untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace ›...

68

Upload: others

Post on 07-Jun-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk
Page 2: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk
Page 3: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk
Page 4: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk
Page 5: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

iv

ABSTRAK

Wahyu Fathurrahman. Nim 11150450000080. Tinjauan Ham Internasional

Terhadap Praktik Diskriminasi di Xinjiang China. Program Studi Hukum Tata

Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. IX + 55 halaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran

HAM yang terjadi di Xinjiang China serta meninjau bagaimana respon dan

kebijakan HAM internasional terhadap praktik pelanggaran yang terjadi.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan

pendekatan kasus. Penulis mengkaji Kebijakan HAM internasional terhadap

praktik pelanggaran yang terjadi di Xinjiang China dengan merujuk pada

kebijakan Human Right Watch (HRW) sebagai salah satu Lembaga HAM

terbesar dunia internasional. Adapun Sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini Ada 2 macam. pertama sumber data primer yang terdiri dari bahan-

bahan hukum yang mengikat, misalnya perundang-undangan yang terkait dengan

objek penelitian, termasuk sumber data primer adalah Deklarasi Uniersal Hak

Asasi Manusia (DUHAM), Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi,

Sosial dan Budaya (ICESCR), Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik

(ICCPR). kedua sumber data sekunder, yaitu semua dokumen yang berisi

penjelasan terkait tinjauan HAM internasional terhadap bentuk pelanggaran HAM

di Xinjiang China berupa tulisan-tulisan, baik dalam bentuk buku, jurnal, artikel,

maupun informasi media internet.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi

dokumentasi yaitu dengan mengumpulkan informasi yang diperoleh dari bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa praktik diskriminasi yang terjadi

di Xinjiang sangatlah bertentangan dengan HAM Internasional. Jika ditelaah satu

persatu, praktik pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang China merupakan

bentuk penindasan terhadap suatu kelompok politik, ras, bangsa, etnis,

Page 6: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

v

kebudayaan, agama, jenis kelamin, atau kelompok-kelompok lainnya, yang dapat

dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (Crimes against

Humanity). Selain itu, praktik diskriminasi yang terjadi terhadap Etnis Uighir

sudah mengarah pada kejahatan genosida karena dilakukan secara sistematis.

Genosida dan kejahatan kemanusiaan merupakan dua dari empat pelanggaran

HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court (ICC).

Respon dunia internasional terhadap praktik pelanggaran HAM yang kian terjadi

di Xinjiang China tidak sebanyak respon dunia terhadap Rohingya di masa silam,

terutama negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim. Mereka lebih

banyak diam dan tidak memberikan respon nyata terhadap pelanggaran HAM

Muslim Uighur. Dukungan justru datang dari negara-negara seperti Amerika,

Australia, serta Turky yang memang punya hubungan primordialisme dengan

Uighur Xinjiang. Kebijakan nyata dikeluarkan oleh Human Right Watch (HRW)

dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai salah satu lembaga

pengejawantahan HAM terbesar di dunia. Kebijakan tersebut hampir serupa yakni

mendesak Pemerintah China untuk menghentikan praktik diskriminasi yang terus

dilakukan terhadap etnis minoritas khususnya Muslim Uighur di Xinjiang.

Kata Kunci: HAM Internasional, Praktik Diskriminasi

Pembimbing : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, S.H., M.Ag.

Daftar Pustaka : Tahun 1979 sampai Tahun 2018

Page 7: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena hanya

dengan berkat, rahmat, dan keridhaan-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Ham Internasional Terhadap Praktik

Diskriminasi di Xinjiang China” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah

satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dukungan dari berbagai

pihak, maka tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghormatan sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Hj. Amany Burhnanuddin Umar Lubis, LC., MA., Rektor Uin Syarif

Hidayatullah jakarta. Sekaligus sebagai pembimbing Akademik yang telah

memberikan arahan serta kemudahan dalam menyetujui proposal penulis

untuk di ajukan kepada fakultas.

2. Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie., SH., MA., MH., Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Hj. Masyrofah, S.Ag., M.Si, Sekretaris Program Studi Hukum Tata

Negara (Siyasah) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, S.H., M.Ag. pembimbing skripsi penulis

yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan segala kemudahan dari awal

hingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Dosen-dosen Hukum Tata Negara, atas transfer ilmu yang telah diberikan.

Semoga dengan ketulusan dan keikhlasan hati, ilmu yang diberikan

merupakan bekal yang bermanfaat dan berharga bagi penulis.

7. Orang tua tercinta, Bapak Selamet, S.sos., dan ibunda tercinta Embay

Khusnul Khotimah, S.pd., serta keluarga besar penulis yang senantiasa

memberikan doa, dukungan serta ketulusan cinta dan kasih sayang yang tak

Page 8: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

vii

terhingga. Pencapaian ini dengan bangga Penulis persembahkan untuk

kalian.

8. Kepada Nidya Vania Dwi Putri S.K.M.,yang telah memberikan support dan

memberikan semangat agar penulis dapat segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada teman-teman seperjuangan Hukum Tata Negara angkatan 2015,

yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu.

10. Kepada teman-teman kos, Sauqi Maqi, Wahid, Samiaji, Mansyur, Didi,

Hasbi yang telah berjuang bersama dan memberikan semangat dalam

menyelesaikan skripsi.

11. Kepada Indar Dewi S.H, yang telah memberikan support agar penulisan

skripsi ini dapat segera di selesaikan.

Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak,

Semoga bantuan yang telah diberikan mendapat pahala dari Allah SWT. Dan

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada

umumnya.

Jakarta, 02 November 2019

5 Rabiul Awwal 144 H

Wahyu Fathurrahman

Page 9: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah ....................................... 3

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4

E. Metode Penelitian ........................................................................................ 4

F. Review Studi Terdahulu .............................................................................. 6

G. Sistematika Pembahasan ............................................................................. 8

BAB II HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

A. Sejarah Deklarasi HAM Internasional ........................................................ 9

B. Instrumen-Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional ........................... 14

C. Hak Asasi Manusia (HAM) Berat ............................................................. 18

BAB III ETNIS MINORITAS MUSLIM UIGHUR

A. Sejarah Peradaban Etnis Muslim Uighur .................................................. 22

Page 10: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

ix

B. Kehidupan Etnis Muslim Uighur sebagai Warga Negara China .............. 25

C. Konflik Uighur Xinjiang ........................................................................... 28

BAB IV TINJAUAN HAM INTERNASIONAL TERHADAP PRAKTIK

PELANGGARAN HAM DI XINJIANG CHINA

A. Tinjauan HAM Internasional terhadap Bentuk-bentuk Pelanggaran

HAM di Xinjiang China .............................................................................. 33

B. Respon Dunia Internasional terhadap Pelanggaran HAM

di Xinjiang China ........................................................................................ 43

C. Kebijakan Internasional terhadap Bentuk-bentuk Pelanggaran

HAM di Xinjiang China .............................................................................. 46

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 53

B. Saran .......................................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 55

Page 11: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap negara tentunya memiliki perbedaan masyarakat, etnis, suku, maupun

agama tertentu yang menjadi bagian dari kemajemukan negara tersebut. Karena hal

itulah ada yang disebut mayoritas maupun minoritas. Tidak terkecuali Islam yang

kerap disudutkan dan diperlakukan tidak adil karena selalu diidentikkan dengan teroris

oleh negara-negara di dunia khususnya bagi kaum minoritas Islam di negara tertentu.

Isu diskriminasi kaum minoritas muslim di Rohingya masih belum surut,

permasalahan muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, China kembali jadi sorotan dunia.

Terutama, pasca-laporan jurnalisme investigatif yang dilakukan kantor berita

Associated Press (AP).1 Sejumlah media internasional, menyebut muslim Uighur

mengalami penyiksaan, pengucilan, dan pelarangan menjalankan ajaran agama yang

dianut. Sikap pemerintah Tiongkok yang menerapkan kebijakan diskriminatif dan

pelabelan negatif terhadap etnik minoritas Muslim di Xinjiang dianggap menciderai

Hak Asasi Manusia. Isu diskriminasi terhadap etnis Uighur setidaknya telah santer

sejak 2014.

Dimulai dengan adanya pembatasan kelahiran etnik minoritas Muslim di

Xinjiang yang berlangsung sejak 2014. Demikian pula dengan kebijakan yang

dibungkus agenda “memerangi terorisme". Hingga Pada 2015, Xinjiang mengeluarkan

kebijakan untuk mendobelkan pembayaran bagi pasangan Uighur yang memiliki anak

lebih rendah dari kuota mereka sebesar 6000 yuan (950 dollar). Selain itu beberapa

media juga menyebutkan bahwa terdapat kebijakan larangan memakai jilbab di ruang

publik, termasuk di kendaraan umum serta larangan pelaksanaan upacara agama ketika

menikah, jika melanggar akan dikenakan hukuman denda sebesar 353 dollar. Dalam

1“Hal-hal yang Perlu diketahui Seputar Kondisi Muslim Uighur di China”,

https://www.liputan6.com/global/read/3850073/7-hal-yang-perlu-diketahui-seputar-kondisi-muslim-

uighur-di-china, diakses pada 23 Desember 2018, pukul 09.57.

1

Page 12: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

2

hal ini, Indonesia perlu melakukan upaya diplomatik terkait kebijakan yang telah

berlangsung bertahun-tahun tanpa koreksi tersebut.

Setelah Republik Rakyat China memproklamirkan kemerdekaan pada 1

Oktober 1949, Sebagaimana lahirnya suatu negara baru, China berusaha

mencurahkan perhatiannya kepada keutuhan wilayah, konsolidasi, kekuasaan,

serta pencegahan bahaya dari dalam dan maupun luar negeri. Menurut tata dunia

ideal China Modern, Taiwan, Xinjiang, dan Tibet adalah wilayah yang dianggap

sebagai wilayah kepentingan nasional yang sangat penting dan harus

dipertahanakan dengan cara apapun.2

Dalam Sejarah, Muslim China sering mengalami perlakuan keras dari

pemerintah yang berkuasa. Sejak pemerintah komunis berkuasa, melalui revolusi

kebudayaan menyebabkan pengekangan terhadap umat beragama dan kehidupan

beragama di RRC, begitu juga halnya dengan muslim China khususnya muslim

Uighur. Pemerintah China berusaha untuk menghancurkan budaya Islam dengan

cara mengirim ribuan etnis Han ke wilayah mayoritas Islam dengan alasan untuk

memajukan perekonomian, Akan tetapi etnis Han dikirim ke Xinjiang hanya untuk

mempropaganda Pemerintahan China di Xinjiang.

Setelah menduduki jabatan penting di Pemerintahan China etnis Han

membuat kebijakan khusus bagi etnis Uighur di Xinjiang dengan tujuan

menghilangkan agama yang dianut oleh Etnis Uighur yaitu agama Islam. Tercatat

pada Tahun 1996 Presiden China Jiang Zemin menyatakan bahwa organisasi

apapun yang mendukung gerakan separatisme dari Muslim Uighur tidak akan

ditolerir dengan membuat kebijakan “Strike Hard”, Pada tahun 1997 Pemerintah

China memerintahkan pasukan militernya menembaki ratusan warga muslim

hingga tewas, serta menahan ribuan muslim Uighur karena mereka protes akan

kebijakan permerintah yang represif terhadap muslim Uighur.

2Ridwan, “Konflik antara Etnis Muslim Uighur dan Pemerintah China”, (Universitas

Muhammaddiyah Yogyakarta, 2007), h. 3.

Page 13: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

3

Respon dunia internasional terhadap praktik pelanggaran HAM yang kian

terjadi di Xinjiang China tidah sebanyak respon dunia terhadap Rohingya di masa

silam, terutama negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim. Mereka lebih

banyak diam dan tidak memberikan respon nyata terhadap isu pelanggaran HAM

Muslim Uighur. Dukungan justru datang dari negara-negara seperti Amerika,

Australia, serta Turky yang memang punya hubungan primordialisme dengan

Uighur di Xinjiang. Hal ini menarik untuk dikaji bersama bagaimana tinjauan

HAM internasional serta kebijakan apa yang telah dibuat dalam permasalahan yang

terus terjadi di Xinjiang China.

B. Identifikasi, Rumusan dan Pembatasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah yang penulis dapatkan dalam uraian latar belakang

diatas antara lain:

a. Maraknya perlakuan diskriminatif terhadap kaum minoritas muslim Uighur.

b. Terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia bagi kaum minotitas muslim

Uighur.

c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk pelanggaran HAM yang

terjadi di Uighur Xinjiang China.

2. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan penelitian

terkait bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Uighur China dalam tinjauan Hak

Asasi Manusia Internasional. Sementara untuk menguraikan kebijakan-kebijakan

yang telah dibuat, penulis akan membatasi penelitian ini pada kebijakan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Human Right Watch (HRW).

Page 14: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

4

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana Tinjauan HAM internasional terhadap pelanggaran HAM yang

terjadi di Xinjiang China?

b. Bagaimana Respon dunia internasional terhadap pelanggaran HAM yang

terjadi di Xinjiang China?

c. Bagaimana Kebijakan Internasional terhadap pelanggaran HAM yang

terjadi di Xinjiang China?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di

Xinjiang China

b. Untuk mengetahui tinjauan HAM internasional terkait pelanggaran HAM

yang terjadi di Xinjiang China

c. Untuk mengetahui respon dunia internasional terkait pelanggaran HAM di

Uighur China

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

a. Secara Akademik, hasil penelitian ini akan menambah wawasan dan

pengetahuan tentang politik dan hukum internasional khususnya dalam hal

hak asasi manusia dalam skala internasional.

b. Secara Praktis, hasil penelitian ini memberikan informasi persoalan HAM

internasional.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menganalisis tentang

Page 15: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

5

bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang China dalam tinjauan

HAM internasional.

Peter Marzuki mengemukakan bahwa di dalam penelitian hukum terdapat

sejumlah pendekatan, yakni pendekatan undang-undang (statute approach),

pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach),

pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual

(conseptual approach).3 Dari sudut pandang tersebut, penelitian ini merupakan

penelitian hukum dengan pendekatan kasus (case approach).

2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,

yang terbagi atas dua bahan hukum yakni bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, misalnya

perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian. Adapun bahan hukum

sekundernya, yaitu semua dokumen yang memberikan penjelasan terkait tinjauan

HAM Internasional terhadap bentuk pelanggaran HAM di Xinjiang China berupa

tulisan-tulisan, baik dalam bentuk buku, jurnal, artikel, maupun melalui informasi

media internet.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi

dokumentasi yaitu dengan mengumpulkan informasi yang diperoleh dari bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder.

3Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada,2008), hlm. 93.

Page 16: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

6

3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini yakni teknik analisa data kualitatif

dengan cara mengolah data kemudian diuraikan untuk memberi gambaran

(deskriptif). Uraian-uraian yang berisi penafsiran, penalaran, serta argumentasi

rasional (analitik) tersebut bertujuan untuk menjelaskan dan mempertahankan

gambaran yang diperoleh.

4. Teknik Penulisan

Pada skripsi ini, penulis menggunakan metode skripsi yang mengacu pada

“Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2017 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”.

E. Review Studi Terdahulu

Sejumlah penelitian tentang skripsi ini telah dilakukan, baik yang mengkaji

secara umum skripsi tersebut maupun yang menyinggung secara spesifik. Berikut

paparan tinjauan umum atas sebagian karya penelitian tersebut.

Pertama Jurnal berjudul “Muslim di Tiongkok, 1949-1976 M (Studi Tentang

Dinamika Etnis Minoritas HUI Periode Mao Zedong)”. Dalam Jurnal tersebut

menyebutkan bahwa umat islam datang pertama kali ke Tiongkok adalah nenek

moyang dari etnis HUI. Selain etnis Hui, etnis muslim lainnya adalah Muslim

Uighur, Kazak, Tatar, Khirgiz, Uzbek, Salar Tajik, Dongxiang, Baoan. Jadi

menurut penelitian ini Muslim Uighur termasuk muslim yang berkembang dengan

pesat di China dan pemerintah China ingin melemahkan hegemoni Muslim Uighur

tersebut dengan cara melanggar HAM sekalipun.

