teori dasar nreca

32
KURSUS KESETIMBANGAN AIR (METODE NRECA) Untuk mengetahui potensi sumber daya air pada suatu wilayah perlu dilakukan analisis ketersediaan debit. Analisis ini pada prinsipnya adalah untuk mendapatkan data turut waktu (time series) yang andal yang cukup panjang pada setiap simpul aliran (pada sub-DPS yang terletak dibagian hulu). Permasalahannya terletak pada data debit yang sangat terbatas jumlah ketersediaannya, sehingga perlu dilakukan analisis pembangkitan data debit atas dasar data-data hujan dan iklim. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 1. D ata h uja n A realR ainfall M od elR ainfall-R uno ff D a ta Iklim E va po tran spirasi D a ta D ebit K ete rse d ia n air: tim e se ries ru n off u ntu k se tia p S W S /S ub-SW S K lasifikas i& V erifikas i Gambar 1 Skema pembangkitan debit aliran sintesis dalam bentuk time-series. Secara garis besar langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: 1. Analisis data hujan dan iklim, 1

Upload: zulkifli1220

Post on 14-Jan-2016

66 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

hidrology

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Dasar NRECA

KURSUS KESETIMBANGAN AIR (METODE NRECA)

Untuk mengetahui potensi sumber daya air pada suatu wilayah

perlu dilakukan analisis ketersediaan debit. Analisis ini pada

prinsipnya adalah untuk mendapatkan data turut waktu (time

series) yang andal yang cukup panjang pada setiap simpul aliran

(pada sub-DPS yang terletak dibagian hulu). Permasalahannya

terletak pada data debit yang sangat terbatas jumlah

ketersediaannya, sehingga perlu dilakukan analisis pembangkitan

data debit atas dasar data-data hujan dan iklim. Sebagai ilustrasi

dapat dilihat pada Gambar 1.

Data hujan

Areal Rain fall

Model Rainfall-Runof f

Data Iklim

Evapotranspirasi

Data Debit

Ketersedian air:tim e series runoffuntuk setiap SW S/Sub-SW S

Klasifikasi & Verifikas i

Gambar 1 Skema pembangkitan debit aliran sintesis dalam bentuk

time-series.

Secara garis besar langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:

1. Analisis data hujan dan iklim,

2. Analisis data debit aliran

3. Pembangkitan data debit,dan

4. Analisis frekwensi mengenai debit aliran rendah.

1

Page 2: Teori Dasar NRECA

Model rainfall-runoff merupakan model hidrologi analisis hubungan

curah hujan dan debit aliran sungai yang dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan yang bersifat hidrologis.

Model yang dipakai pada studi ini adalah model parametrik atau

model yang mencoba mensimulasikan kondisi fisik dengan

deskripsi matematik yang deterministik yang mengikut-sertakan

sebanyak mungkin perkiraan hukum fisika yang berkaitan dengan

hidrologi permukaan. Interprestasi fisik diekspresikan dalam

bentuk parameter dari model.

Dalam model ini tidak dilakukan simulasi stokastik yang

menggambarkan rekaman hidrologi dalam cara statistik dan

menggunakan deskripsi statistik untuk membentuk rekaman

sintentik yang hampir mirip. Setiap model punya kelebihan dan

kekurangan dalam mencapai suatu kepentingan tertentu.

Kumpulan parameter yang mewakili prilaku hidrologi di daerah

aliran sungai haruslah diturunkan dari data. Data yang diperlukan

untuk model parametrik adalah curah hujan, debit dan data

hidrologi lainnya. Bila ada data lain yang dapat memperjelas

informasi data aliran debit disungai atau aerah pengaliran sungai,

hal ini sangat mebantu mempercepat pengumpulan data dalam

usaha mencapai tingkat ketetapan perkiraan yang tinggi.

Model-model curah hujan-debit aliran menggunakan anggapan dari

runtut waktu yang stasioner, untuk periode kalibrasi. Dengan

demikian , parameter model tidak berubah karena waktu.

Anggapan lain yang digunakan adalah, bila terjadi perubahan

parameter, perubahan tersebut dapat dikaitkan dengan terjadinya

perubahan fisik di DPS, yang terjadi oleh adanya kegiatan manusia.

1. INVENTARISASI DATA HIDROLOGI

2

Page 3: Teori Dasar NRECA

Adapun lingkup pekerjaan inventarisasi pekerjaan hidrologi adalah

sebagai berikut :

1. Pengumpulan data curah hujan

2. Pengumpulan data iklim, yang meliputi :

Data mengenai temperatur / suhu

Data mengenai kelembaban udara

Data mengenai lama penyinaran matahari

Data mengenai kecepatan angin

1.1 Pengumpulan Data Curah Hujan

Pekerjaan pengumpulan data curah hujan adalah untuk

mendapatkan data curah hujan, minimal untuk 10 tahun

pengamatan agar analisa dengan prosedur yang benar ataupun

mendekati kebenaran dapat dilakukan.

