tinjauan pustaka sawit

26
5 Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit 2.1.1 Sistematika Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah ini dikembangkan oleh Carolus Linaeus. Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut (Pahan, 2008) Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis Spesies : Elaeis guineensis Jacq Nama Elaeis guneensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique, kawasan Hindia Barat, Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak, sedangkan kata Guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa sawit berasal dari Guinea. (Pahan, 2008).

Upload: fakhrunnisa-azzahra

Post on 10-Jul-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Sawit

5

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit

2.1.1 Sistematika

Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan

dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah ini dikembangkan

oleh Carolus Linaeus. Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut (Pahan,

2008)

Divisi : Embryophyta Siphonagama

Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledonae

Famili : Arecaceae

Subfamili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

Nama Elaeis guneensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763 berdasarkan

pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique, kawasan Hindia

Barat, Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak, sedangkan kata

Guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa sawit berasal dari

Guinea. (Pahan, 2008).

Page 2: Tinjauan Pustaka Sawit

6

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

2.2 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Bagian dari tanaman yang sangat penting diketahui dalam kegiatan

pemanenan adalah bunga dan buah. Menurut Fauzi dkk (2008) morfologi tanaman

kelapa sawit adalah sebagai berikut:

a. Bunga

Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious) artinya

bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing

terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga

betina. Setiap rangkaian bunga muncul dari pangkal pelepah daun . Sebelum bunga

mekar dan masih diselubungi seludang, dapat dibedakan bunga jantan dan bunga

betina yaitu dengan melihat bentuknya. Bunga jantan bentuknya lonjong

memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah bunga lebih

kecil, sedangkan bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak agak

rata dan garis tengah lebih besar. Adapun bentuk dari tandan bunga jantan dan

tandan betina dapat dilihat pada gambar 1.

A B

Gambar 1. Tandan bunga betina (A) dan tandan bunga jantan (B) tanaman kelapa sawit.

Page 3: Tinjauan Pustaka Sawit

7

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Rangkaian bunga jantan dihasilkan dengan siklus yang bergantian

dengan rangkaian bunga betina, sehingga pembungaan secara bersamaan sangat

jarang terjadi. Pada umumnya, di alam hanya berlangsung penyerbukan silang

sedangkan penyerbukan sendiri secara buatan dapat dilakukan dengan

menggunakan serbuk sari yang diambil dari bunga jantan dan ditaburkan pada

bunga betina.

Rangkaian bunga terdiri dari batang poros dan cabang-cabang

meruncing yang disebut spikelet. Jumlah spikelet dalam rangkaian dapat mencapai

200 buah. Batang poros bunga jantan lebih panjang dibandingkan bunga betina

tetapi jumlah spikeletnya hampir sama. Jumlah bunga tiap spikelet pada bunga

jantan lebih banyak yaitu 700-1.200 buah. Kadang-kadang pada tanaman kelapa

sawit terbentuk rangkaian bunga yang hermaprodit terutama pada tanaman yang

masih muda. Hal ini dapat terjadi pada masa transisi antara siklus bunga jantan dan

betina. Rangkaian bunga terbentuk secara bervariasi mulai dari bunga betina

dengan beberapa cabang bunga jantan atau sebaliknya.

Masa reseptif (masa subur) bunga betina adalah 36-48 jam, tetapi tidak

semua bunga terbuka pada waktu yang sama. Terdapat tenggang waktu sampai dua

minggu antara terbukanya bunga betina pertama dengan bunga terakhir dalam satu

rangkaian bunga. Pada satu rangkaian bunga betina yang normal, pembukaan pada

hari kedua merupakan saat yang tepat untuk melakukan penyerbukan sebab pada

waktu itu rata-rata 82% bunga betina sudah terbuka.

Bunga jantanpun mengalami tingkat perkembangan mulai dari

terbentuknya kelopak bunga sampai siap melakukan perkawinan. Pada hari pertama

Page 4: Tinjauan Pustaka Sawit

8

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

setelah kelopak terbuka serbuk sari keluar dari bagian ujung tandan bunga pada hari

kedua di bagian tengah sedangkan pada hari ketiga di bagian tandan bawah. Pada

hari ketiga keluarnya serbuk sari, bunga jantan juga akan mengeluarkan bau yang

khas. Hal itu menandakan bunga jantan sedang aktif dan tepung sari dapat diambil

untuk penyerbukan buatan. Dari sebuah rangkaian bunga jantan dapat diperoleh 50

gram serbuk sari.

b. Buah

Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur

sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5

tahun jika dihitung mulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Namun, jika

dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada

umur 2,5 tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan.

Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen

kurang lebih 5-6 bulan. Warna buah tergantung varietas dan umurnya.

