178938722 skripsi lengkap ahmad alwy sfarm pdf

Upload: feri-tri-anugrah

Post on 16-Oct-2015

148 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sasasaddaweddsadqwd

TRANSCRIPT

  • UJI AKTIFITAS PENYEMBUHAN LUKA BAKAR

    EKSTRAK METANOL DAUN KAYU COLOK (Samanea saman)

    DALAM BENTUK SEDIAAN KRIM

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Farmasi

    Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

    UIN Alauddin Makassar

    Oleh

    AHMAD ALWY

    NIM. 70100108007

    FAKULTAS ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR

    2012

  • PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

    Dengan penuh kesadaran, penulis yang bertanda tangan di bawah ini

    menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis sendiri. Jika di

    kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau di buat

    oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh

    karenanya batal demi hukum.

    Makassar, 24 Juli 2012

    Penulis,

    Ahmad Alwy NIM. 70100108007

  • PENGESAHAN SKRIPSI

    Skripsi yang berjudul Pengruh Konsentrasi Etanol terhadap Penjerapan

    Nifedipin pada Formula Ethosome yang disusun oleh Rizal, NIM: 70100108073,

    mahasiswa Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar,

    telah diuji dan dipertahankan dalam Ujian Sidang Skripsi yang diselenggarakan

    pada hari Rabu tanggal 24 Juli 2012 bertepatan dengan 4 Ramadhan 1433 H

    dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana dalam Fakultas Ilmu Kesehatan, Jurusan Farmasi.

    Makassar, 24 Juli 2012 M

    4 Ramadhan 1433 H

    DEWAN PENGUJI:

    Ketua : Dr. dr. H. Rasjidin Abdullah, MPH., MH. Kes. (....)

    Sekretaris : Drs. Wahyudin G, M.Ag. ()

    Pembimbing I : Isriany Ismail, S.Si., M.Si, Apt. ()

    Pembimbing II : Gemy Nastity Handayani, S.Si, M.Si., Apt. ()

    Penguji I : Surya Ningsi, S.Si., Apt. ()

    Penguji II : Drs. Dudung Abdullah, M.Ag. ()

    Diketahui oleh:

    Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

    UIN Alauddin Makassar

    Dr. dr. H. Rasjidin Abdullah, M.PH., MH. Kes

    NIP. 19530119 198110 1 001

  • KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah rabbil alamin, segala puji hanya milik Allah swt., Tuhan

    semesta alam yang telah memberi banyak berkah kepada penulis, diantaranya

    keimanan dan kesehatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi ini. Hanya kepada-Nyalah penulis menyerahkan diri dan menumpahkan

    harapan, semoga segala aktivitas dan produktivitas penulis mendapatkan limpahan

    rahmat dari Allah swt.

    Salam dan salawat kepada Nabiullah Muhammad saw., keluarga dan para

    sahabat yang telah memperjuangkan agama Islam. Agama yang diridhoi oleh

    Allah swt.

    Skripsi ini merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahuan yang

    terealisasi dalam bentuk skripsi sebagai pedoman untuk menambah wawasan

    keilmuan ke depannya. Penulis sangat menyadari bahwa apa yang terurai sangat

    sederhana dan masih jauh dari kesempurnaan, namun bagi penulis penyusunan

    skripsi ini tidak lepas dari dukungan moral dan material dari semua pihak. Oleh

    karena itu ucapan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang

    telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

    Terima kasih yang tak terhingga kepada Ibundaku tercinta Hj. Maryam

    Malik dan Ayahandaku Almarhum KH. Andi Baharuddin Zuhra BA yang

    memberikan doa, bimbingan, curahan kasih sayang, serta motivasinya yang

    senantiasa mengiringi penulis dalam setiap langkah. Terima kasih pula kepada

    kakakku Zuhriah S.Pt, M.Si, St Fakhirah,S.EI, Aswirah, S.Pd.I, Hamrah,S.Pd

  • dan Baso Hilmy,S.Pd.I serta keluarga besarku atas segala perhatian dan

    dukungannya selama ini.

    Terima kasih pula kepada Bapak/ Ibu :

    1. Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT,MS., Rektor Universitas Islam Negeri

    Alauddin Makassar yang telah memberikan dukungan demi selesainya skripsi

    ini.

    2. Dr. dr. H. Rasjidin Abdullah, MPH.,MH.Kes., Dekan Fakultas Ilmu

    Kesehatan UIN Alauddin Makassar atas dukungan dan arahannya.

    3. Fatmawaty Mallapiang, SKM, MKes., Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu

    Kesehatan UIN Alauddin Makassar atas segala arahan dan bimbingannya

    dalam penyusunan skripsi ini.

    4. Wahyuddin G, M.Ag., Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Kesehatan UIN

    Alauddin Makassar atas dukungannya dalam menyelesaikan skripsi.

    5. Gemy Nastity Handayani S.Si., M.Si., Apt., Ketua Prodi Farmasi dan sebagai

    pembimbing pertama dalam penyusunan skripsi ini yang telah banyak

    berkontribusi besar dalam menyelesaikan skripsi.

    6. Isriany Ismail, S.Si., M.Si., Apt., Pembimbing kedua atas segala arahan dan

    bimbingannya yang meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya membimbing

    penulis dalam penyusunan skripsi ini.

    7. Haeria S.Si., M.Si. Sekretaris Jurusan Farmasi sekaligus penguji kompetensi

    yang senantiasa memberikan arahannya.

    8. Dr. Abdullah, S.Ag, M.Ag., Penguji agama yang telah memberikan arahan

    dan bimbingannya.

  • 9. Dra. Hj. Faridha Yenny Nonci, M.Si, Apt. Selaku penasehat akademik yang

    telah membimbing, memberikan saran dan mengarahkan dalam

    penyempurnaan skripsi penulis.

    10. Dosen dan seluruh staf Jurusan Farmasi atas curahan ilmu pengetahuan dan

    segala bantuan yang diberikan kepada penulis sejak menempuh pendidikan

    farmasi, melaksanakan penelitian hingga selesainya skripsi ini.

    11. Sahabat-sahabatku dan laboran, atas masukan dan bantuannya dalam

    melaksanakan penelitian. Kakak-kakak mahasiswa Farmasi angkatan 05, 06,

    07, teman-teman 08, adik-adik 09, 010, dan 011 atas bantuan dan

    kerjasamanya selama penulis melaksanakan pendidikan.

    Akhirnya kepada Allah jualah penulis memohon agar kiranya perjuangan

    penulis dalam penyelesaian skripsi ini dapat menjadi amal saleh dan diberikan

    pahala yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak

    kekurangannya, namun besar harapan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi

    pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat untuk kebaikan Ummat.

    Semoga Allah swt., selalu melindungi kita semua. Amin ya Rabbal Alamin.

    Makassar, 24 Juli 2012

    Penulis,

    Ahmad Alwy NIM. 70100108007

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

    HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ..................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................... iii

    KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

    DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x

    ABSTRAK ..................................................................................................... xi

    ABSTRACT ................................................................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

    A. Latar Belakang ............................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................................ 4

    C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4

    D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6

    A. Anatomi dan Fisiologi Kulit ................................................................ 6 a. Epidermis ....................................................................................... 6 b. Dermis ........................................................................................... 8 c. Subkutis ......................................................................................... 8

    B. Luka Bakar ......................................................................................... 9

    a. Definisi Luka Bakar ....................................................................... 9 b. Derajat Luka Bakar ........................................................................ 10 c. Patofisiologi .................................................................................... 12 d. Proses Penyembuhan Luka Bakar ................................................... 13 e. Penyebab Infeksi Luka Bakar ......................................................... 14 f. Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Penyembuhan Luka Bakar . 14 g. Penanggulangan Luka Bakar .......................................................... 15

    C. Tanaman Kayu Colok (Samanea saman) ............................................ 16

    a. Sistematika Tanaman Kayu Colok ................................................. 16

    b. Morfologi Tanaman ....................................................................... 17

    c. Kandungan Kimia dan Khasiat Tanaman ...................................... 19

  • D. Krim ..................................................................................................... 19

    a. Emulgator ....................................................................................... 21

    b. Pembuatan Emulsi .......................................................................... 25

    E. Penyarian ........................................................................................... 26

    a. Metode Penyarian .......................................................................... 26

    b. Ekstraksi ......................................................................................... 27

    c. Maserasi .......................................................................................... 27

    F. Uraian Hewan Coba ........................................................................... 28

    a. Klasifikasi Tikus Putih ................................................................... 28

    b. Sifat-sifat ....................................................................................... 28

    G. Islam dan Kesehatan .......................................................................... 29

    a. Kedudukan Obat dalam Islam ........................................................ 30

    b. Islam dan Teknologi Pengobatan ................................................... 31

    c. Penyembuhan Luka Bakar dalam Islam .......................................... 34

    d. Peristiwa Pembakaran Nabi Ibrahim .............................................. 35

    e. Kedudukan Gizi sebagai Penunjang Pengobatan dalam Islam ........ 37

    BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 39

    A. Alat dan Bahan ................................................................................... 39

    B. Penyiapan Hewan Uji .......................................................................... 39

    C. Metode Kerja ....................................................................................... 40

    1. Penyiapan sampel .......................................................................... 40

    2. Ekstraksi ........................................................................................ 40

    3. Pembuatan sediaan krim ............................................................... 41

    4. Pengujian efek penyembuhan luka bakar ..................................... 42

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 45

    A. Hasil Penelitian ................................................................................. 45

    B. Pembahasan ...................................................................................... 45

    BAB V KESIMPULAN ................................................................................ 52

    A. Kesimpulan ........................................................................................ 52

    B. Saran .................................................................................................. 52

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Rancangan Formula Krim Daun Kayu Colok (Samanea

    saman) dengan variasi konsentrasi ekstrak ......................................... 41

    2. Rata-rata Efek Penyembuhan Luka Bakar ......................................... 45

    3. Perubahan Diameter Luka Bakar ....................................................... 56

    4. Persentase Penyembuhan Luka Bakar ................................................ 57

    5. Efek Penyembuhan Luka Bakar ......................................................... 58

    6. Hubungan antara Formula dan Kecepatan Mulai Penutupan Luka ...... 59

    7. Analisis Ragam dengan Nilai F Tabel ................................................ 60

    8. RAL, Hubungan antara Formula dan Kecepatan Mulai

    Penutupan Luka ................................................................................. 61

    9. Hubungan antara Formula dan Kecepatan Luka Tertutup 100% ......... 62

    10. Analisis Ragam dengan Nilai F Tabel ................................................ 63

    11. RAL, Hubungan antara Formula dan Kecepatan Luka

    Tertutup 100% ................................................................................... 64