Kedua, Skripsi yang disusun James Senduk dengan judul “Analisis Yuridis

Atas Perlakuan Rasisme Berdasarkan International Convention On The

Elimination Of All Forms Of Racial Discrimination 1965 (Studi Kasus :

Diskriminasi Rasis Terhadap Etnis Uighur Di China”. Dalam skripsi ini

Page 17: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

7

menjelaskan bentuk-betuk perlakuan diskriminasi rasial pemerintah China

berdasarkan Konvensi International tentang penghapusan segala bentuk

diskriminasi rasial terhadap etnis Uighur di China dan juga menjelaskan bagaimana

upaya-upaya yang dilakukan oleh Etnis Uighur dalam memperjuangkan haknya.

Ketiga, Jurnal yang berjudul “Tinjauan Yuridis Pelanggaran HAM terhadap

Muslim Uighur di China ditinjau dari hukum humaniter”. Jurnal ini menjelaskan

tentang peristiwa kejahatan yang menimpa Muslim Uighur di China telah menjurus

kepada Genosida, usaha pembersihan etnis karena dilakukan secara sistematis,

dimulai dengan kebijakan-kebijakan Pemerintah China yang menyudutkan

keberadaan Muslim Uighur. Jurnal ini juga menyebutkan bahwa Pemerintah China

melakukan pelanggaran HAM di Xinjiang, diantaranya pelanggaran kebebasan

beragama, warga Muslim Uighur dialarang untuk melakukan ritual keagamaan

seperti Sholat dan berpuasa pada saat bulan Ramadhan, Masjid-Masjid dijaga ketat

oleh pasukan keamanan pemerintah China. Jadi menurut penelitian ini Pemerintah

China telah melanggar Hak Asasi Manusia terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.

Keempat, Paper karya Baiq L.S.W. Wardhani (Departemen Hubungan

Internasional, FISIP, Universitas Airlangga) yang berjudul “Respons Cina atas

Gerakan Pan-Uyghuris di Provinsi Xinjiang”. Paper ini berisi tentang upaya-

upaya pemerintah China untuk mempertahankan wilayah Xinjiang dan mencegah

meluasnya gerakan Pan-UyGhurisme berkembang di China bagian barat adalah

masalah identitas, sumber daya alam dan geografi. Dalam Paper ini juga

menjelaskan bagaimana China mengambil hati kaum Uyghur di Xinjiang dengan

cara memberi prioritas pembangunan pada provinsi tertinggal itu agar mereka

bersedia meredam keinginannya untuk mendirikan negara merdeka sendiri. Jadi

paper ini menjelaskan bahwa upaya-upaya Pemerintah China meredam Gerakan

Pan-Uyghuris di Provinsi Xinjiang.

Page 18: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

8

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok

penulisan skripsi dan supaya memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata

urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai

berikut:

BAB I Pendahuluan. Pada bab ini dibahas Latar Belakang, Identifikasi,

Rumusan, dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode

Penelitian, Review Studi Terdahulu, serta Sistematika Pembahasan.

BAB II HAM Internasional. Pada bab ini diuraikan pembahasan mendetail

terkait HAM Internasional mulai dari Sejarah Deklarasi HAM Internasional,

Instrumen-instumen Hak Asasi Manusia Internasional, dan Hak Asasi Manusia

(HAM) Berat.

BAB III Etnis Minoritas Muslim Uighur. Pada bab ini dijelaskan mengenai

Sejarah Peradaban Etnis Muslim Uighur, Kehidupan Etnis Muslim Uighur sebagai

Warga Negara China, dan Konflik yang terjadi di Uighur Xinjiang China.

BAB IV Kebijakan Internasional Terhadap Praktik Pelanggaran Ham Di

Xinjiang Cina. Pada bab ini diuraikan Tinjauan HAM Internasional terhadap bentuk-

bentuk pelanggaran HAM di Xinjiang China, Respon Dunia Internasional terhadap

Pelanggaran HAM di Xinjiang China, dan Kebijakan Internasional terhadap Praktik

Pelanggaran Ham Di Xinjiang China

BAB V Penutup. Pada bab ini dirumuskan kesimpulan sebagai jawaban dari

rumusan masalah pada bab I dan diakhiri dengan saran sebagai masukan dalam

penelitian ini.

Page 19: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

9

BAB II

HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

A. Sejarah Deklarasi HAM Internasional

Hak asasi manusia (human rights) merupakan hak yang melekat pada diri

manusia sejak terlahir sebagai manusia. Hak asasi manusia bersifat universal karena

hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia tak

peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan

agama atau kepercayaan spritualnya.1 Hak dalam hak asasi manusia mempunyai

kedudukan atau derajat utama dan pertama dalam hidup bermasyarakat karena

keberadaan hak asasi hakikatnya telah dimiliki, disandang, dalam diri manusia sejak

saat kelahirannya. Seketika itu pulamuncul kewajiban dari manusia lain untuk

menghormatinya.2

Kepedulian internasional terhadap Hak Asasi Manusia merupakan satu hal

yang relatif baru. Argumentasi yang merujuk pada sejumlah traktat atau perjanjian

internasional yang sudah ada jauh sebelum perang dunia II meskipun sudah berkaitan

erat dengan isu kemanusiaan, tidak menjadi dasar yang kuat dalam pengaturan

tentang HAM itu sendiri. Setelah dimasukkan dalam Piagam PBB pada tahun 1945,

barulah kita dapat berbicara mengenai adanya perlindungan HAM yang sistematis

dalam sistem internasional.

Kekejaman Nazi terhadap tawanannya di kamp-kamp konsentrasi di Eropa

dan kekejaman Jepang di wilayah-wilayah pendudukannya di Asia selama perang

dunia II adalah contoh-contoh pelanggaran Hak Asasi Manusia yang menggugah hati

nurani umat manusia. Berdasar pada argumen inilah akhirnya pada tanggal 10

Desember 1948, Majelis Umum PBB memproklamirkan Deklarasi Universal Hak

1Soetandyo Wignjosoebroto, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar dan Perkembangan

Pengertiannya dari Masa ke Masa, (Jakarta: Elsam, 2007), h. 1.

2A. Masyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses

Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), (Bogor: Ghalia Utama,2005), h. 8.

Page 20: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

10

Asasi Manusia (DUHAM). DUHAM telah menjadi teks modern pertama tentang Hak

Asasi Manusia yang dirancang pada awal kelahiran Komisi Hak Asasi Manusia

PBB.3 Sebagai dokumen Internasional pertama, setiap kali kita menyebut hak-hak

asasi, dengan sendirinya rujukan paling baku ialah DUHAM. Ini wajar dan

merupakan keharusan, karena Universal Declaration of Human Rights merupakan

puncak konseptualisasi manusia sejagat yang menyatakan dukungan dan pengakuan

yang tegas tentang hak asasi manusia.4

Dalam Mukadimah piagam PBB telah tampak kontra yang besar terhadap

berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia yang kian terjadi. Dalam Mukadimah

piagam tersebut diatur mulai dari hukum alam hingga martabat yang melekat dalam

diri manusia dan hak-hak yang tak dapat dicabut dari padanya. Disebutkan pula

bahwa penghinaan terhadap Hak Asasi Manusia sama dengan menghina hati nurani

umat manusia. Oleh karena itu, Hak Asasi Manusia harus dilindungi oleh hukum.

Para Pelaku pelanggaran HAM haruslah dianggap sebagai musuh seluruh umat

manusia. Pasal 28 dari DUHAM adalah salah satu pasal yang resonansinya sangat

kental bagi perlindungan HAM secara internasional. Setiap orang berhak atas suatu

tatanan sosial atau tatanan internasional dimana hak dan kebebasan yang diatur dalam

DUHAM dapat direalisasikan.5

Lahirnya DUHAM membawa konsekuensi negara-negara anggota PBB untuk

menyatakan bahwa mereka mengakui hak-hak setiap orang sebagai hak asasi yang

harus dihormati, guna mencegah atau setidaknya mengurangi berbagai tindakan dan

kebijakan negara yang sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Berdasarkan

deklarasi ini, semua negara menyatakan kewajibannya untuk menghormati (to

3Larry Cox, A Vision of a World Made New: The Universal Declaration of Human Rights in a

Time of Fear, Jurnal Online ProQuest, (Februari 2004), h. Abstrac.

4Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dari Uud 1945 Sampai

Dengan Amandemen Uud 1945 Tahun 2002, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 4.

5Deklarasi Uniersal Hak Asasi Manusia (DUHAM), h.5.

Page 21: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

11

respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfil) hak-hak asasi setiap

warganya.6

Batas wilayah kedaulatan seharusnya tidak bisa menjadi halangan bagi

penegakan HAM yang universal, sehingga Bab VII dari piagam PBB memberikan

kewenangan bagi dewan keamanan PBB untuk melakukan intervensi terhadap

kedaulatan negara di mana terjadi pelanggaran HAM yang dapat mengancam

perdamaian dunia. DUHAM diproklamirkan oleh Majelis Umum PBB sebagai

standar umum pencapaian bagi semua orang dan semua bangsa, sehingga DUHAM

harus dipromosikan melalui pendidikan dan upaya-upaya progresif secara nasional

dan internasional untuk menjamin pengakuan dan kepatuhan universal dan efektif.

Hak asasi manusia yang telah diakui secara universal, idealnya haruslah dihormati

dan dilindungi oleh semua pihak. Hanya dengan penghormatan dan perlindungan

yang optimal, maka Hak Asasi Manusia benar-benar dapat ditegakkan dalam

kehidupan nyata masyarakat baik nasional maupun internasional.

Worldview Barat sekuler yang mendominasi deklarasi DUHAM tidak dapat

dihindarkan menjadi landasan bangunan epistemologi Universal Declaration Human

Rights yang justru membuat HAM dapat diterjemahkan secara “liar”. Akan tetapi

instrumen dan institusi PBB dianggap telah berhasil dalam beberapa hal terkait

penyusunan standar-standar hak asasi manusia secara universal. Dengan kata lain, ada

norma tertentu dalam penegakan HAM tanpa memandang latar belakang etnik,

agama, ideologi, atau kebangsaannya.7

Dalam hukum internasional, sebuah negara dianggap melakukan pelanggaran

berat Hak Asasi Manusia (gross violation of human rights) apabila: 1)Negara tidak

berupaya melindungi atau justru meniadakan hak-hak asasi warganya; 2)Negara yang

bersangkutan membiarkan terjadinya atau justru melakukan melalui aparat-aparatnya

6Suryadi Radjab, Dasar-dasar Hak Asasi Manusia, (Jakarta: PBHI, 2002), h.7.

7Chandra Muzaffar, Human Rights And New World Order, Hak Asasi Manusia Dalam Tata

Dunia Baru Menggugat Dominasi Global Barat, penerjemah Poerwanto, (Bandung: Mizan, 1995), h.

200.

Page 22: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

12

tindakan kejahatan internasional (international crime) atau kejahatan serius (serious

crime) berupa kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), kejahatan

genosida (crimes of genocide), kejahatan perang (crimes of war) dan atau kejahatan

agresi (agression).

Berdasarkan 2 poin di atas maka secara teoritis dapat disimpulkan bahwa

setiap subjek hukum yang berkewajiban untuk menghormati dan melindungi Hak

Asasi Manusia, berpotensi pula untuk melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Peristiwa pelanggaran HAM dapat terjadi di mana saja di muka bumi ini, baik di

negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Hal itu dilakukan oleh

negara melalui aparat-aparatnya, oleh individu ataupun kolaborasi antara keduanya.

Sejarah telah mencatat tentang pelanggaran HAM oleh negara, di mana kebanyakan

pelanggaran HAM justru dilakukan oleh negara, baik secara langsung melalui

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aparatnya terhadap warga negaranya sendiri

maupun warga negara lain. Selain itu dapat melalui kebijakan-kebijakan baik di

tingkatan nasional maupun internasional yang berdampak pada tidak dipenuhinya

hak-hak asasi warga negaranya sendiri atau hak-hak asasi warga negara lain.

Setelah perang dunia kedua, pada tahun 1946 disusunlah rancangan Piagam

Hak-Hak Asasi Manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi

Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi

Hak Asasi Manusia (Commission of Human Right).8 Sidangnya dimulai pada bulan

Januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Roosevelt yang diikuti oleh . Setelah

dua tahun dibentuk, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang

diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris. Dalam sidang ini telah melahirkan karya

berupa UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau Pernyataan

Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara

yang terwakili dalam Sidang Umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya,

8Desra Percaya, Indonesia, PBB, dan Hak Asasi Manusia Internasional, Jurnal Ketahanan

Nasional, (Vol VIII No 2, April 2003), h. 61.

Page 23: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

13

8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10

Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.9

Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, bahwa

setiap orang mempunyai Hak:10

a) Hidup;

b) Kemerdekaan dan keamanan badan;

c) Diakui kepribadiannya;

d) Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk

mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum,

dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah;

e) Masuk dan keluar wilayah suatu Negara;

f) Mendapatkan Suaka;

g) Mendapatkan status kenegaraan/kebangsaan;

h) Mendapatkan hak milik atas benda;

i) Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan;

j) Bebas memeluk agama;

k) Mengeluarkan pendapat;

l) Mengadakan rapat dan berkumpul;

m) Mendapat jaminan sosial;

n) Mendapatkan pekerjaan;

o) Berdagang

p) Mendapatkan pendidikan

q) Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat

r) Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.

Majelis umum memproklamirkan pernyataan sedunia tentang Hak Asasi

Manusia sebagai tolak ukur dalam menjamin pengakuan dan pemenuhan HAM.

9United Nations Human Rights Council, https://www.ohcr.org/EN/HRBodies/HRC/

Pages/Membership.aspx, diakses pada Kamis, 19 September 2019, Pukul 14.46.

10

DUHAM

Page 24: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

14

Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral

berkewajiban menerapkannya. Konsep hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan

konsep tertib dunia, karenanya tanpa memperhatikan konsep HAM tersebut, apa yang

dinamakan atau diusahakan manusia untuk mewujudkan tertib dunia akan sulit

dicapai. Demikian pula tujuan hukum dan tujuan ilmu-ilmu lainnya yang bersama-

sama berusaha mengangkat derajat manusia agar lebih adil, makmur, sejahtera, aman,

tertib, dan tenteram tidak akan mudah diraih.11

B. Instrumen-instrumen Hak Asasi Manusia Internasional

Meskipun DUHAM telah diterima tetapi karena sifatnya sebagai deklarasi,

maka tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum, sehingga tujuan deklarasi

sebagai pengakuan martabat manusia sulit diwujudkan. Untuk itu supaya tujuan

DUHAM, dapat menjadi kenyataan diperlukan alat/instrumen HAM Internasional.

Instrumen HAM Internasional merupakan alat yang berupa standar-standar

pembatasan pelaksanaan dan mekanisme kontrol terhadap kesepakatan kesepakatan

antar negara tentang jaminan HAM yang instrument hukum internasional HAM

(International Bill of Right).

Instrumen hukum internasional HAM tersebut bentuknya berupa kovenan

(perjanjian) dan protokol , Kovenan , yaitu perjanjian yang mengikat bagi Negara -

negara yang menandatanganinya. Istilah covenant (kovenan) digunakan bersarnaan

dengan treaty (kesepakatan) dan convention (konvensi/perjanjian). Sedangkan

protokol merupakan kesepakatan dari negara-negara penandatangannya yang

memiliki fungsi untuk lebih lanjut mencapai tujuan-tujuan suatu kovenan. Ketika

Majelis Umum PBB mengadopsi atau menyetujui sebuah konvensi atau protokol,

maka terciptalah standar internasional, dan negara-negara yang meratifikasi konvensi

itu berjanji Untuk menegakkannya. Ada sekitar 30 kovenan yang telah diratitikasi

11

A. Masyhur Effendy, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses

Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM), (Jakarta: Galia Indonesia, 2005), h.

127.

Page 25: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

15

sejak DUHAM dideklarasikan 50 tahun yang lalu. Pemerintah yang melanggar

standar yang telah ditentukan konvensi kemudian dapat digugat oleh PBB.

