dasar teori komposit

51
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KOMPOSIT Pengertian komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih komponen yang berlainan digabung (Kroschwitz, 1987). K. Van Rijswijk et.al dalam bukunya Natural Fibre Composites (2001) menjelaskan komposit adalah bahan hibrida yang terbuat dari resin polimer diperkuat dengan serat, menggabungkan sifat-sifat mekanik dan fisik. Ilustrasi ikatan dan sifat fisik polimer dapat dilihat pada gambar 2.1. fiber (serat) resin composite material Gambar 2.1. Komposisi Komposit (Sumber: K. van Rijswijk, et.al, 2001) Bahan komposit merupakan bahan gabungan secara makro yang didefinisikan sebagai suatu sistem material yang tersusun dari campuran atau kombinasi dua atau lebih unsur-unsur utama yang secara makro berbeda dalam bentuk dan atau komposisi material yang tidak dapat dipisahkan (Schwartz, 1984). Material komposit mempunyai beberapa keuntungan diantaranya (Schwartz, 1997): 1. Bobotnya ringan 2. Mempunyai kekuatan dan kekakuan yang baik 3. Biaya produksi murah 4. Tahan korosi Universitas Sumatera Utara

Upload: pungkyindrakusuma

Post on 26-Dec-2015

76 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

material

TRANSCRIPT

Page 1: Dasar Teori Komposit

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT

Pengertian komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih

komponen yang berlainan digabung (Kroschwitz, 1987). K. Van Rijswijk et.al

dalam bukunya Natural Fibre Composites (2001) menjelaskan komposit adalah

bahan hibrida yang terbuat dari resin polimer diperkuat dengan serat,

menggabungkan sifat-sifat mekanik dan fisik. Ilustrasi ikatan dan sifat fisik

polimer dapat dilihat pada gambar 2.1.

fiber (serat) resin composite material

Gambar 2.1. Komposisi Komposit

(Sumber: K. van Rijswijk, et.al, 2001)

Bahan komposit merupakan bahan gabungan secara makro yang

didefinisikan sebagai suatu sistem material yang tersusun dari campuran atau

kombinasi dua atau lebih unsur-unsur utama yang secara makro berbeda dalam

bentuk dan atau komposisi material yang tidak dapat dipisahkan (Schwartz, 1984).

Material komposit mempunyai beberapa keuntungan diantaranya

(Schwartz, 1997):

1. Bobotnya ringan

2. Mempunyai kekuatan dan kekakuan yang baik

3. Biaya produksi murah

4. Tahan korosi

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Dasar Teori Komposit

6

Sedangkan Peter (2002) menjelaskan keuntungan dan kerugian komposit

di dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Keuntungan dan Kerugian dari Komposit Komersial (Jurnal

Penelitian Characterization and Treatments of Pineapple Leaf Fibre

Thermoplastic Composite For Construction Application, Munirah Mochtar, et.al,

2007)

Keuntungan Kerugian

- Berat berkurang

- Rasio antara kekuatan atau rasio

kekakuan dengan berat tinggi

- Sifat-sifat yang mampu

beradaptasi: Kekuatan atau

kekakuan dapat beradaptasi

terhadap pengaturan beban

- Lebih tahan terhadap korosi

- Kehilangan sebagian sifat dasar

material

- Ongkos manufaktur rendah

- Konduktivitas termal atau

konduktivitas listrik meningkat

atau menurun

- Biaya bertambah untuk bahan baku

dan fabrikasi

- Sifat-sifat bidang melintang lemah

- Kelemahan matrik, kekerasan

rendah

- Matriks dapat menimbulkan

degradasi lingkungan

- Sulit dalam mengikat

- Analisa sifat-sifat fisik dan mekanik

sulit dilakukan, analisis untuk

efisiensi damping tidak mencapai

konsensus

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa aplikasi komposit masih terbatas

disebabkan oleh faktor ekonomi. Karena komposit menggunakan serat gelas atau

material teknik yang lain sebagai penguat, biaya bahan mentah dan biaya fabrikasi

akan menjadi tinggi. Hal ini jelas terlihat pada bidang industri yang

memanfaatkan material komposit, seperti pada bidang penerbangan dan kelautan.

Material komposit terdiri dari dua buah penyusun yaitu filler (bahan

pengisi) dan matrik. Adapun definisi dari keduanya adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Dasar Teori Komposit

7

1. Filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit,

biasanya berupa serat atau serbuk. Serat yang sering digunakan dalam

pembuatan komposit antara lain serat E-Glass, Boron, Carbon dan lain

sebagainya. Bisa juga dari serat alam antara lain serat kenaf, jute, rami,

cantula dan lain sebagainya.

2. Matriks. Gibson R.F. (1994) mengatakan bahwa matriks dalam struktur

komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik.

Matriks secara umum berfungsi untuk mengikat serat menjadi satu struktur

komposit. Matriks memiliki fungsi:

1. Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur

2. Melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan

3. Mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat

4. Menyumbangkan beberapa sifat seperti, kekakuan, ketangguhan dan

tahanan listrik.

2.1.1 Klasifikasi Komposit

Berdasarkan matriks yang digunakan komposit dapat dikelompokkan atas:

1. MMC: Metal Matriks Composite (menggunakan matriks logam)

Metal Matriks Composite adalah salah satu jenis komposit yang memiliki

matriks logam. MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada

mulanya yang diteliti adalah Continous Filamen MMC yag digunakan

dalam industri penerbangan

2. CMC: Ceramic Matriks Composite (menggunakan matriks keramik)

CMC merupakan material dua fasa dengan satu fasa berfungsi sebagai

penguat dan satu fasa sebagai matriks dimana matriksnya terbuat dari

keramik. Penguat yang umum digunakan pada CMC adalah; oksida,

carbide, nitride. Salah saru proses pembuatan dari CMC yaitu dengan

proses DIMOX yaitu proses pembentukan komposit dengan reaksi oksidasi

leburan logam untuk pertumbuhan matriks keramik di sekeliling daerah

filler.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Dasar Teori Komposit

8

3. PMC: Polymer Matriks Composite (menggunakan matriks polimer).

Polimer merupakan matriks yang paling umum digunakan pada material

komposit. Karena memiliki sifat yang lebih tahan terhadap korosi dan

lebih ringan. Matriks polimer terbagi 2 yaitu termoset dan termoplastik.

Perbedaannya polimer termoset tidak dapat didaur ulang sedangkan

termoplastik dapat didaur ulang sehingga lebih banyak digunakan

belakangan ini. Jenis-jenis termoplastik yang biasa digunakan adalah

polypropylene (PP), polystryrene (PS), polyethylene (PE), dan lain-lain

Berdasarkan serat yang digunakan komposit serat (fiber-matriks composites)

dibedakan menjadi:

1. Fibre composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik.

2. Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik.

3. Particulate composites adalah gabungan partikel dengan matrik.

4. Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal

5. Laminar composites adalah gabungan lapisan atau unsur pokok lamina.

Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit yaitu:

1. Continuous Fibre Composite

Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina

diantara matriksnya. Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar

lapisan.

2. Woven Fibre Composite (bi-directional)

Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena

susunan seratnya mengikat antar lapisan. Susunan serat memanjangnya

yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah.

3. Discontinous Fibre Composite

Discontinous Fibre Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek.

Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 :

a) Aligned discontinous fibre

b) Off-axis aligned discontinous fibre

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Dasar Teori Komposit

9

c) Randomly oriented discontinous fibre

Berdasarkan strukturnya komposit dibedakan atas:

1. Particulate Composite Materials (komposit partikel) merupakan jenis

komposit yang menggunakan partikel/butiran sebagai filler (pengisi).

Partikel berupa logam atau non logam dapat digunakan sebagai filler.

2. Fibrous Composite Materials (komposit serat) terdiri dari dua komponen

penyusun yaitu matriks dan serat.

3. Structural Composite Materials (komposit berlapis) terdiri dari sekurang-

kurangnya dua material berbeda yang direkatkan bersama-sama. Proses

pelapisan dilakukan dengan mengkombinasikan aspek terbaik dari masing-

masing lapisan untuk memperoleh bahan yang berguna.

Untuk lebih jelasnya, pembagian komposit dapat dilihat pada gambar

berikut:

Gambar 2.2. Struktur Bagan Komposit

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Dasar Teori Komposit

10

2.1.2 Faktor Ikatan Fiber-Matriks

Komposit berpenguat serat banyak diaplikasikan pada alat-alat yang

membutuhkan material yang mempunyai perpaduan dua sifat dasar yaitu kuat

namun juga ringan. Komposit serat yang baik harus mampu menyerap matriks

yang memudahkan terjadi antara dua fase (Schwartz, 1984). Selain itu komposit

serat juga harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi,

karena serat dan matriks berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian

tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang

mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya celah

pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan

matrik tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit

tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void

sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut (Schwartz, 1984).

2.1.3 Faktor Ikatan Filler-Matriks

Dengan adanya partikel berupa filler, maka pada beberapa daerah pada

resin sebagai matriks akan terisi oleh partikel, sehingga pada saat terjadi

interlamellar stretching, deformasi yang terjadi pada bagian amorph dapat

diminimalisir oleh partikel. Mekanisme penguatannya adalah bahwa dengan

adanya partikel, maka jarak antara bagian polimer yang strukturnya kristalin

(berbentuk seperti lempengan/lamelar) akan diperpendek oleh adanya partikel

tadi. Dengan semakin meningkatnya jumlah partikel yang ada (sampai pada

batasan tertentu dimana matriks masih mampu mengikat partikel), maka

deformasi yang terjadi juga akan semakin berkurang, karena beban yang

sebelumnya diterima oleh matriks akan diteruskan atau ditanggung juga oleh

partikel sebagai penguat.

