147365381 laporan kasus charity eviserasi revisi
Post on 19-Oct-2015
47 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
1
PENDAHULUAN
Eviserasi adalah salah satu prosedur bedah dalam rekonstruksi orbita di
mana rekonstruksi ini dilakukan untuk tujuan terapeutik dan kosmetik.1 Eviserasi
melibatkan pengeluaran isi bola mata (lensa, uvea, retina, vitreus, dan kadang
kornea) dengan meninggalkan sklera, otot luar mata, dan saraf optik yang utuh,
biasanya diikuti dengan penempatan implan orbital untuk menggantikan volume
okulus yang hilang.2,3
Eviserasi diperkenalkan pertama kali pada tahun 1817 oleh Bear, ketika ia
mengeluarkan sisa isi bola mata pada mata yang mengalami perdarahan yang
hebat akibat trauma.3,4
Tahun 1885, Mules mengembangkan hasil kosmetik dari
eviserasi dengan menempatkan bola kaca berongga di atas sklera untuk
menambah volume dan menyokong orbital.5
Eviserasi telah mendapatkan popularitas dalam beberapa dekade terakhir.
Sebagian besar didasarkan pada persepsi bahwa pengeluaran isi bola mata
memberikan hasil yang fungsional dan kosmetik yang lebih unggul dibandingkan
dengan beberapa prosedur bedah rekonstuksi orbita yang lain. Beberapa teknik
modifikasi eviserasi telah dipaparkan dalam dekade terakhir, masing-masing
menunjukkan hasil yang lebih baik.6,7
Salah satu indikasi yang paling umum untuk melakukan eviserasi adalah
trauma penetrasi okulus.3 Di samping keuntungan kosmetik dan beberapa
keuntungan lain yang diberikannya, terdapat beberapa pertentangan apakah
eviserasi merupakan tindakan terbaik untuk trauma penetrasi okulus. Eviserasi
bersama dengan sejumlah prosedur bedah intraokulus lainnya, telah diteliti
sebagai penyebab potensial terjadinya simpatetik oftalmia (SO).8 Benar atau
-
2
tidaknya eviserasi dapat mendorong terjadinya SO adalah salah satu kontroversi
yang paling terkenal dalam bedah okuloplastik. Pernyataan lain menunjukkan
bahwa pemilihan eviserasi sebagai prosedur bedah untuk trauma penetrasi adalah
untuk menghindarkan SO itu sendiri.3 Namun, dalam kasus di mana sklera
sebagian besar masih utuh, isi intraokulus masih dapat diidentifikasi, juga adanya
kemungkinan endoftalmitis, apakah eviserasi merupakan alternatif yang bisa
diterima?1,3
Pemilihan ini biasanya didasarkan pada penilaian dokter ahli mata
atau operator bedah.9
Berikut ini akan dilaporkan sebuah laporan kasus dengan diagnosis
Phthisis Bulbi Oculus Dextra et causa Penetrating Trauma pada seorang laki-laki
umur 35 tahun yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
KASUS
Seorang penderita laki-laki, umur 35 tahun, bangsa Indonesia, suku
Minahasa, pekerjaan petani, alamat Temboan Jaga IV, agama Kristen Protestan,
datang ke poliklinik mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada tanggal 27
Maret 2013 jam 18.30 dengan keluhan utama nyeri pada mata kanan. Nyeri mata
kanan disertai dengan keluarnya banyak darah akibat robekan pada mata. Keluhan
terjadi kurang lebih sembilan jam yang lalu akibat terkena parang saat penderita
ingin memotong pohon di kebunnya. Sesudah kejadian terjadi, penderita dibawa
ke RS di Tompaso Baru. Penderita mengaku bahwa mata kanan yang terkena
parang masih bisa melihat cahaya namun samar-samar dan ia tahu arah datangnya
cahaya. Penderita kemudian dirujuk ke RS Siloam Manado. Sementara dalam
perjalanan, penderita muntah-muntah, mata kanannya keluar gumpalan- gumpalan
-
3
merah seperti darah dan terlihat mengecil setelah gumpalan-gumpalan merah itu
keluar. Saat di RS Siloam, penderita mengaku mata kanannya masih bisa melihat
cahaya samar-samar namun tidak tahu lagi arah datangnya cahaya. Tiga jam
kemudian penderita dirujuk lagi ke RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, dan
saat di sini mata kanan penderita sama sekali sudah tidak bisa melihat lagi.
