akhlak tasawuf-1
Post on 09-Jul-2016
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Akhlak tasawuf“ Akhwal dan Muqamat”
MPI II A
Disusun oleh :1. Abdul Azis (151063112002. Ahmad Rizqy A (151063112003. Ana Agustiani (1510631120012)4. Dede Lutfi N (151063112005. Evi Puspita P P (1510631120024)6. Evi Sofiana (1510631120025)7. Jajat Sudrajat (15106311200
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAMFAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2015/2016
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini. Tak lupa
terimakasih kepada Bapak Tajuddin Nur.Drs.Mpd.I. selaku dosen matakuliah Akhlak
Tasawuf, yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah yang berjudul “Akhwal
dan Maqamat”.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Akhwal ............................................................................................................... 2
1.1........................................................................................................................Pengerti
an Akhwal .................................................................................................... 2
1.2........................................................................................................................Akhwal
yang di jumpai dalam perjalanan Sufi ......................................................... 2
2. Maqamat ............................................................................................................ 4
2.1........................................................................................................................Pengerti
an Maqamat .................................................................................................. 4
2.2........................................................................................................................Macam-
macam Maqamat dalam Tasawuf ................................................................ 4
3. Keterkaitan Akhwal dengan Maqamat ............................................................... 7
4. Perbedaan Akhwal dengan Maqamat ................................................................. 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 8
B. Saran .................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasawuf dikalangn umat muslim merupakan ilmu untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Praktek tasawuf sendiri sudah mulai pada zaman Rasulullah misalnya Rasulllah
SAW. Beliau mendapatkan wahyu-wahyu dari Allah itu merupakan bagian dari mendekatkan
diri pada Allah SWT. Akan tetapi, istilah Tasawuf mulai dikenal oleh orang banyak sejak
adanya dua dinasty besar Islam.secara lebih umum berarti Tasawuf mulai terkenal paska
Rasulullah wafat.
Suatu hal yang begitu mengejutkan bagi mahasiswa yang belum pernah mempelajari
Tasawuf, yaitu adanya maqamat atau tingkatan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Kedua
pernyataan ini merupakan masalh yang umum terjadi di Masyarakat. Oleh karena latar
belakang diatas, penulis akan sedikit mengulas mengenai Maqamat Tasawuf dan Ahwal
secara sistematis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ahwal dan Ahwal apa saja yang dijumpai dalam perjalanan sufi ?
2. Apa pengertian Maqamat dan apa saja macam-macam maqam dalam tasawuf ?
3. Apa kaitan Ahwal dan Maqamat ?
4. Apa perbedaan antara ahwal dan maqamat ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah antara lain :
1. Untuk menambah pemhaman wawasan mengenai Tasawuf dan mengenal tingkatan-
tingkatannya.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. AHWAL
1.1. Pengertian Ahwal
Ahwal adalah bentuk jama’ dari kata hal, yang berarti kondisi mental atau situasi kejiwaan
yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia Allah, bukan hasil dari usahanya.Hal bersifat
sementara, datang dan pergi ;datang dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalananya
mendekati Tuhan.
Imam Al – Ghazali mengatakan “Hal adalah satu waktu di mana seorang hamba berubah
karena ada sesuatu dalam hatinya.Seorang hamba pada saat tertentu hatinya dan pada saat
yang lain hatinya berubah. Inilah yang disebut dengan hal”.
1.2. Ahwal yang dijumpai dalam perjalanan sufi
Ahwal yang sering dijumpai dalam perjalanan kaum sufi antara lain :
Waspada dan Mawas Diri (Muhasabah dan muraqabah)
Waspada dan mawas diri merupakan dua hal yang saling berkaitan erat .Oleh karena itu ,
ada sufi yang mengupasnya secara bersamaan. Waspada (Muhasabah) dapat diartikan
meyakini bahwa Allah mengetahui segala pikiran, perbuatan, dan rahasia dalam hati, yang
membuat seseorang menjadi hormat, takut, dan tunduk kepada Allah. Adapun mawas diri
(Muraqabah) adalah meneliti dengan cermat apakah segala perbuatan sehari – hari telah
sesuai atau malah menyimpang dari kehendak-Nya.
Cinta (Mahabbah)
Cinta atau mahabbah merupakan salah satu pilar utama islam dan inti dari ajarannya.
Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk memerhatikan keindahan atau kecantikan.