Ikatan antara matriks dan filler harus kuat. Apabila ikatan yang terjadi

cukup kuat, maka mekanisme penguatan dapat terjadi. Tetapi apabila ikatan antar

permukaan partikel dan matriks tidak bagus, maka yang terjadi adalah filler hanya

akan berperan sebagai impurities atau pengotor saja dalam spesimen. Akibatnya

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Dasar Teori Komposit

11

filler akan terjebak dalam matriks tanpa memiliki ikatan yang kuat dengan

matriksnya. Sehingga akan ada udara yang terjebak dalam matriks sehingga dapat

menimbulkan cacat pada spesimen. Akibatnya beban atau tegangan yang

diberikan pada spesimen tidak akan terdistribusi secara merata. Hal inilah yang

menyebabkan turunnya kekuatan mekanik pada komposit.

Ikatan antar permukaan yang terjadi pada awalnya merupakan gaya adhesi

yang ditimbulkan karena kekasaran bentuk permukaan, yang memungkinkan

terjadinya interlocking antar muka, gaya elektrostatik yaitu gaya tarik menarik

antara atom bermuatan ion, ikatan Van der Waals karena adanya dipol antara

partikel dengan resin. Permulaan kekristalan (nukleasi) pada polimer bisa terjadi

secara acak di seluruh matriks ketika molekul-molekul polimer mulai bersekutu

(nukleasi homogen) atau mungkin juga terjadi disekitar permukaan suatu kotoran

(impurities asing), yaitu mungkin suatu nukleator sengaja ditambahkan sehingga

terjadi nukleasi heterogen. Jadi partikel yang ditambahkan pada polimer akan

berpengaruh terhadap kristalisasi dari polimer itu sendiri.

Peningkatan volume filler akan mengurangi deformability (khususnya

pada permukaan) dari matriks sehingga menurunkan keuletannya. Selanjutnya,

komposit akan memiliki kekuatan lentur yang rendah. Namun apabila terjadi

ikatan antara matriks dan filler kuat sifat mekanik akan meningkat karena

distribusi tegangan merata.

Pola distribusi dari partikel juga akan mempengaruhi kekuatan mekanik.

Pola distribusi partikel dalam matriks dapat dianalisa secara sederhana dengan

menghitung densitas dari komposit pada beberapa bagiannya dalam satu variabel.

Dari hasil perhitungannya, densitas komposit memiliki nilai-nilai yang berbeda-

beda dalam satu variabelnya. Hal ini menunjukkan pola sebaran dari partikel yang

kurang homogen.

Pada penelitian ini komposit dianalisa secara makroskopik. Makroskopik

adalah menganalisa bahan komposit dengan anggapan bahan komposit bersifat

homogen sehingga dalam analisa kekuatan komposit berdasarkan kekuatan

komposit secara keseluruhan. Sedangkan tinjauan secara mikroskopik pada

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Dasar Teori Komposit

12

penelitian ini diabaikan. Mikroskopik adalah menganalisa bahan komposit

berdasarkan interaksi antara penguat dan matriksnya.

2.1.4 Pembebanan

Bahan komposit dibentuk pada saat yang sama ketika struktur tersebut

dibuat. Hal ini berarti bahwa orang yang membuat struktur menciptakan sifat-sifat

bahan komposit yang dihasilkan. Proses manufaktur yang digunakan biasanya

merupakan bagian yang kritikal yang berperan menentukan kinerja struktur yang

dihasilkan.

Terdapat empat beban langsung utama dimana setiap bahan dalam suatu

struktur harus menahannya yaitu tarik, tekan, geser/lintang dan lentur.

1. Tarik

Reaksi komposit terhadap beban tarik sangat tergantung pada sifat kekakuan

dan kekuatan tarik dari serat penguat, dimana jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan resinnya.

2. Tekan

Sifat daya rekat dan kekakuan dari sistem resin sangat penting. Resin menjaga

serat sebagai kolom lurus dan mencegah dari tekukan (buckling).

3. Geser/Lintang

Beban ini mencoba untuk meluncurkan setiap lapisan seratnya. Di bawah

beban geser resin memainkan peranan utama, memindahkan tegangan

melintang komposit. Untuk membuat komposit tahan terhadap beban geser,

unsur resin diharuskan tidak hanya mempunyai sifat-sifat mekanis yang baik

tetapi juga daya rekat yang tinggi terhadap serat penguat.

4. Lenturan

Beban lentur sebetulnya merupakan kombinasi beban tarik, tekan dan geser.

Ketika beban seperti diperlihatkan, bagian atas terjadi tekan, bagian bawah

terjadi tarik dan bagian tengah lapisan terjadi geser.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Dasar Teori Komposit

13

2.1.5 Daya Serap Air (Water Absorbtion)

Water-absorbtion dalam komposit merupakan kemampuan komposit

dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Water-absorbtion pada komposit

merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar

ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab

atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Water-absorption pada

komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan

dalam propertiesnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu

yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta

menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan

interface komposit menyebabkan penurunan properties mekanis komposit

tersebut. Karena itu, pengaruh dari water-absorption sangat vital untuk

penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka.

Salah satu karakteristik serat alami memiliki kemampuan menyerap air

yang lebih besar. Adanya serat alam yang memiliki kemampuan menyerap air

sebesar 11%- 12% ( Surdia et al), menyebabkan komposit berpenguat serat alami

dapat menyerap air lebih. Semakin besar fraksi volume serat pada komposit

menyebabkan peningkatan water absorpton. Demikian pula ikatan matrik dengan

serat membuat adanya celah yang membuat aliran air dapat masuk secara

kapilarisasi Dhakal et.al (2006).

2.2 JENIS-JENIS ATAP

Atap merupakan salah satu elemen dari sebuah interior yang saling

melengkapi dengan elemen-elemen penunjang lainnya. Selain itu atap berfungsi

sebagai pelindung dari berbagai cuaca sehingga konstruksi dan bentuknya

haruslah menunjang untuk menghadapi problem yang disebabkan oleh bunyi,

panas, dingin, dan hujan. Pemilihan material atap pun harus benar-benar

diperhatikan. Kualitas atap dapat dinilai baik, jika mempunyai struktur yang kuat

serta tahan lama, sehingga elemen pendukung atap harus dirancang sedemikian

rupa agar atap tetap kuat dan awet. Berbagai macam bahan material yang biasa

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Dasar Teori Komposit

14

digunakan sebagai atap antara lain yaitu atap alang-alang, sirap, beton, kaca,

asbes, genteng, dan sirap. Beragam material tersebut mempunyai karakteristik

tersendiri. Pastikan material yang digunakan dan teknik pengerjaannya kuat,

aman, dan tahan lama.

Genteng adalah elemen utama pelindung bangunan dari panas dan hujan.

Jenis, bentuk, dan warnanya berkembang mengikuti tren desain arsitektur.

Fungsinya pun tidak lagi sebatas penutup atap, tapi sekaligus elemen

mempercantik.

Pemanfaatan teknologi juga tak bisa dikesampingkan. Selain untuk

mendapatkan produk kualitas prima, pemanfaatan teknologi merambah pada

produk yang ramah lingkungan. Sejak isu pemanasan global mencuat ke

permukaan, pemakaian bahan bangunan ramah lingkungan jadi tren di seluruh

dunia. Produsen atap tak mau ketinggalan dan berlomba-lomba menawarkan

produk atap ramah lingkungan. Ada beberapa pilihan penutup atap yang

berkualitas dan murah.

Dalam pemilihan jenis penutup atap ini ada beberapa kriteria yang perlu

diperhatikan:

1. Tinjauan terhadap iklim setempat

2. Bentuk keserasian atap

3. Fungsi dari bangunan tersebut

4. Bahan penutup atap mudah diperoleh

5. Dana yang tersedia

Adapun jenis-jenis atap yang beredar di pasaran antara lain adalah:

1. Atap Sirap

Penutup atap yang terbuat dari kepingan tipis kayu ulin (eusideroxylon

zwageri) ini ketahanannya tergantung keadaan lingkungan, kualitas kayu yang

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Dasar Teori Komposit

15

digunakan, dan besarnya sudut atap. Penutup atap jenis ini bisa bertahan hingga

25 tahun atau lebih. Bentuknya yang unik cocok untuk rumah-rumah bergaya

pedesaan yang menyatu dengan alam.

2. Atap genteng tanah liat tradisional

Material ini banyak dipergunakan untuk rumah. Gentang terbuat dari tanah

liat yang dicetak dan dibakar. Kekuatannya cukup baik. Untuk memasang genteng

tanah liat membutuhkan rangka. Genteng dipasang pada atap miring. Genteng

menerapkan sistem pemasangan inter-locking atau saling mengunci dan mengikat.

Seiring waktu, warna dan penampilan genteng akan berubah. Pada

permukaannya biasanya akan tumbuh jamur. Bagi sebagian orang dengan gaya

rumah tertentu mungkin ini bisa membuat tampilan tampak lebih alami, namun

sebagian besar orang tidak menyukai tampilan ini.

3. Atap genteng keramik

Material genteng ini berbahan dasar tanah liat. Namun genteng ini telah

mengalami proses finishing, jadi permukaannya sudah diglasur. Lapisan ini dapat

diberi warna yang beragam untuk melindungi genteng dari lumut. Ketahanannya

sekitar 20–50 tahun. Aplikasinya sangat cocok untuk hunian modern di perkotaan.

4. Atap genteng beton

Bentuk dan ukurannya hampir sama dengan genteng tradisional, hanya

bahan dasarnya berupa campuran semen PC dan pasir kasar, kemudian diberi

lapisan tipis yang berfungsi sebagai pewarna dan kedap air. Sedangkan untuk

kekuatan, genting beton punya daya tahan cukup lama, yakni 20 tahun. Namun

karena bobotnya yang berat, genting beton hanya dapat disandingkan dengan

penampang kuat seperti rangka baja ringan. Per meter persegi bidang atap,

biasanya dibutuhkan 10 keping genteng beton, sementara bobot perbuahnya

sekitar 4 kg- 4,5 kg. Di pasaran, tersedia beragam warna dan bentuk genteng

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Dasar Teori Komposit

16

beton. Mulai dari warna natural, seperti terakota dan coklat, sampai ke warna-

warna cerah semisal biru dan hijau. Dari bentuknya, terdapat dua jenis genting

beton, yaitu flat (rata) dan bergelombang. Genteng flat, biasa digunakan untuk

rumah bergaya modern minimalis

5. Atap seng

Atap ini terbuat dari lembaran baja tipis yang diberi lapisan seng secara

elektrolisis yang tujuannya untuk membuatnya jadi tahan karat. Jadi, kata 'seng'

berasal dari bahan pelapisnya. Jenis ini akan bertahan selama lapisan seng ini

belum hilang. Jika sudah lewat masa itu, atap akan mulai berkarat dan bocor.

