tinjauan pustaka dr.fin

Upload: tegoeh-rizki

Post on 03-Jun-2018

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    1/14

    BAB I

    PENDAHULUAN

    TERATOMA SAKROKOKSIGEUS

    Teratoma berasal dari bahasa Yunani teratos yang artinya monster dan

    onkoma yang artinya tumor. Teratoma merupakan jenis tumor sel germinal

    yang berasal dari sel pluripoten dan tersusun oleh unsur berbagai jenis jaringan

    yang berbeda dari satu atau lebih ketiga lapisan sel germinal; paling sering

    ditemukan dalam ovarium atau testis orang dewasa dan pada daerah

    sacrococcygeus anak-anak. Teratoma berkisar dari jinak (matur, dermoid, dan

    kistik) sampai ganas (imatur dan padat).

    Willis mendefinisikan teratoma sebagai tumor atau neoplasma yang

    tersusun oleh jaringan multipel yang bersifat asing bagi tempat dimana tumor itu

    tumbuh. Tumor ini dapat mengandung elemen kulit, jaringan neural, gigi,

    kartilago, kalsifikasi, lemak dan mukosa usus.

    Tumor ini tersusun dari ketiga lapis embrionik. Biasanya jinak, tetapidapat mengandung elemen ganas. Tempat bervariasi, paling sering pada area

    sakrokoksigeus (40%). Tempat lainnya termasuk mediastinum anterior, ovarium,

    retroperitoneum, testis dan leher.

    Empat puluh tujuh persen dari teratoma ditemukan di daerah

    sacrokoksigeal dan sacrokoksigeal ini adalah tumor yang sering terjadi pada bayi

    baru lahir, dengan insiden dari 1 : 40.000 kelahiran. Dan rasio pria : wanita adalah

    1 : 4.

    Teratoma sakrokoksigeus merupakan varian yang tersering (45-65%

    kasus), selain gonad (10-35%), mediastinal (10-12%), retroperitoneal (3-5%),

    cervical (3-6%), presakral (3-5%) dan susunan saraf pusat (2-4%).

    Sekitar 20% dari teratoma sakrokoksigeus merupakan tumor ganas.

    Teratoma lebih banyak terjadi pada perempuan, tetapi keganasan teratoma lebih

    banyak terjadi pada laki-laki. Seluruh spesimen harus dieksisi oleh ahli patologi

    untuk mencari elemen keganasan. Terapi radiasi dan kemoterapi khususnya

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    2/14

    penggunaan Cytoxian, vincristine dan actinomycin seharusnya menjadi

    pertimbangan terapi pada pasien ketika elemen keganasan ditemukan. Sayangnya,

    hampir tidak ada bayi baru lahir yang selamat ketika mereka teratoma yang

    diderita merupakan tipe keganasan.

    Jumlah kematian pada anak-anak dengan teratoma sakrokoksigeum

    benigna harus diminimalkan. Dalam survei rantai luas oleh American Academy of

    Pediatric tahun 1973, 2 persen dari pasien yang dioperasi untuk penyakit benigna

    meninggal post operasi, setengahnya disebabkan oleh perdarahan sedangkan

    setengah lainnya disebabkan oleh meningitis. Ada beberapa kematian yang terjadi

    pada kelompok benigna, tetapi semua itu berhubungan dengan anomali yang

    terkait.

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. ANATOMI

    Os sacrum orang dewasa yang besar dan berbentuk baji, terbentuk dari

    lima vertebra sacralis yang bersatu. Os sacrum memberi kekuatan dan kemantapan

    pada pelvis dan meneruskan berat tubuh kepada cingulum membri inferioris

    melalui articulation sacro-iliaca. Basis ossis sacri dibentuk oleh permukaan cranial

    vertebra sacralis I. Processus articularis vertebrae sacralis I bersendi dengan

    processus articularis inferior vertebrae lumbalis V. Tepi ventral corpus vertebrae

    sacralis I yang menganjur kearah ventral adalah promontorium (os sacrum).

    Pada facies pelvica dan facies dorsalis terdapat empat pasang foramen

    sacralis guna jalan keluar cabang-cabang keempat nervus sacralis paling cranial

    dan pembuluh pengiringnya. Facies pelvica ossis crani adalah licin dan cekung.

