5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

22
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAKDosen Pengampu: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes Disusun Oleh : Nama: Sofyan Dwi Nugroho NIM : 16708251021 Prodi : Pendidikana IPA PRODI PENDIDIKAN SAINS PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017

Upload: sofyan-dwi-nugroho

Post on 22-Jan-2018

187 views

Category:

Education


27 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI

“PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK”

Dosen Pengampu: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes

Disusun Oleh :

Nama: Sofyan Dwi Nugroho

NIM : 16708251021

Prodi : Pendidikana IPA

PRODI PENDIDIKAN SAINS

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2017

Page 2: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

PERAMBATAN BUNYI MELALUI TULANG TENGKORAK

A. Landasan Teori :

Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang udara

kemudian gelombang mekanik ini diubah menjadi pulsa listrik dan diteruskan ke korteks

pendengaran melalui saraf pendengaran. Jadi, telinga berfungsi untuk mengubah

gelombang suara menjadi impuls yang kemudian akan dijalarkan ke pusat pendengaran

di otak. Walaupun mekanisme mendengar tidak dapat mencakup seluruh gelombang

bunyi, namun keterbatasan ini tidak merupakan hambatan bagi seseorang untuk dapat

menggapi berbagai macam bunyi yang berasal dari lingkungannya.

Campbell,dkk. (2004) menyatakan bahwa telinga dibagi dalam 3 bagian yaitu,

telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Gambar 5.1. telinga. Hubungan telinga tengah dengan pharinx melalui eustachii. Sumber: John.R Cameron dan James G.Skofronick (dalam Gabriel, Fisika Kedokteran, 1996, hal 82)

Keterangan gambar:

A = daun telinga G = syaraf pendengaran

B = saluran telinga H = round window

C = membran tympani I = tuba eustachi

D = tulang telinga: maleulus, incus, stapes J = pharinx

E = canalis semilunaris K = ruang telinga tengah

F = oval window

Telinga luar : terdiri dari daun telinga dan kanal telinga; batas telinga luar yaitu dari daun

telinga sampai dengan membarn tympani

Page 3: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

Telinga dalam : batas telinga tengah mulai dari membran tympani sampai dengan tuba

eustachii. Terdiri dari 3 tulang kecil yaitu os malleulus os incus os stapes.

Telinga dalam : berada di belakang tulang tengkorak kepala terdiri dari cochlea dan oval

window.

a) Telinga bagian luar

Berbagai binatang daun telinga berfungsi sebagai pengumpul energi bunyi dan

dikonsentrasikan pada membran tympani. Pada manusia hanya menangkap 6-8 dB,

sedangkan telinga gajah hanya berfungsi sebagai pelepas panas. Pada kanalis telinga

terdapat malam (wax) yang berfungsi sebagai peningkatan kepekaan terhadap frekuens i

suara 3000-4000 Hz, panjang kanalis 2,5 cm (λ/4 = 2,5 cm), λ = 10 cm. Membran

tympani tebalnya 0,1 mm, luasnya 65 mm2, mengalami vibrasi dan diteruskan ke telinga

bagian tengah yaitu tulang telinga (incus, malleulus dan stapes). Sarjana Van Bekesey

melakukan studi tentang vibrasi membran tympani pada telinga cadaver yang mati.

Kemudian melalui teknik fisika yang modern (mors bauer effect) diperoleh secara nyata

getaran dari membran tympani yaitu nilai ambang pendengaran pada 3000 Hz ≈ 10-9

cm. Nilai ambang pendengaran terendah yang dapat didengar ̴ 20 Hz dan pada 160 dB

membran tympani mengalami ruptur/pecah.

b) Telinga bagian tengah terdiri dari 3 buah tulang yaitu malleulus, incus, dan stapes.

Suara yang masuk itu 99,9% mengalami refleksi dan hanya 0,1% saja yang

ditransmisikan/diteruskan. Pada frekuensi kurang dari 400 Hz membran tympani

bersifat “per” sedangkan pada frekuensi 4000 Hz membran tympani akan menegang.

Telinga bagian tengah ini memegang peranan proteksi. Hal ini dimungkinkan oleh

karena adanya tuba eustachii yang mengatur tekanan di dalam telinga bagian tengahm,

di mana tuba eustachii mempunyai hubungan langsung dengan mulut. Pada beberapa

penyebab sehingga terjadi perbedaan tekanan antara telinga bagian tengah dan dunia

luar akan mengakibatkan penurunan sensitifitas tekanan (misalnya pada penderita

influensa); pada tekanan 60 mmHg yang mengalami membran tympani akan

mengakibatkan perasaan nyeri.

c) Telinga bagian dalam, bagian ini mengandung struktur spiral yang dikenal cochlea,

berisikan cairan. Ukuran cochlea sangat kecil berkisar 3 cm panjang, terdiri dari 3

ruangan yaitu: ruangan vestibular merupakan tempat berakhirnya oval window; ductus

Page 4: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

cochlearis dan ruangan tympani berhubungan dengan atap spiral. Pada cochlea terdapat

8000 konduktor yang berhubungan dengan otak melalui syaraf pendengaran.

