tinjauan pustaka hipertiroid
DESCRIPTION
hipertiroid referat bedahTRANSCRIPT
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Kelenjar Tiroid Kelenjar tiroid terletak di belakang musculus sternothyroideus dan
musculus ternohyoideus setinggi vetebra cervicalis V sampai vetebra
thoracica I. Kelenjar ini terdiri dari lobus dextra dan sinistra yang letaknya
anterolateral terhadap larynx dan trakea. Kedua lobus ini dihubungkan
oleh isthmus (Moore, 2002).
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid(http://riawidyarta.blogspot.co.id/2014/07/kelenjar-tiroid.html diakses tanggal
10 Oktober 2015 pukul 19.30 WIB)
Kelenjar tiroid terbungkus dalam kapsula fibrosa yang tipis dan
memancarkan sekat-sekatnya ke dalam jaringan kelenjar. Kelenjar tiroid
melekat pada kartilago krikoid dan kartilago-kartilago trakea dengan
perantaraan jaringan ikat padat (Moore, 2002).
2
Gambar 2.2 vaskularisasi Kelenjar Tiroid (Bruncardi, 2014)
Suplai arteri kelenjar tiroid berasal dari arteri tiroidea superior dan
inferior, dan kadang-kadang berasal dari arteri tiroidea ima. Arteri-arteri ini
memiliki anastomosis kolateral yang sangat banyak antar satu sama lain.
Arteri tiroidea ima merupakan pembuluh darah tunggal yang berasal dari
arkus aorta dan memasuki kelenjar tiroid melalui tepi bawah isthmus
(Moore, 2002).
Arteri tiroidea superior adalah cabang anterior pertama dari arteri
karotis eksternal. Arteri ini berjalan tutun secara lateral menuju laring di
bawah lapisan pembungkus otot omohyoid dan sternohyoid. Arteri ini
berjalan pada bagian superfisial pada batas anterior lobus lateral dan
mengirimkan cabang-cabangnya ke dalam kelenjar sebelum melengkung
ke arah isthmus untuk beranastomose dengan pembuluh darah
kontralateral (Moore, 2002).
Arteri tiroidea inferior berasal dari trunkus tiroservikal, cabang dari
arteri subklavia. Arteri ini naik secara vertikal dan kemudian melengkung
ke arah medial untuk memasuki celah trakeoesofageal. Sebagian besar
cabang-cabang arteri tiroidea inferior memvaskularisasibagian posterior
dari lobus lateral (Moore, 2002).
Tiga pasang vena menyediakan drainase vena untuk kelenjar tiroid.
Vena tiroidea superior berjalan naik di sepanjang arteri tiroidea superior
3
dan menjadi salah satu cabang dari vena jugularis interna. Vena tiroidea
media secara langsung menuju ke vena jugularis interna. Vena tiroidea
inferior mengalirkan darahnya ke tempat yang berbeda pada masing-
masing sisi. Cabang kanan berjalan melewati bagian anterior dari arteri
inominata menuju vena brakiosefalika kanan. Cabang kiri mengalirkan
darahnya menuju vena brakiosefalika kiri (Moore, 2002).
Saraf-saraf kelenjar tiroid berasalh dari ganglion servikalis superius,
ganglion servikalis medius, ganglion servikalis inferius. Saraf-saraf ini
mencapai kelenjar tiroid melalui nervus cardiacus, nervus laringeus
superior, dan nervus laringeus inferior, serta nervus-nervus sepanjang
arteri-arteri tiroid. Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus laringikus
rekurens.Saraf ini terletak di dorsal tiroid sebelum masuk ke laring (Moore,
2002).
Pembuluh limfe kelenjar tiroid melintas di dalam jaringan ikat antar-
lobul, seringkali mengitari arteri-arteri, dan berhubungan dengan anyaman
pembuluh limfe kapsular. Dari sini pembuluh limfe menuju ke nodi
lomfoidei servikalis anterior profundi prelaringealis, nodi lomfoidei
servikalis anterior profundi pretrakealis, nodi lomfoidei servikalis anterior
profundi paratrakealis. Di sebelah lateral, pembuuh limfe mengikuti vena
tiroidea superior dan melintasi ke nodi limfoidei servikalis profundi.
Beberapa pembulum limfe dapat menyalurkan isinya ke dalam nodi
limfoidei brakiocefalika atau ke dalam duktus torakikus (Moore, 2002).
2.2 Histologi Kelenjar TiroidUnit fungsional kelenjar tiroid adalh folikel tiroid. Struktur berbentuk
bulat yang terdiri dari selapis epitel kubis yang diikat oleh membran basal.
Kelenjar tiroid dibungkus oleh kapsula fibrosa yang merupakan septa
kolagen halus yang memanjang kedalam kelenjar tiroid dan membagi
menjali lobulus. Septa tersebut membawa suplai yang kaya darah
bersama dengan limfatik dan nervus (Young et al, 2007).
4
Gambar 2.3 Folikel Tiroid Inaktif (Young et al, 2007)
Folikel tiroid menyimpan thyroglobulin sebuah glikoprotein
teriodinasi. Bentuk simpanannya yaniti tiroksin (T4) dan triiodothyronin (T3).
Folikel tersebut dibatasi oleh sel epitel yang bertanggung jawab terhadap
sintesis glikoprotein dan mengubah iodida menjadi iodin. Ketika hormon
tiroid aktif dibutuhkan, sel epotel tiroid yang sama membersihkan koloid
tiroid yang tersimpan dan melepaskan T3 dan T4. Ketika inaktif, sel epitel
tiroid menjadi selapis pipih atau kubis, tetapi ketika aktif mensintesis atau
mensekresi hormon tiroid sel menjadi silindris (Young et al, 2007).
Gambar 2.4 Folikel tiroid aktif (Young et al, 2007)
5
2.3 Fisiologi Kelenjar TiroidMetabolism Iodine
Kebutuhan iodine rata-rata perhari adalah 0,1 mg, yang didapat dari
makanan seperti ikan, sus, telur, atau bahan sebagai bahan penambah pada roti
dan garam. Di dalam lambung dan jejunum, iodine secara cepat diubah menjadi
iodide dan diabsorbsi ke pembuluh darah, dan setelah itu didistribusikan melalui
ekstraseluler. Iodide secara aktif ditransport ke sel folikel oleh adenosine
triphosphate (ATP) (Bruncardi, 2014).
Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid
Ada 7 tahap, yaitu:
1. Trapping
Merupakan transport aktif (ATP-dependent) iodide melewati basal membran
(Bruncardi, 2014). Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang
terdapat pada bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap
berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa
iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan
konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-40 kali kadar dalam
plasma.dengan energi yang disediakan oleh pengangkutan Na+ keluar sel tiroid
oleh Na+-K+ATPase. I- berpindah melalui difusi ke dalam koloid (Ganong,
2008)
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodide tersebut harus
dioksidasi terlebih dahulu menjadi iodium oleh suatu enzim peroksidase.
Iodium ini kemudian akan bergabung dengan residu tirosin yang terdapat pada
tiroglobulin membentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT)
(Bruncardi, 2014).
3. Coupling
Dua molekul DIT mengalami kondensasi oksidatif membentuk tiroksin (T4),
dan satu molekul DIt dengan satu molekul MIT membentuk triiodotironin (T3)
dan residu triiodotironin (RT3) (Bruncardi, 2014).
4. Penimbunan (storage)
6
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan
disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3
dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
5. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan
vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH,
lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang
menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT (Bruncardi,
2014).
6. Deiodinasi
Proses ini menghasilkan iodide yang digunakan kembali untuk sintesis hormon
(Bruncardi, 2014). T4 dan T3 mengalami deiodinasi di hati, ginjal, dan banyak
jaringan lain (Ganong, 2008).