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1. Skema Kerja Ekstraksi Daun Kayu Colok (Samanea saman) .................. 53

    2. Skema Kerja Pembuatan Krim ................................................................ 54

    3. Skema Kerja Pengujian Efek Penyembuhan Luka Bakar ........................ 55

    4. Foto Pohon dan Daun Kayu Colok (Samanea saman) ............................ 65

    5. Foto Sediaan Krim Ekstrak Metanol Daun Kayu Colok (Samanea saman)

    dan Kontrol Negatif ................................................................................ 66

    6. Foto Bioplacenton ................................................................................. 66

    7. Foto Alat Penginduksi Panas .................................................................. 67

    8. Foto Tikus saat Dinduksi Pana ................................................................ 67

    9. Foto Pengukuran Diameter Luka Bakar pada Tikus Putih ...................... 68

    10. Foto Tikus Putih yang Lukanya dibalut dengan Kain Kasa Steril ........... 68

    11. Foto Hari Pertama Luka Bakar pada Tikus Putih .................................... 69

    12. Foto Luka Bakar pada Saat Mengalami Pembengkakan ........................ 69

    13. Foto Luka Bakar pada Saat Luka Sembuh ............................................... 70

    14. Foto Saat Bulu Kembali Tumbuh pada Tikus Putih ................................ 70

  • ABSTRAK

    Nama Penulis : Ahmad Alwy

    NIM : 70100108007

    Judul Skripsi : Uji Aktifitas Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Metanol

    Daun Kayu Colok (Samanea saman) dalam Bentuk

    Sediaan Krim

    Telah dilakukan penelitian terhadap aktifitas penyembuhan luka bakar

    ekstrak metanol daun kayu colok (Samanea saman) dalam bentuk sediaan krim

    yang diujikan pada tikus putih jantan. Tujuannya agar dapat mengetahui efek

    penyembuhan luka bakar dari ekstrak metanol daun kayu colok (Samanea saman).

    Metode yang digunakan adalah ekstraksi sampel dengan cara maserasi dan

    krim luka bakar dibuat dalam 3 konsentrasi yaitu 2%, 4%, dan 8%. Di samping itu

    juga digunakan basis krim sebagai kontrol negatif dan Bioplacenton

    sebagai

    kontrol positif, selanjutnya kulit punggung tikus putih jantan dilukai dengan

    penginduksi panas.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang diberi krim dengan

    kandungan ekstrak 2% memberikan efek penyembuhan rata-rata pada hari ke 15,

    krim dengan kandungan ekstrak 4% memberikan efek penyembuhan rata-rata

    pada hari ke 14, sedangkan krim dengan kandungan ekstrak 8% memberikan efek

    penyembuhan rata-rata pada hari ke 12.

    Dari hasil uji statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan Uji Beda

    Nyata Terkecil (BNT) dapat disimpulkan bahwa krim yang memberikan efek

    penyembuhan luka bakar paling baik adalah sediaan krim ekstrak metanol daun

    kayu colok (Samanea saman) kandungan ekstrak 8%.

  • ABSTRACT

    Author Name : Ahmad Alwy

    NIM : 70100108007

    Thesis title : Activity Test of Combustio Healing by Methanol Extract

    of Kayu Colok Leaf (Samanea saman) in cream

    preparations form

    Researched on combustio healing activity of methanol extract of kayu

    colok leaf (Samanea saman) in cream dosage forms are tested on white male rats.

    The goal is to be aware of the healing effects of combustio from the methanol

    extract of kayu colok leaf (Samanea saman).

    The using method is the sample extraction with maceration and combustio

    cream made in 3 concentrations are 2%, 4%, and 8%. In addition to the cream

    base was also used as negative controls and Bioplacenton

    as a positive control,

    then the back skin of male white rats injured by a hot conductor.

    The results showed that the group given the extract cream containing 2%

    show healing effect on average on day 15, the cream containing extracts of 4%

    gives the average treatment effect on day 14, whereas the cream containing

    extracts of 8% give the average healing effect on day 12.

    From the results of statistical tests Completely Randomized Design (CRD)

    and the Smallest Real Differences Test (LSD) can be concluded that the cream

    that gives the effect of combustio healing is the best dosage of methanol extract

    cream of kayu colok leaf (Samanea saman) extract content 8%.

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi di mana

    saja baik di rumah, tempat kerja, bahkan di jalan atau tempat-tempat lain.

    Penyebab luka bakar pun bermacam-macam bisa berupa api, cairan panas

    bahkan bahan kimia, aliran listrik, dan lain-lain (Effendi, 1999: 1). Luka

    bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman

    luka bakar. Walaupun demikian beratnya luka bakar tergantung pada dalam,

    luas, dan daerah luka (Syamsuhidayat, 1997: 72).

    Luka bakar yang terjadi dapat menimbulkan kondisi kerusakan kulit

    selain itu juga dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh. Penderita luka

    bakar memerlukan perawatan secara khusus karena luka bakar berbeda

    dengan luka tubuh lain (seperti luka tusuk, tembak, sayatan, dan lain-lain).

    Hal ini disebabkan karena pada luka bakar sering terdapat keadaan seperti

    ditempati kuman dengan patogenesis tinggi, terdapat banyak jaringan mati,

    mengeluarkan banyak air dan serum, terbuka untuk waktu yang lama (mudah

    terinfeksi dan terkena trauma), serta memerlukan jaringan untuk menutup

    (Effendi, 1999: 4).

    Pohon Colok (Samanea saman) merupakan tanaman yang oleh

    masyarakat Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan sering

    digunakan batangnya sebagai kayu bakar. Di samping itu, getah yang

    dikeluarkan dari hasil pembakaran kayu dipercaya dapat menghilangkan

  • bekas luka, serta daunnya biasa direndam dan air hasil rendamannya

    dimandikan kepada bayi untuk menjaga kulit bayi dari penyakit kulit.

    Dari hasil analisis fitokimia diperoleh data bahwa kayu colok

    (Samanea saman) mengandung tanin, flavonoid, saponin, steroid, cardiac

    glycosides dan terpenoid. Saponin merupakan salah satu senyawa yang

    memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam

    proses penyembuhan luka. Saponin juga mempunyai kemampuan sebagai

    pembersih sehingga efektif untuk menyembuhkan luka terbuka. Sedangkan

    flavonoid yang merupakan golongan fenol berperan sebagai antiseptik

    (Prasad et al, 2008: 1; Raghavendra et al, 2008: 2; Septiningsih, 2008: 2).

    Salah satu penanganan luka bakar yaitu mencegah adanya

    mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan beberapa

    sediaan krim luka bakar mengandung bahan alam yang berefek antibakteri

    seperti ekstrak daun nanas (Ananas comosus), ekstrak daun senduduk

    (Melastoma malabathricum), ekstrak daun binahong (Anredera scandens)

    (Pujilestari, 2007: 20; Simanjuntak, 2008: 19; Ardiyanto, 2009:2).

    Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Raghavendra menunjukkan

    bahwa ekstrak metanol daun kayu colok (Samanea saman) konsentrasi

    0,002% dalam 106 CFU/ml mampu menghambat Escherichia coli dengan

    zona hambat 8,87 mm, Staphylococcus aureus dengan zona hambat yaitu

    18,37 mm, Pseudomonas aeruginosa dengan zona hambat 10,18 mm dan

    zona hambat 9,75 mm pada Streptococcus faecalis (Raghavendra et al, 2008:

    2)

  • Penggunaan esktrak daun kayu colok (Samanea saman) sebagai obat

    luka bakar belum maksimal, karena penggunaannya yang kurang praktis jika

    harus disiapkan dan dioleskan langsung dengan simplisia utuh atau

    ekstraknya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu formula yang dapat

    memudahkan penggunaannya seperti krim.

    Krim didefinisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat

    baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim biasanya

    digunakan sebagai emolien atau pemakaian obat pada kulit (Ansel, 2008:

    513). Tipe M/A merupakan tipe krim yang baik, karena mudah dicuci.

    Apabila dioleskan pada kulit akan mengalami penguapan sehingga

    konsentrasi bahan obat akan naik dan mendorong penyerapannya ke jaringan

    kulit. Pasien lebih memilih M/A karena penyebarannya lebih baik dan

    penguapan airnya dapat mengurangi rasa panas di kulit. Krim A/M

    mempunyai sifat lebih berminyak dan viskositasnya lebih besar daripada M/A

    (Aulton, 1988: 1234).

    Kemampuan ekstrak daun kayu colok (Samanea saman) dalam

    menghambat mikroba bentuk ekstrak murni mungkin berbeda jika ekstrak

    tersebut diformulasi dalam bentuk sediaan krim karena pengaruh basis. Oleh

    karena itu, dilakukan penelitian tentang Uji Aktifitas Penyembuhan Luka

    Bakar Ekstrak Metanol Daun Kayu Colok (Samanea saman) dalam Bentuk

    Sediaan Krim dengan beberapa variasi konsentrasi ekstrak metanol daun

    kayu colok (Samanea saman).

  • Allah swt. dalam Al-Quran Surah Al-Sajadah ayat 27 menjelaskan

    bahwa berbagai tumbuhan diciptakan oleh Allah untuk kepentingan manusia.

    Manusia tidak dibenarkan hanya menikmati apa yang diciptakan oleh Allah

    tanpa mau berfikir dan berusaha untuk meningkatkan nilai tambah ciptaan-

    Nya serta mengembangkannya menjadi suatu ilmu pengetahuan.

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana efek penyembuhan luka bakar ekstrak metanol daun kayu

    colok (Samanea saman) dalam bentuk sediaan krim?

    2. Berapa konsentrasi optimum ekstrak metanol daun kayu colok (Samanea

    saman) dalam bentuk sediaan krim yang memiliki aktifitas terhadap

    penyembuhan luka bakar terbaik?

    3. Bagaimana pandangan Islam tentang pemanfaatan tanaman untuk

    pengobatan?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Mendapatkan formula sediaan krim luka bakar ekstrak metanol daun kayu

    colok (Samanea saman).

    2. Mengetahui konsentrasi optimum ekstrak metanol daun kayu colok

    (Samanea saman) yang memiliki aktifitas penyembuhan luka bakar yang

    setara dengan sediaan luka bakar dengan merek dagang.

    3. Mengetahui kedudukan tanaman-tanaman obat yang bermanfaat dalam

    Islam untuk menunjang kesehatan.

