unimed-undergraduate-22566-5. bab ii.pdf

26
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pupuk Bagi tanaman, pupuk sama seperti makanan pada manusia. Oleh tanaman, pupuk digunakan untuk tumbuh, hidup, dan berkembang. Pupuk mengandung zat atau unsur hara. Kandungan hara dalam tanaman berbeda–beda, tergantung pada jenis hara, jenis tanaman, kesuburan tanah atau jenisnya, dan pengelolaan tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik (buatan), bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara. Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian pupuk atau bahan-bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun tanah liat ke dalam tanah. Jadi pupuk adalah bahannya sedangkan pemupukan adalah cara pemberiannya. Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda pula sifat- sifatnya dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan tanaman. 2.2. Klasifikasi Pupuk Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), berdasarkan senyawanya pupuk terbagi atas pupuk organik, yakni pupuk yang berupa senyawa organik. misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos dan guano. Sedangkan pupuk anorganik atau mineral, yakni semua pupuk buatan, baik pupuk tunggal maupun majemuk. 2.2.1. Pupuk Organik Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai, misalnya pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah tetapi kandungan bahan organik di dalamnya

Upload: haqqyana

Post on 16-Nov-2015

23 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pengertian Pupuk Bagi tanaman, pupuk sama seperti makanan pada manusia. Oleh tanaman,

    pupuk digunakan untuk tumbuh, hidup, dan berkembang. Pupuk mengandung zat

    atau unsur hara. Kandungan hara dalam tanaman berbedabeda, tergantung pada

    jenis hara, jenis tanaman, kesuburan tanah atau jenisnya, dan pengelolaan

    tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

    Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik

    (buatan), bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah

    unsur hara. Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian pupuk atau

    bahan-bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun tanah liat ke

    dalam tanah. Jadi pupuk adalah bahannya sedangkan pemupukan adalah cara

    pemberiannya. Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda pula sifat-

    sifatnya dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan tanaman.

    2.2. Klasifikasi Pupuk Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), berdasarkan senyawanya pupuk

    terbagi atas pupuk organik, yakni pupuk yang berupa senyawa organik. misalnya

    pupuk kandang, pupuk hijau, kompos dan guano. Sedangkan pupuk anorganik

    atau mineral, yakni semua pupuk buatan, baik pupuk tunggal maupun majemuk.

    2.2.1. Pupuk Organik Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup

    yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai,

    misalnya pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa

    tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik

    mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap

    jenis unsur hara tersebut rendah tetapi kandungan bahan organik di dalamnya

  • 8

    sangatlah tinggi (Novizan, 2007). Pupuk organik sangat penting sebab

    memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan

    kondisi kehidupan di dalam tanah dan mengandung zat makanan tanaman

    (Rinsema, 1993).

    2.2.1.1. Kompos Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan,

    jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota dan sebagainya. Proses

    pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia.

    Secara garis besar, membuat kompos berarti merangsang perkembangan bakteri

    (jasad-jasad renik) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan yang

    dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain. Proses penguraian tersebut

    mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik sukar larut menjadi

    senyawa organik larut sehingga berguna bagi tanaman (Lingga dan Marsono,

    2004).

    Kompos sangat berperan dalam proses pertumbuhan tanaman, diantaranya yaitu ;

    1. Kompos memberikan nutrisi bagi tanaman

    Kompos mengandung unsur hara yang lengkap baik makro maupun mikro,

    walaupun kandungannya dalam jumlah yang sedikit tetapi memberikan nutrisi

    yang lengkap untuk pertumbuhan bagian-bagian vegetatif dan generatif

    tanaman.

    2. Kompos memperbaiki struktur tanah

    Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan mampu menjadi

    penyeimbang tingkat kerekatan tanah. Selain itu, kehadiran kompos pada tanah

    menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah.

    Dengan demikian tanah yang semula keras dan sulit ditembus air dan udara,

    kini dapat menjadi gembur.

    3. Kompos meningkatkan kapasitas tukar kation

    Kapasitas tukar kation (KTK) adalah sifat kimia yang berkaitan erat dengan

    kesuburan tanah. Tanah dengan KTK yang tinggi lebih mampu menyediakan

    unsur hara dari pada tanah dengan KTK rendah.

  • 9

    4. Kompos menambah kemampuan tanah untuk menahan air

    Tanah yang bercampur dengan kompos mempunyai pori-pori dengan daya

    rekat yang lebih baik sehingga mampu mengikat serta menahan ketersediaan

    air di dalam tanah.

    5. Kompos meningkatkan aktifitas biologi tanah

    Kompos dapat membantu kehidupan mikroorganisme dalam tanah, selain berisi

    bakteri dan jamur dekomposer keberadaan kompos akan membuat tanah

    menjadi sejuk, kondisi ini disenangi oleh bakteri.

    6. Kompos mampu meningkatkan pH pada tanah asam

    Unsur hara lebih mudah diserap oleh tanaman pada kondisi pH tanah netral,

    yaitu tujuh (7). Pada nilai ini, unsur hara menjadi mudah larut di dalam air. Jika

    tanah semakin asam dengan penambahan kompos, pH tanah akan meningkat.

    7. Kompos tidak menimbulkan masalah lingkungan

    Pupuk kimia sintesis dapat menimbulkan masalah lingkungan yaitu dapat

    merusak keadaan tanah dan air, sedangkan kompos justru memperbaiki sifat

    tanah dan lingkungan (Yuwono, 2005).

    2.2.1.2. Proses pengomposan Pengomposan merupakan proses biologi oleh mikroorganisme secara

    terpisah atau bersama-sama dalam menguraikan bahan organik menjadi bahan

    semacam humus. Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-

    bahan mentah dicampur. Proses pengomposan dapat berlangsung secara aerobik

    maupun anaerobik.

    Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap,

    yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen

    dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh

    mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat.

    Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan

    meningkat hingga di atas 50-70C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu.

    Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba

    yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan

  • 10

    organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan

    menggunakan oksigen (aerobik) akan menguraikan bahan organik menjadi CO2,

    uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan

    berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos

    tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses

    pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan.

    Pengurangan ini dapat mencapai 3040% dari volume/bobot awal bahan (Isroi,

    2008).

    Selama proses dekomposisi bahan organik menjadi kompos akan terjadi

    berbagai perubahan hayati yang dilakukan oleh mikroorganisme sebagai aktivator.

    Adapun perubahannya sebagai berikut:

    1. Penguraian karbohidrat, sellulosa, hemisellulosa, lemak, dan lilin menjadi

    CO2 dan H2O.

    2. Protein menjadi ammonia, CO2 dan air.

    3. Pembebasan unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi senyawa

    yang dapat diserap oleh tanaman.

    4. Terjadi pengikatan beberapa jenis unsur hara didalam sel mikroorganisme,

    terutama nitrogen, phospor dan kalium.

    2.2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Proses pengomposan Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi

    lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka

    dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat

    organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme

    tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan

    kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan

    keberhasilan proses pengomposan itu sendiri. Faktor-faktor yang memperngaruhi

    proses pengomposan antara lain (Isroi, 2008) :

  • 11

    a. Rasio C/N Rasio C/N bahan baku kompos merupakan faktor terpenting dalam laju

    pengomposan. Semakin rendah nilai C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk

    pengomposan semakin singkat.

    b. Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan

    area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan

    proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan

    besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan

    dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

    c. Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen

    (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang

    menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam

    tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan

    (kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang

    akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan

    melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

    d. Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos.

    Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.

    Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan menyuplai oksigen

    untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan

    oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.

    e. Kelembapan (Moisture content) Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses

    metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.

  • 12

    Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik

    tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40-60% adalah kisaran optimum untuk

    metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan

    mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila

    kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang,

    akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik

    yang menimbulkan bau tidak sedap.

    f. Temperatur Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara

    peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan

    semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses

    dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan

    kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60C menunjukkan aktivitas

    pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60C akan membunuh

    sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan

    hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba pathogen

    tanaman dan benih-benih gulma.

    g. Derajat Keasaman (pH) Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang

    optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran

    ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan

    menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai

    contoh proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal akan menyebabkan

    penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa

    yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal

    pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

  • 13

    h. Kandungan hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya

    terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan

    oleh mikroba selama proses pengomposan.

    i. Kandungan bahan berbahaya Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang

    berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Pb, Cd, Ni, dan

    Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan

    mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.

    j. Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang

    dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa

    penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan

    berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-

    benar matang.

    2.2.1.4. Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan Pada dasarnya semua bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya

    limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas,

    kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri,

    limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit dan lain-lain

    (Isroi, 2008).

    2.2.1.4.1. Kotoran Kambing Limbah yang dihasilkan dari ternak kambing/domba berupa urin yang

    menyengat akan dapat menimbulkan polusi bau, kotoran mencemari lingkungan

    sekitarnya dan masih banyak masalah sosial yang ditimbulkan. Sebetulnya bila

    dimanfaatkan secara baik kotoran tersebut bukan merupakan polusi justru

    merupakan suatu penghasilan yang bisa menghasilkan kompos (pupuk organik)

  • 14

    yang berkualitas bila diolah dengan teknologi pengolahan menggunakan

    dekomposer (Aziz, 2011).

    Pupuk kandang dari kotoran kambing memiliki kandungan unsur hara

    relatif lebih seimbang dibandingkan pupuk alam lainnya karena kotoran kambing

    bercampur dengan air seninya (mengandung unsur hara), hal tersebut biasanya

    tidak terjadi pada jenis pupuk kandang lain seperti kotoran sapi (Parnata, 2010).

    Kadar hara pada kotoran kambing yaitu 46,51% C, 1,41% N, C/N 32,98, 0,54% P

    dan 0,75% K (Hartatik dan Widowati, 2006). Sedangkan hasil uji pendahuluan

    yang dilakukan Syafrudin (2007), diperoleh kadar C-organik sebesar 43,092%

    dan nitrogen total 2,040%, sehingga rasio C/N-nya 21,12.

    2.2.1.4.2. Kulit Kopi Kulit kopi merupakan jenis bahan organik yang sulit didekomposisi. Oleh

    karena itu pengembalian kulit kopi ke lahan pertanian harus diikuti dengan proses

    pengomposan terlebih dahulu agar unsur-unsur yang dikandung kulit kopi tersebut

    dapat tesedia bagi pertumbuhan tanaman. Secara kimiawi kulit kopi mengandung

    bahan organik seperti karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O) yang terikat

    dalam bentuk senyawa selulosa (45%), hemi-selulosa (25%), lignin (2 %), resin

    (45%), dan abu (0,5 %).

    Kulit kopi terdiri dari:

    1. Lapisan bagian luar tipis yakni yang disebut Exocarp; lapisan ini kalau sudah

    masak berwarna merah.

    2. Daging buah; daging buah ini mengandung serabut yang bila sudah masak

    berlendir dan rasanya manis, maka sering disukai binatang kera atau musang.

    Daging buah ini disebut Mesocarp.

    3. Kulit tanduk atau kulit dalam; kulit tanduk ini merupakan lapisan tanduk yang

    menjadi batas kulit dan biji yang keadaannya agak keras. Kulit ini disebut

    Endocarp.

  • 15

    Gambar 2.1. Bagian Buah Kopi

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar C-organik kulit buah kopi adalah

    45,3%, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan kalium 2,26 %.