Gambar 5.2. Sumber: John.R Cameron dan James G.Skofronick (dalam Gabriel, Fisika Kedokteran, 1996, hal 84)

stapes Tekanan suara oval window vertibular ruangan tympani

Gelombang bunyi yang masuk melalui oval window menghasilkan gelombang bunyi yang

beripple (bergerigi) mencapai membran basiler oada ductus cochlearis. Disini gelombang

tersebut diubah menjadi gelombang sinyal listrik dan diteruskan ke otak lewat syaraf

pendengaran. Apabila bunyi yang didengar 10.000 Hz, syaraf yang terdapat pada organ

corti tidak mengirim rangsangan 10.000 Hz ke otak melainkan mengirim rangsangan

secara seri ke otak yang berupa gelombang bunyi yang sinusoidal.

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan

mengenai membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini diteruskan

ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya, stapes

menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli.

Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan

membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga

foramen rotundum terdorong ke arah luar. Pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti

berkelok dan dengan terdorongnya membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus.

Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion

Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang nervus vestibulokoklear is.

Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui saraf

pusat yang ada di lobus temporalis (Tortora, 2009).

Page 5: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

Gangguan Pendengaran

Ada 3 macam gangguan pendengaran yaitu gangguan pendengaran karena konduksi (tuli

konduksi), gangguan pendengaran sensorineural, gangguan pendengaran campuran.

a) Gangguan pendegaran konduksi, dimana vibrasi suara tidak dapat mencapai telinga

bagain tengah. Tuli semacam ini sifatnya hanya sementara oleh karena adanyaa

malam/wax/serumen atau adanya cairan di dalam telinga tengah. Apabila tuli konduksi

tidak pulih kembali dapat menggunakan Hearing aid (alat pembantu pendengaran).

Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai

telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada

kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis,

fenestra rotunda, dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikas i)

biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan

pendengaran nervus vestibulokoklearis (N.VIII) (Lalwani, 2008). Gejala yang ditemui

pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:

1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga

sebelumnya.

2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan

perubahan posisi kepala.

3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).

4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut

(soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.

5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.

Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal telinga luar,

perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga

luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis

terdapat gangguan pada rantai tulang pendengaran (Lalwani, 2008).

b) Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural

Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui pada

gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:

1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan

penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang

dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara

yang lembut dari penderita gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya

otosklerosis.

Page 6: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam

suasana gaduh dibanding suasana sunyi.

3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-obat

ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya (Soetirto, 2001).

Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang

telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita

tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar

kata-kata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan) (Soetirto, 2001). Pada tes

garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber

ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang

(Soetirto, 2001).

c) Gangguan Pendengaran Jenis Campuran

Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif

dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran

jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih

lanjut menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan

pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran

(misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan

tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus

mengenai telinga tengah dan telinga dalam (Liston, 1997).

Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan

pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi

tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis

sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik

pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada

rendah maupun nada tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah

yang sehat Schwabach memendek (Bhargava, 2002).

Tes Pendengaran

Untuk mengetahui tuli konduksi atau tuli syaraf dapat dilakukan tes pendengaran dengan

mempergunakan:

a) Tes suara berbisik, telinga dapat mendengar suara berbisik dengan tone/nada rendah.

Misalnya suara konsonan, dan paralel: b, p, t, m, n pada jarak 5-10 m. Suara berbisik

dengan nada tinggi mislanya suara desis/sibiland s, z, ch, sh, shel pada jarak 20 m.

Page 7: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

b) Tes garputala, untuk mengetahui secara pasti apakah penderita tuli konduksi atau

persepsi, dapat mempergunakan garputala. Frekuensi garputala yang dipakai C128,

C1024, C2048. Ada tiga macam tes yang mempergunakan garputala yakni: tes Weber, tes

Rinne, dan tes Schwabach.

Tes Webber

Garputala C128, digetarkan kemudian diletakkan pada vertex dahi/puncak dahi verteks.

Pada penderita tuli konduktif (disebabkan wax atau

otitis media) akan terdengar terang/baik pada telinga

yang sakit. Misalnya telinga kanan yang terdengar

baik/terang disebut Weber lateralisasi ke kanan.

Gambar 5.3. Sumber: A.G. Likhachov,M.D. (dalam Gabriel, Fisika Kedokteran, 1996, hal 86)

Tes Rinne

tes ini membandingkan antara konduksi melalui

tulang tengkorak dan udara. Garputala digetarkan

(C128) kemudian diletakkan pada prosesus

mastoideus (di belakang telinga), setelah tidak

mendengar getaran lagi garputala dipindahkan di

depan liang telinga; tanyakan apakah masih

mendengarnya.

