wajah koperasi mata mosobu kini the mata mosobu...

32
Vol. V Juli - Agustus 2011 Edisi 68 Brigade Siaga Bencana Menjemput Pasien, Mendekatkan Layanan Disaster Ready Brigade Picking up Patients, Bringing Services Closer Selayang Pandang Program Desa Mandiri Anggur Merah Wajah Koperasi Mata Mosobu Kini The Mata Mosobu Cooperative Today

Upload: hoanghanh

Post on 09-May-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Vol. V Juli - Agustus 2011 Edisi 68

Brigade Siaga BencanaMenjemput Pasien, Mendekatkan LayananDisaster Ready Brigade Picking up Patients, Bringing Services Closer

Selayang Pandang Program Desa Mandiri Anggur Merah

Wajah Koperasi Mata Mosobu KiniThe Mata Mosobu Cooperative Today

1 Juli-Agustus 2011News

EditorMILA SHWAIKO

VICTORIA NGANTUNGForum KTI

ZUSANNA GOSALITA MASITA IBNUEvents at BaKTI

SHERLY HEUMASSEWebsite of the MonthSTEVENT FEBRIANDYDatabase & NGO Profile

AFDHALIYANNA MARIFAHWebsite

AKRAM ZAKARIASmart Practices

CHRISTY DESTA PRATAMAInfo Book

SUMARNI ARIANTODesign Visual & Layout

ICHSAN DJUNAIDPertanyaan dan Tanggapan

RedaksiJI. DR.Sutomo No.26

Makassar 90113P : 62-411-3650320-22

F :62-411-3650323SMS BaKTINews 085255776165

E-mail: [email protected] juga bisa menjadi penggemar

BaKTINews di Facebook :www.facebook.com/yayasanbakti

BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia.Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia.

BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.org dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet.

BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia [BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia.

BaKTINews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakri.org and can be sent electronically to subscribers with internet access.

BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

31

Volume V - edisi 68

DAFTAR ISI CONTENTS

3

6

7

9

11

13

14

15

16

17

18

21

23

25

27

28

29

30

19

Berkontribusi untuk BaKTINews

BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan, dan teknologi tepat guna dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000-1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris,ditulis dengan gaya populer. Foto-foto penunjang artikel sangat dibutuhkan. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.

BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style. Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles.

2 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68

Menjadi Pelanggan BaKTINews Subscribing to BaKTINews

Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat lengkap yang disertai dengan kode pos melalui email [email protected] atau SMS 085255776165. Bagi yang berdomisili di Makassar, Anda dapat mengambil BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected] or SMS to 085255776165. For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

BaKTINews diterbitkan oleh Yayasan BaKTI dengan dukungan Pemerintah Australia.BaKTINews is published by The BaKTI Foundation with support of the Government of Australia.

Pandangan yang dikemukakan tak sepenuhnya mencerminkan pandangan Yayasan BaKTI maupun Pemerintah Australia.

The views expressed do not necessarily reflect the views of Yayasan BaKTI and the Government of Australia.

Brigade Siaga Bencana: Menjemput Pasien, Mendekatkan LayananDisaster Ready Brigade Picking up Patients, Bringing Services Closer

BANTAENG, Butta Toa Yang Makin Maju

Transparansi Penyusunan dan Pembahasan APBD Kabupaten Sumba Timur

Beautiful but DangerousProses Belajar Mengelola Bencana dalam Rekam Jejak Kelola di Kepulauan Sangihe

Dua Kemitraan Baru BaKTITwo New Partnerships for BaKTI

JiKTI Updates

PEACH Updates

Integrasi Sinkronisasi Dan Sinergi Perencanaan Pembangunan Daerah di Provinsi Maluku

Selayang Pandang Program Desa Mandiri Anggur Merah

Sekolah Kampung NekameseBangun Kampung, Bangun Indonesia

Wajah Koperasi Mata Mosobu KiniThe Mata Mosobu Cooperative Today

Data yang Valid dan Reliabel Perlu Berproses

batukar.info Updates

Peluang

Website Bulan ini

Profil LSMHUMANUMHumpunan Maluku untuk Kemanuasiaan

Kegiatan di BaKTI

Info Books

Selamat HariKEMERDEKAAN RI

Dirgahayu Negeriku

Dirgahayu Indonesiaku

Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia

66 tahun merajut persatuan, semoga utuh dan abadi

Jelang Diskusi Regional Forum Kawasan Timur Indonesia:Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim untuk Pulau-pulau Kecil di Kawasan Timur Indonesia

Ketika Musik Berhadapan dengan Realita Sosial

Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesiamengucapkan

1 Syawal 1432 H

Mohon MaafLahir dan Batin

Selamat Hari RayaIdul Fitri

1 Juli-Agustus 2011News

EditorMILA SHWAIKO

VICTORIA NGANTUNGForum KTI

ZUSANNA GOSALITA MASITA IBNUEvents at BaKTI

SHERLY HEUMASSEWebsite of the MonthSTEVENT FEBRIANDYDatabase & NGO Profile

AFDHALIYANNA MARIFAHWebsite

AKRAM ZAKARIASmart Practices

CHRISTY DESTA PRATAMAInfo Book

SUMARNI ARIANTODesign Visual & Layout

ICHSAN DJUNAIDPertanyaan dan Tanggapan

RedaksiJI. DR.Sutomo No.26

Makassar 90113P : 62-411-3650320-22

F :62-411-3650323SMS BaKTINews 085255776165

E-mail: [email protected] juga bisa menjadi penggemar

BaKTINews di Facebook :www.facebook.com/yayasanbakti

BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia.Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia.

BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.org dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet.

BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia [BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia.

BaKTINews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakri.org and can be sent electronically to subscribers with internet access.

BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

31

Volume V - edisi 68

DAFTAR ISI CONTENTS

3

6

7

9

11

13

14

15

16

17

18

21

23

25

27

28

29

30

19

Berkontribusi untuk BaKTINews

BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan, dan teknologi tepat guna dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000-1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris,ditulis dengan gaya populer. Foto-foto penunjang artikel sangat dibutuhkan. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat.

BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style. Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles.

2 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68

Menjadi Pelanggan BaKTINews Subscribing to BaKTINews

Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat lengkap yang disertai dengan kode pos melalui email [email protected] atau SMS 085255776165. Bagi yang berdomisili di Makassar, Anda dapat mengambil BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected] or SMS to 085255776165. For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

BaKTINews diterbitkan oleh Yayasan BaKTI dengan dukungan Pemerintah Australia.BaKTINews is published by The BaKTI Foundation with support of the Government of Australia.

Pandangan yang dikemukakan tak sepenuhnya mencerminkan pandangan Yayasan BaKTI maupun Pemerintah Australia.

The views expressed do not necessarily reflect the views of Yayasan BaKTI and the Government of Australia.

Brigade Siaga Bencana: Menjemput Pasien, Mendekatkan LayananDisaster Ready Brigade Picking up Patients, Bringing Services Closer

BANTAENG, Butta Toa Yang Makin Maju

Transparansi Penyusunan dan Pembahasan APBD Kabupaten Sumba Timur

Beautiful but DangerousProses Belajar Mengelola Bencana dalam Rekam Jejak Kelola di Kepulauan Sangihe

Dua Kemitraan Baru BaKTITwo New Partnerships for BaKTI

JiKTI Updates

PEACH Updates

Integrasi Sinkronisasi Dan Sinergi Perencanaan Pembangunan Daerah di Provinsi Maluku

Selayang Pandang Program Desa Mandiri Anggur Merah

Sekolah Kampung NekameseBangun Kampung, Bangun Indonesia

Wajah Koperasi Mata Mosobu KiniThe Mata Mosobu Cooperative Today

Data yang Valid dan Reliabel Perlu Berproses

batukar.info Updates

Peluang

Website Bulan ini

Profil LSMHUMANUMHumpunan Maluku untuk Kemanuasiaan

Kegiatan di BaKTI

Info Books

Selamat HariKEMERDEKAAN RI

Dirgahayu Negeriku

Dirgahayu Indonesiaku

Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia

66 tahun merajut persatuan, semoga utuh dan abadi

Jelang Diskusi Regional Forum Kawasan Timur Indonesia:Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim untuk Pulau-pulau Kecil di Kawasan Timur Indonesia

Ketika Musik Berhadapan dengan Realita Sosial

Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesiamengucapkan

1 Syawal 1432 H

Mohon MaafLahir dan Batin

Selamat Hari RayaIdul Fitri

any time by the BSB team if there are any casualties or patients at sea. The second stage focused on human resources and included emergency response training. Doctors were given general emergency life support training and nurses basic trauma cardiac life support training. These two types of training were held to provide knowledge to medical staff for emergency management.

How does BSB operate? The BSB services are free, and available twenty-four

hours a day, and are staffed by twenty general practitioners, eight nurses and four drivers. The doctors come from district health centers; each clinic in Bantaeng must send two physicians who each serve for one year. After serving one year, the doctors will be replaced by others from the same clinic.

The entire staff carries out daily tasks that are divided into three shifts starting from 07.00 am until 14:30; 14:30 until 21:30, and 21:30 until 07:00. The team on alert consists of a doctor, two nurses and two drivers.

Standard operating procedures applied by BSB include an immediate dispatch of the BSB team directly to the location in response to reports from people through the call center at 113 and 0413-22724, as well as through radio frequency is 145 490 MH.

At the location, the team will immediately conduct examinations to determine whether further action is needed or if patients can be treated at home. Drug administration and monitoring are conducted in coordination with the nearest health center. Decisions are also made regarding whether the patient should be referred to the BSB office, or whether patients should be referred to a general hospital.

BSB disaster response standards are different to other regions usually in the case of fires. In other districts/cities fire trucks are not dispatched in tandem with ambulances; in Bantaeng, for every fire, two ambulances must accompany the fire trucks to anticipate the presence of burn victims. Good cooperation between the BSB teams and firefighters is possible because the BSB offices are under the same roof as the fire services. The BSB team also includes a medical team to deal with fires that occur in two nearby districts, Bulukumba and Jeneponto.

