al aqidah ath thahawiyyah syarah wa ta’liq

128

Upload: izmisha

Post on 01-Jul-2015

526 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq
Page 2: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq
Page 3: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Muhammad Nashiruddin Al AlbaniMuhammad Nashiruddin Al AlbaniMuhammad Nashiruddin Al AlbaniMuhammad Nashiruddin Al AlbaniMuhammad Nashiruddin Al Albani

Penerbit

Media HidayMedia HidayMedia HidayMedia HidayMedia Hidayahahahahah

SySySySySyarah dan Tarah dan Tarah dan Tarah dan Tarah dan Ta’liqa’liqa’liqa’liqa’liq

Page 4: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Judul asli:

Penulis:Muhammad Nashiruddin Al Albani

Penerbit: Maktabah Al Ma’arif - RiyadhCetakan: I tahun 1422 H/2001 M

Edisi Indonesia:

SySySySySyarah dan Tarah dan Tarah dan Tarah dan Tarah dan Ta’liqa’liqa’liqa’liqa’liq

Penerjemah:Abu Shafiya

Editor:Taqdir Muhammad Arsyad, Hidayati

Desain Muka:Safyra

Perwajahan isi:Jarot

Cetakan Pertama:Rabi’ul Akhir 1426 / Mei 2005

Cetakan ke:2 3 4 5 6 7 8 9 10

(angka terkecil)

Penerbit:Media HidayahMedia HidayahMedia HidayahMedia HidayahMedia Hidayah

Page 5: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 5

Pengantar Penerbit

AAAAAlhamdulillah buku Aqidah Thahawiyah telah terbit. Sha-lawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada

Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikut-nya yang setia mengikuti sunnahnya hingga akhir zaman.

Buku yang ada di hadapan pembaca ini adalah terjemahandari kitab Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq karya SyaikhMuhammad Nashiruddin Al Albani. Buku ini membahas aqidahAhlussunnah waljama’ah dan dasar-dasar agama yang menjadipegangan mereka dalam melakukan ketaatan kepada Allah .

Harapan kami, semoga buku ini bermanfaat. Segala tegursapa dari para pembaca akan kami sambut dengan baik demikebenaran dan mencari keridhaan Allah Ta'ala. Amin.

Jogjakarta, Mei 2005

Penerbit

Page 6: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

6 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Page 7: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 7

Biografi ImamAbu Ja’far Ath Thahawi

NNNNNama asli beliau adalah Ahmad bin Muhammad binSalamah bin Salmah bin Abdul Malik Al Azdi Al Hajri Al

Mishri Ath Thahawi. Ath Thahawi adalah nama daerah yangterletak di dataran tinggi di Mesir.

Imam Ath Thahawi dilahirkan pada tahun 239 hijriah danwafat tahun 321 hijriah. Beliau adalah orang yang terpercaya,kokoh pendirian, luas pengetahuan, ahli fikih, cerdas, pahamtentang perbedaan ulama, penulis buku, zuhud, wara’, mulia lagiterpandang.

Salah satu bukti kekokohan pendirian beliau, beliau pernahberkata, “Abu ‘Ubaid yang ketika itu menjadi qadhi pernahberdiskusi dengan saya tentang berbagai masalah. Suatu hari sayamenjawab satu permasalahan. Mendengar jawaban saya, diabertanya, ‘Apakah ini merupakan pendapat Abu Hanifah?’ Sayaberkata kepadanya, ‘Wahai tuan Qadhi, apakah setiap yangdikatakan Abu Hanifah mesti saya ikuti?’

Dia menyahut, ‘Saya kira kamu hanyalah taklid kepadanya.’

Saya katakan kepadanya, ‘Orang yang taklid tidak lain adalah orangyang taasshub (fanatik).’

Page 8: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

8 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Dia berkata kepada saya, ‘Atau malah orang yang bodoh.’

Dia berkata lagi, ‘Perkataan tersebut akhirnya tersebar di sean-tero Mesir hingga banyak orang yang menghafalnya.’”

Beliau gemar menuntut ilmu dan banyak guru yang telahbeliau ambil ilmunya. Beliau juga menjadi sumber rujukan paramurid-muridnya.

Beliau banyak meninggalkan karya tulis yang berharga dalamberbagai bidang. Kitab-kitab berikut ini adalah sebagian darikarya-karya beliau.

1. Syarah Ma’ani Al Atsar. Kitab ini adalah kitab yang dia susunpertama kali.

2. Sunan Asy Syafi’i.

3. Ahkam Al Qur’an.

4. Musykil Al Atsar.

5. Bayan Al Aqidah Ahlu As Sunnah wa Al Jama’ah.

6. Kitab ini, yaitu Al Aqidah Ath Thahawiyyah.

As Subuki t pernah berkomentar tentang kitab Al AqidahAth Thahawiyyah. Dia berkata, “Empat madzhab menetapkanbahwa aqidah Imam Ath Thahawi diterima oleh para ulama, baiksalaf maupun khalaf.”

Page 9: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 9

SSSSSegala pujian milik Allah semata. Kepada-Nyalah kami me-mohon pertolongan. Al ‘Allamah Hujjatul Islam (pakar Islam)

dari Mesir, Abu Ja’far Al Warraq Ath Thahawi t berkata:

Kitab ini berisi penjelasan tentang aqidah Ahlus-sunnah wal Jama’ah yang dipegang teguh olehbeberapa ulama, yaitu Abu Hanifah –nama aslibeliau: An Nu’man bin Tsabit Al Kufi–, AbuYusuf –nama asli beliau: Ya’qub bin Ibrahim AlAnshari–, dan Abu Abdullah –nama asli beliau:Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani. Mudah-mudahan Allah meridhai mereka.Kitab ini juga menjelaskan dasar-dasar agamayang menjadi pegangan mereka dalam melaku-kan ketaatan kepada Allah, Rabbul ‘alamin.

Page 10: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

10 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

1. Kami berkata, “Dalam masalah ketauhidan kamimenetapkan bahwa Allah adalah Maha Esa; tidakada sekutu bagi-Nya.

Penjelasan:Menafikan adanya sekutu bagi Allah baru sempurna bila telah

menafikan tiga macam perbuatan syirik, yaitu syirik dalamrububiyah Allah, syirik dalam uluhiyah Allah, dan syirik dalamnama dan sifat-sifat Allah.

1. Syirik dalam rububiyah Allah.

Syirik dalam masalah rububiyah Allah, maksudnya seseorangmeyakini bahwa di samping Allah masih ada tuhan lain yangmenjadi pencipta. Keyakinan ini sebagaimana dipegangi olehkaum Majusi yang mengatakan bahwa ada sesuatu selain Allahyang menciptakan kejelekan.

Kesyirikan bentuk ini di kalangan umat Islam sangatlah se-dikit. Ada perkataan yang mendekati syirik bentuk ini, yaituperkataan yang dikemukakan oleh kaum Mu’tazilah. Merekaberkata, “Kejelekan tidak lain hanyalah merupakan perbuatanmanusia semata.” Rasulullah mengisyaratkan bahwa perkataantersebut termasuk syirik dalam sabdanya, “Kaum Qadariyyahmerupakan majusi umat Islam.”1

1 Hadits ini tercantum dalam berbagai kitab rujukan yang saya miliki. Lihat hadits inidalam kitab saya yang berjudul Shahih Al Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuh haditsno.4442.

Page 11: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 11

2. Syirik dalam uluhiyah Allah.

Syirik dalam uluhiyah Allah atau dalam perkara ibadah yaituseseorang di samping menyembah Allah juga menyembah selainAllah, seperti para nabi atau orang-orang shalih.

Bentuk penyembahan kepada mereka bisa berupa mintapertolongan kepada mereka pada saat genting atau lainnya. Amatdisayangkan sekali, syirik bentuk ini banyak dilakukan oleh kaummuslimin. Dan yang memikul dosa besar dalam masalah iniadalah mereka para syaikh yang menyamarkan syirik bentuk inidengan nama tawassul. Mereka menamai sesuatu bukan dengannama yang sebenarnya.

3. Syirik dalam sifat-sifat Allah.

Syirik dalam sifat-sifat Allah, yaitu seseorang memberikansifat-sifat kepada makhluk Allah yang sebenarnya sifat-sifat ter-sebut merupakan kekhususan bagi Allah, misalnya tahu tentangperkara gaib.

Syirik bentuk ini banyak tersebar di kalangan orang-orang sufidan orang-orang yang sepaham dengan mereka.

Di antara bentuk kesyirikan orang-orang sufi, ketika me-nyanjung-nyanjung Nabi, mereka berkata

Termasuk bentuk kedermawananmu adalah adanya dunia ini dansegala kenikmatan di dalamnya.

Dan pengetahuanmu mencakup pengetahuan tentang LauhMahfuzh dan Al Qalam.

Dari keyakinan batil tersebut muncullah para dajjal yangmengaku benar-benar melihat Rasulullah, bukan dalam mimpi,lalu mereka menanyakan berbagai perkara gaib dengan harapanbeliau memberi jalan keluar dalam masalah tersebut. PadahalRasulullah semasa hidupnya sama sekali tidak mengajarkan halseperti itu. Dalam Al Qur’an disebutkan:

Page 12: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

12 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

“Kalau saya mengetahui perkara gaib niscaya saya banyak men-dapatkan kebaikan dan tidak akan pernah tertimpa keburukan.”(QS. Al A’raf: 188)

Jika selama masih hidup saja Rasulullah mengatakan sepertiitu, bagaimana mungkin setelah beliau meninggal mampu menge-tahui perkara gaib?!

Ketiga bentuk syirik di atas harus kita jauhi. Barangsiapa yangmenafikan ketiga syirik tersebut, lalu dia mentauhidkan Allahdalam rububiyah, uluhiyah, dan sifat-sifat-Nya, maka dia dikatakansebagai seorang yang bertauhid, yang akan mendapatkan ke-utamaan-keutamaan khusus dari Allah. Sebaliknya, barangsiapayang tidak mau menafikan ketiga syirik tersebut, maka dia akanmengalami nasib sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,

“Sungguh, bila kalian berbuat kesyirikan, amalanmu akan sirna,dan kamu termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Az Zumar: 65)

Perhatikan masalah ini baik-baik! Karena masalah ini ter-masuk bagian terpenting dalam masalah aqidah. Oleh karena itu,sangatlah tepat kalau penulis kitab ini mendahulukan masalahtersebut. Untuk lebih mendalami masalah ini, kami persilakanpara pembaca membaca penjelasan kitab ini dan membaca kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama, seperti Ibnu Taimiyah, IbnulQayyim, Ibnu Abdul Wahhab, dan lainnya. Setelah Anda mem-baca kitab-kitab tersebut, amalkanlah dalam kehidupan sehari-hari.

Allah berfirman, “Wahai Tuhan kami, ampunilah kami dansaudara-saudara kami yang telah lebih dulu beriman.” (QS. AlHasyr: 10)

2. Tidak ada seorang pun yang sama dengan-Nya.

Page 13: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 13

Penjelasan:Perkataan di atas adalah salah satu pondasi tauhid. Jadi, tidak

ada sesuatu pun yang sama dengan Allah, baik dalam Dzat, sifat,maupun perbuatan.

Akan tetapi, para ahli bid’ah dan para ahli takwil mengguna-kan ayat di atas sebagai dasar untuk mengingkari banyak sifat-sifat Allah Ta’ala. Tatkala hati mereka tidak mau mengimani salahsatu sifat Allah, mereka memainkan takwil terhadap sifat ter-sebut, lalu diingkarinya sifat tersebut. Dalam memainkan takwil-nya, mereka biasa menggunakan dasar ayat: “Tidak ada sesuatupun yang sama dengan-Nya.” Mereka tidak menyadari kalausambungan ayat tersebut: “Dia Maha Mendengar lagi MahaMelihat.” (QS. Asy Syura: 11)

Sebenarnya ayat tersebut menggabungkan dua hal, yaitu:

Pertama, tidak menyamakan Allah Ta’ala dengan makhluk-Nyanamun harus menghindari takwil dan ta’thil;

Kedua, menetapkan sifat-sifat bagi Allah yang disebutkan-Nyasendiri dalam Al Qur’an dan disebutkan oleh Rasulullahdalam hadits namun harus menghindari penyamaan Allah denganmakhluk-Nya. Inilah madzhab para ulama salaf. Pengarangkitab ini pun mengikuti madzhab Abu Hanifah dan para imamsebagaimana bisa kita lihat secara rinci dalam syarah kitab ter-sebut.

Page 14: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

14 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

3. Tidak ada sesuatu pun yang dapat mengalahkan-Nya.

4. Tidak ada sesembahan yang berhak disembahselain Dia.

5. Maha terdahulu tanpa permulaan. Mahakekaltanpa akhir.

Penjelasan:

Ketahuilah bahwa al qadim ( ) bukan termasuk namaAllah. Para ahlul kalamlah yang memasukkan kata tersebutmenjadi nama Allah. Karena, kata al qadim ( ) dalam bahasaArab yang menjadi bahasa Al Qur’an artinya ‘sesuatu yang adalebih dahulu dari lainnya’. Dan para ahlul kalam menggunakankata tersebut dalam pengertian seperti itu. Mereka tidak me-makai kata tersebut untuk sesuatu yang keberadaannya tanpadidahului ketidakadaan. Contohnya, perhatikan pemakaian kataal qadim ( ) dalam firman Allah:

…hingga (setelah bulan sampai ke manzilah terakhir) kembalilahke bentuk awalnya.” (QS. Yasin: 39)

Kata al ‘urjun al qadim ( ) pada ayat di atasmaksudnya adalah bentuk bulan pada awalnya.

Dalam bahasa sehari-hari, bila kita mendapatkan sesuatuyang baru, maka kepada sesuatu yang kita dapatkan lebih dulu,kita mengatakan qadim (lebih dulu ada), meskipun bila diban-dingkan dengan benda lainnya lagi benda tersebut tidak qadim.Penjelasan tentang hal ini bisa kita lihat dalam kitab Majmu’ AlFatawa (I/245) karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Syaikh Ibnu Mani’ menukil perkataan Ibnul Qayyim dalamkitab Badai’ Al Fawaid tentang dibolehkannya bagi kita mengata-

Page 15: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 15

kan bahwa Allah itu qadim untuk sekedar mengabarkan keadaanAllah, bukan menetapkannya sebagai sifat Allah. Karena nama dansifat Allah adalah tauqifiyah, yaitu untuk menetapkannya harusdengan dalil.

Saya berkata: Barangkali perkataan Ibnul Qayyim itu berasaldari perkataan Ibnu Taimiyah. Para pembaca bisa mendapatkanperkataan Ibnu Taimiyah dalam masalah ini pada hlm.48.

6. Allah tidak akan hancur dan tidak akan binasa.

7. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi kecuali ataskehendak-Nya.

8. Allah tidak dapat terjangkau oleh prakiraan danakal pikiran.

9. Dan tidak ada satu pun manusia yang menye-rupai-Nya.

Penjelasan:

Perkataan-perkataan di atas merupakan bantahan terhadapgolongan musyabbihah, yaitu golongan yang membolehkan kitamenyamakan Allah dengan makhluk-Nya. Padahal kita tahu Allahberfirman: “Tidak ada sesuatu pun yang sama dengan-Nya. DiaMaha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura: 11)

Page 16: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

16 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Namun perkataan-perkataan tersebut bukan berarti me-nafikan adanya sifat-sifat Allah seperti yang dituduhkan para ahlibid’ah. Berkenaan dengan hal ini Abu Hanifah t berkata,“Allah tidak sama dengan makhluk-Nya, dan tidak ada satumakhluk pun yang sama dengan Allah.” Kemudian beliau me-negaskan, “Semua sifat-sifat Allah berbeda dengan sifat-sifatmakhluk-Nya. Allah berpengetahuan tetapi pengetahuan Allahberbeda dengan pengetahuan kita. Allah berkemampuan tetapikemampuan Allah berbeda dengan kemampuan kita. Allahmelihat tetapi penglihatan Allah berbeda dengan penglihatankita.”

10. Allah Mahahidup dan tidak akan pernah mati.Allah terus-menerus mengurus makhluk-Nyadan tidak pernah tidur.

11. Allah pencipta segala sesuatu dan tidak butuhbantuan siapa pun. Allah Pemberi rezeki tanpakeberatan.

Penjelasan:Maksudnya, Allah tidak merasa keberatan dan terbebani sama

sekali sebagaimana dijelaskan dalam Syarah Aqidah Ath Thahawiyyahhlm.125, cetakan keempat.

Page 17: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 17

12. Allah Yang Mematikan makhluk tanpa perasaantakut. Dia akan membangkitkan mereka tanpamengalami kesukaran sedikit pun.

13. Allah senantiasa mempunyai sifat-sifat tersebutsebelum menciptakan makhluk-Nya dan sifat-sifat tersebut tidak bertambah sedikit pun setelahadanya makhluk-makhluk. Sifat-sifat itu sejakdulu ada (azali) pada Allah dan akan tetap abadi.

14. Allah dinamakan Al Khaliq bukan hanya setelahmenciptakan makhluk-Nya dan dinamakan AlBari bukan hanya setelah makhluk-Nya itu ada.

Page 18: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

18 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

15. Allah memiliki sifat-sifat rububiyah (pengatur)2

dan bukan yang diatur. Dia Yang Maha Penciptadan Dia tidak diciptakan oleh siapa pun.

16. Dia juga menghidupkan orang-orang yang telahmati, dan Dia berhak menyandang nama AlMuhyi3 bukan hanya setelah makhluk-makhluk-Nya dihidupkan. Begitu juga dengan nama AlKhaliq. Dia berhak menyandang nama Al Khaliqbukan hanya setelah makhluk-Nya tercipta.

17. Begitulah. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Penjelasan:

Syaikh Ibnu Mani’ t berkata, “Perkataan orang, ‘AllahMahakuasa terhadap segala keinginannya,’ adalah perkataan yangtidak benar. Yang benar, kemahakuasaan Allah sebagaimana yangdisebutkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah, yaitu Dia Mahakuasaatas segala sesuatu. Jadi, kemahakuasaan Allah umum meliputikeinginan dan kemampuan-Nya. Ini sebagai bantahan terhadaporang-orang Mu’tazilah yang mengatakan, “Sesungguhnya AllahTa’ala tidak bisa mencegah seseorang terjerumus dalam per-buatan maksiat.” Karena, perbuatan maksiat terjadi dengankeinginan orang tersebut, bukan karena keinginan Allah.

Dari pemikiran yang rancu seperti itu muncullah bait per-kataan sesat:

Sangatlah dungu orang yang mengira dan mengatakan bahwaperbuatan-perbuatan maksiat merupakan ketentuan Allah YangMaha Pencipta. Karena, kalau perkataan itu benar, berarti hukum

2 Sifat-sifat Allah dalam hal mencipta, memiliki, dan mengatur segenap makhlukciptaan-Nya. Pent.

3 Artinya: Penghidup orang-orang yang mati, Pent.

Page 19: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 19

potong tangan terhadap orang yang mencuri dan hukum zinatidak boleh ditegakkan.

Abu Al Khathab membuat bait perkataan untuk men-jelaskan kebenaran:

Mereka mengatakan, “Apakah perbuatan hamba (diciptakan olehAllah?)”Saya katakan, “Tidak ada pencipta lain selain Allah Yang MahaTerpuji.”

Mereka bertanya, “Apakah perbuatan buruk manusia juga me-rupakan iradah (kehendak) Allah?”Saya jawab, “Iradah (kehendak) berasal dari Allah, kalau iradahAllah tidak menghendaki sesuatu kemudian terjadi, berarti adasatu kekurangan pada diri Allah??”

Iradah yang disebutkan oleh Abu Al Khathab dalam perta-nyaan adalah iradah kauniyah qadariyah, bukan iradah kauniyahsyar’iyyah.4

4 Iradah (keinginan) Allah terbagi dua, yaitu iradah kauniyah qadariyah dan iradahkauniyah syar’iyyah.Iradah kauniyyah qadariyyah ialah keinginan Allah meliputi semua hal, yang baikmaupun yang jelek.Iradah kauniyyah syar’iyyah ialah keinginan Allah untuk hal-hal yang baik saja. Pent.

Page 20: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

20 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Segala sesuatu berhajat kepada-Nya. Semua per-kara mudah di mata Allah. Allah tidak berhajatkepada siapa pun.Allah berfirman: “Tidak ada yang sama dengan-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

18. Allah menciptakan makhluk dengan ilmu-Nya.19. Allah menentukan takdir seluruh makhluk-Nya.20. Allah menentukan ajal (kematian) bagi para makhluk.21. Tidak ada satu makhluk pun yang samar bagi

Allah meskipun sebelum makhluk tersebut Diaciptakan. Allah telah mengetahui apa saja yangakan dilakukan makhluk-makhluk-Nya sebelummakhluk-makhluk tersebut Dia ciptakan.

22. Allah menyuruh segenap makhluk-Nya itu untukmenaati-Nya dan melarang mereka durhaka ke-pada-Nya.

23. Segala sesuatu berjalan menurut takdir dan kehendakAllah. Setiap yang dikehendaki Allah pasti terjadi,

Page 21: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 21

dan kehendak makhluk tergantung pada kehendak-Nya. Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi danyang tidak Dia kehendaki tidak bakal terjadi.

Penjelasan:Segala sesuatu terjadi menurut kehendak dan keinginan Allah,

baik maupun buruk, lempang maupun sesat. Banyak ayat yangmembicarakan hal ini.

Perkataan di atas membantah pendapat orang-orangMu’tazilah yang menafikan adanya kehendak Allah. Akan tetapi,perlu diketahui bahwa hal tersebut tidak berarti Allah mencintaisegala yang dilakukan manusia. Cinta tidak identik dengan ke-hendak. Karena, kalau tidak begitu, berarti pada pandangan Allahtidak ada bedanya antara orang yang taat kepada-Nya denganorang yang durhaka. Namun demikian, ‘ulama-ulama’ yangmeyakini wihdatul wujud5 berpendapat bahwa orang yang taatdan orang yang durhaka kepada Allah keduanya mengikuti iradah(kehendak) Allah!