Riwayat penyakit dahulu seperti darah tinggi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, ginjal, dan paru disangkal penderita. Riwayat penggunaan kacamata
sebelumnya disangkal penderita. Riwayat alergi disangkal penderita. Penderita
baru pertama kali menderita seperti ini. Riwayat penyakit keluarga hanya
penderita yang sakit seperti ini.
Pemeriksaan status oftalmologis, secara subyektif diperoleh visus okulus
dekstra nol dan visus okulus sinistra 6/9. Pemeriksaan tekanan intraokulus dengan
tonometer Schiotz tidak dilakukan. Secara objektif didapatkan inspeksi okulus
dekstra palpebra tidak edema. Konjungtiva terdapat kemosis, sub conjunctiva
bleeding dan laserasi. Kornea terdapat laserasi full thickness. Sklera sukar
dievaluasi. Camera Oculus Anterior (COA) terdapat hifema. Ditemukan iris dan
vitreus yang prolaps. Luksasi lensa ke arah anterior. Okulus sinistra dalam batas
normal.
Penderita didiagnosis dengan Phthisis Bulbi Oculus Dextra et causa
Penetrating Trauma dan penderita di terapi dengan antibiotik sistemik
(Ceftriaxone 2x1 gr IV), antibiotik topikal (Floxa tetes mata, 1 tetes per jam),
analgesik oral (Asam Mefenamat 3x500 mg), dengan rencana tindakan eviserasi
dan pemasangan protesa.
-
4
DISKUSI
Diagnosis pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologis. Dari anamnesis, pada identitas ditemukan umur pasien
35 tahun dan jenis kelaminnya laki-laki. Hal ini mendukung diagnosis di mana
kejadian trauma penetrasi kebanyakan terjadi pada usia 20-40 tahun dan pada
jenis kelamin laki-laki.10,11
Penderita mengaku bahwa mata kanannya terkena
parang saat ingin memotong pohon di kebunnya. Hal ini menjelaskan tentang asal
terjadinya trauma penetrasi pada bola mata dan sesuai kepustakaan, benda yang
sering menyebabkan trauma adalah benda-benda tajam metalik (contohnya
parang).11
Penderita mengeluh mata kanannya robek, keluar banyak darah, dan
nyeri. Kemudian keluarga penderita menjelaskan bahwa mata kanannya mengecil
setelah keluar gumpalan-gumpalan seperti darah. Trauma pada mata hampir selalu
menyebabkan mata terasa nyeri dan jika terjadi penetrasi, terlebih khususnya jika
tempat penetrasinya di sklera, dapat menimbulkan perdarahan di vitreus, prolaps
vitreus, koroid atau badan silier.12
Prolaps vitreus, koroid atau badan silier yang
dapat terlihat seperti gumpalan darah ini dapat mengakibatkan bola mata terlihat
mengecil, disebut Phthisis bulbi. Phthisis bulbi didefinisikan sebagai atrofi,
mengecilnya bola mata serta terdapat disorganisasi dari mata dan isi bola mata.13
Pada saat sampai di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, mata kanan pasien
sama sekali tidak bisa melihat. Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan
oftamologis subjektif menggunakan Snellen Chart di mana visus okuli dekstra
nol. Hilangnya visus diakibatkan ketika prolapsnya jaringan bola mata, semua
media refraksi mengalami gangguan sehingga dapat menurunkan visus sampai
nol.14
-
5
Secara objektif, pemeriksaan oftalmologis penderita ini didapatkan
konjungtiva kemosis, sub conjunctiva bleeding dan laserasi. Kornea terdapat
laserasi full thickness. Sklera sukar dievaluasi. Camera Oculus Anterior (COA)
terdapat hifema. Ditemukan iris dan vitreus yang prolaps. Luksasi lensa ke arah
anterior. Semua yang disebutkan di atas adalah tanda dan gejala yang sering
muncul pada trauma okulus.15
Penanganan yang diberikan pada penderita ini yaitu tindakan
medikamentosa dan bedah. Tindakan pembedahan adalah terapi definitif untuk
penderita ini. Pada medikamentosa diberikan Ceftriaxone 2x1 gr IV, Floxa tetes
mata 1 tetes per jam, dan Asam Mefenamat 3x500 mg. Ceftriaxone sendiri adalah
obat antimikroba golongan sefalosporin generasi ketiga. Prinsip kerja obat
golongan ini menghambat sintesis terakhir (transpeptidasi) dinding sel mikroba.