Untuk data curah hujan yang kurang lengkap, yang mungkin

disebabkan oleh berbagai hal seperti kerusakan alat ataupun hal

lainnya akan dilengkapi dengan menggunakan metode rata-rata

aljabar (rasio normal).

1.2 Pengumpulan Data Iklim

Untuk inventarisasi atau pengumpulan data iklim tidak disyaratkan

jumlah minimal dari data iklim yang dibutuhkan. Selanjutnya dari

Badan Meteorologi dan Geofisika didapat data iklim dari wilayah

yang dianggap mewakili wilayah yang ditinjau. Data iklim tersebut

dapat dilihat pada perhitungan debit andalan dengan

menggunakan model NRECA.

2 ANALISA DATA HIDROLOGI

2.1 Analisa Curah Hujan Rencana

Berdasarkan data hidrologi yang dikumpulkan, dilakukan analisa

data curah hujan untuk mendapatkan debit rencana. Data hujan

yang dikumpulkan adalah data hujan harian maksimum (RH max).

Dari data hujan harian maksimum tersebut dilakukan analisa curah

3

Page 4: Teori Dasar NRECA

hujan rencana, dimana curah hujan rencana diambil untuk periode

ulang 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun. Perhitungan atau analisa curah

hujan harian maksimum ini dapat dilakukan dengan berbagai

macam analisa frekuensi. Untuk analisa ini digunakan Metode

Gumbel.

Menurut Gumbel, curah hujan untuk suatu periode tertentu dapat

diperoleh dari persamaan berikut :

XT = X + KT SX

SX =

KT = ( YT – Yn ) / Sn

Dimana :

XT : Curah hujan rencana dalam periode T tahun

X : Curah hujan rata-rata

KT : Faktor frekuensi Gumbel

SX : Standar deviasi

T : Periode ulang

N : Jumlah tahun pengamatan

YT : Reduced variated ( tabel )

Yn : Reduced mean ( tabel )

Sn : Reduced standard deviation ( tabel )

Tabel 3 Koefisien Faktor Frekwensi.

4

Page 5: Teori Dasar NRECA

Perhitungan untuk mendapatkan hujan rencana dengan

menggunakan metode Gumbel dilakukan dalam bentuk tabel, yaitu

sebagai berikut :

Curah Hujan Rata-rata

5

Page 6: Teori Dasar NRECA

Kedalaman hujan rata-rata pada daerah tertentu, ditinjau

berdasarkan satu kali hujan musiman atau tahunan yang

dibutuhkan dalam berbagai jenis masalah hidrologi. Bila suatu

daerah tangkapan memiliki stasiun pengamatan hujan lebih dari

satu, maka akan terdapat hujan maksimum tahunan yang juga

lebih dari satu.

Metode Aritmatik

Metode yang paling sederhana untuk memperoleh kedalaman rata-

rata adalah dengan menghitung rata-rata jumlah yang terukur

dalam daerah tersebut secara aritmatik. Metode ini menghasilkan

perkiraan yang baik di daerah datar, bila alat-alat ukurnya

ditempatkan tersebar merata dan masing-masing tangkapannya

tidak bervariasi banyak dari nilai rata-ratanya. Kendala ini dapat

diatasi bila pengaruh-pengaruh topografi dan derajat keterwakilan

daerahnya dipertimbangkan pada waktu pemilihan lokasi-lokasi

alat ukur. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

di mana

d = Tinggi curah hujan rata-rata areal

dI = Tinggi curah hujan pada pos penakar.

Kelemahannya dari metode ini adalah bila dalam suatu luasan, pos

perhitungan tidak menyebar secara merata.

Metode Thiessen

Cara ini dibuat untuk mengimbangi tidak meratanya distribusi alat

ukur dengan menyediakan faktor pembobot bagi masing-masing

stasiun. Stasiun-stasiunnya diplot pada suatu peta dan garis-garis

yang menghubungkannya digambar. Garis-garis bagi tegak lurus

dari garis-garis penghubung ini membentuk poligon-poligon di

6

Page 7: Teori Dasar NRECA

sekitar masing-masing stasiun. Sisi-sisi setiap poligon merupakan

batas luas efektif yang diasumsikan untuk stasiun terserbut.

Curah hujan rata-rata untuk seluruh luas dihitung dengan

mengalikan hujan pada masing-masing stasiun dengan presentasi

luas yang ada dan kemudian menjumlahkannya. Metode ini

menganggap variasi hujan adalah linier antar stasiun-stasiun dan

menyerahkan masing-masing segmen pada segmen terdekat. Hasil

perhitungan dengan metode ini lebih teliti dibandingkan dengan

menggunakan metode aritmatik.

