uji toksisitas akut ekstrak metanol daun...
TRANSCRIPT
i
UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK METANOL DAUN
MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.)
TERHADAP LARVA Artemia salina Leach DENGAN
METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH:
Feby Wulandari
NIM: 1111103000010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sa
Ciputat, 10 September 2014
Feby Wulandari
iii
UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK METANOL DAUN MAHKOTA DEWA
(Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) TERHADAP LARVA Artemia salina
Leach DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked)
Oleh
Feby Wulandari
NIM: 1111103000010
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Nurul Hiedayati, Ph.D Zilhadia, M.Si, Apt
NIDN: 2028027101 NIDN: 2022087303
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian ini berjudul UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK
METANOL DAUN MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.)
TERHADAP LARVA Artemia salina Leach DENGAN METODE BRINE
SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT) yang diajukan oleh Feby Wulandari (NIM:
1111103000010), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan pada 10 September 2014. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokeran (S.Ked) pada Program Studi
Pendidikan Dokter.
Jakarta, 10 September 2014
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Nurul Hiedayati, Ph.D dr. Nurul Hiedayati, Ph.D Zilhadia, M.Si, Apt
NIDN: 2028027101 NIDN: 2028027101 NIDN: 2022087303
Penguji 1 Penguji 2
dr. Flori Ratna Sari, Ph.D drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D
NIP: 197707272006042001 NIDN: 2002047801
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN
Prof. Dr (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp.And dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK
NIP: 197110232011012
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat iman, nikmat sehat dan nikmat Islam sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini dapat berjalan lancar dan terselesaikan
pada waktunya karena adanya bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. MK Tadjudin, Sp.And selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Nurul Hiedayati, Ph.D selaku pembimbing 1 yang telah banyak meluangkan
waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam melakukan
penelitian dan menyusun laporan penelitian serta memberikan masukan judul
penelitian dan memberikan izin penggunaan Laboratorium Farmakologi untuk
kepentingan penelitian.
4. Ibu Zilhadia, M.Si, Apt selaku pembimbing 2 yang telah banyak meluangkan
waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis dalam melakukan
penelitian dan menyusun laporan penelitian.
5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab modul riset yang selalu
membimbing penulis selama modul riset berlangsung dan mengingatkan penulis
untuk segera menyelesaikan penelitian.
6. Ibu Puteri Amelia, M.Farm, Apt dan Bapak Supandi, M.Si, Apt selaku
penanggung jawab Laboratorium Farmakognosi dan Fitofarmaka yang telah
banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis
dalam melakukan penelitian serta memberikan izin penggunaan laboratorium
untuk kepentingan penelitian.
vi
7. Bapak Adrial dan Ibu Mariana selaku kedua orangtua penulis yang selalu
mendoakan dan memberikan dukungan dalam bentuk materil atau non materil
kepada penulis. Terima kasih atas segala kebaikan dan pelajaran hidup yang luar
biasa hingga kini penulis beranjak dewasa.
8. Linda Hayani, S.ST, Hengki Ramiko, SE dan Muhammad Daffa Abu Hanif
selaku saudara kandung penulis yang selalu mendoakan dan memberikan
dukungan kepada penulis.
9. Mas Pandji, Mas Rachmadi, Mbak Ai, Mbak Rani dan Mbak Suryani selaku
laboran yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.
10. Akbar Sepada, Ayu Reskianingsih, Nur Zaki Hanifah dan Nurul Khafidz Subekti
selaku teman satu kelompok penelitian penulis yang selalu bekerja sama dan
saling memberikan dukungan selama melakukan penelitian.
11. Teman-teman di PSPD dan teman-teman lainnya yang penulis kenal namun
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Ciputat, 10 September 2014
Penulis
vii
ABSTRAK
Feby Wulandari. Program Studi Pendidikan Dokter. Uji Toksisitas Akut Ekstrak
Metanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) Terhadap
Larva Artemia salina Leach Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
2014.
Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. merupakan tanaman dari famili Thymeleceae
yang digunakan sebagai obat herbal di Indonesia. Daun ini mengandung falerin dan
asam galat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi aktivitas
sitotoksik ekstrak metanol daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap larva
Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang
ditunjukkan dengan nilai LC50. Penelitian eksperimental ini menggunakan 150 larva
Artemia salina Leach untuk setiap kali perlakuan yang dibagi menjadi empat
konsentrasi ekstrak dan satu kontrol negatif, masing-masing terdiri dari 10 larva
dengan tiga kali replikasi. Konsentrasi ekstrak berurut-turut adalah 17,5 ppm, 12,5
ppm, 5 ppm dan 2,5 ppm. Dihitung total larva yang mati setelah 24 jam. Hasil dari
analisis probit menunjukkan nilai LC50 ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa
adalah 7,0550 µg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun Phaleria
macrocarpa memiliki potensi toksisitas akut terhadap larva Artemia salina Leach
karena memiliki nilai LC50 <1000 ppm.
Kata kunci: Phaleria macrocarpa, Artemia salina, uji toksisitas akut, BSLT, LC50
ABSTRACT
Feby Wulandari. Medical Education Study Program. Acute Toxicity Test Of
Methanol Leaf Extract from Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.)
Towards The Artemia salina Leach Larva Using The Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) Method. 2014.
Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. is a plant that includes in the Thymeleceae
family which is known for its uses as the herbal medicine in Indonesia. The leaf of
this plant contains phalerin and gallic acid. The purpose of this research is to know
the cytotoxic activity of the methanol extract of the leaves from the mahkota dewa
potential (Phaleria macrocarpa) towards Artemia salina Leach larva using the Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT) method with the score LC50. This experimental
research uses 150 Artemia salina Leach larva for each session that is divided into
four concentration extract and one negative control, it consists of 10 larva's each with
3 times replication. The extract concentration are 17,5 ppm, 12,5 ppm, 5 ppm and 2,5
ppm. The dead larva are counted after 24 hours. The result from the probit analysis
shows score LC50 of methanol extract Phaleria macrocarpa leaf is 7,0550 µg/ml. It
means that Phaleria macrocarpa methanol leaf extract does have the acute toxicity
potential toward Artemia salina Leach larva due to having the score LC50 <1000
ppm.
Keyword: Phaleria macrocarpa, Artemia salina, acute toxicity test, BSLT, LC50
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRAK .................................................................................................. vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ............................................................................. 1
1.2. Rumusan masalah ........................................................................ 2
1.3. Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan umum ...................................................................... 2
1.3.2. Tujuan khusus ..................................................................... 3
1.4. Manfaat penelitian
1.4.1. Bagi peneliti ........................................................................ 3
1.4.2. Bagi institusi ....................................................................... 3
1.4.3. Bagi masyarakat .................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan teori .............................................................................. 4
2.1.1. Obat tradisional Indonesia ................................................... 4
2.1.2. Tanaman Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. .................. 6
2.1.2.1. Deskripsi tanaman ................................................. 6
2.1.2.2. Studi fitokimia ...................................................... 7
2.1.2.2.1. Studi fitokimia kualitatif ........................ 7
ix
........................................
.............................................
2.1.2.2.2. Kuantifikasi isolasi fitokonstituen .......... 8
2.1.2.3. Bioaktivitas (aktivitas antikanker) ......................... 9
2.1.2.4. Uji toksisitas dan bioassay kanker ......................... 12
2.1.3. Toksikologi ......................................................................... 14
2.1.3.1. Kondisi efek toksik ................................................ 15
2.1.3.2. Mekanisme efek toksik .......................................... 15
2.1.3.3. Sifat efek toksik .................................................... 16
2.1.3.4. Uji toksikologi ...................................................... 16
2.1.4. Simplisia ............................................................................. 18
2.1.4.1. Jenis simplisia ....................................................... 18
2.1.4.2. Tahapan pembuatan ............................................... 19
2.1.5. Ekstraksi tanaman ............................................................... 20
2.1.5.1. Metode ekstraksi ................................................... 20
2.1.5.2. Tahapan pembuatan ............................................... 21
2.1.6. Brine shrimp lethality test ................................................... 22
2.1.6.1. Artemia salina Leach ............................................. 23
2.1.6.1.1. Spesies ekologi 24
2.1.6.1.2. Siklus hidup 25
2.1.6.2. Nilai LC50 .............................................................. 28
2.1.6.3. Pelarut metanol ..................................................... 29
2.1.6.4. Analisis probit ....................................................... 30
2.2. Kerangka konsep .......................................................................... 31
2.3. Definisi operasional ..................................................................... 32
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Desain penelitian .......................................................................... 33
3.2. Lokasi dan waktu penelitian ......................................................... 33
3.3. Populasi dan sampel ..................................................................... 33
3.3.1. Populasi .............................................................................. 33
3.3.2. Sampel ................................................................................ 33
3.3.2.1. Kriteria inklusi ...................................................... 33
3.3.2.2. Kriteria ekslusi ...................................................... 33
3.3.2.3. Besar sampel ......................................................... 33
3.3.2.4. Cara pengambilan sampel ...................................... 33
3.4. Alat dan bahan penelitian ............................................................. 34
3.4.1. Alat penelitian ..................................................................... 34
3.4.2. Bahan penelitian ................................................................. 34
3.5. Cara kerja penelitian .................................................................... 34
3.5.1. Determinasi tanaman dan proses pembuatan simplisia ......... 34
3.5.2. Ekstraksi daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.
dengan metode maserasi ..................................................... 34
3.5.3. Penyiapan larva Artemia salina Leach ................................. 35
3.5.4. Pembuatan konsentrasi ekstrak yang akan diuji ................... 35
3.5.5. Uji toksisitas akut dengan metode bslt ................................. 36
3.6. Alur penelitian ............................................................................. 37
x
3.7. Pengolahan dan analisis data ........................................................ 38
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Determinasi tanaman dan proses pembuatan simplisia .................. 39
4.2. Ekstraksi daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. dengan
metode maserasi ........................................................................... 39
4.3. Uji toksisitas akut dengan metode bslt .......................................... 41
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan ...................................................................................... 48
5.2. Saran ............................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49
LAMPIRAN ............................................................................................... 53
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbedaan obat tradisional/ obat herbal dengan obat modern ....... 4
Tabel 2.2. Modalitas reproduksi Artemia salina ........................................... 25
Tabel 2.3. Tingkat nilai toksisitas LC50 ........................................................ 28
Tabel 2.4. Sifat fisika dan kimia metanol ..................................................... 30
Tabel 4.1. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl. terhadap kematian larva Artemia
salina Leach ................................................................................ 42
Tabel 4.2. Perhitungan nilai LC50 ekstrak metanol daun Phaleria macrocrpa
[Scheff.] Boerl. menggunakan analisis probit ............................... 43
Tabel 6.1. Tabel transformasi persen probit .................................................. 61
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Strategi untuk posisi pengembangan produk ........................... 5
Gambar 2.2. Deskripsi tanaman dari Phaleria macrocarpa menunjukkan
(a) kuncup bunga, (b) daun berwarna hijau dengan bentuk
runcing, (c) buah berwarna hijau yang belum matang dan
(d) buah berwarna merah yang sudah matang ......................... 7
Gambar 2.3. Fitokonstituen diisolasi dari Phaleria macrocarpa dengan
masing-masing aktivitas biologis ........................................... 8
Gambar 2.4. Mekanisme efek pro-apoptosis asam galat dan falerin diisolasi
dari ekstrak Phaleria macrocarpa. bcl-2: b-cell lymphoma 2
protein, bax: bcl-2 associated x proteins, cyt-c: cytochrome c,
vdac: voltage dependent anion channels, pi3/ akt:
phospoinositide 3/ jalur protein 3 kinase b ............................. 11
Gambar 2.5. Individu dari Artemia salina ................................................... 24
Gambar 2.6. Siklus hidup Artemia salina ................................................... 26
Gambar 2.7. Karakteristik anatomi nauplia dari Artemia salina .................. 27
Gambar 2.8. Karakteristik anatomi dari Artemia salina dewasa .................. 28
Gambar 4.1. Grafik pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun
Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. terhadap kematian larva
Artemia salina Leach ............................................................. 42
Gambar 4.2. Grafik regresi linier konsentrasi ekstrak metanol daun
Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. terhadap nilai probit .... 45
Gambar 6.1. Hasil determinasi daun Phaleria macrocapa [Scheff.] Boerl. .. 57
Gambar 6.2. Sebanyak 1 kg serbuk simplisia halus daun Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl. .................................................. 57
Gambar 6.3. Telur Artemia salina Leach .................................................... 57
Gambar 6.4. Destilasi pelarut metanol ........................................................ 57
xiii
Gambar 6.5. Maserasi menggunakan pelarut metanol ................................. 57
Gambar 6.6. Filtrat yang dipisahkan dari ampasnya .................................... 58
Gambar 6.7. Evaporasi menggunakan rotatory evaporator ......................... 58
Gambar 6.8. Sebanyak 169,7650 g ekstrak kental metanol daun Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl. .................................................. 58
Gambar 6.9. Sebanyak 2000 mg ekstrak kental daun Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl. ditimbang menggunakan neraca analitik ........ 58
Gambar 6.10. Larutan induk konsentrasi 20000 ppm dihomogenkan
menggunakan hot plate stirrer ............................................... 59
Gambar 6.11. Larutan uji konsentrasi 35 ppm, 25 ppm, 10 ppm dan 5 ppm
ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. .. 59
Gambar 6.12. Mengukur pH air laut menggunakan pH indicator paper ........ 59
Gambar 6.13. Penetasan larva Artemia salina Leach .................................... 59
Gambar 6.14. Hasil uji toksisitas akut dengan metode bslt ........................... 60
Gambar 6.15. Menghitung kematian larva menggunakan digital colony
counter .................................................................................. 60
Gambar 6.16. Hasil determinasi larva Artemia salina Leach menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 .................................... 60
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi ekstrak metanol daun Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl. ..................................................... 54
Lampiran 2. Hasil determinasi daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. .. 56
Lampiran 3. Proses penelitian ...................................................................... 57
Lampiran 4. Tabel probit .............................................................................. 61
Lampiran 5. Daftar riwayat hidup ................................................................ 64
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh
dunia, dilaporkan 8,2 juta kematian pada tahun 2012. Lebih dari 60% dari
total kasus baru tahunan di dunia terjadi di Afrika, Asia, Amerika Tengah dan
Amerika Selatan. Wilayah tersebut menyumbang 70% dari kematian akibat
kanker di dunia.[1]
Kanker menempati urutan keenam penyebab kematian
terbesar di Indonesia.[2]
Saat ini usaha penyembuhan menggunakan obat
kanker kurang memuaskan karena memiliki efek samping yang besar, harga
yang mahal dan sulit diperoleh. Hal tersebut mendorong dilakukannya
pencarian sumber baru senyawa antikanker dari alam.[3]
Pengobatan herbal adalah penggunaan biji, buah, akar, daun, kulit
batang, atau bunga tanaman untuk tujuan pengobatan.[7]
Pengobatan herbal
telah digunakan selama berabad-abad untuk mengobati berbagai kondisi
kesehatan yang berbeda-beda. Pengobatan herbal merupakan salah satu yang
paling umum digunakan untuk terapi komplementer dan alternatif oleh orang
dengan kanker. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa 6 dari 10
orang dengan kanker menggunakan obat herbal bersama pengobatan kanker
konvensional.[8]
Salah satu tanaman obat asli Indonesia adalah Phaleria macrocarpa
(Scheff.) Boerl., umumnya dikenal sebagai mahkota dewa. Ekstrak dari
Phaleria macrocarpa memiliki sejumlah aktivitas farmakologi seperti
antikanker, antidiabetes, antihiperlipidemia, antiinflamasi, antibakteri,
antijamur, antivirus, antioksidan dan efek vasorelaksan. Konstituen yang
diisolasi dari bagian yang berbeda dari Phaleria macrocarpa termasuk
falerin, asam galat, ikarisida C, magniferin, mahkosida A, asam dodekanoik,
asam palmitat, desasetil flavikordin A, flavikordin A, flavikordin D,
flavikordin A glukosida, etil stearat, lignan, alkaloid dan saponin.[9]
2
Berdasarkan uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach, ekstrak etanol buah
Phaleria macrocarpa memiliki nilai LC50 (lethal concentration) 30,42 ppm
dan ekstrak etanol biji buah Phaleria macrocarpa memiliki nilai LC50 1,6 x
10-2
ppm.[3]
Untuk uji toksisitas akut digunakan metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT) karena cukup praktis, cepat, mudah, murah dan akurat. Metode
BSLT menggunakan hewan uji larva udang Artemia salina untuk pencarian
senyawa antikanker baru yang berasal dari tanaman.[3]
Artemia salina
digunakan karena merupakan organisme zoologi invertebrata yang
sederhana.[31]
Media yang digunakan yaitu air laut[3]
dan pelarut yang
digunakan yaitu metanol. Metode ini dilakukan dengan menentukan besarnya
LC50 selama 24 jam.[3]
Penelitian ini bertujuan sebagai uji pendahuluan
aktivitas antikanker daun Phaleria macrocarpa dari daerah Ciputat. Dengan
demikian dilakukan uji toksisitas akut ekstrak metanol daun Phaleria
macrocarpa dengan metode BSLT.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah ekstrak metanol daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl.) memiliki toksisitas akut terhadap larva Artemia salina Leach
dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Diketahuinya potensi aktivitas sitotoksik ekstrak metanol daun
mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) terhadap larva Artemia
salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
3
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya persentase kematian larva Artemia salina Leach setelah
pemberian ekstrak metanol daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl.).
b. Diketahuinya nilai LC50 ekstrak metanol daun mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl.) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT).