Gambar 5.4. Sumber: A.G. Likhachov,M.D. (dalam Gabriel, Fisika Kedokteran, 1996, hal 86)

Normal :

Konduksi melalui udara 85-90 detik. Konduksi melalui tulang 45 detik.

Tes Rinne positif (Rinne +) :

Pendengaran penderita baik juga pada penderita tuli persepsi (saraf)

Tes Rinne negatif (Rinne -)

Pada penderita tuli konduksi dimana jarak waktu konduksi tulang mungkin sama atau

bahkaan lebih panjang

Page 8: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

Tes Schwabach

Tes ini membandingkan jangka waktu konduksi tulang melalui verteks atau prosesus

mastuideus penderita dengan konduksi tulang si pemeriksa. Cara melakukan tes

Schwabach adalah garputala digetarkan, tangkai garputala diletakkan pada prosesus

mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan

pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa

masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat

mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada

prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila penderita masih dapat mendengar bunyi

disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama

mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa (Liston, 1997). Pada tuli

konduksi, konduksi tulang penderita lebih panjang daripada sipemeriksa. Pada tuli

saraf/persepsi konduksi tulang sangat pendek.

B. Tujuan Praktikum

B.1 Tujuan kegiatan :

a) Memahami perambatan bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan

garpu tala.

b) Menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang

tengkorak dengan menggunakan garpu tala.

B.2 Kompetensi khusus :

a) Mahasiswa dapat menerangkan mekanisme perambatan bunyi melalui tulang

tengkorak dengan menggunakan garpu tala.

b) Mahasiswa dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perambatan

bunyi melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala.

C. Metode Praktikum

C.1 Jenis kegiatan : Observasi

C.2 Objek pengamatan : -

C.3 Bahan dan Alat :

Untuk melakukan kegiatan ini, praktikan menggunakan alat berupa

a) Garpu tala 426 Hz

Page 9: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

b) Arloji/jam tangan

c) Mistar

d) Stopwatch

D. Prosedur Percobaan :

a) Salah satu praktikan 1 menutup telingahn kanan dengan kapas dan kedua mata

dipejamkan.

b) Penguji (praktikan 2) memasang jam tangan di dekat telingan kiri praktikan 1.

Perlahan-lahan jam tangan dijauhkan sampai praktikan 1 tidak mendengar lagi suara

arloji. Mengukur dan mencatat jarak antara arloji dengan telinga kiri praktikan 1.

Kemudian perlahan-lahan arloji di dekatkan lagi sampai praktikan 1 mendengar lagi

suaranya. Mengukur dan mencatat jarak antara arloji dengan telinga kiri praktikan 1.

Mengulangi percobaan di atas sampai 5 kali.

c) Melakukan cara yang sama pada pada praktikan yang sama tetapi yang ditutup telinga

kanan (telinga kiri disumbat dengan kapas), mencatat hasil yang diperoleh pada lembar

kerja.

Pecobaan Rinne

Ketajaman pendengaran dengan garpu tala

a) Menggetarkan garpu tala dan meletakkan di puncak kepala. Mula-mula praktikan 1

mendengar suara garpu tala tersebut keras dan makin lama suara garpu tala tersebut

terdengar semakin lemah dan akhirnya tidak terdengar. Mencatat waktu antara

mendengar sampai tidak mendengar suara lagi.

b) Pada saat praktikan 1 tidak mendengar suara tersebut, dengan segera praktikan 2

memindahkan garpu tala ke dekat atau lubang telinga kanan. Dengan pemindahan

Page 10: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

letak itu, maka praktikan 1 mendengar suara garputala lagi. Mencatat waktu antara

praktikan 1 mendengar sampai tidak mendengar lagi di dekat atau di depan lubang

telingan kanan.

c) Mengulangi percobaan tersebut sampai lima kali dan mencatat hasilnya pada lembar

kerja.

d) Melakukan percobaan tersebut untuk telingan kiri dan juga mengulangi

percobaanya sebanyak lima kali. Mencatat frekuensi garpu tala yang dipakai dan

hasil percobaan pada lembar kerja.

e) Membandingkan hasil yang diperoleh antara telingan kanan dan kiri.