    2.2.1.5. Standar Kualitas Kompos Kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami pelapukan yang

    cukup dengan dicirikan warna sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya,

    tidak berbau atau berbau seperti tanah, kadar air rendah, dan mempunyai suhu

    ruang. Kematangan kompos juga dapat dilihat dari kandungan karbon dan

    nitrogen melalui rasio C/N-nya. Kompos yang memiliki rasio C/N mendekati

    rasio C/N tanah yaitu 10-12, lebih dianjurkan untuk digunakan (Indriani, 2001).

    Pada kompos, terdapat unsur lain yang variasinya cukup banyak walaupun

    kadarnya rendah seperti nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium. Kadar

    hara kompos memang sangat ditentukan oleh bahan yang dikomposkan.

    Walaupun demikian, kadar haranya memang tidak pernah tinggi dan susunan hara

    dari kompos memang tidak pernah tetap (Lingga dan Marsono, 2004).

    Standar nasional Indonesia (SNI) memiliki syarat mutu produk kompos

    untuk melindungi konsumen dan mencegah pencemaran lingkungan. Standar ini

    dapat dipergunakan sebagai acuan bagi produsen kompos dalam memproduksi

    kompos. Adapun standar kualitas kompos dari sampah organik domestik yang

    merujuk pada SNI 19-7030-2004. Kematangan kompos ditunjukkan dari hal-hal

    seperti rasio C/N mempunyai nilai (10-20):1, suhu sesuai dengan suhu air tanah,

    berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah serta berbau tanah.

  • 16

    Tabel 2.1. SNI Produk Kompos

    No. Parameter Satuan Minimum Maksimum 1 Kadar air % - 50 2 Temperature C suhu air tanah 3 Warna Kehitaman 4 Bau berbau tanah 5 Ukuran partikel mm 0,55 25 6 Kemampuan ikat air % 58 - 7 pH 6,80 7,49 8 Bahan asing % * 1,5 Unsur makro 9 Bahan organik % 27 58 10 Nitrogen % 0,40 - 11 Karbon % 9,80 32 12 Phosphor (P2O5) % 0,10 - 13 C/N-rasio 10 20 14 Kalium (K2O) % 0,20 * Unsur mikro

    15 Arsen mg/kg * 13 16 Kadmium (Cd) mg/kg * 3 17 Kobal (Co) mg/kg * 34 18 Kromium (Cr) mg/kg * 210 19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100 20 Merkuri (Hg) mg/kg * 0,8 21 Nikel (Ni) mg/kg * 62 22 Timbal (Pb) mg/kg * 150 23 Selenium (Se) mg/kg * 2 24 Seng (Zn) mg/kg * 500 Unsur lain

    25 Kalsium (Ca) % * 25,50 26 Magnesium (Mg) % * 0,60 27 Besi (Fe) % * 2,00 28 Alumunium (Al) % * 2,20 29 Mangan (Mn) % * 0,1 Bakteri

    30 Fecal coli MPN/gr 1000 31 Salmonella sp. MPN/4 gr 3 Keterangan : * Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum

    Sumber : Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2004

  • 17

    2.3. Effective Microorganism 4 (EM4) Effective Microorganism 4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme

    yang menguntungkan bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan dan produksi

    tanaman, serta ramah lingkungan. Mikroorganisme yang ditambahkan akan

    membantu memperbaiki kondisi biologi tanah dan dapat membantu penyerapan

    unsur hara. Sebagian besar mengandung mikroorganisme seperti bakteri

    fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), ragi,

    Actinomycetes sp, dan jamur fermentasi. Menurut Jose (2011) manfaat atau

    peranan mikroorganisme tersebut yaitu :

    1. Bakteri Fotosintetik

    Peranan dari bakteri ini yaitu merubah gas-gas berbahaya menjadi zat

    bermanfaat, menghilangkan bau tak sedap, meningkatkan fotosintesis

    tanaman dan menunjang pertumbuhan bakteri asam laktat, ragi dan jamur.

    2. Bakteri Asam Laktat

    Bakteri ini menghasilkan asam laktat sebagai hasil penguraian gula dan

    karbohidrat lain yang bekerjasama dengan bakteri fotosintesis dan ragi. Asam

    laktat ini merupakan bahan sterilisasi kuat yang dapat menghambat

    pertumbuhan pathogen Fusarium, menghancurkan lignin, selulosa dan dapat

    menguraikan bahan organik dengan cepat.

    3. Ragi

    Ragi menghasilkan zat-zat bioaktif (hormon dan enzim), membantu

    perkembangan bakteri asam laktat dan dapat menghasilkan alkohol, ester, dll.

    4. Actinomycetes sp

    Actinomycetes sp memiliki bentuk antara bakteri dan jamur. Mikroorganisme

    ini dapat menghasilkan zat antimikroba untuk menekan jamur dan bakteri

    berbahaya.

    5. Jamur Fermentasi

    Jamur ini menghasilkan alkohol, ester, zat anti mikroba dan menghilangkan

    bau serta mencegah serbuan serangga dan ulat.

  • 18

    EM4 mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik.

    EM4 diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi

    mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat

    meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman

    secara berkelanjutan. EM4 juga dapat digunakan untuk mempercepat

    pengomposan sampah organik atau kotoran hewan, masalah pada peternakan,

    membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan

    ikan. Ada beberapa keuntungan dan manfaat dari EM4 yaitu :

    1. Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

    2. Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas

    serangga hama dan mikroorganisme patogen.

    3. Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman dan menjaga

    kestabilan produksi.

    4. Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos. Kompos yang

    dibuat dengan teknologi Effective Microorganism (EM) disebut dengan

    BOKASHI.

    (Marsono dan Paulus, 2001)

    Kata bokashi diambil dari bahasa jepang yang berarti bahan organik yang

    terfermentasi. Oleh orang Indonesia kata bokashi berarti bahan organik kaya

    akan sumber hayati.

