tinjauan pustaka

39
TINJAUAN PUSTAKA I. PERDARAHAN INTRASEREBRAL PENDAHULUAN Salah satu dari penyakit saraf yang cukup memprihatinkan dan senantiasa membutuhkan perhatian kita bersama adalah Stroke. Penyakit ini disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack. Stroke merupakan penyebab kematian serta penyebab kecacatan utama pada kelompok usia diatas 45 tahun. Kurang lebih 750.000 kejadian Stroke terjadi pertahun dengan angka kematian melebihi 150.000 pertahun. Sepertiga penderita meninggal pada fase akut, sepertiga lagi mengalami Stroke ulang dan dari sekitar 50% yang selamat akan mendapatkan hasil berupa kecacatan. Stroke merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan kematian, kecacatan, dan biaya yang dikeluarkan sangat besar. Karena itu, perlu usaha pencegahan untuk terjadinya Stroke primer maupun Stroke sekunder (Stroke ulang). Hipertensi dan Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko penting terjadinya Stroke. Pada Stroke akut, 70-94% penderitanya didapatkan hipertensi dan 60% didapatkan hiperglikemia. Pengendalian tekanan darah dan kadar gula darah dapat menurunkan angka kejadian Stroke. Perdarahan intraserebral (PIS) atau Intracerebral Hemorrhage (ICH) merupakan jenis stroke yang disebabkan oleh pendarahan di dalam jaringan otak itu sendiri dan menyebabkan situasi 1

Upload: marliani-afriastuti

Post on 28-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka

TINJAUAN PUSTAKA

I. PERDARAHAN INTRASEREBRAL

PENDAHULUAN

Salah satu dari penyakit saraf yang cukup memprihatinkan dan senantiasa

membutuhkan perhatian kita bersama adalah Stroke. Penyakit ini disebut juga sebagai

serangan otak atau brain attack. Stroke merupakan penyebab kematian serta penyebab

kecacatan utama pada kelompok usia diatas 45 tahun. Kurang lebih 750.000 kejadian Stroke

terjadi pertahun dengan angka kematian melebihi 150.000 pertahun. Sepertiga penderita

meninggal pada fase akut, sepertiga lagi mengalami Stroke ulang dan dari sekitar 50% yang

selamat akan mendapatkan hasil berupa kecacatan.

Stroke merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan kematian, kecacatan,

dan biaya yang dikeluarkan sangat besar. Karena itu, perlu usaha pencegahan untuk

terjadinya Stroke primer maupun Stroke sekunder (Stroke ulang). Hipertensi dan Diabetes

Mellitus merupakan faktor resiko penting terjadinya Stroke. Pada Stroke akut, 70-94%

penderitanya didapatkan hipertensi dan 60% didapatkan hiperglikemia. Pengendalian tekanan

darah dan kadar gula darah dapat menurunkan angka kejadian Stroke.

Perdarahan intraserebral (PIS) atau Intracerebral Hemorrhage (ICH) merupakan jenis

stroke yang disebabkan oleh pendarahan di dalam jaringan otak itu sendiri dan menyebabkan

situasi yang dapat mengancam jiwa penderita akibat pecahnya pembuluh darah di dalam otak.

A stroke occurs when the brain is deprived of oxygen due to an interruption of its blood

supply.ICH is most commonly caused by hypertension, arteriovenous malformations, or head

trauma.ICH ini paling sering disebabkan oleh hipertensi, malformasi arteriovenosa atau

trauma kepala. Treatment focuses on stopping the bleeding, removing the blood clot

(hematoma), and relieving the pressure on the brain. Pengobatan berfokus pada

menghentikan pendarahan, menghilangkan bekuan darah (hematoma), dan mengurangi

tekanan pada otak.

DEFINISI

Pengertian stroke menurut WHO adalah menifestasi klinis dari gangguan fungsi

serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,

1

Page 2: Tinjauan Pustaka

berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab

selain dari pada gangguan vaskuler.

Menurut Klasifikasi Penyakit Serebrovaskular III ( 1990 ) dari National Institute of

Neurological Disorders and Stroke, National Institute of Health Bethesda, Maryland,USA

tipe Stroke dibagi atas:

1. Perdarahan Intraserebral

2. Perdarahan Subarachnoid

3. Perdarahan Intrakranial dari AVM

4. Infark Otak

EPIDEMIOLOGI

Sepuluh (10) persen dari stroke disebabkan oleh ICH (sekitar 70.000 kasus baru setiap

tahun). ICH is twice as common as (SAH) and has a 40% risk of death. ICH lebih sering

terjadi dibandingkan perdarahan subaraknoid (SAH) dan memiliki risiko 40% dari kematian.

ICH occurs slightly more frequently among men than women and is more common among

young and middle-aged African Americans and Japanese. Pada umumnya ICH terjadi sedikit

lebih sering pada pria daripada wanita. Advancing age and hypertension are the most

important risk factors for ICH.Usia lanjut dan hipertensi merupakan faktor risiko terpenting

untuk ICH. Approximately 70% of patients experience long-term deficits after an ICH.

Sekitar 70% pasien mengalami defisit jangka panjang setelah terjadinya ICH.

ETIOLOGI

Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan perdarahan intra serebral diantaranya

adalah:

Hypertension : an elevation of blood pressure that may cause tiny arteries to burst inside

the brain. Hipertensi: peningkatan tekanan darah yang dapat menyebabkan arteri kecil

dalam otak pecah.

Blood thinner therapy : drugs such as coumadin, heparin, and warfarin used to treat

heart and stroke conditions. Pemberian obat anti koagulan: obat-obatan seperti

coumadin, heparin, warfarin yang digunakan untuk mengobati penyakit jantung dan

stroke sebelumnya.

: a tangle of abnormal arteries and veins with no capillaries in between. AVM: jalinan

arteri dan vena yang abnormal tanpa kapiler di antaranya.

2

Page 3: Tinjauan Pustaka

: a bulge or weakening of an arterial wall. Aneurisma: tonjolan atau melemahnya

dinding arteri.

Head trauma : fractures to the skull and penetrating wounds (gunshot) can damage an

artery and cause bleeding. Trauma kepala: fraktur dengan tengkorak dan luka tembus

(tembak) dapat

merusak arteri dan menyebabkan perdarahan.

Bleeding disorders : hemophilia, sickle cell anemia, DIC, thrombocytopenia. Gangguan

Perdarahan : hemophilia , anemia sel sabit, DIC, trombositopenia.

Tumors : highly vascular tumors such as angiomas and metastatic tumors can bleed into

the brain tissue. Tumor: tumor yang sangat vaskuler seperti angioma dan tumor

metastasis yang

mengalami perdarahan.

Amyloid angiopathy : a degenerative disease of the arteries. Amiloid angiopathy:

penyakit degeneratif arteri.

