tanah bagi yang - pppm · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum...

118

Upload: others

Post on 28-Jan-2020

51 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang
Page 2: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang
Page 3: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

TANAH BAGI YANGTAK BERTANAH

A N D I A C H D I A N

L A N D R E F O R M P A D A M A S A D E M O K R A S I T E R P I M P I N

1 9 6 0 - 1 9 6 5

Page 4: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH:LANDREFORM PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

112 + i-... halaman, 140 x 203 mmISBN

Cetakan pertama, September 2008

Diterbitkan oleh:KEKAL PRESSPerumahan Bogor Baru Blok B4 No 8-9BOGOR 161520251-8326 791E-mail: [email protected]

Hak pengarang dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak dan menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin penerbit.

Dicetak oleh: Didistribusikan oleh:TINTA CREATIVE PRODUCTION CV Samitra Media [email protected] Komplek DKI Blok 0 3, Joglo,

Kembangan, Jakarta [email protected]

Isi di luar tanggung jawab percetakan (021) 5848140

Page 5: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

Pengantar Penerbit

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Landreform dan Permasalahannya 10

BAB 1. Landasan Kemiskinan dan Keterbelakangan

Tani di Jawa 13

Pola Penggarapan dan Hak atas Tanah

di Jawa 13

Kolonialisme dan Transformasi Agraria

di Jawa 16

Memburuknya Hubungan Agraris dan

Diferensiasi Sosial 22

Penguasaan Tanah di Pedesaan 27

Keterbelakangan dan Kondisi Ekonomi

Nasional 30

iii

DAFTAR ISI

Page 6: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

BAB 2. Pemerintahan Republik dan Masalah Agraria,

1945- 1957 36

Perkembangan Gerakan Petani 36

Kebijakan Agraria Setelah Revolusi

Indonesia 45

BAB 3. Pemerintahan Demokrasi Terpimpin dan

Kebijakan Landreform 53

Peralihan Struktur Politik 53

Reforma Agraria sebagai Landasan

Ekonomi Nasional 57

Undang-undang Pokok Agraria

dan Landreform 63

Pelaksanaan Landreform 72

BAB 4. Gejolak Pedesaan dan Radikalisasi

Kaum Tani 75

Dorongan Keterlibatan Kaum Tani 75

Tuntutan dan Tindakan terhadap

Kemacetan Landreform 85

Aksi Sepihak dan Tindakan Kekerasan

di Pedesaan 87

Gejolak dan Pertentangan Politik Desa 97

PENUTUP 101

Daftar Pustaka 105

Tentang Penulis 112

iv

Page 7: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

LATAR BELAKANG

Bagi kebanyakan negara Dunia Ketiga, persoalan meng-atasi keterbelakangan ekonomi secara nasional telahmenjadi agenda penting setelah mereka berhasil membe-baskan diri dari belenggu kolonialisme. Dengan menun-juk eksploitasi kapitalisme dalam sistem kolonial sebagaibiang keladi, kebanyakan rezim di Dunia Ketiga memilihsendiri model pembangunan yang sesuai dengan kondisiyang mereka hadapi.

Hingga awal abad ke-20, usaha membangun basisperekonomian nasional di tiap-tiap negara Dunia Ketigapada umumnya dilakukan dengan mengambil alternatiflain di luar model yang ada. Berdasarkan rumusan ter-sebut, negara-negara Dunia Ketiga tidak mengambil jalan

1

PENDAHULUAN

Page 8: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

kapitalisme dengan sistem ekonomi liberal1 atau sosial-isme berdasarkan sistem etatisme2 yang merupakanmodel dominan saat itu. Prinsip dasar yang dijalankandalam kebijakan ekonominya adalah suatu rumusan eko-nomi yang berusaha membangun proses industrialisasimelalui inovasi teknologi dan perakitan dalam suatunegara bangsa (nation-state). Jenis kebijakan ini menja-di populer sebagai strategi pembangunan Dunia Ketigayang sering dinyatakan sebagai manifestasi nasionalismeekonomi pada era 1960-an dan 1970-an. Aktor kunci yangmenjadi pendorong kemajuan ekonomi adalah sektor ne-gara yang terdiri dari birokrasi sipil atau militer. Bentukkebijakan ini dikenal dengan istilah “kapitalisme negara”di mana proses akumulasi modal dijalankan oleh negara.3

Secara teoritis, apa yang dialami oleh masing-masingnegara Dunia Ketiga dalam membangun ekonomi merekaadalah ketergantungan terhadap negara industri majudalam struktur ekonomi dunia. Gambaran yang palingtegas dari kondisi ini adalah jenis pertukaran yang tidakseimbang (unequal exchange) dalam hubungan perda-gangan internasional. Hal ini mengandaikan posisi keter-belakangan negara Dunia Ketiga yang terpaksa menem-pati kedudukannya sebagai eksportir bahan mentah danmanufaktur (produk perkebunan tanaman keras, tekstil,tambang, dan minyak) dengan nilai tukar rendah diban-

2

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

1. Dalam sistem ekonomi liberal aktifitas ekonomi bersandar pada keku-atan pasar yang bersandar pada modal swasta dan kepemilikan pribaditerhadap sumber daya ekonomi.

2. Prinsip etatisme merupakan suatu pengendalian aktivitas ekonomi olehnegara. Negara memegang posisi komando dalam menentukan tingkatproduksi dan distribusi barang di dalam masyarakat.

3. James Petras. Critical Perspectives on Imperialism and Social Class in theThird World. Monhtly Review Press: New York, 1978, hal. 86 - 87.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 9: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

dingkan produk-produk hasil industri negara maju dalambentuk impor mesin, peralatan teknologi dll. Akibatnya,terjadi “pengeringan” modal dalam negeri yang harus di-pakai untuk membiayai nilai impor yang terusmeningkat.4

Di dalam negeri sendiri, gambaran keterbelakanganekonomi itu ditandai oleh terbatasnya kemampuan pasaruntuk menyerap produk dalam negeri, rendahnya tingkatindustrialisasi, cadangan tenaga kerja yang melimpahdan tingkat pendapatan upah yang rendah. Dalam kon-teks ini, basis produksi agraria merupakan cermin yangpaling tegas dari tingkat upah yang rendah dan terbatas-nya pasar.5

Model umum yang menjadi dasar perencanaan eko-nomi negara Dunia Ketiga adalah mendorong prosesindustrialisasi dengan cara memajukan sektor pertanianmelalui proses modernisasi dan landreform. Salah satulangkah yang dilakukan adalah redistribusi tanah kepadapara petani penggarap dan tanah kemudian menjadi hakmilik mereka. Dengan demikian, proses ini menghapus-kan suatu bentuk pemusatan pemilikan tanah di tangansegelintir orang dan meluaskan bentuk pemilikan tanahdengan menjadikan mayoritas petani di pedesaan sebagaipetani penggarap yang merdeka. Sepanjang dekade 1960-an dan 1970-an, reforma agraria (landreform) telah men-jadi kebijakan yang popular di beberapa negara AmerikaLatin, Afrika, dan Asia sebagai cara dalam membangunperekonomian nasional mereka.6

3

PENDAHULUAN

4. Ernest Mandel. Late Capitalism. Verso: London, 1987, hal. 343 - 376.5. Ibid., hal. 367.6. Peter Dorner. Land Reforms and Economic Development. Australia:

Penguin Books Ltd, 1972, hal. 16 - 37.

Shohib
Highlight
Page 10: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

Pengalaman Indonesia sebagai negara merdeka barupada pertengahan abad ke-20 menegaskan salah satuusaha negara Dunia Ketiga untuk melepaskan diri dariketergantungan pada sistem ekonomi internasional. Su-litnya kondisi perekonomian Indonesia saat itu ditenga-rai bersumber pada tingginya tingkat inflasi, kemerosot-an nilai ekspor di pasar dunia, kemunduran tingkat pro-duksi, serta lemahnya modal. Merosotnya nilai eksporkomoditi tanaman keras di pasaran dunia menyebabkanmenurunnya tingkat produksi tanaman keras sepertigula, karet, minyak kelapa sawit, kopi dan lainnya.7

Selain itu, politik bumi hangus yang dijalankan olehpihak republik selama masa-masa Revolusi Fisik turutmempengaruhi proses kemunduran produksi di dalamnegeri. Tingkat konsumsi dalam negeri pasca perang masihberada di bawah tingkat rata-rata 1938-1939. Konsumsiper kapita tahun 1950 jadi semakin rendah akibat stagnan-nya tingkat produksi sementara jumlah penduduk terusbertambah.8

Memasuki periode Demokrasi Terpimpin, usahamembangun basis perekonomian nasional agar lepas dariketergantungan pada konjungtur perekonomian dunia te-lah mendorong pemerintah untuk melakukan programperombakan agraria atau landreform sebagai dasarindustrialisasi nasional. Pada peringatan hari kemerde-kaan Indonesia 17 Agustus 1959 Presiden Soekarno dalampidatonya yang berjudul Penemuan Kembali RevolusiKita menegaskan tentang perlunya perombakan hak

4

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

7. Bank Indonesia. Laporan Tahun Pembukuan 1958 - 1959. G. Kolf & Co. :Jakarta, 1958. hal 16.

8. H. de Meel. “Impediments to Economic Progress in Indonesia,” PacificAffair. Vol. XXIV, No. 1, March 1957, hal. 39 - 40.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 11: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

eigendom dalam persoalan tanah sebagai bagian dariusaha menata perekonomian nasional Indonesia.9

Dengan kata lain, pada saat itu mulai dipikirkan suatulangkah perombakan terhadap persoalan tanah, darihukum tanah yang bersifat kolonial menuju hukum tanahyang bersifat nasional.10 Berdasarkan program tersebut,pemerintah berharap dapat keluar dari kesulitan-kesulit-an ekonomi dan membangun basis agraria yang kuat didalam negeri. Usul ini pertama kali dicanangkan oleh lem-baga Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada tanggal 13Januari 1960. Lima bulan kemudian, kebijakan pemba-ngunan ekonomi nasional dirumuskan melalui pelaksana-an landreform secara nasional di Indonesia.11 DPA menye-butkan bahwa pelaksanaan landreform ditujukan sebagaisuatu sarana menciptakan masyarakat adil dan makmurserta bertujuan meningkatkan standar kehidupan bangsaIndonesia.

Di Indonesia, landreform dilakukan dengan cara me-netapkan suatu batas minimum pemilikan tanah yangluasnya dianggap cukup untuk menjamin kehidupanpetani dan penetapan batas maksimum untuk mengawasipemilikan tanah yang berlebihan.12 Kebijakan tersebut di-dasarkan pada Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960

5

PENDAHULUAN

9. Lihat pidato Soekarno, “Penemuan Kembali Revolusi Kita” dalamAmanat Proklamasi III, 1959 - 1960. PT. Inti Idayu Press, Jakarta 1986. hl116.

10. Undang-undang Pokok Agraria dan Landreform R.I. Jajasan PertanianNasional, Djakarta, 1961. hal. 5.

11. E. Utrecht. “Landreform in Indonesia,” dalam B.I.E.S. Vol. V, No. 3,November 1966, hal 71 - 72.

12. Selo Soemardjan. “Landreform di Indonesia”, dalam Soediono M.P. &Wiradi Gunawan. Dua Abad Penguasaan Tanah. PT. Gramedia: Jakarta,1984, hal. 107.

Shohib
Highlight
Page 12: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

yang tercantum dalam pasal 7 dan pasal 17 yang menjadilandasan umum pelaksanaan landreform di Indonesia.13

Meskipun demikian, dalam menentukan prinsip-prin-sip dasar pelaksanaan kebijakan landreform tersebut, se-belumnya harus dicapai kompromi terlebih dahulu antarkekuatan-kekuatan sosial politik yang ada pada saat itu.Kelompok radikal dalam parlemen yang terdiri dari ang-gota Partai Komunis Indonesia (PKI) beserta organisasi-organisasi yang mewakili buruh tani dan petani miskinseperti Barisan Tani Indonesia (BTI)14 dan Petani NasionalIndonesia (PETANI)15 mengajukan tuntutan bahwa tanahharus diberikan kepada petani penggarap.16 Menurut wa-kil organisasi-organisasi tersebut, apabila prinsip ini ter-laksana, maka sistem bagi hasil yang merupakan bentuksisa-sisa eksploitasi feodal17 di Indonesia akan turut ter-hapuskan. Pandangan mereka terhadap bagaimana ben-tuk eksploitasi feodal itu dalam konteks sejarah Indonesiadinyatakan dalam bentuk hubungan yang ekploitatifantara tuan tanah yang menguasai tanah luas terhadappetani penggarap yang mengerjakan tanah tuan tanah me-

6

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

13. Jajasan Pertanian Nasional, Undang-Undang Pokok Agraria danLandreform R.I. Djakarta, 1961, hal. 16 - 21.

14. Ormas tani yang terafiliasi dengan PKI. 15. Ormas tani yang terafiliasi dengan PNI.16. Untuk uraian tentang berbagai bentuk organisasi kaum tani akan diba-

has dalam bab selanjutnya. Pembahasan tentang organisasi-organisasipetani dan konteks politik tahun 1960-an dapat dilihat dalam GerritHuizer. Basiswerk in derde Wereld. Boerenbewegingen in Indonesie voor1965. Ter Elfder Ure: Utrceht, 1972.

17. Analisis sosiologis cukup mendalam mengenai struktur feodal di Indo-nesia, dengan menggunakan pengalaman sejarah Eropa sebagai kerang-ka acuannya, dapat dilihat dalam D.H. Burger. Perubahan-perubahanStruktur dalam Masyarakat Jawa. Penerbit Bhratara: Jakarta, 1977.

Shohib
Highlight
Page 13: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

lalui sistem bagi hasil, ijon, gadai, dan praktik lintah daratyang merajalela di pedesaan Indonesia.

Sebelum persoalan tentang redistribusi tanah ini di-kemukakan dalam parlemen, PKI dan organisasi-organi-sasi yang berafiliasi dengannya telah mengajukan tuntut-an penerapan undang-undang yang bertujuan membatasinilai sewa tanah dan jaminan keamanan bagi kaum tanipada tahun 1958. Selain itu, PKI menuntut pula perom-bakan sistem bagi hasil sebesar 5 : 5 yang menguntung-kan petani penggarap. Tekanan dari PKI dan BTI di par-lemen terhadap pemerintah dalam melaksanakan kepu-tusan itu menjadi salah satu dasar bagi ditetapkannyaUndang-undang Pokok Bagi Hasil (UUPBH) yang berlakudi seluruh Jawa pada Oktober 1961.18 Sedangkan bagisebagian besar organisasi-organisasi yang berbasiskankeagamaan, konsep tersebut menyalahi prinsip kesucianhak milik atas tanah. Kesucian hak milik tersebut dinya-takan dengan argumentasi bahwa hak milik terhadaptanah tidak dapat dilepaskan dari seseorang yang di-wariskan oleh nenek moyangnya. Lebih lanjut, konseptersebut mengacu pada hak-hak atas tanah dari lembaga-lembaga agama seperti tanah wakaf untuk masjid danlembaga agama Islam lainnya, tanah laba pura untukkompleks candi Hindu serta tanah yang dimiliki gereja.19

Jalan tengah atas pertentangan tersebut dicetuskanoleh Presiden Soekarno dan Menteri Agraria Sadjarwodengan menawarkan konsep pemilikan maksimum dan

7

PENDAHULUAN

18. Lihat Rex Mortimer. The Indonesia Communist Party and Landreform1959 - 1965. Monash Papers on Southeast Asia. No. 1, 1972. Victoria.Hal. 12 -13.

19. Ernest Utrecht. Op.Cit., hal. 72 - 73.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 14: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

minimum dalam pemilikan tanah.20 Secara prinsip mere-ka mendukung posisi radikal terhadap persoalan tanah diIndonesia, tetapi pelaksanaannya dilakukan secara berta-hap dengan tetap menjamin bentuk kepemilikan tanah.21

Prinsip inilah yang kemudian digunakan dalam me-netapkan keputusan Undang-undang Agraria oleh DewanPerwakilan Rakjat-Gotong Rojong (DPR-GR) pada akhirtahun 1960. Pada tanggal 24 September 1960 secararesmi Undang -undang Pokok Agraria No. 5/1960 dium-umkan oleh pemerintah.22 Berdasarkan konteks historiskelahirannya, undang-undang tersebut menjadi suatulandasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonialmenjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undangPokok Agraria mengandung ketentuan yang terdiri dari:(1) Tanah pertanian adalah untuk petani penggarap; (2)Hak utama atas tanah, misalnya hak milik pribadi adalah

8

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

20. Berdasarkan konsepsi ini, perdebatan tentang status kepemilikan tanahsecara individual dikeluarkan dari agenda. Pembatasan pemilikan terse-but pada prinsipnya masih mengakui keberadaan hak milik sebagai ben-tuk hubungan sosial yang ada. Persoalan ini ditetapkan dalam PeraturanPemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 56/1960 tentang pe-netapan luas tanah. Lihat “Undang-undang Pokok Agraria dan Land-reform R.I.”, Op.cit., hal 54 - 58.

21. Ibid., hal. 73. 22. E. Utrecht. Op.cit., hal. 72 - 73.23. Penjelasan tentang dualisme antara hukum Barat dan hukum adat di

Indonesia yang berhubungan dengan persoalan penggarapan dan pemi-likan tanah dapat dilihat dalam A. Teluki. Perbandingan Hak Milik AtasTanah dan Recht van Eigendom. PT. Eresco, Bandung. 1966. Bandingkanpula dengan Drs. Soedigdo Hardjosudarmo. Masalah Tanah di Indonesia(Suatu Studi Sekitar Pelaksanaan Landreform di Djawa dan Madura).Bhratara. Djakarta. 1970; serta Edy Ruchiyat, S.H. Politik PertanahanSebelum dan Sesudah Berlakunya UUPA. Penerbit Alumni, Bandung.1986.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 15: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

khusus untuk warga negara Indonesia, tetapi warga ne-gara asing dapat memperoleh tambahan untuk menyewaatau memakai tanah dalam jangka waktu dan luas terten-tu yang diatur oleh Undang-undang; (3) Pemilikan tanahabsentee24 tidak dibenarkan, kecuali bagi mereka yangbertugas aktif dalam dinas negara dan hal pengecualianlainnya; (4) Petani-petani yang ekonominya lemah harusdilindungi terhadap mereka yang kedudukannya kuat.Selain merupakan suatu praktik pembagian tanah danmenjadikannya sebagai hak milik petani landreformpada saat itu dijalankan bersamaan dengan penetapankembali sistem bagi hasil yang merupakan bentuk peng-garapan yang umum di Jawa.25

Dengan tumbangnya era Demokrasi Terpimpin, kebi-jakan landreform kini tidak lagi menjadi alat penting bagikemajuan pertanian di Indonesia. Malah ada anggapanbahwa pelaksanaan landreform itu “gagal” dalam menca-pai tujuan yang diharapkan. Pembagian tanah dan usahameningkatkan taraf hidup kaum tani melalui pengaturanperjanjian bagi hasil setelah periode Demokrasi Terpim-pin tidak lagi dilaksanakan di Indonesia. Bahkan, setelah1966 banyak terjadi tanah-tanah yang telah dibagikandiambil kembali oleh pemiliknya yang lama, atau petaniyang telah menerima tanah hasil pembagian menjualkembali tanahnya.26 Individuisasi tanah ternyata tidakmampu menciptakan sosok tani merdeka yang menjadi

9

PENDAHULUAN

24. Tanah absentee adalah tanah-tanah yang dimiliki oleh orang yang bukanpenduduk desa setempat dan juga pemilik bukan petani yang men-jadikan tanah yang dimilikinya sebagai tanah garapan.

25. Mr. A.B. Loebis. Landreform, U.U. Pokok Agraria, UU Bagi Hasil, Per-aturan Pendaftaran Tanah. Djakarta, 1962. hal. 13.

26. Utrecht. Op.cit., hal. 86 - 87.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 16: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

dasar dilaksanakannya redistribusi tanah itu sendiri.Persoalannya kemudian: apa yang menjadi akar kega-

galan landreform di Indonesia? Guna mendapatkan ja-waban tersebut, sebagai fokus buku ini saya berusahamengulas kembali persoalan-persoalan yang terdapat da-lam praktik landreform sejak ditetapkan undang-undangpelaksanaannya hingga berakhirnya aksi sepihak, tepat-nya antara 1960 sampai dengan munculnya gejolak dipedesaan pada akhir 1964 dan awal 1965.

LANDREFORM DAN PERMASALAHANNYA

Sampai saat ini, masih cukup sulit didapat suatu konsen-sus umum dalam perangkat analisis di antara para sarja-na yang mengulas problem pertanian dan politik pede-saan di Indonesia. Konsepsi shared poverty dan alirandari Geertz dalam mengulas masalah pedesaan dan kaumtani merupakan satu kerangka teoritik yang sering digu-nakan oleh para sarjana.27 Tetapi, pandangan Geertz bu-kanlah satu-satunya teori yang ada. Studi yang dilakukanoleh Frans Husken memberikan alternatif lain dalam me-lihat proses perkembangan masyarakat pedesaan di Jawa,dengan berpatokan pada proses diferensiasi dan polarisasikelas di pedesaan sebagai titik tolak analisanya.28

Terkait persoalan landreform pada periode 1960-an,

10

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

27. Lihat studi-studi pedesaan seperti yang dilakukan oleh Margo L. Lyons.Bases of Conflict in Rural Java. 1970., dan R.R. Jay. Javanese Villagers.Social Relations in Mojokuto. (1969).

28. Frans Husken. Een Dorp op Java: Sociale Differentiatie in EenBoerengeemenschap, 1850-1980. ACASEA: Harleem, 1988. Hal. 167-188.

Shohib
Highlight
Shohib
Underline
Page 17: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

perdebatan-perdebatan teoritik tersebut menjadi mena-rik untuk diulas kembali sebagai titik tolak penulisanbuku ini. Meski demikian, saya tidak bermaksud mela-kukan kajian teoritik atau pembuktian empirik terhadapteori-teori tersebut di atas. Saya hanya akan mengung-kapkan kembali persoalan-persoalan yang dihadapi olehmasyarakat pedesaan berkaitan dengan kebijakan land-reform pada dekade 1960-an.

Analisa saya lebih terfokus pada persoalan sejauhmanakah kebijakan negara untuk melakukan perombak-an struktur agraria dapat dilaksanakan dalam kontekskekuasaan pemerintahan Demokrasi Terpimpin? Selainitu, hal lain yang menarik untuk dijelaskan adalah bagai-mana dasar-dasar pemikiran ke arah landreform yangmenjadi kebijakan negara berhadapan dengan militansipergerakan kaum tani melalui partai dan organisasimassa tani. Hal ini didasarkan atas serangkaian peristiwayang menjurus pada aksi kekerasan di pedesaan Jawaakhir 1964 serta di Klaten dan Banyuwangi awal 1965.29

Dari uraian-uraian di atas persoalan landreform diIndonesia dalam praktiknya bukan cuma sekadar suatuproses perombakan agraria secara teknis antara pemerin-tah dan mayoritas kaum tani di pedesaan Jawa, melain-kan juga sangat ditentukan oleh arah dan intensitas per-saingan politik antara kekuatan-kekuatan politik padasaat itu. Dengan demikian, terdapat suatu gambaran

11

PENDAHULUAN

29. Lihat Sartono Kartodirdjo dalam Agrarian Unrest and PeasantMobilization of Java in the Nineteen Sixties. Paper submitted to SeventhIAHA Conference, Bangkok, August 22-26, 1977. Uraian lebih detail ten-tang kasus ini terdapat dalam Studi Pedesaan & Kawasan UGM.Keresahan Pedesaan Pada Tahun 1960-an. Yayasan Panca Sila SaktiJakarta, 1982.