The BSB organizational structure follows that of a Health Care Task Force under the Emergency Services in Bantaeng District. In addition to the BSB, Emergency Services include the Fire Department Task Force, Social Assistance Task Force, Supplies and Logistics, and Operations, Rehabilitation and Recovery Task Force. The team is coordinated by three offices / agencies: the Health Department, Environmental Impact Management Agency (Bapedalda), and Social Ser vices Manpower and Transmigration Department.

The Emergency Services concept which includes health services, fire fighting, disaster and social services is an initiative from the Bantaeng Regional Government and has not been tried before in South Sulawesi; it may even be the first of its kind in Indonesia.

Positive Response from the CommunityHow do people react to the health care program? The

response to the BSB program is very positive as reflected in the number of patients who have been treated. In the first six months of operation of the BSB, the number of treated patients reached 517.

Today the number of patients who have been treated continues to grow with the intensity of socialization by local government in an effort to disseminate information to the public about the services provided by BSB. Through the District Health Office, as the leading agency, information

Bagaimana BSB dijalankan? Pelayanan BSB adalah layanan gratis selama duapuluh empat

jam sehari dengan total staf sebanyak duapuluh dokter umum, delapan perawat dan empat pengemudi. Para dokter berasal dari puskesmas se-Kabupaten Bantaeng yang mana setiap puskesmas masing-masing mengirimkan dua dokter dan akan bertugas selama satu tahun. Setelah masa tugas satu tahun kedua orang dokter tersebut akan digantikan dokter lainnya dari puskesmas yang sama.

Seluruh staf tersebut di atas secara bergantian melaksanakan tugas harian yang terbagi dalam dalam tiga shift jaga yaitu pagi mulai dari jam 07.00 sampai dengan 14.30 Wita; siang jam 14.30 sampai 21.30 Wita; dan jam 21.30 sampai 07.00 Wita. Regu yang bersiaga terdiri dari seorang dokter, dua perawat, dan dua pengemudi.

Prosedur operasional standar yang diterapk an BSB mengarahkan laporan dari masyarakat yang masuk melalui call center 113 dan 0413-22724 serta melalui frekuensi radio 145.490 MHz untuk sesegera mungkin direspon oleh tim BSB dengan langsung menuju lokasi.

Di lokasi tim akan segera melakukan pemeriksaan untuk menentukan tindakan selanjutnya apakah cukup dirawat di rumah. Pemberian obat serta tetap melakukan pemantauan dengan berkoordinasi puskesmas terdekat, apakah pasien perlu dirujuk ke puskesmas atau kantor BSB, ataukah pasien perlu dirujuk ke rumah sakit umum daerah (RSUD).

Standar tanggap bencana lainnya yang diberlakukan BSB yang berbeda dari daerah lainnya adalah pada kasus kejadian kebakaran. Bila di kabupaten/kota lainnya mobil pemadam kebakaran tidak beriringan dengan ambulans, di Bantaeng setiap ada laporan kebakaran maka dua unit ambulans wajib mengiringi mobil pemadam kebakaran untuk mengantisipasi adanya korban luka bakar. Kerjasama yang baik antara Tim BSB dan regu pemadam kebakaran dimungkinkan karena kantor BSB berada pada satu atap dengan layanan pemadam kebakaran. Tim BSB juga menyertakan tim medis saat bertugas mengatasi kebakaran yang terjadi di dua kabupaten terdekat, Bulukumba dan Jeneponto.

Struktur organisasi BSB sendiri sebagai Satuan Tugas (Satgas) Pelayanan Kesehatan berada di bawah Tim Emergency Service (TES) Kabupaten Bantaeng. Selain BSB satgas lainnya yang dibawahi dan satu atap dalam TES adalah Satgas Pemadam Kebakaran, Satgas Bantuan Sosial, Perlengkapan dan Logistik, serta Satgas Operasi, Rehabilitasi dan Pemulihan. Tim ini dikoordinasi tiga dinas/instansi terkait yakni Dinas Kesehatan, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), dan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Konsep TES yang memadukan beberapa jenis layanan publik seperti pemadam kebakaran dan layanan medis, serta layanan sosial dalam satu atap merupakan inisiatif Pemda Bantaeng yang belum dilakukan Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi Selatan, atau boleh jadi pertama di Indonesia.

iang yang terik, seorang dokter dan dua orang perawat bergegas menaiki ambulans. Laporan yang diterima melalui call center 113 Smenyebutkan terjadi kecelakaan lalu lintas dan korban butuh

segera pertolongan. Sesaat kemudian, ambulans meraung dan meluncur ke lokasi kejadian. Tidak seberapa lama ambulans kembali bersama korban, seorang siswi pada salah satu sekolah menengah umum. Berdasarkan hasil diagnosa dokter di lokasi kejadian korban tidak perlu dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit. Dokter berkesimpulan korban cukup dirawat di ruang perawatan kantor Brigade Siaga Bencana (BSB).

Kesibukan seperti tergambar di atas bisa terjadi setiap waktu di kantor BSB: pagi, siang, ataupun larut malam. Demikian pula dengan jangkauan layanan bisa di wilayah mana saja: kota, desa, di laut, hingga di pemukiman masyarakat di ketinggian pun bisa untuk semua jenis keluhan masyarakat/pasien: dari korban kecelakaan lalu lintas, pasien karena sakit, hingga korban luka bakar pada kejadian kebakaran.

Terbentuk pada 7 Desember 2009 yang bertepatan dengan hari ulang tahun Bantaeng ke-755, BSB bertujuan memberikan pelayanan kesehatan yang terdepan dan tercepat atas setiap bencana atau musibah yang menimpa masyarakat. Keberadaan BSB diperlukan sebagai upaya kesiapsiagaan dalam penanggulangan setiap bencana/musibah terutama bagi korban yang membutuhkan pertolongan cepat namun jauh dari jangkauan dokter maupun terkendala sarana transportasi karena tidak memiliki kendaraan. Tahapan pembentukan atau persiapan pengoperasian BSB meliputi dua tahap.

Pertama, pengadaan peralatan dan sarana-prasarana seperti peralatan kesehatan dan kendaraan operasional atau ambulans. Saat ini BSB memiliki lima unit ambulans yang berasal dari Dinas Kesehatan Bantaeng (satu unit); bantuan dari Asuransi Kesehatan-Askes (satu unit); dan bantuan Pemerintah Jepang (tiga unit). Satu dari lima unit ambulans tersebut difasilitasi alat monitor pemeriksaan jantung modern, peralatan yang jarang dimiliki ambulans lainnya. Selain itu terdapat dua unit speedboat milik tim SAR yang sewaktu-waktu dapat digunakan tim BSB bila ada korban atau pasien di laut.

Kedua, peningkatan sumberdaya manusia yang meliputi pelatihan-pelatihan ketanggapdaruratan. Pelatihan bagi dokter adalah pelatihan general emergency life support dan bagi perawat adalah pelatihan basic trauma cardiac life support. Kedua jenis pelatihan tersebut dimaksudkan untuk memberikan pengenalan dan pengetahuan bagi tenaga medis dalam hal penanganan tindak darurat.

On a sunny afternoon, a doctor and two nurses rush to the ambulance. Reports received through the 113 call center mention a traffic accident and the victims need immediate help. A moment later, an ambulance sounds and drives towards the scene.

Not long after this, the ambulance returns with the victim, a student at local high school. Based on the doctor's diagnosis at the scene, the victim does not need to be referred to the clinic or hospital. The doctor concludes the victim can be treated in the treatment room at the Disaster Ready Brigades office.

The scene described above can often be observed at the Brigades office: morning, afternoon, and even in the middle of the night. Similarly, the range of services in the region reaching many places: city, village, at sea, or in communities living in the highest regions, and for all types of complaints and patients-from traffic accident victims, sick patients, and even burns victims in the case of fires.

Formed on 7 December 2009 on Bantaengs 755th birthday, the Brigade aims to provide health services that are at the forefront and the fastest in response to disaster/calamity that befalls the community. The Brigade (BSB) is a vital part of disaster preparedness, especially for victims who need help quickly, but are far from the reach of d o c t o r s a n d w i t h o u t t r a n s p o r t a t i o n . T h e establishment of the BSB involved two distinct stages.

The first stage was the procurement of equipment and infrastructure such as medical equipment and operational vehicles or ambulances. BSB currently has five ambulance units bought with funding from the Bantaeng Department of Health (one unit), the health insurance provider, Askes (one unit), and the Government of Japan (three units). One of the five ambulance units has a modern cardiac monitor, equipment which is rarely found in ambulances. In addition, there are also SAR (Search and Rescue) team speedboats which can be used at

43 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68

PENGELOLAAN BENCANA

Brigade Siaga Bencana:

MENJEMPUT PASIEN,MENDEKATKAN LAYANAN

Disaster Ready Brigade:

Picking up Patients,Bringing Services Closer

Oleh Ahmad Syam

any time by the BSB team if there are any casualties or patients at sea. The second stage focused on human resources and included emergency response training. Doctors were given general emergency life support training and nurses basic trauma cardiac life support training. These two types of training were held to provide knowledge to medical staff for emergency management.

How does BSB operate? The BSB services are free, and available twenty-four

hours a day, and are staffed by twenty general practitioners, eight nurses and four drivers. The doctors come from district health centers; each clinic in Bantaeng must send two physicians who each serve for one year. After serving one year, the doctors will be replaced by others from the same clinic.

The entire staff carries out daily tasks that are divided into three shifts starting from 07.00 am until 14:30; 14:30 until 21:30, and 21:30 until 07:00. The team on alert consists of a doctor, two nurses and two drivers.

Standard operating procedures applied by BSB include an immediate dispatch of the BSB team directly to the location in response to reports from people through the call center at 113 and 0413-22724, as well as through radio frequency is 145 490 MH.

At the location, the team will immediately conduct examinations to determine whether further action is needed or if patients can be treated at home. Drug administration and monitoring are conducted in coordination with the nearest health center. Decisions are also made regarding whether the patient should be referred to the BSB office, or whether patients should be referred to a general hospital.

