tinjauan pustaka
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
I. PERDARAHAN INTRASEREBRAL
PENDAHULUAN
Salah satu dari penyakit saraf yang cukup memprihatinkan dan senantiasa
membutuhkan perhatian kita bersama adalah Stroke. Penyakit ini disebut juga sebagai
serangan otak atau brain attack. Stroke merupakan penyebab kematian serta penyebab
kecacatan utama pada kelompok usia diatas 45 tahun. Kurang lebih 750.000 kejadian Stroke
terjadi pertahun dengan angka kematian melebihi 150.000 pertahun. Sepertiga penderita
meninggal pada fase akut, sepertiga lagi mengalami Stroke ulang dan dari sekitar 50% yang
selamat akan mendapatkan hasil berupa kecacatan.
Stroke merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan kematian, kecacatan,
dan biaya yang dikeluarkan sangat besar. Karena itu, perlu usaha pencegahan untuk
terjadinya Stroke primer maupun Stroke sekunder (Stroke ulang). Hipertensi dan Diabetes
Mellitus merupakan faktor resiko penting terjadinya Stroke. Pada Stroke akut, 70-94%
penderitanya didapatkan hipertensi dan 60% didapatkan hiperglikemia. Pengendalian tekanan
darah dan kadar gula darah dapat menurunkan angka kejadian Stroke.
Perdarahan intraserebral (PIS) atau Intracerebral Hemorrhage (ICH) merupakan jenis
stroke yang disebabkan oleh pendarahan di dalam jaringan otak itu sendiri dan menyebabkan
situasi yang dapat mengancam jiwa penderita akibat pecahnya pembuluh darah di dalam otak.
A stroke occurs when the brain is deprived of oxygen due to an interruption of its blood
supply.ICH is most commonly caused by hypertension, arteriovenous malformations, or head
trauma.ICH ini paling sering disebabkan oleh hipertensi, malformasi arteriovenosa atau
trauma kepala. Treatment focuses on stopping the bleeding, removing the blood clot
(hematoma), and relieving the pressure on the brain. Pengobatan berfokus pada
menghentikan pendarahan, menghilangkan bekuan darah (hematoma), dan mengurangi
tekanan pada otak.
DEFINISI
Pengertian stroke menurut WHO adalah menifestasi klinis dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
1
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab
selain dari pada gangguan vaskuler.
Menurut Klasifikasi Penyakit Serebrovaskular III ( 1990 ) dari National Institute of
Neurological Disorders and Stroke, National Institute of Health Bethesda, Maryland,USA
tipe Stroke dibagi atas:
1. Perdarahan Intraserebral
2. Perdarahan Subarachnoid
3. Perdarahan Intrakranial dari AVM
4. Infark Otak
EPIDEMIOLOGI
Sepuluh (10) persen dari stroke disebabkan oleh ICH (sekitar 70.000 kasus baru setiap
tahun). ICH is twice as common as (SAH) and has a 40% risk of death. ICH lebih sering
terjadi dibandingkan perdarahan subaraknoid (SAH) dan memiliki risiko 40% dari kematian.
ICH occurs slightly more frequently among men than women and is more common among
young and middle-aged African Americans and Japanese. Pada umumnya ICH terjadi sedikit
lebih sering pada pria daripada wanita. Advancing age and hypertension are the most
important risk factors for ICH.Usia lanjut dan hipertensi merupakan faktor risiko terpenting
untuk ICH. Approximately 70% of patients experience long-term deficits after an ICH.
Sekitar 70% pasien mengalami defisit jangka panjang setelah terjadinya ICH.
ETIOLOGI
Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan perdarahan intra serebral diantaranya
adalah:
Hypertension : an elevation of blood pressure that may cause tiny arteries to burst inside
the brain. Hipertensi: peningkatan tekanan darah yang dapat menyebabkan arteri kecil
dalam otak pecah.
Blood thinner therapy : drugs such as coumadin, heparin, and warfarin used to treat
heart and stroke conditions. Pemberian obat anti koagulan: obat-obatan seperti
coumadin, heparin, warfarin yang digunakan untuk mengobati penyakit jantung dan
stroke sebelumnya.
: a tangle of abnormal arteries and veins with no capillaries in between. AVM: jalinan
arteri dan vena yang abnormal tanpa kapiler di antaranya.
2
: a bulge or weakening of an arterial wall. Aneurisma: tonjolan atau melemahnya
dinding arteri.
Head trauma : fractures to the skull and penetrating wounds (gunshot) can damage an
artery and cause bleeding. Trauma kepala: fraktur dengan tengkorak dan luka tembus
(tembak) dapat
merusak arteri dan menyebabkan perdarahan.
Bleeding disorders : hemophilia, sickle cell anemia, DIC, thrombocytopenia. Gangguan
Perdarahan : hemophilia , anemia sel sabit, DIC, trombositopenia.
Tumors : highly vascular tumors such as angiomas and metastatic tumors can bleed into
the brain tissue. Tumor: tumor yang sangat vaskuler seperti angioma dan tumor
metastasis yang
mengalami perdarahan.
Amyloid angiopathy : a degenerative disease of the arteries. Amiloid angiopathy:
penyakit degeneratif arteri.
Drug usage : cocaine and other illicit drugs can cause ICH. Penggunaan Obat
Terlarang : kokain dan obat-obatan terlarang lainnya dapat menyebabkan ICH.
Spontaneous : ICH by unknown causes. Spontan: ICH oleh penyebab yang tidak
diketahui.
ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK
Dua pertiga depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah dari
sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi serebelum,
korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri
vertebralis kanan dan kiri yang kemudian bersatu menjadi arteri basilaris. Kedua arteri utama
ini disebut sistem karotis interna dan sistem vertebrobasiler. Kedua sistem ini beranastomosis
membentuk sirkulus arteriosus Willisi. Sirkulus ini merupakan lingkaran tertutup dan berada
di dasar hipotalamus dan khiasma optikum. Sirkulus ini, mempunyai salah satu cabang yang
menjadi arteri perforata.
3
Gambar 1. Anatomi vaskularisasi otak
Trunkus brakhiosefalik muncul dari arkus aorta di belakang manubrium sternum dan
bercabang menjadi a. subklavia kanan dan a. karotis komunis kanan. Sedangkan a. karotis
komunis kiri dan a. subklavia kiri muncul langsung dari arkus aorta. Arteri karotis komunis
kemudian bercabang menjadi a. karotis interna dan a. karotis eksterna kanan dan kiri. Arteri
karotis interna ini selanjutnya bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri
media.