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membrane basal dan
kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi
darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin
(TBPA). Hanya 0,02% hormone tiroid yang bebas (tidak terikat) dan secara
fisiologi merupakan komponen aktif. T3 lebih lebih berpotensi disbanding T4
meskipun kadar dalam plasma lebih rendah. T3 berikatan lemah terhadap
protein plasma dibanding T4 sehingga lebih siap memasuki jaringan. T3 lebih
aktif dibanding T4 (Bruncardi, 2014).
Sekresi hormone tiroid dikontrol oleh hipotalamus-kelenjar pituitary-tiroid.
Hipotalamus memproduksi thyrotropin releasing hormone (TRH) yang
menstimulasi pituitary melepaskan TSH atau thyrotropin. Sekresi TSH oleh
hipofisis anterior juga diregulasi melalui umpan balik negatif oleh T4 dan T3.
Pitutari mempunyai kemampuan mengubah T4 menjadi T3. T3 juga menghambat
pelepasan TRH (Bruncardi, 2014).
Kelenjar tiroid memiliki kemampuan autoregulasi sehingga ketika intake iodide
rendah, kelenjar lebih mensintesis T3 dibanding T4 dengan demikian secara
efisien meningkatkan sekresi hormone. Apabila kelebihan hormone tiroid,
transport iodide, sintesis dan sekresi hormone tiroid dihambat. Apabila
7
kelebihannya dalam jumlah yang besar akan menyebabkan peningkatan
organifikasi, yang diikuti dengan supresi, yang disebut fenomena Wolff-
Chaikoff effect (Bruncardi, 2014).
Gambar 2.5 Sintesis dan Sekresi Hormon tiroid
(https://www.studyblue.com/notes/note/n/endocrine-control-ii-chapter-18/
diakses tanggal 17 Oktober 2015 pukul 11.55)
2.4 Hipertiroid2.4.1 Definisi
Hipertiroid merupakan sekumpulan gangguan yang diakibatkan
oleh kelebihan sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, yang
dapat mengakibatkan kondisi hipermetabolik (Lee, 2014).
Bentuk – bentuk hipertiroid yang banyak antara lain diffuse toxic
goiter (Graves disease), toxic multinodular goiter, dan toxic adenoma
(Lee, 2014).
2.4.2 Etiologi
a. Graves disease (Struma diffusa toxic)Grave’s disease merupakan kelainan autoimun dengan presdiposisi
genetik dan didominasi oleh perempuan. Graves disease dikarakteristikan
8
dengan adanya TSAbs. Antibodi – antibodi ini berikatan dengan reseptor
TSH pada sel – sel folikuler dan menstimulasi pengeluaran hormon tiroid.
Hasilnya adalah produksi yang belebihan dari T4 dan T3, pembesaran
kelenjar tiroid dan peningkatan uptake iodida (Devereaux, 2014). Proses
penyakit autoimun untuk dapat mempengaruhi mata yang menyebabkan
eksoftalmos yang diakibatkan oleh karena infiltrasi sel-sel inflamasi ke
dalam otot – otot ekstraokular dan jaringan ikat orbita (Bruncardi, 2014).
Oftalmopati merupakan manifestasi pertama dari penyakit ini dan
gejalanya mulai dari perubahan tajam pengelihatan atau mata kering
hingga proptosis yang jelas. Selain itu pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan myxedema pada regio pretibial. Pasien dengan graves disease
biasanya didapatkan goiter yang difus (halus dan ireguler). Pada dasarnya
kelenjar tiroid ini sangat vaskular dan didapatkan bruit yang dapat
didengar (Bruncardi, 2014).
Secara makroskopik, kelenjar tiroid pada pasien dengan Grave’s
Disease adalah membesar secara difusa dan disertai oleh vaskularisasi
yang meningkat. Secara mikroskopis, kelenjar mengalami hyperplasia
dengan perubahan epitel menjadi bentuk kolumnar dengan sedikit koloid
hadir. Inti sel menunjukkan adanya mitosis dengan proyeksi sel-sel epitel
yang hiperplastik. Mungkin juga didapatkan agregasi dari jaringan
lymphoid dan disertai vaskularisasi yang meningkat
b. Toxic multinodular goiterToxic Multinodular Goiter biasanya terjadi pada orang dengan usia
50 tahun ke atas, yang dulunya sering memiliki riwayat nontoxic
multinodular goiter (Brunicardi, 2014). Biasanya ini disebabkan karena
pelepasan hormone tiroid yang tidak beralasan dari beberapa fungsi nodul
yang berfungsi otonom di kelenjar tiroid. Penyebab ini lwbih sering pada
daerah yang kekurangan iodium dan pada orang tua (asyupan yang
kurang) (Devereaux, 2014).
9
Gejala dan tanda-tanda hipertiroidisme mirip dengan Grave’s
Disease, tetapi tidak ditemukan manifestasi extrathyroidla (Bruncardi,
2014).
c. Toxic adenomaStruma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada
salah satu lobus yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid.
Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu
struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat
menjadi toksik. Pertama kali dibedakan dari Grave’s Disease oleh
Plummer, maka disebut juga Plummer’s disease (Bruncardi, 2012).
Adenoma toksik ditandai dengan peningkatan kadar hormone tiroid
dan kadar TSH menurun namun tidak sampai tidk terdeteksi (Devereaux,
2014). Kebanyakan hyperfunctioning atau autonomous thyroid telah
mencapai ukuran minimal 3 cm sebelum hipertiroidisme
terjadi.Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan adanya nodul tiroid soliter
tanpa jaringan tiroid yanng teraba pada sisi kontralateral. RAI scanning
menunjukkan "hot" nodule dengan penekanan sisa kelenjar tiroid. Nodul
ini jarang yang bersifat ganas.Nodul yang berukuran kecil dapat dikelola
dengan obat-obatan antitiroid dan RAI. Operasi (Lobektomi dan
isthmusectomy) lebih dipilih untuk mengobati pasien yang berusia muda
dan mereka dengan nodul yang lebih besar (Bruncardi, 2012).
d. Thyroid stormThyroid storm juga disebut krisis hipertiroid yang kejadiannya akut,
mengancam jiwa, stadium hipermetabolik diinduksi oleh pelepasan
hormone tiroid yang berlebihan pada seseorang dengan tirotoksikosis.
Manifestasi klinisnya meliputi demam, takikardia, hipertensi, abnormalitas
saluran pencecrnaan dan neurologis. Hipertensi dapat diikuti oleh gagal
jantung kongestif ang dihubungkan dengan hipotensi dan syok. Kerena
Thyroid storm fatal apabila tidak diterapi, diagnosis cepat dan pengobatan
yang agresif diperlukan (Misra, 2015).
10
Diagnosis nya ditentukan secara klinis, dan tidak ada tes
laboratorium spesifik yang tersedia. Beberapa faktor dapat menyebabkan
progresifitas dari Thyroid storm. Faktor yang menyebabkan Thyroid storm
sebagai berikut (Misra, 2015) :
Sepsis
Pembedahan
Induksi anetesi
Radioactive iodine (RAi) therapy
Obat-obatan (antikolinergik dan adrenergic, NSAID,
kemoterapi)
Ingesti hormone tiroid yang berlebihan
Withdrawal antithyroid medications
Ketoasidosis diabetikum
Trauma langsung pada kelenjar tiroid
Palpasi yang kuat pada kelenjar tiroid yang membesar
Toxemia pada kehamilan dan kehamilan mola
Jika tidak diterapi, Thyroid storm dapat menyebabkan keadan yang
fatal pada orang dewasa (mortalitas 90%) dan menyebabkan keadaan
yang parah pada anak-anak meskipun kondisi tersebut jarang pada anak-
anak (Misra, 2015).
