tinjauan pustaka naungan · naungan . pengaruh naungan terhadap tanaman disamping mengurangi cahaya...
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Naungan
Pengaruh naungan terhadap tanaman disamping mengurangi cahaya
matahari yang tiba di permukaan, dapat juga mempengaruhi iklim mikro tanaman.
Naungan dapat mempengaruhi beberapa faktor lingkungan antara lain: temperatur,
kelengasan tanah, pergerakan udara (Chambers 1978), mempertahankan unsur
hara, menekan gulma (Chang 1968), menurunkan suhu tanah dan tanaman pada
waktu siang, menaikkan suhu udara pada waktu malam, perlindungan dari
limpasan hujan, pemindahan uap air dan CO2
Naungan baik secara alami maupun buatan mengakibatkan pengurangan
jumlah cahaya yang di terima oleh tanaman. Sebagian besar rumput tropis
mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar
matahari, namun jenis rumput yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan
penurunan produksi yang relatif kecil atau bahkan masih meningkat pada naungan
sedang. Hasil penelitian Alvarenga et al (2004) menunjukkan bahwa tanaman
yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi berat
kering akar yang lebih tinggi dibandingkan tanaman dengan naungan. Tetapi
produksi hijauan yang toleran naungan masih dapat meningkat pada naungan
sedang (Samarakoon et al. 1990).
, dan menaikkan kelembaban relatif
(Stiger 1984).
Menurut Haris (1999) peningkatan luas daun merupakan salah satu
mekanisme toleransi terhadap naungan untuk memperoleh cahaya yang lebih
tinggi atau optimalisasi penerimaan cahaya oleh tanaman. Naungan dapat
Universita Sumatera Utara
meningkatkan proporsi daun dan menyebabkan luas daun lebih tersebar ke seluruh
kanopi (Ludlow et al. 1974).
Taiz dan Zeiger (1991) melaporkan bahwa daun yang ternaungi
mengabsorbsi sedikit saja pada infra merah sehingga menyebabkan perubahan
karakteristik fitokrom dan tanaman jadi lebih tinggi. Tanaman pada perlakuan
naungan mengalami proses etiolasi sehingga pertumbuhan tanaman lebih tinggi,
begitu juga dengan luas daun, dimana pada tanaman muda carambola terjadi
peningkatan luas daun dengan bertambahnya taraf naungan.
Menurut Dwiyanto (2002), potensi sumber daya alam seperti yang terdapat
pada lahan ternaungan masih cukup berpeluang untuk dimanfaatkan secara
intensif sebagai pakan ternak, namun demikian kualitas dan kwantitasnya masih
rendah, hal ini disebabkan kebutuhan zat makanan yang diperoleh dari tanah
sangat minim. Hal ini sesuai dengan pendapat Wilson (1990), produksi akan turun
bila tumbuh di tempat yang tidak mendapatkan sinar.
Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi
sejalan dengan menurunnya intensitas sinar (Ludlow 1978), namun spesies yang
tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif
kecil atau masih meningkat pada naungan sedang (Wong et al. 1985; Samarakoon
et al. 1990).
Level naungan adalah faktor yang sangat menentukan produksi pastura
yang tumbuh pada areal tanaman tahunan. Penurunan intensitas cahaya
mengurangi pertumbuhan spesies pastura pada berbagai tingkatan dan
mempengaruhi kompetisi. Proses-proses di dalam tanaman yang dapat
dipengaruhi oleh naungan adalah fotosintesis, transpirasi, respirasi, reduksi nitrat,
Universita Sumatera Utara
sintesis protein, produksi hormon, translokasi, penuaan, pertumbuhan akar dan
penyerapan nitrat (Struik dan Deinum 1982). Spesies pastura tropis yang ditanam
dibawah intensitas cahaya yang berbeda dapat menunjukkan perubahan
morfologis dan fisiologis dalam nisbah pucuk/akar, indeks luas daun, luas dan
spesifik dari efisiensi penggunaan cahaya (Sophanodora 1991). Perubahan ini
akibat dari kompatabilitas rumput bila ditanam pada lingkungan ternaungi.
Namun demikian, beberapa studi pada kondisi dimana ketersediaan hara
dalam tanah sangat terbatas, ternyata ditemukan produksi biomasa tertinggi pada
perlakuan naungan yang sedang dibanding pada kondisi terbuka (Wong dan
Wilson 1980). Hal ini juga diteliti oleh Masuda (1977) dimana adanya indikasi
menurunnya kecernaan hijauan sejalan dengan meningkatnya naungan.
Peningkatan kandungan serat kasar akan berpengaruh terhadap penurunan kecernaan,
begitu juga dengan ”intake”, tetapi sebaliknya dengan kandungan protein dan mineral,
dimana terjadi peningkatan terhadap kecernaan, yang secara tidak langsung berpengaruh
juga terhadap peningkatan ”intake”. Peningkatan kandungan tannin dan penurunan
kandungan BETN berpengaruh terhadap penurunan palatabilitas dan ”intake”nya.
Peranan Cahaya bagi Tanaman
Cahaya yang mempengaruhi pertumbuhan dibagi dalam tiga komponen
penting yaitu: kualitas, lama penyinaran, dan intensitas. Kualitas cahaya
berhubungan dengan panjang gelombang, dimana panjang gelombang yang
mempunyai laju pertumbuhan baik pada fase vegetatif maupun generatif
adalah cahaya tampak dengan panjang gelombang 360 nm sampai 760 nm
(Salisbury dan Roos 1995).
Universita Sumatera Utara
Kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap kondisi naungan
ditentukan oleh kemampuannya untuk dapat melakukan proses fotosintesis secara
normal pada keadaan kekurangan cahaya. Radiasi matahari mempengaruhi posisi
kloroplas akan mengumpul pada sisi dinding sel terdekat dan terjauh dari radiasi
(Salisbury dan Roos 1995). Keadaan ini menyebabkan daun kelihatan lebih hijau
pada kondisi ternaungi karena kloroplasnya mengumpul pada permukaan daun
(Myers et al. 1997).