    Keempat garis transversal member petunjuk mengenai tempat terjadinya

    persatuan vertebrae sacrales. Facies dorsalis ossis crani adalah kasar dan

    cembung. Persatuan processus spinosus membentuk crista sacralis mediana.

    Hiatus sacralis yang berbentuk seperti U terbalik, terjadi karena tidak

    adanya lamina arcus vertebrae dan processus spinosus pada vertebra sacralis IV

    dan vertebra sacralis V. Hiatus sacralis mengantar ke canalis sacralis, yakni ujung

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    3/14

    kaudal canalis vertebralis. Cornu sacrale yang mewakili processus articularis

    inferior vertebrae sacralis V, menonjol ke kaudal dari masing-masing sisi hiatus

    sacralis dan membantu untuk menentukan tempat letak hiatus sacralis. Pars

    lateralis ossis sacri mempunyai facies articularis yang berbentuk seperti telinga

    dan merupakan bagian articulation sacro-iliaca.

    Vertebrae coccygea yang meruncing adalah sisa-sisa kerangka ekor

    embriologis. Vertebrae coccygea ini telah menjadi kecil dan tidak memiliki

    pediculus arcus vertebrae, lamina arcus vertebrae, atau processus spinosus. Ketiga

    vertebra kaudal bersatu pada usia setengah baya untuk membentuk os coccygis

    yang menyerupai paruh dan bersendi dengan os sacrum.

    B. ETIOPATOLOGI

    Teratoma tersusun atas berbagai jenis sel parenkimal yang berasal

    lebih dari satu lapisan germinal dan sering berasal dari ketiga lapisan. Tumor ini

    berasal dari sel-sel totipoten, umumnya pada garis tengah atau paraxial.

    Lokasi yang paling sering adalah sakrokoksigeal. Karena berasal dari sel

    totipoten, sehingga sering ditemukan di kelenjar gonad (29%). Sejauh ini,

    lokasi gonad yang paling sering terjadi adalah pada ovarium, disusul pada

    testis. Kista teratoma kadang muncul pada sequestered midline embryonic cell

    rests dan bias pada mediastinum, retroperitoneal, servikal, dan intracranial. Sel-

    sel berdiferensiasi sesuai lapisan germinal, yang terdiri dari berbagai jaringan

    pada tubuh, seperti rambut, gigi, lemak, kulit, otot dan jaringan endokrin.

    Teratoma terbentuk dan berkembang selama kehidupan intrautrin, dapat

    menjadi sangat besar pada teratoma sakrokoksigeus seiring dengan perkembangan

    fetus. Teratoma sakrokoksigeus muncul dari primitif knot atau hensens node.

    Hensens node adalah suatu agregasi dari sel totipotensial yang merupakan

    pengatur utama pada perkembangan embrionik. Semula terletak di bagian

    posterior embrio yang bermigrasi secara caudal pada minggu pertama kehidupan

    didalam ekor embrio, akhirnya berhenti di anterior tulang ekor (coccyx). Alur

    migrasi dari sel germinal menunjukan lokasi dan patologi yang paling sering

    terdapat teratoma (sakrokoksigeus dan gonad). Sel-sel ini dapat meluas ke

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    4/14

    postero-inferior masuk daerah glutea dan /atau postero-superior masuk ke rongga

    abdominopelvik. Pemisahan sel totipotensial dari hansens node mungkin

    menyebabkan munculnya teratoma sakrokoksigeus. Sel pleuripotensial ini

    melarikan diri dari kontrol pengatur embrionik dan berdiferensiasi masuk dalam

    jaringan yang tidak biasa ditemukan pada daerah sakrokoksigeus. Tumor terjadi

    dekat dengan tulang ekor, dimana konsentrasi terbesar primitif sel berada untuk

    waktu yang lama selama masa perkembangan.

    C. GAMBARAN KLINIK

    Secara klinis, Tumor paling sering muncul sebagai massa yang menonjol

    antara coccyx dan anus yang biasa ditutupi dengan kulit normal yang intak.