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
a. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
b. Memperoleh pengalaman di bidang penelitian eksperimental terutama di
bidang kesehatan.
1.4.2. Bagi Institusi
a. Menambah jumlah dan jenis penelitian yang telah dilakukan di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
b. Menambah referensi penelitian untuk melakukan penelitian lebih lanjut
bagi peneliti yang lain.
1.4.3. Bagi Masyarakat
Menambah informasi tentang khasiat penggunaan mahkota dewa
yang berpotensi sebagai tanaman obat dan sebagai terapi komplementer atau
alternatif dalam pengobatan kanker.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Obat Tradisional Indonesia
Saat ini obat tradisional cukup banyak digunakan oleh masyarakat untuk
mengobati diri sendiri (self-medication), namun profesi kesehatan atau dokter
umumnya masih enggan untuk meresepkan atau menggunakannya karena bukti
ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih
kurang.[13]
Alasan masyarakat menggunakan obat tradisional yaitu lebih terjangkau,
sesuai ideologi, meredakan kekhawatiran tentang efek samping obat kimia (sintetis)
dan keinginan untuk perawatan kesehatan yang lebih personal. Penggunaan obat
tradisional meningkat ketika pengobatan konvensional tidak efektif dalam mengobati
penyakit, seperti kanker dan penyakit menular.[14]
Tabel 2.1. Perbedaan obat tradisional/ obat herbal dengan obat modern
Obat modern Obat tradisional
Kandungan senyawa kimia Satu atau beberapa dimurnikan
atau sintetik
Campuran banyak senyawa alami
Zak aktif Jelas Sering tidak diketahui/ tidak pasti
Kendali mutu Relatif mudah Sangat sulit
Efektivitas dan keamanan Ada bukti ilmiah, uji klinik Umumnya belum ada bukti ilmiah/ uji klinik
Sumber: Dewoto, 2007
Pengobatan tradisional merupakan istilah komprehensif yang digunakan
untuk sistem pengobatan tradisional seperti pengobatan tradisional Cina, Indian
Aryuveda, pengobatan unani Arab dan berbagai bentuk pengobatan tradisional
lainnya. Terapi pengobatan tradisional meliputi terapi medikasi (menggunakan obat-
obatan herbal, hewan dan/ atau mineral) dan terapi nonmedikasi (tanpa menggunakan
obat-obatan, seperti pada akupuntur, terapi manual dan terapi spiritual). Di negara
dengan sistem pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada obat allophatic, atau di
mana obat tradisional belum dimasukkan ke dalam sistem pelayanan kesehatan
nasional, pengobatatan tradisional disebut pengobatan “komplementer”, “alternatif”
atau “nonkonvesional”.[15]
Menurut Permenkes RI No.3/ Menkes/ Per/ I/ 2010, obat
5
tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sedian sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.[16]
Penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan bagian dari budidaya
nasional dan telah di mulai berabad-abad yang lalu. Salah satu obat tradisional
Indonesia adalah jamu, telah dinyatakan sebagai brand Indonesia oleh Susilo
Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia pada 27 Mei 2007 di Jakarta.[17]
Jamu, umumnya campuran obat herbal, yaitu obat yang berasal dari tanaman. Bagian
tanaman yang digunakan berupa akar, batang, daun, umbi atau seluruh bagian
tanaman. Indonesia memiliki sekitar 25000-30000 spesies tanaman yang merupakan
80% dari jenis tanaman di dunia dan 90% dari jenis tanaman di Asia.[13]
Di antara
30000 spesies tanaman di kepulauan Indonesia, diketahui sekurang-kurangnya 9600
spesies tanaman berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies digunakan
sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional.[18]
Berdasarkan tingkat pembuktian khasiat, persyaratan bahan baku yang
digunakan dan pemanfaatannya, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi
jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.[13]
Obat tradisional yang didasarkan
pada “warisan” dan pendekatan empiris disebut jamu (obat herbal), sedangkan yang
dihasilkan dari pendekatan ilmiah melalui uji pre-klinis disebut herbal terstandar.
Bagi yang telah lulus uji klinis disebut fitofarmaka.[17]
Gambar 2.1. Strategi untuk posisi pengembangan produk
Sumber: WHO
6
2.1.2. Tanaman Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.
2.1.2.1. Deskripsi Tanaman
Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl., umumnya dikenal sebagai God’s
crown, mahkota dewa atau pau merupakan tanaman dari famili Thymeleceae yang
tumbuh di daerah tropis pulau Papua. Phaleria macrocarpa merupakan tanaman
yang sempurna, termasuk batang, daun, bunga dan buah (Gambar 2.2). Tinggi
Phaleria macrocarpa sekitar 1-18 m dengan panjang akar 1 m, kulit kayu berwarna
hijau kecoklatan dan kayu berwarna putih. Phaleria macrocarpa tumbuh 10-1200 m
di atas permukaan laut dengan usia produktif sekitar 10-20 tahun. Daunnya berwarna
hijau dan bentuknya lonjong dengan panjang 7-10 cm dan lebar 3-5 cm. Bunga
Phaleria macrocarpa tersusun dari 2-4, berwarna hijau hingga merah marun. Bentuk
bijinya bulat dan berwarna putih serta beracun. Buah berbentuk gerhana dengan
diameter 3 cm, berwarna hijau saat belum matang dan menjadi merah saat matang.
Benih 1-2 per buah, berwarna coklat, ovoid dan anatropous. Ekstrak Phaleria
macrocarpa memiliki sejumlah aktivitas farmakologi yaitu sebagai antitumor,
antihiperglikemia, antiinflamasi, antidiare, antioksidan, antivirus, antibakteri,
antijamur dan vasodilator. Batangnya digunakan untuk mengobati kanker tulang;
kulit dari benihnya untuk mengobati kanker payudara, kanker serviks, penyakit paru,
hati dan jantung; daunnya untuk mengobati impotensi, penyakit darah, alergi,
diabetes mellitus dan tumor.[9]
Taksonomi tanaman Phaleria macrocarpa (Hutapea et al., 1999; Winarto et
al., 2003):[19]
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Thymelaeales
Suku : Thymelaeaceae
Genus : Phaleria
Spesies : Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.
7
Gambar 2.2. Deskripsi tanaman dari Phaleria macrocarpa menunjukkan (a) kuncup
bunga, (b) daun berwarna hijau dengan bentuk runcing, (c) buah berwarna hijau yang
belum matang dan (d) buah berwarna merah yang sudah matang
Sumber: Altaf et al., 2013
2.1.2.2. Studi Fitokimia
2.1.2.2.1. Studi Fitokimia Kualitatif
Berbagai kandungan kimia ditemukan pada Phaleria macrocarpa dengan
berbagai konsentrasi yaitu mahkosida A, asam dodekanoik, asam palmitat, desasetil
flavikordin A, flavikordin A, flavikordin D, flavikordin A glukosida, etil stearat,
lignan dan sukrosa. Yang et al. mengisolasi mahkosida A untuk pertama kali dari biji
Phaleria macrocarpa bersama dengan enam senyawa lainnya yaitu magniferin,
kaempferol-3-o-β-D-glukosida, asam dodekanoik, asam palmitat, etil stearat dan
sukrosa. Lignan diisolasi dari bagian berbeda Phaleria macrocarpa, ketika
mengalami chiral column analysis, ditemukan pinoresinol, larikiresinol dan
matairesinol. Kulit kayu dan buahnya kaya akan saponin, alkaloid, polifenol, fenol,
flavonoid, lignan dan tanin. Senyawa yang diisolasi dari buah termasuk ikarisida C3,
magniferin dan asam galat. Falerin pertama kali diisolasi dari daun Phaleria
macrocarpa sebagai glikosida benzofenon (3,4,5, trihidroksi-4-metoksi-benzofenon-
3-O-β-D-glukosida) oleh Hartati et al. Senyawa yang sama diisolasi dari buah oleh
Oshimi et al., namun struktur yang diusulkan (2,4‟,6, trihidroksi-4-metoksi-
benzofenon-3-O-β-D-glukosida) sedikit berbeda dari laporan sebelumnya. Perikarp
8
buah mengandung kaempferol, mirisetin, naringin dan rutin. Naringin dan quersitin
ditemukan di mesokarp dan biji. Forboester, desasetil flavikordin A dan derivat 29-
norkukurbitasin diisolasi dari biji. Ekstrak Phaleria macrocarpa juga mengandung
alkaloid dan saponin.[9]
Gambar 2.3. Fitokonstituen diisolasi dari Phaleria macrocarpa dengan masing-
masing aktivitas biologis
Sumber: Altaf et al., 2013
2.1.2.2.2. Kuantifikasi Isolasi Fitokonstituen
Ekstrak Phaleria macrocarpa belum sepenuhnya terstandarisasi untuk
memberikan rincian persen kuantitas dari senyawa yang diisolasi. Namun konsentrasi
beberapa senyawanya dalam fraksi tertentu dari ekstrak Phaleria macrocarpa
dilaporkan. Misalnya, ekstrak metanol buah Phaleria macrocarpa diekstrak dalam
petroleum eter, kloroform, metanol dan air dilaporkan memiliki kandungan falerin
hingga 9,52%. Pasta kasar (32 g) diperoleh dari 3,2 kg biji Phaleria macrocarpa
9
terdiri dari 9,1% mahkosida A, 0,21% kaempferol dan 0,1% magniferin, sedangkan
60% dari pasta kasar terdiri dari sukrosa.[9]
Total kandungan fenolik dari mesokarp, perikarp dan biji masing-masing
60,5 ± 0,17, 59,2 ± 0,04 dan 47,7 ± 1,04 mg GAE/gDW (galic acid equivalent/gram
of dry weight). Total kandungan flavonoid dari perikarp ditemukan maksimum
(161,3 ± 1,58 mg RE (rutin equivalent)/gDW) ketika dibandingkan dengan mesokarp
dan biji (masing-masing 131,7 ± 1,66 dan 35,9 ± 2,47 mg RE/gDW).[9]
2.1.2.3. Bioaktivitas (Aktivitas Antikanker)
Daun dan buah Phaleria macrocarpa digunakan untuk mengobati berbagai
jenis kanker terutama kanker payudara dan tumor otak. Suplementasi Phaleria
macrocarpa dengan AC (adriamycin cyclosphamide) dapat mengurangi
pertumbuhan tumor pada sel payudara dengan menginduksi apoptosis, juga
melindungi kerusakan hati dan ginjal yang disebabkan oleh AC. Falerin dan asam
galat berkontribusi besar untuk sifat sitotoksiknya.[9]
Ekstrak semipolar metanol Phaleria macrocarpa (sebagai DLBS1425)
bertindak sebagai antiproliferasi, antiangiogenik dan menginduksi apoptosis pada sel
kanker payudara. Ekstrak ini mengandung 20,26% falerin dan menginduksi apoptosis
oleh fragmentasi DNA, aktivasi kaspase-9 dan diregulasi oleh Bcl-2 (B-cell
lymphoma 2 protein) dan BAX (Bcl-2 associated X protein) pada tingkat mRNA.
Bcl-2 merupakan protein anti-apoptosis yang dikode oleh gen Bcl-2 yang bertindak
sebagai cek poin dalam regulasi apoptosis, sedangkan BAX merupakan protein pro-
apoptosis dari famili gen Bcl-2. Falerin dan asam galat meningkatkan regulasi
protein BAX dalam dose dependent manner dan menurunkan regulasi ekspresi Bcl-2
mRNA sehingga menyebabkan peningkatan berkelanjutan dari kalsium level di
mitokondria. Hal ini menginduksi pembukaan VDAC (voltage dependent anion
channel) dan menyebabkan pelepasan sejumlah kecil Cyt-c (Cytochrome-c, protein
ruang antar membran) dari mitokondria (Gambar 2.4.). Cyt-c berinteraksi dengan
reseptor inositol trifosfat pada retikulum endoplasma sehingga menyebabkan
pelepasan kalsium retikulum endoplasma dan meningkatkan keseluruhan level ion
kalsium, yang selanjutnya memicu pelepasan besar-besaran Cyt-c. Cyt-c mengikat
10
domain WD-40 dari C-terminus dari APAF-1 (apoptotic protease activating factor-
1) dan penghentian autoinhibisi domain ini, sementara dua domain lainnya dari
APAF-1 sebagai CARD (caspase activation and recruitment domain) dan NB-ARC
(nucleotide binding adaptor shared by APAF-1, R and CED-4) domain ATPase
(adenosine tri phosphatase) tetap dalam keadaan autoinhibisi. Cyt-c mengikat
APAF-1 memicu pengikatan stabil dari ATP/ dATP pada nucleotide binding site dari
APAF-1. Di hadapan tujuh molekul Cyt-c dan tujuh protein APAF-1, oligomerisasi
dari APAF-1 ke dalam wheel-like heptagonal structure terjadi dan menyebabkan
aktivasi apoptosom. Apoptosom menyebabkan pembelahan dan perekrutan APAF-3
(inactive procaspase-9) untuk mengaktifkan molekul kaspase-9. Kaspase merupakan
sistein-aspartat-protease yang terdiri dari kaspase inisiator seperti 2, 8, 9, 10 dan
kaspase efektor seperti 3, 6 dan 7. Aktivasi kaspase-9 inisiator selanjutnya
mengaktifkan kaspase efektor, yang memicu kaskade kaspase 3, 6 dan 7. Hal ini
mengaktifkan DNAase untuk menyebabkan fragmentasi DNA sehingga menginduksi
apoptosis.[9]
DLBS1425 juga menekan ekspresi COX-2 (cyclo-oxygenase 2) mRNA dan
ekspresi VGEF-C (vascular endothelial growth factor-C) mRNA sehingga
menurunkan permeabilitas pembuluh darah yang selanjutnya mengurangi proliferasi
dan migrasi sel endotel, sehingga menjadi antiangiogenesis. Protein kinase C juga
dihambat oleh ekstrak ini menyebabkan penurunan regulasi faktor transkripsi sebagai
activator protein-1, memberikan kontribusi lebih lanjut untuk aktivitas
antiproliferasinya. Asam galat bekerja pada BAX dan gen Bcl-2, juga bekerja pada
jalur PI3K/ Akt/ mTOR (mammalian target of rapamycin). Selain dua mekanisme
pro-apoptosis, asam galat juga meningkatkan ROS (reactive oxygen species) pada
lini sel kanker in vitro.[9]
11
Gambar 2.4. Mekanisme efek pro-apoptosis asam galat dan falerin diisolasi dari
ekstrak Phaleria macrocarpa. Bcl-2: b-cell lymphoma 2 protein, bax: bcl-2
associated x proteins, cyt-c: cytochrome c, vdac: voltage dependent anion channels,
pi3/ akt: phospoinositide 3/ jalur protein 3 kinase b
Sumber: Altaf et al., 2013
PI3K (phosphatidyl-inositol-3-kinase) mengaktifkan Akt (protein kinase-B)
yang meregulasi kelangsungan hidup sel. Hal ini selanjutnya mengaktifkan mTOR,
yang meregulasi pertumbuhan sel dan proliferasi. Pada sel kanker, jalur ini menjadi
terlalu aktif dan mengurangi apoptosis, yang memungkinkan proliferasi. Asam galat
menggunakan efek antiproliferasinya dengan menurunkan regulasi kelangsungan
hidup Akt/ mTOR. Asam galat juga menurunkan regulasi fosforilasi dari aktivasi
Ras/ mitogen jalur protein kinase, sehingga menekan ADAM (a disintegrin and
mettalloproteinase)-metallopeptidase domain 17 (tumor necrosis factor alpha
converting enzyme), menurunkan invasi dan proliferasi sel. Asam galat berinteraksi
dengan C-X-C chemokine reseptor type 4 dan C-X-C chemokine ligand-12 yang
menghambat aktivasi PI3K sehingga menghambat fosforilasi Akt, akibatnya
menurunkan regulasi VGEF pada kedua protein dan tingkat mRNA, menyerang
perkembangan angiogenesis dan tumor. Asam galat juga menghambat pertumbuhan
12
HeLa (human cervical cell line) dan HUVEC (human umbilical vein endothelial cell)
in vitro dengan nilai IC50 (median inhibitory concentration) 80 μM untuk HeLa dan
400 μM untuk HUVEC.[9]
Ekstrak etanol daun Phaleria macrocarpa meningkatkan ekspresi NKG2D
(type-II integral membran protein) dan CD-122 (subunit dari interleukin-2), molekul
permukaan yang meningkatkan aktivitas killer triggering receptor pada NKC
(natural killer cell) dari limpa sehingga meningkatkan aktivitas membunuh mereka.
