4 ikonografi edi sedyawati - konservasiborobudur.orgkonservasiborobudur.org/download/buku/trilogi 1...

10
Ikonografi Barabudur IKONOGRAFI BARABUDUR Oleh : Edi Sedyawati Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Y 55 Yang selalu disebut sebagai “Candi Barabudur” dan J.G. de Casparis, telah diidentifikasikan itu mungkin tidak dapat disebut “candi” dalam fakta-fakta penting berkenaan dengan struktur arti 'suatu bangunan suci tempat Candi Barabudur ini. Dapat disebutkan antara menyemayamkan dewa pujaan dalam bentuk arca' di dalam suatu ruangan inti pusat candi yang dikenal pula dengan istilah garbhagrĕha. Oleh karena itulah sejumlah pembahas Barabudur lebih banyak menyebutnya “stūpa”, karena memang bangunan puncaknya berbentuk stupa dalam arti struktur berbentuk genta, meski di dalamnya tidak terdapat relik Sang Buddha seperti yang biasanya ada di dalam stupa-stupa yang umum dikenal, khususnya yang terdapat di India bagian utara dan beberapa tempat lain yang mempunyai riwayat khusus berkenaan dengan penyimpanan relik Sang Buddha. Dalam sejumlah kajian rintisan terdahulu, khususnya oleh N.J. Krom, A.J. Bernet Kempers, PENGANTAR Stupa dan Buddha pada Candi Borobudur

Upload: danganh

Post on 10-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Ikonografi Barabudur

IKONOGRAFI BARABUDUR

Oleh :Edi Sedyawati

Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Indonesia

Y

55

Yang selalu disebut sebagai “Candi Barabudur” dan J.G. de Casparis, telah diidentifikasikan

itu mungkin tidak dapat disebut “candi” dalam fakta-fakta penting berkenaan dengan struktur

a r t i ' s u a t u b a n g u n a n s u c i t e m p a t Candi Barabudur ini. Dapat disebutkan antara

menyemayamkan dewa pujaan dalam bentuk

arca' di dalam suatu ruangan inti pusat candi

yang dikenal pula dengan istilah garbhagrĕha.

Oleh karena itulah sejumlah pembahas

Barabudur lebih banyak menyebutnya “stūpa”,

karena memang bangunan puncaknya

berbentuk stupa dalam arti struktur berbentuk

genta, meski di dalamnya tidak terdapat relik

Sang Buddha seperti yang biasanya ada di

dalam stupa-stupa yang umum dikenal,

khususnya yang terdapat di India bagian utara

dan beberapa tempat lain yang mempunyai

r i w a y a t k h u s u s b e r k e n a a n d e n g a n

penyimpanan relik Sang Buddha.

Dalam sejumlah kajian rintisan terdahulu,

khususnya oleh N.J. Krom, A.J. Bernet Kempers,

PENGANTAR

Stupa dan Buddha pada Candi Borobudur

lain bahwa bangunan ini adalah suatu struktur sepuluh dalam perjalanan spiritual seorang

gabungan dari “punden berundak” (dengan bodhisattwa. Sebelum kajian J.G. de Casparis

denah segi-empat berpenampil-penampil), yang menyimpulkan tentang adanya sepuluh

susunan tiga tingkatan di atasnya yang “tingkatan bodhisattwa” itu, sarjana lain, yaitu

berdenah bundar, dan stupa pusat di tataran N.J. Krom 'menemukan' adanya tiga 'tingkatan'

teratas, yang tentunya berdenah bulat pula. atau 'kawasan spiritual' pada Candi Barabudur

Keseluruhan 'tingkatan' bangunan Candi ini, yaitu dari bawah: kāmadhātu, rūpadhātu,

Barabudur ini, dari bawah ke atas, terdiri dari dan arūpadhātu, yang artinya kurang lebih

enam yang berdenah segi-empat berpenampil berturut-turut: 'kawasan' nafsu, 'kawasan'

itu, dan di atasnya terdapat empat tingkatan keterikatan pada wujud-wujud, dan 'kawasan'

yang berdenah bulat. Kesepuluh tingkatan itulah kebebasan dari keterikatan wujud-wujud.

yang oleh J.G. de Casparis diinterpretasikan Tataran pertama, yaitu yang terbawah berupa

sebagai daśabodhisat twabhūmi, yai tu apa yang dalam literatur kepurbakalaan disebut

tingkatan-tingkatan pencapaian berjumlah sebagai “kaki tertutup” karena rangkaian relief

yang tercantum pada sekeliling dinding luarnya

dahulu, sekarang tertutup oleh kaki tambahan

yang tentunya dibubuhkan kemudian setelah

rangkaian relief tersebut selesai terpahat.

