zahiera najib - disfagia

38
PENDAHULUAN Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti odino- fagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah, regurgitasi, hema-temesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik, disfagia motorik, disfagia oleh gangguan emosi. 1 Disfagia dapat mempengaruhi fase oral, faring, kerongkongan atau menelan. Sejarah mengambil menyeluruh dan pemeriksaan fisik dengan teliti penting dalam diagnosis dan pengobatan disfagia. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan laring. Pemeriksaan neurologis juga 1

Upload: ines-damayanti

Post on 21-Oct-2015

65 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Zahiera Najib - Disfagia

PENDAHULUAN

Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di

orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot

menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat

disertai dengan keluhan lainnya, seperti odino-fagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di

dada, rasa mual, muntah, regurgitasi, hema-temesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan

berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi

makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. Berdasarkan penyebabnya,

disfagia dibagi atas disfagia mekanik, disfagia motorik, disfagia oleh gangguan emosi.1

Disfagia dapat mempengaruhi fase oral, faring, kerongkongan atau menelan. Sejarah

mengambil menyeluruh dan pemeriksaan fisik dengan teliti penting dalam diagnosis dan

pengobatan disfagia. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan

laring. Pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan.  Disfagia dapat menjadi ancaman serius

bagi kesehatan dan dapat meningkatkan risiko terjadi aspirasi peumonia, malnutrisi, dehidrasi,

penurunan berat badan dan sumbatan jalan napas. Salah satu resiko yang paling serius adalah

aspirasi pneumonia terutama dapat terjadi pada setiap kelainan yang mengenai organ yang

berperan pada fase oral maupun fase faringal..1,2

Disfagia neurogenik disebabkan oleh gangguan neurologis pada aspek sensorimotor dari

orofaringeal. Divertikula dan striktur esofagus dapat menyebabkan disfagia neurogenik dengan

gejala disfagia orofaringeal. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n.V, n.VII,

nIX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat

menyebabkan disfagia. Kelainan otot polos esofagus yang dipersarafi oleh komponen

1

Page 2: Zahiera Najib - Disfagia

parasimpatik n. vagus dan neuron nonkolinergik pasca ganglion (post ganglionic noncholinergic)

di dalam ganglion mienterik akan menyebabkan gangguan kon-traksi dinding esofagus dan

relaksasi sfingter esofagus bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia.1

PEMBAHASAN

I. ANATOMI

Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di

depan bat bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Nasofaring meluas dari

dasar tengkorg-sampai batas palatum mole. Orofaring meluas dari batas tadi sampai batas

epiglotis, sedangkan di bawah garis batas ini adalah laringofaring atau hipofaring. 2

2

Page 3: Zahiera Najib - Disfagia

Gambar 1: Anatomi faring 4

Rongga Mulut. 2

Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi

oleh saraf fasialis..

Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan dan sebagian besar dari

otot palatum mole dibagian belakang. Palatum mole dapat diangkat untuk faring bagian nasal

dari rongga mulut dan orofaring. Ketidakmampuan palatum mole menutup akan mengakibatkan

bicara yang abnormal (rinolalia aperta) dan kesulitan menelan. Lidah merupakan organ

muskular yang aktif. Dua pertiga bagian depan dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya

terfiksasi. Otot dari lidah dipersarafi oleh saraf hipoglosus. Pengecapan dua pertiga lidah bagian

depan dipersarafi oleh saraf lingualis dan saraf glosofaringeus pada sepertiga lidah bagian akang.

Faring 2,4

Nasofaring membuka kearah depan ke hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid

terletak pada ukosa atap nasofanng. Di samping, muara tuba eustakius kartilaginosa terdapat di

depan lekukan ing disebut fosa Rosenmiiller. Kedua struktur ini berada di atas batas bebas otot

3

Page 4: Zahiera Najib - Disfagia

konstriktor faringis superior. Otot tensor veli palatini, merupakan otot yang menegangkan

palatum dan membuka tuba eustaki, masuk ke faring melalui ruangan ini. Otot ini membentuk

tendon yang melekat sekitar hamulus tulang untuk memasuki palatum mole. Otot tensor veli

palatini dipersarafi oleh saraf mandibularis elalui ganglion otic.