Pertumbuhan tanaman tergantung pada intensitas, kualitas, lamanya
(perioditas) dan arah cahaya. Bila intensitas cahaya yang diterima rendah, maka
jumlah cahaya yang diterima oleh setiap luasan permukaan daun dalam jangka
waktu tertentu rendah (Garner et al., 1991). Kondisi kekurangan cahaya berakibat
terganggunya metabolisme, sehingga menyebabkan menurunnya laju fofosintesis
dan sintesa karbohidrat (Sopandie et al., 2003). Energi cahaya bertanggung jawab
terhadap kegiatan fotosintesis dan sejumlah pengikatan N melalui reaksi kimia.
Intensitas cahaya yang optimum juga berbeda menurut jenis tanaman. Ada
tanaman yang tumbuh dengan baik sekali di tempat-tempat yang teduh, ada juga
tanaman yang memerlukan cahaya dengan intensitas tinggi sekitar cahaya
matahari penuh. Tanaman jenis terakhir ini dinamakan ”sunplants”, sedangkan
yang suka naungan disebut ”shade plants” (Devlin dan Witham 1983).
Kualitas dan kuantitas cahaya mempengaruhi terhadap banyak hal dalam
pertumbuhan tanaman antara lain: 1) etiolasi tanaman, 2) produksi pigmen, 3)
pembentukan cabang, dan 4) perpanjangan batang (Hartwick 2004).
Alvarenga et al., (2004) menemukan adanya tendensi peningkatan konsentrasi
Universita Sumatera Utara
klorofil dan penurunan laju fotosintesis dengan meningkatnya taraf naungan pada
tanaman Croton urucurana Baill.
Fotosintesis merupakan proses pembentukan karbohidrat dari CO2 dan
H2O dalam hijau daun dengan bantuan energi matahari. Produksi karbohidrat
akan meningkat dengan meningkatnya hara nitrogen, demikian juga nitrogen akan
dimanfaatkan oleh tanaman untuk mensintesis protein. Karbohidrat dan protein
yang merupakan komponen dari bahan kering tanaman sehingga semakin
meningkatnya pembentukan protein dan karbohidrat akan meningkatkan produksi
bahan kering hijauan (Humphreys 1978). Menurut Salysbury dan Roos (1995) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi fotosintesis tanaman, yaitu: 1) air (H2O), 2)
karbondioksida (CO2
Tanaman yang tergolong C
), 3) cahaya, 4) hara dan 5) suhu.
3 dan C4
Kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi naungan sangat ditentukan
oleh kemampuan tanaman untuk menghindar maupun untuk mentolerir keadaan
kurang cahaya tersebut. Karakter fotosintetik tanaman yang dapat tumbuh dengan
baik pada intensitas cahaya rendah berbeda dengan tanaman yang tidak dapat
menyesuaikan diri pada kondisi ternaungi. Pada tanaman yang toleran, intensitas
cahaya yang rendah dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kandungan
pigmen perkloroplas. Disamping itu, tanaman toleran dapat beradaptasi dengan
menghindari penurunan aktivitas enzim.
menunjukkan tanggap morfologi yang
sama terhadap naungan, tetapi tanggap fotosintesisnya berbeda terhadap naungan.
Pada golongan rumput yang tahan naungan memiliki kandungan N daun lebih
tinggi dari pada yang peka terhadap naungan (Kephart dan Buxton 1993).
Universita Sumatera Utara
Hasil penelitian Sahardi et al., (1999) menunjukkan bahwa genotipe
toleran naungan memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi dan sel-sel mesofil
yang lebih tipis. Ketebalan lapisan palisade dan mesofil dapat berubah sesuai
dengan kondisi cahaya yang menyebabkan tanaman menjadi efisien dalam
menyimpan energi radiasi untuk perkembangannya. Penangkapan cahaya per unit
area fotosintetik dilakukan dengan mengurangi cahaya yang direfleksikan dan
ditransmisikan melalui peningkatan kandungan kloroplas dan kandungan pigmen
perkloroplas. Tanaman dapat mentolerir keadaan intensitas cahaya yang rendah
dengan menurunkan titik konpensasi cahaya dan menurunkan laju respirasi di
bawah titik kompensasi cahaya yang dilakukan dengan menghindari penurunan
aktivitas enzim dan menghindari kerusakan pigmen.
Pemupukan dan Peranannya bagi Tanaman
Pupuk adalah suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari alam
atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung
untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan tanaman
(Pitojo, 1995).
Lingga dan Marsono (2006) menambahkan bahwa pupuk merupakan
kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk
menggantikan unsur yang habis terhisap tanaman. Memupuk berarti
menambahkan suatu bahan yang mengandung unsur hara tertentu ke dalam tanah
(pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun) untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Pemupukan pada tanaman secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat
pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di
Universita Sumatera Utara
tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Namun, secara lebih terinci
manfaat pupuk ini dapat dibagi dalam dua macam, yaitu yang berkaitan dengan
perbaikan sifat fisika dan kimia tanah. Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan
dengan sifat fisika tanah, yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi
gembur, sedangkan mafaat pupuk yang berkaian dengan sifat kimia tanah adalah
sebagai penyedia unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sekaligus membantu
mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang oleh penguapan atau air
perkolasi (Marsono dan Sigit, 2001).
Nitrogen
Secara umum nitrogen berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman
terutama pada fase vegetatif, berperan dalam pembentukan klorofil serta sebagai
komponen pembentuk lemak, protein, dan persenyawaan lain
(Marsono dan Sigit, 2001). Parker (2004) menambahkan bahwa nitrogen berperan
dalam proses pertumbuhan, sintesis asam amino dan protein serta merupakan
pembentuk struktur klorofil. Nitrogen sebagai pembentuk struktur klorofil,
nitrogen akan mempengaruhi warna hijau daun. Ketika tanaman tidak
mendapatkan cukup nitrogen, wana hijau daun akan memudar dan akhirnya
menguning. Kekurangan nitrogen akan menyebabkan pertumbuhan terhambat,
daun berwarna kuning, tangkai tinggi kurus, dan warna hijau daun menjadi pucat.
Pemberian unsur hara nitrogen dapat dilakukan melalui pemupukan.