Tataran kedua berupa sejumlah tingkatan yang

berdenah segi-empat yang dibubuhi oleh

rangkaian-rangkaian relief, sedangkan tataran

tertinggi berdenah bulat dengan deretan stupa-

stupa, tanpa dibubuhi relief apapun. Adapun

mengenai kaki terbawah, yang dikenal sebagai

“kaki tertutup” itu, ada dua kemungkinan

penjelasannya, sebagaimana telah dibahas oleh

para peneliti terdahulu, yaitu: (1) karena alasan

teknis untuk memperkuat 'duduk'-nya bagian

bangunan di atasnya; dan (2) untuk membuat

rangkaian relief yang terpahat pada permukaan

Ikonografi Barabudur56

Tiga tingkatan pada Candi Borobudur

tingkatan itu tidak perlu dilihat sembarang orang duduk dalam sikap wajrāsana, yaitu bersila

karena adegan-adegannya yang banyak dengan tungkai bawah saling disilangkan. Arca-

menggambarkan perbuatan-perbuatan tercela arca tersebut diletakkan di relung-relung yang

(disertai adegan tentang akibat-akibat menghadap keluar pada dinding pagar langkan

buruknya), di samping juga adegan-adegan dari lantai atau tingkatan nomor 2, 3, 4, 5, dan 6,

perbuatan baik yang membuahkan ganjaran yaitu pada tingkatan-tingkatan yang denahnya

baik pula. segi-empat berpenampil itu. Dilihat dari arah

Susunan bangunan bauddha seperti hadapnya, relung-relung ini menghadap ke arah

“Candi Barabudur” ini tak ada duanya dalam empat mata-angin utama, yaitu: timur, selatan,

khasanah arsitektur di dunia ini. Paparan berikut barat, dan utara. Adapun arca-arca yang

ini akan terpusat pada aspek ke-arca-an dari diletakkan di dalam relung-relung itu, khususnya

bangunan suci ini. yang ada pada tingkatan 2, 3, 4, dan 5,

disesuaikan dengan posisi arah mata angin para

IKON DALAM KONSTRUKSI TATARUANG Dhyāni-Buddha itu di dalam mandala, yang

CANDI BARABUDUR masing-masing ditandai oleh sikap tangan, atau

mudra yang khusus. Dengan demikian dapat

Seperti telah banyak diutarakan dalam dilihat bahwa semua arca Dhyāni-Buddha yang

berbagai publikasi Candi Barabudur ini dihiasi menghadap ke arah timur ditandai oleh sikap

dengan karya-karya seni rupa yang berupa arca- tangan bhūmisparśamudrā, dan dengan itu ia

arca tiga dimensi maupun relief-relief, yaitu dikenali sebagai Akshobhya; yang menghadap

pahatan timbul. Arca-arca Buddha duduk bersila ke selatan bersikap tangan waramudrā untuk

dengan sikap tangan yang berbeda-beda menandakan Ra tnasambhawa ; yang

diletakkan pada dua macam posisi keruangan, menghadap ke barat bersikap tangan

kesemuanya berkaitan dengan tata letak para dhyānamudrā yang sesuai untuk Amitabha;

Dhyāni-Buddha di dalam mandala (skema sedangkan semua yang menghadap ke arah

perlambangan kosmos, dimana di dalamnya utara ditandai sikap tangan abhayamudrā,

pada umumnya ditempatkan tokoh-tokoh menandai Dhyāni-buddha Amoghapaśa.

kedewataan sesuai dengan tingkatan atau Namun, dengan simakan yang lebih teliti,

kedudukan masing-masing). Golongan pertama ternyata bahwa relung-relung berisi arca itu

adalah arca-arca Dhyāni-Buddha dalam posisi yang ada pada tingkatan ke-6 mempunyai