Gambar 2: Persarafan Regio Oral dan Faring 5

Di depan tonsila, arkus faring anterior disusun ,oleh otot palatoglosus, dan di belakang

dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus.Otot-otot ini membantu menutupnya

orofaring bagian posterior. Semuanya dipersarafi oleh pleksus faringeus.

4

Page 5: Zahiera Najib - Disfagia

Gambar 3: Skema Nervus Glosofaringeal 5

Esofagus bagian servikal terletak kurang lebih pada garis tengah leher di belakang trakea

dan di depan korpus vertebra. Saraf laringeus rekurens terdapat pada alur diantara esofagus dan

trakea.

5

Page 6: Zahiera Najib - Disfagia

:

Gambar 4 Nervus Vagus 5

Gambar 5: Nervus Otonom pada Leher 5

6

Page 7: Zahiera Najib - Disfagia

II. NEUROFISIOLOGI MENELAN

Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara teratur dipicu dengan

dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu proses menelan dimulai, jalur aktivasi otot

beruntun tidak berubah dari otot-otot perioral menuju kebawah. Jaringan saraf, yang bertanggung

jawab untuk menelan otomatis ini, disebut dengan pola generator pusat. Batang otak, termasuk

nucleus tractus solitarius dan nucleus ambiguus dengan formatio retikularis berhubungan dengan

kumpulan motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator pusat.

Tiga Fase Menelan

Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau cairan dialirkan dari mulut

menuju faring dan esofagus ke dalam lambung. Deglutition normal adalah suatu proses halus

terkoordinasi yang melibatkan suatu rangkaian rumit kontraksi neuromuskuler valunter dan

involunter dan dan dibagi menjadi bagian yang berbeda: (1) oral, (2) faringeal, dan (3)

esophageal. Masing-masing fase memiliki fungsi yang spesifik, dan, jika tahapan ini terganggu

oleh kondisi patologis, gejala spesifik dapat terjadi.

FASE ORAL

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi

geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus

dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara di sadari.

 

Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.

ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)

7

Page 8: Zahiera Najib - Disfagia

Mandibula

 

 

Bibir

 

 

 

 

 

Mulut & pipi

 

 

Lidah

n. V.2 (maksilaris)

 

 

n. V.2 (maksilaris)

 

 

 

 

 

n.V.2 (maksilaris)

 

 

n.V.3 (lingualis)

N.V : m. Temporalis, m. maseter, m.

pterigoid

 

n. VII : m.orbikularis oris, m.

zigomatikum, m.levator labius oris,

m.depresor labius oris, m. levator

anguli oris, m. depressor anguli oris

 

n.VII: m. mentalis, m. risorius,

m.businator

 

n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus

 

 

 

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi, setelah

otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah

berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian

anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.

Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring

sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato

faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)

8

Page 9: Zahiera Najib - Disfagia

 

Peranan saraf kranial fase oral

ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)

Bibir

 

 

 

Mulut & pipi

 

 

 

Lidah

 

Uvula

n. V.2 (mandibularis), n.V.3

(lingualis)

 

 

n. V.2 (mandibularis)

 

 

 

n.V.3 (lingualis)

 

n.V.2 (mandibularis)

n. VII : m.orbikularis oris, m.levator

labius oris, m. depressor labius,

m.mentalis

 

n.VII: m.zigomatikus,levator anguli

oris, m.depressor anguli oris,

m.risorius. m.businator

 

n.IX,X,XI : m.palatoglosus

 

n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring

 

 

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut

afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

 

 

FASE FARINGEAL

Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus

palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :

9

Page 10: Zahiera Najib - Disfagia

1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI)

berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik

keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid

lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring

tertutup.

