6 gambar 2.1 lapisan perkerasan lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9...

15
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Lentur Perkerasan lentur adalah struktur perkerasan yang sangat banyak digunakan dibandingkan dengan struktur perkerasan kaku. Struktur perkerasan lentur dikonstruksikan baik untuk konstruksi jalan. Di indonesia, lebih banyak tenaga pelaksana yang ahli dalam pembuatan konstruksi perkerasan lentur dibandingkan perkerasan kaku. Agar struktur struktur perkerasan lentur ini berfungsi dengan baik, maka selain perkerasan harus terpelihara dengan baik, bahu jalan dan saluran samping juga harus terpelihara. Semua bahan yang digunakan harus tahan lama. Agar struktur perkerasan ini berfungsi untuk waktu yang lama. Lapis permukaan dari struktur perkerasan ini merupakan campuran agregat yang bergradasi rapat dan aspal, atau disebut juga campuran beraspal. Kedua bahan ini dicampur dalam keadaan panas (sehingga dikenal dengan nama hot mix, dihamparkan serta dipadatkan dalam keadaan panas). Lapis permukaan ini harus kedap air, permukaan rata namun kasar. Perkerasan lentur terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu: lapis permukaan (surface course), lapis pondasi atas (base course), dan lapis pondasi bawah (subbase course). Ketebalan ketiga lapisan ini yang menjadi kekuatan dari perkerasan lentur.

Upload: phamkhuong

Post on 10-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Lentur

Perkerasan lentur adalah struktur perkerasan yang sangat banyak

digunakan dibandingkan dengan struktur perkerasan kaku. Struktur perkerasan

lentur dikonstruksikan baik untuk konstruksi jalan. Di indonesia, lebih banyak

tenaga pelaksana yang ahli dalam pembuatan konstruksi perkerasan lentur

dibandingkan perkerasan kaku. Agar struktur struktur perkerasan lentur ini

berfungsi dengan baik, maka selain perkerasan harus terpelihara dengan baik,

bahu jalan dan saluran samping juga harus terpelihara.

Semua bahan yang digunakan harus tahan lama. Agar struktur perkerasan

ini berfungsi untuk waktu yang lama. Lapis permukaan dari struktur perkerasan

ini merupakan campuran agregat yang bergradasi rapat dan aspal, atau disebut

juga campuran beraspal. Kedua bahan ini dicampur dalam keadaan panas

(sehingga dikenal dengan nama hot mix, dihamparkan serta dipadatkan dalam

keadaan panas). Lapis permukaan ini harus kedap air, permukaan rata namun

kasar.

Perkerasan lentur terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu: lapis permukaan

(surface course), lapis pondasi atas (base course), dan lapis pondasi bawah

(subbase course). Ketebalan ketiga lapisan ini yang menjadi kekuatan dari

perkerasan lentur.

Page 2: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

6

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur

2.2 Material

2.2.1 Aspal

Pengikat (binder) adalah suatu deskripsi untuk adhesif atau lem yang

digunakan dalam perkerasan lentur. Pengikat atau lem cair dapat didefinisikan

sebagai pengikat ter dan aspal. Aspal merupakan material hasil penyaringan

minyak mentah dan merupakan hasil dari industri perminyakan. Aspal digunakan

untuk perekat, berwarna coklat gelap sampai hitam. Jika dipanaskan pada suhu

tertentu maka aspal akan cair sedangkan pada suhu ruang bentuk aspal akan

berbentuk padat. Sebelum digunakan, maka aspal perlu menjalani beberapa

pengujian yang akan menyatakan bahwa aspal tersebut layak untuk digunakan.

Pengujian tersebut diantaranya: pemeriksaan titik lembek aspal dan pemeriksaan

penetrasi aspal. Aspal yang gunakan ialah aspal penetrasi 70. Suhu campuran

aspal yang digunakan dalam studi ini ialah 140°-150°C.

Page 3: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

7

Gambar 2.2 Aspal ACWC Penetrasi 70

2.2.2 Agregat

Agregat merupakan batuan yang menjadi komponen utama dari lapisan

perkerasan jalan. Kekuatan suatu perkerasan jalan ditentukan juga oleh sifat dan

bentuk dari agregat yang menyusunnya.

Agregat yang bisa digunakan pada perkerasan jalan ada yang diperoleh

langsung dari alam maupun dari hasil pengolahan oleh mesin.