Rumusnya adalah sebagai berikut

dimana :

AI = Luas areal ke-i

i = 1,2,3,...,n

d = Tinggi curah hujan rata-rata areal

dI = Tinggi curah hujan dipos ke-i

2.2 Analisa Debit Banjir Rencana

Dari hasil yang didapat melalui analisa curah hujan, kemudian

dilanjutkan dengan menganalisa atau menghitung debit banjir

rencana. Metode yang akan digunakan adalah metode Weduwen

(untuk luas daerah pengaliran yang kurang dari 100 km2), metode

Haspers dan metode Hidrograf Satuan (untuk luas daerah

pengaliran yang tidak ditentukan. Ketiga metode tersebut

memungkinkan jika digunakan untuk luas DAS dari daerah yang

ditinjau lebih kecil dari 100 km2.

2.2.1 Metode Hidrograf Satuan

Metode ini dapat dipakai untuk luas daerah pengaliran sembarang.

Hidrograf satuan yang akan dipergunakan dalam perhitungan

7

Page 8: Teori Dasar NRECA

adalah Hidrograf Satuan Sintetik Snyder. Unsur-unsur yang

dipergunakan dalam hidrograf ini antara lain :

A = Luas daerah pengaliran ( km2 )

L = Panjang aliran utama ( km )

Lc = Panjang antara titik berat daerah pengaliran dengan outlet

Koefisien-koefisien Ct dan Cp sebenarnya harus ditentukan secara

empirik karena besarnya berubah-ubah antara daerah yang satu

dengan daerah yang lainnya. Dalam satuan metrik besar Ct antara

0.75 dan 3.00 sedangkan Cp berada antara 0.9 hingga 1.4.

Belakangan banyak digunakan rumus Snyder yang telah diubah.

Perubahan rumus Snyder yang telah banyak digunakan di

Indonesia adalah sebagai berikut :

- tp = Ct*( L*Lc )0,3

- tc = tp/5,5 ; tr = 1 jam

Jika :

tc > tr, maka : t'p = tp + 0,25 ( tr - tc ) sehingga ;

Tp = t'p + 0,5

tc < tr, maka : Tp = t'p + 0,5

- qp = 0,278 ( Cp / Tp )

- Qp = qp*A untuk hujan 1 mm/jam

Dimana :

qp = Puncak hidrograf

Qp = Debit puncak ( m3/s/mm )

tp = Waktu antara titik berat curah hujan hingga puncak

(time lag) dalam jam

Tp = Waktu yang diperlukan antara permulaan hujan hingga

puncak hidrograf.

Selanjutnya perhitungan dilakukan secara tabelaris sehingga

didapatkan besarnya debit banjir rencana ( Qn ) untuk beberapa

periode ulang, yaitu sebagai berikut :

8

Page 9: Teori Dasar NRECA

2.2.2 Metode Der Weduwen

Untuk metode Der Weduwen rumus yang akan digunakan adalah :

Qn = mn . a. b .A . q . ( R70 / 240 )

Dimana :

Qn = Debit maksimum untuk periode ulang n tahun

mn = Koefisien yang tergantung pada periode ulang yang

ditetapkan

A = Luas DAS dalam km2

a = Koefisien aliran

b = Koefisien reduksi

q = Intensitas hujan maksimum untuk periode ulang

tertentu

periode

ulang

2 5 10 25 50 100

Mn

0.49

2

0.602 0.705 0.845 0.940 1.050

Selanjutnya perhitungan dilakukan secara tabelaris sehingga

didapatkan besarnya debit banjir rencana ( Qn ) untuk beberapa

periode ulang

2.2.3 Metode Haspers

Untuk cara Haspers rumus yang digunakan adalah :

Qn = a.b.q. A

9

Page 10: Teori Dasar NRECA

a = ( 1 + 0,012 A 0,7 ) / ( 1 + 0,075 A 0,7 )

t = 0,1 L 0,8 I –0,3

Untuk t < 2 jam, maka :

Untuk 2 jam < t < 19 jam, maka :

Untuk 19 jam < t < 30 hari, maka :

q = r / 3,6 t ---------------- untuk t dalam jam

q = r / 86,4 t --------------- untuk t dalam hari

Dimana :

Qn = Debit maksimum untuk periode ulang n tahun

mn = Koefisien yang tergantung pada periode ulang yang

ditetapkan

A = Luas DAS dalam km2

a = Koefisien aliran

b = Koefisien reduksi

q = Intensitas hujan maksimum untuk periode ulang

tertentu

Selanjutnya perhitungan dilakukan secara tabelaris sehingga

didapatkan besarnya debit banjir rencana ( Qn ) untuk beberapa

periode ulang

10

Page 11: Teori Dasar NRECA

2.2.4 Metode Rasional

Metode ini adalah tertua untuk menghitung debit banjir dari curah

hujan. Rumus ini banyak digunakan untuk perencanaan drainase

daerah pengaliran yang relatif sempit. Metode rasional hanya

digunakan untuk menentukan banjir maksimum bagi saluran-

saluran kecil, kira-kira 100 – 200 acres atau 40 – 80 hektar.

