5 bab ii tinjauan pustaka 2.1 tanaman pisang 2.1.1 morfologi

Post on 13-Jan-2017

247 Views

Category:

Documents

4 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Pisang

2.1.1 Morfologi tanaman

Tanaman pisang tumbuh didaerah tropik, tanaman ini dapat tumbuh di

tanah yang cukup air pada daerah dengan ketinggian sampai 2.000 m diatas

permukaan laut (dpl). Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27ºC, dan suhu

maksimumnya 38ºC, dengan keasaman tanah (pH) 4,5-7,5 (Mulyati, dkk, 2008).

Umumnya, pisang merupakan tanaman pekarangan, walaupun dibeberapa daerah

sudah diperkebunkan untuk diambil buahnya. Tingginya antara 2-9 m, berakar

serabut dengan batang bawah tanah (bonggol) yang pendek. Dari mata tunas yang

ada pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman baru (Dalimartha, 2003).

Pisang mempunyai batang semu yang sebenarnya tersusun atas tumpukan

pelepah daun yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga mencapai ketebalan

20-50 cm. Daun yang paling muda terbentuk dibagian tengah tanaman, keluarnya

menggulung dan terus tumbuh memanjang, kemudian secara progresif membuka.

Helaian daun bentuknya lanset memanjang, mudah koyak, panjang 1,5-3 m, lebar

30-70 cm, permukaan bawah berlilin, tulang tengah penopang jelas disertai tulang

daun yang nyata, tersusun sejajar dan menyirip, warnanya hijau. Pisang

mempunyai bunga majemuk, yang tiap kuncup bunga dibungkus oleh seludang

bewarna merah kecoklatan. Seludang akan lepas dan jatuh ketanah jika bunga

telah membuka. Bunga betina akan berkembang secara normal, sedangkan bunga

jantan yang ada diujung tandan tidak berkembang dan tetap tertutup oleh seludang

dan disebut sebagai jantung pisang. (Dalimartha, 2003).

Universitas Sumatera Utara

6

Jantung ini bewarna merah tua, tetapi ada pula yang bewarna kuning dan

Ungu, jantung terdiri dari satu atau banyak bakal buah (sisir). Setiap sisir

dilindungi oleh sebuah daun kelopak. Bunga nya sempurna, tetapi pada ujung

jantung umumnya berbunga jantan. Buah pisang tersusun dalam tandan. Tiap

tandan terdiri atas beberapa sisir, dan tiap sisir terdiri dari 6-22 buah pisang atau

tergantung pada varietasnya. Buah pisang pada umumnya tidak berbiji

(Sumarjono, 2000).

2.1.2 Sinonim dan nama daerah tanaman

Tanaman pisang memiliki nama daerah seperti cau, gedang, pisang,

gedhang, kedhang, pesang, pisah (Jawa), galuh, gaol, punti, puntik, puti, pusi,

galo, awal pisang, gae (Sumatera), harias, peti, punsi, pute, puti, rahias

(Kalimantan), biu, kalo, mutu, punti, kalu, muu, muku, muko (Nusa Tenggara),

tagin, see, lambi, lutu, pepe, uti, loka (Sulawesi), fudir, pitah, temai, seram, kula,

uru, fiat, tele (Maluku), nando, rumaya, pipi, mayu (Irian) (Dalimartha, 2003).

2.1.3 Klasifikasi tanaman

Tumbuhan pisang diklasifikasikan sebagai berikut (Balitbangkes, 2001):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Musaceae

Marga : Musa

Jenis : Musa balbisiana Colla

Universitas Sumatera Utara

7

2.1.4 Kandungan kimia tanaman

Kandungan kimia yang terdapat pada pisang antara lain akar mengandung

serotonin, norepinefrin, tanin, hidroksitriptamin, dopamin, vitamin A, B dan C.

Buah mengandung flavonoid, glukosa, fruktosa, sukrosa, tepung, protein, lemak,

minyak menguap, kaya akan vitamin (A, B, C dan E), mineral (kalium, kalsium,

fosfor, fe), pektin, serotonin, 5-hidroksi triptamin, dopamin, dan noradrenalin

(Dalimartha, 2003).

2.1.5 Manfaat tanaman

Buah pisang banyak manfaatnya selain untuk buah meja, buah pisang yang

belum matang dapat dibuat keripik, sedangkan buah yang telah matang dapat

dibuat sale dan pisang goreng. Buah masih muda dapat dibuat tepung yang mahal

harganya (Sumarjono, 2000).

2.1.6 Jenis pisang

Berdasarkan manfaatnya bagi kehidupan manusia, pisang dibedakan

menjadi tiga macam, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah.

