volk. i

19
I PENDAHULUAN Bab pertama ini bertujuan untuk memperkenalkan ilmu gunung api atau volkanologi kepada mahasiswa mengapa perlu dipelajari, bagaimana sistematika pembelajarannya, apa saja yang menjadi pengertian dasar gunung api serta bagaimana sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tersebut. Sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu kebumian (Earth Sciences), khususnya geologi, dan karena banyaknya gunung api di muka bumi ini maka wajarlah volkanologi dipelajari di perguruan tinggi. Sebaran gunung api yang luas, baik di dunia maupun di Indonesia, menyebabkan adanya hubungan yang sangat erat dengan manusia dan lingkungan hidup. Dalam interaksinya, gunung api telah, sedang dan akan terus memberikan sumberdayanya bagi kelangsungan hidup manusia. Namun di sisi lain, gunung api sekali waktu dapat menimbulkan bencana bagi kehidupan di sekitarnya. Disinilah dituntut peranan manusia untuk menyikapinya secara baik dan benar terhadap perilaku gunung api agar tetap dapat hidup harmonis berdampingan dengan alam gunung api. Manusia wajib mengolah sumber daya alam gunung api untuk dimanfaatkan bagi kelangsungan hidup secara aman, menguntungkan serta berkelanjutan. Sistematika isi bab 1 ini dimulai dari latar belakang, pokok bahasan, pengertian dasar gunung api, sejarah perkembangan volkanologi, ringkasan dan latihan soal. 1.1 Latar Belakang Semenjak dekade 1980 ilmu kegunung apian berkembang sangat pesat, yaitu dengan ditandai oleh letusan besar Mount St. 1- 1

Upload: kati-yoewono

Post on 29-Nov-2015

83 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

preview

TRANSCRIPT

I PENDAHULUAN

Bab pertama ini bertujuan untuk memperkenalkan ilmu gunung api atau

volkanologi kepada mahasiswa mengapa perlu dipelajari, bagaimana sistematika

pembelajarannya, apa saja yang menjadi pengertian dasar gunung api serta

bagaimana sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tersebut. Sebagai salah satu

cabang dari ilmu-ilmu kebumian (Earth Sciences), khususnya geologi, dan karena

banyaknya gunung api di muka bumi ini maka wajarlah volkanologi dipelajari di

perguruan tinggi. Sebaran gunung api yang luas, baik di dunia maupun di Indonesia,

menyebabkan adanya hubungan yang sangat erat dengan manusia dan lingkungan

hidup. Dalam interaksinya, gunung api telah, sedang dan akan terus memberikan

sumberdayanya bagi kelangsungan hidup manusia. Namun di sisi lain, gunung api

sekali waktu dapat menimbulkan bencana bagi kehidupan di sekitarnya. Disinilah

dituntut peranan manusia untuk menyikapinya secara baik dan benar terhadap

perilaku gunung api agar tetap dapat hidup harmonis berdampingan dengan alam

gunung api. Manusia wajib mengolah sumber daya alam gunung api untuk

dimanfaatkan bagi kelangsungan hidup secara aman, menguntungkan serta

berkelanjutan.

Sistematika isi bab 1 ini dimulai dari latar belakang, pokok bahasan,

pengertian dasar gunung api, sejarah perkembangan volkanologi, ringkasan dan

latihan soal.

1.1 Latar Belakang

Semenjak dekade 1980 ilmu kegunung apian berkembang sangat pesat, yaitu

dengan ditandai oleh letusan besar Mount St. Helens di Amerika Serikat pada Mei

1980. Kejadian letusan tersebut menyadarkan para ahli gunung api bahwa ternyata

ada proses alam berupa longsoran besar tubuh gunung api yang semula hanya

diperkirakan terjadi bila bersama-sama dengan kegiatan tektonika. Lebih daripada

itu kejadian yang sangat langka dalam kurun kehidupan manusia itu mendorong

para ahli gunung api untuk lebih meningkatkan penelitian, baik dalam rangka

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu gunung api atau volkanologi,

maupun aplikasi teknologi dari ilmu tersebut untuk menanggulangi bencana letusan

gunung api maupun memanfaatkan sumber daya alam gunung api. Berdasarkan

data statistik (Simkin, 1993) melaporkan bahwa sejak 1790 Masehi kegiatan gunung

api cenderung meningkat sekalipun yang bersekala besar relatif konstan (Gb. 1.1).1- 1

Gb.1.1 Erupsi gunung api yang dilaporkan sejak 1790 AD. Grafik atas menggambarkan jumlah gunung api yang meletus setiap tahun (garis tipis) dan rata-rata setiap 10 tahun (garis tebal). Grafik bawah menunjukkan jumlah gunung api yang meletus besar, mengeluarkan magma atau tefra 0,1 km3, setiap tahun (garis tipis) dan rata-rata setiap 10 tahun (Simkin, 1993).