Para ulama salaf, ahli fikih, dan orang-orang yang menetapkanadanya takdir Allah, baik dari kalangan Ahlussunnah maupun yangbukan Ahlussunnah, membedakan antara cinta dan kehendakAllah. Pengarang syair Bad-u Al Amali mengisyaratkan hal ter-sebut dalam bait syairnya:

Allah Menghendaki kebaikan dan keburukan

Akan tetapi, Dia tidak menyukai keburukan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t berkata, “GolonganQadariyah berkata, ‘Allah tidak mencintai kekafiran, kefasikan,dan kemaksiatan. Dia juga tidak menghendaki hal tersebut! Olehkarena itu, terjadilah sesuatu yang tidak dikehendaki Allah, dan

5 bersatunya Allah dengan makhluk, Pent.

Page 22: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

22 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

yang Dia kehendaki justru tidak terjadi!’ Golongan lain berkata,‘Sesuatu yang dikehendaki Allah akan terjadi, sedangkan apa yangtidak dikehendaki Allah tidak bakal terjadi.’ Golongan kedua iniberkeyakinan bahwa Allah menghendaki kekafiran, kefasikan,dan kemaksiatan terjadi. Allah menghendaki dan menyukaisemuanya itu terjadi pada diri orang kafir, tidak pada orang yangberiman. Kedua pendapat di atas salah, bertentangan dengan AlQur’an, As Sunnah, dan ijma’ ulama salaf. Para ulama salafbersepakat bahwa apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi danapa yang tidak Dia kehendaki tidak bakal terjadi. Segala sesuatutidak akan terjadi kecuali atas kehendak Allah. Dia tidak sukadengan kerusakan, dan tidak meridhai adanya kekafiran pada dirihamba-hamba-Nya.

Allah berfirman: “Orang-orang kafir menetapkan keputusanrahasia yang tidak Allah ridhai.” (QS. An Nisa’: 108)

Page 23: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 23

24. Allah memberi petunjuk, memberi perlindungan,dan memberi ampunan kepada siapa yang Dia ke-hendaki dengan kemurahan-Nya. Allah menyesat-kan, menelantarkan, dan memberi cobaan kepadasiapa yang Dia kehendaki dengan keadilan-Nya.

25. Semua makhluk berada dalam kehendak Allah,antara karunia-Nya dan keadilan-Nya.6

26. Allah Mahatinggi atas segala saingan dan tandingan.27. Tidak ada yang mampu menolak ketentuan Allah,

menahan keputusan-Nya, dan mengalahkanurusan-Nya.

28. Kita beriman dengan hal-hal tersebut, dan yakinbahwa segala sesuatu berasal dari Allah.

29. Kita beriman bahwa Muhammad adalahhamba Allah, nabi pilihan-Nya, dan rasul yangdiridhai-Nya.

Penjelasan:Perlu diketahui bahwa setiap rasul adalah nabi, tetapi seorang

nabi belum tentu rasul.

Para ulama telah menjelaskan beberapa perbedaan antaranabi dan rasul. Kita bisa mendapatkan penjelasan tersebut dalamkitab Tafsir Al Alusi (V/449-450) dan kitab lainnya. Dan pendapatyang paling mendekati kebenaran adalah pendapat yang menye-butkan bahwa rasul adalah seseorang yang diutus oleh Allahuntuk menyampaikan syariat baru, sedangkan nabi adalah sese-orang yang diutus oleh Allah untuk mengukuhkan syariat rasul

6 Maksudnya: Allah memberi hidayah kepada seseorang karena karunia-Nya danmenyesatkannya karena keadilan-Nya. Pent.

Page 24: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

24 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

sebelumnya dan sudah pasti, dia diperintahkan untuk menyam-paikan syariat tersebut. Dan para rasul lebih utama dari nabi.

30. Kita beriman pula bahwa Muhammad adalahpenutup para nabi, pemimpin orang-orang yangbertakwa, dan penghulu para rasul.

Penjelasan:Keyakinan seperti di atas disebutkan di dalam banyak hadits;

dan keyakinan tersebut diterima dengan baik oleh kaum mus-limin. Ibnu Abil ‘Iz menyebutkan beberapa hadits yang berkenaandengan masalah ini. Silakan para pembaca menyimaknya, karenadi situ banyak manfaat yang bisa dipetik dan akan memantapkankeyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah penghulu pararasul. Akan tetapi sayang, keyakinan di atas tidak menjadi ke-yakinan orang-orang yang mensyaratkan bahwa hanya haditsmutawatir yang bisa dijadikan dalil dalam masalah keimanan.Lebih-lebih mereka yang secara terang-terangan mengatakanbahwa dalam masalah aqidah hanya dalil dari Al Qur’an yang bisadijadikan pegangan, seperti Syaikh Syaltut dan lainnya.

Saya telah membantah keyakinan mereka dari dua puluh segidalam kitab saya yang berjudul Wujub Al Akhdzi Bi Hadits Al Ahadfi Al Aqidah Wa Ar Radd ‘Ala Syubah Al Mukhalifin. Di akhir kitabtersebut saya menyebutkan dua puluh contoh keyakinan yangdisebutkan dalam hadits-hadits shahih yang mereka tolak dantidak mereka yakini. Masalah yang kita bahas di atas termasuksalah satunya. Silakan para pembaca menyimak kitab tersebutkarena sangat penting untuk diketahui.

Page 25: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 25

Beliau kekasih Rabbul ‘alamin.

Penjelasan:Bahkan, beliau juga merupakan khalilullah, yaitu kekasih Allah,

Rabbul ‘alamin. Perlu diketahui bahwa kata khalil tingkatannya lebihtinggi daripada hubb (cinta). Nabi bersabda,

“Allah menjadikan saya sebagai khalil-Nya sebagaimana Diamenjadikan Ibrahim juga sebagai khalil-Nya.”

Dalam hadits ini tidak disebutkan bahwa Nabi sebagai habib7

Allah. Ini perlu diperhatikan. Penjelasan tentang hal ini bisa kitalihat pada bahasan ke-52 nanti dan dalam kitab-kitab syarah lain.

31. Klaim adanya nabi sesudah beliau adalah sesatdan bualan hawa nafsu semata.

Penjelasan:Dalam berbagai hadits, Nabi memperingatkan umatnya

bahwa setelah beliau meninggal akan muncul banyak dajjal.Dalam sebuah hadits disebutkan, “Masing-masing dajjal akanmengaku bahwa dirinya nabi. Padahal aku adalah nabi terakhir. Tidakada nabi lagi setelah aku.”8

7 Kata habib berasal dari akar kata hubb (cinta), Pent.8 Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya. Lihat kitab Al Ahadits Ash Shahihah

hadits no.1683.

Page 26: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

26 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Salah satu contoh dajjal adalah Mirza Ghulam Ahmad yangberasal dari Qadian, India. Dia mengaku sebagai nabi dan mem-punyai banyak pengikut yang tersebar di India, Albania, Inggrisdan Amerika. Mereka membangun masjid-masjid yang merekagunakan untuk mendakwahkan kesesatan ajaran mereka. Peng-ikut Mirza Ghulam Ahmad ada juga di Syiria. Mudah-mudahanAllah menghancurkan kelompok9 pengikut Mirza GhulamAhmad, karena kesesatan ajaran mereka yang mengklaim bahwakenabian akan tetap ada setelah Nabi wafat.

Pendahulu golongan sesat ini adalah Ibnu Arabi, orang sufi. Parapengikut golongan sesat ini menulis risalah yang memuat alasan-alasan yang menguatkan keyakinan mereka. Anehnya, para syaikhtidak mampu membantah alasan-alasan mereka itu, padahal parasyaikh jelas-jelas telah mengafirkan mereka. Apakah karena yangmenyusun alasan-alasan tersebut Ibnu Arabi?

Saya sendiri tidak akan menyebutkan bagaimana keyakinanmereka sekarang. Namun yang jelas, mereka termasuk orang-orang yang disebutkan dalam hadits Nabi ”Di akhir zamankelak akan muncul para dajjal pendusta yang akan mendatangikalian dan menyampaikan perkataan-perkataan yang tidak pernahdidengar oleh kalian atau bapak-bapak kalian. Oleh karena itu,berhati-hatilah kalian terhadapnya. (Kalau kalian berhati-hati),mereka tidak akan menyesatkan diri kalian; mereka tidak akanmembahayakan diri kalian.”10

Dalam ceramah-ceramah mereka, biasanya para juru dakwahmereka memulai ceramahnya dengan menetapkan bahwa NabiIsa telah meninggal11. Setelah puas mereka mengupas tentang

9 Kelompok Mirza Ghulam Ahmad ini disebut kelompok Ahmadiyah, Pent.10 Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thahawi dalam kitab Musykil Al Atsar (IV/104).

Lafazh di atas adalah yang diriwayatkan oleh Muslim (I/9).11 Menurut keyakinan yang benar, Nabi Isa belum meninggal, melainkan diangkat oleh

Allah ke langit, Pent.

Page 27: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 27

kematian Nabi Isa, mereka kemudian menyampaikan hadits-haditsyang menyebutkan bahwa Nabi Isa akan turun. Namun kemudianhadits-hadits tersebut mereka takwil, karena menurut keyakinanmereka Nabi Isa telah meninggal. Mereka mengatakan bahwa yangakan turun ke bumi bukan Nabi Isa, melainkan orang yang serupadengan Nabi Isa. Dan mereka mengklaim bahwa orang tersebutadalah Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian. Banyak sekali takwilyang mereka tampilkan untuk menguatkan keyakinan batil mereka.Oleh karena itu, kami memasukkan mereka sebagai golongansesat yang keluar dari Islam. Penjelasan berikut ini akanmengungkap salah satu keyakinan sesat mereka.

32. Beliau diutus kepada segenap jin dan manusia de-ngan membawa kebenaran, petunjuk, cahaya,dan jalan yang terang.

Penjelasan:

Salah satu keyakinan sesat golongan Ahmadiyah adalah me-reka mengingkari adanya jin sebagai makhluk lain selain manusia.Mereka menakwil ayat-ayat dan hadits-hadits yang secara tegasmenyebutkan adanya jin. Mereka membuat takwil sesat bahwabangsa jin yang disebutkan dalam ayat-ayat atau hadits-haditsadalah manusia atau bagian dari bangsa manusia, termasuk iblissekalipun. Mereka mengatakan bahwa Iblis adalah manusia yangjahat. Sungguh, betapa sesat keyakinan mereka!

Page 28: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

28 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

33. Al Qur’an adalah kalam (perkataan) Allah. AlQur’an adalah perkataan yang muncul dan berasaldari Allah tanpa diketahui kaifiyah (bagaimana)nya. Allah menurunkan Al Qur’an kepada Rasul-Nya dalam bentuk wahyu. Orang-orang mukminmeyakininya sebagai satu kebenaran. Mereka jugameyakini bahwa Al Qur’an adalah benar-benarmerupakan perkataan Allah, bukan makhluk,seperti ucapan manusia. Barangsiapa mempunyaianggapan bahwa Al Qur’an adalah ucapanmanusia, maka dia telah berbuat kekafiran. Allahmencela orang yang beranggapan seperti itu danmengancamnya dengan neraka Saqar sebagai-mana disebutkan dalam firman-Nya: “Aku akanmasukkan orang tersebut ke dalam Neraka Saqar.”(QS. Al Muddatsir: 26) Karena Allah mengancamakan memasukkan ke dalam neraka Saqar orang-orang yang mempunyai anggapan sebagaimana

Page 29: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 29

disebutkan dalam firman-Nya: “Al Qur’an tidaklain hanyalah perkataan manusia.” (QS. AlMuddatsir: 25), maka kita mengetahui dan me-yakini bahwa Al Qur’an adalah perkataan AllahPencipta manusia; bukan ucapan manusia.

Penjelasan:Perkataan, “Karena Allah mengancam akan memasukkan ke

dalam neraka Saqar… dst.” adalah penegasan yang disampaikanoleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t dalam kitab Majmu’ AlFatawa (XII / 507)

Pemberi syarah kitab ini, seperti Ibnu Abil ‘Iz t, dalamkitabnya (hlm.179 cetakan IV) berkata, “Apa yang dikatakan ImamAth Thahawi adalah benar. Hal itu didukung oleh dalil-dalil, baikdari Al Qur’an dan Sunnah, dan dikuatkan oleh tuntutan fitrahmanusia yang belum terkotori oleh pikiran-pikiran dan teori-teoribatil. Manusia berbeda pendapat dalam masalah tersebut menjadisembilan golongan.”

Ibnu Abil ‘Iz menyebutkan kesembilan golongan tadi. Golonganketiga berkata, “Al Qur’an adalah sesuatu yang abstrak yangterdapat dalam Dzat Allah, yang berisi perintah, larangan, danberita-berita. Jika diungkapkan dengan bahasa Arab, dinamakanAl Qur’an, sedangkan jika diungkapkan dengan bahasa Ibraninamanya Taurat. Ulama yang termasuk golongan ini adalah IbnuKullab dan orang-orang yang sependapat dengannya, sepertiAsy‘ari, dan lainnya.

Golongan ketujuh berkata, “Kalam Allah adalah perkataan yangada pada Dzat Allah dan Dia jadikan berada pada makhluk yangDia ciptakan.” Ini adalah pendapat Abu Manshur Al Maturidi.

Golongan kesembilan berkata, “Allah Ta’ala berkata kapan Diahendaki dan dengan cara sesuai yang Dia maui. Dia berkata dengansuara yang bisa didengar. Sifat kalam Allah qadim (sudah ada sejak

Page 30: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

30 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

dahulu, azali) –ed.-) walaupun suara yang terdengar baru ada ketikaDia berbicara.” Pendapat ini menjadi pendapat golongan AhlulHadits dan Ahlussunnah.

Perkataan Imam Thahawi: “Al Qur’an adalah perkataan yangmuncul dan berasal dari Allah. Namun, bagaimana Allah meng-ucapkannya kita tidak wajib tahu” membantah pendapatMu’tazilah dan lainnya. Mu’tazilah berpendapat bahwa Al Qur’antidak muncul dan berasal dari Allah.

Syaikh Muhammad bin Mani’ t berkata, “Al Qur’anmerupakan perkataan Allah, baik lafazh maupun makna-makna-nya. Tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa Al Qur’anmerupakan perkataan yang tidak bermakna sebagaimana dikatakanoleh golongan Mu’tazilah. Begitu pula pendapat yang mengatakanbahwa Al Qur’an adalah makna tanpa lafazh sebagaimana dikatakanoleh golongan Kullabiyyah yang sesat dan para ahli kalam yangsehaluan dengan mereka.

Adapun Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat dan ber-keyakinan bahwa Al Qur’an adalah benar-benar perkataan Allahyang diturunkan kepada (para nabi dan rasul) dan bukan ter-masuk makhluk. Mereka juga berkeyakinan bahwa Al Qur’anadalah perkataan Allah, baik lafazh maupun makna-maknanya.Jibril mendengar Al Qur’an dikatakan Allah; Nabi Muhammadmendengarnya melalui perkataan malaikat Jibril; dan parasahabat mendengarnya melalui perkataan Nabi. Al Qur’an ter-tulis di mushaf-mushaf, tersimpan di dada-dada kaum muslimin,dan dikatakan oleh lisan mereka.”

Ibnul Qayyim t berkata, “Al Qur’an adalah benar-benarperkataan Allah. Al Qur’an bisa didengar secara hakikat danmengandung penjelasan-penjelasan. Al Qur’an, baik lafazh mau-pun maknanya, merupakan perkataan Tuhanku, keseluruhannya,bukan hanya sebagian. Al Qur’an bukan termasuk makhluk. AlQur’an merupakan wahyu yang diturunkan dari Tuhan Semesta

Page 31: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 31

Alam (kepada para nabi dan rasul). Lafazh dan makna Al Qur’anadalah perkataan Allah yang tidak perlu kita permasalahkan.”

Ibnu Abil ‘Iz, salah seorang yang juga memberi syarah kitabini, berkata, “Perkataan Imam Thahawi t (sesungguhnya AlQur’an adalah kalam Allah, ed.) membantah golongan yangberkata, ‘Kalam Allah adalah sesuatu yang abstrak yang terdapatdalam Dzat Allah dan tidak bisa didengar. Apa yang didengar,diturunkan, dan tertulis itu bukan kalam Allah. Itu adalah per-lambang (ibarah) saja.’ Imam Thahawi kemudian menegaskan,‘Al Qur’an adalah perkataan yang muncul dan berasal dari Allah.’”

Para ulama salaf lainnya juga mengatakan hal yang sama.Mereka berkata, “Al Qur’an muncul dan berasal dari Allah, danakan kembali kepada-Nya.” Mereka menegaskan, “Al Qur’anmuncul dan berasal dari Allah,” karena golongan Jahmiyah darikalangan Mu’tazilah dan golongan sesat lainnya mengatakan bah-wa Allah menciptakan kalam di suatu tempat, lalu dari tempattersebut kalam-kalam Allah lainnya bermunculan. Jadi, menurutulama salaf, Al Qur’an muncul dan berasal dari Allah. Maksudnya,Al Qur’an adalah benar-benar perkataan Allah, dan bukan me-rupakan makhluk. Dalam hal ini Allah berfirman: “Al Qur’an iniditurunkan dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(QS. Az Zumar: 1)

Allah juga berfirman: “Akan tetapi, karena perkataan-Ku telahmenetapkan….” (QS. As Sajdah: 13) Allah juga berfirman: “Kata-kanlah, ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Tuhan-mu yang membawa kebenaran.” (QS. An Nahl: 102)

Perkataan para salaf: “Dan Al Qur’an akan kembali kepada-Nya” maksudnya adalah Al Qur’an akan lepas dari dada-dadakaum muslimin dan dari mushaf-mushaf hingga tidak tersisa satuayat pun, sebagaimana disebutkan dalam beberapa atsar.

Perkataan Imam Thahawi: “Namun, bagaimana Allah meng-ucapkannya kita tidak wajib tahu” maksudnya kita tidak tahu

Page 32: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

32 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

bagaimana Allah mengucapkan kalam-kalam tersebut, meskipunkalam yang sebenarnya, bukan majaz (kiasan/perlambang).

Perkataan Imam Thahawi: “Allah menurunkan Al Qur’ankepada Rasul-Nya dalam bentuk wahyu” maksudnya Dia me-nurunkan Al Qur’an kepada Rasul melalui lisan malaikat Jibril;malaikat Jibril mendengarnya dari Allah; lalu Jibril memperde-ngarkan kepada Rasul, untuk selanjutnya Rasul membacakannyakepada manusia.

Allah berfirman: “Al Qur’an Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manu-sia dan Kami turunkan bagian demi bagian.” (QS. Al Isra’: 106)Allah berfirman: “Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril),ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorangdi antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasaArab yang jelas.” (QS. Asy Syu’ara: 193-195). Ayat-ayat di atasmenetapkan bahwa Allah Ta’ala mempunyai sifat tinggi (berse-mayam di atas ‘Arsy).

Page 33: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 33

34. Barangsiapa menggambarkan sifat-sifat Allahdengan sifat-sifat yang ada pada manusia, maka diatelah kufur. Orang yang memahami permasalahanini akan dapat mengambil pelajaran, akan meng-hindarkan diri dari perkataan orang-orang kafiryang sesat, dan akan mengetahui bahwa sifat-sifatAllah berbeda dengan sifat-sifat manusia.

35. Bahwa para penduduk surga akan melihat Allahadalah benar. Akan tetapi, mereka melihat Allahtidak secara keseluruhan dan tidak bisa digambar-kan bagaimana mereka melihat. Allah berfirman:“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari ituberseri-seri. Mereka melihat Tuhan mereka.” (QS. AlQiyamah: 22-23)Menafsirkan makna melihat wajah Allah harus se-suai dengan yang dikehendaki dan diketahuiAllah. Informasi dalam hadits-hadits Nabi yangmenyebutkan masalah ini harus kita pahami secaratekstual (sebagaimana yang dikehendaki Allah),tidak boleh ditakwil dengan pendapat-pendapatkita, atau menduga-duga berdasarkan hawa nafsukita. Tidak akan selamat agama seseorang kecualijika dia berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengembalikan ilmu yang kurangjelas baginya kepada orang yang mengetahuinya.

Page 34: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

34 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Perlu diketahui bahwa hadits-hadits yang menyebutkan bahwa

orang-orang mukmin akan melihat Allah pada hari kiamat sangatbanyak jumlahnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa hadits-hadits tentang melihat wajah Allah mencapai derajat mutawatir.Di antara ulama yang menyatakan demikian adalah Ibnu Abil ‘Iz,salah seorang pemberi syarah kitab ini. Dia telah mentakhrijsebagian hadits tersebut dan berkata, “Ada sekitar tiga puluhsahabat meriwayatkan hadits tentang melihat wajah Allah. Orangyang telah mengetahui bahwa hadits-hadits tentang melihat wajahAllah keadaannya demikian, niscaya dia akan mengakui bahwamemang Nabi mengatakan begitu. Kalau saya tidak berketetapanhati untuk meringkas pembahasan ini niscaya akan saya muatkanhadits-hadits tersebut.”

Kemudian Ibnu Abdil ‘Iz berkata, “Melihat Allah disamakandengan melihat matahari dan bulan, bukan berarti menyamakanwujud Allah dengan makhluk-Nya. Dalam hal ini yang disamakanadalah kata kerja ‘melihat’, bukan obyek yang dilihat. Karenatidak mungkin seseorang melihat sesuatu kalau tidak menghadapkepada sesuatu itu. Dan di situ terdapat dalil bahwa Allah mem-punyai sifat tinggi jauh di atas makhluk-Nya.

Kalau ada yang berkata, “Allah bisa dilihat tetapi tidak padaarah tertentu,” mungkin akalnya tidak sehat atau ada suatugangguan pada akalnya! Karena, kalau ada orang melihat sesuatu,tetapi dia bilang sesuatu itu tidak berada di depannya, di bela-kangnya, di sebelah kanannya, di sebelah kirinya, di sebelahatasnya, atau di sebelah bawahnya, pasti hal itu ditolak olehorang yang masih menggunakan pikirannya yang waras.”

Adapun tentang pertanyaan apakah Allah bisa dilihat sewaktukita masih berada di dunia ini telah terjawab oleh hadits shahih12.

12 Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim.

Page 35: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 35

Dalam hadits tersebut Rasulullah mengabarkan bahwa tidak adaseorang pun bisa melihat Allah selama dia hidup di dunia ini.

Kemudian tentang pertanyaan apakah Rasulullah bisa melihatAllah tidak boleh kita gegabah menolaknya begitu saja kalau adadalil yang menunjukkan hal tersebut. Akan tetapi, ternyata beliausendiri memberi isyarat menolaknya. Tatkala ditanya tentang haltersebut beliau menjawab, “Cahaya. Saya melihat cahaya!” Olehkarena itu, Aisyah secara tegas menolak hal tersebut sebagaimanadisebutkan dalam kitab Ash Shahihain. Itulah yang harus kita jadikanpegangan.

