aids

27
A. DEFINISI ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein. Sindrom distress pernapasan dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS) adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan atau membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada sistem paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas. (Elizabeth J. Corwin, 2009, hal. 552). ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. (Brunner & Suddarth, 2001, hal : 615). ARDS adalah bentuk khusus gagal napas yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan konvensional. (Sylvia A. price. 2005. Hal: 835). Dasar definisi yang dipakai consensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun 1994 terdiri dari : 1) Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut. 2) Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO 2 / FiO 2 ) <200 mmHg-hipoksemia berat 3) Radiografi dada; infiltrate alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru.

Upload: muhammad-hasnul-fahmy

Post on 13-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

aids

TRANSCRIPT

Page 1: Aids

A.    DEFINISI

ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membrane

alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan

akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein.

Sindrom distress pernapasan dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS) adalah

suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan atau membran kapiler paru.

ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada sistem paru, kardiovaskuler, atau tubuh

secara luas. (Elizabeth J. Corwin, 2009, hal. 552).

ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan

oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. (Brunner & Suddarth, 2001, hal :

615).

ARDS adalah bentuk khusus gagal napas yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas

dan tidak dapat diatasi dengan penanganan konvensional. (Sylvia A. price. 2005. Hal: 835).

Dasar definisi yang dipakai consensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun

1994 terdiri dari :

1)      Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut.

2)      Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO2 / FiO2 )

<200 mmHg-hipoksemia berat

3)      Radiografi dada; infiltrate alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru.

4)      Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18 mmHg, tanpa tanda

klinis (rontgen, dan lain-lain) adanya hipertensi atrial kiri/ (tanpa adanya tanda gagal jantung

kiri).

Bila PaO2 / FIO2 antara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury (ALI).

Konsensus juga mensyaratkan terdpatnya factor resiko terjadinya ALI dan tidak adanya penyakit

paru kronik yang bermakna.

B.     ETIOLOGI

Page 2: Aids

ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena

kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya

biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik

oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian sel.

Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.

Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi

pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang

harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan

pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam

alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang

diperlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan

permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan

atelektasis kompresi yang luas.

Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan, maka luas

permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas

juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi

asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi

penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.

Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin

menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi

peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang

interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan

ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin

putih yang bertambah secara progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi

fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu.

Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2001, hal. 420-421)

Selain itu, adapun penyebab lain dari ARDS adalah :

         Syok karena berbagai sebab ( terutama hemorragik,pancreatitis acut hemorragik, sepsis gram

negative )

         Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravascular diseminata (DIC ).

         Pneumonia virus yang berat.

Page 3: Aids

         Trauma yang berat ( cedera kepala, cedera dada langsung, trauma pada berbagai organ dengan

syok hemorragik, fraktur majemuk dimana emboli lemak terjadi berkaitan dengan fraktur femur )

         Cedera aspirasi / inhalasi ( aspirasi isi lambung, hampir tenggelam, inhalasi asap, inhalasi gas

iritan ).

         Toksik O2 overdosis narkotika.

         Post perfusi pada pembedahan pintas kardiopulmonar.

C.    EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan tingkat

mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15

%, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.

D.    TANDA DAN GEJALA

ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada paru.

Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang

cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS

ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada

auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing.

Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai gejala

pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas darah

serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat

rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya memperlihatkan

infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung, namun

siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada foto toraks dapat

menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis yang terlihat pada gambaran sinar X

terjadi melalui proses panjang di balik perubahan fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi.

PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi oksigen

yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke

kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang

menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan,

serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.

Page 4: Aids

Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan dengan

bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat dipasang kateter

Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan

terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika

terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien stabil

sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya dari DVT.

Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan diagnosis diferensial,

terutama pada pasien-pasien imunokompromais.

E.     STADIUM

1. Eksudatif

Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema interstitial atau

alveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis dan kerusakan pada sel alveolar tipe 1.

2. Fibroproliferatif

Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan tekanan puncak

inspirasi, penurunan compliance paru (static dan dinamik), hipoksemia, penurunan fungsi

kapasitas residual, fibrosis interstitisial, dan peningkatan ruang rugi ventilasi.