Drug usage : cocaine and other illicit drugs can cause ICH. Penggunaan Obat

Terlarang : kokain dan obat-obatan terlarang lainnya dapat menyebabkan ICH.

Spontaneous : ICH by unknown causes. Spontan: ICH oleh penyebab yang tidak

diketahui.

ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK

Dua pertiga depan kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah dari

sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi serebelum,

korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri

vertebralis kanan dan kiri yang kemudian bersatu menjadi arteri basilaris. Kedua arteri utama

ini disebut sistem karotis interna dan sistem vertebrobasiler. Kedua sistem ini beranastomosis

membentuk sirkulus arteriosus Willisi. Sirkulus ini merupakan lingkaran tertutup dan berada

di dasar hipotalamus dan khiasma optikum. Sirkulus ini, mempunyai salah satu cabang yang

menjadi arteri perforata.

3

Page 4: Tinjauan Pustaka

Gambar 1. Anatomi vaskularisasi otak

Trunkus brakhiosefalik muncul dari arkus aorta di belakang manubrium sternum dan

bercabang menjadi a. subklavia kanan dan a. karotis komunis kanan. Sedangkan a. karotis

komunis kiri dan a. subklavia kiri muncul langsung dari arkus aorta. Arteri karotis komunis

kemudian bercabang menjadi a. karotis interna dan a. karotis eksterna kanan dan kiri. Arteri

karotis interna ini selanjutnya bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri

media.

Arteri serebri anterior memasok darah daerah lobus frontalis dan parietalis, baik untuk

korteks sensorik maupun motorik. Arteri serebri anterior kiri berhubungan dengan arteri

serebri anterior kanan melalui aretri komunikans anterior yang merupakan bagian sirkulus

arteriosus Willisi.

Arteri serebri media yang merupakan arteri terbesar, terbagi dan bercabang untuk

memasok darah sebagian besar daerah permukaan lateral lobus frontalis, parietalis, dan

temporalis.

Arteri vertebralis merupakan percabangan dari arteri subklavia dan masuk ke dalam

rongga tengkorak melalui foramen magnum. Kedua arteri vertebralis kemudian bersatu

menjadi arteri basilaris yang berjalan sepanjang pons varoli. Sebelum bersatu menjadi arteri

basilaris, arteri vertebralis ini mencabangkan arteri spinalis posterior dan arteri spinalis

anterior yang memperdarahi medulla spinalis.

Cabang–cabang arteri basilaris adalah cabang kecil di pons dan arteri serebelaris

anterior inferior yang memperdarahi bagian anterior dan inferior serebelum. Cabang akhir

4

Page 5: Tinjauan Pustaka

dan merupakan cabang utama arteri basilaris adalah arteri serebri posterior yang

memperdarahi lobus oksipitalis dan cabang arteri serebelaris superior yang memperdarahi

bagian superior serebelum.

PATOFISIOLOGI

Arteri kecil membawa darah ke daerah yang jauh di dalam otak. High blood pressure

(hypertension) can cause these thin-walled arteries to rupture, releasing blood into the brain

tissue. Tekanan darah tinggi (hipertensi) dapat menyebabkan arteri yang berdinding tipis

pecah dan melepaskan darah ke dalam jaringan otak. The blood collects and forms a clot,

called a hematoma, which grows and causes pressure on surrounding brain tissue (Fig. 1).

Darah akan mengumpul dan membentuk hematoma, yang tumbuh dan menyebabkan tekanan

pada jaringan sekitarnya otak sehingga akan menyebabkan Increased intracranial pressure

(ICP) makes a person confused and lethargic. peningkatan tekanan intrakranial / Intracranial

Pressure (ICP) membuat penderita mengalami nyeri kepala, muntah proyektil sampai

penurunan kesadaran. As blood spills into the brain, the area that artery supplied is now

deprived of oxygen-rich blood – called a . Akibat dari hematoma pada parenkim otak ini,

area yang mendapat vaskularisasi dari arteri yang pecah akan mengalami hipoksia As blood

cells within the clot die, toxins are released that further damage brain cells in the area

surrounding the hematoma.sehingga akan menyebabkan defisit neurologis sesuai dengan

topis tersebut. Zat yang bersifat toksik juga akan dilepaskan dan merusak sel otak lebih

lanjut di daerah sekitarnya hematoma. An ICH can occur close to the surface or in deep areas

of the brain.ICH dapat terjadi dekat dengan permukaan atau di daerah dalam otak. Sometimes

deep hemorrhages can expand into the ventricles – the fluid filled spaces in the center of the

brain. Kadang-kadang perdarahan dalam dapat meluas ke ventrikel dan rongga sub

arakhnoid.

5

Page 6: Tinjauan Pustaka

Gambar 2. An intracerebral hemorrhage (ICH) is usually caused by rupture of tiny arteries within the brain tissue (left). Sebuah perdarahan intraserebral (ICH) biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri kecil di dalam jaringan otak (kiri). As blood collects, a hematoma or blood clot forms causing increased pressure on the brain. Saat darah mengumpulkan, sebuah bentuk hematoma atau bekuan darah menyebabkan peningkatan tekanan pada otak. Arteriovenous malformations (AVMs) and tumors can also cause bleeding into brain tissue (right). Malformasi arteriovenosa (AVMs) dan tumor juga dapat menyebabkan perdarahan ke dalam jaringan otak (kanan).

Figure 1.GAMBARAN KLINIS

Gejala biasanya datang tiba-tiba dan dapat bervariasi tergantung pada lokasi perdarahannya..

Common symptoms include: Gejala umum termasuk:

headache, nausea, and vomiting Sakit kepala, mual, dan muntah.

lethargy or confusion Kelesuan atau kebingungan.

sudden weakness or numbness of the face, arm or leg, usually on one side Kelemahan

atau kelumpuhan yang tiba-tiba pada wajah atau ekstremitas.

loss of consciousness Penurunan kesadaran.

temporary loss of vision Kehilangan penglihatan sementara.

seizures Kejang.

DIAGNOSIS

Diagnosis perdarahan intraserebral ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak separuh tubuh, merot, atau

bicara pelo, serta penurunan kemampuan berkomunikasi. Keadaan ini timbul sangat

mendadak, terutama saat beraktivitas. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan faktor-faktor

6

Page 7: Tinjauan Pustaka

risiko yang melatarbelakangi terjadinya stroke. Pada kasus-kasus berat dimana terjadi

penurunan kesadaran, perlu dilakukan pencatatan perkembangan kesadaran sejak onset.

2. Pemeriksaan Fisik

Setelah penentuan keadaan kardiovaskuler penderita serta tanda vital seperti tekanan

darah, nadi, pernapasan, tentukan pula tingkat kesadaran pasien, dapat menggunakan

Glasgow Coma Scale agar evaluasinya lebih mudah. Perlu diperhatikan pula pola

pernapasan penderita, untuk memperkirakan letak lesi di otak.