Shohib
Underline
Shohib
Highlight
Page 18: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

bahwa usaha melakukan perombakan agraria oleh negarasecara tidak langsung berhubungan dengan intensitaskonflik agraria yang mewarnai gejolak dan perimbanganpolitik nasional di antara kekuatan politik yang ada, se-perti partai dan organisasi sosial lainnya.

Pembahasan tentang kegagalan pemerintahan Demo-krasi Terpimpin menjalankan kebijakan landreform, da-lam berbagai analisis sering dikatakan terkait dengankondisi obyektif pertanian yang terbatas. Selain itu, prin-sip-prinsip dasar yang ada dalam kebijakan tersebut di-anggap tidak relevan dengan situasi yang ada, seperti ra-sio perbandingan pemilikan tanah yang terlalu luas di-bandingkan jumlah penduduk yang terlibat dalam aktivi-tas pertanian. Analisis lain menyebutkan bahwa akar ke-gagalannya terkait dengan tingkat ketegangan atau kon-flik politik yang bersumbu pada konflik aliran dan kelasyang menjadi landasan mengapa PKI gagal memobilisirpetani dalam strategi politiknya.

Dalam buku ini saya tidak lagi mempermasalahkanapakah dasar kegagalan tersebut terkait dengan masalahstruktur kelas atau kesadaran politik petani di pedesaan.Yang jadi masalah utamanya, bagi saya adalah bahwaprogram landreform di Indonesia, khususnya Jawa, ber-jalan dalam kondisi lemahnya kekuasaan negara untukmelaksanakan program tersebut. Pengalaman sejarah diberbagai negara yang menjalankan program landreformmembuktikan bahwa pelaksanaan program ini membu-tuhkan tingkat stabilitas politik dan kekuasaan negarayang kuat. Pada hemat saya, prasyarat inilah yang tidakdimiliki oleh pemerintahan Demokrasi Terpimpin ketikaprogram landreform dilaksanakan.

12

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Page 19: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

13

POLA PENGGARAPAN DAN HAK ATAS TANAH DI JAWA

Tatanan agraria tradisional di Jawa berubah seiring de-ngan masuknya kekuatan kolonialisme, dan tentunyabersama dengan itu, berubah pulalah jenis-jenis pengua-saan dan pemilikan tanah yang ada di Jawa. Secaraumum, ada dua kategori yang dapat dibedakan dalampola pemilikan tanah ini: pertama, pemilikan secara indi-vidual yang dapat diwariskan; dan kedua, pemilikankomunal yang diatur dalam sistem rotasi tetap atau ber-gilir di antara masing-masing petani penggarap di desa.1

LANDASAN KEMISKINAN KAUMTANI DAN KETERBELAKANGANEKONOMI DI JAWA

1

1. Peter Boomgaard. Between Sovereign Domain and Servile Tenure: TheDevelopment of Rights to Land in Java, 1780 - 1870. Amsterdam: FreeUniversity Press, 1989, hal. 1.

Shohib
Highlight
Page 20: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

14

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Sebelumnya, seringkali dikatakan bahwa praktik peng-garapan secara komunal merupakan karakter dasar polapertanian tradisional. Namun, dari berbagai kajian be-lakangan ini terbukti bahwa sistem tanah komunal ter-nyata bukanlah bentuk penguasaan tanah yang alamiahada dalam masyarakat Jawa.2 Perkembangan praktik ta-nah komunal lebih merupakan kreasi kolonial sejak ber-lakunya sistem Tanam Paksa di Hindia-Belanda.3

Pengenalan sistem tanah kolonial terhadap kaum tanidi pedesaan Jawa berkaitan erat dengan adaptasi polapengaturan penggarapan masyarakat pribumi yang ber-sandar pada prinsip ulayat (beschikkingrechts) yang di-padukan dengan sistem sewa tanah Raffles. Selama ke-kuasaan interregnum Inggris di Hindia-Belanda sepan-jang tahun 1811-1816, Inggris di bawah Gubernur JendralT.S. Raffles memproklamirkan prinsip penguasaannegara terhadap tanah atau prinsip domeinverklaring.Berdasarkan prinsip tersebut, para petani diwajibkanmembayar panjak dalam bentuk uang dikarenakan ke-dudukannya sebagai penyewa tanah negara.4

Dalam realitas historisnya, ada banyak istilah untukbentuk penggarapan ini, seperti hak ulayat di Minangka-bau, tanah perkebunan di Ambon; wewengkon desa diJawa dan Bali, dan lainnya. Berdasarkan prinsip ini,maka setiap penduduk yang menjadi anggota persekutu-

2. Lihat Robert Va Niel. Java Under The Cultivation System. Leiden: KITLVPress, 1992.

3. Ibid., hal. 155 - 179. 4. Van Vollenhaven. Het Adatsrecht van Nederlandsch-Indie. Tweede Deel.

Leiden: Voorhen E.J. Brill, 1931, hal. 484 - 485. Analisis lebih lanjut ten-tang prinsip penguasaan tanah oleh negara dan kaitannya dalam pelak-sanaan sistem tanam paksa di Jawa dapat dilihat dalam Robert VanNiel., Op.cit., hal. 5 - 28.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 21: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

15

LANDASAN KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN EKONOMI

an memiliki hak untuk menggarap dan mengambil se-suatu manfaat dari tanah yang ada dalam desa, denganserangkaian kewajiban yang kemudian harus dipatuhi-nya. Prinsip ini memberikan jaminan bagi setiap pendu-duk desa untuk mendapatkan kehidupan dari sumberdaya yang dimiliki oleh desa tersebut. Hal ini membukti-kan bahwa kedaulatan atas tanah tidak ditentukan secarasepihak oleh para penguasa tradisional Jawa. Raja danpara penguasa tradisional lainnya hanya memungut pa-jak dalam bentuk hasil bumi dan tenaga kerja yang ber-ada dalam wilayah kekuasaannya.5

Perkembangan sistem Tanam Paksa (cultuurstelsel)pada akhirnya meruntuhkan kedudukan petani pribumiyang tidak lagi memiliki akses langsung dalam pemilikandan penguasaan terhadap tanah. Strategi dalam meme-nuhi kebutuhan tenaga kerja bagi perkebunan-perkebun-an pemerintah telah menyebabkan tanah terus dibagikankepada setiap petani yang bersedia menyumbangkantenaga kerjanya bagi pemerintah. Akibat langsung dariproses ini adalah meningkatnya fragmentasi tanah kare-na tuntutan akan tenaga kerja yang terus bertambah me-nyebabkan semakin banyak tanah harus dibagikanpemerintah kepada petani.6

Memasuki akhir abad ke-19, perkembangan baru mu-lai terjadi dengan hadirnya para pengusaha perkebunan

5. Lihat, Mochammad Tauchid. Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghi-dupan Rakjat Indonesia. Vol. I. Djakarta: Penerbit Tjakrawala, 1952, hal.103. Bandingkan pula dengan Ong Hok Ham, “Perubahan Sosial diMadiun Selama Abad XIX: Pajak dan Pengaruhnya Terhadap PanguasaanTanah”, dalam Soediono M.P & Gunawan Wiradi. (ed)., Dua AbadPenguasaan Tanah. Jakarta: PT. Gramedia, 1984, hal. 3 - 26.

6. Jan Breman. Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja: Jawa di MasaKolonial. Jakarta: LP3ES, 1986, hal. 19 - 36.

Shohib
Highlight
Page 22: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

16

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

swasta Hindia-Belanda. Perkembangan usaha perkebun-an oleh pengusaha swasta menyebabkan timbulnya kebu-tuhan akan jaminan penyediaan tanah yang lebih pastidan sistem sewa yang lebih panjang. Berdasarkan kebu-tuhan tersebut, maka pada 1870 pemerintah mengeluar-kan undang-undang baru yang mengatur persoalan tanahyang lebih dikenal dengan Agrarische Wet 1870.7 Maknadari undang-undang ini bagi rakyat pribumi adalah ke-sempatan pemilikan tanah secara individual atau hakeigendom8 terhadap tanah dan penghapusan sistempenggarapan tanah komunal yang berlaku sebelumnya.9

Selain itu, sejak tahun 1860 sampai dengan tahun 1915pemerintah menghapuskan pula sistem pelayanan kerjawajib (corvee labour) dan sebagai gantinya diberlakukansistem pajak kepala sebagai sumber pendapatan peme-rintah yang baru.10 Rangkaian kebijakan tersebut mendo-rong perubahan dalam pola pemilikan tanah dan sistemhubungan kerja di Jawa memasuki abad ke-20.

KOLONIALISME DAN TRANSFORMASI AGRARIA DI JAWA

Persoalan yang patut diajukan sejak kolonialisme Belan-da menancapkan kekuasaannya di Jawa sepanjang abad

7. Vollenhoven. Op.cit., hal. 488 - 498. 8. Hak eigendom adalah pengakuan hak milik atas tanah secara individual

oleh masyarakat pribumi yang diakui dalam undang-undang kolonial.9. A. Teluki. Perbandingan Hak Milik Atas Tanah dan Recht Van Eigendom.

Bandung: PT. Eresco, 1966, hal. 8 -11. 10. Willem Wolters; “From Corvee to Contract Labour,” dalam Rober Cribb

(ed). The Late Colonial State in Indonesia. Leiden: KITLV Press, 1994, hal.175.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Page 23: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

17

LANDASAN KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN EKONOMI

ke-19 sampai dengan awal abad ke-20 adalah sejauhmanakah perubahan yang terjadi ketika produksi tanam-an ekspor menjadi dasar aktivitas perekonomian moderndi Jawa, khususnya terhadap mayoritas kaum tani di pe-desaan? Clifford Geertz dalam kajiannya mengenai invo-lusi pertanian pernah mengemukakan:

Berbeda dengan Puerto Rico, misalnya, industri

gula itu tidak memaksa kaum tani yang baru me-

lembaga untuk digiring masuk ke perkebunan

enklave, dan menurunkan derajat mereka menjadi

angkatan kerja yang tidak memiliki tanah, sepe-

nuhnya menjadi kaum proletar. Buruh tebu di Jawa

adalah tetap petani yang sekaligus menjadi kuli,

tetap petani rumah tangga yang berorientasi ko-

munitas dan sekaligus juga buruh upahan. Kakinya

yang sebelah tertancap di lumpur sawah, yang

sebelah lagi menginjak lantai pabrik.11

Jenis Penguasaan Tanah

Tanah milik individualTanah Komunal:- Tetap- BergilirTanah Desa

Luas1.760

810 780340

%48

2221 9

Luas3.150

1.000545205

%64

20115

Luas5.459

597297242

%83

944

1882 1907 1932

TABEL 1. PERUBAHAN POLA PEMILIKAN TANAH DI JAWA DANMADURA 1882-1932 (DALAM RIBUAN HEKTAR)

Sumber: William Wolters, “From Corvee to Contract Labour”, dalamRobert Cribb. The Late Colonial State. KITLV: Leiden. 1994. Hal. 176.

11. Clifford Geertz. Involusi Pertanian. Bharata: Jakarta. 1983. Hal. 94.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 24: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

18

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Uraian Geertz di atas menegaskan bahwa di bawahperkembangan sistem kapitalisme selama periode kolo-nial, usaha pertanian pribumi tidak mengalami suatu per-ubahan berarti. Ia tetap bertahan dalam mekanisme per-tanian tradisional, dan seiring dengan pertumbuhan pen-duduk, aktivitas pertanian tetap menjadi tumpuan bagimayoritas kaum tani di pedesaan. Akibatnya adalah sema-kin meningkatnya jumlah tenaga kerja yang terlibat dalamaktivitas pertanian, sementara pada saat yang sama ting-kat produksi mengalami stagnasi. Geertz memformulasi-kan proses seperti itu sebagai suatu proses pemiskinanbersama (shared poverty) dan involusi dalam aktivitaspertanian.12 Gambaran yang hampir sama tentang per-soalan tersebut dilontarkan oleh Boeke yang menyatakantidak adanya singgungan antara perkembangan ekonomikapitalis melalui perkebunan besar dan kegiatan ekonominon-kapitalis pedesaan di lain pihak. Perkembangan ka-pitalisme melalui sektor ekonomi modern tidak memilikiketerkaitan langsung dengan aktivitas pertanian tradisio-nal yang padat tenaga kerja. Konsep dualisme yang dita-warkannya menunjukkan keduanya berjalan sendiri-sendiri tanpa hubungan saling menentukan.13

Namun demikian, pandangan di atas menurut sayamasih memiliki kelemahan dalam melihat perkembanganaktivitas perekonomian pribumi di bidang pertanian se-iring dengan perkembangan kapitalisme di Hindia Belan-da. Sebagai suatu pengantar, saya hendak memberikanbeberapa cacatan tentang proses penetrasi kapitalismedan efek-efeknya yang diwakili oleh perkebunan besar ter-

12. Ibid., hal. 130.13. Lihat J.H. Boeke, Economic Policy of Dual Societies. Institute of Pasific

Relations: New York, 1953.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Page 25: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

19

LANDASAN KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN EKONOMI

hadap mayoritas petani di pedesaan Jawa. Faktor-faktorekonomi di pedesaan seperti tanah, tenaga kerja, modal,upah, harga dan sewa patut diperhatikan di samping per-kembangan perkebunan dan manufaktur sebagai landas-an utama berkembangnya kapitalisme di Jawa.14

Perkembangan kapitalisme di Hindia Belanda saat ituterkait erat dengan perkembangan perkebunan dan eks-por komoditi tanaman keras di pasaran dunia. Sejak di-berlakukannya politik liberal pada 1870, pengusaha-pengusaha perkebunan Belanda dan negara Eropa lain-nya mendapatkan jumlah keuntungan luar biasa yangberlandaskan pada colonial super profit. Istilah ini meng-acu pada kondisi akumulasi modal luar biasa akibat in-vestasi modal asing mendapatkan tenaga kerja yang be-kerja dalam jam yang panjang dan upah rendah. Di sam-ping itu, pihak pemodal tidak perlu menanggung bebanpembangunan infrastruktur seperti fasilitas transportasidan komunikasi yang dibiayai oleh pungutan pajak ter-hadap penduduk jajahan oleh pemerintah kolonial.15

Berbeda dengan analisa Geertz atau Boeke, beberapastudi mutakhir membuktikan bahwa perkembangankapitalisme di Hindia Belanda memberikan pengaruhyang sangat besar terhadap kehidupan mayoritas kaumtani di wilayah pedesaan Jawa.16 Pandangan ini semakindiperkuat apabila kita cermati proses komersialisasi da-

14. Kuntowijoyo menunjukkan faktor-faktor yang perlu diperhatikan seba-gai metode untuk memahami rangkaian perubahan di pedesaan. LihatKuntowijoyo. Metodologi Sejarah. PT. Tiara Wacana: Yogyakarta, 1994,hal. 87.

15. Ernest Mandel. Op.Cit., hal. 345. 16. Pandangan ini dikemukakan dalam berbagai studi para sarjana seperti

Frans Husken. Een Dorp op Java Sociale Differentiatie in eenBoerengemeenschap, 1850-1980, Netherlands: Acasea, 1988.; G.R.

Shohib
Pencil
Page 26: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

20

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

lam aktivitas kehidupan sosial. Selain itu, transformasisosial selama kolonialisme menunjukkan pula peralihankehidupan kaum tani sejajar dengan perkembangan ka-pitalisme. Hal ini sesuai dengan argumentasi James Scotttentang kondisi subsistensi kaum tani yang mengalamiperubahan drastis.

Sebagai suatu gambaran lebih mendetail tentang pro-ses perubahan yang ditimbulkan dalam komersialisasipertanian di Jawa selama periode kolonial, beberapa fak-tor penting dalam analisis Scott cukup berguna bagi kitauntuk melihat sejauh mana dampak tersebut dialami olehmayoritas kaum tani di pedesaan. Scott menganalisa polaperubahan itu dengan memperhatikan faktor-faktor se-perti erosi hubungan patron-klien antara petani pengga-rap dan pemilik tanah, semakin tertutupnya sumber dayadi lingkungan desa yang tersedia, menciutnya pendapatantambahan dalam aktivitas ekonomi tradisional petani danlainnya.17 Intinya, ketidakstabilan relatif dari tingkat kese-jahteraan kelompok penggarap bagi hasil, petani pemilikkecil, dan buruh tani di desa, sejajar dengan semakin me-luasnya pengaruh kapitalisme selama periode kolonial.18

Uang telah menjadi bagian penting dari aktivitas eko-nomi sebagai pembayaran pajak, sewa tanah, upah, trans-portasi hasil bumi, membeli beras, minyak goreng, sabun,pakaian dan komoditi lainnya yang membuat penduduk

Knight, “Capitalism and Commodity Production in Java” dalam H. Alaviet.al., eds., Capitalism and Colonial Mode of Production. London: CroomHelm, 1982, Hal. 119-158; R.E. Elson, Javanese Peasants and theColonial Sugar Industry. Impact and Change in an East Java Residency,1830-1940. Singapore: Oxford University Press, 1984.

17. Untuk jelasnya, lihat James C. Scott. Moral Ekonomi Petani, Pergolakandan Subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES, 1989, hal. 87.

18. Ibid., hal. 86-87.

Shohib
Highlight
Page 27: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

21

LANDASAN KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN EKONOMI

desa terus membutuhkan uang. Untuk mendapatkanuang, petani biasanya menyewakan tanah mereka ataubekerja di perkebunan. Dan dalam situasi krisis, dam-paknya sangat memukul kehidupan kaum tani untukmencukupi kehidupan mereka.19

Selain meminjam kredit, pemenuhan kebutuhan hidupdidapat petani dengan bekerja di pabrik atau perkebun-an. Toh kedua sumber penghasilan ini tidak pernah men-cukupi sampai akhirnya mereka pun terjerat utang dansecara umum terjadi proses pemiskinan. Ketergantunganterhadap peminjaman uang atau kredit terus menjadi ge-jala umum menjelang abad ke-20. Tidak jarang petaniyang menyewakan tanahnya harus memperpanjang sewatanah dengan industri gula sebelum masa sewanyaberakhir untuk mendapatkan uang.

Problem kekurangan pangan dan uang merupakangejala kemiskinan yang dialami petani Jawa saat proseskomersialisasi di pedesaan menghebat. Perhitungantahun 1930 menunjukkan sekitar 8 juta petani di Jawamenggarap lahan yang luasnya bertambah hanya sekitar3 persen, sehingga lahan rata-rata terus menyempit men-jadi hanya sekitar 0,87 hektar per orangnya.20 Membu-ruknya kondisi umum kehidupan kaum tani di Jawa pada

19. Studi Elson mengenai periode krisis menunjukkan bagaimana prosestersebut mendorong alienasi pemilikan dan penguasaan tanah di ka-langan petani kecil dan petani miskin dan akumulasi tanah di kalanganpetani kaya, lintah darat, dan tuan tanah. Pada masa-nasa sulit, kaumtani mulai menyadari bahwa tanah yang mereka miliki menawarkansuatu jaminan ekonomi melalui sewa, gadai, dan ijon yang bisa meng-hasilkan sejumlah uang untuk menutupi kebutuhan yang terus me-ningkat selama krisis ekonomi. Lihat R.E. Elson. Op.Cit., hal. 175-176.

20. E. de Vries. Pertanian dan kemiskinan di Jawa, Bhratara: Jakarta, 1982.hal. 110.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 28: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

22

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

awal abad ini ditunjukan pula oleh merosotnya nilai tukarproduksi pertanian terhadap hasil industri. Para petani dipedesaan pada tahun 1939 harus membayar dua setengahkali lipat hasil bumi mereka untuk memperoleh baranghasil industri dibandingkan pada tahun 1913.21

Dalam masa-masa sulit selama periode krisis, mayo-ritas kaum tani di pedesaan meresponsnya dengan meng-alihkan pola makanannya. Dalam laporan dokter-dokterpemerintah kolonial selama tahun 1934, diberitakan bah-wa rakyat di daerah kabupaten Purwokerto, Banyumas,Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap dan Karanganyarmemakan makanan lain sebagai pengganti beras sepertigaber (limbah ubi kayu yang merupakan makanan babi);gelang (sagu dari pohon enau yang merupakan makananitik); bonggol (bagian bawah batang pisang sebagai ma-kanan babi); tancang atau tanaman enceng gondok, tlan-cang (keong kecil yang ditumbuk) dan dedeg (dedak padisebagai makanan kuda). Laporan tersebut menunjukanmasih banyak jenis makanan lain yang dimakan olehkaum tani yang pada akhirnya banyak menyebabkankematian karena keracunan pangan.22

MEMBURUKNYA HUBUNGAN AGRARIS DAN DIFERENSIASI SOSIAL

Seiring perkembangan kapitalisme dan meningkatnyakomersialisasi di pedesaan, kontradiksi dalam sistempenggarapan meningkat tajam dengan semakin membu-ruknya hubungan-hubungan agraris di pedesaan. Uraian

21. Ibid., hal. 114.22. Ibid., hal. 45.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 29: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

23

LANDASAN KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN EKONOMI

Scott menggambarkan bagiamana proses memburuknyahubungan tersebut melalui faktor-faktor seperti ketim-pangan pola pemilikan dan penguasaan tanah, per-tambahan penduduk, fluktuasi harga, menyempitnya ker-ja sampingan yang menyebabkan kedudukan tuan tanahsemakin kuat mengahadapi para petani penyewa danburuh tani di pedesaan. Tuan tanah dapat menekantingkat upah dan imbangan bagi hasil akibat meningkat-nya jumlah penggarap yang saling bersaing mendapatkankesempatan garap dan belitan utang yang dialami olehmayoritas mkaum tani di pedesaan.23

Penyelidikan Meyer Renneft di Cirebon membuktikangejala pemusatan tanah di segelintir orang dan semakinmeningkatnya jumlah petani tak bertanah di pedesaan.Uraiannya menjelaskan faktor pemenuhan kebutuhankonsumsi kaum tani menyebabkan mereka terus mencarisetiap sumber yang memberikan mereka uang yangmemenuhi kebutuhan konsumsinya. Efek “demonis” darikekuatan komersialisasi di wilayah pedesaan menye-babkan orang berbondong-bondong mendatangi pabrik,pengusaha kebun Tionghoa, penyewa tanah pribumi,bank dan lumbung desa serta rumah gadai untuk memin-jam uang kas. Hal inilah yang menyebabkan kaum tanikehilangan tanah yang menjadi jaminan utang mereka.Apabila mereka tidak mampu membayar kembali utangmereka (sebagian besar memang tidak mampu melu-nasinya), maka tanah garapan meraka harus diserahkandan petani kini hanya menjadi buruh upaha di atas tanahmereka yang telah tergadaikan.24

23. James C. Scott. Op.cit., hal. 102.24. J.W. Meyer Ranneft. Laporan-Laporan Desa. Arsip Nasional Republik

Indonesia. Jakarta, 1974, hal. 21.