6. Atap dak beton

Atap ini biasanya merupakan atap datar yang terbuat dari kombinasi besi

dan beton. Penerapannya biasanya pada rumah-rumah modern minimalis dan

kontemporer. Karena konstruksinya kuat, atap ini dapat digunakan sebagai tempat

beraktivitas, misalnya untuk menjemur pakaian dan bercocok tanam dengan pot.

Kebocoran pada atap dak beton sering sekali terjadi. Oleh karena itu perlu

dilakukan pengawasan pada bagian cor-nya dan pada saat memasang lapisan

waterproof pada bagian atasnya.

7. Atap genteng metal

Atap ini berbentuk material lembaran, mirip seng. Hanya jenis bahan dasar

yang membedakan. Genting metal terbuat dari logam, dengan bobot ringan. Ada

dua jenis bahan pelapis yang dipakai, baja ringan dan galvanis. Dipasaran beredar

dua jenis genting metal, yang berlapis pasir dan tidak. Lapisan pasir berfungsi

untuk menahan panas, dan harganya pun lebih mahal sekitar Rp100 ribuan per

keping di banding yang tidak berpasir. Untuk pemasangan genting metal

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Dasar Teori Komposit

17

memerlukan peralatan khusus. Kalau menggunakan rangka atap baja ringan,

diperlukan paku galvanis dan sekrup baja.

Genteng ini ditanam pada balok gording rangka atap dengan menggunakan

sekrup. Pemasangannya tidak jauh berbeda dengan genteng tanah liat. Ukurannya

lebih besar dari genteng tanah liat, yakni sekitar 60–120 cm, dengan ketebalan 0,3

mm.

8. Atap Genteng Aspal

Material genteng yang satu ini bersifat transparan, terbuat dari campuran

lembaran bitumen (turunan aspal) dan bahan kimia lain. Ada dua model yang

tersedia di pasaran. Pertama, model datar bertumpu pada multipleks yang

menempel pada rangka, dan jenis yang kedua, model bergelombang yang

pemasangannya cukup disekrup pada balok gording.

Atap ini biasanya dipilih dan dipasang untuk memberi penerangan alami

dalam rumah pada siang hari. Biasanya dipasang pada bagian rumah yang tidak

mendapatkan cahaya langsung dari jendela, atau sebagai aksen yang melengkapi

desain sebuah rumah. Bentuknya pun bermacam macam, ada yang berbentuk

lembaran kaca atau genteng kaca sesuai kebutuhan.

9. Atap Polikarbonat

Atap ini berbentuk lembaran besar yang dapat dipasang tanpa sambungan.

Keunggulan polikarbonat adalah pada kualitas materialnya dan ketahanannya

terhadap radiasi matahari. Atap jenis ini biasanya dipakai pada kanopi atau atap

tambahan. Atap polikarbonat dapat dipasang dengan mudah dan cepat, namun

harganya memang lebih mahal dari atap lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Dasar Teori Komposit

18

2.3 ASPAL

Aspal dalam bahasa yang umum dikenal juga dengan "tar". Untuk kata

"tar" atau "aspal" sering digunakan secara bergantian, mereka memiliki arti yang

berbeda. Salah satu alasan untuk kebingungan ini disebabkan oleh fakta

bahwa, di antara negara-negara lain, ada perbedaan substansial dalam arti

dihubungkan dengan periode yang sama. Sebagai contoh, aspal minyak di

Amerika Serikat disebut dengan aspal, sedangkan di Eropa "aspal" adalah

campuran agregat batu dan aspal yang digunakan untuk pembangunan jalan.

Di Eropa, istilah aspal menunjukkan residu dari penyulingan minyak bumi.

Bitumen adalah campuran hidrokarbon yang tinggi berat molekul.

Rasio persentase antara komponen bervariasi, sehubungan dengan asal-usul

minyak mentah dan metode distilasi. Bahkan, aspal sudah dikenal sebelum awal

eksploitasi ladang minyak sebagai produk asal alam, yang disebut dalam hal

ini adalah aspal asli.

2.3.1 Sumber Aspal

Sumber aspal dari kilang minyak (refinery bitumen). Aspal yang

dihasilkan dari industri kilang minyak mentah (crude oil) dikenal sebagai residual

bitumen, straight bitumen atau steam refined bitumen. Isitlah refinery bitumen

merupakan nama yang tepat dan umum digunakan. Aspal yang dihasilkan dari

minyak mentah yang diperoleh melalui proses destilasi minyak bumi. Proses

penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350oC di bawah

tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak seperti gasoline

(bensin), kerosene (minyak tanah) dan gas oil. (Wignall, 2003).

2.3.2 Kandungan Aspal

Kandungan aspal terdiri dari senyawa asphaltenes dan maltene.

Asphaltenes merupakan campuran kompleks dari hidrokarbon, yang terdiri dari

cincin aromatik kental dan senyawa heteroaromatik yang mengandung belerang,

serta amina, amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel

dan vanadium.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Dasar Teori Komposit

19

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturates,

aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan

komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi

bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun

oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga

beberapa logam seperti Vanadium, Ni, Fe, Ca dalam bentuk garam organik dan

oksidanya. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen adalah Karbon

(82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-

1%).

Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan

kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida,

dan struktur utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat

kompak (Nuryanto, A. 2008).

2.3.3 Jenis – Jenis Aspal

Secara umum jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu

sebagai berikut :

1. Aspal alamiah merupakan aspal ini berasal dari berbagai sumber alam,

seperti pulau Trinidad dan Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung

kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut,

sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat

yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal

alamiah relatif menjadi tidak penting.

2. Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang

diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai

bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan

yang sangat tahan lama dan stabil.

3. Aspal minyak bumi pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk

perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Dasar Teori Komposit

20

sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang

di Kentucky, Ohio, Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah

(Oglesby, 1996).

Aspal penetrasi 60/70 asal iran merupakan salah satu jenis aspal minyak

bumi yang diimpor dari Iran-Teheran. Aspal jenis ini sangat sesuai dan

direkomendasikan untuk negara beriklim tropis seperti Indonesia, karena di desain

untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal yang

dipergunakan sebagai bahan utama dalam penelitian ini yaitu aspal penetrasi

60/70. Untuk data jenis pengujian dan data persyaratan aspal tersebut tercantum

seperti pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70

(sumber: Spesifikasi Bidang Jalan dan Jembatan Dep. PU, 2005)

Sifat

Ukuran

Spesifikasi

Standar

Pengujian

Densitas pada T 25 oC kg/m

3 1010 - 1060 ASTM-D71/3289

Penetrasi pada T 25 oC 0,1 mm 60/70 ASTM-D5

Titik leleh oC 49/56 ASTM-D36

Daktilitas pada T 25 oC cm Min. 100 ASTM-D113

Kerugian pemanasan %wt Max. 0,2 ASTM-D6

Penurunan pada penetrasi

setelah pemanasan

% Max. 20 ASTM-D6&D5

Titik nyala oC Min. 250 ASTM-D92

Kelarutan dalam CS2 %wt Min. 99,5 ASTM-D4

Spot Test Negatif AASHO T102

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Dasar Teori Komposit

21

2.4 PASIR

Pasir adalah butiran halus yang terdiri dari butiran berukuran 0,15-5 mm

yang didapat dari hasil desintregrasi batuan alam atau juga dari pecahan batuan

alam (Tjokrodimuljo, 1996).

Menurut asalnya pasir alam digolongkan menjadi 3

macam yaitu (Tjokrodimuljo, 1996):

1. Pasir galian yaitu pasir yang diperoleh langsung dari permukaan tanah atau

dengan menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya berbutir tajam,

bersudut, berpori dan bebas kandungan garam.

2. Pasir sungai yaitu pasir yang diperoleh langsung dari dasar sungai yang

pada umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Bila

digunakan sebagai bahan susun beton daya lekat antar butirannya agak

kurang, tetapi karena butirannya yang bulat maka cukup baik untuk

memplester tembok.

3. Pasir laut yaitu pasir yang diambil dari pantai, butirannya halus dan bulat

karena gesekan. Pasir ini merupakan jenis pasir yang paling

jelek dibandingkan pasir galian dan pasir sungai. Apabila dibuat beton

maka harus dicuci terlebih dahulu dengan air tawar karena pasir ini

akan menyerap banyak kandungan air di udara dan pasir ini selalu

agak basah, juga menyebabkan pengembangan volume pasir bila sudah

menjadi bangunan.

2.5 POLIPROPILEN (PP)

Polipropilen merupakan hasil reaksi polimerisasi monomer propilen. PP

yang diperdagangkan umumnya dalam bentuk pellet (butiran memanjang).

Polipropilen dapat digunakan untuk membuat barang-barang seperti botol, kotak

aki, tikar, rafia, dan karung plastik.