Hal ini meningkatkan produksi interferon-gamma, yang merupakan glikoprotein
yang mengaktifkan sel imun, makrofag dan NKC, akhirnya meningkatkan
pengenalan dari infeksi atau tumor dengan meningkatkan regulasi limfosit T.[9]
2.1.2.4. Uji Toksisitas dan Bioassay Kanker
Meskipun sejumlah sifat obat diklaim dalam pengobatan tradisional untuk
ekstrak Phaleria macrocarpa, diketahui ada kecenderungan beracun dari ekstrak
Phaleria macrocarpa.[20]
Memakan buah matang Phaleria macrocarpa dapat
menyebabkan ulkus oral,[9]
mati rasa di lidah, mabuk dan keracunan.[20]
Konsumsi
Phaleria macrocarpa pada dosis yang lebih tinggi (27 mg/kg) menunjukkan
fetotoksisitas embrio pada tikus betina. Ekstrak butanol buah matang yang diberikan
kepada tikus pada dosis yang lebih tinggi dari 85 mg/kg intraperitoneal menyebabkan
nekrosis ringan tubulus konvoltus proksimal pada ginjal tikus. Ekstrak etanol
Phaleria macrocarpa yang diberikan kepada burung puyuh Jawa pada dosis 50, 100
dan 200 mg/kg selama dua bulan menyebabkan hipertrofi hati ringan dan
peningkatan aktivitas serum glutamat piruvat transaminase pada dosis 100 mg/kg.
Literatur yang tersedia hingga saat ini tidak cukup untuk mengevaluasi profil beracun
dari berbagai ekstrak tanaman obat ini sehingga menyebabkan keraguan tentang
keberhasilan menggunakan ekstrak Phaleria macrocarpa dalam mengobati penyakit
yang berbeda.[9]
Studi pendahuluan melaporkan bahwa salah satu fraksi dari ekstrak metanol
daun Phaleria macrocarpa menunjukkan aktivitas penghambatan moderat terhadap
NS-1 (myeloma cell) dengan nilai IC50 81 ppm. Penelitian lebih lanjut menunjukkan
ekstrak kloroform daun Phaleria macrocarpa memiliki sifat antiproliferatif terhadap
13
HeLa, HM3KO (melanoma skin cancer cell) dan MCF-7 (human breast cancer cell
line) dengan nilai IC50 masing-masing 40,2 ppm, 62,9 ppm dan 70,8 ppm. Selain itu,
ekstrak etil asetat kulit kayu Phaleria macrocarpa menunjukkan aktivitas sitotoksik
yang kuat terhadap L1210 (mouse leukemia cell) dengan nilai IC50 10,2 ppm. Uji
sitotoksisitas pada ekstrak etil asetat dan metanol daun Phaleria macrocarpa
menunjukkan bahwa ekstrak tersebut memiliki efek sitotoksik rendah terhadap
HepG2 (human hepatoma cell line) dengan nilai IC50 masing-masing 32,5 ppm dan
40 ppm.
Semua bagian dari buah Phaleria macrocarpa memperlihatkan sifat
sitotoksik yang kuat terhadap MCF-7 dan HeLa dengan nilai IC50 20-40 ppm.[21]
Purwantini et al. menyatakan bahwa uji BSLT ekstrak etanol buah dan biji
Phaleria macrocarpa masing-masing menunjukkan nilai LC50 30,42 ppm dan 1,6 x
10-2
ppm, kedua ekstrak bersifat toksik karena memiliki nilai LC50 kurang dari 1000
ppm.[22]
Ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa memiliki nilai LC50 63,16
ppm.[10]
Lisdayati melakukan uji ketoksikan terhadap ekstrak n-heksan, etil asetat
dan metanol masing-masing menghasilkan nilai IC50 11,83 ppm, 10,99 ppm dan 2,46
ppm. Nilai ini dianggap toksik karena nilai IC50 <10 ppm bersifat sitotoksik terhadap
sel kanker. Penelitian lebih lanjut, Lisdayati melakukan uji bioassay in vitro dengan
sel leukemia L1210 dan dosis yang diuji adalah 12, 10, 5 dan 0 ppm. Ekstrak n-
heksan, etil asetat dan metanol masing-masing menghasilkan nilai IC50 5,35 ppm,
5,76 ppm dan 5,80 ppm. Dengan nilai IC50 <10 ppm, maka dapat menghambat
pertumbuhan kanker 50% setelah inkubasi 48 jam.[22]
Uji bioassay dilakukan terhadap HeLa oleh Sumastuti dan Sonlimar. Dosis
ekstrak buah/ daun 1; 5; 10; 50; 100 dan 200 mg/ml dibandingkan dengan
doksorubisin 0,5; 1; 5; 10; 20 dan 50 mg/ml menunjukkan bahwa ekstrak air buah
Phaleria macrocarpa dapat menghambat pertumbuhan HeLa setelah inkubasi 24
jam. Ekstrak buah memiliki nilai IC50 196,74 mg/ml, sedangkan nilai IC50 daun
812,45 mg/ml dan nilai IC50 doksorubisin lebih kecil dari 1 mg/ml. Hal ini
menunjukkan bahwa potensi penghambatan buah 4 kali lebih besar daripada
daunnya.[22]
14
Pusparanti melakukan uji sitotoksik dari infus kulit batang Phaleria
macrocarpa pada HeLa dengan menghitung persen kematian sel menggunakan biru
tripan (0,5%), diperoleh nilai LC50 40,12 mg/ml dan dapat disimpulkan bahan uji ini
tidak memiliki daya sitotoksik terhadap HeLa karena nilainya lebih besar dari 1000
ppm.[22]
2.1.3. Toksikologi
Toksikologi adalah ilmu tentang aksi berbahaya zat kimia atas jaringan
biologi dan dampaknya. Hal ini berarti bahwa dalam kondisi tertentu dalam jaringan
biologi (tubuh), zat kimia dapat berinteraksi menimbulkan efek berbahaya dengan
wujud dan sifat tertentu. Sedangkan ketoksikan atau toksisitas adalah kapasitas suatu
zat kimia/ beracun (xenobiotik) untuk menimbulkan efek toksik tertentu pada
manusia.[27]
Menurut bapak toksikologi, Paracelcus, dosis dapat membedakan antara
obat dengan racun atau zat yang bukan racun dengan racun. Hal ini berarti bahwa
obat bukan racun karena penggunaan obat diberikan berdasarkan aturan dosis
tertentu yang umumnya tidak menimbulkan efek toksik atau manfaatnya jauh lebih
besar daripada efek yang merugikan.[27]
Efek samping (side effect), efek merugikan (adverse effect) dan efek toksik
(toxic effect) dapat ditimbulkan akibat efek yang tidak diinginkan yang berkaitan
dengan dosis obat yang diberikan. Efek samping adalah efek yang tidak berbahaya
atau merugikan dan dapat ditoleransi sehingga obat tetap bermanfaat sebagai
pengobatan, seperti mulut kering atau sedasi karena pemakaian antihistamin. Namun
efek merugikan dapat berbahaya, seperti diare yang terus menerus atau pada terapi
jangka panjang dapat mempengaruhi organ seperti ginjal, hepar, jantung dan
lambung. Kondisi tersebut membutuhkan pengaturan penggunaan obat, seperti
pengurangan dosis, menggunakan obat pada waktu tertentu atau mengganti obat yang
digunakan. Efek toksik atau keracunan adalah efek yang sangat berbahaya dan dapat
mengancam kehidupan sehingga pemberian obat harus dihentikan dan diberi terapi
suportif atau diberi antidotumnya. Pada dosis minimal sering timbul efek samping,
15
sedangkan pada dosis maksimal sering timbul efek merugikan. Pada dosis yang
sangat tinggi (over dosis) dapat timbul efek toksik yang berakibat fatal.[27]
2.1.3.1. Kondisi Efek Toksik
Masuknya zat kimia dalam tubuh diawali melalui intravaskular (injeksi IV,
intrakardial, intraarteri) atau ekstravaskular (oral, inhalasi, injeksi intramuskular,
rektal), kemudian zat tersebut masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan didistribusikan
keseluruh tubuh. Proses distribusi ini memungkinkan zat atau metabolitnya sampai
pada tempat kerjanya (reseptor). Efek toksik dapat terjadi akibat interaksi zat kimia
atau metabolitnya yang berlebihan. Selain itu, zat kimia dapat menjadi senyawa non
aktif dan diekskresikan (eliminasi) sehingga dapat mengurangi jumlah zat kimia
dalam sel sasarannya. Dengan demikian, timbulnya efek toksik dipengaruhi juga oleh
selisih antara absorbsi dan distribusi, metabolisme dan ekskresinya.[27]
2.1.3.2. Mekanisme Efek Toksik
Zat kimia yang terdapat dalam tubuh melalui interaksi secara langsung
(toksik intrasel) dan secara tidak langsung (toksik ekstrasel) dapat menimbulkan efek
toksik. Toksisitas yang diawali dengan interaksi langsung antara zat kimia atau
metabolitnya dengan reseptornya sehingga menyebabkan gangguan sel atau
organelnya melalui pendesakan, pengikatan, subtitusi (antimetabolit) atau
peroksidasi disebut toksik intrasel. Gangguan yang ditimbulkan akan direspon oleh
sel untuk mengurangi dampaknya dan sel akan beradaptasi atau melakukan
perbaikan. Namun efek toksik akan terjadi bila respon pertahanan tidak mampu
mengeleminir gangguan yang ada, akibatnya terjadi perubahan biokimiawi,
fungsional atau struktural yang bersifat reversibel atau irreversibel. Radikal bebas
merupakan salah satu contoh zat yang bekerja langsung dalam menimbulkan efek
toksik yang menyebabkan peroksidasi lipid atau protein sehingga fungsinya
terganggu. Toksisitas ekstrasel terjadi secara tidak langsung dengan mempengaruhi
lingkungan sel sasaran tetapi dapat berpengaruh pada sel sasaran.[27]
16
2.1.3.3. Sifat Efek Toksik
Jenis sifat efek toksik, yaitu:[27]
a. Terbalikkan (reversibel)
Efek toksik cepat kembali ke normal.
Reseptor kembali semula bila kadar racun dalam reseptor habis.
Ketoksikan tergantung dosis, kecepatan absorpsi, distribusi dan eleminasi zat
racun.
b. Tidak terbalikkan (irreversibel)
Kerusakan permanen.
Akumulasi efek toksik.
Paparan takaran kecil jangka panjang sama dengan takaran besar jangka
pendek.
2.1.3.4. Uji Toksikologi
Serangkaian uji harus dilakukan sebelum obat beredar dipasaran sehingga
keamanan, efektivitas dan mutu obat terjamin. Uji tersebut dimulai dari skrining
untuk mencari senyawa aktif, dilanjutkan uji efektivitas atau selektivitas dan
mekanisme kerjanya pada hewan uji atau mikroba. Setelah diketahui memiliki
aktivitas farmakologi, akan dilakukan serangkaian uji keamanan pada hewan uji,
meliputi:[27]
a. Uji toksisitas akut: Merupakan efek berbahaya yang terjadi setelah terpapar dosis
tunggal atau berulang dalam waktu 24 jam untuk menentukan dosis letal median
(LD50, LC50) dan dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi hewan uji, lalu
hasilnya akan ditransformasi pada manusia. Tujuan uji toksisitas akut, yaitu:
Menentukan interval dosis untuk uji berikutnya (uji farmakologi, toksisitas
subakut dan toksisitas jangka panjang).
Mengklasifikasikan zat uji termasuk kategori toksik atau tidak toksik.
Mengidentifikasi kemungkinan target organ atau sistem fisiologi yang
dipengaruhi.
17
Mengetahui hubungan antara dosis dengan timbulnya efek seperti perubahan
perilaku, koma atau kematian.
Mengetahui gejala toksisitas akut untuk membantu diagnosis kasus keracunan.
Memenuhi persyaratan regulasi jika zat uji dikembangkan menjadi obat.
Mencari zat yang berpotensi sebagai antikanker.
Keperluan evaluasi bahaya suatu zat melalui data seperti nilai slope dari grafik
hubungan antara log dosis versus respon.
Mengetahui pengaruh usia, jenis kelamin, cara pemberian dan faktor
lingkungan terhadap toksisitas suatu zat.
Mengetahui variasi respon antar spesies dan antar strain (hewan, mikroba) serta
menginformasikan reaktivitas suatu populasi hewan.
b. Uji toksisitas subakut: Untuk menentukan organ sasaran (organ yang rentan) atau
tempat kerjanya. Umumnya menggunakan tiga dosis, dilakukan selama 4 minggu
hingga 3 bulan dan menggunakan dua spesies berbeda.
c. Uji toksisitas kronik: Untuk memantau obat yang akan digunakan dalam waktu
yang cukup lama. Tujuannya hampir sama dengan uji toksisitas subakut.
Menggunakan hewan rodent dan non rodent (anjing) selama 6 bulan atau lebih.
d. Uji efek pada organ reproduksi: Untuk melihat perilaku yang berkaitan dengan
reproduksi (perilaku kawin), perkembangan janin, kelainan janin, proses kelahiran
dan perkembangan setelah dilahirkan.
e. Uji karsinogenik: Untuk mengetahui zat yang dipakai dalam jangka panjang akan
menimbulkan kanker atau tidak. Dilakukan selama 2 tahun pada dua spesies
hewan.
Uji formulasi dilakukan jika zat pada obat dikatakan aman setelah dilakukan
serangkaian uji keamanan, selanjutnya dilakukan uji klinik pada manusia,
meliputi:[27]
a. Uji klinik fase I: Dilakukan pada orang yang sehat untuk mengetahui keamanan
zat aktif pada manusia, rentang dosis yang aman dan profil farmakokinetiknya.
b. Uji klinik fase II: Dilakukan pada orang yang sakit dalam jumlah sedikit untuk
mengetahi efektivitas zat aktif.
18
c. Uji klinik fase III: Dilakukan pada pasien dalam jumlah relatif besar secara
random control dan double blind untuk melihat efektivitasnya dan kemungkinan
timbul efek yang tidak diinginkan.
d. Uji klinik fase IV: Post marketing surveillance untuk mengetahui efektivitasnya
dan melihat efek yang tidak diinginkan setelah digunakan secara masal (pasien
tidak ditentukan kriterianya) yang tidak terdeteksi pada uji klinik fase II.
Dilakukan setelah obat mendapatkan izin edar sementara.
2.1.4. Simplisia
Simplisia merupakan bahan yang belum mengalami perubahan apapun
kecuali bahan alam yang dikeringkan. Sumber simplisia dapat diperoleh dari
tanaman liar dan tanaman hasil budidaya (kultivasi). Mutu yang dihasilkan dari
tanaman liar kurang baik untuk dijadikan sumber simplisia dibandingkan dengan
tanaman hasil budidaya karena usia atau bagian tanaman yang diproses tidak tepat,
jenis atau spesies tanaman yang dipanen tidak sama dan tempat tumbuh yang
berbeda (kualitas tanah, kadar air, sinar matahari) sehingga menyebabkan perbedaan
kandungan senyawa aktif. Faktor yang mempengaruhi kualitas simplisia yaitu bahan
simplisia dan cara penanganannya, proses pengolahan simplisia serta cara
pengemasan dan penyimpanan simplisia.[28]
2.1.4.1. Jenis Simplisia
Simplisia dibedakan menjadi:[28]
a. Simplisia nabati: Simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman.
b. Simplisia hewani: Simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat berguna
bukan berupa zat kimia murni yang dihasilkan hewan.
c. Simplisia mineral (pelikan): Simplisia berupa bahan mineral atau pelikan yang
belum diolah atau telah diolah secara sederhana tetapi bukan berupa zat kimia
murni.