    Beberapa pasien, seluruh atau sebagian benjolan terletak pada permukaan

    retrorektal atau retroperitoneum. Pada bayi dan anak-anak, Tumor muncul sebagai

    massa pada daerah sakropelvis yang menekan kandung kemih dan rectum.

    Seringnya gejala obstruksi pada traktus urinarius yang disebabkan oleh kompresi

    ureter dan urethra terhadap pubis atau kompresi ureter terhadap pinggiran pelvis

    dan terjadi kesulitan defekasi sebagai tanda obstruksi yang mungkin tidak cukup

    dikenali.

    Sebagian kecil pasien dapat mengalami paralysis, nyeri, atau kelemahan

    pada kaki, terutama pada stadium lambat dari invasi maligna dari tumor. Pada

    teratoma sakrokoksigeus pada fetus, jika tumornya besar, dapat menyebabkan

    distosia, kesulitan melahirkan dan perdarahan atau laserasi tumor.

    D. DIAGNOSIS BANDING

    Prinsip pertimbangan diagnosis banding pada bayi dengan masa posterior

    ke koksigeus adalah meningokel, kordoma, duplikasi rectum, tumor neurogenik,

    lipoma dan hemangioma. Untungnya, teratoma memilliki penampilan

    karakteristik yang membuat diagnosis pada bayi relatif mudah.

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    5/14

    E. DIAGNOSIS

    1. Prenatal

    USG prenatal dapat mendeteksi tumor ini mulai pada usia kehamilan 13

    minggu. USG menunjukkan peningkatan ukuran uterus, placentomegaly,

    polihidramnion, hidrops fetalis, massa inhomogen pada sakrum dengan gambaran

    kalsifikasi. Ibu pasien bergejala polihidramnion, meningkat kadar alfa fetoprotein

    darah sebelum partus dan partus prematur. Bila gejala ini timbul sebelum usia 30

    minggu kehamilan maka prognosis anak adalah buruk. Persalinan akan beresiko

    pada ibu sehingga untuk menghindari distosia atau ruptur tumor dianjurkan untuk

    dilakukan sectio cesarea bila ukuran tumor lebih dari 5 cm atau tumor lebih besar

    dari diameter fetus.

    2. Postnatal

    Teratoma benign hanya sedikit bergejala atau bahkan tidak bergejala sama

    sekali. Massa pada pelvis yang besar dapat menyebabkan dekompresi traktus

    urinarius maupun rektum. Defisit neurologis jarang terjadi, bila terjadi

    mengindikasikan malignansi. Tanda metastasis perlu dicari pada anak lebih tua.

    Diagnosis teratoma sakrokoksigeus biasanya ditegakkan melalui

    pemeriksaan fisik. Tumor ini biasanya didiagnosa ketika ditemukan benjolan

    sacrum yang besar setelah kelahiran yang sulit atau obstruksi pada kelahiran.

    Anamnesis didapatkan adanya nyeri rectum, konstipasi, dan adanya sebuah

    benjolan.

    Teratoma sakrokoksigeus juga sering didiagnosa sebelum bayi lahir

    dengan pemeriksaan ultrasonografi fetal. Laporan bertahap diagnosis antenatal

    pada teratoma sakrokoksigeus menunjukkan bahwa sebagian besar fetus yang

    didiagnosa teratoma sakrokoksigeus kemungkinan meninggal sebelum kelahiran.

    Diagnosis prenatal penting karena tumor ini mungkin cukup besar untuk

    menyebabkan distosia dan ruptur dari tumor dengan perdarahan masif dapat

    terjadi selama kehamilan. Pada sebagian besar kasus, teratoma sakrokoksigeus

    sangat khas sehingga diagnosisnya sangat jelas. Kadang-kadang, bagaimanapun

    diagnosis tidak begitu jelas dan adanya lesi lain seperti kondroma, fibroma,

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    6/14

    duplikasi rektal, terutama mielomeningocele dan tumor neurogenic presakral,

    harus dikeluarkan. Apabila sulit membedakan teratoma sacrococygeal dengan lesi

    lain, studi diagnostic seperti Foto polos, Ultrasonografi, computer tomografi (CT)

    atau MRI.