Arteri serebri anterior memasok darah daerah lobus frontalis dan parietalis, baik untuk
korteks sensorik maupun motorik. Arteri serebri anterior kiri berhubungan dengan arteri
serebri anterior kanan melalui aretri komunikans anterior yang merupakan bagian sirkulus
arteriosus Willisi.
Arteri serebri media yang merupakan arteri terbesar, terbagi dan bercabang untuk
memasok darah sebagian besar daerah permukaan lateral lobus frontalis, parietalis, dan
temporalis.
Arteri vertebralis merupakan percabangan dari arteri subklavia dan masuk ke dalam
rongga tengkorak melalui foramen magnum. Kedua arteri vertebralis kemudian bersatu
menjadi arteri basilaris yang berjalan sepanjang pons varoli. Sebelum bersatu menjadi arteri
basilaris, arteri vertebralis ini mencabangkan arteri spinalis posterior dan arteri spinalis
anterior yang memperdarahi medulla spinalis.
Cabang–cabang arteri basilaris adalah cabang kecil di pons dan arteri serebelaris
anterior inferior yang memperdarahi bagian anterior dan inferior serebelum. Cabang akhir
4
dan merupakan cabang utama arteri basilaris adalah arteri serebri posterior yang
memperdarahi lobus oksipitalis dan cabang arteri serebelaris superior yang memperdarahi
bagian superior serebelum.
PATOFISIOLOGI
Arteri kecil membawa darah ke daerah yang jauh di dalam otak. High blood pressure
(hypertension) can cause these thin-walled arteries to rupture, releasing blood into the brain
tissue. Tekanan darah tinggi (hipertensi) dapat menyebabkan arteri yang berdinding tipis
pecah dan melepaskan darah ke dalam jaringan otak. The blood collects and forms a clot,
called a hematoma, which grows and causes pressure on surrounding brain tissue (Fig. 1).
Darah akan mengumpul dan membentuk hematoma, yang tumbuh dan menyebabkan tekanan
pada jaringan sekitarnya otak sehingga akan menyebabkan Increased intracranial pressure
(ICP) makes a person confused and lethargic. peningkatan tekanan intrakranial / Intracranial
Pressure (ICP) membuat penderita mengalami nyeri kepala, muntah proyektil sampai
penurunan kesadaran. As blood spills into the brain, the area that artery supplied is now
deprived of oxygen-rich blood – called a . Akibat dari hematoma pada parenkim otak ini,
area yang mendapat vaskularisasi dari arteri yang pecah akan mengalami hipoksia As blood
cells within the clot die, toxins are released that further damage brain cells in the area
surrounding the hematoma.sehingga akan menyebabkan defisit neurologis sesuai dengan
topis tersebut. Zat yang bersifat toksik juga akan dilepaskan dan merusak sel otak lebih
lanjut di daerah sekitarnya hematoma. An ICH can occur close to the surface or in deep areas
of the brain.ICH dapat terjadi dekat dengan permukaan atau di daerah dalam otak. Sometimes
deep hemorrhages can expand into the ventricles – the fluid filled spaces in the center of the
brain. Kadang-kadang perdarahan dalam dapat meluas ke ventrikel dan rongga sub
arakhnoid.
5
Gambar 2. An intracerebral hemorrhage (ICH) is usually caused by rupture of tiny arteries within the brain tissue (left). Sebuah perdarahan intraserebral (ICH) biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri kecil di dalam jaringan otak (kiri). As blood collects, a hematoma or blood clot forms causing increased pressure on the brain. Saat darah mengumpulkan, sebuah bentuk hematoma atau bekuan darah menyebabkan peningkatan tekanan pada otak. Arteriovenous malformations (AVMs) and tumors can also cause bleeding into brain tissue (right). Malformasi arteriovenosa (AVMs) dan tumor juga dapat menyebabkan perdarahan ke dalam jaringan otak (kanan).
Figure 1.GAMBARAN KLINIS
Gejala biasanya datang tiba-tiba dan dapat bervariasi tergantung pada lokasi perdarahannya..
Common symptoms include: Gejala umum termasuk:
headache, nausea, and vomiting Sakit kepala, mual, dan muntah.
lethargy or confusion Kelesuan atau kebingungan.
sudden weakness or numbness of the face, arm or leg, usually on one side Kelemahan
atau kelumpuhan yang tiba-tiba pada wajah atau ekstremitas.
loss of consciousness Penurunan kesadaran.
temporary loss of vision Kehilangan penglihatan sementara.
seizures Kejang.
DIAGNOSIS
Diagnosis perdarahan intraserebral ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak separuh tubuh, merot, atau
bicara pelo, serta penurunan kemampuan berkomunikasi. Keadaan ini timbul sangat
mendadak, terutama saat beraktivitas. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan faktor-faktor
6
risiko yang melatarbelakangi terjadinya stroke. Pada kasus-kasus berat dimana terjadi
penurunan kesadaran, perlu dilakukan pencatatan perkembangan kesadaran sejak onset.
2. Pemeriksaan Fisik
Setelah penentuan keadaan kardiovaskuler penderita serta tanda vital seperti tekanan
darah, nadi, pernapasan, tentukan pula tingkat kesadaran pasien, dapat menggunakan
Glasgow Coma Scale agar evaluasinya lebih mudah. Perlu diperhatikan pula pola
pernapasan penderita, untuk memperkirakan letak lesi di otak.
Jika penderita tidak mengalami penurunan kesadaran, perlu ditentukan berat defisit
neurologis yang dialami. Namun jika penderita mengalami penurunan kesadaran, setelah
menilai tingkat kesadaran, perlu dilakukan pemeriksaan reflex batang otak, seperti :
Refleks pupil terhadap cahaya
Refleks kornea
Refleks okulo sefalik
Refleks okulo vestibuler (tes kalori)
Pemeriksaan funduskopi juga perlu dilakukan, selain untuk menilai apakah terdapat papil
oedem sebagai tanda peningkatan tekanan intra cranial yang merupakan salah satu
penanda luasnya perdarahan intraserebral yang terjadi, juga dapat menilai apakah terdapat
perdarahan retina atau pre retinal. Perdarahan intraserebral yang sangat luas dapat disertai
perdarahan retina atau pre retinal, yang terlihat pada pemeriksaan funduskopi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien perdarahan intraserebral antara
lain : pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah lengkap (gula darah sewaktu,
ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, profil lipid)
Pemeriksaan kardiologi
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) pada penderita perdarahan intraserebral dapat
menimbulkan gelombang yang menyerupai gambaran suatu infark miokard. Untuk
membedakannya dengan infark miokard, dapat dilakukan pemeriksaan enzim seperti
CK-MB.