Dalam pandangan Al-Junaidi, cinta didefinisikan sebagai “kecenderungan hati pada Allah
Ta’ala, kecenderungan hati pada sesuatu karena mengharap ridha Allah tanpa merasa diri
terbebani, atau menaati Allah dalam segala hal yang diperintahkan atau dilarang, dan rela
menerima apa yang telah ditetapkan dan ditakdirkan Allah.
Berharap (Raja’)
2
Raja’ berarti suatu sikap mental yang optimisme dalam memperoleh karunia dan nikmat
ilahi yang disediakan bagi hamba-Nya yang shaleh, karena ia yakin bahwa Allah itu Maha
Pengasih, Penyayang dan Maha Pengampun.
Imam al-Qusyairi mengatakan “Raja’ ialah terikat hati pada sesuatu yang diharapkan
yang akan terjadi pada masa yang akan datang”.
Orang yang harapan dan penantianya menjadikanya berbuat ketaatan dan mencegahnya
dari kemaksiata.berarti harapanya bebar.Sebaliknya.jika kemaksiatan,harapanya sia-sia dan
percuma. Raja’ menuntut tiga perkara,yaitu :
1. Cinta kepada apa yang diharapkanya.
2. Takut harapanya itu hilang.
3. Berusaha untuk mencapainya.
Raja’ yang tidak disertai dengan tiga perkara itu,hanyalah ilusi atau hayalan.
Khauf
Khauf menurut ahli sufi bararti suatu sikap mental takut kepada allah karena khawatir
kurang sempurna pengabdiannya. Khauf dapat mencegah hamba berbuat maksiat dan
mendorongnya untuk senantiasa berada dalam ketaatan. Imam Al-Ghozali membagi khauf
menjadi dua macam:
a. Khauf karena khawatir kehilangan nikmat.Inilah yang mendorong orang untuk selalu
memelihara dan menempatkan nikmat itu pada tempaynya.
b. Khauf pada siksaan sebagai akibat perbuatan kemeksiatan.Khauf yang seperti inilah
yang mendorong orang untuk menjauh dari apa yang dilarang dan melaksanakan apa
yang diperintah.
Rindu (Syauq)
Selama masih ada cinta, syauq tetap diperlukan. Dalam lubuk jiwa, rasa rindu hidup
dengan subur, yakni rindu ingin segera bertemu dengan Tuhan. Ada yang mengatakan bahwa
maut merupakan bukti cinta yang benar. Lupa kepada Allah lebih berbahaya dari pada maut.
Bagi sufi yang rindu kepada Tuhan,kematian dapat berarti bertemu dengan Tuhan.
Abu Ali Daqaq mengatakan “Syauq adalah dorongan hati untuk bertemu dengan yang
dicintai dan kuatnya dorongan sesuai dengan kuatnya cinta dan cinta baru berakhir setelah
melihat dan bertemu.
Intim (Uns)
3
Uns adalah keadaan jiwa dan seluruh ekspresi rohani terpusat penuh kepada satu titik
sentrum, yaitu Allah. Dalam pandangan sufi, sifat uns adalah sifat merasa selalu berteman,
tak pernah merasa sepi. Ungkapan berikut:
“Ada orang yang merasa sepi dalam keramaian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan
kekasihnya sebab sedang dimabuk cinta, seperti halnya sepasang muda mudi.Ada pula orang
yang merasa bising dalam kesepian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan atau
merencanakan tugas pekerjaannya semata – mata. Adapun engkau, selalu merasa berteman
di mana pun berada. Akangkah mulianya engkau berteman dengan Allah, artinya engkau
selalu berada dalam pemeliharan Allah.
Sikap keintiman ini banyak dialami oleh kaum sufi.
2. MAQAMAT
2.1. Pengertian Maqamat
Maqamat bentuk jama’ dari kata maqam yang artinya station ( tahapan atau tingkatan),
yakni tingkatan spiritual yang telah dicapai oleh seorang sufi. Imam Al-Ghozali berkata
“Maqam adalah beragam mu’amalat (interaksi) dan mujahaddah (perjuangan batin) yang
dilakukan seorang hamba di sepanjang waktunya. Jika seorang hamba tersebut menjalankan
salah satu dari maqam itu dengan sempurna maka itulah maqamnya hingga ia berpindah dari
maqam itu menuju maqam yang lebih tinggi.
Maqam didapatkan melalui upaya mujahaddah dan riyadhah.Maqam itu tidak bisa
didapatkan kecuali dengan beramal secara terus – menerus dan rutin serta dengan
mengendalikan nafsu.