19
2.1.4.2. Tahapan pembuatan
Proses pembuatan simplisia melalui beberapa tahap, yaitu:[28]
a. Pengambilan bahan baku: Kadar bahan aktif dalam simplisia bergantung pada
bagian tanaman yang digunakan, usia atau bagian tanaman saat panen, waktu
panen dan lingkungan tumbuh. Misalnya daun, pengambilan dilakukan pada saat
tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif karena
pada saat itu penumpukan senyawa aktif berada dalam kondisi optimal sehingga
memiliki mutu terbaik; atau dipetik satu per satu dari pucuk yang sudah tua atau
muda.
b. Sortasi basah: Untuk memisahkan bahan simplisia dari kotoran/ bahan asing lain.
c. Pencucian: Dilakukan dengan air bersih yang bersumber dari sumur, PAM atau
mata air. Pencucian dilakukan sesingkat mungkin jika simplisia mengandung zat
yang mudah larut dalam air mengalir.
d. Perajangan: Untuk menurunkan ukuran atau menghaluskan bahan tanaman secara
mekanik dan mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
Perajangan dapat dilakukan dengan pisau atau mesin perajang khusus (penggiling
palu untuk memecah bongkahan bahan yang rapuh, penggiling geligi untuk
menggiling biji-biji yang keras atau bahan yang sudah dipotong, dll).
e. Pengeringan: Untuk menurunkan kadar air sehingga menghentikan reaksi
enzimatik dan mencegah terjadinya penurunan mutu atau perusakan simplisia
sehingga simplisia dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Sebaiknya
pengeringan dilakukan secara cepat pada suhu tidak terlalu tinggi (antara 30-
90°C, terbaik 60°C) agar tidak terjadi perubahan kimia kandungan senyawa aktif
atau pengeringan menggunakan microwave untuk jangka pendek. Risiko
kontaminasi mikrobiologi atau debu terjadi akibat pengeringan dengan panas
matahari di alam terbuka, sedangkan tumbuhnya kapang pada simplisia terjadi
akibat pengeringan dalam jangka panjang.
f. Sortasi kering: Dilakukan sebelum pengemasan simplisia untuk memisahkan
simplisia dari benda asing.
g. Pengepakan dan penyimpanan: Simplisia dapat disimpan pada suhu kamar (15-
30°C), tempat sejuk (5-15°C) atau tempat dingin (0-5°C) bergantung sifat dan
20
ketahanan simplisia. Simplisia dapat rusak atau berubah mutunya karena sinar
dengan panjang gelombang tertentu (menimbulkan perubahan kimia pada
simplisia), pengaruh oksigen udara (terjadi oksidasi pada senyawa tertentu dalam
simplisia), reaksi oleh enzim, kelembaban udara lebih rendah dari kadar air
simplisia (simplisia kehilangan air sehingga menjadi keriput) dan pengotoran
simplisia (debu, cangkang telur, kapang, dll).
h. Pemeriksaan mutu: Dilakukan dengan membandingkan mutu simplisia saat masa
panen atau pembelian dari pedagang dengan simplisia pembanding.
2.1.5. Ekstraksi Tanaman
Ekstraksi adalah proses pemisahan kandungan kimia yang dapat larut
dengan pelarut cair sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut, sedangkan
ekstrak adalah sediaan kental hasil ekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau
hewani. Faktor yang mempengaruhi pembuatan ekstrak yaitu jumlah simplisia,
derajat kehalusan simplisia, pelarut yang digunakan, suhu dan lama waktu penyari
serta proses ekstraksi.[29]
2.1.5.1. Metode Ekstraksi
Ekstraksi menggunakan pelarut dibedakan menjadi:
a. Cara dingin
Maserasi: Proses ekstraksi simplisia dengan merendam serbuk simplisia
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar dan
terlindung dari cahaya, lalu ekstrak dikeluarkan dan ampas hasil ekstraksi
dicuci dengan pelarut yang segar sampai didapat berat yang sesuai. Cara ini
merupakan cara penyarian sederhana dengan menggunakan peralatan yang
sederhana tetapi waktu untuk mengekstraksi sampel cukup lama dan cairan
penyari yang digunakan lebih banyak (Dinda, 2008) serta tidak begitu
sempurna dalam menarik zat berkhasiat dari tanaman. Remaserasi merupakan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat
pertama, dst.[28,29,30]
Perkolasi: Proses ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
pada suhu kamar untuk menarik bahan berkhasiat dari tanaman secara total,
21
terdiri dari tahap pengembangan bahan, maserasi antara dan perkolasi
sebenarnya hingga diperoleh perkolat (ekstrak) yang jumlahnya 1-5 kali
bahan.[28, 29]
b. Cara panas
Refluks: Proses ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.[29]
Soxhlet: Proses ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru dan alat
khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.[29]
Digesti: Proses maserasi kinetik (pengadukan terus-menerus) pada suhu 40-
50°C.[29]
Infus: Proses ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air (bejana infus
dicelupkan dalam penangas air dengan suhu 96-98°C) selama 15-20 menit.[29]
Dekok: Proses infus dengan waktu yang lebih lama (≥30°C) dan suhu sampai
titik didih air.[29]
2.1.5.2. Tahapan Pembuatan
Proses pembuatan ekstrak melalui beberapa tahap, yaitu:[29]
a. Pembuatan serbuk simplisia kering: Proses ekstraksi semakin efektif dan efisien
jika serbuk simplisia semakin halus.
b. Cairan pelarut: Sebaiknya menggunakan pelarut yang optimal untuk memisahkan
senyawa kandungan berkhasiat dari senyawa kandungan lain. Pelarut yang
dibolehkan yaitu air dan alkohol (eter) serta campurannya, sedangkan pelarut yang
umumnya digunakan untuk tahap separasi dan fraksinasi (pemurnian) yaitu
metanol, heksana, toluen, kloroform dan aseton. Faktor yang dipertimbangkan
dalam pemilihan cairan penyari yaitu selektivitas, kemudahan bekerja dan proses
dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan dan aman.
c. Separasi dan pemurnian: Untuk memisahkan semaksimal mungkin senyawa yang
tidak diinginkan sehingga dihasilkan ekstrak yang lebih murni, terdiri dari tahap
pengendapan, pemisahan cairan tak campur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta
proses adsorbsi dan penukar ion.
22
d. Pemekatan/ penguapan (vaporasi dan evaporasi): Untuk meningkatkan jumlah
senyawa terlarut secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kering (ekstrak
menjadi kental/ pekat).
e. Pengeringan ekstrak: Untuk mengilangkan pelarut dari bahan sehingga
menghasilkan serbuk dengan cara pengeringan evaporasi, vaporasi, sublimasi,
konveksi, kontak, radiasi atau dielektrik.
f. Rendemen: Membandingkan ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal.
2.1.6. Brine Shrimp Lethality Test
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan bioassay spektrum luas
yang mampu mendeteksi adanya efek sitotoksisitas dan senyawa bioaktif yang
terdapat dalam ekstrak. Uji ini menggunakan larva Artemia salina Leach sebagai
hewan uji karena merupakan organisme zoologi invertebrata yang sederhana. Pelarut
yang umumnya digunakan untuk melarutkan bahan uji yaitu metanol, DMSO
(dimetil sulfoksida), Tween 20, air dan etanol.[31]
Selain itu, sebagai media uji
digunakan air laut murni atau air laut buatan dengan melarutkan garam tidak
beryodium ke dalam air.[32]
Uji toksisitas dengan metode BSLT merupakan uji
toksisitas akut, dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam waktu 24
jam setelah dosis uji diberikan.[33]
Uji ini dilakukan dengan menentukan nilai LC50 setelah 24 jam masa
inkubasi. Hewan uji dianggap mati jika tidak ada gerakan yang terdeteksi selama 10
detik pengamatan. Nilai LC50 dihitung menggunakan analisis probit.[31]
Ekstrak
bersifat toksik jika nilai LC50 <1000 ppm, sehingga dapat dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengisolasi senyawa sitotoksik tanaman sebagai upaya
mengembangkan obat alternatif antikanker.[34]
Sedangkan, bila nilai LC50 >1000
ppm, maka ekstrak tersebut bersifat tidak toksik, sehingga dapat dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui khasiat lainnya dengan menggunakan hewan uji
seperti mencit atau tikus secara in vivo.[33]
Metode BSLT memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
a. Metode penapisan farmakologi awal yang mudah dilakukan dan relatif tidak
mahal serta tidak membutuhkan keahlian khusus dalam pelaksanaannya.[35]
23
b. Cepat waktu ujinya, sederhana (tanpa membutuhkan teknik aseptik), jumlah
organisme banyak dan membutuhkan sedikit sampel uji.[32]
c. Metode yang telah teruji hasilnya dengan tingkat kepercayaan 95% untuk
mengamati toksisitas suatu senyawa di dalam ekstrak kasar tanaman.[35]
d. Sering digunakan dalam tahap awal isolasi senyawa toksik yang terkandung di
dalam ekstrak kasar tanaman.[35]
e. Sering dikaitkan sebagai metode penapisan untuk penyarian senyawa antikanker
dari tanaman.[35]
f. Dapat mengevaluasi toksisitas logam berat, pestisida dan obat-obatan (terutama
ekstrak tanaman alami).[30]
2.1.6.1. Artemia salina Leach
Artemia salina Leach adalah arthropoda primitif air (danau garam) dari
famili Artemiidae (Gambar 2.5). Ditemukan oleh seorang ahli geografi Iran untuk
pertama kalinya pada tahun 982 di danau Urmia (Asem, 2008), lalu diberi nama
Cýncer salinus oleh Linny (1758) dan diubah menjadi Artemia salina oleh Leach
(1819).[11]
Taksonomi Artemia salina:[11]
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Branchiopoda
Ordo : Anostraca
Famili : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina (Linnaeus, 1758)
Spesies Artemia salina merupakan salah satu organisme yang sesuai untuk
mengetahui bioaktivitas senyawa melalui uji toksisitas karena:
a. Artemia salina memiliki respon yang sama dengan mamalia sehingga senyawa
maupun ekstrak yang memiliki aktivitas pada sistem tersebut dapat terdeteksi,
24
misalnya tipe DNA-dependent RNA polymerase pada Artemia salina serupa
dengan ouabaine-sensitive Na+ dan K
+ dependent ATPase pada mamalia (Solis et
al., 1993). Jika RNA polymerase dihambat, maka DNA tidak dapat mensintesis
RNA, akibatnya sintesis protein terhambat sehingga mengganggu metabolisme sel
dan menyebabkan kematian sel.[42]
b. Telur Artemia salina dapat hidup dalam kondisi kering selama beberapa tahun dan
mudah menetas dalam 48 jam sehingga dihasilkan larva Artemia salina dalam
jumlah banyak untuk diuji.[43]
c. Larva Artemia salina memiliki toleransi yang tinggi terhadap selang salinitas air
tawar hingga air yang memiliki garam jenuh,[44]
mampu mengatasi perubahan
tekanan osmotik dan regulasi ionik yang tinggi,[25]
serta memiliki membran kulit
yang tipis sehingga kematian larva akibat efek sitotoksik dari senyawa bioaktif
dianalogikan dengan kematian sel dalam organisme.[24]
Gambar 2.5. Individu dari Artemia salina
Sumber: Dumitrascu, 2011
2.1.6.1.1. Spesies Ekologi
Artemia salina hanya hidup di danau dan kolam dengan salinitas tinggi
(antara 60-300 ppt). Selain itu, Artemia salina dapat mentolerir garam hingga 300 g/l
air dan dapat hidup dalam larutan seperti kalium permanganat dan perak nitrat dari
air laut, sedangkan yodium berbahaya bagi spesies ini. Hewan ini mampu
mengurangi tekanan osmotik hemolimf dengan ekskresi NaCl terhadap gradien
konsentrasi sehingga dapat mempertahankan hemolimf hipotonik ekstrim pada media
25
salinitas yang ekstrim (Croghan, 1957). Artemia salina dapat bertahan hidup di air
dengan defisiensi oksigen yang tinggi. Konsentrasi minimum oksigen untuk Artemia
salina dewasa sangat rendah (0,5 mg/l) dan untuk nauplia <0,3 mg/l.[11]
2.1.6.1.2. Siklus Hidup
Perkembangbiakan Artemia salina terbagi menjadi ovipar dan ovovivipar.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi cara reproduksi Artemia salina yaitu
konsentrasi oksigen dalam air dan fluktuasinya, jenis makanan, salinitas, dll (Tabel
2.2).[11]
Tabel 2.2. Modalitas reproduksi Artemia salina
Perkembangbiakan
Ovipar Ovovivipar
Konten oksigen rendah (salinitas tinggi antara
150-200 ppt)
Konten oksigen tinggi (salinitas rendah <150
ppt)
Oksigen kuat-fluktuasi Oksigen minor-fluktuasi
Tinggi makanan Fe (seperti ganggang hijau) Rendah makanan Fe (seperti debris organik)
Sumber: Dumitrascu, 2011
Pada perkembangbiakan ovipar, setelah kopulasi, telur (siste) yang dibuahi
berkembang menjadi gastrula yang dikelilingi lapisan kulit keras berwarna coklat
atau cangkang yang terdiri dari kitin, lipoprotein, dll[11]
untuk melindungi dari
pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah
pengapungan.[42]
Kista yang terbentuk dilepaskan ke dalam air. Kista menjadi larva
bebas ketika proses pengeringan awal terjadi.[11]
Pada perkembangbiakan ovovivipar, telur yang dibuahi berkembang
menjadi gastrula, lalu gastrula berdiferensiasi menjadi nauplia. Nauplia merupakan
larva betina bebas yang bersirip dan berwarna putih. Hidrasi dan oksigen dibutuhkan
untuk perkembangan kista (0,2-0,3 mm) menjadi nauplia (0,45 mm) dalam waktu 24-
36 jam, lalu menjadi kista dewasa (maksimal 13 mm) dalam waktu 3 minggu
tergantung ketersediaan pangan.[11]
26
Gambar 2.6. Siklus hidup Artemia salina
Sumber: Dumitrascu, 2011
Kista dapat bertahan hidup pada kondisi ekstrim hingga 80°C, kondisi
kering selama bertahun-tahun, kontak dengan cairan agresif, kekurangan oksigen dan
pengaruh pestisida. Kista terhidrasi (berukuran 200-270 mikron dan berat 3,5 µg)
mati pada suhu dibawah 0°C dan di atas 40°C. Kista tidak akan menetas jika salinitas
tinggi dari 70 ppt (parts per thousand) karena gradien osmotik terlalu tinggi,
sedangkan kista akan menetas pada salinitas <5 ppt tetapi hasil nauplia akan cepat
mati.[11]
Nauplia tumbuh optimal pada 28°C dan 35 ppt, sedangkan mati pada 0°C
dan 37-38°C.[11]
Nauplia memiliki dua antena yaitu sepasang antena I (sungut kecil)
dan sepasang antena II (sungut besar). Dibagian antena II terdapat sepasang rahang
kecil, sedangkan di bagian ventral terdapat labrum.[42]
Nauplia berenang atau melalui
kolom air (fototaksis) dan mengumpulkan makanan menggunakan antena, sedangkan
rahang digunakan untuk menyaring air dan fitoplankton.[11]
Nauplia mengalami 15
kali metamorfosis. Nauplia tingkat I disebut instar I, tingkat II disebut instar II, dst
hingga tingkat XV disebut instar XV. Nauplia tingkat I warnanya kemerah-merahan
karena mengadung banyak cadangan makanan sehingga belum membutuhkan
makan. Setelah 24 jam menetas, instar II sudah mulai mencari makanan karena
27
memiliki saluran pencernaan yang sudah terbentuk lengkap. Nauplia hanya memiliki
satu mata (fotoreseptor) yang kemudian berkembang menjadi 3 mata,[11]
selain itu
berangsung-angsur tumbuh tunas pada kakinya (torakopoda). Pada instar XV,
nauplia memiliki 11 pasang kaki (Mudjiman, 1989).[42]
Gambar 2.7. Karakteristik anatomi nauplia dari Artemia salina
Sumber: Dumitrascu, 2011
Artemia salina dewasa memiliki bentuk sempurna menyerupai udang[42]
dan
tidak bersifat fototaksis. Selain itu, Artemia salina dewasa memiliki satu mata
dibagian tengah disertai dua mata dibagian lateral, panjang jantan 8-10 mm dan
panjang betina 10-12 mm serta memiliki warna yang bervariasi tergantung pada
konsentrasi garam dalam air dari green tored (merah pada konsentrasi tinggi).