BSB disaster response standards are different to other regions usually in the case of fires. In other districts/cities fire trucks are not dispatched in tandem with ambulances; in Bantaeng, for every fire, two ambulances must accompany the fire trucks to anticipate the presence of burn victims. Good cooperation between the BSB teams and firefighters is possible because the BSB offices are under the same roof as the fire services. The BSB team also includes a medical team to deal with fires that occur in two nearby districts, Bulukumba and Jeneponto.

The BSB organizational structure follows that of a Health Care Task Force under the Emergency Services in Bantaeng District. In addition to the BSB, Emergency Services include the Fire Department Task Force, Social Assistance Task Force, Supplies and Logistics, and Operations, Rehabilitation and Recovery Task Force. The team is coordinated by three offices / agencies: the Health Department, Environmental Impact Management Agency (Bapedalda), and Social Ser vices Manpower and Transmigration Department.

The Emergency Services concept which includes health services, fire fighting, disaster and social services is an initiative from the Bantaeng Regional Government and has not been tried before in South Sulawesi; it may even be the first of its kind in Indonesia.

Positive Response from the CommunityHow do people react to the health care program? The

response to the BSB program is very positive as reflected in the number of patients who have been treated. In the first six months of operation of the BSB, the number of treated patients reached 517.

Today the number of patients who have been treated continues to grow with the intensity of socialization by local government in an effort to disseminate information to the public about the services provided by BSB. Through the District Health Office, as the leading agency, information

Bagaimana BSB dijalankan? Pelayanan BSB adalah layanan gratis selama duapuluh empat

jam sehari dengan total staf sebanyak duapuluh dokter umum, delapan perawat dan empat pengemudi. Para dokter berasal dari puskesmas se-Kabupaten Bantaeng yang mana setiap puskesmas masing-masing mengirimkan dua dokter dan akan bertugas selama satu tahun. Setelah masa tugas satu tahun kedua orang dokter tersebut akan digantikan dokter lainnya dari puskesmas yang sama.

Seluruh staf tersebut di atas secara bergantian melaksanakan tugas harian yang terbagi dalam dalam tiga shift jaga yaitu pagi mulai dari jam 07.00 sampai dengan 14.30 Wita; siang jam 14.30 sampai 21.30 Wita; dan jam 21.30 sampai 07.00 Wita. Regu yang bersiaga terdiri dari seorang dokter, dua perawat, dan dua pengemudi.

Prosedur operasional standar yang diterapk an BSB mengarahkan laporan dari masyarakat yang masuk melalui call center 113 dan 0413-22724 serta melalui frekuensi radio 145.490 MHz untuk sesegera mungkin direspon oleh tim BSB dengan langsung menuju lokasi.

Di lokasi tim akan segera melakukan pemeriksaan untuk menentukan tindakan selanjutnya apakah cukup dirawat di rumah. Pemberian obat serta tetap melakukan pemantauan dengan berkoordinasi puskesmas terdekat, apakah pasien perlu dirujuk ke puskesmas atau kantor BSB, ataukah pasien perlu dirujuk ke rumah sakit umum daerah (RSUD).

Standar tanggap bencana lainnya yang diberlakukan BSB yang berbeda dari daerah lainnya adalah pada kasus kejadian kebakaran. Bila di kabupaten/kota lainnya mobil pemadam kebakaran tidak beriringan dengan ambulans, di Bantaeng setiap ada laporan kebakaran maka dua unit ambulans wajib mengiringi mobil pemadam kebakaran untuk mengantisipasi adanya korban luka bakar. Kerjasama yang baik antara Tim BSB dan regu pemadam kebakaran dimungkinkan karena kantor BSB berada pada satu atap dengan layanan pemadam kebakaran. Tim BSB juga menyertakan tim medis saat bertugas mengatasi kebakaran yang terjadi di dua kabupaten terdekat, Bulukumba dan Jeneponto.

Struktur organisasi BSB sendiri sebagai Satuan Tugas (Satgas) Pelayanan Kesehatan berada di bawah Tim Emergency Service (TES) Kabupaten Bantaeng. Selain BSB satgas lainnya yang dibawahi dan satu atap dalam TES adalah Satgas Pemadam Kebakaran, Satgas Bantuan Sosial, Perlengkapan dan Logistik, serta Satgas Operasi, Rehabilitasi dan Pemulihan. Tim ini dikoordinasi tiga dinas/instansi terkait yakni Dinas Kesehatan, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), dan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Konsep TES yang memadukan beberapa jenis layanan publik seperti pemadam kebakaran dan layanan medis, serta layanan sosial dalam satu atap merupakan inisiatif Pemda Bantaeng yang belum dilakukan Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi Selatan, atau boleh jadi pertama di Indonesia.

iang yang terik, seorang dokter dan dua orang perawat bergegas menaiki ambulans. Laporan yang diterima melalui call center 113 Smenyebutkan terjadi kecelakaan lalu lintas dan korban butuh

segera pertolongan. Sesaat kemudian, ambulans meraung dan meluncur ke lokasi kejadian. Tidak seberapa lama ambulans kembali bersama korban, seorang siswi pada salah satu sekolah menengah umum. Berdasarkan hasil diagnosa dokter di lokasi kejadian korban tidak perlu dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit. Dokter berkesimpulan korban cukup dirawat di ruang perawatan kantor Brigade Siaga Bencana (BSB).

Kesibukan seperti tergambar di atas bisa terjadi setiap waktu di kantor BSB: pagi, siang, ataupun larut malam. Demikian pula dengan jangkauan layanan bisa di wilayah mana saja: kota, desa, di laut, hingga di pemukiman masyarakat di ketinggian pun bisa untuk semua jenis keluhan masyarakat/pasien: dari korban kecelakaan lalu lintas, pasien karena sakit, hingga korban luka bakar pada kejadian kebakaran.

Terbentuk pada 7 Desember 2009 yang bertepatan dengan hari ulang tahun Bantaeng ke-755, BSB bertujuan memberikan pelayanan kesehatan yang terdepan dan tercepat atas setiap bencana atau musibah yang menimpa masyarakat. Keberadaan BSB diperlukan sebagai upaya kesiapsiagaan dalam penanggulangan setiap bencana/musibah terutama bagi korban yang membutuhkan pertolongan cepat namun jauh dari jangkauan dokter maupun terkendala sarana transportasi karena tidak memiliki kendaraan. Tahapan pembentukan atau persiapan pengoperasian BSB meliputi dua tahap.

Pertama, pengadaan peralatan dan sarana-prasarana seperti peralatan kesehatan dan kendaraan operasional atau ambulans. Saat ini BSB memiliki lima unit ambulans yang berasal dari Dinas Kesehatan Bantaeng (satu unit); bantuan dari Asuransi Kesehatan-Askes (satu unit); dan bantuan Pemerintah Jepang (tiga unit). Satu dari lima unit ambulans tersebut difasilitasi alat monitor pemeriksaan jantung modern, peralatan yang jarang dimiliki ambulans lainnya. Selain itu terdapat dua unit speedboat milik tim SAR yang sewaktu-waktu dapat digunakan tim BSB bila ada korban atau pasien di laut.

Kedua, peningkatan sumberdaya manusia yang meliputi pelatihan-pelatihan ketanggapdaruratan. Pelatihan bagi dokter adalah pelatihan general emergency life support dan bagi perawat adalah pelatihan basic trauma cardiac life support. Kedua jenis pelatihan tersebut dimaksudkan untuk memberikan pengenalan dan pengetahuan bagi tenaga medis dalam hal penanganan tindak darurat.

On a sunny afternoon, a doctor and two nurses rush to the ambulance. Reports received through the 113 call center mention a traffic accident and the victims need immediate help. A moment later, an ambulance sounds and drives towards the scene.

Not long after this, the ambulance returns with the victim, a student at local high school. Based on the doctor's diagnosis at the scene, the victim does not need to be referred to the clinic or hospital. The doctor concludes the victim can be treated in the treatment room at the Disaster Ready Brigades office.

The scene described above can often be observed at the Brigades office: morning, afternoon, and even in the middle of the night. Similarly, the range of services in the region reaching many places: city, village, at sea, or in communities living in the highest regions, and for all types of complaints and patients-from traffic accident victims, sick patients, and even burns victims in the case of fires.

Formed on 7 December 2009 on Bantaengs 755th birthday, the Brigade aims to provide health services that are at the forefront and the fastest in response to disaster/calamity that befalls the community. The Brigade (BSB) is a vital part of disaster preparedness, especially for victims who need help quickly, but are far from the reach of d o c t o r s a n d w i t h o u t t r a n s p o r t a t i o n . T h e establishment of the BSB involved two distinct stages.

The first stage was the procurement of equipment and infrastructure such as medical equipment and operational vehicles or ambulances. BSB currently has five ambulance units bought with funding from the Bantaeng Department of Health (one unit), the health insurance provider, Askes (one unit), and the Government of Japan (three units). One of the five ambulance units has a modern cardiac monitor, equipment which is rarely found in ambulances. In addition, there are also SAR (Search and Rescue) team speedboats which can be used at

43 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68

PENGELOLAAN BENCANA

Brigade Siaga Bencana:

MENJEMPUT PASIEN,MENDEKATKAN LAYANAN

Disaster Ready Brigade:

Picking up Patients,Bringing Services Closer

Oleh Ahmad Syam

Oleh Rahmatia Nuhung

Butta Toa Yang Makin Maju

PEMBANGUNAN DAERAH

BANTAENGicara tentang Kabupaten Bantaeng selalu menarik. Ada saja yang dapat diangkat menjadi bahan pembicaraan Bseru. Tidak berlebihan memang, karena setiap orang yang

berkunjung ke sana, akan pulang membawa cerita tersendiri perihal yang dialami dan dirasakannya selama di Bantaeng. Saya sendiri menyimpan banyak kesan mendalam dari perjalanan selama seminggu untuk memberi pelatihan kewirausahaan bagi pemuda putus sekolah. Dalam kunjungan saya kali ini, saya merasakan perubahan besar yang terjadi di Bantaeng. Ya, daerah ini sangat berbeda dibandingkan dengan Bantaeng yang saya kunjungi beberapa tahun sebelumnya.

