6 Loading test

3.6. Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia tidak dapat didefinisikan secara pasti.

Secara umum, manajemen tersebut merupakan suatu cara untuk mengatur dan

menata sumberdaya manusia agar tepat guna dan tepat waktu. Menurut para ahli,

manajemen sumber daya manusia yaitu:

Bagaimana orang-orang dapat dikelola dengan cara yang terbaik dalam

kepentingan organisasi, Amstrong (1994).

Suatu metode memaksimalkan hasil dari sumber daya tenaga kerja dengan

mengintergrasikan MSDM kedalam strategi bisnis, Kenooy (1990).

Pendekatan yang khas, terhadap manajemen tenaga kerja yang berusaha

mencapai keunggulan kompetitif, melalui pengembangan strategi dari

tenaga kerja yang mampu dan memiliki komitmen tinggi dengan

menggunakan tatanan kultur yang integrated, struktural dan teknik-teknik

personel, Storey (1995).

Manajemen sumber daya manusia pada suatu proyek sangat berkaitan erat

dengan manajemen waktu yang menentukan lama proyek selesai. Manajemen

sumberdaya manusia dalam hal ini dimulai dari perkiraan jumlah tenaga kerja

Main beam

Hydraulic Jack Dial Gauge

Cross beam

Page 23: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 23

yang dibutuhkan, perekrutan tenaga kerja ahli dan tukang, pengaturan jadwal dan

tugas masing-masing tenaga kerja.

Perkiraan jumah tenaga kerja dilakukan bersamaan dengan pembuatan kurva S

di awal pekerjaan. Perkiraan ini didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja tiap item

pekerjaan yang disesuaikan dengan jadwal pada barchart. Tenaga kerja

diusahakan tidak mengalami fluktuasi yang signifikan agar tidak menimbulkan

ketidak konsistenan pada perekrutan.

Perekrutan tenaga kerja tukang dilakukan dengan merekrut beberapa warga

sekitar, sedangkan untuk tenaga kerja ahli seperti yang tercantum pada gambar 3.2

diambil langsung dari staff ahli PT Pakubumi Semesta. Pembagian tugas

dilakukan sesuai dengan gambar 3.2 dengan pembagian tugas tukang dibawahnya

dilakukan oleh supervisor dan beberapa penanggung jawab lainnya.

3.7. Manajemen komunikasi

Manajemen Komunikasi Proyek meliputi proses-proses yang diperlukan untuk

memastikan tepat waktu, pembuatan,pengumpulan, penyebaran/distribusi,

penyimpanan dan disposisi terbatas dari informasi proyek (PMBOK. P.221-222).

Manajemen komunikasi terdiri dari empat (4) tahap yaitu tahap perencanaan

komunikasi, tahap distribusi informasi, tahap laporan kinerja dan juga tahap

pengaturan stake holder.

Tahap Perencanaan Komunikasi merupakan tahap dimana aur komunikasi

dirancang. Alur tersebut diperoleh dari pendataan stakehoder, pendataan data

berupa apa, kapan memerlukan dan darimana informasi tersebut berasal. Setelah

mendapatkan data-data tersebut alur disusun dengan memperhatikan kemungkinan

paling efektif informasi disampaikan. Tahap perencanaan informasi ini sering

dilupakan oleh para kontraktor karena mereka lebih berdasar ke pengaaman yang

pernah ada di lapangan.

Tahap distribusi informasi merupakan tahapan penting yang menjadi tiang

jalannya proyek. Tahapan ditribusi informasi ini dapat berupa distribusi vertikal

maupun horisontal. Tahap distribusi vertikal dimulai dari owner menuju ke

konsultan perencana, atau menuju ke konsultan pengawas dan kontraktor.

Page 24: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 24

Kontraktor sendiri melakukan distribusi informasi mulai dari kantor pusat hingga

tukang yang dipekerjakan. Tahap distribusi vertikal dilakuakan oleh kontraktor

dan juga konsultan pengawas baik itu mengenai gambar kerja, pelaksanaan,

maupun pengujian mutu pondasi. Komunikasi tersebut mendapat umpan balik

yang berupa laporan kinerja. Sebagaimana yang terlihat di lapangan. Distribusi

informasi dilakukan seperti di atas, distribusi informasi dari owner menuju

kontraktor dan konsultan pengawas. Setelah itu kontraktor yang memiliki jabatan

tertinggi di lapangan yaitu site manajer mendistribusikan informasi tersebut

menuju surveyor dan supervisor yang akan mendistribusikannya ke para tukang

dan operator alat.

Laporan kinerja merupakan umpan balik yang diberikan juga secara vertikal

dan horisontal. Laporan kinerja dalam proyek ini berupa laporan kinerja mingguan

yang dibuat oleh bagian administrasi proyek dan akan dilaporkan oleh site

manager kepada konsultan pengawas dan owner. Data laporan kinerja tersebut

didapatkan dari laporan supervisor yang turun langsung di lapangan. Data itu

berupa data waktu, volume, tenaga kerja dan biaya yang digunakan selama proses

kontruksi dengan jangka waktu sesuai yang ditentukan (per minggu). Data

tersebut direkapituasi dalam bentuk form seperti pada lampiran 1, yang kemudian

akan dievaluasi bersama dari pihak kontraktor dan konsultan pengawas. Setelah

laporan tersebut ditandatangani, laporan tersebut dijilid bersama dengan dokumen

lain di akhir masa konstruksi sebagai satu kesatuan dokumen konstruksi dari

kontraktor untuk dilaporkan ke owner dan kantor pusat.

Pengaturan stakeholder mengarah kepada mengatur komunikasi untuk

memenuhi kebutuhan, dan memecahkan masalah dengan para stakeholder

(PMBOK,P.235). Pengaturan stakeholder biasanya dilakukan oleh manajer

proyek. Manajer ini yang berhak memutuskan jalannya proyek dan adanya pihak-

pihak yang berkepentingan, baik itu pihak inti, masyarakat, supplier maupun

pihak lain yang tiba-tiba memiliki kepentingan di tengah proyek berlangsung.

Pengaturan stakeholder ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan stakeholder inti

dan memecahkan permasalahan bersama dari stakeholder lainnya.

Page 25: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 25

3.8. Manajemen Risiko

Manajemen Risiko Proyek merupakan proses atau cara untuk

mengidentifikasi risiko, menentukan kuantitas risiko, menyusun penanggulangan

yang tepat untuk tiap-tiap risiko dan pengendalian penanggulangan risiko tersebut.

Proses ini diakukan mulai dari perencanaan proyek berlangsung. Dimulai dengan

perancangan struktur, manajemen risiko yang dilakukan yaitu dengan

menggunakan faktor aman dalam tiap desain struktur. Faktor aman akan

memberikan rancangan desain lebih dari yang seharusnya untuk menahan beban

rencana.

Untuk manajemen risiko yang berkaitan dengan biaya, diakukan beberapa

langkah penghitungan volume material dan penetapan harga satuan untuk

menyusun RAB yang efisien namun dapat menyesuaikan perkembangan yang ada

agar tidak terjadi kerugian akibat time value of money. Manajemen tersebut akan

disesuaikan dengan penjadwalan agar tidak terjadi kemunduran pekerjaan yang

berakibat denda 1 mil per hari bagi kontraktor yang terlambat. Penjadwalan

tersebut dapat dilihat dalam kurva-S seperti pada lampiran 2, yang selalu dipantau

pada tiap harinya untuk melihat progress pekerjaan. Pemantauan dilakukan untuk

membantu perencanaan atau penjadwalan ulang ketika proyek tersebut terlambat,

baik itu karena alasan cuaca, kerusakan alat, ketidakhadiran pekerja, keterbatasan

material maupun kesalahan manusia.

