candi singosari

45
“CANDI SINGHASARI” LAPORAN STUDI LAPANG ditulis untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Kebudayaan Oleh: Acy Astiyana (120210302068) Lukman Hakim (120210302069) Anisatul Khoir A. (120210302070) Diyan Dwi Nur I. (120210302071) Vivin Wulandari (120210302073) Yaumil Qoriah (120210302074) Guruh Prasetyo (120210302076) M. Fajar S. (120210302077) Zahratul Ulla (120210302078) Shinta Wilandari (120210302080)

Upload: yaumil-qoriah

Post on 16-Sep-2015

257 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

CANDI SINGHASARI

LAPORAN STUDI LAPANG

ditulis untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Kebudayaan

Oleh:

28

Acy Astiyana(120210302068)Lukman Hakim(120210302069)Anisatul Khoir A.(120210302070)Diyan Dwi Nur I.(120210302071)Vivin Wulandari(120210302073)Yaumil Qoriah(120210302074)Guruh Prasetyo(120210302076)M. Fajar S.(120210302077)Zahratul Ulla(120210302078)Shinta Wilandari(120210302080)Anny Miftaqul R.(120210302081)Adam Sukarno P.(120210302082)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAHJURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIALFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS JEMBER2015PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan yang berjudul Candi Singhasari. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan tugas mata kuliah Sejarah Kebudayaan Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan terima kasih kepada : 1. Drs. Sumarno, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Kebudayaan.2. Teman-teman semua yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.Penyusun juga menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya penyusun berharap, semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Jember, 22 Mei 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

PRAKATA2DAFTAR ISI3BAB 1. PENDAHULUAN41.1 Latar Belakang41.2 Rumusan Masalah51.3 Tujuan Penelitian6BAB 2. PEMBAHASAN72.1 Nama72.2 Letak72.3 Riwayat Penemuan dan Perawatan72.4 Uraian Bangunan Candi Singhasari92.5 Gambaran dan Fungsi Candi Singhasari14a.Gambaran Candi Singhasari14b.Fungsi Candi Singhasari172.6 Arca-Arca di Halaman Candi Singhasari172.7 Proses Pemugaran Candi Singhasari25BAB 3. PENUTUP273.1 Simpulan273.2 Saran27DAFTAR PUSTAKA28LAMPIRAN29

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangCandi Singhasari terletak di dukuh Krajan Kelurahan Candirenggo Kecamatan Singhasari Kabupaten Malang, merupakan candi yang paling banyak dikaji dan diteliti daripada candi-candi di kabupaten Malang lainnya. Sejak dilaporkan penemuannya tahun 1803 hingga sekarang, tidak habis-habisnya penelitian dilakukan terhadap bangunan yang penuh misteri tersebut. Candi peninggalan kerajaan Singhasari ini memang memiliki ciri yang khas jika dibanding dengan candi-candi lain yang ada di Indonesia, khususnya Jawa Timur. Ciri khas tersebut dapat dilihat dari bentuk dan struktur bangunannya. Pada candi-candi lain, terutama dari jenis candi agama Hindu, bentuknya menjulang atau tambun dengan struktur bangunannya terdiri dari bagian kaki, badan dan puncak. Arca-arca ditempatkan pada bagian tubuh candinya.Ditinjau dari struktur candi secara umum, candi Singhasari menunjukkan penyimpangan. Bentuk badan yang terkesan menjulang ramping ditopang oleh kaki candi yang terkesan sangat tambun di atas batur. Kaki candi yang tambun itu ternyata adalah sebuah ubahan dari bangunan penampil yang memiliki ruangan yang masing-masing mengelilingi kaki bangunan induknya, sehingga tubuh candinya terangkat agak tinggi. Arca-rca ditempatkan pada kaki candi dalam bentuk bangunan penampil tersebut. Tubuh candinya dirancang untuk tidak memiliki ruangan tempat arca sebagai layaknya candi Hindu. Sebagai gantinya dibuatlah relung-relung yang tidak terlalu dalam di setiap sisi dinding luar badan candi, dan menghadap ke arah empat penjuru mata angin pusat. Sebagai catatan bahwa sejak candi itu ditemukan, tidak didapati arca maupun fragmen arca yang menempati relung-relung tersebut. Kalaupun terlepas dari tempatnya, tidak ditemukan pula di pelataran percandian, juga daerah sekitarnya.Penyimpangan struktur yang demikian itu bukanlah merupakan hal yang kebetulan atas dasar kreatifitas dari arsitek pembangunnya. Tentunya ada sebab-sebab atau pertimbangan yang melatarbelakangi ke lokal geniusan akan rencana para arsiteknya, mengapa bentuk serta struktur candi Singhasari dibangun seperti itu. Puncak puncak dari bangunan penampil sekarang tampak pejal, seolah-olah puncaknya rata, oleh karena itulah bagian badan terkesan langsing menjulang, sementara bagian kaki terkesan gemuk tambun. Menurut perencanaan kembali di atas kertas yang dibuat oleh Leydie Melville, arsitektur candi Singhasari merupakan bangunan induk dengan puncak yang menjulang tinggi, yang dikelilingi oleh empat bangunan penampil yang memiliki puncak lebih rendah dari puncak bangunan induknya.Kesan yang dapat dilihat di lapangan saat ini menampilkan sosok bangunan yang pernah runtuh, sehingga tidak utuh lagi. Apalagi jika dicermati bagian-bagian hiasannya, banyak ornamen yang tidak selesai dikerjakan, terutama bagian badan dan kaki candinya. Kondisi semacam itu menambah kekaburan terhadap bentuk arsitekturnya serta latar belakang keagamaan yang melandasinya. Apalagi pertanyaan yang menyangkut tujuan didirikannya bangunan tersebut.Dari pengumpulan informasi serta beberapa teori yang terdapat pada literatur pendukung, didapat keterangan bahwa candi Singhasari merupakan tempat penyimpanan abu jenasah Raja Kertanegara dan sekaligus sebagai tempat pemujaan kepada para dewa baik dewa dari agama Hindu maupun Budha. Namun, demikian perlu dicermati kembali fungsi dari Candi Singhasari berdasarkan pengamatan struktur bangunan serta arti penting kedudukannya sebagai replika gunung Meru (kahyangan para dewa) di masa lampau. Dengan mengkaji struktur bangunan atas dasar landasan keagamaan yang mendasarinya waktu itu, serta tata letak bangunan berdasar topografi sekitarnya, maka diharapkan fungsi serta kedudukan Candi Singhasari dapat terungkapkan.