Bukti Komitmen Pemerintah Saya masih ingat ketika berkunjung ke Bantaeng dua tahun

yang lalu. Saat itu Bupati Bantaeng, H. Nurdin Abdullah, baru saja terpilih dalam Pemilukada. Waktu itu, beliau belum lama terangkat sebagai bupati di sana. Olehnya itu, apa yang beliau sampaikan kepada kami sebagian besar masih dalam bentuk wacana atau rencana kerja yang ingin diwujudkan selama periode kepemimpinannya.

Pertengahan tahun 2011 saya mendapat kesempatan berkunjung kembali ke Bantaeng. Kali ini saya terkejut dengan perubahan drastis yang saya saksikan. Kota ini semakin bersih dan terawat. Pemandangannya menyamankan mata untuk memandang ke setiap sudut kota. Kebersihan kota seperti ini sangat jarang saya temukan di Makassar.

Geliat pembangunan Bantaeng juga bisa dilihat di beberapa bagian kota. Salah satunya adalah pembangunan jalan terusan sepanjang pantai untuk mempermudah akses masyarakat mencapai pelabuhan. Beberapa pabrik juga mulai berdiri, bahkan saat ini tengah dibangun sebuah kawasan industri di wilayah Arakeke sebagai bukti komitmen Pemerintah Kabupaten untuk memajukan Bantaeng.

Kesadaran masyarakat dan kepemimpinanPerubahan yang terjadi pada Kabupaten Bantaeng tidak

akan pernah terjadi tanpa andil dari warganya. Buktinya, tidak hanya di jalan besar dalam kota yang terlihat bersih dan tertata indah, namun ketika saya melewati lorong-lorong kecil pun, pemandangan yang sama dapat saya saksikan. Pekarangan rumah penduduk tampak bersih dan tertata rapi. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Bantaeng telah menyadari peran dan tanggung jawab mereka dalam memajukan daerahnya.

Penulis adalah Instruktur Kewirausahaan dan Bahasa Inggris pada Lembaga Pelatihan dn Kursus Sentra Pendidikan Bisnis Makassar. Penulis dapat dihubungi melalui email pada [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Tentunya semua itu bukan pekerjaan yang mudah. Butuh proses untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan mengubah kebiasaan mereka. Dibutuhkan karakter pemimpin yang tegas namun berwibawa untuk membangun kesadaran sedemikian rupa dan membuka ruang komunikasi dengan warganya.

Pemimpin yang mampu menjadi tuntunan atau yang mampu menuntun dengan bijak, bukan menjadi tontonan dan sekedar ingin menunjukkan kekuasaan di hadapan rakyatnya. Pemimpin yang mampu menciptakan kedekatan dan membangun hubungan emosional , sehingga setiap perkataannya akan selalu didengar dan diikuti oleh rakyatnya.

Kemajuan UKMSalah satu yang sangat saya kagumi dari Pemerintah

Kabupaten Bantaeng adalah perhatian mereka terhadap nasib para pelaku Usaha Masyarakat Kecil Menengah (UMKM) disana.

Beberapa pelaku UMKM mengakui jika sekarang ini mereka merasa semakin mudah mengurus izin usaha, mendaftarkan produk, serta kemasan dan label produk. Bahkan akses pasar dan permodalan pun kini difasilitasi oleh pemerintah, mengingat usaha mikro dan kecil belum bisa mandiri saat mulai dijalankan. Jika sebnuah usaha dianggap sudah bisa mandiri, pemerintah akan melepaskan secara perlahan untuk menghindari ketergantungan mereka terhadap bantuan pemerintah.

Ini adalah keberhasilan yang patut diacungi jempol, mengingat sebagian Pemerintah Kabupaten dan Kota baru bisa berwacana dengan retorika soal pengembangan kewirausahaan, Bantaeng sudah melangkah dengan melakukan langkah konkret. Jika saja semua Pemerintah Kabupaten/Kota sudah mampu seperti ini, Gerakan Kewirausahaan Nasional yang dicanangkan oleh presiden akan sukses, sehingga persoalan bangsa dalam hal kemiskinan dan pengangguran akan bisa diatasi.

5 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68 6 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68

Respon Positif MasyarakatBagaimana reaksi masyarakat terhadap program layanan

kesehatan BSB? Sambutan masyarakat terhadap program BSB sangat positif yang tercermin dari jumlah pasien yang telah ditangani. Pada enam bulan pertama pengoperasian BSB jumlah pasien yang ditangani mencapai 517 orang.

Sekarang ini jumlah pasien yang telah ditangani terus bertambah seiring intensitas sosialisasi yang dilakukan pemda sebagai upaya mendiseminasikan informasi layanan BSB ke masyarakat. Melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng sebagai leading sector program informasi layanan BSB disebar baik di puskesmas-puskesmas, di kantor kelurahan dan desa, maupun di rumah-rumah ibadah.

Namun, tentu saja, jumlah warga Bantaeng yang menggunakan layanan BSB terus meningkat karena besarnya manfaat yang dirasakan masyarakat. Maka tidak mengherankan terhitung sejak dibentuk awal Desember 2009 lalu hingga Juni 2011 jumlah pasien mencapai 2.557 orang atau jika dirata-ratakan sebanyak 134 pasien setiap bulan. Berdasarkan tindakan penanganan pasien maka dari 2.557 pasien tersebut sebanyak 341 pasien dirawat di rumah; 483 pasien dirujuk ke puskesmas; 1184 pasien dikirim ke RSUD; 497 pasien

ditangani di lokasi kecelakaan lalu lintasdibawa ke kantor BSB; 48 pasien diantar ke Makassar; dan 4 pasien lainnya ditangani di mobil ambulans BSB.

Sedangkan berdasarkan jenis laporan penyakit yang disampaikan masyarakat terdapat 497 pasien karena korban kecelakaan lalu lintas; 113 pasien infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan Asma; 114 pasien diare; 24 pasien gastritis dan kolik abdomen; 171 pasien suspek thypoid dan demam berdarah dengue (DBD); 155 pasien myalgia; 77 pasien hipertensi dan stroke; 319 pasien kehamilan/partus; 15 pasien diabetes mellitus; 23 pasien infeksi saluran kemih (ISK); dan 1.049 pasien lainnya dari beragam jenis penyakit maupun keluhan.

Kini masyarakat Bantaeng merasa lebih terlindungi dengan adanya BSB. Pemerintah Daerah (Pemda) Bantaeng, sebagaimana dikemukakan Bupati Nurdin Abdullah, telah berkomitmen untuk terus berupaya dan berinovasi mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. BSB adalah salah satu wujud dari komitmen pemda tersebut untuk memberikan rasa aman bagi seluruh masyarakat Bantaeng.

about the BSB services were distributed in the health centers, in the village office, as well as in houses of worship.

But, of course, the number of residents who use the Bantaeng BSB services continues to increase because of perceived benefits. It is not surprising that since the beginning of December 2009 to June 2011, the number of patients reached 2557 people, or around 134 patients every month. Based on the patient records, of 2557 patients, 341 patients were treated at home; 483 patients were referred to the clinic; 1184 patients were sent to hospital; 497 patients were treated on site and then at the BSB clinic; 48 patients were transferred to Makassar, and four other patients were treated in an ambulance.

Based on the reports, 497 patients were traffic accident victims; 113 patients has acute respiratory infections (ARI) and asthma; 114 patients had diarrhea; 24 patients had gastritis and typhoid; 171 patients had suspected dengue hemorrhagic fever; 155 patients had

myalgia; 77 patients had hypertension and stroke; 319 patients were pregnant/ giving birth; 15 patients had diabetes; 23 patients had urinary tract infections (UTI), and 1049 had other illnesses and complaints.

Now the Bantaeng community feels more protected by the BSB. The Bantaeng Government, as conveyed by District Head Nurdin Abdullah, is committed to continuing to work and bring health services innovations to the community. BSB is one manifestation of the government's commitment to provide protection for the entire community of Bantaeng.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

penulis adalah peneliti The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO) di Makassar, Sulawesi Selatan /Author is a researcher with the The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO) in Makassar, Sulawesi Selatan. email: [email protected]

Oleh Rahmatia Nuhung

Butta Toa Yang Makin Maju

PEMBANGUNAN DAERAH

BANTAENGicara tentang Kabupaten Bantaeng selalu menarik. Ada saja yang dapat diangkat menjadi bahan pembicaraan Bseru. Tidak berlebihan memang, karena setiap orang yang

berkunjung ke sana, akan pulang membawa cerita tersendiri perihal yang dialami dan dirasakannya selama di Bantaeng. Saya sendiri menyimpan banyak kesan mendalam dari perjalanan selama seminggu untuk memberi pelatihan kewirausahaan bagi pemuda putus sekolah. Dalam kunjungan saya kali ini, saya merasakan perubahan besar yang terjadi di Bantaeng. Ya, daerah ini sangat berbeda dibandingkan dengan Bantaeng yang saya kunjungi beberapa tahun sebelumnya.

Bukti Komitmen Pemerintah Saya masih ingat ketika berkunjung ke Bantaeng dua tahun

yang lalu. Saat itu Bupati Bantaeng, H. Nurdin Abdullah, baru saja terpilih dalam Pemilukada. Waktu itu, beliau belum lama terangkat sebagai bupati di sana. Olehnya itu, apa yang beliau sampaikan kepada kami sebagian besar masih dalam bentuk wacana atau rencana kerja yang ingin diwujudkan selama periode kepemimpinannya.

Pertengahan tahun 2011 saya mendapat kesempatan berkunjung kembali ke Bantaeng. Kali ini saya terkejut dengan perubahan drastis yang saya saksikan. Kota ini semakin bersih dan terawat. Pemandangannya menyamankan mata untuk memandang ke setiap sudut kota. Kebersihan kota seperti ini sangat jarang saya temukan di Makassar.