Di Indonesia sendiri sangat banyak dijumpai gunung api dan batuan gunung

api. Kurang lebih 500 gunung api masa kini yang di antaranya 128 tergolong aktif

tersebar di kepulauan wilayah Indonesia. Hal itu mendorong para ahli geologi,

geofisika dan geokimia untuk lebih meningkatkan penelitian di bidang

kegunungapian. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas serta untuk

lebih mempermudah para mahasiswa geologi dalam mempelajari ilmu gunung api

atau volkanologi maka disusunlah bahan ajar volkanologi ini.

1.2 Pokok Bahasan

Untuk lebih memudahkan mahasiswa mempelajari volkanologi maka

sistematika penyajian buku ajar ini dimulai dari pemerian data obyektif atau data

pemerian gunung api kemudian diikuti dengan penjelasan asal-usul dan proses

pembentukannya. Buku ini terdiri dari 14 bab dan masing-masing bab mempunyai

beberapa sub bab, diawali dengan uraian singkat maksud, tujuan dan sistematika

penulisan bab kemudian diakhiri dengan ringkasan isi bab serta latihan soal. Ke 14

bab itu adalah Pendahuluan, Sebaran Gunung Api, Magma, Bentuk dan Struktur

Gunung Api, Erupsi Gunung Api, Hasil Erupsi Eksplosiva, Hasil Erupsi Efusiva dan 1- 2

Intrusi Dangkal, Lahar dan Endapan Sekunder, Batuan Gunung Api, Bahaya

Gunung Api, Penanggulangan Bencana Gunung api, Manfaat Terapan, Manfaat

untuk Pengembangan Geosains, dan Diskusi dan Ringkasan. Latihan soal lebih

banyak berupa pertanyaan yang bersifat analisis agar penguasaan materi oleh

mahasiswa tidak hanya sampai dengan menghafal, tetapi juga mampu menjelaskan

dengan bahasa sendiri, logis dan sistematis apa yang tersurat dan tersirat di dalam

bahasan bab. Lebih daripada itu mahasiswa diharap mulai menghubungkan

permasalahan volkanologi dengan ilmu geologi dasar seperti geomorfologi,

mineralogi, petrologi, sedimentologi, stratigrafi dan struktur geologi.

Bab 1, Pendahuluan, berisi latar belakang perlunya mempelajari volkanologi,

pokok bahasan, dan penjelasan sistematika pembelajaran dari Bab 1 hingga yang

terakhir, pengertian dasar volkanologi dan sejarah perkembangan volkanologi. Bab

2 membahas sebaran gunung api secara geografi di dunia dan di Indonesia,

pembagian gunung api aktif di Indonesia, serta penjelasan kemunculan dan

sebaran gunung api tersebut berdasar Teori Tektonika Lempeng. Gunung api dan

teori itu sangat erat dengan pembentukan dan kegiatan magma di bawah

permukaan bumi. Oleh sebab itu pada bab 3 dibahas tentang magma, mencakup

definisi, asal-usul, sifat-sifat fisik dan kimiawi. Magma yang naik ke permukaan bumi

menghasilkan berbagai macam bentuk dan struktur gunung api, baik dalam ukuran

besar, menengah maupun relatif kecil. Hal itu akan dibahas di dalam bab 4 dan

dihubungkan dengan kedudukan tektonikaa serta komposisi magmanya.

Proses keluarnya magma ke permukaan bumi diuraikan di dalam bab 5,

meliputi definisi, klasifikasi, mekanisme dan besaran letusan gunung api. Hasil

erupsi gunung api yang berupa bahan padat, baik yang masih berupa bahan lepas

maupun telah menjadi batuan dibahas di dalam 3 bab, yaitu bab 6, hasil erupsi

eksplosiva, bab 7, hasil erupsi efusiva dan intrusi dangkal, serta bab 8, lahar dan

endapan sekunder. Bab 9 berisi uraian tentang batuan gunung api. Hal ini sangat

penting bagi mahasiswa untuk mengenal batuan gunung api, baik di lapangan

maupun di laboratorium, sekalipun bentuk gunung apinya sudah tidak kelihatan.