1.2 Rumusan MasalahDari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian tentang Candi Singhasari adalah sebagai berikut:1. bagaimana asal nama dan letak Candi Singhasari?2. bagaimana riwayat penemuan dan perawatan Candi Singhasari?3. bagaimana struktur bagunan Candi Singhasari?4. bagaimana gambaran dan fungsi Candi Singhasari?5. bagaimana keadaan arca-arca di Candi Singhasari?6. bagaimanakah proses pemugaran Candi Singhasari?

1.3 Tujuan PenelitianDari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian atas Candi Singhasari adalah sebaga berikut:1. untuk mengetahui asal nama dan letak Candi Singhasari,2. untuk mengetahui riwayat penemuan dan perawatan Candi Singhasari,3. untuk mengetahui struktur bangunan Candi Singhasari,4. untuk mengetahui gambaran dan fungsi Candi Singhasari,5. untuk mengetahui keadaan arca-arca di Candi Singhasari,6. untuk mengetahui proses pemugaran Candi Singhasari,

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 NamaCandi Singhasari sekitar awal abad 19 (tahun 1800-1850) disebut oleh orang Belanda dengan nama Candi Menara. Mungkin karena bentuknya yang seperti menara. Seorang ahli purbakala bangsa Eropa lainnya bernama W.F. Stutteirheim, pernah member nama candi ini dengan sebutan Candi Cella sebagai ganti dari nama Candi Menara. Alasannya karena Candi tersebut mempunyai celah sebanyak empat buah pada dinding-dinding di bagian tubuh candinya. Tetapi nama tersebut tidak banyak yang memakainya. Juga menurut laporan dari W. Van Schmid yang mengunjungi candi ini pada tahun 1856, penduduk setempat menamakan Candi Cungkup.Akhirnya nama yang hingga sekarang dipakai adalah Candi Singhasari, karena letaknya di Singhasari. Adapula sebagian orang menyebut Candi Renggo, karena letaknya di Desa Candirenggo. Tidak diketahui dengan pasti nama asli dari Candi Singhasari. Hanya dalam kitab Pararaton disebutkan tentang tempat pendharmaan raka Kertanegara yaitu sebagai berikut: Ciri Ciwabudha dhinarma ring Tumapel, Bhisekaning dharma ring Purwapatapan. Artinya adalah Sri Suwabudha (sebutan raja Kertanegara) didharmakan (dibuatkan bangunan peringatannya) di Tumapel, nama bangunan peringatannya Purwapatapan.2.2 LetakLetak Candi Singhasari berada di Jalan Kertanegara Desa Candirenggo Kecamatan Singhasari Kabupaten Malang. Dari Kota Malang 10 km ke arah utara. Dari Kota Surabaya 88 km ke arah selatan.2.3 Riwayat Penemuan dan PerawatanCandi Singhasari mulai dikenal kembali oleh masyarakat akademis maupun siapa yang mengetahui pertama kali keberadaannya tidak diketahui dengan pasti. Orang pertama yang membuat laporan kepustakaan tentang candi singgosari adalah Nicolaus Engehard, seorang berkebangsaan Belanda yang mulai menjabat sebagai gubernur partai Timur Laut Jawa (Govermen van Javas Noord-Oost-Kust) tahun 1801 dan berkedudukan di Pasuruan. Ia melaporkan adanya reruntuhan bangunan candi di daerah dataran tandus Malang dalam tahun 1803.Sejak saat itu candi Singhasari mendapat perhatian dari orang Eropa lainnya. Merekapernah berkunjung dan membuat catatan laporannya adalah:1) Thomas Stamford Raffles pada tahun 1815,2) C. G. C. Reinwardt dan J. Th Bik pada tahun 1822,3) H. J. Dornis pada tahun 1829 dan tahun 1836,4) H. N Sieburgin pada tahun 1837,5) J. B. Jukes tahun 1844,6) Jonathan Rigg tahuun 1854 dan tahun 1847,7) J. F. G. Brumund tahun 1854 dan 1863,8) W. Van Schmid tahun 1856,9) R. Verbeek tahun 189110) De Bruyn, Routffaer dan para ahli sejarah dan purbakala lainnya.Tahun 1901 Komisi Archeologi Belanda mengadakan penyelidikan. Tahun 1904 diadakan penyelididkan ulang dan penggalian. Tahun 1934 Departemen Survey Archeologi dari Hindia Timur Belanda mengadakan pembinaan kembali (restorasi bangunan) candi Singhasari. Restorasi selesai pada tahun 1937. Tahun penyelesaian pekerjaan digoreskan pada batu kaki candi di sudut barat daya.Pada 1934 keadaan Candi Singhasari sangat rusak, sehingga Pemerintah Hindia Belanda melakukan usaha untuk menyelamatkannya dengan membongkar sampai kepada baturnya, kemudian membangun kembali selapis demi selapis. Pembangunan kembali seluruhnya tidak memungkinkan, karena banyak bahan asli yang hilang, terutama dari puncak-puncak bilik samping. Candi dibangun kembali sampai kepada atap tingkat dua dan itu pun tidak lengkap. Pekerjaan pembangunan kembali selesai tahun 1936.Setelah candi Singhasari selesai dipugar, maka yang dipasrahi mwngawasi dan merawat bangunan beserta lingkungan sekitarnya adalah seorang warga setempat yang bernama Rahmad dan istrinya yang bernama Ratinah. Sekitar tahun 1960-an pengawasan dan perawatan candi Singhasari diserahkan kepada Sri Latifah karena Ratinah sudah usia lanjut dan Rahmad sudah meninggal dunia. Latinah merawat candi hingga tahun 1980-an, sejak tahun 1970-an pekerjaannya dibantu oleh anaknya yang bernama Siti Chotimah. Sekarang pengawasan dan perawatan candi dilakukan oleh tiga orang staf Suaka Purbakala Jawa Timur yang diambil dari penduduk setempat, salah satunya adalah Siti Chotimah. Akan tetapi Siti Chotimah tugasnya dipindahkan ke situs arca Dwarapala yang letaknya tidak jauh dari lokasi candi Singhasari, dan ketiga staf penjaga dan perawat candi Singhasari sekarang adalah Sugono, Suwondo, dan Abdul Rochman.Menurut laporan tertulis pengunjung candi Singhasari sejak tahun 1803 sampai 1933, candi Singhasari merupakan komplek pecandian yang luas. Terdapat tuju buah candi yang sudah runtuh dan banyak arca berantakan di sekitar lokasi. Arca-arca candi Singhasari sudah banyak yang hilang, banyak kemungkinan diantaranya adalah dibawa oleh colonial belanda pada pasa penjajahan maupun adanya penghancuran berhala-berhala (patung) pada masa islam, adapun arca-arca yang ada di halaman candi Singhasari adalah arca-arca yang berasal dari candi-candi lain di sekitar candi Singhasari yang telah hancur. 2.4 Uraian Bangunan Candi SinghasariCandi Singhasari yang dibuat dari batu andesit hi menghadap ke barat Bagian-bagian candi dari bawah ke atas jsebagai berikut: a.Sebuah tingkat bawah persegi empat yang disebut batur candi atau teras.b.Kaki candi yang tinggi ds.n sekaligus nienjadi ruangan tempat area-area .c.Tubuh candi yang langsing dengan empat relung di masing-masing sisinya.d.Atap atau puncak yang menjulang dan makin ke atas semakin runcing.