Berbagai instrumen HAM yang berlaku secara internasional, diantaranya:12

1) Kovenan International tentang hak - hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (The

International Covenant on Economic, Social and Cultue Rights)

Kovenan ini lahir pada tuhun 1966, diadopsi pada 16 Desember 1975, dan

berlaku pada 3 Januari 1976. Kovenan ini mengakui bahwa setiap manusia memiliki

hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak ekonomi, sosial dan budaya mencakup: hak

atas pekerjaan; hak untuk membentuk serikat kerja; hak atas pensiun; hak atas tingkat

kehidupan yang layak bagi dirinya dan keluarganya, termasuk makanan, pakaian dan

perumahan yang layak; dan hak atas pendidikan.

2) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (The International

Covenant on Civil and Political Right/ICCPR)

ICCPR merupakan produk perang dingin hasil kompromi politik antara

kekuatan negara blok Sosialis melawan blok Kapitalis. Situasi politik dunia semasa

perang dingin (Cold War) mempengaruhi proses legislasi perjanjian internasional

HAM yang digarap oleh Komisi HAM PBB. Hal ini terlihat dengan adanya

pemisahan kategori hak sipil dan politik dengan hak dalam kategori ekonomi, sosial

dan budaya dalam 2 kovenan (perjanjian internasional) yang semula diintegrasikan

dalam 1 kovenan. Realitas politik menghendaki lain (kovenan yang satu yakni

Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International

Covenan on Economic, Social and Cultural Rights/ICESCR). Kovenan kedua lahir

pada situasi tak kondusif.13

12Desra Percaya, Indonesia, PBB, dan Hak Asasi Manusia Internasional, Jurnal Ketahanan

Nasional, (Vol VIII No. 2, April 2003), h. 63.

13

Moh. Rosyid, Menggugah peran hukum humaniter internasional Islam dalam mengurai

konflik etnis perspektif sejarah, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, (Vol. 12 No. 2,

Desember 2012), h. 197

Page 26: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

16

Kovenan ini lahir tahun 1966, diadopsi pada 16 Desember 1975 dan berlaku

pada 23 Maret pada 1976. Pasal 27 International Convenant on Civil and Political

Rights menjamin hak atas identitas nasional, etnis, agama, atau bahasa, dan hak untuk

mempertahankan ciri-ciri yang ingin dipelihara dan dikembangkan oleh kelompok

tersebut. Dalam pasal ini tidak dibedakan perlakuan yang diberikan negara kepada

kelompok minoritas yang diakui atau tidak. Sehingga ketentuan ini berlaku bagi

kelompok minoritas yang diakui oleh suatu negara maupun kelompok minoritas yang

tidak mendapat pengakuan resmi negara.

Hak-hak sipil dan politik yang dijamin dalam kovenan ini yaitu: hak atas

hidup; hak atas kebebasan dan keamanan diri; hak atas keamanan di muka badan -

badan peradilan; hak atas kebebasan berpikir, mempunyai keyakinan, beragama; hak

berpendapat tanpa mengalami gangguan; hak atas kebebasan berkurnpul secara

damai; dan hak untuk berserikat. ICCPR memuat ketentuan pembatasan penggunaan

kewenangan oleh aparatur negara yang represif. ICCPR diratifikasi lebih dari 141

negara, artinya tidak kurang dari 95 persen negara anggota PBB -berjumlah 159

negara- menjadi Negara Pihak (State Parties) dari kovenan tersebut. Dari segi tingkat

ratifikasi, kovenan memiliki tingkat universalitas tinggi dibanding dengan perjanjian

internasional HAM lainnya.14

3) Protokol Opsional pada Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik

Protokol opsional ini, diadopsi pada 16 Desember 1975, dan berlaku pada 23

Maret 1976. Protokol Opsional/pilihan berisikan pemberian tugas pada komisi Hak

Asasi Manusia untuk menerima dan mempertimbangkan pengaduan dari individu-

individu warga dalam wilayah kekuasaan negara peserta Kovenan yang menjadi

peserta Protokol. Pengaduan itu dapat diajukan secara tertulis kepada Komisi Hak

Asasi Manusia, setelah semua upaya domestik (dalam negara warga yang

bersangkutan) yang tersedia telah ditempuhnya, tetapi tidak menampakkan hasil.

14Moh. Rosyid, Menggugah peran hukum humaniter internasional Islam dalam mengurai

konflik etnis perspektif sejarah, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, (Vol. 12 No. 2,

Desember 2012), h. 198.

Page 27: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

17

4) Konvensi Internasional Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi terhadap

Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination

Agains Women/CEDAW)

Konvensi ini mulai berlaku tahun 1981. Dokumen ini merupakan alat hukum

yang paling lengkap (komprehensif) berkenaan dengan hak - hak asasi wanita, dan

mcncakup peranan dan status mereka. Dengan demikian dokumen ini merupakan

dasar untuk menjamin persamaan wanita di negara-negara yang meratifikasinya.

5) Konvensi Internasional penghapusan terhadap Semua bentuk Diskriminasi Rasial

(International Convention on the Elimination of All Forms of Racial

Diskrimination)

International Convention on the Elimination of All Forms of Racial

Discrimination memberikan perlindungan terhadap kebebasan dari diskriminasi.

Konvensi ini meminta Negara peserta untuk dapat mengambil langkah-langkah yang

dapat menghilangkan praktik diskriminasi dan mempromosikan kesetaraan

kesempatan dan hubungan baik antara orang-orang dari kelompok ras yang berbeda.15

6) Konvensi Hak – hak Anak (Convention on the Rights of the Child)

Konvensi ini disepakati Majelis Umum PBB dalam sidangnya ke 44 pada

Desember 1989. Menurut konvensi ini pengertian anak yakni setiap orang yang masih

berumur di bawah 18 tahun. Kecuali jika berdasarkan hukum yang berlaku bagi anak

menentukan batas umur yang lebih rendah dari 18 tahun. Konvensi ini dicetuskan

karena ternyata di berbagai belahan dunia, meskipun telah di deklarasikan DUHAM

yang juga melindungi harkat anak-anak sebagai manusia, ternyata belum

dilaksanakan dengan baik. Banyak anak di bawah umur, dikirim ke medan perang,

diperkosa, dan Perlakukan dengan tidak layak.

15

International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination Pasal 2

Page 28: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

18

C. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat

Pelanggaran HAM berat (The most serious crime/ Gross violation of human

rights) dalam hukum internasional diatur dalam International Criminal Court.

Menurut pasal 5 ICC dikenal empat jenis pelanggaran HAM berat, yaitu:16

1. Genosida (Genocide)

Menurut pasal 6 ICC Genosida adalah salah satu atau lebih dari beberapa

perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memusnahkan seluruh atau sebagian

kelompok bangsa, etnis, ras atau agama seperti:

a) Membunuh anggota kelompok;

b) Menyebabkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadaap anggota

kelompok;

c) Sengaja menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan

kemusnahan secara fisik baik seluruhnya atau sebagian;

d) Memaksa tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran dalam suatu

kelompok;

e) Memindahkan secara paksa anak-anak dari suatu kelompok ke kelompok

lainnya.

2. Kejahatan terhadap kemanusiaan (Crimes against Humanity)

Menurut pasal 7 ICC kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu atau

lebih dari beberapa perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sebagai bagian dari

serangan yang sistematis dan meluas yang langsung ditujukan terhadap penduduk

sipil seperti: 17

a) Pembunuhan;

b) Pemusnahan;

16I Gede Widhiana Suarda, Hukum Pidana Internasional sebuah pengantar, (Bandung: Citra

Aditya, 2012), h. 178-180.

17

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, Fungsi dan Era Dinamika Global

Edisi Kedua, (Bandung: Alumni, 2005), h. 295-296.

Page 29: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

19

c) Perbudakan;

d) Deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa;

e) Pengurungan atau pencabutan kemerdekaan fisik secara sewenang-wenang dan

melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional;

f) Penyiksaan; Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,

kehamilan secara paksa, sterilisasi secara paksa, atau berbagai bentuk kekerasan

seksual lainnya;

g) Penindasan terhadap suatu kelompok yang dikenal atau terhadap suatu kelompok

politik, ras, bangsa,etnis, kebudayaan, agama, jenis kelamin, sebagaimana

dijelaskan dalam ayat 3 atau kelompok-kelompok lainnya, yang secara universal

tidak diperbolehkan dalam hukum internasional sehubungan dengan perbuatan

yang diatur dalam ayat ini atau kejahatan dalam yurisdiksi mahkamah;

h) Penghilangan orang secara paksa;

i) Kejahatan rasial/ apartheid;

j) Perbuatan tidak manusiawi lainnya yang serupa, yang dengan sengaja

mengakibatkan penderitaan yang berat, luka serius terhadap tubuh, mental atau

kesehatan fisik sesorang.

3. Kejahatan Perang (Crimes of war)

Menurut pasal 8 ICC kejahatan perang adalah tindakan yang dilakukan

sebagai bagian dari rencana atau kebijakan atau bagian dari skala besar perintah

untuk melakukan kejahatan tersebut.18

Menurut ICC kejahatan perang adalah

pelanggaran-pelanggaran berat terhadap konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949,

yaitu perbuatan-perbuatan terhadap orang atau harta benda yang dilindungi oleh

ketentuan-ketentuan dari konvensi yang relevan:

18Statuta Roma Pasal 8, h. 6.

Page 30: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

20

a) Pelanggaran-pelanggaran serius lainnya terhadap hukum dan kebiasaan yang

berlaku dalam konflik bersenjata internasional dalam kerangka hukum

internasional;

b) Pelanggaran-pelanggaran serius terhadap pasal 3 yang berlaku bagi keempat

konvensi Jenewa dalam sengketa bersenjata yang bukan bersifat interna sional.

4. Agresi (Agression)

Sepanjang yang menyangkut kejahatan agresi, belum ada kesepakatan

mengenai definisinya atau kejahatan-kejahatan apa saja yang dapat dikategorikan

sebagai agresi, mengingat tidak cukupnya waktu untuk membahas selama

berlangsungnya koferensi di Roma. Oleh karena itu, kejahatan agresi ini hanya akan

dapat ditangani oleh maICC apabila majelis negara-negara pihak (The Assebly of

states parties) telah mencapai kepakatan mengenai definisi, unsur-unsur dan kondisi

dari agresi itu sendiri.19

Mengenai keberadaan tindakan agresi ini kita dapat merujuk pada ketentuan-

ketentuan yang terdapat dalam bab VII Piagam PBB yang berjudul Tindakan yang

berhubungan dengan ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran perdamaian,dan

tindakan-tindakan agresi. Khusus pasal 39, dewan keamanan PBB dapat menentukan

ada atau tidaknya ancaman terhadap perdamaian dan membuat rekomendasi atau

menetukan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk memelihara dan

memulihkanperdamaian dan keamanan internasional. Sehuibungan dengan itu statuta

dalam pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa ketentuan untuk memberlakukan yurisdiksi

mahkamah terhadap suatu tindak pidana agresi ini harus sesuai dengan ketentuan

yang terdapat dalam piagam PBB.

Dalam hal terjadi pelanggaran HAM internasional terdapat satu lembaga

khusus yang dibentuk sebagai upaya penyelesaian setiap permasalahan HAM yang

disebut International Criminal Court (ICC). Sebagai subjek hukum internasional,

19

I Gede Widhiana Suarda, Hukum Pidana Internasional sebuah pengantar, ............ h. 181.

Page 31: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

21

ICC bukanlah sebagai lembaga yang berada di bawah organ PBB, ICC berada setara

dengan PBB walaupun kenyataannya, berdirinya ICC tidak lepas dari prakarsa PBB.

Hal ini terlihat dari bunyi Pasal 2 Statuta Roma 1998 yang menyatakan:

“The Court shall be brought into relationship with the United Nations through an

agreement to be approved by the Assembly of States Parties to this Statute and

thereafter concluded by the President of the Court on its behalf”

Layaknya peradilan pidana pada umumnya, ICC juga dilengkapi oleh lembaga

selain hakim dan jaksa, yaitu Staf ICC yang bertugas mengurusi segala operasional

dan administratif ICC, termasuk kepaniteraan. Panitera inilah yang mengepalai kantor

kepaniteraan (registry) dan merupakan pejabat administratif utama dari ICC. Hal ini

sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Pasal 43 Statuta Roma 1998. Menurut

Pasal 36 Statuta Roma 1998, hakim ICC berjumlah 18 (delapan belas) hakim yang

dipilih untuk masa jabatan 9 tahun oleh Negara-negara pihak Statuta Roma 1998.

hakim-hakim tersebut harus merupakan warga Negara dari Negara-negara pihak

Statuta Roma 1998, dan tidak ada 2 (dua) hakim dari satu warga Negara yang sama.

Hakim-hakim tersebut setidaknya menguasai salah satu dari dua bahasa kerja yang

digunakan di ICC.20

ICC memiliki yurisdiksi material terhadap empat jenis tindak pidana yang

dinyatakan dalam Pasal 5 - Pasal 8 Statuta Roma 1998. Menurut Pasal 5 Statuta

Roma 1998, Perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam yurisdiksi ICC antara lain:

Genosida, dijabarkan dalam Pasal 6 Statuta Roma 1998; Kejahatan terhadap

kemanusiaan, dijabarkan dalam Pasal 7 Statuta Roma 1998; Kejahatan perang,

dijabarkan dalam Pasal 8 Statuta Roma 1998; dan Kejahatan agresi.

20Statuta Roma Pasal 36, h. 22

Page 32: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

22

BAB III

ETNIS MINORITAS MUSLIM UIGHUR

A. Sejarah Peradaban Etnis Muslim Uighur

Sejarah peradaban umat Islam di China dapat ditelusuri sejak masa Dinasti

Tang (618-907 M) yang ditandai dengan semakin meningkatnya pedagang Arab dan

Persia yang singgah di pelabuhan-pelabuhan China. Sumber lain juga menyebutkan

bahwa selama kurun waktu 147 tahun dari tahun 651 M hingga 798 M, Arab telah

mengirim utusannya lebih dari 37 kali ke China. Hal itu membuktikan masyarakat

China telah mengenal atau setidaknya mereka telah melakukan interaksi dengan

orang-orang Islam sejak abad ke-7 M. Selain itu bukti sejarah ini juga menunjukkan

penyebaran Islam di China dilakukan secara damai bukan dengan cara peperangan

layaknya penyebaran di wilayah Timur Tengah, Afrika dan sebagian Eropa pada

masa itu.1

Pada perkembangan selanjutnya, dinamika kehidupan umat Islam baik dalam

segi kultur, sosial, budaya dan pendidikan terbentuk selama beberapa generasi di

bawah dinasti penguasa China seperti Dinasti Sung (960-1279M), Dinasti Yuan

(1279-1368 M), Dinasti Ming (1368-1644 M), Dinasti Manchu (1644-1912 M), masa

Republik Nasionalis (1911-1949 M), dan masa Republik Rakyat China (1948-

sekarang). Penduduk Muslim terbanyak di China yakni di Xinjiang terutama suku

Uighur dan suku Hui meskipun tetap menjadi etnis minoritas di China. Xinjiang

adalah nama yang diberikan oleh Dinasti Ching (Manchu). Jauh sebelum dinasti

Ching menguasai negeri ini di abad 18, negeri ini dikenal dengan nama Turkistan

Timur yang berarti “wilayah orang-orang Turki” dan merujuk kepada wilayah Utara

Sungai Sir di Asia Tengah. Xinjiang atau Turkistan Timur awalnya merupakan

propinsi muslim dengan ibukotanya Kashgar. Bahasa Arab dan kebudayaan Islam

1Ismail Suardi Wekke Rusdan, Minoritas Muslim Di China: Perkembangan, Sejarah Dan

Pendidikan, Jurnal Ijtimaiyya Pengembangan Masyarakat Islam (Vol. 10 No.1, April 2017), h. 144.

Page 33: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

23

tersebar di negeri ini sehingga menghasilkan sarjana-sarjana terkemuka seperti

Sadiduddin Kashgari dan Mahmud Kashgari di zaman Abbasiyah.