Pembahasan yang cukup panjang lebar terhadap hasil erupsi gunung api itu karena

materi ini dipandang sangat penting sebagai dasar pembelajaran geologi gunung

api, baik di bidang mineralogi dan petrologi batuan gunung api, sedimentologi,

maupun stratigrafi, serta mencakup batuan gunung api hasil kegiatan masa kini

ataupun kegiatan masa lampau dimana bentuk gunung apinya sudah tidak jelas.

Pembelajaran asal-usul, mekanisme dan identifikasi batuan gunung api masa kini 1- 3

dapat menjadi kunci untuk mengetahui genesa batuan gunung api hasil kegiatan

masa lalu. Hal itu didasarkan pada salah satu prinsip geologi, yaitu ‘the present is

the key to the past’.

Sampai dengan bab 9 ini mahasiswa telah mampu memahami dasar-dasar

ilmu gunung api sehingga pada bab 10 mulai diajarkan penerapan mempelajari

volkanologi, yaitu mengenal bahaya gunung api, baik bahaya langsung maupun

bahaya tidak langsung, sebagai akibat erupsi eksplosiva, erupsi efusiva, lahar dan

bahaya ikutan lainnya. Berhubung bahaya tersebut dapat menimbulkan bencana

bagi manusia dan lingkungan hidupnya maka pada bab 11 disajikan usaha-usaha

penanggulangan bencana, secara fisik dan non-fisik, sebelum, pada saat dan

sesudah terjadi bencana, manajemen penanggulangan bencana, penilaian potensi

bahaya, pemetaan kawasan rawan bencana, pemantuan kegiatan gunung api, serta

pemberlakuan prosedur tetap sistem peringatan dini.

Gunung api juga memberi manfaat bagi kelangsungan hidup manusia maka

pada bab 12 mahasiswa diperkenalkan berbagai macam manfaat terapan sumber

daya gunung api di bidang sumber daya energi, sumber daya lingkungan dan

sumber daya mineral. Pemahaman manfaat gunung api ini akan menjadi dasar bagi

para mahasiswa untuk menapak lebih lanjut terhadap pembelajaran geologi

terapan, baik di bidang mineral ekonomi, ketenagaan maupun lingkungan hidup,

termasuk geologi teknik, geohidrologi dan pengembangan wilayah di kawasan

gunung api. Bab 13 berisi manfaat ilmu gunung api untuk pengembangan Geosains,

dengan memperkenalkan Pandangan Geologi Gunung Api. Bab 14 merupakan

diskusi akhir kuliah untuk mematangkan penguasaan ilmu gunung api dan

ringkasan.

Untuk mempercepat dan sekaligus menambah wawasan dalam mempelajari

volkanologi, mahasiswa disarankan agar banyak membaca literatur, lebih aktif

berdiskusi dengan sesama mahasiswa atau dengan dosen pengasuh mata kuliah

volkanologi, melakukan kunjungan ke lapangan gunung api dan daerah berbatuan

gunung api, serta ke instansi yang menangani masalah-masalah di bidang

kegunung apian, pemanfaatan sumber daya alam dan penanggulangan

bencananya.

1- 4

1.3 Pengertian Dasar

Ilmu gunung api atau Volkanologi atau Vulkanologi adalah ilmu yang

mempelajari permasalahan gunung api. Kata volkanologi berasal dari bahasa

Inggris volcanology terdiri dari kata volcano yang berarti gunung api, dan logy

berasal dari kata logos yang berarti ilmu pengetahuan. Kata vulkano diadopsi dari

bahasa Belanda vulkaan atau dari bahasa Itali vulcano. Dengan demikian di

Indonesia orang dapat menggunakan istilah Ilmu Gunung api, Volkanologi atau

Vulkanologi.

Alzwar dkk. (1988) mendefinisikan gunung api adalah :

1). Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan

rempah gunung api.

2). Jenis atau kegiatan magma yang sedang berlangsung.

3). Merupakan tempat munculnya batuan leleran dan rempah lepas gunung api

yang berasal dari dalam bumi.