Darahnya mengandung pigmen hemoglobin.[11]
Antena I pada Artemia salina dewasa
jantan dan betina tetap berfungsi sebagai alat peraba. Antena II pada Artemia salina
dewasa jantan berubah menjadi alat penjepit yang membesar dan berotot untuk
berpegangan pada betina menjelang perkawinan, sedangkan antena II pada betina
mengalami penyusutan sehingga menjadi alat peraba. Dibelakang kaki torakopoda
pada Artemia salina dewasa jantan terdapat 2 organ reproduksi, sedangkan dibagian
ventral pada betina memiliki 1 uterus yang mengandung hingga 200 telur.[11]
Tubuh terdiri dari tiga segmen yaitu kepala, dada dan perut. Perbedaan
morfologi utama antara jantan dan betina terletak pada jarak maksimum antara mata
majemuk, panjang dari antena I, lebar dari segmen perut ketiga, panjang total,
diameter dari mata majemuk dan panjang perut.[11]
28
Gambar 2.8. Karakteristik anatomi dari Artemia salina dewasa
Sumber: Dumitrascu, 2011
2.1.6.2. Nilai LC50
Nilai LC (lethal concentration) mengacu pada konsentrasi bahan kimia di
udara atau dalam air.[36]
Konsentrasi yang diberikan sekali (tunggal) atau beberapa
kali dalam 24 jam dari suatu zat yang secara statistik dapat mematikan 50% hewan
uji disebut LC50.[27]
LC50 digunakan untuk perlakuan secara inhalasi atau uji
toksisitas dalam media air (Klaassen, 1986). Konsentrasi ini memiliki satuan yaitu
ppm (parts per million), mg/m3 [36]
atau µg/ml. Uji toksisitas dengan larva Artemia
salina Leach yang hasilnya dihitung menggunakan metode LC50 yang mana
kematian hewan uji terjadi setelah 6 jam pemaparan disebut LC50 akut, sedangkan
kematian hewan uji setelah 24 jam pemaparan disebut LC50 kronis. Namun LC50
setelah 24 jam lebih sering digunakan karena ekstrak yang sukar larut membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk larut. Nilai LC50 dapat ditentukan dengan cara
menggunakan grafik probit log konsentrasi atau perhitungan secara matematik.[30]
Tabel 2.3. Tingkat nilai toksisitas LC50
Nilai LC50 (ppm) Tingkat toksisitas
0-250 Sangat toksik
250-500 Toksik
500-750 Sedang
750-1000 Tidak toksik
Sumber : Aras, 2013
29
2.1.6.3. Pelarut Metanol
Pelarut memiliki peran yang penting pada uji toksisitas dengan metode
BSLT. Pelarut yang digunakan dapat memberikan hasil positif palsu pada uji yang
dilakukan karena toksisitas pelarut itu sendiri.[38]
Pelarut seperti DMSO (dimetil
sulfoksida), metanol, etanol dan Tween 20 sering digunakan pada uji antimikrobial,
aktivitas sitotoksisitas dan BSLT.[31]
Nilai LC50 untuk DMSO, metanol, etanol dan Tween 20 masing-masing
yaitu 8,5%, 6,4%, 3,4% dan 2,5%. Tingkat toksisitas pelarut diurutkan sebagai
berikut: Tween 20 > etanol > metanol > DMSO. Hal ini menunjukkan bahwa DMSO
memiliki efek sitotoksisitas terendah terhadap Artemia salina Leach, sedangkan
Tween 20 memiliki efek sitotoksisitas tertinggi. Masing-masing pelarut memiliki
konsentrasi toleransi maksimum untuk melarutkan sampel uji yaitu 1,25% untuk
DMSO, metanol dan etanol serta 0,16% untuk Tween 20. Hal ini menunjukkan
bahwa bekerja pada atau di bawah konsentrasi toleransi maksimum dengan pelarut
tersebut tidak memberikan hasil positif palsu.[31]
DMSO digunakan untuk melarutkan ekstrak tanaman,[31]
senyawa polar dan
non polar.[32]
Tween 20 merupakan deterjen yang digunakan untuk melarutkan
minyak esensial dan zat minyak lainnya pada ekstrak tanaman. Deterjen memiliki
rantai alkil panjang yang mampu melarutkan senyawa hidrofobik sehingga disebut
surface-acting agent. Tween 20 bersama deterjen lainnya (sodium dodecyl sulfate
dan CHAPS) dapat mendenaturasi protein dan menghambat proses biologis. Oleh
karena itu, Nikkol dapat digunakan sebagai pengganti Tween 20. Nikkol merupakan
deterjen nonionik dengan toksisitas rendah.[38]
Metanol dan etanol digunakan untuk
melarutkan sejumlah besar kandungan kimia dalam produk alami, kecuali albumin,
karet, lilin, sukrosa, lemak dan fixed oil.[31]
Metanol (CH3OH) merupakan bentuk alkohol paling sederhana.[39]
Nama
lain metanol yaitu metil alkohol, metil hidrat, wood spirit atau metil hidroksida.[40]
Metanol diproduksi secara alami oleh bakteri melalui metabolisme anaerobik
sehingga menghasilkan uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Beberapa hari
kemudian uap tersebut akan teroksidasi oleh oksigen menjadi karbondioksida dan air
30
dengan bantuan sinar matahari. Dari proses tersebut diperoleh reaksi kimia metanol:
2 CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O.[39]
Di dalam tubuh, metanol akan dimetabolisme di hati menjadi formaldehid
oleh enzim alkohol dehidrogenase, lalu formaldehid yang terbentuk sangat cepat
(waktu paruh 1-2 menit) akan diubah menjadi asam format oleh enzim formaldehid
dehidrogenase. Selanjutnya diperlukan waktu kurang lebih 20 jam untuk
mengoksidasi asam format menjadi karbondioksida dan air oleh enzim F-THF-S (10
formil tetrahidrofolat sintetase). Formaldehid dan asam format merupakan zat
beracun bagi tubuh.[41]
Tabel 2.4. Sifat fisika dan kimia metanol
Penampilan Cair, jernih, tidak berwarna
Bau Karakteristik bau alkohol sedang
pH -
Tekanan uap 12,8 kPa @ 20°C
Kelarutan Larut sepenuhnya
Densitas uap 1,105 @ 15°C
Titik beku -98,7°C
Berat molekul 32,04 g/ mol
Titik didih 64,7°C @ 101,3 kPa
Suhu kritis 239,4°C
Kelarutan dalam cairan lain Larut dalam semua alkohol, ester, keton, eter dan sebagian besar
pelarut organik lainnya
Sumber : Material Safety Data Sheet
2.1.6.4. Analisis Probit
Analisis probit merupakan tipe regresi yang digunakan untuk menganalisis
berbagai jenis dosis-respon atau respon binomial eksperimen pada berbagai bidang.
Pada toksikologi, analisis probit umumnya digunakan untuk menentukan toksisitas
relatif bahan kimia terhadap organisme hidup dengan menguji respon dari organisme
pada berbagai konsentrasi bahan kimia. Variabel respon binomial mengacu pada dua
hasil, misalnya mati atau tidak mati. Analisis probit dapat dilakukan menggunakan
tabel probit, perhitungan tangan, koefisien regresi, interval keyakinan atau aplikasi
statistik seperti SPSS.[23]
Peningkatan dosis zat toksik yang diberikan pada sejumlah individu atau
spesies yang homogen akan diikuti oleh peningkatan respon toksik sehingga
31
hubungan antara log dosis versus respon akan membentuk kurva sigmoid (∫) yang
disebut kurva hubungan dosis-respon. Kurva sigmoid dapat dibuat linier dengan cara
memprobitkan persen respon. Bagian yang relatif tidak lurus (respon kurang dari
16% atau lebih dari 84%) dapat diluruskan dengan memprobitkan. Bagian tengah
kurva (16-84% respon) cukup proporsional (lurus) untuk memperkirakan efek
hubungan dosis versus respon. Suatu zat relatif berbahaya jika zat tersebut
membentuk kurva dosis-respon linier yang slopenya besar (relatif tegak) karena
perubahan dosis yang kecil sudah dapat menimbulkan peningkatan respon toksik
yang relatif besar.[27]
Persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan log dosis yaitu Y
= mX+ b. Dimana m dan b merupakan konstanta atau koefisien regresi linier
sederhana atau parameter garis regresi linier sederhana, m sebagai slope coefficient
yang menunjukkan kemiringan garis regresi terhadap sumbu X, b sebagai intercept
coefficient yang menunjukkan jarak titik asal dengan titik potong garis regresi
dengan sumbu Y.[6]
Regresi bertujuan untuk membandingkan hubungan antara
variabel respon atau variabel terikat (Y) dengan variabel bebas (X).[23]
2.2. Kerangka Konsep
Ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.
Mengandung senyawa bioaktif
Uji toksisitas akut dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Kematian larva Artemia salina Leach
Nilai LC50
32
2.3. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Skala ukur Hasil ukur
1. Konsentrasi ekstrak daun
Phaleria
macrocarpa
(Scheff.)
Boerl.
Konsentrasi larutan uji
dalam ppm (1
µg/ml)
V1M1=V2M2 - Numerik 17,5 ppm 15 ppm
12,5 ppm
10 ppm
7,5 ppm
5 ppm
2,5 ppm
2. Persentase
mortalitas
larva Artemia
salina Leach
Hasil
perkalian rasio
dengan 100%
yaitu larva
yang mati dibagi jumlah
larva awal
dikali 100%
untuk tiap
replikasi
Kematian
larva dibagi
total larva
dikali 100%
- Numerik Jumlah
persentae
kematian
larva
3. LC50 Konsentrasi
yang diberikan
sekali
(tunggal) atau
beberapa kali
dalam 24 jam
dari suatu zat yang secara
statistik dapat
mematikan
50% hewan uji
Menentukan
persamaan
garis lurus
Y = mX + b
dengan
memasukan
nilai 5 (probit dari
50%
kematian
hewan uji)
pada nilai Y
sehingga
dihasilkan X
sebagai nilai
log
konsentrasi
dan anti log X sebagai
nilai LC50
- Kategorik LC50
<1000
ppm
disebut
toksik dan
LC50
>1000 ppm
disebut
tidak
toksik
33
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Februari hingga Agustus 2014 di
Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Farmakognosi dan Fitofarmaka serta
Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah larva Artemia salina Leach.
3.3.2. Sampel
3.3.2.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah larva Artemia salina
Leach yang berusia 48 jam.
3.3.2.2. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah larva Artemia salina
Leach yang tidak menunjukkan aktivitas pergerakan sebelum perlakuan.
3.3.2.3. Besar Sampel
Jumlah larva Artemia salina Leach yang digunakan adalah 10 larva
untuk setiap konsentrasi ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl. Pada penelitian ini terdapat empat konsentrasi dan satu
kontrol negatif. Kemudian dilakukan tiga kali replikasi untuk setiap
konsentrasi dan kontrol negatif. Jadi, jumlah total sampel yang diperlukan
adalah 150 larva Artemia salina Leach untuk setiap kali perlakuan.
3.3.2.4. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel dengan purposive random sampling
terhadap larva Artemia salina Leach karena anggota populasi telah bersifat
homogen. Hal ini berarti sampel larva Artemia salina Leach dengan jenis
34
dan cara penyediaan yang sama memiliki kesempatan yang sama untuk
diseleksi sebagai sampel.[4]
3.4. Alat dan Bahan Penelitian
3.4.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah aerator, aluminium
foil, baskom kecil, batang pengaduk, bejana kaca maserasi, cawan penguap,
corong kaca, digital colony counter, erlenmeyer, gelas beker, gunting, hot
plate stirrer, labu ukur, lakban hitam, lampu, mikropipet, neraca analitik,
oven, pH indicator paper, pipet tetes, tabung reaksi, spatula, refrigerator,
rotary evaporator, sterofoam, wadah plastik dan well plate.
3.4.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air laut, aquades,
kertas saring, pelarut metanol, serbuk simplisia daun Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl. dan telur Artemia salina Leach.
3.5. Cara Kerja Penelitian
3.5.1. Determinasi Tanaman dan Proses Pembuatan Simplisia
Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang
Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor (Lampiran 2).
Penyiapan daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. dilakukan
dengan memetik satu per satu daun muda dan daun tua yang diperoleh dari
kebun rumah warga di daerah Ciputat hingga mencapai 6 kg, kemudian daun
dipisahkan dari kotoran/ bahan asing. Pencucian dan perajangan simplisia
hingga menjadi 1 kg serbuk simplisia halus serta sortasi kering dan
pengepakan dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
(Balitro), Bogor. Selanjutnya serbuk simplisia disimpan pada suhu kamar (15-
30°C).
3.5.2. Ekstraksi Daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. Dengan Metode
Maserasi
Ekstraksi serbuk simplisia halus daun Phaleria macrocarpa [Scheff.]
Boerl. menggunakan pelarut metanol dilakukan dengan cara maserasi.
Maserasi dilakukan sebanyak 5 kali atau hingga warna pelarut menjadi agak
pudar. Sebanyak 1 kg serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana kaca
35
maserasi, lalu direndam menggunakan pelarut metanol yang telah di destilasi
dengan rotatory evaporator. Dilakukan beberapa kali pengadukan dan
didiamkan selama 24 jam.[34]
Setelah 24 jam, rendaman disaring
menggunakan kertas saring sehingga diperoleh filtrat (maserat) yang terpisah
dari ampasnya. Kemudian filtrat dipekatkan menggunakan rotary evaporator
pada suhu 45°C sehingga diperoleh ekstrak kental metanol daun Phaleria
macrocarpa. Ekstrak kental dituang ke dalam cawan penguap dan diuapkan
di dalam oven, lalu ditimbang menggunakan neraca analitik. Ampas hasil
ekstraksi di remaserasi sehingga diperoleh filtrat ke-2, dst.[37]
Ekstrak kental
metanol daun Phaleria macrocarpa yang diperoleh dari 5 kali proses
maserasi sebanyak 169,7650 g.
3.5.3. Penyiapan Larva Artemia salina Leach
Penetasan telur Artemia salina Leach dilakukan dalam wadah plastik
berisi air laut yang dipasang aerator.[34]
Wadah plastik terbagi menjadi dua
ruang, yaitu ruang gelap dan ruang terang yang dipisahkan oleh sekat. Sekat
terbuat dari sterofoam yang dibagian bawahnya dibuat lubang dengan
diameter 1 cm untuk jalan keluar telur yang telah menetas menuju ruang
sebelahnya. Sebanyak 1 L air laut terlebih dahulu diukur pH-nya
menggunakan pH indicator paper, diperoleh pH 8-9.[4]
Air laut dimasukkan
ke dalam wadah plastik hingga lubang pada sterofoam terendam. Kemudian 1
g telur Artemia salina dimasukkan ke dalam satu ruang, lalu sekeliling ruang
tersebut ditutup menggunakan aluminium foil dan lakban hitam. Ruang
lainnya dibiarkan terbuka dan disinari lampu selama 48 jam. Setelah 24 jam,
telur akan menetas menjadi larva dan bergerak menuju ruang terang. Larva
yang berusia 24 jam dipindahkan ke dalam wadah plastik lain hingga berusia
48 jam dan dipasang aerator. Larva yang berusia 48 jam digunakan sebagai
hewan uji.