ad. a.Ratur atau teras tersebut dapat dinaiki dari arah barat melalui sebuah tangga buatan. Dahulu tangga aslinya ada dua, dan terdapat di kanan kiri penampil batur yang menjorok lebih ke barat di depan pintu masuk ruang utama. Sayang bahwa teras yang menjorok tersebut batu-batunya tidak di temukan kembali, sehingga tidak dapat dipasang lagi sebagaimana mestinya. Untuk mengetahui posisi dari jorokan dan tangga masuk tersebut.ad. b.Setelah kita berada di atas batur atau teras, maka kita berhadapan dengan kaki candi yang sekaligus sebagai ruang utama di tengah, serata 5 (lima) ruang yang mengelilingi. Ruang-ruang tersebut sekarang kosong tanpa area kecuali ruang sisi selatan yang berisi area Siwa Guru. Area-area Candi Singhasari ini diambil dan diangkut ke Belanda tahun 1819 yang selajutnya ditempatkan di Museum Leiden. Begitu kita berada di muka pintu utama, pada kanan dan kiri pintu masuk terdapat di ruang pengapit yang lebih kecil Ruang sebelah utara pintu masuk dahulu ditempati area Mahakala Sedangkan ruang sebelah selatan dahulu ditempati area Nandicwara.Mahakala adalah dewa penjelmaan dari Dewa Siwa, yang raut mukanya seperti raksasa Ciri dari Mahakala ini membawa gada atau pedang, atau dua-duanya. kadang digambarkan berambut gimbal terurai. Sedangkan Nandicwara juga dewa penjelmaan dari Dewa Siwa, tetapi lebih tepatnya penjelmaan dari dari Lembi Nandi yang mendapat pancaran kekuatan dari Siwa, karena Lembu Nandi adalah kendaran Siwa. Karena kekuatan sakti Siwa ituiah Lembu Nandi naik derajatnya menjadi manusia dewa yaitu Nandicwara. Ciri dari Nandicwara adalah membawa senjata trisula milik Dewa Siwa. Mahakala dan Nandicwara tersebut berfungsi sebagai dewa penjaga pintu masuk kuil Dewa Siwa (ruang utama).Pada ambang atas pintu masuk ruang utama, ruang utara,, ruang timur, dan ruang selatan, terdapat hiasan Kepala Kala atau Banaspati (Raja Hutan). Hiasan Muka Kala ini disebut Kirttimuka, yaitu muka untuk tempat suci yang menurut kitab Skandapurana (salah satu dari sekian kitab suci Hindu) diperintah oleh Dewa Siwa untuk melindungi tempat-tempat sucinya.Didalam ruang utama, yang kita dapati sekarang hanyalah sebuah pedestal (landasan) yang sudah rusak dari sebuah area atau mungkin lingga. Menurut uraian Oey Bloom dalam dissertasinya tahun 1939 (The Antiquites of Singhasari) bahwa pedestal tersebut merupakan landasan dan sebuah area, bukan iingga. Karena sejak ditemukannya bangunan tersebut dan ketika diadakan penggalian dalam rangka pemugaran, juga sampai sekarang tidak ditemukan Iingga yang ukurannya sesuai dengan ukuran lubang pedestal.Oey Bloom berkesimpulan bahwa pedestal tersebut harus sebagai landasan area. Area itu menurutnya adalah area Siwa Bhairawa. Dasar alasan yang dipakainya adalah keterangan dari surat Nicolaus Engelhard yang mengangkut 6 (enam) buah area dari candi tersebut.Salah satu dari enam area tersebut adalah Siwa Bhairawa. Selanjutnya menurut Bloom bahwa area tersebut mempunyai ukuran tinggi: 1,67 meter, lebar: 0,78 meter, dan dalam : 0,60 meter. Sedangkan permukaan pedestal berukuran + 1 meter persegi. Sehingga tidak sulit bagi area sebesar area Siwa Bhairawa untuk berdiri diatasnya. Bentuk Siwa Bhairawa ini digambarkan jongkok duduk di atas srigala. Sedangkan kaki bertumpu pada lapik-lapik tengkorak. Tubuhnya seluruhnya telanjang dan hanya ditutupi cawat. Hiasan yang dipakainya seluruhnya terdiri dari hiasan tengkorak (kepala).Bertangan empat (caturbhuja) yang masing-masing membawa Trisula, pisau, gendang (damaru), serta mangkuk tengkorak, muka berbentuk raksasa (lihat gambar 3).Ruang sisi utara ditempati oleh area Durga, yang sekarang sudah tidak ada ditempatnya. Durga adalah bentuk Dewi Uma Parwati (istri Siwa) dalam penjelmaannya yang bersifat Demonis (raksasa). Disini Durga diwujudkan sebagai Durgamahisasuramardini, yaitu bentuk Durga ketika berperang melawan raksasa (Asura) yang mengacau kahyangan. Durga yang bertangan 8 (delapan) dengan senjata-senjata milik para dewa menghajar raja raksasa (Asura). Karena merasa gusar, raksasa (Asura) berubah wujud sebagai lembu (mahisa). Tetapi Durga dapat mengalahkannya. Sebelum terbunuh raksasa (Asura) keluar dari badan lembu, namun seketika itu juga rambut raksasa (Asura) direnggut, kemudian raksasa (Asura) dapat dibunuhnya.Penggambaran Durgamanisasuramardini di sini sangat istimewa. Karena pada umumnya Dyrga dilukis sangat istimewa. Karena pada umumnya Durga dilukiskan berdiri tegak atau berdiri dengan gaya melengok. Pada keseninan Singhasari ini Durga dilukiskan dengan sikap gagah serta kaki yang melangkah lebar (Bahasa Jawa = ngangkang). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jiwa Tantris melekat pada area tersebut yang tampak agresif. Hal tersebut sesuai dengan sifat religius (keagamaan) raja Kartanegara yang menganut Siwa Budha.Ruang sisi timur ditempati oleh arca Dewa Ganesya, yang sekarang juga sudah tidak lagi ditempatinya. Dewa Ganesya adalah putra Dewa Siwa dengan Dewi Uma Parwati. la digambarkan anak-anak yang gemuk, perut buncit, dan berkepala gajah. Sebabnya berkepala gajah banyak versi yang menceritakan secara berlainan. Versi kita Smaradhana yang ditulis oleh Mpu Dharmaja dari jaman Kerajaan Kediri menceritakan ketika Dewi Parwati sedang mengandung, ia dikejutkan oleh kendaraan Dewa Indra yaitu seekor gajah yang sangat besar yang bernama Airawata yang dibawa oleh Dewa Indra untuk mengunjungi Dewi Parwati. Karena terkejut yang amat sangat akhirnya bayi yang dikandungnya lahir, bayi tersebut berkepala gajah. Dewa Ganesya digambarkan duduk, bertangan 4, senjata yang dibawanya kapak dan tasbih. Disamping itu tidak ketinggalan membawa mangkuk. Dewa ganesya adalah dewa ilmu pengetahuan, hal ini dilambangkan oleh belalainya yang terus menerus menghisap madu didalam mangkuk yang dibawanya, serta perutnya yang gendut (lambodhara) juga sebagai dewa penghancur rintanga (Wigneswara) karena sifatnya itulah orang seing mohon perlindungannya dengan menyebut Om Awignam Astu.Ruang sisi seiatan berisi arca Resi Guru atau disebut juga Siwa Guru. Dalam hal ini sering area ini terkenal dengan sebutan Resi Agastya. Area ini sskarang masih ditempatnya, Siwa Guru adalah bentuk dewa Siwa sebagai Resi Guru, yaitu guru dari para resi. Oleh sebab itu ia digambarkan sebagai orang tua yang berjanggut dan berkumis lebat. Memakai sorban atau terkadang rambutnya disanggui. Membawa tasbih dan Kendi Amerta. Pada pundak kiri terdapat kebut lalat (camara), sedangkan pada sisi kanan terdapat senjata Trisula. Perut buncit (lambodhara) menandakan bahwa ia putus dalam berbagai ilmu keagamaan. Dibagian kiri bawah terdapat tumbuhan teratasi merah yang keluar dari umbinya (suatu tanda dari kesenian Singhasari).Siwa mahaguru ini ada yang menghubungkan dengan tokoh Resi. Agastya. Rest Agastya dalam teogorii (asal-usul dewa) hindu dikenal sebagai salahsatu murid Dewa siwa yang paling disayangi.. Oleh sebab itu ia dianggap sebagai penjelmaah Siwa didunia. Resi Agastya dianggap pula pembawa dan penyebar agama Hindu di India in dan Indonesia. Ad. c.Tubuh candi yang langsing ini terdapat empat relung dimasing-masing sisinya. Tidak ada tanda-tanda bahwa ruang celah itu dahulu berisi area, atau memang ruang celah tersebut tidak perlu diisi area-area, mengingat posisi ruang celah tersebut kurang cukup dalam untuk tempat sebuah area. Dalam sistem pantheon dari aliran Saiwa Sidhanta, alam ini dibagi menjadi tiga bagian. Ada alam Niskala (tak berwujud), tempat Paramasiwa bersemayam. Kedudukannya dialam atas. Tidak befwujud, tidak dapat dibayangkan, tetepi ada. Pada bagian candi diwakili oleh puncak. Kernudian ada alam Sakala-Niskala (alam wujud - tak berwujud): Alam ini merupakan alam antara, dan diduduki oleh Sadasiwa dengan empat aspeknya yang kesemuanya sebenarnya penjelmaan Siwa juga. Mereka itu adalah Siwa, Wisnu, Brahma, dan Maheswara. Sedangkan alam bawah adalah alam sakala (alam wujud), yaitu bagian kaki candi yang dikuasai oleh Maheswara.Pada Candi Singhasari, tubuh candi melambangkan alam Sakala-Niskala yaitu alam antara, Alam ini dikuasai Dewa Siwa sebagai sadasiwa dengan keempat aspeknya. Sadasiwa sendiri berada di pusat, sedangkan keempat aspeknya berada pada setiap penjuru mata angin, Siwa dibarat, Wisnu diutara, Brahma di selatan, dan Maheswara di timur.Walaupun dalam kenyataannya ruang celah tersebut tidak berarca, namun ruang celah tersebut sudah menunjukkan tempat dewa-dewa tadi. Ruang celah pada tubuh candi yang merupakan alarn salala-niskala telah dibuktikan secara teknis oleh struktur bangunannya. yaitu apabila bangunan Candi Singhasari itu utuh, maka ruang celah pada tutauh candi akan tertutup oleh puncak didepannya. apabila kita pandang secara tegak lurus, ruang celah tersebut tidak kelihatan. akan tetapi kalau kita pandang menyerong, maka ruang celah itu akan tampak sebagian. itulah mungkin makna dari alam sakaia-niskala, yaitu sekali-sekali tampak dan sekali-sekali tidak tampak.Di atas ruang celah terdapat pula muka kala atau Kirttimuka yang ornamentasinya sempurna. lain dengan hiasan muka kala yang terdapat di atas pintu ruang kaki candi yang kebanyakan belum selesai.Ad. d.Puncak candi berbentuk limas dengan atap pejal berbentuk kubus. Puncak itu sudah runtuh. begitu pula keempat puncak yang mengelilinginya. apa yang kita dapatkart sekarang adalah sebuah candi yang terkesan ramping menjuiang bagian atasnya dan gemuk bagian bawahnya.