Terapi supresif tiroid yang adekuat dan blockade simpatis, dapat
memperbaikigejala klinis dalam 24 jam. Terapi yang adekuat dapat
memperbaiki krisis dalam satu minggu. Pengobatan pada dewasa dapat
mengurangi mortalitas sebanyak 20% (Misra, 2015).
Terapi untuk krisis tiroid meliputi: (Misra, 2015)
Pengukuran suportif
Antiadrenergic
Thionamide
Glucocorticoid
Bile acid sequestrans
Plasmapheresis (jarang)
11
Glucocorticoid untuk menurunkan konversi T4 ke T3. hidrokortison
diberikan secara intavena dengan dosis 100 mg setiap 8 jam atau
dexamethasone dengan dosis 1-2 mg tiap 6 jam. Dosis untuk anak-anak
adalah hydrocortisone 5 mg/kg (sampai 100 mg) iv tiap 6-8 jam,
dexamethasone 0,1-0,2 mg/kg per hari dibagi tiap 6-8 jam (misra, 2015).
2.4.3 Epidemiologi
Graves disease merupakan bentuk hipertiroid yang paling umum di
amerika serikat, yang menyebabkan 60–80% kasus tirotoksikosis.
Kejaidian tahunan Graves disease ditemukan 0,5 kasus dari 1000
populasi, dengan kasus terbanyak pada usia 20 – 40 tahun (Lee, 2015).
Toxic multinodular goiter merupakan penyebab 15 – 20 % kasus
tirotoksikosis dan banyak terjadi pada daerah kekurangan yodium. Toxic
adenoma merupakan penyebab 3 – 5 % kasus tirotoksikosis (Lee, 2015).
2.4.4 Patofisiologi
a. Penyebab hipertiroid
Hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) diebntuk di dalam sel-
sel epiteliat (tirosit) yang mengelilingi folikel-folikel kelenjar tiroid.
Sintesisnya dicapai dalam beberapa langkah, yang masing-masing
langkah dapat terganggu. Yodium sangat penting untuk sintesis hormon
dan harus terkandung di dalam makanan. Yodium diambil dari aliran
darah ke dalam sel-sel epitel folikular oleh transporter dan bergandengan
dengan Na+. Pada membran apikal dari sel-sel, yodium melewati lumen
folikular dengan cara eksositosis dan dioksidasi didalam lumen folikular
(Misra, 2015).
Protein yang kaya akan tirosin (Tiroglobulin) dibentuk di dalam sel-
sel epitel dan disekresikan ke dalam lumen folikular. Di dalam lumen
folikular, residu-residu tirosin diiodisasi ke residu-residu dari diiodotirosin
atau monoiodotirosin. Hormon tiroid disimpan sebagai koloid tiroglobulin di
dalam lumen folikular. Ketika thyroid-stimulating hormone (TSH)
12
menstimulasi proses ini, globulin sekali lagi diambil ke dalam sel epitel
folikular dan tiroksin, dan pada tingkat yang lebih rendah triiodotironin
dilepaskan dari globulin. Satu yodium dilepaskan dari tiroksin (T4) di
dalam perifer oleh enzim deiodinasi dan dengan demikian diubak ke
dalam bentuk T3 yang lebih aktif (Misra, 2015).
Pembentukan dan pengeluaran T3 dan T4 serta pertumbuhan dari
kelenjar tiroid distimulasi oleh tirotropin (TSH) dari kelenjar pituitari
anterior. Pengeluarannya distimulasi oleh tiroliberin (TRH) dari
hipotalamus. Kondisi stres dan hormon esterogen dapat meningkatkan
pengeluaran TSH (Misra, 2015).
Penyebab tersering peningkatan hormon tiroid (hipertiroid) adalah
long-acting stimulating immunoglobulin (LATS) ataU thyroid-stimulating
immunoglobulin (TSI), yang merupakan IgG yang cocok dan bekerja pada
reseptor TSH (Graves disease). Hal ini menyebabkan stimulasi
pengeluaran hormon dan pembesaran tiroid. Pelepasan TSH ditekan oleh
tingginya kadar T3/T4. Penyebab lain dari hipertiroid adalah thyroid
hormone-producing tumor yang bersifat ortotopik maupun ektopik.
Pembesaran kelenjar tiroid (goiter) adalah hasil dari pertumbuhan
yang tidak terkontrol atau peningkatan stimulasi oleh TSH atau TSI (Misra,
2015).
Gambar 2.6 Etiopatogenesis Graves Disease(http://www. medscape.com/article/120619-overview#a5 diakses tanggal
11 Oktober 2015 pukul 19.00 WIB)
13
Etiologi pasti dari inisiasi proses autoimun pada Grave’s Disease
hingga saat ini tidak diketahui. Namun, kondisi seperti postpartum,
kelebihan yodium, terapi lithium, bakteri dan infeksi virus telah
diperkirakan sebagai faktor pemicu dari penyakit ini.Grave’s Disease juga
dikaitkan dengan suatu human leukocyte antigen (HLA) haplotypes dan
polymorphism dari gen cytotoxic T-lymphocyte antigen 4 (CTLA-4).
Setelah terinisiasi, proses ini menyebabkan T-helper lymphocytes
tersensitisasi untuk menstimulasi Limfosit B, yang memproduksi antibodi
terhadap Thyroid Hormone receptor (TRAbs). Thyroid stimulating
immunoglobulins (TSI), dan TSH-binding inhibiting immunoglobulins
(TSIIs) juga telah dijelaskan.Antibodi-antibodi ini menstimulasi thyrocytes
untuk tumbuh dan mensintesis hormon tiroid yang berlebih, yang
merupakan ciri khas dari Grave’s Disease.Grave’s Disease juga dikaitkan
dengan kondisi autoimun lainnya seperti diabetes mellitus tipe I, penyakit
Addison, anemia pernisiosa, dan myasthenia gravis (Misra, 2015).
b. Efek dan gejala hipertiroidpada jaringan-jaringan, hormon-hormon tiroid (T3,T4)
meningkatkan sintesis enzim, aktivitas NA+/K+-ATPase, dan konsumsi
oksigen, yang menyebabkan peningkatan metabolisme basal dan
peningkatan suhu tubuh. Dengan menstimulasi glikogenolisis dan
glukoneogenesis, hormon-hormon tiroid menyebabkan oeningkatan
konsentrasi glukosa darah. Sementara dari sisi lainnya juga dapat
meningkatkan glikolisis. Hormon tiroid menstimulasi proses lipolisis,
pemecahan VLDL dan LDL, serta eksresi asam empedu dalam kantung
empedu. Hormon tiroid juga meningkatkan konsumsi oksigen, pelepasan
eritropoietin dan meingkatkan eritropoesis.2-3 bifosfogliserat (DPG) yang
tinggi di dalam eritrosis yang baru terbentuk dapat menurunkan afinitas
oksigen dan dengan demikian mendukung pelepasan oksigen. Hormon
tiroid membuat organ-organ target peka terhadap katekolamin dan dengan
demikian dapat meningkatkan kontraktilitas dan denyut jantung (Misra,
2015).
14
Sebagai tambahan lagi, hormon tiroid meningkatkan motilitas
pencernaan dan menstimulasi proses transportdi dalam pencernaan dan
ginjal. Hormon tiroid dapat meningkatkan perkembangan fisik dan mental.
T3 dan T4 menstimulasi penataan tulang dan otot, efek katabolik yang
mendominasi, dan eksitabilitas otot. T3 dan T4 bertindak melalui ekspresi
gen, yang membutuhkan waktu beberapa hari (Misra, 2015).