Metode ini pertama kali digunakan di Irlandia oleh Mulvaney pada

tahun 1847. Bentuk umum rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut :

Q = 0,278 . C . I . A

Dimana :

Q = Debit banjir maksimum, m3 / dtk

C = Koefisien pengaliran

I = Intensitas curah hujan, mm / jam

A = Luas DAS, km2

3. KETERSEDIAAN AIR

Untuk mengetahui potensi air pada suatu daerah aliran sungai baik

untuk tujuan khusus seperti untuk pembuatan bendungan untuk

keperluan pembangkit listrik atau untuk keperluan irigasi maupun

untuk tujuan yang lebih umum seperti pembuatan master plan

konservasi sumber daya air, perkiraan tentang ketersediaan air

adalah penting. Tujuan tersebut tidak akan pernah terwujud jika air

yang diperlukan tidak tersedia ataupun tidak mencukupi.

Oleh karena itu masalah siklus hidrologi , dimana air berada pada

suatu mata rantai yang terus berputar tanpa henti harus dipahami

terlebih dahulu. Perputaran yang terus-menerus ini mengakibatkan

air di bumi secara kuantitas tidak berubah. Berkurang atau

11

Page 12: Teori Dasar NRECA

bertambahnya komponen-komponen yang mempengaruhi siklus

akan mengakibatkan terganggunya kesetimbangan yang ada.

3.1 Siklus Hidrologi

Panas matahari akan menyebabkan terjadinya evapotranspirasi.

Uap air hasil dari penguapan ini pada ketinggian tertentu akan

berubah menjadi awan, yang kemudian akan mengalami proses

kondensasi yang akhirnya akan menjadi presipitasi. Adapun

presipitasi di Indonesia hanya dalam bentuk embun atau air hujan.

Sebagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah dikenal

dengan water surplus akan wasuk ke dalam tanah atau mengalami

proses infiltrasi. Bagian yang lain merupakan kelebihan dan kan

mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, mengalir ke daerah yang

lebih rendah, masuk ke sungai dan akhirnya akan menuju ke laut.

Air ini dikenal sebagai surfase run water (direct run off) .

Tidak semua butir air yang mengalir di permukaan tanah akan

sampai di laut, dalam perjalanannya sebagian akan menguap

kembali ke atmosfir. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah akan

mengalir ke sungai yang disebut dengan aliran intra (interflow)

atau sering juga disebut base flow. Namun sebagian besar akan

tersimpan sebagai air tanah . Air tanah ini juga menyumbang base

flow, tetapi karena letaknya yang dalam, air tanah ini hanya akan

keluar di daerah rendah seperti pantai dan akhirnya ke laut dan di

laut terjadi juga proses penguapan. Begitu seterusnya dan siklus

kembali berputar.

3.2 Model NRECA

Salah satu model yang dipakai dalam menghitung ketersediaan air

adalah model NRECA. Model NRECA menstimulasikan

kesetimbangan air bulanan pada suatu daerah tangkapan yang

ditujukan untuk menghitung total run off dari nilai curah hujan

12

Page 13: Teori Dasar NRECA

bulanan, evapotranspirasi, kelembaban tanah dan tersediaan air

tanah. Model kesetimbangan air dari NRECA ini didasarkan pada

proses kesetimbangan air yang telah umum yaitu hujan yang jatuh

di atas permukaan tanah dan tumbuhan penutup lahan sebagian

akan menguap, sebagian akan menjadi aliran permukaan dan

sebagian lagi akan meresap masuk ke dalam tanah. Infiltrasi air

akan menjenuhkan tanah permukaan dan kemudian air merambat

menjadi perkolasi dan keluar menuju sungai sebagai aliran dasar.

Perbedaan model NRECA dengan model kesetimbangan air yang

lain hanyalah pada jumlah parameter yang diambil.

3.2.1 Data Masukan

Data masukan yang diperlukan untuk model NRECA ini antara

lain ;

Hujan bulanan

Evapotranspirasi

Temperatur rata-rata bulanan

Sinar matahari

Kelembaban relatif

Kecepatan angin

Kondisi awal kadar kelembapan tanah

Tampungan awal air tanah

Index soil moisture storage capacity pada daerah

tangkapan

Persentase run off yang mengalir pada jalur subsurface

Persentase air yang masuk menjadi aliran air tanah

3.2.2 Hujan Bulanan

Hujan bulanan yang dipakai dalam perhitungan NRECA adalah

hujan bulanan hasil pengukuran.Berdasarkan curah hujan yang

turun, bulan hujan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :

13

Page 14: Teori Dasar NRECA

Kelompok bulan kering : Jumlah curah hujan kurang dari

60 mm setiap bulannya.

Kelompok bulan lembab : Jumlah curah hujan antara 60-

100 mm setiap bulannya.

Kelompok bulan basah : Jumlah curah hujan lebih dari

100 mm setiap bulannya.

3.2.3 Evapotranspirasi

Faktor penentu yang lain pada tersedianya air permukaan setelah

hujan adalah evapotranspirasi. Evapotranspirasi merupakan

banyaknya air yang dilepaskan ke udara dalam bentuk uap air yang

dihasilkan dari proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi /

penguapan adalah suatu proses perubahan dari molekul air dalam

wujud cair ke dalam wujud gas. Evaporasi terjadi apabila terdapat

perbedaan tekanan uap air antara permukaan dan udara di

atasnya. Evaporasi terjadi pada permukaan badan-badan air,

misalnya danau, sungai dan genangan air.