Definisi itu mempunyai beberapa kelemahan, yaitu :

a. Suatu definisi seharusnya tercakup dalam satu kesatuan kalimat, tidak dipisah-

pisah menjadi beberapa butir.

b. Butir 1) baru menunjukkan bentuk bentang alam tinggian yang tersusun oleh

batuan gunung api. Onggokan batuan gunung api ini dapat saja berasal dari

proses non gunung api, misalnya resedimentasi atau tektonika, dan sisa

erosinya.

c. Butir 2) memberikan kesan bahwa gunung api hanya diperuntukkan pada jenis

atau magma yang sedang berlangsung pada saat ini dan dapat diamati

langsung dengan mata kepala atau menggunakan peralatan pemantauan.

Sedangkan kegiatan gunung api masa lalu baik yang sekarang sudah mati dan

menjadi fosil gunung api maupun yang beristirahat sangat lama sehingga

kegiatannya belum pernah tercatat di dalam sejarah dapat dipandang sebagai

bukan gunung api.

d. Butir 3) membatasi gunung api sebagai tempat keluarnya batuan pijar dari

dalam bumi yang pada di dalam uraian bahan ajar ini disebut kawah atau

kaldera.

Macdonald (1972) mendefinisikan “volcano is both the place or opening from

which molten rock or gas, and generally both, issues from the earth’s interior onto

the surface, and the hill or mountain built up around the opening by accumulation of

the rock material”. Definisi di dalam bahasa Inggris itu jika diterjemahkan secara 1- 5

bebas ke dalam bahasa Indonesia menjadi Gunung api adalah tempat atau

bukaan darimana batuan kental pijar atau gas, dan umumnya kedua-duanya,

keluar dari dalam bumi ke permukaan, dan bahan batuan yang mengumpul di

sekeliling bukaan itu membentuk bukit atau gunung. Tempat atau bukaan yang

dimaksudkan di sini adalah kawah, bila diameternya kurang dari 2000 meter, atau

disebut kaldera bila diameternya lebih besar atau sama dengan 2000 meter (e.g.

Macdonald, 1972). Bukaan ini berupa cekungan bila tidak tertutup oleh bahan

gunung api yang lebih muda. Batuan kental pijar dan gas di sini adalah magma.

Pembentukan bukit atau gunung di sini tidak merupakan sesuatu yang mutlak;

dapat saja suatu gunung api tidak membentuk bukit atau gunung, yaitu bila tidak

terjadi akumulasi batuan gunung api di sekeliling kawah atau kaldera. Dengan

demikian gunung api harus dibedakan dengan pengertian bukit atau gunung. Kedua

istilah terakhir itu hanya bersifat topografis yang lebih tinggi daripada daerah

sekitarnya. Masyarakat umum menyebut gunung api sebagai gunung berapi karena

sebagai gunung yang dapat mengeluarkan api, yaitu pada saat terjadi letusan.

Istilah volkanisme (volcanism) adalah proses alam yang berhubungan dengan

kegiatan kegunung apian, mulai dari asal-usul pembentukan magma di dalam bumi

hingga kemunculannya di permukaan bumi dalam berbagai bentuk dan

kegiatannya. Kegiatan magma di dalam bumi dapat direkam dengan peralatan

geofisika dan geokimia, sedangkan kegiatan di permukaan berupa letusan gunung

api, lapangan solfatara, fumarola, mata air panas, bualan lumpur dan kenampakan-

kenampakan lain yang biasanya dijumpai di daerah gunung api dan lapangan panas

bumi. Pengertian ini memberikan pencerminan bahwa cakupan ilmu gunung api

sangat luas dimulai dari magmatologi atau petrologi batuan beku hingga

sedimentologi batuan hasil kegiatan gunung api. Sedemikian luas lingkup

volkanologi sehingga para ahli membentuk organisasi profesi internasional bernama

International Association on Volcanology and Chemistry of Earth Interior (IAVCEI).