Pemeriksaan radiologi
Beberapa tehnik pemeriksaan pencitraan dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosa ICH dan dapat menentukan sumber dan lokasi perdarahan.
7
A. (CTA) scan is a noninvasive X-ray to review the anatomical structures within the
brain to see if there is any blood in the brain (Fig. 2).Computed Tomography
(CT) Scan
Sinar-X non invasif untuk memeriksa struktur anatomi dalam otak untuk melihat
apakah ada darah di otak (Gambar 3). A newer technology called CT angiography
involves the injection of contrast into the blood stream to view arteries of the
brain.Sebuah teknologi baru yang disebut CT angiografi melibatkan penyuntikan
zat kontras ke dalam aliran darah untuk melihat arteri otak.
Gambar 3. CT scan menunjukkan ICH.
B. is an invasive procedure, where a catheter is inserted into an artery and passed
through the blood vessels to the brain.Angiogram
Merupakan prosedur invasif, dimana kateter dimasukkan ke arteri dan melewati
pembuluh darah ke otak. Once the catheter is in place, a contrast dye is injected
into the bloodstream and X-ray images are taken. Setelah kateter berada di tempat,
pewarna kontras disuntikkan ke dalam aliran darah dan X-ray diambil.
(MRI) scan is a noninvasive test, which uses a magnetic field and radio-frequency
waves to give a detailed view of the soft tissues of your brain.C. Magnetic
Resonance Imaging (MRI)
Merupakan tes non invasif, yang menggunakan medan magnet dan gelombang
frekuensi radio untuk memberikan pandangan yang rinci dari jaringan lunak otak.
An MRA (Magnetic Resonance Angiogram) is the same non-invasive study,
except it is also an angiogram, which means it examines the blood vessels as well
8
as the structures of the brain. Sebuah MRA (Magnetic Resonance Angiogram)
adalah pemeriksaan non invasif yang sama, kecuali itu juga angiogram, yang
berarti memeriksa pembuluh darah serta struktur otak.
PENATALAKSANAAN
What treatments are available?Penatalaksanaan Umum
a. Menjaga stabilitas jalan nafas dan pernafasan.
b. Pemantauan secara terus menerus tentang status neurologis dan tanda vital.
c. Pemberian oksigen.
d. Stabilisasi hemodinamik dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena dan
dianjurkan untuk pemasangan CVP.
e. Pemantauan jantung.
f. Penatalaksaan gizi sesuai dengan ada tidaknya faktor resiko.
g. Menjaga kestabilan suhu tubuh. Patients with large lobar hemorrhages (50 cm3) who
are deteriorating usually undergo surgical removal of the hemato
Medical treatmentPenatalaksaan Khusus
1. Mengurangi Blood pressure is managed to decrease the risk of more bleeding yet provide
enough blood flow (perfusion) to the brain.Tekanan darah yang terkontrol berhasil
mengurangi risiko perdarahan lebih dengan tetap menjaga aliran darah cukup (perfusi) ke
otak.
2. Controlling intracranial pressure is the biggest factor in the outcome of ICH.Mengontrol
tekanan intrakranial. A device called an ICP monitor is placed directly into the ventricles
or within the brain to measure pressure. Sebuah alat yang disebut monitor ICP
ditempatkan langsung ke dalam ventrikel atau di dalam otak untuk mengukur tekanan.
Normal ICP is 20mm HG. Normal ICP adalah 20mmHg. Penatalaksaan penderita dengan
TTIK meningkat :
Tinggikan kepala 200 – 300.
Hindari pemberian cairan glukosa atau yang hipotonik
Intubasi untuk menjaga normoventilasi dan bila perlu bisa diberikan hiperventilasi
bila akan ada tindakan operasi.
9
Pemberian Mannitol dengan dosis 0,25-0,5 gr/KgBB.
3. Removing cerebrospinal fluid (CSF) from the ventricles is a common method to control
ICP.Mengurangi produksi cairan cerebrospinal (CSF) dari ventrikel apabila perdarahan
intraserebral masuk ke dalam sistem ventrikel.
Pemberian pepemberian obat anti vaso spasme apabila terjadi PSA baik primer maupun
sekunder.Hyperventilation also helps control ICP.In some cases, coma may be induced with
drugs to bring down ICP.Surgical treatmentPembedahan
The goal of surgery is to remove as much of the blood clot as possible and stop the
source of bleeding if it is from an identifiable cause such as an AVM or tumor.Tujuan terapi
pembedahan adalah untuk menghilangkan sebanyak mungkin hematoma dan menghentikan
sumber perdarahan jika dari penyebab yang dapat diidentifikasikan seperti AVM atau tumor.
Depending on the location of the clot either a craniotomy or a stereotactic aspiration may be
performed.Tergantung pada lokasi dari bekuan, baik kraniotomi atau aspirasi stereotactic
mungkin dilakukan.
Tehnik yang digunakan adalah :
A. involves cutting a hole in the skull with a drill to expose the brain and remove the clot.KraniotomiMembuat lubang di tengkorak dengan bor sebagai jalan untuk menghilangkan bekuan
darah. Because of the increased risk to the brain, this technique is usually used only when
the hematoma is close to the surface of the brain or if it is associated with an AVM or
tumor that must also be removed. Karena risiko tinggi menyebabkan kerusakan pada otak,
teknik ini biasanya digunakan hanya ketika hematoma dekat dengan permukaan otak atau
jika dikaitkan dengan AVM atau tumor yang juga harus diangkat.