Manajemen risiko tidak hanya sebatas pada hal yang sesederhana itu.

Kegiatan konstruksi merupakan unsur yang penting dalam pembangunan.

Kegiatan tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan,

antara lain yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan.

(Suryani.V, 2013). Manajemen resiko juga harus memperhatikan aspek tersebut.

Keselamatan kerja dan lingkungan dapat dicapai jika pelaksanaan konstruksi

sesuai dengan RKS yang telah disusun. Namun seringkali, resiko yang tak terduga

seperti kecelakaan pekerja dan dampak lingkungan menjadi penghambat dalam

proses konstruksi. Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan menggunakan APD

dan dapat ditanggulangi dengan adanya asuransi. Tiap pekerja PT Pakubumi

Semesta memiliki asuransi diri untuk menanggulangi semua kemungkinan yang

Page 26: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 26

terjadi. Namun, untuk penggunaan APD hanya sebatas pada helm proyek, sepatu

boots dan sapu tangan, seperti yang terlihat pada gambar 3.6. Bahkan beberapa

tukang ada yang tidak menggunakan APD sama sekali karena menurut mereka,

hal yang sudah biasa untuk terjun ke lapangan seperti itu dan kehadiran APD

hanya akan memperlambat aktivitas mereka.

Gambar 3.7 APD Pekerja di Lapangan

3.9.Manajemen Pengadaan

Manajemen Pengadaan proyek meliputi metode dan cara-cara untuk

pengadaan bahan material, alat maupun pekerja dari luar lingkup proyek itu

sendiri. Dalam proyek Sun Premira ini, pengadaan hanya sebatas pada material.

Alat berat, peralatan lain dan pekerja berasal dari PT Pakubumi Semesta sendiri.

Material yang berasal dari pihak lain yaitu besi dan juga beton. Besi berasal dari

Master Steel Pulogadung. Pemesanan dilakukan tiap periode tertentu dan

diantarkan langsung ke lapangan menggunakan truk seperti pada gambar 3.7.

Setiap pesanan _ating, dilakukan pengecekan kualitas sampel besi seperti yang

disebutkan pada poin 3.5 di atas.

Page 27: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 27

Gambar 3.8 Pengadaan Besi Tulangan

Pengadaan beton dilakukan setiap selesai pengeboran, pemesanan dapat

dilakukan dengan telepon minimal satu jam sebelum pengecoran dimulai. Beron

berasal dari Pionir Beton dan Karya Beton sesuai dengan tersedia atau tidaknya

material. Kesulitan yang dialami yaitu ketika hari libur nasional, kedua supplier

beton ready mix itu tidak melayani pemesanan sehingga proses pengecoran

terpaksa ditunda hari berikutnya.

Gambar 3.9 Pengadaan Beton Ready Mix

Gambar di atas merupakan gambar truk molen yang berasal dari karya

beton dan pionir beton yang mengantarkan beton ready mix langsung ke lapangan

dan mengecornya langsung pada lubang yang sudah di clearing sebelumnya.

Page 28: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 28

BAB IV

METODE PELAKSANAAN KONSTRUKSI

4.1. Umum

Pemilihan suatu metode sangat penting dalam pelaksanaan suatu proyek

konstruksi karena metode pelaksanaan yang tepat dapat memberikan hasil yang

maksimal terutama jika ditinjau dari segi biaya maupun waktu. Dengan adanya

kemajuan teknologi yang semakin pesat dalam dunia konstruksi, memungkinkan

pengelola proyek untuk memilih salah satu metode pelaksanaan konstruksi

tertentu dari beberapa alternatif metode pelaksanaa n konstruksi yang ada (Hakim.

Z, 2011). Metode pelaksanaan konstruksi meliputi detail metode, bahan/ material

dan alat yang digunakan selama pelaksanaan proyek konstruksi.

4.2. Peralatan

Peralatan merupakan unsur penting dari proses konstruksi. Penggunaan

peralatan didasari oleh tingkat efisiensi yang ingin diraih dan juga metode

konstruksi yang digunakan. Peralatan yang digunakan pada masa konstruksi

struktur bawah proyek tersebut yaitu berupa alat-alat pengeboran, alat mobilisasi,

alat pengecoran dan beberapa alat pendukung lain. Berikut merupakan penjelasan

merinci tentang alat-alat yang digunakan dalam proyek tersebut.

4.2.1. Drilling Machine

Drilling Machine merupakan alat berat yang digunakan untuk melakukan

pengeboran tanah hingga kedalaman rencana pondasi. Proyek Mercure Hotel

ini menggunakan dua drilling machine yaitu Drilling Machine Sany 105 dan

Hitachi 115+ Soil Mic 052 yang dilengkapi dengan roda tipe crawler. Roda

tipe ini dipilih karena tipe tanah yang sangat berlumpur dan mobilitas yang

cukup sulit jika menggunakan roda karet biasa.

Page 29: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 29

Gambar 4.1 Drilling Machine Sany 105

Drilling machine ini dilengkapi dengan dua jenis mata bor dengan

berbagai diameter untuk menyesuaikan jenis tanah dan diameter rencana

pondasi. Jenis mata bor yang digunakan yaitu auger dan clearing bucket

dengan diameter 500, 600 dan 800 mm seperti yang dapat diihat pada gambar

4.2 dan 4.3.

Gambar 4.2 Auger

Page 30: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 30

Gambar 4.3 Cleaning Bucket

Pada awalnya terdapat dua operator drilling machine, namun karena

kerusakan drilling machine Hitachi 115+ Soil Mic 052 maka salah satu

operator yang juga merupakan tukang dipindahkan ke sub pekerjaan yang lain.

Kerusakan drilling machine sangat menghambat jalannya proyek ini karena

alat berat ini merupakan alat utama bagi proses konstruksi sub structure.

4.2.2. Bor Tangan

Bor tangan digunakan untuk mengebor manual lubang pondasi yang

dekat dengan bangunan eksisting agar tidak timbul getaran sebesar jika

menggunakan drilling machine. Pada proyek konstruksi condotel ini, bor

tangan digunakan untuk lubang pondasi yang dekat dengan bangunan rumah,

perkantoran dan beberapa tiang istrik.

Gambar 4.4 Bor Tangan

Bor tangan ini dioperasikan secara manual dengan bantuan mesin diesel

untuk memopa air dari kolam penampungan lumpur yang telah diendapkan

Page 31: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 31

lumpurnya agar dapat digunakan kembali sebagai air penyemprot dalam proses

pengeboran. Bor ini memiliki mata bor yang digunakan untuk menggali lubang

bor tetapi tidak untuk mengeluarkan tanah. Mata bor tersebut mengeluarkan air

dengan tekanan cukup tinggi sehingga tanah yang sudah digali dengan mata

bor dapat dikeularkan dan dialirkan ke sebuah kolam penampungan lumpur.

4.2.3. Excavator

Excavator merupakan alat berat yang digunakan untuk menggali maupun

memindahkan tanah. Excavator yang digunakan dalam proyek ini merupakan

jenis excavator backhoe dengan roda tipe crawler dengan merk Kobelco tipe

117. Excavator ini membantu proses pengeboran dengan memindahkan tanah

galian agar ruang gerak drilling machine tidak terganggu. Excavator juga

digunakan untuk memindahkan slurry yang dibawa oleh dump truck agar lebih

mendekati bore hole dan memudahkan proses pengeboran.