Dengan demikian lingkup ilmu gunung api atau volkanologi meliputi bahasan khuluk

(bentuk fisik alamiah, nature), mula jadi (asal-usul, origin, genesa), bahaya dan

penanggulangannya (volcanic hazards and their mitigations), serta manfaat sumber

daya gunung api. Prinsip pemahaman terhadap lingkup volkanologi itu dapat

dipelajari secara bertahap mulai dari pemerian (descriptive), tafsiran (interpretative)

dan kemanusiaan (humanistic). Pemerian adalah uraian daripada obyektivitas data

yang diamati terhadap gunung api dan volkanisme. Data tersebut menjadi dasar

untuk melakukan penafsiran terhadap hal-hal yang tidak teramati, misalnya asal-1- 6

usul sumber erupsi, lingkungan asal, mekanisme letusan, mekanisme pengendapan

batuan gunung api, lingkungan pengendapan dan umur kejadian. Prinsip humanistik

di sini dimaksudkan sebagai hubungan antara gunung api dengan kehidupan

manusia, baik berupa ancaman bahaya gunung api terhadap kehidupan dan

lingkungan hidup manusia, usaha penanggulangan bencana letusan gunung api

serta pemanfaatan sumber daya alam gunung api.

Istilah yang juga sangat penting adalah gunung api aktif, namun sejauh ini

pemahamannya belum ada keseragaman di antara para ahli gunung api.

Berdasarkan analisis umur batuan gunung api, terutama penarikan umur secara

radiometri, para ahli gunung api di Jepang dan Selandia Baru menyatakan bahwa

seluruh gunung api yang pernah meletus antara 50.000 tahun yang lalu hingga

sekarang dinyatakan sebagai gunung api aktif. Gunung api yang kegiatannya antara

50.000 dan 100.000 tahun yang lalu dinyatakan mempunyai potensi aktif kembali

(capable volcanoes), sedang gunung api yang kegiatannya lebih tua dari 100.000

tahun yang lalu dipandang sudah mati atau sebagai fosil gunung api. Mengacu

pendapat Neumann van Padang (1951) Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi

Bencana Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, R.I. menyatakan

bahwa gunung api aktif adalah semua gunung api yang pernah meletus sejak tahun

1600, gunung api yang belum pernah meletus sejak 1600 tetapi masih

memperlihatkan kenampakan volkanisme, serta daerah yang bentuk gunung apinya

tidak jelas tetapi masih dijumpai lapangan solfatara dan fumarola, serta

kenampakan panas bumi lainnya.

Dari pembahasan G. Muria di Jawa Tengah (Anonim, 1997) Prof. McBirney,

seorang ahli gunung api senior di Amerika Serikat menyatakan bahwa keaktifan

suatu gunung api sangat erat hubungannya dengan kegiatan tektonikaa daerah

setempat. Selama kegiatan tektonikaa di daerah itu masih berlangsung maka hal itu

dapat menyebabkan reaktivasi kegiatan gunung api. Pada waktu sekarang mungkin

saja gunung apinya tidak menunjukkan kegiatan, apalagi tertangkap di permukaan,

tetapi dengan dipicu oleh gerak-gerak tektonikaa maka gunung api itu dapat

meletus kembali. Oleh sebab itu untuk gunung api yang berumur kurang dari 5 juta

tahun masih perlu diperhatikan kemungkinan terjadi letusan kembali. Salah satu

contoh kawasan gunung api yang sebelumnya dipandang sudah tidak aktif tetapi

setelah beristirahat selama 14.500 tahun kemudian meletus pada tahun 1987 –

1989 adalah G. Anak Ranakah di P.Flores bagian barat (Abdurachman dkk., 1988).

Di Filipina, Mt. Pinatubo yang sebelumnya dianggap bukan gunung api aktif ternyata 1- 7

telah meletus hebat pada tahun 1991 (Newhall & Punongbayan, 1996). Setelah

dilakukan penelitian, ternyata diketahui bahwa aktivitas gunung api itu sudah mulai

sejak 1 juta tahun yang lalu, dan sebelum letusan 1991 gunung api itu telah

mengalami istirahat panjang selama lebih kurang 500 tahun.

Ferari (1995) memandang gunung api aktif bila lama hidupnya, dari lahir

sampai menjelang mati, secara statistik belum terlampui. Tabel 1.1 menunjukkan

lama hidup dan waktu istirahat setiap tipe gunung api di dunia. Sebagai contoh,

gunung api kaldera tunggal mempunyai durasi hidup rata-rata 846.000 tahun dan

maksimum 3,8 juta tahun. Apabila batuan termuda gunung api itu berumur 500.000

tahun maka gunung api itu masih tergolong gunung api aktif. Sebaliknya jika umur

kaldera itu sudah lebih dari 4 juta tahun, atau waktu istirahat terkini sudah lebih dari

waktu istirahat maksimum (> 850.000 ribu tahun) maka gunung api itu sudah dapat

dianggap mati.