Memahami melihat wajah Allah disesuaikan menurut kehen-dak dan ilmu Allah maksudnya kita tidak boleh turut campurdalam masalah tersebut, dengan mentakwil atau memasukkanpikiran-pikiran kita. Orang yang selamat urusan agamanya ada-lah orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah dan Rasul-Nya,serta menyerahkan perkara-perkara berkenaan dengan sifat-sifatAllah yang tidak diketahuinya kepada orang-orang yang pahamtentang hal tersebut.

Page 36: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

36 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

36. Keislaman seseorang hanya akan kokoh bila di-dasari ketundukan dan kepasrahan diri kepadaAllah.13 Barangsiapa yang memaksakan diri men-cari pengetahuan tentang sesuatu yang terlarangdiketahui dan tidak mencukupkan pemahamantentang hal tersebut dengan informasi dari Allahdan Rasul-Nya, maka dirinya tidak akan bisa men-dapatkan tauhid yang murni, kejernihan pema-haman, kebenaran iman; dia akan berada dalamkeraguan antara iman dan kafir, antara membe-narkan dan mendustakan, antara mengakui danmengingkari; serta akan selalu dalam keadaan was-was dan ragu-ragu. Orang seperti itu tidak tergo-long sebagai orang mukmin yang benar, namunjuga tidak termasuk pengingkar yang tulen.

37. Keimanan seseorang bahwa ahli surga akan me-lihat Allah tidak sah bila dengan penggambarantertentu.

Penjelasan:Misalnya dengan penggambaran bahwa Allah akan dilihat dalam

keadaan demikian-demikian.

13 Perkataan ini didahulukan pembahasannya dalam tiga kitab yang masih dalambentuk manuskrip. Begitu pula yang ada dalam naskah yang ditulis guru kami, AthThabbakh t. Nampaknya, yang tertulis dalam kitab-kitab itulah yang paling baik.

Page 37: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 37

Atau mentakwilnya dengan pemahaman yang keliru.

Penjelasan:Yaitu mentakwil (ayat atau hadits tentang hal tersebut) se-

hingga menyimpang dari arti tekstualnya dan bertentangan denganpemahaman orang Arab.

Karena memahami makna ‘melihat Allah’ –dansifat-sifat rububiyyah Allah lainnya– tidak bolehmenggunakan takwil. Kita harus tunduk dan pas-rah (dengan informasi dari Allah dan Rasul-Nya)yang memang menjadi dasar utama agama kitakaum muslim. Barangsiapa tidak menghindarkandiri dari tindakan menafikan sifat-sifat Allah dantindakan menyerupakan sifat-sifat Allah dengansifat-sifat makhluk-Nya, pasti akan tergelincir dantidak akan benar dalam mensucikan Allah.

14 Dalam tiga kitab yang masih dalam bentuk manuskrip disebutkan denganlafal .

Page 38: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

38 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Karena maksud orang-orang Mu’tazilah dan lainnya menolak

sifat-sifat Allah dan menolak “melihat Allah” adalah untuk men-sucikan Allah dari sifat serupa dengan makhluk-Nya (menurutanggapan mereka –edit.-). Tindakan mereka ini termasuk per-buatan menyimpang dan sesat. Bagaimana mungkin mereka itudikatakan mensucikan Allah, padahal mereka menolak sifat-sifatmulia yang dimiliki Allah, termasuk di dalamnya sifat “Allah dapatdilihat”. Hanya sesuatu yang tidak ada yang tidak bisa dilihat.

Menetapkan sifat “Allah dapat dilihat” sebagaimana disebut-kan dalam Al Qur’an dan Sunnah termasuk tindakan yang benar.Sedangkan, menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya terma-suk tindakan menyimpang karena berlebih-lebihan dalam mene-tapkan sifat Allah.

Sikap yang benar adalah menetapkan sifat Allah dengan tidakmenyerupakan-Nya dengan sifat makhluk dan mensucikan-Nyadengan tidak mengurangi sifat-sifat yang dimiliki-Nya. Tepatsekali kalau dikatakan, “Golongan mu’athilah15 sangat meng-agungkan ‘peniadaan’, sedangkan golongan mujassimah16 sangatmengagungkan ‘penyerupaan’.”

15 Satu golongan kaum muslimin yang menghalalkan peniadaan sifat-sifat Allah yangmereka anggap tidak sesuai dengan pendapatnya. Pent.

16 Satu golongan dari kaum muslimin yang mempunyai anggapan Allah mempunyaibadan, anggota badan, dan sebagainya. Pent.

Page 39: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 39

Sesungguhnya Rabb kami (Allah ) memilikisifat-sifat Esa dan sifat-sifat Maha Tunggal, yangtidak akan dimiliki oleh salah satu pun di antaramakhluk-Nya.

38. Allah Mahasuci dari batasan-batasan, dimensi-dimensi, unsur-unsur anggota badan, dan alat-alat pembantu. Allah juga tidak dibatasi oleh arahyang enam jumlahnya sebagaimana yang berlakupada makhluk-Nya.

Penjelasan:Perkataan di atas dimaksudkan oleh Imam Thahawi t

untuk membantah dua golongan sesat, yaitu:

Pertama, golongan mujassimah yang mempunyai anggapanbahwa Allah mempunyai badan, anggota badan, dan lainnya.Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan.

Kedua, golongan mu’athilah yang menolak kemahatinggian Allahdi atas segenap makhluk-Nya dan menganggap bahwa Allahberasal dari makhluk-Nya. Bahkan, sebagian dari mereka beranidengan tegas mengatakan bahwa Allah bisa mempunyai wujudseperti wujud makhluk-Nya. Menurut anggapan mereka, Allahbisa menitis kepada makhluk ciptaan-Nya dan berada di sekitarmakhluk-Nya, bukan tinggi jauh berada di atas mereka.

17 Dalam tiga kitab yang masih dalam bentuk manuskrip tertulis kata tanpahuruf .

Page 40: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

40 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Dengan pernyataan di atas Imam Thahawi membantah ang-gapan-anggapan tersebut. Meskipun demikian, sebagian darimereka tetap dalam kebatilannya; mereka memainkan takwiluntuk memalingkan ayat atau hadits dari arti sebenarnya. Hal inisebagaimana dijelaskan panjang lebar oleh Ibnu Abil ‘Iz yang telahdiringkas oleh Syaikh Muhammad bin Mani’. Dia berkata,“Dengan perkataannya itu beliau hendak membantah golonganmusyabbihah.18 Akan tetapi, perkataan-perkataan tersebut ter-lalu umum dan samar, serta tidak terkenal di kalangan Ahlus-sunnah wal Jama’ah.

Sebenarnya membantah mereka dengan membawakan nas-nas Al Qur’an dan hadits lebih tepat dan lebih utama daripadadengan menggunakan perkataan-perkataan yang samar yangmenyalahi kebenaran. Firman Allah: “Tidak ada sesuatu pun yangserupa dengan Allah” sebenarnya telah membantah pendapatgolongan musyabbihah dan golongan mu’athilah. Oleh karena itu,tidak selayaknya orang yang hendak mencari kebenaran ber-paling dari ayat Al Qur’an lalu menggunakan perkataan tersebut.Jadi, Allah Ta’ala berada tinggi jauh di atas para makhluk-Nya,bersemayam di atas ‘Arsy yang agung, terpisah dari para makhlukciptaan-Nya, setiap malam turun ke langit dunia, dan pada harikiamat kelak akan mendatangi (manusia). Semua itu harus kitapahami dalam arti yang sebenarnya, tidak boleh kita menakwil-nya. Umpamanya kita menakwil kata tangan Allah dengan artikekuasaan Allah; menakwil Allah turun dengan arti urusan Allahyang turun; dan lain-lain. Kita meyakini adanya sifat-sifat tersebut,tetapi tidak mempermasalahkan seperti apa tangan Allah danbagaimana Allah turun.

Menurut saya, Imam Thahawi sendiri tidak butuh denganperkataan-perkataan samar yang mengelirukan itu. Mungkin saja

18 Satu golongan dari kaum muslimin yang menghalalkan penggambaran ataupenyamaan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Pent.

Page 41: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 41

perkataan tersebut dimasukkan orang ke dalam tulisannya. Sayaberprasangka baik seperti itu karena saya tahu siapa ImamThahawi. Walaupun bagaimana, kebatilan tetap harus ditolak,siapa pun yang mengatakan.

Orang yang pernah membaca biografi Imam Thahawi, ter-utama dalam kitab Lisan Al Mizan, akan mengetahui bahwa diatermasuk ulama besar dan termasuk orang yang mempunyaipribadi yang agung. Inilah yang membuat saya berprasangka baikkepadanya setiap kali saya membahas permasalahan-permasalahanyang memungkinkan dirinya mendapatkan kritik dan celaan.”Demikian perkataan Ibnu Mani’ t.

39. Peristiwa mi’raj adalah benar. Nabi diperjalan-kan oleh Allah (dari Masjidil Haram ke MasjidilAqsha) dan dinaikkan ke langit (jiwa dan ragabeliau) dalam keadaan terjaga. Kemudian Allahjuga membawa beliau ke tempat lain yang dike-hendaki-Nya di langit sana. Allah memuliakanbeliau sesuai kehendak-Nya. Allah memberi beliauwahyu. Firman Allah: “Hatinya tidak mendusta-kan apa yang telah dilihatnya.” (QS. An Najm:11). Semoga Allah melimpahkan shalawat dansalam kepada beliau di dunia dan di akhirat.

Page 42: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

42 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Perkataan di atas berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an.

Adapun kabar bahwa Nabi pada malam Isra’ Mi’raj melihatAllah Ta’ala langsung dengan mata kepalanya adalah tidak benar.Oleh karena itu, Ibnu Abil ‘Iz berkata, “Yang benar, beliau melihatAllah dengan mata batinnya, tidak dengan mata kepalanya.”

40. Adanya al haudh (telaga di akhirat kelak) yangAllah ciptakan untuk memuliakan beliau danuntuk memberi pertolongan kepada umat beliauadalah benar.

Penjelasan:Hadits-hadits yang menyebutkan adanya al haudh (telaga)

Nabi sangat banyak jumlahnya sehingga hadits tersebutdinyatakan sebagai hadits yang mutawatir oleh sejumlah ulama.Hadits-hadits tersebut diriwayatkan dari tiga orang lebih sahabat.

Ibnu Katsir telah membeberkan jalur periwayatan hadits-hadits tersebut dalam kitab An Nihayah. Ibnu Abi Ashim dalamkitabnya Kitab As Sunnah memisah-misahkan hadits-hadits ter-sebut menjadi tujuh bab (hadits no.155-161) dan hadits-haditsdengan nomor 697-776 menurut penomoran saya. Dan diamenyampaikan perkataan yang menyiratkan bahwa hadits ter-sebut mutawatir. Dia berkata, “Riwayat-riwayat tentang telagaNabi yang kami sebutkan bisa dijadikan pedoman.”

Page 43: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 43

41. Adanya syafaat yang diperuntukkan bagi umatbeliau adalah benar.

Penjelasan:Hadits-hadits tentang hal ini termasuk hadits mutawatir juga.

Ibnu Abi Ashim dalam kitabnya Kitab As Sunnah memisah-misah-kan hadits-hadits tersebut menjadi tujuh bab (hadits no. 163-168dan hadits-hadits dengan nomor 784-832).

Ibnu Abil ‘Iz menyebutkan sebagian hadits tersebut dalamkitab syarahnya. Hadits-hadits tersebut menyebutkan bahwasyafaat Nabi ada delapan. Silakan para pembaca menelaahnyalebih mendalam masalah ini dalam kitab tersebut!

42. Perjanjian yang Allah perjanjikan kepada Adamdan anak keturunannya adalah benar.

Penjelasan:Nampaknya Imam Thahawi merujuk kepada beberapa hadits

yang menjelaskan bahwa Allah Ta’ala menciptakan manusia yangbermacam-macam bentuk dan jenisnya itu dari tulang rusukAdam. Dia menyebutkan empat hadits dalam kitab syarahnya.Hadits-hadits tersebut juga termuat dalam kitab ta’liq sayaterhadap kitab syarah karyanya itu dan dalam kitab Takhrij AsSunnah (hadits no.195-205). Namun saya menilai tidak shahihhadits no.266 (cetakan ke-2) dalam kitab ta’liq tersebut berkenaandengan mengusap bagian punggung kaki (tatkala mengusap khuf)

Page 44: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

44 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

yang ada dalam hadits yang diriwayatkan dari Umar. Hal itu karenakelupaannya. Oleh karena itu, saya memohon kepada Allah agarmengampuninya. Akan tetapi, hadits tersebut mempunyai haditspendukung yang hasan yang diriwayatkan dari Abu Hurairah.Hadits pendukung ini termuat dalam kitab Asy Syarah19 dan haditslain yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan sanad dha’if yangtelah saya cantumkan dalam kitab As Sunnah. Ini mohon di-perhatikan.

43. Sejak dulu Allah telah mengetahui berapa jumlahorang yang akan masuk surga dan berapa jumlahorang yang akan masuk neraka. Dan jumlah ter-sebut tidak akan bertambah maupun berkurang.

Penjelasan:Nampaknya Imam Thahawi merujuk kepada hadits yang

diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru, dia berkata, “Pernah suatuketika Rasulullah keluar menemui kami memegang dua kitab.Beliau berkata kepada kami, ‘Tahukah kalian apa isi dua kitab ini?’Kami menjawab, ‘Tidak, wahai Rasulullah, kalau tuan tidakmengabarkan kepada kami.’ Kemudian sambil menunjuk kitab yangada di tangan kanan beliau berkata, ‘Kitab ini berasal dari TuhanSemesta Alam yang memuat nama-nama penduduk surga, yangdilengkapi nama bapak-bapak dan nama-nama kabilah mereka.

19 Maksudnya, kitab Syarah Aqidah Ath Thahawiyyah karya Ibnu Abil ‘Iz. Pent.

Page 45: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 45

Kemudian Allah mengumpulkan mereka menjadi satu (dalam kitabini). Jumlah nama-nama yang ada dalam kitab ini tidak akanbertambah maupun berkurang selama-lamanya.’ Kemudian sambilmenunjuk kepada kitab yang ada di tangan kiri beliau berkata,‘Kitab ini berasal dari Tuhan Semesta Alam yang memuat nama-nama penduduk neraka, yang dilengkapi nama bapak-bapak dannama-nama kabilah mereka. Kemudian Allah mengumpulkan me-reka menjadi satu (dalam kitab ini). Jumlah nama-nama yang adadalam kitab ini tidak akan bertambah maupun berkurang selama-lamanya.’ Para sahabat bertanya, ‘Kalau bagitu, dikemanakanamal shalih seseorang yang melakukan sesuatu yang diperintah-kan (oleh Allah)?’ Nabi menjawab, ‘Berbuat baik dan dekatkanlahdiri kalian kepada Allah! Sesungguhnya calon penduduk surga akanmenutup hidupnya dengan amalan penduduk surga apa pun bentukamalannya. Dan calon penduduk neraka akan menutup hidupnyadengan amalan penduduk neraka apa pun bentuk amalannya.’Kemudian beliau berisyarat dengan (menepukkan) kedua tangan-nya, lalu menurunkannya. Kemudian beliau berkata, ‘Tuhan kaliantelah selesai membuat ketentuan hamba-hamba-Nya. Allah ber-firman: ‘Sebagian menjadi penduduk surga dan sebagiannya lagimenjadi penduduk neraka.’”20

44. Allah juga mengetahui perbuatan-perbuatanyang akan dilakukan hamba-hamba-Nya. Setiapmanusia akan dimudahkan kepada ketentuanyang telah ditetapkan oleh Allah.

20 Hadits ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi. Dia, dan juga yang lainnya, menilai shahihhadits ini. Hadits ini tercantum dalam kitab Ash Shahihah (hadits no.848).

Page 46: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

46 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Perkataan di atas adalah penggalan hadits Nabi yang

diriwayatkan dari Ali dalam kitab Ash Shahihain dan juga sayasebutkan dalam kitab Takhrij As Sunnah (hadits no.171).

Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa tatkala para saha-bat mendengar perkataan Rasulullah di atas, mereka berkata,“Kalau begitu, kami akan bersungguh-sungguh!” Dalam riwayatlain disebutkan, “Sekarang, kami akan bersungguh-sungguh!Sekarang, kami akan bersungguh-sungguh! Sekarang, kami akanbersungguh-sungguh!” Lihat kitab As Sunnah (hadits no.161 dan168). Dalam hadits di atas terdapat bantahan tegas terhadapkeyakinan golongan Jabariyyah yang memahami hadits di atasberbeda dengan yang dipahami para sahabat. Camkanlah!

Amal-amal manusia tergantung di akhir hidupnya.

Penjelasan:Perkataan tersebut merupakan penggalan terakhir hadits Nabi

yang diriwayatkan oleh Sahl bin Sa’id As Sa’idi yang diriwayatkanoleh Al Bukhari.

Orang bahagia adalah bahagia menurut keten-tuan Allah, dan orang celaka juga celaka menurutketentuan Allah.

Page 47: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 47

Penjelasan:Hadits di atas semakna dengan hadits yang diriwayatkan oleh

Al Bazzar dan lainnya dari Abu Hurairah secara marfu’ denganlafazh: “Orang bahagia adalah bahagia menurut ketentuan Allahyang dituliskan ketika berada di perut ibunya, dan orang celaka jugacelaka menurut ketentuan Allah yang dituliskan ketika berada diperut ibunya.” 21

45. Takdir manusia menjadi rahasia Allah semata.Takdir tersebut tidak diketahui oleh malaikat yangdekat dengan Allah maupun rasul yang diutus.Membahas dan menyelidiki secara mendalammasalah takdir adalah jalan menuju kehinaan,tangga menuju perbuatan haram, dan termasukperbuatan yang berlebih-lebihan. Oleh karena itu,berhati-hatilah dalam membahas, memikirkan,dan memperbincangkannya.

21 Hadits ini sanadnya shahih sebagaimana saya jelaskan dalam kitab Ar Raudh AnNadhir (hadits no.1098) dan kitab Takhrij As Sunnah (hadits no.188).

Page 48: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

48 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Kita tidak boleh menyelidiki secara mendalam masalah takdir

–wallahu a’lam- berdasarkan perkataan Nabi: ”Bila diperbin-cangkan masalah takdir, hendaklah kalian diam!” Hadits ini shahih;diriwayatkan dari sejumlah sahabat. Saya memasukkan haditstersebut dalam kitab Ash Shahihah (hadits no.34).

Sesungguhnya Allah menutup ilmu takdir dari pe-ngetahuan manusia dan melarang mereka meng-gapainya. Allah berfirman: “Allah tidak ditanyatentang apa yang diperbuatnya, tetapi merekalahyang akan ditanya.” (QS. Al Anbiya’: 23)

Penjelasan:Hal di atas disebabkan karena agungnya hikmah, rahmat,

dan keadilan Allah; bukan karena paksaan dan kehendakAllah, sebagaimana diyakini oleh Jahm dan para pengikutnya.Begitu pulalah yang dijelaskan dalam kitab Syarah Aqidah AthThahawiyyah karya Ibnu Abil ‘Iz. Silakan baca, karena di situditegaskan bahwa dasar-dasar peribadahan dan keimanan se-seorang adalah penyerahan diri secara penuh kepada Allah dantidak mempertanyakan detail hikmah-hikmah yang terkandungdalam perintah dan larangan Allah, serta syariat-syariat yangditetapkan-Nya. Masalah tersebut sangat penting kita ketahui.Kalau tempat dalam kitab ini tidak dibatasi, saya muat perkataantersebut di sini secara lengkap.

Page 49: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 49

Dalam Majmu’ Al Fatawa (I/148-150), Ibnu Taimiyah tberkata (secara ringkas), “Beriman kepada takdir mempunyaidua tingkatan dan masing-masing tingkatan mengandung duaperkara. Tingkatan pertama, beriman bahwa Allah Ta’ala me-ngetahui apa yang akan dilakukan oleh hamba-hamba-Nyadengan ilmu-Nya yang qadim yang menjadi salah satu sifat-Nya. Allah juga mengetahui segala hal ihwal hamba-Nya yangmenyangkut perbuatan taat dan perbuatan maksiat mereka,maupun menyangkut rezeki dan ajal mereka. Allah telah menulistakdir hamba-hamba-Nya. Dan yang pertama kali diciptakanoleh Allah adalah al qalam (pena). Kemudian Allah berkatakepada al qalam22, ”Tulislah!” Pena bertanya, “Apa yang mesti sayatulis?” Allah menjawab, “Tulislah semua yang akan terjadi hinggahari kiamat!” Oleh karena itu, apa yang telah ditetapkan bakalmenimpa seseorang tidak akan meleset, dan apa yang telahditakdirkan tidak menimpa tidak akan menimpa. Pena untukmenulis takdir telah kering dan lembaran suhuf telah dilipat. Iniseperti yang difirmankan Allah Ta’ala:

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allahmengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Dan semuaitu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnyayang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al Hajj: 70)

Takdir manusia yang telah diketahui oleh Allah yang secaraglobal telah ditulis di Lauh Mahfuzh, kemudian dituliskan secaraterperinci. Tatkala seorang bayi masih berada dalam perut

22 Di sini dengan lafazh: . Namun, menurut saya, yang kuat riwayatnya adalahdengan lafazh: , sebagaimana yang saya tahkik dalam kitab Takhrij SyarahAth Thahawiyyah. Lafazh yang saya pilih ini didukung oleh hadits yang diriwayatkandari Ibnu Abbas yang tercantum dalam kitab Ash Shahihah (hadits no.133).

Page 50: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

50 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

ibunya, sebelum ruh ditiupkan, malaikat diperintah oleh Allahuntuk datang kepadanya dan menuliskan empat hal, yaitu ber-kenaan dengan rezeki, ajal, amal perbuatan, dan sengsara ataubahagia. Adanya takdir seperti itu ditentang oleh golonganQadariyah zaman dulu. Namun sekarang hanya sedikit orang yangmenentangnya. Tingkatan kedua, beriman bahwa Allah mempunyaikemauan yang pasti terlaksana dan kehendak yang mencakupsegala sesuatu. Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, sedangkanyang tidak Dia kehendaki pasti tidak akan terjadi. Segala yang adadi langit dan di bumi, yang bergerak maupun yang diam, beradadalam kehendak Allah. Adanya kerajaan semesta ini pun tidak lainkarena keinginan-Nya. Allah Ta’ala Mahakuasa mengadakan mau-pun meniadakan sesuatu.