Jika penderita tidak mengalami penurunan kesadaran, perlu ditentukan berat defisit

neurologis yang dialami. Namun jika penderita mengalami penurunan kesadaran, setelah

menilai tingkat kesadaran, perlu dilakukan pemeriksaan reflex batang otak, seperti :

Refleks pupil terhadap cahaya

Refleks kornea

Refleks okulo sefalik

Refleks okulo vestibuler (tes kalori)

Pemeriksaan funduskopi juga perlu dilakukan, selain untuk menilai apakah terdapat papil

oedem sebagai tanda peningkatan tekanan intra cranial yang merupakan salah satu

penanda luasnya perdarahan intraserebral yang terjadi, juga dapat menilai apakah terdapat

perdarahan retina atau pre retinal. Perdarahan intraserebral yang sangat luas dapat disertai

perdarahan retina atau pre retinal, yang terlihat pada pemeriksaan funduskopi.

3. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien perdarahan intraserebral antara

lain : pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah lengkap (gula darah sewaktu,

ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, profil lipid)

Pemeriksaan kardiologi

Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) pada penderita perdarahan intraserebral dapat

menimbulkan gelombang yang menyerupai gambaran suatu infark miokard. Untuk

membedakannya dengan infark miokard, dapat dilakukan pemeriksaan enzim seperti

CK-MB.

Pemeriksaan radiologi

Beberapa tehnik pemeriksaan pencitraan dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosa ICH dan dapat menentukan sumber dan lokasi perdarahan.

7

Page 8: Tinjauan Pustaka

A. (CTA) scan is a noninvasive X-ray to review the anatomical structures within the

brain to see if there is any blood in the brain (Fig. 2).Computed Tomography

(CT) Scan

Sinar-X non invasif untuk memeriksa struktur anatomi dalam otak untuk melihat

apakah ada darah di otak (Gambar 3). A newer technology called CT angiography

involves the injection of contrast into the blood stream to view arteries of the

brain.Sebuah teknologi baru yang disebut CT angiografi melibatkan penyuntikan

zat kontras ke dalam aliran darah untuk melihat arteri otak.

Gambar 3. CT scan menunjukkan ICH.

B. is an invasive procedure, where a catheter is inserted into an artery and passed

through the blood vessels to the brain.Angiogram

Merupakan prosedur invasif, dimana kateter dimasukkan ke arteri dan melewati

pembuluh darah ke otak. Once the catheter is in place, a contrast dye is injected

into the bloodstream and X-ray images are taken. Setelah kateter berada di tempat,

pewarna kontras disuntikkan ke dalam aliran darah dan X-ray diambil.

(MRI) scan is a noninvasive test, which uses a magnetic field and radio-frequency

waves to give a detailed view of the soft tissues of your brain.C. Magnetic

Resonance Imaging (MRI)

Merupakan tes non invasif, yang menggunakan medan magnet dan gelombang

frekuensi radio untuk memberikan pandangan yang rinci dari jaringan lunak otak.

An MRA (Magnetic Resonance Angiogram) is the same non-invasive study,

except it is also an angiogram, which means it examines the blood vessels as well

8

Page 9: Tinjauan Pustaka

as the structures of the brain. Sebuah MRA (Magnetic Resonance Angiogram)

adalah pemeriksaan non invasif yang sama, kecuali itu juga angiogram, yang

berarti memeriksa pembuluh darah serta struktur otak.

PENATALAKSANAAN

What treatments are available?Penatalaksanaan Umum

a. Menjaga stabilitas jalan nafas dan pernafasan.

b. Pemantauan secara terus menerus tentang status neurologis dan tanda vital.

c. Pemberian oksigen.

d. Stabilisasi hemodinamik dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena dan

dianjurkan untuk pemasangan CVP.

e. Pemantauan jantung.

f. Penatalaksaan gizi sesuai dengan ada tidaknya faktor resiko.

g. Menjaga kestabilan suhu tubuh. Patients with large lobar hemorrhages (50 cm3) who

are deteriorating usually undergo surgical removal of the hemato

Medical treatmentPenatalaksaan Khusus

1. Mengurangi Blood pressure is managed to decrease the risk of more bleeding yet provide

enough blood flow (perfusion) to the brain.Tekanan darah yang terkontrol berhasil

mengurangi risiko perdarahan lebih dengan tetap menjaga aliran darah cukup (perfusi) ke

otak.

2. Controlling intracranial pressure is the biggest factor in the outcome of ICH.Mengontrol

tekanan intrakranial. A device called an ICP monitor is placed directly into the ventricles

or within the brain to measure pressure. Sebuah alat yang disebut monitor ICP

ditempatkan langsung ke dalam ventrikel atau di dalam otak untuk mengukur tekanan.

Normal ICP is 20mm HG. Normal ICP adalah 20mmHg. Penatalaksaan penderita dengan

TTIK meningkat :

Tinggikan kepala 200 – 300.

Hindari pemberian cairan glukosa atau yang hipotonik

Intubasi untuk menjaga normoventilasi dan bila perlu bisa diberikan hiperventilasi

bila akan ada tindakan operasi.

9

Page 10: Tinjauan Pustaka

Pemberian Mannitol dengan dosis 0,25-0,5 gr/KgBB.

3. Removing cerebrospinal fluid (CSF) from the ventricles is a common method to control

ICP.Mengurangi produksi cairan cerebrospinal (CSF) dari ventrikel apabila perdarahan

intraserebral masuk ke dalam sistem ventrikel.

Pemberian pepemberian obat anti vaso spasme apabila terjadi PSA baik primer maupun

sekunder.Hyperventilation also helps control ICP.In some cases, coma may be induced with

drugs to bring down ICP.Surgical treatmentPembedahan

The goal of surgery is to remove as much of the blood clot as possible and stop the

source of bleeding if it is from an identifiable cause such as an AVM or tumor.Tujuan terapi

pembedahan adalah untuk menghilangkan sebanyak mungkin hematoma dan menghentikan

sumber perdarahan jika dari penyebab yang dapat diidentifikasikan seperti AVM atau tumor.

Depending on the location of the clot either a craniotomy or a stereotactic aspiration may be

performed.Tergantung pada lokasi dari bekuan, baik kraniotomi atau aspirasi stereotactic

mungkin dilakukan.

Tehnik yang digunakan adalah :

A. involves cutting a hole in the skull with a drill to expose the brain and remove the clot.KraniotomiMembuat lubang di tengkorak dengan bor sebagai jalan untuk menghilangkan bekuan

darah. Because of the increased risk to the brain, this technique is usually used only when

the hematoma is close to the surface of the brain or if it is associated with an AVM or

tumor that must also be removed. Karena risiko tinggi menyebabkan kerusakan pada otak,

teknik ini biasanya digunakan hanya ketika hematoma dekat dengan permukaan otak atau

jika dikaitkan dengan AVM atau tumor yang juga harus diangkat.