Bahan baku polipropilen didapat dengan menguraikan petroleum (naftan)

dengan cara yang sama seperti pada etilen. Menurut proses yang serupa dengan

metoda tekanan rendah untuk polietilen, mempergunakan katalis Zieger – Natta,

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Dasar Teori Komposit

22

polipropilen dengan keteraturan ruang dapat diperoleh dari propilen. Polipropilen

ataktik tanpa keteraturan ruang dan mempunyai titik lunak rendah dipisahkan oleh

ekstraksi dengan pentan dan disisihkan.(Ghanie, 2011)

2.5.1 Sifat - Sifat Polipropilen

Sifat – sifat polipropilen serupa dengan sifat – sifat polietilen. Massa

jenisnya rendah (0,90 – 0,92 g/cm3). Termasuk kelompok yang paling ringan

diantara bahan polimer. Dapat terbakar jika dinyalakan, titik lunaknya tinggi

sekali (176°C, Tm), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekakuannya lebih tinggi,

tetapi ketahanan impaknya rendah terutama pada suhu rendah.

Sifat tembus cahayanya pada pencetakan lebih baik daripada polietilen

dengan permukaan yang mengkilap, penyusutannya pada pencetakan kecil,

penampilan dan ketelitian dimensinya lebih baik. Sifat mekaniknya dapat

ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan serat gelas.

Pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan resin termoset.

Sifat-sifat listriknya hampir sama dengan sifat – sifat listrik polietilen.

Ketahanan kimianya kira – kira sama bahkan lebih baik daripada polietilen massa

jenis tinggi. Ketahanan retak – tegangannya sangat baik. Dalam hidrokarbon

aromatik dan hidrokarbon yang terklorinasi, larut pada 80°C atau lebih, tetapi

pada suhu biasa hanya memuai. Oleh karena itu sukar untuk diolah dengan

perekatan dan pencapan seperti halnya dengan polietilen yang memerlukan

perlakuan tertentu pada permukaannya.

Polipropilen merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas

0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat

kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan

bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilen memiliki mutu kimia

yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan

(stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi.

Kerapuhan polipropilen dibawah 0°C dapat dihilangkan dengan

penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat

adhesi yang baik. Polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah seperti

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Dasar Teori Komposit

23

polipropilen (konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap

laju pendinginan.

Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang

jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari

pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan

terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya.

Polipropilen mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan

benturan (impact strength) yang tinggi dan ketahanan yang tinggi terhadap pelarut

organik. Polipropilen juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses

dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat

kekakuan yang tinggi.

Seperti polyolefin lain, polipropilen juga mempunyai ketahanan yang

sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alcohol

dan sebagainya. Tetapi polipropilen dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi

seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi

menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras (Ahmad Hafizullah,

2011).

2.5.2 Mampu Cetak

Polipropilen mempunyai sifat mampu cetak yang baik seperti halnya

polietilen. Seperti telah diutarakan di atas polipropilen mempunyai faktor

penyusutan cetakan yang lebih kecil dibandingkan dengan polietilen yang

bermassa jenis tinggi, pada kondisi optimal dapat diperoleh produk dengan

ketelitian dimensinya baik dan tegangan sisa yang kecil.

2.5.3 Penggunaan Polipropilen

Hampir sama seperti polietilen, popliropilen banyak digunakan sebagai

bahan dalam produksi peralatan meja makan, keranjang, peralatan kamar mandi,

keperluan rumah tangga, mainan, peralatan listrik, barang – barang kecil,

komponen mobil, dan seterusnya. Penggunaan yang luas itu berkat mampu

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Dasar Teori Komposit

24

cetaknya yang baik, permukaannya yang licin, mengkilap dan tembus cahaya.

Film yang diregangkan pada dua arah sumbu kuat dan baik ketahanan

impaknya pada suhu rendah. Untuk memperbaiki permeabilitas gas dan ketahanan

terhadap panas telah dikembangkan berbagai macam laminasi film. Benang celah

dibuat dengan cara meregangkan film sampai putus pada panjang yang sama, dan

benang pisah dengan robekan yang banyak, dipakai untuk membuat tali dan pita

untuk keperluan pengepakan. Serat dipergunakan untuk tambang, karpet, tirai dan

bahkan yang dicetak tiup untuk berbagai macam botol (Ghanie, 2011).

2.6. SERAT

Serat merupakan bahan yang kuat, kaku, dan getas. Karena serat yang

terutama menahan gaya luar, ada dua hal yang membuat serat menahan gaya

yaitu:

1. Perekatan (bonding) antara seart dan matriks (intervarsial bonding) sangat

baik dan kuat, sehingga tidak mudah lepas dari matriks (debonding)

2. Kelangsingan (aspect ratio) yaitu perbandingan antara panjang serat dan

diameter serat yang cukup besar.

Arah serat penguat menntukan kekuatan komposit, arah serat sesuai dengan

arah kekuatan maksimum. Arah serat mempengaruhi jumlah serat yang dapat

diisikan ke dalam matriks. Makin cermat penataannya, makin banyak penguat

dapat dimasukkan. Bila sejajar berpeluang sampai 90%, bila separuh separuh

saling tegak lurus peluangnya 75%, dan tatanan acak hanya berpeluang

pengisian 15 sampai 50%. Hal tersebut menentukan optimum saat komposit

maksimum (Surdia, 1995).

2.6.1 Efek Orientasi Serat Terhadap Kekuatan

Komposit diperkuat serat kontinu pada arah yang sama dengan arah

tegangan kerja kekuatan komposit adalah kekuatan maksimal. Kekuatan komposit

tipe anisotropik ini bervariasi secara linier dengan fraksi volume serat. Apabila

orientasi serat membuat sudut dengan arah tegangan tarik yang diterapkan,

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Dasar Teori Komposit

25

maka terjadi penurunan gradient kurva kekuatan untuk nilai Vf (fraksi volume

serat) yang lebih besar dari Vmin. Efek pengurangan ini diperoleh dengan

memasukkan faktor orientasi ή dalam persamaan kekuatan dasar yang

menghasilkan:

...............................................................................2.1

Dimana:

= Tegangan (kekuatan) komposit

= Faktor orientasi

= Tegangan (kekuatan)serat

= Fraksi volume serat

Vm = Fraksi volume matrik

= Tegangan dimana matrik mulai mengalami deformasi plastis dan

pengerasan–regangan.

Bila sudut orientasi serat bertambah mulai dari nol, maka faktor

orientasi η turun menjadi kurang dari satu.

Untuk menyajikan analisis yang lebih rinci dari variasi kekuatan komposit

dengan orientasi serat, lazim diterapkan teori “tegangan maksimum” berdasarkan

kenyataan bahwa ada tiga mode kegagalan komposit. Selain sudut orientasi serat

, terdapat tiga sifat komposit lain : kekuatan parallel dengan serat ( ),

kekuatan geser matrik parallel dengan serat , dan kekuatan tegak lurus pada

serat . Setiap mode kegagalan dinyatakan dengan persamaan yang

menghubungkan kekuatan komposit dengan tegangan terurai.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Dasar Teori Komposit

26

Untuk model kegagalan pertama, yang dikendalikan oleh perpatahan serat

akibat tegangan tarik, berlaku persamaan:

...................................................................................... 2.2

Persamaan kegagalan yang dikendalikan oleh geseran pada bidang parallel

dengan serat adalah :

................................................................................ 2.3

Apabila temperature dinaikkan. Mode kegagalan ini lebih mudah terjadi

pada komposit “off-axis” karena kekuatan geser turun lebih cepat dari .

Pada mode kegagalan ketiga, terjadi rupture transvers, baik di matrik atau antar

muka serat/matrik (debonding). Persamaan yang berlakua ialah :

...................................................................................2.4

Gambar 2.3 Hubungan antara mode kegagalan, kekuatan, dan orientasi serat

(diagram skematik untuk komposit serat kontinu satu arah) (Smallman, 2000)

Kegagalan dalam arah longitudinal

Kegagalan geser

Kekuatan komposit

Kegagalan dalam arah transvers

Sudut orientasi serat

00

450

900

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Dasar Teori Komposit

27

Gambar 2.3 memperlihatkan bentuk karakteristik dari hubungan kekuatan

komposit dan orientasi serat. Selain memperlihatkan ciri anisotropik tinggi dari

penguatan-kontinu satu arah, juga memperlihatkan manfaat apabila nilai

rendah. Perkiraan berdasarkan penerapan teori tegangan maksimum, dan hasil

eksperimen menunjukkan kesesuaian dan memastikan validasi umum kurva ini.

(Untuk perhitungan ini diperlukan nilai terukur dari ). Mode

kegagalan ditentukan oleh persamaan yang menghasilkan nilai kekuatan komposit

paling rendah, berarti bahwa rupture transvers dominan apabila besar. Untuk

nilai yang relative rendah, kekuatan komposit turun dengan cepat, hal ini

berkaitan dengan transisi dari kegagalan – tarik ke kegagalan geser pada serat.

Dengan eliminasi dari dua persamaan pertama dari ketiga persamaan

tadi dihasilkan sudut kritis untuk transisi ini:

..........................................................................2.5

Apabila kekuatan longitudinal sekitar sepuluh kali kekuatan geser matrik,

maka sudut kritis ini adalah sekitar 60.

Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa mode kegagalan akibat pengaruh

orientasi serat pada kekuatan komposit serat kontinyu adalah sebagai berikut:

1. Kegagalan tarik (baik serat atau matriks) akan tergantung pada kombinasi

tertentu dari bahan serat dan matriks serta fraksi volume serat

2. Keruntuhan geser dari matriks sebagai akibat dari tegangan geser besar

bertindak sejajar dengan serat

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Dasar Teori Komposit

28

3. Kegagalan antarmuka matriks atau serat/matriks saat tarikan tegak lurus

terhadap serat

Apabila penerapan yang meliputi tegangan kerja yang tidak bekerja dalam

satu arah, maka masalah anisotropi dapat diselesaikan secara efektif atau

diminimalkan dengan penggunaan serat-kontinu dalam bentuk tenunan kain atau

laminasi. Meskipun bentuk ini lebih isotropik dibandingkan komposit satu arah,

selalu terjadi penurunan kekuatan sedikit tetapi masih wajar dan penurunan

kekakuan yang tak terelakkan. Salah orientasi serat sering terjadi pada komposit,

yang seringkali merupakan hasil fabrikasi yang tidak dapat dihindari (Smallman,

2000).