Transpirasi adalah suatu proses ketika air di dalam tumbuhan

dilimpahkan ke atmosfir dalam wujud uap air. Pada saat transpirasi

berlangsung, tanah tempat tumbuhan berada juga mengalami

kehilangan kelembaban akibat evaporasi. Transpirasi dapat terjadi

jika tekanan uap air di dalam sel daun lebih tinggi daripada

tekanan uap air di udara. Dalam beberapa penerapan hidrologi,

proses evaporasi dan transpirasi dapat dianggap sebagai satu

kesatuan sebagai evapotranspirasi.

Besarnya limpasan atau run off dapat diperkirakan dari selisih

antara hujan evapotranspirasi. Cara ini memberikan pendekatan

yang lebih memuaskan dari pada pemakaian koefisien run off

terutama untuk daerah tropis seperti Indonesia, dimana daerah

tersebut mempunyai curah hujan dan kelembaban dalam tanah

14

Page 15: Teori Dasar NRECA

sehingga air tidak membatasi evapotranspirasi sepanjang tahun

kecuali untuk beberapa wilayah di Indonesia.

Pada kondisi atmosfir tertentu evapotranspirasi tergantung pada

keberadaan air. Jika kandungan air dalam tanah selalu dapat

memenuhi kelembaban yang dibutuhkan oleh tanaman, digunakan

istilah evapotranspirasi potensial. Evapotranspirasi yang

sebenarnya terjadi pada kondisi spesifik tertentu, dan disebut

evapotranspirasi aktual. Faktor-faktor yang mempengaruhi

evapotranspirasi antara lain adalah temperatur, kecepatan angin,

kelembapan udara dan penyinaran matahari.

Temperatur

Jika faktor lain dibiarkan konstan, tingkat evaporasi meningkat

seiring dengan peningkatan temperatur air. Walaupun secara

umum terdapat peningkatan evaporasi seiring dengan peningkatan

temperatur udara, ternyata tidak terdapat korelasi yang tinggi

antara tingkat evaporasi dengan temperatur udara.

Kecepatan angin

Angin berperan dalam proses pemindahan lapisan udara jenuh dan

menggantikannya dengan lapisan udara lain sehingga evaporasi

dapat berjalan terus. Jika kecepatan angin cukup tinggi untuk

memindahkan seluruh udara jenuh, peningkatan kecepatan angin

lebih lanjut tidak berpengaruh terhadap evaporasi. Maka tingkat

evaporasi meningkat seiring dengan kecepatan angin hingga suatu

kecepatan kritis, dimana kecepatan angin tidak lagi mempengaruhi

tingkat evaporasi.

Kelembaban udara

Jika kelembaban naik, kemampuannya untuk menyerap uap air

akan berkurang sehingga laju evaporasi akan menurun.

Penggantian lapisan udara pada batas tanah dan udara dengan

15

Page 16: Teori Dasar NRECA

udara yang sama kelembaban relatifnya tidak akan menolong untuk

memperbesar laju evaporasi.

Penyinaran matahari

Evporasi merupakan konversi air ke dalam uap air. Proses ini

terjadi hampir tanpa berhenti di siang hari dan kadangkala di

malam hari. Perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini

memerlukan input energi yaitu berupa panas untuk evaporasi.

Proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran langsung dai

matahari. Awan merupakan penghalang radiasi matahari dan akan

mengurangi input energi.

Banyak metode telah dikembangkan untuk memperkirakan

besarnya evapotranpirasi dengan menggunakan data klimatologi.

Hal ini disebabkan karena kurangnya data lapangan dan sulitnya

untuk mendapatkan data evapotranspirasi yang akurat.

Ada beberapa metode dalam penentuan evapotranspirasi potensial

diantaranya yaitu metode Thornwaite, Blaney Criddle dan Penman

modifikasi. Ketiga metode tersebut berbeda dalam macam data

yang digunakan untuk perhitungan. Metode Thornwaite

memerlukan data temperatur dan letak geografis. Metode Blaney

Criddle memerlukan data temperatur dan data prosentase

penyinaran matahari. Metode Penman modifikasi memerlukan data

temperatur, kelembaban udara, prosentase penyinaran matahari

dan kecepatan angin.

Pemilihan metode tergantung dari data yang tersedia. Di lapangan

biasanya digunakan lysimeter untuk mempercepat dan

mempermudah perhitungan. Untuk perhitungan di atas kertas,

lebih baik menggunakan metode Penman modifikasi, sebab

menghasilkan perhitungan yang lebih akurat. Selain itu, metode

Penman modifikasi ini mempunyai cakupan data meteorologi yang

16

Page 17: Teori Dasar NRECA

digunakan adalah yang paling lengkap di antara metode-metode

yang lain.

