tinjauan pustaka
TRANSCRIPT
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Impetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis) atau infeksi piogenik
superfisialis yang mudah menular yang terdapat di permukaan kulit dan disebabkan oleh
Staphylococcus dan/atau Streptococcus.
Pioderma memiliki banyak bentuk, diantaranya impetigo, folikulitis, furunkel, eritrasma,
erisipelas, selulitis, abses, dll. Namun dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas tentang
impetigo lebih dalam, khususnya impetigo krustosa, karena impetigo merupakan bentuk
pioderma yang paling sering dijumpai disamping folikulitis.
Tinjauan pustaka ini disusun dengan tujuan memudahkan dokter dan rekan-rekan mahasiswa dalam
memahami mengenai impetigo krustosa, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, menegakkan diagnosis, epidemiologi dan etiomologi penyakit, manifestasi klinik,
penatalaksanaan, komplikasi yang mungkin terjadi, sampai prognosis.
Anamnesis (Alloanamnesis) 1
Keluhan Utama
Kerak berwarna kuning kehijauan di sekitar hidung dan mulut.
Keluhan Penyerta
Pilek.
Riwayat Perjalanan Penyakit
1
Impetigo Krustosa pada Anak-anak
Muhamad Imam Syahbani
102011336
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna no. 6, Jakarta 11510
email: [email protected]
Keluhan kerak berwarna kuning kehijauan di sekitar hidung dan mulut, pasien menderita
pilek sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak diketahui.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak diketahui.
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Tidak diketahui.
Pemeriksaan Fisik 1
Lesi kulit
Kulit eritem dengan vesikel yang mudah pecah sehingga terdapat krusta berwarna
kekuningan seperti madu di daerah muka, kususnya di dekat lubang hidung dan mulut.
Distribusi
Biasanya terjadi pada usia anak-anak, lesi di daerah lubang hidung dan mulut karena daerah
tersebut banyak sumber infeksi.
Pemeriksaan Penunjang 2, 3
Scrapping Gram
Ditemukan adanya gambaran gram positif kokus yang berkelompok seperti anggur. Umumnya pada
negara berkembang seperti Indonesia, disebabkan oleh Streptococcus ß hemolyticus grup A
(GABHS).
2
Gambar 1. Streptococcus ß hemolyticus grup A. (Sumber:
http://drugline.org/medic/term/group-a-strep/)
Kultur bakteri
Kultur akan memperlihatkan S.aureus, kebanyakan merupakan kombinasi dengan S.pyogenes
atau GABHS yang lain, tetapi kadang timbul sendiri. Kultur bakteri juga dapat dilakukan
untuk mengidentifikasi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), jika lesi
impetigo pecah, jika ada glomerulonefritis poststreptokokus. Eksudat diambil dari bawah
krusta untuk dilakukan kultur. Kultur bakteri pada lubang hidung terkadang dibutuhkan untuk
menentukkan seseorang S.aureus karier atau bukan. Jika pada kultur tersebut negatif dan
penderita persisten terhadap timbulnya impetigo, maka kultur bakteri harus dilakukan pada
aksila, faring dan perineum. Pada penderita dengan status S.aureus karier yang negatif dan
tidak mempunyai faktor predisiposisi dapat dilakukan pemeriksaan level serum IgM.
Pemeriksaan level serum IgA, IgM, dan IgG juga dapat dilakukan untuk mengetahui
imunodefisiensi yang lain.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada darah tepi terdapat leukositosis pada hampir 50% kasus impetigo, terutama pada infeksi
yang disebabkan streptococcus. Level Anti DNAase (Antideoksiribonuklease) B meningkat
cukup signifikan pada pasien impetigo streptococcus. Urinalisis perlu dilakukan untuk
mengevaluasi glomerulonefritis poststreptokokus jika pada pasien timbul edema dan
hipertensi. Hematuria, proteinuria, cylindruria merupakan indikator terlibatnya ginjal. Pada
kasus yang kronis dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan
3
penyebabnya dari kuman gram negatif. Hasil tes resistensi hanya bersifat menyokong in vivo
tidak selalu sesuai dengan in vitro.