3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi

m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).

4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring

inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI)

menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring

(n.X)

5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan

dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah

dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik

untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

 

Peranan saraf kranial pada fase faringeal

Organ Afferen Efferen

Lidah

 

 

 

n.V.3

 

 

 

n.V :m.milohyoid, m.digastrikus

n.VII : m.stilohyoid

n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid

n.XII :m.stiloglosus

10

Page 11: Zahiera Najib - Disfagia

 

Palatum

 

 

 

Hyoid

 

 

Nasofaring

 

Faring

 

 

 

 

Laring

 

Esofagus

 

 

n.V.2, n.V.3

 

 

n.Laringeus superior

cab internus (n.X)

 

n.X

 

n.X

 

 

 

 

n.rekuren (n.X)

 

n.X

 

n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini

n.V :m.tensor veli palatini

 

n.V  : m.milohyoid, m. Digastrikus

n.VII : m. Stilohioid

n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid

 

n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus

 

n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, m.konstriktor

faring sup, m.konstriktor ffaring med.

n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.

 

n.IX :m.stilofaring

 

n.X  : m.krikofaring

 

 

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut

afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.

 

11

Page 12: Zahiera Najib - Disfagia

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan

waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian

atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah,

pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas.

Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.

 

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya

melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :

1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga

lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari

m.konstriktor faring. 

2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat

terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap

ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh

m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus

bagian superior.

 

FASE ESOFAGEAL

Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun

lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

 

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :

12

Page 13: Zahiera Najib - Disfagia

1.       dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi

akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal.

Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang

merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.

2.       Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus

yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang

ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.

 

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik

dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari

berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.

 

 

PERANAN SISTEM SARAF DALAM PROSES MENELAN

Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :

1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring

langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.

2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi)

pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses

menelan) dan nukleus ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke

motor neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan.

3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah

13

Page 14: Zahiera Najib - Disfagia

Gambar 6: Fisiologi menelan 1

III. ETIOLOGI

Proses menelan yang normal tergantung pada integritas anatomi dan fungsional dari

struktur saraf dan jalur yang luas, dalam sistem saraf pusat dan perifer. Lesi dari korteks serebral,

ganglia basal, batang otak, otak kecil, dan saraf kranial dapat menyebabkan disfagia. .Hal ini

sering terjadi pada pasien dengan usia lanjut karena fungsi menelan. yang menurun, penyakit

14

Page 15: Zahiera Najib - Disfagia

pada sistem saraf pusat seperti stroke, trauma kepala, serebral palsi, penyakit Parkinson, multipel

sklerosis, dan penyakit neuromuskular seperti poliomielitis, dermatomiositis, Myastenia Gravis,

muskular distrofi, Myotonic Muscular Dystrophy (MMD), Limb Girdle symdrome, Duchenne

Muscular dystrophy. Penyakit motor neuron juga dapat menyebabkan disfagia adalah

amyotrophic lateral sclerosis, congenital spinal muscular atrophy, dan post polio syndrome. 1,6,7

Penyakit Penyebab gangguan menelan

Stroke Symptom neurologi bagi stroke tergantung dari tempat lesi. Pada

infark lateral medulla akan mengakibatkan ataksia, paralisis faring

dan laring. Gangguan menelan pada pasien stroke termasuk

penghantaran oral terhambat, keterlambatan eksitasi dari faring

ketika menelan, penurunan elevasi hiolaringeal dan aspirasi

Trauma otak Menyebabkan gangguan menelan tergantung dari region otak yang

terlibat. Trauma otak biasanya menyebabkan lesi lebih difus

berbanding dari stroke, seringnya disertai dengan gangguan

kognitif.