Shohib
Highlight
Page 30: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

24

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Laporan kolonial yang menyajikan data tentang pro-ses marjinalisasi kaum tani berdasarkan penyelidikanMeyer Ranneft mengemukakan bagaimana sistem penye-waan tanah berkembang. Di keresidenan Modjokerto danSoeko pada tahun 1917, angka penyewaan tanah menca-pai 32 hingga 43 persen. Para petani yang menyewakantanahnya tersebut kemudian beralih statusnya menjadisekadar penggarap melalui sistem bagi hasil.

Gejala serupa terjadi di Cirebon, Semarang, dan Sura-baya. Dengan kata lain, laporan tersebut menunjukkanproses menguatnya segolongan kecil kaum tani yang ber-kembang dalam struktur ekonomi kolonial dan terlibatdalam aktivitas ekonomi dunia dengan penanamankomoditi tanaman ekspor. Di lain pihak, perkembanganini diikuti pula oleh meningkatnya jumlah kaum tani takbertanah di pedesaan Jawa yang memberikan bentukdalam proses diferensiasi di pedesaan.

Belitan utang di kalangan kaum tani terlihat misalnyapada 1929, saat penyaluran kredit baik secara resmi mau-pun tidak resmi mencapai angka tertinggi f. 140.000.000dengan tingkat pembayaran bunga sebesar f. 35.000.000setahun. Sedangkan pinjaman yang diberikan oleh rumahgadai milik pemerintah mencapai angka f. 60.000.000.25

Sayang tidak ada data lengkap mengenai tingkat pinjam-an petani kepada lintah darat yang beroperasi di desa-desa melalui ijon dan gadai. Yang jelas, laporan kolonialmenyebutkan bahwa sebagian besar petani desa banyakterjerat utang yang ditawarkan lintah darat.

Diferensiasi di pedesaan semakin tajam ketika pene-trasi kapitalisme semakin intensif. Kapitalisme menjadi-

25. E. de Vries. Op.cit., hal. 83.

Shohib
Highlight
Page 31: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

25

LANDASAN KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN EKONOMI

kan tanah dan tenaga kerja sebagai komoditi yang bisadiperjualbelikan. Di samping mempermiskin mayoritaskaum tani, perkembangan tersebut menciptakan pulasatu lapisan sosial yang menangguk untung dari berkem-bangnya ekonomi uang. Sebagaimana terungkap dari pe-nelitian Jan Breman tentang proses reforma agraria awalabad ke-20 di Cirebon, meningkatnya usaha perkebunan(khususnya industri gula) pada gilirannya mendoronglahirnya segolongan “kapitalis-sewa” yang mengambil ke-untungan dari kehancuran perekonomian kaum tani.

Golongan yang memetik untung dari introduksi eko-nomi modern dalam kehidupan agraria ini terdiri dari pe-jabat desa seperti wedana, camat, dan lurah. Mereka me-miliki kontrol terhadap mekanisme distribusi tanah danhubungan erat dengan pihak perkebunan. Pelaksanaansistem yang dikenal dengan istilah glabagan26 berjalandengan menyingkirkan para petani penggarap yangmengolah tanah-tanah desa melalui perjanjian sewa yangseringkali dilaksanakan dengan paksa.

Dalam konteks yang lebih luas, Jan Breman menga-takan bahwa “rakyat (petani) diseret ke dalam cara pro-duksi kapitalis dengan cara mekanisme-mekanisme yangbersifat feodal atas tanah dan tenaga kerja.”27 Tabel dihalaman berikut menunjukkan peningkatan jumlah pe-milik tanah yang menguasai tanah lebih dari 30 bouw28

(21 hektar) di Jawa memasuki abad ke-20.

26. Sistem ini merupakan perjanjian hubungan sewa tanah antara pabrikgula dan petani penggarap di desa berdasarkan metode penanamantebu rotasi (bergilir) yang menggunakan lahan pertanian.

27. Jan Breman. Op.Cit., hal. 51.28. 1 bouw = 0,7 hektar.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 32: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

26

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Beberapa faktor yang perlu disebutkan di sini sehu-bungan dengan terjadinya pergeseran tatanan agraria diJawa sejak Tanam Paksa maupun perkebunan swastaadalah proses monopoli tanah di kalangan minoritas elitedesa dan pengingkaran hak rakyat atas tanah, baik dalampembukaan maupun penggarapan tanah. Tekanan eko-nomi uang memaksa petani penggarap menyewakantanah-tanahnya kepada para penyewa tanah yangmasing-masing terdiri dari pengusaha perkebunan besar,

Keresidenan

PrianganPekalonganSurabayaSemarangMadiunPasuruanBanyumasKediriRembangKeduBesukiCirebonMaduraBataviaBanten

19055592121049545382825232018151575

19251,12610679

25078

1372071074380

22326850

376157

Jumlah Pemilik Tanah

TABEL 2. JUMLAH PEMILIK TANAH LEBIH DARI 30 BOUW (21 HEKTAR) SE-KARESIDENAN JAWA, 1905-1925

Sumber: Thommy Svensson, “Contraction and Expansions, AgrarianChange in Java since 1830,” dalam Magnus Morner & ThommySvensson. The Transformation of Rural Society in the Third World.London: Routledge. 1991. hal. 164.

Page 33: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

27

LANDASAN KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN EKONOMI

pemilik-pemilik tanah partikulir yang biasanya adalahpengusaha Tionghoa, dan para kapitalis sewa. Dengandemikian, di samping proses marjinalisasi mayoritaskaum tani menjadi tani tak bertanah dan tani miskin, ter-dapat pula segolongan minoritas yang memonopoli tanahdesa yang umumnya berasal dari kalangan berpengaruhdalam masyarakat pribumi, misalnya pejabat desa.

PENGUASAAN TANAH DI PEDESAAN

Periode kolonial sampai dengan kekuasaan pemerintahrepublik dengan tegas menunjukkan perkembangan polahubungan-hubungan sosial yang menandai basis produk-si agraria di pedesaan Jawa. Suatu penelitian tentang me-nguatnya kedudukan tuan tanah pada 1950-an menun-jukkan sekitar 0,5-1 persen golongan tuan tanah di desaCibodas secara keseluruhan menguasai separuh dari selu-ruh tanah desa. Masing-masing memiliki tanah seluas 12hektar atau lebih dan menanam tanaman komersial se-perti tomat, kentang, dan kubis untuk dipasarkan. Selainmenikmati hidup mewah, mereka juga aktif menginves-tasikan uangnya dalam usaha transportasi di pedesaanseperti truk, taksi, dan motor.29 Perkembangan yang ter-jadi dalam periode ini membuktikan bahwa para tuantanah tidak lagi sekadar memainkan perannya sebagai“kapitalis sewa” di pedesaan.

29. H. ten Dam. “Coorperation and Social Structure in the Village ofChibodas,” dalam W.F. Wertheim. (ed). Indonesian Economics: TheConcept of Dualism in Theory and Policy. W. Van Hoeve Publ. Ltd.:Hague, 1966, hal. 362-363.

Page 34: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

28

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Kendati mereka sangat bergantung pada mekanismeekspor yang dikuasai para pemodal asing, tetapi aktivitaspenanaman tanaman komoditi ekspor telah menghasil-kan keuntungan yang cukup baik. Sistem bagi-hasil yangmemberikan keuntungan berlipat tetap dipertahankan da-lam mekanisme produksinya. Hal ini disinggung sebagaisifat semi-feodal yang menandai basis agararia di Indo-nesia. Sebagaimana dikatakan oleh salah satu juru bicaraorganisasi tani dalam Seminar Landreform di Bogor,November 1960, yang digelar oleh Departemen Agraria:

Tuan tanah menjuruh kaum tani penggarapmengerdjakan tanahnja adalah dengan tudjuan:mendapat suatu produksi nilai materiil jang beru-pa padi dan lain2 bahan makanan untuk didjualkepasar serta mendapatkan keuntungan bagidirinja sendiri. Tetapi tjara jang digunakan untukmentjapai keuntungan itu adalah dengan didja-lankannja exploitasi setjara feodal atas kaumtani, jang berbentuk penjetoran berupa bagianhasil panen atau dalam istilah sekarang disebutberbagihasil, mendjalankan perbudakan utangdan menggunakan tenaga kerdja kaum tani tanpaupah. Djuga melihat tudjuan produksinja, ia su-dah bersifat kapitalis, tetapi tjara untuk men-tjapai tudjuanja dilakukan setjara feodal. Kenja-taan inilah jang kita sebut bahwa di Indonesiamasih berkuasa sisa2 feodalisme.30

30. Hartojo, “Peranan Organisasi Tani,” dalam Departemen Agraria.Seminar Landreform Dari Tanggal 17 s/d 6 Nopember 1960. Djakarta:Hal. 108.

Page 35: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

29

LANDASAN KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN EKONOMI

Terkait dengan semakin meningkatnya jumlah petanitak bertanah di pedesaan Jawa, standar hidup yang bisadihasilkan dari tanah garapannya pun terus menurun.Perhitungan Tergaast menunjukkan bahwa pemilikantanah seluas 1,6 hektar bagi setiap keluarga petani(masing-masing 0,7 hektar sawah dan 0,9 tanah tegalan)sudah mencapai ambang tingkat minimum dalam meme-nuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga petani. Belumlagi faktor pemilikan ternak yang sangat mempengaruhitingkat produktivitas lahan garapan petani.31

Proses monopoli tanah merupakan gambaran yangmenunjukkan meluasnya kaum tani tak bertanah danproses pemusatan pemilikan/penguasaan tanah di pede-saan Jawa melalui sistem gadai-tanah (gadai, jual akad,jual tandak dan lainnya), utang, sistem bajur, kedokandan lain-lain. Disamping monopoli tanah, praktik sewatanah yang bewujud hasil bumi melalui sistem maron,marapat, mertilu, merlima dan lain-lain merupakansuatu bentuk produksi agraria tradisional yang dapat dite-mukan di berbagai tempat di Jawa saat itu.

Dalam pelaksanaan bagi hasil yang ditunjukkan me-lalui sistem mertilu, hasil panen dibagi dua menjadi duapertiga untuk pemilik tanah dan sepertiga untuk pengga-rap. Mekanisme lain dalam perjanjian sewa tanah adalahpenetapan bentuk hasil bumi yang tetap, yaitu dalam satutahun ditetapkan sejumlah 1 caeng 12 gedeng (1 caeng =100 gedeng, 1 gedeng padi kira-kira 5-6 liter beras). Ben-tuk lain dari sewa tanah adalah sewa berupa kerja atauperhambaan. Di daerah Banjubiru, Pandeglang misalnya,

31. Ir. G.C.W. Chr. Tergaast, “Indonesia's Inheemse Landbouw,” dalamIndonesie, 1951. hal. 78.

Shohib
Highlight
Page 36: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

30

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

terdapat kaum tani yang menggarap 8 petak tanah tuantanah. Tiga petak tanah dikerjakan dalam sistem maron,sedangkan untuk sisanya menjadi milik tuan tanah.Dalam bentuk uang, di daerah Lemahabang seorangpenggarap membayar sewa sebesar Rp60.000 untuk 1bouw tanah dalam setahun.32

Eksploitasi yang menggabungkan praktik bagi-hasildengan tujuan menghasilkan produk komersial, baik un-tuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor, melandasiberkembangnya kekuatan ekonomi tuan tanah pada masaitu. Di samping itu, meningkatnya jumlah penduduk pe-desaan mengakibatkan terus bertambahnya jumlah pe-tani tak bertanah yang mengakibatkan semakin lemahnyaposisi mereka dalam keikutsertaan produksi agraria. Halini mencirikan suatu bentuk perekonomian Indonesiapada saat itu, di mana dalam menekan tingkat upah per-tanian, tuan tanah tidak merasa perlu kalah bersaing de-ngan kegiatan ekonomi lainnya yang memang tidakmemiliki kemungkinan menyerap jumlah tenaga kerjapedesaan yang terus bertambah.

KETERBELAKANGAN DAN KONDISI EKONOMINASIONAL

Kehidupan masyarakat Indonesia sejak dekade 1950-anhingga awal 1960-an diwarnai oleh kemunduran ekonomiyang pada umumnya berkaitan dengan kemerosotan nilai

32. Sobandi, “Penilaian Landreform dari Segi Perangsang dan Iklim Politik,”Institut Pertanian dan Gerakan Tani Egon, dalam Konferensi NasionalEkonomi Pertanian Ke-I, Tjibogo, 6-12 Desember 1964. hal. 4.

Page 37: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

31

LANDASAN KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN EKONOMI

ekspor bahan-bahan mentah di pasar dunia (Amerika Se-rikat dan Eropa Barat) dan kenaikan nilai impor barang-barang hasil industri. Dalam kondisi ini, pemerintah ha-rus menanggung beban kemerosotan nilai ekspor komo-diti utama seperti gula, kopi, karet, minyak kelapa sawit,timah, batubara, dan tekstil.33

Merosotnya nilai ekspor terhadap impor ini secaralangsung memukul perekonomian Indonesia karena erat-nya keterkaitan produksi Indonesia dengan perdaganganinternasional. Gambarannya demikian: Pertama, sebagi-an besar hasil produksi diekspor dan dengan demikianpermintaan luar negeri terhadap hasil produksi meme-gang peran penting. Kedua, produksi pertanian, pertam-bangan dan industri, serta transportasi sebagian besarbergantung pada impor. Dengan meningkatnya jumlahimpor, maka dipastikan hal tersebut mempengaruhi pulatingkat produksi Indonesia secara keseluruhan.34

Sepanjang pemerintahan kabinet parlementer, keter-gantungan pada ekspor tanaman keras diperdalam olehkebijakan yang bersandar pada kekuatan modal asing.Awalnya, kehadiran modal asing dimaksudkan untuk me-matahkan struktur perekonomian kolonial dengan men-dorong proses industrialisasi dalam negeri. Di sampingitu, pemerintah berharap memiliki cukup dana untukmembiayai kemajuan golongan pengusaha pribumi me-lalui dukungan finansial dan pemberian lisensi impor.35

Namun toh industrialisasi lebih lanjut tidak berjalan

33. Bank Indonesia. Laporan Tahun Pembukuan 1958-1959. G. Kolf & Co:Indonesia. 1958. hal. 14-17.

34. Ibid., hal. 19.35. Richard Robinson. Indonesia, The Rise of Capital. Allen & Unwin Pty. Ltd.

Australia. Hal. 63-65.

Page 38: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

32

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

seperti yang diharapkan. Sektor modal asing merasa lebihaman beroperasi pada bidang-bidang yang umum dija-lankan pada masa kolonial tanpa perlu menanamkaninvestasi alat dan teknologi yang lebih maju. Melimpah-nya tenaga buruh dan upah yang rendah sudah mem-berikan jaminan bagi mereka untuk memperoleh keun-tungan besar dalam usaha perkebunan, manufaktur, per-tambangan dan pengangkutan yang merupakan jenisusaha yang tidak memerlukan modal besar dan tekonomiindustri tinggi. Selain itu, para pengusaha pribumi yangtelah didukung oleh pemerintah lebih suka menginves-tasikan modal hanya pada sektor perdagangan di manakeuntungan tinggi dapat dicapai dengan risiko kecil.36

Modal asing tetap menjalankan dominasi mereka da-lam sektor pertambangan, perkebunan, transportasi danmanufaktur sebagaimana yang terjadi sejak periode kolo-nial. Berkat dukungan pemerintah, perusahaan-perusa-haan asing sperti Algemeene Landbouw Syndicaat/AVROS (perkebunan); The Batavia Petroleum Co.(minyak); British & American Tobacco Co. (tembakau);Koninklijke Paketvaart Maatschappij (pelayaran) kembaliberbisnis di Indonesia meskipun dengan tingkat opera-sional lebih rendah dibanding tingkat produksi merekapada masa sebelum perang.37 Keuntungan besar dari eks-ploitasi ekonomi yang diraih oleh investor asing didu-kung oleh kebijakan pemerintah dalam mendisiplinkanburuh untuk menjamin tingkat produksi, melalui per-aturan larangan mogok pada awal 1951 yang didasarkan

36. Dr. V. Arkhipov. “Economics and Economic Policy in Indonesia. 1945 to1968.” (?). hal. 67.

37. Audrey G. Donnithorne, “Western Business in Indonesia Today,” dalamPacific Affair, Vol. XXVII, No. 1, March 1954. hal. 27-40.

Page 39: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

33

LANDASAN KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN EKONOMI

pada Undang-Undang Darurat Perang.38

Praktik perekonomian seperti itu didukung pula olehaturan tingkat upah yang rendah, baik di sektor manufak-perkebunan. Upah minimum ditentukan oleh pemerintahsecara nasional dan berlaku di setiap sektor usaha. Pada1958 misalnya, tingkat upah minimum itu ditetapkanberkisar antara Rp5,30 pada sektor perkebunan dan per-tanian, dan Rp14,16 pada sektor pengangkutan.39 Meski-pun demikian, dalam praktik tetap terjadi usaha untukterus menekan tingkat upah minimum yang sudah sangatrendah untuk ukuran masa itu.

Dalam sektor perkebunan misalnya, usaha menekantingkat upah itu dilakukan dengan penerapan ploeg-sys-tem dalam organisasi produksi. Sistem ini mengatur jad-wal kerja sehingga jumlah hari kerja masing-masing bu-ruh berkurang setiap bulannya hingga mencapai sekitar15 hari saja. Dengan demikian, perusahaan dapat mene-kan tingkat upah yang harus dibayarkan setiap bulannya.Di samping itu, pengusaha perkebunan menambahkankerja wajib di samping tugas pokok seperti membersih-kan pohon karet, menambah luas tanah, menyiangi rum-put dan lainnya tanpa dimasukan dalam perhitunganupah yang harus diterima oleh buruh.40

Persoalan rendahnya tingkat upah ini memang bukansekadar ditentukan oleh faktor subyektif semata sepertiyang ditunjukkan di atas, melainkan juga ditentukan oleh

38. Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia. Risalah Perundangan1951. Djilid X, hal. 4323.

39. Ibid. hal. 245.40. Sudadi, “Tjara-tjara perkebunan Asing merobah ketentuan kerdja dan

sistem Upah” dalam Warta Sarbupri, No. 1, Th. VI, Akhir Djanuari 1955.hal. 12-13.

Page 40: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

34

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

kondisi obyektif melimpahnya cadangan tenaga kerja diJawa. Sensus tahun 1961 menunjukkan bahwa dari jum-lah total angkatan kerja yang mencapai 34,6 juta jiwa,sejumlah 1.869.620 (5,4 persen) adalah mereka yang ter-golong sebagai pengangguran terselubung.41 Dalam kon-disi seperti ini tampak jelas betapa lemahnya posisi kaumburuh dalam menentukan tingkat upah mereka.

Kondisi itu membuat tingkat upah di Indonesia selalutertinggal dari perkembangan kenaikan harga. Dengankata lain, upah riil yang diterima selalu merosot tingkat-nya. Sebagai contoh, apabila pada 1953-1954 upah mini-mum yang diterima buruh perkebunan dan industrikretek mencapai tingkat Rp3,50 per hari, maka kenaikanupah di perkebunan pada tahun 1963 di Jawa hanya men-capai Rp10 (kurang dari tiga kali lipat peningkatannya).Sementara pada saat yang sama, indeks harga kebutuhanpokok mengalami peningkatan sebesar 23 kali dalamperiode yang sama.42

Hingga tahun 1964, upah minimum ditetapkan sebe-sar Rp125,00 per hari. Perhitungan Lance Castles terha-dap tingkat upah minimum tersebut dalam sektor indus-tri kretek di Kudus menunjukkan bahwa tingkat upahburuh pabrik rokok yang berkisar antara Rp105,00 -Rp180,00 secara riil hanya mampu digunakan untukmembeli beras sebanyak 1,3 hingga 1,5 liter. Dalam satubulan, upah yang diterima hanya mampu membeli sekitar33,3 liter beras. Sedangkan dalam perhitungan seder-hana, kebutuhan konsumsi beras rumah tangga yang ter-

41. Everret D. Hawkins, “Job Inflation in Indonesia,” dalam Asian Survey.Vol. VI. No. 5, May 1966, hal. 267.

42. Ibid., hal. 268.

Page 41: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

35

LANDASAN KEMISKINAN DAN KETERBELAKANGAN EKONOMI

hitung miskin berkisar sekitar 66,7 liter beras setiapbulannya. Kondisi ini menunjukkan tingkat penerimaanriil yang jauh lebih rendah bahkan dibanding tingkatupah yang diterima buruh pada masa kolonial.43

43. Lance Castles. Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomi di Jawa. SinarHarapan: Jakarta. 1982. hal. 125-126.

Page 42: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

36

PERKEMBANGAN GERAKAN PETANI

Keterlibatan politik kaum tani dalam sejarah Indonesiasudah banyak dibahas. Berbagai pertanyaan mengenaidasar apakah yang mampu mendorong kaum tani diwilayah pedesaan untuk terlibat dalam aktivitas politiknasional, bagaimanakah strategi yang dikembangkan,serta struktur apakah yang mendukung dan menjadikankaum tani sebagai aktivis politik yang radikal telah men-jadi titik tolak yang menarik dalam studi sejarah Indo-nesia modern.1

1. Lihat Sartono Kartodirdjo. Pemberontakan Petani Banten, 1888. Jakarta:Pustaka Jaya, 1984. Kajian serupa tentang fenomena keterlibatan politikkaum tani pada abad ke-20 diuraikan oleh Michael Charles Williamsdalam Communism, Religion and Revolt in Banten. Ohio: Centre forInternational Studies. Ohio University Press, 1990.

PEMERINTAHAN REPUBLIK DANMASALAH AGRARIA 1945-1957

2

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 43: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

37

PEMERINTAHAN REPUBLIK DAN MASALAH AGRARIA

Yang paling menarik dalam memahami fenomenaperkembangan gerakan tani di Indonesia sejak perioderevolusi adalah gambaran yang menunjukkan bahwa ge-rakan tani di Indonesia sejak awal memang memilikikarakter yang bersifat nasional, baik dari segi orientasipolitik, tujuan yang hendak dicapai, maupun aktivitasorganisasinya.

Pertanyaannya adalah mengapa hal itu bisa terjadi?Mengapa gerakan petani tidak dilahirkan dalam kondisidi mana ia berawal, dari keresahan-keresahan lokal, kon-flik-konflik antar kelas pedesaan dan sebagainya?