Oleh karena itu, Allah menyuruh hamba-hamba-Nya agar taatkepada-Nya dan taat kepada rasul-rasul-Nya, dan melarangmereka durhaka kepada-Nya.

Allah Ta’ala menyukai orang-orang yang bertakwa, yangberbuat kebaikan, dan yang berbuat adil. Allah juga menyukaiorang-orang yang beriman dan beramal shalih.

Sebaliknya, Allah tidak menyukai orang-orang kafir. Allahtidak meridhai orang-orang fasik. Allah tidak menganjurkanperbuatan buruk. Allah tidak meridhai hamba-hamba-Nya ber-buat kekafiran. Allah juga tidak menyukai perbuatan-perbuatanmerusak.

Para hamba Allah benar-benar melakukan perbuatan-per-buatan, namun perbuatan-perbuatan mereka itu diciptakan olehAllah.

Para hamba ada yang mukmin atau kafir, orang baik atauorang jelek, orang yang melakukan shalat, atau orang yangberpuasa. Dan mereka berkuasa dan berkehendak terhadapamalan-amalan mereka. Akan tetapi, Allahlah yang menciptakanmereka dan menciptakan kekuasaan dan kehendak mereka. Ini

Page 51: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 51

disebutkan dalam firman Allah: “Bagi siapa di anatara kalian yanghendak berlaku lurus. Akan tetapi, kalian tidak bisa berkehendakseperti itu melainkan kalau dikehendaki Allah Rabbul ‘alamin.” (QS.At Takwir: 28-29)

Tingkatan takdir kedua di atas didustakan oleh golonganQadariyah, dulu maupun kini. Nabi menyebut golonganQadariyah sebagai ‘majusi umat Islam’.

Ada sebagian dari golongan ahli itsbat (menetapkan adanyataqdir, -ed.-) yang berlebih-lebihan dalam masalah takdir ting-katan kedua ini. Mereka berpendapat bahwa para hamba tidakmempunyai kehendak dan pilihan dalam melakukan perbuatanmereka. Mereka juga menafikan hikmah dan maslahat dariperbuatan dan hukum Allah. Saya berkata: “Perkataan terakhiryang disebutkan Imam Ath Thahawi adalah pendapat golonganAsy’ariyyah. Mereka bersikap berlebih-lebihan dan menolakhikmah Allah yang telah dijelaskan Ibnul Qayyim dalam kitab SyifaAl ‘Alil Fi Al Qadha wa Al Qadar wa Al Hikmah wa At Ta’lil. Silakanbaca kitab tersebut karena sangat penting isinya!”

Barangsiapa bertanya, “Untuk apa Allah berbuat?”berarti orang tersebut menentang ketentuan AlKitab (Lauh Mahfuzh). Dan barangsiapa me-nentang ketentuan Al Kitab (Lauh Mahfuzh)termasuk golongan orang-orang kafir.

46. Ini adalah ….

Page 52: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

52 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Salah seorang pemberi syarah kitab ini, Ibnu Abil Iz berkata,

“Perkataan tersebut merujuk kepada hal-hal yang telah disebut-kan di muka yang harus kita yakini dan kita amalkan. Perkataan,Itu adalah derajat orang-orang yang mendalam ilmunya maksudnyaadalah mereka yang mempunyai ilmu tentang ajaran yang dibawaoleh para rasul, secara global maupun terperinci, mana yangtermasuk ajaran mereka dan mana yang bukan. Mereka juga pahambagaimana harus bersikap dalam perkara-perkara gaib, tentangtakdir Allah yang memang Allah sembunyikan dari pengetahuanmanusia dan tidak Dia perkenankan kepada manusia untukmenjangkaunya. Mereka juga mempunyai ilmu tentang alamsemesta. Mereka juga paham tentang ilmu syariat, baik yangmenyangkut dasar-dasar maupun cabang-cabangnya. Barangsiapamengingkari satu bagian saja dari ajaran yang disampaikan olehRasulullah, maka dia termasuk golongan orang-orang kafir. Danbarangsiapa mengaku mengetahui perkara gaib, maka dia jugatermasuk golongan orang-orang kafir.

Itulah beberapa hal yang dibutuhkan para waliAllah yang terang hatinya; mereka termasuk dalam

Page 53: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 53

golongan orang-orang yang mendalam ilmunya.Kita tahu, ilmu ada dua macam, yaitu ilmu tentangalam nyata dan ilmu tentang perkara gaib. Ingkarterhadap adanya alam nyata termasuk tindak ke-kafiran, dan mengaku mengetahui perkara gaibpun termasuk tindak kekafiran. Iman seseorangtidak akan sempurna bila dia tidak mengakui ada-nya alam nyata dan tidak meninggalkan tindakanmencari-cari pengetahuan tentang perkara gaib.

47. Kami beriman adanya Lauh.

Penjelasan:Yang dimaksud ‘Lauh’ adalah seperti yang disebutkan dalam

firman Allah:

“Yang mereka dustakan itu adalah Al-Qur’an yang mulia, yang(tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.” (QS. Al Buruj: 22)

Lauh Mahfuzh termasuk perkara gaib yang wajib kita imani.Lauh Mahfuzh tidak ada yang mengetahui bagaimana hakikatnyakecuali Allah semata. Seseorang yang berkeyakinan bahwa adasebagian orang-orang shalih mengetahui apa-apa yang tertulis diLauh Mahfuzh berarti dia ingkar terhadap ayat-ayat Al-Qur’andan hadits-hadits yang secara tegas menyebutkan bahwa perkaragaib hanya diketahui oleh Allah semata.

dan Al Qalam

Page 54: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

54 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Seorang pemberi syarah kitab ini, Ibnu Abil Iz menyebutkan

bahwa para ulama berbeda pendapat tentang mana yang di-ciptakan Allah terlebih dahulu, Al Qalam atau Arsy. Menurut saya,pendapat yang kuat adalah pendapat pertama. Namun sayategaskan di sini, sebenarnya bagi saya tidak menjadi soal apakahyang pertama diciptakan itu Al Qalam atau Arsy. Meskipun paraulama berbeda pendapat tentang mana yang dulu diciptakan, yangjelas, mereka bersepakat adanya makhluk yang pertama kalidiciptakan oleh Allah. Orang yang mengatakan bahwa setiapmakhluk yang ada selalu didahului adanya makhluk lain berartibertentangan dengan kesepakatan ulama di atas. Pendapattersebut jelas batil. Karena mereka berpendapat bahwa tidak adamakhluk yang paling dulu diciptakan. Jelas, pendapat tersebutbertentangan dengan keterangan hadits shahih.

Dalam masalah ini, Ibnu Taimiyah berkata, “Para ulamamengatakan bahwa Arsy adalah makhluk yang pertama kali di-ciptakan.” Perkataan Ibnu Taimiyah ini secara tegas membantahpendapat mereka yang mengatakan bahwa tidak ada makhluk yangpaling dulu diciptakan.

Page 55: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 55

dan segala sesuatu yang telah ditulis di dalam LauhMahfuzh. Sekiranya seluruh makhluk berkumpuluntuk merubah suatu kejadian yang telah ditulisoleh Allah agar tidak terjadi, pasti mereka tidakakan mampu melakukannya. Begitu pula sekiranyamereka semuanya berkumpul untuk menjadikansesuatu yang telah Allah tetapkan tidak terjadi,pasti mereka pun tidak akan mampu melakukan-nya. Telah kering pena untuk menulis segala kete-tapan Allah yang bakal terjadi hingga hari kiamat.

Penjelasan:Perkataan telah kering pena untuk menulis segala ketetapan

Allah yang bakal terjadi hingga hari kiamat adalah bunyi penggalterakhir hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang sudahterkenal. Adapun awal hadits tersebut berbunyi Jagalah (ketentu-an-ketentuan) Allah niscaya Dia akan menjagamu! Hadits ini sha-hih sebagaimana saya sebutkan dalam kitab At Takhrij (hlm.274).

Apa-apa yang telah ditetapkan tidak menimpa sese-orang, tidak akan menimpa; dan apa-apa yang telahditetapkan bakal menimpa, tidak akan meleset.

Penjelasan:Perkataan ini merupakan kelanjutan hadits yang diriwayatkan

dari Ibnu Abbas di atas.

Page 56: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

56 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

48. Seorang hamba wajib mengetahui bahwa ilmuAllah mendahului segala makhluk-Nya. Allahtelah menentukan takdir makhluk-Nya itu secarapasti; tidak ada pembatalan, penolakan, pengha-pusan, dan perubahan. Tidak ada penambahandan pengurangan terhadap ketentuan makhlukAllah, baik yang ada di langit maupun di bumi.Itu merupakan ikatan iman, dasar-dasar penge-tahuan, dan pengakuan terhadap tauhid uluhiyahdan rububiyah Allah. Dalam hal ini Allah Ta’ala

Page 57: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 57

berfirman: “Dia menciptakan segala sesuatu danmenetapkan ukurannya secara rapi.” (QS. AlFurqan: 2). Allah juga berfirman: “Dan ketetapanAllah pasti akan terjadi.” (QS. Al Ahzab: 38).

Celakalah orang yang menjadi musuh Allah dalammasalah takdir; memperbincangkan masalahtakdir dengan hati yang tidak bersih; mengungkit-ungkit masalah takdir yang menjadi rahasia Allahdengan persangkaan belaka. Akhirnya, dengansebab tersebut dia kembali (kepada Allah) denganmembawa dosa dan kedustaan.

49. Adanya Arsy dan kursi adalah benar.

Penjelasan:

Ketahuilah, Arsy adalah makhluk Allah yang sangat besar. Halini disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits.Karena besarnya Arsy, Allah menisbatkan Arsy ini kepada diri-Nya. Dalam salah satu ayat, Allah berfirman: “Pemilik Arsy.”Dalam Asy Syarah, disebutkan beberapa ayat lain yang menye-butkan penisbatan Arsy kepada Dzat Allah.

Secara bahasa, arsy artinya singgasana raja. Tentang bagai-mana kondisi Arsy disebutkan dalam Al Qur’an, di antaranyafirman Allah:

“Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘ArsyTuhanmu di atas (kepala) mereka.” (QS. Al Haqqah: 17)

Dan Arsy tersebut berada di atas air.

Page 58: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

58 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Dalam hadits disebutkan bahwa jarak antara ujung telingadengan pundak salah satu malaikat pemikul Arsy sejauh perjalan-an 700 tahun. Arsy mempunyai tiang-tiang penyangga. Dan Arsymerupakan atap dari surga Firdaus. Ini disebutkan dalam hadits-hadits shahih yang tercantum dalam kitab Asy Syarah.23

Hadits-hadits tersebut membantah takwil sebagian orangyang mengatakan bahwa Arsy adalah permisalan dari suatukerajaan dan besarnya kekuasaan Allah.

Adapun tentang masalah kursi Allah, ada ayat Al Qur’an yangmenyebutkan, yaitu:

“Luas kursi Allah adalah seluas langit dan bumi.” (QS. AlBaqarah: 255)

Kursi Allah di hadapan Arsy-Nya. Dalam sebuah riwayat yangshahih tapi mauquf24 disebutkan bahwa Ibnu Abbas berkata,“Kursi adalah tempat berpijak dua kaki Allah, sedangkan Arsy tidakada yang tahu berapa besarnya kecuali Allah.” Atsar ini disebutkandalam kitab saya yang berjudul Mukhtashar Al ‘Uluw li AdzDzahabi. (hadits no.36).

Dalam masalah Kursi Allah, tidak ada hadits Nabi yang shahihkecuali perkataan Nabi:

“Luas tujuh langit dibanding kursi Allah hanyalah seperti lobangtempat pembuangan sampah di padang yang luas. Dan luas Arsy

23 yang ditulis oleh Ibnu Abil Iz, Pent.24 Atsar yang jalur periwayatannya hanya sampai kepada sahabat Nabi, Pent.

Page 59: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 59

Allah dibanding kursi-Nya adalah seperti bandingan padang yangluas tadi terhadap lobang tempat pembuangan sampah.”

Hadits di atas juga membantah takwil Ibnu Abbas bahwa kursiAllah maksudnya ilmu Allah. Ini saya jelaskan dalam kitab AshShahihah (hadits no.109).

50. Dia tidak memerlukan Arsy dan apa saja yang adadi bawahnya.

Penjelasan:Salah seorang pemberi syarah kitab ini, Ibnu Abil Iz berkata,

“Syaikh Ath Thahawi mengatakan perkataan di atas, karenasetelah Allah Ta’ala menyebut Arsy dan kursi, dilanjutkan denganmenyebut bahwa Dia tidak butuh dengan Arsy dan apa-apa yangberada di bawahnya. Hal itu untuk menegaskan bahwa Dia men-ciptakan Arsy sebagai tempat bersemayam bukan karena Diabutuh Arsy. Ada hikmah tertentu dalam penciptaan Arsy. Sesuatuyang tinggi memang selalu berada di atas sesuatu yang rendah.Namun, tidak mesti sesuatu yang rendah menjadi tempat ber-pijak dan penyangga sesuatu yang tinggi. Sesuatu yang tinggi jugatidak selalu membutuhkan sesuatu yang rendah. Lihatlah langit!Walaupun berada di atas bumi, langit tidak membutuhkan bumi.

Allah Ta’ala Mahaagung dan Mahamulia. Keagungan dankemuliaan Allah mempunyai kekhususan tersendiri. Allah tidakbergantung kepada siapa pun. Dengan kehendak-Nya, Allahmenguasai makhluk-makhluk-Nya yang ada di bawah. Makhluk-makhluk-Nya yang ada di bawah sangat membutuhkan bantuanAllah, sedangkan Allah sendiri sama sekali tidak membutuhkanmereka. Dan Allah mengetahui mereka.

Page 60: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

60 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Allah berada di atas ‘Arsy. Dengan kehendak-Nya, Allahmenguasai ‘Arsy dan memegangnya. Meskipun begitu, Allah tidakbutuh ‘Arsy. ‘Arsylah yang membutuhkan Allah. Allah menguasai‘Arsy, tetapi tidak sebaliknya. ‘Arsy tidak melingkupi Allah. Allahmembatasi wilayah ‘Arsy, namun ‘Arsy tidak membatasi wilayahAllah. Dan keistimewaan-keistimewaan seperti di atas hanyadimiliki Allah.

Orang-orang yang menafikan kedudukan Allah yang tinggi diatas ‘Arsy adalah para ahli ta’thil. Sebenarnya kalau merekamemahami eksistensi Allah dengan pemahaman seperti di atasniscaya mereka akan terbimbing ke jalan yang lurus dan akanmenyadari kedudukan akal terhadap wahyu. Mereka pun akanberjalan mengikuti dalil. Akan tetapi, sayang, mereka meninggal-kan dalil, sehingga mereka menempuh jalan yang sesat.

Sikap yang benar dalam masalah ini adalah seperti sikap yangditunjukkan oleh Imam Malik t. Beliau pernah ditanya ten-tang ayat: (Dia bersemayam di atas ‘Arsy) yangterdapat dalam surat Al A’raf ayat 53. Beliau ditanya, “Bagaimanacara Allah bersemayam?” Beliau menjawab, “Allah bersemayamsudah kita ketahui. Namun mempertanyakan bagaimana Allahbersemayam termasuk hal yang tidak boleh dilakukan.”

51. Allah menguasai segala sesuatu dan berada di atasmereka.

PenjelasanAda perbedaan naskah penulisan pada kata . Pada naskah

yang dibawakan oleh pemberi syarah kitab ini, yaitu Ibnu Abil Izztertulis seperti di atas. Begitu pula yang tertulis dalam manuskrip

Page 61: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 61

yang ada pada saya (kode , ) dan yang dalam bentuk cetakanoleh Syaikh Ibnu Mani’. Namun yang terdapat pada manuskrip(kode ) dan dalam bentuk cetakan (kode ) tertulis , tanpahuruf . Bahkan pada manuskrip (kode ) tertulis . Tidakdiragukan lagi, yang tertulis dengan lafazh tanpa huruf maupun adalah ganjil, baik secara periwayatan maupunsecara makna. Dikatakan ganjil secara periwayatan, karena ke-dua lafazh tersebut bertentangan dengan lafazh yang banyakdiriwayatkan ulama. Dan dikatakan ganjil secara makna karenasebagaimana dikatakan oleh salah seorang pemberi syarah kitabini, “Lafazh yang pertama adalah lafazh yang benar.”

Perkataan di atas maksudnya Allah Ta’ala menguasai segalasesuatu dan berada jauh di atas mereka. Bisa juga dikatakan:Allah Ta’ala menguasai segala sesuatu dan berada di atas ‘Arsy.

Kalimat , wallahu a’lam, oleh sebagian orang karenakelupaan barangkali terbuang. Kemudian sebagian yang lainmenukilnya, sehingga naskah yang ada pada mereka tanpa lafazhtersebut.

Dalam naskah yang lain, kalimat tersebut oleh orang-orangsesat yang suka merubah-rubah naskah karya orang lain jugasengaja dibuang dengan tujuan untuk merusak pemahaman, yaituuntuk menghilangkan keyakinan bahwa Allah tidak berada diatas! Mereka berdalih bahwa ‘Arsy berada di atas para makhluk,sementara tidak ada sesuatu pun di atas ‘Arsy.

Tidak benar kata (menguasai) bermakna Allah menguasaisegala sesuatu yang berada di atas ‘Arsy. Makna seperti itu jelasmustahil, karena di atas ‘Arsy tidak ada makhluk-makhluk Allah.Di sinilah pentingnya huruf penghubung . Jadi, kalimat tersebutbermakna Allah Ta’ala menguasai segala sesuatu dan berada di atassegala sesuatu itu.

Page 62: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

62 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Dia tidak memberi kepada makhluk-Nya ke-mampuan menguasai segala sesuatu.

52. Kami mengatakan bahwa Allah menjadikanIbrahim sebagai kekasih-Nya. Dia benar-benarberkata kepada Musa. Perkataan-perkataan ter-sebut kami katakan dengan penuh keimanan,pembenaran, dan ketundukan.

53. Kita beriman kepada para malaikat, para nabi,kitab-kitab yang diturunkan kepada para rasul;dan kami meyakini bahwa para rasul itu beradadalam kebenaran yang terang benderang.

54. Kita menyebut para ahli kiblat sebagai orang-orang mukmin dan orang-orang muslim selamamereka mengakui dan membenarkan ajaran yangdibawa oleh Nabi.

Page 63: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 63

Penjelasan:Ibnu Abil Iz, salah seorang pemberi syarah kitab ini berkata,

“Imam Ath Thahawi t nampaknya berpendapat bahwa Islamdan iman adalah satu. Dia berpendapat bahwa seseorang yangmelakukan dosa tidak dikatakan keluar dari Islam selama diatidak menganggap halal melakukan perbuatan dosa tersebut.Yang dimaksud ahli kiblat adalah orang-orang Islam yangmelakukan shalat menghadap kiblat, meskipun mereka masihmemperturutkan hawa nafsunya atau masih sering melakukanperbuatan maksiat, selama mereka tidak mendustakan ajaranyang dibawa oleh Rasulullah.

55. Kita tidak boleh membahas secara mendalamtentang Allah dan melakukan debat kusir tentangagama Allah.

56. Kita tidak boleh membantah Al Qur’an. Dan kitameyakini bahwa Al Qur’an adalah perkataanAllah, Tuhan Semesta Alam.

Penjelasan:Sebab terbesar munculnya berbagai golongan di kalangan umat

Islam adalah adanya ilmu kalam. Dengan ilmu kalamnya, merekamenyimpang dari pemahaman tentang iman yang benar, yaitubahwa Al Qur’an adalah benar-benar perkataan Allah, bukan majas(kiasan).

Page 64: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

64 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Golongan Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalahmakhluk Allah jelas-jelas keliru dan sesat.

Ada sebagian golongan dalam Islam yang lebih mendekatiSunnah membantah pendapat kelompok Mu’tazilah dalammasalah ini dan masalah-masalah lain yang menyimpang daripemahaman Islam yang benar. Golongan ini adalah golonganAsy’ariyah dan golongan Maturidiyah.

Sebenarnya kedua golongan tersebut sama saja dengangolongan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa Al Qur’an adalahmakhluk Allah dan bukan perkataan-Nya. Namun, golonganAsy’ariyah tidak secara tegas mengatakan demikian. Merekamenyembunyikan kesesatannya dengan cara menafsirkan makna‘kalam ilahi’ dengan arti perkataan yang abstrak dan qadim.Malaikat dan para rasul sekalipun tidak bisa mendengar perkata-an tersebut. Bila menghendaki, Allah tidak berkata-kata, meski-pun Dia maha berkata sejak zaman azali. Begitu kata mereka.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t membantah tafsir merekadengan bantahan yang telak. Setelah menetapkan bahwa Allahberkata-kata, dia berkata, “Berkata-kata merupakan suatukelebihan. Seseorang yang mampu berkata-kata lebih baik dari-pada orang yang tidak mampu berkata-kata. Begitu pula orangyang mempunyai pengetahuan dan kemampuan. Orang yangmempunyai pengetahuan dan kemampuan lebih baik daripadaorang yang tidak mempunyai pengetahuan dan kemampuan.Seseorang yang mampu berkata-kata sesuai kehendak-Nya lebihbaik daripada orang yang tidak mampu berkata-kata sesuaikehendak-Nya atau mampu berkata-kata tetapi bukan ataskehendaknya. Ini sesuatu yang bisa diterima akal sehat.

Hal seperti itu telah menjadi ketetapan para ulama salaf.Mereka menetapkan, “Seseorang bisa jadi mampu berkata-kataatau bisa jadi tidak mampu. Seseorang yang tidak mampuberkata-kata berarti bisu. Sedangkan seseorang yang mampuberkata-kata tetapi dia tidak berkata berarti dia diam. “Adapun

Page 65: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 65

menurut golongan Al Kullabiyah –salah satu golongan yangmengikuti golongan Asy’ariyah dalam masalah ini–, berkata-katabukanlah sesuatu yang bisa dilakukan oleh seseorang. Pendapatmereka itu menunjukkan bahwa ‘berkata-kata’ merupakansesuatu yang qadim. Pendapat mereka tidak bisa diterima. Bilademikian, seseorang yang berkata-kata itu atas dasar kemam-puan dan kehendaknya ataukah tidak? Golongan Al Kullabiyahberpendapat, orang tersebut berkata-kata bukan atas dasarkemampuan dan kehendak, sedangkan para salaf dan ulamaAhlussunnah berpendapat, dia berkata-kata atas dasar kemam-puan dan kehendak. Yang benar jelas pendapat para salaf danulama Ahlussunnah, karena menetapkan bahwa seseorang ber-kata-kata bukan karena kemampuan dan kehendaknya adalahsesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal sehat.