Adapun sifat-sifat yang penting dari agregat yang dapat mempengaruhi

kinerja perkerasan aspal adalah:

• Gradasi dan bentuk butiran.

• Kekerasan.

• Keawetan (durability).

• Tekstur permukaan.

• Kebersihan.

• Penyerapan.

Page 4: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

8

• Adhesi.

• Tahanan gelincir / kekesatan.

Untuk dapat memulai mix desain maka diperlukan komposisi agregat

baik kasar dan halus. Agar dapat membedakan antara agregat kasar dan agregat

halus, maka perlu dilakukan pemeriksaan gradasi dengan menggunakan metode

Sieve Analysis.

Gambar 2.3 Agregat yang Digunakan Berasal dari Sudamanik, Bogor

2.2.3 Bahan Tambahan

2.2.3.1 Fly Ash Batubara

Batubara merupakan hasil tambang, karena batubara terletak pada

kedalaman 10-80 m. Di atas lapisan batubara terdapat lapisan penutup

yang terdiri dari lapisan batu lempung, batu lanau, dan batu pasir. Proses

penambangan batubara dilakukan dengan sistem open pit, yaitu dengan

Page 5: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

9

mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil

batubaranya.

Tahapan penambangan batubara dengan sistem open pit:

• Menetukan lokasi titik penggalian.

• Pembersihan daerah kerja.

• Pembongkaran lapisan penutup dengan cara diledakkan, dikeruk, lalu

ditimbun ditempat lain.

• Lapisan batubara dikeruk dan diangkut.

Gambar 2.4 Pengerukan dan Pengangkutan Batubara

Fly ash adalah partikel halus yang merupakan endapan dari

tumpukan bubuk hasil pembakaran batubara yang dikumpulkan dengan

alat Elektrostatik Presipirator. Fly ash dapat digunakan sebagai mineral

filler karena ukuran partikelnya yang sangat kecil sehingga dapat berfungsi

sebagai pengisi rongga dan sebagai pengikat aspal beton. Agar dapat

digunakan sebagai bahan tambahan, fly ash harus dalam keadaan kering

dan bebas dari berbagai macam bahan yang mengganggu.

Karakteristik fly ash:

Page 6: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

10

• Jumlah persentase yang lolos dari saringan No. 200 (0,074 mm)

berkisar antara 60 % sampai 90 %. Hal ini disebabkan karena

ukuran partikel fly ash yang sangat halus.

• Warna dari fly ash bervariasi dari abu-abu sampai hitam

tergantung dari jumlah kandungan karbonnya, semakin terang

warnanya semakin rendah kandungan karbonnya.

• Fly ash bersifat tahan air (hydrophobic).

• Komponen utama dari fly ash adalah silicon (Si), alumunium (Al),

besi (Fe) dan kalsium (Ca) dengan variasi kandungan karbon.

Fly ash dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kelas F dan kelas C. Fly ash

yang digunakan pada pelitian ini adalah fly ash dengan kelas F.

Perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Kandungan mineral fly ash Kelas F Kelas C

Silikon Dioksida (SiO2) + Alumunium Oksida

(Al2O3) + Besi Oksida (Fe2O3), minimal 70% 50%

Sulfur Trioksida (SO3), maksimal 5% 5%

Kalsium Oksida (CaO) 1%-12% 30%-40%

Sumber: Annual Book of ASTM Standard Volume 04.02 Standard Specification for Fly Ash and Raw or

Calcined Natural Pozzolans for Use as a mineral Admixture in Portland Cement Concrete, 1994.

Page 7: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

11

Gambar 2.5 Fly Ash Batubara dari PLTU Suralaya

2.2.3.2 Wetfix-Be [Anti-Stripping Agents]

Aspal adalah material dengan polaritas rendah, mempunyai daya

tarik yang rendah terhadap agregat. Sedangkan agregat mempunyai daya

tarik yang tinggi terhadap air, dan agregat yang basah umumnya menolak

aspal. Hal ini membuat aspal mudah terlepas oleh air. Oleh sebab itu

diperlukan penambahan bahan aditif aspal (wetfix-be) yang berfungsi

untuk merubah sifat aspal dan agregat, meningkatkan daya lekat dan

ikatan, serta mengurangi efek negative dari air dan kelembaban. Dengan

demikian dapat menghasilkan permukaan berdaya lekat tinggi.

Wetfix-be merupakan bahan kimia yang sangat sensitif, selain

harganya yang relative mahal penambahan jumlahnya terhadap campuran

beraspal sangat sedikit sekali, tetapi dapat menghasillkan stabilitas yang

cukup baik. Penggunaan wetfix-be ini sedang banyak digunakan oleh

pemerintah DKI Jakarta.