Pupuk nitrogen termasuk pupuk kimia buatan tunggal. Jenis pupuk ini termasuk
pupuk makro. Sesuai dengan namanya pupuk-pupuk dalam kelompok ini
didominasi oleh unsur nitrogen (N). Adanya unsur lain di dalamnya lebih bersifat
sebagai pengikat atau juga sebagai katalisator. Salah satu jenis pupuk nitrogen
Universita Sumatera Utara
yang sering digunakan adalah urea. Urea adalah pupuk buatan hasil persenyawaan
NH3 dengan CO2
Phosfor
. Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan hasil
ikutan tambang minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46%
(Marsono dan Sigit, 2001).
Phospor (P) disebut sebagai kunci kehidupan bagi tanaman karena unsur
ini terlibat langsung dalam proses hidup tumbuhan. Unsur P adalah hara kedua
setelah nitrogen (N) dalam frekuensi atau kegunaannya sebagai pupuk. Keperluan
P kadang kadang.
lebih kritik daripada N pada tanah-tanah tertentu. Nitrogen dapat ditambat
oleh mikroba dari udara, tetapi unsur P hanya berasal dari batuan. Tanpa
kecukupan P berbagai proses di dalam tanaman akan terhambat sehingga
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak berlangsung secara optimal
(Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, 1991).
Phospor (P) berperan dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan
akar, sebagai bahan dasar (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi,
mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah
(Marsono dan Sigit, 2001). Parker (2004) menambahkan phospor berperan dalam
menstimulasi pertumbuhan akar, membantu pembentukan benih, berperan dalam
proses fotosintesis dan respirasi. Kekurangan unsur phospor akan menyebabkan
warna keunguan pada daun dan batang serta bintik hitam pada daun dan buah.
Menurut Tan (1996) phosfor merupakan hara tanaman esensial dan diambil oleh
tanaman dalam bentuk ion anorganik : H2PO4 dan HPO2.
Universita Sumatera Utara
Phosfor diperlukan dalam perkembangan akar, untuk mempertahankan
vigor tanaman, untuk pembentukan benih, dan pengontrolan kematangan tanaman.
Phosfor juga merupakan komponen esensial ADP (Adenosine Di Phospate) dan
ATP (Adenosine The Phospate), yang bersama-sama memerankan bagian penting
dalam fotosintesis dan peyerapan ion serta sebagai transportasi dalam tanaman.
Phosfor juga merupakan bagian esensial dari asam nukleat (DNA dan RNA).
Kalium
Kalium (K) berperan dalam membantu pembentukan protein dan
karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi
tanaman terhadap peyakit serta kekeringan (Marsono dan Sigit, 2001). Kalium
tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan, sehingga unsur ini tetap
sebagai ion di dalam tumbuhan. Kalium berperan sebagai aktivator dari berbagai
enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta untuk
enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Kalium juga merupakan ion
yang berperan dalam mengatur potensi osmotik sel, dengan demikian akan
berperan dalam mengatur tekanan turgor sel. Berkaitan dengan pengaturan turgor
sel ini, peran yang penting dalam proses membuka dan menutupnya stomata
(Lakitan, 2004). Tanaman yang kekurangan kalium akan lebih peka terhadap
penyakit dan kualitas produksi biasanya rendah baik daun, buah maupun biji
seperti pada kedelai (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998).
Kebutuhan tanaman akan unsur K dapat diperoleh dari pemupukan. Salah
satu jenis pupuk kalium yang dikenal adalah KCl (Marsono dan Sigit, 2001).
Upaya pemupukan kalium harus memperhatikan asas efektifitas karena selain
Universita Sumatera Utara
mudah larut dan tercuci bersama air perlokasi, unsur kalium juga mudah terikat
dalam tanah.
Efektivitas pemupukan kalium dapat dicapai antara lain dengan
memperhatikan waktu dan cara pemupukan yang tepat. Pemberian pupuk kalium
secara bertahap diperlukan untuk mencegah penyerapan berlebihan oleh tanaman
“luxury Consumption”. Pada tanah yang mengandung kalium cukup tersedia
pemberian pupuk kalium dapat dikurangi. Dibandingkan tanaman pangan,
tanaman perkebunan dan industri lebih banyak menggunakan pupuk kalium
inorganik (Runhayat, 1995).
Pemberian pupuk merupakan salah satu jalan yang harus di tempuh untuk
memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun
dengan pupuk organik (seperti pupuk kandang dan kompos). Untuk lebih
sederhana lagi, sebaiknya pupuk anorganik yang diberikan lewat akar ini
dikelompokkan lagi. Ada dua kelompok pupuk berdasarkan jenis hara yang
dikandungnya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Ke dalam kelompok
pupuk tunggal ini ada tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di
pasaran, yaitu pupuk yang berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P),
dan hara utama kalium (K) (Lingga dan Marsono 2002).
Pemberian pupuk untuk setiap produksi hijauan akan berbeda, untuk
sistem cut and carry Robbins (1986) merekomendasikan 300–600 kg N, 100 kg P
dan 50 kg K /ha/tahun. Pada umumnya leguminosa lebih memerlukan unsur P dan
K, sedangkan rumput lebih respon terhadap pemupukan N (Susetyo 1980).
Pertumbuhan legum akan lebih cepat dan lebih baik dengan pemupukan P.