Secara anatomi, buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu

bagian pertama adalah perikaprium yang terdiri dari epikaprium dan mesokarpium,

sedangkan yang kedua adalah biji yang terdiri dari endokaprium, endosperm dan

lembaga atau embrio. Epikaprium adalah kulit buah yang keras dan licin, sedangkan

mesokaprium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan

rendemen paling tinggi. Endokaprium merupakan tempurung berwarna hitam dan

keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan penghasil minyak inti sawit,

sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal tanaman. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar 2.

Page 5: Tinjauan Pustaka Sawit

9

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Gambar 2. Buah kelapa sawit.

Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun.

Untuk tanaman yang semakin tua produktivitasnya akan menurun menjadi 12-14

tandan/tahun. Pada tahun-tahun pertama tanaman berbuah sekitar 3-6 kg, tetapi

semakin tua berat tandan bertambah yaitu 25-35 kg/tandan . Banyaknya buah yang

terdapat pada satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan dan

teknik budidayanya.

Menurut Putranto (2015) buah dan tandan kelapa sawit diklasifikasikan

berdasarkan bentuk, warna dan tebal cangkang sebagai berikut:

1. Berdasarkan bentuk:

Kelapa sawit biasa, berbentuk bulat telur atau agak lonjong.

Poissoni, mantel atau diwakkawakka, berbentuk bulat telur, tapi

terdapat carpel seperti mantel atau sayap.

2. Berdasarkan kandungan karoten atau warna buah:

Nigresecens, buahnya berwarna violet sampai hitam pada waktu

muda dan berubah menjadi orange pada saat telah matang.

Page 6: Tinjauan Pustaka Sawit

10

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Virescens, buah berwarna hijau pada waktu muda dan berwarana

orange setelah matang.

Albescens, waktu muda buah berwarna kuning pucat dan tembus

cahaya karena mengandung sedikit karoten, waktu matang berwarna

merah.

3. Berdasarkan tebal cangkang:

Dura : Tebal cangkang 2 mm-8mm, daging buah 35%-50% atau ada

yang mencapai 65%, berserabut (serat) ± 13% dari daging buah

(hampir tidak memiliki serabut disekelilingnya), inti relative besar,

rendemen relative rendah (17%-18%). Dura sangat baik digunakan

sebagai induk betina. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar

3.

Gambar 3. Bentuk penampang buah varietas Dura.

Pisifera : Tidak memilki cangkang atau sangat tipis kurang dari 0,5

mm. Sisa cangkang digantikan oleh lingkar serabut sekeliling inti.

Karena tidak ada cangkang, persentase mesocarp terhadap buah

sangat besar dan rendemen juga sangat tinggi. Pisifera disebut juga

Page 7: Tinjauan Pustaka Sawit

11

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

sebagai pohon betina yang steril karena sebagian besar tandan aborsi

pada awal perkembangannya. Karena itu Pisifera tidak ditanam

secara komersial. Pisifera digunakan sebagai induk jantan. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Bentuk penampang buah varietas Pisifera.

Tenera : Tipe ini adalah yang banyak ditanam secara komersial di

perkebunan. Merupakan hasil persilangan antara Dura dan Pesifera

sehingga mempunyai karakteristik gabungan dari kedua induknya,

tebal cangkang 0,5 mm-4 mm, di sekelilingnya ada lingkaran serabut.

Ratio mesocarp terhadap buah sangat tinggi (60%-96%).

Menghasilkan tandan relatif lebih banyak dibandingkan Dura,

walaupun ukuran tandan lebih kecil dari Dura. Rendemen 22 %-24%.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5.

Page 8: Tinjauan Pustaka Sawit

12

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Gambar 5. Bentuk penampang buah varietas Tenera.

2.3 Syarat Tumbuh Kelapa Sawit.

Untuk pertumbuhan yang optimal tanaman kelapa sawit memerlukan

lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Adapun faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

2.3.1 Iklim

Faktor-faktor iklim yang penting adalah curah hujan, suhu (temperatur),

intensitas penyinaran dang angina. Faktor-faktor ini tampak berbeda jelas satu sama

lain, tetapi pada kenyataannya berkaitan erat dan saling mempenngaruhi.

1. Curah hujan.

Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500-4.000 mm per tahun.

Namun, curah hujan optimal yang paling cocok untuk kelapa sawit adalah 2.000-

3.000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun.

Pembagian hujan yang merata dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik

karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan daripada pertumbuhan generatif,

sehingga bunga atau buah yang terbentuk relatif lebih sedikit (Putranto, 2015).

Page 9: Tinjauan Pustaka Sawit

13

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

2. Temperatur

Suhu optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 24-280 C, terendah 180

C dan tertinggi 320 C. Panjang penyinaran matahari sekitar 5-12 jam/hari. Jika

penyinaran matahari kurang dari 5 jam /hari dapat menyebabkan berkembangnya

penyakit. Karena kelembaban yang tinggi akan merangsang berkembangnya

penyakit. Ketinggian dari permukaan laut yang optimum adalah 0-400 m. Pada

ketinggian yang lebih dari 400 m akan terhambat dan produksi akan rendah (Fauzi

Yan dkk, 2008).