1. Pisang serat (Musa textiles)

Pada pisang serat yang dimanfaatkan adalah batangnya, yaitu untuk pembuatan

tekstil. Batang pisang tersebut tersusun dari lapisan pelepah yang mengandung

serat. Pisang serat dipanen pada saat kuncup bunga sudah terlihat.

2. Pisang hias (Heliconia indica)

Pisang hias yang terkenal adalah Heliconia. Pisang hias dapat dibedakan dalam

dua jenis, yaitu pisang kipas dan pisang-pisangan. Pisang kipas memiliki

bentuk tanaman menyerupai kipas dan sering disebut sebagai pisang

madagaskar. Pisang-pisangan memiliki batang semu dengan ukuran kecil.

Universitas Sumatera Utara

8

3. Pisang buah (Musa paradisiaca)

Pisang buah ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang

buah terdiri dari beberapa kelompok, yaitu kelompok pertama adalah pisang

yang dapat dimakan langsung setelah matang. Contohnya pisang mas, raja.

Kelompok kedua adalah pisang yang diolah terlebih dahulu baru dimakan.

Contohnya pisang tanduk, nangka. Kelompok ketiga adalah pisang yang dapat

langsung dimakan setelah masak maupun diolah terlebih dahulu. Contohnya

pisang kepok dan pisang raja. Kelompok keempat adalah pisang yang dimakan

sewaktu masih mentah. Contohnya pisang klutuk atau pisang batu (Kaleka,

2013).

2.2 Tumbuhan Landoyung

2.2.1 Morfologi tumbuhan

Di Indonesia landoyung tumbuh liar secara berkelompok di lereng-lereng

gunung di Sumatera, Kalimantan, dan seluruh Jawa pada ketinggian 700-2300 m

dpl (Heyne, 1987). Di Aceh dapat dijumpai di Tripa Peat Swamp Forest Kawasan

Ekosistem Lauser Aceh, dan Sumatera Utara (Hasairin, 1994). Tumbuhan ini

termasuk famili Lauraceae, merupakan pohon perdu dengan diameter batang 6–

20 cm, tinggi pohon 5–12 meter. Minyak landoyung umumnya dimanfaatkan

untuk berbagai makanan dan keperluan industri. Kecuali sebagai sumber minyak

untuk industri makanan, dan makanan ternak, minyak tersebut juga dapat

digunakan industri kimia seperti tinta plastik dan biodisel (Kurniaty, dkk., 2000).

Penyebaran tumbuhan landoyung diIndonesia meliputi daerah jawa

Kalimantan, dan Sumatera (Heyne, 1987). Bagian yang muda terutama pada

Universitas Sumatera Utara

9

bagian ujung cabang berambut tebal dan pendek, berwarna coklat dan bagian yang

tua gundul, berwarna hitam. Helaian daun tunggal, berbintik-bintik kelenjar yang

dapat tembus cahaya, bila diremas berbau khas seperti lemon, bentuk lonjong atau

lanset, sedangkan bagian ujungnya runcing, permukaan atas mengkilat, tipis

menjangat, ukuran helaian daun 7-15cm x 15-30 mm, pada permukaan bawah

helaian daun pertulangan daun tampak menonjol, panjang tangkai daun 7-18 mm.

Perbungaan berupa bunga tandan, setiap bunga dilindungi oleh daun pelindung.

buah buni berbentuk bulat, berwarna hitam. (Ditjen POM, 2010).

2.2.2 Sinonim dan nama daerah tumbuhan

Landoyung mempunyai nama lain seperti: krangean (Jawa tengah), ki lemo

(Jawa barat), Antarasa (Sumatra utara). Sinonim: L cirata Bl., Laurus cubeba

Lour., Tethrantera polyantha Walich ex Nees var. Citrata Meiss, T. Citrata Nees.

(Ditjen POM, 2010).

2.2.3 Klasifikasi tumbuhan

Sistematika tumbuhan landoyung menurut Hutapea, (1994) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotylydoneae

Bangsa : Rhamnales

Suku : Lauraceae

Marga : Litsea

Jenis : Litsea cubeba Pers.

Universitas Sumatera Utara

10

2.2.4 Kandungan kimia tumbuhan

Kulit batang dan daun tumbuhan landoyung (Litsea cubeba (Lour.) Pers.)

mengandung saponin, flavonoida, dan tanin (Hutapea, 1994). Buah mengandung

senyawa asam laurat, asam kaprik, asam oleat, minyak atsiri, glikosida, resin, dan

alkaloid (Perry, 1980).

2.2.5 Manfaat tumbuhan

Tumbuhan landoyung merupakan sumber sitral yang berkualitas dan merupakan

pesaing utama minyak lemongrass. Untuk mendapatkan minyak atsiri dapat melalui

penyulingan dengan cara rebus, kukus (Kurniaty, dkk., 2000).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. sedangkan

ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai (Ditjen

POM, 2014). Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat

larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, Senyawa

aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam

golongan minyak atsiri, alkaloida dan flavonoida dan lain-lain. Beberapa metode

ekstraksi dengan menggunakan pelarut antara lain (Ditjen POM, 2000):

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman selama 5

hari menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.