Khusus untuk pertumbuhan Stylo, pertumbuhannnya tidak dipengaruhi oleh
Universita Sumatera Utara
pemupukan P, tetapi akan lebih baik lagi jika diberikan pupuk P, kecuali untuk
Siratro dan Centro yang jelas menunjukkan respon yang sangat baik apabila
diberikan pupuk P. Pupuk P yang dibutuhkan umumnya berkisar 30–60
kg/ha/tahun (Quiamco 1983), sedangkan pemberian pupuk K untuk segala jenis
tanah berkisar 50 kg/ha/tahun (Whiteman 1980). Gibson (1975) juga telah
merekomendasikan bahwa pemberian P yang baik untuk Desmodium intortum dan
Stylosanthes guianensis adalah 80 kg/ha/tahun dan 40 kg/ha/tahun. Penggunaan
pupuk untuk rumput Digitaria berkisar 100–1800 kg N/ha, P (33kg/ha), dan K
(66 kg/ha), untuk Paspalum pemberian pupuk N berkisar 100–200 kg/ha,
sedangkan untuk Stylosanthes pupuk P berkisar 50–100kg/ha
(Reksohadiprodjo, 1994)
Chambliss dan Adjei (2006) pada penelitiannya di Florida Utara
melaporkan bahwa pemberian pupuk P dan K tidak tergantung pada jenis
tanah yang dipergunakan tetapi pada pada beberapa banyak pupuk N yang
dipergunakan, untuk itu mereka melaporkan ada beberapa tahap pemberian
pupuk, terutama pada rumput Paspalum notatum. Pemberian pupuk N 25
kg/ha/tahun, sebaiknya tidak perlu dilakukan pemberian pupuk P dan K,
karena dianggap sangat tidak efektif, sedangkan untuk pemberian pupuk N
50 kg/ha/tahun, sebaiknya memberikan 12.5 kg/ha/tahun pupuk P dan 25
kg/ha/tahun pupuk K. Marino dan Berardo (2005) pada penelitiannya terhadap
hijaun Alfalfa dengan beberapa tingkatan pemupukan P yaitu 0, 25, 50, dan 100
kg/ha, dari beberapa tingkatan pemupukan tersebut yang menunjukkan
peningkatan terhadap produksi Alfalfa adalah pemberian pupuk 25–50 kg/ha.
Universita Sumatera Utara
Pupuk nitrogen tergolong cukup banyak ragamnya, umumnya yang
tersedia di pasaran dan banyak digunakan petani adalah urea dan ZA (Zwavelzure
amoniak). Nitrogen merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, tanpa
nitrogen pertumbuhan tanaman akan lambat. Tanaman yang mengandung cukup
nitrogen untuk sekedar tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekahatan, yakni
klorosis terutama pada daun tua. Pentingnya nitrogen bagi tanaman dipertegas
dengan kenyataan bahwa dalam tanaman hanya karbon, oksigen, hidrogenlah
yang jumlahnya lebih banyak dari nitrogen (Whitehead, 2000).
Pupuk nitrogen dapat meningkatkan jumlah tanaman penutup tanah,
terutaman tanaman merambat, dimana tanaman merambat tersebut dapat
menurunkan erosi, mengurangi gulma dan mengurangi evaporasi tanah dan
kelembaban. Pupuk nitrogen dibutuhkan oleh tanaman, dimana kekurangan unsur
P, K, dan S dapat menjadi pembatas bagi tanaman untuk menggunakan N
(Kirychuck, 2002).
Nitrogen atau zat lemas diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3-
(nitrat) dan NH4+
Persediaan P di dalam tanah mempunyai sumber dari: pupuk buatan (an
organik), dan pupuk alam (organik). Pupuk anorganik yang terdapat di pasaran
(amonium), akan tetapi nitrat itu segera tereduksi menjadi
ammonium melalui enzim yang mengandung Molibdinum. Apabila unsur N
tersedia lebih banyak dari unsur lainnya, akan dapat dihasilkan protein lebih
banyak. Semakin tinggi pemberian N, semakin cepat pula sintesis karbohidrat
yang diubah menjadi protein dan protoplasma. Pemberia zat N baik digunakan
bagi tanaman penghasil daun, misalnya tebu dan rumpu-rumputan (Sutejo, 2002).
Universita Sumatera Utara
dan banyak digunakan petani di Indonesia antara lain TSP (Triplesuperposfat) dan
SP-36.
Posfor dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang lebih sedikit daripada N
dan kalium (K). P adalah elemen kunci dari bentuk AMP, ADP dan ATP yang
berperan dalam fotosintesis dan respirasi (Hartman et al., 1981). Beberapa fungsi
esensial P dalam tanaman adalah berperan dalam menyimpan energi dan
mentransfernya untuk kebutuhan tanaman sesuai kepentingannya. Energi yang
dihasilkan dari fotosintesis dan metabolisme karbohidrat disimpan dalam senyawa
posfat untuk digunakan berikutnya dalam pertumbuhan dan proses reproduksi
(Tisdale et al., 1985). P penting untuk pembentukan biji, mempercepat pemasakan
biji, pertumbuhan akar dan pertumbuhan tanaman (Leiwakabessy, 1988). Posfor
diambil tanaman dalam bentuk H2PO4- dan HPO4
2-
Pupuk P dapat memperbaiki tingkat kehadiran tanaman dan ketika hijauan
baru ditanam atau dibibitkan. Pemberian pupuk P 16 kg/ha akan memberikan fase
pertumbuhan awal yang lebih cepat dan dapat membantu perkembangan akar
(Kirychuck, 2002).
.
Penggunaan pupuk K di Indonesia kurang mendapat perhatian bila
dibandingkan dengan penggunaan pupuk N dan pupuk P. Hal ini tidak berarti
bahwa pupuk K tidak digunakan bagi pertanaman, mungkin pada pertanaman
rakyatlah yang kurang, sebab kurang adanya respon. Sedang untuk perkebunan-
perkebunan penggunaan pupuk K paling banyak digunakan.
Kebutuhan akan K ini sesungguhnya cukup tinggi dan dalam hal ini
apabila kebutuhan akan K tidak tercukupi akan terjadi translokasi K dari bagian-
bagian tanaman yang tua ke bagian yang muda. Berbeda dengan unsur N, S, dan P
Universita Sumatera Utara
(terdapat dalam protein), tetapi K tidak terdapat dalam protein, protoplasma,
selulosa, sehingga diduga bahwa K hanya bersifat sebagai katalisator. Sebenarnya
K mempunyai peranan penting dalam tanaman, yaitu dalam peristiwa-peristiwa
fisiologis, misalnya sebagai berikut: berperan dalam metabolisme karbohidrat
(berperan dalam pembentukan pati, pemecahannya, serta translokasi pati tersebut),
berperan dalam metabolisme nitrogen dan sintesa protein, mengaktifkan berbagai
enzim (invertase, peptase, diatase, dan katalase), mempercepat pertumbuhan
jaringan meristimatik, menambah resistensi tanaman, dan mengatur pergerakan
stomata dan hal yang berhubungan dengan air atau mempertahankan turgor
tanaman yang dibutuhkan dalam proses fotosintesa dan proses-proses lainnya agar
dapat berlangsung dengan baik. Oleh tanaman pupuk K diserap dalam bentuk K+
Jenis Tanaman Rumput dan Legum
(Sutejo, 2002).