2.5 Gambaran dan Fungsi Candi Singhasaria. Gambaran Candi SinghasariMenurut dogma agama Hindu, candi merupakan gambaran tiruan (replika) dari gunung Himalaya di India. Disana terdapat puncak tertinggi yang dinamakan Gaurisangkar yang dikelilingi oleh empat puncak yang lebih rendah, empat puncak tersebut adalah: DAULA GIRI NANGA PARBAT NANDA DEVI KONCANJANGHUGunung Gaurisangkar dengan puncak-puncaknya itu oleh orang hindu dianggap sebagai tempat bersemayam para dewa. Gunung tempat tinggal para dewa tersebut dinamakan Meru. Puncak dari Meru disebut puncak kailasa. Kailasa inilah istana surge para dewa.Sebagai gunung Meru yang berpuncak Kailasa, Sebagaimana Himalaya yang berpuncak di gauisangkar, maka puncak kailasa juga dikelilingi oleh empat puncak yang lebih rendah yaitu: MANDARA GANDHAMANA VIPULA SUPARSYAGunung Meru dengan puncak kilasa dan dikelilingi oleh empat puncak yang lebih rendah inilah yang merupakan pilar sentral alam semesta dan tempat tinggal para dewa. Dengan demikian bangunan candi yang dibangun secara vertical sebenarnya mengacu kepada konsep Meru tadi. Apabila gunung Meru strukturnya memiliki kaki-badan-puncak, maka bangunan candi pun memiliki struktur sama, yaitu kaki-badan-puncak. Kaki candi merupakan gambaran dari kaki gunung, badan candi sebagai gambaran lereng gunung, dan atap candi sebagai gambaran puncak gunung. Dalam fasilitas agama Hindu dikenal dengan sebutan Bhurloka = kaki candi, Bwahloka = tubuh candid an Swahloka = Puncak candi, bhurloka itu menggambarkan alam manusia, sedangkan Bwahloka adalah alam antara atau alam langit, sedangkan swahloka adalah alam kahyangan/surgawi.