Working Diagnostic 4
Impetigo Krustosa. Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontagiosa, impetigo
vulgaris, atau impetigo Tillbury Fox. Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang
paling sederhana. Menyerang epidermis, dimana gambaran yang dominan ialah krusta yang
khas, berwarna kuning kecoklatan seperti madu yang berlapis-lapis. Impetigo krustosa
terkadang terdapat berbagai ukuran (inch) diameter, tapi biasanya kecil dan dalam beberapa
kasus hanya beberapa bagian tubuh yang terkena (wajah, telinga, leher, dan kadang tangan).
Impetigo krustosa biasanya tanpa gelembung cairan dengan krusta/keropeng/koreng.
Differential Diagnostic 3
Ektima. Ektima adalah ulkus superfisialis dengan krusta di atasnya yang disebabkan oleh
kuman Streptococcus.
Varicella. Vesikel dinding tipis dengan dasar eritema, sentripetal, kemudian ruptur
membentuk krusta (lesi berbagai stadium).
Sifilis std II. Great imitator : papul, pustula dan krustosa yg berkonfluensi sehingga mirip impetigo
à sifilis impetiginosa.
Pemfigus. Bulos dermatosa yg bersifat kronis. Bula lembek berdinding tipis, mudah pecah, di atas
kulit yg normal berisi cairan mula-mula jernih kemudian menjadi seropurulen.
Epidemiologi 5
Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat dari
tahun ke tahun. Di Amerika Serikat impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang
dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada
daerah Amerika tenggara. Di Inggris (1995) kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun
sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan
impetigo krustosa.
4
Impetigo krustosa adalah infeksi kulit yang mudah menular dan terutama mengenai anak-
anak yang belum sekolah (antara umur 2-5 tahun). Penyakit ini mengenai kedua jenis
kelamin, laki-laki dan perempuan, sama banyak. Selain itu dapat mengenai semua bangsa.
Lebih sering pada daerah tropis. Biasanya Streptokokus tumbuh dalam suasana yang hangat
dan lembab, maka paling sering ditemukan saat musim panas. Impetigo merupakan penyakit
yang sangat menular. Penyakit ini bisa tertular secara kontak langsung dengan kulit yang
terinfeksi atau kontak dengan benda-benda yang sudah terkontaminasi.
Selain itu juga, dapat ditularkan melalui nafas penderita. Masa inkubasi 1-3 hari.
Streptokokus kering yang terdapat di udara tidak menginfeksi kulit yang normal. Tetapi
dengan gesekan dapat memperberat lesi.
Pada orang dewasa, impetigo ini sering terdapat pada mereka yang tinggal bersama-sama
dalam satu kelompok, seperti asrama dan penjara. Faktor predisposisi terjadinya ialah
kebersihan yang kurang, higiene yang jelek (anemia dan malnutrisi), tempat tinggal yang
padat penduduk, panas dan terdapatnya penyakit kulit (terutama yang disebabkan oleh
parasit). Bakteri Stafilokokus dan Streptokokus dapat melalui pertahanan kulit yang utuh jika
kulit rusak, seperti robek (terpotong), gigitan, atau penyakit cacar air (chickenpox). Selain itu,
dapat juga terjadi melalui kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien
impetigo; cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab; kegiatan/olahraga dengan
kontak langsung antar kulit seperti rugby, gulat, dll; pasien dengan dermatitis, terutama
dermatitis atopik.
Gigitan serangga mungkin dapat menularkan penyakit ini, tapi dengan gigitan yang kecil dari
binatang genus Hippelates dapat menularkan infeksi streptokokus dalam daerah tropis dan
subtropis.
Etiologi 2,3
Impetigo krustosa umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan jarang disebabkan
oleh grup A streptococcus tapi untuk negara berkembang, impetigo krustosa umumnya
disebabkan oleh Streptococcus ß hemolyticus grup A (Streptococcus pyogenes).