Kepada orang yang berpendapat seperti itu kita katakan,“Kamu dan siapa saja yang mempunyai akal tidak akan mengata-kan bahwa ada orang yang berkata-kata tanpa dasar kemampuandan kehendaknya. Mengapa kalian menetapkan sesuatu denganhujah yang tidak masuk akal?” Mereka juga mengatakan, “Sese-orang yang memang tidak mampu dan tidak berkehendak untukberkata-kata tidak bisa dikatakan sebagai orang yang bisu atauorang yang diam.” Menurut mereka, perkataan hanyalah me-rupakan huruf dan suara belaka. Padahal, menurut kelogisan,seseorang yang tidak berkata-kata, bisa saja sebenarnya diamampu tetapi dia tidak ingin berkata-kata alias diam, ataumemang dia tidak mampu berkata-kata alias bisu.

Begitu pula tentang penafsiran mereka bahwa perkataanAllah adalah perkataan yang abstrak. Perkataan tersebut tidakmasuk akal. Sebab, perkataan tersebut menyiratkan bahwaseseorang yang tidak berkata-kata, tidak bisa dipastikan dia ingindiam atau bisa juga memang bisu!

Begitu pula tentang ‘perkataan yang abstrak dan qadim’, yangmereka kemukakan. Nampaknya perkataan tersebut perkataan

Page 66: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

66 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

yang sia-sia dan sulit digambarkan. Karena memang demikiankondisinya, Abu Sa’id bin Kullab, pemimpin golongan ini, salahseorang pengikut Asy’ari, tidak bisa menjelaskan pendapatnyadengan alasan yang bisa diterima oleh akal sehat. Dia hanya ber-kata, “Pokoknya, perkataan yang merupakan kebalikan dari diamdan bisu!” Padahal diam dan bisu kedua-duanya bisa digambar-kan. Sebuah perkataan mesti bisa digambarkan. Dengan demi-kian bisa dipastikan bahwa orang yang diam berarti diam tidakmengatakan perkataan dan orang yang bisu berarti orang yangtidak mampu berkata-kata atau mampu berkata-kata namunterganggu alat ucapnya.

Dari situ jelaslah, mereka tidak bisa menggambarkan alasanpendapat mereka. Mereka seperti orang Nasrani yang ‘bingung’menjelaskan tentang ‘tiga oknum tuhan yang merupakan ke-satuan’ dalam keyakinan mereka. Mereka juga mengatakansesuatu yang tidak bisa digambarkan dan dijelaskan.

Dalam hal seperti ini, kalau para rasul yang mengatakan,meskipun kita tidak mampu menggambarkan, kita tetap harusmeyakininya. Namun, kalau berkenaan dengan sesuatu yang bisaditelusuri dengan akal, orang yang mengatakan mesti harus bisamenjelaskan dan menggambarkannya. Kalau tidak begitu, berartidia mengatakan sesuatu bukan atas dasar ilmu. Dan perkataanyang diucapkannya tertolak, dan tidak masuk akal.

Begitu pula seseorang yang berbicara tentang perkataanAllah namun tanpa dasar ilmu. Orang seperti itu perkataannyajelas tertolak, dan tidak masuk akal. Betapa jelek apa yang merekaperbuat! Mereka mendasarkan pemahaman agama dan pe-mahaman mereka tentang perkataan Allah dengan perkataanseperti itu. Tentang hal ini ada perkataan seorang penyair Nasraniyang bernama Al Akhthal sebagai berikut:

Sesungguhnya perkataan berada di dalam hati

Dan lidah diciptakan sebagai bukti dari isi hati

Page 67: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 67

Namun ada sebagian orang mengatakan bahwa itu bukan syairgubahan penyair Nasrani itu. Kalau pun itu syair gubahannya, halitu hanya kenyataan-kenyataan yang bisa dinalar dengan akal, atauberkenaan dengan perkataan manusia biasa yang tidak perlukembali kepada seribu penyair sekalipun. Jangan sampai kitamenjadi penyair seperti Al Akhthal itu!” Demikian perkataan IbnuTaimiyah dalam kitab Majmu’ Al Fatawa (VI/294-297).

Al Qur’an turun dibawa oleh Ar Ruh Al Amin,25

yang dia ajarkan kepada penghulu para rasul,Muhammad. Al Qur’an adalah perkataan Allah.Tidak ada satu pun perkataan makhluk-Nya yangmenyamai perkataan Allah. Kita tidak boleh me-ngatakan perkataan Allah itu makhluk. Kita tidakboleh menyelisihi jama’ah kaum muslimin.

57. Kita tidak boleh menghukum kafir orang Islamyang melakukan suatu dosa selama dia tidak meng-anggap halal melakukan perbuatan dosa tersebut.

25 Malaikat Jibril, Pent.

Page 68: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

68 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Maksudnya: menganggapnya halal dalam hati atau meyakini-

nya halal. Karena, orang yang melakukan dosa, dilihat secarapraktek dia telah menghalalkan dosa tersebut. Karena, kalautidak didetailkan seperti ini berarti tidak ada bedanya antaraorang yang meyakini halalnya suatu dosa –yang hukumnya kafirmenurut ijma’– dengan orang yang menganggapnya halal dalampraktek saja, bukan menjadi keyakinan. Meski demikian, yangdisebutkan terakhir ini pun berhak mendapatkan adzab dari Allahyang sesuai dengan perbuatan dosanya bila Allah tidak memaaf-kannya. Dan orang seperti ini, bila ternyata diazab (di neraka),maka kelak akan dikeluarkan dari neraka karena adanya keiman-an dalam hatinya. Keyakinan kita ini berbeda dengan keyakinangolongan Khawarij dan Mu’tazilah. Mereka berkeyakinan bahwaorang yang berbuat dosa akan kekal di dalam neraka. Namunmereka berbeda pendapat menamai para pelaku dosa, apakahkafir atau munafik.

Banyak bermunculan sekte-sekte baru yang mengikutipendapat kedua golongan itu dalam menganggap kafir kaummuslimin yang melakukan suatu dosa. Sekte-sekte tersebutmuncul ada di Suriah, Mekkah, dan kota-kota lainnya. Mereka,seperti golongan Khawarij, rancu memahami nas-nas yang ber-bunyi: “Barangsiapa melakukan perbuatan ini, maka dia kafir.”

Salah seorang pemberi syarah kitab ini, Ibnu Abil ‘Iz, menye-butkan salah satu golongan (yang benar, yaitu Ahlussunnah, Pent.).Dia menukil perkataan para ulama Ahlussunnah bahwa imanmeliputi perkataan dan perbuatan. Iman seseorang terkadangnaik dan terkadang turun. Menurut pemahaman Ahlussunnah,perbuatan dosa apa pun bentuknya adalah bentuk kekafiran secaraamalan, bukan merupakan keyakinan. Menurut keyakinan mereka,perbuatan kafir terbagi menjadi beberapa tingkatan, di antaranyaperbuatan kafir tetapi pelakunya tidak dihukum sebagai orang kafir,

Page 69: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 69

karena ada keimanan di dalam hatinya. Ibnu Abi ‘Iz memberikancontoh penting dalam masalah ini.

Kemudian pada hlm.323 kitabnya dia mengingatkan kitaadanya perkara penting yang perlu mendapat perhatian bahwaberhukum dengan selain hukum Allah terkadang termasuk per-buatan kafir yang mengeluarkan pelakunya dari agama, namunterkadang hanya termasuk perbuatan dosa saja, baik dosa besarmaupun dosa kecil. Dan berhukum dengan selain hukum Allahbisa juga termasuk perbuatan kafir majazi atau kafir kecil.

Pembagian-pembagian di atas tergantung kepada orang yangberhukum. Bila dia berkeyakinan bahwa berhukum denganhukum Allah adalah tidak wajib, melainkan hanya mukhayyar26

saja atau dia meremehkan hukum Allah meskipun dia masihberkeyakinan bahwa itu adalah hukum Allah, maka orang sepertiini berarti telah melakukan perbuatan kafir akbar (kafir besar).Namun bila dia masih berkeyakinan akan wajibnya berhukumdengan hukum Allah, lalu dia tidak berhukum dengan hukumAllah tersebut, maka dia berarti telah melakukan perbuatan dosasehingga berhak mendapatkan hukuman. Orang seperti ini ter-golong melakukan kekafiran yang majazi atau kafir kecil. Bilaorang tersebut jahil dengan hukum Allah dalam suatu masalah,namun dia telah berupaya sekuat kemampuan mencari hukumAllah dalam masalah tersebut, lalu dia berbuat dan ternyata salah,maka kesalahannya dimaafkan. Dia mendapatkan pahala dalamkesalahannya itu karena telah melakukan ijtihad.

58. Kita tidak boleh berkata, “Dosa tidak membaha-yakan pelakunya ketika dia mempunyai iman.”

26 Boleh dipakai dan boleh juga tidak, Pent.

Page 70: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

70 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Karena perkataan di atas termasuk keyakinan dari golongan

Murji’ah yang membawa kita untuk mendustakan ayat-ayat danhadits-hadits yang memberi ancaman azab kepada orang-orangIslam yang berbuat dosa. Dalam ayat-ayat maupun hadits-haditsdisebutkan bahwa orang-orang yang berbuat dosa akan dimasuk-kan ke dalam neraka, kemudian akan dikeluarkan lagi bila adasyafaat dari Rasulullah atau karena sebab lainnya.

59. Kita berharap kepada Allah mengampuni dosaorang-orang mukmin yang berbuat baik dan me-masukkan mereka ke dalam surga dengan rahmat-Nya. Kita tidak beranggapan bahwa mereka amandari siksa Allah, dan kita juga tidak bisa memasti-kan bahwa mereka pasti masuk surga.

Penjelasan:Salah seorang pemberi syarah kitab ini, Ibnu Mani’ berkata,

“Ketahuilah, yang menjadi ketetapan Ahlussunnah wal Jama’ahadalah bahwa mereka tidak bisa memastikan seorang pun di antarakaum muslimin masuk surga atau masuk neraka, kecuali orang-orang yang telah mendapat jaminan dari Rasulullah. Akan tetapi,Ahlussunnah wal Jama’ah berharap agar orang-orang yangmelakukan kebaikan (mendapatkan surga) dan orang-orangyang melakukan kejelekan (tidak masuk neraka). Dengan adanyaketetapan di atas, kita tahu, tatkala ada seorang alim, pemimpin,

Page 71: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 71

raja, atau yang lainnya berkata tentang seseorang, “Dia diampuniatau dia penghuni surga,” lalu dipahami oleh kebanyakan orangdia diampuni oleh Allah, tidak diragukan lagi itu adalah berkataatas nama Allah tanpa dasar ilmu. Mengatakan sesuatu atas namaAllah tanpa dasar ilmu serupa dengan tindak kesyirikan. Allahberfirman:

“Dan (mengharamkan) kalian melakukan tindakan memperse-kutukan Allah dengan sesuatu yang tidak ada hujjahnya dari Allahdan (mengharamkan) kalian berkata atas nama Allah terhadapsesuatu yang tidak kalian ketahui.” (QS. Al A’raf: 33)

Kita yakin, orang yang meninggal dalam keadaan musyrik akanmasuk neraka, karena Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan)Allah, maka Allah haramkan masuk surga, dan tempat bagi diaadalah neraka. Dan bagi orang-orang zalim tidak akan ada se-orang penolong pun.”

Kita memohonkan ampun bagi orang-orangIslam yang melakukan dosa dan kita juga meng-khawatirkan diri mereka akan tertimpa azab.Namun kita tidak berputus asa untuk memintaampunan Allah untuk mereka.

Page 72: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

72 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

60. Rasa aman dari ancaman Allah dan berputus asadari ampunan-Nya adalah dua perbuatan yangdapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Sikapyang benar adalah tengah-tengah di antara keduasikap tersebut.

61. Seseorang tidak bisa dinyatakan keluar dari Islamkecuali dia mengingkari hal-hal yang membuat-nya termasuk sebagai orang Islam.

Penjelasan:

Salah seorang pemberi syarah kitab ini, Ibnu Abil ‘Iz berkata,“Perkataan Imam Thahawi ini membantah golongan Khawarijdan Mu’tazilah yang berkeyakinan bahwa seseorang bisa keluardari Islam dengan sebab melakukan dosa besar.”

Keyakinan Khawarij dan Mu’tazilah seperti itu masih ada dizaman sekarang ini. Mereka menghukumi kafir orang-orang Islamdi beberapa negeri Islam tanpa kecuali dan mewajibkan kepadapara pengikutnya agar menjauhkan diri dan meninggalkan orang-orang yang notabene masih Islam. Apa yang mereka lakukan samaseperti para pendahulunya. Semoga Allah memberi petunjuk danmengampuni mereka yang tersesat itu karena berlebih-lebihandalam menjalankan agama ini.

Page 73: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 73

62. Iman adalah ucapan dengan lisan dan pembenar-an dalam hati.

Penjelasan:Perkataan di atas menjadi madzhab Imam Hanafi dan Al

Maturidi. Berbeda dengan para ulama salaf dan mayoritas imam,seperti Malik, Syafi’i, Ahmad, Auza’i, dan lainnya. Mereka me-nambah perkataan tersebut dengan: amalan dengan perbuatan.

Perbedaan dua madzhab tersebut27 bukanlah perbedaanyang main-main seperti disebutkan oleh salah seorang pemberisyarah kitab ini. Menurut dia, mereka semua menyepakati bahwapelaku dosa besar tidak otomatis keluar dari Islam, dan nasibmereka tergantung pada kehendak Allah; Dia azab atau Diaampuni. Kalau benar madzhab Imam Hanafi sepakat dengan haltersebut, dan perbedaan madzhab mereka dengan para ulamaSalaf tidak sesungguhnya, artinya mereka masih memasukkanamal perbuatan menjadi unsur iman, semestinya mereka jugasepakat bahwa iman bisa bertambah maupun berkurang; ber-tambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan me-lakukan kemaksiatan, serta menerima sepenuhnya dalil-dalil dariAl Qur’an, hadits, dan atsar-atsar dari para salaf.

Pada halaman 342-344, salah seorang pemberi syarah kitabini, Ibnu Abil ‘Iz menyebutkan beberapa dalil-dalil berkenaandengan masalah di atas. Akan tetapi, para pengikut madzhab Hanafibersikeras menolak dalil-dalil tersebut yang menyebutkan bahwaiman bisa bertambah maupun berkurang. Mereka malah me-maksakan diri membuat takwil-takwil batil terhadap dalil-daliltersebut! Pada halaman 385 Ibnu Abil ‘Iz menyebutkan sebagian

27 Maksudnya antara madzhab Imam Hanafi dan Al Maturidi dengan madzhab paraulama salaf, Pent.

Page 74: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

74 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

contoh takwil-takwil mereka. Bahkan, ada yang menceritakanbahwa Abu Ma’in An Nasafi mencela keshahihan hadits Nabi:“Sesungguhnya iman mempunyai tujuh puluh lebih cabang.” Pada-hal hadits tersebut dijadikan hujjah oleh semua ahli hadits, diantaranya Imam Al Bukhari dan Muslim dalam kedua kitab Shahihmereka! Hadits tersebut tercantum dalam kitab Ash Shahihah(hadits no. 1769). Abu Ma’in bisa begitu karena dia bertentangandengan madzhabnya!

Bagaimana perbedaan madzhab Imam Hanafi dan Al Maturididengan madzhab para ulama salaf dikatakan tidak sungguh-sungguh, padahal mereka membolehkan seseorang fajir darikalangan mereka mengatakan, “Iman saya seperti iman AbuBakar Ash Shiddiq. Bahkan, seperti iman para nabi dan rasul,seperti iman malaikat Jibril dan Mikail!” Mereka tidak memboleh-kan seseorang, yang fajir dan fasik mengatakan, “Saya seorangmukmin, insya Allah,” tetapi harus mengatakan, “Saya seorangmukmin sejati.” Menurut mereka, karena Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yangapabila disebut nama Allah hatinya gemetar, dan apabila dibaca-kan kepada mereka ayat-ayat-Nya imannya bertambah, danmereka selalu bertawakkal kepada Tuhan mereka. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagiandari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulahorang-orang beriman yang sebenarnya.” (QS. Al Anfal: 2-4)

Allah juga berfirman:

Page 75: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 75

“Siapakah yang perkataannya lebih benar daripada Allah?” (QS.An Nisa’: 22)

Mereka memahami ayat-ayat tersebut dengan fanatik hinggamereka mengatakan, “Barangsiapa yang terkecualikan dariperbuatan-perbuatan yang termasuk dalam kriteria iman makadia kafir. Dan berangkat dari pemahaman yang sesat ini merekatidak membolehkan laki-laki yang bermadzhab Hanafi menikahdengan wanita yang bermadzhab Syafi’i. Sebagai sikap toleransi-nya, menurut anggapan mereka, mereka membolehkan laki-lakidari kalangan madzhab Hanafi menikah dengan wanita madzhabSyafi’i. Tetapi tidak sebaliknya; wanita dari kalangan mereka tetaptidak boleh menikah dengan laki-laki bermadzhab Syafi’i. Menu-rut mereka, ibaratnya seperti seorang laki-laki muslim menikahdengan wanita ahli kitab.

Pernah salah seorang anak perempuan dari guru yang ber-madzhab Hanafi dilamar oleh seorang laki-laki bermadzhabSyafi’i. Si guru yang bermadzhab Hanafi tadi tidak menerimalamaran laki-laki tersebut. Dia berkata, “Kalau kamu bukanseseorang yang bermadzhab Syafi’i akan saya terima.” Apakahkita masih menganggap bahwa perbedaan di antara merekaadalah perbedaan yang tidak sebenarnya?! Bagi yang ingin me-nelaah masalah ini lebih lanjut, saya persilakan untuk membacakitab karya Ibnu Taimiyah yang berjudul Al Iman. Kitab tersebutmerupakan kitab terbaik yang membahas masalah itu.

63. Segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah,baik yang berupa syariat atau penjelasan-penje-lasan adalah benar.

Page 76: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

76 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Maksudnya, kita tidak boleh membeda-bedakan antara hadits

ahad dengan yang mutawatir. Sebuah hadits asalkan jelas datangnyadari Rasulullah merupakan kebenaran yang tidak boleh diragu-kan lagi. Membedakan antara hadits ahad dengan hadits yangmutawatir adalah perbuatan bid’ah dan merupakan pikiran filsafatyang merasuk ke dalam ajaran Islam. Tindakan tersebut jelasbertentangan dengan sikap para Salafush Shalih dan para imammujtahid sebagaimana telah saya beberkan dalam risalah saya yangberjudul Wujub Al Akhdzi bi Hadits Al Ahad fi Al Aqidah wa Ar Radd‘Ala Syubah Al Mukhalifin.

Sikap mereka yang membedakan hadits ahad dengan haditsmutawatir sama batilnya dengan perkataan mereka bahwa imanhanyalah perkataan dengan lisan dan pembenaran dalam hatisaja. Padahal yang benar, iman bisa berubah-ubah; bisa bertam-bah maupun berkurang. Dan iman seorang yang shalih berbedadengan iman seorang yang suka berbuat dosa.

64. Keimanan adalah satu, dan orang-orang berimanpada asalnya sama. Mereka akan memperoleh ke-utamaan bila mereka mempunyai rasa takut dantakwa (kepada Allah), mau melawan hawa nafsu,dan komitmen terhadap perkara yang utama (din).

Page 77: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 77

65. Orang-orang beriman semuanya adalah wali-waliAllah.

Penjelasan:Mereka adalah yang disebut oleh Allah Ta’ala dalam firman-

Nya:

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah tidak punya rasa khawatirdan tidak (pula) bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang berimandan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)

Karomah bukanlah sesuatu yang bisa diminta dan bukan pulaperkara gaib yang keluar dari adat kebiasaan sebagaimana di-pahami kebanyakan orang. Karomah-karomah yang seperti itutidak lain adalah bentuk kehinaan yang mengotori keindahanIslam.

Dan yang paling mulia di antara mereka adalahorang-orang yang paling taat dan mengikuti AlQur’an.

Penjelasan:Perkataan di atas mengandung sindiran halus terhadap orang-

orang yang fanatik madzhab, yang mendahulukan pendapatmadzhab mereka daripada perkataan Al Qur’an dan hadits.Mengikuti madzhab tertentu tidak otomatis telah mengikuti AlQur’an. Karena, pendapat madzhab bermacam-macam, sedang-

Page 78: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

78 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

kan Al Qur’an tidak mengandung pertentangan sedikit pun. Allahberfirman:

“Kalau sekiranya Al Qur’an bukan dari sisi Allah, tentulahmereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.”(QS. An Nisa’: 82)

Seorang muslim yang senantiasa mengikuti Al Qur’an berarti diaorang yang termulia menurut pandangan Allah; dan sebaliknya biladia sangat fanatik dengan madzhabnya, maka dia pun akan jauhdari Allah. Dalam hal ini Imam Thahawi mengatakan, “Orang yangtaklid tidak lain adalah orang yang fanatik dan bodoh’ Lihat kitabShifat Shalat Nabi (hlm.23).

66. Keimanan adalah meliputi keimanan kepada Allah,malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat, takdir dari Allah Ta’alayang baik maupun yang buruk, yang manis mau-pun yang pahit.