  • D. Manfaat Penelitian

    1. Pemanfaaan bahan alam sebagai alternatif pengobatan luka bakar. (praktis)

    2. Mendapatkan formula krim luka bakar ekstrak metanol daun kayu colok

    (Samanea saman). (praktis)

    3. Meningkatkan penggunaan ekstrak tumbuhan untuk pengobatan. (teoritis)

    4. Sebagai bahan referensi tanaman-tanaman obat yang bermanfaat dalam

    Islam untuk menunjang kesehatan. (teoritis)

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Anatomi dan Fisiologi Kulit

    Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap

    pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia. Kulit berfungsi

    sebagai sistem epitel pada tubuh untuk menjaga keluarnya substansi-substansi

    penting dari dalam tubuh dan masuknya substansi-substansi asing ke dalam

    tubuh. Meskipun kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia,

    namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa-senyawa

    obat atau bahan yang berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau

    efek toksik. Secara mikroskopik, kulit tersusun dari berbagai lapisan yang

    berbeda-beda, berturut-turut dari luar ke dalam yaitu lapisan epidermis,

    lapisan dermis yang tersusun alas pembuluh darah dan pembuluh getah

    bening dan lapisan jaringan di bawah kulit yang berlemak atau yang disebut

    lapisan hypodermis (Sany, 2009: 4).

    a. Epidermis

    Sratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel (inti

    selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin. Stratum lusidum, selnya

    pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-sel sudah banyak

    yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan

    tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan kaki.

    Dalam lapisan terlihat seperti suatu pita yang bening, batas-batas sel

    sudah tidak begitu terlihat, disebut stratum lusidum. Stratum granulosum,

  • stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan. Sel-sel tersebut

    terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam

    sitoplasma dengan butir-butir yang disebut keratohialin yang merupakan

    fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir-butir

    stratum granulosum.

    Stratum spinosum/stratum akantosum, lapisan ini merupakan

    lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8

    lapisan. Sel-selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah

    mikroskop sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya polygonal (banyak

    sudut) dan mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel-

    selnya berduri.

    Stratum basa/germinativum, disebut stratum basal karena sel-

    selnya terletak di bagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-

    sel yang diatasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris

    (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang

    halus disebut butir melanin warna. Sel tersebut disusun seperti pagar

    (palisade) di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran yang

    disebut membran basalis. Sel-sel basalis dengan membran basalis

    merupakan batas terbawah dari epidermis dengan dermis. Ternyata batas

    ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu kerium menonjol pada

    epidermis tonjolan ini disebut papilla kori (papilla kulit), dan epidermis

    menonjol ke arah kerium (Syaifuddin, 2003: 25).

  • b. Dermis

    Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan

    epidermis dilapisi oleh membran basalis dan disebelah bawah berbatasan

    dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai

    patokan ialah mulainya terdapat sel lemak.

    Dermis terdiri dari dua lapisan: bagian atas, pars papilaris (stratum

    papilar) dan bagian bawah, retikularis (stratum retikularis). Batas antara

    pars papikularis dan pars retikularis adalah bagian bawahnya sampai ke

    subkutis. Baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari jaringan

    ikat longgar yang tersusun dari serabut-serabut: serabut kolagen, serabut

    elastik, dan serabut retikulus.

    Serabut ini saling beranyaman dan masing-masing mempunyai

    tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan

    kepada kulit, serabut elastis, memberikan kelenturan pada kulit, dan

    retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan

    memberikan kekuatan pada alas tersebut (Syaifuddin, 2003: 26).

    c. Subkutis

    Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan di

    antara gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-

    sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir,

    sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus

    adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap-tiap tempat dan juga

    pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama (berlainan).

  • Guna penikulus adiposus adalah sebagian shock breaker atau pegas

    bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas

    atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan

    untuk kecantikan tubuh. Di bawah Subkutis terdapat selaput otot

    kemudian baru terdapat otot (Syaifuddin, 2003: 26).

    B. Luka Bakar

    a) Definisi Luka Bakar

    Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan

    jaringan kulit yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api,

    air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2003: 4). Stratum

    korneum diduga merupakan sawar kulit pokok terhadap kehilangan air.

    Beberapa lapis dari sel mati berkeratin sangat hidrofil dan banyak

    mengembang bila tercelup dalam air. Hal ini menjaga permukaan kulit

    tetap halus dan lentur. Bila air yang dikandung stratum korneum hilang,

    kulit akan menjadi kering dan bersisik. Meskipun lapisan film lipid

    bukan sebagai mantel penutup yang menolak air, tapi dapat membantu

    menahan air agar tetap tinggal dalam kulit (Anief, 1997: 73).

    Bila terjadi dehidrasi stratum korneum sampai kira-kira di bawah

    10% air akan menimbulkan celah dan membuka jalan bagi substansi

    iritan dan mikroorganisme masuk ke dalam kulit. Hilangnya stratum

    korneum memberi jalan penguapan (evaporasi), kekurangan komponen

    sel, dan terjadinya penetrasi substansi asing tanpa ada halangan (Anief,

    1997: 74).

  • Berat ringan luka bakar, ditinjau dari kedalaman dan kerusakan

    jaringan ini ditentukan oleh peran beberapa faktor, antara lain penyebab

    dan lama kontak.

    1. Penyebab

    Kerusakan jaringan disebabkan api lebih berat dibandingkan air

    panas, kerusakan jaringan akibat bahan yang bersifat koloid

    (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas.

    Ledakan selain menimbulkan luka bakar, juga menyebabkan

    kerusakan organ dalam akibat daya ledak (eksplosif). Bahan kimia,

    terutama menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi

    jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang

    menyebabkan gangguan proses penyembuhan (Moenadjat, 2003:

    301).

    2. Lama Kontak

    Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas

    dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak,

    semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi

    (Moenadjat, 2003: 301).

    b) Derajat Luka Bakar

    Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan

    oleh kedalaman luka bakar. Kedalaman luka bakar ditentukan oleh

    tingginya suhu dan lamanya pejanan suhu tinggi (Syamsuhidayat, 1997:

    82). Derajat luka bakar dibagi menjadi tiga:

  • 1) Luka Bakar Derajat Satu

    Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis. Luka tampak

    sebagai eritema, kemerahan, keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas

    setempat misalnya tersengat sinar matahari. Luka bakar ini biasanya

    sembuh dalam 5-7 hari dan sembuh tanpa bekas (Syamsuhidayat,

    1997: 83).

    2) Luka Bakar Derajat Dua

    Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis berupa reaksi

    inflamasi akut disertai proses eksudasi, dijumpai pula dasar luka

    berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi di atas

    permukaan kulit normal, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik

    teriritasi (Moenadjat, 2003: 5).

    a. Derajat Dua Dangkal (Superficial)

    Kerusakan mengenai bagian superficial dan dermis,

    apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,

    kelenjar sebacea masih utuh. Penyembuhan terjadi secara

    spontan dalam waktu 10-14 hari (Moenadjat, 2003: 5).

    b. Derajat Dua Dalam (Deep)

    Kerusakan hampir mengenai seluruh bagian dermis,

    apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,

    kelenjar sebacea sebagian kulit yang tersisa. Biasanya

    penyembuhan terjadi dalam waktu satu bulan (Moenadjat,

    2003: 5).

  • 3) Luka Bakar Derajat Tiga

    Kerusakan meliputi kedalaman kulit dan mungkin subkutis atau

    organ yang lebih dalam. Tidak ada kaji elemen epitel hidup yang

    tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka, karena itu

    untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Kulit

    tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih

    rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat. Tidak ada bula dan

    tidak terasa nyeri (Syamsuhidayat,1997: 83).

    c) Patofisiologi

    Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada

    epidermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan

    lamanya kulit kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Dalamnya luka

    bakar akan mempengaruhi kerusakan/gangguan integritas kulit dan

    kematian sel-sel (Effendi, 1999: 5). Luka bakar dapat mengakibatkan

    syok karena kaget dan kesakitan.

    Pembuluh kapiler yang terpejankan suhu tinggi rusak dan

    permeabilitas tinggi sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga

    dapat terjadi anemia, meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem,

    menimbulkan gelembung berisi cairan (bula) dengan membawa serta

    elektrolit sehingga volume cairan intravaskuler berkurang. Kerusakan

    kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena

    penguapan yang berlebihan (Syamsuhidayat, 1997: 83).

  • Apabila luka bakar tidak steril maka sering terjadi kontaminasi

    pada kulit yang mati. Kontaminasi kulit yang mati tersebut merupakan

    medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah

    infeksi karena itu penanganan luka bakar dengan antiseptik topikal

    dianjurkan (Syamsuhidayat, 1997: 83).

    d) Proses Penyembuhan Luka Bakar

    Proses penyembuhan luka bakar terbagi dalam tiga fase yaitu fase

    inflamasi, proliferasi dan penyudahan yang merupakan penyerupaan

    kembali jaringan (Simanjuntak, 2008: 35):

    1) Fase Inflamasi

    Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari

    kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka menyebabkan

    pendarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan

    vasokontriksi. Pengerutan pembuluh yang terputus (retraksi) dan

    reaksi hemostatis. Hemostatis terjadi karena trombosit yang keluar

    dari pembuluh darah saling melengket dan bersama dengan jala fibrin

    yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.

    Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin

    yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi

    cairan, pembentukan sel radang disertai vasodilatasi setempat

    menyebabkan pembengkakan.

  • 2) Fase Proliferasi

    Fase profliferasi disebut juga fibroplasia karena yang menonjol

    adalah proses proliferasi fibrolas. Fase ini berlangsung dari akhir fase

    inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Pada fase ini serat

    kolagen yang mepertautkan tepi luka.