3.5.4. Pembuatan Konsentrasi Ekstrak yang Akan Diuji
Uji orientasi (trial) dilakukan terlebih dahulu dengan memilih
rentang dosis 10-90% yang mematikan hewan uji. Setelah dilakukan uji
orientasi, diperoleh konsentrasi larutan uji yang digunakan yaitu 35 ppm, 25
ppm, 10 ppm dan 5 ppm. Ekstrak kental metanol daun Phaleria macrocarpa
36
ditimbang menggunakan neraca analitik hingga mencapai 2000 mg, lalu
dilakukan pengenceran dengan aquades hingga mencapai 100 ml. Larutan uji
dihomogenkan menggunakan hot plate stirrer. Kemudian membuat larutan
induk dengan konsentrasi 20000 ppm. Selanjutnya dilakukan pengenceran
untuk membuat larutan uji dengan konsentrasi 35 ppm, 25 ppm, 10 ppm dan 5
ppm menggunakan rumus V1M1=V2M2. Setiap larutan uji dilakukan tiga kali
replikasi.
3.5.5. Uji Toksisitas Akut Dengan Metode BSLT
Pada masing-masing well plate dimasukkan 1 ml larutan uji dengan
konsentrasi 35 ppm, 25 ppm, 10 ppm dan 5 ppm, lalu 10 larva Artemia salina
dimasukkan ke dalam well plate bersama 1 ml air laut menggunakan
mikropipet. Kemudian diperoleh konsentrasi ekstrak pada well plate yang
berisi larva Artemia salina yaitu 17,5 ppm, 12,5 ppm, 5 ppm dan 2,5 ppm
karena karena adanya penambahan 1 ml air laut pada larutan uji sehingga
konsentrasi berubah menjadi setengah kalinya. Sedangkan kontrol negatif
hanya well plate yang berisi 2 ml air laut dan 10 larva Artemia salina tanpa
penambahan larutan uji. Kemudian didiamkan selama 24 jam dan masing-
masing well plate dihitung total larva yang mati (tidak ada gerakan yang
terdeteksi selama 10 detik pengamatan) menggunakan digital colony counter
atau dibawah penerangan lampu. Dilakukan tiga kali replikasi pada setiap
konsentrasi.
37
3.6. Alur Penelitian
Determinasi tanaman
1 kg serbuk halus simplisia daun Phaleria macrocarpa
5 kali maserasi dengan pelarut metanol yang telah di destilasi
169,7650 g ekstrak kental metanol daun Phaleria macrocarpa
6 kg daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.
Larutan induk konsentrasi 20000 ppm
ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa
Larutan uji konsentrasi 35 ppm, 25 ppm, 10 ppm, dan 5 ppm
1 ml larutan uji dimasukkan ke dalam
well plate dengan tiga kali replikasi
10 larva Artemia salina Leach berusia 48 jam dan
1 ml air laut dimasukkan ke dalam setiap well
plate
Total larva yang mati dalam setiap well plate dihitung setelah 24 jam
Persentase kematian larva dihitung pada setiap konsentrasi
Nilai LC50 dihitung menggunakan analisis probit
Uji orientasi dengan rentang dosis 10-90% yang mematikan hewan uji
Pengenceran 2000 mg ekstrak kental metanol daun Phaleria
macrocarpa dengan aquades hingga mencapai 100 ml
38
3.7. Pengolahan dan Analisis Data
Nilai LC50 dapat ditentukan dengan cara menggunakan grafik probit
log konsentrasi, perhitungan secara matematik[30]
atau aplikasi seperti
Microsoft Office Excel dan SPSS.[4]
Langkah perhitungan nilai LC50 berdasarkan analisis probit, yaitu:[27]
a. Memiliki tabel probit (Lampiran 4).
b. Menentukan nilai probit dari persen kematian tiap kelompok hewan uji.
c. Menentukan log dosis tiap-tiap kelompok.
d. Menentukan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan log
dosis, Y = mX + b.
e. Memasukkan nilai 5 (probit dari 50% kematian hewan uji) pada persamaan
garis lurus pada nilai Y. Nilai LC50 dihitung dari nilai anti log X pada saat
Y = 5.
Keterangan:
Y: Variabel terikat
m: Slope = ∑(X)∑(Y) - n∑(XY)
(∑(X))2 – n∑(X
2)
X: Variabel bebas
b: Intercept = ∑(X)∑(XY) - ∑(X2)∑(Y)
(∑(X))2 - n∑(X
2)
Mortalitas larva Artemia salina dihitung menggunakan rumus:[31]
Tingkat kematian (%) = Kematian larva x 100%
Total larva
39
39
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.4. Determinasi Tanaman dan Proses Pembuatan Simplisia
Penelitian ini menggunakan sebanyak 6 kg daun Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl. yang diperoleh dari kebun rumah warga di daerah Ciputat dengan
cara memetik satu per satu daun muda dan daun tua. Hal ini dapat mempengaruhi
mutu simplisia karena usia tanaman yang diproses tidak sama, sumber simplisia
diperoleh bukan dari hasil budidaya dan tempat tumbuh yang berbeda (kualitas
tanah, kadar air, sinar matahari) sehingga menyebabkan perbedaan kandungan
senyawa aktif.[28]
Selanjutnya dilakukan determinasi di Herbarium Bogoriense,
Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor untuk mengidentifikasi suku dan
spesies tanaman yang akan diteliti,[5]
sehingga menghindari adanya kesalahan dalam
pengambilan tanaman.[4]
Daun yang sudah dipisahkan dari kotoran/ bahan asing, selanjutnya dibawa
ke Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro), Bogor dan diperoleh 1 kg
serbuk simplisia halus sehingga proses ekstraksi semakin efektif dan efisien.[29]
Semakin halus simplisia maka semakin luas permukaan yang kontak dengan cairan
penyari sehingga kandungan kimia yang terlarut dalam proses penyarian lebih
banyak dan penyarian berlangsung lebih sempurna.[42]
Selanjutnya serbuk simplisia
disimpan pada suhu kamar (15-30°C) agar mutunya tidak berubah.[28]
2.5. Ekstraksi Daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. Dengan Metode
Maserasi
Penelitian ini menggunakan metode ekstraksi dengan cara maserasi. Metode
maserasi dipilih karena merupakan cara penyarian yang sederhana dengan
menggunakan peralatan yang sederhana dan tanpa adanya tahap pemanasan sehingga
menghindari terjadinya kerusakan kandungan senyawa aktif pada ekstrak.[37]
Kekurangan metode maserasi yaitu waktu untuk mengekstraksi sampel cukup lama
40
dan cairan penyari yang digunakan lebih banyak.[30]
Semakin halus ukuran simplisia
maka keseimbangan maserasi semakin cepat tercapai.[28]
Maserasi dilakukan dengan cara merendam sebanyak 1 kg serbuk simplisia
daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. di dalam bejana kaca maserasi
menggunakan pelarut metanol yang telah di destilasi (diuapkan) sehingga tidak
memberikan hasil positif palsu pada uji yang dilakukan karena toksisitas pelarut itu
sendiri.[38]
Dilakukan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar untuk meratakan
konsentrasi larutan di luar serbuk simplisia. Penyari akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif menjadi
larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel.
Larutan yang lebih pekat akan terdesak ke luar sehingga terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel.[42]
Bejana kaca maserasi harus
tertutup sempurna agar cairan penyari tidak menguap sehingga penyarian dapat
maksimal[42]
dan terlindung dari cahaya untuk mencegah reaksi yang dikatalisis
cahaya atau terjadi perubahan warna.[34]
Ekstrak kental metanol daun Phaleria macrocarpa diperoleh dari filtrat
yang dipekatkan menggunakan rotatory evaporator, lalu dituang ke dalam cawan
penguap dan diuapkan di dalam oven untuk menghilangkan pelarut yang masih
tersisa sehingga diperoleh ekstrak kental dengan konsentrasi 100%.[33]
Ampas hasil
ekstraksi di remaserasi sehingga diperoleh filtrat ke-2, dst.[37]
Sampel terekstraksi
sempurna jika warna cairan penyari menjadi bening kembali.[33]
Ekstrak kental
metanol daun Phaleria macrocarpa yang diperoleh dari 5 kali proses maserasi
sebanyak 169,7650 g.
Pada penelitian ini tidak dilakukan uji parameter susut pengeringan, kadar
air dan kadar abu. Pengukuran susut pengeringan untuk memberikan batasan
maksimal (rentang) besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
Pengukuran kadar air untuk memberikan batasan minimal (rentang) besarnya
kandungan air di dalam bahan. Pengukuran kadar abu untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal dari proses awal pembuatan ekstrak hingga
ekstrak terbentuk.[29]
41
2.6. Uji Toksisitas Akut Dengan Metode BSLT
Penelitian ini menggunakan hewan uji larva Artemia salina Leach yang
berusia 48 jam karena memiliki saluran pencernaan yang sudah terbentuk lengkap
sehingga sensitif terhadap suatu zat yang dimasukkan[42]
dan larva Artemia salina
identik dengan sel kanker yang membelah secara mitosis.[26]
Artemia salina memiliki
respon yang sama dengan mamalia sehingga senyawa maupun ekstrak yang memiliki
aktivitas pada sistem tersebut dapat terdeteksi, misalnya tipe DNA-dependent RNA
polymerase pada Artemia salina serupa dengan ouabaine-sensitive Na+ dan K
+
dependent ATPase pada mamalia (Solis et al., 1993). Proses penetasan telur menjadi
larva membutuhkan aerasi menggunakan aerator sebagai sumber oksigen[42]
dan
lampu untuk merangsang proses penetasan sehingga larva bergerak menuju ruang
terang karena larva bersifat fototaksis.[4]
Untuk mencari nilai LC50 yang relatif tepat, perlu dipilih beberapa dosis
yang mematikan sekitar 50%, lebih dari 50% (sekitar 90%) dan kurang dari 50%
(sekitar 10%). Sering digunakan 4-5 kelompok dosis sehingga sekurang-kurangnya
tiga dosis berada pada rentang dosis yang dapat mematikan 50% hewan uji.[27]
Oleh
karena itu, uji orientasi (trial) dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan
konsentrasi larutan uji yang akan digunakan.[34]
Setelah dilakukan uji orientasi,
diperoleh konsentrasi larutan uji yang digunakan pada penelitian yaitu 35 ppm, 25
ppm, 10 ppm dan 5 ppm serta satu kontrol negatif untuk menguji pengaruh lain di
luar ekstrak uji seperti kondisi air laut yang menyebabkan kematian larva. Adanya
penambahan 1 ml air laut pada larutan uji sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak
pada well plate yang berisi larva Artemia salina yang berubah menjadi setengah
kalinya yaitu 17,5 ppm, 12,5 ppm, 5 ppm dan 2,5 ppm. Replikasi yang dilakukan
sebanyak tiga kali pada setiap konsentrasi untuk mendapatkan data yang akurat dan
baik.[4]
Digunakan 10 larva untuk empat konsentrasi dan satu kontrol negatif
sehingga total larva yang digunakan adalah 150 larva Artemia salina untuk setiap
kali perlakuan.
Walaupun larva Artemia salina dapat bertahan hidup di air dengan
konsentrasi minimum oksigen <0,3 mg/l,[11]
perlu diperhatikan cara pengambilan
42
larva pada saat ingin dimasukkan ke dalam well plate. Pada uji orientasi diperoleh
kematian larva yang berbeda jauh antara well plate yang satu dengan well plate yang
lain pada konsentrasi yang sama sehingga dapat memberikan hasil positif palsu pada
uji yang dilakukan karena cara pengambilan larva itu sendiri. Hal ini terjadi karena
larva kekurangan air laut akibat cara pengambilan larva yang salah, yaitu larva
diambil dari wadah penampungan larva, lalu diletakkan di atas cawan penguap untuk
diambil sebanyak 10 larva dengan mengurangi jumlah air laut menggunakan
mikropipet hingga hanya terdapat larva saja yang mengakibatkan larva kekurangan
oksigen. Selain itu, perhitungan kematian larva sebaiknya dilakukan oleh dua orang
atau lebih untuk mendapatkan data kematian larva yang akurat.
Total kematian dan persen kematian larva Artemia salina pada konsentrasi
17,5 ppm, 12,5 ppm, 5 ppm dan 2,5 ppm serta satu kontrol negatif ditunjukkan pada
tabel 4.1 dan gambar 4.1.
Tabel 4.1. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl. terhadap kematian larva Artemia salina Leach
Konsentrasi
(ppm)
Perlakuan Total
kematian
Rata-rata kematian
± standar deviasi
Persen
kematian (%) Well
plate 1
Well
plate 2
Well
plate 3
0 0 0 0 0 0 0
2,5 2 2 1 5 1,66 ± 0,577 16,66
5 5 5 2 12 4 ± 1,732 40
12,5 7 6 7 20 6,66 ± 0,577 66,66
17,5 6 9 9 24 8 ± 1,732 80
Gambar 4.1. Grafik pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl. terhadap kematian larva Artemia salina Leach
16,66
40
66,66
80
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2,5 5 12,5 17,5
Persen kematian (%)
Konsentrasi (ppm)
Perse
n k
em
ati
an
(%
)
43
Berdasarkan tabel 4.1 dan gambar 4.1, diperoleh total kematian larva
tertinggi terdapat pada konsentrasi 17,5 ppm, sedangkan total kematian larva
terendah terdapat pada konsentrasi 2,5 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan maka semakin tinggi pula total kematian
larva yang menunjukkan semakin tinggi pula sifat toksiknya.[12]
Setelah diperoleh persen kematian larva Artemia salina, selanjutnya
dilakukan perhitungan nilai LC50 ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa (Tabel
4.2). Nilai LC50 dapat ditentukan menggunakan analisis probit yaitu menggunakan
grafik probit log konsentrasi, perhitungan secara matematik (manual)[30]
atau aplikasi
seperti Microsoft Office Excel dan SPSS.[4]
Tabel 4.2. Perhitungan nilai LC50 ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl. menggunakan analisis probit
Konsentrasi
(ppm)
Log
konsentrasi (X)
% mati Probit (Y) X2
Y2
XY
0 0 0 0 0 0 0
2,5 0,39 16,66 4,0299 0.0152 16,2400 1,5716
5 0,69 40 4,7467 0,4761 22,5311 3,2752
12,5 1,09 66,66 5,4289 1,1881 29,4729 5,9175 17,5 1,24 80 5,8416 1,5376 34,1242 7,2435
Jumlah (∑) 3,41 20,0471 3,217 102,3682 18,0007
Perhitungan nilai LC50 secara manual, yaitu:
Perhitungan nilai slope (m), menggunakan rumus:
m = ∑(X)∑(Y) − n∑(XY)
(∑(X))2 – n∑(X
2)
= (3,41) (20,0471) – 4 (18,0007)
(3,41)2 – 4 (3,217)
= 68,3606 – 72,0028
11,6281 – 12,868
= - 3,6421
-1,2399
= 2,9374
44
Perhitungan nilai intersept (b), menggunakan rumus:
b = ∑(X)∑(XY) − ∑(X2)∑(Y)
(∑(X))2 − n∑(X
2)
= (3,41) (18,0007) – (3,217) (20,0471)
(3,41)2 – 4 (3,217)
= 61,3823 – 64,4915
11,6281 – 12,868
= -3,1092
-1,2399
= 2,5076
Menentukan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan log dosis
(Y = mX + b) dengan memasukkan nilai 5 (nilai probit dari 50% kematian larva
Artemia salina) pada nilai Y:
Y = mX + b
Y = 2,9374X + 2,5076
5 = 2,9374X + 2,5076
X = 5 – 2,5076
2,9374
= 2,4924
2,9374
= 0,8485
Nilai LC50 = Antilog X
= antilog 0,8485
= 7,0550 ppm
Untuk memastikan kebenaran perhitungan nilai LC50 secara manual, maka
dilakukan perhitungan nilai LC50 menggunakan aplikasi Microsoft Office Excel
dengan membuat persamaan garis lurus Y = mX + b. Pada gambar 4.2 terlihat slope
coefficient (m) yang relatif tegak terhadap sumbu X.[6]
Hal ini menunjukkan bahwa
suatu zat relatif berbahaya jika zat tersebut membentuk kurva dosis-respon linier
yang slopenya relatif tegak karena perubahan dosis yang kecil sudah dapat
menimbulkan peningkatan respon toksik yang relatif besar.[27]
45
Gambar 4.2. Grafik regresi linier konsentrasi ekstrak metanol daun Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl. terhadap nilai probit
Y = mX + b
Y = 2,053X + 3,260
5 = 2,053X + 3,270
X = 5 – 3,270
2,053
= 1,73
2,053
= 0,8475
Nilai LC50 = Antilog X
= Antilog 0,8475
= 7,0388 ppm
Hasil perhitungan nilai LC50 secara manual dan menggunakan aplikasi
Microsoft Office Excel diperoleh nilai LC50 ekstrak metanol daun Phaleria
macrocarpa masing-masing yaitu 7,0550 ppm dan 7,0388 ppm. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan nilai LC50 yang terlalu jauh bila menggunakan kedua
metode perhitungan tersebut.