Penjelasan:

Perlu menjadi perhatian bahwa perkataan tersebut tidakbertentangan dengan perkataan Rasulullah dalam doa iftitah:

Page 79: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 79

“Kebaikan semuanya berasal dari Engkau, dan kejelekan tidakdinisbatkan kepada Engkau.”28

Perkataan Nabi di atas maknanya: Engkau menciptakankejelekan, namun mengandung berbagai hikmah. Suatu perbuat-an jelek, ditilik dari adanya hikmah yang terkandung di dalamnyaadalah sesuatu yang baik, meskipun dipandang oleh kebanyakanmanusia sebagai sesuatu yang jelek. Jadi, jelek di sini adalah jeleknisbi atau relatif. Adapun kejelekan yang sifatnya mutlak tidakmungkin ada pada Allah Ta’ala. Bagi yang ingin menelaah masalahini lebih lanjut, silakan baca kitab Syifa’ Al ‘Alil karya Ibnul Qayyim.Dari kitab tersebut pembaca akan mengetahui kebohongantuduhan orang bahwa saya mengatakan ada pencipta lain selainAllah yang menciptakan kejelekan. Tuduhan tersebut termuatdalam majalah Al Hadharah (hlm.50-52 edisi 5 tahun ke-XVIII).

67. Kita mengimani semua itu. Kita tidak membeda-bedakan antara rasul satu dengan yang lainnya.Kita membenarkan ajaran-ajaran yang merekabawa.

28 Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim.

Page 80: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

80 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

68. Para pelaku dosa besar (dari kalangan umatMuhammad29) berada dalam neraka, namunmereka tidak kekal di dalamnya. Bila mereka me-ninggal dalam keadaan bertauhid, sementaramereka tidak bertaubat dari perbuatan dosa-dosabesar hingga matinya, namun mereka dalamkeadaan beriman, maka nasib mereka beradadalam kehendak dan kebijaksanaan Allah; jikaAllah menghendaki, dengan kebijaksanaan-NyaDia akan mengampuni dan memaafkan dosa me-reka sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:“Dan Dia akan mengampuni dosa selain dosa syirikbagi siapa yang dikehendaki-Nya.”

29 Perkataan dalam kurung tidak ada dalam “tiga manuskrip”; juga tidak ada dalamcetakan dengan kode . Memang, yang benar nampaknya yang tidak mengandungperkataan tersebut. Karena, dengan adanya tambahan tersebut berarti para pelakudosa besar dari kalangan umat sebelum diutusnya Nabi Muhammad sebelumsyariat mereka terhapus oleh syariat yang dibawa beliau berbeda dengan pelakudosa besar dari kalangan beliau. Pemahaman seperti itu perlu kita cermati, karenaNabi bersabda:

“Akan keluar dari neraka orang-orang yang mempunyai keimanan meskipunsebesar biji sawi.”Dalam hadits ini Nabi tidak mengkhususkan umat beliau saja. Beliau menyebut-kan orang-orang yang mempunyai keimanan secara mutlak. Camkanlah! Perludiperhatikan pula, mereka juga berbeda-beda dalam memberi definisi tentang dosabesar. Menurut mereka, dosa besar adalah dosa yang di situ disebutkan sanksinya,atau dosa yang diancam dengan siksa neraka, laknat atau kemarahan Allah. Bacasyarah kitab ini karya Ibnu Abil ‘Iz dan kitab Majmu’ Al Fatawa (XI / 650) karya IbnuTaimiyah.

Page 81: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 81

Penjelasan:Syirik adalah kekafiran. Secara syar’i, tidak ada perbedaan di

antara keduanya. Setiap tindak kekafiran adalah kesyirikan, dansetiap tindak kesyirikan adalah kekafiran.

Hal tersebut ditunjukkan oleh perkataan seorang yangmukmin kepada orang kafir pemilik dua kebun yang tersebutdalam surat Al Kahfi. Camkanlah hal tersebut! Dengan begitu,insya Allah akan hilang segala kemusykilan yang ada.

Alhamdulillah, segala puji milik Allah. Dengan nikmat-Nya bisatersempurnakan segala kebaikan.

Bila Allah menghendaki, Dia akan mengazabmereka di neraka sesuai keadilan-Nya. KemudianAllah akan mengeluarkan mereka dari nerakakarena sifat kasih-Nya dan karena adanya syafaatdari orang-orang yang taat, selanjutnya mema-sukkan mereka ke dalam surga. Hal itu karenaAllah Ta’ala mencintai orang-orang yang menge-nal-Nya. Dia tidak akan memperlakukan merekadi dunia dan di akhirat sebagaimana memper-

Page 82: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

82 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

lakukan orang-orang yang tidak mengenal-Nya.Yaitu orang-orang yang tidak mau mengikutipetunjuk-Nya dan tidak mengharap kecintaan-Nya. Wahai Allah, Pemelihara dan Pemilik Islam,teguhkan kami dalam memeluk agama Islamsehingga kami bisa berjumpa dengan Engkau.

Penjelasan:Doa di atas sah datangnya dari Nabi; tercantum dalam kitab

Ash Shahihah (hadits no.1823) sebagaimana saya sebutkan dalamkitab Takhrij Asy Syarah. Tetapi dalam kitab tersebut saya katakanhadits no.1833. Itu salah. Yang benar adalah hadits no.1823.

69. Kami berpendapat, seseorang boleh dan sahshalat di belakang imam, baik yang shalih mau-pun yang fasik dari kalangan ahli kiblat. Dan kitajuga boleh menshalatkan siapa saja dari kalanganmereka yang meninggal.

Penjelasan:Yang menjadi dalil tentang hal ini adalah praktek para sahabat.

Silakan baca penjelasannya dalam syarah kitab ini. Cukuplahkiranya hal itu menjadi pegangan kita. Di samping itu, ada sabdaNabi tentang imam:

Page 83: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 83

“Mereka shalat mengimami kalian. Bila mereka benar, makakalian dan mereka mendapatkan pahala. Namun bila merekasalah, kalian mendapat pahala dan mereka mendapat dosa.”30

Tentang kewajiban menshalatkan mereka yang meninggal adabeberapa dalil yang mendasarinya. Silakan baca kitab Ahkam AlJanaiz (hlm.79).

Adapun hadits yang berbunyi:

(Shalatlah kalian di belakang imam, baik yang shalih maupunyang fasik, dan shalatilah (jenazah) orang yang shalih maupunyang fasik).

adalah hadits dha’if sebagaimana saya sebutkan dalam syarah kitabini. Hadits ini telah saya jelaskan kedha’ifannya dalam kitab Dha’ifAbu Dawud (no.97) dan dalam kitab Al Irwa’ (no.527). Haditstersebut juga tidak bisa dijadikan dalil bahwa tidak boleh shalat dibelakang orang yang fasik.

Ada juga hadits: (Angkatlah orang yangterbaik sebagai imam kalian). Hadits ini derajatnya dha’if jiddansebagaimana saya jelaskan dalam kitab Adh Dha’ifah (no.1822).Kalau pun shahih, hadits ini juga tidak menunjukkan wajibnyamengangkat imam dari kalangan orang yang terbaik. Masalahmengangkat orang yang terbaik sebagai imam dan masalah tidaksah shalat di belakang orang yang fasik adalah dua masalah yangberbeda. Apalagi kalau kewajiban tersebut hanyalah kewajiban dariseorang hakim.

Ada hadits: (Seorang yang fasik tidakboleh mengimami seorang mukmin). Memang, kalau shahih, haditsini bisa dijadikan dalil bahwa tidak boleh seseorang bermakmumkepada orang yang jelek akhlaknya. Akan tetapi, ternyata hadits

30 Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari, Ahmad, dan Abu Ya’la.

Page 84: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

84 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

ini juga dha’if sanadnya sebagaimana saya jelaskan dalam kitab AlIrwa’ (no.591).

70. Kita tidak boleh memastikan seseorang darimereka masuk surga

Penjelasan:Kecuali sepuluh orang yang memang telah dijanjikan masuk

surga, Abdullah bin Salam, dan lainnya. Kita berani memastikanmereka masuk surga karena Rasulullah pernah menjanjikansurga untuk mereka. Penjelasan tuntas tentang masalah ini dapatdilihat pada syarah kitab ini, yaitu pada bahasan ke-95.

Namun ada beberapa penulis sesat yang muncul pada zamanini yang mencoba menggugat janji surga untuk Abdullah binSalam. Karena kebodohan dan maksud jelek yang ada pada dirimereka, mereka mempermasalahkan janji Rasulullah ter-sebut31, dikarenakan Abdullah bin Salam sebelumnya orangYahudi. Padahal kalau mau jujur, apa bedanya antara orang Yahudiyang masuk Islam dengan orang musyrik, penyembah berhalayang masuk Islam?!

Memang ada perbedaan antara keduanya, namun perbedaanyang positif sifatnya. Dalam kitab Ash Shahihain terdapat sabdaRasulullah: “Ada tiga golongan yang mendapatkan pahala dua kali.Yaitu: ….dan seorang ahli kitab yang beriman kepada nabinya, lalusetelah Nabi Muhammad diutus oleh Allah, dia imani, lalu diabenarkan dan dia taati ajarannya.”

31 Hadits yang berisi janji Rasulullah kepada Abdullah bin Salam terdapat dalamkitab Shahih Al Bukhari.

Page 85: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 85

Dalam hadits di atas memang disebutkan adanya kelebihan orangYahudi yang masuk Islam dibanding orang musyrik yang masukIslam. Orang yang sebelumnya Yahudi mendapatkan pahala duakali, sedangkan yang sebelumnya musyrik mendapatkan satupahala saja.

atau masuk neraka. Kita juga tidak boleh mene-tapkan seorang itu kafir, musyrik, atau munafiksebelum kita melihat adanya bukti yang jelas. Kitamemasrahkan masalah isi hati mereka kepadaAllah Ta’ala.

71. Kita tidak boleh mengangkat pedang terhadapseorang pun dari umat Muhammad kecuali ter-hadap orang yang memang wajib diperangi.

72. Kita juga tidak membolehkan memberontak(membelot) terhadap para imam dan para pe-nguasa sekalipun mereka berbuat zalim.

Page 86: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

86 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Dalam syarah kitab ini, Ibnu Abil ‘Iz menyebutkan beberapa

hadits yang berkenaan dengan masalah ini. Selanjutnya dia ber-kata, “Kita juga wajib taat kepada mereka sekalipun merekaberbuat zalim. Karena, memberontak atau membelot akan lebihbanyak mendatangkan kerusakan dibandingkan bila kita tetaptaat kepada mereka. Bahkan, kalau kita bersabar menaati mere-ka akan menghapuskan berbagai keburukan-keburukan mereka.Allah menjadikan mereka berkuasa atas kita tidak lain karenakeburukan amal kita. Memang hal itu sudah merupakan bentuksebab-akibat yang lumrah. Bila demikian, usaha yang perlu kitalakukan adalah memohon ampun dan bertaubat kepada Allahdengan sungguh-sungguh, serta memperbaiki perbuatan kita.Allah berfirman:

“Dan musibah-musibah yang menimpa kalian adalah disebabkanoleh perbuatan tangan kalian sendiri. Allah memaafkan sebagianbesar (dari kesalahan-kesalahan kalian).” (QS. Asy Syura’: 30)

Allah berfirman:

“Demikianlah Kami jadikan orang-orang yang zalim itu menjaditeman bagi orang zalim lainnya disebabkan apa yang telah merekausahakan.” (QS. Al An’am: 129)

Apabila kita hendak memperbaiki kezaliman yang dilakukan parapenguasa, janganlah dengan cara yang zalim juga.

Dari situ, jelaslah bagaimana cara menghilangkan kezalimanyang dilakukan para penguasa yang satu kulit dan satu bahasadengan kita. Caranya kaum muslimin bertaubat kepada Allah,meluruskan aqidah, dan mendidik diri dan keluarga mereka

Page 87: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 87

dengan pendidikan Islam secara benar. Hal itu sebagai perwujud-an dari firman Allah:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatukaum kalau mereka tidak mau mengubah keadaan yang ada padadiri mereka sendiri.” (QS. Ar Ra’d: 11)

Sejalan dengan hal tersebut, ada seorang da’i di zaman kita iniberkata, “Tegakkanlah daulah Islam di hati kalian, maka daulahIslam itu pun kemudian akan tegak di muka bumi.”

Jadi, dalam menyelesaikan masalah tersebut bukan dengancara-cara seperti yang dipakai sementara orang, yaitu membe-rontak dan memerangi penguasa. Karena, hal itu di sampingtermasuk perbuatan bid’ah, juga bertentangan dengan nas-nassyar’i yang memerintahkan kita untuk mengadakan perubahanpada masyarakat dengan cara yang baik. Dalam hal ini, kita jugaperlu mengingat satu prinsip:

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagiMahaperkasa.” (QS. Al Hajj: 40)

Kita tidak boleh mendoakan jelek untuk merekadan berlepas diri dengan tidak taat kepada mereka.Kita memandang taat kepada penguasa termasuk

Page 88: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

88 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

bentuk ketaatan kepada Allah, yang merupakankewajiban kita.

Penjelasan:Akan tetapi, tentu ini tertuju untuk penguasa muslim sejalan

dengan firman Allah:

“Ta‘atilah Allah dan ta‘atilah Rasul-(Nya), dan ulul amri darikalangan kalian.” (QS. An Nisa’: 59)

Adapun terhadap penguasa yang kafir, maka kita tidak wajib taat.Bahkan, kita wajib secara sungguh-sungguh menyiapkan diri, baikmoril maupun materiil untuk mengusir mereka sehingga tidak adalagi ‘kekotoran’ di negeri kita.

Ada sementara orang menakwil kata: (dari kalangan ka-lian) dengan kata: (yang ada di antara kalian). Takwil sepertiitu adalah takwil bid’ah buatan golongan Ahmadiyah Qadiani danantek-antek Inggris untuk menyesatkan kaum muslimin. Tujuanmereka tidak lain adalah agar kaum muslimin mau menaatipenguasa yang kafir. Semoga Allah membersihkan negeri-negerimuslim seluruhnya dari ‘kotoran’ orang-orang kafir.

Selama mereka tidak memerintahkan kita untukmelakukan kemaksiatan. Kita juga mendoakanmereka agar mendapat kebaikan dan kesejahteraan.

73. Kita mengikuti As Sunnah dan Al Jama’ah.

Page 89: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 89

Penjelasan:As Sunnah artinya jalan hidup Rasulullah. Al Jama’ah artinya

jama’ah kaum muslimin. Mereka adalah para sahabat Nabi danorang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga harikiamat. Siapa yang mengikuti mereka akan mendapatkan petun-juk, sedangkan yang meninggalkan mereka akan tersesat.

Kita menjauhi sikap-sikap ganjil, perselisihan, danperpecahan.

Penjelasan:Sikap ganjil di sini maksudnya sikap ganjil terhadap Sunnah

dan sikap meninggalkan jama’ah, yaitu para ulama salaf. Tidaktermasuk sikap ganjil seseorang yang memilih satu pendapat diantara berbagai pendapat yang ada karena adanya dalil yang di-peganginya, meskipun dirinya berbeda dengan pendapat jumhurulama. Karena, di dalam Al Qur’an maupun hadits tidak ada dalilyang menyebutkan bahwa pendapat jumhur ulama adalah pen-dapat yang paling benar meskipun mereka tidak membawakandalil.

Bila kita kaum muslimin telah menyepakati kebenaran perkaratertentu, wajib bagi kita untuk mengikuti apa yang telah menjadikesepakatan tersebut. Hal ini berdasarkan firman Allah:

“Barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginyadan mengikuti jalan yang bukan merupakan jalan orang-orang

Page 90: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

90 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

mukmin, akan Kami biarkan ia leluasa dengan kesesatan yangtelah dikuasinya itu. Kelak ia akan Kami masukkan ke dalamJahannam. Padahal Jahannam adalah seburuk-buruk tempatkembali.” (QS. An Nisa’: 115)

Adapun dalam perkara-perkara yang masih dalam perselisih-an, maka kita wajib mengembalikan perkara tersebut kepada AlQur’an dan hadits. Seseorang yang mendapatkan kebenarandengan penuh keyakinan (setelah menelaah Al Qur’an dan hadits),silakan mengikuti kebenaran tersebut; dan barangsiapa yang belummendapatkan kebenaran (meskipun telah menelaah Al Qur’an danhadits), silakan meminta pendapat kepada hatinya, lalu pegangipendapat hatinya itu, baik pendapat yang dipeganginya itu sejalandengan pendapat jumhur ulama ataupun tidak. Akan tetapi, sayatidak berpendapat bahwa seseorang selalu mampu menjadi‘jumhur ulama’ dalam segala perkara yang tidak diketahuihukumnya itu. Menurut saya, mesti sekali waktu sejalan denganjumhur, namun di kali lain berbeda tergantung kemantapan hatinya.Benarlah sabda Nabi:

“Minta pendapatlah kepada hatimu, meskipun banyak orangyang telah memberi fatwa!”

Page 91: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 91

74. Kita mencintai orang-orang yang bersikap adildan amanah. Sebaliknya, kita membenci orang-orang yang bersikap tidak adil dan khianat.

75. Kita mengatakan Allahu a’lam dalam perkara-perkara yang ketentuannya masih samar-samarbagi kita.

76. Kita berpendapat bahwa mengusap khuf32 disya-riatkan kepada seseorang baik dalam bepergianmaupun ketika sedang mukim di daerahnya sen-diri sebagaimana disebutkan dalam atsar.

Penjelasan:Seperti penulis lainnya, Imam Thahawi menyebutkan masalah

mengusap khuf ini tanpa mengikutsertakan pembahasan mengusapkaos kaki dan sandal. Hal ini disebabkan dua hal:

Pertama, perbuatan mengusap khuf diriwayatkan secara muta-watir dari Rasulullah.

Kedua, golongan Rafidhah (Syi’ah) menolak disyariatkannya meng-usap khuf.

Akan tetapi, karena mutawatir-nya hadits tentang mengusapkhuf, pendapat Golongan Rafidhah ini kita lemahkan. Jadi, dise-butkannya mengusap khuf saja tidak berarti menafikan adanyasyariat mengusap kaos kaki dan sandal. Masalah ini dibahassecara terperinci dalam kitab yang berjudul Al Mashu ‘Ala AlJaurabain karya Al Qasimi. Kitab tersebut telah saya beri bebe-rapa penjelasan tambahan dan dalam kitab tersebut saya banyakmenetapkan hukum-hukum berkenaan dengan syariat masalahmengusap (khuf dan yang sejenisnya).

32 Khuf adalah jenis alas kaki yang panjang yang menutup mata kaki, seperti sepatubot. Pent.

Page 92: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

92 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

77. Haji dan jihad tetap dilakukan bersama penguasakaum muslimin, baik yang shalih maupun yangfasik, hingga hari kiamat.

Penjelasan:Jihad mempunyai dua hukum:

Pertama, fardhu ‘ain. Yaitu jihad mengusir musuh yang memeranginegeri-negeri muslim, seperti orang-orang Yahudi yang menguasainegeri Palestina. Kaum muslimin semua berdosa selama orang-orang Yahudi belum keluar dari negeri Palestina.

Kedua, fardhu kifayah. Fardhu kifayah ialah kewajiban yang apabilaada sebagian orang Islam melakukannya, maka gugurlah kewajibanbagi orang Islam yang lain. Jihad yang termasuk fardhu kifayahadalah jihad menyebarkan dakwah Islam ke segenap negeri muslimsehingga Islam diterapkan di negeri-negeri tersebut. Tatkalapenduduk negeri tersebut menerima dakwah kita, maka merekaharus kita perlakukan dengan baik. Namun, bila merekamenghalangi laju dakwah, mereka harus kita tumpas, sehinggahanya kalimat Allah-lah yang berkumandang. Jihad jenis ini akantetap ada hingga hari kiamat. Dan jihad jenis kedua ini lebih afdhaldaripada jihad jenis pertama.

Akan tetapi, sungguh amat disayangkan, sebagian penulis kitabmengingkari jihad-jihad tersebut. Mereka menganggap jihadhanyalah sebagai keutamaan, bukan suatu kewajiban. Hal ini tidaklain karena kelemahan dia untuk bisa menegakkan jihad yangsebenarnya fardhu ‘ain itu. Benarlah sabda Rasulullah:

Page 93: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 93

Bila kalian lebih suka berjual beli secara ‘inah33, memegangiekor-ekor sapi34, dan sibuk dengan bertani, sementara kalianmeninggalkan jihad di jalan Allah, maka Allah akan menimpakankehinaan kepada kalian. Dan kehinaan tersebut tidak akanhilang sebelum kalian kembali kepada syariat agama kalian.35

Tidak ada sesuatu pun yang membatalkan ataumenggugurkan kewajiban haji dan jihad.

33 Yaitu: Seseorang menjual barang miliknya kepada orang lain dengan harga tertentusecara tempo, kemudian saat itu juga dia membeli barang tersebut dengan hargayang lebih murah daripada harga dia menjual secara kontan atau dengan tempoyang lebih singkat. Contoh: Si A menjual komputer seharga Rp 2.000.000,00 kepadasi B secara tempo 6 bulan. Kemudian saat itu juga si A membeli komputer tersebutdari B secara kontan dengan harga Rp 1.500.000,00. Dalam jual beli di atas padahakekatnya si B pinjam uang Rp 1.500.000,00 kepada si A, lalu dikembalikan Rp2.000.000,- dalam tempo 6 bulan. Jual beli seperti itu dilarang, karena hanyamerupakan penyamaran dari bentuk riba yang sudah jelas terlarang. Pent.

34 Maksudnya: sibuk dengan urusan pertanian, Pent.35 Hadits ini terdapat dalam kitab Ash Shahihah (hadits no.11).36 Dalam naskah dengan kode tertulis ; begitu pula pada naskah yang ditulis

oleh Syaikh Raghib. Nampaknya inilah yang benar.

Page 94: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

94 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

78. Kita beriman akan adanya kiraman katibin (mala-ikat pencatat amalan), yang telah Allah tugaskanuntuk mengawasi kita.

79. Kita beriman akan adanya malakul maut (mala-ikat pencabut nyawa) yang bertugas mencabutnyawa seluruh makhluk.

Penjelasan:Nama malakul maut sebagai nama malaikat pencabut nyawa

disebutkan dalam Al Qur’an. Adapun nama Izrail sebagaimanayang sudah tersebar di masyarakat luas tidak ada asalnya yangshahih. Itu adalah nama yang tersebut dalam riwayat israiliyyat.37

80. Kita beriman adanya azab kubur bagi orang yangmemang layak mendapatkannya.

Penjelasan:Yaitu orang-orang kafir dan orang-orang Islam yang fasik.