Orientasi serat adalah bagian penting dari informasi

yang harus diperhitungkan untuk menganalisis kinerja struktural

dari bagian dicetak komposit, tetapi umumnya diabaikan. Variasi tegangan

regangan pada serat yang diorientasikan dapat digambarkan pada grafik berikut

ini.

Gambar 2.4 Grafik regangan-tegangan pada serat dengan variasi orientasi

(Sumber: The Madison Group: Polymer Processing Research Corporation)

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Dasar Teori Komposit

29

2.6.2 Serat Nanas

Serat alam (natural fibre) adalah jenis-jenis serat sebagai bahan baku

industri tekstil atau lainnya, yang diperoleh langsung dari alam. Berdasarkan asal

usulnya, serat alam dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu serat

yang berasal dari hewan, bahan tambang, dan tumbuhan (Kirby, 1963).

Serat daun nanas (pineapple–leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang

berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman

nanas. Tanaman nanas yang juga mempunyai nama latin, yaitu Ananas Cosmosus,

(termasuk dalam family Bromeliaceae), pada umumnya termasuk jenis tanaman

semusim. Menurut sejarah, tanaman ini berasal dari Brazilia dan dibawa ke

Indonesia oleh para pelaut Spanyol dan Portugis sekitar tahun 1599.

Di Indonesia tanaman tersebut sudah banyak dibudidayakan, terutama di

pulau Jawa dan Sumatera yang antara lain terdapat di daerah Subang, Majalengka,

Purwakarta, Purbalingga, Bengkulu, Lampung dan Palembang, yang merupakan

salah satu sumber daya alam yang cukup berpotensi (Anonim, 2006). Tanaman

nanas akan dibongkar setelah dua atau tiga kali panen untuk diganti tanaman baru,

oleh karena itu limbah daun nanas terus berkesinambungan sehingga cukup

potensial untuk dimanfaatkan sebagai produk tekstil yang dapat memberikan nilai

tambah.

Bentuk daun nanas menyerupai pedang yang meruncing diujungnya

dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi daun terdapat duri yang tajam.

Tergantung dari species atau varietas tanaman, panjang daun nanas berkisar antara

55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara 0,18

sampai 0,27 cm. Di samping species atau varietas nanas, jarak tanam dan

intensitas sinar matahari akan mempengaruhi terhadap pertumbuhan panjang daun

dan sifat atau karakteristik dari serat yang dihasilkan. Intensitas sinar matahari

yang tidak terlalu banyak (sebagian terlindung) pada umumnya akan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Dasar Teori Komposit

30

menghasilkan serat yang kuat, halus, dan mirip sutera (strong, fine and silky fibre)

(Kirby, 1963, Doraiswarmy et al., 1993).

Terdapat lebih dari 50 varietas tanaman nanas di dunia, beberapa varietas

tanaman nanas yang telah dibudidayakan di Indonesia antara lain Cayenne,

Spanish/Spanyol, Abacaxi dan Queen. Tabel 1 memperlihatkan sifat fisik

beberapa jenis varietas lain tanaman nanas yang sudah banyak dikembangkan

(Doraiswarmy et al., 1993).

Tabel 2.3 Karakteristik Fisis Serat Daun Nanas (Doraiswarmy et al., 1993)

Physical Characteristics

Varietas Nanas Length (cm) Width(cm) Thickness(cm)

Assam local 75 4.7 0.21

Cayenalisa 55 4.0 0.21

Kallara Local 56 3.3 0.22

Kew 73 5.2 0.25

Mauritius 55 5.3 0.18

Pulimath Local 68 3.4 0.27

Smooth Cayenne 58 4.7 0.21

Valera Moranda 65 3.9 0.23

Daun nanas mempunyai lapisan luar yang terdiri dari lapisan atas dan

bawah. Diantara lapisan tersebut terdapat banyak ikatan atau helai-helai serat

(bundles of fibre) yang terikat satu dengan yang lain oleh sejenis zat perekat

(gummy substances) yang terdapat dalam daun. Karena daun nanas tidak

mempunyai tulang daun, adanya serat-serat dalam daun nanas tersebut akan

memperkuat daun nanas saat pertumbuhannya. Dari berat daun nanas hijau yang

masih segar akan dihasilkan kurang lebih sebanyak 2,5 sampai 3,5% serat daun

nanas.

Pengambilan serat daun nanas pada umumnya dilakukan pada usia

tanaman berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang berasal dari daun nanas

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Dasar Teori Komposit

31

yang masih muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat

yang dihasilkan dari tanaman nanas yang terlalu tua, terutama tanaman yang

pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa

pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh

(short, coarse and brittle fibre). Oleh sebab, itu untuk mendapatkan serat yang

kuat, halus dan lembut perlu dilakukan pemilihan pada daun-daun nanas yang

cukup dewasa yang pertumbuhannya sebagian terlindung dari sinar matahari.

2.6.2.1 Ekstrasi Serat Daun Nanas

Pemisahan atau pengambilan serat nanas dari daunnya (fiber extraction)

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan tangan (manual) ataupun dengan

peralatan dekortikator (Kirby, 1963). Cara yang paling umum dan praktis adalah

dengan proses water retting dan scraping atau secara manual. Water retting adalah

proses yang dilakukan oleh micro-organism (bacterial action) untuk memisahkan

atau membuat busuk zat-zat perekat (gummy substances) yang berada disekitar

serat daun nanas, sehingga serat akan mudah terpisah dan terurai satu dengan

lainnya. Proses retting dilakukan dengan cara memasukkan daun-daun nanas

kedalam air dalam waktu tertentu. Karena water retting pada dasarnya adalah

proses micro-organisme, maka beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan proses ini, antara lain kondisi dari retting water, pH air, temperatur,

cahaya, perubahan kondisi lingkungan, aeration, macro-nutrients, jenis bacteri

yang ada dalam air, dan lamanya waktu proses. Daun-daun nanas yang telah

mengalami proses water retting kemudian dilakukan proses pengikisan atau

pengerokan (scraping) dengan menggunakan plat atau pisau yang tidak tajam

untuk menghilangkan zat-zat yang masih menempel atau tersisa pada serat,

sehingga serat-serat daun nanas akan lebih terurai satu dengan lainnya. Serat-serat

tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan. Karena dilakukan dengan tangan

(manual), proses water retting dan terutama pada proses scraping diperlukan

keahlian dan kesabaran seseorang untuk mengerjakannya. Penelitian

menunjukkan kadang proses water retting ini akan menghasilkan warna serat daun

nanas yang kecoklat-coklatan akibat adanya proses mikro-organisme yang tumbuh

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Dasar Teori Komposit

32

pada serat tersebut, yang pada umumnya dikenal dengan istilah rust atau karat

(Kirby, 1963).

Cara extraction serat daun nanas dapat juga dilakukan dengan peralatan

yang disebut mesin dekortikator, prosesnya disebut dengan dekortikasi. Mesin

dekortikator terdiri dari suatu linder atau drum yang dapat berputar pada

porosnya. Pada permukaan silinder terpasang beberapa plat atau jarum-jarum

halus (blades) yang akan menimbulkan proses pemukulan (beating action) pada

daun nanas, saat silinder berputar (Doraiswarmy et al.,1993).

Gerakan perputaran silinder dapat dilakukan secara manual (tenaga

manusia) atau menggunakan motor listrik. Saat silinder berputar, daun-daun

nanas, sambil dipegang dengan tangan, disuapkan diantara silinder dan pasangan

rol dan plat penyuap. Karena daun-daun nanas yang disuapkan mengalami proses

pengelupasan, pemukulan dan penarikan (crushing, beating and pulling action)

yang dilakukan oleh plat-plat atau jarum-jarum halus (blades) yang terpasang

pada permukaan silinder selama berputar, maka kulit daun ataupun zat-zat perekat

(gummy substances) yang terdapat disekitar serat akan terpisah dengan seratnya.

Pada setengah proses dekortikasi dari daun nanas yang telah selesai,

kemudian dengan pelan, daun nanas ditarik kembali. Dengan cara yang sama

ujung daun nanas yang belum mengalami proses dekortikasi disuapkan kembali

ke silinder dan pasangan rol penyuap. Kecepatan putaran silinder, jarak setting

antara blades dan rol penyuap, serta kecepatan penyuapan akan mempengaruhi

terhadap keberhasilan dan kualitas serat yang dihasilkan.

Untuk memudahkan pemisahan zat-zat yang ada disekitar serat dan

menghindari kerusakan pada serat, proses dekortikasi sebaiknya dilakukan pada

kondisi daun dalam keadaan segar dan basah (wet condition). Daun-daun nanas

yang telah mengalami proses dekortikasi, kemudian dicuci dan dikeringkan

melalui sinar matahari, atau dapat dilakukan dengan cara-cara yang lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Dasar Teori Komposit

33

2.6.2.2 Komposisi Kimia

Hampir semua jenis serat alam, khususnya yang berasal dari tumbuhan

(vegetable fibres), abaca, henequen, sisal, yute, rami, daun nanas dan lidah

mertua, komposisi kandungan serat secara kimia yang paling besar adalah

cellulose, meskipun unsur atau zat-zat lain juga terdapat pada serat tersebut, misal

fats dan waxs, hemicellulose, lignin, pectin dan colouring matter (pigmen) yang

menyebabkan serat berwarna.

Komposisi kandungan zat-zat tersebut pada umumnya sangat bervariasi

tergantung dengan jenis atau varietastanaman nanas yang berbeda. Zat-zat

tersebut perlu dihilangkan atau dikurangi pada proses selanjutnya (degumming)

agar proses bleaching ataupun dyeing lebih mudah dikerjakan.

Tabel 2.4 memperlihatkan perbandingan komposisi kimia yang terkandung

pada beberapa jenis serat alam, nanas, kapas dan rami (Anonim, 2006). Sedang

Tabel 2.5 menunjukkan komposisi kimia dari hasil proses pemisahan serat yang

berbeda, decortication dan water retting, pada serat nanas (Doraiswarmy et al.,

1993).