3.2.4 Persamaan Penman

Perhitungan evapotranspirasi dengan metode Penman Modifikasi

memasukkan faktor-faktor sebagai berikut ;

Temperatur udara

Penyinaran matahari

Kelembaban udara

Kecepatan angin

Persamaan yang digunakan untuk menghitung besarnya

evapotranspirasi metode ini adalah:

E = C *(W*Rn + (1-W)*f(u)*(ea-ed))

dimana:

E = evapotransprasi potensial harian (mm/hari)

C = faktor pengatur

W = faktor pemberat (weigting factor)

Rn= Radiasi netto

= Rnl- Rns dimana :

Rns = Radiasi gelombang pendek yang diserap

(mm/hhari)

Rns = (1 – w)*Rs

Rs = Radiasi gelombang pendek yang diterima

(mm/hari)

Rs = (0,25 + N

u)*Ra

Ra = Extra terestrial radiation

Rnl = Radiasi gelombang pendek yang

dipancarkan(mm/hhari)

= f(T)*f(n/N)*f(ed)

17

Page 18: Teori Dasar NRECA

f(T) = TK4

= konstanta Stefan-Boltzman = 2.01 x 10-9

mm/hari

TK = temperatur (Kelvin)

f(n/N) = 0,1 + 0,9(n/N)

n/N = perbandingan penyinaran matahari aktual dan

maksimal

f(ed) = 0,34 – 0,044 ed

Dengan

f(u) = Fungsi dari kecepatan angin

= 0,27 (100

1 u) dimana u = kecepatan angin (km/hari)

ea = Tekanan uap jenuh

ed = Tekanan uap aktual

= ea *100

Rh

Penyinaran Matahari

Temperatur Udara

Data Kecepatan Angin

Data Kelembaban Udara

3.2.5 Perhitungan evaporasi

Besarnya evaporasi dihitung menggunakan Formula Meyer.

Persamaan yang digunakan adalah :

dimana:

u9 = rata-rata kecepatan angin bulanan 9 m dari permukaan

tanah (km/hari)

18

Page 19: Teori Dasar NRECA

KM = koefisien, besarnya berkisar antara 0,36 – 0,50 ( K.

Subramanya, 1989)

3.2.6 Perhitungan ketersediaan air dengan Model NRECA

Metode perhitungan yang dilakukan untuk ketersediaan air ini

menggunakan data hujan bulanan dan evapotranspirasi untuk

menghitung debit bulanan yang terjadi. Persamaan dasar

keseimbangan air yang digunakan :

RO = P – AE + S

dimana :

P = presipitasi

AE = penguapan aktual

S = perubahan tampungan

RO = aliran permukaan

Beberapa parameter karakteristik daerah tangkapan yang

digunakan dalam model hujan limpasan ini diuraikan sebagai

berikut :

* NOMINAL

Index soil moisture storage capacity pada daerah tangkapan.

* PSUB

Persentase runoff yang mengalir pada jalur subsurface.

* GWF

Persentase air yang masuk menjadi aliran air tanah

Karakteristik-karakteristik tersebut dapat diperkirakan dengan

cara sebagaimana berikut:

* NOMINAL

100 +C*( hujan tahunan rata-rata), dimana

C = 0.2, untuk daerah dengan hujan sepanjang tahun, dan

C < 0.2, untuk daerah dengan hujan musiman.

19

Page 20: Teori Dasar NRECA

Harga NOMINAL dapat dikurangi hingga 25% untuk daerah

dengan tetumbuhan terbatas dan penutup tanah yang tipis.

* PSUB

PSUB = 0.5 untuk daerah tangkapan hujan yang normal / biasa,

0.5 < PSUB 0.9 untuk daerah dengan akuifer permeabel yang

besar

0.3 PSUB < 0.5 untuk daerah dengan akuifer terbatas dan

lapisan tanah yang tipis.

* GWF

GWF = 0.5 untuk daerah tangkapan hujan yang normal / biasa,

0.5 < GWF 0.8 untuk daerah yang memiliki aliran menerus

yang kecil,

0.2 GWF < 0.5 untuk daerah yang memiliki aliran menerus

yang dapat diandalkan.

Contoh tampilan model NRECA yang telah dimodifikasi dapat

dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Contoh Tampilan Model NRECA

20

2 3 4 5 6 7 8 9

Precip PET MOISTR STOR PRECIP/ AET/PET AET WATERSTORAGE RATIO PET BALANCE

yyyy-mm days (mm) (mm) (mm) Nominal: (mm) (mm)

443

1993-01 31 225 63 768 1.77 3.58 1.00 62.9 1621993-02 28 153 57 772 1.77 2.69 0.95 56.8 961993-03 31 188 63 774 1.71 2.99 1.00 62.9 1251993-04 30 176 61 777 1.72 2.89 1.00 60.9 1151993-05 31 204 63 780 1.72 3.24 1.00 62.9 1411993-06 30 140 61 783 1.72 2.30 1.00 60.9 791993-07 31 83 63 784 1.73 1.32 1.00 62.9 201993-08 31 36 63 784 1.74 0.57 1.00 59.8 -241993-09 30 81 61 761 1.75 1.33 1.00 60.9 201993-10 31 103 63 761 1.77 1.64 1.00 62.9 401993-11 30 149 61 762 1.77 2.45 1.00 60.9 881993-12 31 180 63 765 1.77 2.86 1.00 62.9 117