2.2. Macam – Macam Maqam dalam Tasawuf
Maqam yang dijalani kaum sufi umumnya terdiri dari taubat, zuhud, faqr, sabar, syukur,
rela, dan tawakal.
1. Taubat
Menurut Qamar Kailani dalam bukunya Fi At-Tasawufi Al-Islam, taubat adalah rasa
penyesalan yang sungguh – sungguh dalam hati disertai permohonan ampun serta
meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan dosa. Sementara Al-Ghazali
mengklasifikasikan taubat pada tiga tingkatan :
a. Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih pada kebaikan karena takut
kepada siksa Allah.
b. Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju situasi yang lebih baik lagi.Dalam
tasawuf, keadaan ini sering disebut “inabah”
4
c. Rasa penyesalan yang dilakukan semata – mata karena ketaatan dan kecintaan kepada
Allah, hal ini disebut ‘aubah’.
Menurut sufi yang menyebabkan seseorang jauh dari Allah adalah karena dosa, dan dosa
adalah sesuatu yang kotor.
2. Zuhud
Secara harfiyah zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat duniawi, atau
meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Secara umum, zuhud dapat diartikan sebagai
suatu sikap melepaskan diri dari ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan
mengutamakan kehidupan akhirat.
Dilihat dari maksudnya, zuhud dibagi menjadi tiga tingkatan, Pertama (terendah),
menjauhkan dunia ini agar terhindar dari hukuman akhirat. Kedua, menjauhi dunia dengan
menimbang imbalan di akhirat. Ketiga (tertinggi), mengucilkan dunia bukan karena takut
atau berharap, tetapi karena cinta kepada Allah.
Zuhud yang hakiki adalah meninggalkan dunia dari “lubuk hati”, meskipun bisa saja
kemewahan dunia itu berada dalam genggaman kita. Karena, selama kita masih hidup di
dunia, kita tetap membutuhkan harta meski sedikit untuk melangsungkan hidup kita, agar kita
tidak mengemis pada orang lain.
3. Faqr (Fakir)
Al-Faqr adalah tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dipunyai dan merasa puas
dengan apa yang sudah dimiliki, sehingga tidak meminta sesuatu yang lain. Sikap mental faqr
merupakan benteng pertahanan yang kuat dalam menghadapi pengaruh kehidupan materi.
Sebab, sikap mental ini akan menghindarkan seseorang dari keserakahan.
Dengan demikian, pada prinsipnya, sikap mental faqr merupakan rentetan sikap zuhud.
Hanya saja, zuhud lebih keras menghadapi kehidupan duniawi, sedangkan fakir hanya
pendisiplinan diri dalam mencari dan memanfaatkan fasilitas hidup. Pesan yang tersirat yang
ada di dalam al-faqr adalah hati- hati terhadap pengaruh negatif yang diakibatkan olah
keinginan kepda harta kekayaan.
4. Sabar
5
Sabar,berarti sikap konsekuen dan konsisten dalam melaksanakan semua perintah Allah.
Berani menghadapi kesulitan, tabah menghadapi cobaan selama perjuangan demi mencapai
tujuan. Menurut Syekh ‘Abdul Qadir Al-Jailani, sabar ada tiga macam, yaitu :
1. Bersabar kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya.
2. Bersabar bersama Allah, yaitu bersabar terhadap ketetapan Allah dan perbuatan-Nya
terhadapmu, dari berbagai macam kesulitan dan musibah.
3. Bersabar atas Allah, yaitu bersabar terhadap rezeki, jalan keluar, kecukupan,
pertolongan, dan pertolongan dan pahala yang dijanjikan Allah di kampung akhirat.
5. Syukur
Syukur adalah ungkapan rasa terimakasih atas nikmat yang diterima. Syukur sangat
diperlukan karena semua yang kita lakukan dan miliki di dunia adalah berkat karunia Allah.
Allah-lah yang telah memberikan nikmat kepada kita, baik berupa pendengaran, penglihatan,
kesehatan, keamanan maupun nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung jumlahnya.
Syekh ‘Abdul Qadir Al-Jailani membagi syukur menjadi tiga macam, pertama dengan
lisan, yaitu dengan mengakui adanya nikmat dan merasa tenang. Kedua, syukur dengan
badan dan anggota badan, yaitu dengan cara melaksanakan ibadah sesuai perintah-Nya.
Ketiga, syukur dengan hati.