Percobaan Weber

a) Praktikan 2 meletakkan pangkal garpu tala yang sudah pangkal garpu tala yang sudah

digetarkan di puncak kepala praktikan 1.

b) Praktikan 1 menutup salah satu lubang telinga luarnya.

c) Praktikan 2 menanyakan kepada praktikan 1 pada telinga mana suara garpu tala

tersebut terdengar lebih keras. Jika ternyata pada telinga yang ditutup suara garpu tala

terdengar lebih keras daripada telinga yangg terbuka maka dikatakan ada lateralisasi.

d) Melakukan percobaan sejenis pada telinga lainnya.

e) Membandingkan hasil yang diperoleh untuk kedua telinga

f) Mengambil kesimpulan dari hasil percobaan tersebut, apakah seseorang tersebut tuli

atau tidak.

E. Hasil Percobaan :

Tabel 1 Hasil Pengamatan Prosedur Kerja C.4

No Uswatun Hasanah

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 46 cm 46 cm 60 cm 60 cm

2. 46 cm 45 cm 62 cm 62 cm

3. 47 cm 46 cm 63 cm 61 cm

4. 48 cm 43 cm 66 cm 62 cm

5. 45 cm 43 cm 65 cm 63 cm Rata-

rata 46,8 cm 44,6 cm 63,2 cm 61,6 cm

No Gustin W

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 50 cm 45 cm 65 cm 60 cm

2. 51 cm 46 cm 66 cm 60 cm

Page 11: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

3. 52 cm 47 cm 65 cm 61 cm

4. 50 cm 45 cm 63 cm 60 cm

5. 51 cm 46 cm 65 cm 62 cm Rata-

rata 50,8 cm 45,8 cm 63,2 cm 60,6 cm

No Sofyan Dwi N

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 65 cm 65 cm 80 cm 78 cm

2. 62 cm 62 cm 83 cm 78 cm

3. 63 cm 62 cm 80 cm 77 cm

4. 66 cm 65 cm 82 cm 76 cm

5. 65 cm 63 cm 83 cm 77 cm Rata-

rata 64,2 cm 63 cm 81,6 cm 77,2 cm

No Jumriani

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 81 cm 100 cm 95 cm 101 cm

2. 86 cm 105 cm 90 cm 100 cm

3. 89 cm 109 cm 98 cm 107 cm

4. 85 cm 101 cm 96 cm 103 cm

5. 84 cm 104 cm 102 cm 104 cm Rata-

rata 85 cm 103,9 cm cm cm

No Lady Wahyu

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 38 cm 34 cm 36 cm 33 cm

2. 40 cm 33 cm 38 cm 34 cm

3. 38 cm 34 cm 38 cm 33 cm

4. 36 cm 32 cm 35 cm 32 cm

5. 34 cm 30 cm 33 cm 31 cm Rata-

rata 37,2 cm 32,6 cm 36 cm 32,6 cm

No Wulan Ambar

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 36 cm 30 cm 34 cm 34 cm

2. 32 cm 30 cm 33 cm 33 cm

3. 32 cm 33 cm 34 cm 32 cm

4. 36 cm 32 cm 31 cm 31 cm

5. 34 cm 31 cm 31 cm 31 cm Rata-

rata 34 cm 31,2 cm 32,6 cm 32,2 cm

Page 12: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

No Anis Setyawati

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 37 cm 33 cm 35 cm 32 cm

2. 36 cm 34 cm 33 cm 31 cm

3. 35 cm 32 cm 36 cm 33 cm

4. 38 cm 31 cm 37 cm 31 cm

5. 37 cm 32 cm 36 cm 32 cm Rata-

rata 36,6 cm 32,4 cm 35,4 cm 31,8 cm

No Yustina Novi

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 34 cm 30 cm 34 cm 33 cm

2. 33 cm 32 cm 33 cm 32 cm

3. 34 cm 33 cm 33 cm 31 cm

4. 32 cm 30 cm 31 cm 30 cm

5. 32 cm 30 cm 31 cm 29 cm Rata-

rata 33 cm 31 cm 32,4 cm 31 cm

No Clara Sri Wahyuni

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 31 cm 30 cm 34 cm 32 cm

2. 30 cm 26 cm 36 cm 34 cm

3. 33 cm 32 cm 34 cm 32 cm

4. 32 cm 30 cm 34 cm 31 cm

5. 33 cm 31 cm 35 cm 32 cm Rata-

rata 31,8 cm 30 cm 34,6 cm 32,2 cm

No Erwin Fertina

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 91 cm 89 cm 130 cm 108 cm

2. 96 cm 92 cm 135 cm 111 cm

3. 92 cm 90 cm 132 cm 109 cm

4. 89 cm 87 cm 128 cm 103 cm

5. 93 cm 95 cm 137 cm 115 cm Rata-

rata 92,2 cm 90,6 cm 132,4 cm 109 cm

No Eka Adyanto

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 117 cm 101 cm 84 cm 81 cm