    Foto thoraks membantu menyingkirkan penyakit metastase. Foto polos

    pada sacral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi dalam tumor. Ultrasonografi

    berguna untuk menentukan sifat lesi (padat atau kistik, adanya komponen

    intraabdominal dan keterlibatan hati). Baik CT Scan lateral dan magnetic

    resonance imaging (MRI) akan menunjukkan perluasan intrapelvis dan

    intraspinal dari lesi sacral dengan rincian yang jelas. Beberapa teratoma

    mengandung elemen yolk salk, dimana mengeluarkan alfafetoprotein.

    Deteksi AFP dapat membantu memperjelas diagnosis dan sering

    digunakan sebagai marker untuk rekurensi atau efektifitas pengobatan, tapi

    metode yang jarang pada diagnosis awal. Pada satu tahap, AFP meningkat pada

    31 dari 32 teratoma maligna. AFP juga ditemukan meningkat pada cairan amnion

    jika infan menderita teratoma.

    F. STADIUM

    Klasifikasi Altman membagi tumor berdasarkan fungsi bentang

    anatominya ke dalam 4 kelompok :

    1. Altman I : eksternal tumor yang mendominasi, dengan perluasan

    minimal

    2. Altman II : eksternal tumor dengan perluasan signifikan intrapelvis.

    3. Altman III : tumor eksternal dengan perluasan intra-abdominal

    4. Altman IV : hanya tumor intrapelvis, tidak dapat dilihat dari luar.

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    7/14

    G. PENATALAKSANAAN

    Teratoma sakrokoksigeus harus dieksisi lengkap. Lesi Tipe I dan II dapat

    dimulai pada daerah posterior melalui chevron insisi dan sagital. Lesi tipe III dan

    IV harus insisi tambahan transversal pada perut bagian bawah. Bagian penting

    pada prosedur termasuk pengangkatan lengkap pada tumor intak, ligasi arteri

    sakral tengah, dan eksisi tulang ekor ( coccyx ) bersama tumor. Jika tumor secara

    histologi benigna ( hanya jaringan matur) atau mengandung jaringan embrionik

    tanpa maligna seutuhnya, eksisi lengkap adekuat. Jika lesi benigna (97 %), tidak

    diindikasikan terapi lanjutan. Untuk Tumor yang agresif dan terdapat jaringan

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    8/14

    malignan seutuhnya, pembedahan eksisi sendiri tidak adekuat dan pasien harus

    mendapatkan kemoterapi dan atau radioterapi. Pasien dengan rekurensi

    kanker dan tidak dapat dieksisi diberikan terapi VAC (vinkristin, dactinomycin,

    cyclophosphamide) ditambah radiasi lokal. Pasien ini harus dievaluasi setiap 3

    bulan selama 2 tahun pertama dengan pemeriksaan rectal dan jumlah AFP. Pasien

    yang diperkirakan rekurensi harus dievalusi dengan pemeriksan radiologi yang

    sesuai, Ultrasonografi dan/ atau CT. Lesi ini paling baik direseksi dalam 24 jam

    pertama, sejak usus tidak dikoloni pada 24 jam pertama setelah kelahiran.,

    mengurangi resiko infeksi pada daerah yang terkontaminasi feses selama reseksi.

    Perioperatif antibiotic diberikan segera sebelum pembedahan dan dilanjutkan 24-

    48 jam setelah operasi.

    H. KOMPLIKASI

    Infeksi luka umumnya tidak terjadi, tetapi sama seperti pada seluruh

    pembedahan bayi baru lahir lainnya, antibiotik spektrum luas diberikan 5 hingga 7

    hari. Luka infeksi yang terjadi ditangani dengan tidak ada perbedaan dengan luka

    infeksi lainnya di bagian tubuh mana saja, dan seharusnya tidak menjadi suatu

    masalah serius. Kontinesia urin dan feses tergantung dari derajat kerusakan

    nervus yang terlibat dan kerusakan ketika waktu pembedahan dan distorsi

    sejumlah otot levator. Perlu untuk memperbaiki otot levator sesudah eksisi tumor

    akan memberikan hasil inkontinensia feses seminimal mungkin.