B. is a less invasive technique preferred for large hematomas located deep inside the

brain.Aspirasi Stereotactic

Adalah teknik yang kurang invasif lebih banyak digunakan pada kasus untuk hematoma

besar yang terletak jauh di dalam otak. The procedure requires attaching a stereotactic

frame to your head with four pins (screws). Prosedur ini membutuhkan sebuah frame

stereotactic ke kepala dengan empat pin (sekrup). The pin site areas are injected with

local anesthesia to minimize discomfort. Daerah pin situs yang disuntikkan dengan

anestesi lokal untuk meminimalkan ketidaknyamanan. A metal cage, which looks like a

10

Page 11: Tinjauan Pustaka

birdcage, is placed on the frame. Sebuah alat yang terbuat dari logam, yang terlihat

seperti kandang burung, ditempatkan pada frame. Next, you undergo a CT scan to help

the surgeon pinpoint the exact coordinates of the hematoma.In the OR, the surgeon drills

a small hole about the size of quarter in the skull.With the aid of the stereotactic frame, a

hollow needle is passed through the hole, through the brain tissue, directly into the

clot.Dengan bantuan dari frame stereotactic, jarum berongga dilewatkan melalui lubang,

melalui jaringan otak, langsung ke bekuan darah. The hollow needle is attached to a large

syringe, which the surgeon uses to suction out the contents of the blood clot. Jarum

berongga melekat pada jarum suntik besar, dan kemudian menghisap keluar hematom

yang ada.

PROGNOSIS

Pertolongan awal pada penderita perdarahan intraserebral harus bersifat khusus, sama

hal nya dengan stroke jenis lain, meliputi airway, breathing, circulation, cegah infeksi, dan

seterusnya. Jika kepastian lokasi dan ukuran perdarahan intraserebral telah diketahui dengan

jelas dengan pemeriksaan MSCT Scan/MRI, selanjutnya perlu diketahui penyebab terjadinya

perdarahan, karena akan mempengaruhi prognosis. Hal ini terutama bila direncanakan

tindakan pembedahan.

Faktor-faktor penentu prognosis pada penderita perdarahan intraserebral yang telah diketahui,

antara lain:

1) Derajat penurunan kesadaran, usia, volume darah (perdarahan supratentorial 50 cc dan

ekstensi perdarahan ke intraventrikel > 20 cc mempunyai prognosis buruk)

2) Pada perdarahan infratentorial, hilangnya reflex batang otak disertai hilangnya respon

motorik terhadap nyeri yang berlangsung beberapa jam menunjukkan prognosis buruk

Recovery & preventionPEMULIHAN & PENCEGAHAN

Immediately after an ICH, the patient will stay in the intensive care unit (ICU) for

several weeks where doctors and nurses watch them closely for signs of rebleeding,

hydrocephalus, and other complications.Pasien dengan ICH idealnya dirawat di unit

perawatan intensif (ICU) selama beberapa minggu di mana dokter dan perawat mengawasi

mereka dengan ketat untuk tanda-tanda rebleeding, hidrosefalus, dan komplikasi lain. Once

their condition is stable, the patient is transferred to a regular room. Setelah kondisi mereka

11

Page 12: Tinjauan Pustaka

stabil, pasien dipindahkan ke ruang biasa. ICH patients may suffer short-term and/or long-

term deficits as a result of the bleed or the treatment.Pasien dengan ICH mungkin akan

mengalami defisit neurologis jangka pendek dan / atau jangka panjang sebagai akibat dari

perdarahan atau pengobatan. Some of these deficits may disappear over time with healing and

therapy. Beberapa defisit mungkin hilang dari waktu ke waktu dengan penyembuhan dan

terapi. The recovery process may take weeks, months, or years to understand the level of

deficits incurred and regain function. Proses pemulihan dapat berlangsung beberapa minggu,

bulan atau tahun sesuai dengan tingkat keparahan.

II. AFASIA GLOBAL

DEFINISI

Afasia merupakan gangguan berbahasa didapat yang disebabkan oleh cedera otak dan

ditandai oleh gangguan pemahaman serta gangguan pengutaraan bahasa. Lisan maupun

tertulis. Afasia merupakan sindrom yang didapat dan terbanyak akibat stroke. Afasia harus

dibedakan dari mutisme, gangguan volume dan artikulasi bicara (disartria), gangguan irama

dan infleksi bicara (disprosodi), serta gangguan pikiran dengan keluaran verbal yang tidak

normal. Beberapa pola afasia yang berbeda telah dikenal dan berhubungan dengan lesi-lesi

pada daerah anatomi yang spesifik. Afasia secara individual memiliki komplikasi, prognosis

dan terapi yang berbeda.

Pada penderita yang right handed, afasia mempunyai korelasi 99% dengan lesi di

hemisfer kiri. Diperkirakan 60% orang kidal memiliki pola dominasi yang serupa dengan

orang yang right handed dengan dominasi fungsi bahasa pada hemisfer kiri.

ETIOLOGI

1. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO)

Merupakan gangguan yang paling sering terjadi, pada umumnya terjadi pada usia lanjut.

Penyebab GPDO adalah penghentian pengaliran darah ke sebagian otak. Penghentian ini

dapat disebabkan oleh emboli, thrombosis atau perdarahan. Karena itu bagian otak yang

tidak memperoleh suplai darah akan mengalami nekrosis, lama kelamaan akan mencair

dan meninggalkan rongga kosong yang dikelilingi jaringan parut yang dibentuk oleh sel-

sel glia. Segera setelah terjadi GPDO, terjadi pembengkakan jaringan nekrotis pada

12

Page 13: Tinjauan Pustaka

substansia grisea dan substansia alba, sehingga dapat memperburuk gangguan neurologis.

Edema setempat ini mencapai puncaknya dalam beberapa hari, dan akan menghilang

dalam beberapa minggu. Dengan menghilangnya edema, defisit neurologis dapat

berkurang. Selama 2-3 minggu terjadi penurunan aliran darah ke kedua hemisfer,

sehingga defisit neurologis seolah-olah tampak memberat. Baru setelah 3 minggu defisit

neurologis yang sesungguhnya dapat dinilai. Pemulihan spontan total akan tercapai

setelah beberapa bulan.