Myasthenia Gravis Pada Miastenia Gravis (MG) sistem imun menghentikan kerja

neurotransmiter dengan jalan memblok atau merusak reseptor di

paut saraf-otot ( neuromuscular junction ), sehingga mencegah otot

untuk berkontraksi. Akibatnya adalah, bahwa akan terjadi 

kelemahan otot ,  karena penghambatan dari pesan khemis

(chemical messages) ini . Penyakit ini bisa  menyerang otot-otot

mata  terlebih dahulu dan  kadang-kadang penyakit berlanjut dan

menelan , mengunyah dan berbicara bisa terganggu. Kesulitan

15

Page 16: Zahiera Najib - Disfagia

menelan dapat terjadi hasil kelemahan palatum, lidah atau faring

yang memberikan regurgitasi hidung atau aspirasi cairan atau

makanan.

Parkinson Terjadi kekakuan pada otot wajah dan tenggorokan yang

mengakibatkan kesulitan menelan

Amyotrophic

Lateral Sclerosis

Penyakit neurodegeneratif- menyebabkan saraf yang mengatur

proses menelan pada otak dan medulla spinalis kehilangan fungsi.

ALS sering menyebabkan gangguan pada traktus kortikobulbar atau

kortikospinal. Ini mengakibatkan terjadi disartria, disfonia, disfagia,

sialorrhea, atrofi otot dan fasikulasi.

Bell’s Palsy Kelemahan atau paralisis dari otot dibahagian separuh dari wajah

yang disebabkan malfungsi nervus fasialis

Multiple sclerosis Terjadi apabila susunan saraf pusat diserang oleh system imun

tubuh sendiri lalu mengakibatkan kerusakan myelin yang

melindungi saraf.

IV. PATOGENESIS

Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam

proses menelan harus bekerja secara ter-integrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan

mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor, yaitu (a) ukuran bolus makanan, (b)

diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, (c) kontraksi peristaltik esofagus, (d) fungsi sfingter

esofagus bagian atas dan bagian bawah dan (e) kerja otot-otot rongga mulut dan lidah.

Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuro-muskular mulai dari

susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan

16

Page 17: Zahiera Najib - Disfagia

ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik, sehingga

aktivitas motorik berjalan lancar. Ke-rusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan

aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh karena

otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga men-dapat persarafan dari inti motor n.

vagus, maka aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter

esofagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esofagus.1

V. ANAMNESIS

Batasan keluhan disfagia (rongga mulut, orofaring, esofagus)

Lama dan progresifitas keluhan disfagia

Saat timbulnya keluhan disfagia dalam proses menelan (makan padat, cair, stress

psikis dan fisik)

keluhan penyerta : odinofagi, BB turun cepat, demam, sesak nafas, batuk,

perasaan mengganjal/menyumbat di tenggorokan.

Penyakit penyerta : eksplorasi neurologik degeneratif, autoimun, kardiovaskuler

dll)

Penggunaan obat-obat yg mengganggu proses menelan (anastesi,

muskulorelaksan pusat)

Evaluasi pola hidup, usia, hygiene mulut, pola makanan

Riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya1,6

VI. PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum pasien

17

Page 18: Zahiera Najib - Disfagia

Pemeriksaan rongga mulut, evaluasi gerakan dan kekuatan otot mulut dan otot

lidah.

Pemeriksaan orofaring, pergerakan palatum mole, sensibilitas orofaring dgn

sentuhan spatel lidah, cari refleks muntah, refleks menelan, dan evaluasi suara

(keterlibatan laring)

Pemeriksaan faring-laring : gerakan pangkal lidah, gerakan arkus faring, uvula,

epiglotis, pita suara, plika ventrikularis dan sinus piriformis.