Arachis glabarata
Arachis glabarata memiliki kemampuan pada naungan bervariasi
tergantung ekotipe, misalnya CPI12121 dinilai sangat tahan naungan dan
CPI29986 daya tahan naungan rendah. Biasanya dapat tumbuh pada naungan
sedang. Arachis glabarata merupakan leguminosa yang memiliki kemampuan
beradaptasi pada tanah yang berdrainase baik mulai dari tanah pasir sampai liat,
lebih menyukai tanak masam namun dapat tumbuh baik pada tanah netral atau
sedikit basa, selain itu beradaptasi baik pada daerah tropis maupun subtropics
(Bowman dan Wilson, 1996). Arachis glabarata memiliki kualitas hijauan yang
baik dan memiliki produksi bahan kering yang baik.
Universita Sumatera Utara
Saamarakon et al., (1990) yang menyebutkan bahwa spesies yang
tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang
relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang. Disamping itu
Prawirradiputra et al., (2006) menyatakan bahwa Arachis glabarata lebih tahan
terhadap intensitas cahaya yang rendah/lebih beradaptasi dengan kondisi naungan.
Adaptasi tersebut ditunjukkan oleh tinggi tanaman dan lebar daun yang
menghasilkan produksi yang lebih besar.
Calopogonium muconoides
Calopogonium adalah leguminosa yang bersifat memanjat dan merambat,
diatas tanah dapat membentuk hamparan setebal kurang lebih 50 cm. Batang
seolah-olah terbagi ke dalam dua bagian, bagian bawah menjalar sedangkan
bagian atas memanjang. Berdaun tiga pada suatu tangkai, helai daun berbentuk
oval ditutupi bulu-bulu halis coklat keemasan di kedua permukaannya, berbunga
kupu-kupu tersusun seperti tandan berwarna kebiruan. Berbuah polong panjang
antara 2,5-3,8 cm berwarna kuning kecoklatan dan tertutup bulu-bulu lebat. Tiap
buah berisi 4-8 biji berwarna coklat muda atau coklat tua, berukuran 2,5-2,5 mm
(Jayadi, 1991).
Calopogonium muconoides berasal dari Amerika Selatan. Bersifat
perennial, merambat, membelit dan hidup di daerah-daerah yang tinggi
kelembaban udaranya. Daun-daun terbentuk dengan lebat dalam waktu 5 bulan.
Calopo ditanam sebagai penutup tanah di perkebunan kelapa sawit, kopi, karet
dan pada tanah yang baru dibuka. Calopo dipergunakan juga untuk memberantas
weed atau tanaman liar lain (Reksohadiprodjo, 1981).
Universita Sumatera Utara
Calopogonium dapat tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 2000 m,
tetapi dapat beradaptasi dengan baik pada ketinggian 300-1500 m. Kacang ini
cocok pada iklim tropis lembab dengan curah hujan tahunan lebih dari 1250 mm.
Kacang ini tahan terhadap kekeringan tapi mungkin akan mati pada musim kering
yang lama. Dapat tumbuh dengan cepat pada semua tekstur tanah, walaupun
dengan pH rendah antara 4.5-5. Cara tumbuhnya dengan membelit, membuat
Calopogonium mampu beradaptasi dengan baik pada beragam kondisi ekologi.
Calopogonium tidak dapat beradaptasi dengan adanya naungan yang ditunjukkan
dengan adanya penurunan pertumbuhan pucuk, akar dan pembentukan bintil akar
dengan turunnya intensitas cahaya. Hal ini mungkin disebabkan karena daun-daun
calopogonium tidak memiliki plastisitas di bawah keteduhan dibandingkan
dengan lain tanaman-tanaman yang toleran terhadap keteduhan seperti
Centrosema pubescens dan Desmodium heterocarpon subsp. heterocarpon var.
ovalifolium. Di bawah intensitas cahaya rendah (< 20%) daun calopogonium
akan mengurangi ukurannya sekitar 70% dibandingkan dengan daun yang berada
dalam cahaya matahari penuh (http://www.proseanet.org,
Calopogonium juga dapat digunakan sebagai pupuk hijau untuk
memperbaiki tanah, merupakan pioner dalam melindungi permukaan tanah,
mengurangi temperature tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah, serta
dijadikan tanaman untuk menekan gulma/rumput seperti Imperata cylindrist L
(alang-alang) (Chen et al., 1992).
2012).
Centrosema pubescens
Legum Centrosema pubescens merayap memanjat berbunga kupu-kupu
besar berwarna ungu muda kemerah-merahan. Polongannya berwarna coklat
Universita Sumatera Utara
panjangnya 15 cm dan mengandung 20 biji bewarna hitam berbintik-bintik, tiap
kg berat biji mengandung 40.000 butir. Modus reproduksinya adalah menyerbuk
sendiri. Kekerasan kulit biji karena variasi genetik telah banyak diketahui
(Humpreys, 1979). Spesies legum ini tumbuh baik di daerah-daerah tropik
dengan curah hujan sedang sampai tinggi. Persyaratan tanah bagi legum ini tidak
spesifik namun inokulasi rhizobium sering menguntungkan. Berbunganya
tanaman dipengaruhi sangat baik dengan adanya panjang siang hari yang singkat
dan photoperiode yang kritik sedikit kurang dari 12 jam (Reksohadiprodjo, 1985).
Centrosema pubescens dibudidayakan di daerah tropis-lembab dengan
ketinggian hingga ( 600-900) m. Tumbuhan ini memerlukan curah hujan tahunan
sebesar 1500 mm atau lebih, namun juga toleran terhadap curah hujan yang lebih
rendah. Sentro dapat tumbuh pada ladang-ladang rumput di Afrika hanya
memiliki curah hujan sebesar 800 mm. Jenis ini tetap dapat tumbuh ketika tempat
tumbuhnya tergenang air dan akan bertahan di musim kering yang berlangsung
sekitar 3 – 4 bulan, namun tidak untuk masa kekeringan yang lebih panjang.