Gambar 4.5 Excavator (Back Hoe)

4.2.4. Crawler Crane

Crawler Crane atau yang sering disebut sebagi service crane adalah alat

yang mempunyai fungsi sama dengan tower crane yaitu untuk memindahkan

material maupun peralatan yang diperlukan dalam proyek. Crawler Crane ini

memiliki roda jenis crawler yang cocok dengan kondisi tanah berlumpur

seperti pada saat tahap konstruksi bawah Mercure Hotel ini. Proyek ini

Page 32: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 32

menggunakan 2 crawler crane karena luasnya area pembangunan yaitu crawler

crane LB 053 dan LB 007 yang merupakan crawler crane milik PT Pakubumi

Semesta sendiri.

Gambar 4.6 Crawler Crane (Service Crane)

4.2.5. Concrete Mixer Truck

Concrete mixer truck adalah truk yang berfungsi untuk mengangkut

beton ready mix dari tempat pembuatan beton (batching plant) yang berlokasi

di Banguntapan Bantul sampai ke lokasi pengecoran yang berlokasi di Jalan

Solo. Truk ini dilengkapi dengan mesin pengaduk di bagian belakang yang

menjaga agar beton tidak mengeras selama masa pengiriman. Total pesanan

beton yaitu 8 m3 yang diantar oleh 2 concrete mix truck dengan volume masing

masing 4 m3

atau 5m3

dan 3m3.

Gambar 4.7 Concrete Mixer Truck

Page 33: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 33

4.2.6. Dump Truck

Dump truck adalah alat yang digunakan untuk memindahkan material

hasil galian maupun untuk pengadaan slurry (material tambahan untuk

borehole). Dumptruck yang digunakan sebagai jasa untuk memindahkan

material galian memakan biaya Rp. 32.500,- per kubiknya. Tanah galian

tersebut dibuang ke tempat penampungan yang kemudian digunakan sebagai

tanah urug. Sedangkan dumptruck yang digunakan untuk mengangkut slurry

berasa dari supplier slurry sendiri. Dumptruck ini membawa slurry yang

berupa tanah merah dari Jalan Parangtritis hingga lokasi proyek di Jalan Solo

dengan kapasitas sekali angkut sebesar 3-4 m3.

Gambar 4.8 Dump Truck

4.2.7. Theodolit

Theodolit merupakan alat yang digunakan untuk membantu menentukan

posisi titik pengeboran. Penentuan titik tersebut menggunakan satu titik acuan

yang dalam proyek ini dipilih titik acuan pada container konsutan pengawas

dengan titik 0 berada di garis atap container tersebut. Letak titik pengeboran

didapat dari hasil menembak dari titik acuan sesuai dengan koordinat yang

direncanakan. Theodolit ini dioperasikan oleh 1 orang surveyor dan 1 asisten

surveyor sebagai penembak dan penangkap.

Page 34: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 34

Gambar 4.9 Theodolit

4.2.8. Roller

Roller merupakan mesin perakit baja tulangan yang diguakan untuk

membentuk tulangan baja yang lurus menjadi spiral sesuai dengan diameter

rencana masing masing yaitu 500, 600 dan 800 mm. Diameter yang dibuat

sedikit lebih keci dari diameter rencana bored pile untuk memberi ruang bagi

selimut beton. Roller ini masih menggunakan tenaga manusia pada

pelaksanaannya. Metode pembuatan tulangan dengan roller ini yaitu dengan

menyangkutkan baja ke salah satu celah roller dan kemudian memutarnya

hingga terbentuk baja yang spiral.

Gambar 4.10 Roller

4.2.9. Mesin Las

Mesin las merupakan alat yang berfungsi untuk menyambung tulangan

bored pile yang kurang panjang. Kedalaman bored pile pada proyek ini

Page 35: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 35

berkisar antara 16-19 m3 padahal panjang maksimum baja untuk tulangan di

pasaran hanya 12 m. Selain itu, mesin ini juga digunakan untuk memperbaiki

mesin atau peralatan lain yang rusak.

Gambar 4.11 Mesin Las

4.2.10. Casing

Casing merupakan alat cetak berbentuk silider yang digunakan untuk

menyempurnakan bored pile agar tidak terjadi kontak langsung dengan tanah.

Casing ini menjaga beton dari keruntuhan tanah di sekitarnya dan menjaga agar

bentuk bored pile sedemikian rupa sama dengan rencana konstruksi agar tidak

mengurangi kekuatan rencana beton tersebut. Pada proyek ini casing yang

digunakan memiliki panjang 3 m karena pada kedalaman tersebut tanah

berpotensi mengalami keruntuhan.

Gambar 4.12 Casing

4.2.11. Tremi

Tremi adaah alat yang digunakan utuk membantu proses pengecoran

agar tidak terjadi proses segregasi pada beton. Alat ini terdiri dari 2 bagian

yaitu concrete bucket (corong tremi) dan tremie pipe (pipa tremi). Concrete

Page 36: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 36

bucket yaitu corong bagian atas pipa tremi yang berfungsi menyalurkan beton

dari concrete mix truck ke pipa tremi agar tidak ada beton yang terbuang. Pipa

tremi adalah pipa yang terbuat dari bahan galvanish dengan panjang 2 m dan

diameter 6 inchi. Pipa ini memiliki bagian ujung berbentuk ulir yang digunakan

untuk menyambung antar pipa maupun pipa dengan corong.

Gambar 4.13 Pipa dan Corong Tremi

4.2.12. Lempeng Baja

Lempeng baja merupakan alat bantu yang digunakan untuk mobilisasi

alat di lapangan sehubungan dengan medan yang cukup licin dan berlumpur.

Alat ini tidak keseluruhan dipasang di lapangan, namun hanya dipasang ketika

concrete mixer truck datang mulai dari daerah yang berlumpur sampai

mendekati posisi borehole agar concrete mixer truck tersebut tidak mengalami

selip.

Gambar 4.14 Lempeng Baja

Page 37: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 37

4.2.13. Tahu Beton

Tahu beton merupakan alat yang terbuat dari beton yang dicetak

sedemikian rupa sehingga dapat membantu memberi spasi khusus antara

tulangan dan bagian terluar beton. Spasi khusus tersebut akan menjadi selimut

beton yang menghindarkan tulangan baja untuk kontak langsung dengan tanah

sekitar. Tahu beton pada proyek ini dibuat dengan beton ready mix sisa

pengecoran dan dibentuk silinder pipih dengan lubang ditengahnya untuk

memasukkan tulangan seperti yang terlihat pada gambar 4.16. Tahu beton juga

sering dikena dengan nama beton decking karena fungsinya sebagai penahan

agar kedudukan tulangan pas berada pada posisi rencana.

Gambar 4.15 Tahu Beton

4.3. Bahan/ Material

Bahan dan material suatu proyek merupakan komponen yang sangat penting

bagi jalannya suatu proyek. Spesifikasi suatu bahan dan material proyek disusun

secara rinci dalam dokumen RKS (Rencana Kerja dan Syarat). Dokumen ini

menjelaskan bahan dan material yang dibutukan dari segi kualitas. Bahan dan

material yang pokok yang digunakan dalam proyek ini hanya terdiri dari beton,

baja tulangan dan slurry. Proses pengontrolan kualitas bahan dan pengadaan

bahan dalam proyek Mercure Hotel dapat dilihat pada Bab 3. Berikut ini

merupakan penjelasan rinci tentang bahan dan material proyek tersebut.