Obat ini umumnya aktif terhadap kuman gram positif. Pemberian ceftriaxone pada
penderita ini bersifat profilaksis untuk mencegah kontaminasi bakteri secara
sistemik, terlebih saat tindakan.16
Floxa tetes mata mengandung ofloxacin, adalah
suatu obat antibiotik golongan florokuinolon generasi pertama dalam bentuk tetes
mata. Kepekaannya lebih besar pada kuman gram negatif.16
Pemberian Floxa tetes
mata secara lokal pada mata untuk penderita ini diharapkan dapat menghambat
pertumbuhan bakteri yang mungkin sudah terpapar di mata saat kejadian trauma
dan untuk pencegahan berkembangnya bakteri lebih lanjut.16
Asam mefenamat
sendiri merupakan obat nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) yang
bekerja dengan mengurangi hormon perangsang rasa nyeri di tubuh akibat
inflamasi dan peradangan.17
Penderita diberikan asam mefenamat untuk
menghilangkan nyeri pada matanya.
-
6
Untuk tindakan bedah, pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan
bedah rekonstruksi orbita, yaitu eviserasi. Pemilihan eviserasi sebagai tindakan
bedah didasarkan pada indikasi eviserasi, dan kebutuhan kosmetik dari si
penderita. Indikasi dilakukan eviserasi meliputi faktor lokal dan sistemik.9 Pada
kasus infeksi berat pada bola mata dan jaringan intraokulus, trauma dengan ruptur
bola mata yang hebat, eviserasi dapat dilakukan.1 Indikasi dilakukannya eviserasi
adalah sebagai berikut :
1. Trauma penetrasi bola mata. Trauma penetrasi merupakan salah satu indikasi
paling umum dilakukannya eviserasi. Eviserasi pada trauma penetrasi bola
mata hanya bisa dilakukan jika sebagian besar sklera masih utuh dan isi
intraokulus masih bisa diidentifikasi.3
2. Nyeri, mata buta. Eviserasi memungkinkan untuk dilakukan pada mata yang
buta dan nyeri, di mana nyeri yang timbul sudah tidak berespon lagi dengan
pengobatan dan kebutaan tidak bisa dihindari lagi.18
3. Endoftalmitis. Dari semua indikasi eviserasi, endoftalmitis merupakan
indikasi tersering. Pengeluaran isi bola mata ini, diharapkan infeksi dalam
bola mata dapat teratasi. Eviserasi jika dibandingkan dengan prosedur bedah
rekonstruksi mata lainnya (contoh enukleasi), dipercaya dapat menurunkan
konsekuensi terjadinya bakterial meningitis.19,20
Pada penderita ini, dua dari tiga indikasi dilakukannya eviserasi sudah
terpenuhi, dimana visusnya sudah nol, dan mata nyeri akibat adanya trauma
penetrasi. Prosedur eviserasi hanya dapat dilakukan jika kemungkinan adanya
keganasan intraokulus telah disingkirkan.1 Pemilihan tindakan eviserasi, seperti
yang sudah dikatakan di atas didasarkan juga pada alasan kosmetik. Beberapa
-
7
keuntungan dilakukannya eviserasi yaitu 1) lebih sedikit mengganggu anatomi
orbital, sehingga kurangnya kemungkinan untuk terjadi kerusakan pada otot
ekstraokulus dan saraf-saraf; 2) pergerakan protesis jauh lebih baik dibandingkan
prosedur bedah lain, karena otot ekstraokulus tetap melekat pada sklera; 3)
mencegah endoftalmitis; dan secara teknis, 4) eviserasi termasuk prosedur yang
simpel dan mudah.2
Prosedur tindakan bedah eviserasi ini juga mempunyai komplikasi yang
cukup fatal bila tidak dilakukan dengan baik, yaitu dapat memicu terjadi
simpatetik oftalmia (SO). SO adalah suatu kondisi autoimun yang sampai
sekarang patofisiologinya masih kurang jelas. SO berpotensi sebagai perusak
dengan timbulnya panuveitis bilateral, di mana mata yang kena trauma
memprovokasi terjadinya inflamasi pada mata sebelahnya. Hal ini dipercaya
sebagai suatu respon imun terhadap sisa jaringan mata yang masih tertinggal pada
mata yang terkena trauma. Sisa jaringan ini dianggap sebagai benda asing dan
terjadilah proses peradangan. Antigen yang berperan dalam timbulnya SO adalah
S-antigen retinal, retinoid binding protein, melanin terkait antigen, dan antigen
lainnya yang berasal dari epitel pigmen retina. Komplikasi lain yang lebih ringan
yang sering terjadi adalah infeksi mata, dan perdarahan. Komplikasi jangka
panjang yang bisa terjadi adalah fornix superior yang terlalu cekung/dalam,
kelemahan kelopak mata bawah dan ektropion, ptosis kelopak mata atas, kontraksi
soket, pembentukan kista konjungtiva, migrasi implan dan akhirnya ekstrusi
implan. Pada penderita diharapkan komplikasi-komplikasi ini dapat diminimalisir
sedemikian rupa dan lebih diharapkan lagi untuk tidak terjadi.