Sedangkan maserasi yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan dan seterusnya disebut remaserasi (Depkes RI., 2000).

Universitas Sumatera Utara

11

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

3. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas.

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstrak dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada

temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan

pada temperatur 40-500 C.

6. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980 C)

selama waktu tertentu (15-20 menit).

7. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air.

2.4 Selulosa

Selulosa merupakan konstituen utama kayu. Kira-kira40-45% bahan

kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa, terutama terdapat didalam

Universitas Sumatera Utara

12

dinding sel sekunder (Sjostrom, 1995). Selulosa juga menjadi konstituen utama

dari berbagai serat alam misalnya kapas (Stevens, 2001). Selulosa dibuat secara

alami dari selulosa yang telah dimurnikan. Hidrolisis dalam kondisi yang terkendali

menjadikan mikrokristal selulosa stabil (Philips, 2000).

Sifat-sifat polimer selulosa biasanya dipelajari dalam keadaan larutan,

menggunakan pelarut. Berdasarkan pada sifat-sifat dalam larutan seperti

kekentalan instrinsik dan sedimentasi dan laju difusi maka selulosa dalam larutan

termasuk dalam kelompok polimer linier. Ini berarti bahwa molekul-molekulnya

tidak mempunyai struktur tertentu dalam larutan yang berbeda dengan amilosa

dan sejumlah molekul protein.

Selulosa berbeda nyata dari polimer-polimer sintetik dan lignin dalam beberapa

sifat polimernya. Kekhasan larutannya adalah kekentalannya yang relatif tinggi dan

koefisien sedimentasi dan difusi yang rendah (Sjostrom, 1995).

2.5 Selulosa Mikrokristal

2.5.1 Rumus empiris dan berat molekul

(C6H10O5)n ≈ 36000

Dimana n ≈ 220

2.5.2 Struktur kimia

Gambar 2.1Struktur selulosa mikrokristal (Rowe, et al., 2009)

Universitas Sumatera Utara

13

2.5.3 Uraian umum selulosa mikrokristal

Penggunaan kayu sebagai sumber pembuatan selulosa mikrokristal dapat

mengurangi ketersediaan kayu dan menyebabkan penebangan hutansecara

besar-besaran. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekologis. Oleh

karena itu, perlu dicari sumber nonkayu sebagai sumber alternatif untuk

mengurangi masalah lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan kayu dalam

pembuatan selulosa mikrokristal (Sjostrom, 1995).

Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan dan telah

mengalami depolimerisasi parsial, berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa dan

berupa serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang berpori (Rowe, et al.,

2009). Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal

dapat dihasilkan dari serat rami (Bhimte dan Tayade, 2007), kulit kacang kedelai,

sekampadi, ampas tebu (Zulharmita, dkk., 2012), kulit kacang tanah, tongkol

jagung (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005), bambu India (Ejikeme,2007) dan

serabut pinang (Lukita, 2015) Selain itu, serbuk kayu gergajian juga bisa

dimanfaatkan sebagai sumber bahan pembuatan mikrokristalin selulosa

(Gusrianto, dkk., 2011).

Ohwoavworhua dan Adelakun, (2005) menghidrolisis α-selulosa dari

rambut biji(Bixaceae)dihasilkan selulosa mikrokristal sebanyak 21% dari bahan

awal. Dalam penelitian Zulharmita dan kawan-kawan (2012), menunjukkan

mikrokristalin selulosa dari ampas tebu diperoleh sebanyak 71.5 gram dengan

hasil 28.6%. Pemanfaatan mikrokristalin selulosa dalam bidang farmasi

digunakan sebagai eksipien untuk percetakan tablet, mengurangi sedimentasi pada

suspense.(Voight, 1994) dan penghancur yang baik (Ohwoavworhua, et al., 2009).

Universitas Sumatera Utara

14

2.6 Sediaan Tablet

2.6.1 Uraian umum

Tablet adalah sediaan padat, mengandung bahan obat dengan atau tanpa

bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan

merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan (Ditjen POM, 2014).

Kriteria sediaan tablet adalah stabil secara fisik dan kimia, secara ekonomi dapat

menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan mengandung obat

dalam jumlah yang benar, penerimaan oleh pasien (ukuran, bentuk, rasa, warna)

dan untuk mendorong pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan pemakaian

obat (Agoes, 2008). Kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tablet

dengan kualitas yang baik antara lain:

1. Mempunyai kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya

tetap baik selama pabrikasi/pengemasan dan distribusi ke konsumen.

2. Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya.

3. Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya.