3. Kelembaban udara dan angin.

Kelembaban udara dan angin adalah faktor yang penting untuk menunjang

pertumbuhan kelapa sawit. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit

adalah 80%. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses

penyerbukan. Angin yang kering menyebabkan penguapan lebih besar, mengurangi

kelembapan dan dalam waktu lama mengakibatkan tanaman layu. Faktor-faktor

yang mempengaruhi kelembaban adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran,

curah hujan dan evapotranspirasi (Fauzi Yan dkk, 2008)

2.3.2 Tanah dan topografi

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah seperti Podsolik

Coklat, Podsolik Kuning, Podsolik Coklat Kekuningan, Podsolik Merah Kuning,

Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial, Regosol, Gley Humik, Organosol (Tanah

Gambut) (Putranto, 2015).

Menurut Fauzi Yan dkk (2008), sifat fisik dan sifat kimia setiap jenis tanah

memang berbeda-beda. Oleh karena itu tingkat produksi setiap jenis tanah juga

Page 10: Tinjauan Pustaka Sawit

14

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

berbeda. Bagi tanaman Kelapa Sawit sifat fisik tanah lebih penting dari sifat

kesuburan kimianya karena kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi dengan

pemupukan.

1. Sifat fisik tanah

Sifat fisik tanah yang baik akan memberikan kesempatan pada akar tanaman

untuk berkembang secara luas. Zona perkembangan akar kelapa sawit yang paling

banyak adalah sekitar 1 meter di lapisan tanah paling atas. Sifat fisik tanah

ditentukan oleh tekstur, struktur, kemiringan tanah dan tebalnya lapisan tanah,

kedalaman air permukaan tanah, konsistensi kegemburan dan permeabilitas sedang.

Dengan kata lain, kelapa sawit menghendaki tanah yang subur, gembur, memiliki

solum yang tebal, tanpa lapisan padas, datar dan drainasenya baik.

Kemiringan tanah yang dianggap masih baik bagi tanaman kelapa sawit

adalah antara 0-150.. Sedangkan diatas kemiringan 150 harus dibuat teras kontur.

Pada topografi datar di daerah Sumatra Timur biasanya ditemui tanah gley humik

atau hidromorfik. Sedangkan tanah organosol (tanah gambut) vegetasinya terdiri

dari hutan lebat dan teremdam air.

Masalah utama dari tanah gambut tersebut adalah drainase yang jelek,

karena tanah-tanah tersebut merupakan tempat pengumpulan air hujan dan sulit

mengelurkan air. Pada daerah dataran pantai di Sumatra bagian Timur terdapat

tanah alluvial dan regosol yang merupakan endapan sungai atau laut.

2. Sifat kimia tanah

Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi

kandungan hara mineralnya. Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam

Page 11: Tinjauan Pustaka Sawit

15

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

menetukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Tanaman kelapa sawit

tidak memerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa sebab kekurangan suatu

unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan.

Walaupun demikian, tanah yang mengandung unsur hara dalam jumlah

besar sangat baik untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, sedangkan

kemasaman tanah menentukan ketersedian dan keseimbangan unusur hara dalam

tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0-6,5, sedangkan pH

optimum adalah 5-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah dapat dinaikkan dengan

pengapuran, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi. Tanah dengan pH rendah

biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut. Reaksi tanah

yang sangat asam menunjukkan aktifitas aluminium (Al) yang tinggi dalam mengikat

posfor dan merupakan faktor penghambat pertumbuhan tanaman.

2.4. Panen Kelapa Sawit

Panen tandan buah segar (TBS) adalah serangkaian kegaiatan pengutipan

hasil tandan buah segar kelapa sawit yang dimulai dari pengamatan tandan buah

masak, memotong tandan matang panen yang sesuai dengan kriteria matang

panen. Pemotongan dan penyusunan pelepah, mengumpulkan dan mengutip

brondolan serta menyusun TBS dan brondolan ditempat pemungutan hasil

(Suwanto, Nainggolan, Darmadi, Karyadi, Gea, Nababan, Harmen, 2005)

Tanaman kelapa sawit mulai dipanen apabila sudah memiliki buah yang

masak dan layak olah, sehingga sejak panen dimulai tanaman mulai memasuki masa

produksi. Apabila suatu blok telah memiliki tanaman yang buahnya berkembang

minimal 60% dan berat rata-rata buah matang telah mencapai 3 kg/tandan, maka

Page 12: Tinjauan Pustaka Sawit

16

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

blok tersebut dipromosikan menjadi areal tanaman menghasilkan (TM). Penilaian ini

dilakukan pada saat umur tanaman ratarata mencapai 30 bulan (Suwanto,

Nainggolan, Darmadi, Karyadi, Gea, Nababan, Harmen, 2005).