B. is a less invasive technique preferred for large hematomas located deep inside the
brain.Aspirasi Stereotactic
Adalah teknik yang kurang invasif lebih banyak digunakan pada kasus untuk hematoma
besar yang terletak jauh di dalam otak. The procedure requires attaching a stereotactic
frame to your head with four pins (screws). Prosedur ini membutuhkan sebuah frame
stereotactic ke kepala dengan empat pin (sekrup). The pin site areas are injected with
local anesthesia to minimize discomfort. Daerah pin situs yang disuntikkan dengan
anestesi lokal untuk meminimalkan ketidaknyamanan. A metal cage, which looks like a
10
birdcage, is placed on the frame. Sebuah alat yang terbuat dari logam, yang terlihat
seperti kandang burung, ditempatkan pada frame. Next, you undergo a CT scan to help
the surgeon pinpoint the exact coordinates of the hematoma.In the OR, the surgeon drills
a small hole about the size of quarter in the skull.With the aid of the stereotactic frame, a
hollow needle is passed through the hole, through the brain tissue, directly into the
clot.Dengan bantuan dari frame stereotactic, jarum berongga dilewatkan melalui lubang,
melalui jaringan otak, langsung ke bekuan darah. The hollow needle is attached to a large
syringe, which the surgeon uses to suction out the contents of the blood clot. Jarum
berongga melekat pada jarum suntik besar, dan kemudian menghisap keluar hematom
yang ada.
PROGNOSIS
Pertolongan awal pada penderita perdarahan intraserebral harus bersifat khusus, sama
hal nya dengan stroke jenis lain, meliputi airway, breathing, circulation, cegah infeksi, dan
seterusnya. Jika kepastian lokasi dan ukuran perdarahan intraserebral telah diketahui dengan
jelas dengan pemeriksaan MSCT Scan/MRI, selanjutnya perlu diketahui penyebab terjadinya
perdarahan, karena akan mempengaruhi prognosis. Hal ini terutama bila direncanakan
tindakan pembedahan.
Faktor-faktor penentu prognosis pada penderita perdarahan intraserebral yang telah diketahui,
antara lain:
1) Derajat penurunan kesadaran, usia, volume darah (perdarahan supratentorial 50 cc dan
ekstensi perdarahan ke intraventrikel > 20 cc mempunyai prognosis buruk)
2) Pada perdarahan infratentorial, hilangnya reflex batang otak disertai hilangnya respon
motorik terhadap nyeri yang berlangsung beberapa jam menunjukkan prognosis buruk
Recovery & preventionPEMULIHAN & PENCEGAHAN
Immediately after an ICH, the patient will stay in the intensive care unit (ICU) for
several weeks where doctors and nurses watch them closely for signs of rebleeding,
hydrocephalus, and other complications.Pasien dengan ICH idealnya dirawat di unit
perawatan intensif (ICU) selama beberapa minggu di mana dokter dan perawat mengawasi
mereka dengan ketat untuk tanda-tanda rebleeding, hidrosefalus, dan komplikasi lain. Once
their condition is stable, the patient is transferred to a regular room. Setelah kondisi mereka
11
stabil, pasien dipindahkan ke ruang biasa. ICH patients may suffer short-term and/or long-
term deficits as a result of the bleed or the treatment.Pasien dengan ICH mungkin akan
mengalami defisit neurologis jangka pendek dan / atau jangka panjang sebagai akibat dari
perdarahan atau pengobatan. Some of these deficits may disappear over time with healing and
therapy. Beberapa defisit mungkin hilang dari waktu ke waktu dengan penyembuhan dan
terapi. The recovery process may take weeks, months, or years to understand the level of
deficits incurred and regain function. Proses pemulihan dapat berlangsung beberapa minggu,
bulan atau tahun sesuai dengan tingkat keparahan.
II. AFASIA GLOBAL
DEFINISI
Afasia merupakan gangguan berbahasa didapat yang disebabkan oleh cedera otak dan
ditandai oleh gangguan pemahaman serta gangguan pengutaraan bahasa. Lisan maupun
tertulis. Afasia merupakan sindrom yang didapat dan terbanyak akibat stroke. Afasia harus
dibedakan dari mutisme, gangguan volume dan artikulasi bicara (disartria), gangguan irama
dan infleksi bicara (disprosodi), serta gangguan pikiran dengan keluaran verbal yang tidak
normal. Beberapa pola afasia yang berbeda telah dikenal dan berhubungan dengan lesi-lesi
pada daerah anatomi yang spesifik. Afasia secara individual memiliki komplikasi, prognosis
dan terapi yang berbeda.
Pada penderita yang right handed, afasia mempunyai korelasi 99% dengan lesi di
hemisfer kiri. Diperkirakan 60% orang kidal memiliki pola dominasi yang serupa dengan
orang yang right handed dengan dominasi fungsi bahasa pada hemisfer kiri.
ETIOLOGI
1. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO)
Merupakan gangguan yang paling sering terjadi, pada umumnya terjadi pada usia lanjut.
Penyebab GPDO adalah penghentian pengaliran darah ke sebagian otak. Penghentian ini
dapat disebabkan oleh emboli, thrombosis atau perdarahan. Karena itu bagian otak yang
tidak memperoleh suplai darah akan mengalami nekrosis, lama kelamaan akan mencair
dan meninggalkan rongga kosong yang dikelilingi jaringan parut yang dibentuk oleh sel-
sel glia. Segera setelah terjadi GPDO, terjadi pembengkakan jaringan nekrotis pada
12
substansia grisea dan substansia alba, sehingga dapat memperburuk gangguan neurologis.
Edema setempat ini mencapai puncaknya dalam beberapa hari, dan akan menghilang
dalam beberapa minggu. Dengan menghilangnya edema, defisit neurologis dapat
berkurang. Selama 2-3 minggu terjadi penurunan aliran darah ke kedua hemisfer,
sehingga defisit neurologis seolah-olah tampak memberat. Baru setelah 3 minggu defisit
neurologis yang sesungguhnya dapat dinilai. Pemulihan spontan total akan tercapai
setelah beberapa bulan.
Adapun penyebab GPDO yaitu :
a) Trombosis
Yaitu penyumbatan pembuluh darah yang diakibatkan oleh perubahan dinding
pembuluh darah, merupakan penyebab GPDO yang paling sering terjadi. Thrombosis
sering diakibatkan oleh ateriosklerosis, tetapi dapat juga disebabkan oleh gangguan
lain (misalnya inflamasi). Thrombus dapat terbentuk dalam waktu singkat (beberapa
menit), namun bisa juga dalam waktu lama (beberapa minggu), sehingga gejala klinis
yang muncul pun dapat bersifat mendadak ataupun progresif. Terkadang keadaan
tersebut dapat didahului oleh Transient Ischaemic Attack (TIA), seolah sebagai tanda
peringatan.
b) Emboli
Yaitu gumpalan/plak yang melekat pada dinding pembuluh darah, terlepas, dan
kemudian terbawa aliran darah hingga ke pembuluh darah otak, dan akan menyumbat
aliran darah di tempat tersebut. Emboli yang terjadi akan menyebabkan munculnya
defisit neurologis secara mendadak dan seringkali tanpa peringatan.
c) Perdarahan Otak
Perdarahan otak terjadi bila dinding pembuluh darah ruptur, sehingga darah di
dalamnya akan mengalir keluar, membentuk hematom (gumpalan darah) yang
mendesak jaringan sekitarnya. Penyebab perdarahan otak antara lain hipertensi,
aneurisma yang ruptur, malformasi pembuluh darah yang ruptur, mendapat terapi
antikoagulan. Perdarahan terjadi mendadak, tanpa peringatan, seringkali pada saat
beraktifitas.