Staphylococcus grup II dalam jumlah yang banyak lebih sering menyebabkan impetigo
bulosa dibandingkan dengan impetigo non-bulosa.
5
Pada dasarnya keberadaan impetigo streptokokal (pioderma streptokokal) tidak diragukan.
Organisme grup A biasanya merupakan penyebabnya, tapi Streptococcus grup C dan grup G
kadang ikut terlibat.
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai karakteristik
dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20 produk
ekstraseluler yang antigenik termasuk dalam grup A (Streptococcus pyogenes) diantaranya
adalah Streptokinase, streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik, disphosphopyridi
nucleotidase, dan hemolisin.
Manifestasi Klinik 6
Kelainan kulit didahului warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat
dengan diameter < 0.5 cm) yang berukuran 2-5 mm. Kemudian segera terbentuk vesikel atau
pustul (papul yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) berdinding tipis yang mudah
pecah dan menjadi papul dengan krusta/keropeng/koreng berwarna kuning madu, lembut
tetapi tebal dan lengket yang berukuran < 2 cm (honey colored) dengan kulit di sekitar dan di
bawah krusta berwarna kemerahan dan basah, biasanya disertai lesi satelit. Jika krusta dilepas
tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.
Walaupun tidak jarang terlihat, lesi paling dini ditandai vesikel dengan halo eritematus. Lesi
tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah
menyebar ke daerah sekitarnya dengan sendirinya secara autoinokulasi
Gambar 2. Impetigo Krustosa. (Sumber:
https://twitter.com/soalUKDI/status/306304770807848960/photo/1)
6
Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi,
tetapi tidak disertai gejala konstitusi (demam, malaise, mual), kecuali bila kelainan kulitnya
berat.
Lesi dapat muncul pada kulit yang normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya atau
mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, varisela, dermatitis atopi) dan dapat menyebar
dengan cepat. Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena tindakan
diri sendiri (digaruk lalu tangan memegang tempat lain sehingga menegenai tempat lain).
Lalu dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa minggu tanpa jaringan parut. Kadang
kelenjar getah bening dapat membesar dan dapat nyeri pada wajah atau leher. Pembesaran
kelenjar limfe regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus.
Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di muka, yakni di sekitar lubang
hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Tempat lain yang
mungkin terkena, yaitu daerah tubuh yang sering terbuka (tungkai dan lengan, kecuali telapak
tangan dan kaki), daerah belakang telinga, leher dan badan (dada bagian atas).
Faktor predisposisi 6
1. Higiene yang kurang
2. Daya tahan tubuh yang menurun, misalnya kekurangan gizi, anemia, penyakit kronik,
neoplasma ganas, diabetes mellitus.
3. Telah ada penyakit lain di kulit, misalnya saat ternjadi kerusakan di epidermis, maka
fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
Penatalaksanaan 7
Non-medika Mentosa
1. Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan Sodium kloride 0,9%.
2. Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai
mengelupaskan krusta dengan handuk basah.
3. Jika krusta banyak, dilepas dengan mencuci dengan H2O2 dalam air, lalu diberi salep
antibiotik.
4. Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang lecet
dengan perban tahan air (kasa) dan memotong kuku anak.
7
5. Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh.
6. Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya:
a. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan
pasien, terutama apabila terkena luka.
b. Mandi teratur dengan sabun dan air ( sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat
mengiritasi pada sebagian kulit orang yang sensitif).
c. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan
bersih.
d. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita.
e. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo.
f. Orang yang kontak dengan orang yang terkena impetigo segera mencuci tangan
dengan sabun dan air yang mengalir.
g. Cuci pakaian, handuk, dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya.
Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang
panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan desinfektan.
h. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi
dan cuci tangan setelah itu.
i. Pada orang yang terinfeksi agar lukanya diperban dengan perban yang steril (kasa)
j. Penderita sebaiknya tinggal di dalam rumah/ruangan untuk beberapa hari untuk
menghindari masuknya bakteri ke dalam luka.