    I. PROGNOSIS

    Mortalitas berada dalam batas 15 hingga 20 persen untuk operasi yang

    dilaksanakan segera setelah kelahiran, dan hampir tiga kali jumlahnya jika

    dilaksanakan 1 bulan atau lebih setelah kelahiran (Ravitvh 1951). Peningkatan

    mortalitas berhubungan dengan adanya eksisi yang tertunda oleh karena adanya

    ruptur dan perdarahan dan adanya perluasan maligna. Gambaran ini menegaskan

    bahwa perlunya intervensi pembedahan pada periode kelahiran baru yang lebih

    cepat.

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    9/14

    Secara keseluruhan, dengan tingkat kesuksesan hidup lebih dari 95%,

    prognosis dari bayi baru lahir dan anak-anak penderita sacro-coccygeal teratoma

    baik. Pasien dengan maligna sacro-coccygeal teratoma akan menghadapi

    prognosis yang kurang menyenangkan dibandingan pasien dengan gambaran

    histologi benigna, tetapi perbaikan substansial telah dicatat sejak lebih dari 20

    tahun yang lalu. Angka pasien yang hidup 80%-90% bisa dicapai di sub kelompok

    tumor maligna.

    ATRESIA ILEUM

    PENDAHULUAN

    Atresia berarti obstruksi kongenital yang disebabkan oklusi total dari

    lumen usus dan mencakup 95% dari seluruh kasus obstruksi neonatus yang

    terjadi. Dalam dua dekade terakhir, pemahaman yang lebih baik pada faktor-

    faktor etiologi, kemajuan di bidang anestesi pediatrik, dan perawatan praoperasi

    dan pascaoperasi yang lebih baik menyebabkan peningkatan tingkat survival dari

    penderita kelainan ini.

    Atresia ileum bersama atresia jejenum adalah penyebab utama dari

    obstruksi intestinal pada neonatus, kedua terbanyak setelah malformasi

    anorektal.Insidens terjadinya atresia jejunoileal dilaporkan 1 dalam 330 kelahiran

    di Amerika Serikat, sedangkan di Denmark adalah 1 dalam 400 sampai 1 dalam

    1500 kelahiran hidup.

    Penyebab terjadinya atresia ileum pada awalnya diperkirakan berkaitan

    dengan tidak sempurnanya proses revakuolisasi pada tahap pembentukan usus.

    Terdapat banyak teori mengenai penyebab terjadinya atresia ileum. Akan tetapi,

    teori yang banyak digunakan adalah terjadinya kondisi iskemik sampai dengan

    nekrosis pada pembuluh darah usus yang berakibat terjadinya proses reasorbsi

    dari bagian usus yang mengalami kondisi nekrosis tersebut.

    Pendapat lain mengatakan bahwa atresia ileum terjadi karena

    ketidaksempurnaan pembentukan pembuluh darah mesenterika selama intrauterin.

    Ketidaksempurnaan ini dapat diakibatkan karena terjadinya volvulus, intususepsi,

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    10/14

    hernia interna, dan konstriksi dari arteri mesenterika pada gastroschisis dan

    omphalokel.

    Pada sebuah penelitian dari 250 neonatus dengan atresia ileum, 110

    diantaranya terbukti terdapat gangguan vaskuler intrauterin pada ususnya, seperti

    terjadi malrotasi atau volvulus pada 84 kasus, eksompalokel pada 5 kasus,

    gastroschisis pada 3 kasus, ileus mekoneum pada 5 kasus, peritonitis mekoneum

    pada 7 kasus, Hirschsprung pada 5 kasus, dan hernia internal pada 1 kasus.

    Kelainan ini biasanya tidak berkaitan dengan faktor genetik, meskipun pada satu

    laporan kasus terjadi pada kembar monozygot dimana pada kedua kembar

    memiliki atresia multipel yang sama.

    Pada suatu penelitian dilaporkan terjadinya atresia ileum karena

    intususepsi intra uterin. Tidak terdapat kaitan antara kejadian atresia ileum dan

    usia orang tua saat mengandung atau pun usia ibu saat melahirkan. Pada sebuah

    penelitian pada hewan, dimana janin anjing yang mengalami gangguan suplai

    pembuluh darah usus akan mengalami berbagai gangguan obstruksi intralumen

    usus pada saat lahir, seperti terjadinya stenosis sampai atresia usus. Kelainan

    bawaan lain yang terjadi bersama dengan atresia ileum dilaporkan lebih jarang

    bila dibandingkan pada atresia jejenum.