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Serat Nanas (sumber: Anonim, 2006)

Komposisi Kimia Serat Nanas Serat Kapas Serat Rami

(%) (%) (%)

Alpha Selulosa 69,5 – 71,5 94 72 – 92

Pentosan 17,0 – 17,8 - -

Lignin 4,4 – 4,7 - 0 - 1

Pektin 1,0 – 1,2 0,9 3 – 27

Lemak dan Wax 3,0 – 3,3 0,6 0,2

Abu 0,71 – 0,87 1,2 2,87

Zat-zat lain (protein,

asam organik, dll.) 4,5 – 5,3 1,3 6,2

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Dasar Teori Komposit

34

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Serat Nanas pada Metode Proses Pemisahan Serat

yang Berbeda (Doraiswarmy et al., 1993)

Komposisi Kimia % Komposisi

Decortication Water Retting

Alpha cellulose 79,36 87,36

Hemi cellulose 13,07 4,58

Lignin 4,25 3,62

Ash 2,29 0,54

Alcohol-benzene extractions 5,73 2,72

Sama halnya dengan serat-serat alam lainnya yang berasal dari daun (leaf

fibres), secara morphology jumlah serat dalam daun nanas terdiri dari beberapa

ikatan serat (bundle of fibres) dan masing-masing ikatan terdiri dari beberapa serat

(multi-celluler fibre). Berdasarkan pengamatan dengan microscope, cell-cell

dalam serat daun nanas mempunyai ukuran diameter rata-rata berkisar 10 μm dan

panjang rata-rata 4.5 mm dengan ratio perbandingan antara panjang dan diameter

adalah 450. Rata-rata ketebalan dinding sel dari serat daun nanas adalah 8.3 μm.

Sebagai perbandingan, ketebalan dinding sel ini terletak antara serat sisal (12.8

μm) dan serat batang pisang (1.2 μm), dan secara umum sifat atau karakteristik

serat daun nanas dapat ditunjukkan pada Tabel 2.7 (Doraiswarmy et al., 1993).

Meski akan mempengaruhi terhadap physical maupun mechanical

properties serat (terutama berat, kekuatan tarik dan mulur serat), penelitian

menunjukkan bahwa treatment yang dilakukan pada serat daun nanas tersebut,

hasil dari proses dekortikasi ataupun water retting, dengan bahan kimia misal

NaOH, H2SO4 atau bahan-bahan kimia lainnya dengan konsentrasi tertentu, akan

memudahkan dalam penguraian atau pemisahan antar serat dari ikatannya (bundle

of fibres), hal ini disebabkan terlepasnya beberapa impurity materials atau gummy

substances yang terdapat pada ikatan serat nanas tersebut.

Perubahan komposisi kimia setelah serat daun nanas mengalami proses

water retting dan degumming dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Dasar Teori Komposit

35

Tabel 2.6 Perubahan Komposisi Kimia Serat Daun Nanas setelah Proses Water

Retting dan Degumming

Komposisi Kimia % Komposisi

Water Degumming

Retting

Alpha cellulose 87,36 94,21

Hemi cellulose 4,58 2,26

Lignin 3,62 2,75

Ash 0,54 0,37

Alcohol-benzene extractions 2,72 0,77

Tabel 2.7. Karakteristik Serat Daun Nanas (Doraiswarmy et al., 1993)

Ultimate Cell Length L (mm) 3 - 9

Width W (12.8 μm) 4 - 8

L/W 450

Degree of polymerisation of 1178 - 1200

alpha cellulose

Filament Tenacity (MN/m2) 710

Extension at break (%) 2 – 6

Torsional rigidity (MN/m2) 360

Flexural rigidity (MN/m2) 3 – 8

Length (cm) 55 - 75

Transverse swelling in water (%) 18 – 20

Bundle Tenacity (MN/m2) 370

True density (Kg/m3) 1480

Apparent density (Kg/m3) 1350

Porosity (%) 9,0

MR at 65% RH 11,8

MR at 100% RH 41,0

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Dasar Teori Komposit

36

Pengamatan yang dilakukan dengan sinar-X menunjukkan bahwa serat

daun nanas mempunyai derajat kristalitas (degree of crystallanity) yang tinggi

dengan sudut puntiran serat sekitar 150. Treatment dengan acid dan alkali pada

serat daun nanas menunjukkan perubahan yang sangat tinggi pada daerah-daerah

amorphous dibanding serat yang belum di treatment (Doraiswarmy et al., 1993).

Hal ini menunjukkan bahwa serat yang sudah mengalami proses treatment

mempunyai kemampuan daya serap yang tinggi pada proses pewarnaan. Namun

demikian, sifat-sifat flexural rigidty dan torsional rigidity pada serat daun nanas

relatif lebih tinggi dibanding serat kapas. Hal ini menyebabkan resistensi yang

besar terhadap twisting ataupun bending dan serat cenderung untwist (melawan

puntiran) segera setelah twist diberikan, menyebabkan kesulitan untuk

mendapatkan kekompakan benang yang diinginkan.

Adapun perbandingan sifat-sifat serat nanas dengan serat lainnya

ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.8 Sifat-sifat Beberapa Jenis SeratAlam (Soumitra Biswas, et.al, 2009)

Sifat Rami Pisang Sisal Nanas Sabut

Kelapa

Diameter (mm) - 80-250 50-200 20-80 100-450

Kerapatan (g/cm3) 1,3 1,35 1,45 1,44 1,15

Sudut Serat Mikro (0) 8,1 11 10-22 14-18 30-49

Selulosa/ Kandungan

Lignin (%) 61/12 65/6 67/12 81/12 43/45

Modulus Elastisitas

(GN/m2)

- 8-20 9-16 34-82 4-6

Keuletan (MN/m2) 440-533 529-754

568-

640

413-

1627 131-175

Pemuluran (%) 1-1,2 1-3,5 3-7 0,8-1,6 15-40

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Dasar Teori Komposit

37

2.6.2.3 Durability Serat Daun Nanas

Properties lain dari serat daun nanas adalah penurunan kekuatan serat alam

kondisi basah (wet conditions), seperti terlihat pada Tabel 2.9. Penurunan

kekuatan pada kondisi ini mungkin disebabkan adanya penetrasi molekul-molekul

air kedalam rantai molekul multicellular cellulose serat, sehingga menimbulkan

penggelembungan (swelling) pada serat dan mengakibatkan terjadinya slip antar

molekul-molekul serat pada saat diberi beban.

Tabel 2.9 Tenacity dan Elongation Serat Daun Nanas pada Kondisi Kering dan

Basah (Doraiswarmy et al., 1993)

Sifat Mekanik Kondisi Serat

Untreated Degumming

Tenacity (CN/tex)

- Dry 38,4 36,5

- Wet 16,6 16,2

Breaking elongation (%)

- Dry 2,9 3,3

- Wet 2,7 2,9

Sama halnya dengan serat-serat yang berasal dari tumbuhan (vegetable

fibres), penurunan kekuatan serat daun nanas juga terjadi apabila serat tersebut

dipendam didalam tanah. Penelitian menunjukkan pemendaman serat daun nanas

dalam tanah selama 3 hari mengakibatkan penurunan kekuatan serat berkisar

37.1%, penurunan kekuatan ini masih lebih baik dibanding dengan serat sisal dan

jute yang mengalami penurunan dramatis, yaitu 75.9% dan 80% (Kirby, 1963).

Hal ini dapat dipahami karena hampir semua serat-serat alam (natural

fibres) dengan kondisi atau penyimpanan yang kurang baik akan rentan terhadap

serangan micro-organism, jamur maupun bakteri-bakteri pembusuk lain yang

dapat menyerang cell-cell cellulose serat.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Dasar Teori Komposit

38

2.6.2.4 Pemanfaatan Serat Daun Nanas

Dari beberapa sifat, terutama physical dan mechanical properties, yang

dimiliki serat daun nanas, sangat memungkinkan serat tersebut untuk dapat

dipintal menjadi benang. Namun demikian, mengingat physical properties serat

daun nanas, khususnya sifat elasticity, torsional dan flexural rigidity, yang sangat

berbeda dengan serat cotton, maka diperlukan modifikasi peralatan pemintalan

yang digunanakan, baik menggunakan sistem cotton, rotor ataupun dengan sistem

spinning yang lain.

Meski hanya mampu untuk pembuatan benang dengan nomor-nomor yang

masih kasar, dari beberapa penelitian (Doraiswarmy et al., 1993) sebagaimana

diperlihatkan pada Tabel 2.9, menunjukkan bahwa pemintalan dapat dilakukan

dengan 100% terdiri dari serat daun nanas maupun dengan cara blending

(campuran dengan serat lain), misal polyester, cotton, ataupun serat wool.

Untuk mengurangi sifat flexural rigidty dan torsional rigidity pada serat

daun nanas yang relatif cukup tinggi, penambahan bahan-bahan softener, misal

oil-water emulsion, pada serat sebelum diproses menjadi sangat diperlukan.

Tabel 2.10 Properties Benang yang dibuat dari Serat Daun Nanas (Doraiswarmy

et al., 1993)

Linear Density (tex) 196,8 295.3

System Cotton Rotor system

system with with

modification modification

Quality Attributes:

Fibre length (mm) 38,0 50,0

Yarn Tenacity (CN/tex) 4,2 6,0

Extension at break (%) 4,2 4,9

CV of strength (%) 27,0 18,3

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Dasar Teori Komposit

39

Dengan beberapa kelebihan properties yang dimiliki oleh serat daun nanas,

disamping pemanfaatan utama untuk industri tekstil, serat dari daun nenas dapat

juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal sebagai bahan baku kertas

(pulp), dikembangkan sebagai bahan komposit sebagai reinforced plastics ataupun

roofing (eternit).