Sentro tidak dapat tumbuh pada daerah bersuhu rendah. Pertumbuhannya akan
menurun ketika suhu turun di bawah 20°C dan pertumbuhannya akan menjadi
buruk bila suhu turun di bawah 15°C. Sentro merupakan salah satu tanaman
polong-polongan yang toleran terhadap naungan dan dapat tetap tumbuh di bawah
naungan sebesar 80%. Tumbuhan ini akan tumbuh pada beragam tipe tanah, yaitu
dari tanah pasir berhumus hingga tanah liat. Pertumbuhan optimum dapat tercapai
bila ditanam pada tanah dengan keasaman relatif, kecukupan aluminium dapat
larut yang kurang dari 0.2 meq per 100 g tanah. Kisaran pH yang dapat ditoleransi
adalah 4.5—8.0, namun kisaran pH optimum yang dapat mendukung
Universita Sumatera Utara
pertumbuhan nodul adalah 5.5-6.0. Meskipun sentro cukup toleran pada kadar Mn
di tanah yang tinggi, namun ada keterkaitan antara keracunan Mn dengan tingkat
pH rendah pada tanah-tanah asam, maka hal ini dapat diperbaiki dengan
memperhatikan batasan kadar Mn dan pH tanah. Sentro dapat tumbuh dengan
baik bersama-sama spesies tumbuhan lain di padang-padang rumput atau sebagai
penutup tanah pada areal tanaman-tanaman pertanian. Pada daerah tropis lembab,
tanaman polong-polongan yang dipilih untuk ditanam baik di tanah-tanah subur
maupun kurang subur telah memanfaatkan jasa sentro. Tanah yang kekurangan
mineral dapat dipulihkan dengan menginokulasikan benih-benih dengan
Bradyrhizobium, dan sentro akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang
baik untuk tumbuh di semua tipe tanah, karena tanah akan banyak mengandung
Nitrogen (http://www.proseanet.org, 2012).
Centrosema pubescens merupakan tanaman yang tahan keadaan kering,
dan dapat hidup dibawah naungan serta lahan yang tergenang air (Ibrahim, 1995)
lebih lanjut Reksohadiprodjo (1981) menyatakan bahwa Centrosema pubescens
dapat ditanam secara campuran dengan rumput dan memperlihatkan pertumbuhan
dengan baik adalah dengan jenis rumput Panicum maximum, Melinis minutiflora
serta Cynodon plectostachyon.
Pueraria javanica
Pueraria javanica mempunyai sifat pertumbuhan awal yang agak lambat
tetapi setelah tumbuh dapat bertahan lama dan tahan naungan daripada
Callopogonium mucunoidesdan Centrocema pubescent. Selain itu P. javanicajuga
paling disukai ternak (Risza, 1995) dan mempunyai nilai kecernaan yang tinggi
baik pada kambing (79%) maupun pada domba (81%). Kandungan nutrisi
Universita Sumatera Utara
P. javanica adalah 23, 4% (BK); 10, 26% (PK); 60,3% (SK) dan 4,226 kal/g
(energi) (Handayani et al., 1993).
Brachiaria humidicola
Tanaman rumput tahunan yang mempunnyai banyak stolon dan rizoma
dan membentuk lapisan penutup tanah yang padat. Ditanam untuk padang
gembala permanen dan sebagai penutup tanah untuk menahan erosi dan gulma.
Dapat digunakan sebagai hay dan untuk menekan nematoda pada sistem tanaman
pangan. Tumbuh pada beragam janis tanah mulai dari tanah sangat asam tidak
subur (pH 3,5), tanah liat berat merekah, sampai tanah pasir berbatu pH tinggi.
Kebutuhan Ca rendah. Tahan terhadap tanah berpengairan buruk dan sering
ditemukan pada tanah liat basah musiman. Tumbuh terbaik pada sinar matahari
penuh tetapi daya tahan naungan sedang (misalnya dibawah perkebunan kelapa
yang sudah tua). Kurang tahan naungan dibanding Stenotaphrum secundatum.
Palatabilitas sedang dan langsung dimakan ternak ketikan tanaman dipertahankan
tetap rendah dan banyak daun. Palatabilitas dapat menjadi rendah ketika ditanam
pada tanah asam tidak subur karena helai daun menjadi sangat berserat dan
berpigmen tinggi dan susah dicerna oleh ternak sehingga tidak disukai ternak
(http://www.tropicalforages.info, 2012).
Rumput Brachiaria humidicola merupakan hijauan palatabel yang dapat
digunakan sebagai rumput potongan dan rumput penggembalaan. Rumput ini
mempunyai kemampuan menekan pertumbuhan gulma, adaptif terhadap
pengairan kurang baik, toleran terhadap penggembalaan berat, dan tidak begitu
membutuhkan kesuburan tanah yang bagus sehingga mempunyai peranan yang
Universita Sumatera Utara
cukup besarbagi pengemban gan dan penyediaan hijauan di daerah tropik
(‘tMannetje dan Jones, 1992).
Brachiaria humidicola merupakan rumput yang tahan terhadap kekeringan
dan genangan namun tidak setahan Brachiaria mutica. Rumput ini juga tahan
terhadap penggembalaan berat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap
invasi gulma, tetapi kurang cocok bila dilakukan penanaman dengan campuran
leguminosa, hal ini karena pertumbuhan Brachiaria humidicola cepat sekali
menutup tanah sehingga akan menekan pertumbuhan leguminosa (Jayadi, 1991).
Brachiaria humidicola dapat tumbuh dengan baik apabila di tanam di bawah
pohon kelapa serta sangat efektif untuk menahan erosi. Kapasitas produksinya
dapat mencapai 20 ton/ha (Jayadi, 1991).
Stenotaphrum secundatum
Stenotaphrum secundatum dikenal dengan nama umum “Buffallo grass”
(Australia) atau St. Agustine grass (Amerika Serikat). Termasuk dalam famili
Gramineae dengan sub famili Panicoideae. Stenotaphrum secundatum merupakan
jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah.