    DIAGNOSIS

    Gejala klinis dari atresia ileum adalah polihidramnion pada kehamilan

    (15%), muntah hijau (81%), distensi abdomen (98%), kuning (20%), dan tidak

    keluarnya mekoneum dalam 24 jam pertama setelah lahir (71%).

    USG pada ibu hamil dengan polihidramnion dapat menentukan adanya

    sumbatan pada usus halus, baik berupa atresia, volvulus, dan peritonitis

    mekoneum. Untuk mendiagnosisnya dengan cara melihat adanya gambaran

    pembesaran multipel dari usus dengan peristaltik yang aktif. Diagnosis dari

    atresia ileum biasanya dipastikan dengan pemeriksaan radiologis. Adanya

    gambaran pembesaran usus halus, dan adanya gambaran air-fluid level

    menunjukkan telah terjadi obstruksi usus pada bayi. Semakin distal atresia yang

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    11/14

    terjadi semakin tampak pula distensinya. Gambaran dari atresia ileum pada colon

    adalah gambaran microcolon atau unused colon.

    Terjadinya kondisi iskemik tidak hanya menyebabkan abnormalitas dari

    morfologi, tetapi juga mempengaruhi struktur dan fungsi dari usus bagian

    proksimal dan distal yang tersisa. Bagian proksimal dari atresia mengalami

    dilatasi dan hipertrofi dengan gambaran histologi villi yang normal, tetapi tanpa

    adanya peristaltik. Pada kondisi ini juga terdapat defisiensi dari enzim enzim

    mukosa usus dan ATP pada lapisan muskularis.

    Terdapat 4 tipe dari atresia ileum, yaitu :

    a. Atresia ileum tipe I

    Pada atresia ileum tipe I ditandai dengan terdapatnya membran atau

    jaringan yang dibentuk dari lapisan mukosa dan submukosa. Bagian proksimal

    dari usus mengalami dilatasi dan bagian distalnya kolaps. Kondisi usus

    tersambung utuh tanpa defek dari bagian mesenterium.

    b. Atresia ileum tipe II

    Pada atresia ileum tipe II bagian proksimal dari usus berakhir pada bagian

    yang buntu, dan berhubungan dengan bagian distalnya dengan jaringan ikat

    pendek di atas dari mesenterium yang utuh. Bagian proksimal dari usus akan

    dilatasi dan mengalami hipertrofi sepanjang beberapa centimeter dan dapat

    menjadi sianosis diakibatkan proses iskemia akibat peningkatan tekanan

    intraluminal.

    c. Atresia ileum tipe IIIa

    Pada atresia ileum tipe IIIa bagian akhir dari ileum yang mengalami atresia

    memiliki gambaran seperti pada tipe II baik pada bagian proksimal dan distalnya,

    akan tetapi tidak terdapat jaringan ikat pendek dan terdapat defek dari

    mesenterium yang berbentuk huruf V. Bagian yang dilatasi yaitu proksimal sering

    kali tidak memiliki peristaltik dan sering terjadi torsi atau distensi dengan

    nekrosis dan perforasi sebagai kejadian sekunder. Panjang keseluruhan dari usus

    biasanya kurang sedikit dari normal.

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    12/14

    d. Atresia ileum tipe IV

    Pada atresia ileum tipe IV terdapat atresia yang multipel, dengan

    kombinasi dari tipe I sampai dengan tipe III, memiliki gambaran seperti sosis.

    Terdapat hubungan dengan faktor genetik, dan tingkat mortalitas yang lebih

    tinggi. Multipel atresia dapat terjadi karena iskemia dan infark yang terjadi pada

    banyak tempat, proses inflamasi intrauterin, dan malformasi dari saluran cerna

    yang terjadi pada tahap awal proses embriogenesis.

    PENANGANAN

    Diagnosis yang terlambat akan berakibat bertambah jeleknya prognosis

    dari pasien, terjadi nekrosis sampai perforasi dari sistema usus, abnormalitas

    cairan dan elektrolit, serta peningkatan kejadian sepsis. Pemberian elektrolit dan

    resusitasi cairan harus segera dilakukan. Pipa nasogastrik atau orogastrik dapat

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    13/14

    memperbaiki fungsi diafragma dan mencegah mutah serta terjadinya aspirasi.