2. 115 cm 98 cm 87 cm 83 cm

Page 13: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

3. 119 cm 104 cm 81 cm 70 cm

4. 121 cm 107 cm 82 cm 81 cm

5. 118 cm 102 cm 88 cm 85 cm Rata-

rata 118 cm 102,4 cm 83,8 cm 80 cm

No Eko Budi Lestari

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 24 cm 10 cm 14 cm 10 cm

2. 41 cm 22 cm 17 cm 15 cm

3. 30 cm 22 cm 22 cm 13 cm

4. 42 cm 21 cm 18 cm 12 cm

5. 24 cm 15 cm 18 cm 11,5 cm Rata-

rata cm cm cm cm

No Eka Rachma

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 18 cm 15 cm 17,1cm 17 cm

2. 16 cm 14 cm 16,1 cm 16,1 cm

3. 16 cm 15 cm 16,1 cm 16,1 cm

4. 17 cm 16 cm 15,1 cm 15,1 cm

5. 17 cm 17 cm 17,1 cm 17,1 cm Rata-

rata 16,8 cm 15,4 cm 16,3 cm 16,3 cm

No Prima Siti Nur

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 13 cm 7 cm 6,5 cm 3,5 cm

2. 7 cm 6 cm 6 cm 1 cm

3. 7,5 cm 6 cm 4 cm 2,5 cm

4. 8 cm 10 cm 4 cm 1 cm

5. 11,3 cm 9,3 cm 6 cm 1 cm Rata-

rata cm cm cm cm

No Cicilia Agustin

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 4,5 cm 2 cm 6 cm 3 cm

2. 5 cm 5 cm 6 cm 2,5 cm

3. 5 cm 1 cm 6 cm 3 cm

4. 4,5 cm 4 cm 6,5 cm 4 cm

5. 3 cm 2 cm 7 cm 3 cm Rata-

rata cm cm cm cm

Page 14: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

No Luh Mitha Priyanka

Telinga Kanan (ditutup) Telinga Kiri (ditutup)

Tidak terdengar Terdengar Tidak Terdengar Terdengar

1. 18 cm 17 cm 16,5 cm 16,5 cm

2. 16 cm 16 cm 16,5 cm 16,5 cm

3. 16 cm 16 cm 15,8 cm 15,8 cm

4. 17 cm 17 cm 15,8 cm 15,8 cm

5. 17 cm 17 cm 15,3 cm 15,8 cm Rata-

rata 16,8 cm 16,6 cm 16 cm 16,1 cm

Tabel 2 Hasil Percobaan dengan metode Rinne

No

Uswatun

Garpu Tala (426 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 2,5 sekon 6,80 sekon 2,5 sekon 6,90 sekon

2. 2,4 sekon 6,93 sekon 2,4 sekon 7,00 sekon

3. 2,3 sekon 6,35 sekon 2,4 sekon 7,00 sekon

4. 2,2 sekon 6,91 sekon 2,4 sekon 7,10 sekon

5. 2,3 sekon 6,80 sekon 2,3 sekon 6,90 sekon Rata-rata 2,3 sekon 6,78 sekon 2,4 sekon 7,00 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : +

No

Gustin W

Garpu Tala (426 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 3,0 sekon 6,90 sekon 3,0 sekon 6,98 sekon

2. 2,2 sekon 6,83 sekon 3,3 sekon 7,10 sekon

3. 2,6 sekon 6,36 sekon 2,8 sekon 6,50 sekon

4. 2,3 sekon 6,71 sekon 2,7 sekon 6,80 sekon

5. 2,5 sekon 6,80 sekon 3,1 sekon 6,90 sekon Rerata 2,5 sekon 6,75 sekon 3,0 sekon 6,85 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : +

No

Sofyan Dwi N

Garpu Tala (426 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 3,0 sekon 7,10 sekon 3,1 sekon 10,00 sekon

2. 2,3 sekon 7,15 sekon 3,08 sekon 9,10 sekon

3. 2,4 sekon 7,20 sekon 3,10 sekon 9,48 sekon

4. 2,6 sekon 7,30 sekon 2,6 sekon 9,51 sekon

5. 2,5 sekon 7,40 sekon 3,1 sekon 9,60 sekon Rerata 2,5 sekon 7,23 sekon 3,0 sekon 9,50 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : +

Page 15: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

No

Jumriani

Garpu Tala (512 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 6,42 sekon 4,19 sekon 4,44 sekon 5,42 sekon

2. 6,79 sekon 4,36 sekon 4,32 sekon 5,02 sekon

3. 6,96 sekon 4,81 sekon 4,98 sekon 5,63 sekon

4. 6,53 sekon 5,02 sekon 4,11 sekon 5,34 sekon

5. 6,21 sekon 4,21 sekon 4,53 sekon 5,76 sekon Rerata 6,54 sekon 4,55 sekon 4,45 sekon 5,30 sekon

Kesimpulan Rinne : - Rinne : +

No

Lady Wahyu

Garpu Tala (426 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 2,5 sekon 4,8 sekon 2,7 sekon 4,7 sekon