    2.4. Pengomposan Anaerob Pengomposan dengan proses anaerobik dihasilkan gas metana yang sangat

    bermanfaat. Adapun reaksi proses anaerobik sebagai berikut:

    C6H12O6 3 CH4 + 3 CO2

    Selain kompos, produk komesial yang diperoleh dari proses pengomposan

    anaerobik yaitu biogas. Biogas adalah campuran gas metan dengan gas-gas lain

    seperti CO2 dan H2S yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan pemanfaatan.

    Dengan pengomposan anaerobik seluruh potensi yang ada di dalam bahan organik

    dapat dimanfaatkan seperti energi dan nutrisi yang ada dalam kompos.

  • 19

    Dialam, proses anaerobik terjadi secara spontan ketika adanya timbunan

    bahan organik dengan suplai oksigen yang terbatas. Pada situasi tersebut kegiatan

    dekomposisi beralih dari proses aerobik menjadi anaerobik, seperti produksi

    metan di dasar danau dan sungai. Proses pengomposan anaerobik dapat dipercepat

    dengan mengatur berbagai kondisi proses yang bisa memacu dekomposisi bahan

    organik lebih cepat dan sempurna sehingga waktu lebih cepat, produksi metan

    lebih besar.

    Proses pengomposan anaerobik berlangsung dalam 4 tahap sebagai berikut:

    a. Proses hidrolisa, yaitu dekomposisi bahan organik polimer menjadi monomer

    yang mudah larut, dilakukan oleh sekelompok bakteri fakultatif. Pada proses

    hidrolisa, lemak diuraikan oleh enzim lipase yang diproduksi oleh bakteri

    lipolitik. Sementara karbohidrat diuraikan oleh enzim sellulase yang

    diproduksi oleh bakteri sellulolitik dan protein diuraikan oleh enzim protease

    yang diproduksi oleh bakteri proteolitik menjadi monomer yang mudah larut.

    Pada proses hidrolisa ini dihasilkan pula asam amino, asam volatil, gliserol,

    dan lain-lain.

    b. Proses asidogenesis, yaitu dekomposisi monomer organik menjadi asam-asam

    organik (asam lemak) dan alkohol. Pada proses asidogenesis, monomer

    organik diuraikan lebih lanjut oleh bakteri asidogenik menjadi asam-asam

    organik seperti asam format, asetat, butirat, propionat, valeriat, serta

    dihasilkan juga CO2, H2O dan metanol.

    c. Proses asetogenesis, yaitu perubahan asam organik dan alkohol menjadi asam

    asetat. Pada proses ini senyawa organik dan metanol diuraikan bakteri

    asetogenik menjadi asam format, asetat, dan CO2.

    d. Proses metanogenesis, yaitu perubahan dari asam asetat menjadi metana. Pada

    proses ini asam asetat diuraikan oleh bakteri metanogenik menjadi CH4, CO2

    dan H2O.

    Agar proses pengomposan anaerobik berlangsung optimal maka

    diperlukan pengetahuan tentang faktor yang berpengaruh dalam produktifitas serta

  • 20

    kualitas biogas dan kompos yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai

    berikut:

    a. Jenis bahan

    Kriteria penting yang biasa digunakan untuk menilai kelayakan bahan

    baku pada pengomposan anaerobik adalah nilai rasio C/N/P. rasio yang ideal

    adalah 150:5:1. Karbon diperlukan oleh bakteri untuk tenaga, sedangkan nitrogen

    untuk membangun protein sel. Kadar nitrogen yang terlalu tinggi akan

    meningkatkan produksi ammonia yang bersifat racun bagi bakteri. Kebutuhan P

    berkaitan dengan suplai nitrogen dan jarang menimbulkan masalah dalam proses

    anaerobik. Bila rasio bahan kurang bagus maka perlu dicampur dengan bahan lain

    sehingga rasio C/N/P mendekati nilai ideal.

    b. Suhu.

    Pada pengomposan anaerobik, proses dapat berlangsung pada variasi suhu

    yaitu 5-75oC. Aktivitas mikrobanya meningkat seiring dengan meningkatnya

    suhu. Namun umumnya bakteri aktif pada selang suhu mesofilik antara 30-35oC,

    sebagian lagi aktif pada suhu 50-55oC. Namun, bakteri metanogenik yang bekerja

    pada suhu termofilik hanya sedikit.

    c. Derajat keasaman (pH)

    Terdapat perbedaan yang mencolok antara pH yang diperlukan oleh

    bakteri asidogenik dengan bakteri metanogenik. Bakteri asidogenik memerlukan

    pH antara 4,5-7 dan bekerja optimum pada pH 6-7. Sementara itu bakteri

    metanogenik bekerja pada kisaran 6,2-7,8 dan bekerja optimum pada kisaran pH

    7-7,2.

    d. Toksisitas

    Keberadaan oksigen tidak begitu berpengaruh terhadap proses anaerobik

    karena oksigen yang terakumulasi akan segera dihabiskan oleh bakteri anaerobik

    yang fakultatif. Yang potensial merugikan adalah adanya logam berat yang masuk

    kedalam reaktor, ion alkali juga akan menghambat proses anaerobik, yang lebih

    berbahaya adalah bahan kimia seperti klor, ion sianida serta sulfat.

  • 21

    2.5. Rasio C/N

    Setiap bahan organik memiliki rasio C/N yang berbeda. Rasio C/N limbah

    ternak umumnya lebih rendah dibandingkan dengan C/N dari tanaman. Karena itu

    penggunaannya sebagai bahan baku kompos harus dicampur dengan bahan

    organik yang memiliki rasio C/N tinggi sehingga dapat menghasilkan C/N yang

    cocok.