2.4.1 Persiapan panen

Persiapan panen berkaitan dengan penyedian tenaga kerja dan alat-alat

panen yang dibutuhkan. Kegiatan awal lainnya dalam persiapan panen adalah

pembuatan atau peningkatan mutu jalan, karena jalan merupakan faktor penunjang

yang penting dalam pengangkutan hasil dari kebun ke pabrik. Akses jalan yang perlu

disiapkan untuk proses panen diantaranya jalan penghubung (jalan utama), jalan

produksi, jalan control dan jalan pikul (pasar) (Sunarko, 2009)

Sebelum tanaman memasuki masa panen, perlu dilakukan persiapan panen

yang berguna untuk mendapatkan hasil dari produksi tanaman yang maksimal.

Kegiatan yang di lakukan pada persiapan panen yaitu:

1. Kastrasi

Kastrasi merupakan kegiatan pembuangan bunga pertama baik jantan

maupun betina serta buah-buah pasir pada tanaman Kelapa Sawit yang belum siap

untuk memasuki masa panen normal. Masa panen normal yaitu memasuki usia 12

bulan sejak mulai tanam. Tujuan dari kastrasi adalah:

Memaksimalkan fase vegetatif pada tanaman sehingga tanaman menjadi

kokoh pada fase generatif.

Mencegah terserangnya Hama dan Penyakit pada tanaman

(http://yogiplantation.blogspot.com, 2011)

Page 13: Tinjauan Pustaka Sawit

17

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

2. Prunning

Prunning atau pemangkasan adalah pembuangan pelepah-pelepah yang

sudah tidak produktif/pelepah kering pada tanaman kelapa sawit.

Prunning/pemangkasan termasuk kedalam kegiatan persiapan panen. Prunning atau

pemangkasan bertujuan untuk :

Memangkas pelepah yang sudah tidak produktif.

Mempermudah dalam kegiatan pemanenan dan pengutipan brondolan.

Mempertahankan jumlah pelepah setiap pokoknya.

Sanitasi (menjaga kebersihan) tanaman agar tidak diserang oleh Hama

dan Penyakit.

Prunning perlu dilkukan untuk menjaga jumlah pelepah yang optimal yang

berguna untuk tempat munculnya bunga dan pemangkasan buah. Prunning

dilakukan setelah dilakukan kastrasi dan tanaman mulai memasuki tahap awal

panen. Adapun teknis pruning dilakukan dengan cara:

Memangkas pelepah searah dengan arah spiral/letak alur pelepah. Agar

hasil dari pangkasan terlihat rapi.

Memangkas pelepah yang tidak produktif yaitu pelepah yang sudah

kering.

Memangkas pelepah secara mepet dan tepat pada bagian bawah

pangkal pelepah. Pelepah harus dipangkas mepet dengan tujuan untuk

mencegah tersangkutnya brondolan pada pelepah.

Page 14: Tinjauan Pustaka Sawit

18

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Menyusun pelepah hasil sisa pangkasan di gawangan mati atau disusun

diantara pokok tanaman dan dipotong menjadi 3 bagian

(http://www.mentari-dunia.com, 2013).

3. Pembuatan piringan

Piringan merupakan daerah yang berada di sekitar pokok kelapa sawit

yang berbentuk lingkaran dengan diameter ± 2 m. Pembuatan piringan dibawah

pokok tanaman kelapa sawit bertujuan untuk :

Memudahkan proses pemanenan.

Memudahkan dalam pengutipan brondolan dan perawatan tanaman.

Mencegah terserang hama dan penyakit pada tanaman. Khusunya hama

yang menyerang buah.

Dalam pembuatan piringan biasanya dilakukan secara manual terlebih dahulu

setelah itu dilakukan secara chemis. Dengan cara manual biasanya dilakukan untuk

membentuk piringan pada pokok sesuai dengan diameter yang ditentukan , dengan

membabat gulma yang tumbuh disekitar piringan. Setelah piringan pada setiap

pokok sudah mulai terbentuk kemudian dilakukan secara chemis dengan

menyemprot gulma yang tumbuh dengan larutan herbisida. Apabila pada setiap

pokok sawit sudah diberi piringan dapat memudahkan pemanenan dan sekitar pokok

sawit tidak terlihat gulma yang tumbuh sehingga pokok sawit dapat menyerap unsur

hara yang berada disekitar piringan (http://www.academia.edu, 2014)

4. Pembuatan pasar pikul

Pasar pikul adalah jalan atau akses panen yang dibuat diantara dua jalur

tanaman. Pembuatan pasar pikul dilakukan pada persiapan panen, sehingga dapat

Page 15: Tinjauan Pustaka Sawit

19

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

memudahkan proses pemanenan terutama pada proses pengangkutan TBS dari blok

ke TPH (Tempat Pengumpulan Hasil). Pada setiap pasar pikul biasanya memiliki

lebar ± 1,2 m. Pada setiap blok tanaman kelapa sawit perlu diberi pasar pikul

dengan tujuan :

Sebagai jalan panen yang digunakan untuk mengangkut dan

mengeluarkan buah yang telah dipanen untuk dikumpulkan di TPH.