2. Tumor Otak
Tumor otak seringkali bersifat kronis progresif, sehingga jaringan otak di sekitarnya akan
menyesuaikan dengan partumbuhan jaringan tumor. Akibatnya defisit neurologis yang
terjadi akan timbul pada stadium lanjut. Tumor otak dapat primer maupun sekunder
(metastasis).
13
3. Trauma
Trauma yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak dapat berupa trauma terbuka
(luka tembus misalnya luka tembak atau terkena pecahan bom) maupun tertutup (karena
benturan).
4. Infeksi
Infeksi yang dimaksud dapat berupa meningitis ataupun ensefalitis, baik viral maupun
bacterial, keduanya dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.
EPIDEMIOLOGI
Afasia pada hampir semua orang yang berdominasi tangan kanan (kira-kira 95%)
diakibatkan oleh kerusakan di hemisfer kiri, hanya pada beberapa orang (kira-kira 5%)
kerusakan ini terdapat di hemisfer kanan. Ternyata, kira-kira separuh dari orang yang
berdominasi tangan kiri/kidal mengalami kerusakan di hemisfer kiri, sedangkan kira-kira 30-
40% mempunyai kerusakan di hemisfer kanan. Selebihnya memiliki representasi yang kurang
lebih bilateral.
14
Gambar 4. Area bicara pada otak
JENIS-JENIS AFASIA
Jenis afasia yang ditemukan dengan kemampuan linguistik sebagai berikut :
Jenis Afasia Kelancaran Meniru Ucapan Pemahaman
Afasia Global Tidak Lancar Terganggu Terganggu
Afasia Broca Tidak Lancar Terganggu Normal
Afasia Transkortikal Motorik Tidak Lancar Normal Normal
Afasia Transkortikal Campuran Tidak Lancar Normal Terganggu
Afasia Wernicke Lancar Terganggu Terganggu
Afasia Transkortikal Sensorik Lancar Normal Terganggu
Afasia Konduksi Lancar Terganggu Normal
Afasia Anomis Lancar Normal Normal
Tabel 1. Jenis Afasia Menurut Boston
1. Afasia Broca
Afasia Broca adalah suatu sindrom afasia tidak lancar yang ditandai oleh keluaran
verbal yang terganggu dari yang sama sekali tidak mampu mengeluarkan kata-kata sampai
kesulitan menemukan kata dan memerlukan upaya untuk dapat mengucapkan kata, terjadi
15
BOSTON APHASIA TYPES
parafasiasemantik, parafasia literal (fonemik), dan agramatikal. Fungsi pengertian bahasa
yang sudah dikuasai normal. Repetisi, penamaan, membaca dengan suara keras, dan
menulis juga terganggu.
Lesi yang berhubungan dengan sindrom afasia Broca mencakup girus frontal
inferior dan daerah di dekat operkulum, serta insula pada daerah yang mendapat sirkulasi
dari arteri serebri media. Luasnya lesi menentukan ringan / beratnya gambaran sindrom
afasia. Kerusakan pada operkulum frontal menghasilkan kesulitan untuk mengawali
percakapan; cedera pada korteks motorik mengakibatkan disartria; kerusakan yang
menyebar lebih ke posterior hingga meliputi koneksi temporoparietal menyebabkan
parafasia semantik serupa dengan gejala pada sindrom afasia konduksi.
Afasia Broca klasik yang mengkombinasikan semua gambaran tersebut dengan
pengucapan yang agramatikal, terlihat jika daerah di atas ventrikel serta substansia alba
yang berdekatan (jaras periventrikuler limbik-frontal) tercakup dalam lesi. Jika lesi frontal
meliputi area premotor dan operkulum frontal maka terjadi hemiparesis kanan yang
mengenai wajah, dan tungkai atas yang lebih lemah daripada tungkai bawah yang
menyertai afasia, serta terdapat apraksia simpatetik bila lesi sampai mengenai korpus
kalosum yang mengganggu fungsi praksis bukolingual dan tungkai sebelah kiri.
Gambar 5.Area bicara BROCA (kiri) dan kerusakan korteks prefrontal inferior kiri
pada pasien dengan afasia broca (kanan)
2. Afasia Transkortikal Motorik
Afasia motor transkortikal ditandai oleh keluaran verbal tidak lancar, pengertian
auditorik yang normal, tetap memiliki kemampuan repetisi di samping ucapan spontan
yang tidak lancar, kemampuan membaca yang bervariasi, dan kemampuan penamaan dan
menulis yang buruk. Ekolalia dapat terjadi dan mungkin terdapat parafasia fonemik dalam
16
percakapan penderita. Mutisme sering ditemukan pada fase awal gangguan ini. Sindrom
ini menyerupai afasia broca, kecuali dalam hal repetisi, karena repetisi dipertahankan dan
kemampuan membaca dengan suara keras sedikit terganggu.
Lesi yang biasanya menyertai afasia motor transkortikal meliputi infark pada area
motor tambahan dan girus singuli yang berdekatan pada distribusi arteri serebri media di
lobus frontalis kiri. Namun pernah dilaporkan (kasus yang jarang terjadi) , lesi pada
konveksitas frontal di luar daerah Broca, pada putamen kiri atau talamus. Lesi kritis dapat
berupa pemutusan traktus pada substansia alba antara daerah operkular frontal yang
berhubungan dengan bahasa dan area motor tambahan yang berfungsi pada pengawalan
ucapan. Pada kebanyakan kasus mengalami hemiparesis kanan dengan lebih
mempengaruhi tungkai bawah daripada tungkai atas dan wajah.