Adanya azab bagi orang kafir secara pasti tersebut dalam nas-nasAl Qur’an, sedangkan adanya azab bagi orang-orang Islam yangfasik terdapat dalam hadits-hadits yang derajatnya mutawatirsebagaimana disebutkan dalam salah satu syarah kitab ini. Karenakuatnya dalil-dalil yang mendasarinya, kita wajib meyakini adanyahal tersebut. Akan tetapi, kita tidak boleh mempertanyakanbagaimana bentuk azab kubur. Akal kita tidak akan mampumenjangkau bagaimana bentuk azab kubur. Memang, kandungan

37 Riwayat-riwayat yang menceritakan tentang Bani Israil, Pent.

Page 95: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 95

syariat Islam ada yang bisa dijangkau oleh akal dan ada yang tidakbisa dijangkau oleh akal, dan kita diwajibkan mengimani saja.

Para pembaca bisa mendapatkan hadits-hadits berkenaandengan masalah azab kubur ini dalam syarah kitab ini dan dalamkitab As Sunnah karya Ibnu Abu Ashim (hadits no.863-877dengan tahkik dan takhrij dari saya).

(Kita juga beriman adanya) pertanyaan darimalaikat Munkar dan malaikat Nakir tentangRabb-nya, agamanya, dan nabinya berdasarkanhadits-hadits Rasulullah.

Penjelasan:Hadits-hadits berkenaan dengan masalah pertanyaan malaikat

di kubur derajatnya mutawatir. Adapun nama malaikat Munkar danNakir terdapat dalam hadits yang derajatnya hasan. Baca kitabAsh Shahihah (hadits no.1391).

dan atsar para sahabat ridhwanullah ‘alaihim.

Page 96: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

96 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

81. Alam kubur adalah taman-taman surga ataukubangan-kubangan neraka.

Penjelasan:Perkataan di atas merupakan penggalan hadits yang diriwa-

yatkan oleh At Tirmidzi (II/75) dari Abu Sa’id secara marfu’dengan sanad yang dha’if.

Perkataan pertama terdapat dalam hadits yang diriwayatkanoleh Abu Ya’la. Dalam sanad hadits tersebut terdapat periwayatbernama Darraj sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Majma’(III/55). Darraj adalah seorang periwayat yang banyak meriwa-yatkan hadits munkar.38

82. Kita beriman dengan hari Ba’ats (bangkitnyamanusia dari kubur) dan balasan amal pada harikiamat, kita juga mengimani ‘aradh (pembe-beran segala amal manusia), hisab (perhitunganamal), qira’atul kitab (pembacaan kitab catatanamal), tsawab (pahala), ‘iqab (siksa), shirath (jem-batan), dan mizan (penimbangan amal).

38 Tidak bisa dijadikan hujjah, Pent.

Page 97: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 97

83. Surga dan neraka termasuk makhluk Allah. Kedua-nya tidak akan hancur dan lenyap selama-lamanya.

Penjelasan:

Perlu diketahui, api neraka di akhirat kelak ada dua macam:api yang akan lenyap dan api yang akan kekal selama-lamanya.Jenis api yang pertama adalah api yang akan diperuntukkan bagiorang-orang Islam yang berdosa, sedangkan jenis api yang keduaadalah diperuntukkan bagi orang-orang kafir dan musyrik. Pen-jelasan ini saya ringkaskan dari kitab karya Ibnul Qayyim yangberjudul Al Wabil Ash Shayyib. Penjelasan Ibnul Qayyim benar,tidak diragukan lagi, karena di dalam kitab tersebut disebutkandalil-dalil yang mendasari perkataannya itu. Pembaca jangan ter-pengaruh dengan penjelasan Ibnul Qayyim juga dalam kitabnyayang berjudul Syifa’ Al ‘Alil dan kitab Hadi Al Arwah, serta penjelasanseorang pemberi syarah kitab ini, Ibnu Abil ‘Iz, yang berpendapatbahwa neraka untuk orang-orang kafir tidak akan kekal selama-lamanya. Hal itu karena keduanya tidak memberikan dalil tegasyang mendasari pendapatnya. Padahal, berkenaan dengan para ahlisurga Allah berfirman:

“Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan dari situ.” (QS. Al Hijr: 48)

Begitu pula berkenaan dengan para ahli neraka; Allah berfirman:

“Dan sekali-kali mereka tidak akan ke luar dari api neraka.”(QS. Al Baqarah: 167)

Adapun atsar yang diriwayatkan dari Umar dan lainnya tidaksah sanadnya. Ini telah saya sebutkan dalam ta’liq (komentar)

Page 98: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

98 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

saya terhadap syarah kitab ini dan dalam kitab Al Ahadits AdhDha’ifah jilid II (hadits no.606-607).

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menciptakan surgadan neraka sebelum menciptakan makhluk lain, danDia telah menetapkan siapa saja yang akan menjadipenghuninya. Barangsiapa yang dikehendaki-Nyamasuk surga, Allah masukkan berdasarkan keuta-maan-Nya; dan barangsiapa yang dikehendaki-Nya masuk neraka, Allah masukkan berdasarkankeadilan-Nya. Masing-masing akan berbuat sesuaidengan apa yang telah Allah takdirkan.

Penjelasan:Imam Thahawi nampaknya mendasarkan perkataannya ke-

pada sabda Nabi:

Allah telah menetapkan kepada para hamba-Nya lima perkara:ajalnya, rezekinya, amalnya, tempat kembalinya39, dan nasibnyaapakah celaka atau bahagia.

39 Di surga atau neraka, Pent.

Page 99: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 99

Hadits ini shahih; tercantum dalam kitab Al Misykah (haditsno.113) dan kitab As Sunnah (hadits no.303-309). Banyak haditsyang semakna dengan hadits di atas.

Dan akan kembali ke tempat yang telah ditentu-kan untuk mereka (surga atau neraka).

84. Kebaikan dan kejelekan adalah dua hal yang telahditetapkan untuk para hamba.

85. Kemampuan seseorang melakukan suatu perbu-atan berasal dari taufik Allah semata yang tidakboleh dinisbatkan kepada makhluk-Nya; dan iniadanya ketika seseorang melakukan perbuatan.Adapun kemampuan dalam arti kesehatan tubuh,potensi, kekuatan, dan normalnya organ-organtubuh, semua itu ada sebelum seseorang berbuat.Kemampuan jenis kedua ini erat hubungannya

Page 100: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

100 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

dengan firman Allah: “Allah tidak akan mem-bebankan kepada seseorang melainkan menurutkemampuannya.” (QS. Al Baqarah: 286)

Penjelasan:

Perkataan pertama merupakan pendapat golongan Asy’ariyah,sedangkan perkataan kedua merupakan perkataan golonganMu’tazilah. Yang benar adalah menggabungkan kedua perkataantersebut dengan perincian sebagaimana disebutkan oleh penga-rang di atas.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memberikan penjelasan yangsangat bagus tentang masalah ini. Karena sangat penting, pen-jelasan tersebut saya muat di sini secara lengkap. Dalam kitabMajmu’ Al Fatawa (VIII/371-376) Ibnu Taimiyah berkata, “Orang-orang dari golongan kami dan lainnya membahas apakah kemam-puan seseorang ada saat dia melakukan perbuatan ataukahsebelum perbuatan tersebut dilakukan. Tentang hal tersebut adadua pendapat yang saling bertentangan. Sebagian berpendapatbahwa kemampuan seseorang ada saat dia melakukan perbuatansaja. Pendapat ini banyak dianut oleh para ahli kalam dari golong-an Asy’ariyah yang menetapkan adanya kehendak pada diri ma-nusia, dan orang-orang yang sefaham dengan mereka, termasukorang-orang dari golongan kami. Sebagian yang lain berpendapatbahwa kemampuan seseorang ada sebelum dia melakukanperbuatan. Pendapat ini banyak dianut oleh orang-orang yangmenolak adanya kehendak pada diri manusia dari golonganMu’tazilah dan Syi’ah. Golongan pertama berpendapat bahwakemampuan seseorang tertuju untuk satu per satu perbuatan,dan tidak terpisahkan dengan perbuatan-perbuatan tersebut.Sedangkan golongan kedua berpendapat bahwa kemampuanseseorang hanya ada untuk memilih dua hal yang berlawanan;tidak berpengaruh terhadap hasil perbuatan seseorang. Golong-an Qadariyah paling buruk penyimpangannya, karena mereka

Page 101: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 101

menolak pendapat bahwa kehendak Allah berpengaruh terhadaphasil perbuatan seseorang. Yang benar, menurut Al Qur’an danhadits adalah bahwa kemampuan seseorang ada sebelum mela-kukan perbuatan dan juga berkaitan erat dengan perbuatantersebut. Di samping kemampuan tersebut, ada kemampuan lainyang digunakan memilah perbuatan lain yang tidak dilakukannya.Jadi, kemampuan manusia ada dua. Pertama, kemampuan untukmemilih di antara dua perbuatan yang berlawanan. Kedua, ke-mampuan melakukan perbuatan yang telah dipilihnya. Kemam-puan pertama untuk memilih perbuatan yang akan dilakukan,sedangkan kemampuan kedua untuk merealisasikan perbuatanyang telah dipilihnya.

Pada ayat-ayat berikut, disebutkan contoh-contoh kemam-puan jenis pertama.

Allah berfirman:

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan keBaitullah.” (QS. Ali Imran: 97)

Kalau kemampuan dalam ayat ini yang dimaksud adalah kemam-puan melakukan perbuatan haji, maka haji tidak diwajibkan kecualikepada orang yang sedang berhaji dan tidak ada orang yangbersalah karena meninggalkan haji. Di samping itu, haji bukanmenjadi amalan yang diwajibkan kepada seseorang sebelumihram, atau bahkan sebelum dia punya kesempatan sekalipun!

Allah juga berfirman:

“Bertakwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupankalian.” (QS. Taghabun: 16)

Page 102: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

102 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Pada ayat di atas, Allah memerintahkan kita bertakwa menurutkemampuan kita. Kalau kemampuan di sini diartikan dengankemampuan melakukan perbuatan takwa, berarti takwa yangdiwajibkan hanyalah takwa yang sedang dilakukan seseorang.

Allah juga berfirman:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengankadar kemampuannya.” (QS. Al Baqarah: 286)

Kalau kemampuan dalam ayat di atas diartikan kemampuanmelakukan beban syariat, maka berarti beban syariat yang di-wajibkan kepadanya hanyalah beban syariat yang dia kerjakan.

Jadi, ‘sesuai kadar kemampuan’ dalam melaksanakan setiapperintah yang disebutkan dalam Al Qur’an dan hadits yangdimaksud adalah bukan kemampuan melakukan ‘perbuatan’ yangdiperintahkan, (melainkan kemampuan dalam arti memilih daridua hal yang bertentangan). Sebab, bila tidak demikian, berartiAllah hanya mewajibkan sesuatu kepada orang yang melakukan-nya saja, tidak termasuk kepada orang yang tidak melakukannya.Dan orang yang tidak melakukan kewajiban tersebut berartitidak berdosa!

Adapun contoh kemampuan untuk jenis kedua, misalnyaterdapat dalam firman Allah:

“Mereka selalu tidak dapat mendengar (kebenaran) danmereka selalu tidak dapat melihat(nya).” (QS. Hud: 20)

Kemampuan pada ayat di atas maksudnya adalah kemampuanmereka untuk melakukan perbuatan, (yaitu mendengar danmelihat). Sebab, selain mereka pun mampu melakukan perbuatantersebut.

Page 103: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 103

Sebagai kesimpulannya dari pembicaraan kita sebagaiberikut:

1. Kemampuan jenis pertama adalah kemampuan syar’iyah.Kemampuan jenis ini berkaitan dengan masalah perintah,larangan, pahala, dan siksa. Kemampuan jenis ini pula yangmenjadi ajang pembicaraan para ahli fikih.

2. Kemampuan jenis kedua adalah kemampuan kauniyah. Ke-mampuan jenis ini berkaitan dengan masalah qadha danqadar. Dengan kemampuan jenis ini manusia mampu mewu-judkan sebuah perbuatan.

3. Kemampuan jenis pertama berkaitan dengan ketentuan syar’i,sedangkan kemampuan kedua berkaitan dengan ayat-ayat yangmenceritakan keadaan makhluk Allah.

Para ulama berbeda pendapat tentang kehendak seseorangyang menyelisihi kebenaran. Yang jelas, perlu kita ketahui bahwaseseorang mempunyai kemampuan40 dan kehendak untukmenentukan pilihan syariat41 sebelum dia melakukan suatuperbuatan. Dan perlu kita ketahui pula bahwa Allah Ta’ala punmampu melakukan sesuatu yang menyelisihi kebenaran. Sebab,bila tidak begitu berarti Allah hanya mampu melakukan apa yangDia lakukan saja.

Selanjutnya perlu kita ingat bahwa manusia tidak mempunyaikemampuan42 melakukan suatu perbuatan tanpa kehendak Allah.Seseorang berbuat sesuai dengan apa yang telah diketahui dandikehendaki oleh Allah. Perbuatan yang telah dikehendaki Allahuntuk dilakukan seseorang, maka akan dilakukan, sedangkanperbuatan seseorang yang tidak dikehendaki oleh Allah, maka

40 Kemampuan jenis pertama dalam penjelasan di muka, Pent.41 Maksudnya, memilih perbuatan yang sesuai syariat atau yang bertentangan dengan

syariat, Pent.42 Kemampuan jenis kedua, Pent.

Page 104: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

104 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

tidak akan dilakukan. Perhatikan firman Allah yang menyebutkanperkataan para pengikut Nabi Isa kepada Nabi Isa:

“Mampukah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepadakami?” ‘Isa menjawab: “Bertakwalah kepada Allah jika betul-betulkamu orang yang beriman.” (QS. Al Maidah: 112)

Yang dipertanyakan oleh para pengikut Nabi Isa pada ayat di atasadalah kehendak Allah.

Begitu pula firman Allah yang menyebutkan perkataan Yunus:

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalamkeadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mam-pu mempersempitnya (menyulitkannya).” (QS. Al Anbiya’: 87)

Kemampuan pada ayat di atas maksudnya kehendak.

Pemahaman seperti itu sudah lazim diketahui oleh manusia.

Kita bahas pemahaman golongan Qadariyah yang berpenda-pat bahwa kemampuan jenis pertama yang ada pada seseorangcukup untuk menghasilkan perbuatan. Konsekuensi dari pema-haman tersebut, seseorang ketika merealisasikan apa yangmenjadi kehendaknya tidak tergantung lagi dengan kehendakAllah. Begitu pula golongan Jabriyyah yang berpendapat bahwakemampuan jenis kedua saja bisa menghasilkan suatu perbuatan.Mereka berpendapat bahwa manusia dipaksa43 untuk melakukansuatu perbuatan. Kedua pemahaman tersebut jelas salah.

43 Maksudnya, dipaksa oleh takdir Allah, karena menurut mereka manusia tidakmempunyai kemampuan jenis pertama untuk memilih salah satu dari dua perbuatanyang harus dilakukan, Pent.

Page 105: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 105

Seorang manusia mempunyai kehendak. Namun kehendakmanusia tergantung dengan kehendak Allah. Ini banyak dise-butkan dalam Al Qur’an. Bila kita tahu bahwa Allah memberimanusia kehendak, kemauan, dan kemampuan memilih, makakita tidak akan menerima ketika ada orang mengatakan, “Sayadipaksa (oleh takdir Allah),” karena Allah telah memberikankepadanya kehendak. Kita juga tidak akan menerima ketika adaorang mengklaim bahwa dia telah menciptakan kemauan bagidirinya sendiri. Bila ada yang mengatakan, “Saya dipaksa untukmemilih; dan saya tidak bebas untuk berkehendak,” maka ituadalah perkataan yang ganjil.

Oleh karena itu, dalam masalah ini golongan Jabriyyah dangolongan Qadariyyah saling bertentangan. Kedua pendapattersebut akan menjadi benar bila digabungkan.

Ibnu Al Khathib dan orang-orang dari kalangan Jabriyyahlainnya berpandangan bahwa seseorang harus sadar akan ke-lemahan dirinya memilih satu perbuatan di antara dua pilihanperbuatan yang keduanya nampak benar, sementara dia harusmemilih salah satu di antara kedua perbuatan tersebut.

Memegangi selah satu dari dua pendapat tersebut langkahyang tidak benar. Karena, seorang manusia adalah yang meng-adakan perbuatan dirinya dan pelaku dari perbuatan tersebut.Jelas, adanya perbuatan tersebut mengharuskan adanya orangyang mengadakan. Jadi, seorang manusia adalah pelaku, pem-buat, dan sekaligus yang mengadakan perbuatan. Dia dikatakanpelaku, pembuat, dan sekaligus yang mengadakan, karena per-buatan tersebut sebelumnya tidak ada. Sebagai contohnya firmanAllah:

“Bagi siapa yang berkehendak untuk berlaku lurus.” (QS. AtTakwir: 28)

Page 106: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

106 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Bila orang tersebut berkehendak untuk berlaku lurus, maka diapun akan menjadi orang yang berlaku lurus. Akan tetapi, sam-bungan ayat tersebut:

“Dan kalian tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu)kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS.At Takwir: 29)

Sekarang kita tahu, benarlah kehendak manusia tergantungdengan kehendak Allah, baik kita tilik dari dalil wahyu maupundalil akal. Oleh karena itu, benarlah kalau dikatakan tidak adadaya dan upaya manusia tanpa bantuan Allah Ta’ala.

Seorang manusia sangatlah lemah dibandingkan denganAllah, baik secara dzat, sifat-sifat, maupun perbuatan.

Kita mengetahui bahwa manusia mempunyai dzat, sifat-sifat, danmelakukan perbuatan. Oleh karena itu, ketika seseorang me-nafikan adanya perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusiaberarti dia menafikan dzat dan sifat-sifatnya. Jelas, ini tidak benar,dan suatu pandangan yang kelewatan; pandangan kelewatan kaumSufi yang mengatakan bahwa apa yang mereka perbuat adalahkebenaran; pandangan kelewatan mereka yang katanya mampumenjadikan sesuatu tanpa campur tangan Allah; atau, berpandanganbahwa sesuatu bisa terjadi tanpa adanya campur tangan Allah. Jelas,pandangan tersebut tidak benar. Pandangan tersebut sama sepertipandangan orang44 yang perkataannya disitir oleh Allah dalamfirman-Nya:

“Saya adalah Rabb kalian Yang Mahatinggi.” (QS. An Nazi’at:24)

44 Yaitu Fir’aun, Pent.

Page 107: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 107

dan orang yang mengklaim mampu menciptakan dirinya sendiri.Kebenaran tidak lain adalah apa yang dipegangi dan dipedomaniAhlussunnah wal Jama’ah.

86. Amal perbuatan para hamba Allah adalah ciptaanAllah, namun juga merupakan hasil usaha darimereka sendiri.

87. Allah tidak akan membebani mereka melainkanmenurut kadar kemampuan mereka, dan merekapun tidak akan mampu melaksanakan melainkansebatas apa yang telah Allah bebankan kepadamereka.

Penjelasan:Maksudnya mereka tidak akan mampu melaksanakan kecuali

apa yang telah Allah tentukan untuk mereka. Dan kemampuanmanusia yang dimaksud di sini adalah kemampuan jenis pertama,bukan kemampuan bentuk kedua, yaitu dari sisi kesehatan,kesempatan, kekuatan, dan normalnya organ-organ tubuh. Akantetapi, perkataan Imam Thahawi di atas mengandung kerancuansebagaimana dijelaskan oleh pemberi syarah kitab ini, Ibnu Abil‘Iz, “Sesungguhnya pemberian beban pada ayat ini yang dimaksudbukan menentukan bagian beban sesuai kadar kemampuanmereka. Akan tetapi, yang dimaksud adalah Allah memberikanperintah dan larangan. Imam Thahawi mengatakan, “Allah tidakakan membebani manusia melainkan menurut kadar kemampuan

Page 108: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

108 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

mereka, dan mereka pun tidak akan mampu melaksanakan me-lainkan sebatas apa yang telah Allah bebankan kepada mereka.”Kedua perkataan tersebut maknanya sama saja. Itu tidak benar.Karena sebenarnya manusia mempunyai kemampuan di atas bebanyang Allah pikulkan kepada mereka. Akan tetapi, Allah bermaksudmemberikan kemudahan dan keringanan kepada mereka. Allahberfirman:

“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak meng-hendaki kesukaran.” (QS. Al Baqarah: 185)

Allah juga berfirman:

“Allah hendak memberikan keringanan kepada kalian.” (QS. AnNisa’: 28)

Allah juga berfirman:

“Allah sekali-kali tidak menjadikan kesempitan bagi kalian sedikitpun dalam agama ini.” (QS. Al Hajj: 78)

Kalau pun Allah menambah beban yang telah Dia bebankan kepadakita sebenarnya kita mampu memikulnya. Akan tetapi, karena kasihsayang dan perhatian Allah kepada kita, maka Allah meringankanbeban tersebut; Dia tidak menjadikan kesempitan kepada kitadalam menjalankan agama.”

Kembali ke pembahasan semula. Jadi, kemampuan yangdimaksud dalam pembahasan ini adalah kemampuan yang erathubungannya dengan taufik Allah45, bukan kemampuan yang

45 Kemampuan jenis pertama dalam pembahasan di muka, Pent.

Page 109: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 109

berupa kekuatan dan normalnya anggota badan. Perkataan ImamThahawi di atas mengandung kerancuan.

Perkataan tersebut merupakan penjelasan dariperkataan la haula wa la quwwata illa billah. Kitameyakini bahwa tidak ada daya, gerakan, upayamenghindar bagi seseorang dari tindakan kemak-siatan kecuali dengan pertolongan Allah. Dan kitajuga meyakini bahwa tidak ada kekuatan bagiseseorang untuk selalu menaati Allah kecualidengan taufik dari Allah.

88. Segala sesuatu berjalan menurut kehendak, ilmu,ketentuan, dan takdir Allah Ta’ala. Kehendak Allahmengalahkan segala kehendak makhluk-Nya. Ke-tentuan Allah mengalahkan segala daya dan upayamakhluk-Nya. Allah berbuat sesuai kehendak-Nya,dan Dia tidak pernah bertindak zalim sama sekali.

Page 110: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

110 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Salah seorang pemberi syarah kitab ini, Ibnu Abil ‘Iz berkata,

“Dalil-dalil Al Qur’an yang menyebutkan bahwa Allah tidakmungkin berbuat zalim terhadap hamba-hamba-Nya itu menjadipenengah antara pendapat golongan Qadariyyah dan golonganJabriyyah.