Pada hipertiroid, metabolisme dan produksi panas meningkat.
Metabolisme basal dapat meningkat dua kali lipat. Pasien cenderung
untuk memilih tempat yang dingin; pada lingkungan yang panas, pasien
cenderung lebih mudah berkeringat (intoleransi terhadap panas).
Peningkatan kebutuhan oksigen menyebabkan hiperventilasi dan
eritropoesis. Peningkatan lipolisis menyebabkan penurunan berat badan
dan hiperlipidasidemia. Pada waktu yang sama, konsentrasi VLDL, LDL,
dan kolesterol berkurang. Efek dari metabolisme karbohidrat mendukung
perkembangan diabetes melitus. Ketika glukosa diberikan, konsentrasi
glukosa plasma meningkat lebih cepat dibandingkan dengan orang yang
sehat. Meskipun hormon tiroid mendukung terjadinya sintesis protein,
hipertiroid meningkatkan enzim-enzim proteolitik danmenyebabkan
kelebihan proteolisis dengan peningkatan pembentukan serta eksresi
urea. Massa otot dapat berkurang. Pemecahan matriks tulang
menyebabkan osteoporosis, hiperkalsemia, dan hiperkalsiuria. Sebagai
hasil dari stimulasi jantung, cardiac output (CO) dan tekanan darah sistolik
meningkat. Fibrilasi atrial dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh darah dapat
mengalami dilatasi.Glomerular filtration rate (GFR), aliran plasma renal,
dan transport tubular meningkat di dalam ginjal. Pada liver terjadi
percepatan pemecahan hormon steroid dan obat. Stimulasi dari otot
intestinal memicu diare; peningkatan eksitabilitas neuromuskular
menyebabkan hiperrefleks, tremor, kelemahan otot, dan insomnia. Pada
anak-anak, percepatan pertumbuhan dapat terjadi. T3 dan T4 memicu
ekspresi reseptor meningkatkan kepekaan organ-organ target (Misra,
2015).
15
Pada Graves disease, eksoftalmos terjadi akibat efek hormon tiroid;
protrusi mata dengan diplopia, air mata yang berlebih, dan fotofobia dapat
terjadi. Hal ini dikarenakan reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang
sama dengan reseptor TSH. Hasil yang didapatkan ialah inflamasi dengan
pembengkakan otot-otot mata, infiltrasi limfositik, dan akumulasi asam
mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar. Terkadang
perubahan yang sama ditemukan di daerah pretibial (Misra, 2015).
Gambar 2.8 Patofisiologi Kelenjar Tiroid(Silbernagl, S., Lang, F., Chapter 9, Hormones dalam Color Atlas of
Pathophysiology 2nd Edition. 2010. New York)
16
2.4.5 Manifestasi Klinis
a. Tanda dan Gejala
Gejala tirotoksikosis yang timbul bervariasi pada setiap pasien.
Tirotoksikosis menyebabkan timbulnya gejala-gejala sistem saraf simpatik.
Pasien yang lebih muda cenderung menunjukan gejala akibat aktivasi
simpatik, seperti cemas, hiperaktif, dan tremor. Sedangkan pasien yang
lebih tua cenderung menunjukan gejala kardiovaskular, seperti sesak dan
fibrilasi atrial dengan penurunan berat badan (Lee, 2015).
Gambar 2.9 Gejala dan Tanda Hipertiroid (Devereaux, 204)
17
Secara umum gejala-gejala hipertiroid meliputi intoleransi terhadap
panas, mudah berkeringat dan haus, berat badan turun meskipun asupan
kalori memadai. Gejala-gejala akibat peningkatan stimulasi adrenegik
meliputi palpitasi, gelisah, mudah lelah, emosi labil, hiperkinesia, dan
tremor. Gejala gastrointestinal yang timbul adalah peningkatan frekuensi
buang air besar dan diare. Pasien perempuan biasanya sering mengalami
amenore, penurunan kesuburan, dan peningkatan insiden keguguran
(Bruncardi, 2012).
Gambar 2.10 Graves Disease Ophthalmopathy(https://en.wikipedia.org/wiki/Graves%27_disease. Diakses 10 OKtober 2015 Pukul
19.00 WIB)
Pasien dengan Graves disease secara klinis dapat terjadi
oftalmopati dan dermatopati. Hal ini ditandai dengan adanya deposisi
glikosaminoglikan yang menyebabkan penebalan kulit regio pretibial dan
dorsum pedis. Penyakit mata infiltratif menyebabkan edema periorbital,
pembengkakan konjungtiva, kemosis, proptosis, terbatasnya pengelihatan
atas dan lateral. Hal ini disebabkan oleh karena pembengkakan otot
ektraokular dan orbita oleh karena akumulasi air dan glikosaminoglikan
yang disekresi dari fibroblas (Bruncardi, 2012).
Gejala khas yang lainnya adalah:
a. Mobius sign (gangguan konvergensi mata),
b. von Graefe’s sign (kegagalankelopak mata atas untuk
mengikuti gerakan bola mata ke bawah dengan segera),
c. Joffroy’s sign (otot-otot wajah tidak bergerak meskipun bola
mata melirik ke atas),
d. Stellwag’s sign (mata jarang berkedip),
18
e. lid lag ( kelopak mata ats tertinggal dibelakang tepi atas iris
saat mata bergerak ke bawah.
Pada Toxic multinodular goiter biasanya didahului oleh goiter yang
sudah lama ada. Pada pemeriksaan didapatkan kelenjar tiroid yang
nodular dan tidak didapatkan bruit. Hal ini dapat dipicu oleh paparan
yodium seperti kontras yang mengandung yodium dari prosedur radiologi,
yodium dari medikasi, atau dari alat-alat kesehatan. Gejala-gejala yang
diapatkan sama dengan gejala hipertiroid tanpa disertai dengan
oftalmopati seperti pada Graves disease (Bruncardi, 2012).
Solitary toxic adenoma merujuk kepada perkembangan nodul
soliter dari kelenjar tiroid dimana kelenjar yang lainnya masih dalam batas
normal. Bentuk hipertiroid ini terutama ditemukan di daerah pegunungan
yang airnya kurang mengandung yodium dan sering pada pasien dengan
usia muda hingga pertengahan. Gejala yang didapatkan biasanya berupa
gejala tirotoksikosis ringan dan teraba nodul tunggal tanpa bruit
(Bruncardi, 2012).
b. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan, pasien pasien harus memegang segelas air
dan duduk. Kepala pasien ditempatkan sedikit hiperekstensi untuk
mengevaluasi leher anterior dengan merabanya dan kemudian meminta
pasien untuk menelan. Garis pada kelenjar tiroid pada individu yang kurus
sering diamati sebagai tonjolan pada kedua sisi trakea yang bergerak ke
arah kepala tetapi sampai dua sentimeter di bawah tepi atas kartilago
krikoid. Hal yang perlu dicari adalah pembesaran abnormal, kontur,
adanya asimetri, dan massa saat pasien menelan berulang kali. Leher
juga harus diperiksa apakah ada massa yang abnormal atau adanya
denyut yang menonjol (Gesundeith, 2015)
Selain itu hal yang perlu diidentifikasi adalah kartilago krikoid,
membran tirokrikoid, dan kartilago krikoid, yang merupakan struktur
horisontal dengan lebar 5 milimeter yang menandai batas superior dari
istmus. Untuk melakukan perabaan, jari-jari diletakan pada trakea dengan
19
sisi jari bagian dorsal pada otot sternokleidomastoideus. Kemudian jari sisi
satunya meraba pada sisi trakea untuk kemudian mengidentifikasi tiap-
tiap lobusnya ketika pasien menelan (Gesundeith, 2015).