2. 2,7 sekon 4,9 sekon 2,9 sekon 4,8 sekon

3. 2,7 sekon 4,6 sekon 2,6 sekon 4,6 sekon

4. 2,8 sekon 4,8 sekon 2,8 sekon 4,5 sekon

5. 2,7 sekon 4,7 sekon 2,7 sekon 4,7 sekon Rerata 2,7 sekon 4,72 sekon 2,75 sekon 4,65 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : +

No

Wulan Ambar

Garpu Tala (426 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 2,7 sekon 5 sekon 2,8 sekon 4,4 sekon

2. 3 sekon 4,9 sekon 2,9 sekon 4,6 sekon

3. 2,8 sekon 4,8 sekon 3 sekon 4,8 sekon

4. 2,9 sekon 4,7 sekon 2,7 sekon 4,6 sekon

5. 2,7 sekon 4,9 sekon 2,8 sekon 4,5 sekon Rerata 2,7 sekon 4,87 sekon 2,85 sekon 4,60 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : +

No

Anis Setyawati

Garpu Tala (426 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 2,8 sekon 4,8 sekon 2,7 sekon 4,8 sekon

2. 2,9 sekon 4,6 sekon 2,8 sekon 4,6 sekon

3. 2,7 sekon 4,9 sekon 2,7 sekon 4,7 sekon

4. 2,7 sekon 4,7 sekon 2,8 sekon 4,5 sekon

5. 2,8 sekon 4,8 sekon 2,9 sekon 4,6 sekon Rerata 2,8 sekon 4,7 sekon 2,8 sekon 4,7 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : +

Page 16: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

No

Yustina Novi K

Garpu Tala (426 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 2,6 sekon 4,8 sekon 2,9 sekon 4,6 sekon

2. 2,9 sekon 4,9 sekon 2,8 sekon 4,6 sekon

3. 2,9 sekon 4,8 sekon 2,8 sekon 4,6 sekon

4. 2,6 sekon 4,6 sekon 2,6 sekon 4,4 sekon

5. 2,8 sekon 4,6 sekon 2,6 sekon 4,2 sekon Rerata 2,75 sekon 4,7 sekon 2,75 sekon 4,45 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : +

No

Clara Sri Wahyuni

Garpu Tala (426 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 2,6 sekon 4,9 sekon 2,6 sekon 4,8 sekon

2. 2,7 sekon 5 sekon 2,5 sekon 4,6 sekon

3. 2,7 sekon 4,8 sekon 2,7 sekon 4,8 sekon

4. 2,8 sekon 4,9 sekon 2,6 sekon 4,9 sekon

5. 2,7 sekon 5 sekon 2,7 sekon 4,9 sekon Rerata 2,7 sekon 4,9 sekon 2,6 sekon 4,70 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : +

No

Erwin Fertina

Garpu Tala (512 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 7,05 sekon 9,03 sekon 7,88 sekon 3,50 sekon

2. 7,12 sekon 9,12 sekon 7,91 sekon 4,02 sekon

3. 7,29 sekon 9,23 sekon 7,90 sekon 3,72 sekon

4. 7,02 sekon 9,01 sekon 7,82 sekon 3,64 sekon

5. 7,18 sekon 8,73 sekon 7,93 sekon 4,05 sekon Rerata 7,15 sekon 9,13 sekon 7,90 sekon 3,90 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : -

No

Eka Adyanto

Garpu Tala (512 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 6,74 sekon 7,12 sekon 7,45 sekon 8,25 sekon

2. 6,52 sekon 7,03 sekon 7,82 sekon 8,46 sekon

3. 6,89 sekon 7,35 sekon 7,61 sekon 8,37 sekon

4. 6,91 sekon 7,06 sekon 7,65 sekon 8,51 sekon

5. 7,12 sekon 7,74 sekon 7,90 sekon 8,49 sekon Rerata 6,85 sekon 7,23 sekon 7,70 sekon 8,50 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : +

Page 17: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

No

Eko Budi L

Garpu Tala (266 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 10 sekon 10 sekon 8 sekon 7 sekon

2. 9 sekon 8 sekon 8 sekon 5 sekon

3. 7 sekon 7 sekon 9 sekon 8 sekon

4. 6 sekon 5 sekon 7 sekon 7 sekon

5. 5 sekon 5 sekon 7 sekon 6 sekon Rerata 7,4 sekon 7 sekon 7,8 sekon 6,6 sekon

Kesimpulan Rinne : - Rinne : -

No

Eka Rachma

Garpu Tala (426 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 3 sekon 5,67 sekon 2,5 sekon 5,56 sekon