2.6.3 Serat Gelas

Serat gelas (glass fiber ) adalah bahan yang tidak mudah terbakar. Serat

jenis ini biasanya digunakan sebagai penguat matrik jenis polimer. Komposisi

kimia serat gelas sebagain besar adalah SiO dan sisanya adalah oksida-oksida

alumunium (Al), kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), dan unsur-unsur

lainnya.

Berdasarkan bentuknya serat gelas dapat dibedakan menjadi beberapa

macam antara lain (Santoso, 2002).

1. Roving

Berupa benang panjang yang digulung mengelilingi silinder.

2. Woven Roving (WR)

Serat gelas jenis anyaman (woven roving) mempunyai bentuk seperti

anyaman tikar, serat gelas yang teranyam dibuat saling bertindih secara

selang seling ke arah vertikal dan horisontal (0° dan 90°).

Berdasarkan jenisnya serat gelas dapat dibedakan menjadi beberapa

macam antara lain:

a. Serat E-Glass

Serat E-Glass adalah salah satu jenis serat yang dikembangkan sebagai

penyekat atau bahan isolasi. Jenis ini mempunyai kemampuan bentuk yang

baik.

b. Serat C-Glass

Serat C-Glass adalah jenis serat yang mempunyai ketahanan yang tinggi

terhadap korosi.

c. Serat S-Glass

Serat S-Glass adalah jenis serat yang mempunyai kekakuan yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Dasar Teori Komposit

40

Adapun perbandingan antara serat alami dan serat gelas ditunjukkan dalam

tabel berikut:

Tabel 2.11 Perbandingan antara serat alami dan serat gelas (Santoso, 2002)

Serat alami Serat gelas

Massa jenis Rendah 2x serat alami

Biaya Rendah Rendah, lebih tinggi dari SA

Terbarukan Ya Tidak

Kemampuan didaur ulang Ya Tidak

Konsumsi Energi Rendah Tinggi

Distribusi Luas Luas

Menetralkan CO2 Ya Tidak

Menyebabkan abrasi Tidak Ya

Resiko Kesehatan Tidak Ya

Limbah Biodegradable Tidak Biodegradable

Serat gelas mempunyai banyak macam keuntungan, sebagai ahan penguat

karena :

1. Mudah ditarik menjadi serat berkekuatan tinggi dari keadaan lunak.

2. Mudah didapat dan dipabrikasi menjadi plastik yang diperkuat dengan

serat gelas

3. Sebagai serat ia kuat, dan bila disatukan dengan matriks plastik akan

memberikan komposit yang mempunyai kekuatan tinggi

4. Sangat berguna pada lingkungkungan yang korosif.

2.7 PENGUJIAN SAMPEL

Untuk mengetahui sifat-sifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan

pengujian terhadap bahan tersebut. Ada beberapa jenis uji yang akan dilakukan,

yaitu uji fisis yang meliputi uji porositas dan daya serap air, uji mekanis yang

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Dasar Teori Komposit

41

meliputi uji lentur, uji impak, dan uji tarik, dan uji termal yang meliputi uji titik

nyala dan uji titik bakar.

2.7.1 Uji Fisis

2.7.1.1 Kerapatan

Kerapatan merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua

macam densitas yaitu : Bulk Density dan true density. Bulk density adalah

densitas dari suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atu volume sampel yang

termasuk dengan pori – pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut.

Pengukuran bulk density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan

dengan Metode Archimedes yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai

berikut (JIS A 5908-2003)

.....................................................................................................2.6

Dimana:

= densitas (gr/cm3)

m= Massa sampel (gram)

v = volume (cm3)

2.7.1.2 Pengujian Daya Serap Air

Pada saat terbentuk sampel, kemungkinan terjadinya udara yang terjebak

dalam lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral yang pembentuk

akibat perubahan cuaca, maka terbentuklah lubang atau rongga kecil di dalam

butiran agregat (pori). Pori dalam sampel bervariasi dan menyebar diseluruh

butiran. Pori-pori mungkin menjadi reservoir air bebas didalam agregat.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Dasar Teori Komposit

42

Presentase berat air yang mampu diserap agregat dan serat didalam air

disebut daya serapan air, sedangkan bnayaknya air yang terkandung dalam agregat

dan serat disebut kadar air.

Pengujian daya serap air ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi

sampel yang ada, berikut data hasil penimbangan berat sampel kering dan berat

sampel basah. Pengujian daya serap air (Water absorbtion) dilakukan pada

masing – masing sampel pengeringan. Lama perendaman dalam air adalah selama

24 jam dalam suhu kamar. Massa awal sebelum direndam diukur dan massa

sesudah perendaman. Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

.......................................................2.7

dimana:

Mb = Massa sampel dalam keadaan basah (gr)

Mk = Massa sampel dalam keadaan basah (gr)

Pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang

prosedur pengujian, dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air

yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam.

2.7.2 Sifat Mekanik

2.7.2.1 Kekuatan Lentur

Pengujian Kekuatan Lentur (UFS) dimaksudkan untuk mengetahui

ketahanan sampel terhadap pembebanan. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk

mengetahui keelastisan suatu bahan.

Pada permukaan bagian atas cuplikan yang dibebani akan terjadi

kompresi, sedangkan pada permukaan bawah sampel akan terjadi tarikan. Pada

pengujian ini terhadap sampel uji diberikan pembebanan yang arahnya tegak lurus

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Dasar Teori Komposit

43

terhadap sampel. Jika batang uji diberikan pembbanan pada kedua ujungnya dan

beban patah (P) diberikan ditengah, tegangan tekuk maksimum (σ) pada titik nol

di tengah adalah:

...............................................................................................2.8

dimana:

P = beban patah (N)

L = jarak span (10 cm = 0,1 m)

b = lebar (m)

d = tebal (m)

Kekuatan tekuk berubah menurut ukuran batang uji L/d, oleh karena itu,

umumnya ditentukan pada L/d = 15 – 17. Modulus Young pada lenturan Ef

didapat dari persamaan:

...............................................................................................2.9

Dimana P adalah beban lentur, δ adalah defleksi dan P/ δ didapat dari

gradient garis lurus pada kurva beban vs defleksi.

Umumnya pada bahan polimer modulus lastik untuk tekan berbeda dengan

untuk tarik, tegangan tekan yyang besar terjadi pada bagian yang mengalami

tegangan tekan. Kekuatan tekan jauh lebih besar dari pada kekuatan tarik, hal ini

yang menyebabkan patah karena tekukan pada bagian yang mengalami tegangan

tarik.

2.7.2.2 Kekuatan Impak

Kekuatan impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan

bahan polimer. Pengujian impak Charphy, Izod, dalam hal ini sering dipakai.

Untuk melihat pengaruh takikan ada cara pengujian dengan takikan pada batang

uji. Umumnya kekuatan impak bahan polimer lebih kecil dibandingkan logam.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Dasar Teori Komposit

44

Pengujian impak ini dilakukan untuk mengetahui ketangguhan sampel

terhadap pembebanan dinamis. Prinsip dasar pengujian impak ini adalah

penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu

ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami

deformasi. Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan

untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau

ketangguhan bahan tersebut, setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul

pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan tersebut tangguh

maka makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin rendah posisi h’.

Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban

kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah.

Gambar 2.5. Alat Pengujian Impak

(sumber: http://faraland.wordpress.com)

Sampel uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 150 mm

sesuai dengan standart ASTM D–638. Kemudian sampel diletakkan pada alat

penumpu dengan jarak span 80 mm. Godam pada posisi awal dengan sudut 160°,

kemudian godam dilepaskan secara tiba-tiba sehingga menumbuk sampel

Sebelum dilakukan pengujian sampel terlebih dahulu dilakukan percobaan tanpa

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Dasar Teori Komposit

45

sampel penguji. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya energi yang hilang

akibat gesekan pada porosnya dan gesekannya dengan udara. Setelah penumpukan

sampel hingga sampel patah/retak maka pengukuran dilakukan dengan membaca

skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk skala.

Pengujian impak dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut:

1. Bahan-bahan digunakan untuk membangun struktur yang menahan suatu

beban. Seorang insinyur perlu mengetahui jika bahan akan bertahan pada

kondisi dimana struktur akan dipergunakan.

2. Faktor yang penting yang mempengaruhi ketangguhan dari sebuah struktur

meliputi pengujian temperatur rendah, pembebanan lebih, dan laju

regangan tinggi terhadap angin atau impak (benturan) dan efek dari

konsentrasi tegangan seperti takikan dan retakan

Kekuatan impak yang dihasilkan (Is) merupakan perbandingan antara

energy serap (Es) dengan luas penampang (A). Kekuatan impak dapat dihitung

dengan persamaan:

Is ......................................................................................................2.10

dimana:

Is = Kekuatan impak (kJ/m2)

Es = Energi serap (kJ)

A = Luas permukaan (m2)

2.7.2.3 Kekuatan Tarik

Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis

dengan cara sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya dimana

gaya tarik yang diberikan sebesar P (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifat-

sifat mekanik tarik (kekuatan tarik) dari komposit yang diuji. Pertambahan

panjang (Δl) yang terjadi akibat gaya tarikan yang diberikan pada sampel uji

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Dasar Teori Komposit

46

disebut deformasi. Regangan merupakan perbandingan antara pertambahan

panjang dengan panjang mula-mula. Regangan merupakan ukuran untuk

kekenyalan suatu bahan yang harganya biasanya dinyatakan dalam persen (Sears,

2002).

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan. Hubungan

tegangan-regangan pada tarikan memberikan nilai yang cukup berubah tergantung

pada laju tegangan, temperature, kelembaban, dan seterusnya.