Geliat pembangunan Bantaeng juga bisa dilihat di beberapa bagian kota. Salah satunya adalah pembangunan jalan terusan sepanjang pantai untuk mempermudah akses masyarakat mencapai pelabuhan. Beberapa pabrik juga mulai berdiri, bahkan saat ini tengah dibangun sebuah kawasan industri di wilayah Arakeke sebagai bukti komitmen Pemerintah Kabupaten untuk memajukan Bantaeng.

Kesadaran masyarakat dan kepemimpinanPerubahan yang terjadi pada Kabupaten Bantaeng tidak

akan pernah terjadi tanpa andil dari warganya. Buktinya, tidak hanya di jalan besar dalam kota yang terlihat bersih dan tertata indah, namun ketika saya melewati lorong-lorong kecil pun, pemandangan yang sama dapat saya saksikan. Pekarangan rumah penduduk tampak bersih dan tertata rapi. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Bantaeng telah menyadari peran dan tanggung jawab mereka dalam memajukan daerahnya.

Penulis adalah Instruktur Kewirausahaan dan Bahasa Inggris pada Lembaga Pelatihan dn Kursus Sentra Pendidikan Bisnis Makassar. Penulis dapat dihubungi melalui email pada [email protected]

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

Tentunya semua itu bukan pekerjaan yang mudah. Butuh proses untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan mengubah kebiasaan mereka. Dibutuhkan karakter pemimpin yang tegas namun berwibawa untuk membangun kesadaran sedemikian rupa dan membuka ruang komunikasi dengan warganya.

Pemimpin yang mampu menjadi tuntunan atau yang mampu menuntun dengan bijak, bukan menjadi tontonan dan sekedar ingin menunjukkan kekuasaan di hadapan rakyatnya. Pemimpin yang mampu menciptakan kedekatan dan membangun hubungan emosional , sehingga setiap perkataannya akan selalu didengar dan diikuti oleh rakyatnya.

Kemajuan UKMSalah satu yang sangat saya kagumi dari Pemerintah

Kabupaten Bantaeng adalah perhatian mereka terhadap nasib para pelaku Usaha Masyarakat Kecil Menengah (UMKM) disana.

Beberapa pelaku UMKM mengakui jika sekarang ini mereka merasa semakin mudah mengurus izin usaha, mendaftarkan produk, serta kemasan dan label produk. Bahkan akses pasar dan permodalan pun kini difasilitasi oleh pemerintah, mengingat usaha mikro dan kecil belum bisa mandiri saat mulai dijalankan. Jika sebnuah usaha dianggap sudah bisa mandiri, pemerintah akan melepaskan secara perlahan untuk menghindari ketergantungan mereka terhadap bantuan pemerintah.

Ini adalah keberhasilan yang patut diacungi jempol, mengingat sebagian Pemerintah Kabupaten dan Kota baru bisa berwacana dengan retorika soal pengembangan kewirausahaan, Bantaeng sudah melangkah dengan melakukan langkah konkret. Jika saja semua Pemerintah Kabupaten/Kota sudah mampu seperti ini, Gerakan Kewirausahaan Nasional yang dicanangkan oleh presiden akan sukses, sehingga persoalan bangsa dalam hal kemiskinan dan pengangguran akan bisa diatasi.

5 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68 6 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68

Respon Positif MasyarakatBagaimana reaksi masyarakat terhadap program layanan

kesehatan BSB? Sambutan masyarakat terhadap program BSB sangat positif yang tercermin dari jumlah pasien yang telah ditangani. Pada enam bulan pertama pengoperasian BSB jumlah pasien yang ditangani mencapai 517 orang.

Sekarang ini jumlah pasien yang telah ditangani terus bertambah seiring intensitas sosialisasi yang dilakukan pemda sebagai upaya mendiseminasikan informasi layanan BSB ke masyarakat. Melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng sebagai leading sector program informasi layanan BSB disebar baik di puskesmas-puskesmas, di kantor kelurahan dan desa, maupun di rumah-rumah ibadah.

Namun, tentu saja, jumlah warga Bantaeng yang menggunakan layanan BSB terus meningkat karena besarnya manfaat yang dirasakan masyarakat. Maka tidak mengherankan terhitung sejak dibentuk awal Desember 2009 lalu hingga Juni 2011 jumlah pasien mencapai 2.557 orang atau jika dirata-ratakan sebanyak 134 pasien setiap bulan. Berdasarkan tindakan penanganan pasien maka dari 2.557 pasien tersebut sebanyak 341 pasien dirawat di rumah; 483 pasien dirujuk ke puskesmas; 1184 pasien dikirim ke RSUD; 497 pasien

ditangani di lokasi kecelakaan lalu lintasdibawa ke kantor BSB; 48 pasien diantar ke Makassar; dan 4 pasien lainnya ditangani di mobil ambulans BSB.

Sedangkan berdasarkan jenis laporan penyakit yang disampaikan masyarakat terdapat 497 pasien karena korban kecelakaan lalu lintas; 113 pasien infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan Asma; 114 pasien diare; 24 pasien gastritis dan kolik abdomen; 171 pasien suspek thypoid dan demam berdarah dengue (DBD); 155 pasien myalgia; 77 pasien hipertensi dan stroke; 319 pasien kehamilan/partus; 15 pasien diabetes mellitus; 23 pasien infeksi saluran kemih (ISK); dan 1.049 pasien lainnya dari beragam jenis penyakit maupun keluhan.

Kini masyarakat Bantaeng merasa lebih terlindungi dengan adanya BSB. Pemerintah Daerah (Pemda) Bantaeng, sebagaimana dikemukakan Bupati Nurdin Abdullah, telah berkomitmen untuk terus berupaya dan berinovasi mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. BSB adalah salah satu wujud dari komitmen pemda tersebut untuk memberikan rasa aman bagi seluruh masyarakat Bantaeng.

about the BSB services were distributed in the health centers, in the village office, as well as in houses of worship.

But, of course, the number of residents who use the Bantaeng BSB services continues to increase because of perceived benefits. It is not surprising that since the beginning of December 2009 to June 2011, the number of patients reached 2557 people, or around 134 patients every month. Based on the patient records, of 2557 patients, 341 patients were treated at home; 483 patients were referred to the clinic; 1184 patients were sent to hospital; 497 patients were treated on site and then at the BSB clinic; 48 patients were transferred to Makassar, and four other patients were treated in an ambulance.

Based on the reports, 497 patients were traffic accident victims; 113 patients has acute respiratory infections (ARI) and asthma; 114 patients had diarrhea; 24 patients had gastritis and typhoid; 171 patients had suspected dengue hemorrhagic fever; 155 patients had

myalgia; 77 patients had hypertension and stroke; 319 patients were pregnant/ giving birth; 15 patients had diabetes; 23 patients had urinary tract infections (UTI), and 1049 had other illnesses and complaints.

Now the Bantaeng community feels more protected by the BSB. The Bantaeng Government, as conveyed by District Head Nurdin Abdullah, is committed to continuing to work and bring health services innovations to the community. BSB is one manifestation of the government's commitment to provide protection for the entire community of Bantaeng.

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

penulis adalah peneliti The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO) di Makassar, Sulawesi Selatan /Author is a researcher with the The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO) in Makassar, Sulawesi Selatan. email: [email protected]

Lombok, 17-19 Oktober 2011Lombok, 17-19 Oktober 2011

Jelang Diskusi Regional Forum Kawasan Timur Indonesia

Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim untuk Pulau-pulau Kecil di Kawasan Timur Indonesia

Jelang Diskusi Regional Forum Kawasan Timur Indonesia

Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim untuk Pulau-pulau Kecil di Kawasan Timur Indonesia

ndonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.500 pulau yang besar dan kecil, terdiri atas 62% areal perairan dan 38% Iareal daratan, dengan 81.000 km garis pantai. Pulau-pulau kecil merupakan

sebutan untuk wilayah yang memiliki karakteristik terpisah dari pulau induk dan cenderung terisolir, memiliki sumber daya air yang terbatas, rentan terhadap pengaruh dari luar baik yang bersifat alami maupun akibat kegiatan manusia. Tidak jarang pula pulau-pulau kecil ini memiliki spesies endemik (Bengen, 2004). Sebagian besar dari pulau-pulau kecil ini berada di Kawasan Timur Indonesia. Ini dibuktikan dengan adanya 5 provinsi kepulauan di wilayah ini.

Perubahan iklim berdampak luas terhadap jutaan masyarakat pulau-pulau kecil, yang terutama berprofesi sebagai nelayan pesisir. Mereka bergantung pada ekosistem yang amat rentan yang dengan perubahan kecil saja sudah berdampak besar: perubahan suhu air yang merusak terumbu karang, misalnya, akan memperparah kondisi buruk yang dilakukan manusia seperti polusi dan penangkapan ikan besar-besaran sehingga menurunkan populasi ikan. Perahu-perahu penangkap ikan juga mesti mesti menghadapi cuaca yang tidak menentu dan gelombang tinggi. Perubahan iklim juga sudah mengganggu mata pencaharian di banyak pulau.

Kerentanan pulau-pulau kecil terhadap dampak dari perubahan iklim disebabkan kemampuan adaptasi yang relatif terbatas, terutama karena sulitnya akses ke berbagai sarana dan prasarana pendukung. Berbagai ancaman yang mengintai pulau-pulau kecil di KTI antara lain kenaikan permukaan air laut, erosi pantai, intrusi air laut. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa minimal 8 dari 92 pulau-pulau kecil terluar yang merupakan perbatasan perairan Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan muka air laut.

Berdasarkan catatan stasiun pasang surut di KTI khususnya Kupang, Biak dan Sorong maka elevasiparas muka air laut di kawasan tersebut meningkat sejak tahun 1990 hingga kini. Dalam periode 2005-2007, Indonesia telah kehilangan 24 pulau kecil (Kementerian Kelautan dan Perikanan). Dari jumlah pulau tersebut 3 pulau di Papua dan satu pulau di Sulawesi Selatan. Dengan peningkatan 8-30 cm permukaan laut, diprediksikan Indonesia akan kehilangan 2000 pulau kecil pada tahun 2030.