2. 2,5 sekon 6,49 sekon 2 sekon 3,56 sekon

3. 2 sekon 4,90 sekon 2,5 sekon 3,32 sekon

4. 3 sekon 4,49 sekon 3,5 sekon 2,67 sekon

5. 2 sekon 5,03 sekon 3,5 sekon 3,07 sekon Rerata 2,5 sekon 7,23 sekon 3,0 sekon 9,50 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : +

No

Prima Siti

Garpu Tala (264 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 5 sekon 4 sekon 5 sekon 3 sekon

2. 5 sekon 4 sekon 6 sekon 5 sekon

3. 5 sekon 5 sekon 6 sekon 3 sekon

4. 7 sekon 3 sekon 5 sekon 3 sekon

5. 5 sekon 4 sekon 5 sekon 5 sekon Rerata 5,4 sekon 4 sekon 5,4 sekon 3,8 sekon

Kesimpulan Rinne : - Rinne : -

No

Cicilia Agustin

Garpu Tala (288 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 10 sekon 10 sekon 8 sekon 7 sekon

2. 9 sekon 8 sekon 8 sekon 5 sekon

3. 7 sekon 7 sekon 9 sekon 8 sekon

4. 6 sekon 5 sekon 7 sekon 7 sekon

5. 5 sekon 5 sekon 7 sekon 6 sekon Rerata 7,4 sekon 7 sekon 7,4 sekon 6,6 sekon

Kesimpulan Rinne : - Rinne : -

Page 18: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

No

Luh Mitha P

Garpu Tala (426 Hz)

Kepala Telinga Kanan Kepala Telinga Kiri

1. 3 sekon 5,11sekon 2,5 sekon 5,59 sekon

2. 2 sekon 5,93sekon 4 sekon 5,74 sekon

3. 2,5 sekon 5,36 sekon 3 sekon 5,87 sekon

4. 2,5 sekon 5,07 sekon 2,5 sekon 5,53 sekon

5. 2,5 sekon 5,59 sekon 3 sekon 5,05 sekon Rerata 2,5 sekon 5,60 sekon 3,0 sekon 5,53 sekon

Kesimpulan Rinne : + Rinne : +

Tabel 3 Hasil Percobaan dengan metode Weber

Nama Probandus Hasil Percobaan

Uswatun H Suara terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup

Gustin W Suara terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup

Sofyan Dwi N Suara terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup

Jumriani Suara terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup

Lady Wahyu Suara terdengar lebih keras daripada telinga yang ditutup

Wulan Ambar Suara terdengar lebih keras daripada telinga yang ditutup

Anis Setyawati Suara terdengar lebih keras daripada telinga yang ditutup

Yustina Novi Suara terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup

Clara Sri Wahyuni Suara terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup

Erwin Fertina Suara terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup

Eka Adyanto Suara terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup

Eko Budi Lestari Suara terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup

Eka Rachma Suara terdengar lebih keras pada telinga yang tidak ditutup,

namun suara terdengar lebih lama pada telinga yang ditutup

Prima Siti Nur Suara terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup

Cicilia Agustin Suara terdengar lebih keras pada telinga yang ditutup

Luh Mitha P Suara terdengar lebih keras pada telinga yang tidak ditutup,

namun suara terdengar lebih lama pada telinga yang ditutup

F. Pembahasan

Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk memahami perambatan bunyi

melalui tulang tengkorak dengan menggunakan garpu tala, serta mengetahui faktor -

faktor yang mempengaruhi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak. Pengujian

dilakukan dengan 2 macam tes; yaitu tes Rinne dan tes Weber. Sebelum dilakukan tes

Page 19: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

tersebut probandus diuji kepekaan telinganya dengan diberikan tes bisik menggunakan

suara detak jam tangan atau arloji. Pengujian dilakukan dengan mencatat jarak ketika

arloji tidak terdengar saat dijauhkan perlahan dari telinga, dan jarak ketika suara arloji

terdengar kembali ketikda didekatkan ke telinga. Pengujian tersebut dilakukan

bergantian pada telinga kanan maupun kiri. Semakin jauh jarak yang tercatat

menunjukkan tingkat kepekaan telinga. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa

tingkat kepekaan yang paling tinggi dan paling rendah pada telinga kanan berturut-turut

adalah probandus Eka A dan Cicilia A. Sedangkan tingkat kepekaan yang paling tinggi

pada telinga kiri adalah probandus Eka A dan tingkat kepekaan paling rendah pada

telinga kiri pada probandus Prima Siti.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tingkat kepekaan telinga tersebut antara

lain human error dari praktikan, kondisi lingkungan yang kurang hening sehingga

meng-intervensi suara arloji yang didengar, atau juga dimungkinkan karena memang

adanya gangguan pendengaran. Ada dua macam gangguan hilang pendengaran yaitu

karena tuli konduksi atau karena tuli syaraf/sensoriurneal. Untuk mengetahui tuli

konduksi atau tuli syaraf dilakukan tes pendengaran Rinne dan Weber.