Page 8: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

12

Adapun manfaat dari anti-stripping agents adalah:

• Meningkatkan pelapisan aspal dengan agregat walau dalam keadaan

basah.

• Meningkatkan ikatan atau bonding.

• Anti penuaan, memperpanjang umur jalan 3-4 tahun.

Gambar 2.6 Wetfix-be

2.3 Ikatan Aspal dan Agregat

Ikatan aspal beton pada dasarnya tergantung kohesif dan karakteristik

perekat binder itu sendiri untuk menjaga keutuhannya. Maka ikatan antara aspal

dan agregat adalah penting, baik ikatan selama masa konstruksi ataupun selama

masa pemeliharaan. Setiap hilangnya tingkat ikatan aspal dan agregat akan

mengakibatkan hilangnya tingkat kinerja dari perkerasan. Kekuatan dari campuran

beton aspal adalah hasil dari perlawanan kohesif binder, perekatan aspal dan

agregat serta gesekan antara partikel agregat.

Page 9: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

13

Dalam keadaan tertentu sebuah pengikat aspal akan terpisah dari agregat

fenomena ini disebut juga dengan kata debonding, debonding ini diakibatkan dari

beban lalu lintas, aspal dan agregat karakteristik, serta kondisi lingkungan. air

adalah mekanisme yang biasanya memfasilitasi debonding, karena air selalu ada

dalam bentuk apapun.

Beberapa metode telah digunakan untuk membatasi kemungkinan

pelepasan. Beberapa metode adalah:

1. Penambahan kapur atau semen portland dalam persentase kecil ke dalam

campuran.

2. Precoating agregat dengan aspal aspal beton sebelum produksi.

3. Pemilihan penambahan mineral alam.

4. Mencuci, membuang atau mencampur agregat.

5. Penambahan bahan kimia (anti-stripping agent).

2.4 Suhu Campuran Aspal

Suhu campuran aspal yang menjadi acuan di Laboraturium milik P.T.

Subur Brother yang digunakan dalam studi ini adalah:

• Suhu Aspal : 140°-150° C

• Suhu Agregat : 150°-170° C

• Suhu Campuran : 130°-150° C

Page 10: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

14

Gambar 2.7 Pencampuran Aspal

2.5 Metode Pengujian Laboratorium

Metode pengujian yang digunakan adalah metode Marshall.

Rancangan campuran bertujuan untuk mendapatkan resep campuran dari

material yang terdapat di lokasi sehingga dihasilkan campuran yang memenuhhi

spesifikasi campuran yang ditetapkan. Saat ini, metode rancangan campuran

yang paling banyak dipergunakan di Indonesia adalah metode rancangan

campuran berdasarkan pengujian empiris dengan mempergunakan alat Marshall.

Metode rancangan berdasarkan pengujian empiris terdiri dari 4 tahap yaitu:

1. Menguji sifat agregat dan aspal yang akan dipergunakan sebagai

bahan dasar campuran.

2. Rancangan campuran di laboratorium yang menghasilkan rumus

campuran rancangan.

3. Kalibrasi hasil rancangan campuran ke instalasi pencampur yang

akan digunakan.

Page 11: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

15

4. Berdasarkan hasil kedua tahap di atas, dilakukan percobaan produksi

di instalasi pencampur, dilanjutkan dengan penghamparan dan

pemadatan dari hasil campuran percobaan.

Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh

Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM maupun AASTHO

melalui beberapa modifikasi , yaitu ASTM D 1559-76, atau AASTHO T-

245-90. Prinsip dasar dari metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas

dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat

yang terbentuk.

Langkah-langkah rancangan campuran metode Marshall adalah:

a. Mempelajari spesifikasi gradasi agregat campuran yang diinginkan

dari spesifikasi campuran pekerjaan.

b. Merancang proporsi dari masing-masing fraksi agregat yang tersedia

untuk mendapatkan agregat campuran dengan gradasi sesuai butir.

c. Menentukan kadar aspal total dalam campuran.

d. Membuat benda uji atau briket beton aspal.

e. Melakukan penimbangan terhadap benda uji tersebut, dalam hal ini

ada 3 macam penimbangan, yaitu ditimbang: dalam keadaan kering,

dalam air, dalam keadaan basah (SSD).

f. Melakukan perendaman benda uji didalam waterbath dengan suhu

60°C selama 30 menit.

g. Melakukan uji Marshall untuk mendapatkan stabilitas dan kelelahan

(flow) benda uji.