Tanaman ini sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat,
perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat
sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap
penggembalaan berat. Stenotaphrum secundatum merupakan salah satu spesies
tanaman pakan ternak yang toleran terhadap naungan. Jenis rumput ini
menunjukkan pertumbuhan maupun produksi yang lebih baik pada lahan naungan
dibanding alam terbuka (tanpa naungan). Rumput ini memiliki palatabilitas yang
tinggi saat masih muda, disukai oleh ternak ruminansia besar maupun kecil.
Universita Sumatera Utara
Terdapat kandungan oksalat sejumlah ± 1% namun tidak menyebabkan keracunan
pada ternak yang mengkonsumsinya karena konsentrasinya belum tinggi
(Konsorsium Bioteknologi Indonesia, 2012).
Stenotaphrum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh
pada areal yang intensitas cahayanya rendah (Whiteman, 1980). Lebih jauh Smith
dan Whiteman (1983) menyebutkan bahwa rumput Stenotaphrum secundatum
merupakan tanaman yang sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon
yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat
kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap
penggembalaan berat.
Pertanaman Campuran Rumput dan Leguminosa
Pertanaman campuran merupakan sistem penanaman dua atau lebih jenis
tanaman dalam sebidang lahan pada musim tanam yang sama. Dengan demikian
penanaman secara campuran dimungkinkan terjadi persaingan atau saling
mempengaruhi antara komponen pertanaman yang berlangsung selama periode
pertumbuhan tanaman yang mampu mempengaruhi hasil kedua atau lebih
tanaman tersebut (Gardner et al., 1991) menyatakan bahwa pada pertanaman
campuran leguminosa memberi sumbangan N pada rumput selama
pertumbuhannya. Beberapa syarat perlu diperhatikan sebagai tanaman campuran,
yaitu dapat menimbun N, tanaman tahunan yang berumur pendek, spesies-spesies
yang permanen, tanaman yang tumbuh rapat, rendah dan lambat berbunga.
Telah diketahui secara umum bahwa padang pengembalaan campuran
rumput dan leguminosa lebih baik dibanding padang pengembalaan monokultur
saja. Fungsi utama leguminosa dalam padang pengembalaan adalah menyediakan
Universita Sumatera Utara
atau memberikan nilai makanan yang lebih baik bagi ternak terutama berupa
protein, posfor dan kalsium. Rumput dapat menyediakan produksi bahan kering
dan energi yang lebih banyak dibanding leguminosa. Persaingan tumbuh antara
rumput dan leguminosa adalah untuk mendapatkan air, unsur hara dan
memperoleh klimat yang baik (Reksohadiprodjo, 1994).
Padang rumput campuran antara rumput dan leguminosa lebih baik dan
lebih disukai ternak daripada suatu pertanaman murni. Bila dibandingkan dengan
pertanaman murni maka keuntungan dari pertanaman campuran adalah (1)
pembentukan padang rumput yang lebih cepat dan penggunaan tanah yang lebih
baik, (2) distribusi pertumbuhan musiman yang lebih baik, (3) produksi dengan
palatabilitas yang lebih baik, (4) dapat menaikkan nilai gizi padang rumput.
Cullison (1978) menyatakan bahwa leguminosa tidak hanya berperan sebagai
sumber nitrogen untuk rumput tetapi dapat sebagai pakan yang berkualitas lebih
tinggi serta mempunyai ciri penurunan nilai gizi yang lebih lambat dengan
meningkatnya umur dibandingkan dengan rumput.
Pembuatan padang rumput campuran dapat dilakukan dengan menyebar
biji rumput yang dicampur dengan biji leguminosa (Mc Ilroy, 1976) atau
seperti yang dinyatakan oleh Kismono (1979) dengan menyisipkan jenis
leguminosa unggul yang disesuaikan dengan daerah setempat, atau dengan cara
lain yaitu pertanaman campuran dengan pola lajur yang mempunyai potensi untuk
memanipulasi imbangan rumput-leguminosa dalam hijauan dan memberikan cara
untuk pasokan pupuk nitrogen optimal terhadap rumput, tanpa melepaskan
sumbangan fiksasi nitrogen dari leguminosa. Chrowder dan Chheda (1982) juga
Universita Sumatera Utara
mengatakan bahwa leguminosa akan meningkatkan penyediaan protein bagi
penggembalaan dan menyediakan nitrogen untuk pertumbuhan rumput.
Mansyur (2005) bahwa salah satu keuntungan dari sistem pertanaman
campuran dapat meningkatkan produktivitas lahan persatuan luas. Pola
pertanaman campuran antara rumput dan leguminosa menghasilkan peningkatan
produksi hijauan dibandingkan dengan pertanaman monokultur. Namun
peningkatan prosentase penanaman leguminosa pada pola pertanaman campuran
tersebut mengakibatkan penurunan produksi hijauan. Hal ini terjadi karena
produksi hijauan yang dihasilkan oleh leguminosa lebih rendah dari produksi
hijauan yang dihasilkan oleh rumput. Menurut Sanchez (1993), peningkatan
produksi pertanaman campuran ditentukan oleh proporsi hijauan yang dihasilkan
oleh masing-masing tanaman.
Kapasitas Tampung Ternak
Menurut Reksohadiprodjo (1985), yang disitasi oleh Kencana (2000),
Kapasitas tampung (Carrying Capacity) adalah kemampuan padang
penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan
oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau
kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar.
Departemen Pertanian (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa, kapasitas tampung
adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan kebun hijauan
makanan ternak untuk kebutuhan ternak selama 1 (satu) tahun yang dinyatakan
dalam satuan ternak (ST) per hektar. Kemampuan berbagai padang rumput dalam
menampung ternak berbeda-beda karena adanya perbedaan dalam hal
Universita Sumatera Utara
produktivitas tanah, curah hujan dan penyebarannya serta topografi. Oleh karena
itu padang rumput sebaiknya digunakan menurut kemampuannya masing-masing.