Pada auskultasi kelenjar tiroid, dapat ditemukan bruit, tanda
peningkatan aliran darah , yang dapat didengar pada kondisi hipertiroid
(Gesundeith, 2015).
Pada Graves disease tiroid membesar secara simetris, tegas, dan
terdapat bruit saat auskultasi. Pada Toxic Multinodular Goiter terdapat
pembesaran yang lunak dari tiroid. Nodul tunggal dapat teraba saat
palpasi tetapi biasanya terlihat saat pemeriksaan USG. Apabila pada
pemeriksaan menunjukkan kelenjar yang nyeri, maka harus
dipertimbangkan subacure tiroiditis arau tiroiditis supurativa (Devereaux,
2014).
2.4.6 Diagnosis
Diagnosis hipertiroid yang ditujukan untuk membedakan antara
hipertiroidisme dengan penyebab lain dari tirotoksikosis adalah dengan
melakukan radioactive iodine uptake (RAIU). Hipertiroid memiliki kadar
RAIU yang tinggi sedangkan penyebab lainnya didapatkan hasil RAIU
yang rendah atau negatif. Penilaian awal dari manifestasi klinis hipertiroid
dan potensi komplikasi kardiovaskular serta neuromuskular sangat
penting untuk menentukan penanganan yang tepat (Paz-Pacheco, 2012).
a. Evaluasi KlinisEvaluasi biokimia dariTSH dan hormon-hormon tiroid merupakan
tes diagnostik yang paling penting dan utama untuk individu-individu yang
dicurigai mengalami keadaan hipertiroid atau krisis tirotoksik (Paz-
Pacheco, 2012).
Ketika terjadi ketidakkonsistenan ada tanda serta gejala klinis atau
gejala klinis yang tidak terlalu jelas atau tes biokimia tidak dapat diakses,
mungkin dapat terbantu dengan penggunaan indeks diagnosis yang
disebut indeks wayne (Paz-Pacheco, 2012).
20
Gambar 2.11 Wayne’s index(http://asean-endocrinejournal.org/index.php/JAFES/article/view/10/16.
Diakses 5 Oktober 2015 Pukul 21.15 WIB)
b. Evaluasi biokimiaHipertiroid dikarakteristikan dengan TSH yang kadarnya tersupersi
atau rendah (< 0,01mU/L) dan kelebihan hormon-hormon tiroid di dalam
serum (Paz-Pacheco, 2012).
c. Serum TSHPengukuran serum TSH memiliki sensitivitas dan spesifitas tertinggi
dari tes darah tunggal. Tes ini digunakan sebagai tes skrining yang
penting untuk hipertiroid. Pada keadaan hipertiroid, serum TSH akan lebih
rendah dari 0,01 mU/L atau bahkan tidak terdeteksi (Paz-Pacheco, 2012).
d. Hormon tiroid serumUntuk menilai keparahan kondisi dan meningkatkan tingkat akurasi
diagnostik, baik TSH maupun kadar T4, seharusnya dinilai pada saat
evaluasi awal. Pada keadaan hipertiroid, biasanya kadar T3 dan T4 bebas
dalam serum diperkirakan meningkat dan serum TSH < 0,01 mU/L atau
tidak terdeteksi Pada hipertiroid yang ringan serum T4 dan T4 bebas bisa
normal dan hanya kadar T3 serum yang meningkat. Hal ini disebut
sebagai tirotoksikosis T3. Hipertiroid subklinis didefinisikan sebagai kadar
21
T4 serum bebas yang normal, T3 total yang normal dengan
konsentrasiTSH serum yang subnormal (Paz-Pacheco, 2012).
Gambar 2.12 Diagnosis hipertiroid (Devereaux, 2014)
g. Imaging Radionuclide Imaging
Kedua yodium 123 (123i) dan yodium 131 (131I) digunakan untuk
menggambarkan kelenjar tiroid. 123i memancarkan radiasi berdosis
rendah, memiliki sebuah waktu paruh dari 12 sampai 14 jam, dan
digunakan untuk menggambarkan tiroid lingual atau gondok. Sebaliknya,
131I memiliki paruh waktu 8 sampai 10 hari dan mengarah ke paparan
radiasi dengan dosis tinggi.Oleh karena itu, isotop ini digunakan untuk
22
menyeleksi dan mengobati pasien dengan kanker tiroid yang
berdiferensiasi untuk penyakit metastasis.Gambar yang diperoleh oleh
studi ini tidak hanya memberikan informasi tentang ukuran dan bentuk
kelenjar, tetapi juga aktivitas distribusi fungsional.Daerah yang kuarang
menangkap radioaktivitas dari kelenjar sekitarnya disebut cold, sedangkan
daerah yang menunjukkan peningkatan aktivitas yang disebut hot. Risiko
keganasan lebih tinggi pada lesi “cold” (20%) dibandingkan dengan lesi
"hot" atau "warm" (<5%). Technetium Tc 99m pertechnetate (99mTc)
diserap oleh kelenjar tiroid dan semakin sering digunakan untuk evaluasi
tiroid. Isotop ini diserap oleh mitokondria, tetapi tidak organified. Hal ini
juga memiliki keuntungan yakni memiliki waktu paruh yang lebih pendek
dan meminimalkan paparan radiasi.Hal ini sangat sensitif untuk
metastasis kelenjar. Baru-baru ini, 18F-fluorodeoxyglucose positron
emission tomography (PET FDG) sedang semakin sering digunakan untuk
screening metastasis pada pasien dengan kanker tiroid yang pada studi
pencitraan lain hailnya negatif. PET scan tidak secara rutin digunakan
dalam evaluasi nodul tiroid.Terdapat beberapa laporan terbaru mengenai
tingkat keganasan pada lesi ini berkisar antara 14 sampai 63%.Nodul
yang ditemukan secara kebetulan ini ditemukan harus diperiksa dengan
USG dan aspirasi biopsi jarum halus (FNAB) (Bruncardi, 2012).
USGUSG adalah studi pencitraan noninvasif baik dan portabel dari
kelenjar tiroid dengan keuntungan tambahan dari tidak adanya paparan
radiasi.Hal ini membantu dalam evaluasi nodul tiroid, membedakan nodul
solid dan yang kistik, dan memberikan informasi tentang ukuran dan
multicentricity.USG juga dapat digunakan untuk menilai limfadenopati
servikal dan untuk menuntun FNAB.Sebuah ultrasonographer yang
berpengalaman diperlukan untuk hasil terbaik (Bruncardi, 2012).
23
Computed Tomography / Magnetic Resonance Imaging Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging
(MRI) memberikan pencitraan yang amat baik dari kelenjar tiroid dan
kelenjar yang berdekatan, dan sangat berguna dalam mengevaluasi
ukuran, terfiksir, atau gondok substernal (yang tidak dapat dievaluasi oleh
USG) dan hubungan mereka dengan saluran napas dan struktur vaskular.
Noncontrast CT scan harus dilakukan pada pasien yang cenderung
membutuhkan terapi RAI berkelanjutan. Jika kontras diperlukan, terapi
harus ditunda selama beberapa bulan. Gabungan PET-CT scan semakin
sering digunakan untuk Tg-positif, tumor radioaktif yodium-negatif
(Bruncardi, 2012).
h. Fine needle aspiration biopsy (FNAB)Pada Graves disease, FNAB sangat diperlukan jika ditemukan
nodul pada tiroid untuk membedakan nodul jinak dan ganas (Paz-
Pacheco, 2012).
2.4.7 Penatalaksanaan
Pengobatan Umum: 1) Istirahat.
Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak
makin meningkat. Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang
melelahkan/mengganggu pikiran balk di rmah atau di tempat bekerja.
Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit (Bruncardi,
2012).
2) Diet.
Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini
antara lain karena : terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan
nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium yang negatif (Bruncardi,
2012).
24
3) Obat penenang.
Mengingat pada PG sering terjadi kegelisahan, maka obat
penenang dapat diberikan.Di samping itu perlu juga pemberian psikoterapi
(Bruncardi, 2012).
Pengobatan Khusus
1) Obat antitiroid.
Obat antirioid umumnya diberikan dalam persiapan untuk tindakan
ablasi RAI ataupun operasi.Obat-obat yang biasanya digunakan adalah
Propiltiourasil (PTU, dengan dosis 100 – 300 mg tiga kali sehari).Dan
metimazol (dosis 10 – 30 mg tiga kali sehari, kemudian dilanjutkan satu
kali sehari). Metimazol mempunyai waktu paruh yang panjang dan dapat
diberikan satu kali dalam sehari.Kedua obat tersebut berfungsi untuk
menurunkan produksi hormon tiroid dengan menghambat ikatan organik
dari yodium dan penggabungan iodotirosin (diemediasi oleh TPO).Selain
itu, PTU juga menghambat konversi perifer T4 menjadi T3, sehingga obat
ini berguna untuk pengobatan Thyroid Storm / Crisis. Kedua obat dapat
menembus plasenta, sehingga menghambat fungsi tiroid fetus, dan obat
ini juga dieksresikan melalui air susu ibu meskipun PTU mempunyai
resiko yang lebih rendah untuk ditransfer secara transplasental. Metimazol
juga dikaitkan dengan terjadinya kelainan kongenital berupa aplasia.Oleh
karena itu, PTU lebih sering digunakan pada wanita hamil dan menyusui.
Efek samping yang bisa didapatkan adalah granulositopenia reversibel,
ruam kulit, demam, neuritis perifer, poliarteritis, vaskulitis, dan
agranulositosis serta anemia aplastik.Pasien harus dipantau untuk
kemingkinan terjadinya komplikasi dan harus diperingatkan untuk
menghentikan PTU atau metimazol dengan segera jika kemudian pasien
mengalami nyeri tenggorokan dan demam (Bruncardi, 2012).
Dosis obat antitiroid harus dititrasi setiap 4 minggu sampai fungsi
tiroid normal. Beberapa pasien dengan Graves disease dapat menjadi
remisi setelah pengobatan selama 12 – 18 bulan danobat dapat
25
dihentikan. Setengah daripasien yang menjadi remisi dapat mengalami
kekambuhan pada tahun berikutnya (Lee, 2012).
Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk
PTU atau 30 - 60 mg per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8
atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap 24 jam. Dalam satu
penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau carbimazole dosis tinggi
akan memberi remisi yang lebih besar (Lee, 2014).
Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan
MMI/CBZ, antara lain adalah :
1. MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih
lama dibanding PTU di clalam kelenjar tiroid. Waktu paruh MMI ± 6
jam sedangkan PTU + 11 /2 jam.
2. Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik
dibanding PTU.
3. MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80%
terikat pada albumin serum, sehingga MMI lebih bebas menembus barier
plasenta dan air susu, sehingga untuk ibu hamil dan menyusui PTU lebih
dianjurkan (Lee, 2014).
Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing penderita (6 -
24 bulan) dan dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 - 70%) akan
mengalami perbaikan yang bertahan cukup lama. Apabila dalam waktu 3
bulan tidak atau hanya sedikit memberikan perbaikan, maka harus
dipikirkan beberapa kemungkinan yang dapat menggagalkan pengobatan
(tidak teratur minum obat, struma yang besar, pernah mendapat
pengobatan yodium sebelumnya atau dosis kurang) .Efek samping ringan
berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin rash dapat ditanggulangi
dengan pemberian anti histamin tanpa perlu penghentian pengobatan.
Dosis yang sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap,
cholestatic jaundice dan kadang-kadang agranulositosis (0,2 - 0,7%),
kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di atas 40 tahun yang
menggunakan dosis besar. Efek samping lain yang jarang terjadi. a.l.
berupa : arthralgia, demam rhinitis, conjunctivitis, alopecia, sakit kepala,
26
edema, limfadenopati, hipoprotombinemia, trombositopenia, gangguan
gastrointestinal (Lee, 2014).
2) Yodium.
Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut
tetapi dalam masa 3 minggu efeknya akan menghilang karena adanya
escape mechanism dari kelenjar yang bersangkutan, sehingga meski
sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibatnya terjadi penimbunan
hormon dan pada saat yodium dihentikantimbul sekresi berlebihan dan
gejala hipertiroidi menghebat (Lee, 2014).
Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk memperoleh
efek yang cepat seperti pada krisis tiroid atau untuk persiapan
operasi.Sebagai persiapan operasi, biasanya digunakan dalam bentuk
kombinasi.Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per hari dengan dosis
terbagi yang diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan.Marigold
dalam penelitiannya menggunakan cairan Lugol dengan dosis 1/2 ml (10
tetes) 3 kali perhari yang diberikan '10 hari sebelum dan sesudah operasi
(Lee, 2015).
3) Penyekat Beta (Beta Blocker).
Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya
hipersensitivitas pada sistim simpatis.Meningkatnya rangsangan sistem
simpatis ini diduga akibat meningkatnya kepekaan reseptor terhadap
katekolamin (Lee, 2015).
Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik diperkirakan akan
menghambat pengaruh hati.Reserpin, guanetidin dan penyekat beta
(propranolol) merupakan obat yang masih digunakan. Berbeda dengan
reserpin/guanetidin, propranolol lebih efektif terutama dalam kasus-kasus
yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam setelah pemberian akan tampak
penurunan gejala. Khasiat propranolol :
− penurunan denyut jantung permenit
− penurunan cardiac output
27
− perpanjangan waktu refleks Achilles − pengurangan nervositas
− pengurangan produksi keringat
− pengurangan tremor
Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat
menghambat konversi T4 ke T3 di perifer.Bila obat tersebut dihentikan,
maka dalam waktu ± 4 - 6 jam hipertiroid dapat kembali lagi.Hal ini penting
diperhatikan, karena penggunaan dosis tunggal propranolol sebagai
persiapan operasi dapat menimbulkan krisis tiroid sewaktu operasi.
Penggunaan propranolol a.l. sebagai : persiapan tindakan pembedahan
atau pemberian yodium radioaktif, mengatasi kasus yang berat dan krisis
tiroid (Lee, 2015).
4) Levotiroksin (L-tiroksin)
Merupakan obat yang bisa memberikan kadar serum T3 danT4
yang stabil. Penyerapan di usus bisa mencapai 75%.Obat ini merupakan
pilihan untuk penggantian hormon tiroid dan terapi supersif karena stabil
secara kimia, murah, bebas antigen, dan punya potensi seragam.Pada
pasien yang direncanakan tiroidektomi, selain diberikan PTU atau
metimazol, dapat diberikan levotiroksin untuk menjaga kondisi eutiroid.
Pada penderita eutiroid sebelum operasi, terapi pengganti hormon
mungkin tidak diperlukan setidaknya untuk 10 hari pasca bedah, bahkan
setelah tiroidektomi total. Dosis harian hormon pengganti tiroid umumnya
100 ug levothyroxine (Synthroid) untuk orang dengan berat badan normal.
Kebanyakan ahli endokrin percaya bahwa dosis levothyroxine perlu
disesuaikan untuk menjaga kadar TSH pada kadar normal rendah setelah
operasi untuk kanker atau terapi supresif.