Gambar: Bagian-bagian Candi Singhasari menurut Filsafat HinduDengan demikian Candi Singhasari merupakan gambaran dari Gunung Meru. Struktur bangunan tersebut terdiri dari sebuah bangunan yang tinggi dengan dikelilingi empat bangunan yang berpuncak lebih rendah. Sayang sekali Candi Singhasari sekarang telah kehilangan puncak-puncaknya. Hal ini disebabkan karena keruntuhannya terlalu lama, sehingga batu candi yang berserakan akhirnya digunakan oleh sebagian penduduk sebelum direstorasi dan dirawat kembali. Juga sebagian digunakan untuk pengerasan jalan yang justru disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda.b. Fungsi Candi SinghasariMenurut hipotesa kelompok kami, fungsi Candi Singhasari ada 2 yakni: 1. Sebagai candi pendharamaan raja tepatnya pendharmaan Raja Sri Kertanegara. Hal ini didasari oleh pendapat masyarakat setempat dan pendapat penjaga Candi. Namun, sampai saat ini di dalam Candi Singhasari tidak pernah ditemukan tempat abu pendharmaan sang raja (Pripih). Sehingga pendapat ini sangat lemah karena tidak ada bukti yang mendukung fungsi Candi Singhasari sebagai candi pendharmaan.2. Sebagai candi pemujaan / peribadahan kaum Syiwa Budha (Tantrayana). Hal ini didasarkan pada ukuran candi yang tergolong besar dan memiliki banyak arca, baik arca yang bercorak Hindu Syiwa maupun yang bercorak Budha. Pendapat ini juga diperkuat akan keberadaan candi candi perwara di arah timur Candi Singhasari dan juga keberadaan arca 2 penjaga candi (Gupala). Sehingga kami menyimpulkan bahwa Candi Singhasari merupakan candi negara dari Kerajaan Singhasari tepatnya candi pusat peribadahan rakyat yang beragama Syiwa Budha. Dan tidak menutup kemungkinan di dekat Candi Singhasari terdapat reruntuhan dari kotaraja / manguntur dari Kerajaan Singhasari. Pendapat ini juga didukung dengan keberadaan kolam segaran Ken Dedes yang letaknya tidak jauh dari Candi Singhasari.2.6 Arca-Arca di Halaman Candi SinghasariArca-arca yang sekarang ditata berjajar dari utara ke selatan di halaman bagian barat candi Singhasari adalah hasil pengumpulan dari arca-arca yang terdahulu berserakan dihalaman percandian yang luas, yaitu di sekitar bangunan-bangunan lain yang sudah runtuh. Dengan demikian arca-arca tersebut bukan berasal dari candi Singhasari.Sebagai penuntun untuk sekedar mengetahui arca-arca yang sudah tidak lengkap keadaanya itu, berikut akan diterangkan disini seperlunya sesuai dengan nomor urut inventarisasi arca yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan Sejarah Purbakala Jawa Timur tahun 1996. Kita mulai dari arah selatan dekat pos penjagaan berjalan ke utara.1. No. 275/M/96, No. 276,277 dan 278Ini adalah mode arca Lembu Nandi yang belum selesai atau memang sudah rusak/ aus batunya. Nandi adalah seekor lembu jantan yang menjadi wahana atau kendaraan Dewa Siwa.2. No 279Arca Mahakala yang pecah. Arca ini dalam sikap berdiri, memegang gada yang dibelit seekor ular.3. No 280Arca dari bahan batu putih yang kaya perhiasan ini tidak dapat diidentifikasi. Apakah arca dewa atau dewi. Arca ini diangkat dari Candi Wayang atau Candi Putri di bagian barat daya Candi Singhasari.4. No 281Arca dari tokoh Dewi. Kepala dan tangan putus.5. No 282Arca Dewa Penjaga mata angin yang disebut Asta Dikpalaka (8 dewa penjuru ). Pada tempat duduk bagian depan terdapat gambar seekor kambing jantan. Ini mungking menggambarkan Dewa Agni yang menguasai mata angin tanggara, karena Agni berkendaraan kambing jantan.6. No 283Arca Dewi Durgamahisasuramardini yang belum selesai.7. No 284Arca dewa yang putus.8. No 285Arca dewi yang tidak dapat diidentifikasi.9. No 286Arca Dwarapala. Dwarapala adalah dewa penjaga pintu masuk, halaman masuk, halaman rumah suci atau tempat peribadatan Hindu maupun Budha.10. No 287Arca Dwarapala yang belum jadi.11. No 288Sandaran sekaligus tampat duduk arca.12. No 289Tempat duduk arca berbentuk bantalan bunga teratasi merah atau disebut Padmasana. Padma bunga teratasi merah. Asana = tempat duduk.13. No 290Tempat duduk arca.14. No 291Tempat duduk arca Dewa Surya. Karena Dewa Surya biasa digambarkan duduk diatas kereta yang ditarik oleh tujuh ekor kuda. Kalau Dewa Candra keretanya ditarik oleh sepuluh ekor kuda.15. No 292Arca dewa penjaga mata angin. Pada tempat duduk bagian depan terdapat gambar kuda. Tangan kanan memegang senjata ( mungkin wajra ). Arca ini diduga adalah Dewa Indra sebagai penguasa timur.16. No 293Tempat duduk ( asana ) arca Dewa Surya.17. No 294Arca Dewi tanpa kepala. Arca ini sikap duduk dan sikap tangannya seperti arca dewi Prajnaparamita atau yang dikenal dengan Arca Ken Dedes. Mungkin arca ini asalnya sama dengan arca Prajnaparamita yang lebih utuh dan yang sekarang berada di Museum Nasional Jakarta.18. No 295Tempat duduk (asana) arca berbentuk Padmasana.19. No 296Tempat duduk (asana) arca berbentuk Padmasana.20. No 297Tempat duduk (asana) arca berbentuk Padmasana.21. No 298Arca dewi Parwati berdiri pada sebuah Yoni besar. Dewi Parwati digambarkan dalam keadaan Samabhangga (berdiri tegak) dengan sikap tangan depan Lingga Mudra (jari tangan kanan mengepal dengan ibu jari menunjuk ke atas, dan berada di atas telapak tangan kiri yang terbuka). Kedua tangan di atas, sebelah kanan di duga memegang Padma dan tangan kiri diduga membawa Camara (kebut lalat). Arca ini dihias dengan upavita (tali kasta) berbentuk ular, Katibandha (ikat pinggang) mutiara, memakai Hara (kalung), Keyura (kelat bahu), Kankana (gelang tangan), dan Napura (gelang kaki). Kepala dari arca tersebut patut mendapat perhatian istimewa, karena itu bukan kepala arca yang sebenarnya. Kepala Arca yang sebenarnya di duga putus dan tidak ditemukan kembali.Disebelah kiri dan kanan arca utama terdapat arca pengiring dengan sikap tangan Anjalimudra (sikap tangan menyembah). Pada sisi luar arca-arca pengiring terdapat tumbuhan terarai yang keluar dari pot kecil. Sedangkan di atas teratai-teratai tersebut pada sisi kanan terdapat arca Ganesha duduk dibagian bawah dengan perut gendut, dan kapak berada di tangan kiri atas. Sedangkan bagian atas terdapat arca Siwa dengan kendi Amerta di pinggang kiri. Disini Siwa digambarkan sebagai Mahayogi atau Siwa Guru. Pada sisi kiri arca utama juga terdapat dua area kecil. Di bagian awal terdapat arca Siwa Bhirawa, dimana jelas duduk diatas seekor sergala, membawa Trisula serta hiasan kalung tengkoraknya yang jelas kelihatan. Bhirawa kecil ini mirip dengn arca Siwa Bhirawa yang besar. Untuk arca kecil diatasnya, itu adalah Kartikeya atau Skanda, yaitu putra Siwa dan Partiwi juga. Ia adalah dewa perang. Berkepala 6 dan bertangan 