    3) Fase Penyudahan

    Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari

    penyerapan kembali jaringan yang berlebih dan perupaan kembali

    jaringan yang terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan

    dan dinyatakan berakhir jika semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh

    berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena

    proses penyembuhan.

    e) Penyebab Infeksi Pada Luka Bakar

    Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada luka bakar

    yaitu Streptococcus atau Stafilococcus serta mikroorganisme gram

    negatif. Mikroorganisme tersebut terdapat pada folikel rambut dan

    kelenjar keringat yang akan membentuk koloni-koloni pada luka bakar

    yang belum memperoleh pengobatan awal dengan antibiotika topikal

    (Moenadjat, 2003: 322).

    f) Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Penyembuhan Luka Bakar

    Faktor yang berpengaruh pada proses penyembuhan luka bakar,

    baik pengaruh positif maupun negatif sehingga luka dihadapkan pada

    kemungkinan mengalami penyembuhan spontan. Faktor internal seperti

  • usia, kondisi premorbid dan adanya gangguan proses metabolisme

    khususnya protein jelas menyebabkan terhambatnya proses

    penyembuhan. Faktor eksternal lebih ditekankan pada perlakuan terhadap

    luka, dengan penatalaksanaan yang tepat akan menyebabkan proses

    penyembuhan berjalan sebagaimana mestinya. Sebaliknya dengan

    penatalaksanaan yang tidak tepat akan terjadi konversi luka bakar derajat

    II dangkal menjadi II dalam, luka bakar derajat II dalam menjadi derajat

    III dan seterusnya, atau bahkan kematian jaringan (Moenadjat, 2003:

    325).

    g) Penanggulangan Luka Bakar

    a. Terapi Non Obat

    Penanganan pada terapi ini dilakukan dengan memberikan

    kompres dingin menggunakan es atau direndam dalam air dingin. Hal

    ini harus dilakukan setelah kejadian. Pakaian dibuka kecuali yang

    melekat pada luka bakar. Luka bakar derajat I tidak memerlukan

    pembalutan atau pengobatan. Rasa sakit dapat dikurangi dengan

    pemberian emolient seperti vaselin. Luka bakar derajat II dapat diberi

    kompres dengan larutan garam pekat dan dapat diberikan pembalut.

    Luka bakar yang lebih berat dan membahayakan nyawa harus segera

    ditangani, sebaiknya dibawa ke Rumah sakit. Kepada korban

    kebakaran tingkat III ini pasien biasanya diberikan oksigen melalui

    sungkup muka (masker) untuk menghadapi efek dari karbon

    monooksida (Rahman, 2010: 18).

  • b. Terapi Obat

    Luka bakar yang dapat diobati sendiri yaitu luka bakar ringan

    dengan tidak mengenai bagian tubuh yang penting. Misalnya daerah

    leher, muka dan genitel. Prinsip penanganan utama adalah

    mendinginkan daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan

    memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk berproliferasi dan

    menutup permukaan luka. Obat yang digunakan adalah yang

    mengandung Neomicyn sulfat, placenta extra, atau yang mengandung

    Perak sulfadiazin. Luka dapat dirawat secara terbuka atau tertutup.

    Perawatan lokal adalah mengoleskan luka dengan antiseptik dan

    membiarkannya terbuka untuk perawatan terbuka atau menutupnya

    dengan pembalut steril untuk perawatan tertutup. Sediaan Antiseptik

    yang biasa digunakan adalah rivanol, alkohol, yodium, dan

    sebagainya. Selanjutnya diberikan pencegahan tetanus berupa ATS

    (Anti Tetanic Serum) dan atau toksoid. Analgesik diberikan apabila

    penderita kesakitan (Suratman, 1996: 2; Rahman, 2010: 19).

    C. Tanaman Kayu Colok (Samanea saman)

    a. Sistematika Tanaman Kayu Colok (Samanea saman)

    Kedudukan kayu colok (Samanea saman) dalam taksonomi :

    Kingdom : Plantae

    Divisio : Magnoliophyta

    Class : Magnoliopsida

  • Ordo : Fabales

    Familia : Fabaceae

    Genus : Samanea

    Spesies : Samanea saman

    Kayu Colok (Samanea saman) merupakan tanaman cepat tumbuh

    asal Amerika tengah dan Amerika selatan sebelah utara, yang telah

    diintroduksi oleh banyak negara tropis. Di tempat barunya mempunyai

    beberapa nama dalam bahasa Inggris seperti, Rain Tree, Monkey Pod, East

    Indian Walnut, Saman Tree, dan False Powder Puff. Di Negara sub tropis

    dikenal dengan nama: Bhagaya Mara (Kanada), Algarrobo (Kuba),

    Campano (Kolombia), Regenbaum (Jerman), Chorona (Portugis). Di

    beberapa Negara Asia pohon ini disebut Pukul Lima (Malaysia), Jamjuree

    (Thailand), Cay Mura (Vietnam), Vilaiti Siris (India) (Nuroniah, 2010: 4).

    Di Indonesia umumnya jenis ini dikenal dengan nama trembesi,

    dengan nama daerah seperti Kayu colok (Sulawesi Selatan), Ki hujan

    (Jawa Barat) dan Munggur (Jawa Tengah).

    b. Morfologi Tanaman

    Tanaman ini aslinya berasal dari Amerika tropis seperti Meksiko,

    Peru dan Brazil namun terbukti dapat tumbuh di berbagai daerah tropis

    dan subtropis. Spesies ini sudah tersebar di kisaran iklim yang luas,

    termasuk diantaranya equator dan monsoon yang memiliki curah hujan

    rata-rata 600-3000 mm pada ketinggian 0-300 m dpl. Kayu Colok dapat

    bertahan pada daerah yang memiliki bulan kering 2-4 bulan, suhu 20-

  • 38C dimana suhu maksimal saat musim kering 24-38C dan suhu

    minimal saat musim basah 18-20C. Pertumbuhan optimum pada kondisi

    basah dimana hujan terdistribusi merata sepanjang tahun. Trembesi dapat

    beradaptasi dalam kisaran tipe tanah dan pH yang luas. Tumbuh di

    berbagai jenis tanah dengan pH tanah sedikit asam hingga netral (6,0-7,4)

    meskipun disebutkan toleran hingga pH 8,5 dan minimal pH 4,7. Jenis ini

    memerlukan drainasi yang baik namun masih toleran terhadap tanah

    tergenang air dalam waktu pendek (Staples, 2006: 5).

    Trembesi dapat mencapai tinggi maksimum 15-25 m. Diameter

    setinggi dada mencapai 1-2 m. Kanopinya dapat mencapai diameter 30 m.

    Pohon ini membentuk kanopi berbentuk payung, dengan penyebaran

    horisontalnya lebih besar dibandingkan tinggi pohon jika ditanam di

    tempat yang terbuka. Pada kondisi penanaman yang lebih rapat, tingginya

    bisa mencapai 40 m dan diameter kanopi lebih kecil.

    Pohon trembesi dapat berbunga sepanjang tahun. Bunga berbentuk

    umbel (12-25 per kelompok) berwarna pink dengan stamen panjang dalam

    dua warna (putih di bagian bawah dan kemerahan di bagian atas) yang

    berserbuk. Ratusan kelompok bunga berkembang bersamaan memenuhi

    kanopi pohon sehingga pohon terlihat berwarna pink. Penyerbukan

    dilakukan oleh serangga, umumnya hanya satu bunga perkelompok yang

    dibuahi. Biji dalam polong terbentuk dalam 6-8 bulan, dan setelah tua akan

    segera jatuh. Polong berukuran 15-20 cm berisi 5-20 biji. Biji yang

    berwarna coklat kemerahan, keluar dari polong saat polong terbuka. Biji

  • memiliki cangkang yang keras, namun dapat segera berkecambah begitu

    kena di tanah. Biji dapat dikoleksi dengan mudah dengan cara

    mengumpulkan polong yang jatuh dan mengeringkannya hingga tebuka.

    Dalam satu kilogram terdiri atas 4400-7000 biji. Biji dapat disimpan

    kering pada suhu 0-3C dalam kotak tertutup (Staples, 2006: 6).

    c. Kandungan Kimia dan Khasiat Tanaman

    Dari hasil analisis fitokimia diperoleh data bahwa kayu colok

    (Samanea saman) mengandung tanin, flavonoid, saponin, steroid, cardiac

    glycosides dan terpenoid. Saponin merupakan salah satu senyawa yang

    memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam

    proses penyembuhan luka. Saponin juga mempunyai kemampuan sebagai

    pembersih sehingga efektif untuk menyembuhkan luka terbuka.

    Sedangkan flavonoid yang merupakan golongan fenol berperan sebagai

    antiseptik (Prasad et al, 2008: 1; Raghavendra et al, 2008: 2; Septiningsih,

    2008: 2).

    D. Krim

    Emulsi yang dikenal dengan istilah lotion atau krim, merupakan

    bentuk sediaan yang paling sering digunakan. Krim adalah bentuk sediaan

    setengah padat mengandung satu atau lebih bahan terlarut terdispersi ke

    dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan

    untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi yang relatif cair

    diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.

    Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari

  • emulsi minyak dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih dianjurkan

    untuk penggunaan kosmetika atau estetika (Anonim, 1995: 6).

    Emulsi adalah sistem dispersi kasar yang secara termodinamika tidak

    stabil, terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang tidak bercampur satu

    sama lain. Di mana cairan yang satu terdispersi ke dalam cairan yang lain dan

    untuk memantapkannya ditambahkan emulgator (Voight, 1995: 398).

    Sistem emulsi banyak digunakan dalam farmasi, dapat dibedakan

    antara emulsi cairan, yang ditetapkan untuk pemakaian dalam (emulsi minyak

    ikan, emulsi parafin) dan emulsi untuk pemakaian luar. Emulsi terdiri dari

    dua fase yang tidak dapat bercampur satu sama lainnya, di mana yang satu

    menunjukkan karakter hidrofil, yang lain lipofil. Fase hidrofil umumnya

    adalah air atau suatu cairan yang dapat bercampur dengan air, sedangkan fase

    lipofil adalah minyak mineral atau minyak tumbuhan atau lemak. Ada dua

    kemungkinan yang dapat terjadi, apakah fase hidrofil yang terdispersi ke

    dalam lipofil ataukah fase lipofil yang terdispersi ke dalam fase hidrofil

    (Voight, 1995: 399).

    Pada formulasi krim ada dua tipe emulsi yang digunakan yaitu minyak

    dalam air (M/A) dan air dalam minyak (A/M). Pemilihan basis didasarkan

    atas tujuan penggunaannya dan jenis bahannya yang akan digunakan

    (Lachman, 1994: 1030).

    Faktor-faktor yang menentukan apakah akan terbentuk emulsi A/M

    atau M/A tergantung pada dua sifat kritis yaitu terbentuknya butir tetes dan

    terbentuknya rintangan antarmuka. Bila emulgator hanya dapat larut atau

  • lebih suka air (sabun, natrium, tween) maka akan terbentuk tipe emulsi M/A.

    Tetapi bila emulgator hanya dapat larut atau lebih suka minyak (sabun

    kalsium, span) maka akan terbentuk tipe emulsi M/A (Anief, 1999: 27).

    Pada formulasi krim masing-masing basis, memiliki keuntungan pada

    penghantaran obat. Basis yang dapat dicuci dengan air adalah M/A yang

    dikenal dengan krim. Basis vanishing cream termasuk golongan ini.