Page 12: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

16

h. Menghitung parameter Marshall yaitu AV, VMA, VFA, Stabilitas

dan Flow sesuai dengan parameter yang ada pada spesifikasi

campuran.

i. Menggambarkan hubungan antara kadar aspal dan parameter

Marshall.

j. Menentukan nilai kadar aspal optimum dari hubungan antara kadar

aspal dan parameter Marshall.

k. Menghasilkan rumus rancangan campuran

Penggunaan aspal harus memperhatikan hal-hal berikut:

• Suhu saat aspal mulai menyala. Hal ini terkait dengan batas

pemanasan izin dengan tanpa menimbulkan bahaya kebakaran.

• Suhu pada saat aspal mulai meleleh. Hal ini terkait dengan proses

pencampuran, penghamparan dan pemadatan.

• Penetrasi aspal. Hal ini terkait dengan dengan lokasi penggunaan

aspal, jenis struktur.

• Kehilangan berat akibat pemanasan, hal ini terkait dengan

pencegahan kerapuhan aspal.

Kekerasan aspal dinyatakan dengan angka penetrasinya. Semakin

besar angka penetrasinya, maka tingkat kekerasannya makin rendah.

Sebagai bahan untuk campuran perkerasan, aspal harus mempunyai

kinerja, kekuatan dan keawetan yang memadai. Oleh karena itu, pemilihan

jenis aspal harus meninjau dari segi jenis, sifat dan maksud penggunaan

yang terkait dengan syarat teknis dan kondisi di lapangan.

Page 13: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

17

2.5.1 Parameter Perhitungan

Parameter yang digunakan dalam metode Marshall adalah :

• Air Void (Pa) dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil

antara partikel agregat terselimuti aspal. Rongga udara dihitung

dengan persamaan sebagai berikut:

( )

mm

mbmma

G

GG100)P(UdaraRongga%

−= .......................................... (2.1)

Gmm = Berat jenis maksimum campuran ( tidak ada rongga udara )

Gmb = Berat jenis curah campuran padat

• VMA, rongga dalam agregat mineral. Adalah rongga antar partikel

agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal

efektif, dinyatakan dalam persen volume total. VMA dihitung

berdasarkan Berat jenis agregat curah (bulk) dan dinyatakan dalam

persentase dari volume curah campuran padat. Jika komposisi

campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka

VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

−−=

Gsb

PG100VMA

smb...................................................................... (2.2)

Gmb = Berat jenis curah campuran padat

Ps = Agregat, persen berat total campuran

Gsb = Berat jenis curah agregat

• Kepadatan atau Density

( )

−+=

sbG/B100R/B

100Density ............................................................ (2.3)

Page 14: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

18

B = Kadar aspal ( % )

R = Berat jenis curah aspal

Gsb = Berat jenis curah agregat

• VFA adalah rongga udara terisi aspal, merupakan persentase rongga

antar agregat pertikel (VMA) yang terisi aspal. VFA, tidak termasuk

aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai

berikut:

( )

VMA

PVMA100VFA a−

= ......................................................................... (2.4)

Pa = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total

volume

VMA = Rongga dalam agregat mineral

• GMM adalah berat jenis maksimum dari campuran dengan perbedaan

kadar aspal. Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat

tertentu berat jenis maksimum GMM, untuk kadar aspal yang berbeda

diperlukan untuk menghitung persentase rongga udara masing-masing

kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat dihitung dengan persamaan

sebagai berikut:

EDA

AGMM

−+= ............................................................................... (2.5)

A = Berat benda uji di udara kering

D = Berat wadah berisi air pada suhu 25°C

E = Berat wadah berisi air dan beda uji pada suhu 25°C

Page 15: 6 Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lenturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00600-sp bab 2.pdf9 mengambil lapisan penutupnya terlebih dahulu baru kemudian diambil batubaranya. Tahapan

19

• Perkiraan kadar aspal rencana (Pb)

( ) ( ) ( ) tatankonsFF%18,0FA%045,0CA%035,0Pb +++= ........ (2.6)

Pb = Kadar aspal rencana awal

CA = Agregat kasar

FA = Agregat halus

FF = Bahan pengisi

Konstanta dengan nilai antara 0,5 – 1,0 untuk campuran Laston dan

2,0 – 3,0 untuk campuran lataston.