Pada tahun 466 H/1073 M suku-suku Turki menyerbu Turkistan Utara dan

pada abad tiga belas diikuti oleh tentara Mongol di bawah Cingis Khan, yang

ibukotanya adalah Karakorum (Pasir hitam) di Turkistan timur. Turkistan Timur

menjadi suatu negara merdeka di bawah orang-orang Mongol yang telah diIslamkan,

hingga pada abad ke tujuh belas Turki diserbu oleh penguasa Manchu China.Suatu

pemberontakan dilancarkan pada 1289 H/1872 M kepada penguasa Manchu dan

pemberontakan itu sukses menghasilkan kemerdekaan dibawah Raja Yaqub-Beg.

Namun kemerdekaan ini tidak berlangsung lama hanya bertahan selama empat tahun.

Negeri ini pun diserbu kembali oleh China pada 1293 H/1876 M yang mengubahnya

pada 1301 H/1884 M menjadi salah satu propinsi China yakni Provinsi Xinjiang.

Mao Tse Tung menawarkan daerah otonom, provinsi dan kabupaten kepada

berbagai kelompok etnis dengan janji untuk menemukan persamaan konteks seperti

itu dengan mayoritas orang China. Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR)

diproklamirkan pada tahun 1955 namun janji komunis untuk otonomi bagaimanapun

hanya telah dipenuhi secara nominal. Ketika terjadi kerusuhan dari berbagai etnis,

Pemerintah China bersikap cukup keras dalam menyikapi berbagai kerusuhan di

Xinjiang. Pemerintah memilih agar persoalan etnis minoritas di Xinjiang dieliminasi

secara agresif melalui agresi militer. China melakukan tindakan represif dengan

alasan utama yang menyangkut kepentingan nasional China yaitu keutuhan wilayah.2

Hal yang menjadi pertimbangan sendiri bagi pemerintah China mengingat

keutuhan wilayah ialah bagian kedaulatan negara yang tidak dapat dielekan oleh

negara manapun, ditambah wilayah Xinjiang memang sangat bernilai penting bagi

China. Xinjiang bernilai sangat ekonomis. Terutama sejak penemuan ladang minyak

yang menambah posisi Xinjiang secara geoekonomi lebih penting dan merupakan

wilayah paling krusial bagi China. Pemerintah China sudah tentu tidak mau

2“Kebijakan Represif China pada Muslim Xinjiang”, https://tirto.id/kebijakan-represif-cina-

pada-muslim-xinjiang-cnA4, diakses pada 05 Oktober 2019, Pukul 03.01.

Page 34: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

24

melepaskan wilayah ini begitu saja. Xinjiang adalah penghasil terbesar kapas,

lavender, dan hop. Areal tanaman lavender dan produksinya di Kabupaten Ili

merupakan 90% dari total tanaman nasional. Selain itu, dengan padang rumput

terbesar kedua, Xinjiang merupakan salah satu daerah peternakan domba dan wol

yang menjadi basis produksi di Cina.

Xinjiang juga kaya akan sumber daya energi. Wilayah ini memiliki cadangan

terbesar minyak, gas alam dan batu bara di dalam negeri. Adapun cadangan batubara

sebesar 40% dari total negara. Cadangan minyak dan gas yang ditemukan di Tarim,

Junggar dan Turpan-Hami wilayah Xinjiang ialah seperempat dan sepertiga dari total

negara. Xinjiang bahkan memiliki sumber daya mineral yang besar juga. Ada lebih

dari 130 jenis deposit mineral didirikan. Cadangan beryllium and mica di wilayah ini

adalah yang tertinggi.

Selain itu, berdasarkan gambar di atas secara geopolitik, wilayah Xinjiang

memang sangat penting terutama karena wilayah ini merupakan wilayah penyangga

atau buffer zone bagi China. Xinjiang tidak bisa dilihat hanya bagian dari China tapi

juga merupakan bagian dari Asia Tengah. Wilayah ini menjadi semakin penting

karena berdekatan dengan Asia Tengah. Xinjiang yang mengalami ketidakstabilan

tentu akan mengganggu China. Wilayah ini, akan sangat rentan terutama bisa

meningkatkan angka illegal trafficking seperti penyelundupan senjata dan human

trafficking dari dan menuju Asia Tengah.

Berdasarkan arti penting ekonomis dari wilayah Xinjiang ini, maka penting

bagi pemerintah Cina untuk mengamankan wilayah Xinjiang terutama dengan

menjaga Xinjiang tetap dalam wilayah bagian China. Pemerintah China cenderung

tidak akan membiarkan Xinjiang lepas dari China dan akan mempertahankan

keutuhan wilayah China.3

3Ismail Suardi Wekke Rusdan, Minoritas Muslim Di China: Perkembangan, Sejarah Dan

Pendidikan, Jurnal Ijtimaiyya Pengembangan Masyarakat Islam (Vol. 10 No.1, April 2017), h. 144.

Page 35: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

25

B. Kehidupan Etnis Muslim Uighur sebagai Warga Negara China

Kehidupan Sosial Umat Islam di China secara garis besar dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok kebangsaan utama yaitu: Turki yang terdiri

dari orang-orang Uighur, Kirghiz, Kazakh, Uzbek dan orang-orang muslim

percampuran antara bangsa Salar dan Hicu. Uighur sendiri merupakan kelompok inti

penduduk muslim yang ada di Turkestan Timur. Penduduk pribumi atau non Islam

sering memanggilnya dengan sebutan Hui Hui. Sementara Tajik merupakan sebutan

bagi muslim lainya yang menggunakan bahasa Persi. Terdapat pula muslim Mongol,

Lolo, Sihia, Tao dan juga Tibet yang merupakan bagian minoritas dari Muslim China.

Meski demikian, orang-orang Islam di China sendiri lebih suka menyebut mereka

dengan sebutan Chew-Min, sementara agamanya disebut dengan Tsing Ching Chew

yang artinya agama yang suci.4

Pada dasarnya masyarakat muslim China cenderung hidup komunal yang

terpisah dari penduduk yang memiliki kepercayaan yang berbeda, baik itu ketika

mereka tinggal di kota maupun di desa. Meski demikian, mereka selalu berusaha

untuk menjaga sikap agar terhindar dari sifat pamer atau melakukan konfrontasi yang

sekiranya dapat menyulut/menyinggung perasaan penganut agama lain. Umat Islam

China biasanya juga membuat kampung-kampung khusus untuk mereka dan bagi

orang-orang Han, sangat mudah untuk mengenali rumah-rumah orang Muslim karena

mereka memiliki konsep bentuk rumah yang berbeda.

Kehidupan sehari-hari masyarakat muslim China sepenuhnya adalah

kebiasaan dan tata cara kehidupan masyarakat setempat seperti halnya rambut

panjang yang dikucir khas ala masyarakat China. Tradisi ini sudah ada sejak zaman

Dinasti Manchu dan mereka masih menggunakan sebagian besar kebiasaaan tersebut

hingga masa kini. Cara berpakain juga tidak jauh berbeda dengan masyarakat China

non-muslim pada umumnya, yang membedakan, umat Islam China akan

4Dawoud C.M Ting, Kebudayaan Islam Di China, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980), h. 398.

Page 36: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

26

menggunakan tambahan sorban ketika hendak pergi ke masjid.5 Keadaan yang

sebaliknya terjadi pada umat Islam Uyghur dari Xinjiang dan umat Islam Kazakh dari

daerah barat laut China. Mereka yang tinggal di daerah tersebut umumnya memiliki

kebiasaan berpakaian yang berbeda dengan masyarakat China pada umumnya. Di

bagian barat laut, para wanita muslim menggunakan cadar atau penutup muka apabila

mereka hendak melakukan aktifitas di luar rumah. Sementara itu di beberapa daerah

para wanitanya juga mengenakan sorban dan para kaum laki-lakinya menggunakan

tutup kepala yang berwarna putih dan lebar.

Di daerah Xinjiang, kaum muslim laki-laki menggunakan penutup kepala

berukuran kecil yang berwarna-warni serta bersulam. Ada juga yang menggunakan

sorban dari bahan katun berwarna putih dan kuning. Sedangkan di beberapa daerah

Xinjiang yang lainya, kaum laki-laki muslim menggunakan peci (kufiah) ketika

menunaikan shalat jumat. Adapun pemakaian sutera hanya diperuntuhkan bagi para

perempuan muslim dan laki-laki yang dianggap sebagai pemuka agama. Perbedaan

tradisi dan gaya hidup ini yang membuat muslim Uighur sering diasosiasikan dengan

keinginan Muslim Uighur yang ingin memisahkan diri dari pemerintah China. Oleh

karena itu, akhir akhir ini kita sering melihat tindakan agresif dari pemerintah China

kepada umat Islam Uighur di Xinjiang China (begitu juga sebaliknya).6

Islam dengan tegas melarang umatnya untuk memakan beberapa jenis

makanan tertentu. Aturan ini juga diterapkan oleh masyarakat muslim di China

dengan cara berhati-hati dalam memilih makanan. Mereka tidak memakan daging

babi, darah, bangkai, hewan persembahan serta hewan-hewan yang diharamkan

lainya. Mereka juga menghindari mengkonsumsi rokok, arak dan opium (candu).

Rumah makan halal juga banyak dibangun disana dengan tidak menyediakan

masakan berbahan daging babi. Sementara itu arak masih tetap tersedia untuk

5Thomas W Arnold, Sejarah Dakwah Islam (diterjemahkan oleh A. Nawawi Rambe),

(Jakarta: Widjaya, 1979), h. 26.

6Baiq L.S.W. Wardhani, “Respon China Atas Gerakan Pan-Uyghuris Di Provinsi Xinjiang”,

(dalam Paper yang diterbitkan oleh Departemen Hubungan Internasional, FISIP UNAIR, Surabaya),

2011, h. 295.

Page 37: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

27

kalangan orang nonmuslim dan mereka akan memisahkan cangkir-cangkir yang

digunakan untuk menuang arak dengan cangkir yang digunakan oleh orang Islam.

Tidak cukup sampai disitu, mereka juga mempunyai kedai, toko roti dan parfum yang

tidak mengandung alkohol atau obat-obatan yang tidak diperbolehkan oleh Islam.

Umat Islam di China terkenal ulet dalam bidang perekonomian dan dagang seperti

halnya masyarakat pribumi pada umumnya.

Karena terlalu lama putus hubungan dengan dunia luar secara tidak sadar

umat Islam China telah membuat mereka menjadi sedikit terpengaruh oleh ajaran

konfusianisme dan Budhisme dalam beberapa hal, diantaranya dalam hal penyebutan

tempat ibadah yang menggunakan kata syih yang berarti masjid. Kata syih sendiri

merupakan penyebutan kuil bagi agama Budha. Masjid-masjid yang ada di China

juga memiliki kemiripan dengan kuil Kong Hu Chu dan kuil Budha apabila diamati

dari luar.

Apabila melihat kehidupan sosial masyarakat Islam di China, terlihat jelas

bahwa mereka dapat membaur dengan budaya masyarakat setempat. Mereka tetap

menjunjung tinggi adat istiadat yang ada, disamping mereka tetap berusaha

menjalankan perintah agama. Akulturasi budaya semacam ini hanya dapat kita

temukan di daerah-daerah yang menerima Islam melalui cara damai. Tidak seperti

penyebaran Islam di kawasan Timur Tengah yang menggantikan budaya setempat

(pribumi) dengan budaya Arab, Islam di China lebih luwes dan mampu

menyesuaikan diri dengan situasi rezim pada masanya. Alasan inilah yang sekiranya

membuat Islam tetap eksis hingga saat ini di negeri yang berpaham komunis (China

yang sekarang) meski dengan jumlah yang minoritas.7

Pasca revolusi China, mereka berusaha untuk mempertemukan antar berbagai

golongan bangsa dan membentuk persatuan diantara masyarakat China. Orang

muslim sendiri tidak bisa lepas dari kebudayaan Hang yang sudah mengakar kuat

dalam tradisi China. Meski demikian dalam hal perkawinan, nilai moral, makanan

7Ismail Suardi Wekke Rusdan, Minoritas Muslim Di China: Perkembangan, Sejarah Dan

Pendidikan, Jurnal Ijtimaiyya Pengembangan Masyarakat Islam (Vol. 10 No.1, April 2017), h. 165.

Page 38: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

28

dan etika sosial tetap pada batasan-batasan agama Islam. Tidak ditemukan

perkawinan campuran antara muslim dengan non-muslim, bahkan untuk bisa

menikahi seorang perempuan nonmuslim (yang menurut hukum syari diperbolehkan),

adat masyarakat muslim China tetap mengharuskan calon mempelai perempuan untuk

masuk agama Islam terlebih dahulu.

C. Konflik Uighur Xinjiang

Sejak pengambilalihan pemerintah Komunis di wilayah Turkistan pada tahun

1949, jumlah orang China Han penganut komunisme di wilayah itu meningkat dari

6,7% menjadi 40,6%, menurut angka resmi. Mereka ini yang kemudian muncul

menjadi pengendali seluruh fungsi dan aktivitas politik utama di kawasan Xinjiang.

Dengan dukungan pemerintah China, mereka juga memberlakukan keadaan yang

mengisolasi dan membatasi pelaksanaan ritual keagamaan, dan melarang Muslim

Uighur menggunakan bahasanya di sekolah. Bermula dari kebijakan-kebijakan

diskriminatif itulah mengakibatkan konflik antara Muslim Uighur dengan pemerintah

China sekaligus juga konflik etnis antara suku Uighur dengan suku Han.

Pemarjinalan kaum muslim Uighur oleh pemerintah China disebabkan salah satunya

karena wilayah Xinjiang memiliki sumber daya alam yang melimpah.8

Islam adalah bagian integral kehidupan dan identitas warga Uighur Xinjiang,

dan salah satu keluhan utama mereka terhadap pemerintah Cina adalah tingkat

pembatasan yang diberlakukan oleh Beijing terhadap kegiatan keagamaan mereka.

Jumlah masjid di Xinjiang merosot jika dibandingkan dengan jumlah pada masa

sebelum tahun 1949, dan institusi keagamaan itu menghadapi pembatasan yang

sangat ketat. Anak-anak di bawah usia 18 tahun tidak diizinkan beribadah di masjid.

Pemerintah juga berupaya menerapkan larangan berpuasa kepada masyarakat Uighur.

Hal ini dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tetap membiarkan toko makanan

buka pada bulan ramadan, menambah porsi jam olahraga di sekolah pada siang hari,

8Gita Karisma, Konflik Etnis Di Xinjiang: Kebijakan Monokultural Dan Kepentingan Negara

China Terhadap Keutuhan Wilayah, Jurnal Sosiologi, (Vol. 19, No. 1), h. 41.

Page 39: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

29

hingga peraturan pemerintah yang tidak memperbolehkan pegawai negeri atau

pekerja sektor pemerintahan untuk berpuasa dengan alasan dapat mengurangi

produktifitas kerja. Lembaga-lembaga Islami lain yang dulu menjadi bagian sangat

penting bagi kehidupan kegamaan di Xinjiang juga dibatasi termasuk persaudaraan

Sufi, yang berpusat di makam pendirinya.9

China secara ketat menempatkan pos-pos pemeriksaan di seluruh wilayah

hingga perbatasan Xinjiang. Alasan pemerintah China melakukan hal itu adalah untuk

mencegah penyebaran ideologi radikal di kalangan etnis Uighur. Pihak etnis Uighur,

justru menyatakan perlakuan pemerintah China yang memicu radikalisme dan

ekstremisme. Muslim Uighur yang berjumlah sekitar 13 juta orang juga dipaksa

menjalani indoktrinasi politik, hukuman kolektif, pembatasan gerak dan komunikasi,

pengekangan agama yang meningkat, serta pengawasan massal yang melanggar

hukum hak asasi manusia internasional.10

Semua agama di China dikendalikan oleh Administrasi Negara untuk Urusan

Agama, tapi pembatasan terhadap Islam di kalangan warga Uighur lebih keras

daripada terhadap kelompok-kelompok lain, termasuk etnis Hui yang juga muslim.11

Kemiskinan dan kecemburuan yang diperburuk dengan ketidakadilan dari pemerintah

China terhadap hak beragama etnis Uighur yang mayoritas muslim menjadikan

konflik semakin memburuk. Pemerintah China memang cukup keras dan terlalu

fokus pada homogenitas sehingga memperlebar jurang ketimpangan antara Han dan

etnis lain di China.