    Vanishing cream diberi istilah demikian karena waktu krim ini digunakan dan

    digosokkan pada kulit, hanya sedikit atau atau tidak terlihat bukti nyata

    tentang adanya krim sebelumnya. Hilangnya krim ini dari kulit dan pakaian

    dipermudah oleh minyak dalam air yang terkandung di dalamnya. Krim dapat

    digunakan pada kulit dengan luka yang basah. Karena bahan pembawa

    minyak dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan luka

    tersebut. Pembawa jenis vanishing cream merupakan contoh yang mewakili

    emulsi M/A, sedangkan basis serap umumnya A/M (Lachman, 1994: 1030).

    a. Emulgator

    Emulgator adalah bahan aktif permukaan yang mengurangi

    tegangan antarmuka antara minyak dan air dan mengelilingi tetesan

    terdispersi dalam lapisan kuat yang mencegah koalesensi dan pemisahan

    fase terdisperso (Parrot, 1974: 313).

    1. Pembagian Emulgator

    Berdasarkan struktur kimianya, emulgator diklasifikasikan

    menjadi (Gennaro, 1990: 300. Liebermen, 1988: 1091) :

  • a) Emulgator Alam

    1. Emulgator alam yang membentuk film multimolekuler,

    misalnya akasia dan gelatin.

    2. Emulgator alam yang membentuk film monomolekuler,

    misalnya lesitin, kolesterol.

    3. Emulgator yang membentuk film berupa artikel padat

    misalnya bentonit dan vegum.

    b) Emulgator sintetik atau surfaktan yang membentuk film

    monomolekuler. Kelompok bahan aktif permukaan ini

    dibagi menjadi anionik, kationik, dan nonionik. Tergantung

    dari muatan yang dimiliki oleh surfaktan.

    1. Anionik

    Surfaktan ini memiliki muatan negatif. Contoh

    bahannya yaitu kalium, natrium, dan garam ammonium

    dari asam laurat dan asam oleat yang larut dalam air dan

    merupakan bahan pengemulsi M/A yang baik. Bahan ini

    mempunyai rasa yang kurang menyenangkan dan

    mengiritasi saluran cerna sehingga dibatasi

    penggunaannya hanya untuk bagian luar.

    2. Kationik

    Aktifitas permukaan bahan kelompok ini terletak

    pada kation yang bermuatan positif. pH dari sediaan

    emulsi dengan pengemulsi kationik yaitu antara 4-8.

  • Rentang pH juga menguntungkan karena masuk ke

    dalam pH normal kulit. Contohnya senyawa ammonium

    kuartener.

    3. Nonionik

    Surfaktan yang sangat luas penggunaannya sebagai

    bahan pengemulsi karena memiliki kesinambungan

    hidrofilik dan lipofilik dalam molekulnya. Tidak seperti

    tipe anionik dan kationik, emulgator non ionik tidak

    dipengaruhi perubahan pH dan penambahan elektrolit.

    Contoh yang paling banyak digunakan adalah gliseril,

    ester asam lemak sorbitan (span) dan turunan

    polioksietilennya (tween).

    2. Mekanisme Emulgator

    Berdasarkan mekanisme kerjanya, emulgator dibagi menjadi

    beberapa bagian yaitu (Gennaro, 1990: 300) :

    a) Adsorbsi Momonolekuler

    Surfaktan atau amfibil menurunkan tegangan antarmuka

    karena teradsorbsi pada antarmuka minyak air membentuk film

    monomolekuler. Film ini membungkus tetes terdispersi dengan

    suatu lapisan tunggal yang seragam berfungsi mencegah

    bergabungnya tetesan. Idealnya film ini harus fleksibel sehingga

    membentuk kembali jika pecah atau terganggu.

  • b) Adsorbsi Multimolekuler

    Koloid hidrofil terhidrasi dapat dianggap sebagai bahan

    aktif permukaan karena terdapat pada antarmuka minyak air tetapi

    berbeda dengan surfaktan sintetik. Koloid hidrofil tidak

    menyebabkan penurunan tegangan antarmuka yang nyata tetapi

    membentuk film multimolekuler pada antarmuka tetesan. Aksi

    sebagai emulgator terutama disebabkan oleh film yang

    dibentuknya kuat sehingga mencegah koalesensi. Film

    multimolekuler ini bersifat hidrofilik sehingga cenderung

    membentuk minyak dalam air.

    c) Adsorbsi Partikel Padat

    Partikel padat yang dibagi halus yang terbasahi oleh

    minyak dan air dapat bertindak sebagai emulgator membentuk

    suatu film partikel halus di sekeliling tetes terdispersi pada

    antarmuka sehingga mencegah koalesensi.

    3. Sistem Keseimbangan Hidrofilik-Lipofilik

    Hydrofhilic-Lyphophilic Balance adalah harga yang harus

    dimiliki oleh sebuah emulgator sehingga pertemuan antara fase lipofil

    dengan air dapat menghasilkan emulsi dengan tingkat dispersitas dan

    stabilitas yang optimal (Voight, 1995: 407).

    Suatu emulgator dengan HLB tinggi adalah lebih mudah larut

    dalam air dan akan membentuk tipe emulsi M/A. Sebaliknya surfaktan

  • dengan HLB rendah akan membentuk tipe emulsi A/M serta lebih

    mudah larut dalam minyak (Anief, 1999: 30).

    Emulgator sering dikombinasikan untuk menggunakan emulsi

    yang lebih baik yaitu emulgator dengan keseimbangan hidrofilik dan

    lipofilik yang diinginkan, melainkan kestabilan dan sifat kohesi dari

    lapisan antarmuka serta mempengaruhi konsistensi dan penampakan

    emulsi (Gennaro, 1990: 300).

    Emulgator dengan nilai HLB di bawah 7 umumnya

    menghasilkan emulsi air dalam minyak (A/M), sedangkan emulgator

    dengan nilai HLB di atas 7 umumnya menghasilkan emulsi minyak

    dalam air (M/A). Tetapi sistem HLB tidak memberikan indikasi

    tentang konsentrasi yang digunakan. Sebagai aturan, emulgator

    dengan konsentrasi 2% adalah jumlah yang cukup dalam suatu

    formula walaupun konsentrasi yang lebih kecil dapat memberikan

    hasil yang lebih baik. Jika konsentrasi emulgator lebih dari 5% maka

    emulgator akan menjadi bagian utama dari formula dan hal ini

    bukanlah tujuan dari penggunaan emulgator (Martin, 1971: 34).

    b. Pembuatan Emulsi

    Tahap awal dalam pembuatan emulsi adalah pemilihan

    pengemulsi. Agar berguna dalam preparat farmasi. Zat pengemulsi

    mempunyai kualitas tertentu. Dalam sediaan krim, pengemulsi dapat

    bersifat anionik, kationik, dan nonionik. Dalam ukuran kecil, preparat

    pengemulsi dapat dibuat dengan tiga metode yang umum digunakan oleh

  • ahli farmasi di apotek. Ketiga metode tersebut adalah metode kontinental,

    metode inggris, dan metode botol. Dalam metode pertama, zat pengemulsi

    dicampur dengan minyak sebelum penambahan air. Metode kedua, zat

    pengemulsi ditambahkan ke dalam air (dimana zat pengemulsi tersebut

    larut) agar membentuk mucilage, kemudian perlahan-lahan minyak

    dicampurkan untuk membentuk emulsi. Metode botol digunakan untuk

    minyak-minyak yang kurang kental dan merupakan variasi dari metode

    pertama dan kedua (Ansel, 2008: 379).

    E. Penyarian

    a. Metode Penyarian

    Penyarian merupakan pemindahan massa zat aktif yang semula

    berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari, sehingga terjadi larutan

    zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Pada umumnya penyarian akan

    bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan

    dengan cairan penyari makin luas. Dengan demikian maka makin halus

    serbuk simplisia seharusnya makin baik penyariannya.

    Cairan pelarut dalm proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang

    baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif,

    dengan demikian senyawa tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari

    senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian

    besar senyawa kandungan yang diinginkan dalam hal ekstrak total, maka

    cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder

    yang terkandung (Septiningsih, 2008: 24).

  • b. Ekstraksi

    Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari

    bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut.

    Zat-zat aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan

    berbeda demikan pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode

    ekstraksi dan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.

    Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tanaman maupun

    hewan lebih larut dalam pelarut organik. Proses ekstraksinya zat aktif

    dalam tanaman adalah : pelarut organik akan menembus dinding sel dan

    masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan

    terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di

    dalam sel dan pelarut organik di luar sel. Maka larutan terpekat akan

    berdifusi keluar sel, dan proses ini berulang terus sampai terjadi

    keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel

    (Fachruddin, 2001: 19).

    c. Maserasi

    Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang

    dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari

    selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya.

    Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung

    komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak

    mengandung bengosin, trias dan lilin.

  • Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan simplisia

    yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian

    ke dalam bejana maserasi, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan

    penyari, ditutup, kemudian ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada

    temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk.

    Setelah 5 hari, disaring ke dalam wadah penampung kemudian ampasnya

    diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk

    kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari sebanyak 100 bagian. Sari

    yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari

    cahaya selama 2 hari, endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya

    dipekatkan (Fachruddin, 2001: 20).

    F. Uraian Hewan Coba

    a. Klasifikasi Tikus Putih (Agus, 2008: 3)

    Kingdom : Animalia

    Filium : Chordata

    Kelas : Mamalia

    Ordo : Rudentia

    Familia : Muridae

    Genus : Rattus

    Spesies : Rattus novergicus

    b. Sifat-sifat

    Tikus atau rat (Rattus novergicus) telah diketahui sifat-sifatnya

    dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat

  • dan cocok untuk berbagai macam penelitian di laboratorium ataupun

    sebagai hewan kesayangan. Tikus putih yang berasal dari Asia Tengah

    dan tidak ada hubungannya dengan Norwegia seperti yang diduga dari

    namanya. Seperti halnya mencit, terdapat tikus germ free, gnotobiotik dan

    spesifik pathogen free di samping yang biasa (conventional).

    Tikus terutama yang muda memiliki jaringan lemak berwarna

    cokelat di bagian leher sampai scapula yang jumlahnya berkurang setelah

    14 dewasa. Tikus dapat dikandang bersama dalam satu kelompok besar

    yang terdiri dari jantan dan betina dari berbagai tingkat tanpa terjadinya

    perkelahian yang berarti. Tikus dapar hidup lebih dari tiga tahun dan

    produktif untuk berkembangbiak selama lebih dari sembilan bulan atau

    sampai usia satu tahun (Nurliah, 2010: 13).