12 yang masin-masing tangan memegang senjata. Kendaraannya adalah seekor burung merak. Arca Mendala Partiwi ini merupakan suatu bentuk perwujudan dari suatu aliran Tantrayana. Mengingat adanya arca-arca pendukung yang salah satunya jelas menunjukkan sifat Tantrisnya yaitu Siwa Bhairawan, juga Mudra Dewi Parwati yang bersikap Linggamudra yang merupakan mudra dari aliran Tantra.22.No. 299Arca Dewi Durgamahisasuramardini. Pada kaki kanan tampak seekor Singa. Dalam penggambaran Durgamahisasuramardini ini memang kadang kadang Durga digambarkan naik seekor singa untuk berperang melawan raksasa (Asura) yamng menjelma menjadi lembu.23.No. 300 dan 301Ini adalah hiasan Kirttimuka (muka kala) pada atas ambang pintu yang masih dalam sket.24.No. 302Batu putiberbentuk gentah dengan hiasan sulur teratai. Mungkin sebuah puncak bangunan candi.25.No. 303Umpak dari bangunan. Mungkin bangunan pendapa yang tiangnya dari kayu26.No. 304Arca ini belum selesei. Senjata-senjata yang dibawah mungkin dapat diperkirakan senjata Dewa Siwa dan Dewa Wisnu. Empat tangan kanan masing-masing membawa pedang, trisula, gada, serta sikap tangan yang membawa tasbih. Empat tangan kiri diperkirakan membawa cakra, busur, anak panah, dan kerang bersayap. Arca ini sullit diidentifikasi sebagai tokoh siapa, karena baru dikerjakan sketsanya saja. 27.No. 305Tempat duduk arca Dewa Surya28.No. 306Tempat duduk dan sandaran arca dari batu putih29.No. 307Arca yang tidak selesei30.No. 308Saluran air atau disebut Dwarajala, Dwara = pintu, dan jalan = air.31.No. 309Pecahan bagian arca32.No. 310Potongan kepala arca33.No. 311Potongan kaki arca34.No. 312Potongan kepala arca35.No. 313Potongan kaki arca36.No. 314Arca Dewa Ganesya yang rusak37.No. 315Arca Garuda yang rusak. Garuda adalah kendaraan Dewa Wisnu38.No. 316Potongan bawah arca yang lekat dengan tempat duduk Kurmasana. Kurma = kura-kura, Asana = tempat duduk.39.No. 317Batu pipisan ?40.No. 318Potongan keong bersayap (Sngkha). Salah satu senjata Dewa Wisnu41.No. 319Tempat duduk berbentuk bunga teratai (Padmasana)42.No. 320Hiasan teratai43.No. 321Potongan arca Resi44.No. 322Potongan badan arca45.No. 323Potongan kaki arca dewa dan landasan tempat area46.No. 324Potongaan arcaresi47.No. 325Potongan kaki arca48.No. 326Potongan kaki arca pada landasan49.No. 327Potongan kaki arca50.No. 328Saluran air atau disebut Dwarajala51.No. 329Potongan arca Dewa Ganesha52.No. 330Potongan arca Resi53.No. 331Potongan kaki arca54.No. 332Potongan kaki arca Dewa mahakala55.No. 333Potongan arca56.No. 334Potongan kaki arca dari batu putih57.No. 335Potongan arca. Kaki dan landasan pada kanan dan kiri kaki terdapat gambar Gajah. Ini mungkin gambar arca Gajasri, yaitu Dewi Sri dengan dua ekor gajah58.No. 336Potongan arca59.No. 337Tempat duduk atau tempat berdiri arca60.No. 338Pada batu yang disebut Garbhapatra tempat menyimpan Peripih. Lubang berjumlah 17 (tujuh belas)61.No. 339Saluran air atau Dwarajala 62.No. 340Lingga yang terdiri dari tiga bagian. Bagian bawah segi empat disebut Brahmabhga, bagian tengah segi delapan disebut Wisnubhaga, bagian atas Sillindris disebut Bhrahmasutra63.No. 341Batu penutup Sungkup pada atap ruang candi64.No. 342Potongan kepala arca65.No. 343Potongan kepala arca Resi66.No. 344Potongan arca Garuda67.No. 345Saluran air atau Dwara jala68.No. 346Saluran air atau Dwara jala Disisi selatan halaman Candi Singhasari terdapat susunan percobaan dari sebuah puncak candi. Puncak tersebut seperti bentuk kuncup bunga teratai merah. 2.7 Proses Pemugaran Candi SinghasariPada 1934 keadaan Candi Singhasari sangat rusak, sehingga Pemerintah Hindia Belanda melakukan usaha untuk menyelamatkannya dengan membongkar sampai kepada baturnya, kemudian membangun kembali selapis demi selapis. Pembangunan kembali seluruhnya tidak memungkinkan, karena banyak bahan asli yang hilang, terutama dari puncak-puncak bilik samping. Candi dibangun kembali sampai kepada atap tingkat dua dan itu pun tidak lengkap. Pekerjaan pembangunan kembali selesai tahun 1936.Candi Singhasari baru mendapat perhatian pemerintah kolonial Hindia Belanda pada awal abad ke-20 dalam keadaan berantakan. Restorasi dan pemugaran dimulai tahun 1934 dan bentuk yang sekarang dicapai pada tahun 1936. Terlihatan dari pahatan catatan di kaki candi. Akan tetapi, tampaknya pemugaran yang dilakukan hasilnya belum menyeluruh, karena di sekeliling halaman candi masih berjajar tumpukan batu yang belum berhasil dikembalikan ke tempatnya semula.Tidak banyak sisa-sisa Kerajaan Singhasari yang Hanya ada sebuah candi yang belum selesai dibangun dan dua patung raksasa yang berdiri menjaga di depan istana sebagai jejak yang tersisa yaitu candi Singhasari, sedangkan candi lainnya telah lenyap tak berbekas.Di halaman Candi Singhasari juga terdapat beberapa arca yang sebagian besar dalam keadaan rusak atau belum selesai dibuat, di antaranya arca Syiwa dalam berbagai posisi dan ukuran, Durga, dan Lembu Nandini.Sekitar 300 m ke arah barat dari Candi Singhasari, setelah melalui permukiman yang cukup padat, terdapat dua arca Dwarapala, raksasa penjaga gerbang, dalam ukuran yang sangat besar. Konon berat masing-masing arca mencapai berat 40 ton, tingginya mencapai 3,7 m, sedangkan lingkar tubuh terbesar mencapai 3,8 m. Letak kedua patung tersebut terpisah sekitar 20 m (sekarang dipisahkan oleh jalan raya).Kapan tepatnya Candi Singhasari didirikan masih belum diketahui, namun para ahli purbakala memperkirakan candi ini dibangun sekitar tahun 1300 M, sebagai persembahan untuk menghormati Raja Kertanegara dari Singhasari.Pemerintah Hindia Belanda melakukan usaha untuk menyelamatkannya dengan membongkar sampai kepada baturnya, kemudian membangun kembali selapis demi selapis. Pembangunan kembali seluruhnya tidak memungkinkan, karena banyak bahan asli yang hilang, terutama dari puncak-puncak bilik samping. Candi dibangun kembali sampai kepada atap tingkat dua dan itu pun tidak lengkap. Pekerjaan pembangunan kembali selesai tahun 1936.Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa Singhasari memegang peranan penting di masa lalu, maka peninggalan-peninggalannya yang tersisa patutlah dilestarikan sebagai benda cagar budaya seperti diatur dalam Undang-Undang No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang antara lain berbunyi: Upaya melestarikan benda cagar budaya dilaksanakan selain untuk memupuk rasa kebanggaan nasional dan memperkokoh kesadaran jatidiri sebagai bangsa yang berdasarkan Pancasila, juga untuk kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pemanfaatan lain dalam rangka kepentingan nasional.