Berbagai kebijakan China yang represif serta monokultural menyebabkan

perbedaan antara identitas lain dengan identitas Han menjadi meruncing. Misalnya

9Ismail Suardi Wekke Rusdan, Minoritas Muslim Di China: Perkembangan, Sejarah Dan

Pendidikan,....h. 163.

10

Human right watch “Tiongkok: Penggerebekan Besar-besaran di Wilayah Muslim”, diakses

dari https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309, pada 02 Oktober 2019, Pukul 22.14.

11

Gita Karisma, Konflik Etnis Di Xinjiang: Kebijakan Monokultural Dan Kepentingan

Negara China Terhadap Keutuhan Wilayah,......h. 47.

Page 40: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

30

mengatakan buruknya hubungan ini disebabkan kebijakan kultural bahasa dan agama.

Meskipun China dalam UU Kewarganegaraan 1984 dan UU Otonomi Daerah tahun

1984 telah memberi tempat bagi hak linguistik untuk penutur bahasa minoritas di

China, namun pelaksanaan hukum tersebut lemah.

Pada tahun 1990-an, setelah ambruknya Uni Soviet dan munculnya negara-

negara muslim independen di Asia Tengah, memicu kemunculan kelompok-

kelompok “separatis” di Xinjiang, yang memuncak pada unjuk rasa massal di Ghulja

pada tahun 1995 dan 1997. Pemerintah menyikapi keras pengunjuk rasa dengan

penggunaan kekuataan luar biasa, dan para akitvisi dipaksa keluar dari Xinjiang ke

Asia Tengah dan Pakistan. Cina mengeluarkan kebijakan “Strike Hard” pada 1996.

Kebijakan ini mencakup kebijakan memperketat pengendalian terhadap kegiatan

agama, pembatasan pergerakan kelompok atau orang tertentu yang dicurigai dan tidak

menerbitkan paspor dan menahan orang-orang yang didicurigai mendukung separatis

dan anggota keluarga mereka.12

Ada juga kebijakan Go West Policy pada tahun 2000

yang mendorong semakin banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang.

Hingga tahun 2016 bahkan pemerintah China, merilis larangan adat bagi

anggota partai, kader, PNS, mahasiswa, dan anak di bawah umur untuk tidak boleh

berpuasa selama Ramadhan dan tidak harus mengambil bagian dalam kegiatan

keagamaan Islam di Uighur. Arti Penting Xinjiang bagi Pemerintah China China

merupakan negara yang memiliki beragam etnis di luar 56 etnis yang diakui

pemerintah Beijing. Di antara ke 56 etnis tersebut, etnis terbesar ialah Han.13

Beberapa faktor penyebab konflik ini adalah faktor historis yang melahirkan

kenyataan adanya perbedaan identitas mendasar antara China dengan etnis asli

Xinjiang yaitu Uighur. Kedua adalah faktor, ekonomi berupa kesenjangan ekonomi

antara etnis Han dengan etnis Uighur. Ketiga, adanya faktor politik yaitu diskriminasi

12

Human right watch “Penahanan Massal, Penindasan Agama, Pengawasan di Xinjiang”,

diakses dari https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309, pada 02 Oktober 2019, Pukul 22.50.

13

Thomas W Arnold, Sejarah Dakwah Islam (diterjemahkan oleh A. Nawawi Rambe),

(Jakarta: Widjaya, 1979), h. 27.

Page 41: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

31

dalam hal beribadat dan lainnya. Adanya ketidakpuasan, kemiskinan, kekerasan, dan

juga ketidakstabilan yang dialami etnis Uighur telah menciptakan sebuah kombinasi

permasalahan yang kompleks dan kemudian menciptakan lingkungan yang kondusif

bagi terbentuk dan berkembangnya Konflik Xinjiang. Sikap keras pemerintah China

dalam menyelesaikan maslah di Xinjiang semakin memperburuk konflik di Xinjiang.

Pada akhirnya muncul gerakan separatis Uighur. Pemerintah China justru semakin

bertindak keras dan akhirnya terjadi konflik dan pertumpahan darah di Xinjiang.

Berbagai kebijakan China yang represif serta monokultural menyebabkan perbedaan

dan ketimpangan antara identitas Uighur dengan identitas Han menjadi semakin

tajam.

Disatu sisi, faktor yang menyebabkan konflik internal Xinjiang berdasarkan

penjelasan sejarah di atas adalah karena ketidakpuasan, kemiskinan, kekerasan, dan

juga ketidakstabilan. Interaksi tersebut telah menciptakan sebuah kombinasi

permasalahan yang kompleks dan kemudian menciptakan lingkungan yang kondusif

bagi terbentuk dan berkembangnya Konflik Xinjiang menjadi LIC. Masyarakat sipil

di Xinjiang telah mengalami banyak kekerasan akibat langkah militer yang ditempuh

oleh pemerintah China, sehingga masyarakat semakin sulit menjadi kooperatif. Etnis

Uighur yang terpinggirkan akhirnya memilih untuk menuntuk hak merdeka dan

melancarkan aksi separatisme dan hal ini semakin memperpanjang keberlangsungan

konflik internal ini.14

Disisi lain, penyebab berlarutnya konflik Internal di China dapat dilihat dari

sisi pemerintah China. China merupakan salah satu negara yang berasal dari salah

satu peradaban tertua di dunia, karena itu juga telah menyebabkan China memiliki

catatan sejarah panjang dan dinamika politik yang cukup rumit. Salah satu masa

dimana China mengalami perubahan besar adalah pada tahun 1949 yaitu masa

dimana China berhasil ditaklukan komunis di bawah payung kekuasaan Mao. Sejak

saat itu terjadi banyak polemik terhadap pemerintahan sah China. Sistem politik

14

Ismail Suardi Wekke Rusdan, Minoritas Muslim Di China: Perkembangan, Sejarah Dan

Pendidikan,....h. 165.

Page 42: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

32

komunisme yang dianut China yang berlanjut sampai saat ini menjadikan

pemerintahan China menjadi sentralistik dan sulit menerima heterogenitas. China

akhirnya mengambil langkah militer untuk mengatasi masalah konflik internalnya

dan mengambil langkah militer. Hal ini justru membuat etnis Uighur semakin

terdesak, dan akhirnya muncul beberapa gerakan separatisme. Tudingan yang terus

menerus memojokan Etnis Uighur memperburuk konflik di Xinjiang ini. Sebagai

sebuah negara China sampai saat ini terus mempertahankan One China Policy.

Kaum komunis yang berhasil merebut kekuasaan pemerintah di akhir tahun

1940-an benar-benar telah menyempurnakan pengawasannya terhadap masyarakat

Muslim di China. Mereka telah menghapuskan wakaf yang diwariskan ke masjid-

masjid dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya. Kondisi tersebut sangat

memukul umat Islam China dan berpengaruh besar terhadap tatanan kultur sosial,

ekonomi, politik serta budayanya. Bahkan kaum komunis juga menggantikan huruf

Arab yang sudah menjadi ciri khas dan budaya muslim di Xinjiang menjadi huruf

Cyrillik. Pajak untuk membiayai sekolah-sekolah muslim juga ikut dihapus, bahkan

dalam urusan menjalankan syariat Islam pemerintah berusaha ikut campur dengan

mengeluarkan peraturan yang melarang pegawai negeri/pejabat pemerintah untuk

menjalankan puasa.

Diskriminasi yang dialami oleh Muslim Uighur adalah merupakan kebijakan

pemerintah China yang menginginkan terwujudnya One China Policy (kebijakan satu

China). Pola-pola intergratif pemerintah China dengan melakukan civic education

terbukti tidak berhasil mengintegrasikan Muslim Uighur dengan penduduk China

mayoritas lainnya. Kebijakan keluarga berencana di China menguntungkan suku Han,

yang memiliki tingkat pertumbuhan populasi 31,6% lebih tinggi dibanding suku

lainnya yang maksimal mencapai 15,9% hal ini diklaim merupakan bagian dari

kebijakan pemerintah China untuk melakukan etnic cleansing.15

15

“Kebijakan One China policy, dan penerapannya pada etnis muslim uighur”, diakses dari

http://saveuyghur.org, diakses pada 1 Oktober, Pukul 03.13.

Page 43: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

BAB IV

KEBIJAKAN INTERNASIONAL TERHADAP PRAKTIK

PELANGGARAN HAM DI XINJIANG CHINA

A. Tinjauan HAM Internasional terhadap Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM di Xinjiang

China

Sejak pengambilalihan pemerintah Komunis di wilayah Turkistan pada tahun

1949, jumlah orang China Han penganut komunisme di wilayah itu meningkat dari

6,7% menjadi 40,6%, menurut angka resmi. Mereka ini yang kemudian muncul

menjadi pengendali seluruh fungsi dan aktivitas politik utama di kawasan Xinjiang.

Dengan dukungan pemerintah China, mereka juga memberlakukan keadaan yang

mengisolasi dan membatasi pelaksanaan ritual keagamaan, dan melarang Muslim

Uighur menggunakan bahasanya di sekolah.1

Bermula dari kebijakan-kebijakan diskriminatif itulah mengakibatkan konflik

antara Muslim Uighur dengan pemerintah China sekaligus juga konflik etnis antara

suku Uighur dengan suku Han. Pemarjinalan kaum muslim Uighur oleh pemerintah

China disebabkan salah satunya karena wilayah Xinjiang memiliki sumber daya alam

yang melimpah. Puncaknya, pada 1 Oktober 1955, secara resmi Xinjiang dijadikan

provinsi dengan status daerah otonomi mengesampingkan fakta bahwa mayoritas

penduduknya saat itu adalah suku Uighur.

Apabila mengacu pada sejarah konflik yang kian terjadi sejak tahun 1995,

Pemerintah China telah melakukan pelanggaran HAM di Xinjiang, diantaranya

pelanggaran kebebasan beragama, seperti yang diberitakan oleh surat kabar

internasional bahwa otoritas Pemerintah China melarang etnis Muslim Uighur di

Xinjiang untuk melakukan kegiatan dan kewajiban beribadah menurut agamanya.

Warga Muslim Uigur juga dilarang untuk melakukan ritual keagamaan seperti Sholat

1Human Right Watch (HRW), Memberantas Virus Ideologis: Kampanye Penindasan

Tiongkok Melawan Muslim Xinjiang, diakses dari https://www.hrw.org/report/2018/09/09/eradicating-

ideological-viruses/Chinas-campaign-repression-against-xinjiangs, diakses pada 02 Oktober 2019,

Pukul 22.04.

33

Page 44: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

34

dan berpuasa pada saat bulan Ramadhan bahkan masjid-masjid dijaga ketat oleh

pasukan keamanan pemerintah PKC dan para imam diharuskan “berdiri di sisi

pemerintah” untuk dapat melancarkan propaganda bagi Muslim Uighur. Sejak tahun

1995 hingga 1999, pemerintah China telah meruntuhkan 70 tempat beribadah serta

mencabut surat izin 44 imam yang tidak mendukung pemerintahan. Pemerintah juga

secara resmi menerapkan larangan ibadah perorangan di tempat-tempat milik Negara.

Pemerintah PKC berdalih hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan dan kestabilan

pemerintahan negara Selain kebebasan dalam beragama, Pemerintah China juga

melakukan pelanggaran HAM lainnya yaitu kebebasan untuk berkumpul dan

berpendapat, hambatan atas pendidikan, diskriminasi, serta hukuman mati terhadap

tahanan politik. Diskriminasi dalam aspek ekonomi juga dilakukan oleh Pemerintah

China terhadap etnis muslim Uighur, Sebagian besar Muslim Uighur mengalami

kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan.

Menurut Amnesty Internasional, Xinjiang merupakan satu-satunya Provinsi di

China yang mengizinkan hukuman mati terhadap tahanan politik. Jumlah pasti

korban tahanan politik yang dihukum mati disembunyikan oleh negara China, namun

menurut penduduk yang bersangkutan, jumlah tewas akibat hukuman mati ataupun

penyiksaan oleh pemerintah China mencapai 2.500 jiwa dari tahun 1999 sampai

maret 2000 saja.

Diskriminasi yang dialami oleh Muslim Uighur adalah merupakan kebijakan

pemerintah China yang menginginkan terwujudnya One China Policy (kebijakan satu

China). Pola-pola intergratif pemerintah China dengan melakukan civic education

terbukti tidak berhasil mengintegrasikan Muslim Uighur dengan penduduk China

mayoritas lainnya. Kebijakan keluarga berencana di China menguntungkan suku Han,

yang memiliki tingkat pertumbuhan populasi 31,6% lebih tinggi dibanding suku

Page 45: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

35

lainnya yang maksimal mencapai 15,9% hal ini diklaim merupakan bagian dari

kebijakan pemerintah China untuk melakukan etnic cleansing.2

Berikut adalah kebijakan utama China di Xinjiang sejak tahun 1990:3

1) Resentralisasi pengambilan keputusan ekonomi;

2) Etnis Han diimigrasi;

3) Eksploitasi sumber daya alam di Xinjiang;

4) Mempererat hubungan ekonomi dan politik dengan negara- negara di Asia

Tengah;

5) Negara mempererat kontrol atas agama dan budaya etnis minoritas.

Permasalahan Xinjiang sudah semakin membaik sebelum akhirnya kembali

menimbulkan kekacauan internal pada akhir 2018 lalu. Berdasarkan laporan Human

Rights Watch, Pemerintah Tiongkok China menggelar kampanye pelanggaran HAM

massal dan sistematis terhadap Muslim Turk di Xinjiang. Laporan setebal 117

halaman, dengan tajuk “Memberantas Virus Ideologis”: Kampanye Represi Tiongkok

Terhadap Muslim Xinjiang,” menghadirkan bukti baru dari penahanan sewenang-

wenang, penyiksaan dan penganiayaan massal yang dilakukan pemerintah China,

serta kontrol yang semakin meluas dalam kehidupan sehari-hari. Di seluruh wilayah

itu, penduduk Muslim Turk yang berjumlah sekitar 13 juta orang dipaksa menjalani

indoktrinasi politik, hukuman kolektif, pembatasan gerak dan komunikasi,

pengekangan agama yang meningkat, serta pengawasan massal yang melanggar

hukum hak asasi manusia internasional.4

Menurut Sophie Richardson selaku direktur urusan Tiongkok di Human

Rights Watch, Pemerintah Tiongkok telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia

2Kebijakan One China policy, dan penerapannya pada etnis muslim uighur, diakses dari

http://saveuyghur.org, diakses pada 1 Oktober, Pukul 03.13.

3China Human Rights Watch Backgroubder, diakses dari

http://hrw.org/legacy/backgrounder/asia/china.htm, diakses pada 1 Oktober, Pukul 03.40.

4Human right watch “Tiongkok: Penggerebekan Besar-besaran di Wilayah Muslim”, diakses

dari https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309, pada 02 Oktober 2019, Pukul 22.14.

Page 46: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

36

di Xinjiang dalam skala yang belum pernah terlihat di negara dalam beberapa dekade.

Kampanye represi tersebut adalah ujian kunci apakah Perserikatan Bangsa-Bangsa

dan pemerintah negara-negara yang peduli akan menjatuhkan sanksi terhadap

Tiongkok yang semakin kuat untuk mengakhiri pelanggaran ini. Laporan ini terutama

didasarkan pada wawancara dengan 58 mantan penduduk Xinjiang, termasuk lima

mantan tahanan dan 38 kerabat dari para tahanan. Tingkat penindasan meningkat

secara dramatis setelah Sekretaris Partai Komunis Chen Quanguo pindah dari Daerah

Otonomi Tibet untuk mengambil alih kepemimpinan Xinjiang pada akhir 2016.5

Sejak itu, pihak berwenang telah meningkatkan penahanan massal secara

sewenang-wenang, termasuk di pusat-pusat penahanan praperadilan dan penjara,

yang keduanya merupakan fasilitas resmi, dan di kamp-kamp pendidikan politik,

yang tak berdasar di bawah hukum Tiongkok. Perkiraan yang dapat dipercaya

menunjukkan bahwa satu juta orang ditahan di kamp-kamp tersebut, di mana Muslim

Turk dipaksa untuk belajar bahasa Mandarin, menyanyikan pujian kepada Partai

Komunis Tiongkok, dan menghafal aturan yang berlaku terutama bagi Muslim Turk.