Berdasarkan uji toksisitas akut ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa
dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) pada penelitian ini bersifat
Y = 2,053X + 3,260
R² = 0,993
0
1
2
3
4
5
6
7
0 0,5 1 1,5
Log konsentrasi
Nil
ai p
rob
it
−−−− Linier (Nilai probit)
♦ Nilai probit
46
toksik karena memiliki nilai LC50 <1000 ppm sehingga berpotensi sebagai
antikanker.[34]
Hal ini membuktikan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mae
Sri Hartati Wahyuningsih yang memperoleh nilai LC50 ekstrak metanol daun
Phaleria macrocarpa 63,16 ppm.[10]
Namun penelitian ini memiliki perbedaan nilai
LC50 yang cukup jauh dengan nilai LC50 yang dilakukan pada penelitian sebelumnya.
Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor, yaitu:[29]
a. Faktor biologi
Perbedaan lokasi asal tanaman yaitu lingkungan tumbuh (kualitas tanah,
atmosfer) dimana tanaman berinteraksi berupa energi (cuaca, temperatur dan
cahaya) dan materi (kadar air, senyawa organik dan anorganik).
Perbedaan periode pemanenan hasil tanaman.
Perbedaan usia dan bagian tanaman.
b. Faktor kimia
Faktor internal yaitu jenis senyawa aktif dalam bahan, kadar total rata-rata
senyawa aktif, komposisi kualitatif dan kuantitatif senyawa aktif.
Faktor eksternal yaitu ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan serta pelarut
yang digunakan.
Selain berpotensi sebagai antikanker, ekstrak Phaleria macrocarpa juga
memiliki sejumlah aktivitas farmakologi yaitu sebagai antihiperglikemia,
antiinflamasi, antidiare, antioksidan, antivirus, antibakteri, antijamur dan vasodilator.
Berbagai kandungan kimia ditemukan pada bagian yang berbeda dari Phaleria
macrocarpa yaitu mahkosida A, asam dodekanoik, asam palmitat, desasetil
flavikordin A, flavikordin A, flavikordin D, flavikordin A glukosida, etil stearat,
lignan, sukrosa, alkaloid, saponin, polifenolik, falerin, magniferin, ikarisida C, asam
galat, kaempferol, mirisetin, naringin, rutin, forboester dan derivat 29-
norkukurbitasin. Kandungan kimia Phaleria macrocarpa yang berpotensi sebagai
antikanker yaitu falerin dan asam galat.[9]
Pada penelitian ini tidak dilakukan perbandingan aktivitas sitotoksik ekstrak
metanol daun Phaleria macrocarpa dengan obat antikanker seperti metotreksat
47
sebagai kontrol positif dengan metode BSLT. Tujuan dilakukannya uji terhadap
kontrol positif, yaitu:
Untuk mengetahui perbandingan aktivitas sitotoksik ekstrak metanol daun
Phaleria macrocarpa dengan obat antikanker.
Untuk mengetahui perbandingan persentase kematian larva Artemia salina setelah
pemberian ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa dan obat antikanker.
Untuk mengetahui perbandingan nilai LC50 ekstrak metanol daun Phaleria
macrocarpa dengan obat antikanker.
48
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Ekstrak metanol daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.]
Boerl.) memiliki potensi toksisitas akut terhadap larva Artemia salina Leach
dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) karena memiliki nilai LC50
<1000 ppm yaitu masing-masing 7,0550 ppm dan 7,0388 ppm berdasarkan
perhitungan nilai LC50 secara manual dan aplikasi Microsoft Office Excel.
5.2. Saran
1. Dilakukan uji parameter susut pengeringan, kadar air dan kadar abu.
2. Perlu diperhatikan cara pengambilan larva pada saat ingin dimasukkan ke
dalam well plate sehingga tidak memberikan hasil positif palsu pada uji
karena cara pengambilan larva itu sendiri.
3. Perhitungan kematian larva dilakukan oleh dua orang atau lebih.
4. Dilakukan perbandingan aktivitas sitotoksik ekstrak metanol daun mahkota
dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. dengan obat antikanker seperti
metotreksat sebagai kontrol positif.
5. Dilakukan uji toksisitas akut ekstrak daun mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl. terhadap larva Artemia salina Leach dengan
metode BSLT menggunakan pelarut seperti DMSO (dimetil sulfoksida),
Tween 20, dll.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Cancer [Internet]. [updated 2014 Feb; cited 2014 Feb 18]. Available
from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/
2. Depkes. [Internet]. 2012 June 3 [cited 2014 Feb 18]. Available from:
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=1937
3. Purwantini I, Setyowati EP, Hertiani T. Uji toksisitas ekstrak etanol: Buah, biji,
daun makutadewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) terhadap Artemia
salina Leach dan profil kromatografi lapis tipis ekstrak aktif. Majalah Farmasi
Indonesia. 2002; 13(2): 101-106.
4. Ajrina A. Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun Garcinia bethami Pierre
terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode brine shrimp lethality test
(bslt) [Minithesis]. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2013.
5. Rizqillah N. Uji toksisitas akut ekstrak n-heksan daun Garcinia benthami Pierre
terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode brine shrimp lethality test
(bslt) [Minithesis]. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2013.
6. Regresi linier sederhana [Internet]. [cited 2014 Aug 4]. Available from:
http://www.fp.unud.ac.id/ind/wp-
content/uploads/mk_ps_agribisnis/ekonomitrika/2_.%20%20Analisis%20Regres
i%20Linier%20Sederhana.pdf
7. Institute of Medicine of The National Academies. Complementary and
alternative medicine in the United States. Washington: The National Academies
Press; 2005.
8. Cancer Research UK. Herbal medicine [Internet]. [updated 2013 Jan 25; cited
2013 Dec 7]. Available from: http://www.cancerresearchuk.org/cancer-
help/about-cancer/treatment/complementary-alternative/therapies/herbal-
medicine
9. Altaf R, Asmawi MZ, Dewa A, Sadikun A, Umar MI. Phytochemistry and
medicinal properties of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. extracts.
Pharmacognosy Review. 2013; 7(13): 73-80. doi: 10.4103/0973-7847.112853.
50
10. Wahyuningsih MSH, Mubarika S, Gandjar IG, Hamann MT, Rao K, Wahyuono
S. Phalerin, glukosida benzofenon baru diisolasi dari ekstrak metanolik daun
mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff). Boerl.]. Majalah Farmasi
Indonesia. 2005; 16(1): 51-57.
11. Dumitrascu M. Artemia salina. Balneo Research Journal. 2011; 29(4): 119-122.
12. Aprilia HA, Pringgenie D, Yudiati E. Uji toksisitas ekstrak kloroform cangkang
dan duri landak (Diadema setosum) terhadap mortalitas nauplius Artemia sp.
Journal of Marine Research. 2012; 1(1): 75-83.
13. Dewoto HR. 2007. Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi
fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia. 2007 July; 57(7): 205-211.
14. Benzie IFF, Wachtel-Galor S. Herbal medicine: Biomolecular and clinical
aspects. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press; 2011. Chapter 1, Herbal medicine: An
introduction to its history, usage, regulation, current trends, and research need.
15. WHO. WHO traditional medicine strategy 2002-2005. Geneva: WHO; 2002.
16. Depkes. Saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan
[Internet]. [cited 2014 Feb 20]. Available from:
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.003%20ttg%2
0Saintifikasi%20Jamu%20Dalam%20Penelitian%20Berbasis%20Pelayanan%20
Kesehatan.pdf
17. WHO. Traditional medicine in Republic of Indonesia [Internet]. [cited 2014 Feb
20]. Available from:
http://herbalnet.healthrepository.org/bitstream/123456789/2288/4/03-p.23-
36.pdf
18. Depkes. Kebijakan obat tradisional Indonesia [Internet]. [cited 2014 Feb 20].
Available from:
http://www.depkes.go.id/downloads/Kepmenkes/KEPMENKES%20381-
2007%20KEBIJAKAN%20OBAT%20TRADISIONAL.pdf
19. Sugiwati S. 2005. Aktivitas antihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa
[Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] sebagai inhibitor alfa-glukosidase in
vitro dan in vivo pada tikus putih [Thesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor;
2005.
51
20. Dewanti T, Wulan SN, Indira NC. Aktivitas antioksidan dan antibakteri produk
kering, instan dan effervescent dari buah mahkota dewa [Phaleria macrocarpa
(Scheff.) Boerl]. Jurnal Teknologi Pertanian. 2005 Apr; 6(1): 29-36.
21. Atiqah SN, Basar N, Bohari SP. Cytotoxic activity of major compounds from
Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl. fruits. Jurnal Teknologi. 2013 Sept 29;
64(2): 53-56.
22. Widowati L. Kajian hasil penelitian mahkota dewa. Jurnal Bahan Alam
Indonesia. 2005 Jan; 4(1): 223-227.
23. Vincent K. Probit analysis [Internet]. [cited 2014 July 26]. Available from:
http://userwww.sfsu.edu/efc/classes/biol710/probit/ProbitAnalysis.pdf
24. Fenton JJ. Toxicology: A case-oriented approach. Taylor and Francis; 2001.
25. Croghan PC. The osmotic and ionic regulation of Artemia salina. Journal of
Experimental Biology. 1957 July 10; 35: 219-233.
26. Kurniawan H. Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun kesum (Plygonum minus
Huds) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode brine shrimp lethality
test (bslt) [Minithesis]. Pontianak: Universitas Tanjungpura; 2009.
27. Priyanto. Toksikologi: Mekanisme, terapi antidotum dan penilaian risiko.
Depok: Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia; 2009.
28. Agoes G. Teknologi bahan alam. Bandung: Institut Teknologi Bandung; 2007.
29. Depkes. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Jakarta: Depkes;
2000.
30. Aras TR. Uji toksisitas ekstrak teripang Holothuria scabra terhadap Artemia
salina [Minithesis]. Makassar: Universitas Hassanudin; 2013.
31. Geethaa S, Thavamany PJ, Chiew SP, Thong OM. Interference from ordinarily
used solvents in the outcomes of Artemia salina lethality test. Journal of
Advanced Pharmaceutical Technology and Research. 2013 Oct-Dec; 4(4): 179–
182. doi: 10.4103/2231-4040.121411.
32. Sriwahyuni I. Uji fitokimia ekstrak tanaman anting-anting (Acalypha indica
Linn) dengan variasi pelarut dan uji toksisitas menggunakan brine shrimp
(Artemia salina Leach) [Minithesis]. Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim;
2010.
52
33. Cahyadi R. Semarang. 2009. Uji toksisitas akut ekstrak etanol buah pare
(Momordica charantia L.) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode
brine shrimp lethality test (bst) [Minithesis]. Semarang: Universitas Diponegoro;
2009.
34. Hendrawati AR. Uji toksisitas akut ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum
sanctum Linn.) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode brine
shrimp lethality test (bst) [Minithesis]. Semarang: Universitas Diponegoro;
2009.
35. Lisdawati V, Wiryowidagdo S, Kardono LB. Brine shrimp lethality test (bslt)
dari berbagai fraksi ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa). Buletin Penelitian Kesehatan. 2006; 34(3): 111-118.
36. Canadian Centre for Occupational Health and Safety. What is a LD50 and LC50?
[Internet]. [updated 2013 Aug 28; cited 2014 Mar 1]. Available from:
http://www.ccohs.ca/oshanswers/chemicals/ld50.html#_1_2
37. Ramdhini RN. Uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach dan toksisitas akut
komponen bioaktif Pandanus conoideus var. conoideus Lam. sebagai kandidat
antikanker [Minithesis]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2010.
38. Wu C. An important player in brine shrimp lethality bioassay: The solvent.
Journal of Advanced Pharmaceutical Technology and Research. 2014 Jan-Mar;
5(1): 57-58.
39. Hikmah MN, Zuliyana. Pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak dedak dan
metanol dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi [Minithesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2010.
40. Methanex. Material safety data shet [Internet]. [cited 2014 July 22]. Available
from: http://www.cen.iitb.ac.in/inventory/Chemical-MSDS/28_methanol.pdf
41. Keracunan akibat penyalahgunaan metanol [Internet]. [cited 2014 July 22].
Available from:
http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunsalahmeta.pdf
42. Panjaitan RB. Uji toksisitas akut ekstrak kulit batang pulasari (Alyxiae cortex)
dengan metode brine shrimp lethality test [Minithesis]. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma; 2011.
53
43. Kurniawan A. Aktivitas antioksidan dan potensi hayati dari kombinasi ekstrak
empat jenis tanaman obat Indonesia [Minithesis]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor; 2011.
44. Diah SH. Pembenihan udang galah Macrobrahium rosenbergi de Man.
Bandung: Institut Teknologi Bandung; 1991.
54
LAMPIRAN
Lampiran 1
Perhitungan konsentrasi ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.
1. Pembuatan larutan induk 20000 ppm, menggunakan rumus:
Konsentrasi = Ekstrak metanol daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. (µg)
Volume aquades (ml)
= 2000 mg
100 ml
= 2000000 µg
100 ml
= 20000 µg/ml
= 20000 ppm
2. Pembuatan larutan uji dengan konsentrasi 35 ppm, 25 ppm, 5 ppm dan 2,5 ppm
menggunakan rumus pengenceran: V1M1 = V2M2
Keterangan:
VI: Volume awal
V2: Volume akhir
M1: Konsentrasi awal
M2: Konsentrasi akhir
a. Konsentrasi 35 ppm
20000 µg/ml x V1 = 35 µg/ml x 20 ml
V1 = 700 µg
20000 µg/ml
= 0,035 ml
= 35 µg/ml
= 35 ppm
55
(lanjutan)
Jadi, 35 ppm diambil dari konsentrasi 20000 ppm.
b. Konsentrasi 25 ppm
35 µg/ml x V1 = 25 µg/ml x 4 ml
V1 = 100 µg
35 µg/ml
= 2,8571 ml
= 2857,1 µg/ml
= 2857,1 ppm
Jadi, 2857,1 ppm diambil dari konsentrasi 35 ppm.
c. Konsentrasi 10 ppm
35 µg/ml x V1 = 10 µg/ml x 4 ml
V1 = 40 µg
35 µg/ml
= 1,1428 ml
= 1142,8 µg/ml
= 1142,8 ppm
Jadi, 1142,8 ppm diambil dari konsentrasi 35 ppm.
d. Konsentrasi 5 ppm
35 µg/ml x V1 = 5 µg/ml x 4 ml
V1 = 20 µg
35 µg/ml
= 0,5714 ml
= 571,4 µg/ml
= 571,4 ppm
Jadi, 571,4 ppm diambil dari konsentrasi 35 ppm.
56
Lampiran 2
Hasil determinasi tanaman
Gambar 6.1. Hasil determinasi daun Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.
57
Lampiran 3
Proses penelitian
Gambar 6.2. Sebanyak 1 kg serbuk
simplisia halus daun Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl.
Gambar 6.3. Telur Artemia salina Leach
Gambar 6.4. Destilasi pelarut metanol
Gambar 6.5. Maserasi menggunakan
pelarut metanol
58
Gambar 6.6. Filtrat yang dipisahkan
dari ampasnya
(lanjutan)
Gambar 6.7. Evaporasi menggunakan
rotatory evaporator
Gambar 6.8. Sebanyak 169,7650 g
ekstrak kental metanol daun Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl.
Gambar 6.9. Sebanyak 2000 mg ekstrak
kental daun Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl. ditimbang menggunakan
neraca analitik
59
Gambar 6.10. Larutan induk konsentrasi
20000 ppm dihomogenkan menggunakan
hot plate stirrer
(lanjutan)
Gambar 6.11. Larutan uji konsentrasi 35
ppm, 25 ppm, 10 ppm dan 5 ppm ekstrak
metanol daun Phaleria macrocarpa
[Scheff.] Boerl.