BAB 3. PENUTUP3.1 SimpulanCandi Singhasari sekitar awal abad 19 (tahun 1800-1850) disebut oleh orang Belanda dengan nama Candi Menara. Penduduk setempat lebih mengenal Candi Singhasari sebagai Candi Cangkup pada masa sebelum pemugaran Candi. Candi Singhasari merupakan tempat pendharmaan raka Kertanegara yaitu sebagai berikut: Ciri Ciwabudha dhinarma ring Tumapel, Bhisekaning dharma ring Purwapatapan. Orang pertama yang membuat laporan kepustakaan tentang candi singgosari adalah Nicolaus Engehard, seorang berkebangsaan Belanda yang mulai menjabat sebagai gubernur partai Timur Laut Jawa (Govermen van Javas Noord-Oost-Kust) tahun 1801 dan berkedudukan di Pasuruan.Candi Singhasari baru mendapat perhatian pemerintah kolonial Hindia Belanda pada awal abad ke-20 dalam keadaan berantakan. Restorasi dan pemugaran dimulai tahun 1934 dan bentuk yang sekarang dicapai pada tahun 1936. Pemerintah Hindia Belanda melakukan usaha untuk menyelamatkannya dengan membongkar sampai kepada baturnya, kemudian membangun kembali selapis demi selapis. Kapan tepatnya Candi Singhasari didirikan masih belum diketahui, namun para ahli purbakala memperkirakan candi ini dibangun sekitar tahun 1300 M, sebagai persembahan untuk menghormati Raja Kertanegara dari Singhasari dan sebagai tempat pemujaan yang dibuktikan dari banyaknya arca-arca disekitar bangunan Candi Singhasari.3.2 SaranCandi Singhasari memegang peranan penting di masa lalu, maka peninggalan-peninggalannya yang tersisa patutlah dilestarikan sebagai benda cagar budaya seperti diatur dalam Undang-Undang No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang antara lain berbunyi: Upaya melestarikan benda cagar budaya dilaksanakan selain untuk memupuk rasa kebanggaan nasional dan memperkokoh kesadaran jatidiri sebagai bangsa yang berdasarkan Pancasila, juga untuk kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pemanfaatan lain dalam rangka kepentingan nasionalDAFTAR PUSTAKA