Adapun penyebab GPDO yaitu :

a) Trombosis

Yaitu penyumbatan pembuluh darah yang diakibatkan oleh perubahan dinding

pembuluh darah, merupakan penyebab GPDO yang paling sering terjadi. Thrombosis

sering diakibatkan oleh ateriosklerosis, tetapi dapat juga disebabkan oleh gangguan

lain (misalnya inflamasi). Thrombus dapat terbentuk dalam waktu singkat (beberapa

menit), namun bisa juga dalam waktu lama (beberapa minggu), sehingga gejala klinis

yang muncul pun dapat bersifat mendadak ataupun progresif. Terkadang keadaan

tersebut dapat didahului oleh Transient Ischaemic Attack (TIA), seolah sebagai tanda

peringatan.

b) Emboli

Yaitu gumpalan/plak yang melekat pada dinding pembuluh darah, terlepas, dan

kemudian terbawa aliran darah hingga ke pembuluh darah otak, dan akan menyumbat

aliran darah di tempat tersebut. Emboli yang terjadi akan menyebabkan munculnya

defisit neurologis secara mendadak dan seringkali tanpa peringatan.

c) Perdarahan Otak

Perdarahan otak terjadi bila dinding pembuluh darah ruptur, sehingga darah di

dalamnya akan mengalir keluar, membentuk hematom (gumpalan darah) yang

mendesak jaringan sekitarnya. Penyebab perdarahan otak antara lain hipertensi,

aneurisma yang ruptur, malformasi pembuluh darah yang ruptur, mendapat terapi

antikoagulan. Perdarahan terjadi mendadak, tanpa peringatan, seringkali pada saat

beraktifitas.

2. Tumor Otak

Tumor otak seringkali bersifat kronis progresif, sehingga jaringan otak di sekitarnya akan

menyesuaikan dengan partumbuhan jaringan tumor. Akibatnya defisit neurologis yang

terjadi akan timbul pada stadium lanjut. Tumor otak dapat primer maupun sekunder

(metastasis).

13

Page 14: Tinjauan Pustaka

3. Trauma

Trauma yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak dapat berupa trauma terbuka

(luka tembus misalnya luka tembak atau terkena pecahan bom) maupun tertutup (karena

benturan).

4. Infeksi

Infeksi yang dimaksud dapat berupa meningitis ataupun ensefalitis, baik viral maupun

bacterial, keduanya dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.

EPIDEMIOLOGI

Afasia pada hampir semua orang yang berdominasi tangan kanan (kira-kira 95%)

diakibatkan oleh kerusakan di hemisfer kiri, hanya pada beberapa orang (kira-kira 5%)

kerusakan ini terdapat di hemisfer kanan. Ternyata, kira-kira separuh dari orang yang

berdominasi tangan kiri/kidal mengalami kerusakan di hemisfer kiri, sedangkan kira-kira 30-

40% mempunyai kerusakan di hemisfer kanan. Selebihnya memiliki representasi yang kurang

lebih bilateral.

14

Page 15: Tinjauan Pustaka

Gambar 4. Area bicara pada otak

JENIS-JENIS AFASIA

Jenis afasia yang ditemukan dengan kemampuan linguistik sebagai berikut :

Jenis Afasia Kelancaran Meniru Ucapan Pemahaman

Afasia Global Tidak Lancar Terganggu Terganggu

Afasia Broca Tidak Lancar Terganggu Normal

Afasia Transkortikal Motorik Tidak Lancar Normal Normal

Afasia Transkortikal Campuran Tidak Lancar Normal Terganggu

Afasia Wernicke Lancar Terganggu Terganggu

Afasia Transkortikal Sensorik Lancar Normal Terganggu

Afasia Konduksi Lancar Terganggu Normal

Afasia Anomis Lancar Normal Normal

Tabel 1. Jenis Afasia Menurut Boston

1. Afasia Broca

Afasia Broca adalah suatu sindrom afasia tidak lancar yang ditandai oleh keluaran

verbal yang terganggu dari yang sama sekali tidak mampu mengeluarkan kata-kata sampai

kesulitan menemukan kata dan memerlukan upaya untuk dapat mengucapkan kata, terjadi

15

BOSTON APHASIA TYPES

Page 16: Tinjauan Pustaka

parafasiasemantik, parafasia literal (fonemik), dan agramatikal. Fungsi pengertian bahasa

yang sudah dikuasai normal. Repetisi, penamaan, membaca dengan suara keras, dan

menulis juga terganggu.

Lesi yang berhubungan dengan sindrom afasia Broca mencakup girus frontal

inferior dan daerah di dekat operkulum, serta insula pada daerah yang mendapat sirkulasi

dari arteri serebri media. Luasnya lesi menentukan ringan / beratnya gambaran sindrom

afasia. Kerusakan pada operkulum frontal menghasilkan kesulitan untuk mengawali

percakapan; cedera pada korteks motorik mengakibatkan disartria; kerusakan yang

menyebar lebih ke posterior hingga meliputi koneksi temporoparietal menyebabkan

parafasia semantik serupa dengan gejala pada sindrom afasia konduksi.

Afasia Broca klasik yang mengkombinasikan semua gambaran tersebut dengan

pengucapan yang agramatikal, terlihat jika daerah di atas ventrikel serta substansia alba

yang berdekatan (jaras periventrikuler limbik-frontal) tercakup dalam lesi. Jika lesi frontal

meliputi area premotor dan operkulum frontal maka terjadi hemiparesis kanan yang

mengenai wajah, dan tungkai atas yang lebih lemah daripada tungkai bawah yang

menyertai afasia, serta terdapat apraksia simpatetik bila lesi sampai mengenai korpus

kalosum yang mengganggu fungsi praksis bukolingual dan tungkai sebelah kiri.

Gambar 5.Area bicara BROCA (kiri) dan kerusakan korteks prefrontal inferior kiri

pada pasien dengan afasia broca (kanan)

2. Afasia Transkortikal Motorik

Afasia motor transkortikal ditandai oleh keluaran verbal tidak lancar, pengertian

auditorik yang normal, tetap memiliki kemampuan repetisi di samping ucapan spontan

yang tidak lancar, kemampuan membaca yang bervariasi, dan kemampuan penamaan dan

menulis yang buruk. Ekolalia dapat terjadi dan mungkin terdapat parafasia fonemik dalam

16

Page 17: Tinjauan Pustaka

percakapan penderita. Mutisme sering ditemukan pada fase awal gangguan ini. Sindrom

ini menyerupai afasia broca, kecuali dalam hal repetisi, karena repetisi dipertahankan dan

kemampuan membaca dengan suara keras sedikit terganggu.

Lesi yang biasanya menyertai afasia motor transkortikal meliputi infark pada area

motor tambahan dan girus singuli yang berdekatan pada distribusi arteri serebri media di

lobus frontalis kiri. Namun pernah dilaporkan (kasus yang jarang terjadi) , lesi pada

konveksitas frontal di luar daerah Broca, pada putamen kiri atau talamus. Lesi kritis dapat

berupa pemutusan traktus pada substansia alba antara daerah operkular frontal yang

berhubungan dengan bahasa dan area motor tambahan yang berfungsi pada pengawalan

ucapan. Pada kebanyakan kasus mengalami hemiparesis kanan dengan lebih

mempengaruhi tungkai bawah daripada tungkai atas dan wajah.