Sebagai tempat sementara untuk meletakkan buah yang telah dipanen

dari setiap pokok agar buah yang telah dipanen tidak tertinggal

(http://www.mentari-dunia.com, 2013)

5. Pemasangan titi panen

Titi panen merupakan titian yang dibuat sebagai jalan untuk menyeberangi

parit dari jalan Collection menuju ke dalam blok. Titi panen ini hanya digunakan

pada kondisi lahan yang antara TPH dan pasar pikul terpisahkan oleh parit. Titi

panen ini biasanya digunakan pada kondisi lahan Low land, titi panen ini biasanya

diletakkan pada setiap pasar pikul yang terpisahkan oleh parit

(http://yogiplantation.blogspot.com, 2011)

6. Pembuata tempat pengumpulan hasil (TPH)

Tempat pengumpulan hasil (TPH) adalah tempat yang digunakan untuk

meletakkan dan menyusun buah hasil dari pemanenan. Biasanya dalam 3 pasar pikul

terdapt 1 TPH yang letaknya didepan jalur pokok yang berada dipinggir jalan koleksi.

Adapun tujuan dari pembuatan TPH adalah:

Memudahkan dalam perhitungan jumlah janjang yang telah dipanen.

Mempermudahkan dalam proses pengangkutan buah.

Page 16: Tinjauan Pustaka Sawit

20

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Dalam pembuatan TPH dalam satu blok dilakukan ketika tanaman akan

memasuki masa produksi. Pembuatan TPH dilakukan dengan cara meratakan tanah

yang akan dijadikan TPH, bentuk dari TPH yaitu persegi panjang dengan ukuran

panjang 4 m dengan lebar 2 m (http://yogiplantation.blogspot.com, 2011).

2.4.2. Alat panen kelapa sawit

Alat-alat kerja untuk potong buah yang akan digunakan berbeda berdasarkan

tinggi tanaman. Penggolongan alat kerja tersebut dibagi menjadi 3 bagian yaitu alat

untuk memotong tandan buah segar (TBS), alat untuk bongkar muat tandan buah

segar (TBS) dan alat untuk membawa TBS ke TPH (Pahan I, 2008).

Menurut Pahan I (2008), alat untuk memotong buah/TBS yaitu dodos kecil,

dodos besar, pisau egrek, bambu egrek dan batu asah.

Dodos kecil berbentuk seperti tembiling dengan lebar mata 8 cm dan

panjang mata 8 cm. Alat ini dipasang pada sepotong gagang kayu dengan

panjang sekitar 1,5 m. Dodos kecil digunakan sejak tanaman berumur 3

tahun.

Dodos besar berbentuk seperti tembilang dengan lebar mata 14 cm dan

panjang mata 12 cm. Alat ini dipasang pada sepotong gagang kayu dengan

panjang sekitar 3 meter (umur ± 8 tahun).

Pisau egrek berbentuk seperti pisau arit dengan panjang pangkal 20 cm,

panjang pisau 45 cm dan sudut lengkung dihitung pada sumbu sebesar 1350.

Bambu egrek merupakan gagang pisau egrek dengan panjang sekitar 10 m,

tebal 1-1,5 cm, diameter ujung 4-5 cm dan diameter pangkal 5-7 cm.

Page 17: Tinjauan Pustaka Sawit

21

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Batu asah digunakan untuk mengasah dodos dan pisau egrek supaya tetap

terjamin ketajamannya.

Alat untuk bongkar muat TBS yaitu gancu dan tojok atau tombak. Gancu

terbuat dari besi beton dengan diameter 3/8 inci dan panjangnya disesuaikan

dengan kebiasaan setempat. Sementara tojok atau tombak terbuat dari pipa besi

dengan ujung besi beton lancip dan panjangnya sekitar 1-1,5 m. Alat ini digunakan

khusus untuk pemuatan TBS kedalam truk angkut buah (Pahan I, 2008).

Alat untuk membawa atau mengangkut buah atau TBS ke TPH yaitu

angkong, goni bekas pupuk, keranjang buah, pikulan dan tali nilon. Angkong adalah

kereta sorong satu roda yang digunakan sebagai tempat atau wadah buah atau TBS

yang akan dibawa ketempat pengumpulan hasil (TPH). Goni bekas pupuk digunakan

sebagai tempat atau wadah brondolan yang telah dikumpulkan. Keranjang

digunakan sebagai tempat atau wadah buah atau TBS (sebagai alternatif) yang akan

dibawa ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Pikulan terbuat dari kayu, bambu atau

cabang kelapa sawit yang panjangnya berkisar 1,5-2 meter sebagai alat untuk

memikul keranjang buah atau goni bekas pupuk. Tali nilon digunakan unutk

mengikat goni bekas pupuk atau keranjang buah ke pikulan dan mengikat pisau

egrek ke bamboo egrek (Pahan I, 2008).