    G. Islam dan Kesehatan

    Allah swt. menciptakan makhluk-Nya dengan memberikan cobaan dan

    ujian, lalu menuntut konsekuensi kesenangan, yaitu bersyukur dan

    konsekuensi kesusahan, yaitu sabar. Semua ini bisa terjadi dengan Allah

    membalikkan berbagai keadaan manusia sehingga peribadahan manusia

    kepada Allah menjadi jelas. Banyak dalil-dalil yang menunjukkan bahwa

    musibah, penderitaan dan penyakit merupakan hal yang lazim bagi manusia

    dan semua itu pasti menimpa mereka (Yazid, 2011). Hal ini untuk

    mewujudkan peribadahan kepada Allah semata, serta untuk melihat siapa

    yang paling baik amalnya.

  • Hal tersebut sesuai firman Allah swt. Q.S. Al Mulk (67) ; 2 :

    Terjemahnya :

    Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di

    antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi

    Maha Pengampun.

    Penyakit merupakan bagian dari cobaan Allah yang diberikan kepada

    hamba-Nya. Sesungguhnya, cobaan-cobaan itu merupakan Sunnatullah yang

    telah ditetapkan berdasarkan rahmat dan hikmah-Nya. Ketahuilah, Allah tidak

    menetapkan sesuatu, baik berupa takdir kauni (takdir yang pasti berlaku di

    alam semesta ini) atau syari, melainkan di dalamnya terdapat hikmah yang

    amat besar, sehingga tidak mungkin bisa dinalar oleh akal manusia. Berbagai

    cobaan, ujian, penderitaan, penyakit dan kesulitan, semua itu mempunyai

    manfaat dan hikmah yang sangat banyak.

    a. Kedudukan Obat dalam Islam

    Obat atau syifa merupakan zat yang berfungsi untuk memberikan

    suplemen bagi tubuh untuk meregenerasi sel yang rusak dan

    menyembuhkan penyakit. Perkembangan zaman juga meningkatkan

    jumlah penyakit yang menyerang manusia. Penyakit tertentu ada yang

    sudah diketahui obatnya dan ada pula yang belum diketahui. Namun,

    Allah tidak akan memberikan cobaan kepada hamba-Nya melewati batas

    kemampuan mereka. Setiap penyakit pasti ada obatnya, seperti sabda

    Rasulullah Saw Islam sangat menganjurkan untuk memperhatikan tentang

    pengobatan baik itu dari segi keharusan berobat dan hukum bahan-bahan

  • yang digunakan dalam berobat. Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi

    Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Zubair,

    dari Jabir bin Abdillah, dari Nabi Muhammad SAW. Beliau bersabda :

    .

    Artinya :

    Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah

    mengenai penyakit, penyakit itu pasti akan sembuh dengan izin

    Allah Azza wa jalla. [HR. Muslim].

    Dari hadits diatas dapat disimpulkan bahwa kehidupan manusia

    tidak terlepas dari penyakit. Penyakit yang dialami manusia terdiri dari

    penyakit rohani dan penyakit jasmani (Faiz, 1991: 324). Penyakit jasmani

    sering muncul karena dipicu faktor penyakit rohani seperti berlebih-

    lebihan dalam makanan atau malas mengkonsumsi zat-zat gizi seperti

    vitamin dan sebagainya.

    b. Islam dan Teknologi Pengobatan

    Islam memandang ilmu pengetahuan dan tehnologi pengobatan

    sebagai cabang dari ilmu pengetahuan untuk memahami secara ilmiah dari

    cara pengobatan dengan memperhatikan bagaimana cara seseorang untuk

    merancang suatu obat yang lebih baik digunakan bagi manusia dengan

    meminimalkan kerugian yang ditimbulkan. Pengetahuan semacam ini

    merupakan karunia yang sangat besar dari Allah swt., sehingga kita harus

  • terus berusaha untuk menggali ilmu-ilmu pengobatan. Hal ini disebutkan

    dalam Firman Allah swt. dalam surah Al Baqarah (2) : 269

    Terjemahnya :

    Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam

    tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-

    Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar

    Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang

    yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran..

    Dalam ayat ini Allah swt. menerangkan bahwa dia akan

    memberikan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Maksudnya

    ialah bahwa Allah mengaruniakan hikmah kebijaksanaan serta ilmu

    pengetahuan kepada siapa-siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-

    Nya, sehingga dengan ilmu dan dengan hikmah itu ia dapat membedakan

    antara yang benar dan yang salah, antara was-was setan dan ilham dari

    Allah swt.

    Alat untuk memperoleh hikmah itu ialah akal yang sehat dan

    cerdas, yang dapat mengenal sesuatu berdasarkan dalil-dalil dan bukti-

    bukti, dan dapat mengetahui sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya.

    Dan barang siapa yang telah mencapai hikmah dan pengetahuan yang

    demikian itu berarti dia telah dapat membedakan antara janji Allah dan

    bisikan setan. Lalu dipercayainya janji Allah dan dibuangnya bisikan setan

    itu.

  • Oleh sebab itu Allah menegaskan bahwa siapa yang telah

    memperoleh hikmah dan pengetahuan semacam itu, berarti ia telah

    memperoleh kebaikan yang banyak, yaitu kebaikan di dunia ini dan

    kebaikan di akhirat kelak. Ia tidak mau menerima bisikan-bisikan jahat

    dari setan bahkan ia menggunakan segenap pancaindra, akal dan

    pengetahuannya untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang batil,

    mana yang petunjuk Allah dan mana yang bujukan setan. Kemudian ia

    berserah diri sepenuhnya kepada Allah swt.

    Pada akhir ayat ini Allah swt. memuji orang-orang yang berakal

    dan mau berpikir. Mereka inilah yang selalu ingat dan waspada serta dapat

    mengetahui apa-apa yang bermanfaat serta dapat membawanya kepada

    kebahagiaan dunia dan akhirat.

    Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Al-Darda ra, bahwa

    Rasulullah Saw pernah bersabda:

    Artinya:

    Allah telah menurunkan penyakit dan penawarnya, dan dan Dia

    telah menentukan setiap penawar untuk setiap penyakit. Jadi

    rawatlah dirimu sendiri dengan menggunakan obat-obatan

    sekuatmu, tetapi jangan menggunakan sesuatu yang jelas-jelas

    dilarang" (HR. Abu Dawud).

    Al-Quran dan Hadis merupakan pedoman untuk melakukan

    berbagai pengobatan, agar tidak keluar dari syariat Islam. Terapi

    pengobatan dan doa tidak dapat dipisahkan, kesembuhan yang sebenarnya

    hanya berasal dari-Nya. Namun, doa saja tentu tidak cukup tetapi harus

  • ada upaya pengobatan, misalnya pengobatan tradisional ataupun secara

    pengobatan medis. Doa dan pengobatan fisik perlu disinergikan, karena

    keduanya saling mendukung satu sama lain. Berkaitan dengan hal ini,

    Aisyah rahimahullah ta'ala meriwayatkan: "Ketika Rasulullah menderita

    sakit, dia membaca surat Mu'awwidzatain dalam hatinya dan

    meniupkannya ke bagian-bagian yang sakit. Ketika penyakitnya semakin

    parah, aku membacakan ayat-ayat tersebut kepadanya dan memukulkan

    secara perlahan pada bagian yang sakit tersebut melalui tangannya sendiri

    dengan harapan mendapat hidayat-Nya" (HR. Abu Dawud). Tetapi, bukan

    berarti semua penyakit yang mendapat pengobatan dari Rasulullah. Dia

    juga amat konsekuen untuk menyerahkan sesuatu pekerjaan kepada

    ahlinya.

    c. Penyembuhan Luka Bakar dalam Islam

    Dalam Islam, dikenal beberapa cara pengobatan untuk

    menyembuhkan penyakit. Diantaranya, penyembuhan dengan air, bekam,

    doa, dan obat-obat tradisional. Manusia dapat hidup tanpa obat-obatan.

    Akan tetapi, tidak seorang pun yang bisa hidup tanpa air. Karena lebih dari

    setengah (57 %) tubuh kita berupa air. Apabila semua orang dapat

    menggunakan air dengan sebaik-baiknya, maka jumlah penyakit dan

    kematian dapat dihindari. Salah satu penyakit yang bisa diobati dengan air

    yaitu Luka bakar, dengan cara merendam luka bakar dalam air dingin

    (Yazid, 2011). Hal ini untuk memberikan rasa dingin pada luka bakar.

  • Di samping itu, bahan-bahan tradisional juga bisa digunakan

    sebagai obat. Karena memang sudah turun-temurun digunakan oleh

    masyarakat dan biasa dimanfaatkan dalam kehidupan rumah tangga.

    Misalnya kunyit, temulawak, daun sirih, kayu manis, cengkeh, buah

    mengkudu dan lain sebagainya (Yazid, 2011). Bahan-bahan seperti ini

    mudah ditanam sebagai tanaman obat keluarga yang memang dipersiapkan

    untuk anggota keluarga.

    d. Peristiwa Pembakaran Nabi Ibrahim

    Allah berfirman dalam Surah Al-Anbiyaa ayat 68-70 :

    Terjemahnya :

    "Mereka berkata : Bakarlah dia dan belalah tuhan-tuhan kamu

    jika kamu benar-benar hendak bertindak. Kami berfirman : Hai

    api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.

    Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami

    menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi."

    Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah mengungkapkan tafsir

    ayat tersebut bahwa Kaum Nabi Ibrahim yang sangat terpojok dan marah

    mendiskusikan sikap yang mereka ambil terhadap Nabi Ibrahim.

    Akhirnya, sebagaimana kebiasaan orang kuat yang merasa terpojok,

    mereka sepakat untuk menghabisi Nabi Ibrahim. Karena itu, mereka

    berkata kumpulkanlah bahan bakar secukupnya lalu nyalakan api sebesar

    mungkin, kemudian Bakarlah dia, yakni Nabi Ibrahim, dengan

    pembakaran yang sebesar-besarnya, dan belalah tuhan-tuhan kamu jika

  • kamu benar-benar hendak bertindak membela tuhan-tuhan kamu, tentulah

    kamu segera melakukan pembakaran itu. Maka, mereka berbondong-

    bondong mengumpulkan bahan bakar lalu menyalakannya dan

    melemparkan Nabi Ibrahim.

    Allah swt. yang selalu menyertai hamba-hambanya yang taat

    menyelamatkan Nabi Ibrahim. Secara langsung dinyatakan bahwa Kami

    Berfirman : Wahai Api jadi dinginlah engkau, dingin dalam batas tertentu

    dan dalam waktu yang sama hendaklah engkau menjadi keselamatan bagi

    Ibrahim sehingga engkau tidak membahayakannya, yakni api tidak

    membakarnya dan dingin pun tidak menyengatnya.