1

DATE

Page 21: Teori Dasar NRECA

Keterangan :

KOLOM KETERANGAN

1 Tanggal dan jumlah hari data yang bersangkutan

2 Presipitasi (mm)

3 Evapotranspirasi potensial (PET) (mm)

4 Penyimpanan kadar kelembaban tanah (moisture

storage) (mm). Harga kadar kelembaban tanah

ditetapkan sebagai kondisi awal dan digunakan untuk

perhitungan selanjutnya.

Moisture Storage (i) = Moisture Storage (i-1) + Delta

Storage (i-1)

5 Rasio peyimpanan (Storage Ratio)

Storage Ratio (I) =

6 Presipitasi / Evapotranspirasi potensial

7 Evapotranspirasi aktual (AET) / Evapotranpirasi

potensial (PET). Harga ini didapatkan dengan bantuan

grafik pada Gambar 5.3.

8 Evapotranspirasi aktual (AET). Harga ini didapatkan

dengan mengalikan kolom (3) dengan kolom (7).

21

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

EXCESS EXCESS DELTA RECHG BEGIN END GW DIRECT Observed TotalMOIST MOIST STORAGE TO GW STOR STOR FLOW FLOW DISCRATIO GW GW

(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

PSUB : GWF :0.6 0.7

0.97 158 4 95 26 121 85 63 139 1480.98 94 2 56 36 93 65 38 95 1020.98 122 3 73 28 101 71 49 113 1200.98 113 2 68 30 98 69 45 121 1140.98 138 3 83 29 112 79 55 136 1340.98 78 2 47 34 80 56 31 84 870.98 20 0 12 24 36 25 8 75 330.00 0 -24 0 11 11 8 0 14 80.97 20 1 12 3 15 10 8 20 180.97 39 1 23 4 28 19 16 26 350.97 86 2 51 8 60 42 34 82 760.97 114 3 68 18 86 60 46 106 106

Page 22: Teori Dasar NRECA

AET (i) = PET(i) x [AET(i)/PET(i)]

9 Kesetimbangan air (water balance). Harga

kesetimbangan air didapatkan dari pengurangan

antara kolom (2) dengan kolom (8)

Water Balance (i) = Presipitasi (i) – AET (i)

10 Rasio kelebihan kelembaban tanah (excess moisture

ratio). Jika harga kesetimbangan air pada kolom (9)

positif maka harga rasio kelebihan kelembaban tanah

didapatkan menggunakan bantuan grafik pada

gambar 5.10. Jika harga kesetimbangan air pada

kolom (9) negatif maka harga rasio kelebihan

kelembaban tanah sama dengan nol.

11 Kelebihan kelembaban tanah (excess moisture). Harga

ini didapatkan dengan mengalikan harga kolom (10)

dengan kolom (9)

Excess Moisture (i) = Excess Moisture Ratio (i) x

Water Balance (i)

12 Perubahan tampungan (delta storage). Harga

perubahan tampungan didapatkan dari kolom (9)

dikurangi dengan kolom (11)

Delta Storage (i) = Water Balance (i) – Excess

Moisture (i)

13 Pengisian air tanah (recharge to groundwater). Harga

pengisian air tanah didapatkan dengan mengalikan

PSUB dengan kolom (11)

Rech. to GW (i) = PSUB x Excess Moisture (I)

14 Tampungan awal air tanah (begin storage GW). Harga

tampungan awal air tanah ditetapkan sebagai kondisi

awal dan digunakan pada perhitungan selanjutnya.

Begin Storage (i) = [End Storage (i – 1)] – [ Ground

Waterflow (I – 1)]

15 Tampungan akhir air tanah (end storage GW). Harga

22

Page 23: Teori Dasar NRECA

tampungan akhir air tanah didaparkan dari

penjumlahan antara kolom (13) dan kolom (14)

End Storage GW (i) = Rech. to GW (i) + Begin Storage

GW (i)

16 Aliran air tanah (GW flow). Harga aliran air tanah

didapatkan dari perkalian antara GWF dengan kolom

(15)

GW Flow (i) = GWF x End Storage (i)

17 Direct Flow. Harga direct flow didapatkan dari

pengurangan antara kolom (11) dengan kolom (13)

Direct Flow (i) = Excess Moisture (i) – Rech. to GW (i)

18 Debit total (total discharge). Harga debit total

didapatkan dari penjumlahan antara kolom (16) dan

kolom (17)

Total (i) = GW Flow (i) + Direct Flow (i)

19 Debit pengamatan (observed discharge). Harga debit

pengamatan digunakan untuk proses kalibrasi model.