Page 18: Tinjauan Pustaka Sawit

22

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Tabel 1. Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan panen.

Umur (Th)

TM Tinggi Batang (M) Alat Panen

3-4 1-2 < 0,9 Dodos kecil (8 cm)

5-7 3-5 0,9-2,5 Dodos besar (12 cm)

>8 >5 > 2,5 Egrek

Alat-alat lain adalah : Kapak, batu asah, goni, kereta sorong/pikulan

(Suwanto, Nainggolan, Darmadi, Karyadi, Gea, Nababan, Harmen, 2005)

2.4.3 Kriteria matang panen

Menurut Sunarko (2009), kelapa sawit dianggap mulai dapat berproduksi

dengan baik pada tahun ketiga atau keempat setelah ditanam di kebun. Sementara

itu, buah kelapa sawit biasanya sudah dianggap matang sekitar 6 bulan setelah

penyerbukan. Tingkat kematangan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan

warna. Buah kelapa sawit yang masih mentah berwrna violet atau hitam karena

pengaruh pigmen klorofil. Selanjutnya, buah akan berubah menjadi merrah atau

oranye akibat pengaruh pigmen beta karoten. Kondisi tersebut menandakan minyak

sawit yang terkandung dalam daging buah telah maksimal dan buah sawit akan

lepas dari tangkai tandannya (membrondol).

Untuk lebih jelasnya, standar kematangan buah disajikan pada Tabel 2.

Page 19: Tinjauan Pustaka Sawit

23

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Tabel 2. Standar kematangan buah.

Fase Buah

Fraksi Buah

Jumlah Brondolan yang Telah Jatuh Tingkat

Kematangan

Mentah

00 Tidak ada buah yang berwarna hijau atau hitam

Sangat mentah

0 1-12,5% buah luar atau 0-1 brondolan/kgtandan Mentah

Matang

1 12,5-25% buah luar atau 2 brondolan/kg tandan

Kurang mentah

2 25-50% buah luar membrondol Matang 3 50-74% buah luar membrondol Matang

Lewat Matang

4 75-100% buah luar membrondol Lewat matang (Ranum)

5 100% buah luar membrondol dan sebagian berbau busuk

Lewat matang (Busuk)

Sumber : PT. Internasional Contact Business System (1998)

2.4.4 Kerapatan panen

Kerapatan panen adalah sejumlah angka yang menunjukkan tingkat

kerapatan pohon matang didalam satu areal, menggunakan sistem blok. Untuk

menghitung kerapatan panen dalam satu areal dapat mengambil beberapa pohon

yang akan digunakan sebagai contoh secara sistematis. Di dalam 1 blok diambil

sebanyak 10 barisan tanaman sebagai barisan pohon contoh, kemudian didalam

setiap barisan tersebut ditentukan pula sebanyak 10 batang pohon contoh untuk

perhitungan.

Dengan demikian, dalam 1 blok akan digunakan sebanyak 100 batang pohon

contoh. Selanjutnya, pada setiap pohon tersebut dilakukan perhitungan dan

pencatatan jumlah tandan yang matang panen. Jika dalam 1 blok ditemukan

sebanyak 25 tandan yang matang panen maka kerapatan panennya adalah 100:25

atau 4:1. Hal ini berarti rata-rata setiap 4 pohon akan dijumpai 1 tandan yang

matang panen.

Page 20: Tinjauan Pustaka Sawit

24

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Adapun tujuan dari penentuan kerapatan panen yaitu:

Untuk mendapatkan estimasi jumlah janjang yang akan dipanen. Cara

mencari estimasi jumlah janjang dengan rumus sebagai berikut:

Estimasi janjang = AKP (Angka Kerapatan Panen) x Jumlah pokok panen

Untuk mengetahui jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.

Untuk menentukan angkutan yang di butuhkan.

AKP (Angka Kerapatan Panen) dapat diperoleh dengan cara sensus buah.

Sensus buah dilakukan 1 hari sebelum dilaksanakan pemanenan pada satu blok.

Sensus buah dilakukan dengan cara menetukan pokok yang akan dijadikan sebagai

sampel. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentasi kerapatan buah

adalah sebagai berikut:

AKP =

x 100%

2.4.5. Sistem ancak (Kapveld) panen

Dalam pengelolaan areal yang cukup luas, pelaksanaan panen harus di atur

dengan pembagian areal pada suatu blok. Ancak panen adalah suatu areal dengan

luas tertentu yang di kelompokkan dalam satu hari panen, yang di beri urutan

nomor pada suatu blok. Pembagian ancak panen dengan tujuan :

Untuk mempermudah pengawasan para pemanen.