Pemeriksaan neurologi fungsi motorik dan sensorik saraf kranial

Periksa posisi dan kelenturan leher/tulang servikal, evaluasi massa leher,

pembesaran KGB leher dan trauma1,6

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pemeriksaan

penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia neurogenik : 1,6

1. Radiologi

Pemeriksaan penunjang, foto polos esofagus dan yang memakai zat kontras, dapat mem-

bantu menegakkan diagnosis kelainan esofagus. Pemeriksaan ini tidak invasif. Dengan peme-

riksaan fluoroskopi, dapat dilihat kelenturan dinding esofagus, adanya gangguan peristaltik,

penekanan lumen esofagus dari luar, isi lumen esofagus dan kadang-kadang kelainan mukosa

esofagus. Pemeriksaan .kontras ganda dapat memperlihatkan karsinoma stadium dini. Akhir-

akhir ini pemeriksaan radiologik esofagus lebih maju lagi. Untuk memperlihatkan adanya gang-

guan motilitas esofagus dibuat cine-film atau video tapenya. Tomogram dan CT scan dapat

18

Page 19: Zahiera Najib - Disfagia

mengevaluasi bentuk esofagus dan jaringan di sekitarnya. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

dapat membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan disfagia motorik.

2. Esofagoskopi

Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi lumen esofagus dan keadaan

mukosanya. Diperlukan alat eso-fagoskop yang kaku (rigid esophagoscope) atau yang lentur

(flexible fiberoptic esophagoscope). Karena pemeriksaan ini bersifat invasif, maka perlu

persiapan yang baik. Dapat di-lakukan dengan analgesia (lokal atau anestesiaumum). Untuk

menghindari komplikasi yang mungkin timbul perlu diperhatikan indikasi dan kontraindikasi

tindakan. Persiapan pasien, operator, peralatan dan ruang pemeriksaan perlu dilakukan. Risiko

dari tindakan, seperti perdarahan dan perforasi pasca biopsi harus dipertimbangkan.

3. Pemeriksaan manometrik

Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik esofagus. Dengan

mengukur tekanan dalam lumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus dapat dinilai gerakan

peristaltik secara kualitatif dan kuantitatif.

4. Videofluoroskopi Swallow Assessment (VFSS)

Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS) adalah pemeriksaan yang

sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi. Pemeriksaan ini menggambarkan

struktur dan fisiologi menelan pada rongga mulut, faring, laring dan esofagus bagian atas.

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan bolus kecil de-ngan berbagai konsistensi yang

dicampur dengan barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi menelan dengan memberikan

bermacam bentuk makanan pada berbagai posisi kepala dan melakukan beberapa maneuver

untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi optima) dalam proses menelan.

19

Page 20: Zahiera Najib - Disfagia

Gambar 7: Pemeriksaan Videofluoroskopi Swallow Assessment (VFSS) 8

5. FEES (Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing)

Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan nasofaringoskop serat optik lentur.

Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi makanan dari jenis makanan cair sampai padat dan

dinilai kemampuan pasien dalam proses menelan. Tahap pemeriksaan dibagi dalam 3 tahap :

1. Pemeriksaan sebelum pasien menelan (preswa/lowing assessment) untuk menilai fungsi

muskular dari oromotor dan mengetahui kelainan fase oral.

2. Pemeriksaan langsung dengan memberikan berbagai konsistensi makanan, dinilai kemampuan

pasien dan diketahui konsistensi apa yang paling aman untuk pasien

3. Pemeriksaan terapi dengan meng-aplikasikan berbagai maneuver dan posisi kepala untuk

menilai apakah terdapat peningkatan kemampuan menelan.

Dengan pemeriksaan FEES dinilai 5 proses fisiologi dasar seperti :

1. Sensitivitas pada daerah orofaring dan hipofaring yang sangat berperan dalam terjadinya

aspirasi.

20

Page 21: Zahiera Najib - Disfagia

2. Spillage (preswallowing leakage): masuknya makanan ke dalam hipofaring sebelum refleks

menelan dimulai sehingga mudah terjadi aspirasi.

3. Residu: menumpuknya sisa makanan pada daerah valekula, sinus piriformis kanan dan kiri,

poskrikoid dan dinding faring posterior sehingga makanan tersebut akan mudah masuk ke jalan

napas pada saat proses menelan terjadi ataupun sesudah proses menelan.