Seorang nelayan dari etnis To Bajo, warga Tanjung Jepara, Desa Jayabakti, Kabupaten Banggai, mengeluh karena kurangnya ikan yang bisa ditangkap, sehingga harga ikan dan hasil laut lainnya semakin mahal. Perubahan iklim membuat nelayan miskin yang menggunakan perahu kecil tak mau mengambil resiko berhadapan dengan ombak besar yang bisa datang kapan saja tanpa bisa diterka. Jika dampak perubahan iklim benar akan melanda kami sebagai nelayan, apakah pemerintah akan membantu kami?. ia bertanya.

Pada saat yang bersamaan, Robo, warga Desa Selmona, Kepulauan Aru, Maluku, beralih profesi dari nelayan menjadi petani rumput laut. Usaha ini kemudian membuahkan hasil yang layak untuk dirinya dan keluarga. Walaupun pada awalnya Robo beralih usaha karena kondisi melaut yang selalu berubah, apa yang dilakukannya sebenarnya merupakan satu bentuk adaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang berhasil. Perlu diketahuii bahwa masyarakat pulau-pulau kecil ini juga adalah kelompok yang memiliki kearifan lokal dan motivasi yang paling kuat untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya.

Kepedulian akan dampak perubahan iklim ini sudah menjadi kepedulian masyarakat dunia. Ini dimulai dengan berbagai upaya untuk mitigasi perubahan iklim yaitu upaya bersama untuk menekan pemanasan global, antara lain melalui kesepakatan Protokol Kyoto tahun 1997. Selanjutnya adaptasi perubahan iklim yang diakibatkan pemanasan global itu semakin menjadi kekhawatiran dan kepedulian dunia. Perlu ada strategi adaptasi yang mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat dan menjawab kebutuhan tingkat lokal. Adaptasi juga harus diintegrasikan dalam kerangka pembangunan yang lebih luas dan bukannya dilihat sebagai sebuah tindakan yang terpisah.

Kondisi di atas harus dilihat oleh berbagai pihak agar dapat saling memberikan dukungan. Di satu sisi, masyarakat (demand side) yang hidup di pulau-pulau kecil memiliki kearifan lokal dan motivasi yang kuat untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Di sisi lain, lembaga-lembaga pemerintah dan internasional (supply side) memiliki program dan sumber daya yang cukup untuk mendukung masyarakat dalam melakukan adaptasi. Kedua elemen ini harus dipertemukan untuk saling berbagi dan memahami, untuk pada akhirnya bekerja sama dalam mendukung masyarakat di pulau-pulau kecil melakukan adaptasi di lingkungannya.

BaKTI sebagai organisasi yang bergerak di bidang pengelolaan pengetahuan mengadakan Diskusi Regional yang mengambil tema besar perubahan iklim dan hubungannya dengan pulau-pulau kecil dan terpencil di KTI. Kekuatan BaKTI adalah mempertemukan kedua belah pihak baik itu supply dan demand side bertemu agar bisa meningkatkan kesadaran dan kerjasama dalam menangani isu-isu perubahan iklim kedepan dan memungkinkan perkembangan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan. Salah satu tujuan dari Diskusi Regional ini adalah meningkatkan pemahaman bahwa adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan bagian dari strategi pembangunan daerah dan bukan sebuah permasalahan tunggal dan terpisah.

Kegiatan ini merupakan pertemuan dimana BaKTI menjembatani para pemangku kepentingan di KTI, khususnya dari provinsi-provinsi kepulauan seperti Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, dan beberapa provinsi lain di Sulawesi dan Papua, terutama kelompok masyarakat pulau-pulau kecil, untuk berinteraksi dengan lembaga-lembaga

Indonesia is the biggest archipelagic nation in the world with more than 17,500 small and large islands. 62% of its territory is marine and 38% land and it has 81,000 kilometers of coastline. Small island is a designation for an island that has characteristics separate from the parent island and tends to be isolated, with limited water resources, and vulnerable to outside influences, either natural or resulting from human activity. More often than not these small islands have endemic species (Bengen, 2004). Most of these small islands are in eastern Indonesia. There are five designated island provinces in the region.

Climate change will have a great effect on millions of people living on small islands, the majority of whom work as fishermen. They are dependent on an ecosystem highly vulnerable to minute changes, for example, changes in water temperatures damage coral reefs, which in turn makes the effects of manmade pollution and overfishing of large fish species even worse, thus reducing fish stocks. Fishing boats also suffer owing to unpredictable weather and large waves. Climate change is already disturbing livelihoods on many islands.

The vulnerability of small islands to climate change is a result of relatively limited adaptation ability, especially owing to poor access to support facilities and infrastructure. Threats to small islands in eastern Indonesia include rising sea levels, coastal erosion and salt water intrusions. New research predicts that at least 8 of 92 outlying small islands in Indonesia are very vulnerable to rising sea levels.

Based on the records of tidal stations in eastern Indonesia, especially in Kupang, Biak and Sorong, sea levels in the region have risen from 1990 to present. In the period 2005-2007,

Indonesia lost 24 small islands (Ministry of Maritime Affairs and Fisheries). Three islands lost were in Papua and one in South Sulawesi. With an increase of 80-30 cm, it is predicted Indonesia will lose 2,000 small islands by 2030.

A fisherman from the To Bajo ethnic group, living in Cape Jepara, Jayabakti village, Banggai District, complains that the lack of fish to catch means an increase in the price of fish and other marine products. Climate change means the poor fishermen who use small boats cant take the risk of dealing with unpredictable and large waves. "If the true impact of climate change hits us as fishermen, will the government help us?" he asked.

Meanwhile, Robo, a resident of Selmona village, Aru Islands, Maluku, switched professions from fisherman to seaweed farmer. This yielded better results for him and his family. Although Robo initially switched businesses because of the ever-changing ocean conditions, he actually practiced a successful form of adaptation to climate change impacts. His small island is home to a community with the most powerful motivation and indigenous knowledge to help them adapt to the changes that are occurring in their environment.

Concern for climate change is the concern of communities worldwide. This began with a number of joint climate change mitigation efforts to reduce global warming, including the 1997 Kyoto Protocol. Adaptation to climate change is now the focus of concern and apprehension. With many small islands more vulnerable to the effects of climate change, there is a need for an adaptation strategy that reflects the dynamics of community life and answers the needs at a local level. Adaptation must also be integrated into the greater development framework and not considered a stand-alone issue.

This event is a meeting in which the BaKTI Foundation seeks to encourage stakeholders in eastern Indonesia, especially island-based provinces like Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat and Nusa Tenggara Timur, and other provinces in Sulawesi and Papua, to interact with institutions like the National Council for Climate Change, the Ministry of Fisheries, Ministry of Disadvantaged Areas, the Ministry of Forestry, the

8 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68

Eastern Indonesia Forum Regional Discussion: Climate Change Adaptation for Small Islands in Eastern Indonesia

Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 687

Lombok, 17-19 Oktober 2011Lombok, 17-19 Oktober 2011

Jelang Diskusi Regional Forum Kawasan Timur Indonesia

Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim untuk Pulau-pulau Kecil di Kawasan Timur Indonesia

Jelang Diskusi Regional Forum Kawasan Timur Indonesia

Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim untuk Pulau-pulau Kecil di Kawasan Timur Indonesia

ndonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.500 pulau yang besar dan kecil, terdiri atas 62% areal perairan dan 38% Iareal daratan, dengan 81.000 km garis pantai. Pulau-pulau kecil merupakan

sebutan untuk wilayah yang memiliki karakteristik terpisah dari pulau induk dan cenderung terisolir, memiliki sumber daya air yang terbatas, rentan terhadap pengaruh dari luar baik yang bersifat alami maupun akibat kegiatan manusia. Tidak jarang pula pulau-pulau kecil ini memiliki spesies endemik (Bengen, 2004). Sebagian besar dari pulau-pulau kecil ini berada di Kawasan Timur Indonesia. Ini dibuktikan dengan adanya 5 provinsi kepulauan di wilayah ini.

Perubahan iklim berdampak luas terhadap jutaan masyarakat pulau-pulau kecil, yang terutama berprofesi sebagai nelayan pesisir. Mereka bergantung pada ekosistem yang amat rentan yang dengan perubahan kecil saja sudah berdampak besar: perubahan suhu air yang merusak terumbu karang, misalnya, akan memperparah kondisi buruk yang dilakukan manusia seperti polusi dan penangkapan ikan besar-besaran sehingga menurunkan populasi ikan. Perahu-perahu penangkap ikan juga mesti mesti menghadapi cuaca yang tidak menentu dan gelombang tinggi. Perubahan iklim juga sudah mengganggu mata pencaharian di banyak pulau.

Kerentanan pulau-pulau kecil terhadap dampak dari perubahan iklim disebabkan kemampuan adaptasi yang relatif terbatas, terutama karena sulitnya akses ke berbagai sarana dan prasarana pendukung. Berbagai ancaman yang mengintai pulau-pulau kecil di KTI antara lain kenaikan permukaan air laut, erosi pantai, intrusi air laut. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa minimal 8 dari 92 pulau-pulau kecil terluar yang merupakan perbatasan perairan Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan muka air laut.

Berdasarkan catatan stasiun pasang surut di KTI khususnya Kupang, Biak dan Sorong maka elevasiparas muka air laut di kawasan tersebut meningkat sejak tahun 1990 hingga kini. Dalam periode 2005-2007, Indonesia telah kehilangan 24 pulau kecil (Kementerian Kelautan dan Perikanan). Dari jumlah pulau tersebut 3 pulau di Papua dan satu pulau di Sulawesi Selatan. Dengan peningkatan 8-30 cm permukaan laut, diprediksikan Indonesia akan kehilangan 2000 pulau kecil pada tahun 2030.

Seorang nelayan dari etnis To Bajo, warga Tanjung Jepara, Desa Jayabakti, Kabupaten Banggai, mengeluh karena kurangnya ikan yang bisa ditangkap, sehingga harga ikan dan hasil laut lainnya semakin mahal. Perubahan iklim membuat nelayan miskin yang menggunakan perahu kecil tak mau mengambil resiko berhadapan dengan ombak besar yang bisa datang kapan saja tanpa bisa diterka. Jika dampak perubahan iklim benar akan melanda kami sebagai nelayan, apakah pemerintah akan membantu kami?. ia bertanya.