Hal ini dapat dilihat dari kemunculan organisasi pe-tani yang pertama, yaitu Barisan Tani Indonesia. Sejakkongres pertamanya tanggal 25 November 1945, parapemimpin organisasi tersebut memilih dasar perkem-bangan yang berlandaskan pada penggabungan semuaaliran ideologi dan agama, dengan suatu tujuan meng-himpun suatu gerakan massa dalam revolusi Indonesia.Kesatuan semua bentuk aliran politik dalam tubuh orga-nisasi tersebut menjadi lebih penting pada saat itu diban-dingkan dengan tuntutan yang berlandaskan pada per-tentangan sosial di pedesaan. Selain itu, isu tentangmempertahankan kemerdekaan republik menjadi agendayang berhasil menyatukan organisasi ini.2

Dengan demikian, sebelum meningkatnya radikal-isme dan berkembangnya pengaruh pemikiran Marxisyang menyebabkan beberapa pemimpin Islam mening-galkan organisasi itu pada tahun 1947 dan kemudianmendirikan Sarekat Tani Islam Indonesia, terdapat gam-

2. Gerrit Huizer. Basiswerk in de Derde Wereld, Boerenbewegingen inIndonesie voor 1965. Ter Elfder Ure: Utrceht, 1972, hal. 18.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 44: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

38

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

baran bahwa munculnya gerakan petani di Indonesiadirangsang oleh tuntutan-tuntutan yang diciptakan olehperkembangan revolusi pada saat itu. Ketika para pe-mimpin revolusi Indonesia mulai merasakan kebutuhanketerlibatan mayoritas penduduk di pedesaan, pada saatitu pula awal dimulai berdirinya organisasi petani. Bah-kan, dikarenakan pada awalnya pengaruh BTI terbatas diwilayah sekitar perkebunan-perkebunan besar, parapemimpin organisasi tani merasa membutuhkan bantuanSri Sultan Hamengkubuwono untuk menarik simpatimayoritas petani di desa dalam program perjuangan BTIpada saat itu.

Perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwameskipun para pemimpin Islam telah mendirikan STII,namun tidak terdapat perbedaan yang memisahkankedua organisasi tersebut dalam menyelesaikan per-soalan “pendudukan” tanah-tanah perkebunan olehpetani. Berdasarkan tekanan kedua organisasi tersebut,pemerintah Republik pada tahun 1948 mensahkanundang-undang yang mengatur masalah tanah perke-bunan dan perlindungan bagi kaum tani yang mendudukitanah-tanah tersebut.

Dengan demikian, bahwa dalam sejarah Indonesia,berkembangnya gerakan petani dan organisasi-organisasipetani bersamaan waktunya dan memiliki hubunganlangsung dengan perkembangan politik yang dihadapiselama revolusi Indonesia.

Setelah terjadinya peristiwa Madiun 1948 dan PKI ke-hilangan pengaruhnya dalam arena politik untuk sesaat,nasib kepemimpinan organisasi massa tani BTI berada ditangan para pemimpin partai MURBA. Sejak saat itu, se-dikit banyak perbedaan orientasi politik dan ideologi

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 45: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

39

PEMERINTAHAN REPUBLIK DAN MASALAH AGRARIA

yang dimiliki oleh para pemimpin menjadi faktor pentingyang mewarnai perkembangan organisasi tani.

Tidaklah terlalu mengherankan apabila kemudianpada tahun yang sama, para pemimpin PNI di JawaTengah mulai membangun basis organisasi tani sendiridan memisahkan diri dari BTI. Dalam kongres pertamamereka tahun 1950, disepakatilah terbentuknya PETANI(Persatuan Tani Nasional Indonesia) sebagai basis peng-organisasian massa tani sesuai dengan orientasi politikyang mereka miliki.

Sejak saat itu, boleh dikatakan terdapat beragamorganisasi massa tani yang masing-masing memilikiorientasi politiknya sendiri. Namun, sekali lagi perluditekankan, sepanjang periode awal 1950-an, perbedaanorientasi politik tidak menyebabkan organisasi-organi-sasi ini saling berbeda dalam mengurus masalah-masalahyang dihadapi oleh kaum tani yang mereka wakili.

Hal ini terbukti setelah pengakauan kedaulatan RItahun 1949. Pada 22 dan 23 November 1949, ketigaorganisasi tersebut, yaitu BTI, STII, dan PETANI meng-adakan Kongres Besar Petani Indonesia guna merumus-kan penyelesaian pendudukan tanah perkebunan akibatditandatanganinya kerjasama antara pemerintah RI de-ngan kekuatan modal asing Belanda di perkebunan. Hasilkongres tersebut menyarankan suatu kerjasama antarapemerintah dan organisasi tani dalam menyelesaikanmasalah itu dan rancangan tentang pembentukan ko-perasi bagi petani miskin dan buruh tani di pedesaan.

Perkembangan lain yang terjadi pada periode yangsama adalah lahirnya dua organisasi massa tani yangbaru. Pertama, Rukun Tani Indonesia (RTI). Kedua, Ge-rakan Tani Indonesia (GTI). Berdirinya RTI erat kaitan-

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 46: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

40

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

nya dengan menghilangnya pengaruh PKI dalam BTIyang merupakan organisasi massa tani terbesar pada saatitu. Untuk mendapatkan kembali ruang baru dalam arenapolitik nasional, mereka pun mendirikan RTI. Tahapselanjutnya adalah usaha mengembalikan pengaruh me-reka dalam gerakan tani dengan mencoba memajukankerjasama dengan BTI terhadap masalah-masalah yangdihadapi oleh kaum tani di Indonesia. Setelah RTI ber-hasil merebut pengaruh dalam perkembangan gerakantani, mereka mulai mendekati kembali BTI dan meng-ajukan front persatuan petani pada tahun 1953.

Berdasarkan kerjasama dalam front persatuan terse-but, pengaruh mereka semakin meluas dengan berfusinyaRTI, BTI, dan SAKTI (Sarekat Tani Indonesia) dalam satuorganisasi yang tetap menggunakan nama BTI. Tapi fusiini sendiri mendorong perpecahan dalam tubuh BTI, ter-utama di kalangan pemimpin moderat dan kaum sosialis,di mana akhirnya mereka pun memisahkan diri dari BTIdan mendirikan Gerakan Tani Indonesia.

Dari uraian di atas, telah digambarkan bagaimanadinamika gerakan tani di Indonesia sejajar denganperkembangan orientasi politik dan pengorganisasian diantara pemimpin. Tetapi pertanyaan yang masih patutdijawab adalah bagaimanakah organisasi-organisasitersebut mendapatkan pengaruhnya di kalangan petani diwilayah pedesaan? Secara sepintas tadi telah disebutkan,bahwa perkembangan organisasi tani dan gerakan taniberawal dari konflik-konflik yang terjadi di dalam wilayahpertanian yang lebih maju, yaitu di sekitar wilayah perke-bunan besar milik Belanda. Hal ini dikarenakan persoal-an tersebut telah menjadi suatu tema penting bagi propa-ganda di kalangan pemimpin tani. Masalah penyelesaian

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 47: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

41

PEMERINTAHAN REPUBLIK DAN MASALAH AGRARIA

pendudukan tanah perkebunan serta peralihan hak kon-versi melahirkan suatu aktivitas yang militan di kalangankader-kader organisasi tani. Kasus Tanjung Morawa diSumatera Timur dan Peristiwa Jengkol di Kediri meru-pakan salah satu contoh bagaimana dalam menyelesaikanmasalah tersebut, masing-masing organisasi tani mena-rik dukungan massa yang lebih luas.

Tetapi problem baru muncul saat dilangsungkannyaPemilihan Umum 1955. Di antara partai politik yang sa-ling bersaing pada saat itu, prioritas perolehan suaradifokuskan di wilayah pedesaan tempat mayoritas pen-duduk berdiam. Tugas seperti ini jelas diemban oleh ma-sing-masing organisasi massa tani yang berkaitan lang-sung dengan penduduk wilayah pedesaan. Masalahnyaadalah bagaimanakah mendapatkan simpati dan dukung-an penduduk pedesaan saat itu, mengingat perhatian ter-besar masing-masing organisasi tersebut berpusat padawilayah-wilayah perkebunan besar. Sedangkan wilayahpedesaan lainnya masih luput dari perhatian.

PETANI sebagai bagian dari kekuatan PNI memulaiusaha mereka melalui saluran-saluran birokrasi yang adadi desa. Mereka tidak menyerukan program yang terlaluspesifik bagi mayoritas kaum tani, tapi lebih berusahamendapatkan dukungan dan simpati di kalangan petanibagi organisasi mereka. Demikian juga PETANU yangmerupakan organisasi massa petani milik NU. Dukungandan simpati bagi organisasi tersebut diperoleh melaluijalur tradisional seperti pesantren dan tokoh-tokohulama.

Hal yang hampir serupa terjadi pula dalam tubuhBTI. Untuk mendapatkan simpati massa pedesaan, mere-ka bergerak di antara para pemimpin informal yang ber-

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 48: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

42

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

ada di luar pengaruh PNI dan NU. Bekerja sama denganberbagai organisasi massa yang berada di bawah penga-ruh PKI, mereka membangun simpati melalui para ve-teran perang semasa revolusi, guru-guru dan pejabatadministrasi tingkat bawah serta orang-orang yang aktifdalam kegiatan kesenian tradisional seperti dalang, seni-man ludruk dsb.

Selain itu, kader-kader BTI aktif mensponsori kegiat-an-kegiatan sosial di wilayah pedesaan seperti memper-baiki saluran irigasi, pembangunan masjid, perbaikanjembatan, pendirian sekolah di samping tuntutan parakader dalam memperbaiki tingkat panenan melalui tek-nik pemupukan, teknik tanam dsb. Bisa dikatakan, sela-ma aktivitas tersebut berjalan, BTI telah melakukan tugasyang semestinya dijalankan oleh Departemen Agraria ter-hadap kaum tani di pedesaan.

Dari gambaran tersebut terlihat bahwa perkembang-an ketiga organisasi massa tani pada saat itu lebih dida-sarkan pada aktivitas pembangunan organisasi sesuaidengan kenyataan-kenyataan sosial di wilayah pedesaandibandingkan dengan tekanan pada ideologi dan politikdi kalangan kaum tani. Meluasnya pengaruh masing-ma-sing organisasi massa tani di pedesaan bukan didasarkansemata-mata faktor ketertarikan kaum tani terhadapideologi dan perjuangan politik yang ditawarkan. Tetapipada intensitas kehadiran masing-masing organisasitersebut dalam kehidupan dan pergaulan kaum tani.

Gambaran yang menarik juga bisa dilihat dari basispengorganisasiannya. Memang, di antara para pemimpindan kader-kader tingkat tinggi, metode pengorganisasianditetapkan sesuai dengan orientasi politik yang dimilikimasing-masing organisasi massa tani. Namun, dalam

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 49: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

43

PEMERINTAHAN REPUBLIK DAN MASALAH AGRARIA

praktiknya di lapangan, orientasi politik dan ideologi ituharus dapat diterjemahkan dalam bentuk yang konkret.

Hal ini tidak berarti orientasi politik dan ideologitidak penting bagi masing-masing organisasi massa tani.Orientasi seperti itu memberikan suatu pedoman bagilangkah kerja dan analisa terhadap masalah-masalahyang dihadapi. Lihat misalnya bentuk analisa yang di-keluarkan BTI dalam pengorganisasian yang merekalakukan berdasarkan hasil kongres 1962:

… [T]erjadinya pengusiran kaum tani jang men-duduki tanah-tanah perkebunan terjadinya de-ngan mentraktor tanaman kaum tani dengantuduhan melakukan demonstrasi liar, melawanalat kekuasaan Negara. Tuntutan yang dilontar-kan oleh kaum tani yang diwakili oleh BTI adalahpergantian yang layak seperti ganti tanah garap-an, kerugian tanaman dan dibantu pemindahan-nya…

Masalah lainja adalah sewa tanah perkebun-an; Berdasarkan UU No. 38/1960 dinjatakanbahwa djatah sawah jang disewakan oleh suatudesa kepada pabrik gula ditetapkan berdasarkanhasil musjawarah antara Bupati, pengusahaperkebunan gula dan wakil tani tingkat kabupa-ten. Keluhan kaum tani adalah masalah djumlahsewa dan jumlah uang sewa ‘dimana terjadi sewapaksa tanah-tanah petani dengan sewa jang rata-rata hanja 1/3 dari nilai hasil tanahnya apabila iamenggarapnya sendiri, dan bahkan lebih rendahdari sewa tanah jang biasa yang berlaku di desadi antara para petani sendiri …

Shohib
Highlight
Page 50: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

44

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Monopoli atas perdagangan bahan-bahanpenting hasil bumi seperti kopra, kaert, lada,cengkeh, garam, gula dan ternak. Melalui lemba-ga koperasi dan badan swasta, kaum kapitalisbirokrat membeli barang tersebut dengan hargayang ditetapkan secara sepihak. Penetapan hargaditentukan oleh kapitalis birokrat dan melarangpetani menjual produknya terhadap konsumen.BTI menyatakan hal itu harus dihapuskan dandibentuknya koperasi rakyat … Monopoli distri-busi barang-barang perdagangan seperti beras,gula, garam, minjak tanah, minjak goreng dansabun sehingga peredarannya sering macet. Jaditugas Perusahaan Negara tidak berjalan danpetani mendapatkan kesulitan dalam memenuhikebutuhan-kebutuhan pokoknya …3

Bentuk analisis di atas menjadi dasar bagi kader-kaderBTI dalam menjalankan aktivitas mereka di kalangankaum tani.

Sebagaimana dinyatakan oleh pimpinan pusat BTI,terdapat pola pengorganisasian yang berbeda di antaramasing-masing basis. Tekanan awal mereka dalam me-ngembangkan basis organisasi adalah dimulai dari wila-yah-wilayah desa yang dekat dengan perkebunan-perke-bunan besar. Memang, apabila diperhatikan, wilayah se-kitar perkebunan merupakan tempat yang sangat suburuntuk berkembangnya radikalisme sehubungan dengankonflik tanah garapan dan penetapan sewa tanah dengan

3. Asmu. ‘Untuk Tanah, Demokrasi dan Irian Barat’. Laporan Ketua Umumpada Kongres Barisan Tani Indonesia pada tahun 1962.

Page 51: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

45

PEMERINTAHAN REPUBLIK DAN MASALAH AGRARIA

industri gula, di samping mereka tidak terlalu sulit me-nerapkan gagasan-gagasan politiknya karena di tempat-tempat seperti itu, massa petani memiliki tingkat pen-didikan yang relatif lebih baik.

Berbeda halnya apabila kemudian mereka berhubung-an dengan wilayah pedesaan yang lebih jauh dari pusatekonomi modern. Mereka menghadapi kendala-kendalaseperti masalah buta huruf, tingkat kesadaran politik yangrendah dsb. Hal ini menyebabkan metode yang merekalakukan tidak dapat bersandar hanya pada instruksi pim-pinan pusat. Mereka harus memulai teknik pengorgani-sasian dengan beradaptasi dengan situasi yang dihadapi.Pada umumnya, untuk menarik dukungan massa yangluas, di tempat-tempat seperti itu pengaruh tokoh-tokohyang dihormati masyarakat setempat lebih efektif sebagaisarana merebut simpati di kalangan petani.

KEBIJAKAN AGRARIA SETELAH REVOLUSI INDONESIA

Hancurnya kekuasaan kolonial awal tahun 1942 memilikiarti penting yang lebih dari sekadar peralihan tampuk ke-kuasaan dari tangan penguasa kolonial ke penguasaJepang dan akhirnya ke pemerintah Republik Indonesiayang berdaulat. Bila situasi semasa kemerdekaan itu di-tinjau dari perspektif sosiologis, terungkaplah bahwahancurnya kekuasaan kolonial membawa kehancuranpula dalam nilai-nilai kepatuhan, aturan, disiplin sosialekonomi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia,khususnya Jawa.

Puluhan tahun kekuasaan kolonial telah memberikanpemahaman dan citra tentang bangunan sosial yang se-

Page 52: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

46

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

wajarnya ada dalam masyarakat. Namun mendadak,macetnya administrasi rutin yang sudah berjalan selamaberpuluh tahun, lenyapnya tuan-tuan kebun, kontrolir,polisi intelejen, polisi desa, macetnya produksi denganseketika memberi pelajaran paling konkret bagi pendu-duk pedesaan pada umumnya bahwa hal yang biasa ber-jalan bisa hancur dalam sekejap.

Di tahun-tahun setelah berakhirnya pendudukanJepang, konsep kemerdekaan di kalangan massa rakyatIndonesia semakin tajam. Terjadi perdebatan tentang apaarti kemerdekaan harus diisi. Dalam minggu-minggusesudah proklamasi kian banyak kepala desa, polisi danpejabat setempat dicopot dari kedudukannya. Di Sepatan,sisi barat laut Tangerang, seorang asisten wedana dibu-nuh, dan ketika polisi mencoba bertindak tegas untukmenguasai situasi, ledakan kekerasan justru meletus.4

Dalam konteks seperti inilah gerakan petani, atau tepat-nya sengketa agraria yang merebak di masa pasca kemer-dekaan, berlanjut di tahun 1960-an dalam bentuk aksi-aksi sepihak.

Persoalan ekonomi terpenting pasca Proklamasiadalah: pertama, bagaimana mempertahankan keterse-diaan pangan bagi penduduk; kedua, bagaimana memper-oleh devisa bagi negara; ketiga, bagaimana meningkatkanproduktivitas rakyat. Hal pertama ini sulit akibat han-curnya berbagai panen oleh aksi polisionil Belanda dari1947 hingga 1949.

Sementara itu pemerintah pun menghadapi persoal-an tiadanya cadangan devisa negara. Sampai saat itu, per-

4. Lihat Robert Cribb. Gejolak Revolusi di Jakarta 1946-1949, Pergulatanantara Otonomi dan Hegemoni, Jakarta, Pustaka Utama Grafis, 1990.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 53: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

47

PEMERINTAHAN REPUBLIK DAN MASALAH AGRARIA

kebunan bagaimana pun tetap merupakan sektor eksporterpenting yang bisa menghasilkan devisa bagi negara.Sikap pemerintah yang enggan untuk memberikantekanan pada usaha-usaha pihak perkebunan untuk men-dapatkan lagi hak miliknya di Indonesia tidak lainbersumber dari dilema ini.

Di lain pihak, pendudukan tanah-tanah perkebunanoleh petani telah berlangsung di mana-mana. Tindakanini didorong oleh kepentingan Jepang saat pendudukan-nya. Selain itu, di masa selanjutnya, petani juga semakinmenyadari bahwa adalah hak mereka untuk mendudukitanah-tanah perkebunan terjadi di mana-mana, di pusat-pusat perkebunan utama di pulau Jawa dan SumateraTimur.5

Ketika pemerintah Republik Indonesia baru sajaberdiri, berbagai tuntutan agar pemerintah segera me-nyelesaikan problem-problem agraria telah disuarakandengan keras oleh masing-masing organisasi tani yangberdiri setelah revolusi. Sesuai dengan kedaulatan repub-lik yang baru lahir, organisasi-organisasi tani meman-dang sudah merupakan keharusan bagi pemerintahuntuk segera mengambil alih kekuasaan perkebunanmilik pengusaha Belanda dan menghendaki pemerintahsegera mengeluarkan peraturan yang menata strukturagraria kolonial ke dalam tatanan agraria yang sesuaidengan cita-cita Republik.

Tuntutan tersebut memang seakan mendapatkanlegitimasi kuat terkait pengalaman ekonomi perang yang

5. Peristiwa Tanjung Morawa, sebagaimana dilukiskan oleh Karl Pelzer, de-ngan jelas menggambarkan bagaimana pendudukan tanah tersebut takterhindarkan. Lihat Karl Pelzer. Sengketa Agraria, Penguasa PerkebunanMelawan Petani. Jakarta, Sinar Harapan, 1991.

Page 54: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

48

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

dijalankan oleh pemerintahan militer Jepang di Indo-nesia selama Perang Pasifik. Untuk merespons blokadeekonomi Sekutu dan kebutuhan menyediakan suplaimakanan di garis depan, pemerintah militer Jepang ber-usaha keras melipatgandakan produksi hasil bumi seper-ti beras, ubi, singkong, kapas dan jarak. Caranya adalahdengan memperluas areal pertanian dengan membong-kar hutan-hutan dan perkebunan milik Belanda yangsebagaian besar merupakan produsen tanaman keras.

Selama periode tiga setengah tahun kekuasaanJepang, puluhan ribu hektar tanah dan perkebunanberubah menjadi areal pertanian rakyat. Tanaman kerasdigantikan oleh beras, jagung, singkong, huma, kapas danjarak. Penguasaan tanah partikulir oleh Jepang membuatmereka mampu memenuhi kebutuhan ekonomi perang,seperti yang dilakukan Jepang terhadap tanah-tanah par-tikulir di Pemanukan dan Ciasem. Pemerintahan balaten-tara Jepang juga mendirikan Kantor Urusan TanahPartikelir [Syriichi Kanri Kosha] yang mengurus produksitanaman konsumsi perang.6 Melalui barisan kerja rodi,pemerintah membagikan tanah kepada kaum tani danmenganjurkan agar tanah tersebut ditanami bahan-bahanpangan. Praktik tersebut memberikan dukungan yang luasbagi pemerintahan militer Jepang dari kaum tani yangmendapatakan kesempatan untuk menggarap kembalilahan pertaniannya.

Memasuki tahun 1947 di wilayah yang berada dalamkedaulatan pemerintahan republik, pembekuan hak-hakkonversi mulai dijalankan oleh pemerintah. Di Surakarta

6. Lihat M. Tauchid. Masalah Agraria Sebagai Masalah Kemakmuran Rak-yat Indonesia. Djilid Dua. Penerbit Tjakrawala; Djakarta, 19521,hal. 7-8.

Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Page 55: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

49

PEMERINTAHAN REPUBLIK DAN MASALAH AGRARIA

tanggal 13 November 1947, Dewan Perwakilan RakyatSurakarta mengumumkan pembekuan hak konversi.Pembentukan Panitia Tanah Konversi dan dukunganpenghapuasan hak-hak konversi menyebabkan padatahun 1948 parlemen mengakhiri hak konversi berdasar-kan Undang-undang No. 13 Tahun 1948.7

Tanggal 21 Mei 1948, Presiden Soekarno membentukPanitia Agraria Yogyakarta yang bertugas merumuskanpermasalahan agraria saat itu dan memberikan saran-saran bagi parlemen dalam menyusun undang-undangAgraria di Indonesia. Panitia tersebut pada bulan Juli1948 memberi masukan pada pemerintah dengan saran-saran agar pemerintah segera menghapuskan perbedaanhukum agraria dalam sistem hukum agraria kolonial,redistribusi tanah kepada kaum tani, penghapusan perke-bunan swasta, peraturan tentang persewaan tanah [sis-tem bagi-hasil] dll.8 Pada intinya, saran-saran panitia ter-sebut memberikan kekuasaan dan wewenang kepadanegara dalam menata struktur agraria.

Pengakuan secara yuridis kedaulatan Indonesia olehBelanda sejak Konferensi Meja Bundar (KMB) Desember1949 memberikan kesempatan penuh bagi para politisiuntuk segera menyusun struktur politik negara baru den-gan pembentukan kabinet parlementer. Sehubungandengan masalah agraria, pemerintah kabinet parlementermemulai suatu rancangan peraturan yang akan mengaturmasalah-masalah agraria. Namun demikian, usaha pe-merintahan kabinet parlementer untuk melakukan pe-rombakan terhadap hukum agraria kolonial ini dijalan-

7. Ibid., hal 44-45.8. Ibid., hal 46-47.

Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 56: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

50

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

kan tanpa suatu ketegasan tentang tujuan yang hendakdicapai serta mekanisme perombakan tersebut. Inilahkarakteristik umum pemerintahan kabinet parlementerdalam kebijakannya terkait masalah agraria. Tekanannyalebih ditujukan pada soal kebijakan hukum negara dalammengatur tatanan agraria yang ada.