Asmito. 1984.Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: P2LPTK.Blom, Jessy. 1976.Kepurbakalaan Singhasari. Terj. Mudjadi dan Agus Salim. Surabaya: Jurusan Sejarah FKIS IKIP.. 1985. Kepurbakalaan Sekitar Malang. DalamAmertaNo.2. hal. 7-22 Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi NasionalMoens, J.L. 1974.Buddhisme di Jawa dan Sumatra dalam Masa Kejayaannya Terakhir. Jakarta: Bhratara.Poerwadarminta, WJS. tanpa tahun.Katrangan Tegesing Temboeng-Temboeng. Groningen-Batavia: JB. WoltersSoekmono, R. 1974.Candi Fungsi dan Pengertiannya. Semarang: IKIP Semarang...1984. Samodramanthana. DalamAmertaNo.1. hal. 57-62 Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.1988.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia II. Yogyakarta: KanisiusSulaiman, Satyawati. 1980. Perkembangan Seni Arca di Indonesia. DalamAnalisis KebudayaanTh.1 No.1. hal. 50-59 Jakarta: Balai PustakaSumadio, Bambang et al.,ed.2008. Zaman Kuna (edisi pemutakhiran). Marwati Pusponegoro dan Nugroho Notosusanto, ed.Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai PustakaSuwardono. 2001. Candi Singhasari. MalangYamin, Mohammad. , 1962.Tatanegara Majapahit, jilid I dan II. Djakarta: Prapantja

LAMPIRAN