Newhall & Dzurisin (1988) memperkenalkan istilah volcanic unrest yang

didefinisikan sebagai a significant change (usually an increase) in seismicity, ground

deformation, fumarolic activity, or other parameters, within or adjacent to a volcanic

system (suatu perubahan penting, biasanya berupa suatu peningkatan, pada

kegempaan, deformasi muka tanah, aktivitas fumarol dan lain-lain parameter di

dalam atau di sekitar suatu sistem gunung api). Di sini paling tidak ada empat tipe

kegiatan yang diperhatikan, yaitu:

Tabel 1.1 Lama hidup atau durasi dan waktu istirahat setiap tipe gunung api di dunia (Ferari, 1995). S = asam, I = menengah, M = basa.

Tipe Gunung api Durasi (ribu tahun) Waktu istirahat (tahun)Rata-rata Maksimum Rata-rata Maksimum Minimum

Kaldera tunggal 846 3.800 130.751 850.000 1.467Kompleks kaldera

3.778 14.000 673.714 1.000.000 85.000Gunung api strato

(S-I) 600 1.800 309 5.300 3Gunung api strato

(I-M) 240 1.300 15 50 < 1Gunung api

monogenesa 2.987 5.700 2.750 - -Gunung api

tameng 647 6.200 < 1 - -

- keaktifan yang langsung mengarah kepada suatu letusan, dan ini suatu tanda-

tanda awal (precursor) yang jelas terhadap kegiatan gunung api.1- 8

- Keaktifan yang tidak segera menuju suatu erupsi, tetapi mencerminkan salah

satu rangkaian kejadian pada jangka waktu lama (misalnya penerobosan

magma secara berulang-ulang) yang setelah dilakukan analisis secara terpadu

dengan data yang lain mengarah ke letusan gunung api

- Keaktifan yang terjadi di antara fase-fase suatu letusan yang memanjang/

menerus

- Keaktifan yang tidak berhubungan dengan letusan gunung api, contohnya

kegiatan tektonikaa regional di dekat suatu gunung api, atau perubahan-

perubahan panas sebagai hasil pengembangan dan perekahan pada suatu

sistem hidrotermal.

Dari pendapat ini jelas bahwa di daerah yang secara tektonikaa masih aktif,

berumur Kuarter, maka gunung apinya juga dipandang aktif atau setidak-tidaknya

mempunyai potensi untuk aktif kembali, sekalipun di permukaan tidak

memperlihatkan kegiatan. Gunung api itu mungkin saja sedang menghimpun

kekuatan di bawah permukaan bumi, misalnya melalui diferensiasi magma atau

percampuran magma, sehingga pada suatu saat bila energinya sudah sangat kuat

dan mempunyai jalan keluar ke permukaan maka dapat terjadi letusan. Pendapat ini

terlihat senada dengan pendapat Prof. McBirney dan Ferari (1995) di atas bahwa

kegiatan gunung api sangat erat berhubungan dengan kegiatan tektonikaa.

Kegiatan tektonikaa menyebabkan terbentuknya magma sebagai bahan utama

gunung api dan sekaligus membentuk rekahan-rekahan yang memungkinkan

magma keluar ke permukaan bumi.

Dari uraian di atas penulis dapat menarik batasan gunung api aktif sebagai

gunung api dimana kegiatan magmanya masih dapat diamati di permukaan

dan atau di bawah permukaan bumi. Kegiatan magma di permukaan antara lain

berupa letusan gunung api, semburan gas gunung api, mata air panas dan berbagai

bentuk kenampakan panas bumi di kawasan gunung api. Kegiatan magma di bawah

permukaan bumi dapat diidentifikasi dengan menggunakan berbagai metoda dan

peralatan pemantauan gunung api, baik secara geofisika maupun geokimia.

1.4 Sejarah Perkembangan Volkanologi

1- 9

Sejarah perkembangan ilmu gunung api berawal dari pengertian manusia

terhadap gejala alam yang teramati sekalipun terbatas pada tingkatan yang sangat

sederhana dan bersifat animistik (Alzwar dkk., 1988). Bangsa Poline beranggapan

bahwa kegiatan gunung api berada di bawah kekuasaan Dewa Pelee, sehingga

gunung apinya disebut Mount Pelee. Sementara itu orang Indian di Oregon,

Amerika Serikat mempunyai legenda yang mengisahkan adanya perang antara

Dewa Api yang bermukim di Mount Mazama (Crater Lake sekarang) dengan Dewa

Salju yang bertempat di Mount Shasta. Pertempuran kedua dewa itu

menyebabkan hancurnya Mount Mazama dan membentuk apa yang sekarang

dikenal dengan nama Crater Lake. Cerita senada juga ditemukan dalam dongeng

atau legenda kuno bangsa Yunani dan Romawi, serta daerah gunung api di

berbagai negara seperti Jepang, Selandia Baru, Hawaii dan Indonesia sendiri.