Desakan agar pemerintah segera menuntaskan masa-lah agraria tercermin dari pidato parlemen yang diucap-kan oleh Mr. Soenario sebagai wakil PNI:

Oleh karena rakjat kiata masih rakjat agraris,maka hak-hak tanah itu kita harus tindjau se-dalam-dalamnja … sebenarnja hak-hak tanah ituadalah soal-soal jang pokok, akan tetapi tidak di-djelaskan, oleh karena sampai sekarang ini,belum ada tindakan-tindakan jang tegas dari Pe-merintah, sebagaimana halnja dengan agrarischewetgeving dari Pemerintah, seabagaiman halnjadengan agrarische, hingga atas domeinstelsel itudiberikan tanah dengan erfpacht, hal mana masihmemberikan konsesi sebanjak-banjaknya kepadaaliran-aliran kapitalisme…9

Meski demikian, gagasan tentang bagaimana perom-bakan harus dilakukan pada dasarnya belum terdefinisi-kan dengan jelas. Baik para wakil partai di parlemen mau-pun pemerintah sendiri hanya memberikan suatu garisbesar keinginan melakukan pembaharuan hukum dibidang agraria.

9. Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia. Risalah Perundingan1951. Djilid X. Jakarta. Hal. 40-51.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 57: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

51

PEMERINTAHAN REPUBLIK DAN MASALAH AGRARIA

Ketika kabinet Soekiman mengumumkan programpemerintah di depan rapat Dewan Perwakilan Rakyattanggal 28 Mei 1951, prinsip dasar yang dikemukakan Dr.Soekiman dalam kesempatan itu adalah memperbaharuihukum agraria kolonial berdasarkan Agrarische Wettahun 1870. Dalam pidatonya, Perdana Menteri Soeki-man menyatakan pemerintah akan membentuk undang-undang pokok hukum tanah yang menjadi dasar pem-baruan peraturan agraria kolonial.

Lebih rinci lagi, yang disinggung dalam kesempatantersebut adalah masalah hak tanah seperti hak eigendom,postal, erfpacht, penghapusan lembaga kleinlandbouw-parceel dan pembelian kembali tanah partikulir oleh pe-merintah. Mengenai perusahaan perkebunan besar, pe-merintah berusaha membentuk hukum tanah yang me-mungkinkan pembatalan hak tanah perkebunan, denganpatokan perusahaan tersebut tidak memenuhi syaratyang ditentukan oleh pemerintah. Tanah yang dibatalkanhaknya tersebut akan dibagikan kepada petani.10

Meskipun demikian, sepanjang periode kekuasaankabinet parlemen, usaha merancang suatu hukum agrarianasional tidaklah berjalan dengan mulus. Pertentanganpolitik antar berbagai golongan menyebabkan sulitnyadiambil suatu langkah pasti yang dapat mengatur tatananagraria. Hal ini masih ditambah oleh ketidaktegasan pe-merintah karena diikat oleh butir-butir perjanjian KMB.Dalam konteks kebijakan KMB, pemerintah wajib melin-dungi usaha-usaha perkebunan Belanda yang beroperasidi Indonesia dengan timbal baliknya berupa tiga pokokkebijakan, yaitu jaminan upah riil yang baik, keikutser-

10. Ibid., hal. 4186-4187.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 58: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

taan manajemen orang Indonesia di perkebunan Belan-da, dan pendataan pajak.

Hal ini bertentangan dengan tuntutan kaum nasio-nalis sayap kiri dan komunis yang menghendaki peng-usiran semua pengusaha barat dari bumi Indonesia.Pihak komunis menuntut bahwa kebijakan agrariapemerintah seharusnya bersandar pada penghapusan sis-tem tuan tanah dan penyitaan lahan milik orang asinguntuk dibagikan kepada kaum tani.11

52

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

11. Pelzer. Op. Cit., hal. 53.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 59: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

53

PERALIHAN STRUKTUR POLITIK

Beralihnya struktur kekuasaan menuju sistem DemokrasiTerpimpin menandai dimulainya suatu landasan baru da-lam orientasi dan kebijakan Negara atas masalah pereko-nomian. Kecenderungan melaksanakan pembangunanmelalui dukungan modal asing mulai ditinggalkan. Seruanradikal dari masing-masing kekuatan politik membang-kitkan kembali semangat antiimperialisme dan suasanakerakyatan dalam kehidupan politik nasional. Secaraumum, sebagian seruan tersebut memang berkaca darikondisi ekonomi nasional yang terus memburuk. Namun,sebagian lagi lebih menegaskan sikap mengikuti arus ke-kuatan politik yang semakin condong bergerak ke kiri.1

DEMOKRASI TERPIMPIN DANKEBIJAKAN LANDREFORM

3

1. Uraian mengenai perkembangan kehidupan politik selama periodeDemokrasi Terpimpin dapat dilihat dalam Herbert Feith. “Dynamic of

Shohib
Highlight
Page 60: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

54

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Program pertama kabinet di bawah Demokrasi Ter-pimpin segera diumumkan oleh Presiden Soekarno tang-gal 17 Agustus 1959 dalam pidato kemerdekaan berjudul“Penemuan Kembali Revolusi Kita.” Oleh kabinet yangbaru terbentuk, program tersebut dirumuskan sebagaiManifesto Politik yang menjadi dasar ideologi kekuasaanpemerintahan Demokrasi Terpimpin.

Perumusan Manifesto Politik sebagai dasar ideologiNegara oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA) mene-gaskan bahwa revolusi Indonesia adalah “RevoulusiNasional menentang imperalisme dan kolonialisme.”2

Di bidang ekonomi, yang dirumuskan dalam istilahEkonomi Terpimpin, pemerintah menetapkan kebijakanekonominya dengan menegaskan pengawasan dan pe-nguasaan oleh Negara alat-alat produksi dan alat-alat dis-tribusi yang diarahkan sesuai pasal 33 Undang UndangDasar 1945. Meski demikan, pemerintah tetap menyedia-kan tempat bagi “modal dan tenaga progresif dalampembangunan ekonomi yang dapat disalurkan pada pem-bangunan perindustrian.”

Di lapangan agraria, pemerintah bermaksud meng-hapuskan “hak eigendom” tanah dari hukum pertahananIndonesia dan hanya mengakui hak tanah bagi orang In-donesia.3 Untuk mendukung kebijakan ini, pemerintahmembentuk beberapa lembaga baru yang menjadi dasaruntuk menjalankan semua kebijakannya, yakni Dewan

Guided Democracy.” Dalam Mc.Vey (ed.). Indonesia. New Haven: HRAFPress, 1963, hal. 309 - 409.

2. Dewan Pertimbangan Agung tentang Perintjian Manifesto PolitikRepublik Indonesia 17 Agustus 1959. Djakarta: Tanpa penerbit, 1959,hal. 12.

3. Ibid., hal. 16.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Page 61: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

55

DEMOKRASI TERPIMPIN DAN LANDREFORM

Pertimbangan Agung (DPA), Dewan Perantjang Nasional(Depernas), Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara(Bapekan), Majelis Permusjawaratan Rakyat (MPR) danFront Nasional.4

Presiden Soekarno dengan tegas menekankan kem-bali tema-tema yang telah lama ia kemukan dalampidato-pidatonya dan menyatakan bahwa liberalisme danindividualisme gaya barat harus dibuang karena telahgagal membawa kemajuan bagi rakyat dan menjadi dasarkehancuran perekonomian nasional :

Tudjuan Revolusi, jaitu masjarakat jang adil danmakmur, kini oleh orang-orang jang bukanPutera-Revolusi diganti dengan politik liberal danekonomi liberal. Diganti dengan politik liberaldimana suara rakyat banjak dieksploatir, ditjatut,dikorup oleh berbagai golongan. Diganti denganekonomi liberal dimana berbagai golongan meng-garuk kekajaan hantam-kromo dengan mengor-bankan kepentingan rakjat.5

Bagi PKI, berlakunya Demokrasi Terpimpin memilikidua akibat yang secara tidak langsung mempengaruhistrategi-strategi yang telah mereka rumuskan. Sebagaipartai yang meraih suara cukup besar dalam Pemilu 1955dan memenangkan pemilihan suara di tingkat daerah da-lam pemilu tahun 1957,6 PKI secara tidak langsung me-rasa pemberlakuan sistem Demokrasi Terpimpin meru-

4. Ibid., hal. 17.5. Ibid., hal 23.6. Herbert Feith. The Indonesian Elections of 1955. Modern Indoensia

Project. Ithaca : Cornell University, 1957.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 62: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

56

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

pakan hambatan bagi jalan mereka menuju kekuasaan.Namun toh Demokrasi Terpimpin harus mereka terimasebagai satu-satunya jalan keluar bagi pemerintahan pu-sat dari tekanan pemberontakan daerah yang dipeloporioleh PRRI-Permesta di Sumatera dan Sulawesi DI/TII diJawa Barat.7 Selain itu, tuntutan untuk mempertahankanideologi Pancasila sebagai ideologi negara dari usahakelompok Islam untuk menggantinya menjadi NegaraIslam dalam sidang Konstituante menyebabkan merekadapat menerima keputusan presiden pada saat itu.8

Berbeda dengan PKI, bagi kekuatan militer khusus-nya Angkatan Darat, peralihan menuju sistem DemokrasiTerpimpin secara tidak langsung memberikan kesem-patan bagi mereka untuk memasuki arena ekonomi danpolitik di tingkat nasional. Melalui perwakilan golonganfungsional, kalangan militer mendapatkan kesempatanbanyak dalam menentukan arah kebijakan negara.9 Selainitu, seiring dengan membesarnya pengaruh politik, sela-ma periode Demokrasi Terpimpin ini pula banyak perwi-ra militer terlibat dalam manajemen sumber daya ekono-mi Negara dalam industri dan perkebunan setelah pro-gram nasionalisasi. Dengan memberikan dukungan ter-hadap pelaksanaan sistem Demokrasi Terpimpin, kesem-patan kalangan militer untuk menguasai sumber dayaekonomi akan tetap tersedia.10

7. Lihat Herbet Feith & Daniel S. Lev. “The End of Indonesia Rebellion,”dalam Pacific Affairs. Vol. XXXVI, No. 1, Spring 1963, hal. 32-45.

8. Rex Mortimer. Indonesian Communism Under Soekarno, Ideology andPolitics, 1959 - 1965. Ithaca : Cornell Univercity Press, 1974, hal. 79 -102.

9. Ulf Sundhowhaussen. Politik Militer Indonesia, 1945-1967. Jakarta :LP3ES, 1982, hal 210-240.

10. Uraian tentang pengalihan manajemen perkebunan asing oleh perwira-

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 63: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

57

DEMOKRASI TERPIMPIN DAN LANDREFORM

Dengan demikian, bagi setiap partai politik dan ke-lompok lainnya, dukungan terhadap Demokrasi Terpim-pin beserta pelaksanaan program ekonominya merupa-kan usaha mereka untuk tetap berada dalam lingkungankekuasaan nasional. Hal ini adalah kelanjutan dari per-tentangan yang mewarnai politik Indonesia periode se-belumnya, antara pendukung liberalisme barat yang ber-tumpu pada modal asing dengan kalangan radikal yangmenghendaki pemutusan hubungan imperalisme dalamstruktur ekonomi nasional Indonesia.

REFORMA AGRARIA SEBAGAI LANDASAN EKONOMINASIONAL

Peralihan struktur kekuasaan dalam sistem DemokrasiTerpimpin menimbulkan orientasi baru di kalangan pem-buat kebijakan negara dalam memandang persoalan-per-soalan ekonomi nasional. Kebijakan yang mendukungmodal asing sebagai motor penggerak perekonomian telahmengalami kekalahan telak dalam pertarungan politik ditingkat nasional. Partai-partai seperti Masjumi dan PartaiSosialis Indonesia yang dianggap sebagai pendukung ke-beradaan modal asing di Indonesia telah kehilanganpijakan dalam struktur kekuasaan dan pemerintahan.

Persoalannya kemudian adalah dengan cara apakahpembangunan ekonomi dapat dijalankan apabila kekuatanmodal asing bukan lagi faktor yang menentukan sebagai

perwira militer dapat dilihat dalam John O. Sutter. Indonesianisasi:Politics in a Changing Economy. Vol. III. Ithaca : Cornell University, 1959,hal. 695-771.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Page 64: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

58

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

prasyarat perekonomian? Presiden Soekarno yang dudukdalam pusat kekuasaan nasional pada saat itu dengan tegasmerumuskan program-program pemerintah dalam kabi-net yang baru dibentuknya dengan mengajukan tiga pro-gram utama yaitu: penyediaan sandang dan pangan bagirakyat, keamanan dalam negeri, dan merebut Irian Barat.11

Tentang dasar kebijakan ekonomi negara pada saatitu, Presiden Soekarno mengatakan :

Misalnja persoalan ekonomi kita bukan hanjapersoalan "sandang-pangan" sadja. Persoalanekonomi kita adalah persoalan jang lebih luasdaripada itu,. Kini benar-benar sudah tibalahwaktunja untuk mulai mempraktikkan beberapasembojan ekonomi. Misalnja sembojan merombakekonomi kolonial menjadi ekonomi harus dinaik-kan kepada tingkat jang lebih tinggi… pengambil-alih perusahaan-perusahaan Belanda dalamrangka perjoangan pembebasan Iian-Barat ada-lah satu langkah jang amat penting sekali…

Dan bergandengan dengan ini, kepada alap-alap kapitalis bangsa sendiri pun saja lantunkanpenegasan bahwa sesuai dengan pasal 33Undang-Undang Dasar 1945 ajat 2 dan ajat 3, tja-bang-tjabang produksi jang lebih penting bagiNegara dan jang menguasai hadjat hidup orangbanjak, akan dikuasai oleh Negara, dan tidak akandipartikelirkan! (cetak tegak oleh penulis).12

11. Donald Hindley. The Communist Party of Indonesia 1951-1963. LosAngles : University of California Press, 1966, hal. 280.

12. Soekarno. Penemuan-Kembali Revolusi Kita. Jakarta. 1990. Hal. 36.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Page 65: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

59

DEMOKRASI TERPIMPIN DAN LANDREFORM

Setahun kemudian, tema pidato tersebut semakin diper-tegas oleh Soekarno dengan menyatakan :

Kabinet Kerdja berkerdja keras untuk melaksa-nakan programnja jang termasjhur: sandangpangan, keamanan, Irian Barat dan Perdjoangananti-imperialis…

Pada tanggal 27 Djanuari permulaan tahun1960. ini sudah saja utjapkan satu kritik ataspimpinan-pimpinan perusahaan dan PT Negaraitu dalam satu pidato di Istana Negara. Pokoknjapada waktu itu saja tandaskan setandas-tandas-nja, bahwa untuk Ekonomi Terpimpin haruslahekonomi Negara memegang posisi Komando …

Perenjanaan, Pola, atau Planning, adalah satusjarat mutlak bagi pelaksanaan Sosialisme!Planning itu nanti dalam pengkarjaannja mend-jadilah wahanannja Ekonomi Terpimpin danDemokrasi Terpimpin, itu dua kearah Sosialismeatau Masjarakat Adil Makmur.13

Melalui kekuatan pengaturan oleh negara dalam akti-vitas ekonomi yang utama, pemerintah berusaha untukmenata suatu bentuk perekonomian nasional dalam ke-rangka Ekonomi Terpimpin dan Demokrasi Terpimpinmenuju suatu bentuk Sosialisme a'la Indonesia.

Dalam tataran konkretnya, usaha membangun per-ekonomian nasional diarahkan dengan membangun basisindustri nasional melalui penciptaan pasar dalam negeriyang kuat dan yang dianggap gagal dilakukan oleh pe-

13. Soekarno. Djalannja Revolusi Kita. Jakarta. 1990. Hal. 36.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Page 66: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

60

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

merintah sebelumnya. Strategi ini dilakukan dengan caraseperti yang telah dilakukan di berbagai negara berkem-bang lainnya melalui proses agraria dan modernisasi per-tanian.14 Lebih lanjut, program tersebut ditujukan untukmengatasi keterbelakangan industri nasional di Indo-nesia yang masih bertumpu pada ekspor tanaman kerasdi pasaran dunia. Dalam kata-kata Menteri AgrariaSadjarwo kondisi tersebut digambarkan sebagai:

Seperti saja kemukakan dalam pembukaanSeminar ini, kita menudju pembangunan jangseimbang antara industri dan agraria sektor.Djadi tidak lagi berat sebelah. Indonesia jang tjo-raknja merupakan eenzijdig betul-betul, olehkarena itu tidak ada industri dan dimana kitamempunjai industri …

Bahwa Manipol itu dan dengan politik Agrariapemerintah jang djuga ditudjukan untuk me-ngembangkan produksi nasional berupa bahan-bahan perumahan, dengan 2 pokok jaitu Manipoldan penegasannja dan kedua politik agrariaPemerintah jang ditudjukan untuk mengem-bangkan produksi nasional tadi …15

Gagasan membangun perekonomian seperti rumusandi atas membawa pada suatu konsepsi lain tentang ken-dala-kendala yang menghambat kemajuan ekonomi na-sional Indonesia. Terhadap kenyataan tersebut, seruan

14. Mengenai pelaksanaan kebijakan reformasi agraria dalam konteksmembangun struktur perekonomian nasional dapat dilihat dalam kon-teks Dorner. Op. cit., hal 33.-37.

15. Seminar Landreform. Op. cit., hal. 24.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 67: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

61

DEMOKRASI TERPIMPIN DAN LANDREFORM

antiimperialisme yang digembor-gemborkan PresidenSoekarno dan para pendukungnya menunjukan orientasipolitik yang tegas dalam arah pembangunan yang hendakdicapai. Selain itu, hambatan kedua dalam strutur masya-rakat agraris di Indonesia saat itu adalah sifat feodal danhak memiliki yang eksploitatif.

Gambaran tentang stuktur feodal atau setengah feo-dal tersebut sejalan dengan rumusan yang diberikan olehketua PKI D.N. Aidit yang menggambarkan struktur kelasmasyarakat Indonesia sebagai masyarakat semi-feodaldan semi-kolonial.

Menurut Aidit, feodalisme dalam arti sesungguhnyamemang sudah hilang akibat berkembangnya kapitalismedalam perekonomian Indonesia, namun “masih terdapatsisa-sisanya” yang membelenggu mayoritas kaum tani dipedesaan seperti hak monopoli tanah, pembayaran sewapenggarapan dalam bentuk tanaman (bagi-hasil) dantenaga kerja serta libatan utang dalam sistem gadai danijon tanah yang merajalela di pedesaan.16

Tak heran bila usaha mematahkan ekonomi kolonialyang masih beroperasi di Indonesia itu lantas menjadidasar garis perjuangan yang diambil oleh PKI.17 Dalamanalisa PKI, ada lima kelas utama dalam struktur kelas dipedesaan, yakni: tuan tanah yang menguasai tanahkurang dari lima sampai sepuluh hektar, petani sedangyang menguasai tanah seluas kurang dari lima hektar danmengerjakan tanahnya sendiri, petani miskin yang luastanahnya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehinggamereka terpaksa bekerja sebagai buruh tani dan

16. Hindley. Op. cit., hal. 33.17. Ibid., hal. 32.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Page 68: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

62

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

penyakap18 dan terakhir adalah buruh tani tak bertanah.19

Pendirian inilah yang menyebabkan PKI menerimakebijakan landerform pemerintah dalam membangunperekonomian nasional. Dukungan terhadap upaya refor-ma agraria itu ditegaskan oleh Ketua BTI Asmoe dalamartikelnya yang berjudul “Tentang Masalah Landreform”yang mengkaitkan kebijakan landreform dengan masalahekonomi nasional dengan menyatakan :

Penghisapan feodal jang berat itulah jang sumberutama kemelaratan dan keterbelakangan kaumtani. Kemelaratan kaum tani jang merupakan60% sampai 70% dari Rakjat Indonesia, berartilemahnja daja beli Rakyat Indonesia. Ini berartilemahnja pasar dalam negeri jang telah menye-babkan industri nasional kita dapat berkembang.

Landerform nasional kita tidak terutama harusditudjukan untuk menghapuskan hak-hak luarbiasa atas tanah dan konsesi-konsesi bagi warganegara asing dan modal asing … Dari tanah-tanahini jang berupa sawah danladang dibagikan de-ngan tjuma-tjuma kepada kaum tani, terutamakaum tani tak bertambah dan tani miskin. Sedangjang berupa hutan dan perkebunan-perkebunanberteknik modern didjadikan milik negara.20

18. Petani penyakap adalah petani penggarap yang menggarap tanah oranglain dengan imbalan bagi-hasil.

19. Justus M. van der Kroef. “Penguasaan Tanah dan Struktur sosial di Pede-saan Jawa,” dalam Sediono M.P. Tjondronegoro & Gunawan Wiradi. Op.Cit., hal. 162.

20. Suara Tani. Th. XI, No. 3-4, Maret-April 1960, hal. 3.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 69: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

63

DEMOKRASI TERPIMPIN DAN LANDREFORM

UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA DANLANDERFORM

Bukanlah suatu kebetulan bila usaha melaksanakan pe-rombakan agraria memasuki dekade 1960-an bertepatanwaktunya dengan perubahan orientasi politik negara da-lam mendorong aktivitas ekonomi melalui proses indus-trialisasi. Lembaran baru tentang pemecahan masalahagraria di Indonesia untuk pertama kalinya diungkapkandalam pidato Presiden Soekarno tanggal 17 Agustus 1959.Selain menjadi awal bagi berdirinya struktur kekuasaanbaru di bawah sistem Demokrasi Terpimpin, dalam pida-to tersebut ditegaskan pula bagaimana langkah yang ha-rus diambil oleh pemerintah dalam menyelesaikan masa-lah agraria di Indonesia.

Dalam pidato itu —yang kemudian menjadi dasarpembahasan kebijakan landerform oleh Dewan Pertim-bangan Agung (DPA) tanggal 13 Januari 1960—Soekarnomenyatakan bagaimana seharusnya kebijakan terhadappersoalan agraria di Indonesia:

Demikian pula persoalan tanah. Kita mewarisidari zaman Belanda beberapa hal jang harus kitabrantas (sic!). Antara lain apa jang dinamakan“hak eigendom” diatas sesuatu bidang tanah.Mulai sekarang kita tjoret sama sekali “hak eigen-dom” tanah dari hukum pertahanan Indonesia…21

21. Ir. Soekarno. Penemuan Kembali Revolusi Kita. Departemen PeneranganRI. Hal. 34.

Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 70: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

64

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Setahun kemudian, persoalan itu ditegaskan lagi dalampidato Djalannja Revolusi Kita (Djarek):

Pada taraf sekarang ini, … Landerform disatupihak berarti penghapusan segala hak-hak asingdan konsesi-konsesi kolonial atas tanah, dan men-gakhiri penghisapan feodal setjara berangsur-angsur, dilain pihak Landreform berarti mem-perkuat dan memperluas pemilikan tanah untukseluruh rakjat Indonesia terutama kaum tani …Ja! Tanah tidak boleh menjadi alat penghisapan!Tanah untuk Tani!