3. Afasia Global

Penderita afasia global mengalami gangguan secara jelas pada seluruh aspek fungsi

bahasa, mencakup keluaran verbal spontan, pengertian, repetisi, penamaan, membaca

dengan suara keras, pengetian dalam membaca, dan menulis. Seringkali verbalisasi

spontan hanya berupa produksi yang tidak bermakna dan stereotipik seperti “ya, ya, ya”,

meskipun beberapa pasien dapat mengucapkan pengulangan kecil dari frase yang telah

dipelajari (“rumah”, ”tidak”, dll) yang dapat digumamkan dengan fasih, dan banyak

penderita afasia global yang dapat mengutuk dengan mudah saat marah. Ucxapan otomatis

(menghitung, menyebutkan nama hari dalam minggu atau bulan dalam tahun), dan

menggumamkan nada-nada lagu yang telah dipelajari (“Indonesia Raya”, “Bintang Kecil”)

dapat terjadi, meskipun terdapat defek yang berat dalam ekspresif proporsional. Pengertian

bahasa yang buruk membedakan afasia global dengan afasia Broca, dan repetisi yang

buruk membedakannya dengan afasia transkortikal campuran (afasia isolasi). Banyak

penderita afasia global akan mengikuti keseluruhan perintah utuh (“bangun”, “duduk”),

dapat membedakan bahasa asing dan percakapan omong-kosong, dapat menilai infleksi

secara memadai untuk membedakan pertanyaan dan perintah, dapat mengenali nama orang

dan peristiwa penting yang relevan secara personal, baik yang disebut maupun yang

ditulis, dan akan menolak bahasa tertulis yang ditampilkan terbalik, meskipun

pengertiannya sangat parah terganggu.

Secara patologik, lesi yang umumnya menyebabkan afasia global adalah infark

berukuran besar yang terletak di sebelah kiri yang meliputi keseluruhan daerah arteri

17

Page 18: Tinjauan Pustaka

serebri media (terdapat hemiparesis, defisit hemisensoris, dan homonimus hemianopsia).

Multipel emboli pada daerah yang memediasi bahasa di anterior dan posterir jarang

menyebabkan afasia global tanpa defisit motorik mayor.

4. Afasia Transkortikal Campuran (Isolasi)

Afasia transkortikal campuran atau afasia isolasi merupakan sindrom afasia yang

jarang, yaitu ditemukan kombinasi afasia motor transkortikal dan afasia sensoris

transkortikal, hanya meninggalkan kemampuan paradoks untuk mengulang. Pada beberapa

kasus, pengulangan apa saja yang pemeriksa katakan merupakan keluaran verbal yang

terlilhat, sementara pada kasus yang lain verbalisasi tidak lancar dan bahkan kemampuan

penamaan normal.

Terdapat tiga tipe lesi yang telah dihubungkan dengan afasia transkortikal

campuran. Pada beberapa penderita terdapat kerusakan pada daerah berbentuk bulan sabit

yang meliputi aspek lateral hemisfer tetapi menyisakan korteks persylvian. Tipe lesi kedua

dengan infark di daerah arteri serebri anterior, mengenai daerah kortikal yang luas dan

menyisakan korteks persylvian. Tipe lesi yang ketiga secara simultan mempengaruhi

daerah linguistik posterior dan lobus frontalis atau sirkuit frontal-subkortikal. Keterkaitan

lobus frontalis dapat menghasilkan ketergantungan lingkungan dan loncatan stimulus yang

berperan terhadapreduksi paradoks dari kemampuan bercakap spontan dari penderita

(dihasilkan secara interval), serta dengan dipertahankannya repetisi dan ekolalia (diawali

secara eksternal).

5. Afasia Wernicke

Pada afasia wernicke, keluaran verbal parafasik, lancar dan dengan pengertian, serta

repetisi dan penamaan yang buruk. Keberagaman penderita, seringkali logore dan

berbicara membual, sering dikombinasikan dengan ketidaksadaran atau penyangkalan

terhadap defisit, menyebabkan sindrom ini yang paling menakjubkan pada neurologi

klinis. Pasien memperlihatkan penekanan pada ucapan disertai keluaran yang diakselerasi

dan seringkali gaya percakapan sangat mendesak, intrusif bahkan memepertahankan

kebenaran. Percakapan spontan berisi parafasia semantik primer dan neologisme, parafasia

literal akan mendominasi jawaban pada tes penamaan. Terdapat gangguan membaca dan

menulis.

18

Page 19: Tinjauan Pustaka

Produksi percakapan yang logoreik parafasik dengan subsitusi multipel dan berturu-

turut disebut jargon afasia, yakni suatu gangguan keluaran verbal yang dapat terjadi juga

pada afasia konduksi dan afasia sensoris transkortikal. Pengertian secara relatif tetap baik

pada afasia konduksi dan repetisi yang normal pada afasia sensorik transkortikal

membedakan kedua gangguan ini dengan afasia wernicke.

Meskipun gambaran utama afasia wernicke (yakni curah verbal normal, pengertian

buruk, repetisi yang buruk) menggambarkan sebuah sindrom dasar, namujn terdapat

banyak variasi dalam presentasi klinik. Pengertian mungkin terganggu ringan dengan

kemampuan untuk menginterpretasikan kalimat yang cukup kompleks terganggu, atau

pengertian terganggu berat sehingga menyisakan hanya perintah sederhana (“tutup

matamu”, “buka mulutmu”, “berdiri”, “duduk”). Pengertian terhadap bahan yang

ditampilkan oral secara relatif disisakan meskipun informasi yang tertulis secara parah

terganggu, atau sebaliknya dapat terjadi. Pengertian auditorik yang terpengaruh lebih besar

berhubungan dengan terkaitnya struktur lobus temporalis secara ekstensif, mencakup

korteks auditorik primer, dan bila lebih besar terjadi gangguan pengertian membaca,

merefleksikan perluasan lesi ke arah superior ke daerah inferior lobus parietal dan girus

angularis.

Dengan keadaan patologik, lesi yang berhubungan dengan afasia wernicke meliputi

bagian sepertiga posterior dari girus temporalis superior kiri, tetapi jarang terbatas pada

daerah ini dan seringkali mengenai area parietal inferior serta temporal yang berdekatan.

Penderita afasia wernicke mengalami infark serebral akibat oklusi vaskuler dan yang

terbanyak diakibatkan oleh emboli yang berasal dari jantung.