Para pemanen telah mempunyai lokasi masing- masing untuk di panen.

Mempermudah pemberian sanksi untuk para pemanen.

Mudah dilakukan pemeriksaan panen (http://yogiplantation.blogspot.com,

2011)

Page 21: Tinjauan Pustaka Sawit

25

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Menurut Fauzi dkk (2012) dikenal 2 sistem ancak panen yaitu sistem ancak

giring dan sistem ancak tetap.

1. Sistem ancak giring

Pada sistem ini, apabila suatu ancak telah selesai dipanen, pemanen pindah

ke ancak berikutnya yang telah ditetapkan oleh mandor begitu seterusnya. Sistem

ini memudahkan pengawasan pekerjaan para pemanen dan hasil panen lebih cepat

sampai ke TPH dan pabrik. Namun, ada kecendrungan pemanen akan memilih buah

yang mudah dipanen sehingga ada tandan buah atau brondolan yang tertinggal

karena pemanenannya menggunakan sitem borongan.

2. Sistem ancak tetap

Sistem ini sangat baik diterapkan pada areal perkebunan yang sempit,

topografi berbukit atau curam dan dengan tahun tanam yang berbeda. Pada sistem

ini pemanen diberi ancak dengan luas tertentu dan tidak berpindah-pindah. Hal

tersebut menjamin terperolehnya TBS dengan kematangan yang optimal. Rendemen

minyak yang dihasilkan pun tinggi. Namun, kelemahan sistem ini adalah buah lebih

lambat sampai ke pabrik.

2.4.6. Kebutuhan tenaga panen

Menurut Fauzi dkk (2012) untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja

pemanenan buah dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Kebutuhan tenaga panen :

Keterangan :

A = Luas ancak yang akan dipanen (ha)

Page 22: Tinjauan Pustaka Sawit

26

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

B = Kerapatan panen (dalam bentuk %)

C = Rata-rata berat buah (kg)

D = Populasi tanaman/ha

E = Kapasitas panen/HK

Bagi perkebunan yang tidak melakukan survey kerapatan panen, jumlah

tenaga kerja ditentukan berdasarkan perhitungan estimasi produksi dan hari kerja

dalam satu tahun yaitu dengan menggunakan rumus:

Kebutuhan tenaga panen :

Keterangan :

A = Total estimasi produksi/tahun (kg)

B = Panen pada hari libur/tahun (hari)

C = Kapasitas panen maksimal/HK

D = Jumlah hari kerja/tahun

2.4.7. Pelaksanaan panen

Menurut Sunarko (2009), pelaksanaan panen dilakukan dengan memotong

pelepah yang berada di bawah tandan. Pelepah dipotong menjadi 2-3 bagian, lalu

ditumpuk teratur dan terlungkup dengan jarak satu meter dari piringan. Ujung

pelepah dibuang dan tidak menutupi jalan atau parit.

Buah yang telah selesai dipotong harus diletakkan dipiringan dan

penempatan tandan buah dipisahkan dari brondolan. Gagang tandan buah harus

dipotong sependek mungkin. Khusus untuk tandan yang berbentuk jantung , gagang

dipotong berbentuk huruf V. Buah disusun di TPH secara berbaris 5-10 buah dengan

Page 23: Tinjauan Pustaka Sawit

27

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

gagang buah menghadap keatas dan brondolan dikumpulkan dan ditumpuk menjadi

satu di tempat yang terpisah (Sunarko, 2009).

2.4.8. Rotasi panen

Rotasi panen adalah putaran panen antara panen terakhir dengan panen

selanjutnya di tempat yang sama. Jumlah rotasi panen per tahun normal yang

dikendaki adalah berkisar 36-48 rotasi/tahun dengan interval panen normal 7-9 hari.

Faktor yang mempengaruhi rotasi panen antara lain cuaca, hari libur nasional, dan

tenaga kerja yang banyak tidak masuk. Berdasarkan ketentuan rotasi panen

tersebut seluruh areal tanaman menghasilkan dibagi menjadi enam seksi panen.

Menurut Sunarko (2007), pada panen permulaan biasanya rotasi panen 15 hari,

selanjutnya 10 hari, dan terakhir 7 hari. Rotasi panen menggunakan simbol 6/7,

yakni 6 hari memanen dengan interval 7 hari. Akan tetapi ada juga yang

menggunakan simbol 5/7 dalam memanen tergantung kebijakan perusahaan

(http://minyak-sawit.blogspot.com, 2013).