Tanah untuk mereka jang betul-betul meng-garap tanah! Tanah tidak untuk mereka jang de-ngan duduk ongkang-ongkang mendjadi gendut-gendut karena menghisapan keringatnja orang-orang jang disuruh menggarap tanah itu!22

Pidato ini menguraikan suatu pokok penting yangkemudian menjadi pedoman umum pelaksanaan lan-dreform di Indonesia. Tema dasarnya adalah persoalanmemperkuat dan memperluas pemilikan tanah sertamengaitkannya dengan kaum tani penggarap yang meru-pakan mayoritas penduduk pedesaan. Dari prinsip inijelas terlihat model dasar yang menjadi tujuan perombak-an agraria saat itu, yaitu penciptaan kembali segolongankaum tani merdeka yang memiliki hak milik penuh ter-hadap tanah yang digarapnya. Dari golongan petani inilahpemerintah mengharapkan peningkatan produksi dan

22. Ir. Soekarno. Djalannja Revolusi Kita. Manifesto Politik RI. DepartemenPenerangan. 1960, hal. 70-71.

Shohib
Pencil
Page 71: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

65

DEMOKRASI TERPIMPIN DAN LANDREFORM

modernisasi basis agraria di Indonesia.Sebagaimana diterangkan lebih lanjut oleh Menteri

Sadjarwo, landreform dilandasi pertimbangan-pertim-bangan pemerintah terhadap kondisi sosial masyarakatIndonesia seperti bentuk pemilikan tanah yang terlalukecil dengan tingkat rata-rata penguasaan dan pemilikantanah seluas 0,5 hektar tiap keluarga; perimbangan pemi-likan yang terlalu tajam antara mayoritas kaum tani de-ngan petani kaya yang memiliki tanah sampai ratusanhektar; diferensiasi sosial di antara kaum tani (40 persenmerupakan golongan tani kaya dan tuan tanah sementara60 persen adalah petani miskin dan buruh tani tak ber-tanah di pedesaan); fragmentasi dan konsentrasi tanahdalam sistem tuan tanah; bentuk aktivitas pertanian tra-disional. Selain bertujuan meredistribusi tanah, reformaagraria juga bertujuan meningkatkan produksi nasionaldan menghapus sistem tuan tanah berupa pemilikantanah partikulir dan penguasaan tanah secara gadai, sewadan bagi-hasil.23

Sedikit berbeda, DPP Barisan Tani Indonesia (BTI)dalam tanggapan resminya di depan Dewan PerwakilanRakyat Gotong Royong (DPR-GR) terhadap rencana pe-rombakan agraria ini memberikan dukungan meskipundisertai kritik halus yang menyatakan, “…belum jelasnjakepastian sampai dimana hak milik tanah bagi kaum tanidan penghisapan feodal akan dibatasi.”24 Pandangan se-perti ini setidak-tidaknya menyiratkan keraguan terha-dap kemampuan negara untuk melaksanakan kebijak-annya, terutama terkait dengan artikulasi kepentingan

23. Uraian Sadjarwo tentang persoalan landreform ini terdapat dalamtulisannya dalam Penerbitan Khusus No. 96 Departemen Penerangan RI.

24. Suara Tani. No. 10, Th. XI, Oktober 1960, hal. 2.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 72: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

66

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

mayoritas kaum tani yang seringkali bertentangan de-ngan kebijakan pemerintah sendiri dalam banyak hal se-jak republik berdiri.25

Dalam kesempatan tersebut, perwakilan BTI me-nyampaikan saran-saran mereka yang pada dasarnyamerupakan suatu desakan tentang bagaimana seharus-nya perombakan agraria dijalankan. Menurut mereka,arah pelaksanaannya semestinya difokuskan pada penyi-taan terhadap tanah tuan tanah yang membantu danmemihak gerombolan DI-TII serta tuan tanah pemberon-takan lainnya dan membagikannya kepada kaum tani takbertanah dan tani miskin.

Di samping itu, dengan nada mendesak mereka me-nyarankan agar pemerintah segera menyelesaiakan ter-lebih dahulu sengketa tanah bekas milik asing, konsesi,kehutanan yang telah lama diduduki oleh kaum tani;penghapusan tanah partikelir dan pelaksanaan Undang-Undang Bagi Hasil sebelum rancangan undang-undangagraria ditetapkan menjadi undang-undang negara.26

Sehubungan dengan diajukan rancangan undang-undang pokok agraria, ketua umum BTI Asmoe mengu-capkan pidatonya sebagai wakil golongan karya di DPR-GR dengan nada yang lebih optimis:

Ketentuan dihapuskannja hak2 dan wewenang2atas bumi dan air dari swapradja2 atau bekas

25. Sebagaian besar konflik agraria sejak penyerahan kedaulatan telah men-ciptakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi kaum tani dalam ma-salah-masalah seperti penentuan sewa tanah oleh perkebunan, peng-usiran kaum tani yang menduduki tanah perkebunan yang seringkaliberakhir dengan kekerasan. Tanah-tanah yang digarap oleh kaum taniditraktor oleh aparat pemerintah.

26. Suara Tani. Op.cit., hal. 2.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
user
Re: Highlight
Page 73: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

67

DEMOKRASI TERPIMPIN DAN LANDREFORM

swapradja, dibatasinja pemilikan dan penguasa-an tanah bagi apa jang dinamakan “groot grond-bezitters”, ditjegahnja organisasi2 dan usaha2perseorangan dalam lapangan agraria jangbersifat monopolis swasta, ketentuan bahwa tiap2warganegara Indonesia, baik laki2 maupun wa-nita mempunjai kesempatan jang sama untukmemperoleh sesuatu hak atas tanah dan ketentu-an bahwa setiap orang dan badan hukum jangmempunjai sesuatu hak atas tanah pertanianpada azasnja diwadjibkan mengerdjakan ataumengusahannja sendiri setjara aktif dengan men-tjegah tjara2 pemerasan, membuktikan bahwarancangan undang-undang pokok agraria ini da-lam batas2 tertentu mempunjai sifat2 jangdemokratis…”27

Asmoe juga mengemukakan bahwa dalam menentu-kan undang-undang tersebut, pemerintah harus mem-perhatikan faktor-faktor seperti kredit bagi kaum tanidan masalah demokratisasi lembaga desa sebagai pra-syarat kelancaran pelaksanaan landreform.

Organisasi Persatuan Tani Indonesia (PETANI) yangberhaluan nasionalis, tidak ketinggalan dalan memberi-kan dukungannya terhadap pelaksanaan landreform diIndonesia. Dalam artikel yang ditulis atas nama organi-sasi tersebut, mereka mengemukakan pendiriannya:

… Manipol dan Djarek setjara tegas memberikanpertundjukan bahwa penghisapan terhadap kaum

27. Ibid., hal. 1-3.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 74: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

68

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

tani harus segera diakhiri, jang antara lain men-jatakan bahwa landreform adalah bagian mutlakrevolusi kita dan bahwa tanah hanja untuk si tani.

Pembangunan semesta berentjana dalam ta-hapan pertama, setjara djelas menentukan, bah-wa landreform landasan pokok dalam melipat-gandakan hasil pertanian, khususnya dalambidang sandang pangan…28

Dua bulan kemudian setelah berlakunya sistem per-undangan agraria nasional dengan lahirnya UUPA No.5/1960, Menteri Agraria Sadjarwo menguraikan prinsip-prinsip pelaksanaan landreform yang tercantum dalamundang-undang tersebut yang terdiri dari pengakuan ter-hadap pemilikan pribadi, penetapan fungsi sosial tanahdengan mengatur bentuk penggarapan tanah telantarmenjadi tanah milik negara dan penghapusan tanahabsentee.29 Dalam kesempatan itu, ia menegaskan pulasuatu perspektif politik dengan menekanakan sifat land-reform yang dijalankan sebagai :

Saudara2, ini sekadar untuk mendjelaskan bahwalandreform jang kita djalankan di Indonesia iniialah landreform jang non-komunistis, kedua land-reform jang kita djalankan ini conclusinja ialahlandreform jang anti-kapitalistis…

Unsur2 jang menundjukan bahwa Undang2

28. Suluh Indonesia, Rabu 4 Djanuari 1961.29. Pidato Menteri Sadjarwo dalam seminar landreform yang dilang-

sungkan oleh Departemen Agraria dari tanggal 17 Oktober samapi den-gan 6 November 1960. lihat Departemen Agraria. Seminar Landreform.Buku ke-I., Djakarta, 1960, hal. 3-7.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Page 75: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

69

DEMOKRASI TERPIMPIN DAN LANDREFORM

pokok ini adalah non-komunistis, anti kapitalistis,ialah mengenal pasal 7 dimana diterangkan, bah-wa pemilikan dan penguasaan tanah jang melam-paui batas untuk tidak merugikan kepentinganumum tidak diperkenanakan. Ini dalam pendjelas-nnja dikatakan groot grondbezit. Pemilikan tanahbesar diperbolehkan…30

Pernyataan tersebut nampak sebagai usahanya meng-antisipasi kekhawatiran golongan agama dan nasionalisterhadap konsekuensi pelaksanaan landreform yangdipandang lebih menguntungkan kedudukan politikgolongan komunis di Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama, organisasi petaniNahdlatul Ulama (PERTANU) menyampaikan tanggapanyang secara prinsip mendukung rencana kebijakan land-reform pemerintah. Meski demikian, PERTANU mene-kankan bahwa dalam pelaksanaanya nanti, landreformdiharapkan tetap menghormati prinsip-prinsip yangsesuai dengan ajaran Islam:

Bagi Pertanu tiap2 usaha dan ichtiarkan dapatditerima dengan baik dan dengan sewadjarnja,asalkan tiap2 usaha dan ichtiar itu tidak melang-gar pada prinsip2 Islam, jang telah dinjatakansebagai Sjari'at Islam…

Sebagaimana telah ternjata, bahwa Undang2Pokok Agraria jang dibuat sebagai landasan perta-ma bagi land-reform itu, tidak melanggar padaprinsip2 Islam bahkan mengindahkan dan meng-

30. Ibid., hal. 11.

Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 76: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

70

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

31. Ibid., hal. 152.32. Harian ini dianggap organ Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indo-

nesia) yang kemudian dibubarkan oleh Soekarno atas tuduhan keterli-batan dalam pemberontakan PRII/Permesta.

33. Abadi 20 September 1969.

hormat pada prinsip2 Islam itu, maka Pertanu de-ngan sendirinja dapat menjatakan penerimaandengan baik dan dengan sewadjarnja kepada land-reform, jang berlandaskan atas Undang2 PokokAgraria itu.31

Selain itu, pandangan yang dianggap dapat mewakiligolongan Islam juga terbit dalam satu artikel di harianAbadi32 yang menyarankan pentingnya aspek pemba-ngunan infrastruktur di wilayah pedesaan seperti pem-bentukan koperasi dan bank desa.33 Di kemudian hari,pandangan seperti ini tetap menjadi dasar peganganwakil golongan Islam terhadap pelaksanaan landreform.Sikap inilah yang mewarnai aktivitas golongan Islam da-lam menghadapi konsekuensi-konsekuensi yang timbuldari pelaksanaan landreform.

Tanggal 24 September 1960 UUPA No. 5/1960 di-tetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan undang-undangtersebut, landreform dilaksanakan berdasarkan batasmaksimum dan minimum pemilikan tanah. Keputusantentang batas luas pemilikan tersebut ditentukan berda-sarkan Perpu No. 56/1960 seperti yang terlihat dalamtabel 3 dan tabel 4.

Lebih lanjut, pada tanggal 31 Desember 1960 dike-luarkan pula aturan yang merinci luas setiap lahan di tiapdaerah tingkat II berdasarkan keputusan Menteri AgrariaNo. Sk. 978/Ka/1960 tentang penegasan luas maksimum

Shohib
Pencil
Page 77: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

71

DEMOKRASI TERPIMPIN DAN LANDREFORM

tanah pertanian. Setiap daerah terkena peraturan terse-but.34 Selain ditentukan dari tanah-tanah tuan tanah yangterkena batasan pemilikan maksimum, pemerintahmenetapkan pula bagian dari tanah-tanah bekas erf-pacth/hak guna usaha yang telah dikuasai oleh negara.35

Menanggapi ketetapan pemerintah dalam men-jalankan landreform, PKI melontarkan kritik lunak ter-hadap kebijakan yang diambil. Dalam perdebatan di DPA,PKI tetap menghendaki agar undang-undang tersebut

34. Jajasan Pertanian Nasional. UUPA dan Landreform R.I Djakarta, 1961,hal.73.

35. SK Menteri Pertanian dan Agraria No. 30/Ka/1962.

Kategori Daerah1. Tidak Padat2. Padat:

a. kurang padatb. cukup padatc. sangat padat

Sawah (ha.)15

107,55

Tegalan (ha.)20

1296

Kepadatan Penduduk per km2

a. 33 - 50 jiwab. 51 - 250 jiwac. 251 - 400 jiwad. 401 jiwa lebih

Golongan daerahTidak padat

Kurang padatCukup padatSangat padat

TABEL 3. KATEGORI KEPADATAN PENDUDUK DAN LUAS PERTANIAN

TABEL 4. KATEGORI TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DAN GOLONGAN DAERAH

Sumber: UUPA dan Landreform R.I. Jajasan Pertanian Nasional, Djakar-ta, 1961, hal. 54-59.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 78: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

72

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

memberikan suatu perlindungan bagi para petani yangtelah menduduki tanah negara dan tanah perkebunan;mendesak agar pemerintah mengurangi tingkat batasanmaksimum yang terlalu tinggi; penyitaan tanah tuan-tanah pengkhianat (yaitu tuan tanah yang mendukungpemberontakan DI/TII dan PRII/Permesta); nasionali-sasi perkebunan asing (pada tahapan ini sebagian besaradalah perkebunan milik Inggris dan Amerika); pengha-pusan batas minimum yang dipandang tidak praktis danhanya menimbulkan kekhawatiran para petani kecil yangakan terlempar dari pemilikan tanah akibat penetapanbatas minimum; penghapusan tanah-tanah milik desadan pejabat pemerintah; dan proses pembagian tanahharus dilakukan berdasarkan basis individual daripadabasis keluarga. Meski demikian, mereka tetap berpijakpada posisi umum pada saat itu dengan menerima prin-sip “tanah bagi yang benar-benar menggarap tanah.”36

PELAKSANAAN LANDREFORM

Secara umum, program pelaksanaan landreform di Indo-nesia meliputi ketentuan: a) Larangan menguasai tanahpertanian yang melampaui batas; b) Larangan pemilikantanah absentee; c) Redistribusi tanah-tanah kelebihandari batas maksimum serta tanah-tanah yang terkenalarangan absentee; d) Pengaturan soal pengembalian danpenebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan;e) Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah perta-nian dan; f) Penetapan batas minimum pemilikan tanah

36. Mortimer. Op. Cit., hal. 17

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 79: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

pertanian dengan disertai larangan melakukan perbuat-an-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan tanahmenjadi bagian-bagian yang terlalu kecil.37

Meski keputusan pelaksanaan landreform telah dica-nangkan oleh pemerintah, namun pelaksanaan riilnyaharus menunggu dua tahun kemudian. Sepanjang 1961,pemerintah sibuk mengeluarkan rangkaian aturan gunamenjalankan kebijakan landreform, seperti pembentuk-an panitia landreform yang tersusun berdasarkan hirarkipemerintahan dari presiden, gubernur, bupati, camat,sampai lurah. Tetapi, pelaksana sesungguhnya yang ber-tanggungjawab langsung berada di tingkat kabupatendan kotamadya.38

Dua tahun kemudian, landreform mulai dilaksana-kan di seluruh Indonesia dalam dua tahap. Tahap perta-ma berlangsung di Jawa, Madura, Bali dan Nusa Tengga-

73

DEMOKRASI TERPIMPIN DAN LANDREFORM

37. Lihat Boedi Harsono. Undang-Undang Pokok Agraria: Sejarah, Penyu-sunan, Isi dan Pelaksanannya. Djakarta: Djambatan, 1968, hal, 241.

38. Utrecht. Op. cit., hal.77.

Kategori Tanah

Tanah Kelebihan

Tanah Absentee

Tanah Kerajaan

Tanah Negara

Total

Luas TanahGarapan (ha)

112.524

22.084

73.566

147.344

355.518

Jumlah PemilikTanah

8.967

18.421

27.388

Luas tanahdibagikan (ha)

65.132

8.610

73.566

147.192

294.500

JumlahPenerima

100.477

29.324

79.850

383.301

592.958

TABEL 5. DAFTAR TANAH YANG TELAH DIBAGIKAN DALAMLANDREFORM TAHAP PERTAMA DI JAWA & SUNDA KECIL

Sumber: Gerrit Huizer. Basiswerk in de Derde Wereld. Boeren-bewegingen In Indonesie voor 1965. Den Haag: Sjaloom te Odijk.1972. hal. 1072.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 80: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

ra Barat, sedangkan rencana tahap kedua dijalankan didaerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan wilayah lain-nya. Pada rencana tahap pertama, tanah-tanah absentee,tanah swapraja, dan tanah di bawah kekuasaan negaraakan selesai dibagikan sampai akhir 1964. Panitia land-reform saat itu mengumumkan bahwa total luas tanahyang akan dibagikan dalam pelaksanaan tahap pertamamencapai 966.150 hektar. Angka ini kemudian dikoreksipada tahun 1963 menjadi 337.445 hektar.39

74

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

39. Ibid., hal. 78.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 81: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

75

DORONGAN KETERLIBATAN KAUM TANI

Setelah ditetapkannya Undang-Undang Pokok Bagi HasilNo. 2/1960 pada tanggal 7 Januari 1960 dan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960 tanggal 24 September1960 oleh Presiden Soekarno, maka secara formal pelak-sanaan kebijakan landreform di seluruh Indonesia telahdiputuskan. Namun, sebagaimana ditunjukkan kemudiandi lapangan, kedua undang-undang yang telah ditetapkanoleh pemerintah pusat itu sepertinya tidak punya kekuat-an yang bisa menggerakkan para pejabat daerah sepertibupati, camat, dan lurah yang bertanggungjawab lang-sung dalam menentukan kebijakan tersebut di wilayah-nya untuk segera menjalankan wewenangnya.

Gejala ini sebelumnya telah diantisipasi olehLadejinsky yang menjadi penasihat pelaksanaan land-

GEJOLAK PEDESAAN DANRADIKALISASI KAUM TANI

4

Luthfi
Note
- UUPBH No. 2/1960 = 07-01-1960 - UUPA No. 5/1960 = 24-09-1960
Shohib
Pencil
Page 82: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

76

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

reform di Indonesia atas undangan Menteri AgrariaSadjarwo.1 Dalam laporannya yang diterbitkan tahun1964, ia membahas penyebab kegagalan pelaksanaanlandreform berdasarkan UUPA, yang menurutnya ber-sumber pada: tingginya batas maksimum pemilikantanah dan meluasnya penyelewengan dengan persekong-kolan para pejabat desa. Persekongkolan ini membuatluas tanah pertanian yang siap dibagikan menjadi berku-rang 1 persen dari luas keseluruhan. Golongan petanikaya dan sedang yang besar jumlahnya di pedesaan bu-kan saja tidak tersentuh oleh proses ini, bahkan mungkindapat menarik keuntungan dari pembagian tanah. Lebihlanjut Ladejinsky melukiskan:

“Sampai sekarang, Tuan Menteri, maka umum-nya harus dianggap sebagai tidak memenuhitugasnya. Alasannya terletak pada komposisipanitia yang terdiri dari seorang kepala desa dandua wakil golongan tani nasional. Ketiga-tiga-nya, yang umumnya pemilik tanah, tidak merasaperlu mewakili kepentingan petani penggarap.Sedangkan kaum tani sendiri … tidak berperanserta dalam pelaksanaannya.2

Terkait pengaturan perjanjian bagi-hasil, undang-undang telah memutuskan bahwa sistem perjanjian bagi-hasil harus dibuat secara tertulis antara petani penggarap

1. Landejinsky adalah seorang sarjana asal Amerika yang menjadi penase-hat ahli proses perombakan tanah di negara-negara Asia seperti KoreaSelatan dan Taiwan.

2. Lihat kutipan dalam Jan Breman. Op.Cit., hal. 195.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 83: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

77

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

dan pemilik tanah di hadapan Lurah atau pejabat seting-kat kepala desa. Kemudian, pengesahannya ditetapkanoleh Camat atau pejabat setingkat kecamatan sepertiyang diatur dalam pasal 3 undang-undang.3 Selanjutnya,penetapan besarnya imbangan bagi-hasil ditentukan olehBupati dan Walikota sebagai pejabat pemerintahan yangberwenang di wilayah Swatantra II dengan memperhati-kan kondisi yang ada di daerahnya masing-masing. Se-cara formal, UU No 2/1960 itu memang tidak menyebut-kan secara jelas bagaimana besarnya imbangan bagi-hasilantara penggarap dan pemilik tanah. Undang-undanghanya menentukan pedoman umum berupa ketentuan1/1 dalam untuk tanaman padi sawah, dan untuk tanam-an palawija di atas tanah kering, besarnya imbangan di-tentukan 2/3 bagi penggarap dan 1/3 bagi pemilik.4

Bila dibandingkan dengan proses pembagian tanah,pengaturan perjanjian bagi-hasil merupakan kebijakanyang paling mungkin dapat dilakukan dengan segeramengingat sifat penggarapan yang berlaku umum diJawa. Namun seperti yang terbukti kemudian, pelaksana-annya tetap berjalan lambat pada aras pejabat daerah se-bagai pihak yang memiliki wewenang langsung dalammenentukan perjanjian bagi-hasil.

Tidak heran apabila kemudian inisiatif untuk men-jalankan undang-undang baru tersebut beralih ke tanganorganisasi-organisasi tani radikal yang menuntut pelak-sanaannya secara konsekuen. Aktivitas radikal BTI sertaperhatian PKI yang pada saat itu tengah tertuju kepadakaum tani dalam mencari dukungan politik menyebab-

3. Lihat Mr. A.B. Loebis. Op.Cit., hal. 75.4. Ibid., hal. 85.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 84: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

78

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

kan mereka mampu menarik dukungan yang lebih besardari kaum tani di pedesaan melalui pelaksanaan land-reform. Kader-kader BTI dengan giat menggelar cera-mah-ceramah yang diikuti anggotanya di tiap daerah, danmembahas masalah-masalah yang tercantum dalamundang-undang tersebut serta kemungkinan-kemungkin-an yang dapat dilakukan oleh kaum tani. Sejak perte-ngahan Agustus 1960 misalnya, BTI mempopulerkanpelaksanaan UU Bagi-Hasil dengan melakukan ceramahkeliling di setiap desa di wilayah Jember. Selain itu, te-kanan BTI juga dilakukan dengan mendesak para bupatidan walikota sebagai pejabat berwenang untuk segeramenentukan jumlah perimbangan perjanjian bagi-hasil.