4. Penetrasi : masuknya makanan ke vesti-bulum laring tetapi belum melewati pita suara.

Sehingga menyebabkan mudah masuknya makanan ke jalan napas saat inhalasi

5. Aspirasi : masuknya makanan ke jalan napas melewati pita suara yang sangat berperan dalam

terjadi komplikasi paru

Gambar 8: Pemeriksaan FEES 9

21

Page 22: Zahiera Najib - Disfagia

VIII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada disfagia neurogenik adalah berdasarkan kausa atau penyebab

timbulnya gangguan tersebut. Namun secara umum, dilakukan dengan beberapa metode :

1. PENGOBATAN

Obat penenang maupun obat lain yang mempengaruhi tingkat kesadaran pasien harus

dihentikan bila memungkinkan. Pada pasien Parkinson dengan diskenesia akibat obat dapat

memperburuk disfagia. Drooling pada pasien Parkinson mulanya disebabkan oleh disfagia dan

bukannya dari produksi air liur yang berlebihan. Penggunaan obat-obatan antikolinergik

sebaiknya dihindari dimana dapat menyebabkan peningkatan viskositas sekresi oral. Pemberian

obat benzodiazepine juga sebaiknya dihindari.6,10

2. MODIFIKASI DIET

Mempertahankan cairan dan nutrisi dapat dilakukan dengan aman pada pasien dengan

disfagia neurogenik. Pasien dengan disfagia neurogenik mengalami kesulitan terhadap cairan

dibandingkan dengan makanan padat. Ini disebabkan kesulitan dalam mengendalikan bolus dan

keterlambatan atau tidak munculnya refleks menelan. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan

pengental cairan, untuk meningkatkan viskositasnya. Namun, viskositas optimal cairan yang

aman bagi pasien disfagia neurogenik belum ditentukan standarnya. Pengental cairan berbasis

pati adalah salah satu strategi penting dalam penatalaksanaan pasien disfagia neurogenik.6,10

3. TUBE FEEDING

Pengiriman langsung nutrisi ke dalam perut melalui tube feeding sering digunakan pada

pasien yang beresiko aspirasi paru jika makan per oral. Tube feeding sebaiknya dilakukan jika

22

Page 23: Zahiera Najib - Disfagia

kemungkinan tingkat terjadinya aspirasi makanan sekitar 10% atau lebih, atau melambatnya

waktu transit bolus makanan, yang lebih dari 10 detik pada pemeriksaan videofluoroscopy.

Penggunaan gastrostomy tube dipilih pada kasus intubasi naso-esofagus, terutama jika

disfagia diperkirakan akan berlangsung selama beberapa hari. Gastrostomy tube dapat membuat

pasien gelisah. Pemberian makanan lewat nasogastric tube menerima 55% dari makanan

mereka, sedangkan dengan gastrostomy tube menerima 93%.

Penggunaan nasogastric tube dalam tempoh masa yang lama tidak diperkenankan. Hal ini

sering mengakibatkan komplikasi termasuk nasopharyngitis, esofagitis, striktur esofagus,

epistaksis, pneumotoraks, edema nasofaring dengan otitis media. Makan melalui gastrostomy

tube harus dipertimbangkan ketika disfagia cenderung progresif atau bertahan untuk waktu yang

lama. Sebagai contoh, dokter akan mempertimbangkan gastrostomy tube pada pasien stroke jika

tidak ada tanda-tanda pemulihan menelan setelah minggu pertama.10

4. TERAPI MENELAN

Berbagai terapi dan pelatihan digunakan untuk membantu dalam pengobatan disfagia

neurogenik. Ini termasuk latihan untuk memperkuat otot-otot orofasial, manuver untuk

meningkatkan elevasi laring dan penutupan laring pada saat menelan, serta teknik untuk

merangsang refleks menelan. Metode ini biasanya digunakan sebelum memulai latihan menelan

secara langsung.