Mereka yang menolak atau dianggap gagal “belajar” akan dihukum.

Para tahanan di kamp pendidikan politik ditahan tanpa hak proses hukum -

baik dituntut atau diadili dan tidak memiliki akses ke pengacara dan keluarga. Mereka

ditahan karena keterkaitan dengan negara-negara asing. Selain itu menggunakan alat

komunikasi asing seperti WhatsApp, serta karena mengekspresikan identitas dan

agama mereka secara damai juga tidak diperbolehkan meskipun tak ada satupun dari

semua ini yang tergolong sebagai kejahatan.

Di luar fasilitas penahanan ini, pihak berwenang Tiongkok di Xinjiang

menjadikan Muslim Turk sebagai sasaran pembatasan luar biasa terhadap kehidupan

pribadi. Kombinasi dari tindakan administratif, pos pemeriksaan, dan pemeriksaan

paspor secara sewenang-wenang membatasi gerak mereka. Mereka terus-menerus

5Human right watch “Tiongkok: Penggerebekan Besar-besaran di Wilayah Muslim”, diakses

dari https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309, pada 02 Oktober 2019, Pukul 22.14.

Page 47: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

37

menjadi sasaran indoktrinasi politik, termasuk kewajiban upacara pengibaran

bendera, pertemuan politik atau pengaduan, dan “sekolah malam” bahasa Mandarin.

Dengan tingkat kontrol yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap praktik

keagamaan, pihak berwenang telah secara efektif melarang Islam di wilayah tersebut.

Mereka juga mengincar orang-orang di Xinjiang dengan pengawasan terus-

menerus dan konstan. Pihak berwenang mendorong tetangga untuk saling memata-

matai. Pihak berwenang menggunakan sistem pengawasan massal berteknologi

tinggi yang menggunakan kode QR, biometrik, kecerdasan buatan, program mata-

mata di telepon, dan data besar. Dan mereka telah memobilisasi lebih dari satu juta

petugas dan polisi untuk memantau masyarakat, termasuk melalui program-program

intrusif di mana para pengawas ditugaskan untuk secara teratur tinggal di rumah-

rumah warga.

Kampanye ini juga telah mencerai-beraikan keluarga, di mana beberapa

anggota keluarga di Xinjiang dan di luar negeri secara tak terduga ditangkap karena

pengetatan pemeriksaan paspor dan perlintasan perbatasan. Anak-anak kadang

terjebak di satu negara tanpa orang tua mereka. Pemerintah telah melarang Muslim

Turk untuk menghubungi orang-orang di luar negeri. Pemerintah juga menekan

beberapa orang etnis Uighur dan Kazakh yang tinggal di luar negeri untuk kembali ke

Tiongkok, sementara meminta orang lain untuk memberikan informasi pribadi secara

rinci tentang kehidupan mereka di luar negeri.6

Sejumlah laporan menyebutkan kematian beberapa orang di kamp-kamp

pendidikan politik, yang menambah kekhawatiran tentang kekerasan fisik dan

psikologis, serta stres akibat kondisi yang buruk, kelebihan kapasitas dan penahanan

tanpa batas waktu. Meski perawatan medis dasar tersedia, orang-orang tetap ditahan

bahkan ketika mereka memiliki penyakit serius atau manusia lanjut usia, ada juga

anak-anak remaja, perempuan hamil dan menyusui, dan penyandang disabilitas.

6Human right watch “Penahanan Massal, Penindasan Agama, Pengawasan di Xinjiang”,

diakses dari https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309, pada 02 Oktober 2019, Pukul 22.50.

Page 48: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

38

Sejumlah mantan tahanan juga dilaporkan melakukan upaya bunuh diri dan ada

hukuman berat bagi mereka yang membangkang di tempat itu.

Dari uraian di atas maka jelaslah bahwa praktik diskriminasi yang terjadi di

Xinjiang sangatlah bertentangan dengan HAM internasional. Jika ditelaah satu

persatu, praktik pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang China merupakan bentuk

penindasan terhadap suatu kelompok politik, ras, bangsa,etnis, kebudayaan, agama,

jenis kelamin, atau kelompok-kelompok lainnya, yang dapat dikategorikan sebagai

kejahatan terhadap kemanusiaan (Crimes against Humanity).

Menyaksikan betapa teraniayanya kelompok minoritas, maka dalam

perbincangan hak asasi manusia, kelompok ini mendapat perhatian serius. Dengan

semakin mengganasnya eskalasi diskriminasi terhadap kelompok minoritas, umat

manusia kemudian disadarkan akan pentingnya pengakuan bahwa mereka adalah

manusia yang sama dengan manusia yang lain, setara dalam hak dan bebas dalam

menentukan pilihan. Oleh sebab itu ada hak khusus bagi kelompok minoritas. Hak

khusus bukanlah merupakan hak istimewa, akan tetapi hak ini diberikan agar kaum

minoritas mampu menjaga identitas, ciri-ciri dan tradisi khasnya. Hak khusus seperti

halnya perlakuan non diskriminatif sama pentingnya untuk mencapai perlakuan yang

sama.

Prinsip kesetaraan dan non diskriminasi (non-discrimination) menjadi sangat

penting dalam hak asasi manusia.7 Hanya ketika kaum minoritas berdaya untuk

menggunakan bahasa-bahasa mereka, mendapatkan keuntungan dari pelayanan-

pelayanan yang mereka organisasikan sendiri, serta berpartisipasi dalam kehidupan

politik dan ekonomi negara, barulah mereka mencapai status yang selama ini dimiliki

oleh kelompok mayoritas.

Secara regulasi prinsip kesetaraan dan non diskriminasi ini tertuang dalam

beberapa instrumen, baik yang levelnya Internasional maupun Nasional. Pada sekup

7Enny Soeprapto, Rudi M. Rizki, Eko Riyadi, Hak Asasi Manusia Kelompok Rentan dan

Mekanisme Perlindungannya, (Yogyakarta: Pusham UII, 2012), h. 16

Page 49: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

39

Internasional ketentuan kesetaraan hak dan non diskriminasi termuat dalam Piagam

PBB Pasal 1 ayat (3), dimana organisasi PBB dan anggotanya mempunyai tujuan:8

”....mengadakan kerjasama Internasional guna memecahkan persoalan-

persoalan internasional di bidang ekonomi, sosial, kebudayaan atau yang

bersifat kemanusiaan, demikian pula dalam usaha-usaha memajukan dan

mendorong penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-

kebebasan dasar seluruh umat manusia tanpa membedakan ras, jenis kelamin,

bahasa atau agama.”

Selain itu, masih dalam piagam PBB, pada Pasal 55 huruf c juga

mengamanahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memajukan:

”penghormatan hak asasi manusia seantero jagad demikian pula

pengejawantahannya serta kebebasan-kebebasan dasar bagi semua, tanpa

pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama.”

Dalam dokumen klasik Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM),

Pasal 2 dan Pasal 6 menegaskan9 ”Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan

yang dimuat dalam deklarasi ini tanpa pengecualian apapun, seperti perbedaan ras,

warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul atau

kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun status lainnya.” Selanjutnya tidak

diperbolehkan adanya pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau

kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik

dari negara yang merdeka, wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau berasal dari

wilayah di bawah batasan kedaulatan lainnya”. Pasal 6 berbunyi : ”Setiap orang sama

di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.

8Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

9DUHAM Pasal 2 dan Pasal 6

Page 50: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

40

Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang

bertentangan dengan deklarasi ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada

diskriminasi”.

Prinsip non diskriminasi juga dijumpai dalam Kovenan Internasional Tentang

Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pasal 2 ayat (2) berbunyi: ”Negara-negara

pihak dalam kovenan ini berjanji untuk menjamin bahwa hak-hak yang tercantum

dalam kovenan ini akan diberlakukan tanpa adanya pembedaan apapun seperti ras,

warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya,

asal-usul kebangsaan atau sosial, kepemilikan, keturunan atau status lain.”10

Selain itu ditemukan pula pada International Convenant Civil and Politic

Rights (ICCPR) Pasal 2 ayat 1. Dinyatakan: ”Setiap negara pihak pada kovenan ini

berjanji untuk menghormati dan menjamin hak yang diakui dalam kovenan ini bagi

semua individu yang berada di dalam wilayahnya dan berada di bawah yurisdiksinya,

tanpa pembedaan jenis apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,

pandangan politik atau pandangan lainnya, asalusul kebangsaan atau sosial, hak

milik, status kelahiran atau status lainnya.” Sementara Pasal 26 menyatakan: ”Semua

orang berkedudukan sama di depan hukum dan berhak, tanpa diskriminasi apapun

atas perlindungan hukum yang sama. Dalam hal ini hukum harus melarang

diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang sama dan efektif bagi semua

orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin,

bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, harta

benda, status kelahiran atau status lainnya”.11

Frasa ”semua individu” dan ”semua orang” menandakan bahwa jangkauan

subjek hak Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 26 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil

10Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), 16

Desember 1966 .

11

Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (International Convenant Civil and Politic

Rights(ICCPR)), 16 Desember 1966.

Page 51: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

41

dan Politik luas.12

Penghormatan dan penjaminan hak yang diakui dalam kovenan

(Pasal 2) dan kedudukan sama di depan hukum, tanpa diskriminasi apapun atas

perlindungan hukum yang sama (Pasal 26) berlaku terhadap siapapun individunya

tanpa melihat ia berasal dari kelompok minoritas atau bukan.

Sebagai ilustrasi, manakala kovenan ini menjamin kebebasan untuk beragama

bagi semua orang, maka atas nama prinsip kesetaraan, jaminan hak untuk beragama

ini tidak boleh hanya berlaku bagi kelompok mayoritas saja tapi juga bagi mereka

yang tergolong minoritas. Begitupun sebaliknya, jaminan hak beragama tidak boleh

hanya berlaku bagi minoritas tapi mengabaikan mayoritas. Prinsipnya tidak boleh ada

pembedaan/diskriminasi perlakuan. Sementara mayoritas dapat beribadah dengan

aman, minoritas justru beribadah dalam tekanan. Padahal gambaran kondisi ideal di

undang-undang, baik mayoritas atau minoritas punya posisi yang sederajat untuk

memangku hak asasinya.

Hampir dalam seluruh rezim hukum HAM, prinsip non diskriminasi jadi

prinsip yang strategis. Dalam tingkatan internasional, selain instrumen yang sudah

diungkapkan di muka, prinsip non diskriminasi antara lain didapati juga dalam

Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial,

Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap

Perempuan, Konvensi Internasional Tentang Pemberantasan dan Penghukuman

Kejahatan Pembedaan Warna Kulit (Apartheid), Deklarasi Tentang Penghapusan

Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Kepercayaan. 13

Perlindungan dan pemenuhan HAM serta larangan diskriminasi terhadap

kelompok minoritas dibahas dalam sebuah dokumen tersendiri yakni, Deklarasi

Mengenai Hak-Hak Penduduk yang Termasuk Kelompok Minoritas berdasarkan

Kewarganegaraan, Etnis, Agama dan Bahasa yang disahkan dalam Resolusi PBB

12Yogi Zul Fadhli, Kedudukan Kelompok Minoritas dalam Perspektif HAM dan Perlindungan

Hukumnya Di Indonesia, Jurnal Konstitusi, (Volume 11 Nomor 2, Juni 2014), h. 361. 13

Yogi Zul Fadhli, Kedudukan Kelompok Minoritas dalam Perspektif HAM dan Perlindungan

Hukumnya Di Indonesia, Jurnal Konstitusi, (Volume 11 Nomor 2, Juni 2014), h. 362.

Page 52: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

42

nomor 47/135 pada 18 Desember 1992.14

Majelis Umum PBB dalam

pertimbangannya mengungkapkan, deklarasi ini dicetuskan karena pemajuan dan

perlindungan hak orang-orang yang termasuk dalam bangsa atau suku bangsa, agama

dan bahasa minoritas akan memberikan sumbangan pada stabilitas politik dan sosial

di mana mereka tinggal.

Dalam deklarasi ini, kelompok minoritas selaku subyek pemangku hak

diberikan:15

I. Hak untuk menikmati kebudayaan mereka, hak untuk memeluk dan

menjalankan agama mereka sendiri dan hak untuk menggunakan bahasa mereka

sendiri (Pasal 2 ayat (1)).

II. Hak untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan budaya, agama, sosial, ekonomi

dan publik secara efektif (Pasal 2 ayat (2)).

III. Hak untuk berpartisipasi secara efektif dalam keputusan-keputusan pada tingkat

nasional dan regional (Pasal 2 ayat (3)).

IV. Hak untuk mendirikan atau mempertahankan perkumpulan mereka sendiri

(Pasal 2 ayat (4)).

V. Hak untuk mendirikan dan memelihara hubungan bebas dan damai dengan

anggota lain dari kelompok mereka, dengan orang yang termasuk kaum

minoritas lainnya, dengan penduduk dari negara lain (Pasal 2 ayat (5)).

VI. Kebebasan untuk melaksanakan hak mereka secara perorangan maupun dalam

komunikasi dengan anggota-anggota lain dari kelompok mereka tanpa

diskriminasi (Pasal (3)).

Sedangkan negara sebagai subyek pemangku kewajiban diberi kewajiban untuk

mengambil langkah-langkah:

14Choirul Anam, dkk, Upaya Negara Menjamin Hak-hak Kelompok Minoritas di Indonesia:

Sebuah Laporan Awal, (Jakarta: Komnas HAM RI, 2016), h. 13.

15

Deklarasi Hak Orang-orang yang Termasuk Bangsa atau Sukubangsa, Agama, dan Bahasa

Minoritas (Declaration on the Rights of Persons Belonging to National or Ethnic, Religious and

Linguistic Minorities), A/Res/47/135, 18 Desember 1992.

Page 53: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

43

I. Melindungi eksistensi dan identitas kebangsaan, suku bangsa, budaya, agama,

dan bahasa kaum minoritass dalam wilayahnya dan akan mendorong

kondisikondisi yang memajukan identitas tersebut (Pasal 1 ayat (1)).

II. Mengambil tindakan legislatif dan tindakan lain yang tepat untuk mencapainya

(Pasal 1 ayat (2)).

III. Untuk menjamin orang-orang yang termasuk kaum minoritas dapat

melaksanakan hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental mereka dengan

sepenuhnya dan efektif tanpa diskriminasi, dan dengan kesamaan seutuhnya di

hadapan hukum (Pasal 4 ayat (1)).

IV. Upaya-upaya untuk menciptakan kondisi-kondisi yang menguntungkan agar

orang-orang yang termasuk kaum minoritas dapat mengekspresikan ciri khas

mereka dan mengembangkan budaya, bangsa, agama, tradisi, dan kebiasaan

mereka (Pasal 4 ayat (2)).

V. Agar kaum minoritas punya kesempatan yang cukup untuk mempelajari.

B. Respon Dunia Internasional terhadap Pelanggaran HAM di Xinjiang China

Perhatian media internasional di Xinjiang sejauh ini terfokus pada kamp

pendidikan politik. Meskipun pemerintah Tiongkok tidak memberikan informasi

secara terbuka mengenai jumlah tahanan di kamp-kamp ini, perkiraan yang dapat

dipercaya menyebutkan jumlah orang yang berada di kamp-kamp ini sekitar satu

juta.16

Dalam fasilitas-fasilitas rahasia ini, para tahanan dipaksa untuk menjalani

indoktrinasi politik selama berhari-hari, berbulan-bulan dan bahkan lebih dari

setahun. Para pejabat Tiongkok telah membantah adanya penyiksaan, sebaliknya

mereka mencirikan kamp-kamp ini sebagai “pendidikan kejuruan dan pusat pelatihan

kerja” untuk “para pelaku kejahatan ringan”.