Cara melakukan tes Rinne adalah penala digetarkan, tangkainya diletakkan di

prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar penala dipegang di depan teling kira-kira

2 ½ cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne

negatif (Guyton, 2007). Berdasarkan tabel 2 Tes Rinne diketahui bahwa dari 16

probandus, 12 individu Rinne (+) dan 4 individu Rinne (-) pada telinga kanan.

Sedangkan pada telinga kiri terdapat 12 individu Rinne (+) dan 4 individu Rinne (-).

Pada penderita Rinne (-) ditandai dengan adanya tuli konduksi dimana jarak waktu

konduksi tulang mungkin sama atau lebih panjang. Sedangkan penderita Rinne (+)

pendengaran penderita baik juga pada penderita tuli persepsi (syaraf).

Sedangkan cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan tangkai

garputala diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, dan di

dagu). Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut

Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah teling mana

bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi (Liston, 1997).

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa dari 16 probandus semua

individu mengalami lateralisasi yang ditandai dengan suara garputala terdengar lebih

keras pada telinga yang di tutup daripada telinga yang terbuka berdasarkan tes Weber.

Page 20: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

Untuk percobaan Rinne, semua mahasiswa waktu mendengar bunyi garputala lewat

konduksi udara lebih lama dibandingkan dengan konduksi lewat tulang. Serta untuk

percobaan Weber semua mahasiswa menyatakan bahwa untuk telinga yang ditutup

suara yang didengar jauh lebih keras dibandingkan dengan telinga yang terbuka. Ha l

ini dikarenakan tidak semua gelombang suara yang masuk ke dalam telinga akan

ditransmisikan, sebagian di pantulkan kembali, sehingga ketika telinga ditutup maka

suara yang dipantulkan akan kembali masuk ke dalam telinga mengakibatkan suara

yang didengan lebih keras.

Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa kemampuan mendengar setiap

individu berbeda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh faktor internal maupun faktor

eksternal. Faktor internal dapat berupa kerusakan pada organ pendengaran pada telin ga

ataupun faktor usia dan faktor eksternal dapat berupa banyaknya sumber bunyi yang

masuk ke telinga sehingga sumber suara yang ingin kita dengar tidak maksimal dapat

didengar. Pada percobaan ini kesulitan yang dirasakan adalah praktikan sulit

mengambil data secara akurat karena data pada kegiatan ini akan lebih akurat apabila

dilakukan pada ruangan yang kedap suara, sedangkan ruangan tempat yang dipakai oleh

praktikan sangat banya faktor eksternal (ribut/banyak suara lain) yang mepengaruhi

percobaan.

G. Kesimpulan :

a) Kemampuan individu mendengar suatu sumber bunyi yang menjauh akan kebih lama

didengar (jarak bunyi yang dapat didengar lebih jauh) dibandingkan dengan sumber

bunyi yang mendekat (jarak yang dapat didengar lebih pendek).

b) Percobaan Rinne dikatakan positif apabila suatu sumber bunyi dekat didengar dengan

telinga dan hal tersebut akan menyebabkan suara terdengar jelas dan dapat didengar

dalam waktu yang lama. Sebaliknya dikatakan negatif apabila sumber suaranya jauh

dan hanya sebentar saja dapat didengar oleh telinga.

c) Banyaknya suara yang masuk secara bersamaan pada telinga menyebabkan interpretas i

terhadap bunyi tidak jelas. Sehingga bunyi akan lebih dapat didengar apabila telinga

ditutup. Hal ini disebabkan suara tersebut merambat langsung melalui tulang

tengkorak.

Page 21: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak

H. Daftar Pustaka

Campbell, Neil A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. 2000. Biologi, Edisi Kelima-Jilid 3.

(Terjemahan Wasmen Manalu). Jakarta: Erlangga. Djukri dan Heru N. 2015. Petunjuk Praktikum Biologi Lanjut. Yogyakarta: PPs UNY.

Gabriel. (1996). Fisika Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 2007. The Sense of Hearing Dalam: Textbook of Medical Physiology. 11th ed. India: Saunders Elsevier: 651-662.

Guyton,A.C & Hall, J.E., 1997. Human Phsygology and Mechanism od Diases .

Philadelphia: Elsevier Sauders.

Lalwani, A.K., 2008. Disoreders of Smell, Taste and Hearing Dalam: Harrison’s

Principle of Internal Medicine. 17th ed. US: Mc Graw Hill: 199-204. Liston, S.L., dan Duvall, A.J., Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam: Adams,

G.L., Boie, Jr., dan Highler, P.A., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Syaifuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:

Salemba Medika.

Tortora, G.J., dan Derrickson, B.H., 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed.

Asia: John Wiley and Sons, Inc: 620-628.

Page 22: 5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak