04 desi intensitas bunyi edit desi

Upload: dian-fitri-laraswati

Post on 19-Oct-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ( Ch. Desi K) 87

    PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN PADA PROSES SUGU

    DAN PROSES AMPELAS TERHADAP PENDENGARAN

    TENAGA KERJA DI BENGKEL KAYU X

    Ch. Desi Kusmindari

    Dosen Universitas Bina Darma, Palembang

    Jalan Jenderal Ahmad Yani No.12, Palembang

    Pos-el : [email protected]

    Abstract : Workshop X is one of peripatetic industry at industrial area of furniture like cupboard;

    locker making, desk, chair, and others. At process of the product, a lot of yielding noise intensity

    which high enough like at machine of sugu and machine sandpaper, can make the hearing trouble

    of all worker. From result analyze to result of measurement of noise intensity known that by the

    mean of noise intensity at process sugu that is 92,538 dB and at abrasion process that is 90,912

    dB of while auditory threshold labour of process sugu that is: 36,209 dB and auditory threshold

    labors of abrasion process that is: 36,347 dB. height of noise Intensity which is in yielding at

    process of sugu and abrasion process in Workshop X cause the labors experience of light deaf

    pursuant to ISO where about maximal normal auditory threshold 25 dB.

    Keyword: noise, hearing trouble, health and working safety.

    Abstrak : Bengkel Kayu X adalah salah satu industri yang bergerak pada bidang industri

    furniture seperti pembuatan lemari, meja, kursi, dan lain-lain. Pada proses pembuatan produk

    tersebut banyak menghasilkan intensitas kebisingan yang cukup tinggi seperti pada mesin sugu

    dan mesin ampelas, hal ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada para pekerja. Dari

    hasil analisis terhadap hasil pengukuran intensitas kebisingan diketahui bahwa rata-rata

    intensitas kebisingan pada proses sugu yaitu 92,538 dB dan pada proses ampelas yaitu 90,912 dB

    sedangkan ambang dengar tenaga kerja pada proses sugu yaitu: 36,209 dB dan ambang dengar

    tenaga kerja pada proses ampelas yaitu: 36,347 dB. Tingginya intensitas kebisingan yang di

    hasilkan pada proses sugu dan proses ampelas di Bengkel X menyebabkan tenaga kerja

    mengalami tuli ringan sesuai dengan ketentuan ISO di mana ambang dengar normal maksimal 25

    dB.

    Kata kunci: kebisingan, gangguan pendengaran, kesehatan dan keselamatan kerja.

    1. PENDAHULUAN

    Kebisingan dapat menyebabkan

    kerusakan pendengaran, baik yang sifatnya

    sementara ataupun permanen. Hal ini sangat

    dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya

    pendengaran terpapar kebisingan. Badan

    kesehatan dunia (WHO) melaporkan, tahun 1988

    terdapat 8 12% penduduk dunia menderita

    dampak kebisingan dalam berbagai bentuk.

    Kondisi lingkungan kerja dipengaruhi

    oleh beberapa faktor di antaranya adalah faktor

    kebisingan, Sedangkan kebisingan adalah suatu

    polusi bagi telinga karena menghasilkan bunyi-

    bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga.

    Polusi tersebut dalam jangka panjang dapat

    mengganggu ketenangan bekerja, merusak

    pendengaran dan dapat menimbulkan kesalahan

    komunikasi. Hal ini akan memberikan dampak

    yang kurang baik terhadap kesehatan,

    keselamatan dan kenyamanan bekerja karena

    intensitas kebisingan yang melebihi 85 dB secara

  • 88 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87 - 96

    terus menerus dapat menimbulkan hilang

    pendengaran sementara bahkan bisa

    menyebabkan tuna rungu.

    Gangguan pendengaran akibat bising

    (Noise Induced Hearing Loss/ NIHL) adalah tuli

    akibat terpapar oleh bising yang cukup keras

    dalam jangka waktu yang cukup lama dan

    biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan

    kerja. Banyak hal yang mempermudah seseorang

    menjadi tuli akibat terpapar oleh bising antara

    lain, Intensitas bising yang lebih tinggi,

    berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar oleh

    bising, kepekaan individu dan faktor lain yang

    dapat menimbulkan ketulian.

    Bising industri sudah lama merupakan

    masalah yang sampai sekarang belum bisa

    ditanggulangi secara baik sehingga dapat

    menjadi ancaman serius bagi pendengaran para

    pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan

    pendengaran yang sifatnya permanen.

    Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat

    menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya

    ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya

    diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan

    pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja

    secara berkala.

    Bengkel Kayu X adalah salah satu

    industri yang bergerak pada bidang industri

    furniture seperti pembuatan lemari, meja, kursi,

    dan lain-lain. Pada proses pembuatan produk

    tersebut banyak menghasilkan intensitas

    kebisingan yang cukup tinggi seperti pada mesin

    sugu dan mesin Ampelas, hal ini dapat

    menyebabkan gangguan pendengaran pada para

    pekerja.

    Dari pengamatan pendahuluan bunyi-

    bunyi yang di hasilkan pada proses tersebut

    mempunyai intensitas yang cukup tinggi, hal ini

    menyebabkan keluhan bagi pekerja. Dengan di

    ketahuinya intensitas kebisingan yang di

    hasilkan dapat diketahui pengaruh intensitas

    kebisingan terhadap gangguan pendengaran dari

    pekerja serta usaha penanggulangannya.

    Tujuan dari penelitian ini adalah : (1)

    mengetahui intensitas kebisingan pada

    proses sugu dan proses ampelas, (2)

    mengetahui apakah ada pengaruh jenis

    bahan terhadap tingkat kebisingan, (3)

    mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh

    perubahan perlakuan proses terhadap tingkat

    kebisingan, (4) mengetahui apakah ada

    interaksi perubahan proses dan perlakuan

    jenis bahan terhadap tingkat kebisingan, (5)

    mengetahui ambang dengar tenaga kerja

    pada proses sugu dan proses ampelas dan (6)

    mengetahui apakah intensitas kebisingan

    pada proses sugu dan proses ampelas

    mempengaruhi pendengaran tenaga kerja di

    Bengkel Kayu X

    2. METODOLOGI PENELITIAN

    2.1. Objek Penelitian

    Penelitian ini dilakukan pada mesin sugu dan

    amplas di bengkel kayu X yang terletak di Jalan

    Suakrame Palembang.

    2.2. Langkah langkah Penelitian

    userHighlight

  • Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ( Ch. Desi K) 89

    Langkah-langkah penelitian dimulai

    dengan mengambil data kebisingan dari dua

    mesintersebut dengan alat Sound Level Meter.

    Kemudian data di uji dengan uji kecukupan data

    dan kenormalan data agar dapat dimasukkan ke

    dalam desain eksperimen. Selajutnya dilakukan

    pengujian dengan desain eksperimen acak

    sempurna untuk mengetahui apakah ada

    perbedaan tingkat kebisingan untuk masing-

    masing proses dan desiain eksperimen faktorial

    untuk mengetahui apakah ada pengaruh jenis

    produk atau bahan yang digunakan dan peroses

    terhadap tingkat kebisingan

    2.2.1. Desain eksperimen

    Desain eksperimen yaitu suatu

    rancangan percobaan (dengan tiap langkah

    tindakan yang betul-betul terdefinisikan)

    sedemikian sehingga informasi yang

    berhubungan dengan atau diperlukan untuk

    persoalan yang sedang diteliti dapat

    dikumpulkan (Sudjana 1991).

    Desain suatu eksperimen bertujuan

    untuk memperoleh atau mengumpulkan

    informasi sebanyak-banyaknya yang deperlukan

    dan berguna dalam melakukan penelitian

    persoalan yang akan dibahas.

    Ada tiga prinsip-prinsip dasar dalam eksperimen

    yaitu : (1) Replikasi atau pengulangan

    eksperimen dasar, dalam kenyataannya reflikasi

    ini diperlukan karena memberikan taksiran

    kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk

    menentukan panjang interval konfidens (selang

    kepercayaan) atau dapat digunakan sebagai

    satuan dasar pengukuran untuk menetapkan

    taraf signifikan daripada perbedaan-perbedaan

    yang diamati, menghasilkan taksiran yang lebih

    akurat untuk kekeliruan eksperimen dan

    memungkinkan kita untuk memperoleh taksiran

    yang lebih baik mengenai efek rata-rata suatu

    faktor; (2) Pengacakan derajat atau tingkat dapat

    di percayanya mengenai kebenaran kesimpulan

    sangatlah penting dan ini diukur dengan peluang.

    Pengukuran di mungkinkan oleh adanya

    pengacakan; (3)Kontrol lokal, sebagian daripada

    keseluruhan prinsip desain yang harus

    dilaksanakan. Biasanya merupakan langkah-

    langkah atau usaha-uasaha yang berbentuk

    penyeimbangan, pemblokan dan pengelompokan

    unit-unit eksperimen yang digunakan dalam

    desain. Jika replikasi dan pengacakan pada

    dasarnya akan memungkinkan berlakunya uji

    keberartian, maka kontrol lokal menyebabkan

    desain lebih efisien, yaitu menghasilkan

    prosedur pengujian dengan kuasa yang lebih

    tinggi.

    2.2.2. Eksperimen faktorial

    Eksperimen faktorial adalah eksperimen

    yang semua taraf sebuah faktor tertentu

    dikombinasikan atau disilangkan dengan semua

    (hampir semua) taraf tiap faktor lainnya ada

    dalam eksperimen itu (Walpole, 2004).

    Berdasarkan adanya banyak taraf dalam

    tiap faktor, eksperimen ini sering di beri nama

    dengan menambahkan perkalian antara banyak

    taraf faktor yang satu dengan banyak taraf faktor

    atau faktor-faktor lainnya. Misalnya, apabila

    dalam eksperimen digunakan dua buah faktor,

    sebuah terdiri atas empat taraf dan sebuah lagi

  • 90 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87 - 96

    terdiri atas tiga taraf, maka diperoleh eksperimen

    faktorial 4 x 3; sehingga untuk ini akan

    diperlukan 12 kondisi eksperimen (atau sering

    pula disebut kombinasi perlakuan) yang berbeda-

    beda.

    Kecermatan pengamat terhadap

    pengaruh-pengaruh perlakuan yang diberikan

    dalam percobaan dapat dicapai pada taraf yang

    maksimal tertentu, apabila dalam percobaan

    semua faktor dapat dikendalikan dengan

    seksama kecuali variabel-variabel eksperimen itu

    sendiri. Pola eksperimen faktorial adalah suatu

    pola yang menyediakan kemungkinan bagi

    penyelidik untuk sekaligus menyelidiki pengaruh

    dari dua jenis variabel eksperimen atau lebih.

    Mengingat penelitian ini hanya

    melibatkan dua perlakuan yang melibatkan dua

    kombinasi dari kebisingan pada proses sugu dan

    proses ampelas dengan berbagai jenis kayu

    (bahan) yang digunakan maka eksperimen

    faktorial yang digunakan adalah eksperimen

    faktorial dua faktor.

    2.3. Kebisingan di tempat kerja

    Salah satu polusi yang cukup

    menyibukkan para pakar untuk mengatasinya

    adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak

    dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki

    terutama jika kebisingan berlangsung dalam

    jangka panjang dan bunyi tersebut dapat

    mengganggu ketenangan bekerja, merusak

    pendengaran dan menimbulkan kesalahan

    komunikasi, bahkan menurut penelitian

    kebisingan yang serius bisa menyebabkan

    kematian. Bagi pekerjaan yang membutuhkan

    konsentrasi, maka suara bising hendaknya

    dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat

    dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas

    kerja meningkat.

    Ada tiga aspek yang menentukan

    kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan

    tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu

    (Sutalaksana,1979): (1) lama waktu bunyi

    tersebut terdengar, (2) intensitas yang biasanya

    diukur dengan desibel (dB) yang menunjukkan

    besarnya arus energi persatuan luas dan (3)

    frekuensi suara yang menunjukkan jumlah

    gelombang suara yang sampai di telinga

    seseorang setiap detik (jumlah getaran perdetik

    atau Herz).

    Dalam lingkungan kerja dengan tingkat

    bising diatas 60 dB daya konsentrasi akan

    berkurang, demikian juga kemampuan

    menghitung, mengetik dan daya reaksi atas

    rangsangan, sehingga dengan demikian prestasi

    kerja akan menurun. Sistem saraf autonom akan

    sangat terkesiap oleh bising, sehingga akan

    menaikkan tekanan darah, mempercepat denyut

    jantung, mengecilkan saluran darah dikulit,

    mengendorkan kegiatan pencernaan dan

    sebagainya.

    Kebisingan ada kalanya dapat di

    adaptasikan oleh telinga, tetapi sampai seberapa

    tinggi kebisingan dapat dianggap tidak

    mengganggu masih sulit di tetapkan. Perlu dijaga

    agar tingkat kebisingan tidak sampai

    mengakibatkan hilangnya kesempatan istirahat,

    karena akan menyebabkan lelah kronis.

    Tindakan yang paling efektif untuk mengatasi

    bising ialah menghentikan sumber bising,

    misalnya: dengan menempatkan sumber bising

    itu jauh dari tempat kerja yang memerlukan

    userHighlight

  • Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ( Ch. Desi K) 91

    konsentrasi/ keterampilan mental, memakai

    bahan yang tidak menimbulkan bunyi nyaring,

    menyelubungi sumber suara, memekai bahan

    penyerap suara pada ruangan, dan sebagainya.

    Bila sumber bising tidak dapat dihilangkan maka

    telinga harus dilindungi dengan memakai sumbat

    kapas atau headphone.

    Dengan melakukan pengukuran

    kebisingan, memberikan kemungkinan

    melakukan analisis ilmiah terhadap gangguan-

    gangguan yang di timbulkan oleh kebisingan dan

    untuk mendapatkan informasi-informasi yang di

    perlukan serta melakukan pengendalian/

    penanggulangan kebisingan secara lebih tepat.

    Peraturan Menteri Kesehatan No. 718

    tahun 1987 tentang kebisingan yang

    berhubungan dengan kesehatan menyatakan

    pembagian wilayah dalam empat Zona. Zona A

    adalah Zona untuk tempat penelitian, rumah

    sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial,

    tingkat kebisingannya berkisar 35-45 dB. Zona B

    untuk perumahan, tempat pendidikan dan

    rekreasi. Angka kebisingannya antara 45-55 dB.

    Zona C, antara lain perkantoran, pertokohan,

    perdagangan, pasar, dengan kebisingan sekitar

    50-60 dB. Zona D bagi lingkungan industri,

    pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus.

    Tingkat kebisingan 60-70 dB.

    Namun demikian harus disadari adanya

    perbedaan-perbedaan fisiologi pada masing-

    masing individu sehingga tingkat gangguan tidak

    dapat ditentukan secara eksak untuk setiap

    orang. Berikut Ambang Batas kebisingan yang di

    perkenankan sesuai dengan keputusaan Menteri

    Tenaga Kerja tahun 1999.

    Tabel 2.1

    Batas Pajanan Kebisingan Yang di Perkenankan

    Sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja 1999

    Tingkat Kebisingan

    dB-A)

    Lama Perhari

    (jam)

    80 24

    82 16

    85 8

    88 4

    91 2

    94 1

    97 0,5

    100 0,25

    103 0,125

    106 0,0625

    Sumber : kepmenaker 1999

    2.4 Indera pendengaran

    Telinga merupakan organ pengindera

    penting kedua sesudah mata, karena dengan

    telinga seseorang dapat berkomunikasi lisan

    dengan dunia luar. Oleh sebab itu telinga perlu

    dijaga agar jangan sampai rusak, bahkan

    hendaknya diupayakan agar dapat menikmati

    kondisi nyaman demi tingginya efesiensi daya

    pendengaran. Bahaya yang mengancam

    kelestarian daya pendengaran dan kemampuan

    komunikasi lisan adalah kebisingan. Telinga

    akan mulai dapat menangkap suara sebagai

    bisikan lembut pada frekwensi 1000 HZ.

    Proses mendengar diawali dengan

    ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga

    dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui

    udara atau ke tulang koklea. Pada dasarnya

    telinga terbagi dalam tiga bagian, yaitu: telinga

    bagian luar, telinga bagian tengah dan telinga

    bagian dalam. Berikut derajat ketulian menurut

    ISO 1964 (Rambe,2007):

    Tabel 2.2

  • 92 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87 - 96

    Derajat Ketulian ISO 1964

    Derajat ketulian Keterangan

    0 25 dB Normal

    26 40 dB Tuli ringan

    41 60 dB Tuli Sedang

    61 90 dB Tuli berat

    > 90 Sangat tuli

    Sumber : Rambe,2007

    2.5. Pengaruh kebisingan pada pendengaran

    Perubahan ambang dengar akibat

    paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi,

    intensitas dan lamanya waktu paparan, dapat

    berupa: (1)Adaptasi, bila telinga terpapar oleh

    kebisingan mula-mula telinga akan terasa

    terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-

    kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi

    karena suara tidak terasa begitu keras seperti

    pada awal pemaparan, (2) Peningkatan ambang

    dengar sementara yang terjadi karena ambang

    pendengaran sementara yang secara perlahan-

    lahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini

    akan berlangsung sampai beberapa jam bahkan

    sampai beberapa minggu setelah pemaparan.

    Kenaikan ambang pendengaran ini mula-mula

    terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila

    pemaparan berlangsung lama maka kenaikan

    nilai ambang pendengaran sementara akan

    menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin

    tinggi intensitas dan lama waktu pemaparan

    makin tinggi intensitas dan lama waktu

    pemaparan dan makin besar nilai ambang

    pendengarannya. (3) peningkatan ambang dengar

    menetap, kenaikan terjadi setelah seseorang

    cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi

    pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling

    banyak ditemukan dan bersifat permanen tidak

    dapat disembuhkan. Kenaikan ambang

    pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah

    3,5 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang

    mengatakan baru setelah 10 15 tahun setelah

    terjadi pemaparan penderita mungkin tidak

    menyadari bahwa pendengarannya telah

    berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan

    pemeriksaan Audiogram.

    Hilangnya pendengaran sementara

    akibat pemaparan bising biasanya sembuh

    setelah istirahat beberapa jam (1 2 jam). Bising

    dengan intensitas tinggi dalam waktu yang

    cukup lama (10 15 tahun) akan menyebabkan

    robeknya sel-sel rambut organ corti sampai

    terjadi distruksi total organ corti. Proses ini

    belum jelas terjadinya, tetapi mungkin karena

    rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu

    lama dapat mengakibatkan perubahan

    metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi

    kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel

    rambut organ corti. Akibatnya terjadi kehilangan

    pendengaran yang permanen. Umumnya

    frekwensi pendengaran yang mengalami

    intensitas adalah 3000 6000 Hz. Alat corti

    untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada

    frekwensi 4000 Hz (4 K notch). Ini merupakan

    proses yang lambat dan tersembunyi, sehingga

    pada tahap awal tidak di sadari oleh para pekerja,

    hal ini hanya dapat dibuktikan dengan

    pemeriksaan audiometer. Apabila bising dengan

    intensites tinggi tersebut terus berlangsung

    dalam waktu yang cukup lama, akibat pengaruh

    penurunan pendengaran akan menyebar ke

    frekwensi percakapan (500 2000 Hz). Pada

    saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena

    userHighlight

    userHighlight

    userHighlight

    userHighlight

    userHighlight

    userHighlight

  • Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ( Ch. Desi K) 93

    tidak dapat mendengar pembicaraan sekitarnya.

    (Rambe,2007)

    2.6. Gangguan atau kelainan pendengaran

    akibat bising

    Gangguan atau kelainan telinga akibat

    bising menyebabkan tuli konduktif dan tuli

    sensoriuneral (perseptif). Tuli akibat bising

    (Nois Induced Hearing Loss) ialah tuli yang

    disebabkan akibat terpajan oleh bising yang

    cukup keras dalam waktu yang cukup lama dan

    biasanya di akibatkan oleh bising lingkungan

    kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea

    dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Bising

    yang intensitas 85 dB, atau lebih dapat

    mengakibatkan kerusakan pada reseptor

    pendengaran corti telinga bagian dalam. Banyak

    hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli

    akibat terpapar bising, antara lain intensitas

    bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi,

    lebih lama terpapar bising dan lain-lain. Orang

    menderita tuli saraf koklea sangat terganggu oleh

    bising latar belakang (Background noise).

    Sehingga bila seseorang tersebut berkomunikasi

    di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan

    mendengar dan mengerti pembicaraan.

    Kebisingan dalam jangka waktu tertentu dapat

    mempengaruhi manusia dalam pekerjaannya,

    terutama dalam bentuk (Rambe,2007): (a)

    Gangguan komunikasi, kebisingan dapat

    menimbulkan kesalahan dalam komunikasi,

    mengganggu pembicaraan, (b) Efek psikologis,

    kebisingan dapat mengganggu ketenangan dalam

    bekerja, mengganggu konsentrasi, mem-

    pengaruhi emosi pendengarnya dan (c) Efek

    fisiologis, kebisingan dalam jangka waktu yang

    lama dapat merusak fungsi pendengaran.

    3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    Setelah dilakukan pengumpulan data

    terhadap tingkat kebisingan sebanyak 50 data

    untuk masing-masing proses dan bahan serta

    data ambang dengar dari 4 operator dengan

    masing-masing operator dilakukan 5 kali

    pengukuran untuk masing-masing operator maka

    diperoleh rata-rata tingkat kebisingan adalah:

    Tabel 1 Nilai Rata-Rata Intensitas Kebisingan

    (desiBell)

    Proses Jenis Bahan

    Rata-rata Meranti Merbau Olen Medang Balam

    Sugu 93,04 92,83 91,71 91,81 93,30 92,538

    Ampelas 91,33 90,33 90,88 90,77 90,66 90,912

    Sumber : hasil pengolahan data

    Tabel 1 diatas merupakan rata-rata

    intensitas kebisingan dengan menggunakan SLM

    untuk proses mesin sugu dan amplas terhadap 5

    jenis bahan yang berbeda.

    Dari data yang telah dikumpulkan dari

    masing-masing proses selanjutnya dilakukan

    pengujian kecukupan data dengan tingkat

    keyakinan 95% dan tingkat ketelitian 5%. Dari

    pengujian tersebut di dapat bahwa data telah

    mencukupi untuk dianalisis. Data yang telah

    dilakukan pengujian kecukupan data adalah data

    intensitas kebisingan dari masing-masing proses.

    Selain uji kecukupan data juga dilakukan uji

    keseragaman data, dari uji tersebut dapat dilihat

    bahwa data yang telah dikumpulkan dari masing-

    masing proses adalah seragam karena tidak ada

    data yang keluar dari batas kontrol atas dan batas

    kontrol bawah.

    Setelah melakukan uji kecukupan data

    dan keseragaman data, selanjutnya dilakukan

    userHighlight

    userHighlight

    userHighlight

  • 94 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87 - 96

    pengolahan data dengan desain acak sempurna

    untuk mengetahui apakah ada pengaruh jenis

    bahan terhadap tingkat kebisingan, kemudian

    dilakukan uji eksperimen faktorial a x b, untuk

    mengetahui apakah terdapat perbedaan intensitas

    kebisingan dilihat dari perubahan perlakuan

    proses, jenis bahan, dan apakah terdapat interaksi

    perubahan proses dan perlakuan jenis bahan

    terhadap tingkat kebisingan.

    Untuk mengetahui pengaruh jenis bahan

    pada proses sugu dan proses ampelas terhadap

    tingkat kebisingan yang dihasilkan maka

    dilakukan uji desain acak sempurna.

    Adapun hipotesis untuk desain tersebut

    adalah :

    Ho : 1 = 2 = .......... 5

    H 1 : Paling sedikit dua rataan tidak sama

    Sehingga hasil perhitungan dengan

    statistik untuk proses sugu di perlihatkan pada

    tabel 4 berikut

    Tabel 2

    Daftar Anava Pengaruh Jenis Bahan Terhadap

    Intensitas Kebisingan Pada Proses Sugu

    Sumber Variasi

    Derajat Kebebasan

    (Dk)

    Jumlah Kuadrat-Kuadrat

    (JK)

    Kuadrat Tengah

    (KT)

    F

    Rata-rata 1 428.164,072 428.164,072

    0,743

    Antar Perlakuan 4 21,335 5,335

    Kekeliruan 45 323,065 7,179

    Jumlah 50 428.508,47 -

    Sumber : hasil pengolahan data

    Dari tabel 4 di atas yang merupakan

    hasil perhitungan dengan metode desain acak

    sempurna diketahui bahwa F hitung < F tabel (0,743

    < 2,57) maka terima Ho, dan disimpulkan bahwa

    tidak ada perbedaan pengaruh antara jenis bahan

    yang berbeda terhadap tingkat kebisingan unutuk

    proses sugu dengan = 0,05.

    Sedangkan hasil desain acak sempurna untuk

    proses amplas di tampilkan dalam tabel 5 berikut

    Tabel 3

    Daftar Anava Pengaruh Jenis Bahan Terhadap

    Intensitas Kebisingan Pada Proses Ampelas

    Sumber

    Variasi

    Derajat

    Kebebasan

    (Dk)

    Jumlah

    Kuadrat-Kuadrat

    (JK)

    Kuadrat

    Tengah

    (KT)

    F

    Rata-rata 1 413.249,587 413.249,587

    0,114

    Antar Perlakuan

    4 2,595 0,649

    Kekeliruan 45 256,578 5,702

    Jumlah 50 413.508,76 -

    Sumber :hasil pengolahan data

    Dari tabel 5 diatas yang merupakan hasil

    perhitungan dengan metode desain acak

    sempurna diketahui bahwa F hitung < F tabel (0,114

    < 2,57 ) maka terima Ho, dan disimpulkan

    bahwa tidak ada perbedaan pengaruh antara jenis

    bahan yang berbeda terhadap tingkat kebisingan

    untuk proses ampelas dengan = 0,05.

    Setelah didapat hasil dari pengujian

    desain acak sempurna selanjutnya dilakukan uji

    eksperimen faktorial a x b dengan hipotesis

    sebagai berikut :

    0: 21 oH

    04: 5321 oH

    0)(.......)()()(: 25131211 oH

    1H : Paling sedikit salah satu 1 tidak sama

    dengan nol

    1H : Paling sedikit salah satu 1 tidak sama

    dengan nol

  • Pengaruh intensitas Kebisingan pada proses sugu dan ampelas terhadap pendengaran ( Ch. Desi K) 95

    1H : Paling sedikit salah satu ( ij) tidak

    sama dengan nol

    Dari hasil perhitungan uji eksperimen

    faktorial a x b di dapat hasil sebagai berikut:

    Tabel 4

    Daftar Anava Eksperimen Faktorial 2 x 5

    ( 5 Observasi Tiap Sel )

    Sumber Variasi

    Derajat Kebebasan

    (DK)

    Jumlah Kuadrat

    (JK)

    Kuadrat Tengah

    (KT) F

    Rata-rata 1 841.347,562 841.347,562

    10,273 0,523 0,406

    Perlakuan:

    A 1 66,097 66,097

    B 4 13,465 3,366

    AB 4 10,465 2,616

    Kekeliruan 90 579,641 6,440

    Jumlah 100 842.017,23 - -

    Sumber : pengolahan data

    Dari tabel diatas yang merupakan hasil

    perhitungan yang didapat dengan uji eksperimen

    faktorial a x b diketahui bahwa: (1) F 1 hitung >

    F 1 tabel (10,273 > 3,96), maka tolak Ho dan

    disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh

    dari perubahan perlakuan proses terhadap tingkat

    kebisingan dengan = 0,05; (2) F 2 hitung <

    F 2 tabel (0,523 < 2,49), maka terima Ho dan

    disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan

    pengaruh perlakuan jenis bahan terhadap tingkat

    kebisingan dengan = 0,05; F 3 hitung < F 3 tabel

    (0,406 < 2,49), maka terima Ho dan disimpulkan

    bahwa tidak terdapat interaksi perubahan proses

    dan perlakuan jenis bahan terhadap tingkat

    kebisingan dengan = 0,05.

    Sedangkan rata-rata ambang dengar

    tenaga kerja pada proses sugu dan proses

    ampelas adalah:

    Tabel 5

    Rata-rata Ambang Dengar Tenaga Kerja

    (desiBell)

    Proses

    Ambang dengar tenaga

    kerja

    Rata-rata

    Operator 1 Operator 2

    Sugu 35,682 36,736 36,209

    Ampelas 36,904 35,79 36,347

    Dari tabel 7 di atas hasil pengukuran

    intensitas kebisingan pada masing-masing proses

    diketahui rata-rata tingkat kebisingan yang

    dihasilkan pada proses sugu pada pengerjaan

    jenis bahan Meranti, Merbau, Olen, Medang,

    Balam yaitu 92,538 desiBell dan rata-rata

    kebisingan yang dihasilkan pada proses ampelas

    pada pengerjaan jenis bahan Meranti, Merbau,

    Olen, Medang, Balam yaitu 90,912 desiBell.

    Sedangkan rata-rata ambang dengar tenaga kerja

    pada proses sugu yaitu 36,209 desiBell dan rata-

    rata ambang dengar tenaga kerja pada proses

    ampelas yaitu 36,347 desiBell.

    Ini berarti bahwa rata-rata pekerja telah

    mengalami gangguan pendengaran yaitu tuli

    ringan, sesuai dengan derajat ketulian ISO. Di

    mana ambang dengar yang normal adalah 25

    desiBell, hal ini terjadi akibat pajanan kebisingan

    yang terjadi pada proses sugu dan proses

    melebihi tingkat intensitas kebisingan yang di

    izinkan berdasarkan keputusan Menteri Tenaga

    Kerja Republik Indonesia Nomor: Kep-

    51/MEN/1999 Pasal 3 ayat 1, yang menetapkan

    bahwa tingkat intensitas kebisingan yang di

    izinkan yaitu sebesar 85 desiBell. Dengan

    tingkat kebisingan yang dihasilkan di atas 90

    desiBell tersebut maka lama pajanan bising yang

    di perkenankan hanya 1 2 jam dalam satu hari,

  • 96 Jurnal Imiah TEKNO Vol 5. No 2, Oktober 2008: 87 - 96

    padahal mereka bekerja 8 jam perhari tanpa alat

    pelindung pendengaran.

    3. Simpulan

    Dari penelitian yang dilakukan dapat

    disimpulkan bahwa:

    1. Rata-rata intensitas kebisingan pada

    proses sugu yaitu 92,538 desiBell dan

    rata-rata intensitas kebisingan pada

    proses ampelas yaitu 90,912 desiBell

    2. Tidak ada perbedaan pengaruh antara

    jenis bahan yang berbeda terhadap

    tingkat kebisingan

    3. Terdapat perbedaan pengaruh dari

    perubahan perlakuan proses terhadap

    tingkat kebisingan

    4. Tidak terdapat interaksi perubahan

    proses dan perlakuan jenis bahan

    terhadap tingkat kebisingan

    5. Rata-rata ambang dengar tenaga kerja

    pada proses sugu yaitu 36,209 desiBell

    dan rata-rata ambang dengar tenaga

    kerja pada proses ampelas yaitu 36,347

    desiBell

    6. Intensitas kebisingan pada proses sugu

    dan proses ampelas menyebabkan

    tenaga kerja mengalami tuli ringan.

    DAFTAR RUJUKAN

    KEPMEN TENAGA KERJA NO: KEP-

    51/MEN/1999 tentang Nilai

    Ambang Batas Faktor fisika di

    Tempat Kerja.

    Rambe, Andrina Y.M. 2007. Gangguan

    Pendengaran Akibat Bising. http://

    www.kalbe.co.id / library.

    Dikunjungi 23 mei 2008.

    Sudjana. 1991. Desain Dan Analisis

    Eksperimen. Edisi III . Tarsito.

    Bandung.

    Sutalaksana, I.Z., R. Anggawisastra, dan

    J.H. Tjakraatmadja. 1979. Teknik Tata

    Cara Kerja. ITB. Bandung.

    Walpole, R.E. 2004. Pengantar Statistika

    edisi revisi, Gramedia, Jakarta