5) Tindakan pembedahan
Tindakan pembedahan direkomendasikan ketika kontraindikasi
terhadap RAI pada pasien yang dikonfirmasi kanker atau dicuragi nodul
tiroid, berusia muda, memiliki reaksi yang parah terhadap antitiroid,
memiliki gondok yang besar (>80 g) sehingga menyebabkan gejala
kompresi. Indikasi relative pada tiroidektomi meliputi pasien dengan
28
perokok, Graves ophthalmopathy sedang hingga berat, pasien yang
meginginkan control cepat sehingga segera menjadi eutiroid. Wanita hamil
merupakan kontra ndikasi relatif dari pembedahan, dan pembedahan
dilakukan hanya ketika dibuthkan kontrol cepat dan obat anitiroid tidak
dapat digunakan. Pembedahan yang paling baik dilakukan pda trimester
dua (Bruncardi, 2014). Tindakan pembedahan sangat direkomendasikan
pada kasus toxic multinodular goiter dan toxic adenoma. Tiroidektomi
subtotal merupakan bentuk penanganan hipertiroid yang terlama.
Tiroidektomi totdal dan kombinasi dari hemitiroidektomi dan tiroidektomi
subtotal kontralateral dapat digunakan (Lee, 2015).
Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara
thionamid, yodium atau propanolol guna mencapai keadaan eutiroid.
Thionamid biasanya diberikan 6 - 8 minggu sebelum operasi, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian larutan Lugol selama 10 - 14 hari sebelum
operasi.Propranolol dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi,
kombinasi obat ini dengan Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum
operasi (Lee, 2015).
Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutiroid yang
permanen. Dengan penanganan yang baik, maka angka kematian dapat
diturunkan sampai 0 (Lee, 2015).
Berbagai indikasi untuk melakukan tiroidektomi adalah pasien
terdiagnosis kanker tiroid. Di luar keganasan, tiroidektomi juga menjadi
pilihan terapi yang layak untuk pasien dengan goiter atau gondok. Pasien
yang mengalami sesak nafas, nafas pendek, maupun sulit menelan
karena adanya goiter yang besar harus dilakukan tiroidektomi. Indikasi
lain dari tindakan ini adalah Graves disease yang sulit diatasi.
Hipertiroid berat yang tidak terkontrol merupakan kontraindikasi
relatih untuk melakukan tindakan operatif karena kekhawatiran keadaan
saat operasi maupun setelah operasi Meskipun tiroidektomi bisa dilakukan
saat kehamilan, banyak ahli yang menyatakan sebaiknya tindakan
tiroidektomi ditunda hingga paska persalinan (Lee, 2015).
29
Tergantung dari patologinya, berapa luas kelenjar yang diambil
serta ada tidaknya penyebaran dari penyakitnya (keganasan)
a. Subtotal Lobektomi
Pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid sekitar pada
satu sisi, dengan meninggalkan sebanyak kurang lebih 4-7 gram
jaringan tiroid normal pada bagian dekat n. rekurens. Operasi
dilakukan pada tonjolan jinak tiroid.
b. Total Lobektomi
Pengangkatan nodul tiroid dengan jaringan tiroid sepenuhnya.
Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak yang mengenai seluruh
jaringan tiroid satulobus, atau pada tonjolan tiroid dengan hasil
pemeriksaan FNA-B menunjukkan suatu neoplasma folikuler. Bila
hasil pemeriksaan histo PA dari specimen menunjukkan
keganasan tiroid, maka tindakan lobektomi total sudah dianggap
cukup pada penderita dengan faktor prognostik yang baik.
c. Subtotal tiroidektomi
Pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid sekitarnya pada
kedua sisi, dengan meninggalkan kurang lebih 4-7 gram jaringan
tiroid normal.
d. Near total tiroidektomi
Pengangkatan nodul tiroid beserta seluruh jaringan tiroid pada
satu sisi disertai pengangkatan sebagian besar jaringan tiroid sisi
kontralateral dengan menyisakan sekitar 5 gram pada sisi
tersebut.operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang
mengenai seluruh jaringan tiroid satu lobus dan sebagian jaringan
tiroid kontralateral.
e. Total tiroidektomi
Pengangkatan nodul tiroid beserta seluruh jaringan tiroid.Operasi
ini dikerjakan pada karsinoma tiroid diferensiasi tidak baik
terutama bila disertai adanya faktor prognostik yang jelek
30
Gambar 2.13 Macam-Macam Pembedahan Kelenjar Tiroid(http://www.drugs.com/health-guide/images/205306.jpg. Diakses 5 Oktober
2015 Pukul 21.40 WIB)
Teknik yang dijelaskan mengacu pada diseksi kapsular dari lobus
tiroid yang bisa meluas hingga tiroidektomi total.
Menginsisi pada leher bagian depan 4 cm di atas suprasternal
notch sedikit melengkung dengan konkavitas ke atas
Memperdalam incise sampai m. plastyma, flap atas dibebaskan dari
jaringan di bawahnya dengan cara tajam kemudian dengan cara
tumpul sampai setinggi incisura thyroidea. Merawat perdarahan
yang terjadi. Flap bawah dibebaskan dengan cara seperti di atas
sampai setinggi suprasternal notch, pembebasan bagian medial
lebih penting dari pada bagian lateral
Membuat insisi vertical di garis tengah leher pada fascia colli dari
cartilage thyroid sampai supra sternal notch.
Memisahkan M. Sternothyroideis secara longitudinal dengan
struktur di bawahnya dengan jari telunjuk dan kemudian disisihkan
ke lateral. Tampak Kapsula chirrugis glandula thyroid dan M.
Sternothyroid.
Membuat insisi pada kapsula chirrugis, memisahkan dari stuktur di
bawahnya secara tumpul dengan jari-jari kemudian ditarik ke
lateral. Untuk dissectie sebelah lateral dan posterior di bawah
fascia ini harus hati-hati adanya kemungkinan perlukaan pada V.
thyroid media. Maka tampaklah Gl . thyroidea
31
Dengan jari-jari lobus lateralis kanan kelenjar thyroid ditarik
kemedial dan V. Thyroidea media diklem dan diligasi barulah
dipotong
Lobus lateralis kanan kelenjar thyroid ditarik kekiri bawah dan M.
Sterno hyoideus dan M. Sternothyroideus kanan ditarik kekanan
atas untuk mengexpose pol. Superior lob. Lateralis kanan kel.
Thyroid ini. Kemudian vascular pedicle superior kel. Thyroid
sebelah kanan dimobilisir dengan cara : tajam pada sebelah
medialnya dengan klem, tajam pada sebelah profundusnya yg
relative lekat dengan struktur dibawahnya. Kemudian masukkan jari
telunjuk tangan kiri kedalam ruangan profundus polus superior
tersebut yang dibatasi sebelah profundus oleh Vert. cervicalis,
sebelah lateral A. Carotis. Dengam jari-jari polus superior ini
dibebaskan seluruhnya dari jaringan sekitarnya.
Setelah R. externus n. laryngeus Sup. diindentifikasi dan
diselamatkan, maka Vasa thyroidea superior dipegang dengan
klem pada 2 tempat dan diligasi sebelah luar dari klem tersebut
dengan zide atau catgut yg kuat, kemudian dipotong diantara kedua
klem diatas. Untuk lebih safe maka buat ligasi lagi pada sebelah
proximal dari ligasi proximal vasa thyroidea superior.
Melakukan dissectie jaringan ikat kendor yang dibatasi oleh
kelenjar thyroid sebelah medial dari a. rotis disebelah lateral untuk
mencari a. thyroidea inferior. Setelah didapat maka lingkari dengan
zyde atau catgut yang kuat yang masih dilonggarkan lebih dulu.
Kemudian vascular pedicle inferior dibebaskan dari jaringan
sekitarnya secara tumpul.