Kekuatan tarik diukur dengan menarik sekeping sampel dengan dimensi

yang seragam. Tegangan tarik ζ, adalah gaya yang diaplikasikan, F, dibagi dengan

luas penampang A yaitu:

.......................................................................................................2.11

Satuan yang dipakai adalah dyne per sentimeter kuadrat (CGS) atau

Newton per meter kuadrat (MKS). Perpanjangan tarik ε adalah perubahan panjang

(∆l) sampel dibagi dengan panjang awal (l):

.......................................................................................................2.12

Perbandingan tegangan (ζ) terhadap perpanjangan (ε) disebut modulus

tarik E

.......................................................................................................2.13

Gambar 2.6 Alat Uji Tarik UTM

(Sumber: http://www.alatuji.com/kategori/143/universal-testing-machine)

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Dasar Teori Komposit

47

Modulus tarik E menggambarkan ukuran ketahanan terhadap tegangan

tarik.

Gambar 2.7 Grafik Tegangan-Regangan

(Sumber: Nesti Prianti Nababan, 2011)

2.7.3 Pengujian Termal (Kemampuan Nyala dan Katahanan Nyala)

Pengujian ketahanan nyala api dilakukan sesuai sifat bahan yang sangat

mudah menyala seperti bahan yang terkandung didalamnya yaitu seluloid dan

yang dapat habis terbakar sendiri secara spontan walaupun api dipadamkan

setelah penyalaan (polikarbonat). Pengujian nyala api dilakukan dengan tujuan

untuk mengembangkan polimer dan serat-serat yang tak dapat nyala.

Dengan mengembangkan polimer dan serat yang tak dapat nyala dapat

mengurangi gas-gas berasap dan beracun yang terbentuk selama proses

pembakaran. Ketahanan nyala api dilakukan dengan cara membakar ujung bahan

dengan api yang berasal dari pembakar bunsen. Cara ini telah ditetapkan dalam

JIS-K6911-1970 dan ASTM-D635-1974. Waktu yang diperlukan agar spesimen

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Dasar Teori Komposit

48

menyala disebut waktu penyalaan dan panjang spesimen yang terbakar disebut

jarak bakar.

Adapun kategori kemampuan nyala dapat di kategorikan :

1). Mampu nyala : terbakar lebih lama dari 180 detik dengan nyala.

2). Habis terbakar : jarak bakar lebih dari 25 mm tapi kurang dari 100mm.

3). Tak mampu nyala : jarak bakar kurang dari 25 mm.

Gambar 2.8 Skema kerja alat uji nyala (Surdia, 1995)

2.7.4 Scanning Electron Microscopy

Scanning Elektron Microscope (SEM) merupakan alat yang dapat

membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat

dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah

mempelajari struktur permukaan itu secara langsung.

Pada SEM suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan

menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam

tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang akan terhambur digunakan untuk

memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang

memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan

Universitas Sumatera Utara

Page 45: Dasar Teori Komposit

49

yang hampir tiga dimensi. SEM memberikan informasi yang bermanfaat

mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å (Stevens, 2001).

SEM adalah jenis mikroskop elektron yang gambar permukaan sampel

dipindai dengan menggunakan sinar elektron berenergi tinggi dalam pola

pemindai pixel Mikroskop Pemindai Elektron SEM adalah mikroskop yang

menggunakan hamburan elektron dalam membentuk bayangan. Elektron

berinteraksi dengan atom-atom yang membentuk sampel menghasilkan sinyal

yang berisi informasi tentang topografi permukaan sampel, komposisi dan sifat-

sifat lain seperti konduktivitas listrik

Alat ini memiliki banyak keuntungan jika dibandingkan dengan

menggunakan mikroskop cahaya. SEM menghasilkan bayangan dengan resolusi

yang tinggi, yang maksudnya adalah pada jarak yang sangat dekat tetap dapat

menghasilkan perbesaran yang maksimal tanpa memecahkan gambar Persiapan

sampel relatif mudah Kombinasi dari perbesaran kedalaman jarak fokus, resolusi

yang bagus, dan persiapan yang mudah, membuat SEM merupakan satu dari alat-

alat yang sangat penting untuk digunakan dalam penelitian saat ini

Konsep awal yang melibatkan teori Scanning Elektron Microscope

(SEM) pertama kali diperkenalkan di Jerman (1935) oleh M. Knoll. Konsep

standar dari SEM modern dibangun oleh von Ardenne pada tahun 1938 yang

ditambahkan scan kumparan ke mikroskop elektron transmisi. Desain SEM

dimodifikasi oleh Zworykin pada tahun 1942 ketika bekerja untuk RCA

Laboratories di Amerika Serikat. Desain kembali direkayasa oleh CW pada tahun

1948 seorang profesor di Universitas Cambridge. Sejak itu, semakin banyak

bermunculan kontribusi signifikan yang mengoptimalkan perkembangan modern

mikroskop elektron.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Dasar Teori Komposit

50

Kelebihan dari SEM adalah bahwa tidak diperlukan penyiapan sampel

secara khusus Tebal sampel tidak masalah bagi SEM seperti halnya pada

Transmission Electron Microscopy (TEM). Oleh karena itu sampel tebal dapat

juga dianalisa dengan SEM asalkan dapat ditaruh di atas tatakan sampelnya

Hampir semua bahan non-konduktor yang dianalisa dengan SEM perlu dilapisi

dengan lapisan tipis pada permukaannya dengan bahan konduktor Lapisan ini

penting untuk meniadakan atau mereduksi muatan listrik yang tertumpuk secara

cepat dibahan non-konduktor pada saat disinari dengan berkas elektron energi

tinggi Bahan pelapisan yang biasa dipakai adalah emas atau karbon Bila lapisan

ini tidak ada maka pada sampel non-konduktor akan menghasilkan distorsi,

kerusakan thermal dan radiasi yang dapat merusak material sampel Pada situasi

yang ekstrim, sampel dapat memperoleh muatan yang cukup untuk melawan

berkas elektron yang jatuh padanya sehingga sampel ini bertindak sebagai cermin

Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain memerlukan kondisi

vakum, hanya menganalisa permukaan, resolusi lebih rendah dari TEM, dan

sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis

logam seperti mikroskop cahaya dengan elektron.

Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column dan display

console. Electron column merupakan model electron beam scanning. Electron

column memiliki piranti-piranti sebagai berikut

1. Pembangkit elektron electron gun dengan filamen sebagai pengemisi elektron

atau disebut juga sumber iluminasi Filamen biasanya terbuat dari unsur yang

mudah melepas elektron misal tungsten.

2. Sebuah sistem lensa elektromagnet yang dapat dimuati untuk dapat

memfokuskan atau mereduksi berkas elektron yang dihasilkan filamen ke

diameter yang sangat kecil

3. Sebuah sistim perambah scan untuk menggerakan berkas elektron terfokus

tadi pada permukaan sampel

Universitas Sumatera Utara

Page 47: Dasar Teori Komposit

51

4. Satu atau lebih sistem deteksi untuk mengumpulkan hasil interaksi antara

berkas elektron dengan sampel dan merubahnya ke signal listrik

5. Sebuah konektor ke pompa vakum

Sedangkan display console merupakan elektron sekunder. Pancaran

elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya berdasar

pada pemanfaatan arus.

Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:

1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan

anoda.

2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.

3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan

diarahkan oleh koil pemindai.

4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron

baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor atau Cathode

Ray Tube (CRT).

Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Skema Scanning Elektron Microscope (SEM) (sumber:iastate.edu)

Universitas Sumatera Utara

Page 48: Dasar Teori Komposit

52

Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari

pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X

sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Sinyal-

sinyal tersebut dijelaskan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Sinyal-Sinyal Yang Dihasilkan SEM (sumber:iastate.edu)

Perbedaan gambar dari sinyal elektron sekunder dengan backscattered

adalah sebagai berikut:

1. Elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa,

permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah.

2. Sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari

atom-atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan

berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah.

Contoh perbandingan gambar dari kedua sinyal ini disajikan pada Gambar

2.11.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: Dasar Teori Komposit

53

Gambar 2.11. Contoh Perbandingan Gambar dari Sinyal-Sinyal Yang Dihasilkan

SEM (sumber:iastate.edu)

Mekanisme kontras dari elektron sekunder dijelaskan pada Gambar 2.12.

Permukaan yang tinggi akan lebih banyak melepaskan elektron dan menghasilkan

gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah atau datar.

Gambar 2.12. Mekanisme Kontras dari Elektron Sekunder (sumber:iastate.edu)

Sedangkan mekasime kontras dari backscattered elektron dijelaskan

dengan Gambar 2.13 yang secara prinsip atom-atom dengan densitas atau berat

molekul lebih besar akan memantulkan lebih banyak elektron sehingga tampak

lebih cerah dari atom berdensitas rendah. Maka teknik ini sangat berguna untuk

membedakan jenis atom.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: Dasar Teori Komposit

54

Gambar 2.13. Mekasime Kontras Dari Backscattered Elektron Sekunder

(sumber:iastate.edu)

Namun untuk mengenali jenis atom di permukaan yang mengandung multi

atom para peneliti lebih banyak mengunakan teknik EDS (Energy Dispersive

Spectroscopy). Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini,

namun tidak semua SEM punya fitur ini. EDS dihasilkan dari Sinar X

karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita

ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan

maka akan muncul puncak-puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang

terkandung. Dengan EDS kita juga bisa membuat elemental mapping (pemetaan

elemen) dengan memberikan warna berbeda-beda dari masing-masing elemen di

permukaan bahan. EDS bisa digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif dari

persentase masing- masing elemen. Contoh aplikasi EDS digambarkan pada

diagram di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: Dasar Teori Komposit

55

Gambar 2.14. Contoh Diagram hasil EDS (sumber: umich.edu)

Gambar 2.15. Contoh Hasil EDS (sumber: umich.edu)

Dapat dirangkum beberapa aplikasi dari teknik SEM-EDS adalah sebagai berikut:

1. Topografi yaitu menganalisa permukaan dan teksture (kekerasan, reflektivitas,

dsb)

2. Morfologi yaitu menganalisa bentuk dan ukuran dari benda sampel

3. Komposisi yaitu menganalisa komposisi dari permukaan benda secara

kuantitatif dan kualitatif.

Universitas Sumatera Utara