-
8
Rencana pemasangan protesa pada penderita ini bertujuan bukan hanya
saja untuk kosmetik namun juga untuk psikis.9 Sesudah eviserasi diharapkan
pemasangan protesa cepat dilakukan setelah pemasangan konformer. Konformer
yang di letakkan pada fornix konjungtiva bertujuan untuk mempertahankan
kedalaman ruang konjungtiva sehingga protesa bisa terpasang dengan baik.1
Tujuan pemasangan protesa adalah21
:
1. Mencegah lemas dan hilangnya bentuk kelopak mata. Pada keadaan normal
kelopak mata memperoleh dukungan dari bola mata. Hilangnya bola mata
akan menyebabkan hilangnya dukungan, pengisian rongga mata yang kosong
dengan protesa mata, akan kembali memberikan dukungan terhadap kelopak
mata sehingga tidak lemas dan bentuknya dapat diperbaiki.
2. Membantu mengatur kembali gerakan kelopak mata. Gerakan kelopak mata
disebabkan kontraksi otot-otot pada kelopak mata dan otot sekitarnya.
Hilangnya bola mata menyebabkan gerakan kelopak mata terganggu.
Pembuatan protesa mata membantu memulihkan gerakan kelopak mata
tersebut.
3. Melindungi ruangan yang peka dari gangguan masuknya benda asing yang
dapat menimbulkan luka.
Prognosis penderita ini dinilai dari tiga aspek prognosis yaitu ad vitam
(hidup), ad functionam (fungsi) dan ad sanationam (sembuh). Untuk prognosis ad
vitam adalah bonam. Secara vital, penderita akan kembali seperti semula, ia akan
hidup, tidak akan meninggal akibat trauma pada matanya ataupun karena proses
pembedahan. Prognosis ad fungsionam adalah dubiosum. Secara fungsional dalam
melakukan pekerjaan sehari-hari, kemungkinan besar penderita akan mengalami
-
9
gangguan, karena harus menyesuaikan hidup dengan satu mata saja. Prognosis ad
sanationam adalah malam. Penderita sembuh dari penyakitnya namun mengalami
kecacatan permanen dengan kehilangan satu matanya.
PENUTUP
Eviserasi adalah operasi mata dengan mengangkat isi bola mata diikuti
dengan pemasangan implan orbital untuk menggantikan volume mata yang hilang.
Tidak seperti prosedur operasi mata lainnya yang melibatkan pengangkatan bola
mata dan atau jaringan di sekitarnya, eviserasi berpotensi menyebabkan paparan
antigen uveal, sehingga bisa terjadi SO. Namun, tinjauan kritis terhadap literatur
menunjukkan bahwa SO sangat jarang terjadi, jika pun ada, hal ini dianggap
sebagai konsekuensi dari eviserasi. Eviserasi kebanyakan diindikasikan untuk
endoftalmitis juga trauma penetrasi di mana tempat terjadinya penetrasi sebagian
besar masih utuh dan tidak rusak. Untuk alasan kosmetik, eviserasi merupakan
prosedur yang paling banyak dipilih dibandingkan prosedur yang lain.
Demikianlah telah dilaporkan suatu laporan kasus dengan judul Phthisis
Bulbi Oculus Dextra et causa Penetrating Trauma, dari seorang laki-laki,
berusia 35 tahun, yang datang ke poliklinik mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou,
Manado. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
oftlmologis.
Untuk kasus ini, eviserasi merupakan prosedur bedah yang paling rasional,
mengingat ukuran ruptur sklera penderita tidak besar, visus penderita sudah 0, isi
bola mata sebagian besar sudah keluar, untuk mencegah terjadinya infeksi dan
SO, serta tidak adanya kontraindikasi seperti keganasan intraokulus yang
-
10
ditemukan. Alasan kosmetik juga memberi nilai rasional untuk dilakukannya
eviserasi pada penderita ini karena eviserasi memberikan nilai tambah pada
penampilan penderita dengan pemasangan protesa. Protesa yang dipasang, secra
umum akan memberikan hasil pergerakan (motility) yang lebih baik dibandingkan
prosedur bedah rekonstruksi orbita lainnya di mana otot esktraokulus masih
melekat pada sklera.
