skripsi-ahmad nurjihan 111070038

Upload: dhaduth-fvckin-setan

Post on 18-Oct-2015

139 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

aaaaaa

TRANSCRIPT

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    1/130

    i

    SKRIPSI

    Oleh :

    AHMAD NURJIHAN

    111.070.038

    PRODI TEKNIK GEOLOGI

    FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

    YOGYAKARTA

    2 0 11

    GEOLOGI DAN PENGARUH SESAR MENDATAR TUTUPAN

    TERHADAP PERBEDAAN PERINGKAT BATUBARA SEAMT120

    BERDASARKAN PARAMETER NILAI REFLEKTAN VITRINIT

    DAERAH TUTUPAN SELATAN

    KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN TABALONG

    PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    2/130

    ii

    SKRIPSI

    Oleh :

    AHMAD NURJIHAN

    111.070.038

    Disusun Sebagai Salah Satu Syarat

    Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi

    Yogyakarta, 26 September 2011

    Menyetujui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Ir. H. Achmad Rodhi, M.T. Ir. Ediyanto, M.T.

    NIP : 19540511 198303 1 001 NIP. 19600331 199203 1 001

    Mengetahui,

    Ketua Jurusan

    Ir. Sugeng Raharjo, M.T.

    NIP. 19581208 199203 1 001

    GEOLOGI DAN PENGARUH SESAR MENDATAR TUTUPAN

    TERHADAP PERUBAHAN PERINGKAT BATUBARA SEAMT120

    BERDASARKAN PARAMETER NILAI REFLEKTAN VITRINIT

    DAERAH TUTUPAN SELATAN

    KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN TABALONG

    PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    3/130

    iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT dan rosulnya Muhammad SAW berkat rahmat

    Nya-lah penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul Geologi dan

    Pengaruh Sesar Mendatar Tutupan Terhadap Perbedaan Peringkat Batubara SeamT120

    Berdasarkan Parameter Nilai Reflektan Vitrinite Daerah Tutupan Selatan, Kecamatan

    Tanjung, Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan.

    Laporan tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kurikulum

    program Strata-1 di Prodi Teknik Geologi Falkutas Teknologi Mineral Universitas

    Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

    Penyusun juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

    1. Almarhum Ayah dan Ibunda tercinta, atas semangat, bimbingan, nasehat, doa

    dan bantuan materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

    2. Ir. H. Sugeng Rahardjo, MT selaku Ketua Prodi Teknik Geologi, UPN Veteran

    Yogyakarta. Bapak Ir. H.Achmad Rodhi, MT selaku pembimbing I di Prodi

    Teknik Geologi, UPN Veteran Yogyakarta, atas segala ilmu, waktu dan

    bimbingan yang diberikan kepada penulis. Ir.Ediyanto, MT selaku pembimbing

    II di Prodi Teknik Geologi, UPN Veteran Yogyakarta, atas segala ilmu, waktu

    dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.

    3. PT. Adaro Indonesia atas kesempatan, dukungan, sarana dan prasarana selama

    penelitian, Bapak Dwin Deswantoro selaku pembimbing di lapangan PT.Adaro

    Indonesia, dan seluruh karyawan PT. Adaro Indonesia yang telah banyak

    membantu dan telah memberikan suasana yang menyenangkan selama

    penelitian.4. Keluarga Besar Pangea Cruiser atas semua ilmu dan pengalaman yang telah

    diberikan kepada penulis dan saudara-saudara angkatan 2007 Teknik Geologi

    UPN V Yogyakarta, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

    terimakasih atas dukungan dan doanya.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    4/130

    iv

    5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu - persatu yang telah

    membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi

    ini dapat terselesaikan.

    Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh

    karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

    kesempurnaan laporan skripsi ini.

    Akhir kata, semoga laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan berguna

    untuk dipahami bagi para pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya

    serta dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, amin yaa rabbal

    alamin.

    Yogyakarta, 20 Agustus 2011

    Penulis

    Ahmad Nurjihan

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    5/130

    v

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Skripsi ini ku persembahkan kepada :

    Keluarga Tercinta, Almarhum Ayahanda Harun Alrasyid dan Ibunda Sri Hartati yang selalu

    memberikan kasih sayang, dukungan, semangat dan doa yang tiada henti.

    serta kedua saudaraku Eko Nurrahmanto dan Fajar Dwi Astuti

    Keluarga Besar Pangea Cruiser, sebagai tempat bermain dan belajar.

    Keluarga Basecamp PC, Adie Pulung Saputro, RY Rahman, Rudi Prastiono

    Keluarga Besar staff dosen dan asisten dosen Laboratorium Geologi Struktur.

    Selvy Indah Era Wardani yang telah banyak memberikan semangat.

    Teman-teman Geologi terutama Pangea 2007, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

    terimakasih atas dukungan dan bantuan kalian semua.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    6/130

    vi

    GEOLOGI DAN PENGARUH SESAR MENDATAR TUTUPAN TERHADAP

    PERUBAHAN PERINGKAT BATUBARA SEAMT120 BERDASARKAN

    PARAMETER NILAI REFLEKTAN VITRINIT DAERAH TUTUPAN

    KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN TABALONGPROPINSI KALIMANTAN SELATAN

    Ahmad Nurjihan

    111.070.038

    ABSTRAK

    Latar belakang penelitian ini adalah dijumpai banyak seam batubara dengan

    ketebalan mencapai 28 meter dan struktur geologi yang cukup kompleks, sehinggatujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keadaan geologi dan karakteristik struktur

    geologi daerah telitian serta perubahan peringkat batubara (coal rank) berdasarkan

    tingkat kematangan bahan organik (reflektan vitrinit) yang dikontrol oleh perubahantekanan dan temperatur akibat dari pengaruh sesar mendatar Tutupan. Lokasi Penelitian

    ini dilakukan pada salah satu kuasa pertambangan milik PT. Adaro Indonesia, yaitu di

    Blok Tutupan Selatan Pit Hill 11. Secara administrasi lokasi daerah telitian berada padadaerah Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan, secara geografis

    terletak pada 115280 BT - 1152853.2 BT dan 21410.8 LS - 2150 LS.

    Metode penelitian yang digunakan adalah berupa pemetaan geologi permukaan

    (Surface Mapping) dengan pengambilan data langsung di lapangan. Beberapa analisisyang dilakukan antara lain: struktur geologi dan petrografi batubara (maseral dan

    reflektan vitrinit) yang digunakan untuk penentuan peringkat batubara pada daerah

    telitian.Satuan geomorfologi daerah telitian antara lain: bukit homoklin berlereng miring

    (S1), perbukitan homoklin berlereng landai (S2), kolam penampungan air/sump hasil

    penambangan (H1), lereng curam high wallhasil penambangan (H2), lereng curam lowwall hasil penambangan (H3), lereng curam end wall hasil penambangan (H4) dan

    dataran berlereng landai-miring hasil penambangan (H5). Stratigrafi daerah telitian dari

    tua ke muda yaitu : Satuan batupasir kuarsa Warukin yang diendapkan pada lingkunganUpper delta plain pada Kala Miosen Tengah, selaras di atasnya Satuan batulempung

    Warukin yang diendapkan pada lingkungan Transitional lower delta plain pada Kala

    Miosen Tengan dan tidak selaras di atasnya Satuan Endapan Alluvial yang diendapkan

    pada lingkungan fluviatil (darat) pada Kala Holosen. Struktur geologi pada daerahtelitian berupa kekar dan cleatdengan arah umum NW-SE, homoklin dengan strikekearah NE-SW dan dipmiring ke arah SE, sesar mendatar Tutupan berarah WNW-ESE,

    serta sesar naik Hill 11 diperkirakan berarah NE-SW. Secara umum, peringkat batubara(coal rank) berdasarkan nilai reflektan vitrinit di daerah telitian mempunyai peringkat

    batubara Sub-Bituminous B menurut klasifikasi ASTM, 1986. Sedangkan pada seam

    T120 yang tersesarkan (pengambilan sampel pada zona sesar) terjadi perbedaan

    peringkat batubara dengan peringkat H igh Volatile Bituminous Cyang diakibatkan olehpeningkatan tekanan dan temperatur karena pergerakan sesar mendatar Tutupan.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    7/130

    vii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................ iHALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. ii

    KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii

    HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................... v

    ABSTRAK ................................................................................................................ vi

    DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii

    DAFTAR FOTO ..................................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ x

    DAFTAR TABEL .................................................................................................... xi

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 11.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 11.3. Batasan Masalah ................................................................................................ 2

    1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian ........................................................................... 2

    1.5. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian ........................................................ 31.6. Hasil Penelitian ................................................................................................... 6

    1.7. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 7

    1.8. Peneliti Terdahulu ............................................................................................... 7

    BAB II. METODE PENELITIAN2.1.Metodologi Penelitian .......................................................................................... 8

    BAB III. DASAR TEORI3.1. Genesa Batubara ................................................................................................. 14

    3.2. Faktor Pembentuk Batubara ................................................................................ 173.3. Petrografi Batubara ............................................................................................. 19

    3.4. Peringkat Batubara (Coal Rank) ........................................................................ 17

    3.5. Lingkungan Pengendapan .................................................................................. 313.7. Karakteristik Sesar Naik dan Sesar Mendatar .................................................... 35

    BAB IV. GEOLOGI REGIONAL

    4.1. Fisiografi Regional ............................................................................................. 39

    4.2. Kerangka Tektonik Regional .............................................................................. 404.3. Stratigrafi Regional ............................................................................................. 43

    4.4. Struktur Geologi Regional .................................................................................. 48

    BAB V. GEOLOGI DAERAH TELITIAN5.1. Geomorfologi Daerah Telitian ............................................................................ 505.2. Stratigrafi Daerah Telitian .................................................................................. 58

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    8/130

    viii

    5.3. Struktur Geologi Daerah Telitian ....................................................................... 70

    5.4. Sejarah Geologi Daerah Telitian......................................................................... 84

    BAB VI. PENGARUH SESAR MENDATAR TUTUPAN TERHADAPPERINGKAT BATUBARA SEAM T120 BERDASARKAN PARAMETER

    NILAI REFLEKTAN VITRINIT DAERAH TELITIAN5.1. Peringkat Batubara (Coal Rank) Daerah Telitian ............................................... 84

    5.2.Pengaruh Sesar Mendatar Tutupan Terhadap Peringkat Batubara Seam T120 ... 88

    BAB VII. KESIMPULAN....................................................................................... 92

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... xii

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiii

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    9/130

    ix

    DAFTAR FOTO

    Foto Hal

    5.1. Kenampakan arah kemiringan lapisan batuan pada daerah telitian................. 52

    5.2. Kenampakan satuan Geomorfologi bukit homoklin berlereng miring (S1)

    dan perbukitan lemah homoklin berlereng landai (S2) di bagian tenggaradaerah telitian .................................................................................................... 53

    5.3. Kenampakan satuan kolam penampungan (sump) di daerah telitian ............... 54

    5.4. Kenampakan satuan geomorfik aspek manusi pada daerah telitian ................ 56

    5.5. Kenampakan woody structur(struktur kayu) pada LP 109 ............................. 595.6. Litologi batupasir kuarsa daerah telitian pada LP 2 ....................................... 59

    5.7. a. Litologi batulempung dengan sisipan batubara tipis pada LP 82 ................ 60

    5.7. b. Lithologi batulempung karbonan dengan struktur menyerpih pada LP 90 . 605.8. Litologi batubara T110 bagianfloorpada lintasan MS end walltimur laut .... 61

    5.9. a. Cleatpada batubaraseamT110 pada LP 164 .............................................. 62

    5.9. b. Kenampakan resin/amberpadaseambatubara T110 pada end wall timutlaut ................................................................................................................ 62

    5.10. Kontak satuan batuan (garis merah) pada end wall timur laut daerah telitian 64

    5.11. Litologi batulempung dengan struktur masif pada LP 101 ............................ 655.12. Litologi batupasir kuarsa dengan struktur silang siur pada LP 10 .................. 65

    5.13. Litologi batulanau dengan fosil cetakan daun (plant remain) LP 102 ........... 66

    5.14. Satuan Endapan Alluvial yang terdapat pada kolam penampungan /sump .... 69

    5.15. Kekar pada lithologi batulanau LP 71 ............................................................ 71

    5.16. Kenampakan cleat pada daerah telitian .......................................................... 735.17. Struktur homoklin pada daerah telitian ........................................................... 75

    5.18. Kenampakan offset, bidang sesar, zona milonit pada daerah telitian ............. 765.19. Kenampakan bidang sesar,slickensidedan drag folddi daerah telitian ........ 77

    5.20. Kenampakan lipatan berupa drag fold di dearah telitian pada LP 78 dan LP

    79 .................................................................................................................... 81

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    10/130

    x

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Hal.

    1.1. Peta lokasi daerah telitian yang termasuk dalam wilayah konsesi PT. Adaro

    Indonesia ........................................................................................................... 5

    1.2. Petunjuk letak peta dan peta lokasi daerah telitian ........................................... 62.1. Diagram alir tahapan dan metode penelitian .................................................... 13

    3.1. Proses kematangan batubara ............................................................................. 23

    3.2. Model Lingkungan Pengendapan Batubara (Horne,1978) ............................... 26

    3.3. Penampang Singkapan dan Rekontruksi Upper Delta Plain-Fluvial(Horne,et all, 1978) ........................................................................................... 29

    3.4. a. Rekontruksi dari lingkungan transitional lower delta plain ......................... 31

    3.4. b. Urutan umum vertikal melalui endapan transitional lower delta plain(Horne,et all, 1978) ...................................................................................... 31

    3.5. Kemungkinan terbentuknya splitting lapisan batubara yang disebabkan

    perubahan pergerakan sesar selama pengendapan gambut berlangsung .......... 333.6. Plan of wrench system under NorthSouth sample (Moddy and Hill, 1961) 38

    3.7. En Echelon Structures pada zona strike slip faults (Harding,1974 and

    Bartlett et all,1981) ........................................................................................... 384.1. Peta fisiografi pulau Kalimantan ...................................................................... 39

    4.2. Elemen Tektonik Kalimantan (Kusuma & Darin, 1989) .................................. 42

    4.3. Barito Basin-Makassar Strait cross section ...................................................... 42

    4.4. Peta geologi Regional daerah penelitian (Heryanto,dkk.1994) ....................... 46

    4.5. Model Struktur Regional (PT. Adaro Indonesia).............................................. 494.6. Tatanan Tektonik Cekungan Barito .................................................................. 49

    5.1. Diagram Rosset dan Konturface cleatdaerah telitian ..................................... 745.2. Diagram kontur face cleat pada zona sesar dengan kekudukan umum

    N370E/550 ......................................................................................................... 78

    5.3. Diagram analisis sesar mendatar Tutupan ........................................................ 785.4. Analisis stereografis drag foldpada daerah telitian .......................................... 80

    5.5. Hubungan antara pergerakan sesar dengan struktur penyerta (Hill,1976) ........ 82

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    11/130

    xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel Hal.

    3.1 Tahaptahap perkembangan gambut menjadi meta-antrasit (Thomas, 2002 .. ) 16

    3.2 Klasifikasi Maseral Batubara (AS 2856, 1986) ............................................... 22

    3.3 Coal Rank Classifications(ASTM Standard, 1983) And Relation to vitrinitereflectance(modified fromMeissner, 1984) ..................................................... 24

    4.1 Stratigrafi cekungan Barito (Adaro Resources Report, 1999) ........................... 46

    4.2 Kolom stratigrafi daerah Tutupan (PT. Adaro Indonesia) ................................. 47

    5.1 Klasifikasi Kemiringan Lereng (Zuidam dan Cancelado, 1979) ....................... 515.2 Klasifikasi satuan geomorfik daerah telitian ..................................................... 59

    5.3 Kolom Stratigrafi Daerah Telitian ..................................................................... 70

    5.4 Tabulasi DataFace CleatDaerah Telitian ........................................................ 725.5 Tabulasi Data Kedudukan SayapDrag Fold ..................................................... 79

    6.1 Peringkat batubara Tutupan (ADARO) ............................................................. 84

    6.2 Coal rankADR_T100 ....................................................................................... 856.3 Coal rankADR_T120 ....................................................................................... 85

    6.4 Coal rankADR_T300 ....................................................................................... 86

    6.5 Hasil analisis reflektan vitrinit dan penentuan coal rank(ASTM,1986),seamT120 pada daerah telitian .................................................................................. 87

    6.6 Klasifikasi coal rank T120 AH-1 LP 105 (ASTM,1983 modified from

    Meissner,1984) ................................................................................................. 88

    6.7 Klasifikasi coal rank T120 AH-2 LP 6(ASTM,1983 modified from

    Meissner,1984) ................................................................................................. 886.8 Klasifikasi coal rank T120 AH-2 LP 6(ASTM,1983 modified from

    Meissner,1984) ................................................................................................. 89

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    12/130

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Penelitian

    Batubara adalah bahan bakar hydro-karbon yang terbentuk dari tetumbuhan

    dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang

    berlangsung lama sekali. Secara garis besar batubara terdiri dari zat organik, air dan

    bahan mineral. Petrologi batubara memberikan dasar untuk pemahaman genesa , sifat-

    sifat dan arti penting unsur organik di dalam batubara. Material organik berasal dariberbagai macam tumbuhan dan sebagian bercampur dengan sedimen anorganik selama

    tahap pembentukan gambut.

    Pada tahap pembentukan batubara merupakan tahap pembentukan dari gambut

    menjadi batubara yang lebih tinggi derajatnya (coal rank) yaitu mulai dari lignit,

    subbituminous, bituminous dan antrasit, yang merupakan akibat dari kenaikan

    temperatur yang berlangsung pada waktu dan tekanan tertentu (Cook, 1982). Cook

    (1982), juga menjelaskan bahwa tahap pembatubaraan terdiri dari derajat dan

    pematangan bahan organik pada fase metamorfosa tingkat rendah, dimana material

    organik lebih peka terhadap metamorfosa tingkat rendah dari pada mineral anorganik.

    Aktifitas tektonik dapat menimbulkan efek tekanan terutama pada shearing force

    atau gaya lintang. Aktivitas tektonik sangat berpengaruh terhadap kondisi lapisan

    batubara baik fisik maupun kimianya. Tentunya pada daerah patahan juga menghasilkan

    akibat yang sama karena adanya perubahan tekanan dan temperatur di zona sesar.

    Kondisi geologi terutama batubara pada daerah Tutupan selatan yang merupakan

    wilayah konsesi PT. Adaro Indonesia, dijumapi banyak seam batubara dan ada yang

    mempunyai tebal mencapai 30 meter serta kondisi struktur geologi pada daerah tersebut

    yang cukup kompleks. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

    perubahan peringkat batubara (coal rank) berdasarkan tingkat kematangan bahan

    organik yang dikontrol oleh perubahan tekanan dan temperatur akibat dari pengaruh

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    13/130

    2

    struktur geologi, yang secara ekonomis akan sangat menguntungkan karena ketebalan

    seambatubara pada daerah telitian ini mencapai hingga 28 meter.

    1.2. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah yang dapat dimunculkan adalah :

    1. Bagaimana karakteristik struktur geologi yang ada pada daerah telitian?

    2. Bagaimana pengaruh struktur geologi terhadap peringkat batubara (coal rank)

    berdasarkan parameter nilai reflektan vitrinit pada daerah telitian?

    1.3. Batasan Masalah

    Penelitian yang dilaksanakan dibatasi dan menitikberatkan khususnya pada

    lapisan batubara seam T120 dan struktur geologi berupa sesar mendatar Tutupan.

    Dimana nantinya akan dibandingkan peringkat batubara pada zona sesar dan jauh dari

    zona sesar menggunakan parameter nilai reflektan vitrinit rata-rata dengan pengaruh

    sesar mendatar Tutupan pada daerah telitian. Data yang digunakan adalah data outcrop

    permukaan dari hasil pemetaan peneliti di daerah Tutupan Selatan, konsesi PT. Adaro

    Indonesia, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan serta

    menggunakan hasil analisis petrografi batubara dengan sampel yang diambil pada

    daerah telitian. SeamT120 dipilih karena merupakanseamyang paling jelas tersesarkan

    dibandingkan seam yang lain dan merupakan seam kunci dengan ketebalan hingga 28

    meter pada daerah telitian.

    1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian

    Berdasarkan kurikulum Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan

    Nasional Veteran Yogyakarta, maka mahasiswa yang telah memenuhi syarat

    diwajibkan untuk melaksanakan Tugas Akhir dengan melakukan pemetaan geologi

    lapangan. Hal ini sebagai syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan pada program S1 di

    Jurusan Teknik Geologi UPN V Yogyakarta

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    14/130

    3

    Tujuan dari penelitian ini adalah :

    1. Mengetahui kondisi geologi daerah telitian.

    2. Mengetahui struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian.3. Mengetahui pengaruh sesar mendatar Tutupan terhadap perbedaan peringkat

    batubara (coal rank) seam T120 yang ditinjau dari nilai reflektan maseral

    (vitrinit) di daerah telitian.

    I.5. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian

    Lokasi Penelitian ini dilakukan pada salah satu kuasa pertambangan milik PT.

    Adaro Indonesia, yaitu di Blok Tutupan Selatan pit Hill 11. Secara administrasi lokasi

    daerah telitian berada pada daerah Tanjung, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan

    Selatan (sekitar 210 km ke arah Timur Laut dari Kota Banjarmasin) dan daerah telitian

    terletak pada koordinat UTM N 9751209N 9752768 dan E 329486E 331068, secara

    geografis terletak pada 115284.6 BT - 1152853.2 BT dan 2141.8 LS - 2151.6

    LS dengan luas daerah telitian adalah 1 x 1,3 km (Gambar 1.1 dan 1.2).

    Pertambangan batubara PT. Adaro Indonesia dibatasi dalam wilayah kuasa

    Pertambangan Eksploitasi DU. 182/KalSel. Areal kuasa penambangan batubara

    PT.Adaro Indonesia terdapat di empat lokasi, yaitu daerah Paringin, Tutupan, Wara dan

    Warukin.

    Daerah operational PT.Adaro Indonesia secara geografis berada pada :

    1153330 sampai dengan 1152610 Bujur Timur

    2730 sampai dengan 25530 Lintang Selatan.

    Lokasi penambangan berjarak 210 km kearah Timur Laut Kota Banjarmasin.

    Secara administratif, PT. Adaro Indonesia meliputi tiga belas kecamatan dan tigakabupaten yang terdapat di dua propinsi (Gambar 1.1). Di daerah tingkat I Kalimantan

    Selatan meliputi Kabupaten Tabalong (Kecamatan Muara Harus, Murung Pudak, Upau,

    Tanta, dan Kelua), Kabupaten Hulu Sungai Utara (Kecamatan Paringin : Lampihong,

    Juai, Awayan, dan Batu Mandi). Sedangkan di Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    15/130

    4

    meliputi Kabupaten Barito Selatan (Desa Kelanis Kecamatan Hulu Sungai

    Hilir/Mangkatip dan Desa Rangga Ilung Kecamatan Jenamas serta Pasar Panas).

    Rute perjalanan yang ditempuh dari Yogyakarta ke lokasi areal tambang adalahsebagai berikut:

    1) YogyakartaBanjarbaru (Kalimantan Selatan) selama 1 jam 30 menit dengan

    menggunakan pesawat udara.

    2) Banjarbaru Tanjung, Kabupaten Tabalong dengan menggunakan transportasi

    darat jarak tempuh 230 km selama 4-5 jam perjalanan dengan kondisi jalan

    beraspal cukup baik.

    3) TanjungKantor Pusat PT. Adaro Indonesia Wara km 73 dengan menggunakan

    transportasi darat jarak tempuh 15 km selama 30-45 menit dengan kondisi

    jalan beraspal cukup baik.

    4) Kantor Pusat PT. Adaro Indonesia Wara km 73 Lokasi Penelitian dapat

    ditempuh dengan trasportasi darat (mobil roda 4) jarak tempuh 6 km selama

    10-15 menit dengan kondisi jalan berupa haul roaddan jalan tambang.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    16/130

    5

    Gambar 1.1. Peta lokasi daerah telitian yang termasuk dalam wilayah konsesi

    PT. Adaro Indonesia

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    17/130

    6

    Gambar 1.2. Petunjuk letak peta dan peta lokasi daerah telitian

    I.6. Hasil Penelitian

    Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk:

    1. Peta lintasan dan lokasi pengamatan.

    2. Peta geomorfologi

    3. Peta geologi

    4. Peta struktur dan peringkat batubaraseam T120.

    5. Penampang stratigrafi terukur6. Laporan Penelitian.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    18/130

    7

    I.7. Manfaat Penelitian

    Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari beberapa

    sudut pandang berupa:1. Keilmuan, dapat diketahui bagaimana pengaruh struktur geologi terhadap

    komposisi maseral batubara.

    2. Kegunaan penelitian bagi perusahaan, memberikan informasi dan data geologi

    terbaru kepada perusahaan yang menjadi tempat dilaksanakannya penelitian ini.

    I.8. Peneliti Terdahulu

    Daerah telitian termasuk ke dalam Cekungan Barito, secara fisiografi

    merupakan bagian dari cekungan di Kal-Tim. Beberapa peneliti terdahulu, meneliti

    daerah lebih luas yang mencakup daerah penelitian penulis, antara lain:

    1. Gunawan Sabta Eko, Skripsi, 2007, Kendali Geologi Terhadap Karaktristik Cleat

    Batubara Seam T210,T220,T200 Pada Blok Tambang PT. Bukit Makmur Mandiri

    Utama Daerah Tutupan Wilayah Konsesi PT. Adraro Indonesia Kabupaten

    Tabalong Kal-Sel, UPN V. Yogyakarta.

    2. Hariyadi, Skripsi, 2008, Pola Sebaran Lapisan Batubara Seam A, B, C, D, E, F

    Pada Formasi Warukin Berdasarkan Data Permukaan Daerah Utara

    TutupanWilayah Konsesi PT. Adaro Indonesia,,Kabupaten Tabalong, Kal-Sel, UPN

    V. Yogyakarta.

    3. Heryanto, R, 2009, Karakteristik dan Lingkungan Pengendapan Batubara Formasi

    Tanjung di daerah Binuang dan sekitarnya, Kalimantan Selatan, Jurnal Geologi

    Indonesia, Vol. 4 No. 4 Desember 2009: 239-252.

    4. Kusnama, 2008, Batubara Formasi Warukin di daerah Sampit dan sekitarnya,

    Kalimantan Tengah, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 1 Maret 2008: 11-22

    5. Sikumbang, N. dan Heryanto, R., 1994. Peta Geologi Lembar Banjarmasin,

    Kalimantan Selatan skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,

    Bandung.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    19/130

    8

    BAB II

    METODELOGI PENELITIAN

    2.1. Metodelogi Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan di daerah penelitian adalah berupa

    pemetaan geologi permukaan (Mapping surface). Dalam penelitian ini masalah yang

    akan dijumpai terutama masalah yang berhubungan dengan obyek penelitian itu sendiri

    seperti permasalahan geologi, geomorfologi, struktur geologi maupun stratigrafi. Maka

    untuk memecahkan masalah tersebut, metode pendekatan yang dilakukan dalam

    penelitian di lakukan dalam beberapa tahap yang meliputi antara lain: tahap pendahuluan

    (pra-lapangan), pelaksanaan (lapangan) dan tahappasca-lapangan (pengolahan data dan

    laporan akhir).

    a. Tahap Pendahuluan (Pra-lapangan)

    Segala hal mengenai daerah penelitian sangat berguna bagi penelitian lebih

    lanjut, untuk itu hasil-hasil penelitian terdahulu sangat penting sebagai referensi dan

    perbandingan. Adapun pengenalan lapangan dan persiapan-persiapan yang harus

    dilakukan meliputi :

    Persiapan proposal penelitian dan perijinan.

    Persiapan peralatan dan perlengkapan.

    Pada penelitian ini bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan adalah sebagai

    berikut:

    1. Sarana Pengamatan: Kompas geologi, palu geologi, kaca pembesar (lup),

    komparator butir, meteran 30 m, HCL dan kantong sampel.

    2. Sarana Perekam: Peta topografi, buku catatan lapangan, kamera digital dan

    GPS.

    3. Alat Tulis : Pena, pensil, pensil berwarna, spidol marker, spidol OHP,

    clipboard, penggaris, busur derajat, kertas HVS.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    20/130

    9

    4. Pengolahan data menggunakan software: AutoCad, MapSource, ArcGis,

    Dips, Global Mapper, Surfer dan Corel Draw.

    Studi pustaka daerah penelitian dan geologi regionalnya, untuk dapat mengetahui

    kondisi geologi daerah penelitian berdasarkan informasi-informasi yang berupa

    literatur dan publikasi dari peneliti terdahulu.

    Melakukan interpretasi awal dengan menggunakan peta topografi daerah

    penelitian sebagai peta dasar dan sebagai tahap awal penelitian dengan

    memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam peta tersebut.

    b. Tahap Pelaksanaan (lapangan)

    Dalam tahap pelaksanaan/lapangan ini dilakukan pekerjaan lapangan dan

    pengumpulan data dilapangan pada daerah penelitian yang merupakan konsesi PT.

    Adaro Indonesia. Data yang didapatkan peneliti dari pengamatan lapangan merupakan

    data primer. Data yang diperoleh antara lain:

    Observasi lapangan: Dilakukan untuk mengenali medan dan kondisi lapangan

    dari daerah penelitian dan juga untuk mengetahui gambaran morfologi dan

    keadaan geologi secara umum guna menentukan langkah-langkah dalam

    penelitian selanjutnya.

    Penggambilan data lapangan: Pengamatan lapangan dan pengambilan data

    geologi merupakan unsur utama dalam pemetaan geologi permukaan (Mapping

    surface) karena keakuratan data yang diambil akan sangat mempengaruhi hasil

    akhir penelitian ini. Data yang perlu diambil pada daerah penelitian, antara lain:

    1. Pengukuran data kedudukan lapisan batuan.

    Tujuan dari pengambilan data ini ialah untuk mengetahui sebaran litologi

    daerah penelitian dan kondisi geologi daerah penelitian.

    2. Deskripsi singkapan, baik iu singkapan batubara, batuan lainnya, morfologi

    sekitar dan unsur-unsur struktur geologi yang dijumpai.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    21/130

    10

    3. Profil singkapan pengamatan dan penampang stratigrafi terukur

    Tujuan dari pembuatan profil dan penampang stratigrafi terukur adalah

    untuk mengetahui hubungan satuan batuan, sejarah geologi dan juga dapatdigunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan dari satuan batuan

    pada daerah penelitian.

    4. Pengukuran struktur geologi

    Data pengukuran struktur geologi dapat dipakai untuk mengetahui proses-

    proses geologi yang bekerja serta sebagai data utama pada kajian khusus

    pada daerah penelitian.

    5. Pengukuran azimuth singkapan

    Pengukuran azimuth singkapan dilakukan untuk mengetahui arah dari

    singkapan yang ditemui.

    6. Dokumentasi (foto)

    Dokumentasi dimaksudkan untuk merekam kenampakan-kenampakan

    litologi maupun singkapan yang ada, sehingga akan memudahkan penulis

    untuk menunjukannya kepada pembaca. Dokumentasi tersebut dapat

    berupa foto singkapan, foto bentang alam maupun foto close up dari

    litologi dan struktur sedimennya.

    7. Pegambilan sampel untuk uji laboratorium, diantaranya sampel petrografi,

    sampel paleontologi dan sampel batubara untuk uji petrografi dan maseral

    batubara.

    c. Tahap Analisis Data

    Tahap pemprosesan data yaitu dengan melakukan penggabungan dari hasil studi

    pustaka dan literatur yang dilakukan di studio dengan hasil pengamatan serta

    pengambilan data lapangan yang didukung oleh analisa laboratorium, yang meliputi :

    analisis struktur geolo, analisa paleontologi, analisa petrografi, analisa struktur geologi

    serta analisa data-data lapangan yang dibuat menjadi penampang terukur (profil) agar

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    22/130

    11

    dicapai kesimpulan yang dapat menjawab pertanyaan tetang penelitian yang dilakukan

    yang akan ditampilkan dalam bentuk:

    1) Peta Lintasan dan Lokasi Pengamatan2) Peta Geomorfologi

    3) Peta Geologi

    4) Penampang Stratigrafi Terukur

    5) Peta Struktur dan peringkat Batubaraseam T120

    Beberapa analisa yang dilakukan untuk melengkapi data pemetaan ini antara lain:

    a. Analisis Petrografi

    Untuk menganalisis petrografi dari sampel-sampel batuan yang mewakili satuan

    batuan di daerah penelitian.

    b. Analisis Mikropaleontologi

    Untuk menganalisis kandungan mikrofosil (fosil bentos maupun plankton) yang

    terkandung dalam sampel batuan yang diduga mengandung fosil untuk

    penentuan umur dari satuan batuan yang diwakili.

    c. Analisis Struktur Geologi

    Untuk menganilisis struktur geologi meliputi analisa stereografi untuk

    penggambaran stereografi kedudukan struktur geologi yang dijumpai baik itu

    kekar, sesar, micro fold, maupun cleat.

    d. Analisis Penampang Stratigrafi Terukur

    Untuk menganilisis penampang stratigrafi terukur berdasarkan cirri-ciri fisik,

    kimia dan biologi dari batuan untuk selanjutnya menentukan lingkungan

    pengendapan.

    e. Analisis Petrografi dan Maseral BatubaraUntuk mengetahui komposisi dan penyusun apa saja yang terkandung dalam

    batubara. Serta menentukan peringkat batubara (coal rank) dari lapisan batubara

    menggunakan analisis reflektan vitrinit dari maseral batubara.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    23/130

    12

    f. Pembuatan peta-peta, yaitu peta lintasan dan lokasi pengamatan, peta struktur

    dan peringkat batubara seam T120, peta geomorfologi dan peta geologi daerah

    penelitian.

    d. Penyusunan Laporan

    Pelaporan merupakan tahap akhir dari seluruh kegiatan penelitian yang telah

    dilakukan dan disajikan dalam bentuk laporan dan peta yang merangkum semua

    permasalahan yang diangkat penulis beserta hasil analisa guna menjawab permasalahan

    di atas.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    24/130

    13

    Gambar 2.1. Diagram alir tahapan dan metode penelitian

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    25/130

    14

    BAB III

    DASAR TEORI

    3.1. Genesa Batubara

    Menurut Badan Standarisasi Nasional dalam SNI (1997), batubara adalah

    endapan yang mengandung hasil akumulasi material organik yang berasal dari sisa-sisa

    tumbuhan yang telah melalui proses lithifikasi untuk membentuk lapisan batubara,

    material tersebut telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis

    oleh peningkatan panas dan tekanan selama periode geologi. Bahan-bahan organik yang

    terkandung dalam lapisan batubara mempunyai berat > 50% volume bahan organik.

    Batubara berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami proses pembentukan

    batubara yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap

    geokimia (pembatubaraan). Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana

    sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi (gambut) di

    daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada

    kedalaman 0,5 10 m. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C

    dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh

    bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach et al, 1982 ). Gambut

    merupakan tahap paling awal dari proses pembentukkan batubara. Faktor-faktor yang

    berpengaruh dalam pembentukkan gambut :

    Evolusi tumbuhan, hara merupakan unsur utama pembentuk batubara dan

    sebagai penentu terbentuknya berbagai tipe batubara. Metode yang

    digunakan untuk mengenal jenis tumbuhan pembentuk batubara yaitu

    paleobotani atau maseral.

    Iklim, kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan

    gambut. Iklim tropis dapat membentuk gambut lebih cepat karena

    kecepatan tumbuh dari tumbuhan lebih besar, lebih banyak ragam

    tumbuhan, dalam waktu 7-9 tahun dapat mencapai ketinggian 30 m.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    26/130

    15

    Sedangkan pada iklim sedang dapat mencapai ketinggian 5-6 m dalam

    jangka waktu yang sama.

    Paleografi dan Tektonik, syarat terbentuknya formasi batubara adalah

    kenaikan muka air tanah yang lambat, adanya perlindungan rawa terhadap

    pantai atau sungai dan terdapat energi yang relatif rendah.

    Tahap selanjutnya yaitu tahap pambatubaraan (coalification) yang

    merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh

    pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu

    terhadap komponen organik dari gambut (Stach et al, 1982, dalam Susilawati, 1992).

    Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan presentase hidrogen

    dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, dalam Susilawati, 1992). Proses ini akan

    menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya

    mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta

    antrasit (Tabel 3.1.). Meningkatnya peringkat batubara dari lignit hingga berubah

    menjadi subbitumin dan antrasit disebabkan oleh kombinasi antara proses fisika dan

    kimia serta aktifitas biologi (Teichmuller dan Teichmuller, 1968; Stach et al., 1975

    dalam Galloway dan Hobday, 1983).

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    27/130

    16

    Tabel 3.1. Tahaptahap perkembangan gambut menjadi meta-antrasit

    (Thomas, 2002)

    Tahap

    Pembatubaraan

    Kisaran peringkat

    batubara menurut

    ASTM

    Proses yang dominanPerubahan fisika-kimia

    yang dominan

    1. Penggambutan GambutMaserasiasi, humifikasi,

    jelifikasi, fermentasi

    Pembentukan zat humik,

    peningkatan pada aroma

    2. Dehidrasi LignitsubbituminusDehidrasi, penghilangan

    kompaksi

    Pengurangan kandungan

    air dan rasio O/C,

    peningkatan nilai panas,

    pertumbuhan cleat

    3. BituminisasiSubbituminus A

    bituminous A kaya

    volatile

    Pembentukan dan

    pengikatan hidrokarbon,

    depolimerisasi matriks,

    penambahan ikatan

    hydrogen

    Peningkatan vitrinit Ro,

    peningkatanfluorescence,

    pengurangan densitas,

    peningkatan kekuatan

    4. DebituminisasiBituminous A kaya

    volatilebituminous

    A rendah volatile

    Coalescence, pelepasan

    hydrogen dan nitrogen

    Penguranganfluorescence,

    pengurangan beratmolekul, pengurangan

    rasio H/C, pengurangan

    kekuatan, pertumbuhan

    cleat

    5. GrafitisasiSemi-antrasit

    antrasitmeta-antrasit

    Pengurangan rasio H/C,

    anisotropic, kondensasi

    kekuatan cincin dan

    perbaikan cleat

    Genesa batubara berdasarkan tempat dibedakan menjadi dua (Sukandarrumidi,

    1995, hal.17) yaitu :

    a. TeoriInsitu

    Bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk di tempat dimana

    tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumbuhan itu

    mati, sebelum terjadi proses transportasi segera tertutup oleh lapisan

    sediment dan mengalami proses coalification. Batubara dengan proses ini

    penyebarannya luas, merata dan kualitasnya baik.

    b. TeoriDrift

    Bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadi di tempat yang berbeda

    dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian

    tumbuhan yang telah mati mengalami transportasi oleh media air dan

    terakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sediment dan terjadi

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    28/130

    17

    proses coalification. Batubara dengan proses driftpenyebarannya tidak luas

    tetapi banyak dan kualitasnya kurang baik.

    3.2. Faktor Pembentuk Batubara

    Menurut Bambang Kuncoro, 1996 ada 10 faktor yang mempengaruhi

    pembentukan batubara, faktor-faktor tersebut adalah:

    a. Posisi Geoteknik

    Yaitu suatu keadaan batubara yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya

    tektonik dengan adanya pengaruh dari gaya-gaya tersebut akan mempengaruhi iklim

    lokal dan morfologi cekungan lingkungan pengendapan batubara maupun kecepatan

    penurunannya.

    b. Topografi

    Topografi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena

    menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk. Topografi

    mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan keberadaanya

    bergantung pada posisi geoteknik. Bentuk muka bumi yamg berupa cekungan akan

    sangat berpengaruh dan dapat menentukan arah penyebaran batubara.

    c. Iklim

    Keberadaan memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan

    merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisis yang sesuai. Iklim

    tergantung pada posisi geografi dan lebih luas lagi dipengaruhi oleh posisi

    geoteknik. Temperatur yang lembab pada iklim tropi sdan subtropis pada umumnya

    sesuai untuk pertumbuhan flora dibandingkan wilayah yang lebih dingin. Pada iklim

    tropis atau subtropis umumnya akan membentuk batubara yang mengkilap,

    sedangkan pada daerah yang lebih dingin batubara terbentuk lebih kusam.d. Tumbuhan (Flora)

    Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara yang tumbuh pada masa Karbon

    dan Tersier terdiri berbagai jenis tumbuhan. Pertumbuhan dari flora terakumulasi

    pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi tertentu.

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    29/130

    18

    e. Dekomposisi

    Dekomposisi flora merupakan transformasi biokimia dari organik yang merupakan

    titik awal untuk seluruh altersi, bila tumbuhan tertutup air dengan capat makapembusukan tidak akan terjadi tetapi akan di integrasiatau penguraian hewan

    mikrobiologi, bila tumbuhan yang mati berada di udara terbuka maka kecepatan

    pembentukan gambut akan berkurang sehingga bagian keras saja yang tertinggal.

    f. Penurunan Cekungan

    Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik, jika penurunan

    dan pengendapan gambut seimbang maka akan menghasilkan lapisan batubara yang

    tebal. Pergantian transgresi dan regresi akan mempengaruhi pertumbuhan flora dan

    pengendapannya yang menyebabkan adanya infiltrasi material dan mineralnya, hal

    ini mempengaruhi kualitas batubara yang terbentuk.

    g. Umur geologi

    Merupakan umur formasi pembawa lapisan batubara. Proses geologi menentukan

    berkembangnya evoluasi kehidupan berbagai macam tumbuhan, berpengaruh pada

    sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Dimana makin tua umur

    pembawa lapisan batubara maka akan semakin tinggi nilai kalorinya.

    h. Sejarah Setelah Pengendapan

    Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geoteknik yang

    mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara singkat

    terjadi proses biokimia dan metamorfosa organik sesudah pengendapan gambut,

    secara geologi intrusi menyebabkan terbentuknya struktur cekungan batubara berupa

    perlipatan, sesar, intrusi. Terbentuknya batubara pada cekungan batubara umumnya

    mengalami defornasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan lapisan batubara

    dengan bentuk-bentuk tertentu. Disamping itu adanya erosi yang intensifmenyebabkan bentuk lapisan batubara tidak menerus.

    i. Metamorfosa organik

    Pada tingkat penimbunan oleh sedimen baru, proses degradasi biokimia tidak

    berperan lagi tidak di dominasi oleh proses dinamokimia yang menyebabkan

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    30/130

    19

    perubahan gambut menjadi batubara dan menjadi berbagai macam. Selama Prosesini

    terjadi pengurangan air lembab, oksigen, zat terbang, serta bertambahnya prosentase

    karbon padat, belerang dan kandungan abu.

    3.3. Petrografi Batubara

    (Dalam Ediyanto dan Basuki Rahmad, 2008 : Petrografi Bartubara) Secara

    mikroskopis bahan-bahan organik pembentuk batubara disebut maseral (maceral),

    analog dengan mineral dalam batuan. Istilah ini pada awalnya diperkenalkan oleh

    Stopes, 1935 (dalam buku Stach, dkk. (1982) untuk menunjukkan material terkecil

    penyusun batubara yang hanya dapat diamati di bawah mikroskop sinar pantul.

    Petrologi batubara adalah ilmu yang mempelajari komponen organik dan bukan

    organik pembentuk batubara. Untuk mempelajari petrologi batubara umumnya ditinjau

    dalam 2 aspek yaitu jenis (coal type) dan peringkat batubara (coal rank). Coal type

    berhubungan dengan jenis tumbuhan pembentuk batubara, dan perkembangannya

    dipenagaruhi oleh proses biokimia selama penggambutan. Dengan demikian batubara

    bukan benda homogen, melainkan terdiri dari bermacam-macam komponen dasar.

    Asosiasi yang berkaitan dengan maseral adalah litotipe (lapisan-lapisan tipis pada

    singkapan batubara) seperti : vitrain (berbentuk lapisan atau lensa, tebal 3 5 mm,

    pecahan kubik, kaya vitrinite); clarain (lapisan tipis cemerlang dan buram, kaya vitrinite

    dan liptinite); fusain (hitam, kilap sutera, musah diremas, kaya akan fusinite); durain

    (kilap berminyak, kaya liptinite dan inertinite).

    Maseral dalam batubara dapat dikelompokkan dalam 3 grup (kelompok) utama

    yaitu grup (kelompok) vitrinit, liptinit dan inertinit. Pengelompokan ini didasarkan pada

    bentuk morfologi, ukuran, relief, struktur dalam, komposisi kimia, warna pantulan,

    intensitas refleksi dan tingkat pembatubaraannya (dalam Coal Petrology, oleh Stach,dkk. 1982). Dalam hal ini pembagiannya mulai dari grup (kelompok) maseral, sub-grup

    maseral dan jenis maseral yang mengacu pada Australian Standard: AS2856 (1986)

    (Tabel 3.2). Kelebihan sistem Australian Standart ini adalah pembagian komposisi

    maseralnya berlaku untuk semua peringkat batubara, baik untuk batubara hard coal

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    31/130

    20

    maupun brown coal, dan sistem ini cukup sederhana. Sedangkan sistem standart yang

    lain biasanya dibedakan antara hard coaldan brown coal.

    Grup vitrinit berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung serat kayu(woody tissue) seperti batang kayu, akar, dahan dan serat daun. Vitrinite umumnya

    merupakan bahan penyusun utama batubara (>50%). Melalui pengamatan mikroskop

    refraksi, grup vitrinit memperlihatkan warna coklat kemerahan sampai gelap, tergantung

    dari tingkat ubahan batubara, semakin tinggi peringkat batubara semakin gelap warna

    maseralnya, demikian pula sebaliknya. Melalui pengamatan miskroskop refleksi, grup

    vitrinit memperlihatkan warna pantul lebih terang, mulai dari abu-abu tua sampai abu-

    abu terang tergantung dari peringkat batubara, semakin tinggi peringkat batubara

    semakin terang warna pantul yang dihasilkan. Berdasarkan morfologinya grup vitrinit

    dibagi menjadi 3 sub grup maseral (Tabel 3.2)

    Grup liptinitberasal dari organ tumbuhan (ganggang/algae, spora, kotak spora,

    kulit luar (kutikula), getah tanaman (resin) dan serbuk sari /pollen). Grup liptinit

    memiliki kandungan hidrogen paling banyak dan kandungan karbon paling sedikit bila

    dibandingkan dengan grup maseral lainnya. Di bawah miskroskop refleksi menunjukkan

    pantulan berwarna abu-abu sampai gelap, mempunyai reflektivitas rendah dan

    flouresens tinggi (Teichmueller, 1989). Berdasarkan morfologi dan sumber asalnya,

    grup liptinit dapat dibedakan seperti : sporinit (berasal dari spora, serbuk sari); cutinit

    (berasal dari kulit ari, daun,tangkai, akar); suberinit (berasal dari kulit kayu); resinit

    (resin, lemak,parafin); liptodetrinit (berasal dari pecahan liptinite); exsudatinit (minyak,

    dimana bitumen yang keluar selama proses pembatubaraan), flourinit (berasal dari

    lipids, minyak); alginit (berasal dari sisa-sisa ganggang); dan bituminite (Tabel 3.2).

    Grup inertinit diperkirakan berasal dari tumbuhan yang sudah terbakar

    (charcoal) dan sebagian lagi diperkirakan akibat proses oksidasi dari maseral lainnyaatau proses decarboxylationyang disebabkan oleh jamur atau bakteri (proses biokimia)

    atau hasil ubahan (biokimia) dari kayu dan serat-serat kayu selama penggambutan.

    Dengan adanya proses tersebut kelompok inertinit memiliki kandungan oksigen relatif

    tinggi, kandungan hidrogen rendah, dan ratio O/C lebih tinggi dari pada grup vitrinit dan

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    32/130

    21

    liptinit. Grup inertinit memiliki nilai reflektensi tertinggi diantara grup maseral lainnya.

    Dibawah miskroskop refleksi , inertinit memperlihatkan warna abu-abu hingga abu-abu

    kehijauan, tetapi pada sinar ultra violet tidak menunjukan flouresens. Berdasarkanstruktur dalam, tingkat pengawetan dan intensitas pembakaran, grup inertinit dibedakan

    menjadi beberapa maseral, yaitu fusinit, semifusinit, sclerotinit, icrinit, inertodetrinit dan

    macrinit (Tabel 3.2).

    Cook (1982), menjelaskan bahwa jenis batubara (coal type) berhubungan dengan

    jenis tumbuhan pembentuk batubara dimana dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh

    diagenesa tingkat awal. Parks dan Donnel (dalam Cook, 1982), menjelaskan bahwa

    batasan jenis batubara (coal type) dipergunakan untuk mengklasifikasi berbagai jenis

    pembentuk batubara, sedangkan menurut Shierly (dalam Cook, 1982) menjelaskan

    bahwa jenis batubara (coal type) merupakan dasar klasifikasi petrografi batubara yang

    terdiri dari berbagai macam unsur tumbuhan sebagai penyusun batubara dengan kejadian

    yang berbeda-beda. Petrologi batubara memberikan dasar untuk pemahaman genesa ,

    sifat-sifat dan arti penting unsur organik di dalam batubara. Material organik berasal dari

    berbagai macam tumbuhan dan sebagian bercampur dengan sedimen anorganik selama

    tahap pembentukan gambut, oleh karena itu jenis batubara (coal type) ditentukan pada

    tahap biokimia yang dapat dipergunakan untuk mengetahui lingkungan pengendapan

    batubara, terutama berdasarkan material organiknya. Penentuan jenis batubara (coal

    type) dapat secara mikroskopis dan makroskopis yang didasarkan pada konsep maseral,

    microlitotype dan litotype.

    Pada tahap pembentukan batubara merupakan tahap pembentukan dari gambut

    menjadi batubara yang lebih tinggi derajatnya (coal rank) yaitu mulai dari lignit,

    subbituminous, bituminous dan antrasit, yang merupakan akibat dari kenaikan

    temperatur yang berlangsung pada waktu dan tekanan tertentu (Cook, 1982). Tahappembatubaraan merupakan perubahan dari rombakan sisa-sisa tumbuhan dari kondisi

    reduksi, dimana prosentase karbon semakin besar, sedangkan prosentase oksigen dan

    hidrogen semakin berkurang. Cook (1982), menjelaskan bahwa tahap pembatubaraan

    terdiri dari derajat dan pematangan bahan organik pada fase metamorfosa tingkat

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    33/130

    22

    rendah. Material organik lebih peka terhadap metamorfosa tingkat rendah dari pada

    mineral anorganik.

    Tabel 3.2. Klasifikasi Maseral Batubara (AS 2856, 1986)

    3.4. Peringkat Batubara (Coal Rank)Coal rank atau peringkat batubara merupakan suatu urutan dari tingkatan-

    tingkatan kematangan material organik pada batubara yang didasarkan pada material

    vegetasi yang terubah yang disebut maseral. Rank batubara dapat ditentukan dengan

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    34/130

    23

    mengetahui jumlah kandungan kimia batubara antara lain total moisture, ash, volatile

    matter, fix carbon, calori value, dan total sulfur.

    Material organic yang terubah menjadi batubara melalui tingkatan sikuen.Perubahan fisika dan kimia dapat diamati. Perubahan fisik dan kimia sejalan dengan

    meningkatnya tingkat kematangan yang terlihat pada batuan induk marine kerogen-

    bearing, dan dapat digunakan pada penunjuk yang serupa untuk mengevaluasi potensi

    coalbed methane dari area coal-bearing. Perubahan tersebut paling sering digunakan

    sebagai indicator dari kematangan material organic yaitu nilai kalori, kandungan

    kelembaban atau kapasitas mempertahankan kelembaban, prosentase zat volatile,

    vitrinite reflectance, dan kandungan karbon. Beberapa perubahan kimia

    mengindikasikan tingkat kematangan lebih sesuai pada tahap-tahap tertentu. Sebagai

    contoh, kelembaban lapisan (ash-free)dan nilai kalori (moist; ash-free)banyak terdapat

    pada peat sampai medium-volatile bitumonuos. Perubahan unsur diatas terukur dan

    terprediksikan oleh meningkatnya suhu diikuti meningkatnya kedalaman penimbunan.

    Gambar 3.1. Proses kematangan batubara (Evaluation of Coalbed MethaneReservoirs,prepared for University Of Oviedo, Spain, prepared byHolditch-Reservoirs Technologies Consulting Services, Pittsburg,

    Pennsylvania, May 24-25, 2001, Schlumberger)

    Petrografi batubara dapat digunakan untuk menentukan peringkat batubara (coal

    rank), yaitu menggunakan metode analisis reflektansi dan analisis komposisi maseral

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    35/130

    24

    dengan melihat besarnya nilai pemantulan vitrinit atau vitrinite reflectance (Ro) dalam

    bentuk persen (%). Penentuan peringkat batubara dengan metode analisis reflektansi

    maseral (vitrinit) didasarkan pada konsep bahwa pertambahan tingkat kematangan(peringkat) suatu lapisan batubara akan diikuti oleh peningkatan reflektansi maseralnya,

    sehingga analisis reflektansi maseral (vitrinit) dapat digunakan untuk menentukan

    peringkat batubara (Tabel 3.3).

    Tabel. 3.3

    Coal Rank Classifications(ASTM Standard, 1983)And Relation to

    vitrinite reflectance(modified fromMeissner, 1984)

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    36/130

    25

    3.5.Lingkungan Pengendapan Batubara

    Secara umum endapan sedimen pembawa lapisan batubara di Indonesia di

    endapkan di lingkungan delta plain dan rawa. Batubara berada pada system sungaimeander, endapannya terdiri dari:

    1. Endapan Overbank, merupakan endapan limpah banjir yang diendapkan di rawa -

    rawa, terdiri dari litologi fraksi halus (mudstone, shally coal, coally shale dan

    batubara) . Secara umum endapan overbank di lapangan tersingkap menerus dan di

    beberapa tempat sering dipotong oleh endapan crevasse splay dan channel

    batupasir.

    2. Endapan Crevasse Splay, merupakan sedimen distributary channel berbutir kasar

    menerobos dinding tanggul sungai saat terjadi banjir, terendapkan di daerah limpah

    banjir yaitu di rawa-rawa, pengendapan splay deposit di rawa bisa secara lokal

    bahkan bisa menerus. Secara umum litologi splay deposit terdiri batupasir halus

    kasar, campuran batulanau, massif, berlapis, struktur sedimen yang umum

    berkembang climbing ripple cross-laminasi, struktur imbrikasi (orientasi fragmen),

    flaser laminasi, terdapat pita-pita batubara (coal string), campuran karbon,

    komposisi mineral kuarsa, feldspar, sedikit orthoklas.

    3. Endapan Levee, merupakan endapan tanggul di sisi sungai dalam system sungai

    meander. Ciri litologi adalah interbedded dari berbagai variasi ukuran butir, seperti

    perselingan siltstone, batupasir dan batulempung.

    4. Endapan Channel, dalam sistem aliran sungai meander , channel merupakan factor

    utama dalam pembentukan jenis endapan -endapan sepe rti tersebut di atas,

    khususnya terkait dengan pembentukan rawa batubara. Channel dalam sistim

    meandering mempunyai karakteristik khusus yaitu berpindah tempat (migrasi)

    secara lateral, akibat migrasi channel menyebabkan gangguan terhadap faciesbatubara yaitu terhambatnya pertumbuhan vegetasi sehingga akumulasi gambut

    juga akan terganggu. Dampak lain akibat gangguan channel adalah aliran washout

    yang berupa aliran batupasir channel yang mengerosi lapisan batubara. Ciri -ciri

    litologi channel adalah :

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    37/130

    26

    a). Struktur sedimen gradded bedding (perlapisan bergradasi), litologinya adalah

    batupasir konglomeratan, batupasir kasar.

    b). Struktur sedimen lateral akresi, dicirikan oleh batupasir berlapis melengkungseperti terlipat, kemudian bagian tepinya secara berangsur berubah litologinya

    menjadi mudstone atau siltstone, bagian bawah struktur lateral akresi terdapat

    endapan lag (gravel) terorientasi secara secara teratur.

    Kriteria utama pengenalan lingkungan pengendapan telah dikemukakan oleh

    Horne dkk, 1978. Identifikasi bermacam lingkungan pengendapan purba dari sayatan

    stratigrafi didasarkan pada pengenalan bermacam variasi dibandingkan dengan system

    pengendapan fluvial, delta, dan barrier modern (saat sekarang). Selanjutnya

    pembahasan masing masing lingkungan pengendapan batubara lebih mengacu kepada

    pembagian yang dikemukakan oeleh Horne et al, 1978 (Gambar 3.2). Adapun

    lingkungan pengendapan batubara menurut Horne et al (1978) dibagi menjadi 5 (lima)

    lingkungan, yakni sebagai berikut :

    Gambar 3.2.Model Lingkungan Pengendapan Batubara (Horne,1978)

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    38/130

    27

    2.4.1. Lingkungan Barrier.

    Lingkungan barriermempunyai peran penting, yaitu menutup pengaruh oksidasi

    dari air laut dan mendukung pembentukan gambut dibagian dataran.Kriteria utama mengenal lingkungan barrier adalah hubungan lateral dan vertical dari

    struktur sediment dan pengenalan tekstur batupasirnya. Kearah laut batupasir butirannya

    menjadi halus dan selangseling dengan serpih gampingan merah kecoklatan sampai

    hijau. Batuan karbonat dengan fauna laut kearah darat bergradasi menjadi serpih

    berwarna abuabu gelap sampai hijau tua yang mengandung fauna air payau.

    2.4.2. Lingkungan Back-Barrier.

    Lingkungan ini jika kearah darat, berangsur menjadi lingkungan lagoon back-

    barrier. Penyusun utama lingkungan ini adalah urutan perlapisan serpih abu abu

    gelap yang kaya bahan organic dan batulanau yang terus diikuti oleh batubara yang

    secara lateral tidak menerus dan zona siderite yang berlubang.

    2.4.3. Lower Delta Plain.

    Batubara yang dihasilkan relatif tipis dan terbelah (split) oleh sejumlah endapan

    crevasse splay. Lapisan batubara cendrung menerus sepanjang jurus pengendapan, tetapi

    sering juga tidak menerus sejajar dengan pengendapan kerena batubara digantikan

    tempatnya oleh material bay fillsecara anterdistribusi.

    Sekuen yang terbentuk dari butiran halus atau sediment organic, termasuk

    batubara mungkin sebagian mengisi channel-chnnel ini. Fasies lain didalam endapan

    lower delta plain termasuk endapan crevasse splay yang mengkasar keatas, biasanya

    ditemukan pada sekuen bay fill dan dengan sortasi buruk, endapan irregularbedded

    leveeyang berasosiasi dengan bagian channel fill. Akhirnya komponen utama dari lower

    delta plainadalah creavase splay. Ketebalan endapan creavase splaylebih dari 12 m

    dengan pelamparan horizontal berkisar 30 m8 km.

    2.4.4. Upper Delta Plain.

    Endapannya didominasi oleh bentuk linier, tubuh batupasir lentikuler tebalnya

    15-25 m dan lebarnya 1,5-11 km. pada tubuh batupasir terdapat gerusan dibawahnya,

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    39/130

    28

    permukaannya terpotong tajam, tetapi lateral pada bagian atas batupasir ini melidah

    dengan serpih abu-abu, batulanau dan lapisan batubara.

    Mineralogi batupasir bervariasi mulai lithic grey wacke sampai arkose, ukuranbutir menengah sampai kasar. Diatas bidang gerus terdapat kerikil lepas dan hancuran

    batubara yang melimpah pada bagian bawah, makin ke atas butiran menghalus pada

    batupasir. Perlapisan pada batupasir masif pada bagian bawah terdapat festoon cross

    beds tebal, keatas batupasir massif berubah menjadi lapisan point bar yang maju

    (kemiringan rata-rata 17), mengandung festoon cross beds dengan skala yang lebih

    kecil. Lapisan ini ditutupi oleh batupasir dan batulanau dengan akar tanaman dan

    struktur climbing ripples. Semua sifat khas ini, menunjukan energi besar pada channel

    flankdisekitar rawa kecil dan danau danau. Dari bentuk batupasir dan pertumbuhan

    lapisan point bar-nya menunjukan bahwa hal ini dikontrol oleh meandering. Batupasir

    ini memperlihatkan susunan yang enechelon masuk ke daerah rawa belakang

    (backswamps).

    Sekuen endapan backswamp dari bawah keatas, terdiri dari seat earth,

    batubara, serpih dengan fosil tanaman yang melimpah dan jarangpelecypodaair tawar,

    batulanau, batupasir, seat earth dan batubara. Batupasir secara lateral menebal dan

    akhirnya bergabung dengan tubuh utama batupasir. Batupasirnya tipis (1,5-4,5m),

    berbutir halus, mengkasar keatas. Sekuen ini tipe endapan pada tubuh air terbuka,

    mungkin rawa dangkal atau danau. Pelamparan lateral endapan ini antara 1,5-8 km.

    Endapan levee dicirikan oleh sortasi yang buruk, perlapisan batupasir dan

    batulanau yang tidak teratur hingga menembus akar. Ketebalannya dapat mencapai lebih

    dari 8 m, terutama di dekat channel yang aktif dan ketebalan serta ukuran buturnya akan

    berkurang bila menjauhi channel. Lapisan batubara pada endapan upper deltaplain

    cukup tebal (lebih dari 10 m), tetapi secara lateral tidak menerus, kadang seringmencapai 150 m. lapisan pembentuk endapan alluvialplain (Gambar 3.3). Kedudukan

    lapisan batubaranya cendrung sejajar dengan kemiringan pengendapan, tetapi sedikit

    yang menerus dibandingkan dengan fasies lower delta plain. Sehubungan dengan

    sedikitnya jumlah bagian yang teratur mengikuti channel sungai, maka lapisan-

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    40/130

    29

    lapisannya sangat tebal dengan jarak yang relative pendek dengan sejumlah split

    (membelah) mungkin berkembang dalam hubungannya dengan endapan tanggul (Levee)

    yang kontenporer. Bentuk lapisan juga dimodifikasi secara besar-besaran oleh adanyaperkembangan washout pada tingkat akhir dari proses pengendapan.

    Gambar 3.3Penampang Singkapan dan Rekontruksi Upper Delta Plain-Fluvial

    (Horne,et all, 1978)

    Pada endapan upper delta plain ini juga sering terjadi kenampakan Washout,

    dimana Washout ini merupakan tubuh lentikuler sedimen yang menonjol ke bawah,

    biasanya barupa batupasir dan menggantikan sebagian atau seluruh lapisan batubara

    yang ada. Ukurannya sangat bervariasi, baik tebal dan pelamparannya. Sebagian besar

    struktur Washout ini di isi oleh batupasir, meskipun krikil batubara atau konglomerat

    kerikilan juga dapat hadir. Hal ini mencerminkan lingkungan meander cut-off dan

    channel. Washout merupakan masalah utama didalam proses penambangan, yakni

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    41/130

    30

    ketebalan batubara berkurang atau tidak menerusnya suatu lapisan batubara kerena

    terpotong oleh Washout. Sehingga sangat mempengaruhi didalam kepentingan

    perencanaan penambangan dan pengembangannya.

    2.4.5 Transitional Lower Delta Plain.Zona diantara lower dan upper delta plain dijumpai zona teransisi yang

    mengandung karakteristik litofasiesdari kedua sekuen tersebut. Sekuen bay-filldicirikan

    butirannya halus, lebih tipis (1,5-7,5m) dari lower delta plain. Bagaimanapun sekuen

    bay-filltidaklah sama dengan sekuen upper delta plain, zona ini mengandung fauna air

    payau sampai fauna marin serta struktur burrowed yang meluas.

    Endapan channel menunjukan kenampakan migrasi lateral lapisan point-bar

    accretion menjadi channel pada upper delta plain. Channel pada Transitional delta

    plainini berbutir halus dari pada di upper delta plain.

    Endapan channel ini menunjukan sekuen single-storied yang migrasi

    lateralnya hanya satu arah, bagaimanapun batupasir channel upper delta plain

    merupakan satuan multi-stroriedyang migrasi keberbagai arah.

    Leveeberasosiasi dengan channel yang menebal (1,5-4,5m) dan menembus akar

    secara meluas dari pada lower delta plain. Batupasir tipis splay(1,5-4,5m) umum pada

    endapan ini, tetapi sedikit lebih dari pada lower delta plain dan tidak semelimpah di

    upper delta plain.

    Kemampuan membentuk berbagai endapan dalam sebuah kolom stratigrafi

    tunggal dapat dipergunakan sebagai perkiraan secara cepat sejumlah besar kejadian

    sedimentasi. (Gambar 3.4).