Menurut Susetyo (1980), yang disitasi oleh Wiryasasmita (1985) bahwa,
kapasitas tampung adalah angka yang menunjukan satuan ternak yang dapat
digembalakan diluasan tanah pangonan tertentu, selama waktu tertentu, dengan
tidak mengakibatkan kerusakan baik terhadap tanah, vegetasi maupun ternaknya.
Dengan demikian kapasitas tampung tersebut tergantung pada berbagai faktor
seperti kondisi tanah, pemupukan, faktor klimat, spesies hijauan, serta jenis ternak
yang digembalakan atau terdapat di suatu padangan.
Kapasitas tampung ternak bertujuan untuk mendefinisikan tekanan
penggembalaan jangka panjang dalam tingkat optimum yang secara aman
berkelanjutan dan dihubungkan dengan ketersediaan hijauan. Taksiran daya
tampung menurut Halls et al., (1964) didasarkan pada jumlah hijauan tersedia.
Jumlah hijauan yang tersedia ini tidak terlepas hubungan dengan defoliasi, aspek
lain dalam hal ini adalah hubungan antara tekanan penggembalaan terhadap
produksi ternak. Pengertian tentang tekanan penggembalaan optimum penting
artinya dalam pengelolaan padang penggembalaan, karena tekanan
penggembalaan optimum dalam hal ini sesuai dengan daya tampung padang
rumput bersangkutan.
Othman et al., (1989) menunjukkan bahwa terjadi penurunan komposisi
legum dari umur 1-6 tahun yaitu terjadi penurunan 10% pada legum dan
merumput terjadi peningkatan total bahan kering lebih dari 60%. Lebih dari 60
spesies hijauan telah dikontribusikan secara efektif dibawah pengelolaan yang
normal pada perkebunan kelapa sawit dan 70% disukai ternak.
Universita Sumatera Utara
Komposisi Botani
Analisa komposisi botani diperlukan untuk mengetahui kondisi pastura
yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas hijauan yang dihasilkan. Analisis
komposisi botani dapat dilakukan secara manual dengan melihat secara langsung
yang ada di suatu pastura. Namun hal ini tentu akan menjadi masalah dalam
menentukan akurasi jenis botani dan waktu yang diperlukan untuk melihat kondisi
botani dan waktu yang diperlukan untuk melihat kondisi botani yang ada secara
keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan metode analisis komposisi botani hijauan
makanan ternak yang cepat dan tepat (wordpress.com, 2012).
Selain itu analisa komposisi botani diperlukan untuk mengetahui jenis
tanaman yang tahan terhadap naungan. Sehingga mempermudah untuk
pengaplikasian jenis tanaman yang akan ditanam di bawah naungan.
Kandungan Nutrisi
Tanaman yang merupakan sumber makanan pokok bagi hewan juga
merupakan satu unit biologi yang terdiri atas unit kimia yang sama dengan hewan.
Oleh karena itu membicarakan komposisi atau susunan tubuh hewan dan tubuh
tanaman sangat penting. Mahluk hidup termasuk ternak memerlukan zat-zat gizi
untuk melengkapi kebutuhan akan protein, energi, mineral, vitamin dan lainnya
yang digunakan untuk proses-proses pertumbuhan, produksi, reproduksi dan
pemeliharaan tubuhnya. Pakan mengandung zat-zat gizi yang melakukan fungsi-
fungsi di atas, tetapi zat gizi yang dikandung oleh setiap pakan sangat berbeda-
beda. Secara singkat, tanaman dapat menggunakan energi matahari dalam
mensintesa alat makanan organik yang kompleks dari bahan-bahan sederhana
seperti karbondioksida dalam udara dengan air dan unsus organik dalam tanah
Universita Sumatera Utara
yang disebut fotosintesis. Analisa mineral dimulai dengan membakar zat makanan
(bahan kering) dengan istilah diabukan. Dengan pembakaran dapat
menghilangkan zat-zat organik. Kuantitas abu dari skema analisis bahan makanan
hanyalah merupakan kelanjutan dalam menghitung BETN (bahan ekstrak tanpa
nitrogen) dengan cara pengurangan karena setiap mineral di dalam tubuh
mempunyai fungsi yang terpisah. Gizi yang dapat diuji adalah BK (bahan kering),
lemak kasar, protein kasar, serat kasar, abu dan BETN (Tillman, 1989).
Sebagai bahan baku pakan untuk ternak ruminansia, densitas nutrisi pada
tanaman pakan untuk setiap unit volume yang dikonsumsi lebih rendah
dibandingkan dengan bahan baku pakan berupa biji-bijian atau bahan lain dengan
kandungan serat yang rendah (Bull, 2000). Namun, tanaman pakan
tetap merupakan sumber pakan ternak yang penting, karena
mampu menghasilkan nutrisi yang lebih efisien bagi ternak ruminansia
(Moore dan Nelson, 1995; Dynes et al., 2003). Hal ini disebabkan tanaman pakan
dapat dikembangkan pada lahan yang kurang sesuai bagi tanaman pangan, atau
dapat dikembangkan sebagai tanaman sela pada sistem integrasi tanaman-ternak
untuk meningkatkan produktivitas sumber daya yang tersedia
(Azwar, 2005; Karyudi dan Siagian, 2005).
Penanaman leguminosa yang dapat meningkatkan nitrogen bebas dari
udara dan dapat meningkatkan kesuburan tanah, serta meningkatkan gizi hijauan
bila ditanaman dengan bersama-sama rumput. Dibandingkan dengan rumput yang
ditanam tunggal dan diberi nitrogen. Kandungan protein kasar hijauan dari
tanaman rumput yang ditanam secara campuran menunjukkan kandungan
proteinnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman rumput yang ditanam
Universita Sumatera Utara
secara tunggal (Smitt, 1977). Lebih lanjut Manidool (1974) bahwa spesies rumput
yang kandungan proteinnya rendah dapat diupayakan agar lebih tinggi melalui
pertanaman campuran dengan legum. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan
Sachez (1993) yang mengatakan bahwa peranan leguminosa dalam hijauan
campuran leguminosa dan rumput adalah memberikan tambahan nitrogen pada
rumput dan memperbaiki secara menyeluruh pada padang penggembalaan
terutama kandungan proteinnya.
Universita Sumatera Utara