F.     FAKTOR RESIKO

Kerusakan (injury) langsung pada epitel alveolus :

1. Aspirasi isi gaster

2. Infeksi paru difus

3. Kontusio paru

4. Tenggelam

5. Inhalasi toksik

Kerusakan injury tidak langsung :

1. Sepsis

2. Trauma nontoraks

Page 5: Aids

3. Transfusi produk darah berlebihan

4. Pankreatitis

5. Pintas Kardiopulmoner

G.    PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

ALI/ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel mikrovaskular.

Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak langsung. Kedua hal tersebut

mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi dalam 3 fase yang dapat dijumpai secara tumpang

tindih : insiasi, amplifikasi, dan injury.

Pada fase insiasi, kondisi yang menjadi factor resiko akan menyebabkan sel-sel imun dan

non imun melepaskan mediator-mediator dan modulator-medulator inflamasi di dalam paru dan

ke sistemik. Pada fase amplifikasi, sel efektor seperti netrofil teraktivasi, tertarik ke dan tertahan

di dalam paru. Di dalam rongga target tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk

oksidan dan protease, yang secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi

selanjutnya. Fase ini disebut fase injury.

Kerusakan pada membrane alveolar- kapiler menyebabkan peningkatan permeabilitas

membrane, dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang alveolar. Cairan dan protein

tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan terjadi kerusakan lebih jauh. Terdapat 3

fase kerusakan alveolus :

1)      Fase eksudatif : ditandai edema interstisial dan alveolar, nekrosis sel pneumosit tipe I dan

denudasi/terlepasnya membrane basalis, pembengkakan sel endotel dengan pelebaran

intercellular junction, terbentuknya membrane hialin pada duktus alveolar dan ruang udara, dan

inflamasi neutrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner dan berkurangnya compliance paru

2)      Fase poliferatif paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset, ditandai poliferasi sel epitel

pneumosit tipe II

3)      Fase fibrosis : kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena fibrosis.

H.    DIAGNOSIS KLINIS

Onset akut umumnya adalah 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi yang menjadi factor

resiko ARDS. Tanda pertama ialah takipnea. Dapat ditemui hipotensi, febris. Pada auskultasi

ditemukan ronki basah.

Page 6: Aids

I.       KOMPLIKASI

Kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan individu

harus bekerja lebih kerja untuk mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya individu

kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis respiratorik karena terjadi

penimbunan karbon dioksida di dalam darah. Melambatnya pernapasan dan penurunan PH arteri

adalah indikasi akan datangnya kegagalan pernapasan dan mungkin kematian.

Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di paru dan

kurangnya ekspansi paru. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna

karena stress (stress ulcers). Dapat timbul koaguiasi intravaskular diseminata akibat banyaknya

jaringan yang rusak pada ARDS. (Elizabeth J. Cowin, 2001, hal. 422)

J.      PROGNOSIS

Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh :

Faktor risiko, ada tidaknya sepsis, pasca trauma, dan lain-lain

Penyakit dasar

Adanya keganasan

Adanya atau timbulnya disfungsi organ multiple

Usia

Riwayat penggunaan alkohol

Ada atau tidaknya perbaikan dalam indeks pertukaran gas, seperti rasio PaO2 / FiO2 dalam

3-7 hari pertama

Pasien yang membaik akan mengalami pemulihan fungsi paru dalam 3 bulan dan

mencapai fungsi maksimum yang dapat dicapai pada bulan keenam setelah ekstubasi. 50%

pasien tetap memiliki abnormalitas, termasuk gangguan restriksi dan penurunan kapasitas difusi.

Juga tejadi penurunan kualitas hidup.

K.    PEMERIKSAAN DIGNOSTIK

Page 7: Aids

Analisis gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri.

Terapi oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapa pun jumlah oksigen yang diberikan, karena

difusi gas terbatas akibat penimbunan fibrin, edema, dan rusaknya kapiler dan alveolus.

L.     PENATALAKSANAAN

Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak pernah

merupakan penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang parah. Apabila ARDS tetap

timbul, maka pengobatannya adalah:

         Diuretik untuk mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang jantung untuk meningkatkan

kontraktilitas jantung dan volume sekuncup agar penimbungan cairan di paru berkurang.