4. Mempunyai penampilan yang menarik, dari segi bentuk, warna dan rasanya.

2.6.2 Bahan tambahan formula tablet

Bahan tambahan adalah komponen lain dari suatu sediaan obat selain

bahan aktif. Bahan tambahan memiliki banyak fungsi antara lain untuk membantu

proses produksi, membantu disolusi, meningkatkan kestabilan, bioavailabilitas,

keamanan dan keefektifan obat (Gangurde, et al., 2013).

Komposisi tablet umumnya terdiri atas bahan aktif dan eksipien atau

bahan tambahan (ada sejumlah kecil tablet yang dapat dibuat tanpa eksipien).

Eksipien ditambahkan dengan berbagai fungsi dan tujuan spesifik sebagai pengisi,

Universitas Sumatera Utara

15

pengikat, penghancur (disintegrant), anti lengket (anti adhesive), pelicin (glidant),

pembasah (wetting/surface active agent), zat warna (colours), peningkat rasa

(flavors) dan lain-lain. Pemilihan eksipien untuk formulasi tablet tergantung pada

bahan aktif, tipe tablet, karakteristik yang dibutuhkan dan proses pembuatan yang

akan diaplikasikan (Agoes, 2008).

1. Bahan pengisi (diluent)

Berfungsi untuk memperbesar volume massa agar mudah dicetak atau

dibuat. Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit atau sulit dikempa.

Misalnya laktosa, pati, kalsium fosfat dibase, dan selulosa mikrokristal

(Syamsuni, 2006).

2. Bahan pengikat (binder)

Bahan pengikat berfungsi memberikan daya adhesi pada massa serbuk

sewaktu granulasi serta menambah daya kohesi pada bahan pengisi, misalnya gom

akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metilselulosa, CMC, pasta pati terhidrolisis,

selulosa mikrokristal (Syamsuni, 2006).

3. Bahan penghancur/pengembang (disintegrant)

Bahan penghancur/pengembang berfungsi membantu hancurnya tablet

setelah ditelan. Misalnya pati, pati dan selulosa yang dimodifikasi secara kimia,

asam alginat, selulosa mikrokristal, dan povidon (Syamsuni, 2006).

4. Bahan pelicin (lubricant)

Bahan pelicin berfungsi mengurangi gesekan selama proses pengempaan

tablet dan juga berguna untuk mencegah massa tablet untuk melekat pada cetakan.

Misalnya senyawa asam stearat dengan logam dan talk. Umumnya lubrikan

bersifa hidrofob, sehingga dapat menurunkan kecepatan disintegrasi tablet.

Universitas Sumatera Utara

16

2.6.3 Metode pembuatan tablet

Tablet dibuat dengan 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering dan

kempa langsung.

a. Granulasi basah

Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi

dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul

dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering

diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan

ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet (Anief, 1994).

b. Granulasi kering

Dilakukan dengan menekan massa serbuk pada tekanan tingi sehingga

menjadi tablet besar yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak

sehingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan (Ditjent POM,

2014 ).

Setelah penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk dislugged atau

dikompresi menjadi tablet yang lebar dan datar dengan garis tengah sekitar 1 inci.

Kempaan harus cukup keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan serbuk

yang berceceran. Tablet kempaan ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan

diayak dengan lubang yang diinginkan, pelicin ditambahkan dan tablet dikempa

(Ansel, 1989).

c. Cetak langsung

Pembuatan tablet dengan kecepatan tinggi memerlukan eksipien yang

memungkinkan pengempaan langsung tanpa tahap granulasi terlebih dahulu.

Eksipien ini terdiri dari zat berbentuk fisik khusus seperti laktosa, sukrosa,

Universitas Sumatera Utara

17

dekstrosa atau selulosa yang mempunyai sifat aliran dan kemampuan kempa yang

diinginkan. Kempa langsung menghindari banyak masalah yang timbul pada

granulasi basah dan granulasi kering. Walaupun demikian sifat fisik dari masing-

masing bahan pengisi merupakan hal kritis, perubahan sedikit dapat mengubah sifat

alir dan kempa sehingga menjadi tidak sesuai untuk dikempa langsung (Ditjen

POM, 2014).

2.7 SEM (Scanning Elektron Microscopy)

SEM (Scanning Elektron Microscopy) merupakan salah satu jenis

mikroskop elektron yang menggunakan elektron untuk menggambarkan bentuk

permukaan dari material yang dianalisis. Penggunaan SEM diawali dengan

merekatkan sampel dengan stab yang terbuat dari logam spesimen paladium

kemudian sampel dibersihkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam ruang yang

khusus dan disinari dengan pancaran elektron bertenaga 10 kV sehingga sampel

mengeluarkan elektron sekunder (Nosya, 2016).

Universitas Sumatera Utara

top related