    Tindakan operatif bergantung dari penemuan patologi. Reseksi dari bagian

    proksimal yang dilatasi dan berlanjut anastomose langsung dengan ujung

    distalnya sering dilakukan. Akan tetapi apabila tidak dimungkinkan dilakukan

    reseksi anastomose akan dilakukan ileostomi. Ileostomi yang dilakukan dapat

    berupa Santulli, Mikulicz, dan Bishoop Koop. Pada prosedur Santulli, ileum

    proksimal dikeluarkan dan yang distalnya dianastomose ke ileum proksimal di

    bagian samping dari ileum proksimal.

    Penderita atresia ileum dirawat di ruangan dengan kelembaban yang cukup

    dan hangat, untuk mencegah hipotermia, kemudian dilakukan pemeriksaan

    penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah. Bila kondisi sudah

    memungkinkan untuk dilakukan operasi, operasi segera dilakukan.

    Pada perawatan pascaoperasi pada pasien dengan atresia ileum harus

    segera diberikan nutrisi parenteral secepat mungkin. Nutrisi parenteral diberikan

    segera bila kondisi pascaoperasi telah stabil. Sebagaimana diketahui bahwa

    semakin proksimal atresianya, semakin lama juga terjadi disfungsi dari sistem

    ususnya. Secara umum pemberian nutrisi secara oral dimulai setelah bayi sadar

    penuh, menelan dengan baik, residu gaster kurang dari 5 cc/jam, perabaan soepel

    pada abdomen, atau telah flatus dan buang air besar. Nutrisi oral yang cukup harus

    diberikan pada bayi pascaoperasi dengan komposisi karbohidrat 62%, lemak 18%,

    dan protein 12%.2 Lemak intraluminal merupakan rangsangan utama terhadap

    pertumbuhan mukosa usus, sedikitnya 20% total kebutuhan kalori harian

    diperlukan sebagai pembentukan trigilserida rantai panjang untuk

    mempertahankan struktur dan fungsi dari usus halus.

    Disfungsi sementara dari sistema usus halus terutama pada pasien atresia

    ileum pascaoperasi seringkali terjadi karena banyak sebab, diantaranya adalah

    intolerans terhadap laktosa, malabsorbsi terutama karena pertumbuhan bakteri

    yang banyak, dan diare. Hal ini terjadi terutama karena berhubungan dengan

    short bowel syndrome. Keadaan ini membutuhkan perubahan bertahap dari pola

    total parenteral nutrisi ke nutrisi oral.

  • 8/12/2019 Tinjauan Pustaka Dr.fin

    14/14

    DAFTAR PUSTAKA

    Hartanto Huriawati, Koesoemawati Herni, Salim Ivo. Kamus Kedokteran Dorlan.

    Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002.

    Ilmu Bedah. Teratoma Sacrococcygeus. 2012. Available on :

    http://ilmubedah.info/teratoma-sacrococcygeus-20120713.html.

    Seymour Schwartz, Shires Tom, Spencer Frank. IntisariPrinsip-Prinsip Ilmu

    Bedah.Ed 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000.

    Burge David, Griffiths Mervyn, Steinbrecher Henrik. Paediatric Surgery. Ed 2.Hodder Arnold, 2005.

    Moore Keith, Agur Anne. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates, 2002.

    Medscape Reference. Cystic Teratoma. 2012. Available on :

    http://emedicine.medscape.com/article/281850-overview#a0104

    Oldham Keinth, Colombani Paul, Foglia Robert. Principles and Practice of

    Pediatric Surgery.Vol 1. Lippincott Williams & Wilkins, 2005.

    Tanda-tanda Vital dan Pemeriksaan Fisik pada Bayi. 2011. Available on :

    http://freyadefunk.wordpress.com/2011/11/16/tanda-tanda-vital-dan-

    pemeriksaan-fisik-pada-bayi/

    Four Season News. Penjelasan Tentang Teratoma Sakrokoksigeus. Available on :

    http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/01/penjelasan-tentang-

    teratoma.html