Sebenarnya, peningkatan aktivitas desakan BTI kepa-da pemerintah daerah ini telah dirasa sejak Juli 1960.Tanggal 23 Juli, di Bogor diberitakan bahwa serombong-an delegasi yang terdiri dari 15 organisasi pimpinan BTIbeserta sejumlah massa petani berkumpul di halamankantor bupati mendesak segera ditentukannya imbanganbaru dalam pelaksanaan sistem bagi-hasil. Dalam aksitersebut, tiga orang kader BTI ditahan oleh aparat kepo-lisian selama 13 hari dengan tuduhan telah mengadakandan memimpin demonstrasi terhadap pemerintah.5

Desakan BTI ini tampaknya berjalan serentak di setiapdaerah yang mempunyai cabang organisasi itu. Seperti di-laporkan oleh pimpinan pusat BTI, aksi mendesak pelak-sanaan perjanjian bagi-hasil telah berlangsung di Bojo-negoro, Balen, Losarang, Wonogiri, Banyuwangi, Jepara,Blora, Kendal, Kudus, Demak, Tegal, Pemalang, Peka-longan, Brebes, Purwodadi, Semarang, Sragen, Magelang,

5. Suara Tani. No. 8, Th. XI, Agustus 1960, hal.3.

Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Page 85: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

79

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

Boyolali, Cilacap, Bandung, Bogor, Jakarta, Cirebon,Tasikmalaya, Cianjur, Ciamis, Indramayu dan Subang.

Delegasi-delegasi yang dipimpin oleh BTI, selain me-nuntut pelaksanaan perjanjian bagi-hasil, juga mendesakagar perwakilan-perwakilan organisasi tani dilibatkandalam panitia yang akan menentukan besarnya tingkatimbangan dalam pelaksanaan bagi-hasil. Tidak semuausaha BTI melalui pengiriman delegasi atau aksi massaini membuahkan hasil. Hanya di beberapa tempat dimana dukungan petani terhadap BTI sangat kuat, upayaBTI mampu menekan pejabat setempat untuk segeramenetapkan imbangan perjanjian bagi-hasil sesuai de-ngan UU yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Tanggal 7 Agustus 1960, setelah serombongan dele-gasi BTI mendatangi bupati Cirebon, ditandatanganilahPerda No. 5256/Pem 28/60 yang mengatur perimbanganperjanjian bagi-hasil. Diputuskan juga bahwa mekanismebagi-hasil di wilayah Cirebon dibedakan antara wilayahCirebon Dalam dan Cirebon Pantai. Di wilayah CirebonDalam yang umumnya merupakan usaha pertaniansawah basah, bupati menetapkan sistem maron (imbang-an 1:1) antara petani penggarap dan pemilik sawah. Se-dangkan di wilayah Cirebon Pantai yang umumnya perta-nian di atas lahan kering, kebijakan bagi hasil ditentukandengan sistem 2:3, yang berarti 2/5 hasil panen diberikanpada pemilik tanah, sedangkan 3/5 bagian menjadi milikpenggarap.6

Selain berhasil menentukan tingkat imbangan bagi-hasil yang baru, di Jember pada bulan Mei 1961 dilapor-kan pula bagaimana aksi kaum tani berhasil mendorong

6. Suara Tani. No. 11, Th. XI, Desember 1960.

Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 86: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

80

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

kenaikan tingkat upah buruh tani. Laporan tersebut me-nyebutkan bahwa sekitar 396 perjanjian bagi-hasil ditan-datangani di delapan wilayah kecamatan sedangkan 823upah buruh tani naik di lima wilayah kecamatan. Upahmencangkul yang sebelumnya Rp7,50 kini dihargai Rp10.Upah membajak sawah yang sebelumnya Rp15 menjadiRp25. Perbandingan upah bawon yang semula ditentu-kan berdasarkan 8:1 ditingkatkan menjadi 6:1 serta upahtandur dari Rp2,50 menjadi Rp3,50.7

Meskipun demikian, secara umum pelaksanaan sistemperjanjian bagi-hasil yang baru ini memang tidak berjalanseperti yang ditentukan pemerintah pusat. Hingga Januari1961, tepat setahun UU No. 2/1960 diberlakukan, baru 20persen dari 259 pemerintahan tingkat II yang telah mene-tapkan imbangan bagi-hasil yang baru.8 Jumlah terebutmasing-masing menunjukan bahwa baru sekitar 8 daerahSwatantra di Jawa Barat, 11 wilayah Swatantra di JawaTengah dan 6 daerah Swatantra di Jawa Timur yang me-netapkan imbangan perjanjian bagi-hasil yang baru.

Kelambanan pelaksanaan perjanjian bagi-hasil yangbaru di daerah-daerah memang disebabkan oleh lamban-nya pejabat pemerintah tingkat II. Hal ini menyebabkanMenteri Agraria segera mengeluarkan instruksi khususuntuk menangani masalah tersebut. Tanggal 14 Juni1962, Menteri Agraria Sadjarwo memerintahkan parabupati dan walikota untuk segera menuntaskan pelak-sanaan UUPBH di seluruh Indonesia. Dengan nada yangmenyayangkan, Menteri memberikan batasan waktuakhir pelaksanaan undang-undang tersebut hanya dalam

7. Suara Tani. No. 7, Th. XII, Djuli 1961, hal. 1.8. Suara Tani. No. 2, Th. XII, Februari 1961, hal. 1.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 87: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

81

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

jangka satu bulan. Lebih lanjut, ditegaskan dalam ins-truksi tersebut agar jaminan hak penggarapan kaum tanidipertahankan, melihat banyaknya tuan tanah yang me-lepaskan perjanjian bagi-hasil dengan petani penggarapyang menuntut dilaksanakannya bagi-hasil sesuai denganperaturan pemerintah.9

Kemandekan pelaksanaan landreform menjadi per-hatian organisasi tani BTI yang menginginkan pelaksa-naan undang-undang tersebut secara konsisten. Menang-gapi kemandekan yang terjadi, ketua BTI Asmoe dalamlaporannya pada Kongres Nasional ke-VI BTI tanggal 23Juli 1962 di Jakarta menyatakan:

Akhirnya BTI menyatakan bahwa perubahantanah hanya bisa dilakukan oleh kaum tani sen-diri. BTI mensponsori gerakan 6 Baik yang terdiridari: gerakan turun sewa, turun bunga, naikupah, naik produksi, naik kebudayaan dan naikpolitik…

Gerakan turun sewa atau gerakan 6:4 adalahgerakan untuk menuntut diturunkannja sewatanah kepada tuan-tuan tanah, terutama dalambentuk menuntut diperbaharuinya perdjandjiansewa menjewa tanah di antara kaum tani dantuan tanah berdasarkan UUPBH. Gerakan enambaik tersebut dilakukan oleh kader-kader BTIdalam program tiga sama. Dalam melakukan ge-rakan turun sewa BTI menginstruksikan kadernyauntuk bersandar pada buruh tani dan tani miskin,bersatu dengan tani sedang dan menetralisir tani

9. Instruksi Menteri Pertanian dan Agraria No: Sekra 9/2/22, 14 Djuni 1962.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 88: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

82

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

kaya dan setingkat-tingkat dengan memilih,memukul tuan tanah.10

Pernyataan tersebut menegaskan kehendak untukmengambil inisiatif pelaksanaan landreform berdasar-kan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UUPBHdan UUPA akibat lambannya birokrasi yang cenderungmengabaikan instruksi pemerintah pusat. Kenyataanlambannya birokrasi tingkat bawah dalam menjalankanketentuan negara sebelumnya telah diperkirakan olehwakil BTI dalam seminar Landreform di Jakarta, di manaia dengan nada sinis menggambarkan:

Tetapi hukum atau peraturan2 itu ada segi posi-tief dan negatiefnja. Mau tidak mau hal ini haruskita mengakuinja. Hukum itu, kalau menurutbunji kata-katanja, mungkin baik, akan tetapidalam menafsirkannja itu bisa mendjadi berlain-an, ini menurut pengalaman. Maaf kalau kamimenjatakan demikian. Ini mendjadi kenjataandalam organisasi kami, djuga dalam DPR, ialahdjika ada peraturan jang kiranja akan mengun-tungkan kaum tani, maka peraturan itu djalannjalambat. Akan tetapi bila ada kemungkinan untukmerugikan kaum tani, belum sampai disjahkanmendjadi peraturan tetapi sudah didjalankan…

Ini merupakan suatu kontradiksi jang sebenar-nja dapat dimengerti: jang menjangkut kepenting-

10. Asmu. Untuk Demokrasi, Tanah, Produksi dan Irian Barat. LaporanUmum DPP BTI Kepada Kongres Nasional ke-VI BTI pada tanggal 23 Djuli1962, Djakarta, hal. 70-73.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 89: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

83

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

an umum dibelakangkan, jang menjangkut ke-pentingan diri sendiri didahulukan…11

Sampai tahun 1963, aksi-aksi kaum tani yang menun-tut pelaksanaan perjanjian bagi-hasil dan pembagian ta-nah terus berlangsung di seluruh Jawa. Di mata kaumtani, sikap pejabat daerah yang lamban dalam menjalan-kan kebijakan landreform dipandang sebagai suatu ke-berpihakan terhadap pemilik tanah dibandingkan padapara petani penggarap dan petani tak tertahah.

Dalam beberapa peristiwa penyelesaian perselisihan,aparat kepolisian turun tangan dan menahan para petanipenggarap. Maret 1963, persoalan-persoalan ini diajukanke Departemen Pertanian dan Agraria di Jakarta olehdelegasi DPP BTI. Delegasi BTI mendesak agar penyele-saian konflik antara kaum tani dengan tuan tanah di-lakukan secara musyawarah dan dihindarkannya keterli-batan instansi-instansi yang tidak berwenang dalampengaturan konflik agraria.12

Berdasarkan data resmi pemerintah, jumlah tanahyang telah dibagikan baru mencapai sekitar 35.978 hektarpada akhir 1963. PKI memberikan koreksi dengan me-nyatakan bahwa jumlah tanah yang dibagikan baru men-capai 19.000 hektar. Dengan demikian, pelaksanaannyatelah terlambat dari jadwal yang ditetapkan semula. Awal1965, Menteri Agraria Sadjarwo mengumumkan bahwapelaksanaan landreform tahap I telah selesai. Dalamlaporannya, Menteri Sadjarwo menyatakan bahwa hinggaakhir 1964, sekitar 450.000 hektar tanah telah dibagikan

11. Seminar Landreform. Op.cit., hal. 124-125.12. Suara Tani. No. 3/4, Th. XIV. Maret/April 1963.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 90: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

84

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Keresidenan

SurabayaMaduraMalangKediriBesukiBojonegoroMadiunJumlah

Terdaftar (hektar)

22.181,3302.871,986

10.020,73810.950,5108.448,0002.563,1606.256,192

63.581,916

Dikeluarkan ( hektar)

6.957,994554,149

1.880,1511.045,3801.295,523790,896256,773

12.779,867

Jumlah Tanah LebihDibagikan(hektar)956,078580,489723,436

1.707,798879,596635,490679,729

6.454,817

kepada petani.13

Pengumuman tersebut ditentang oleh PKI denganmengajukan bukti bahwa hanya 18.000 hektar tanahyang telah dibagikan di Jawa Timur. Sisanya, sekitar30.000 hektar tanah belum juga dibagikan.14 PKI dan BTIberdasarkan bukti-bukti yang mereka ajukan menyim-pulkan bahwa telah terjadi penyimpangan, sabotase, danpermainan antara tuan tanah, pejabat agraria, dan peja-bat-pejabat dalam Panitia Landreform. Siaran pers DPDBTI Jawa Timur memberikan daftar tentang tanah yangtelah didaftar, dikeluarkan, dan dibagikan sebagai buktibahwa pelaksanaan landreform belum selesai.

13. Utrecht. Op. cit., hal. 86.14. Mortimer. Op. cit., hal. 19-21.

TABEL 6. DAFTAR TANAH LEBIH, TANAH YANG DIKELUARKAN,DAN TANAH YANG TELAH DIBAGIKAN

Sumber: Aminuddin Kasdi. Masalah Tanah Dan Keresahan Petani diJawa Timur 1960-1965. Studi Tentang Gerakan Aksi Sepihak YangDilancarkan PKI - BTI. Tesis S2. Fak. Pasca Sarjana UGM, 1990, hal.198.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Page 91: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

85

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

TUNTUTAN DAN TINDAKAN TERHADAP KEMACETANLANDREFORM

Dalam sidang pleno CC PKI Desember 1963, D.N. Aiditmenegaskan bahwa dari sekitar 1.000.000 hektar tanahlebih, baru terdaftar sekitar 200.000 hektar. Dari jumlahtanah terdaftar, baru sekitar 9 persen (18.000 ha.) yangtelah dibagikan kepada kaum tani. Pada sidang tersebutdinyatakan pula bahwa akibat kesulitan ekonomi negarapada saat itu, penyitaan tanah-tanah milik tuan tanahtidak perlu dengan ganti rugi. Selain itu, ditegaskan pulatuntutan nasakomisasi Panitia Landreform, retooling se-mua pejabat negara yang menghambat pelaksanaan land-reform, pembentukan pengadilan landreform dan me-nyarankan agar kaum tani lebih mengambil inisiatifsendiri dalam melaksanakan landreform di daerah.15

Di tingkat nasional, kebijakan landreform yang dite-tapkan oleh pemerintah melalui pelaksanaan UUPA ha-rus berbenturan dengan kenyataan yang ada di masing-masing daerah tempat landreform dijalankan. Pada babsebelumnya telah diuraikan bagaimana kendala tersebutterjadi oleh para aparat lokal seperti bupati, camat, danlurah dalam struktur panitia landreform.16

Pelaksanaan yang terus berlarut-larut dan kecurang-an-kecurangan yang terjadi di lapangan menyebabkanorganisasi massa radikal seperti BTI dan PKI segera me-ngambil inisiatif pelaksanaan landreform di daerah. Di

15. Ibid., hal. 200.16. Lihat Jajasan Pertanian Nasional. Agraria Dan Landreform R.I. Djakarta,

1961, hal. 88-95.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Shohib
Highlight
Page 92: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

86

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Jawa Timur, Dewan Pimpinan Daerah BTI mulai mende-sak pemerintah untuk segera membentuk pengadilanlandreform guna mengatasi konflik-konflik yang timbulserta kecurangan yang terjadi dalam proses pendaftarandan pembagian tanah. Mereka juga menuntut agar peja-bat-pejabat yang terbukti curang dalam melaksanakankebijakan landreform dicopot dan agar tanah-tanah yangtelah digarap sejak lama oleh kaum tani segera disahkanmenjadi hak milik petani.17

Tekanan agar landreform segera dijalankan dengankonsekuen terus meningkat. Pada umumnya tekanan inidipelopori oleh BTI yang semakin mendapat dukungandan simpati kaum tani di pedesaan. Pada Agustus 1964 diWonogiri, BTI mengadakan rapat umum yang dihadirisekitar 30.000 orang yang membahas persoalan macet-nya pelaksanaan landreform. Dalam rapat tersebut,dikeluarkan resolusi yang mendesak pemerintah mem-bentuk pengadilan landreform dan menempatkan wakil-wakil kaum tani pendukung Nasakom serta melakukantindakan tegas terhadap tuan tanah dan pejabat daerahyang memanipulasi pelaksanaan landreform.18

Dorongan pelaksanaan landreform bukan hanya di-pelopori oleh organisasi tani semata. Usaha BTI mempo-pulerkan pelaksanaan landreform di daerah-daerah ber-hasil mendapatkan tanggapan kaum tani di pedesaan.Hal ini terbukti dari aktivitas kaum tani yang cukupradikal dalam menuntut pejabat-pejabat setempat untukmelaksanakan pembagian tanah dan segera menetapkansistem perjanjian bagi-hasil yang baru. Di desa Cikembar

17. Suara Tani. No. 7-8, Th. XV, Agustus 1964, hal. 6.18. Ibid., hal. 8.

Shohib
Pencil
Page 93: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

87

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

kabupaten Sukabumi, sekitar 550 petani penggarap me-lakukan aksi penggarapan tanah tanpa terlebih dahulumenunggu instruksi panitia landreform setempat. Dalihmereka adalah mempertahankan hak tanah yang sudahseharusnya menjadi milik petani sesuai undang-undanglandreform. Tindakan seperti ini di kemudian hari dike-nal dengan nama “aksi sepihak” yang menjadi isu kontro-versial di tingkat nasional.

Selain menduduki tanah kelebihan yang terdapat da-lam perhitungan undang-undang pembagian tanah, aksi-aksi juga terus dijalankan dengan beragam cara. Di desaKembangsari Brebes, sekitar 700 petani penggarap me-lakukan aksi tunjuk hidung terhadap kepala desa bernamaDjajadani. Menurut wakil kaum tani, kepala desa tersebutmelakukan serangkaian korupsi dalam menentukan ting-kat harga sewa dalam usaha penanaman gula insentif pe-merintah. Selain itu, tindakannya sebagai makelar tanahdan sikapnya yang ringan tangan menyebabkan parapetani ramai-ramai mengadakan aksi terhadapnya.19

AKSI SEPIHAK DAN TINDAKAN KEKERASAN DIPEDESAAN

Istilah aksi sepihak muncul sebagai isu nasional setelahaksi-aksi yang dilakukan BTI dan kaum tani dalam men-jalankan landreform di daerah-daerah mendapatkan tan-tangan serius dari organisasi-organisasi di luar pengaruhPKI dan BTI. Pemuda Ansor yang merupakan organisasimassa milik Nahdlatul Ulama pada Januari 1965 dalam

19. Ibid., hal. 10.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 94: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

88

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

kursus kader di Kediri menyatakan pendapat mereka ten-tang persoalan aksi kaum tani yang mereka sebut sebagaiaksi sepihak PKI dan BTI. Lebih lanjut laporan DutaMasjarakat sebagai koran resmi NU memberitakan po-kok-pokok pikiran yang muncul dalam ceramah tersebutdengan mengutip pernyataan ketua organisasi PemudaAnsor Jusuf Hasjim sebagai berikut:

Ketua satu PP Pemuda Ansor itu menjatakan lebihlanjut, bahwa dalam melaksanakan UUPA danUUPBH, maka ada dua musuh jang harus diha-dapi dan diganjang oleh Pemuda Ansor. Musuh2itu menurut Jusuf Hasjim adalah kaum feodal dankaum penipu tani jang disebutnja sebagai “setantanah”.

Didjelaskan, bahwa tjiri dari pada feodaladalah penguasaan atas tanah dan menggunakantanah untuk memeras kaum tani. Kaum feodaldengan ongkang2 mengeduk kekajaan dari djerihpakah kaum tani.

Adapun kaum penipu-tani adalah mereka jangsok membela kaum tani, berlagak sebagai pahla-wan-tani dan dengan segala matjam tipu-dajaberhasil menarik kepertjajaan kaum tani, diataskepertjajaan dimana dia mengeduk sokongan2.untuk menutupi perbuatan djahatnja itu, kaumpenipu tani tidak segan2 menghasut kaum taniuntuk melakukan penjerobotan2 tanah, mengga-rong perkebunan2 milik orang lain, tanpa mem-perdulikan peraturan2 jang berlaku dan meng-abaikan nasihat2 pedjabat pemerintah didesa.

Jusuf Hasjim menjerukan kepada anggauta

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Page 95: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

89

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

Ansor dan kepada Rakjat agar segera melapor-kan kepada alat negara djikalau melihat penipu-an2 dan hasutan2 djahat kaum penitpu tani.20

Pernyataan inilah tanggapan terhadap tindakan kaumtani yang dipelopori oleh BTI dalam usaha mereka men-jalankan pelaksanaan landreform.

Memang sulit mengatakan siapakah yang bertang-gungjawab atas terjadinya “aksi-aksi sepihak” itu. Keduabelah pihak menggunakan istilah tersebut secara bebas dimana BTI dan PKI menyebutkan bahwa tuan tanah danpejabat desa telah melakukan aksi sepihak dalam meng-halangi kaum tani mendapatkan hak mereka, sedangkanbagi pemilik tanah serta organisasi yang mewakilinya me-mandang tindakan kaum tani yang mendahului keputus-an pemerintah merupakan tindakan sepihak.21

Meskipun demikian, identifikasi aksi sepihak denganPKI dan BTI bukanlah tanpa alasan. Aksi massa terkaitlandreform dimulai untuk pertama kalinya Februari1964. Di Klaten, inisiatif menjalankan aksi sepihak dimu-lai dengan mengadakan rapat umum BTI di alun-alunkota. Suasana rapat didukung oleh spanduk-spandukyang terpampang sepanjang jalan dengan tulisan-tulisanmencolok seperti “Tanah Untuk Tani Penggarap” dan“Gantung Tujuh Setan Desa”.22 Di Klaten pula tanggal 14

20. Duta Masjarakat, 19 Djanuari 1965.21. Pembatasan tentang ini diuraikan oleh Margo Lyons. “Dasar-Dasar Kon-

flik di Daerah Pedesaan Jawa”, dalam Soediono M.P. & Gunawan Wiradi(ed)., Dua Abad Penguasaan Tanah. Jakarta: PT Gramedia, 1984, hal.202-220.

22. Laporan Tentang Studi Mengenai Keresahan Pedesaan Pada Tahun1960-an. Pusat Penilitian dan Studi Pedesaan dan Kawasan UGM. Jakar-ta: Yayasan Pancasila Sakti, 1982, hal.43.

Shohib
Highlight
Page 96: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

90

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

April 1964, Njoto berpidato di depan massa dan menegas-kan prinsip “Tanah bagi mereka yang benar-benar meng-garapnya” serta slogan “Hancurkan Tujuh Setan Desa”sebagai bagian dari aksi kaum tani untuk menjalankanlandreform yang mengalami kemacetan. Njoto jugamemberikan sambutan hangat terhadap hasil-hasil yangtelah dicapai oleh kaum tani di daerah Wedi, Trutjuk,Jogonalan, Prambanan, Wonosari, dan lain tempat.23

Aksi-aksi kaum tani diarahkan pada berbagai tin-dakan yang pada umumnya tetap berada dalam cakupanketentuan UUPA dan UUPBH seperti: (1) pengambilankembali tanah-tanah gadai dan sewa; (2) pengubahanperjanjian bagi hasil menurut UUPBH; (3) pembatalanpenggadaian tanah dan ijon; (4) pembelaan hak “penghu-ni liar” pada tanah perkebunan atau tanah absentee.24

Sepanjang 1964, gerakan aksi sepihak di daerah Kla-ten sebagai tempat tuntutan mengadakan aksi sepihakpertama kali dinyatakan, dilaporkan telah terjadi seba-nyak 30 kali aksi sepihak. Kemudian, pada 1965, gerakanaksi sepihak banyak terjadi sekitar bulan Februari danApril yang meliputi wilayah kelurahan Tanjung, keca-matan Juwiring dan kelurahan Jlobo, kecamatan Wono-sari; kelurahan Joton dan kecamatan Jogonalan.25

Sebagai contoh lain dalam meninjau persoalan aksisepihak ini, ada baiknya kita lihat kajian Aminudin Kasditentang konflik di desa Samirejo, Kabupaten Ngawi.26 Di

23. Mortimer. Op.Cit., hal.40.24. Margo Lyons. Op.Cit., hal. 211.25. Sartono Kartodirdjo. Op.Cit., hal. 46.26. Untuk uraian lebih detail bisa dilihat dalam Aminudin Kasdi. Masalah

Tanah Dan Keresahan Petani Di Jawa Timur 1960-1965 Studi TentangGerakan Aksi Sepihak Yang Dilancarkan Oleh PKI-BTI. Tesis S2. FakultasPasca Sarjana UGM, 1990. Untuk selanjutnya, ilustrasi tentang berjalan-

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 97: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

91

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

desa ini, kaum tani menggelar aksi menggugat keduduk-an tanah wakaf milik Yayasan Pemeliharaan dan Perluas-an Wakaf Pondok Modern Gontor (YPPWPMG) seluas163,879 hektar yang sebelumnya milik H. Anwar Shodiq,seorang pemilik tanah luas di desa tersebut. Ia mem-pekerjakan sekitar 40 kepala keluarga di atas tanah seluas2,511 hektar.27 Tanggal 9 Desember 1960, atau setelah tigabulan UUPA diberlakukan dan pemerintah merencana-kan penetapan batas pemilikan batas pemilikan tanahmaksimum, H. Anwar Shodiq mewakafkan tanah milik-nya seluas 163,376 hektar tanah di desa Dadung Sambire-jo dan 24,926 hektar tanah di desa Mantingan kepadaYayasan Pondok Pesantren Modern Gontor.