Gambar 6.12. Mengukur pH air laut
menggunakan pH indicator paper
Gambar 6.13. Penetasan larva
Artemia salina Leach
60
Gambar 6.14. Hasil uji toksisitas akut
dengan metode BSLT
(lanjutan)
Gambar 6.15. Menghitung kematian
larva menggunakan digital
colony counter
Gambar 6.16. Hasil determinasi larva
Artemia salina Leach menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 10 x 10
61
Lampiran 4
Tabel probit
Tabel 6.1. Tabel transformasi persen-probit
% 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
0
1
2
3
4
-
2,6737
2,9463
3,1192
3,2493
1,0098
2,7096
2,9665
3,1337
3,2608
2,1218
2,7429
2,9859
3,1478
3,2721
2,2522
2,7738
3,0646
3,1616
3,2831
2,3479
2,8027
3,0226
3,1750
3,2940
2,4242
2,8299
3,0400
3,1881
3,3046
2,4879
2,8556
3,0569
3,2009
3,3151
2,5427
2,8799
3,0732
3,2134
3,3253
2,5914
2,3031
3,0896
3,2256
3,3354
2,6344
2,9251
3,1043
3,2376
3,3454
5
6
7
8
9
3,3351
3,4452
3,5242
3,5949 3,6692
3,3668
3,4536
3,5316
3,6016 3,6654
3,3742
3,4618
3,5380
3,6016 3,6715
3,3836
3,4694
3,5462
3,6148 3,6775
3,3028
3,4780
3,5534
3,6213 3,6835
3,4018
3,4850
3,5605
3,6278 3,6894
3,4107
3,4937
3,5675
3,6342 3,6953
3,4195
3,5015
3,5745
3,6405 3,7012
3,4282
3,5091
3,5813
3,6408 3,7070
3,4368
3,5167
3,5882
3,6427 3,7127
10
11
12
13
14
3,7184
3,7735
3,8250
3,8736
3,9197
3,7241
3,7784
3,8300
3,8783
3,9242
3,7298
3,7840
3,8350
3,8830
3,9286
3,7354
3,7893
3,8399
3,8877
3,9331
3,7409
3,7945
3,8448
3,8923
3,9375
3,7464
3,7996
3,8497
3,8969
3,9419
3,7519
3,8048
3,8545
3,9015
3,9463
3,7574
3,8099
3,8503
3,9061
3,9506
3,7628
3,8150
3,8641
3,9107
3,9550
3,7681
3,8200
2,8689
3,9152
2,9593
15
16
17
18
19
3,9636
4,0055
4,0458
4,0846
4,1221
3,9678
4,0096
4,0408
4,0884
4,1258
3,9721
4,0137
4,0537
4,0960
4,1331
3,9763
4,0178
4,0576
4,0960
4,1331
3,9800
4,0218
4,0615
4,0998
4,1367
3,9848
4,0259
4,0693
4,1035
4,1404
3,9890
4,0299
4,0693
4,1073
4,1440
3,9931
4,0339
4,0731
4,1110
4,1476
3,9973
4,0379
4,0770
4,1147
4,1512
4,0014
4,0410
4,0808
4,1184
4,1548
20
21
22
23
24
4,1684
4,1936
4,2278
4,2612 4,2837
4,1019
4,1970
4,2312
4,2644 4,2969
4,1035
4,2005
4,2345
4,2677 4,3001
4,1690
4,2039
4,2379
4,2710 4,3033
4,1726
4,2074
4,2412
4,2743 4,3065
4,1761
4,2108
4,2446
4,2775 4,3097
4,1796
4,2142
4,2479
4,2808 4,3129
4,1831
4,2176
4,2512
4,2840 4,3160
4,1866
4,2210
4,2546
4,2872 4,3192
4,1901
4,2244
4,2579
4,2905 4,3224
25
26
27
28
29
4,3255
4,3567
4,3872
4,4172
4,4466
4,3287
4,3597
4,3902
4,4201
4,4405
4,3318
4,3628
4,3932
4,4231
4,4524
4,3349
4,3659
4,3962
4,4260
4,4554
4,3380
4,3689
4,3992
4,4290
4,4583
4,3412
4,3720
4,4022
4,4319
4,4612
4,3443
4,3750
4,4052
4,4349
4,4641
4,3474
4,3781
4,4082
4,4378
4,4670
4,3505
4,3811
4,4112
4,4408
4,4698
4,3536
4,3842
4,4142
4,4437
4,4727
30
31
32
33
34
4,4756
4,5041
4,5323
4,5601
4,5875
4,4785
4,5070
4,5351
4,5628
4,5903
4,4813
4,5098
4,5370
4,5656
4,5930
4,4842
4,5126
4,5407
4,5684
4,5957
4,4871
4,5155
4,5435
4,5711
4,5984
4,4899
4,5183
4,5462
4,5739
4,6011
4,4928
4,5211
4,5490
4,5766
4,6039
4,4956
4,5239
4,5518
4,5793
4,6066
4,4985
4,5267
4,5546
4,5821
4,6093
4,5013
4,5295
4,5573
4,5848
4,6120
35
36
37
38
39
4,6147
4,6415
4,6681 4,6945
4,7207
4,6174
4,6442
4,6708 4,6971
4,7233
4,6201
4,6469
4,6734 4,6998
4,7259
4,6228
4,6495
4,6761 4,7024
4,7285
4,6255
4,6522
4,6787 4,7050
4,7311
4,6281
4,6549
4,6814 4,7078
4,7337
4,6308
4,6575
4,6840 4,7102
4,7363
4,6335
4,6602
4,6866 4,7129
4,7389
4,6362
4,6628
4,6893 4,7155
4,7415
4,6389
4,6655
4,6919 4,7181
4,7441
40
41
42
43
44
4,7467
4,7725
4,7981
4,8230
4,8490
4,7402
4,7750
4,8007
4,8202
4,8516
4,7518
4,7776
4,8032
4,8287
4,8541
4,7544
4,7802
4,8058
4,8313
4,8566
4,7570
4,7827
4,8083
4,8338
4,8592
4,7595
4,7853
4,8109
4,8363
4,8617
4,7622
4,7879
4,8134
4,8389
4,8642
4,7647
4,7904
4,8160
4,8414
4,8668
4,7673
4,7930
4,8185
4,8440
4,8693
4,7699
4,7955
4,8211
4,8465
4,8718
62
(lanjutan)
45
46
47
48
49
4,8743
4,8996
4,9247
4,9408
4,9740
4,8769
4,9021
4,9272
4,9524
4,9774
4,8704
4,9046
4,9298
4,9549
4,9799
4,8819
4,9971
4,9323
4,9574
4,9825
4,8844
4,9996
4,9348
4,9599
4,9850
4,8870
4,9122
4,9373
4,9624
3,9876
4,8895
4,9147
4,9308
4,9649
4,9900
4,8920
4,9172
4,9423
4,9674
4,9925
4,8945
4,9197
4,9448
4,9699
4,9950
4,8970
4,9222
4,9473
4,9724
4,9975
50
51
52
53
54
5,0000
5,0251
5,0502
5,0753
5,1004
5,0025
5,0276
5,0527
5,0778
5,1030
5,0050
5,0301
5,0552
5.0803
5,1055
5,0075
5,0326
5,0077
5,0828
5,1080
5,0100
5,0351
5,0602
5,0853
5,1105
5,0125
5,0376
5,0627
5,0878
5,1130
5,0150
5,0401
5,0652
5,0904
5,1156
5,0175
5,0426
5,0677
5,0929
5,1181
5,0201
5,0451
5,0702
5,0954
5,1206
5,0226
5,0476
5,0728
5,0729
5,1231
55
56
57
58
59
5,1257
5,1510 5,1764
5,2019
5,2275
5,1282
5,1535 5,1789
5,2045
5,2301
5,1307
5,1560 5,1815
5,2070
5,2327
5,1332
5,1586 5,1840
5,2096
5,2353
5,1358
5,1614 5,1866
5,2121
5,2378
5,1383
5,1637 5,1801
5,2147
5,2404
5,1408
5,1662 5,1917
5,2173
5,2430
5,1434
5,1687 5,1942
5,2198
5,2468
5,1459
5,1713 5,1968
5,2224
5,2482
5,1484
5,1738 5,1993
5,2250
5,2508
60
61
62
63
64
5,2533
5,2793
5,3055
5,3319
5,3585
5,2359
5,2819
5,3081
5,3345
5,3811
5,2585
5,2845
5,3107
5,3372
5,3638
5,2611
5,2871
5,3134
5,3398
5,3665
5,2637
5,2808
5,3160
5,3425
5,3692
5,2663
5,2024
5,3186
5,3451
5,3719
5,2689
5,2050
5,3213
5,3478
5,3475
5,2715
5,2976
5,3239
5,3505
5,3772
5,2741
5,3002
5,3266
5,3531
5,3799
5,2767
5,3029
5,3202
5,2658
5,3826
65
66
67
68
69
5,3853
5,4125
5,4399
5,4677
5,4959
5.3380
5.4152
5.4427
5,4705
5,4987
5,8007
5,4170
5,4454
5,4733
5,5015
5,3934
5,4207
5,4482
5,4761
5,5044
5,3961
5,4234
5.4510
5,4780
5,5072
5,3980
5,4261
5,4538
5,4817
5,5101
5,4016
5,4289
5,4565
5,4845
5,5129
4,4043
5,4316
5,4593
5,4874
5,5158
5,4070
5,4344
5,4621
5,4002
5,5187
5,4087
5,4372
5,4649
5,4930
5,3215
70
71
72
73
74
5,5244
5,5534 5,5828
5,6128
5,6435
5,5273
5,5563 5,5858
5,6158
5,6464
5,5302
5,5592 5,5888
5,6189
5,6405
5,5330
5,5622 5,5918
5,6219
5,6526
5,5350
5,5651 5,5948
5,6250
5,6557
5,5388
5,5681 5,5978
5,6280
5,6588
5,5417
5,5710 5,6008
5,6311
5,6620
5,5446
5,5740 5,6038
5,6341
5,6651
5,5476
5,5760 5,6068
5,6372
5.6682
5,6505
5,5799 5,6098
5,6403
5,6713
75
76
77
78
79
5,6745
5,7083
5,7388
5,7722
5,8834
5,6776
5,7095
5,7424
5,7756
5,8099
5,6808
5,7128
5,7454
5,7796
5,8134
5,6840
5,7160
5,7488
5,7824
5,8169
5,6871
5,7192
5,7521
5,7858
5,8204
5,6903
5,7225
5,7554
5,7892
5,8239
5,6935
5,7257
5,7588
5,7926
5,8274
5,6967
5,7200
5,7621
5,7961
5,8310
5,6998
5,7323
5,7666
5,7995
5,8345
5,7031
5,7356
5,7688
5,8030
5,8381
80
81
82
83
84
5,8416
5,8779
5,9154
5,9542
5,9945
5,8452
5,8816
5,9192
5,9581
5,9986
5,8488
5,8853
5,9230
5,9624
6,0027
5,8524
5,8890
5,9269
5,9661
6,0069
5,8560
5,8927
5,9307
5,9701
6,0110
5,8596
5,8965
5,9346
5,9741
6,0152
5,8633
5,9002
5,9386
5,9782
6,0194
5,8669
5,9040
5,9424
5,9822
6,0237
5,8705
5,9078
5,9463
5,9863
6,0279
5,8742
5,9116
5,9502
5,9904
6,0322
85
86
87
88
89
6,0634 6,0803
6,1264
6,1750
6,2205
6,0407 6,0818
6,1311
6,1800
6,2319
6,0450 6,0893
6,1359
6,1856
6,2372
6,0494 6,0939
6,1407
6,1901
6,2426
6,0537 6,0985
6,1455
6,1952
6,2481
6,0581 6,1031
6,1503
6,2004
6,2536
6,0625 6,1077
6,1552
6,2055
6,2591
6,0669 6,1123
6,1601
6,2107
6,2646
6,0714 6,1170
6,1650
6,2160
6,2702
6,0758 6,1217
6,1700
6,2212
6,2750
90
91
92
93
94
6,2816
6,3408
6,4031
6,4758
6,8548
6,2873
6,3469
6,4118
6,4833
6,5623
6,2936
6,3532
6,4187
6,4909
6,5718
6,2988
6,3595
6,4255
6,4985
6,5805
6,3047
6,3658
6,4325
6,5063
6,5893
6,3106
6,3722
6,4395
6,5141
6,5982
6,3165
6,3787
6,4466
6,5220
6,6078
6,3225
6,3852
6,4538
6,5201
6,6164
6,3285
6,3917
6,4611
6,5382
6,6258
6,3346
6,3984
6,4684
6,5464
6,6352
63
(lanjutan)
95
96
97
6,6449
97
6,7507
117
6,8808
140
6,6546
100
6,7624
120
6,8957
153
6,6646
101
6,7784
122
6,9110
158
6,6747
102
6,7608
125
6,9268
103
6,6849
105
6,7991
128
6,9431
169
6,6954
106
6,8119
131
6,9600
174
6,7060
109
6,8260
134
6,9774
180
6,7169
109
6,8260
134
6,9954
187
6,7297
113
6,8522
141
7,0141
194
6,7302
116
6,8663
145
7,0335
202
98,0
98,1
98,2
98,3
98,4
7,0537
7,0749
7,0969 7,1204
7,1444
7,0558
7,0770
7,0992 7,1224
7,1469
7,0579
7,0792
7,1015 7,1248
7,1494
7,0660
7,0814
7,1038 7,1272
7,1520
7,0621
7,0836
7,1061 7,1297
7,1545
7,0612
7,0858
7,1084 7,1321
7,1571
7,0663
7,0880
7,1107 7,1345
7,1996
7,0684
7,0902
7,1130 7,1370
7,1622
7,0706
7,0924
7,1154 7,1384
7,1648
7,0727
7,0947
7,1177 7,1419
7,1675
98,5
98,6
98,7
98,8
98,9
7,1701
7,1973
7,2262
7,2374
7,2904
7,1727
7,2001
7,2292
7,2663
7,2938
7,1754
7,2029
7,2322
7,2636
7,2973
7,1781
7,2058
7,2353
7,2668
7,3009
7,1808
7,2086
7,2383
7,701
7,3044
7,1835
7,2115
7,2414
7,2734
7,3080
7,1862
7,2144
7,2445
7,2768
7,3116
7,1890
7,2173
7,2476
7,2801
7,3152
7,1917
7,2203
7,2508
7,2835
7,3189
7,1945
7,2232
7,2539
7,2869
7,3226
99,0
99,1
99,2
99,3
99,4
7,3263
7,3656
7,4059
7,4373
7,5121
7,3301
7,3698
7,4135
7,4624
7,5181
7,3339
7,3739
7,4181
7,4677
7,5241
7,3378
7,3781
7,4228
7,4730
7,5302
7,3416
7,3824
7,4276
7,4783
7,5364
7,3455
7,3867
7,4324
7,4838
7,5427
7,3495
7,3911
7,4372
7,4893
7,5401
7,3535
7,3954
7,4422
7,4940
7,5550
7,3575
7,3999
7,4474
7,5006
7,5622
7,3615
7,4044
7,4522
7,5063
7,5690
99,5
99,6
99,7
99,8
99,9
7,5758
7,6521
7,7478 7,8782
8,0902
7,5828
7,6606
7,7589 7,8943
8,1214
7,5890
7,6693
7,7703 7,9112
8,1550
7,5972
7,6783
7,7822 7,9299
8,1847
7,6045
7,6874
7,7944 7,9478
8,2380
7,6121
7,6968
7,8070 7,9677
8,2905
7,6107
7,7065
7,8202 7,9889
8,3528
7,6276
7,7104
7,8338 8,0115
8,4316
7,6356
7,7266
7,8480 8,0357
8,5401
7,6437
7,7370
7,8027 8,0618
8,7190
Sumber: Priyanto, 2009
64
Lampiran 5
Daftar riwayat hidup
Nama : Feby Wulandari
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Rawa Bening, 17 Maret 1993
Agama : Islam
Alamat : Jalan Kampung Rawa Sawah No.1 RT.014/ RW.002,
Kecamatan/ Kelurahan Johar Baru, Jakarta Pusat
No. HP : +6281296089373
Email : [email protected] atau
Riwayat pendidikan : 1. TK „Aisyiyah Bustanul Athfal Rawa Bening (1997 - 1999)
2. SD Muhammadiyah Rawa Bening (1999 - 2001)
3. SDN Tanah Tinggi 10 Petang (2001 - 2005)
4. MTs Negeri 9 Jakarta (2005 - 2008)
5. MAN 3 Jakarta (2008 - 2011)
6. PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2011 - sekarang)