6. Rela ( Rida)
Rida’ berarti menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugerahkan Allah SWT.
Orang yang rela mampu melihat hikmah kebaikan di balik cobaan yang diberikan Allah dan
tidak berburuk sangka terhadap ketentuan-Nya. Bahkan, ia mampu melihat keagungan,
kebesaran, dan kemahasempurnaan Dzat yang memberikan cobaan kepadanya sehingga tidak
mengeluh dan tidak merasakan sakit atas cobaan tersebut.
Menurut Abdul Halim Mahmud, rida mendorong manusia untuk berusaha sekuat tenaga
mencapai apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Namun, sebelum mencapainya, ia harus
menerima dan merelakan akibatnya dengan cara apapun yang disukai Allah.
7. Tawakal
Tawakal adalah salah satu sifat manusia beriman dan ikhlas. Hakikat tawakal adalah
menyerahkan segala urusan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, membersihkannya dari ikhtiar yang
keliru, dan tetap menapaki kawasan – kawasan hukum dan ketentuan.
Tawakal terbagi pada tiga derajat: tawakal, taslim, dan tafwidh. Tawakal adalah sifat
orang – orang yang beriman, taslim adalah sifat para wali, sedangkan tafwidh adalah sifat
orang benar – benar mengesakan. Orang yang bertawakal merasa tentram dengan janji Rabb-
6
Nya. Orang yang taslim merasa cukup dengan ilmu-Nya. Adapun pemilik tafwidh rida
dengan hukum-Nya.
3. Keterkaitan Ahwal dengan Maqamat
Hubungan antara maqam dan ahwal sangat erat sekali, dari hal yang diakui oleh para
tokoh sufi adalah sama sama sebagai suatu kondisi batin seorang sâlik yang sedang berjalan
menuju tingkat pencapaian akhir ber-taqarrub kepada Allah swt. Manakala sifatnya
permanen, maka disebut dengan maqam dan yang berubah sifatnya disebut hal.
Keadan keadan yang datang dengan sendiri merupakan pemberian alloh sedangkan
maqom adalah hasil upaya, latihan, kesengajaan, pemaksaan dan lainya dari seorang hamba
itu sendiri secara terus menerus hingga dia bisa menduduki maqomnya secara sah.
Sementara, pemilik hal sering mengalami pasang surut, berubah-ubah, naik turun keadaan
hatinya.
4. Perbedaan Ahwal dan Maqamat
Keterangan di atas menegaskan kepada kita bahwa maqam berbeda dengan hal. Menurut
para sufi, maqam ditandai oleh kemapanan, sementara hal justru mudah hilang. Maqam dapat
dicapai seseorang dengan kehendak dan upayanya, sementara hal dapat diperoleh tanpa daya
dan upaya, baik dengan menari, bersedih hati, bersenang – senang, rasa tercekam, rasa rindu,
rasa gelisah, atau rasa harap.
Sesuai penjelasan di tersebut, hal adalah pemberian Allah. Ia bisa berubah dan hilang.
Sedangkan maqam hanya bisa didapatkan dengan cara beramal, usaha, dan usaha keras yang
dilakukan secara kontinyu tidak terputus, maqam bisa didapatkan oleh seorang hamba setelah
ia membersihkan juwanya dari segala sesuatu yang bisa membuatnya melalaikan Tuhan.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antara maqam dan hal (akhwal) tidak dapat dipisahkan. Keduanya ibarat dua sisi
dalam satu mata uang. Keterkaitan antara keduanya dapat dilihat dalam kenyataan bahwa
maqam menjadi prasyarat menuju Tuhan; dan bahwa dalam maqam akan ditemukan
kehadiran hal. Hal yang telah ditemukan dalam maqam akan mengantarkan seseorang
untuk mendaki maqam – maqam selanjutnya.
B. Saran
Dari makalah yang telah kami susun kami menyarankan kepada mahasiswa semoga
makalah ini dapat dijadikan acuan referensi pembelajaran khususnya pada Mata Kuliah
Akhlak Tasawuf
8
DAFTAR PUSTAKA
Fattah,Abdul Sayyid Ahmad.2005. Tasawuf antara Al-Ghazali & Ibnu
Taimiyah.Jakarta:Khalifa.
Sholihin,M dan Anwar, Rosihan.2008.Ilmu Tasawuf.Bandung: CV Pustaka Setia.
As,Asmaran.1994.Pengantar Studi Tasawuf.Jakarta:Rajawali Press.
9
top related