3. Afasia Global
Penderita afasia global mengalami gangguan secara jelas pada seluruh aspek fungsi
bahasa, mencakup keluaran verbal spontan, pengertian, repetisi, penamaan, membaca
dengan suara keras, pengetian dalam membaca, dan menulis. Seringkali verbalisasi
spontan hanya berupa produksi yang tidak bermakna dan stereotipik seperti “ya, ya, ya”,
meskipun beberapa pasien dapat mengucapkan pengulangan kecil dari frase yang telah
dipelajari (“rumah”, ”tidak”, dll) yang dapat digumamkan dengan fasih, dan banyak
penderita afasia global yang dapat mengutuk dengan mudah saat marah. Ucxapan otomatis
(menghitung, menyebutkan nama hari dalam minggu atau bulan dalam tahun), dan
menggumamkan nada-nada lagu yang telah dipelajari (“Indonesia Raya”, “Bintang Kecil”)
dapat terjadi, meskipun terdapat defek yang berat dalam ekspresif proporsional. Pengertian
bahasa yang buruk membedakan afasia global dengan afasia Broca, dan repetisi yang
buruk membedakannya dengan afasia transkortikal campuran (afasia isolasi). Banyak
penderita afasia global akan mengikuti keseluruhan perintah utuh (“bangun”, “duduk”),
dapat membedakan bahasa asing dan percakapan omong-kosong, dapat menilai infleksi
secara memadai untuk membedakan pertanyaan dan perintah, dapat mengenali nama orang
dan peristiwa penting yang relevan secara personal, baik yang disebut maupun yang
ditulis, dan akan menolak bahasa tertulis yang ditampilkan terbalik, meskipun
pengertiannya sangat parah terganggu.
Secara patologik, lesi yang umumnya menyebabkan afasia global adalah infark
berukuran besar yang terletak di sebelah kiri yang meliputi keseluruhan daerah arteri
17
serebri media (terdapat hemiparesis, defisit hemisensoris, dan homonimus hemianopsia).
Multipel emboli pada daerah yang memediasi bahasa di anterior dan posterir jarang
menyebabkan afasia global tanpa defisit motorik mayor.
4. Afasia Transkortikal Campuran (Isolasi)
Afasia transkortikal campuran atau afasia isolasi merupakan sindrom afasia yang
jarang, yaitu ditemukan kombinasi afasia motor transkortikal dan afasia sensoris
transkortikal, hanya meninggalkan kemampuan paradoks untuk mengulang. Pada beberapa
kasus, pengulangan apa saja yang pemeriksa katakan merupakan keluaran verbal yang
terlilhat, sementara pada kasus yang lain verbalisasi tidak lancar dan bahkan kemampuan
penamaan normal.
Terdapat tiga tipe lesi yang telah dihubungkan dengan afasia transkortikal
campuran. Pada beberapa penderita terdapat kerusakan pada daerah berbentuk bulan sabit
yang meliputi aspek lateral hemisfer tetapi menyisakan korteks persylvian. Tipe lesi kedua
dengan infark di daerah arteri serebri anterior, mengenai daerah kortikal yang luas dan
menyisakan korteks persylvian. Tipe lesi yang ketiga secara simultan mempengaruhi
daerah linguistik posterior dan lobus frontalis atau sirkuit frontal-subkortikal. Keterkaitan
lobus frontalis dapat menghasilkan ketergantungan lingkungan dan loncatan stimulus yang
berperan terhadapreduksi paradoks dari kemampuan bercakap spontan dari penderita
(dihasilkan secara interval), serta dengan dipertahankannya repetisi dan ekolalia (diawali
secara eksternal).
5. Afasia Wernicke
Pada afasia wernicke, keluaran verbal parafasik, lancar dan dengan pengertian, serta
repetisi dan penamaan yang buruk. Keberagaman penderita, seringkali logore dan
berbicara membual, sering dikombinasikan dengan ketidaksadaran atau penyangkalan
terhadap defisit, menyebabkan sindrom ini yang paling menakjubkan pada neurologi
klinis. Pasien memperlihatkan penekanan pada ucapan disertai keluaran yang diakselerasi
dan seringkali gaya percakapan sangat mendesak, intrusif bahkan memepertahankan
kebenaran. Percakapan spontan berisi parafasia semantik primer dan neologisme, parafasia
literal akan mendominasi jawaban pada tes penamaan. Terdapat gangguan membaca dan
menulis.
18
Produksi percakapan yang logoreik parafasik dengan subsitusi multipel dan berturu-
turut disebut jargon afasia, yakni suatu gangguan keluaran verbal yang dapat terjadi juga
pada afasia konduksi dan afasia sensoris transkortikal. Pengertian secara relatif tetap baik
pada afasia konduksi dan repetisi yang normal pada afasia sensorik transkortikal
membedakan kedua gangguan ini dengan afasia wernicke.
Meskipun gambaran utama afasia wernicke (yakni curah verbal normal, pengertian
buruk, repetisi yang buruk) menggambarkan sebuah sindrom dasar, namujn terdapat
banyak variasi dalam presentasi klinik. Pengertian mungkin terganggu ringan dengan
kemampuan untuk menginterpretasikan kalimat yang cukup kompleks terganggu, atau
pengertian terganggu berat sehingga menyisakan hanya perintah sederhana (“tutup
matamu”, “buka mulutmu”, “berdiri”, “duduk”). Pengertian terhadap bahan yang
ditampilkan oral secara relatif disisakan meskipun informasi yang tertulis secara parah
terganggu, atau sebaliknya dapat terjadi. Pengertian auditorik yang terpengaruh lebih besar
berhubungan dengan terkaitnya struktur lobus temporalis secara ekstensif, mencakup
korteks auditorik primer, dan bila lebih besar terjadi gangguan pengertian membaca,
merefleksikan perluasan lesi ke arah superior ke daerah inferior lobus parietal dan girus
angularis.
Dengan keadaan patologik, lesi yang berhubungan dengan afasia wernicke meliputi
bagian sepertiga posterior dari girus temporalis superior kiri, tetapi jarang terbatas pada
daerah ini dan seringkali mengenai area parietal inferior serta temporal yang berdekatan.
Penderita afasia wernicke mengalami infark serebral akibat oklusi vaskuler dan yang
terbanyak diakibatkan oleh emboli yang berasal dari jantung.
Kuadranopsia superior dan hilangnya sensoris kortikal pada wajah dan tungkai atas
merupakan gangguan yang umum didapatkan pada pendertia afasia wernicke dan jika lesi
menyebar ke arah limbus posterior dari kapsula interna akan terjadi hemiparesis.