Penatalaksanaan cairan dan obat-obat jantung digunakan untuk mengurangi kemungkinan gagal

jantung kanan.

         Terapi oksigen dan ventilasi mekanis sering diberikan.

         Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi efek merusak dari proses

peradangan, walaupun efektifitasnya masih dipertanyakan.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1)      PENGKAJIAN

         Lakukan pengkajian fisik anak

a.       Status penampilan kesehatan : lemah dan lesu

b.      Tingkat kesadaran kesehatan : komposmentis atau apatis

c.       Tanda-tanda vital :

- Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardi, hipertensi

- Frekuensi pernapasan : takipnea ( di awal kemudian apnea), retraksi substernal, krekels inspirasi,

mengorok , pernapasan cuping hidung eksternal, sianosi, pernapasan sulit.

- Suhu Tubuh : Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang direspon

oleh hipotalamus.

Page 8: Aids

d. Berat badan dan tinggi badan : Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan.

e. Integumen

- Warna : Pucat sampai sianosis

- Suhu : Pada hipertermi kulit teraba panas setelah hipertermi teratasi kulit anak akan teraba dingin.

- Turgor : Menurun pada dehidrasi

f. Kepala dan Mata

- Perhatikan bentuk dan kesimetrisan

- Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata

- Periksa hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut, perubahan warna

g. Thorax dan Paru-paru

-             Inspeksi : frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain: takipnea,

dispnea progresif, pernapasan dangkal, pektus ekskavatum (dada corong), paktus karinatum

(dada burung), barrel chest.

-             Palpasi : Adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vocal fremitus pada daerah

yang terkena.

-             Perkusi : Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi

udara) resonansi.

-             Auskultasi : Suara pernapasan yang meningkat intensitasnya :

            Suara mengi (wheezing)

            Suara pernapasan tambahan ronchi

         Pemeriksaan Penunjang

a.       Foto rontgen dada (Chest X-Ray) : tidak terlihat jelas pada stadium awal atau dapat juga terlihat

adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region perihilar paru. Pada stadium lanjut

terlihat penyebaran di interstitisial secara bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat

mencakup keseluruh lobus paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.

b.      ABGs : hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2 dapat terjadi terutama

pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnea (PaCO2 > 50)

menunjukkan terjadi gangguan pernapasan. Alkalosis respiratori (Ph > 7,45) dapat timbul pada

stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan

peningkatan dead space dan penurunan ventilasi alveolar. Asidosis metabolic dapat timbul pada

Page 9: Aids

stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat metabolisme

anaerob.

c.       Tes Fungsi Paru (Pulmonary Function Test) : Compliance paru dan volume paru menurun,

terutama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada area terjadinya vasokonstriksi dan

mirkroemboli timbul.

d.      Asam laktat : didapatkan peningkatan pada kadar asam laktat.

2)      DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan:

  Menurunnya fungsi silia pada jalan napas (hipoperfusi)

  Peningkatan jumlah/ kekentalan sekresi pulmonal

  Peningkatan resistensi jalan udara (edema interstisial)

2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :

  Alveolar Hipoventilasi

  Penumpukan cairan di permukaan alveoli

  Hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli

3.      Risiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan :  Penggunaan diuretic  Perubahan bagian cairan (kompartemental)

4. Ansietas/ ketakutan (spefisikkan), yang berhubungan dengan :  Krisis situasi  Pengobatan  Perubahan status kesehatan  Ketakutan akan mati  Faktor fisiologis (efek hipoksemia)

3)      RENCANA TINDAKANHari/ No. Rencana Perawatan Ttd

Page 10: Aids

Tgl Dx Tujuan dan

Kriteria Hasil

Intervensi Rasional

1 Setelah diberikan

tindakan

keperawatan

selama … x 24

jam, diharapkan

jalan nafas

menjadi efektif,

dengan criteria

hasil :

-      Px dapat

mempertahan -

kan jalan nafas

dengan bunyi

napas yang jernih

dan ronchi (-)

-      Px bebas dari

dispnea

-      Px dapat

mengeluarkan

secret tanpa

kesulitan

-      Px dapat

memperlihatkan

tingkah laku

mempertahanka

jalan nafas

-      RR = 20 x/menit ;