    Dengan pembakaran itu, mereka hendak berbuat makar terhadap

    Ibrahim, yakni membunuh dan menghabisi ajaran-ajarannya, maka kami

    menjadikan mereka orang-orang yang palin merugi. Rugi karena usaha

    mereka gagal serta rugi karena mendapat murka Allah swt. atas ulah

    tersebut.

    Manusia, atau alat yang digunakan, seperti obat-obat bagi

    kesembuhan atau senjata untuk kemenangan semuanya hanyalah

    perantara. Sehingga pada akhirnya seperti kata einstein, Apa yang terjadi

    semuanya diwujudkan oleh suatu kekuatan yang maha dahsyat lagi maha

    mengetahui, atau dalam Al-Quran diistilahkan Allah maha perkasa lagi

    maha mengetahui (Quraish Shihab, 2000: 83-87).

  • e. Kedudukan Gizi sebagai penunjang pengobatan dalam Islam

    Para ulama Islam sepakat bahwa ajaran agama Islam bertujuan

    untuk memelihara lima hal pokok, yaitu : agama, jiwa, akal, kehormatan

    (keturunan), dan kesehatan. Gizi dalam hal ini mempunyai peranan sangat

    besar dalam membina dan mempertahankan kesehatan seseorang. Gizi

    seimbang sangat dibutuhkan oleh tubuh dengan cara memperhatikan pola

    makan. Di dalam Al quran kata-kata akala (makan) banyak terdapat ayat-

    ayatnya dan juga terdapat 27 kali ayat yang memerintahkan untuk makan.

    Begitu pun dengan penderita luka bakar, nutrisi juga harus cukup

    untuk menunjang penyembuhan luka. Karena karena beberapa faktor yang

    berperan dalam penyembuhan luka bakar antara lain gizi, usia, jenis

    kelamin dan kelainan sistemik (Nugroho, 2012: 30). Islam sangat

    menganjurkan agar memperhatikan pola makan ideal untuk hidup sehat.

    Makanan yang dikonsumsi sangat menekankan pada sifat halal

    (boleh) dan Thayyib (baik atau bergizi). Rangkaian kedua sifat ini

    menunjukkan bahwa yang diperintahkan untuk dimakan adalah yang

    memenuhi kedua syarat tersebut. Firman Allah swt. yang menyebutkan

    tentang makanan yang halal lagi baik di dalam Q.S. Al Maidah (5) :88

    Terjemahnya:

  • Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah

    Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang

    kamu beriman kepada-Nya.

    Ummat Islam diharuskan untuk memilih makanan yang bergizi

    berupa karbohidrat, lemak, vitamin maupun mineral serta yang halal.

    Sebab dari makanan bergizi ini manusia dapat melakukan aktivitas. Oleh

    karena itu dapat disimpulkan bahwa gizi merupakan tangga pertama guna

    mencapai kesehatan dan kesejahteraan. (Quraish Shihab, 1994: 286). Dua

    hal terakhir ini merupakan kewajiban ummat manusia untuk memilihara

    dan mencapainya.

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Alat dan Bahan

    1) Alat yang Digunakan

    Alat yang digunakan antara lain adalah alat-alat gelas (pyrex),

    bejana maserasi (duralex), blender (maspion), cawan porselin, jangka

    sorong (tricle brand), penginduksi panas, rotavafor (heidolf

    ), timbangan

    analitik (precisa).

    2) Bahan yang Digunakan

    Bahan yang digunakan adalah daun kayu colok (Samanea saman)

    diperoleh dan dikumpulkan dari Kecamatan Belawa, Kabupaten Wajo.

    Hewan uji yang digunakan yaitu tikus putih jantan (Rattus novergicus).

    Bahan kimia yang digunakan adalah metanol, asam stearat, cetyl

    alkohol, gliserin, parafin cair, adeps lanae, metil paraben, propil paraben,

    span 60, tween 60, dan air suling.

    B. Penyiapan Hewan Uji

    Sebelum percobaan dimulai, semua hewan coba diadaptasikan pada

    lingkungan percobaan selama tujuh hari. Hewan coba yang digunakan adalah

    tikus putih jantan (Rattus novergicus) dengan bobot badan berkisar antara

  • 200-250 g sebanyak 15 ekor. Selama masa adaptasi, hewan coba diberi

    makan dengan pakan standar dan minum.

    C. Metode Kerja

    1) Penyiapan Sampel

    a. Pengambilan Sampel

    Sampel daun kayu colok (Samanea saman) diperoleh di

    Kecamatan Belawa, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Pengambilan

    sampel dilakukan pada pagi hari. Daun yang diambil mulai dari daun

    pucuk hingga daun kelima dari pucuk yang tidak rusak dan tidak

    berjamur.

    b. Pengolahan Sampel

    Daun kayu colok (Samanea saman) yang telah diambil, dicuci

    hingga bersih dengan air mengalir dan dikeringkan dalam ruangan

    tanpa terkena sinar matahari langsung, kemudian dipotong-potong

    kecil dan diblender hingga diperoleh serbuk simplisia.

    2) Ekstraksi

    Simplisia daun kayu colok (Samanea saman) ditimbang sebanyak

    300 g dimasukkan dalam wadah maserasi, kemudian ditambahkan

    metanol hingga simplisia terendam. Wadah maserasi ditutup dan

    disimpan selama 24 jam di tempat yang terlindung dari sinar matahari

    langsung sambil sesekali diaduk. Selanjutnya disaring, dipisahkan antara

    ampas dan filtratnya. Ampas diekstraksi kembali dengan metanol yang

  • baru dengan jumlah yang sama. Hal ini dilakukan selama 3 x 24 jam.

    Ekstrak metanol yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan diuapkan

    cairan penyarinya sampai diperoleh ekstrak metanol kental. Selanjutnya

    ekstrak dibebas metanolkan.

    3) Pembuatan Sediaan Krim

    a. Rancangan Formula

    Tabel 1 : Rancangan Formula Krim Daun Kayu Colok (Samanea

    saman) dengan variasi konsentrasi ekstrak

    Keterangan :

    Formula A : Formula krim dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 2%.

    Formula B : Formula krim dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 4%.

    Formula C : Formula krim dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 8%.

    Formula D : Formula krim tanpa mengandung ekstrak.

    Nama Bahan

    Formula Krim (%)

    Formula

    A

    Formula

    B

    Formula

    C

    Formula

    D

    Ekstrak Metanol

    daun kayu colok 2 4 8 -

    Cetyl alkohol 5 5 5 5

    Asam stearat 10 10 10 10

    Gliserin 15 15 15 15

    Parafin cair 10 10 10 10

    Adeps lanae 5 5 5 5

    Span 60

    Tween 60 5 5 5 5

    Profil paraben 0,1 0,1 0,1 0,1

    Metil paraben 0,05 0,05 0,05 0,05

    Air suling sampai 100 100 100 100

  • b. Pembuatan Sediaan

    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Fase minyak

    dibuat dengan melebur berturut-turut asam stearat, cetyl alkohol,

    adeps lanae, parafin cair, span 60. Kemudian ditambahkan profil

    paraben, kemudian suhu dipertahankan pada suhu 70C. Fase air

    dibuat dengan melarutkan metil paraben dalam air pada suhu 90C

    dan ditambahkan gliserin. Kemudian ditambahkan tween 60,

    dipertahankan pada suhu 70C. Krim dibuat dengan mencampurkan

    fase minyak ke dalam fase air sambil diaduk dengan pengaduk

    elektrik selama 3 menit dan ditambahkan ekstrak metanol daun kayu

    colok (Samanea saman), kemudian didiamkan selama 20 menit, lalu

    diaduk kembali sampai terbentuk krim yang homogen.

    4) Pengujian efek penyembuhan luka bakar

    Pengujian efek penyembuhan luka bakar dilakukan terhadap krim

    masing-masing konsentrasi ekstrak metanol daun kayu colok (Samanea

    saman) dengan menggunakan hewan percobaan tikus putih (Rattus

    novergicus) jenis kelamin jantan.

    a. Pembagian kelompok hewan coba

    Hewan uji berjumlah 15 ekor, dibagi dalam 5 kelompok yang

    masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor. Kemudian terhadap tiap

    kelompok diberi perlakuan sebagai berikut:

  • a) Kelompok I : Tikus diinduksi dengan alat penginduksi

    panas, suhu 80C selama 5 menit.

    Kemudian diberi krim formula A.

    b) Kelompok II : Tikus diinduksi dengan alat penginduksi

    panas, suhu 80C selama 5 menit.

    Kemudian diberi krim formula B.

    c) Kelompok III : Tikus diinduksi dengan alat penginduksi

    panas, suhu 80C selama 5 menit.

    Kemudian diberi krim formula C.

    d) Kelompok IV : Tikus diinduksi dengan alat penginduksi

    panas, suhu 80C selama 5 menit.

    Kemudian diberi krim formula D.

    e) Kelompok V : Tikus diinduksi dengan alat penginduksi

    panas, suhu 80C selama 5 menit.

    Kemudian diberi krim pembanding

    Bioplacenton.

    b. Pengujian efek penyembuhan luka bakar

    Tikus dianestesi dengan eter kemudian dicukur bagian

    punggungnya. Kulit diinduksi dengan alat penginduksi panas dengan

    suhu 80C selama 5 menit, luka yang terjadi diukur diameternya,

    kemudian dihitung diameter rata-ratanya.

    Luka yang terjadi diolesi dengan 3 gram sediaan uji setiap 24

    jam, kemudian ditutup dengan kain kasa, dibuka, diameter luka

  • diukur kemudian ditutup kembali dengan kain kasa dilakukan sampai

    luka sembuh, dicatat hari mulai menutup luka (berakhirnya inflamasi)

    dan hari luka tertutup 100%.

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    D. Hasil Penelitian

    Efek penyembuhan luka bakar Ekstrak Metanol Daun Kayu Colok

    (Samanea saman) pada beberapa konsentrasi dengan pengamatan hari mulai

    menutup luka hingga luka tertutup 100% disajikan dalam tabel berikut :

    Tabel 2. Efek penyembuhan luka bakar

    Konsentrasi Rata-rata Hari ke-n

    Mulai Menutup Luka Luka Tertutup 100%

    A

    Ekstrak 2% 6,6 15,6

    B

    Ekstrak 4% 4,6 14,3

    C

    Ekstrak 8% 3 12,3

    D

    Kontrol Basis 7,3 18,3

    E

    Bioplacenton 3,3 11,3

    E. Pembahasan

    Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan

    yang disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang tinggi

    misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan sebagainya (Simanjuntak,

    2008, 32). Gejala yang ditimbulkan berupa panas dan adanya kemerahan.