Page 38: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 38

4.3.1. Beton

Beton yang digunakan dalam proyek ini merupakan beton ready mix

yang dipasok oleh Pionir Beton dan Karya Beton. Tipe beton ini dipilih

sebagai upaya efisiensi biaya, sumber daya manusia, waktu dan untuk

menyeragamkan mutu beton. Spesifikasi beton diatur dalam RKS. Beton

untuk struktur bawah menggunakan beton dengan spesifikasi sama yaitu Mutu

K-250 untuk pondasi dan K-125 untuk lantai kerja dengan niai slum 180 mm.

4.3.2. Baja

Baja pada proyek ini menggunakan baja dengan 2 mutu yaitu baja

tulangan deform BJ 40 untuk diameter lebih dari 12 mm & khusus untuk

diameter 10 dan baja tuangan polos BJ 24 untuk diameter kurang dari sama

dengan Ø12 mm. Baja ini dipasok oleh Master Steel Puogadung dan diantar

tiap stok di lapangan habis. Pengontrolan mutu baja dilakukan seperti yang

dijelaskan pada poin 3.5. Berikut ini merupakan rincin data teknis tulangan

yang digunakan.

1 Pondasi Bored Pile D500

a. Tulangan Pokok D13

b. Tulangan Spiral (Sengkang) D10

2 Pondasi Bored Pile D600

a. Tulangan Pokok D13 dan D16

b. Tulangan Spiral (Sengkang) D10

3 Pondasi Bored Pile D800

a. Tulangan Pokok D13 dan D19

b. Tulangan Spiral (Sengkang) D10

4.4. Pelaksanaan Pekerjaan

Pekerjaan pondasi bored pile merupakan pekerjaan yang cukup sederhana

namun harus diperhatikan tiap detailnya karena kesalahan pengerjaan akan

berakibat fatal bagi seluruh item pekerjaan lain. Pekerjaan pondasi yang menjadi

tanggung jawab dari PT Pakubumi terfokuskan pada pekerjaan dibawah ini.

Page 39: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 39

Pekerjaan Bored pile diameter 500 mm BETON K-250 sebanyak 22

titik

Pekerjaan Bored pile diameter 600 mm BETON K-250 sebanyak 103

titik

Pekerjaan Bored pile diameter 800 mm BETON K-250 sebanyak 344

titik

Pekerjaan-pekerjaan tersebut diawali dengan pembersihan lahan, pekerjaan

galian timbunan dan kemudian dikerjakan pekerjaan inti. Pekerjaan inti dibagi

menjadi 5 tahap kegiatan yaitu kegiatan pengeboran, pembersihan, pembesian,

pasang tremi dan pengecoran.

4.4.1. Pembersihan Lahan

Kegiatan pembersihan lahan merupakan kegiatan awal daam masa

konstruksi struktur bawah. Bentuk kegiatan ini dilakukan dengan

membersihkan lahan yang sebelumnya berupa pemukiman sehingga siap untuk

kegiatan konstruksi. Pembersihan lahan ini dibantu dengan alat berat backhoe

dan dump truck.

4.4.2. Pekerjaan Galian Timbunan

Pekerjaan galian timbunan merupakan serangkaian pekerjaan yang

bertujuan untuk menyamakan atau mencapai elevasi yang direncanakan.

Pekerjaan galian timbunan ini dibantu oleh beberapa alat berat yaitu roller,

back hoe dan dump truck. Roller berfungsi untuk meratakan dan memadatkan

tanah hasil timbunan. Backhoe dan dump truck digunakan untuk mobilisasi

tanah timbunan maupun tanah hasil gaian.

4.4.3. Pekerjaan Pengeboran

Pekerjaan pengeboran merupakan satu diantara lima kegiatan pokok

konstruksi substructure. Kegiatan ini diawali dengan menentukan koordinat

titik pengeboran di lapangan menggunakan theodolit oleh surveyor. Alat berat

yang digunakan dalam kegiatan ini yaitu drilling machine atau bor tangan

tergantung kondisi sekitar bored hole. Sebelum pengeboran, dilakukan

perakitan drilling machine sesusai dengan diameter rencana bored pile.

Page 40: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 40

Pengeboran dilakukan setelah mata bor sudah tegak lurus vertikal dengan

permukaan tanah. Mata bor diangkat tiap kedalaman 0.5 m untuk membuang

tanah hasil pengboran tersebut ke samping titik bor dengan cara diguncangkan.

Setelah pengeboran mencapai kedalaman rencana dan sudah mencapai tanah

keras maka pengeboran dihentikan. Titik bor selanjutnya minimal berjarak 3D

untuk pengeboran kurang dari 24 jam terhitung mulai jam selesai pengeboran

titik tersebut.

Kondisi tanah di jogja merupakan tanah kepasiran yang memungkinkan

terjadinya kelongsoran. Pengeboran dilakukan pada saat cuaca baik atau tidak

dalam kondisi hujan agar tidak terjadi kelongsoran tanah sekitar borehole.

Selain itu, untuk menghindari hal tersebut maka dibutuhkan slurry tanah merah

yang didatangkan dari Jalan Parangtritis.

Gambar 4.16 Pemberian Slurry pada Proses Pengeboran

Slurry tanah merah tersebut menambah lekatan pada tanah karena

sifatnya yang liat sehingga tidak mudah terjadi kelongsoran dinding bore hole.

Pemberian slurry ketika pengeboran disertai dengan pemberian air dengan

kadar tertentu agar lekatan dapat maksimal. Volume slurry yang dibutuhkan

berbeda-beda tergantung kedalaman borehole seperti ditunjukkan pada tabel

4.1

Page 41: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 41

Tabel 4.1 Kebutuhan Slurry Berdasarkan Kedalaman Borehole

No Kedalaman (m) Volume Slurry (m3)

1 >19 6

2 >18 5.5

3 >17 5

4 >16 4.5

Dalam kondisi hujan, pekerjaan pengeboran akan dihentikan dan lubang

bor akan ditutup dengan lempeng baja untuk menghindari keruntuhan dinding

lubang bor. Pengeboran ulang dilakukan jika kondisi cuaca membaik. Dalam

satu hari dapat dilakukan pengeboran hingga 6 titik jika kondisi cuaca baik,

namun bisa mendapatkan 2 titik saja jika kondisi cuaca buruk. Waktu

pengeboran bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan lingkungan sekitar

lubang bor. Waktu rerata pengeboran dengan contoh bored pile diameter 80 cm

yang menggunakan alat drilling machine Sany dapat dilihat dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rerata Waktu Pengeboran

No No. Bored

Pile

Mulai Selesai Waktu pelaksanaan

(menit)

1 BP 347 07.30 08.18 48

2 BP 402 09.05 09.47 42

3 BP 399 08.30 08.53 23

4 BP 404 10.08 11.03 55

5 BP 096 07.41 08.33 52

6 BP 055 08.40 09.32 52

7 BP 030 09.39 10.42 63

Waktu Rerata 47.86

4.4.4. Pekerjaan Pembersihan

Pekerjaan pembersihan berbeda dengan pekerjaan pembersihan lahan.