19
Gambar 6. Area Wernicke (kiri), kerusakan lobus temporal kiri pada pasien dengan afasia wernicke (kanan)
6. Afasia Transkortikal Sensorik
Afasia sensorik transkortikal serupa dengan afasia wernicke, tetapi dibedakan
dengan dipertahankannya kemampuan untuk mengulang / repetisi, penderita mampu
mengulangi kalimat dan frase yang panjang tetapi tidak dapat memahaminya untuk dicatat.
Percakapan spontan tidak berisi, berputar-putar, parafasik dan terdapat kecenderungan
ringan untuk mengulangi secara spontan (echo) apapun yang diucapkan pemeriksa.
Penderita mampu membaca dengan suara keras, namun membaca dengan pengertian
auditorik terganggu.
Afasia sensorik transkortikal diakibatkan oleh lesi-lesi fokal yang mengenai girus
angularis dominan, girus temporalis midposterior, dan jaras substansia alba periventrikuler
dari ismu temporalis yang mendasari area kortikal ini. Jika afasia terjadi akibat keterkaitan
girus angularis maka seringkali disertai sindrom Gertsmann, konstruksional dan gejala lain
dari sindrom girus angularis.
7. Afasia Konduksi
Afasia konduksi merupakan sindrom afasia fasih yang unik, yaitu pengertian secara
relatif masih normal dan repetisi secara disproporsional terganggu. Percakapan spontan
ditandai oleh istirahat pencarian kata dan dominan terjadi parafasia fonemik / literal
daripada parafasia semantik. Seringkali penderita menyadari telah membuat kesalahan dan
membuat perkiraan yang mendekati kata yang dimaksud. Membaca dengan suara keras
terganggu, tetapi pengertian dalam membaca masih normal. Penamaan dan menulis
keduanya tidak normal dan mengandung subsitusi parafasia fonemik. Meskipun pengertian
20
secara relatif dipertahankan pada afasia konduksi, namun beberapa pasien mengalami
gangguan sintatik yang serupa dengan yang digambarkan pada afasia broca.
Lesi yang betanggung jawab untuk afasia konduksi secara tipikal mengenai
fasikulus arkuatus pada operkulum parietal kiri.
8. Afasia Anomik
Anomia merupakan suatu indikator non spesifik pada disfungsi otak dan tidak
memiliki makna lokalisasi. Tida tipe primer anomia terjadi pada sindrom afasik, yakni
anomia produksi kata, anomia seleksi kata, dan anomia semantik.
a) Anomia produksi kata ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan kata
yang dimaksudkan. Problem primernya adalah gangguan dalam mengawalikata dan
pasien siap bereaksi terhadap petunjuk-petunjuk fonemik (suku kata pertama atau bunyi
pertama dari sebuah kata). Produksi kata pada penderita anomia merupakan
karakteristik dari afasia tidak lancar seperti afasia brocadan afasia motor transkortikal.
Produksi kata pada anomia juga merupakan tipe utama defisit penamaan pada penderita
dengan demensia subkortikal.
b) Penderita dengan anomia semantik mengalami gangguan pada kemampuan terhadap
nama, tidak bereaksi terhadap petunju, dan tidak mengenali kata jika kata itu disebutkan
oleh pemeriksa. Bunyi dari kata kehilangan makna. Anomia semantik terjadi pada
afasia wernicke dan afasia sensoris transkortikal.
c) Anomia seleksi kata menggambarkan anomia, yaitu kegagalan untuk bereaksi terhadap
petunjuk-petunjuk fonemik tetapi memiliki kemampuan utuh untuk mengenali kata jika
diberikan. Anomia seleksi kata merupakan gambaran utama dari afasia anomik. Ucapan
spontan tidak memiliki isi dan berputar-putar dengan istirahat untuk pencarian kata
yang sering terjadi, menggunakan banyak kata dengan bentuk referensi indefinit, dan
sedikit parafasia. Pengertian relatif dipertahankan, serta repetisi, membaca dengan suara
keras dan pengertian membaca normal.
Anomia akan tampak pada tes penamaan konfrontasi dan pada menulis spontan.
Pasien biasanya dapat mengenali kata yang benar jika ditampilkan oleh pemeriksa. Afasia
anomik bisanya mengindikasiakn sebuah lesi di girus angularis kiri atau area yang
berdekatan dengan girus temporalis posterior. Beberapa penderita dengan afasia anomik
memiliki lesi pada daerah temporal anterior kiri atau daerah polar temporal. Afasia anomik
21
seringkali merupakan defisit residual setelah penyembuhan dari sindrom afasia yang lebih
luas (afasia wernicke, afasia konduksi).
DIAGNOSIS
Diagnosis afasia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fungsi berbahasa penderita, yang
meliputi beberapa aspek, yaitu :
Kelancaran berbicara (fluency)
Mengulang (repetisi)
Menamai (naming)
Pemahaman
Membaca dan menulis
Pada fase akut, penderita yang dicurigai mengalami afasia perlu dilakukan pemeriksaan yang
cepat dan mudah. Pada fase akut maupun minggu – minggu pertama setelah onset, penderita
biasanya akan cepat merasa lelah, sehingga pemeriksaan yang dilakukan harus cepat dan
mudah, serta dapat menentukan afasia atau bukan. Faktor lain yang menjadi alasan adalah,
karena pada fase akut seringkali terdapat oedem di sekitar lesi di otak.
Maka pemeriksaan luas untuk diagnosis afasia sebaiknya dilakukan setelah fase akut
terlewati, dan kondisi pasien sudah lebih stabil, karena pemeriksaan luas untuk afasia dapat
memakan waktu cukup lama.
Macam-macam pemeriksaan untuk aphasia:
1. Aphasia screening tests
Halstead Screening Test (1984)
Token Test
2. Aphasia test batteries
Examining for Aphasia (Eisenson, 1954)
Boston Diagnostic Aphasia Examination (Goodglass & Kaplan, 1972)
Communicative Abilities in Daily Living (Holland, 1980)
22
Tabel 2. Kriteria Klasifikasi Afasia menurut Western Aphasia Battery (WAB)
PENATALAKSANAAN
Onset munculnya afasia yang sangat mendadak diperkirakan akan dapat
menyebabkan terjadinya ketakutan yang besar, kecuali pada kasus-kasus dengan gangguan
bicara motorik yang murni atau hampir murni, kebanyakan pasien hanya menunjukkan
sedikit perhatian. Munculnya kondisi ini yang menyebabkan keterbatasan atau gangguan
berbicara pada pasien juga paling tidak dapat menyebabkan hilangnya sebagian pengertian
pasien terhadap ketidakmampuan yang dimilikinya. Hal ini seringkali menjadi sesuatu yang
secara ekstrim sangat menggelikan pada beberapa kasus dari afasia Wernicke, dimana pasien
menjadi marah ketika orang lain tidak dapat mengerti apa yang diucapkannya. Tidak lupa,
banyak pasien juga mengalami kesulitan untuk dimotivasi. Program rehabilitasi bicara
merupakan cara terbaik untuk membantu pasien pada tingkatan ini.