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    42/130

    31

    Gambar 3.4

    a. Rekontruksi dari lingkungan transitional lower delta plain;b. Urutan umum vertikal melalui endapan transitional lower delta plain

    (Horne,et all, 1978)

    3.6. Struktur Geologi

    Struktur geologi lapisan batubara secara umum dibagi kedalam dua jenis,berdasarkan waktu pembentukannya (Ediyanto dan Basuki Rahmad, 2008 : hal 17 ),

    yaitu:

    3.7.1 Syn-Depositional

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    43/130

    32

    Secara umum sedimen pembawa batubara diendapkan mulai dari tepi hingga

    tengah cekungan, sedangkan struktur geologi sangat berpengaruh terhadap akumulasi

    sedimen dan jumlah suplai material rombakan yang diperlukan guna mengetahuiruntunan lapisan batubara, sebaran dan ciri lingkungan pengendapanya. Efek diagenesa

    selama akumulasi sedimen berlangsung bisa menyebabkan deformasi struktur

    (pensesaran dan perlipatan), seperti gaya tekan ke arah bawah terhadap semua lapisan

    sedimen dan batubara.

    3.7.1.1 Mikro-Struktur

    Gabungan akumulasi ketebalan sedimen dan kecepatan penurunan cekungan

    menyebabkan ketidak stabilan terutama di bagian tepi cekungan. Akibat adanya struktur

    pembebanan ketika sedimen masih dalam bentuk fluida, menyebabkan sedimen

    pembawa batubara terlihat berbentukstruktur slumping, ciri lain seperti: injeksi sedimen

    ke dalam lapisan bagian atas dan bawah (klastik dike). Kehadiran perselingan mudstone,

    sandstone dan batubara dibawah kondisi struktur pembebanan, bisa menyebabkan

    perubahan variasi lapisan batubara seperti: erosi di bagian dasar lapisan batubara oleh

    channel sand stone, flame structure, distorteddan dislocated ripples , fold and contorted

    bedding. Gangguan ketidakstabilan lingkungan pengendapan, merupakan salah satu

    petunjuk adanya reaktifasi kembali sesar-sesar normal akibat struktur pembebanan dari

    akumulasi sedimen di cekungan, umumnya menghasilkan sedimen sistem aliran

    gravitasi (gravity flow).

    3.7.1.2 Makro-Struktur

    Sesar dalam cekungan sedimen bisa menerus dan aktif kembali sehingga bisa

    mempengaruhi lapisan batubaranya, seperti : ketebalan serta karakter susunan lapisan

    sedimennya. Pengaruh sesar growth fault dalam cekungan tektonik bisa menyebabkan

    penebalan lapisan batubara secara setempat , hal ini disebabkan penurunan cekunganakibat pensesaran. Sedangkan di daerah paparan relatif stabil dan kecepatan penurunan

    relatif lebih lambat. Dengan demikian kecepatan progradasi pengendapan sedimen yang

    dikontrol oleh growth fault relatif lebih cepat dibandingkan pengendapan di daerah

    paparan. Sesargrowth faultberpengaruh terhadap proses pengendapan sedim en, bidang

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    44/130

    33

    sesar growth fault tersebut merupakan zona bidang gelincir (failure) menyebabkan

    gravity sliding berupa longsoran sedimentasi di cekungan tersebut. Tekanan yang sangat

    kuat terhadap batupasir lempungan yang belum kompak menyebabkan gradientpatahannya besar. Bagian atasnya curam dan landai ke arah bidang lapisan patahan

    (flexure) di sepanjang roof lapisan batubara. Sesar-sesar tersebut akan mengerosi

    sebagian, sebelum sedimen nya longsor ke bawah. Lapisan batubara yang mengalami

    splitting(bercabang) merupakan petunjuk adanya sesar growth fault. Reaktivasi kembali

    sesar-sesar tersebut dapat menghasilkan bentuk lapisan batubara yang melengkung ke

    bawah dan ke atas, dan selanjutnya diikuti lapisan sedimen non batubara yang bentuknya

    melengkung juga (Gambar 3.5).

    Gambar 3.5Menjelaskankan kemungkinan terbentuknyasplitting lapisan batubara yang disebabkan

    perubahan pergerakan sesar selama pengendapan gambut berlangsung.

    Perubahan secara periodik dilevel dasar lingkungan delta plain serta pengaruh

    pergerakan sesar, menyebabkan perubahan karakter perkembangan batubara, hal ini

    seiring dengan naiknya muka air rawa. Dengan demikian batubara akan berkembang

    lebih intensif, sedangkan pengaruh masuknya material rombakan non batubara sangat

    kecil, sehingga kandungan abu (ash) batubaranya rendah. Jika terjadi penurunan muka

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    45/130

    34

    air, maka akumulasi batubara akan terhambat perkembangannya, sedang material

    rombakan sedimen semakin besar menyebabkan kandungan abu (ash) tinggi atau bahkan

    seluruh lapisan batubara ashnya bisa tinggi.Disisi lain batubara yang terendam air (low moor) kemungkinan bisa

    terkontaminasi air laut, sisi lain batubara yang terendam air (low moor) kemungkinan

    bisa terkontaminasi air laut, sehingga menghasilkan kandungan sulfur yang lebih tinggi

    terutama di bagian top lapisan batubara. Growth fold bisa mempengaruhi pola

    pengendapan cekungan batubara, adanya kecepatan erosi dan sedimentasi menyebabkan

    pengendapan batubara di beberapa tempat. Adanya pemotongan channel oleh suplai

    rombakan sedimen yang terus membumbung dapat membentuk sand bar.

    3.7.2 Post -Depositional

    3.7.2.1 Sesar

    Dalam suatu deformasi batuan, ada isilah yang diberi nama sesar. Sesar adalah

    suatu deformasi berupa rekahan yang ditandai oleh adanya pergeseran yang jelas. Sesar

    terbentuk karena adanya gaya yang bekerja pada suatu tubuh batuan. Jenis sesar

    dipengaruhi oleh gaya yang bekerja pada batuan. sesar naik dikarenakan adanya

    kompresi, sedangkan sesar normal (turun) dikarenakan adanya ekstensi. Sesar transform

    dikarenakan bisa terjadi dari dua deformasi tersebut. Penamaan sesar dilakukan dengan

    cara binomial tergantung besar pitch. Jika dip strike slip, atau pitch kurang dari 45

    maka penamaan sesar dilakukan pada urutan pertama adalah gerak relatif sesar,

    menganan atau mengiri. Kemudian diikuti oleh jenis sesar, normal atau naik. Sesar

    dikatakan bergerak relatif menganan jika kitaberdiri pada suatu daerah, dimana di depan

    kita ada bidang sesar dan daerah yang dipotong bidang sesar tersebut bergerak ke kanan

    kita. Sedangkan sesar turun jika bagian hanging-wall(bagian yang relatif di atas bidangsesar) bergerak relatif turun dibandingkan dengan foot-wall. Jika pitch lebih dari 45,

    maka penamaan sesar dilakukan pertama adalah jenis sesar kemudian arah relatifnya.

    Dalam pembentukannya, kadang kita tidak menemui bidang sesar utama secara

    langsung. Kita hanya melihat tanda-tanda keberadaan sesar. Penanda adanya sesar

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    46/130

    35

    diantaranya adalah gores garis (slickenside), kekar gerus (shearfracture), extension

    fracture, micro fold/drag fold, dan breksiasi. Shearfracturehadir sebagai bidang sesar,

    di lapangan mungkin saja menemui sesar minor penyerta sesar utama. Kehadiran shearfracturebiasanya berpasangan. Jika dua shearfracturetersebut berpotongan, salah satu

    bagian akan membentuk sudut lancip.

    Sesar dapat menyebabkan seretan (drag) sepanjang bidang patahan, sehingga

    batuan sekelilingnya juga bergeser sepanjang arah pergeseran dari sesar tersebut.

    Apabila berupa sesar besar (major fault) maka sesar tersebut dapat menggeser seluruh

    lapisan batuan dan batubara hingga beberapa meter, dimana zona sesar tersebut berupa

    bidang hancuran.

    3.7. Karakteristik Sesar Naik Dan Sesar Mendatar

    3.7.1 Sesar Naik (Reverse & Thrust)

    Pergerakan yang terjadi pada sesar naik melepaskan tegasan dengan cara

    ekspansi kearah atas kerak bersamaan dengan pemendekan secara horisontal, pergerakan

    berupa reverse slip dimana hanging wall bergerak relatif naik terhadap footwall, dan

    sesar berupa sesar naik/reverse fault. Sesar ini telah lama disebut sebagai thrusts, atau

    lebih spesifik sebagai low-angle thrust faults, untuk membedakannya dengan up thrust

    atau high-angle thrusts, yang terbentuk dari rejim tegasan yang berbeda. Perlipatan

    biasanya terjadi bersamaan dengan thrust faulting. Sumbu lipatan berorientasi sejajar

    terhadap arah sumbu tegasan normal menengah dan sejajar dengan strike dari thrust

    fault. Transisi dari lipatan dan thrust diobservasi di berbagai dataran geologi: suatu

    lipatan terbalik pada arah tertentu dan sayap yang terbalik tersebut tertarik dan menjadi

    rekahan/patahan dan kemudian membentuk thrust.

    Sifat-sifat dan gejala di lapangan (Benyamin Sapiie, 2006):1. Kebanyakan sesar naik mempunyai kemiringan bidang sesar

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    47/130

    36

    3. Sesar naik dicirikan oleh pola sesar ganda sub-Parallel fault, dengan bidang

    sesar masing-masing searah (subparallel) dengan sumbu lipatan.

    4. Adanya batuan yang lebih tua menumpang diatas batuan yang lebih muda.5. Adanya seretan (drag) akibat dari pergerakan blok-blok sesar yang

    menunjukkan gerakan relatif naik.

    6. Gejala seretan dan pembentukan sesar-sesar sekunder.

    7. Sesar naik umumnya berasosiasi dengan lipatan dan mempunyai hubungan

    yang erat dengan pembentukan lipatan. Adapun jenis lipatannya adalah

    lipatan simetris atau lipatan rebah dengan hinge line yang penunjamannya

    kecil. Posisi bidang sesar pada sayap yang curam.

    8. Perulangan dari beberapa lapisan.

    3.7.2 Sesar Mendatar

    (Achmad Rodhi dan Sugeng Raharjo , 2007) Bila suatu bahan dikenai oleh suatu

    tekanan maka bahan tersebut akan pecah yang membentuk sesar mendatar di mana yang

    searah dengan tegasan utama akan membentuk sesar mendatar yang saling berpotongan

    dengan sudut kurang-lebih 300. Pada saat tegasan utama semakin berlanjut maka akan

    terbentuk lipatan dan sesar-sesar naik. Setelah tegasan utama berkurang akan akan

    terbentuk extension joint kemudian membentuk sesar sesar normal yang arahnya tegak

    lurus sumbu lipatan. Perpotongan dua sesar akibat tegasan utama tersebut di sebut sesar

    geser orde 1. Karena arah tegasan utama berpindah maka akan terbentuk sesar mendatar

    orde 2 dan seterusnya. Pada masing masing sesar geser tersebut akan terbentuk juga

    drag fold yang mempunyai sudut 120 terhadap sesar gesernya (Moddy and Hill,1961,

    Gambar 3.6). Besarnya sudut pada sesar yang berpotongan tergantung pada jenis

    batuannya. Pada tahap eksplorasi pada suatu daerah dimana perlu mengenal patahanyang diakibatkan oleh wrenching , dengan mengenal beberapa tipe zona wrenching

    struktur akan mudah dikenali terutama arahnya.