Latihan untuk meningkatkan fungsi otot orofacial digunakan untuk meningkatkan segel

bibir, pengunyahan, dan gerakan lidah. Teknik sederhana yang dikenal dengan "the supraglottic

swallow" dapat meningkatkan elevasi dan penutupan laring saat menelan. Selama manuver ini,

pasien menahan napas dan menelan dan kemudiannya melepaskan udara melalui batuk.10

23

Page 24: Zahiera Najib - Disfagia

5. OPERASI

Cricopharyngeal Myotomy telah terbukti menjadi metode yang efektif pada pengobatan

disfagia pada gangguan neurologis termasuk stroke, distrofi otot, serta pada pasien dengan

penyakit motor neuron. Namun, pemilihan prosedur ini haruslah hati-hati dan terdapat dua

kondisi yang harus dipenuhi. Pertama, kegagalan relaksasi sfingter faring harus dibuktikan pada

videofluoroscopy. Kedua, pada fase oral , yaitu bibir segel, inisiasi volunter menelan, serta

kekuatan untuk menggerakkan lidah juga harus diperhatikan. Gerakan lidah terbatas ( ketidak

mampuan untuk mendorong atau mengambil makanan bolus) merupakan kontraindikasi untuk

cricopharyngeal myotomy. Pasien dengan refleks menelan yang tertunda dengan 10 detik atau

lebih mungkin tidak dapat manfaat dari operasi ini. Operasi untuk disfungsi cricopharyngeal

pada stroke dan cedera otak harus dipertimbangkan setelah tiga bulan pertama dari onset

penyakit.6,10

IX. PROGNOSIS

Prognosis bagi disfagia neurogenik tergantung pada penyebab dasarnya. Namun, banyak

perbaikan telah dibuat dalam pengobatan disfagia, khususnya yang berkaitan dengan malnutrisi

akibat disfagia. Selain itu, dengan tes dan pilihan manajemen yang tersedia, prognosis untuk

pasien dengan disfagia telah membaik. 6,11

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Ed. 6 th . Jakarta;

Balai Penerbit FK UI;2007. Hal. 276-284

24

Page 25: Zahiera Najib - Disfagia

2. ADAM, BOIES, HIGLER ,Rongga Mulut dan Faring, BOEIS Buku ajar Penyakit THT Ed.6 th

Jakarta: 1994. Hal 264-267

3. Castrogiovanni A ,Dysphagia, Communication Facts: Spescial Populations Dysphagia 2008.

Hal 2-5

4. Encyclopedia Britannica, Sagital Section of the Pharynx 2012:

http://www.britannica.com/EBchecked/media/68641/Sagittal-section-of-the-Pharynx

5. Netter FH, Cranial and Cervical Nerves, Atlls of Human Anatomy Ed.4 th United States of

America 2006. Hal 116-135

6. Paik NJ, Dysphagia, Medscape Drugs, Diseases & Procedures : 2012:

http://emedicine.medscape.com/article/324096-overview#a1

7. DiMarino MC, Dysphagia, Esophaageal and Swallowing Disorders, Merk Manual 2009. Hal:

1-3

8. Harris BM, The Videofluorographic Swallowing Study, Physical Medicine and Rehabilitation

Clinics of North America vol 19th. 2008.Hal: 769-785

9. Beth Israel Deaconess Medical Center, Fiberoptic Endoscopic Evaluation of Swallowing

(FEES): 2012:

www.bidmc.org/FiberopticEndoscopicEvaluationofSwallowingFEES.aspx

10. Bakheit AMO, Management of neurogenic dysphagia, Postgraduate Medical Journal

2001.Hal: 694-699

11. Dawodu ST, Swallowing Disorders, Medscape Drugs, Diseases & Procedures : 2012:

http://emedicine.medscape.com/article/317667

25