Ikonografi Barabudur 57

Dhyāni-Buddha yang menghadap ke arah timur dengan sikap tangan bhūmisparśamudrā

Dhyāni-Buddha yang menghadap ke arah selatan dengan sikap tangan waramudrā

keistimewaan. Arca-arca yang terdapat di dalam sedangkan tangan kiri yang diletakkan di atas

relung-relungnya tidaklah disesuaikan dengan paha yang dilipat dalam sikap duduk itu

alokasi arah hadap para Dhyāni-Buddha seperti memegang ghanta (bel, lonceng). Berbeda

yang telah diuraikan di atas, melainkan seluruh dengan itu, meski sikap tangannya sama, arca-

arca pada tingkatan ini, yang menghadap ke arca tingkat ke-6 Barabudur itu kedua

arah mata-angin mana pun, mempunyai satu tangannya tidak membawa benda apapun.

sikap tangan yang sama, yaitu yang disebut Adapun arca-arca dalam sikap duduk

witarka-mudrā. Sikap ini adalah: tangan kanan di dijumpai pula di dalam seluruh stupa

depan dada, dengan sikap jari-jari disusun berperforasi yang ada pada tingkatan-tingkatan

seperti laiknya orang sedang berbicara atau ke-7, ke-8 dan ke-9 yang berdenah bulat.

memberikan wejangan; adapun tangan kirinya Seluruh arca Dhyāni-buddha pada ketiga

diletakkan di atas paha bagian atas. Sikap tingkatan tersebut duduk dalam sikap wajrāsana

kedua tangan yang seperti itu dijumpai dalam pula seperti yang berada di dalam relung-

teks-teks acuan tentang ikonografi bauddha, relung, namun sikap tangannya khusus, yaitu

seperti kitab Sādhanamālā yang telah dipertemukan di depan dada dalam sikap

diterbitkan oleh Benoytosh Bhattacharyya dharmacakramudrā. Nama sikap tangan ini

(1968). Sikap tangan seperti itu merupakan berarti “memutar roda dharma”, dan yang

penanda identitas Wajrasattwa, yang oleh dimaksudkan dengan itu adalah “(memulai)

Bhattacharyya disebut sebagai Dhyānibuddha memberikan ajaran kebenaran”. Adapun

keenam, yang disebutnya sebagai “the priest of Dhyāni-buddha ini, di dalam sistem mandala

the tathāgatas”. Istilah tathāgata adalah bauddha dikenal sebagai Wairocana, dan

padanan dari Dhyāni-Buddha. Namun, meski menempati arah tengah dalam tata ruang

sikap tangannya sama, ada perbedaan antara kosmos.

ketentuan pengarcaan Wajrasttwa tersebut B. Bhattacharyya, setelah mempelajari

dengan arca-arca dalam relung Candi banyak teks dan wujud arca-arca bauddha,

Barabudur pada tingkat keenam itu. Dalam teks menyimpulkan bahwa pantheon bauddha yang

Sādhanamālā serta contoh-contoh arca yang mengemukakan adanya lima Dhyāni-Buddha

dijumpai di India, Nepal, dan Tibet tangan itu belum dikenal luas sebelum abad ke-7 1

Wajrasattwa itu yang kanan dan diposisikan di Masehi (Bhattacharyya, 1968: 41) . Itu berarti

depan dada itu memegang atribut berupa wajra, bahwa konsep yang lebih muda mengenai

Ikonografi Barabudur58

Dhyāni-Buddha yang menghadap ke arah barat dengan sikap tangan dhyānamudrā

Dhyāni-Buddha yang menghadap ke arah utara dengan sikap tangan abhayamudrā

Catatan bibliografi: Benoytosh Bhattacharyya, MA, PhD,The Indian Buddhist Iconography,

Mainly Based on The Sādhanamālā and Cognate Tantric Texts of Rituals. Calcutta, 1968: Firma K.L. Mukhopadhyay. Second Edition.

1

ditambahkannya keenam, yaitu pada dinding “kaki tertutup” terpahat rangkaian

Wajrasattwa tersebut di atas tentunya lebih relief yang telah diidentifikasikan sebagai dipetik

muda lagi. Dengan demikian ada kemungkinan dari teks Karmawibhangga. Teks ini bertutur

bahwa pewujudannya dalam bentuk arca-arca tentang perbuatan-perbuatan manusia beserta

d i Cand i Ba rabudur i t u merupakan 'buah'-nya: perbuatan baik akan membuahkan

pengungkapannya yang termasuk terdini dalam kebaikan, dan perbuatan buruk akan berbuah

dunia pengarcaan bauddha umumnya. buruk pula. Sebagai contoh dapat dilihat relief

nomor [O 109] yang menggambarkan dua

IKON DALAM EKSPRESI RANGKAIAN adegan sebab-akibat di dalam satu bingkai:

RELIEF adegan sebab menunjukkan orang-orang

menangkap ikan banyak-banyak dengan

Seperti diketahui, Candi Barabudur dihiasi menggunakan jala, lalu adegan akibatnya

dengan sejumlah rangkaian relief bercerita pada berupa orang-orang itu digodog dalam kuali

dinding-dindingnya, baik pada dinding teras besar! Siksaan yang sama didapat di kemudian

yang menghadap keluar, maupun pada dinding- hari karena kesukaan orang menggodog penyu,

dinding pagar langkan yang menghadap seperti diperlihatkan oleh panel nomor [O 89].

kedalam. Pada tingkat-tingkat 2-6 terdapat

pagar langkan, sehingga dengan demikian

terdapat pula 5 lorong bertingkat yang di kiri-

kanan orang yang berjalan mengelilinginya

terdapat rangkaian-rangkaian relief dengan

berbagai tema cerita.

Apabila ditilik secara menyeluruh maka

rangkaian relief di Candi Barabudur dari bawah

ke atas bergerak dari pokok 'cerita' yang paling

duniawi hingga ke yang paling spiritual. Sengaja

disini kata “cerita” diberi tanda petik, karena

yang dimaksud adalah lebih semacam tema

naratif, yang tak perlu merupakan cerita berurut

yang mempunyai alur. Pada tingkatan terbawah,

Dhyāni-Buddha

Ikonografi Barabudur 59

Dhyāni-Buddha pada tingkatan ke-6 dengan sikap tangan witarka-mudrā

Dhyāni-Buddha pada tingkatan ke-7,8,9 dengan sikap tangan dharmacakramudrā

Sebaliknya perbuatan baik mempersembahkan menangkapnya;

sesuatu kepada atasan dapat balasan di (b) Lalītawistara yang berupa riwayat

kemudian hari menjadi orang mulia yang perjalanan hidup Sang Buddha

diusung dengan tandu, seperti digambarkan Siddhartha Gautama (dari kelahiran 2

pada panel nomor [O 150] . sampai mencapai bodhi / pencerahan

Pada tingkatan-tingkatan di atas itu baik ilahi); dan

pada dinding teras maupun dinding dalam (c) Gandhawyūha, bernarasi tentang

pagar langkan, berturut-turut dari bawah ke atas perjalanan fisik-spiritual seorang

dijumpai rangkaian-rangkaian relief dengan tokoh menuju ke tataran keberadaan

tema dari teks-teks: sebagai Boddhisattwa (=perbadanan

(a) Jātakamālā yang bercerita tentang dari 'hakikat ilahi').

kelahiran-kelahiran Sang Buddha Dari runutan rangkaian relief tersebut

sebelum lahir sebagai Siddhartha terlihat dan terasa betapa pendakian candi dari

Gautama, antara lain sebagai kijang tingkat terbawah menuju tingkat teratas itu

yang bijak yang memberi ceramah merupakan simbol keruangan atas pendakian

kepada pemburu yang semula mau spiritual yang 'disarankan' oleh Candi Barabudur

itu.

BARABUDUR DALAM KONTEKS

PERKEMBANGAN IKONOGRAFI BUDDHA

Apa yang terwujud ke dalam keseluruhan

Candi Barabudur yang telah berhasil dipugar

oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan

bantuan advokasi UNESCO, dan kemudian

mendapat pengakuan pula sebagai World

Heritage, memang mempunyai sejumlah

keutamaan. Di luar keunggulan konstruksi

bangunannya, unsur-unsur kearcaan yang patut

menjadi perhatian adalah hal-hal tersebut di

Ikonografi Barabudur60

Runutan rangkaian relief dari tingkat terbawah menuju tingkat teratas

Penyebutan nomor mengikuti terbitan album besar, khususnya: N.J. Krom: Beschijving van Barabudur. I. Archaeologische Beschijving, 1919.