Kuadranopsia superior dan hilangnya sensoris kortikal pada wajah dan tungkai atas

merupakan gangguan yang umum didapatkan pada pendertia afasia wernicke dan jika lesi

menyebar ke arah limbus posterior dari kapsula interna akan terjadi hemiparesis.

19

Page 20: Tinjauan Pustaka

Gambar 6. Area Wernicke (kiri), kerusakan lobus temporal kiri pada pasien dengan afasia wernicke (kanan)

6. Afasia Transkortikal Sensorik

Afasia sensorik transkortikal serupa dengan afasia wernicke, tetapi dibedakan

dengan dipertahankannya kemampuan untuk mengulang / repetisi, penderita mampu

mengulangi kalimat dan frase yang panjang tetapi tidak dapat memahaminya untuk dicatat.

Percakapan spontan tidak berisi, berputar-putar, parafasik dan terdapat kecenderungan

ringan untuk mengulangi secara spontan (echo) apapun yang diucapkan pemeriksa.

Penderita mampu membaca dengan suara keras, namun membaca dengan pengertian

auditorik terganggu.

Afasia sensorik transkortikal diakibatkan oleh lesi-lesi fokal yang mengenai girus

angularis dominan, girus temporalis midposterior, dan jaras substansia alba periventrikuler

dari ismu temporalis yang mendasari area kortikal ini. Jika afasia terjadi akibat keterkaitan

girus angularis maka seringkali disertai sindrom Gertsmann, konstruksional dan gejala lain

dari sindrom girus angularis.

7. Afasia Konduksi

Afasia konduksi merupakan sindrom afasia fasih yang unik, yaitu pengertian secara

relatif masih normal dan repetisi secara disproporsional terganggu. Percakapan spontan

ditandai oleh istirahat pencarian kata dan dominan terjadi parafasia fonemik / literal

daripada parafasia semantik. Seringkali penderita menyadari telah membuat kesalahan dan

membuat perkiraan yang mendekati kata yang dimaksud. Membaca dengan suara keras

terganggu, tetapi pengertian dalam membaca masih normal. Penamaan dan menulis

keduanya tidak normal dan mengandung subsitusi parafasia fonemik. Meskipun pengertian

20

Page 21: Tinjauan Pustaka

secara relatif dipertahankan pada afasia konduksi, namun beberapa pasien mengalami

gangguan sintatik yang serupa dengan yang digambarkan pada afasia broca.

Lesi yang betanggung jawab untuk afasia konduksi secara tipikal mengenai

fasikulus arkuatus pada operkulum parietal kiri.

8. Afasia Anomik

Anomia merupakan suatu indikator non spesifik pada disfungsi otak dan tidak

memiliki makna lokalisasi. Tida tipe primer anomia terjadi pada sindrom afasik, yakni

anomia produksi kata, anomia seleksi kata, dan anomia semantik.

a) Anomia produksi kata ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan kata

yang dimaksudkan. Problem primernya adalah gangguan dalam mengawalikata dan

pasien siap bereaksi terhadap petunjuk-petunjuk fonemik (suku kata pertama atau bunyi

pertama dari sebuah kata). Produksi kata pada penderita anomia merupakan

karakteristik dari afasia tidak lancar seperti afasia brocadan afasia motor transkortikal.

Produksi kata pada anomia juga merupakan tipe utama defisit penamaan pada penderita

dengan demensia subkortikal.

b) Penderita dengan anomia semantik mengalami gangguan pada kemampuan terhadap

nama, tidak bereaksi terhadap petunju, dan tidak mengenali kata jika kata itu disebutkan

oleh pemeriksa. Bunyi dari kata kehilangan makna. Anomia semantik terjadi pada

afasia wernicke dan afasia sensoris transkortikal.

c) Anomia seleksi kata menggambarkan anomia, yaitu kegagalan untuk bereaksi terhadap

petunjuk-petunjuk fonemik tetapi memiliki kemampuan utuh untuk mengenali kata jika

diberikan. Anomia seleksi kata merupakan gambaran utama dari afasia anomik. Ucapan

spontan tidak memiliki isi dan berputar-putar dengan istirahat untuk pencarian kata

yang sering terjadi, menggunakan banyak kata dengan bentuk referensi indefinit, dan

sedikit parafasia. Pengertian relatif dipertahankan, serta repetisi, membaca dengan suara

keras dan pengertian membaca normal.

Anomia akan tampak pada tes penamaan konfrontasi dan pada menulis spontan.

Pasien biasanya dapat mengenali kata yang benar jika ditampilkan oleh pemeriksa. Afasia

anomik bisanya mengindikasiakn sebuah lesi di girus angularis kiri atau area yang

berdekatan dengan girus temporalis posterior. Beberapa penderita dengan afasia anomik

memiliki lesi pada daerah temporal anterior kiri atau daerah polar temporal. Afasia anomik

21

Page 22: Tinjauan Pustaka

seringkali merupakan defisit residual setelah penyembuhan dari sindrom afasia yang lebih

luas (afasia wernicke, afasia konduksi).

DIAGNOSIS

Diagnosis afasia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fungsi berbahasa penderita, yang

meliputi beberapa aspek, yaitu :

Kelancaran berbicara (fluency)

Mengulang (repetisi)

Menamai (naming)

Pemahaman

Membaca dan menulis

Pada fase akut, penderita yang dicurigai mengalami afasia perlu dilakukan pemeriksaan yang

cepat dan mudah. Pada fase akut maupun minggu – minggu pertama setelah onset, penderita

biasanya akan cepat merasa lelah, sehingga pemeriksaan yang dilakukan harus cepat dan

mudah, serta dapat menentukan afasia atau bukan. Faktor lain yang menjadi alasan adalah,

karena pada fase akut seringkali terdapat oedem di sekitar lesi di otak.

Maka pemeriksaan luas untuk diagnosis afasia sebaiknya dilakukan setelah fase akut

terlewati, dan kondisi pasien sudah lebih stabil, karena pemeriksaan luas untuk afasia dapat

memakan waktu cukup lama.

Macam-macam pemeriksaan untuk aphasia:

1. Aphasia screening tests

Halstead Screening Test (1984)

Token Test

2. Aphasia test batteries

Examining for Aphasia (Eisenson, 1954)

Boston Diagnostic Aphasia Examination (Goodglass & Kaplan, 1972)

Communicative Abilities in Daily Living (Holland, 1980)

22

Page 23: Tinjauan Pustaka

Tabel 2. Kriteria Klasifikasi Afasia menurut Western Aphasia Battery (WAB)

PENATALAKSANAAN

Onset munculnya afasia yang sangat mendadak diperkirakan akan dapat

menyebabkan terjadinya ketakutan yang besar, kecuali pada kasus-kasus dengan gangguan

bicara motorik yang murni atau hampir murni, kebanyakan pasien hanya menunjukkan

sedikit perhatian. Munculnya kondisi ini yang menyebabkan keterbatasan atau gangguan

berbicara pada pasien juga paling tidak dapat menyebabkan hilangnya sebagian pengertian

pasien terhadap ketidakmampuan yang dimilikinya. Hal ini seringkali menjadi sesuatu yang

secara ekstrim sangat menggelikan pada beberapa kasus dari afasia Wernicke, dimana pasien

menjadi marah ketika orang lain tidak dapat mengerti apa yang diucapkannya. Tidak lupa,

banyak pasien juga mengalami kesulitan untuk dimotivasi. Program rehabilitasi bicara

merupakan cara terbaik untuk membantu pasien pada tingkatan ini.