-
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Supartoto A, Utomo PT. Trauma mata dan rekonstruksi. In: Suhardjo, Hartono (eds.) Ilmu
Kesehatan Mata. 1st ed. Yogyakarta, Indonesia: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada; 2007. p337
2. The Eye M.D. Association. Basic and clinical science course 2003-2004 (CD-
ROM). America: American Academy Of Ophthalmology; 2003. The Anophthalmic Socket.
3. Phan LT, Hwang TN, McCulley TJ. Evisceration in the modern age. Middle East African
Journal of Ophthalmology.2012;19(1):24-33
4. Migliori ME. Enucleation, evisceration, and exenteration. In: Albert DM, Miller JW (eds.)
Albert & Jakobiec's Principles and Practice of Ophthalmology Volume 1. 3rd
ed. North
America: W.B Saunders Company ; 2008. p225645
5. Mules PH. Evisceration of the globe, with artificial vitreous. Trans ophthalmol Soc U K.
1885;5:200-206
6. Georgescu D, Vagefi MR, Yang CC, McCann J, Anderson RL. Evisceration with equatorial
sclerotomy for phthisis bulbi and microphthalmos. Ophthal Plast Reconstr
Surg.2010;26(3):165-7
7. Stephenson CM. Evisceration of the eye with expansion sclerotomies. Ophthal Plast Reconstr
Surg.1987;3(4):249-51
8. Chan CC, Whitcup SM, Nussenblatt RB. Duane's Ophthalmology 2006 Edition (CD-
ROM) Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia; 2005. Sympathetic ophthalmia and
Vogt-Koyanagi-Harada syndrome.
9. Callahan MA. Evisceration and enucleation. In: Kuhn F, Pieramici DJ (eds.)Ocular Trauma
Principles and Practice. 1st ed. New York: Thieme Medical Publishers, Inc.; 2002. p320-4
10. Lindfield D, Das-Bhaumik R. Emergency department management of penetrating eye
injuries. International Emergency Nursing.2009;17(-):155-60
11. Imrie FR, Cox A, Foot B, Macewan CJ. Surveillance of intra ocular foreign bodies in the UK.
Eye.2008;22(9):114147
12. Wijana N. Trauma. In: Ilmu Penyakit Mata. 6th ed. Jakarta, Indonesia: EGC; 1993.p312-26
-
12
13. The Eye M.D. Association. Basic and clinical science course 2003-2004 (CD-
ROM). America: American Academy Of Ophthalmology; 2003. Histologic Sequelae of
Ocular Trauma.
14. Donis TS. Diagnosis dan penatalaksanaan trauma tembus bulbus okuli (Laporan Kasus).
Bandar Lampung: Universitas Malahayati;2011
15. Rahmadan. Asuhan keperawatan pada klien dengan trauma okuli dekstra perforans.
Available from: http://varyaskep.files. wordpress.com/2009/01/b001.pdf (accessed 02 April
2013)
16. Setiabudy R. Pengantar antimikroba. In: Gunawan SG (editor) Farmakologi dan Terapi. 5th ed.
Jakarta, Indonesia: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007.p585-98
17. Anonymous. Mengenal asam mefenamat. Available from:
http://www.hidupkusehat.com/mengenal-asam-mefenamat.html (accessed 04 April 2013)
18. Shah-Desai SD, Tyers AG, Manners RM. Painful blind eye: efficacy of enucleation and
evisceration in resolving ocular pain. Br J Ophthalmol.2000;84:437-38
19. Eball AO, Dohvoma VA, Koki G, Oumarou A, Bella AL, Mvogo CE. Indications for
destructive eye surgeries at the Yaounde Gynaeco-Obstetric and Paediatric Hospital. Clin
Ophthalmol.2011;5:561-65
20. Chaudhry IA, AlKuraya HS, Shamsi FA, Elzaridi E, Riley FC. Current indications and
resultant complications of evisceration. Ophthalmic Epidemiol.2007;14(2):93-7
21. Dewanti L, Ardan R. Teknik pembuatan protesa mata individual pada pasien post enukleasi.
Disampaikan pada Seminar Nasional PERIL IKG, Bandung, 25-26 Mei 2007
22. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran: bagaimana dokter berpikir, bekerja, dan
menampilkan diri. 1st ed. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama; 2006
top related