    Rasio C/N sangat penting untuk memasok hara yang diperlukan

    mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung. Mikroba memecah

    senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Bila

    ketersediaan karbon terbatas (rasio C/N terlalu rendah) tidak cukup senyawa

    sebagai sumber energi yang dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat

    seluruh nitrogen bebas. Dalam hal ini sejumlah nitrogen bebas dilepaskan dalam

    bentuk gas NH3 dan kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas rendah

    (Sutanto, 2002). CSIRO (1979) mengemukakan bahwa nisbah C/N yang terlalu

    tinggi menyebabkan laju pengomposan berjalan lambat dan dapat menyebabkan

    suasana pengomposan terlalu asam, sedangkan bila terlalu rendah menyebabkan

    terjadinya kehilangan nitrogen dalam bentuk gas amonia, akibatnya dapat

    meracuni dan mematikan jenis mikroba yang diperlukan dalam proses

    pengomposan. Ada berbagai versi pendapat untuk kondisi optimal/ideal dari rasio

    C/N ini, diantaranya yaitu :

    1. Menurut Poincelot (1972), rasio C/N optimum untuk proses pengomposan

    yang cepat dan efisien adalah antara 26-35, nisbah C/N dibawah 26

    menyebabkan peningkatan kehilangan Nitrogen yang berubah menjadi gas

    ammonia dan bila lebih dari 35 menyebabkan proses pengomposan lebih

    lama.

    2. Menurut Yuwono (2005), Kisaran perbandingan unsur C dan N dalam bahan

    komposan yang optimum untuk proses pengomposan ialah antara 25 30

    merupakan nilai perbandingan unsur C dan N yang terbaik sehingga bakteri

    dapat bekerja sangat cepat.

  • 22

    3. Menurut Djuarnani, dkk (2005) proses pengomposan yang baik rasio C/N

    antara 20 40, namun rasio C/N yang ideal bagi kehidupan mikroorganisme

    dalam proses pengomposan ialah sebesar 30.

    Bahan organik tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman bila

    perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi. Namun apabila rasio C/N

    mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat diaplikasikan

    ke tanah dan unsur hara yang terkandung dapat diserap tanaman. Nilai C/N

    tanah sekitar 10-12 (Indriani, 2001).

    Sama seperti limbah organik, produk kompos dengan rasio C/N yang lebih

    tinggi dari C/N tanah jika diaplikasikan ke dalam tanah maka mikroorganisme

    akan tumbuh dengan memanfaatkan N tersedia didalam tanah untuk membentuk

    protein dalam tubuh mikroorganisme tersebut, sehingga terjadilah immobilisasi N.

    Immobilisasi N adalah perubahan N anorganik menjadi N organik oleh

    mikroorganisme tanah untuk menyusun jaringan-jaringan dalam tubuhnya (Hakim

    dkk, 1986). Hal ini didukung oleh pernyataan Novizan (2007) yang menyatakan

    bahwa tanaman justru tampak seperti kekurangan unsur hara setelah diberi pupuk

    kompos yang belum terurai sempurna. Karena selama proses penguraian sampai

    proses peguraian sempurna, tanaman akan bersaing dengan mikroorganisme tanah

    untuk memperebutkan unsur hara.

    2.6. Pengaruh Bahan Organik pada Tanah Sifat tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, dan sering

    kali pengaruhnya sangat kompleks, sebagai contoh, humus membuat pasir dan

    tanah seakan menyatu. Tanah yang kaya akan bahan organik bersifat lebih terbuka

    sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan dari pada

    tanah yang mengandung bahan organik rendah. Tanah yang kaya bahan organik

    mempunyai warna yang agak gelap dan menyerap sinar lebih banyak. Apabila

    lebih banyak sinar yang diserap tanah maka akan lebih banyak hara dan air yang

    diserap tanaman melalui akar.

    Tanah yang kaya akan bahan organik relatif sedikit yang terfiksasi,

    sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar. Hara yang digunakan

  • 23

    oleh mikroorganisme tanah bermanfaat dalam mempercepat aktifitasnya,

    meningkatkan dekomposisi bahan organik dan mempercepat pelepasan hara. Sisa

    tanaman yang dikembalikan kedalam tanah juga berpengaruh dalam mengurangi

    masalah penyakit dan hama tanaman, menurunkan aktifitas mikroorganisme yang

    berpengaruh negatif. Residu tanaman seperti jerami, batang dan tongkol jagung,

    ampas tebu dan sekam padi jika dikembalikan kedalam tanah akan sangat baik

    bagi tanah. Pupuk kimia dapat ditambahkan untuk mempercepat dekomposisi, dan

    membuat hara lebih lengkap. Pada umumnya residu tanaman mengandung

    nitrogen yang rendah dan rasio C/N yang sangat tinggi (Sutanto, 2002).

    Karbon merupakan penyusun umum dari semua bahan organik. Karena

    senyawa dalam sisa tumbuhan dihancurkan, karbondioksida dilepaskan.

    Disamping karbondioksida, karbonat dan bikarbonat, penyederhanaan bahan

    organik menghasilkan karbon yang lain.

    2.6.1. Rasio C/N Tanah Adapun jenis-jenis tanah diantaranya yaitu tanah alluvial, latosol, litosol,

    regosol, grumosol, podzolik, mediteran, histosol, entisol, ultisol, andisol dan lain-

    lain. Setiap jenis tanah memiliki rasio C/N yang berbeda-beda. Berikut beberapa

    jenis tanah tersebut :

    1. Tanah entisol termasuk jenis tanah alluvial yang memiliki rasio C/N < 20.

    Jenis tanah ini banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah teknis

    maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah.

    2. Tanah andisol merupakan tanah yang kesuburan kimiawinya rendah, namun

    memiliki kemampuan menahan air yang baik. Tanah ini memiliki rasio C/N

    tergolong rendah yaitu 6-10 (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

    Agroklimat, 2005). Tanah ini cocok bila ditanam padi sawah, sayur sayuran,

    buah, bunga, teh, kopi, dan lain-lain.