Medika Mentosa
Pengobatan Topikal. Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan. Obat topical
antimicrobial hendaknya tidak dipaki secara sistemik agar tidak terjadi resistensi dan
hipersensivitas, contohnya basitrasin, neomisin, dan mupirosin. Penggunaan teramisin dan
kloramfenikol tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya yang murah. Obat-
obatan tersebut tersedia sebagai salep atau krim. Sebagai obat topical adalah kompres terbuka
contohnya, larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol, dan yodium povidon 7,5%
yang dilarutkan 10x.
Pengobatan Sistemik
o Penicillin G prokain dan semisintetiknya
1. Penicillin G prokain. Dosisnya 1,2 juta per hari. Tidak praktis karena dosisnya besar
dan sering menyebabkan syok anafilaktik
2. Ampisilin, dengan dosis 4x500mg sebelum makan.
8
3. Amoksisilin, dosisnya sama dengan ampisilin.
4. Golongan obat penicillin resisten-penisilinase. Contohnya kloksasilin 3x250mg per
hari sebelum makan
o Linkomisin dan klindamisin. Dosis linkomisin 3x500mg sehari, sedangkan klindamisin
4x150mg per hari. Pada infeksi berat dosisnya 4x300-450mg sehari.
o Eritromisin. Dosisnya 4x500mg sehari. Obat ini sering menyebabkan cepat resistensi dan
rasa tidak nyaman di lambung.
o Sefalosporin. Pada pioderma yang berat atau tidak respon pada pengobatan obat di atas
bisa memakai sefalosporin. Contohnya sefadroksil 2x500mg atau 2x1000mg perhari.
Komplikasi 6
Dapat timbul komplikasi sistemik berupa glomerulonefritis (radang ginjal) pasca infeksi
streptokokus dengan sero tipe tertentu terjadi pada 2-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan
hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotik. Gejala berupa bengkak pada kaki dan
tekanan darah tinggi, pada sepertiga pasien terdapat urin seperti warna teh. Keadaan ini
umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul.
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru
(pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS), radang
pembuluh limfe atau kelenjar getah bening, scarlet fever, urtikaria, dan eritema multiformis.
Prognosis 6
Prognosis impetigo krustosa pada umumnya baik jika pengobatan yang dilakukan sudah
sesuai.
Kesimpulan
Impetigo merupakan pioderma superfisialis yang terbatas pada epidermis. Impetigo terbagi
atas 2 bentuk yaitu impetigo krustosa dan impetigo bulosa. Impetigo krustosa merupakan
bentuk pioderma yang paling sederhana, menyerang epidermis dengan gambaran yang
dominan ialah krusta. Organism penyebab dari penyakit ini adalah staphylococcus aureus
koagulase positif dan streptococcus betahemolyticus. Tanda khas dari impetigo krustosa ini
adalah lesi awal yang berbentuk macula eritem pada wajah, telinga maupun tangan yang
9
berubah dengan cepat menjadi vesikel berisi cairan bening atau pustule dan umumnya terjadi
pada anak-anak. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dari lesi.
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan melakukan perawatan diri, pengobatan sistemik dan
topikal.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: EMS; 2007.h.42-3.
2. Gillespie S, Bamford K. At a glance: mikrobiologi medis dan infeksi. Edisi ke-3. Jakarta:
EMS; 2009.h.32-3.
3. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2009.h.57-60.
4. Graham R, Burns BT. Lecture notes: dermatologi. Edisi ke-8. Jakarta: EMS; 2005.h.21.
5. Hall JC. Sauer’s manual of skin diseases. 9th ed. New York: Lippincott Williams &
Wilkins; 2006.
6. Wahab AS. Ilmu kesehatan anak nelson. 15th ed. Jakarta: EGC; 2000.2297-9.
7. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine
7th ed. New York: McGraw Hill Companies; 2008.p.368-369.
10