Gambar 2 Grafik Rasio AET/PET (Crawford)

3.2.7 Kalibrasi model

23

0

1

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

Precip/PET

AE

T/P

ET

Page 24: Teori Dasar NRECA

Dari hasil pemodelan dengan model NRECA maka diperoleh

karakteristik DPS yang akan digunakan dalam pemodelan hujan-

limpasan sebagai berikut:

* NOMINAL : 443

* PSUB : 0.60

* GWF : 0.70

Nilai nominal didapatkan dari pendekatan :

Nominal = 100+C*(hujan tahunan rata-rata)

Dengan C = 0,2 dan hujan tahunan rata-rata = 1718

mm/tahun

Nominal = 100+0,2(1718) = 443 mm

Nilai PSUB dan GWF didapatkan dengan cara coba-coba sampai

didapatkan nilai debit total hasil NRECA yang mendekati nilai debit

hasil pengukuran. Nilai PSUB yang digunakan adalah 0,6

sedangkan GWF adalah 0,7. Perbandingan beberapa parameter

statistik antara data pengamatan dan hasil pemodelan NRECA

dapat dilihat pada grafik antara data pengamatan dan hasil

pemodelan pada Gambar 2.

Dari hasil kalibrasi model ini selanjutnya dilakukan simulasi untuk

data hujan bulanan dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2000 dan

data evapotranspirasi potensial bulanan rata-rata. Pembangunan

yang pesat dalam beberapa tahun terakhir memungkinan

terjadinya perubahan tata guna dan vegetasi penutup lahan.

Sebagai implikasi perubahan tata guna lahan tersebut parameter

model pun dapat mengalami perubahan. Mengingat kalibrasi model

menggunakan data tahun 1993 maka untuk simulasi berikutnya

parameter Nominal hasil kalibrasi dikurangi sebanyak 15% untuk

mengantisipasi perubahan tata guna lahan yang terjadi. Nilai

parameter nominal yang digunakan dalam simulasi adalah 377 mm.

3.2.8 Debit masuk total

24

Page 25: Teori Dasar NRECA

Daerah tangkapan situ terdiri dari daratan dan muka air situ itu

sendiri. Debit total yang masuk ke situ adalah penjumlahan dari

debit yang berasal dari daratan dan debit yang berasal dari air

hujan yang langsung jatuh ke permukaan situ. Debit yang berasal

dari daratan telah dihitung menggunakan model NRECA

sedangkan debit yang berasal dari air hujan yang jatuh langsung ke

permukaan air situ dihitung menggunakan persamaan yang lebih

sederhana sebagai berikut:

dimana:

Q = debit bulanan (m3/det)

R = curah hujan bulanan (mm)

E = evaporasi bulanan rata-rata (mm)

t = jumlah hari dalam satu bulan (hari)

A = luas muka air situ rata-rata (km2)

k = faktor konversi satuan = 1/86,4

Pemisahan ini dilakukan karena terdapat perbedaan karakteristik

antara air hujan yang jatuh di permukaan tanah dan di permukaan

air situ. Air yang jatuh di permukaan tanah akan mengalami

proses-proses seperti infiltrasi, pengisian kelembaban tanah,

pergerakan air baik di sebagai aliran permukaan maupun air tanah.

Air yang jatuh di permukaan tanah memerlukan selang waktu

tertentu sebelum akhirnya masuk ke dalam tampungan situ. Selain

itu jika permukaan tanah tertutup oleh vegetasi maka akan terjadi

evapotraspirasi. Sedangkan air hujan yang jatuh di permukaan situ

langsung mengisi tampungan tanpa memerlukan selang waktu

tertentu.

25

Page 26: Teori Dasar NRECA

Air yang terdapat dalam tampungan situ akan mengalami

evaporasi. Jika pada suatu waktu jumlah curah hujan yang turun

lebih kecil daripada besarnya evaporasi air situ maka debit yang

dihitung menggunakan persamaan di atas akan berharga negatif.

Seandainya debit yang berasal dari daratan di sekitar situ lebih

kecil daripada harga mutlak debit negatif yang berasal dari air

hujan yang jatuh langsung ke permukaan air situ maka debit masuk

total ke situ pun akan berharga negatif. Jika dari hasil simulasi data

didapatkan beberapa debit yang bernilai negatif, maka dalam

perhitungan peramalan debit yang akan dilakukan, debit negatif

diasumsikan berharga nol. Hal ini dilakukan karena dalam

peramalan debit tidak diperkenankan terdapat hasil perhitungan

debit yang berharga negatif.

3.2.9 Debit Andalan Ketersediaan Air

Untuk mencari debit andalan dilakukan dengan mengurutkan data

debit ketersediaan air dari kecil ke terbesar. Selanjutnya untuk

perencanaan digunakan Q80 dengan kemungkinan tidak terpenuhi

sebesar 20%. Q80 adalah merupakan data ke-M, dimana :

M = (N/5) + 1

Dengan : N = jumlah data.

Maka M = ( 6 / 5 ) + 1 = 2,1 2

26