    3. Tanah histosol/gambut merupakan tanah hasil pembusukan yang kurang

    sempurna di daerah yang selalu tergenang air seperti rawa. Tanah ini kurang

    baik untuk pertanian karena kurang subur dan selalu tergenang air. umumnya

    memiliki rasio C/N tinggi yaitu 24-33,4 (Suhardjo dan Widjhaya dalam

  • 24

    Nurhayati, 2008). Namun kini telah banyak dilakukan penelitian, agar tanah

    gambut dapat digunakan untuk pertanian.

    2.7. Unsur Hara yang diperlukan tanaman Unsur hara yang diperlukan tanaman terbagi atas unsur makro dan unsur

    mikro. Unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman terdiri atas nitrogen, fosfor,

    dan kalium. Sedangkan unsur hara mikro berupa kalsium, magnesium, besi,

    mangan, zink, tembaga dan lainnya.

    2.7.1. Nitrogen Nitrogen umumnya diserap tanaman dalam bentuk ion NH4+ atau NO3-,

    Nitrogen dalam tanah dapat hilang karena terjadinya penguapan, pencucian oleh

    air atau terbawa bersama tanaman saat panen. Nitrogen dapat kembali ketanah

    melalui pelapukan sisa makhluk hidup (bahan organik), Nitrogen yang berasal

    dari bahan organik ini dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui tiga tahap

    reaksi yang melibatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Tahap reaksi tersebut

    sebagai berikut (Novizan, 2007) :

    1. Penguraian protein yang terdapat pada bahan organik menjadi asam amino.

    Tahap ini disebut aminisasi.

    2. Perubahan asam-asam amino menjadi senyawa-senyawa amonia (NH3) dan

    amonium (NH4+). Tahap ini disebut reaksi amonifikasi.

    3. Perubahan senyawa amonia menjadi nitrat yang disebabkan oleh bakteri

    Nitrosomonas dan Nitrococcus. Tahap ini disebut reaksi Nitrifikasi.

    Pengubahan amonium (NH4+) menjadi nitrat (NO3-) di dalam tanah

    berlangsung dengan adanya aktivitas dua kelompok bakteri yang bersifat

    autotropik aerobik, ini berarti mereka tidak memerlukan makanan organik tetapi

    memerlukan oksigen, yaitu nitrosomonas yang mengoksidasi NH4+ menjadi NO2-,

    dan nitrobacter yang mengoksidasi NO2- menjadi NO3-. Jadi, NH3 dapat diolah

    secara mikrobiologis melalui proses nitrifikasi hingga menjadi nitrit NO2 dan

    nitrat NO3, sesuai reaksi dibawah ini :

    Bakteri 2NH4+ + 3O2 2NO2-+ 4H+ + 2H2O + energi

  • 25

    Bakteri 2NO2- + O2 2NO3- + energi

    Kedua bakteri ini sangat terpengaruh oleh aerasi tanah, suhu dan

    kelembaban. Fungsi Nitrogen bagi tanaman adalah sebagai berikut :

    1. Meningkatkan pertumbuhan tanaman (daun, batang dan akar).

    2. Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman.

    3. Meningkatkan kualitas penghasil tanaman penghasil daun-daunan.

    4. Meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah.

    Menurut Novizan (2007) terdapat gejala-gejala kekurangan dan kelebihan

    nitrogen pada tanaman yaitu :

    a. Gejala kekurangan Nitrogen

    Tanaman yang kekurangan nitrogen dikenali dari daun bagian bawah. Daun

    itu menguning karena kekurangan klorofil, lebih lanjut mengering dan

    rontok. Tulang-tulang di bawah permukaan daun muda tampak pucat,

    pertumbuhan tanaman lambat, kerdil, lemah, produksi bunga dan biji rendah.

    b. Gejala kelebihan Nitrogen

    Warna daun terlalu hijau, tanaman rimbun dengan daun, proses pembuangan

    menjadi lama. Adenium bakal bersifat sekulen karena mengandung banyak

    air. Hal itu menyebabkan rentan serangan cendawan, penyakit, dan mudah

    roboh, serta produksi bunga menurun.

    2.7.2. Fosfor Fosfor umumnya diserap tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer

    (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-). Bentuk yang paling dominan dari

    ketiga fosfat tersebut dalam tanah bergantung pada pH tanah. Pada pH yang

    rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion ortofosfat primer, dan pada pH yang

    lebih tinggi ion ortofosfat sekunder yang lebih banyak diserap tanaman (Hanafiah,

    2005).

    Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara

    langsung oleh tanaman, sedangkan polifosfat harus terlebih dahulu mengalami

    hidrolisis membentuk ortofosfat sebelum dimanfaatkan sebagai sumber fosfor.

  • 26

    Reaksi ionisasi asam ortofosfat adalah sebagai berikut :

    H3PO4 H+ + H2PO4- H2PO4- H+ + HPO42- HPO42- H++ PO43- Fosfor organik mengandung senyawa yang berasal dari tanaman dan

    mikroorganisme yang tersusun dalam asam nukleat, fosfomolipid, dan fitin.

    Bentuk fosfor anorganik tanah lebih sedikit dan sukar larut.

    Unsur fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan

    akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor berfungsi

    sebagai bahan mentah untuk pertumbuhan pembentukan sejumlah protein tertentu,

    membantu asimilasi dan pernapasan, meningkatkan prodiksi biji-bijian serta

    mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah.