16Adrian Zenz dalam “New Evidence for China’s Political Re-Education Campaign in

Xinjiang,” China Brief, vol. 18, terbitan 10, 15 Mei 2018, https://www.nchrd.org/2018/08/china-

massive-numbers-of-uyghursother-ethnic-minorities-forced-into-re-education-programs/, diakses 24

September 2019, Pukul 22.45.

Page 54: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

44

Selama lima tahun terakhir, sejumlah insiden kekerasan yang dikaitkan

dengan pelaku Uighur telah dilaporkan di Xinjiang dan tempat lain di Tiongkok, dan

ada sejumlah laporan tentang pejuang Uighur yang bergabung dengan kelompok

ekstremis bersenjata di luar negeri. Pemerintah telah memberlakukan pembatasan

yang jauh lebih besar pada Uighur daripada etnis minoritas lainnya. Pelanggaran hak

asasi manusia di Xinjiang saat ini sudah berada dalam cakupan dan skala yang tak

pernah terlihat di Tiongkok sejak Revolusi Kebudayaan 1966-1976. Pembentukan

dan perluasan kamp pendidikan politik dan sejumlah praktik kejam lainnya

menunjukkan bahwa komitmen Beijing untuk mengubah Xinjiang seperti dirinya

bersifat jangka panjang.

Dalam berbagai laporan Human Right Watch mengungkapkan respon negara-

negara lain terhadap praktik pelanggaran yang terjadi di Xinjiang, khususnya negara-

negara dengan penduduk mayoritas Muslim memang sangat minim. Mereka justru

diam dan tidak ikut berkomentar. Sejumlah kesamaan utama di balik kebisuan

mereka, yakni pertimbangan politik, ekonomi dan kebijakan luar negeri.17

Sebaliknya, negara-negara seperti Australia dan Amerika Serikat secara terbuka

mengecam tindakan Pemerintah China di wilayah tersebut.

Tekanan yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok terhadap etnis Uighur dan

banyaknya korban yang jatuh dalam kerusuhan memunculkan reaksi dari publik dan

pemerintah Turki. Dilandasi oleh kedekatan etnis dengan Uighur, Turki bereaksi

keras terhadap tragedi tersebut publik Turki melakukan demonstrasi di Ankara dan

Istanbul. Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan turut menyatakan dukungan

terhadap demo anti Tiongkok di depan Kedutaan Besar Tiongkok di Ankara yang

dilakukan untuk memprotes tindakan pemerintah Tiongkok sebagai suatu bentuk

genosida dan mengkritik sikap pemerintah Tiongkok yang cenderung tidak terlalu

bereaksi terhadap peristiwa tersebut, PM Erdogan juga mengancam akan membawa

17Mengapa Pemerintah Negara Muslim, Termasuk Indonesia Diam Soal Uyghur?

https://www.tempo.co/abc/3377/mengapa-pemerintah-negara-muslim-termasuk-indonesia-diam-soal-

uyghur, diakses pada 01 Oktober 2019, Pukul 17.20.

Page 55: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

45

isu ini kepada Dewan Keamanan PBB. Selain reaksi dari Perdana Menteri dan

masyarakat sipil, media - media di Turki juga memberikan perhatian lebih terhadap

tragedi di Xinjiang. Mereka memberitakan peristiwa tersebut dengan lengkap dan

memberikan artikel khusus tentang hubungan etnisitas Uighur – Turki serta

nasionalisme Turki.18

Adanya ikatan primordialisme yang ditimbulkan dari kesamaan – kesamaan

tersebut, tercipta suatu afiliasi yang erat dengan Turki. Turki menjadi salah satu

tujuan utama dari pelarian Uighur dari Xinjiang. Keberadaan etnis Uighur di Turki

tidak dapat dilepaskan dari peran dua pemimpin Uighur yang memimpin pengungsian

tersebut, yaitu Isa Yusuf Alptekin dan Mehmet Emin Bugra. Keberadaan mereka di

Turki merupakan simbol perjuangan pengungsi Uighur dalam perlawanannya

terhadap Tiongkok. Etnis Uighur berhasil mendirikan beberapa organisasi

kemerdekaan East Turkestan seperti Eastern Turkestan Refugee Committee (Doğu

Türkistan Göçmenler Derneği) pada 1950an dan jurnalnya yang bernama Doğu

Türkistan, dan organisasi East Turkistan Foundation atau Doğu Türkistan Vakfi pada

tahun 1976 yang mempromosikan budaya dan kehidupan sosial Uighur hingga usaha

Alptekin untuk membentuk East Turkestan World National Congress (ETNC) yang

diadakan pertama kali di Istanbul pada 1992.19

Perjuangan dari Alptekin terus menurun dikarenakan usia yang telah lanjut.

Selain menurunnya perjuangan Alptekin, tekanan pemerintah Tiongkok terhadap

Turki terus meningkat. Dimulai pada sekitar tahun 1990, pemerintah Turki mulai

memperketat kegiatan komunitas Uighur dan melarang etnis Uighur terlibat di dalam

politik, melakukan pidato – pidato serta memperketat pemberian izin pengungsi.

Pada tahun 1993, ETNC telah sepenuhnya tidak diijinkan untuk mengadakan

kongresnya di Turki, kini ETNC memindahkan markas mereka di Munich, Jerman.

Namun perpindahan ini masih membuat ETNC tidak efektif, melemahnya organisasi

18Siti Nida Laylia, Respon Turki Terhadap Pelanggaran Ham Minoritas Muslim Uighur Yang

Dilakukan Oleh Pemerintah Tiongkok 2009-2010, Jurnal Jom Fisip (Vol. 5 No. 1, April 2018), h. 4. 19

Siti Nida Laylia, Respon Turki Terhadap Pelanggaran Ham Minoritas Muslim Uighur Yang

Dilakukan Oleh Pemerintah Tiongkok 2009-2010, .... h. 4.

Page 56: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

46

kemerdekaan di Uighur juga diperparah dengan adanya perpecahan dan perbedaan

pendapat di dalam organisasi, terdapat pihak yang menginginkan kemerdekaan

penuh, namun sebagian hanya menginginkan otonomi yang lebih besar.

C. Kebijakan Internasional terhadap Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM di Xinjiang

China

Dukungan positif datang dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB

mendesak China untuk memberi akses ke 'kamp konsentrasi' di Wilayah Otonomi

Xinjiang. Mereka ingin melihat langsung dugaan pelanggaran hak asasi manusia

terhadap sekitar satu juta etnis Muslim Uighur yang ditahan, dengan alasan untuk

dididik mengenal budaya China. Dalam rapat dengar pendapat di Markas PBB di

New York, Amerika Serikat pada November lalu, sejumlah negara sudah mendesak

supaya China mengakhiri perlakukan diskriminatif terhadap etnis Uighur dan para

pegiat HAM.

China menyangkal seluruh laporan dan mengabaikan tekanan dengan

mengklaim catatan penerapan HAM mereka baik-baik saja dan disebut meningkat

selama empat dasawarsa. Pemerintah China menolak tudingan pelanggaran hak asasi

manusia terhadap etnis Muslim Uighur di Wilayah Otonomi Xinjiang, dengan

memaksa mereka masuk ke kamp khusus. Mereka malah menganggap etnis Uighur

bukan orang normal dan mencoba 'mendidiknya'.20

Dalam sebuah laporan Human Right Watch setebal 117 halaman bertajuk

“Memberantas Virus Ideologis”, HRW ikut memberikan rekomendasi kepada

Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok, sebagai berikut:21

20

CNN Indonesia, PBB Desak China Buka Akses ke Kamp Konsentrasi Uighur,

https://m.cnnindonesia.com/internasional/20181206203220-113-351721/pbb-desak-china-buka-akses-

ke-kamp-konsentrasi-uighur, diakses pada 02 Oktober 2019, Pukul 21.45.

21Laporan Lengkap Human right watch “Memberantas Virus Ideologis”, diunduh dari

https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309, pada 02 Oktober 2019, Pukul 22.50.

Page 57: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

47

I. Menutup segera semua kamp pendidikan politik di Xinjiang dan bebaskan

semua orang yang ditahan;

II. Menghentikan segera “Kampanye Gebuk Keras Melawan Terorisme Kejam”

di Xinjiang termasuk tim “ fanghuiju ,” “Menjadi Keluarga” dan sejumlah

program wajib lain yang bertujuan mengawasi dan mengontrol Muslim Turk;

III. Menghormati hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul, berserikat,

beragama dan budaya untuk memastikan bahwa Muslim Turk dapat terlibat

dalam aktivitas damai dan menyuarakan keprihatinan dan mengemukakan

kritik;

IV. Secara tidak memihak menyelidiki Sekretaris Partai Chen Quanguo dan

pejabat senior lain yang terlibat dalam dugaan praktik-praktik kejam terkait

dengan Kampanye Gebuk Keras, dan dengan tepat meminta para pihak yang

terlibat untuk bertanggung jawab;

V. Memeriksa semua kasus dari mereka yang ditahan atau dipenjarakan atas

tuduhan keamanan negara, terorisme atau ekstremisme dan membatalkan

semua tuduhan yang keliru, serta meminta sidang ulang yang adil dalam

kasus-kasus di mana mereka yang dinyatakan bersalah tidak menerima

persidangan yang memenuhi standar proses hukum internasional;

VI. Menangguhkan pengumpulan dan penggunaan biometrik di Xinjiang sampai

ada hukum nasional dan komprehensif yang melindungi privasi orang,

menghapus data biometrik dan data terkait yang telah dikumpulkan

berdasarkan kebijakan saat ini;

VII. Menahan diri dari pengumpulan dan penggunaan biometrik kecuali sesuai

hukum dan didemonstrasikan seperlunya dan sebanding dengan tujuan

pemerintah yang sah;

VIII. Menghentikan pengoperasian program data besar, Platform Operasi Bersama

Terpadu;

IX. Mengembalikan segera paspor ke para warga Xinjiang dan menghentikan

kebijakan penarikan paspor;

Page 58: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

48

X. Berhenti menekan umat Muslim Turk di luar negeri untuk kembali atau

mengumpulkan informasi tentang mereka. Berhenti menekan pemerintah tuan

rumah untuk secara paksa memulangkan warga negara Muslim Turk di luar

negeri kecuali berdasarkan permintaan ekstradisi untuk alasan penegakan

hukum yang sah;

XI. Memberikan kompensasi yang cepat dan memadai, termasuk perawatan medis

dan psikologis, bagi orang-orang yang secara sewenang-wenang ditahan dan

diperlakukan tidak semestinya di bawah Kampanye Gebuk Keras;

XII. Memberikan akses ke Xinjiang seperti yang diminta oleh beberapa prosedur

khusus PBB.

Dalam hal isu pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang China, ketua Dewan

Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsudin juga turut mengecam keras

penindasan yang dilakukan Tiongkok terhadap muslim Uighur. Menurutnya,

Penindasan seperti itu merupakan pelanggaran nyata atas Hak Asasi Manusia (HAM)

internasional. Din Syamsudin yang juga merupakan President of Asian Conference

on Religions for Peace (ACRP) meminta agar penindasan yang dilakukan terhadap

muslim Uighur segera dihentikan. Selain itu dia juga mendesak Organisasi Kerja sam

Islam (OKI) dan masyarakat Internasional untuk bersikap tegas dan menyelamatkan

nasib muslim Uighur dari rezim pemerintahan Tiongkok.22

Selain itu, sebagai wujud kepedulian MUI terhadap umat Muslim Uighur,

pada Februari 2019 MUI Bersama beberapa perwakilan Ormas Islam telah

melakukan kunjungan ke Xinjiang guna mendapatkan informasi yang akurat.23

Ketua

Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia, KH Muhyiddin Junaidi

22“MUI Kutuk Keras Masalah Krisis Kemanusiaan di Uighur”

https://news.detik.com/video/181220102/mui-kutuk-keras-masalah-krisis-kemanusiaan-di-uighur,

diakses pada 02 Oktober 2019, Pukul 23.50.

23

“Kunjungi Uighur, MUI Ingin Tabayun soal Kabar Diskriminasi Etnis Muslim”,

https://m.detik.com/news/berita/d-4435730/kunjungi-uighur-mui-ingin-tabayun-soal-kabar-

diskriminasi-etnis-muslim, diakses pada 19 Desember 2019, Pukul 13.05.

Page 59: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

49

menegaskan, perwakilan ormas Islam tidak ada yang setuju dengan kebijakan

pemerintah China terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.24

KH Muhyiddin

menjelaskan, konstitusi China memang mengatakan agama hanya bisa diterapkan di

tempat tertutup, sehingga Muslim Uighur tidak bisa melaksanakan ibadah di tempat

umum atau di tempat pelatihan kerja yang dibuat pemerintah Cina. Ia menyampaikan,

perwakilan ormas Islam yang ke Xinjiang sudah sepakat meminta pemerintah China

memberikan izin beribadah kepada umat Islam. Bukan hanya umat Islam yang ada di

Uighur tapi juga yang da di wilayah lain.

Anwar Abbas selaku Sekjen MUI turut memberikan himbauan atas kasus

Uighur. Menurutnya sangat sulit bagi pemerintah China untuk membantah dan

mengingkari bahwa di Uighur tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia

terhadap umat Islam yang ada di sana. Untuk itu MUI mengimbau dan meminta

kepada pemerintah China agar lebih menghormati hak semua orang untuk tinggal di

muka bumi ini.25

Muhammadiyah sebagai ormas yang bergerak di ranah kemanusiaan, moral

sebagai kekuatan Islam tak tinggal diam terkait masalah ini. Suara yang mereka

keluarkan tanpa ada kaitannya dengan agama, ras, etnik, maupun suku bangsa. Ketua

Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menegaskan pihaknya sudah memberi

masukan pada pemerintah Indonesia mengenai permasalahan itu.26

24“MUI: Tidak Ada yang Setuju Kebijakan Cina Atas Uighur”

https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/q2gb9l430, diakses pada 19 Desember 2019,

Pukul 13.01.

25

“Sekjen MUI ke China dan AS: Setop Pelanggaran HAM Muslim Uighur-Palestina”,

https://m.detik.com/news/berita/d-4824093/sekjen-mui-ke-china-dan-as-setop-pelanggaran-ham-

muslim-uighur-palestina, diakses pada 19 Desember 2019, Pukul 13.15.

26

“Tujuh Poin Pernyataan Sikap Muhammadiyah Terkait Isu Uighur”,

https://nasional.tempo.co/read/1284582/tujuh-poin-pernyataan-sikap-muhammadiyah-terkait-isu-

uighur/full?view=ok, diakses pada 19 Desember 2019, Pukul 13.15.

Page 60: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

50

Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga memprotes pemberitaan media Amerika

Serikat Wallstreet Journal yang menuding adanya fasilitas dan lobi-lobi pemerintah

Cina terhadap sejumlah ormas Islam Indonesia terkait permasalahan HAM

muslim Uighur di Xinjiang. Muhammadiyah menilai pemberitaan itu tak berdasar

dan memfitnah mereka dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Majelis

Ulama Indonesia (MUI).

Muhammadiyah mengeluarkan pernyataan resmi terkait pandangan mereka

mengenai isu pelanggaran HAM di Uighur. Berikut isi lengkapnya:27

1. Menyesalkan pemberitaan Wallstreet Journal yang menyebutkan adanya fasilitas

dan lobi-lobi Pemerintah Tiongkok terhadap PP. Muhammadiyah, Pengurus Besar

Nahdlatul Ulama, dan Majelis Ulama Indonesia sebagai upaya mempengaruhi

sikap politik Muhammadiyah, NU, dan MUI atas permasalahan HAM di

Xinjiang.

Pemberitaan tersebut sangat tidak berdasar dan fitnah yang merusak nama

baik Muhammadiyah, NU, dan MUI. Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak

agar Wallstreet Journal meralat berita tersebut dan meminta maaf kepada warga

Muhammadiyah. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi, Muhammadiyah akan

mengambil langkah hukum sebagaimana mestinya.