Pada saat yang bersamaan, Robo, warga Desa Selmona, Kepulauan Aru, Maluku, beralih profesi dari nelayan menjadi petani rumput laut. Usaha ini kemudian membuahkan hasil yang layak untuk dirinya dan keluarga. Walaupun pada awalnya Robo beralih usaha karena kondisi melaut yang selalu berubah, apa yang dilakukannya sebenarnya merupakan satu bentuk adaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang berhasil. Perlu diketahuii bahwa masyarakat pulau-pulau kecil ini juga adalah kelompok yang memiliki kearifan lokal dan motivasi yang paling kuat untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya.

Kepedulian akan dampak perubahan iklim ini sudah menjadi kepedulian masyarakat dunia. Ini dimulai dengan berbagai upaya untuk mitigasi perubahan iklim yaitu upaya bersama untuk menekan pemanasan global, antara lain melalui kesepakatan Protokol Kyoto tahun 1997. Selanjutnya adaptasi perubahan iklim yang diakibatkan pemanasan global itu semakin menjadi kekhawatiran dan kepedulian dunia. Perlu ada strategi adaptasi yang mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat dan menjawab kebutuhan tingkat lokal. Adaptasi juga harus diintegrasikan dalam kerangka pembangunan yang lebih luas dan bukannya dilihat sebagai sebuah tindakan yang terpisah.

Kondisi di atas harus dilihat oleh berbagai pihak agar dapat saling memberikan dukungan. Di satu sisi, masyarakat (demand side) yang hidup di pulau-pulau kecil memiliki kearifan lokal dan motivasi yang kuat untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Di sisi lain, lembaga-lembaga pemerintah dan internasional (supply side) memiliki program dan sumber daya yang cukup untuk mendukung masyarakat dalam melakukan adaptasi. Kedua elemen ini harus dipertemukan untuk saling berbagi dan memahami, untuk pada akhirnya bekerja sama dalam mendukung masyarakat di pulau-pulau kecil melakukan adaptasi di lingkungannya.

BaKTI sebagai organisasi yang bergerak di bidang pengelolaan pengetahuan mengadakan Diskusi Regional yang mengambil tema besar perubahan iklim dan hubungannya dengan pulau-pulau kecil dan terpencil di KTI. Kekuatan BaKTI adalah mempertemukan kedua belah pihak baik itu supply dan demand side bertemu agar bisa meningkatkan kesadaran dan kerjasama dalam menangani isu-isu perubahan iklim kedepan dan memungkinkan perkembangan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan. Salah satu tujuan dari Diskusi Regional ini adalah meningkatkan pemahaman bahwa adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan bagian dari strategi pembangunan daerah dan bukan sebuah permasalahan tunggal dan terpisah.

Kegiatan ini merupakan pertemuan dimana BaKTI menjembatani para pemangku kepentingan di KTI, khususnya dari provinsi-provinsi kepulauan seperti Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, dan beberapa provinsi lain di Sulawesi dan Papua, terutama kelompok masyarakat pulau-pulau kecil, untuk berinteraksi dengan lembaga-lembaga

Indonesia is the biggest archipelagic nation in the world with more than 17,500 small and large islands. 62% of its territory is marine and 38% land and it has 81,000 kilometers of coastline. Small island is a designation for an island that has characteristics separate from the parent island and tends to be isolated, with limited water resources, and vulnerable to outside influences, either natural or resulting from human activity. More often than not these small islands have endemic species (Bengen, 2004). Most of these small islands are in eastern Indonesia. There are five designated island provinces in the region.

Climate change will have a great effect on millions of people living on small islands, the majority of whom work as fishermen. They are dependent on an ecosystem highly vulnerable to minute changes, for example, changes in water temperatures damage coral reefs, which in turn makes the effects of manmade pollution and overfishing of large fish species even worse, thus reducing fish stocks. Fishing boats also suffer owing to unpredictable weather and large waves. Climate change is already disturbing livelihoods on many islands.

The vulnerability of small islands to climate change is a result of relatively limited adaptation ability, especially owing to poor access to support facilities and infrastructure. Threats to small islands in eastern Indonesia include rising sea levels, coastal erosion and salt water intrusions. New research predicts that at least 8 of 92 outlying small islands in Indonesia are very vulnerable to rising sea levels.

Based on the records of tidal stations in eastern Indonesia, especially in Kupang, Biak and Sorong, sea levels in the region have risen from 1990 to present. In the period 2005-2007,

Indonesia lost 24 small islands (Ministry of Maritime Affairs and Fisheries). Three islands lost were in Papua and one in South Sulawesi. With an increase of 80-30 cm, it is predicted Indonesia will lose 2,000 small islands by 2030.

A fisherman from the To Bajo ethnic group, living in Cape Jepara, Jayabakti village, Banggai District, complains that the lack of fish to catch means an increase in the price of fish and other marine products. Climate change means the poor fishermen who use small boats cant take the risk of dealing with unpredictable and large waves. "If the true impact of climate change hits us as fishermen, will the government help us?" he asked.

Meanwhile, Robo, a resident of Selmona village, Aru Islands, Maluku, switched professions from fisherman to seaweed farmer. This yielded better results for him and his family. Although Robo initially switched businesses because of the ever-changing ocean conditions, he actually practiced a successful form of adaptation to climate change impacts. His small island is home to a community with the most powerful motivation and indigenous knowledge to help them adapt to the changes that are occurring in their environment.

Concern for climate change is the concern of communities worldwide. This began with a number of joint climate change mitigation efforts to reduce global warming, including the 1997 Kyoto Protocol. Adaptation to climate change is now the focus of concern and apprehension. With many small islands more vulnerable to the effects of climate change, there is a need for an adaptation strategy that reflects the dynamics of community life and answers the needs at a local level. Adaptation must also be integrated into the greater development framework and not considered a stand-alone issue.

This event is a meeting in which the BaKTI Foundation seeks to encourage stakeholders in eastern Indonesia, especially island-based provinces like Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat and Nusa Tenggara Timur, and other provinces in Sulawesi and Papua, to interact with institutions like the National Council for Climate Change, the Ministry of Fisheries, Ministry of Disadvantaged Areas, the Ministry of Forestry, the

8 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68

Eastern Indonesia Forum Regional Discussion: Climate Change Adaptation for Small Islands in Eastern Indonesia

Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 687

9 10 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68

seperti Dewan Nasional Perubahan Iklim, K e m e n t e r i a n K e l a u t a n d a n Pe r i k a n a n , Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Pertanian, mitra pembangunan internasional (donor), serta organisasi masyarakat sipil yang memiliki program/tertarik untuk memulai program adaptasi perubahan iklim di Indonesia.

Pertemuan dan interaksi antar peserta adalah dalam bentuk 'development market place', di mana sisi demand dan supply dari isu adaptasi bertemu dan membicarakan peluang-peluang kerjasama potensial. Pemerintah daerah dan kementerian terkait akan memiliki peluang untuk menyampaikan program dan rencana aksi mereka, serta bagaimana masyarakat bisa meng-akses program-program tersebut. Sektor swasta akan membuka peluang produksi dan pemasaran produk-produk dari pulau-pulau kecil. Dan kelompok masyarakat akan memiliki kesempatan untuk menampilkan adaptasi yang sudah mereka lakukan dan bagaimana hal tersebut bisa diadopsi dan direplikasi di daerah lain.

Peluang yang juga terbuka adalah dukungan untuk pengembangan sektor spesifik, seperti energi terbarukan, pemberdayaan ekonomi m a s y a r a k a t , k e t a h a n a n p a n g a n , s e r t a infrastruktur dirancang khusus untuk pulau-pulau kecil. Secara khusus, BaKTI mendorong pihak-pihak yang menjadi peserta maupun penampil u n t u k m e l u a n g k a n w a k t u m e l a k u k a n pembicaraan lebih rinci mengenai bagaimana bekerja sama (dukungan pendanaan, adopsi dan replikasi, peluang pemasaran produk, dan sebagainya). BaKTI akan memfasilitasi ini melalui sesi-sesi pertemuan kecil dan ruang-ruang negosiasi.

Ministry of the Environment, the Ministry of Agriculture, donor organizations, and other civil society organizations with programs and interests in beginning climate change adaptation programs in Indonesia

The meeting and interaction between participants will take the form of a development market place, where the demand and supply sides related to issues of climate change can meet to discuss oppor tunities to cooperate. Local governments and related ministries will have the opportunity to present their p r o g ra m s a n d a c t i o n p l a n s a n d information on how the public can access the programs. The private sector representatives will open up opportunities of production and marketing of products from small islands. And community groups will have the opportunity to showcase the a d a p t a t i o n p r o g r a m s t h e y ' v e implemented and show how they can be adopted and replicated in other areas.

Opportunities will also be presented to support the development of specific sectors, such as renewable energy, community economic empowerment, food security, and infrastructure designed specifically for small islands. In particular, BaKTI will encourage participants a and presenters to take the time participate in more detailed discussions of how to work together (support through funding, adoption and replication, product marketing opportunities, and so on). BAKTI will facilitate this through the smaller group sessions and negotiation rooms.

Topik-topik yang akan diangkat dalam kegiatan diskusi ini.

1. Gambaran besar dari perubahan iklim sebagai isu global dan pengaruhnya terhadap lingkungan dan kelompok masyarakat yang paling rentan.

2. Dampak dari perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh perubahan pola cuaca dan iklim di Indonesia terhadap penghidupan masyarakat di pulau-pulau kecil.

3. Strategi adaptasi dalam bidang pertanian, pesisir, penanggulangan bencana, ketahanan pangan, pemanfaatan energi terbarukan dan infrastruktur yang tepat untuk pulau-pulau kecil, seperti pogram/rencana kerja kementerian terkait dan mitra pembangunan internasional (donor); rencana sektor swasta yang terkait dengan pemanfaatan produk-produk dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di pulau-pulau kecil; Inisiatif dan praktik cerdas dari kelompok masyarakat di pulau-pulau kecil; dan Program dan rencana kerja dari pemerintah provinsi/kabupaten kepulauan.