    Bila tekanan pada daerah diantara dua sesar mendatar meningkat dan mempunyai

    arah yang berlawanan maka di dalamnya akan terbentuk en echelon folds. En echelon

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    48/130

    37

    folds merupakan tatanan struktur sepanjang zona linear sehingga lipatan-lipatan atau

    patahan-patahan sendiri jenisnya sejajar satu dengan yang lain dan membuat sudut yang

    sama dengan sesar mendatarnya.(Harding,1974 and Bartlett et al,1981,Gambar 3.7).Sifat-sifat umum sesar mendatar (Benyamin Sapiie, 2006) antara lain:

    1. Panjang, lurus atau lengkung - lebar, sepanjang jejaknya.

    2. Kemiringan terjal / curam yang beragam.

    3. Lebar, jalur teranyam dengan gouge / mylonit dan gores-garis horizontal.

    4. Berukuran panjang dan arahnya hampir lurus - mudah dikenal difoto udara.

    5. Sembul dan terban yang tak sistimatis.

    6. Lipatan-lipatan seretan yang menunjam dan merencong.

    7. Tataan stratigrafi yang saling menindih dan tidak sama.

    8. Merupakan jalur peka erosi

    9. Yang berukuran besar, mempunyai jumlah pergeseran yang besar : San

    andreas 500 km dan Semangko 25-100 km.

    10. Diatas permukaan, jalur penggerusan/ pelenturan - lebar beberapa ratus ribu

    meter.

    11.Pembentukan depresi dan pembubungan- pembubungan akibat penyimpangan

    pada arah secara merencong.

    12. Struktur penyerta; rekahan, lipatan dengan penunjaman yang besar, struktur

    bentuk bunga (flower structure).

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    49/130

    38

    Gambar 3.6.Plan of wrench system under NorthSouth sample (Moddy and Hill,1961)

    Gambar 3.7.En Echelon Structures pada zona strike slip faults

    (Harding,1974 and Bartlett et all ,1981)

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    50/130

    39

    BAB IV

    GEOLOGI REGIONAL

    4.1. Fisiografi Regional

    Secara fisiografis, daerah telitian termasuk ke dalam Cekungan Barito bagian

    timur, yang dibatasi oleh Pegunungan Schwaner pada bagian bagian barat, Pegunungan

    Meratus pada bagian timur dan Cekungan Kutai pada bagian utara (Gambar 4.1).

    Gambar 4.1. Peta fisiografi pulau Kalimantan

    (Dalam Kusnama, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 1 Maret 2008: 11-22)

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    51/130

    40

    4.2. Kerangka Tektonik Regional

    Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar yang menjadi bagian dari

    Lempeng mikro Sunda. Menurut Tapponnir (1982) lempeng Asia Tenggara ditafsirkansebagai fragmen dari lempeng Eurasia yang melejit ke Tenggara sebagai akibat dari

    tumbukan kerak Benua India dengan kerak Benua Asia, yang terjadi kira-kira 40 50

    juta tahun yang lalu. Fragmen dari lempeng Eurasia ini kemudian dikenal sebagai

    lempeng mikro Sunda yang meliputi semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan

    Selatan dan Kalimantan Tengah. Adapun batas-batas yang paling penting disebalah

    Timur adalah :

    1. Komplek subduksi Kapur Tersier Awal yang berarah Timurlaut, dimulai dari

    Pulau Jawa dan membentuk pegunungan Meratus sekarang.

    2. Sesar mendatar utama di Kalimantan Timur dan Utara (Gambar 4.2)

    3. Jalur subduksi di Kalimantan Utara, Serawak, dan Laut Natuna, Jalur ini dikenal

    dengan jalur Lupar.

    Menurut Bemmelen (1949) pulau Kalimantan dibagi menjadi beberapa Zona fisiografi,yaitu :

    1. Blok Schwaneryang dianggap sebagai bagian dari dataran Sunda.

    2. Blok Paternoster, meliputi pelataran Paternostersekarang yang terletak dilepas

    Pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian di dataran Kalimantan yang dikenal

    sebagai sub cekungan Pasir.

    3. Meratus Graben, terletak diantara blok Schwaner dan Paternoster, daerah ini

    sebagi bagian dari cekungan Kutai.

    4. Tinggian Kuching, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat laut dan

    Tenggara cekungan Kalimantan selama Neogen. Cekungan-cekungan tersebut

    antara lain:

    Cekungan Tarakan, yang terletak paling Utara dari Kalimantan Timur.

    Disebelah Utara cekungan ini dibatasi oleh Semporna High.

    Cekungan Kutai, yang terletak sebelah Selatan dari Tinggian Kuching

    yang merupakan tempat penampungan pengendapan dari Tinggian

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    52/130

    41

    Kuching selama Tersier. Cekungan ini dipisahkan oleh suatu unsur

    Tektoniok yang dikenal sebagai Paternoster Cross Hightdari cekungan

    Barito.

    Secara regional wilayah kuasa pertambangan PT. Adaro Indonesia termasuk ke

    dalam Cekungan Barito (Kusuma dan Darin1985), lihat Gambar 4.2. Cekungan Barito

    meliputi daerah seluas 70.000 kilometer persegi di Kalimantan Tenggara. Cekungan

    ini terletak diantara dua elemen yang berumur Mesozoikum (Paparan Sunda di

    sebelah barat dan Pegunungan Meratus yang merupakan jalur melange tektonik di

    sebelah timur).

    Orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen mengakibatkan bongkah Meratus

    bergerak ke arah barat. Akibat dari pergerakan ini sedimen-sedimen dalam Cekungan

    Barito tertekan sehingga terbentuk struktur perlipatan.

    Cekungan Barito memperlihatkan bentuk cekungan asimetrik yang disebabkan

    oleh adanya gerak naik dan gerak arah barat dari Pegunungan Meratus. Sedimen-

    sedimen Neogen diketemukan paling tebal sepanjang bagian timur Cekungan Barito,

    yang kemudian menipis ke barat.

    Secara keseluruhan sistem sedimentasi yang berlangsung pada cekungan ini

    melalui daur genang laut dan susut laut yang tunggal, dengan hanya ada beberapa

    subsiklus yang sifatnya lokal dan kecil. Formasi Tanjung yang berumur Eosen

    menutupi batuan dasar yang relatif landai, sedimen-sedimennya memperlihatkan ciri

    endapan genang laut yang diendapkan pada lingkungan deltaik air tawar sampai

    payau. Formasi ini terdiri dari batuan-batuan sedimen klastik berbutir kasar yang

    berselang-seling dengan serpih dan kadangkala batubara. Pengaruh genang laut marine

    bertambah selama Oligosen sampai Miosen Awal yang mengakibatkan terbentuknya

    endapan-endapan batugamping dan napal (Formasi Berai). Pada Miosen Tengah-Miosen Akhir terjadi susut laut yang mengendapkan Formasi Warukin. Pada Miosen

    Akhir ini terjadi pengangkatan yang membentuk Tinggian Meratus, sehingga

    terpisahnya cekungan Barito, Sub Cekungan Pasir dan Sub Cekungan Asam-Asam

    (Gambar 4.3).

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    53/130

    42

    Gambar 4.2.Elemen Tektonik Kalimantan (Kusuma & Darin, 1989)

    Gambar 4.3

    Barito Basin-Makassar Strait cross section

    (After Satyana and Silitonga, 1994)

    Lokasi daerahpenelitian

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    54/130

    43

    4.3. Stratigrafi regional

    Wilayah kuasa pertambangan PT Adaro Indonesia secara regional termasuk

    dalam cekungan Kutai. Namun cekungan Kutai tersebut kemudian dibagi menjadi dua

    bagian, yaitu: cekungan Barito yang terdapat di sebelah barat pegunungan Meratus dan

    cekungan Pasir yang terdapat di sebelah Timur pegunungan Meratus.

    Secara khusus wilayah kerja penambangan PT Adaro Indonesia terletak pada

    cekungan Barito. Cekungan Barito sendiri memiliki formasi pembawa batubara. Adapun

    urut-urutan stratigrafi Formasi cekungan Barito (tabel 4.1) berdasarkan waktu

    terbentuknya adalah :

    1. Formasi TanjungFormasi paling tua yang ada di daerah penambangan, berumur Eosen, yang

    diendapkan pada lingkungan paralis hingga neritik dengan ketebalan 900-1100

    meter, terdiri dari (atas ke bawah ) batulumpur, batulanau, batupasir, sisipan

    batubara yang kurang berarti dan konglomerat sebagai komponen utama.

    Hubungannya tidak selaras dengan batu pra-tersier.

    2. Formasi BeraiFormasi ini diendapkan pada lingkungan lagon hingga neritik tengah dengan

    ketebalan 107-1300 meter. Berumur oligosen bawah sampai miosen awal,

    hubungannya selaras dengan formasi Tanjung yang terletak dibawahnya.

    Formasi ini terdiri dari pengendapan laut dangkal di bagian bawah, batu gamping

    dan napal di bagian atas.

    3. Formasi WarukinFormasi ini diendapkan pada lingkungan neritik dalam hingga deltaic dengan

    ketebalan 1000-2400 meter, dan merupakan formasi paling produktif, berumur

    mioesen tengah sampai plestosen bawah. Pada formasi ini ada tiga lapisan paling

    dominan, yaitu :

    A. Batulempung dengan ketebalan 100 meter

  • 5/27/2018 Skripsi-Ahmad Nurjihan 111070038

    55/130

    44

    B. Batulumpur dan batu pasir dengan ketebalan 600-900 meter, dengan

    bagian atas terdapat deposit batubara sepanjang 10 meter.

    C. Lapisan batubara dengan tebal cadangan 20-50 meter, yang pada bagianbawah lapisannya terdiri dari pelapisan pasir dan batupasir yang tidak

    kompak dan lapisan bagian atasnya yang berupa lempung dan batu

    lempung dengan ketebalan 150-850 meter. Formasi warukin ini

    hubungannya selaras dengan formasi Berai yang ada dibawahnya.

    4. Formasi DohorFormasi ini diendapkan pada lingkungan litoral hingga supralitoral, yang berumur

    miosen sampai plio-plistosen dengan ketebalan 450-840 meter. Formasi ini

    hubungannya tidak selaras dengan ketiga formasi di bawahnya dan tidak selaras

    dengan endapan alluvial yang ada di atasnya. Formasi ini terdiri dari perselingan

    batuan konglomerat dan batupasir yang tidak kompak, pada formasi ini juga

    ditemukan batulempung lunak, lignit dan limonit.

    5. Endapan AlluviumMerupakan kelompok batuan yang paling muda yang tersusun oleh krikil, pasir,

    lanau, lempung, dan lumpur yang tersebar di m