Apakah metode terapi bicara kontemporer dapat memberikan hasil yang lebih baik
dari pada menunggu penyembuhan secara spontan masih belum diketahui dengan jelas.
Kebanyakan gangguan afasia berkaitan dengan penyakit vaskular dan trauma, dan gangguan
ini hampir selalu disertai dengan perbaikan spontan dengan tingkatan yang bervariasi baik
perbaikan itu dalam hitungan beberapa hari, minggu dan bulan setelah terjadinya serangan
stroke atau terjadinya kecelakaan. Veterans Administration Cooperative Study (Wertz et al)
menyatakan bahwa terapi secara intensif yang dilakukan oleh seorang ahli bicara tidak dapat
mempercepat perbaikan gangguan bicara yang dialami oleh pasien tersebut. Howard dan
kawan-kawan juga telah menunjukkan bahwa peningkatan efisiensi dari seorang penderita
23
afasia kronik yang stabil untuk mendapatkan atau mengerti kembali sebuah kata dapat
dilakukan dengan dua tekhnik yang berbeda. Penelitian lebih lanjut dari tipe ini yang
mengontrol efek yang dihasilkan dari memotivasi pasien, keterlibatan keluarga dan ahli terapi
itu sendiri sangat diperlukan. Dalam penelitian personal yang cukup menarik yang dilakukan
oleh Wender, seorang ahli bahasa dan literatur dari kebudayaan Yunani dan Roma kuno yang
mengalami afasia, yang melakukan latihan perbendaharaan kata-kata Yunani dan tata
bahasanya juga memperlihatkan adanya penyembuhan pada bahasa tersebut, namun hanya
ada sedikit penyembuhan dalam kemampuannya berbahasa latin yang sebenarnya tidak
dilatih dengan cara yang sama seperti ia melatih bahasa Yunaninya.
Seseorang harus memutuskan kapan terapi bicara mulai dilakukan pada tiap-tiap
pasien yang berbeda. Sebagai aturannya, tidak disarankan untuk melakukan terapi ini dalam
beberapa hari pertama setelah munculnya gangguan afasik ini, karena tidak ada seorangpun
yang tahu sampai berapa lama afasia itu akan berlangsung pada pasien tersebut. Juga pada
pasien yang menderita afasia Global yang berat dan juga tidak dapat berbicara atau bahkan
mengerti apa yang sedang orang lain bicarakan dan juga tidak mengerti kata-kata dalam
bentuk tulisan, terapi bicara sama sekali tidak dapat membantu. Dalam keadaan seperti itu,
kita harus menunggu beberapa minggu sampai salah satu fungsi berbicara mulai membaik.
Kemudian seorang ilmuan dan ahli terapi dapat mulai menolong pasien untuk menggunakan
fungsi yang membaik tersebut terus ditingkatkan ketingkat yang lebih maksimal. Pada
gangguan afasia yang lebih ringan, pasien dapat dikirim kepada ahli terapi bicara segera
setelah penyakit yang melatar belakanginya telah stabil.
Metode rehabilitasi bicara sangat spesial, dan sangat disarankan untuk memanggil
seseorang yang telah dilatih untuk mengerjakan terapi ini. Meskipun demikian, keuntungan
yang sama juga dapat diperoleh dengan bantuan seorang psikolog, keterlibatan salah satu
anggota keluarga atau guru sekolah juga dapat sangat membantu apabila kita tidak memiliki
seorang ahli terapi bicara.
Seorang pasien yang menderita afasia juga dapat mengalami komplikasi lain seperti
rasa frustasi, depresi dan paranoid, apa bila hal ini terjadi kita membutuhkan pemeriksaan dan
penatalaksanaan dari seorang ahli psikiatrik.
PROGNOSIS
24
Secara umum, pemulihan dari afasia yang berkaitan dengan trauma yang terjadi pada
serebrum akan lebih cepat dan berhasil diperbaiki dengan lebih sempurna dari pada
pemulihan pada afasia yang berkaitan dengan serangan Stroke. Tipe afasia dan juga sebagian
dari berat ringannya serangan awal (tergantung pada letak lesinya) jelas sekali sangat
mempengaruhi pemulihan penyakit ini: afasia global biasanya mengalami sangat sedikit
perbaikan, sama halnya dengan pasien yang mengalami afasia Broca dan Afasia Wernicke
yang berat (Kertesz dan McCabe). Beberapa macam sindroma bicara disosiatif dan mutisme
kata murni cenderung akan mengalami perbaikan yang lebih cepat dan bahkan seringkali
dapat mencapai perbaikan yang sempurna. Secara umum, perbaikan pada semua afasia yang
bersifat partikular lebih baik pada seorang kidal dari pada seorang yang menulis dengan
tangan kanan. Karakteristik yang muncul dalam proses perbaikan ini adalah dimana satu tipe
afasia lambat laun dapat menjadi tipe yang lainnya (Global menjadi Afasia Broca berat;
afasia Wernicke, transkortikal dan konduksi menjadi bentuk yang berbeda sama sekali),
bentuk-bentuk proses pemulihan yang secara salah kaprah dianggap sebagai efek dari terapi
yang diberikan. Hal ini terjadi karena ada banyak faktor yang mempengaruhi proses
pemulihan dari afasia dimana keefektifan terapi bicara formal belum pernah sepenuhnya
dievaluasi sebelumnya.
Tiny arteries bring blood to areas deep inside the brain (see ).
Ten percent of strokes are caused by ICH (approximately 70,000 new cases each
year).
When you or a loved one is brought to the emergency room with an ICH, the doctor will
learn as much about your symptoms, current and previous medical problems, current
medications, family history, and perform a physical exam. Diagnostic tests help doctors
determine the source and location of the bleeding.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29, 2012.
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC, Jakarta. 2006
4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 20035. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB
4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York.2005
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000.
7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
8. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Access On : October 1, 2012
9. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh dari:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html [Tanggal: 2 Oktober 2012]
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh dari:http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 2 Oktober 2012]
11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. [Tanggal: 2 Oktober 2012]
26