Jadi, setiap bentuk kezaliman dan kejahatan dari bani Adam,bukanlah merupakan kezaliman dan kejahatan dari Allah sebagai-mana yang dituduhkan oleh Qadariyah, Mu’tazilah dan parapengikutnya! Sesungguhnya apa yang mereka nyatakan itu adalahpenyamaan (bukan sekedar penyerupaan) Allah dengan makhluk!Bahkan berarti menganalogikan Allah dengan mereka! PadahalAllah adalah Mahakaya lagi Mahakuasa. Sedangkan mereka adalahhamba-hamba yang fakir lagi lemah dan makhluk yang diatur olehAllah.

Kezaliman bukanlah ungkapan untuk sesuatu yang tidakmampu dilakukan Allah, sebagaimana yang dinyatakan olehsebahagian ahli kalam dan lainnya. Mereka menyatakan bahwasatu hal yang mustahil, sesuatu yang mampu dilakukan Allahadalah kezaliman. Segala yang mungkin dilakukan-Nya –kalau Diamelakukannya- merupakan keadilan yang berasal dari-Nya.Karena kezaliman itu hanya akan muncul dari hamba-Nya yangdiperintah dan yang dilarang. Sedang Allah tidaklah demikian.Allah berfirman:

“Barangsiapa mengerjakan amal-amal saleh dalam keadaanberiman, maka ia tidak akan khawatir terhadap perlakuan zalimdan pengurangan (terhadap dirinya).” (QS. Thaha: 112)

Allah juga berfirman:

Page 111: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 111

“Keputusan-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidakberlaku zalim terhadap hamba-hamba-Ku.” (QS. Qaaf: 29)

Allah juga berfirman:

“Kami tidak akan berlaku zalim terhadap mereka, tetapi mere-ka yang zalim terhadap diri mereka sendiri.” (QS. Zukhruf: 76)

Allah juga berfirman:

“Dan mereka mendapati segala yang telah mereka kerjakanada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak akan berlaku zalim terhadapseorang pun.” (QS. Al Kahfi: 49)

Allah juga berfirman:

“Pada hari ini tiap-tiap orang diberi balasan setimpal denganapa yang diusahakannya. Tidak ada kezaliman pada hari ini.Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.” (QS. Ghafir: 17)

Rasulullah bersabda:

“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah meng-haramkan kezaliman atas diri-Ku, dan Aku juga menjadikankezaliman sebagai suatu yang haram dilakukan oleh kalian. Olehkarena itu, janganlah kalian saling menzalimi.”

Hadits di atas menunjukkan dua hal.

Page 112: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

112 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Pertama, Allah mengharamkan kezaliman bagi diri-Nya. Tidakmungkin, Dia yang melarang kezaliman berbuat kezaliman.Kedua, Allah mengabarkan bahwa Dia mengharamkan kezalimanbagi diri-Nya dibarengi menyebutkan bahwa Dia mewajibkanatas diri-Nya sifat rahmat (memberi rahmat kepada para hamba-Nya). Ini mematahkan hujjah mereka bahwa kezaliman itu hanyaberasal dari yang diperintah dan yang dilarang, sedangkan Allahtidak demikian.

Selanjutnya kita katakan kepada mereka, “Allah mewajibkanatas diri-Nya sifat rahmat kepada para hamba-Nya dan mengha-ramkan diri-Nya berlaku zalim kepada mereka. SesungguhnyaAllah hanya mewajibkan dan mengharamkan atas diri-Nya sesuatuyang Dia mampu lakukan; bukan sesuatu yang mustahil Dialakukan.”

Dia bersih dari segala keburukan dan kebinasaan,dan suci dari segala aib dan kejelekan. (Allah ber-firman): “Dia tidak ditanya tentang apa yang telahdiperbuat-Nya, tetapi merekalah yang bakal di-tanya.” (QS. Al Anbiya’: 23)

46 Lafazh dalam tanda kurung adalah lafazh tambahan yang ada dalam cetakandengan kode ( ) dan cetakan dengan kode ( ).

47 Kata dalam kurung tidak ada dalam naskah yang ditulis salah seorang pemberisyarah kitab ini, Ibnu Abil ‘Izz. Padahal dalam naskah-naskah lainnya ada. Kontekkalimat mengharuskan adanya kata tersebut.

Page 113: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 113

89. Doa dan shadaqah orang yang hidup bisa ber-manfaat bagi orang yang sudah mati.

Penjelasan:Salah seorang pemberi syarah kitab ini, Ibnu Abil ‘Izz menye-

butkan bahwa Ahlussunnah sepakat dengan perkataan ini. Kemu-dian dia membawakan dalil-dalil dari Al Qur’an dan hadits yangmendasari perkataan tersebut. Akan tetapi dia mengingatkantentang masalah shadaqah bahwa yang bisa bermanfaat adalahshadaqah seorang anak untuk orang tuanya saja. Saya telahmenjelaskan hal ini dalam kitab Ahkam Al Janaiz hlm.173

90. Allah Ta’ala akan mengabulkan doa-doa hamba-Nya dan akan memenuhi hajat mereka.

91. Allah pemilik segala sesuatu, sedang Allah tidak di-miliki oleh siapa pun. Tidak boleh kita merasa tidakmembutuhkan Allah Ta’ala sekejap pun. Barang-siapa yang merasa tidak membutuhkan Allah, makadia telah kafir dan menjadi orang yang akan binasa.

92. Allah mempunyai sifat marah dan juga sifat ridha.Akan tetapi, sifat marah dan sifat ridha Allah ber-beda dengan makhluk-Nya.

Page 114: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

114 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Penjelasan:Perkataan di atas merupakan bantahan terhadap tukang takwil

dan tukang merubah ayat-ayat Allah dari golongan Asy’ariyyahdan lainnya yang berpendapat bahwa marah dan ridha Allahmaksudnya adalah kehendak untuk membaikkan makhluk-Nya.Mengapa mereka tidak mau menerima sifat marah dan ridha adapada Allah lalu menakwilnya dengan sifat kehendak, padahal sifatkehendak juga merupakan salah satu sifat makhluk?! Mengapamereka tidak mau mengatakan bahwa sifat marah dan ridha Allahberbeda dengan marah dan ridha makhluk-Nya sebagaimanamereka bisa mengatakan bahwa sifat kehendak Allah berbedadengan sifat kehendak makhluk-Nya? Salah seorang pemberisyarah kitab ini, Ibnu Abil ‘Izz, menjelaskan secara panjang lebarmasalah ini.

93. Kita mencintai para sahabat Rasulullah, namunkita tidak berlebih-lebihan dalam mencintai mereka.

Penjelasan:

Maksudnya, kita tidak melampaui batas dalam mencintaimereka. Misalnya kita beranggapan bahwa mereka terjaga darikesalahan sebagaimana keyakinan orang-orang Syi’ah terhadapAli dan imam-imam mereka.

Page 115: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 115

Dan kita tidak membenci dan meninggalkansalah seorang pun dari mereka.

Penjelasan:Sikap kita tidak seperti sikap golongan Syi’ah. Mereka ber-

keyakinan, kita tidak dikatakan mencintai seseorang sebelum kitamembenci orang lain selain orang tersebut. Maksud mereka, kitabaru dikatakan mencintai ahlul bait bila kita membenci Abu Bakardan Umar h.

Ahlussunnah wal Jama’ah cinta dan loyal kepada seluruhsahabat Nabi. Dan kita menempatkan mereka pada tempat-nya dengan adil dan bijaksana.

Kita membenci orang yang membenci para sahabatNabi dan orang yang menyebut-nyebut kejelekanmereka. Kita hanya akan menyebut-nyebut ke-baikan mereka. Cinta kepada para sahabat Nabimerupakan bagian dari agama, keimanan, dankeihsanan; sedangkan membenci mereka adalahkekafiran, kemunafikan dan melampaui batas.

Page 116: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

116 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

94. Kita mengakui kekhalifahan sepeninggal Nabi.Khalifah yang pertama adalah Abu Bakar AshShiddiq . Pengangkatan beliau ini dimaksudkanuntuk mengutamakan beliau dan menunjukkankeunggulan beliau atas semua umat Islam. Setelahitu, Umar bin Khathab ; kemudian Utsman ;kemudian Ali bin Abu Thalib . Merekalahyang disebut dengan Al Khulafa Ar Rasyidundan para imam yang mendapat petunjuk.

Penjelasan:Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Barangsiapa mem-

bantah sahnya kekhalifahan salah satu di antara mereka, makadia sesat yang kesesatannya melebihi keledai.”48

48 Baca kitab Majmu’ Al Fatawa III/153.

Page 117: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 117

95. Sepuluh orang sahabat yang disebut-sebut nabidan diberi kabar gembira sebagai penghuni surga,kita akui sebagai ahli jannah berdasarkan persak-sian Nabi dan perkataan beliau yang benar.Mereka adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,Thalhah, Az Zubair, Sa’ad, Sa’id, Abdurrahmanbin ‘Auf, Abu Ubadah bin Al Jarrah yang me-rupakan orang terpercaya umat ini. Allah telahmeridhai mereka semuanya.

96. Barangsiapa menisbatkan hal-hal yang baik ke-pada para sahabat Rasulullah, kepada istri-istribeliau yang suci dari segala ‘kekotoran’, dan ke-pada anak keturunan beliau yang bebas dari‘najis’, maka dia telah terbebas dari sifat munafik.

Page 118: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

118 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

97. Para ulama salaf terdahulu (para sahabat –ed.-)dan yang hidup sesudah mereka dari kalangantabiin, yang selalu menjunjung tinggi kebaikandan senantiasa menyebarkan Sunnah Nabi, baikyang ahli fikih maupun ahli fikir, semuanya tidakkita nisbatkan kepada mereka kecuali hal-hal yangbaik-baik saja. Barangsiapa menisbatkan hal-halyang jelek kepada mereka, maka dia tidak beradapada jalan mereka (para sahabat).

98. Kita tidak menganggap ada salah seorang pun diantara para wali Allah yang lebih utama daripadapara nabi r. Kita mengatakan, “Satu orangnabi lebih utama dari keseluruhan wali Allah.”

Penjelasan:Salah seorang pemberi syarah kitab ini, Ibnu Abil ‘Izz berkata,

“Dengan perkataan tersebut, Imam Thahawi t secara halusmembantah golongan penganut Wihdatul Wujud49 dan parapenganut ajaran tasawwuf. Memang, kalau tidak seperti di atas,berarti orang-orang yang istiqamah dengan agamanya tidakmengikuti ilmu dan syariat. Padahal Allah telah mewajibkanseluruh makhluk-Nya untuk mengikuti para rasul. Allah ber-firman:

49 Golongan yang berpandangan bahwa Allah menyatu dengan seluruh makhluk-Nya,Pent.

Page 119: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 119

“Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan agar ditaatidengan seizin Allah.” (QS. An Nisa: 64)

Banyak orang seperti mereka beranggapan bahwa denganibadah yang sungguh-sungguh dan membersihkan hati, merekaakan mampu menyamai para nabi tanpa harus mengikuti jalanyang ditempuh oleh para nabi. Bahkan, sebagian dari mereka adayang beranggapan telah mampu melebihi derajat para nabi!

Sebagian dari mereka ada yang berkata, “Sesungguhnya paranabi dan para rasul mengambil ilmu tentang Allah dari ‘lobangcincin para wali’ dan akulah cincin para wali tersebut!”

Perkataan seperti itu hakekatnya sesat seperti sesatnyaperkataan Fir’aun. Karena perkataan tersebut mengklaim bahwasegala yang ada ini terjadi dengan sendirinya, tanpa ada yangmenciptakan. Akan tetapi, mereka yang mengatakan perkataantersebut masih beriman dengan adanya Allah. Sedangkan Fir’aunsecara terang-terangan mengingkari adanya Allah, meskipun da-lam hatinya sebenarnya dia lebih tahu tentang Allah daripada me-reka. Dia menetapkan adanya pencipta alam semesta. Sedangkanmereka menganggap segala yang ada di alam ini pada hakekatnyamakhluk dan sekaligus penciptanya. Anggapan ini dipegangi olehIbnu ‘Arabi dan orang-orang yang sealiran dengannya. Ibnu ‘Arabi,tatkala syariat tidak mampu merubah dirinya, menurut anggapansesatnya, dia berkata, “Kenabian telah terhenti, tetapi kewaliantidak akan pernah berhenti.” Dia beranggapan bahwa kewalianlebih agung daripada kenabian dan keutamaan-keutamaan yangdimiliki oleh para nabi dan rasul. Dia juga beranggapan bahwa paranabi mengambil manfaat dari para wali.

Ibnu ‘Arabi pernah berkata:

Derajat kenabian ada di alam barzakh

jauh mulia di atas rasul, tapi tidak di atas wali

Page 120: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

120 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Perkataan di atas jelas bertentangan dengan syariat. Karenakewalian ada pada orang-orang yang beriman dan bertakwa. Allahberfirman:

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah tidak akan merasa kha-watir dan tidak (pula) bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yangberiman dan yang selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)

Kita telah mengetahui bahwa kenabian lebih khusus daripadakewalian; dan kerasulan lebih khusus daripada kenabian.

99. Kita meyakini adanya karamah-karamah pada dirimereka dan segala riwayat yang shahih tentang(karamah) mereka yang dinukil dari para periwa-yat yang terpercaya.

Penjelasan:

Sangat tepat jika Imam Thahawi memberi batasan dan segalariwayat yang shahih tentang (karamah) mereka yang dinukil daripara periwayat yang terpercaya. Karena, banyak orang, lebih-lebihorang belakangan ini membawakan riwayat-riwayat tentangkaramah para wali secara berlebih-lebihan. Dalam riwayat-riwayat yang mereka bawakan banyak mengandung kebatilan-kebatilan yang tidak masuk akal, bahkan terkadang terjebak kedalam tindakan syirik akbar.

Page 121: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 121

Kitab Thabaqat Al Auliya’ karya Asy Sya’rani salah satu kitabyang banyak membawakan cerita-cerita batil seperti itu. Dalamkitab tersebut terdapat perkataan salah satu wali mereka, kata-nya, “Saya pernah berkata terhadap suatu perkara, ‘Jadilah!’Ternyata jadilah perkara tersebut selama dua puluh tahun men-jadi adab terhadap Allah.” Mahasuci Allah dari perkataan orang-orang zalim ssperti itu.

Kita bisa mendapatkan beberapa karamah yang benar daribeberapa sahabat dalam kitab Riyadh Ash Shalihin karya ImamAn Nawawi (hadits no.1516-1523 dengan tahqiq dari saya).

100. Kita beriman adanya tanda-tanda kiamat, sepertimunculnya dajjal dan turunnya Nabi Isa qdari langit.

Penjelasan:Hadits-hadits berkenaan dengan dua tanda kiamat di atas

derajatnya mutawatir. Banyak ulama hadits yang menyebutkan halini.

Saya juga menulis risalah yang saya beri judul Qissah Al MasihAd Dajjal wa Nuzul ‘Isa ‘Alaihi As Salam Wa Qatluh Iyyah.

Page 122: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

122 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

Kita juga meyakini (tanda kiamat yang lain), yaituterbitnya matahari dari barat dan munculnyabinatang melata dari tempat persembunyiannya.

101. Kita tidak mempercayai omongan dukun, tukangramal, dan orang-orang yang mengakui sesuatuyang bertentangan dengan Al Qur’an, Sunnah,dan Ijma’ kaum muslimin.

102. Kita meyakini bahwa bergabung dengan jama’ahmerupakan kebenaran, sedangkan berpecah-belah adalah sesat dan azab.

Penjelasan:

Jama’ah ialah golongan yang Rasulullah dan para sahabat-nya terdapat di dalamnya. Jama’ah adalah firqatun najiyah (golonganyang selamat), yang di dalamnya terkumpul para ahli hadits danorang-orang yang mengikuti jalan mereka, baik mereka yangmengikuti madzhab-madzhab maupun yang tidak.

Page 123: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 123

103. Agama Allah di bumi maupun di langit adalahsatu, yaitu Islam. Allah Ta’ala berfirman: “Sesung-guhnya agama yang diridhai oleh Allah hanyalahIslam.” (QS. Ali Imran: 19) Allah juga berfirman:“Dan Aku ridha Islam menjadi agama kalian.”(QS. Al Maidah: 3)

Penjelasan:Pemberi syarah kitab ini, Ibnu Abil ‘Izz berkata, “Agama Islam

adalah agama yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala kepada parahamba-Nya lewat lisan para rasul-Nya. Pokok agama ini, cabang-cabangnya, dan riwayat-riwayatnya disampaikan oleh para rasul.Sangat terang seterang-terangnya, bahwa setiap orang yang telahmumayyiz,50 besar maupun kecil, yang bahasanya fasih maupuntidak, yang cerdas maupun yang bodoh bisa masuk Islam dalamwaktu yang sangat singkat. Dan telah gamblang pula segamblang-gamblangnya bahwa seseorang telah keluar dari Islam tatkala diamengingkari, mendustakan, atau berpaling dari ayat-ayat Allah,berdusta atas nama Allah, ragu-ragu terhadap ayat-ayat-Nya,menolak ayat-ayat-Nya, dan hal-hal lain yang dikategorikan serupadengan perbuatan-perbuatan tersebut.

Al Qur’an dan hadits telah menerangkan bahwa agama Islamadalah agama yang unggul dari agama lainnya dan mudah dipela-jari. Beberapa utusan datang kepada Nabi untuk mempelajariagama Islam ini sebelum mereka mengajarkannya di tempatmasing-masing. Nabi mengajarkan Islam dengan berbagai caradisesuaikan dengan orang yang dihadapinya. Untuk orang yangjauh tempat tinggalnya seperti Dhimmam bin Tsa’labah An Najdidan dan utusan dari Abdul Qais, beliau mengajari mereka apayang belum mereka ketahui karena beliau mengetahui bahwa

50 Yang sudah mampu membedakan baik dan buruk, Pent.

Page 124: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

124 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

agamanya akan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Kepada merekayang jauh, beliau juga mengirimkan utusan yang bertugas mengajarimereka apa-apa yang diperlukan oleh mereka.

Adapun kepada mereka yang jaraknya dekat, yang bisa dida-tangi setiap waktu, yang memungkinkan diajari secara bertahap,atau kepada mereka yang telah menyadari bahwa banyak hal-hal yang perlu mereka ketahui, beliau mengajari mereka dise-suaikan dengan kondisi dan keperluan masing-masing. Misalnya,ketika ada orang yang bertanya, beliau hanya menjawab singkat:

Katakanlah, “Saya beriman kepada Allah,” kemudian istiqamahlah!

Barangsiapa membuat syariat agama baru yang tidak ada izindari Allah, padahal kita tahu bahwa sumber syariat adalah Allah,maka syariat tersebut tidak boleh dinisbatkan kepada Nabiatau kepada rasul yang lain. Karena hal itu adalah batil.

104. Agama Islam berada di tengah-tengah antara sikapberlebih-lebihan dan sikap meremeh-remehkanperkara, antara tindakan tasybih51 dan ta’thil52,antara sikap meniadakan kehendak manusia danyang mengagungkannya, antara sikap mere-mehkan ancaman Allah dan sikap putus asa darirahmat Allah.

51 Menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya, Pent.52 Membuang sifat-sifat Allah yang dianggap tidak layak bagi Allah, Pent.

Page 125: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 125

105. Itulah agama dan keyakinan kita, baik syariatyang lahir maupun yang batin. Kita berlepas diridari orang-orang yang tidak sehaluan dengan apayang telah kita bahas dan kita jelaskan dan menye-rahkan mereka sepenuhnya kepada Allah.

Kita memohon kepada Allah agar meneguhkankeimanan kita dan mematikan kita dalam keadaanberiman. Kita memohon agar Allah menghin-darkan kita dari hawa nafsu yang bermacam-macam, dari pikiran-pikiran yang bermacam-macam, dan dari kelompok-kelompok yang sesat,seperti golongan Musyabbihah, Mu’tazilah,Jahmiyyah, Jabriyyah, Qadariyyah, dan lain-lain.

Penjelasan:

Kita juga memohon kepada Allah agar dijauhkan dari orang-orang yang menjadikan sikap taklid sebagai agama yang wajibdiikuti yang dipopulerkan pada abad ke-4 hijriyah. Dengan sikapseperti itu, mereka pun tidak mau mengambil petunjuk dari AlQur’an dan hadits. Mereka melakukan aksi-aksi untuk membuatragu orang yang ingin membersihkan diri dari sikap taklid kepada

Page 126: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

126 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq

madzhab tertentu, yang ingin senantiasa bepegang teguh kepadapetunjuk Nabi.

Semoga Allah memberi rahmat kepada para ulama dan imamhadits yang mengatakan:

Agama Nabi Muhammad adalah hadits-hadits

Sebaik-baik pemberian kepada seseorang adalah atsar-atsar

Janganlah kalian membenci hadits dan ahlinya

Pikiran adalah malam, sedangkan hadits adalah siangnya

Lihatlah, wahai pemuda yang bodoh, jejak-jejak petunjuk

selagi matahari masih memancarkan sinar

53 Pada naskah dengan kode ( ) , setelah perkataan tersebut dilanjutkan dengan:

“Dan Allah Ta’ala pemberi petunjuk kepada kebenaran. Inilah akhir dari apa yangingin kami sampaikan. Segala puji milik Allah, Tuhan Semesta Alam.”Semoga keselamatan dan berkah senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad,keluarganya, dan para sahabatnya.

Damaskus, Sabtu, 19 Jumadil Ula 1394 HKitab ini selesai diteliti ulang pada hari Senin, 5 Jumadil Akhir 1394

Peneliti ulang,Abdul Mushawwir bin Muhammad Nashiruddin Al Albani

Page 127: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq – 127

Kepada orang-orang yang pikiran dan tindakan-nya bertentangan dengan Sunnah dan Jama’ah,dan terus berkekalan dengan kesesatan, kita ber-lepas diri. Menurut kita, orang-orang seperti ituadalah sesat dan tidak ada harganya sama sekali.Hanya dari Allah penjagaan dan taufik.

Kitab ini selesai dicocokkan dengan kitab aslinya yang ada pada saya satu harisetelah selesai diteliti ulang.Semoga keselamatan dan berkah senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad,keluarganya, dan para sahabatnya semua.Segala puji milik Allah, Tuhan semesta alam.

Muhammad Nashiruddin Al Albani

Page 128: Al Aqidah Ath Thahawiyyah Syarah wa Ta’liq

128 – Aqidah Thahawiyah Syarah dan Ta’liq