Waktu panen yang terlambat akan menyebabkan buah cenderung over ripe

(terlalu matang) bahkan bisa menjadi empty bunch (tandan kosong). Keadaan

tersebut bisa meningkatkan jumlah brondolan sehingga akan memperlambat

penyelesaian ancak dan bisa meningkatkan kadar FFA. Interval panen terlalu cepat

(< 7 hari) maka akan mengakibatkan pemanen cenderung mendapatkan buah under

ripe (kurang matang) bahkan buah mentah (unripe). Hal tersebut juga akan

memperkecil persentase kerapatan buah sehingga akan mengurangi jumlah tonase

buah yang diperoleh dan dapat mempengaruhi mutu buah yang didapatkan (Minyak

Sawit, 2013).

Page 24: Tinjauan Pustaka Sawit

28

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

2.4.9. Taksasi produksi

Menurut Sunarko (2009), peramalan atau taksasi produksi adalah kegiatan

menghitung jumlah tandan buah segar yang akan diperoleh pada waktu panen

berdasarkan jumlah dan keadaan tandan bunga betina yang kemungkinan menjadi

tandan buah. Berat rata-rata tandan buah sesuai dengan umur tanaman dan

jenisnya.

Tujuan peramalan produksi diantara nya untuk memudahkan pengaturan dan

pelaksanaan pekerjaan panen dikebun dan pengolahan di pabrik. Selain itu, tujuan

lainnya untuk memudahkan penyedian dan pengaturan transportasi. Perhitungan

dilaksanakan untuk membuat perkiraan produksi selama 6 bulan, 3 bulan, 1 bulan

hingga perkiraan esok harinya.

Penyusunan perkiraan produksi harus berdasarkan perkembangan bunga

betina dan tandan kelapa sawit. Hal ini dapat diprediksi melalui seludang pecah

terbuka hingga matang panen berdasarkan berat tandan rata-rata pada masing-

masing tahun tanam.

Peramalan produksi yang perlu diperhatikan antara lain penetapan jumlah

pohon untuk pengamatan serta perhitungan produksi. Semua data yang diperoleh

untuk setiap blok dicatat di lembar pengamatan bunga dan buah. Estimasi produksi

dihitung dengan rumus:

Estimasi produksi : (A x B x C) : D

Keterangan :

A = Jumlah pohon dalam blok tersebut

B =Jumlah bunga betina dan tandan

Page 25: Tinjauan Pustaka Sawit

29

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

C = Rata-rata berat tandan

D = Jumlah pohon yang diamati

2.5 Pasca Panen

Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dilakukan setelah pemanenan

kelapa sawit selesai dilaksanakan, buah yang telah dipanen diangkut ke TPH dan

kemudian disusun rapi, tandan disusun menurut baris yakni 5-10 tandan perbaris

dengan tangkai menghadap ke atas arah jalan dan tangkai tandan dipotong

berbentuk huruf V. Agar tandan terhindar dari pelukaan pada saat pemotongan,

pengangkutan ke TPH dan ke truk. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah naiknya

asam lemak bebas (ALB). Brondolan yang ada dipiringan pohon dan diketiak pelepah

dikutip dan diangkut ke TPH dengan menggunakan karung bekas pupuk (Suwanto,

Nainggolan, Darmadi, Karyadi, Gea, Nababan, Harmen, 2005)

2.5.1. Pemeriksaan (Audit)

Pemeriksaan hasil panen dilakukan di lapangan dan di TPH. Pemeriksaan di

lapangan meliputi : tandan matang tidak dipanen, tandan dipanen tapi tidak

dikumpulkan , brondolan tertinggal di piringan, buah tertinggal dipelepah dan

tumpukan pelepah. Sedangkan pemeriksaan di TPH meliputi : tandan afkir, tandan

mentah (HB), tangkai tandan berbentuk huruf V, susunan tandan, kebersihan

tandan dan brondolan. Pemeriksaan dilakukan oleh tim audit yang dibentuk khusus

untuk melakukan audit. Kemudian buah diangkut ke pabrik dan dilakukan

penyortiran kembali dan hasil penyortiran tersebut dilaporkan kembali ke afdeling

(Suwanto, Nainggolan, Darmadi, Karyadi, Gea, Nababan, Harmen, 2005).

Page 26: Tinjauan Pustaka Sawit

30

Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

2.5.2. Transportasi TBS

Tandan buah segar yang sudah dipanen harus segera diangkut ke pabrik

untuk diolah. Waktunya adalah maksimal 8 jam setelah panen harus diolah. Buah

yang tidak segera diolah akan mengalami kerusakan dan jika ini dibiarkan akan

menimbulkan kerugian. Pemilihan alat angkut yang tepat dapat mengatasi

kerusakan buah selama pengangkutan. Alat angkut yang digunakan dari kebun ke

pabrik diantaranya lori, traktor gandengan atau truk. Pengangkutan menggunakan

lori dianggap lebih baik dibandingkan dengan alat angkut lain (Putranto, 2015)