    Gejala-gejala kekurangan dan kelebihan fosfor (Petrokimia, 2012) :

    a. Gejala kekurangan Fosfor

    Dimulai dari daun tua menjadi keunguan cenderung kelabu, tepi daun

    cokelat, tulang daun muda bewarna hijau gelap, pertumbuhan daun kecil,

    kerdil dan akhirnya rontok, fase pertumbuhan lambat dan tanaman kecil.

    b. Gejala kelebihan Fosfor

    Kelebihan P menyebabkan penyerapan unsur lain terutama unsur mikro

    seperti besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) terganggu. Namun gejalanya

    tidak terlihat secara fisik pada tanaman.

    2.7.3. Kalium Persediaan kalium dalam tanah dapat berkurang karena tiga hal, yaitu

    pengambilan kalium oleh tanaman, pencucian kalium oleh air, dan erosi tanah.

    Kalium tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam

    jaringan tanaman baik xylem maupun floem, serta mempunyai sifat larut dan

    mudah difiksasi dalam tanah. Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+ dan

    dalam dalam jaringan tanaman juga tetap berbentuk ion K+, tidak ditemukan

  • 27

    dalam bentuk senyawa organik (Novizan, 2007). Fungsi unsur kalium bagi

    tanaman adalah sebagai berikut :

    1. Membantu pembentukan protein dan karbohidrat

    2. Memperkuat tegaknya batang sehingga tanaman tidak mudah roboh

    3. Meningkatkan kualitas biji atau buah

    4. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit

    5. Membantu perkembangan akar tanaman

    Berikut ini gejala-gejala yang timbul bila tanaman kekurangan dan

    kelebihan kalium :

    a. Gejala kekurangan kalium

    Kekurangan K terlihat dari daun paling bawah yang kering atau ada bercak

    hangus, bunga mudah rontok, tepi daun hangus, daun menggulung ke

    bawah, dan rentan terhadap serangan penyakit.

    b. Gejala kelebihan kalium

    Kelebihan K menyebabkan penyerapan Ca dan Mg terganggu serta

    pertumbuhan tanaman terhambat, sehingga tanaman mengalami defisiensi.

    2.8. Spektrofotometri UV/VIS Spektrofotometri UV-VIS adalah pengukuran serapan cahaya di daerah

    ultraviolet (200350 nm) dan sinar tampak (350800 nm) terhadap suatu

    senyawa. Serapan cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan transisi

    elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang

    berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi.

    Jika radiasi elektromagnetik dilewatkan pada suatu media yang homogen,

    maka sebagian radiasi itu ada yang dipantulkan, diabsorpsi, dan ada yang

    transmisikan. Radiasi yang dipantulkan dapat diabaikan, sedangkan radiasi yang

    dilewatkan sebagian diabsorpsi dan sebagian lagi ditransmisikan.

    Ada empat kemungkinan radiasi elektromagnetik pada molekul atau atom

    yang akan mengalami perubahan energi eksitasi yaitu energi translasi, energi

    rotasi, energi vibrasi, dan energi elektronik. Radiasi cahaya UV-Vis pada molekul

    atau atom akan menyebabkan energi elektronik, oleh sebab itu spektra UV-Vis

  • 28

    disebut juga spektra elektronik sebagai akibat transisi antara dua tingkat energi

    elektron dari molekul atau atom.

    Hubungan antara kadar dengan intensitas sinar yang diserap oleh sampel

    yang di analisis dinyatakan oleh hukum Lambert-Berr dalam bentuk persamaan

    sebagai berikut :

    Log (I0/ I ) = A

    A = a b C

    Besaran spektroskopik yang diukur adalah transmitan (T) :

    T = (I0/ I ) A = log (1/T)

    Dimana : I0 = intensitas sinar sebelum melewati sampel;

    I = intensitas sinar setelah melewati sampel;

    a = absorptivitas;

    b = tebal medium;

    C = konsentrasi senyawa yang mengabsorpsi radiasi.

    Spektrofotometri UV-Vis memiliki komponen-komponen pokok sebagai

    berikut :

    1. Sumber radiasi

    2. Monokromator

    3. Tempat cuplikan

    4. Detektor atau pencatat

    Jika suatu larutan analit ingin diukur, maka sebelumnya harus direaksikan

    dengan bahan tertentu sehingga menimbulkan warna yang spesifik yang

    kepekatannya sebanding dengan konsentrasinya. Untuk mengetahui konsentrasi

    analitnya maka digunakan larutan standar, yaitu larutan yang telah ditetapkan

    konsentrasinya dan diberi bahan yang dapat memberikan warna yang sama.

    Kemudian diukur absorbannya di spektrofotometri. Besarnya konsentrasi analit

    dari bahan yang diukur dapat diketahui dengan menginterpolasikan nilai

    absorbennya ke grafik larutan standar.

  • 29

    2.9. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) Metode SSA berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom

    menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat

    unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk

    mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dalam analisa unsur, sampel harus

    diuraikan dalam bentuk netral terikat dasar dan atom netral yang berada dalam

    keadaan dasar ini harus dispersikan sedemikian rupa kedalam berkas sinar

    (radiasi) yang mengemisikan sinar pada panjang gelombang yang tepat sama pada

    proses absorpsinya (Khopkar, 2002).

    Pada spektrofotometri serapan atom, radiasi dari suatu sumber radiasi yang

    sesuai (lampu katoda cekung) dilewatkan kedalam nyala api yang telah

    teratomisasi maka radiasi tersebut akan diabsorbsi oleh atom yang telah

    teratomisasi. Besarnya radiasi yang diabsorbsi diketahui dari selisih radiasi asal

    dengan radiasi yang diteruskan (yang tidak diabsorbsi). Konsentrasi unsur

    diperoleh berdasarkan besarnya radiasi yang diabsorbsi, sesuai denga hukum

    Lambert-Beer bahwa hubungan antara absorban dengan konsentrasi berbanding

    lurus atau linier (Vogel, 1984). Untuk menentukan konsentrasi suatu unsur dapat

    diketahui dengan menggunakan larutan standar untuk mendapatkan kurva

    kalibrasi.