2. Mendesak kepada Pemerintah Tiongkok untuk lebih terbuka dalam memberikan

informasi dan akses masyarakat internasional mengenai kebijakan di Xinjiang dan

Masyakarat Uighur.

Pemerintah Tiongkok agar menghentikan segala bentuk pelanggaran

HAM, khususnya kepada masyarakat Uighur atas dalih apapun. Pemerintah

Tiongkok hendaknya menyelesaikan masalah Uighur dengan damai melalui

dialog dengan tokoh-tokoh Uighur dan memberikan kebebasan kepada Muslim

untuk melaksanakan ibadah dan memelihara identitas.

27Tujuh Poin Pernyataan Sikap Muhammadiyah Terkait Isu Uighur”,

https://nasional.tempo.co/read/1284582/tujuh-poin-pernyataan-sikap-muhammadiyah-terkait-isu-

uighur/full?view=ok, diakses pada 19 Desember 2019, Pukul 13.15.

Page 61: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

51

3. Mendesak kepada Perserikatan Bangsa-bangsa untuk mengeluarkan resolusi

terkait pelanggaran HAM atas Masyarakat Uighur, Rohingnya, Palestina, Suriah,

Yaman, India, dan sebagainya.

4. Mendesak Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk mengadakan Sidang khusus

dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk menghentikan segala bentuk

pelanggaran HAM yang dialami umat Islam, khususnya di Xinjiang.

5. Mendesak Pemerintah Indonesia agar menindaklanjuti arus aspirasi umat Islam

dan bersikap lebih tegas untuk menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM di

Xinjiang sesuai dengan amanat UUD 1945 dan politik luar negeri yang bebas

aktif. Pemerintah Indonesia hendaknya lebih aktif menggunakan peran sebagai

anggota OKI dan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk menggalang

diplomasi bagi dihentikannya pelanggaran HAM di Xinjiang dan beberapa

negara lainnya.

6. Menghimbau umat Islam agar menyikapi masalah pelanggaran HAM di Xinjiang

dengan penuh kearifan, rasional, damai, dan tetap memelihara ukhuwah islamiyah

dan persatuan bangsa. Hendaknya tidak ada pihak-pihak yang sengaja menjadikan

masalah Uighur sebagai komoditas politik kelompok dan partai tertentu serta

mengadu domba masyarakat dengan menyebarkan berita yang menyesatkan dan

memecah belah umat dan bangsa melalui media sosial, media massa, dan berbagai

bentuk provokasi lainnya.

7. Menghimbau kepada warga Persyarikatan Muhammadiyah untuk konsisten

menyikapi persoalan dengan cerdas, berpegang teguh pada khittah dan

kepribadian Muhammadiyah, tidak terpengaruh berita media sosial yang

menghasut dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.28

Selain MUI dan Ormas Islam, keprihatinan yang serupa turut disampaikan

oleh wakil ketua DPR RI Fadli Zon. Politisi Partai Gerindra ini menyatakan, meski

28Tujuh Poin Pernyataan Sikap Muhammadiyah Terkait Isu Uighur”,

https://nasional.tempo.co/read/1284582/tujuh-poin-pernyataan-sikap-muhammadiyah-terkait-isu-

uighur/full?view=ok, diakses pada 19 Desember 2019, Pukul 13.15.

Page 62: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

52

diberikan status otonomi, penduduk muslim di Xinjiang justru mengalami perlakuan

represif. Dia mengatakan, lebih dari 10 juta muslim di Xinjiang mengalami

perlakukan diskriminatif, baik diskriminasi agama, sosial, maupun ekonomi. Politik

luar negeri Indonesia yang bebas dinilai bisa melakukan diplomasi atas setiap bentuk

pelanggaran HAM. Sebab, pelanggaran HAM yang terjadi terhadap muslim Uighur

sudah menjadi pengetahuan umum dan telah berlangsung lama dan berbagai laporan

LSM HAM dunia termasuk dari PBB memperkuat hal tersebut. Indonesia harus

serius menyikapi hal tersebut dan turut aktif membantu muslim Uighur melalui

diplomasi HAM, baik secara bilateral terhadap Pemerintah Tiongkok maupun secara

multilateral melalui keanggotaan PBB, OKI, dan lembaga-lembaga Internasional

lainnya.

Hal lain yang bisa diupayakan oleh Pemerintah Indonesia adalah dengan

memanfaatkan hubungan baik antara Indonesia dengan Tiongkok. Hal itu semestinya

bisa digunakan untuk saling menguatkan visi peradaban dunia yang beradab diatas

penghormatan HAM. Seyogyanya Indonesia turut berperan dalam menindak lanjuti

permasalahan Uighur ini. Meskipun belum ada langkah kongkrit Pemerintah

Indonesia sebagai tindak lanjut dari berbagai respon prihatin dari masyarakat

khususnya para elit politik serta tokoh agama.

Page 63: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Praktik diskriminasi yang terjadi di Xinjiang sangatlah bertentangan dengan

HAM internasional. Jika ditelaah satu persatu, praktik pelanggaran HAM yang

terjadi di Xinjiang China merupakan bentuk penindasan terhadap suatu

kelompok politik, ras, bangsa,etnis, kebudayaan, agama, jenis kelamin, atau

kelompok-kelompok lainnya, yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan

terhadap kemanusiaan (Crimes against Humanity).

2. Respon dunia internasional terhadap praktik pelanggaran HAM yang kian

terjadi di Xinjiang China tidak sebanyak respon dunia terhadap Rohingya di

masa silam, terutama negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim.

Mereka lebih banyak diam dan tidak memberikan respon nyata terhadap

pelanggaran HAM Muslim Uighur. Dukungan justru datang dari negara-negara

seperti Amerika, Australia, serta Turky yang memang punya hubungan

primordialisme dengan Uighur Xinjiang.

3. Human Right Watch (HRW) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai

salah satu lembaga pengejawantahan HAM terbesar di dunia mengeluarkan

kebijakan yang serupa yakni mendesak China untuk menghentikan praktik

diskriminasi yang terus dilakukan pemerintah terhadap etnis minoritas

khususnya Muslim Uighur.

B. Saran

Secara praktik, kepada Human Right Watch (HRW) sebagai Lembaga HAM

terbesar dunia, direkomendasikan untuk lebih tegas dalam mengupayakan penegakan

Hak Asasi Manusia. Secara adil HRW perlu lebih menekankan kepada setiap negara

53

Page 64: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

54

baik negara berkembang maupun negara maju untuk senantiasa memaksimalkan

upaya penegakan HAM. Selain itu, PBB sebagai tonggak persatuan dunia

Internasional juga harus lebih peka dan optimal dalam merespon isu-isu pelanggaran

HAM yang terus terjadi di setiap negara.

Secara akademik, kepada masyarakat khususnya umat muslim di setiap

belahan negara di dunia direkomendasikan untuk memahami konsep HAM,

setidaknya HAM yang diakui oleh negaranya masing-masing. Dengan demikian,

pengetahuan dan pemahaman mengenai HAM tersebut diharapkan mampu

menumbuhkan kesadaran untuk memaksimalkan partisipasi masyarakat dalam

menegakkan HAM.

Page 65: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal

Adrian Zenz dalam “New Evidence for China’s Political Re-Education Campaign in

Xinjiang,” Jurnal China Brief, vol. 18, terbitan 10, 15 Mei 2018.

https://www.nchrd.org/2018/08/china-massive-numbers-of-uyghursother-

ethnic-minorities-forced-into-re-education-programs/, diakses 24 September

2019, Pukul 22.45.

Arnold, Thomas W. Sejarah Dakwah Islam (diterjemahkan oleh A. Nawawi Rambe),

Jakarta: Widjaya, 1979.

Choirul Anam, dkk. Upaya Negara Menjamin Hak-hak Kelompok Minoritas di

Indonesia: Sebuah Laporan Awal. Jakarta: Komnas HAM RI.

Cox, Larry. A Vision of a World Made New: The Universal Declaration of Human

Rights in a Time of Fear. Jurnal Online ProQuest, Februari 2004.

Deklarasi Hak Orang-orang yang Termasuk Bangsa atau Sukubangsa, Agama, dan

Bahasa Minoritas (Declaration on the Rights of Persons Belonging to

National or Ethnic, Religious and Linguistic Minorities). A/Res/47/135, 18

Desember 1992.

Deklarasi Uniersal Hak Asasi Manusia (DUHAM)

Effendi, A. Masyhur. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dan Proses

Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM). Bogor:

Ghalia Utama, 2005.

El-Muhtaj, Majda. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dari Uud 1945

Sampai Dengan Amandemen Uud 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana, 2009.

Enny Soeprapto, Rudi M. Rizki, Eko Riyadi, Hak Asasi Manusia Kelompok Rentan

dan Mekanisme Perlindungannya. Yogyakarta: Pusham UII, 2012.

Karisma, Gita. Konflik Etnis Di Xinjiang: Kebijakan Monokultural Dan Kepentingan

Negara China Terhadap Keutuhan Wilayah. Jurnal Sosiologi, Vol. 19, No. 1.

Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), 16

Desember 1966 .

55

Page 66: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

56

Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (International Convenant Civil and

Politic Rights(ICCPR)), 16 Desember 1966.

Laylia, Siti Nida. Respon Turki Terhadap Pelanggaran Ham Minoritas Muslim

Uighur Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Tiongkok 2009-2010. Jurnal Jom

Fisip, Vol. 5 No. 1, April 2018.

Mahmud Marzuki, Peter. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada,2008.

Mauna, Boer. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, Fungsi dan Era Dinamika

Global Edisi Kedua. Bandung: Alumni, 2005.

Muzaffar, Chandra. Human Rights And New World Order, Hak Asasi Manusia

Dalam Tata Dunia Baru Menggugat Dominasi Global Barat, penerjemah

Poerwanto. Bandung: Mizan, 1995.

Percaya, Desra. Indonesia, PBB, dan Hak Asasi Manusia Internasional. Jurnal

Ketahanan Nasional, Vol VIII No 2, April 2003.

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

Radjab, Suryadi. Dasar-dasar Hak Asasi Manusia. Jakarta: PBHI, 2002.

Ridwan, “Konflik antara Etnis Muslim Uighur dan Pemerintah China”. Universitas

Muhammaddiyah Yogyakarta, 2007.

Rosyid, Menggugah peran hukum humaniter internasional Islam dalam mengurai

konflik etnis perspektif sejarah, Jurnal Wacana Hukum Islam dan

Kemanusiaan, Vol. 12 No. 2, Desember 2012.

Suardi Wekke Rusdan, Ismail. Minoritas Muslim Di China: Perkembangan, Sejarah

Dan Pendidikan. Jurnal Ijtimaiyya Pengembangan Masyarakat Islam. Vol. 10

No.1, April 2017.

Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional, disahkan oleh Konferensi Diplomatik

Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 17 Juli 1998.

Ting, Dawoud C.M. Kebudayaan Islam Di China. Jakarta: Pustaka Jaya, 1980.

United Nations Human Rights Council, https://www.ohcr.org/EN/HRBodies/HRC/

Pages/Membership.aspx, diakses pada 19 September 2019, Pukul 14.46.

Page 67: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

57

Wardhani, Baiq L.S.W. “Respon China Atas Gerakan Pan-Uyghuris Di Provinsi

Xinjiang”, (dalam Paper yang diterbitkan oleh Departemen Hubungan

Internasional, FISIP UNAIR, Surabaya). 2011.

Widhiana Suarda, I Gede. Hukum Pidana Internasional sebuah pengantar. Bandung:

Citra Aditya, 2012.

Wignjosoebroto, Soetandyo. Hak Asasi Manusia Konsep Dasar dan Perkembangan

Pengertiannya dari Masa ke Masa. Jakarta: Elsam, 2007.

Zul Fadhli, Yogi. Kedudukan Kelompok Minoritas dalam Perspektif HAM dan

Perlindungan Hukumnya Di Indonesia. Jurnal Konstitusi, Volume 11 Nomor

2, Juni 2014.

Internet

CNN Indonesia, “PBB Desak China Buka Akses ke Kamp Konsentrasi Uighur”,

https://m.cnnindonesia.com/internasional/20181206203220-113-351721/pbb-

desak-china-buka-akses-ke-kamp-konsentrasi-uighur, diakses pada 02 Oktober

2019, Pukul 21.45.

“Kebijakan Represif China pada Muslim Xinjiang”. https://tirto.id/kebijakan-represif-

cina-pada-muslim-xinjiang-cnA4, diakses pada 05 Oktober 2019, Pukul 03.01

“Kebijakan One China policy, dan penerapannya pada etnis muslim uighur”, diakses

dari http://saveuyghur.org, diakses pada 1 Oktober 2018, Pukul 03.13.

“Hal-hal yang Perlu diketahui Seputar Kondisi Muslim Uighur di China”,

https://www.liputan6.com/global/read/3850073/7-hal-yang-perlu-diketahui-

seputar-kondisi-muslim-uighur-di-china, diakses pada 23 Desember 2018,

pukul 09.57.

Laporan Lengkap Human right watch “Memberantas Virus Ideologis”, diunduh dari

https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309, pada 02 Oktober 2019, Pukul

22.50.

“MUI Kutuk Keras Masalah Krisis Kemanusiaan di Uighur” https://news.detik.com/

video/181220102/mui-kutuk-keras-masalah-krisis-kemanusiaan-di-uighur.

Page 68: Untuk membatasi permasalahan, penulis akan menguraikan ...repository.uinjkt.ac.id › dspace › bitstream › 123456789... · c. Minimnya respon dunia internasioanl terhadap bentuk

58

“Mengapa Pemerintah Negara Muslim, Termasuk Indonesia Diam Soal Uyghur?”

https://www.tempo.co/abc/3377/mengapa-pemerintah-negara-muslim-

termasuk-indonesia-diam-soal-uyghur, diakses pada 01 Oktober 2019, Pukul

17.20.

Human Right Watch (HRW), Memberantas Virus Ideologis: Kampanye Penindasan

Tiongkok Melawan Muslim Xinjiang, diakses dari

https://www.hrw.org/report/2018/09/09/eradicating-ideological-

viruses/Chinas-campaign-repression-against-xinjiangs, diakses pada 02

Oktober 2019, Pukul 22.04.

China Human Rights Watch Backgroubder, diakses dari http://hrw.org/legacy/

backgrounder/asia/china.htm, diakses pada 1 Oktober, Pukul 03.40.

Human right watch “Tiongkok: Penggerebekan Besar-besaran di Wilayah Muslim”,

diakses dari https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309, pada 02 Oktober

2019, Pukul 22.14.

Human right watch “Penahanan Massal, Penindasan Agama, Pengawasan di

Xinjiang”, diakses dari https://www.hrw.org/id/news/2018/09/322309, pada 02

Oktober 2019, Pukul 22.50.

“Kunjungi Uighur, MUI Ingin Tabayun soal Kabar Diskriminasi Etnis Muslim”,

https://m.detik.com/news/berita/d-4435730/kunjungi-uighur-mui-ingin-

tabayun-soal-kabar-diskriminasi-etnis-muslim, diakses pada 19 Desember

2019, Pukul 13.05.

“MUI: Tidak Ada yang Setuju Kebijakan Cina Atas Uighur”, https://www.google.com

/amp/s/m.republika.co.id/amp/q2gb9l430, diakses pada 19 Desember 2019,

Pukul 13.01.

“Sekjen MUI ke China dan AS: Setop Pelanggaran HAM Muslim Uighur-Palestina”,

https://m.detik.com/news/berita/d-4824093/sekjen-mui-ke-china-dan-as-

setop-pelanggaran-ham-muslim-uighur-palestina, diakses pada 19 Desember

2019, Pukul 13.15.

“Tujuh Poin Pernyataan Sikap Muhammadiyah Terkait Isu Uighur”, https://nasional.

tempo.co/read/1284582/tujuh-poin-pernyataan-sikap-muhammadiyah-terkait-

isu-uighur/full?view=ok, diakses pada 19 Desember 2019, Pukul 13.15.