Topics will include:1. Overview of climate change as a global

issue and the effect on the environment and most vulnerable communities

2. Effect of environmental change caused by climate change in Indonesia especially in regards to communities on small islands.

3. Adaptation strategies for agriculture, fishing, disaster management, food security, renewable energy, and infrastructure for small islands, including:a. Related programs and plans from

related ministries and international development partners.

b. Private sector plans associated with the use of products and the economic empowerment of communities on small islands.

c. Initiatives and smart practices from community groups on small islands

d. Programs and plans from island-based district and provincial governments

NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh Drs. Gidion Mbilijora, M.Si

Transparansi Penyusunan

dan Pembahasan APBD Kabupaten

Sumba Timur

ujuan dari pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu masyarakat Tharus mendapat tempat yang strategis dalam

pembangunan baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan dan evaluasi.

Menyadari betapa pentingnya peran masyarakat dalam pembangunan daerah, maka pemerintah daerah Kabupaten Sumba Timur terus berupaya melibatkan peran masyarakat dalam setiap proses pembangunan daerah sejak perencanaan hingga penganggaran hal ini dimaksudkan agar masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pembangunan daerah sehingga kedepan dapat bertindak sebagai subyek pembangunan daerah.

Keterlibatan masyarakat dimulai sejak proses perencanaan program atau kegiatan di tingkat Desa/Kelurahan sampai dengan tingkat Kabupaten (delegasi kecamatan dengan perimbangan laki-laki dan perempuan) melalui mekanisme Musrenbang. Di samping itu keterlibatan Anggota DPRD masing-masing Daerah Pemilihan (DAPIL) sejak Musrenbang Desa/Kelurahan sampai dengan Musrenbang Kabupaten memberikan andil yang positip dalam pembangunan daerah.

Penyusunan APBDPenyusunan APBD diawali dengan penyusunan KUA dan

PPAS berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang telah disepakati bersama melalui Musrenbang Kabupaten. KUA dan PPAS yang disusun oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) di sampaikan kepada DPRD untuk dibahas pada tingkat Komisi DPRD dengan mitra SKPD, hal ini dilakukan dengan maksud untuk melihat konsistensi antara perencanaan dan penganggaran pada SKPD di samping itu untuk membahas program dan kegiatan mendesak lainnya berdasarkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat oleh DPRD.

Dengan demikian KUA dan PPAS tersebut memungkinkan untuk dirubah baik untuk penambahan/pengurangan anggaran program dan kegiatan atau kegiatan yang mendesak serta dibutuhkan oleh masyarakat berdasarkan dinamika perkembangan kebutuhan dan kondisi masyarakat/daerah, mengingat RKPD yang ada disusun berdasarkan dinamika masyarakat yang berkembang pada saat pelaksanaan Musrenbang Kabupaten.

Pembahasan APBD bersama DPRDSetelah KUA dan PPAS disempurnakan berdasarkan hasil

rapat komisi DPRD dengan mitra SKPD di sampaikan kepada DPRD untuk dibahas bersama pada Sidang Paripurna DPRD, yang selanjutnya dituangkan dalam Nota Kesepakatan yang ditandatangi oleh Pimpinan DPRD dengan Bupati.

Proses pembahasan KUA dan PPAS serta RAPBD bersama dengan Raperda APBD dilaksanakan secara terbuka dan diliput oleh media massa (pers) dan Radio melalui siaran langsung baik Radio milik Pemerintah Daerah maupun Radio milik swasta, dengan demikian masyarakat dapat mengikuti secara langsung proses pembahasan RAPBD serta kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan, target-target yang hendak dicapai serta program/kegiatan, yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya.

Mekanisme ini dilakukan sebagai upaya memberikan ruang bagi masyarakat untuk memberikan tanggapan serta masukan terhadap kebijakan serta program/kegiatan yang dirancang oleh pemerintah daerah melalui mekanisme sosialisasi dan dialog publik. APBD dipancarluaskan melalui radio juga dengan maksud agar masyarakat yang menjadi konstituen mengetahui apa yang dibicarakan anggota dewan yang dipilihnya.

Dialog PublikSebelum Perda tentang APBD ditetapkan, dilakukan

sosialisasikan melalui tatap muka serta melalui media Radio. Dengan demikian masyarakat dapat memberikan tanggapan terhadap kebijakan pembangunan daerah serta program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Tujuannya adalah agar masyarakat sedini mungkin ikut berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan daerah sejak proses perencanaan, penganggaran sampai dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Hal ini dilakukan sebagai upaya menggiring masyarakat agar dapat bertindak sebagai subyek pembangunan daerah serta sebagai bagian dari kontrol publik terhadap pelaksanaan pembangunan daerah dalam upaya menciptakan Tata Pemerintahan yang baik.

Selain radio, media lain yang digunakan untuk mensosialisasikan kebijakan dan program pembangunan daerah adalah melalui leaflet berisi informasi pembangunan dan

kelender meja yang berisikan capaian pembangunan serta target yang hendak dicapai.

Dampak yang diperolehProses perencanaan dan penganggaran yang ditempuh

oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Timur selama ini memberikan dampak yang cukup baik terhadap pembangunan daerah hal ini dapat dilihat dari proses penyusunan APBD yang tidak mengalami kendala dalam pembahasan bersama DPRD. H a l i n i te r j a d i k a re n a s e j a k p ro s e s p e re n c a n a a n program/kegiatan, yakni pada musrenbang tingkat Desa/kelurahan s/d tingkat Kabupaten, sampai dengan pembahasan dan penetapan APBD selalu melibatkan DPRD selaku wakil rakyat. Dengan demikian fungsi anggaran dan fungsi kontrol DPRD dapat berjalan optimal, di samping itu adanya komunikasi yang harmonis antara legislative dan eksekutif memberikan dampak terhadap pelaksanaan pembangunan daerah.

Kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah selama ini mendapat dukungan DPRD serta masyarakat, hal ini dapat dibuktikan salah satunya kebijakan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui Subsidi biaya Pendidikan semua siswa pada tingkat SD-SLTA memberikan dampak meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) SD dari 77,85 persen tahun 2005/2006 meningkat menjadi 125,52 persen pada tahun 2009/2010, sedangkan untuk SLTP dari 46,49 persen menjadi 86,40 persen dan tingkat SLTA dari 28,89 persen menjadi 65,28 persen. Di samping itu masih terdapat penduduk yang buta huruf sebanyak 13,66 persen.

Untuk sektor Kesehatan ditempuh kebijakan subsidi b a g i k e l u a rg a m i s k i n d i l u a r J A M K E S M A S m e l a l u i Pengobatan/perawatan gratis (JAMKESDA) pada semua Puskesmas dan Rumah sakit di Sumba Timur, di samping itu meningkatkan status Empat Puskesmas menjadi Puskemas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) hal ini memberikan dampak pada meningkatnya usia harapan hidup penduduk dari 60,7 tahun pada tahun 2004 menjadi 61,62 tahun pada tahun 2008, Meningkatnya kunjungan Ibu Hamil (K4) pada tenaga kesehatan dari 58,8 persen pada tahun 2005 meningkat menjadi 63,7 persen pada tahun 2008, meningkatnya persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari 65,5 persen tahun 2005 meningkat menjadi 76,1 persen pada tahun 2008, menurunnya jumlah kematian bayi dari 39 kasus tahun 2005 menurun menjadi 28 kasus pada tahun 2008.

Tantangan yang dihadapiPenyusunan anggaran yang transparan disatu sisi

memberikan dampak meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah namun disatu sisi lainnya pemerintah daerah memiliki keterbatasan sumber pendapatan untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang begitu kompleks dan beragam serta membutuhkan pelayanan yang cepat. Selain itu pola pemukiman penduduk yang menyebar serta kondisi geografi daerah yang berbukit menjadi tantangan dalam memberikan pelayanan terutama pelayanan dasar dan penyampaian informasi pembangunan.

Tulisan ini merupakan ringkasan dari materi presentasi yang disajikan pada Lokakarya Nasional: Praktek dan Inovasi Daerah untuk Mencapai MDGs Melalui Penerapan SPM. Penulis adalah Bupati Sumba Timur

INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION

KEMENTERIAN NEGARAPEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

Kegiatan ini dilaksanakan atas dukungan dan kerjasama

Sekretariat Diskusi Regional Forum KTI Jl. Dr. Sutomo No. 26, Makassar 90113 Sulawesi Selatan, T. 62-411-3650320-22, F. 62-411-3650323

emai: [email protected] Website: www.bakti.org

9 10 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68 Juli-Agustus 2011News Volume V - edisi 68

seperti Dewan Nasional Perubahan Iklim, K e m e n t e r i a n K e l a u t a n d a n Pe r i k a n a n , Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Pertanian, mitra pembangunan internasional (donor), serta organisasi masyarakat sipil yang memiliki program/tertarik untuk memulai program adaptasi perubahan iklim di Indonesia.

Pertemuan dan interaksi antar peserta adalah dalam bentuk 'development market place', di mana sisi demand dan supply dari isu adaptasi bertemu dan membicarakan peluang-peluang kerjasama potensial. Pemerintah daerah dan kementerian terkait akan memiliki peluang untuk menyampaikan program dan rencana aksi mereka, serta bagaimana masyarakat bisa meng-akses program-program tersebut. Sektor swasta akan membuka peluang produksi dan pemasaran produk-produk dari pulau-pulau kecil. Dan kelompok masyarakat akan memiliki kesempatan untuk menampilkan adaptasi yang sudah mereka lakukan dan bagaimana hal tersebut bisa diadopsi dan direplikasi di daerah lain.

Peluang yang juga terbuka adalah dukungan untuk pengembangan sektor spesifik, seperti energi terbarukan, pemberdayaan ekonomi m a s y a r a k a t , k e t a h a n a n p a n g a n , s e r t a infrastruktur dirancang khusus untuk pulau-pulau kecil. Secara khusus, BaKTI mendorong pihak-pi