2

bawah ini. 'arca-arca kecil', seperti yang dari masa

Yang pertama patut disebut adalah apa kemudian ditemukan tinggalannya, belum

yang di depan telah dikemukakan mengenai tampil di Candi Barabudur ini. Seperti diketahui,

ditampilkannya ikon Wajrasattwa bersamaan kelompok-kelompok 'arca kecil' anggota

dalam satu sistem dengan kelima Dhyāni- mandala itu ditemukan dalam bentuk kelompok

Buddha yang telah lebih dahulu dikembangkan arca-arca kecil terbuat dari perunggu, dan

di dalam sistem peribadatan agama Buddha. merepresentasikan kelompok-kelompok di 4

Tampilan Wajrasattwa tersebut, dalam hal ini dalam mandala bauddha . 3

sebagai “Dhyāni-Buddha keenam” , yang dapat

pula dilihat sebagai suatu 'ancang-ancang' DAFTAR PUSTAKA

untuk diwujudkannya di kemudian hari simbol Sedyawat i , Ed i . 1991. Cosmologica l kearcaan bagi Kebenaran Tertinggi yang

Interpretations of Javanese Temples, dipersonifikasikan dalam sosok Wajradhara, disajikan pada simposium Indonesian

Views of Time and Space. San Francisco : mempunyai kemungkinan untuk dapat dinilai The Asian Art Museum and The Society for

sebagai upaya rintisan. Dapat diperkirakan Asian Art, 11-12 Oktober 1991.

bahwa kehidupan intelektual-religius di antara Sedyawati, Edi. 2001. Ikonografi dan Teks, para 'penggagas-pembuat' Candi Barabudur

beserta tinjauan khusus mengenai sangatlah penuh gairah. Atau dengan kata lain,

Kelompok Arca 'Kecil' Bauddha dari Desa para pembangun Candi Barabudur mempunyai Kunti, Ponorogo, disajikan pada Seminar

25 Tahun Kerjasama Indonesia-Prancis di kualifikasi 'pemimpin' atau 'inovator' dalam Bidang Penelitian Kebudayaan di Asia

kehidupan agama Buddha secara lintas-bangsa Tenggara Kepulauan. Palembang, 16-18 di zamannya. Juli 2001.

Susunan arca Tathagata dalam kelompok Sedyawati, Edi. 2001. Types in Iconographic

lima dan enam yang ada di candi ini merujuk Sets in Buddhist Sculpture in Java Around the Tang Period , disaj ikan pada pada tahap perkembangan Mahāyāna yang International Conference on Buddhism

telah mengarah ke tahap Tantrāyāna yang th thand Buddhist Art of The Tang Period, 7 -9

mengembangkan konsep “mandala”, yaitu Century AD. Singapore : National University of Singapore, 7-10 Desember representasi kosmos dalam bentuk susunan 2001.

tokoh-tokoh kedewataan dalam hierarki dan penempatan spasialnya. Memang kelompok Sedyawati, Edi. 2004. Statuettes in Buddhist

Ikonografi Barabudur 61

4

Berbeda dengan interpretasi Bhattacharyya yang telah disebut di atas mengenai “tathagata keenam”, Noerhadi Magetsari dalam disertasinya, yang kemudian diterbitkan oleh Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1997, berjudul Candi Borobudur: Rekonstruksi Agama dan Filsafatnya, khususnya di halaman 368-372, menafsirkan deretan arca 'buddha' di tingkat keenam itu sebagai Vairocana

Periksa dalam Sedyawati, 2001a dan 2001b.

3

Pantheon (A Study in Indonesian Iconography), disajikan pada International Conference on “Contribution of Buddhism to World Culture”. Mumbai, 10-16 Maret 2004.

Sedyawati, Edi. 2008. Innovations at Barabudur, disajikan pada seminar “Hidden Base Project”. Barabudur, 1-3 Juli 2008.

BIODATA PENULIS

Prof. Dr. Edi Sedyawati, lahir di Malang pada tanggal

28 Oktober 1938. Menamatkan pendidikan SD, SMP dan SMA

di Jakarta, kemudian mengambil gelar S1 pada bidang

Arkeologi di Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 1963.

Mendapatkan gelar Doktor dari Fakultas Sastra Universitas

Indonesia pada tahun 1985. Aktif menjadi pengajar di Fakultas

Sastra Universitas Indonesia sejak tahun 1963. Menjabat Ketua

Jurusan Arkeologi Universitas Indonesia pada 1971-1974,

selain juga berjasa dalam mendirikan Jurusan Tari di Institut

Kesenian Jakarta. Aktif berkecimpung di organisasi yang

bergerak di bidang kesejarahan, musikologi, kesusasteraan dan

kearkeologian. Mendapatkan bintang "Chevalier des Arts et

Letters" dari Pemerintah Perancis pada tahun 1997 sebagai

penghargaan karena memberikan kontribusi besar di bidang

kesenian dan kesusastraan.

Ikonografi Barabudur62