Pembersihan yang dimaksudkan hanya pekerjaan pembersihan lubang bor dari

Page 42: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 42

tanah dan lumpur sisa pekerjaan pengeboran. Pekerjaan ini hanya berlangsung

beberapa menit dengan waktu pembersihan bervariasi tergantung pada kondisi

tanah lubang bor. Waktu rerata pembersihan dengan contoh bored pile

diameter 80 cm yang menggunakan alat drilling machine Sany dapat dilihat

dalam tabel 4.3

Tabel 4.3 Rerata Waktu Pembersihan (Clearing)

No No. Bored

Pile

Mulai Selesai Waktu pelaksanaan

(menit)

1 BP 347 08.20 08.25 5

2 BP 402 09.48 09.53 5

3 BP 399 08.55 09.00 5

4 BP 404 11.05 11.10 5

5 BP 096 08.34 08.38 4

6 BP 055 09.34 09.37 3

7 BP 030 10.43 10.50 7

Waktu Rerata 4.86

4.4.5. Pekerjaan Pembesian

Pekerjaan pembesian adalah kegiatan pemasangan tulangan pada

lubang bor. Satu lubang bor menggunakan 2 rakit tulangan baja karena panjang

maksimum baja hanya 12 m. Baja tulangan yang sudah dirakit dipasang pada

lubang bor dengan bantuan alat berat crawler crane setelah casing dipasang

pada lubang bor tersebut. Penyambungan antara 2 rakitan baja tulangan

dilakukan dengan menggunakan mesin las.

Page 43: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 43

Gambar 4.17 Pemasangan Casing

Gambar 4.18 Pemasangan Tulangan dan Pengelasan

Kendala dalam perakitan dan pemasangan baja tulangan ini yaitu

puntir yang sering terjadi pada baja. Maka dalam mobilisasi tulangan

harus dilakukan secara hati-hati. Waktu pemasangan tulangan bervariasi

dengan rerata waktu seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.4.

Page 44: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 44

Tabel 4.4 Rerata Waktu Pemasangan Tulangan

No No. Bored

Pile

Mulai Selesai Waktu pelaksanaan

(menit)

1 BP 347 08.28 08.33 5

2 BP 402 09.56 10.07 11

3 BP 399 09.01 09.10 9

4 BP 404 11.14 11.22 8

5 BP 096 08.39 08.49 10

6 BP 055 09.40 09.52 12

7 BP 030 10.51 10.5 8

Waktu Rerata 9

4.4.6. Pekerjaan Pasang Tremi

Tremi, seperti yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya, merupakan alat

yang meminimalisir proses segregasi pada beton saat pengecoran berlangsung.

Satu lubang bored pile menggunakan beberapa pipa tremi yang disambungkan

secara vertikal menjadi 2 pipa tremi panjang karena pipa tremi yang dimiliki

hanya sepanjang 2 m. Pemasangan pipa tremi dan concrete bucket dibantu

dengan aat penyangga yang berfungsi untuk mengunci pipa tremi setelah

masuk pada satu kedalaman tertentu. Penyangga tersebut dipasang diatas

casing yang sudah dimasuki tulangan dengan kondisi kunci terbuka agak

longgar. Setelah penyangga diletakkan, maka rangkaian pipa tremi dimasukkan

tegak lurus vertikal pada lubang bor dengan bantuan crawler crane dan

kemudian dikunci ujung atasnya pada penyangga untuk dipasangkan concrete

bucket. Setelah dipasang concrete bucket maka proses pengecoran dapat

berlangsung. Dilakukan pua pengurangan panjang pipa tremi (pemotongan)

sesuai dengan kedalaman beton yang sudah di cor agar pengecoran beton dapat

sempurna.

Page 45: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 45

Gambar 4.19 Pemasangan Tremi

Kendala dalam perakitan dan pemasangan tremi ini yaitu panjangnya tremi

yang mengakibatkan ketidakseimbangan pada crawler crane sehingga harus

dibantu mobilisasinya oleh pekerja secara manual. Hal itu menyebabkan waktu

pemasangan tremi bervariasi dan cukup lama seperti pada pemasangan

tulangan dengan rerata waktu seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Rerata Waktu Pemasangan Tremi

No No. Bored

Pile

Mulai Selesai Waktu pelaksanaan

(menit)

1 BP 347 08.34 08.38 4

2 BP 402 10.25 10.37 12

3 BP 399 09.48 09.56 8

4 BP 404 11.25 11.33 8

5 BP 096 08. 49 09.03 14

6 BP 055 10.11 10.15 4

7 BP 030 11.01 11.12 11

Waktu Rerata 8. 71

Page 46: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 46

4.4.7. Pekerjaan Pengecoran

Pekerjaan Pengecoran merupakan kegiatan terakhir dalam serangkaian

kegiatan pokok konstruksi bored pile. Kegiatan ini menggunakan alat berat

concrete mixer truck. Setelah tremi selesai dipasang, concrete mixer yang

mengantar pesanan beton akan datang dan menuju ke titik pengeboran dengan

berjalan mundur melewati lempeng baja. Setelah concrete mixer truck sudah

berada pada posisinya, talang concrete mixer truck didekatkan ke corong cor

dengan ketinggian tertentu agar tidak terjadi tubrukan antara corong cor dan

talang. Tuas pada concrete mixer truck ditarik secara kontinu untuk

mengeluarkan adukan beton segar. Secara bersamaan, rangkaian tremi

digerakkan naik turun dengan crawler crane sebagai pengganti vibrator agar

mengurangi rongga udara beton dalam bore hole tersebut.

.

Gambar 4.20 Kegiatan Pengecoran

Beton memiiki berat jenis yang lebih besar daripada berat jenis lumpur

sehingga ketika pengecoran berlangsung, lumpur akan terdesak naik ke atas.

Pengecoran dihentikan ketika sudah tidak ada lumpur yang keluar diatas

permukaan beton. Setelah selesai pengecoran, maka pipa tremi dan casing

diambil dari lubag tersebut. Lubang tersebut ditutup dengan menggunakan

lempeng baja atau papan kayu.

Waktu kegiatan pengecoran beton cukup bervariasi tergantung pada

volume lubang bor. Waktu ini juga tergantung pada mobilitas concrete mixer

Page 47: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 47

truck pada medan yang cukup berlumpur tersebut. Jika dirata-rata kegiatan ini

memakan waktu seperti yang dihitung pada tabel 4.6

Tabel 4.6 Rerata Waktu Kegiatan Pengecoran

No No. Bored

Pile

Mulai Selesai Waktu pelaksanaan

(menit)

1 BP 347 09.21

09.35

09.29

09.41

14

2 BP 402 12.35

12.55

12.50

13.05

25

3 BP 399 09.57

11.12

10.03

11.18 12

4 BP 404 13.15

15.30

13.25

15.40

20

5 BP 096 10.04

10.12

10.09

10.21

14

6 BP 055 10.17

10.23

10.21

10.32

13

7 BP 030 11.16

11.22

11.21

11.28

11

Waktu Rerata 15.57

Page 48: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 48

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Umum

Proyek Condotel Mercure ini merupakan proyek yang cukup besar. Pada

proses perencanaan maupun konstruksi terdapat beberapa kebijakan yang diambil.

Kebijakan tersebut diambil untuk meminimalisir terjadinya permasalahan baik itu

dalam proses perencanaan, konstruksi maupun permasalahan ketika masa servis.

Pada bab ini penulis akan mencoba membahas tentang hasil pengamatan dan

diskusi selama di lapangan mengenai kebijakan-kebijakan yang diambil,

permasalahan dan juga beberapa contoh perhitungan. Perhitungan yang dimaksud

yaitu perhitungan volume beton dan baja yang digunakan dalam lembar prestasi

harian seperti yang terlampir pada lampiran 2, perhitungan kebutuhan tulangan

dan perhitungan produktivitas alat.

5.2. Kebijakan Penggunaan Pondasi Bored Pile

Proyek Condotel Mercure Yogyakarta menggunakan tipe pondasi bored pile

yaitu salah satu tipe pondasi dangkal yang pelaksanaannya dengan cor di tempat.

Pemilihan tipe pondasi tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan salah satunya

yaitu faktor jenis tanah. Yogyakarta kebanyakan mempunyai tipe tanah yang

berpasir dikarenakan adanya pemasok pasir alami yang cukup besar di wilayah ini

yaitu gunung merapi. Pondasi bored pile merupakan pondasi yang cocok untuk

tipe tanah berpasir karena jika menggunakan pondasi tiang pancang maka tidak

akan mencapai kedalaman yang cukup dan dapat menyebabkan keretakan pondasi

itu sendirijika dipaksakan pemancangannya.

Selain alasan tersebut, faktor lingkungan juga berpengaruh dalam pemilihan

tipe pondasi bored pile tersebut. Kondisi lingkungan yang merupakan daerah

padat penduduk menjadi pertimbangan agar proyek tersebut tidak mengganggu

lingkungan dan dapat lolos dokumen AMDAL. Pondasi bored pile menimbulkan

getaran yang jauh lebih kecil daripada pondasi tiang pancang, Walaupun begitu,

Page 49: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 49

beberapa protes dari warga sempat didapatkan akibat penggunaan tipe pondasi ini.

Warga melaporkan bahwa getaran dari alat drilling machine mengakibatkan

keretakan pada beberapa rumah sekitar tempat pengeboran. Setelah diselidiki,

ternyata rumah-rumah yang dilaporkan tersebut memang sudah tidak layak huni

dengan dinding yang dulunya sudah retak dan tidak memiliki tuangan seperti

rumah-rumah umumnya pada jaman dahulu.

5.3. Kebijakan Penempatan Bored Pile

Pembahasan tentang kebijakan penempatan bored pile ini didapatkan dari

hasil analisis shop drawing dan hasil diskusi dengan konsultan manajemen

konstruksi dan site manager. Gambar shop drawing yang dianalisis akan

dilampirkan pada lampiran 3.

5.3.1. Penempatan Bored Pile diameter 500 mm

Bored pile 500 mm hanya ditempatkan pada sisi tenggara dari

condotel tersebut. Pada sisi ini hanya ada support office (kantor sekretariat)

dari condotel tersebut dan hanya memiiki 3 lantai, tidak seperti bagian

condotel lain yang mencapai 9 lantai. Pile ini dirasa cukup kuat untuk

menahan beban 3 lantai tersebut dengan tipe beban hidup perkantoran 250

kg/m.

5.3.2. Penempatan Bored Pile diameter 600 mm

Penempatan bored pile dengan diameter 600 terdapat pada beberapa

titik. Titik pertama yaitu pada kanopi sisi barat dan utara. Karena beban yang

ditanggung hanya sebuah kanopi 2 lantai, maka hanya digunakan pondasi

diameter 600 mm dengan jarak horisontal (timur-barat) 7500 mm dan jarak

vertikal (utara-selatan) 350 mm tiap pilenya. Titik kedua yaitu berada pada

ground water tank. Pada titik tersebut ditambahkan beberapa pile ukuran 600

mm untuk menambah daya dukung pile berukuran 800 mm.

5.3.3. Penempatan Bored Pile diameter 800 mm

Bored pile 800 mm diletakkan pada semua titik struktur utama selain

yang telah disebutkan diatas. Dalam satu pile cap terdapat 2 atau 3 pile

Page 50: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 50

dengan jarak antar pile antara 1500 mm hingga 2500 mm. Pengecualian

didapatkan pada pile cap yang menanggung beban lift. Pada titik lift utama

condotel ini, dapat ditempatkan hingga 21 pile dalam satu pile cap. Hal itu

dikarenakan beban lift sendiri, beban hidup per meter yang cukup berat dan

beban dinamis yang terjadi ketika lift beroperasi.

5.4. Hitungan Produktivitas Alat

5.4.1. Drilling Machine

Drilling machine berfungsi untuk melakukan pengeboran hingga

kedalaman tertentu, sehinga volume pekerjaannya dalam bentuk satuan

panjang.

Waktu rerata pekerjaan = waktu pengeboran + waktu

clearing

= 47.86 menit + 4.86 menit

= 52.72 menit

Volume pekerjaan = 16.9 meter

Produktivitas drilling machine = volume / waktu

= 16.9 meter / 52.72 menit

= 0.32 meter / menit

= 19.23 meter / jam

Sehari maksimal = n max tiang x kedalaman max

= 6 x 17 meter

= 102 meter

Sehari jam efektif = 8 jam

Target produksi =

= 12.5 meter

Kebutuhan drilling machine =

=

= 0.65 unit

Page 51: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 51

≈ 1 unit

Dilapangan terdapat 2 unit drilling machine sehingga menurut

perhitungan terjadi over estimasi. Tetapi penggunaan 2 drilling

machine memang disengaja dengan maksud untuk menanggulangi

seringnya mesin pengeboran tersebut rusak.

5.4.2. Excavator

Faktor Koreksi (FK)

- Faktor swing = 0.69

- Kondisi kerja = 0.75

- Faktor pengisian bucket = 0.60

- Faktor operator = 0.85

Jadi faktor koreksi Excavator = 0.69 x 0.5 x 0.60 x 0.85

= 0.26

Kapasitas bucket (KB) = 0.75 m3

Waktu siklus (WS)

- Menggali (mengisi bucket) = 9 detik

- Mengangkat beban + swing = 16 detik

- Menuang {dumping) = 6 detik

- Swing kembali = 9 detik

Jadi total WS = 40 detik = 2/3 menit

Trip tiap jam (T) =

Jadi produktivitas excavator (KP) = KB x T x FK

= 0.75 x 90 x 0.26

= 17.55 m3/jam

Volume pekerjaan =

(asumsi D dan n terbesar) =

= 51 m3

Faktor Pengembangan (FP) = 1.2 (asumsi)

Page 52: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 52

Jadi volume pekerjaan total = FP x Volume

= 1.2 x 51 m3

= 61.2 m3

Waktu efektif per hari = 8 jam

Target produksi (TP) =

=

= 7.65 m3/ jam

Jumlah excavator yang diperlukan =

=

= 0.43 unit excavator

≈ 1 unit excavator

Jadi jumlah excavator yang dibutuhkan yaitu sebanyak 1 unit, sama

dengan excavator yang ada di lapangan.

5.4.3. Crawler Crane

Proyek Condotel Mercure ini menggunakan dua crawler crane dengan

dengan kapasitas angkutnya 35 ton dan 50 ton. Kedua crawler crane

digunakan untuk mengangkat tulangan, casing maupun peralatan pendukung

lain. Tinjauan kapasitas pada crawler crane berdasarkan dengan kebutuhan

waktu dan kebutuhan kapasitas angkut sehubungan dengan berat beban.

Tinjauan kapasitas tersebut dapat dijelaskan dalam hitungan berikut.

Kapasitas angkat = 35 ton

Waktu siklus (WS) = penulangan + tremi+ pengecoran

= 9 menit + 8.71 menit + 15.57

menit

= 33.28 menit

Trip tiap jam (T) =

Page 53: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 53

Produktivitas crawler crane (KP) = Kapasitas x T

= 35 ton x 1.8

= 63 ton/jam

Volume pekerjaan

Volume pekerjaan dalam kasus crawler crane adalah berat beban

yang akan diangkut crawler crane tersebut. Berat beban sangat

bervariasi dengan rincian sebagai berikut.

1. Tulangan = 402.83 kg

2. Tremi = 300 kg

Digunakan berat total untuk hitungan, maka digunakan berat

tulangan dengan diameter terbesar yaitu 800 mm yaitu sebesar 402.83

kg dan berat rangkaian tremi.

Faktor Pengembangan (FP) = 1.2 (asumsi)

Jadi volume pekerjaan total = FP x Volume x n tiang

= 1.2 x 702.83 kg x 6

= 5060.376 kg

Waktu efektif per hari = 8 jam

Target produksi (TP) =

=

= 632.547 kg / jam

Jumlah crawler crane diperlukan =

=

= 0.01 unit crawler crane

≈ 1 unit crawler crane

Jadi jumlah crawler crane yang dibutuhkan yaitu sebanyak 1 unit.

Pada kenyataannya di lapangan terdapat 2 buah crawler crane. Hal itu

Page 54: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 54

dikarenakan luas area proyek yang cukup luas dan akan memakan waktu lama

jika mengandalkan 1 crawler crane bermobilisasi di satu area tersebut.

5.5. Hitungan Kebutuhan Material

5.5.1. Kebutuhan Material Beton

Bored pile yang memiliki diameter berbeda akan membutuhkan beton

dengan volume yang berbeda pula walaupun pemesanan beton tiap tiang

selalu sama yaitu 8 m3. Untuk menganalisa kebutuhan beton pertiangnya

maka akan digunakan kedalaman pengeboran rata-rata yaitu 17 m. Dengan

kedalaman tersebut maka kebutuhan beton adaah sebagai berikut.

1. Bored Pile Diameter 500 mm

t = 17 m

D = 500 mm = 0.5 m

Volume pekerjaan =

=

= 3.34 m3

Volume total D 500 mm =

=

= 73.46 m3

2. Bored Pile Diameter 600 mm

t = 17 m

D = 600 mm = 0.6 m

Volume pekerjaan =

=

= 4.8 m3

Volume total D 600 mm =

=

= 504.9 m3

Page 55: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 55

3. Bored Pile Diameter 800 mm

t = 17 m

D = 800 mm = 0.8 m

Volume pekerjaan =

=

= 8.55 m3

Volume total D 800 mm =

=

= 3009.1 m3

Jadi total kebutuhan beton = V D500+ V D600 + V D800

= 73.46 m3+ 504.9 m

3 + 3009.1 m

3

= 3587.46 m3

5.5.2. Kebutuhan Material Baja Tulangan

Kebutuhan material baja tulangan per tiang dengan tipe berbeda

seperti pada lampiran 4 akan jauh berbeda, Hitungan kebutuhan material ini

dalam satuan kg karena anailsis harga satuan baja menggunakan satuan kg.

Hitungan kebutuhan material baja tulangan keseluruhan dapat dilihat dalam

hitungan berikut ini.

1. Bored Pile Diameter 500 mm

Hitungan tulangan spiral

Ø 10-200

L = 11 m

Jumlah Spiral =

Panjang Tulangan =

=

= 86.43 m

Jumlah batang (l max =12 m) =

Page 56: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 56

Ditambah untuk overlap ≈ 7.3 batang

Ø 10-150

L = 0.9 m

Jumlah Spiral =

Panjang Tulangan =

=

= 7.07 m

Jumlah batang (l max =12 m) =

Ditambah untuk overlap ≈ 0.7 batang

Ø 10-100

L = 0.52 m

Jumlah Spiral =

Panjang Tulangan =

=

= 4.08 m

Jumlah batang (l max =12 m) =

Ditambah untuk overlap ≈ 0.5 batang

Tabel 5.1 Kebutuhan Baja Tulangan Bored Pile D 500

No Uraian Diameter

(mm)

Koef

(kg/m’)

1

Panjang

(m)

2

Jumlah

(btng)

3

Berat

(kg)

4=1x2x3

1 Tul.

Pokok

13 1.04 8.1 12 101.088

2 Tul.

Pokok

13 1.04 5.12 6 31.949

3 Tul.

Spiral

10 0.62 12 8.5 63.240

Total Berat 196.277

Page 57: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 57

2. Bored Pile Diameter 600 mm

Hitungan tulangan spiral

Ø 10-200

L = 10 m

Jumlah Spiral =

Panjang Tulangan =

=

= 94.29 m

Jumlah batang (l max =12 m) =

Ditambah untuk overlap ≈ 8 batang

Ø 10-150

L = 2 m

Jumlah Spiral =

Panjang Tulangan =

=

= 18.86 m

Jumlah batang (l max =12 m) =

Ditambah untuk overlap ≈ 1.7 batang

Ø 10-100

L = 0.7 m

Jumlah Spiral =

Panjang Tulangan =

=

= 6.6 m

Jumlah batang (l max =12 m) =

Ditambah untuk overlap ≈ 0.7 batang

Page 58: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 58

Tabel 5.2 Kebutuhan Baja Tulangan Bored Pile D 600

No Uraian Diameter

(mm)

Koef

(kg/m’)

1

Panjang

(m)

2

Jumlah

(btng)

3

Berat

(kg)

4=1x2x3

1 Tul.

Pokok 16 1.58 8.2 12 155.472

2 Tul.

Pokok 13 1.04 5.7 6 35.568

3 Tul.

Spiral 10 0.62 12 10.4 77.376

Total Berat 268.416

3. Bored Pile Diameter 800 mm

Hitungan tulangan spiral

Ø 10-200

L = 10 m

Jumlah Spiral =

Panjang Tulangan =

=

= 125.7 m

Jumlah batang (l max =12 m) =

Ditambah untuk overlap ≈ 10.5 batang

Ø 10-150

L = 2 m

Jumlah Spiral =

Panjang Tulangan =

=

= 25.14 m

Page 59: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 59

Jumlah batang (l max =12 m) =

Ditambah untuk overlap ≈ 2.2 batang

Ø 10-100

L = 0.7 m

Jumlah Spiral =

Panjang Tulangan =

=

= 10 m

Jumlah batang (l max =12 m) =

Ditambah untuk overlap ≈ 0.9 batang

Tabel 5.3 Kebutuhan Baja Tulangan Bored Pile D 800

No Uraian Diameter

(mm)

Koef

(kg/m’)

1

Panjang

(m)

2

Jumlah

(btng)

3

Berat

(kg)

4=1x2x3

1 Tul.

Pokok

19 2.23 8.2 14 256.004

2 Tul.

Pokok

13 1.04 5.8 7 42.224

3 Tul.

Spiral

10 0.62 12 13.6 101.184

Total Berat 399.412

5.6. Kendala dan Solusi

5.6.1. Kendala Pelaksanaan Konstruksi Sub Structure

Selama pelaksanaan praktek lapangan, penulis menemukan beberapa

kendala konstruksi substructure condotel mercure Yogyakarta. Kendala

tersebut berupa kendala teknis maupun kendala non teknis diantaranya

sebagai berikut.

Page 60: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 60

1. Proses konstruksi struktur bawah dilaksanakan pada saat musim

hujan, oleh karena itu banyak pekerjaan yang terhambat contohnya

seperti pekerjaan pengeboran dan pekerjaan pengecoran. Pekerjaan

pengeboran dihentikan agar tidak terjadi keruntuhan dinding borehole

akibat air hujan. Pekerjaan pengecoran dihentikan untuk mengurangi

risiko peningkaan faktor air semen (fas) yang cukup signifikan akibat

air hujan.

2. Kerusakan alat yang sering terjadi seperti kerusakan drilling machine,

mata bor dan crawler machine sangat menghambat jalannya proyek

karena peralatan tersebut termasuk peralatan utama pada konstruksi

struktur bawah condotel Mercue Yogyakarta.

3. Tidak adanya pasokan beton pada hari libur nasional seperti hari natal

dan tahun baru menghambat proyek ini hingga satu minggu karena

batching plant tutup dan beberapa hanya menerima pesanan terbatas

yang sudah dipesan jauh-jauh hari.

4. Peletakan material yang tidak tertutup seperti baja tulangan juga

mempengaruhi mutu pondasi yang akan dibangun karena baja yang

diekspos akan berkarat dan mutunya menurun.

5. Para pekerja tidak menggunakan alat pengaman diri (APD) karena

memang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam proyek ini tidak

begitu diperhatikan. Pihak kontraktor beralasan bahwa mereka sudah

menghimbau para pekerja untuk menggunakan APD, namun pekerja

menanggap APD hanyalah alat yang membuat lebih tidak leuasa

dalam menjalankan kerja.

6. Adanya protes dari warga akibat adanya trauma pembangunan

bangunan setipe sebeumnya yaitu hotel Saphir yang teretak di sisi

barat dari condotel tersebut yang dulunya dinilai cukup mengganggu

dan kurang disosialisasikan.

Page 61: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 61

7. Adanya protes dari warga berkaitan dengan keretakan beberapa rumah

yang menurut mereka akibat dari getaran mesin bor.

5.6.2. Solusi Permasalahan

1. Reschedulling dilakukan untuk mengantisipasi keterlambatan proyek

akibat cuaca buruk. Pelaksanaan pengeboran dan pengecoran

difokuskan pada pagi dan siang hari ketika cuaca rata-rata cukup baik.

2. Pihak kontraktor menanggulangi kerusakan alat yang terjadi dengan

melebihkan estimasi alat atau menyediakan alat rangkap dua agar jika

salah satu rusak masih ada cadangan yang bisa digunakan. Tetapi hal

itu akan memakan biaya yang jauh lebih tinggi. Sebaiknya, alat berat

yang digunakan dalam proyek harus melewati uji kelayakan agar tidak

terjadi kerusakan di tengah berlangsungnya proyek.

3. Penanggulangan ketidaktersediaan pasokan beton yaitu dengan

mengalihkan target kerja pada hari itu ke hari lain dengan melakukan

reschedulling. Alternatif lain yaitu dapat dengan memesan beton jauh-

jauh hari karena pemesanan mendadak mulai dari hari natal sampai

tahun baru tidak dilayani.

4. Pembuatan gudang material atau penutup material sederhana yang

berupa terpal dan alasnya. Alternatif lain yaitu pengiriman secara

bertahap material agar tidak terlalu lama terekspos udara luar.

5. Penetapan sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang resmi dan

harus dipatuhi yang disertai dengan sosialisasi tentang pentingnya alat

pengaman diri (APD).

6. Pihak pembangunan condotel mercure telah melakukan beberapa

sosialisasi tentang pembangunan condotel tersebut dengan perwakilan

kampung yang bersangkutan. Namun penyampaian hasil sosialisasi

tersebut kurang merata sehingga masih banyak omongan miring

berkaitan dengan jalannya proyek.

Page 62: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 62

7. Pemeriksaan lebih anjut terhadap rumah warga yang dikeluhkan

mengalami gangguan getaran seperti yang telah diaksanakan pihak

kontraktor dan petugas keamanan proyek. Dari hasil pemeriksaan

tersebut dilakukan analisis kelayakan ganti rugi karena tidak semua

laporan keluhan tersebut benar-benar dikarenakan jalannya proyek.

Page 63: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 63

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengalaman yang penulis peroleh selama pelaksanaan kerja

praktek maupun selama pembuatan laporan, penulis dapat mengambil beberapa

kesimpulan antara lain:

1. Mahasiswa JTSL UGM kurang memiliki bekal yang cukup untuk terjun

langsung di lapangan.

2. Penulis menemukan beberapa hal baru yang harus dipelajari untuk

menambah pengetahuan sebagai upaya peningkatan daya saing dalam

menghadapi persaingan global.

3. Dalam pelaksanaan proyek diperlukan suatu perencanaan yang matang,

sehingga diharapkan proyek dapat berjalan dengan lancer dan memberikan

manfaat bagi semua pihak.

4. Pengawasan secara ketat dan intensif selama dilapangan sangat berperan

dalam upaya pengendalian mutu pekerjaan agar diperoleh hasil pekerjaan

yang tepat mutu, biaya dan waktu.

5. Mutu beton pondasi turun dari mutu beton yang seharusnya karena faktor

cuaca dan metode pelaksanaan kerja proyek tersebut.

6. Keberhasilan dan kelancaran pekerjaan proyek sangat ditentukan oleh

adanya koordinasi dan manajemen proyek yang baik dan terarah bagi

seluruh pihak yang terkait didalamnya. Selain itu pemilihan metode

konstruksi yang tepat sangat berpengaruh juga terhadap kelancaran

proyek.

7. Kendala proyek yang timbul akibat faktor teknis maupun faktor non-teknis

sebaiknya telah diprediksi dan diantisipasi sejak awal bagaimana dan apa

metode penyelesaian yang akan digunakan.

Page 64: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 64

6.2. Saran

Berdasarkan hasil pengamatan langsung dilapangan, maka penulis memberi

saran sebagai berikut :

1. Kegiatan kerja praktek sangat baik untuk proses pembelajaran mahasiswa

untuk terjun langsung dalam dunia proyek sehingga diharapkan kegiatan

kerja praktek ini tetap diadakan tiap tahunnya.

2. Dalam pelaksanaan kegiatan kerja praktek kedepannya, diharapkan pihak

Jurusan Teknik Sipil sudah melakukan koordinasi dengan berbagai

perusahaan untuk melakukan kerjasama dalam menempatkan

mahasiswanya pada proyek yang bersangkutan sehingga mahasiswa tidak

kesulitan mencari proyek untuk lokasi kerja praktek nantinya.

3. Sebaiknya diberikan waktu khusus untuk melakukan Kerja Praktek ini,

sehingga mahasiswa dapat berkonsentrasi dengan baik terhadap Kerja

Prakteknya bukan di sela waktu kuliah yang menjadikan mahasiswa yang

melakukan Kerja Praktek tersebut kurang maksimal.

4. Menambah standar baku tentang materi dan output yang harus didapatkan

dalam kerja praktek. Standar baku tersebut diharapkan dapat memotivasi

mahasiswa agar menggali pengalaman yang lebih maksimal lagi dalam

masa kerja praktek tersebut.

Page 65: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 65

DAFTAR PUSTAKA

Djojowirono, Soegeng. 2010. Manajemen Konstruksi. Yogyakarta : Biro

Penerbit KMTS FT UGM.

Hardiyatmo, H.C. 2008. Analisis dan Perancangan Fondasi Bagian I.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hardiyatmo, H.C. 2010. Analisis dan Perancangan Fondasi Bagian II.

Yogyakarta.: Gadjah Mada University Press.

Metode Pelaksanaan Konstruksi. http://www.academia.edu/4250077/.

(diakses pada 21 Maret 2014 pukul 09.06 WIB)

Mulyono, Agus Taufik. 2009. Bahan Kuliah Pemindahan Tanah

Mekanis. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada.

Tjokrodimuljo, Kardiyono. 2010. Teknologi Beton. Yogyakarta : Biro

Penerbit KMTS FT UGM.

Profil Perusahaan. http://www.pakubumisemesta.com/. (diakses pada 18

April 2014 pukul 19.00 WIB)

Suryani, Vika. 2013. Laporan Pengetahuan Praktek Lapangan

Pembangunan Fly Over Jombor. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan

Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

Page 66: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 66

LAMPIRAN

Page 67: Bab 1 Pendahuluan

LAPORAN PENGETAHUAN PRAKTEK LAPANGAN | JTSL FT UGM 2015 67