Setelah bebas vascular pedicle inferior ini dipegang dengan klem
kemudian diligasi lalu dipotong seperti vasculair pedicle superior
diatas.
Polus superior dan polus inferior lateralis kanan kelenjar thyroid
yang telahbebas ini disatukan kemudian lobus lateralis kanan
32
ditarik ke medial. Jalann. laryngeus inferior kanan dan
hubungannya dengan kelenjar parathyroidea superior dapat dilihat
Jaringan ikat kendor yang mengikat kelenjar thyroid kee lig.
Cricothyroid yang disebut suspensorium dipegang dengan dengan
dua klem dan dipotong di antara di kedua klem tersebut
Kemudian kelenjar thyroid dapat dipotong (subtotal /partial resecti).
Pada Subtotal thyroidectomy bilateral/ unilateral sisa lobus kelenjar
thyoid dijahitkan fascia prethrtacealis dengan zyde.
Operasi pada lobus lateralis kanan untuk total thyroidektomy
dilanjutkan, bila terdapat a. thyroidea ima dipegang dengan dua
klem diligasi kemudian dipotong. Isthmus kelenjar thyroid
dipisahkan dengan permukaan anterior trachea secara tumpul yatu
masukkan klem arteri yang bengkok diantara isthmus dan trachea
dari bawah keatas kemudian dibuka ditutup secara berganti. Lalu
isthmus dipegang dengan dua klem diligasi dan dipotong.
Lobus lateralis kanan kel. Thyroid kemudian dibebaskan seluruhnya
dari jaringan yang masih melekat padanya
Bila kedua lobus lateralis kel. Thyroid akan dipotong maka prosedur
ini diulangi pada sisi kiri
M. sternothyroid kanan dan kiri dijahit kembali juga m. sternohyoid
dijahit kembali dengan zyde. Bila perlu drain dipasang.
Fascia colli dijahit dengan baik
M.platysma dan kulit kemudian ditutup, operasi selesai
33
Gambar 2.14 Tiroidektomi(http://epomedicine.com/medical-students/thyroidectomy-basics. Diakses
5 Oktoberi 2015 Pukul 23.15 WIB
5) Ablasi dengan Terapi yodium radioaktif I131 (RAI)
Terapi yodium radioaktif (RAI) merupakan pengobatan yang paling
umum pada Grave disease untuk orang dewasa di Amerika Serikat,
namun tindakan ablasi dengan terapi yodium radioaktif tidak disarakan
untuk pasien asimtomatik. Meskipun efeknya kurang cepat dibandingkan
dengan obat antitiroid atau tiroidektomi. Pengobatan ini cukup efektif dan
tidak perlu untuk rawat inap (Lee, 2015).
Yodium radioaktif diberikan secara oral yaitu dealam bentuk kapsul
atau cair. Yodium diserap dengan cepat dan diambil oleh kelenjar tiroid.
Tidak ada jaringan atau organ di dalam tubuh yang mampu
mempertahankan yodium radiokatif; akibatnya sangat sedikit efek
samping yang ditimbulkan oleh terapi ini. Hasil pengobatan pada respon
inflamasi yang terspesifikasi pada tiroid menyebabkan fibrosis dan
kerusakan tiroid dalam beberapa minggu hingga bulan (Lee, 2015).
34
Dosis I131 yang umum diberikan adalah 75 – 200 micro Ci/gram.
Dosis ini dimaksudkan membuat pasien dalam kondisi hipotiroid. Setelah
pengobatan standar RAI, kebanyakan pasien menjadi eutiroid dalam
waktu 2 bulan. Namun, hanya 50 % pasien yang menjadi eutiroid dalam
waktu 6 bulan dan sisanya tetap dalam kondisi hipertiroid ataupun
hipotiroid.
Pada toxic multinodular goiter, terapi RAI dilakukan pada orang tua
yang memiliki resiko tinggi pada tindakan operatif. Pada toxic adenoma
terapi RAI dapat digunakan pada nodul berukuran kecil (Bruncardi, 2012).
2.4.8 Komplikasi
1. Masalah jantung.
Beberapa komplikasi yang paling serius dari hipertiroid melibatkan
jantung. Gejala ini termasuk detak jantung yang cepat, gangguan irama
jantung yang disebut fibrilasi atrium dan gagal jantung kongestif - suatu
kondisi di mana jantung tidak dapat mengedarkan darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Komplikasi ini umumnya reversibel dengan
pengobatan yang tepat.
2. Osteoporosis.
Hipertiroidisme yang tidak diobati juga dapat menyebabkan
kelemahan pada tulang dan tulang rapuh (osteoporosis). Kekuatan tulang
tergantung dari jumlah kalsium dan mineral yang dikandungnya. Terlalu
banyak hormon tiroid mengganggu kemampuan tubuh Anda untuk
menggabungkan kalsium ke dalam tulang.
3. Masalah mata.
Orang dengan Graves 'ophthalmopathydapat memiliki masalah
pada mata, termasuk mata menonjol, mata merah atau bengkak, sensitif
terhadap cahaya, dan kabur atau penglihatan ganda. , Masalah mata yang
parah tidak diobati dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
4. Kulit bengkak dan merah.
Dalam kasus yang jarang terjadi, orang-orang dengan Graves
disease dapat memiliki gejala dermopati, yang mempengaruhi kulit,
35
menyebabkan kemerahan dan bengkak, sering pada tulang kering dan
kaki.
5. Krisis tirotoksik.
Hipertiroidisme juga meningkatkan resiko terjadinya tirotoksis
krisis–Gejala yang muncul secara tiba-tiba antara lain demam, denyut
nadi cepat dan bahkan delirium.
2.4.9 Prognosis
Hipertiroid akibat toxic multinodular goiter dan toxic adenoma
biasannya bersifat permanen dan terjadi pada orang dewasa. Setelah
normalisasi fungsi tiroid dengan obat antitiroid, yodium radioaktif biasanya
direkomendasikan sebagai terapi definitif. Obat antitiroid Jangka panjang,
dosis tinggi tidak dianjurkan. Gondok multinodular toksik dan adenoma
toksik mungkin akan terus tumbuh perlahan-lahan selama penggunaan
obat antitiroid (Lee, 2015).
Umumnya, daerah yang thyrotoxic dilakukan tindakan ablasi, dapat
mungkin menjadi tetap eutiroid. Mereka yang menjadi hipotiroid setelah
terapi yodium radioaktif mudah dipertahankan dengan terapi penggantian
hormon tiroid, dengan T4 diberikan sekali sehari (Lee, 2015).
Pasien dengan penyakit Graves mungkin menjadi hipotiroid dalam
perjalanan alami penyakit mereka, terlepas dari apakah pengobatan
melibatkan yodium radioaktif atau operasi. Penyakit mata dapat
berkembang pada saat jauh dari diagnosis awal dan terapi. Umumnya,
setelah diagnosis, oftalmopati perlahan membaik selama tahun (Lee,
2015).
Kelebihan hormon tiroid menyebabkan penebalan ventrikel kiri,
yang berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung dan kematian
yang berhubungan dengan jantung. Tirotoksikosis telah dikaitkan dengan
kardiomiopati, gagal jantung kanan dengan hipertensi pulmonal, dan
disfungsi diastolik dan fibrilasi atrium (Lee, 2015).
Peningkatan laju resorpsi tulang terjadi. Kehilangan tulang, diukur
dengan densitometri mineral tulang, dapat dilihat pada hipertiroidisme
36
berat pada semua usia dan jenis kelamin. Pada penyakit subklinis ringan,
penurunan densitas tulang sering terjadi pada wanita pascamenopause
(Lee, 2015).
37