HR = 75 – 100

x/menit

1. Catat perubahan

dalam bernafas dan

pola nafasnya

2. Observasi dari

penurunan

pengembangan

dada dan

peningkatan

fremitus

3.Catat

karakteristik dari

suara nafas

4. Catat

karakteristik dari

batuk

1. Penggunaan otot-

otot interkostal

/abdominal/leher

dapat meningkatkan

usaha dalam

bernafas

2. Pengembangan

dada dapat menjadi

batas dari

akumulasi cairan

dan adanya cairan

dapat meningkatkan

fremitus

3. Suara nafas

terjadi karena

adanya aliran udara

melewati batang

tracheo branchial

dan juga karena

adanya cairan,

mukus atau

sumbatan lain dari

saluran nafas

4. Karakteristik

batuk dapat

merubah

ketergantungan

pada penyebab dan

etiologi dari jalan

Page 11: Aids

5. Pertahankan

posisi tubuh/posisi

kepala dan gunakan

jalan nafas

tambahan bila perlu

6. Kaji kemampuan

batuk, latihan nafas

dalam, perubahan

posisi dan lakukan

suction bila ada

indikasi

7. Peningkatan oral

intake jika

memungkinkan

nafas. Adanya

sputum dapat dalam

jumlah yang

banyak, tebal dan

purulent

5. Pemeliharaan

jalan nafas bagian

nafas dengan paten

6. Penimbunan

sekret mengganggu

ventilasi dan

predisposisi

perkembangan

atelektasis dan

infeksi paru

7. Peningkatan

cairan per oral

dapat

mengencerkan

sputum

2 Setelah diberikan

tindakan

keperawatan

selama … x 24

jam, diharapkan

gangguan

pertukaran gas

1. Kaji status

pernafasan, catat

peningkatan

respirasi atau

perubahan pola

nafas

2. Catat ada

1. Takipneu adalah

mekanisme

kompensasi untuk

hipoksemia dan

peningkatan usaha

nafas

2. Suara nafas

Page 12: Aids

tidak terjadi,

dengan criteria

hasil :

-      Pasien dapat

memperlihatkan

ventilasi dan

oksigenasi yang

adekuat

-      Bebas dari gejala

distress pernafasan

-      RR = 20 x/menit ;

HR = 75 – 100

x/menit

tidaknya suara

nafas dan adanya

bunyi nafas

tambahan seperti

crakles, dan

wheezing

3. Kaji adanya

cyanosis

mungkin tidak

sama atau tidak ada

ditemukan. Crakles

terjadi karena

peningkatan cairan

di permukaan

jaringan yang

disebabkan oleh

peningkatan

permeabilitas

membran alveoli –

kapiler. Wheezing

terjadi karena

bronchokontriksi

atau adanya mukus

pada jalan nafas

3. Selalu berarti

bila diberikan

oksigen (desaturasi

5 gr dari Hb)

sebelum cyanosis

muncul. Tanda

cyanosis dapat

dinilai pada mulut,

bibir yang indikasi

adanya hipoksemia

sistemik, cyanosis

perifer seperti pada

kuku dan

ekstremitas adalah

vasokontriksi.

Page 13: Aids

4. Observasi adanya

somnolen,

confusion, apatis,

dan

ketidakmampuan

beristirahat

5. Berikan istirahat

yang cukup dan

nyaman

4. Hipoksemia

dapat menyebabkan

iritabilitas dari

miokardium

5. Menyimpan

tenaga pasien,

mengurangi

penggunaan

oksigen

3 Setelah diberikan

tindakan

keperawatan

selama … x 24

jam, diharapkan

tidak terjadinya

resiko tinggi

defisit volume

cairan, dengan

criteria hasil :

- Pasien dapat

menunjukkan

keadaan volume

cairan normal

dengan tanda

tekanan darah,

berat badan, urine

output pada batas

normal.

1. Monitor vital

signs seperti

tekanan darah, heart

rate, denyut nadi

(jumlah dan

volume)

2. Amati perubahan

kesadaran, turgor

kulit, kelembaban

membran mukosa

dan karakter

sputum

1.Berkurangnya

volume/keluarnya

cairan dapat

meningkatkan heart

rate, menurunkan

tekanan darah, dan

volume denyut nadi

menurun.