    Prinsip penanganan utama adalah mendinginkan daerah yang terbakar atau

    menurunkan inflamasi, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa

    sel epitel untuk berproliferasi dan menutup permukaan luka. Untuk

  • menurunkan inflamasi dibutuhkan bahan yang berfungsi sebagai adstringen

    atau dapat menciutkan pori, di samping itu juga diperlukan anti mikroba

    untuk mencegah infeksi, serta bahan yang merangsang pembentukan kolagen

    (Simanjuntak, 2008: 54).

    Daun kayu colok (Samanea saman) secara empiris digunakan oleh

    masyarakat untuk mengobati luka bakar. Pada penelitian ini, Ekstrak metanol

    daun kayu colok (Samanea saman) diformulasikan menjadi sediaan krim luka

    bakar karena bentuk sediaan ini mudah digunakan dan penyebarannya di kulit

    lebih cepat. Tipe krim yang dibuat adalah tipe minyak dalam air yang

    merupakan tipe krim yang baik, karena mudah dicuci dan memberikan rasa

    dingin. Apabila dioleskan pada kulit akan mengalami penguapan sehingga

    konsentrasi bahan obat akan naik dan meningkatkan waktu kontak dengan

    kulit untuk memberikan efek (Aulton, 1988: 1234).

    Bahan yang digunakan dalam pembuatan krim adalah cetyl alkohol

    yang berfungsi sebagai peningkat stabilitas emulsi atau pembentuk massa,

    asam stearat sebagai pengemulsi, gliserin sebagai humektan, parafin cair

    sebagai fase minyak, serta adeps lanae sebagai peningkat konsistensi. Fase

    minyak dipilih dari jenis minyak mineral agar tidak terabsorbsi oleh kulit

    karena sediaan ini tidak diharapkan terabsorbsi ke dalam kulit. Gologan

    minyak mineral tidak diserap kulit, melainkan menempel seperti plastik tipis

    pada permukaan epidermis (Tessa, 2006: 31).

  • Sebagai emulgator, digunakan span 60 dalam fase minyak dan tween 60

    sebagai fase air. Hal ini bertujuan untuk menurunkan tegangan antar muka

    minyak / air. Tween dan span merupakan surfaktan yang memiliki sifat relatif

    hidrofil/ lipofil, dan gabungan dua emulgator ini diharapkan dapat

    membentuk emulsi yang stabil serta menjaga fase minyak dan air. Adapun

    pengawet yang digunakan adalah kombinasi metil paraben dan profil paraben.

    Kombinasi kedua pengawet ini diharapkan dapat memberi hasil yang sangat

    baik sehingga penggunaannya direkomendasikan.

    Penelitian efek penyembuhan luka bakar ekstrak metanol kayu colok

    (Samanea saman) dalam bentuk sediaan krim diujikan pada tikus putih

    (Rattus novergicus) yang telah diinduksi dengan logam panas. Induksi ini

    menghasilkan luka bakar derajat I dengan luas luka

  • penting dalam mempercepat regenerasi sel dan penyembuhan luka.

    Sedangkan neomycin sulfate bekerja sebagai antibiotik yang mampu

    membunuh beragam jenis kuman dengan daya kerja yang tidak terganggu

    oleh nanah. Selain memberikan rasa sejuk, Bioplacenton juga aman

    digunakan dan mudah didapat. Daun kayu colok (Samanea saman) juga

    mengandung saponin yang berfungsi memacu pembentukan kolagen, dan

    tanin yang berfungsi menurunkan inflamasi, serta kandungan berupa polifenol

    yang berefek antimikroba yang dapat mencegah infeksi oleh mikroorganisme.

    Dari hasil pengamatan diperoleh data perubahan diameter luka bakar

    dengan menghitung rata-rata perubahan diameter luka bakar dengan interval

    waktu pengukuran setiap 24 jam.

    Proses penyembuhan luka bakar dibagi dalam tiga fase yaitu fase

    inflamasi, fase proliferasi, dan fase penyudahan. (Simanjuntak, 2008, 54).

    Fase inflamasi segera terjadi setelah kulit terinduksi panas, hal ini terlihat

    dengan membesarnya diameter luka, terjadi reaksi kemerahan, dan adanya

    akumulasi cairan. Awal dari fase penyembuhan luka bakar dengan

    karakteristik peradangan yaitu; rubor (kemerahan yang menyertai

    peradangan, terjadi akibat peningkatan aliran darah ke daerah yang

    meradang), kalor (panas yang menyertai peradangan yang timbul akibat

    peningkatan aliran darah), turgor (pembengkakan daerah yang meradang,

    terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler sehingga protein-protein

    plasma masuk ke ruang interstisium), dan dolor (nyeri peradangan akibat

  • peregangan saraf karena pembengkakan dan rangsangan ujung-ujung saraf

    oleh mediator-mediator peradangan) (Nurliah, 2010: 29).

    Awal menutupnya luka atau berakhirnya fase inflamasi pada

    penggunaan masing-masing formula menunjukkan perbedaan waktu (hari).

    Hal ini terlihat dari hasil analisis statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL)

    hubungan antara formula dan kecepatan penutupan luka (Tabel 8) di mana

    Fhitung > Ftabel pada taraf kepercayaan 5% dan 1%, ini berarti terdapat

    perbedaan waktu berakhirnya inflamasi dari penggunaan masing-masing

    formula. Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) waktu berakhirnya inflamasi

    menunjukkan bahwa krim C (konsentrasi ekstrak 8%) awal penyembuhan

    lukanya (berakhirnya inflamasi) tidak berbeda dengan krim E

    (Bioplacenton

    ). Sedangkan krim yang lainnya (A, B, dan D) menunjukkan

    perbedaan sangat nyata dengan krim E maupun krim C. Hal ini berarti krim

    dengan konsentrasi ekstrak 8% mengandung bahan yang mampu menurunkan

    inflamasi lebih cepat dibanding dengan krim yang mengandung ekstrak

    metanol kayu colok (Samanea saman) konsentrasi 2%, 4%, dan kontrol basis.

    Di samping komposisi krim yang mampu menurunkan inflamasi dengan

    mendinginkan, ekstrak metanol daun kayu colok (Samanea saman) juga

    mengandung bahan yang berperan dalam mempercepat sembuhnya inflamasi

    yaitu tanin. Moh Anief mengatakan bahwa Tanin berfungsi sebagai

    adstringen yang dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras

    kulit, menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan, sehingga mampu

  • menutupi luka dan mencegah pendarahan yang biasa timbul pada luka

    (Simanjuntak, 2008, 54).

    Sedangkan untuk luka tertutup 100% atau fase penyudahan pada

    penggunaan masing-masing formula juga menunjukkan perbedaan waktu

    (hari). Hal ini terlihat dari hasil analisis statistik Rancangan Acak Lengkap

    (RAL) hubungan antara formula dan kecepatan luka tertutup 100% (Tabel 11)

    di mana Fhitung > Ftabel pada taraf kepercayaan 5% dan 1%, ini berarti

    terdapat perbedaan waktu penyembuhan luka 100% dari penggunaan masing-

    masing formula. Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT) penyembuhan luka

    100% menunjukkan bahwa Bioplacenton waktu penyembuhan lukanya (luka

    tertutup 100%) berbeda nyata dengan krim C (konsentrasi ekstrak 8%).

    Sedangkan krim yang lainnya (A, B, dan D) menunjukkan perbedaan sangat

    nyata dengan krim E. Hal ini berarti krim dengan konsentrasi ekstrak 8%

    mengandung bahan yang mampu merangsang pembentukan kolagen lebih

    cepat dibanding dengan krim ekstrak 2% dan 4% meski tidak seperti dengan

    Bioplacenton. Ekstrak metanol daun kayu colok (Samanea saman)

    mengandung bahan yang berperan dalam pembentukan kolagen yaitu

    saponin. Saponin memiliki peranan penting dalam fase ini karena merupakan

    senyawa yang memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang

    berperan dalam proses penyembuhan luka (Ardiyanto, 2009: 2).

    Di samping itu, ekstrak metanol daun kayu colok juga mengandung

    antiseptik yang berpengaruh untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan

  • mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami

    infeksi yang berat (Simanjuntak, 2008, 35).

    Secara keseluruhan, efek penyembuhan luka bakar yang optimum

    diberikan oleh sediaan krim dengan kandungan ekstrak metanol daun kayu

    colok (Samanea saman) sebesar 8% dengan efek penurunan inflamasi (awal

    penyembuhan) yang setara Bioplacenton dan memberi penyembuhan luka

    hampir setara dengan Bioplacenton.

    Penelitian ini mengingatkan kita tentang adanya tanda-tanda kekuasaan

    Allah dalam dunia tumbuh-tumbuhan yang memang penuh dengan tanda-

    tanda yang menunjukkan keagungan dan keperkasaan-Nya.

  • BAB V

    PENUTUP

    F. Kesimpulan

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

    1. Formula krim ekstrak metanol daun kayu colok (Samanea saman) dapat

    menurunkan inflamasi serta menyembuhkan luka bakar derajat I.

    2. Efek penyembuhan luka bakar terbaik diberikan oleh sediaan krim yang

    mengandung ekstrak metanol daun kayu colok (Samanea saman) sebesar

    8%.

    3. Islam mengajarkan bahwa tanaman diciptakan oleh Allah swt. untuk

    dipetik pelajaran di dalamnya seperti pemanfaatannya sebagai obat.

    G. Saran

    Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan menguji

    stabilitas sediaan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Al-Quran dan Terjemahannya 2005. Departemen Agama RI, Bandung : CV. Penerbit J-ART.

    Agus, Gutama. 2008. Penggunaan Mencit dan Tikus sebagai Hewan Model

    Penelitian. Fakultas Peternakan, Institu Pertanian Bogor. Bogor.

    Anief, M., 1997, Formulasi Obat Topikal Dengan Dasar Penyakit Kulit, 29-39,

    Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

    Anief, Moh. 1999. Sistem Dispersi, Formulasi Suspensi dan Emulsi. Gadjah Mada

    University Press. Yogyakarta.

    Ansel, C. Howard. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

    Indonesia. Jakarta.

    Ardiyanto, Dedi. 2009. Uji Aktifitas Krim Ekstrak Daun Binahong (Anredera

    cordifolia) sebagai Penyembuh Luka Bakar pada Kulit Punggung Kelinci.

    Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

    Aulton, Michael E. 1988. Pharmaceutics: The