Apakah metode terapi bicara kontemporer dapat memberikan hasil yang lebih baik

dari pada menunggu penyembuhan secara spontan masih belum diketahui dengan jelas.

Kebanyakan gangguan afasia berkaitan dengan penyakit vaskular dan trauma, dan gangguan

ini hampir selalu disertai dengan perbaikan spontan dengan tingkatan yang bervariasi baik

perbaikan itu dalam hitungan beberapa hari, minggu dan bulan setelah terjadinya serangan

stroke atau terjadinya kecelakaan. Veterans Administration Cooperative Study (Wertz et al)

menyatakan bahwa terapi secara intensif yang dilakukan oleh seorang ahli bicara tidak dapat

mempercepat perbaikan gangguan bicara yang dialami oleh pasien tersebut. Howard dan

kawan-kawan juga telah menunjukkan bahwa peningkatan efisiensi dari seorang penderita

23

Page 24: Tinjauan Pustaka

afasia kronik yang stabil untuk mendapatkan atau mengerti kembali sebuah kata dapat

dilakukan dengan dua tekhnik yang berbeda. Penelitian lebih lanjut dari tipe ini yang

mengontrol efek yang dihasilkan dari memotivasi pasien, keterlibatan keluarga dan ahli terapi

itu sendiri sangat diperlukan. Dalam penelitian personal yang cukup menarik yang dilakukan

oleh Wender, seorang ahli bahasa dan literatur dari kebudayaan Yunani dan Roma kuno yang

mengalami afasia, yang melakukan latihan perbendaharaan kata-kata Yunani dan tata

bahasanya juga memperlihatkan adanya penyembuhan pada bahasa tersebut, namun hanya

ada sedikit penyembuhan dalam kemampuannya berbahasa latin yang sebenarnya tidak

dilatih dengan cara yang sama seperti ia melatih bahasa Yunaninya.

Seseorang harus memutuskan kapan terapi bicara mulai dilakukan pada tiap-tiap

pasien yang berbeda. Sebagai aturannya, tidak disarankan untuk melakukan terapi ini dalam

beberapa hari pertama setelah munculnya gangguan afasik ini, karena tidak ada seorangpun

yang tahu sampai berapa lama afasia itu akan berlangsung pada pasien tersebut. Juga pada

pasien yang menderita afasia Global yang berat dan juga tidak dapat berbicara atau bahkan

mengerti apa yang sedang orang lain bicarakan dan juga tidak mengerti kata-kata dalam

bentuk tulisan, terapi bicara sama sekali tidak dapat membantu. Dalam keadaan seperti itu,

kita harus menunggu beberapa minggu sampai salah satu fungsi berbicara mulai membaik.

Kemudian seorang ilmuan dan ahli terapi dapat mulai menolong pasien untuk menggunakan

fungsi yang membaik tersebut terus ditingkatkan ketingkat yang lebih maksimal. Pada

gangguan afasia yang lebih ringan, pasien dapat dikirim kepada ahli terapi bicara segera

setelah penyakit yang melatar belakanginya telah stabil.

Metode rehabilitasi bicara sangat spesial, dan sangat disarankan untuk memanggil

seseorang yang telah dilatih untuk mengerjakan terapi ini. Meskipun demikian, keuntungan

yang sama juga dapat diperoleh dengan bantuan seorang psikolog, keterlibatan salah satu

anggota keluarga atau guru sekolah juga dapat sangat membantu apabila kita tidak memiliki

seorang ahli terapi bicara.

Seorang pasien yang menderita afasia juga dapat mengalami komplikasi lain seperti

rasa frustasi, depresi dan paranoid, apa bila hal ini terjadi kita membutuhkan pemeriksaan dan

penatalaksanaan dari seorang ahli psikiatrik.

PROGNOSIS

24

Page 25: Tinjauan Pustaka

Secara umum, pemulihan dari afasia yang berkaitan dengan trauma yang terjadi pada

serebrum akan lebih cepat dan berhasil diperbaiki dengan lebih sempurna dari pada

pemulihan pada afasia yang berkaitan dengan serangan Stroke. Tipe afasia dan juga sebagian

dari berat ringannya serangan awal (tergantung pada letak lesinya) jelas sekali sangat

mempengaruhi pemulihan penyakit ini: afasia global biasanya mengalami sangat sedikit

perbaikan, sama halnya dengan pasien yang mengalami afasia Broca dan Afasia Wernicke

yang berat (Kertesz dan McCabe). Beberapa macam sindroma bicara disosiatif dan mutisme

kata murni cenderung akan mengalami perbaikan yang lebih cepat dan bahkan seringkali

dapat mencapai perbaikan yang sempurna. Secara umum, perbaikan pada semua afasia yang

bersifat partikular lebih baik pada seorang kidal dari pada seorang yang menulis dengan

tangan kanan. Karakteristik yang muncul dalam proses perbaikan ini adalah dimana satu tipe

afasia lambat laun dapat menjadi tipe yang lainnya (Global menjadi Afasia Broca berat;

afasia Wernicke, transkortikal dan konduksi menjadi bentuk yang berbeda sama sekali),

bentuk-bentuk proses pemulihan yang secara salah kaprah dianggap sebagai efek dari terapi

yang diberikan. Hal ini terjadi karena ada banyak faktor yang mempengaruhi proses

pemulihan dari afasia dimana keefektifan terapi bicara formal belum pernah sepenuhnya

dievaluasi sebelumnya.

Tiny arteries bring blood to areas deep inside the brain (see ).

Ten percent of strokes are caused by ICH (approximately 70,000 new cases each

year).

When you or a loved one is brought to the emergency room with an ICH, the doctor will

learn as much about your symptoms, current and previous medical problems, current

medications, family history, and perform a physical exam. Diagnostic tests help doctors

determine the source and location of the bleeding.

25

Page 26: Tinjauan Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29, 2012.

3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC, Jakarta. 2006

4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 20035. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB

4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York.2005

6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme Stuttgart. 2000.

7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

8. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Access On : October 1, 2012

9. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh dari:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html [Tanggal: 2 Oktober 2012]

10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh dari:http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 2 Oktober 2012]

11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. [Tanggal: 2 Oktober 2012]

26