Dongeng Dayang Sumbi dihubungkan dengan terbentuknya Gunung api

Tangkubanperahu dan Danau Bandung di Jawa Barat. G. Galunggung di dekat

Tasikmalaya Jawa Barat merupakan istananya Raja Galuh Agung. Khusus cerita G.

Merapi dan Manusia Jawa disampaikan oleh Triyoga (1991). Di Jawa Timur G.

Bromo dan G. Tengger dihubungkan dengan dongeng Roro Anteng dan Joko

Seger.

Penalaran ilmiah tentang gunung api mungkin dimulai oleh Empedocles (492-

432 SM), berdasarkan pengamatannya dari dekat terhadap kegiatan Mount Etna di

Itali. Dari pengamatannya selama beberapa tahun dia meyakini bahwa di dalam

perut bumi terdapat larutan panas yang membentuk gunung api. Setelah

Empedocles, muncul beberapa pengamat seperti Strabo (63 BC – 30), Seneca (2

BC – 65), Pliny (23), Giordano Bruno (1600), Martin Lister (1638 – 1711), Charles

Lyell dan Scrope. Pada tahun 1827, Scrope-lah yang meletakkan dasar pengertian

volkanologi modern. Di dalam teorinya Scrope berpendapat bahwa kegiatan gunung

api adalah arti dan fungsi gas yang terkandung dalam magma. Beberapa dekade

kemudian, Frank A. Perret mendukung pendapat Scrope, dengan menyatakan

bahwa gas adalah agen aktif atau motor penggerak magma.

Sejak itu penelitian kegunung apian mengalami perkembangan pesat.

Junghuhn (1809 –1864) membuat pemerian teliti perihal gunung api di Indonesia.

Juga Verbeek yang merupakan orang pertama meneliti letusan Krakatau pada

tahun 1883. Letusan-letusan besar gunung api lainnya, seperti di G. Merapi, G.

Kelut telah ditulis kembali oleh Kusumadinata (1979). Di luar Indonesia, Stubel

mengadakan penelitian kegunung apian di Ekuador dan Columbia. Para ahli gunung 1- 10

api menjadi semakin tertarik mengadakan penelitian secara seksama setelah terjadi

letusan Krakatau 1883, letusan Mount Soufriere dan kehancuran tragis kota Saint

Pierre di Kepulauan Antile oleh letusan Mount Pelee yang keduanya terjadi pada

tahun 1902.

Perkembangan ilmu gunung api abad 20 dirintis oleh Jaggar, seorang profesor

geologi dari Massachusset Institute of Technology, dan Perret, seorang insinyur

listrik. Sejarah perkembangan ilmu gunung api tidak terpisah dari sejarah kegiatan

pengamatan gunung api. Pada tahun 1911 di Hawaii didirikan Hawaiian Volcano

Observatory untuk merekam dan menelaah kegiatan gunung api di daerah tersebut

secara terus menerus. Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Dinas Penjagaan

Gunung api untuk mengamati kegiatan gunung api di Indonesia (Kusumadinata,

1979). Berdasarkan pengamatan langsung kegiatan gunung api aktif masa kini Van

Bemmelen (1949) telah meletakkan dasar-dasar ilmu gunung api modern untuk

mempelajari batuan gunung api tua atau fosil gunung api. Satu hal penting dalam

tahapan sejarah penelitian kegunung apian adalah didirikannya International Centre

of Volcanology di Catania, Itali oleh Pemerintah Itali dan Belgia, di bawah pimpinan

ahli gunung api kenamaan Rittmann. Sejak itu arus penelitian kegunung apian

semakin berkembang antara lain di Jepang, Iceland, New Zealand, Perancis,

negara-negara Amerika Latin, Filipina, Papua New Guinea dan Benua Antartika.