2. : Penurunan

cardiac output

mempengaruhi

perfusi/fungsi

cerebral. Defisit

cairan dapat

diidentifikasi dengan

penurunan turgor

kulit, membran

mukosa kering,

sekret kental.

Page 14: Aids

- TD = 110/65

mmHg

RR = 20 x/menit ;

HR = 75 – 100

x/menit

3. Hitung intake,

output dan balance

cairan. Amati

“insesible loss”

4. Timbang berat

badan setiap hari

3.Memberikan

informasi tentang

status cairan dan

keseimbangan cairan

negatif merupakan

indikasi terjadinya

defisit cairan.

4.Perubahan yang

drastis merupakan

tanda penurunan

total body water

4 Setelah diberikan

tindakan

keperawatan

selama … x 24

jam, diharapkan

ansietas/ketakutan

(spefisikkan) px

dapat berkurang,

dengan criteria

hasil :

-Pasien dapat

mengungkapkan

perasaan cemasnya

secara verbal

-Ketakutannya,dan rasa cemasnya

1.Observasi

peningkatan

pernafasan, agitasi,

kegelisahan dan

kestabilan emosi.

2. Pertahankan

lingkungan yang

tenang dengan

meminimalkan

stimulasi. Usahakan

perawatan dan

prosedur tidak

menggaggu waktu

istirahat

3. Bantu dengan

1.Hipoksemia dapat

menyebabkan

kecemasan

2. Cemas berkurang

oleh meningkatkan

relaksasi dan

pengawetan energi

yang digunakan.

3.Memberi

Page 15: Aids

mulai berkurang

teknik relaksasi,

meditasi.

4.Identifikasi

persepsi pasien dari

pengobatan yang

dilakukan

5. Dorong pasien

untuk

mengekspresikan

kecemasannya

6. Membantu

menerima situasi

dan hal tersebut

harus

ditanggulanginya

7. Berikan

informasi tentang

keadaan yang

sedang dialaminya

kesempatan untuk

pasien untuk

mengendalikan

kecemasannya dan

merasakan sendiri

dari pengontrolannya

4. Menolong

mengenali asal

kecemasan/ketakutan

yang dialami

5. Langkah awal

dalam

mengendalikan

perasaan-perasaan

yang teridentifikasi

dan terekspresi.

6. Menerima stress

yang sedang dialami

tanpa denial, bahwa

segalanya akan

menjadi lebih baik.

7. Menolong pasien

untuk menerima apa

yang sedang terjadi

dan dapat

mengurangi

kecemasan/ketakutan

apa yang tidak

diketahuinya.

Penentraman hati

yang palsu tidak

Page 16: Aids

8.Identifikasi tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk menanggulangi rasa cemas

menolong sebab

tidak ada perawat

maupun pasien tahu

hasil akhir dari

permasalahan itu

8. Kemampuan yang dimiliki pasien akan meningkatkan sistem pengontrolan terhadap kecemasannya

D. IMPLEMENTASI

Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan.

E. EVALUASI

DX 1

         Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-)

         Pasien bebas dari dispneu

         Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

         Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

DX 2

         Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

         Bebas dari gejala distress pernafasan

DX 3

         Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat

badan, urine output pada batas normal.

DX 4

         Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal

         Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa cemasnya mulai berkurang

Page 17: Aids

         Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber pendukung untuk memecahkan

masalah yang dialaminya

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. dan A. Mukty. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru . Surabaya: Airlangga University

Press.

Asher M.I. dan P.H. Beadry. 1990. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract. 3rd ed. Kanada:

Prentice Hall Inc.

Bunner, Suddath, dkk . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8. Jakarta : EGC.

Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan &

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi : 3. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius

Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Diposkan oleh Lisna Andreawati di 17.28 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut

Arsip Blog

Page 18: Aids

▼   2011 (3) o ▼   November (3)

ASKEP ARDS pneumonia SEHAT

Mengenai Saya

Lisna Andreawati Lihat profil lengkapku

Template Travel. Diberdayakan oleh Blogger.