    2.9.1. Instrumentasi SSA Setiap alat SSA terdiri dari tiga komponen utama yaitu unit atomisasi,

    sumber radiasi, dan sistem pengukur fotometrik.

    Adapun skema instrumen SSA yaitu sebagai berikut :

    Gambar 2.2. Skema Instrumen Spektrofotometri Serapan Atom

  • 30

    2.10. Metode Analisis 2.10.1. Penentuan Nitrogen Secara Kjedhal Metode kjedhal merupakan metode yang digunakan untuk menentukan

    kadar nitrogen. Pada dasarnya analisa nitrogen cara kjedhal dapat dibagi menjadi

    tiga tahapan yaitu proses dekstruksi, destilasi dan titrasi.

    1. Tahap destruksi

    Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga

    terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Unsur karbon, hidrogen teroksida

    menjadi CO, CO2 dan H2O sedangkan nitrogennya berubah menjadi ammonium

    sulfat (NH4)2SO4. Asam sulfat yang digunakan minimum 10 ml. Sampel yang

    dianalisa sebanyak 0,4-3,5 g atau mengandung nitrogen sebanyak 0,02-0,04 g.

    Untuk cara mikro kjedhal bahan tersebut lebih sedikit lagi yaitu 10-30 g. Untuk

    mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator. Dengan

    penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga

    destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370-410oC. Proses

    destruksi selesai apabila larutan telah berubah menjadi jernih atau tidak berwarna.

    Agar analisa lebih tepat maka pada tahap destruksi ini dilakukan pula perlakuan

    blanko yaitu untuk koreksi adanya senyawa N yang bereaksi dari reagensia. Tahap

    destruksi dapat dilihat pada reaksi berikut :

    (C, H, O, N)organik + H2SO4(p) (NH4)2SO4(aq) + SO2(g) + CO2(g) + H2O(g)

    2. Tahap destilasi

    Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)

    dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi

    tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung

    gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zinkum (Zn). Amonia yang

    dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan standar. Asam standar yang

    dapat dipakai adalah asam klorida atau asam borat dalam jumlah yang berlebihan.

    Agar kontak antar asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung

    destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam

  • 31

    keadaan berlebihan maka diberi indikator. Destilasi diakhiri bila sudah semua

    ammonia terdestilasi sempurna. Tahap destilasi dapat dilihat pada reaksi berikut :

    (NH4)2SO4(aq) + 2NaOH(aq) 2NH3(g) + 2H2O(aq) + Na2SO4(aq)

    NH3(g) + H3BO3(aq) NH4H2BO3(aq)

    3. Tahap tirasi

    Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam

    borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan

    asam. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah ekuivalen

    nitrogen. Tahap titrasi dapat dilihat pada reaksi berikut :

    NH4H2BO3(aq) + H2SO4(aq) H3BO3(aq) + NH4HSO4(aq)

    (Anonim, 2010)

    2.10.2. Penentuan Fosfat Dengan Metode Molibdat-Vanadat Reaksi kompleks antara ortofosfat yang terlarut dengan ammonium

    molibdovanadat kemudian membentuk senyawa kompleks molibdovanadat asam

    fosfat yang berwarna kuning. Bahan-bahan organik yang turut tercampur harus

    terlebih dahulu dihilangkan agar tidak mengganggu warna yang dihasilkan

    menggunakan pereaksi pengoksidasi. Warna kompleks fosfovanadomolibdat lebih

    stabil dibandingkan warna kompleks biru-molibdem.

    2.10.3. Penentuan Kalium Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom Metode spektrofotometer serapan atom banyak digunakan dalam analisis

    elemen tanah dan batu-batuan. Metode SSA cocok untuk menentukan unsur

    kalium. Untuk unsur kalium (K) di ukur pada panjang gelombang 766,5 nm. Jumlah

    atau zat yang berada dalam tanah seperti kalsium, natrium, magnesium dan

    kalium ditentukan dalam nyala udara asetilen. Ionisasi dapat bertambah

    sensitifitasnya khususnya dalam nyala yang lebih panas seperti halnya

    nitrooksida-asetilen.

  • 32

    2.10.4. Penentuan Karbon Dalam Bahan Organik (C-organik) Dengan Metode Walkley and Black

    Pengukuran kandungan bahan organik tanah berdasarkan jumlah organik

    yang mudah teroksidasi akan mereduksi Cr2O72- yang diberikan secara berlebihan.

    Reaksi ini terjadi karena adanya energi yang dihasilkan oleh reaksi H2SO4 pekat

    dan K2Cr2O7. Keadaan ini menyebabkan Cr6+ direduksi oleh C-organik menjadi

    warna hijau dari Cr3+.

    Teknik penetapan Corganik yang paling standar adalah oksidasi bahan

    organik oleh dikromat yang mana metode ini lebih sering disebut metode Walkley

    and Black. Dalam prosedurnya Kalium dikromat (K2Cr2O7) dan asam sulfat pekat

    (H2SO4) ditambahkan kedalam bahan organik, dimana larutan tersebut harus

    didinginkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan air. Penambahan asam

    pospat (H3PO4) kedalam larutan tersebut berguna untuk mengurangi interferensi

    dari Fe3+ yang mungkin sering terjadi. Persamaan reaksinya adalah sebagai

    berikut :

    2 Cr2O72- + 3 C + 16 H+ 4 Cr3+ + 3 CO2 + 8 H2O

    Prosedur dari Walkley dan black ini sangat luas digunakan sederhana,

    cepat dan tidak memerlukan peralatan yang mahal, akan tetapi prosedur ini hasil

    oksidasi tidak dapat mencapai hasil yang optimal, yang mana prosedur tersebut

    hanya mampu mengoksidasi bahan organik antara 60%-75%.