Untuk mempublikasikan hasil-hasil penelitian terkini secara internasional, maka para

ahli gunung api yang tergabung di dalam organisasi asosiasi ahli gunung api dunia

(IAVCEI) secara aktif melakukan pertemuan ilmiah di berbagai tempat dan negara.

Hasil-hasil penelitian dan pertemuan ilmiah tersebut kemudian diterbitkan di dalam

Bulletin of Volcanology atau buku teks volkanologi dan majalah-majalah ilmiah

bertaraf internasional lainnya yang menyangkut permasalahan kegunung apian.

1.5 Ringkasan

Banyaknya gunung api dan batuan gunung api serta sangat eratnya

hubungan dengan kehidupan manusia mendorong perlunya ilmu gunung api atau

volkanologi diajarkan kepada mahasiswa yang mempelajari ilmu-ilmu kebumian

pada umumnya dan geologi secara khusus. Bahan ajar volkanologi ini mencakup

aspek pemerian gunung api, asal-usul pembentukan gunung api, karakter dan

evolusi serta masalah bahaya gunung api, usaha penanggulangan bencana dan

pemanfaatan sumber daya alam gunung api. Volkanologi adalah ilmu yang

mempelajari permasalahan gunung api, mulai dari permasalahan dasar kegunung 1- 11

apian hingga masalah penerapannya untuk kepentingan hidup manusia. Gunung

api atau gunung berapi didefinisikan sebagai tempat atau bukaan darimana batuan

kental pijar atau gas, dan umumnya kedua-duanya, keluar dari dalam bumi ke

permukaan, dan bahan batuan yang mengumpul di sekeliling bukaan itu

membentuk bukit atau gunung. Dinyatakan sebagai gunung api aktif apabila

kegiatan magmanya masih dapat diamati secara visual atau instrumental di

permukaan dan atau di bawah permukaan bumi. Masa hidup gunung api sangat

bervariasi dan yang terpanjang adalah gunung api kompleks kaldera yaitu dapat

mencapai 14 juta tahun.

Perkembangan ilmu gunung api berawal dari pengertian manusia terhadap

gejala alam yang sangat sederhana dan bersifat animistik. Penalaran ilmiah

volkanologi dimulai oleh Empedocles (492 – 432 SM) berdasarkan pengamatannya

secara langsung terhadap letusan Mount Etna di Itali. Penelitian gunung api mulai

berkembang pesat pada abad 19 dimana terjadi letusan terbesar sepanjang sejarah

manusia, yaitu G. Tambora (1815) dan G. Krakatau (1883). Van Bemmelen (1949)

meletakkan dasar-dasar penelitian gunung api aktif untuk diterapkan pada fosil

gunung api yang dimasa mendatang banyak menyumbangkan informasi tentang

sumber daya mineral gunung api. Letusan Mt. St. Helens pada 1980 lebih

menyadarkan kita akan perlunya terus melakukan pembelajaran terhadap

volkanologi. Untuk melakukan komunikasi ilmiah volkanologi secara internasional,

maka para ahli gunung api membentuk organisasi asosiasi ahli gunung api dunia

yang disebut IAVCEI.

1.6 Latihan Soal1- 12

Untuk menguji tingkat pemahaman saudara terhadap isi dari bab I ini, cobalah untuk

menjawab pertanyaan di bawah ini.

1. Jelaskan mengapa volanologi perlu diajarkan kepada mahasiswa !

2. Jelaskan bagaimana hubungan gunung api dengan makhluk hidup, khususnya

manusia !

3. Menurut pendapat saudara bagaimana manusia harus bertindak dalam rangka

menghadapi ancaman bahaya gunung api ?

4. Jelaskan mengapa pada awalnya manusia memuja gunung api !

5. Ada kejadian apa pada dekade 1990-an sehingga terjadi revolusi pemahaman

terhadap ilmu gunung api ?

6. Mengapa organisasi profesi ahli gunung api termasuk juga ahli ilmu kimia

bagian dalam bumi ?

7. Jelaskan pengertian gunung api, volkanisme, kaldera dan kawah gunung api !

8. Apa yang terjadi dengan batuan beku terobosan dan magma di bawah gunung

api bila terjadi letusan berkali-kali yang di antaranya dibatasi oleh waktu istirahat

yang panjang ?

9. Jelaskan pengertian khuluk gunung api di dalam lingkup volkanologi !

10. Apa perbedaan pandangan antara orang awam dengan ahli gunung api

terhadap istilah gunung api aktif ?

1- 13