Setelah selesainya perjanjian bagi-hasil pada bulanSeptember 1963 antara petani penggarap dan pemiliktanah, maka kaum tani mulai melakukan aksinya denganmembawa pulang semua hasil garapan. Sampai denganmusim tanam 1963-1964, tindakan tersebut terus dija-lankan tanpa sepengetahuan yayasan. Berulangkali per-selisihan tersebut dibawa ke dalam sidang Panitia Land-reform Kecamatan. Namun hasil sidang yang selalu ber-ubah-ubah membuat kedua belah pihak yang bersengketasulit didamaikan. Petani penggarap tetap menolak untukmenyerahkan hasil garapannya karena keputusan yangdiambil panitia tanggal 20 April 1964 tidak melibatkanpersetujuan petani penggarap. Pada akhirnya, atas inisia-tif Abdullah Mustaqim, dikumpulkanlah sekitar 100 orangpemuda Islam untuk menuntaskan masalah itu. Dalamrapat yang tegang tanggal 1 Mei 1965, Abdullah Mustaqim

nya aksi sepihak didasarkan pada karya ini. 27. Ibid., hal.250-288.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 98: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

92

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

mengkomandoi para pemuda untuk menyerbu para petanipenggarap dalam pertemuan tersebut dengan pentungandan tongkat.28

Konflik serupa yang timbul akibat proses pelaksanaanlandreform terjadi pula di kecamatan Losari, Cirebon.Menurut pernyataan DPP BTI tentang konflik ini, di desaKalirahaju Tawangsari, Kecamatan Losari Cirebon terda-pat “tanah tambak kelebihan dari batas maksimum jangditetapkan oleh Undang-Undang No. 50 Prp/1960, tidakkurang dari 192 bouw milik beberapa tuan tanah yangbertempat tinggal di daerah Brebes yang digelapkan”. BTImenyatakan bahwa tanah itu merupakan tanah kelebihanmilik guntai (absentee) dan digelapkan, karena seharus-nya tanah itu dikuasai oleh negara untuk diredistribu-sikan. Salah seorang dari tuan tanah bernama HA ber-tempat tinggal di Pangaben (Brebes). Di daerah JawaTengah sendiri HA memiliki tanah tidak kurang dari32,552 ha. Di Kalirahaju, menurut DPP BTI HA memiliki21,5 hektar tanah. Panitia Landreform tingkat II Cirebonatas dasar surat Panitia Landreform Brebes, telah meng-instruksikan kepada Panitia Landreform Losari agarselambat-lambatnya tanggal 11 November 1964 sudahmenguasai tanah lebih bekas milik HA itu dan meng-usulkan daftar kaum tani yang akan menerima redis-tribusi tanah lebih itu.

Namun, pada tanggal 28 November 1964, MansurKuwo, Ketua Panitia Landrefrom kelurahan yang menu-rut BTI dikenal sebagai bekas anggota partai terlarangMasjumi, mengeluarkan pernyataan bahwa tanah lebihseluas 10,238 hektar itu sudah dijual kepada 3 orang

28. Aminudin Kasim. Ibid., hal. 330-347.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 99: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

93

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

29. Duta Masjarakat. 19 Mei 1965.

sejak 12 Agustus 1960. Menurut BTI, jika pernyataanKuwo tersebut benar, tentu tanah itu oleh Panitia Land-reform Tk. II tidak didaftar sebagai tanah kelebihan, te-tapi kenyataannya tanah tersebut telah didaftarkan seba-gai tanah kelebihan. BTI mengatakan bahwa tindakanKuwo ini sangat menggelisahkan, dan jika dibiarkan, se-mua tanah kelebihan akan digelapkan.

Pada 14 April 1965, kaum tani mendesak PanitiaLandreform agar segera menguasai tanah-tanah lebih itudan memberikan surat hak garap kepada kaum tani peng-garap, yang wajib membayar sewa kepada negara lewatPanitia Landreform dan bukan kepada tuan tanah sesuaidengan PP No. 224/1961. Meski demikian, DPP BTI me-laporkan bahwa pada tanggal 22 April 1965 jam 23.00,pemilik tanah mengirimkan serombongan “teroris” danmenyerang kaum tani yang sedang menjaga tambak gara-pannya dengan alat-alat pemukul. Kaum tani berhasilmeringkus 2 orang dari gerombolan teroris tersebut danBTI melaporkan bahwa mereka adalah bekas tentaraDarul Islam (DI) yang sudah dikenal oleh kaum tani.Selain itu, DPP BTI mengatakan bahwa mereka mengakudiupah oleh tuan tanah HA masing-masing Rp. 4.000,-dan 4 gedeng padi, untuk meneror kaum tani. Setelah tin-dakan pertama gagal, maka pada malam itu juga gerom-bolan yang lebih besar, menyerbu rumah-rumah kaumtani, merusak barang-barang, membacok dan mengania-ya siapa saja yang dijumpainya.29

Meski demikian, pada bulan Juni 1965, dalam rapatakbar NU di desa Kalirahayu kecamatan Losari, pernyata-an BTI dibantah oleh ketua PBNU K.H. Masjkur. Menu-

Shohib
Pencil
Page 100: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

94

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

rutnya, hal itu hanyalah usaha BTI memutarbalikkanfakta dalam kasus tersebut :

Saja merasa bersjukur kepada Tuhan Jang MahaEsa dan terima kasih kepada Tjatur tunggal danmasjarakat Losari jang telah dapat menjelesaikanperistiwa Kalirahaju (Losari) dengan djalan mus-jawarah. Di samping itu saja merasa ketjewa de-ngan adanja usaha2 tertentu jang mengeruhkandan memutarbalikan peristiwa Kalirahaju itu de-ngan berita2 propokasi jang dapat menggon-tjangkan umat Islam…30

Kedua kasus di atas merupakan contoh dari rangkai-an tindakan yang mewarnai pelaksanaan landreform didaerah. Meski demikian, pelaksanaan landreform tidakselalu menimbulkan ketegangan dan pertentangan tajamdi pedesaan tempat pengaruh PKI dan BTI bercokol kuat.Selain itu, persoalan yang timbul dalam pelaksanaanlandreform tidak hanya menyangkut organisasi PKI danBTI semata. Bagi PNI, persoalan menjalankan land-reform telah menimbulkan perpecahan dalam tubuh par-tai sendiri. Kader-kader muda PNI dan organisasi massadi belakangnya mulai memandang bahwa mereka harusberada di pihak buruh tani dan tani miskin dalam menye-lesaikan masalah landreform. Pimpinan PNI di pusatpun mengambil pandangan serupa yang mendorong pe-laksanaan landreform secara radikal.31 Meskipun demi-kian, para pemimpin di daerah yang banyak mendapat-

30. Duta Masjarakat. 3 Juni 1965.31. E. Utrecht. Op.cit., hal. 82-83.

Shohib
Highlight
Shohib
Pencil
Page 101: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

95

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

kan dukungan dari kalangan birokrasi dan petani kayacenderung bertindak hati-hati dan konservatif. Kecuriga-an mereka terhadap perluasan pengaruh komunis dantindakan-tindakan kasar yang dialami menyebabkan me-reka menjalankan kebijakan yang lebih sesuai dengan kon-disi lokal di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.32

Sepanjang berjalannya aksi sepihak sejak awal 1964hingga pertengahan 1965, organisasi-organisasi keagama-an terutama ormas dan partai Islam menjadi kendalautama dalam proses aksi sepihak di Jawa, Lombok danSumbawa. Dari beberapa penyelidikan sehubungan de-ngan terjadinya kasus aksi sepihak seperti di keresidenanDemak dan Pati, terungkap bahwa penghibahan tanaholeh para haji dan kyai menjadi tanah wakaf sering me-micu sengketa dalam menentukan tanah kelebihan olehpanitia landreform di tingkat lokal.33

Hingga Mei 1965, persoalan sengketa tanah yang me-warnai kehidupan politik di desa membuat pemerintahpusat campur tangan. Sejak 1964, usaha meredam danmenengahi konflik sebenarnya telah dijalankan olehpemerintah. Tanggal 12 Desember 1964, Presiden Soe-karno memanggil semua organisasi politik yang ada danmembahas masalah yang muncul akibat ketegangan yangterjadi di pedesaan. Pertemuan ini diadakan beeberapaminggu sebelum terjadinya perkelahian bersenjata dantiga orang petani ditembak oleh polisi di Ketaon, kabupa-ten Boyolali, Jawa Tengah.34 Pertemuan tersebut meng-hasilkan kesepakatan di antara partai politik yang ada

32. J.E. Rocamora. “The Partai Nasional Indonesia, 1963-1965.” dalam Indo-nesia. No. 10, October, 1970, hal. 161-164.

33. Ibid., hal. 84.34. Mortimer. Op. Cit., hal. 55.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 102: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

96

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

untuk menahan diri dari tindakan yang merugikan setiappihak dalam pelaksanaan landreform. Kesepakatan inikemudian dikenal dengan sebutan Deklarasi Bogor.

Pada 20 Januari 1965, Presiden Soekarno dalam si-dang DPA membentuk sebuah Panitia Perumus yang ber-tugas merumuskan pokok pembicaraan oleh 20 oranganggota DPA mengenai persoalan pelaksanaan land-reform. Panitia tersebut diketuai oleh Dr. A.M.Tambunan SH., sedang anggotanya terdiri dari Munir,Bambang Murtijoso, Mayor Jenderal KKO Suhadi, Asmu,K.H. Farid Ma'ruf, Tjilik Riwut, dan K.H. Idham Chalid.35

Dalam sidang DPA tersebut, akhirnya ditetapkan suatuperumusan dan pertimbangan mengenai pelaksanaanlandreform tanpa menimbulkan kekerasan.36

Tapi lagi-lagi, rumusan konkret dari sidang tersebutbaru dapat dijalankan empat bulan kemudian dengan ter-bentuknya lembaga pengadilan landreform. Pada tanggal24 Mei 1965 pemerintah melalui Menteri KoordinatorHukum dan Dalam Negeri merangkap ketua MahkamahAgung Wirjono Pradjodiko melantik para hakim anggotaPengadilan Landreform Pusat. Dalam kesempatan terse-but, pemerintah berharap bahwa dengan pelantikan ini,maka telah dianggap cukup usaha sementara PengadilanLandreform Pusat dan daerah yang semuanya meliput 18Pengadilan Landreform. Dalam kesempatan tersebut,ketua Mahkamah Agung melantik para hakim yang ma-sing-masing terdiri dari Abdulrachman SH sebagai ketuasidang Majelis Pengadilan Landreform Pusat/KepalaPengadilan Landreform Pusat; Soerjadi SH sebagai ketua

35. Duta Masjarakat. 21 Januari 1965.36. Duta Masjarakat. 23 Januari 1965.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 103: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

97

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

sidang Majelis Pengadilan Landreform Pusat dengan ha-kim anggota: Noto Sukardjo (DPP BTI). Drs. Abdul Kadir(PP Pertani), J.F. Sitohang dari (PP Tani Pantjasila), BudiHarsono, Nj. Hartiani Trenggoro SH, Soeharto Rebo(DPP Tani Marhaen).37

Usaha mengatasi ketegangan dan konflik yang timbulmelalui pembentukan lembaga pengadilan landreformtersebut menunjukan usaha pemerintah untuk segerameredam gejolak yang semakin tinggi di daerah. Namundemikian, usaha tersebut di lapangan nampaknya sulituntuk bisa berjalan dengan memuaskan. Picu yang telahditarik melalui tindakan aksi sepihak di pedesaan Jawatidak lagi dapat dikendalikan lagi arahnya.

GEJOLAK DAN PERTENTANGAN POLITIK DESA

Perkembangan selanjutnya yang terjadi setelah maraknyatindakan aksi sepihak adalah semakin meningkatnya ke-tegangan di antara kekuatan-kekuatan politik pendukungNASAKOM yang ada di daerah. Berbeda dengan harapanpara pemimpin mereka di pusat, kekerasan dan ketegang-an yang melibatkan kader-kader tingkat bawah di daerahtetap berjalan dengan atau tanpa melalui instruksi daripucuk pemimpin mereka.

Bahkan para pemimpin pusat PKI mulai berbicara ke-pada para kader daerahnya agar menahan diri dalam ini-siatif mereka menjalankan landreform. Usaha ini terbi-lang cukup berhasil meredam ekskalasi konflik, terbuktidari menurunnya tingkat aksi selama minggu-minggu

37. Duta Masjarakat. 25 Mei 1965.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 104: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

98

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

pertama disepakatinya Deklarasi Bogor.38 Namun hal initidak mencegah tingkat ketegangan dan konflik yang te-lah terbentuk antara organisasi-organisasi di bawah pe-ngaruh PKI dengan kalangan organisasi Islam. Di JawaTimur, para pemimpin PNI yang sebelumnya bergabungbersama NU dalam menentang aksi sepihak mulai me-narik jarak dengan NU dan menyerukan persatuan nasio-nal setelah melihat gelombang perlawanan dan penen-tangan yang ditunjukkan oleh kelompok Islam menjadisemakin militan dan ekstrem.39

Ketua PKI D.N. Aidit pada Januari 1965 mulai me-nyatakan bahwa pertentangan antara para pendukungManipol di daerah-daerah sehubungan dengan pelaksa-naan landreform telah disusupi elemen-elemen subversifdukungan CIA (Central Intellegence Agency) yang me-mecah-belah persatuan nasional. Hal senada diungkap-kan para pemimpin BTI yang menyerukan pada kader-kadernya agar tidak terpancing oleh provokasi yangmenghancurkan kesatuan nasional.40

Memang, apabila dicermati konflik-konflik yangberlangsung sepanjang Februari 1965 di Jawa Timur, per-tentangan yang terjadi bukan lagi terkait dengan per-soalan landreform, melainkan sudah merupakan benih-benih pertentangan antara masing-masing kekuatan poli-tik pendukung NASAKOM. Hal ini ditunjukkan dalamaksi-aksi seperti demonstrasi antikomunis di Banyu-

38. Mortimer. Op.Cit., hal.56.39. Di Jawa Tengah konflik di antara kekuatan politik dalam konteks aksi

sepihak melibatkan dua kekuatan besar antara PKI dan PNI. Sedangkandi Jawa Timur konflik diwakili oleh PKI dan NU. Uraian lebih lanjut dapatdilihat dalam Laporan Pusat Penelitian dan Studi Pedesaan & KawasanUGM. Op.Cit., hal. 54-96.

40. Mortimer. Op.Cit., hal. 60.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 105: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

99

GEJOLAK PEDESAAN DAN RADIKALISASI PETANI

wangi di mana sekitar 500 orang pemuda Islam mene-riakkan kata-kata “hancurkan kaum ateis” dalam pertun-jukan wayang kulit yang dituduh menghina agama. Parapemuda Ansor di Bogen Surabaya mengatakan apabilapemerintah membiarkan orang menginjak-injak Al’quran,maka organisasi Ansor sendiri yang akan menghancur-kan mereka. Di Bangil, sekelompok pemuda Muslimmembubarkan rally BTI dengan alasan bahwa merekamengatakan bahwa agama Islam merupakan ciptaanorang-orang Arab.

Dari rangkaian peristiwa pertentangan fisik antarakubu komunis dan non-komunis di atas terlihat betapaisu utama telah bergeser dan tidak lagi membahas per-soalan untuk menyelesaikan masalah landreform. Hari-an Rakjat melaporkan kerugian-kerugian yang dialamiBTI di Jawa Timur sepanjang bulan Februari akibat“teror”: 4 orang kader BTI terbunuh, 43 petani terluka, 50hektar tanaman hancur, 13 rumah kader BTI dan petanihancur dan 12 papan nama milik BTI dirusak.41

Pertentangan di antara masing-masing kekuatan poli-tik di wilayah pedesaan telah menyebabkan kedudukankaum komunis semakin terdesak dengan bergabungnyakekuatan nasionalis dan agama dalam satu kubu. UlasanWertheim tentang bentuk konflik tersebut di pedesaansudah menjurus dalam suatu tingkat perjuangan kelas dipedesaan. Argumennya adalah bahwa selama berjalannyaaksi sepihak yang dipelopori oleh PKI, terlihat suatuperkembangan solidaritas horisontal di antara petanipenggarap dan petani miskin yang diwakili oleh PKI da-lam memperjuangkan nasib mereka melawan tuan tanah

41. Ibid.,hal. 58.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 106: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

100

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

dan para pejabat negara yang nampak menjadi pengha-lang bagi kaum tani untuk mendapatkan tanahnya.42

Aksi-aksi kaum tani beserta rangkaian konflik yang terja-di sudah melampaui batasan yang diberikan dalam ideo-logi marhaenisme dan aliansi politik yang diwakili dalamkubu NASAKOM.43

42. W.F. Wertheim. “Indonesia before and after the Untung Coup,” dalamPacific Affairs. No. 1 & 2 , Spring-Summer, 1966, hal. 115-127.

43. Sejak jatuhnya pemerintahan Soekarno tahun 1966, di daerah pedesaanJawa terjadi arus balik yang memukul kekuatan komunis di pedesaan.Banyak kader-kader komunis yang terbunuh dan ditahan dalam aksi-aksiyang dilakukan oleh kekuatan antikomunis di pedesaan. Gambaran lebihjelas tentang situasi ini dapat dilihat dalam Harian Suara Islam yang ter-bit selama 1966-1967.

Shohib
Pencil
Shohib
Pencil
Page 107: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

101

Saat saya mengawali penulisan buku ini, fokus utamasaya adalah mencermati perkembangan kebijakan land-reform pada masa Demokrasi Terpimpin dari perspektifekonomis semata. Namun, setelah mempelajari sumber-sumber yang lebih luas, saya sadar bahwa rentang masa-lah yang terdapat dalam persoalan landreform di Indone-sia ternyata memang tidak dapat dibatasi dalam sudutpengertian ekonomis semata.

Memang, apabila kita mengikuti retorika dan seruan-seruan yang dilontarkan oleh para perumus kebijakanlandreform, tujuan sebenarnya yang hendak dicapai ada-lah suatu perbaikan kondisi ekonomi masyarakat melaluiusaha mempertinggi tingkat produksi dan membebaskankaum tani dari belenggu feodalisme di pedesaan. Namun,bersamaan dengan tujuan-tujuan yang bertumpukanpada masalah ekonomi nasional, landasan sebenarnya

PENUTUP

Page 108: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

102

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

terungkap bila masalah tersebut dikaitkan dengan struk-tur kekuasaan yang dibangun selama periode DemokrasiTerpimpin.

Pada prinsipnya, apapun jenis kebijakan yang lahir se-masa periode Demokrasi Terpimpin, jantung persoalan-nya lebih berakar pada bagaimana merumuskan tujuanpolitik di dalam struktur pemerintahan Demokrasi Ter-pimpin. Dalam hal ini, kebijakan landreform yang dite-tapkan oleh pemerintah pada saat itu secara tidak lang-sung merupakan suatu hasil yang ditujukan untuk me-mukul rumusan-rumusan ekonomi para penentang ba-ngunan kekuasaan Demokrasi Terpimpin. Landreformsebagai suatu kebijakan berawal dari usaha membangunmodal dan kekuatan yang dimiliki di dalam negeri sendiri.

Dengan demikian, hal ini mencerminkan suatu kon-sepsi yang menentang secara langsung kebijakan men-dukung modal asing yang mewarnai pemerintahan Demo-krasi Parlementer. Begitu para pendukung kekuatan De-mokrasi Terpimpin mendapatkan kesempatan untuk me-realisir kebijakan-kebijakannya, legitimasi pemerintahantersebut menjadi semakin kuat dengan dukungan yangdiberikan melalui mobilisasi massa dan pergeseran orien-tasi politik yang bergerak semakin ke kiri pada saat itu.Tidak heran apabila kemudian kebijakan-kebijakan yanglahir dari pemerintah saat itu secara tidak langsung kentalwarna kerakyatannya, seperti dengan ditetapkannya land-reform pada 24 September 1960.

Meskipun demikian, dalam praktik program-programyang direncanakan ternyata tidak mudah dilaksanakan.Wewenang dan kekuasaan pemerintahan Demorasi Ter-pimpin hanya tercerminkan dalam suatu bentuk pembi-caraan formal di dalam struktur pemerintahan yang men-

Page 109: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

103

PENUTUP

cakup birokrasi sipil dan militer. Terlebih lagi, gema kebi-jakan yang dilahirkan hanya memiliki jangkauan terbatasdi wilayah pusat-pusat pemerintahan saja. Berkenaan de-ngan situasi tersebut, ditetapkannya kebijakan land-reform merupakan cerminan yang sangat tegas dari kon-disi yang ada. Persoalan pertama yang terdapat dalamprogram tersebut adalah oleh siapakah kebijakan terse-but dijalankan? Kemudian, dengan cara seperti apakahlandreform dijalankan?

Dari kenyataan sejarah yang muncul sehubungan de-ngan pelaksanaan landreform di Indonesia, organisasinegara yang dibentuk dari pusat hingga tingkat desa yangbertanggung jawab menjalankan landreform terbuktitidak mampu menjalankannya secara efektif. Desakandari kekuatan-kekuatan organisasi massa aksi-aksi yangsemakin radikal, sebagian besar memang mencerminkanketidakmampuan pemerintah untuk menjadikan land-reform sebagai program nasional pemerintah. Di wilayahpedesaan, justru kekuataan yang paling aktif mendorongdijalankannya kebijakan tersebut adalah organisasi-organisasi massa radikal.

Kenyataan ini pada hemat saya merupakan bukti le-mahnya kekuatan aparat kekuasaan negara dan terbuka-nya wilayah pedesaan sebagai ajang pertarungan antarakekuatan politik yang ada pada saat itu. Di tingkat lokal,suatu kebijakan hanya dapat didukung oleh seberapabesar pengaruh dan kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing kelompok politik, seperti yang ditunjukan di JawaTimur dan Jawa Tengah selama dijalankannya kebijakanlandreform. Kondisi ini adalah bukti bahwa kekuasaannegara pada saat itu sangat lemah dalam mengurus biro-krasi dan aparatnya sendiri sampai ke tingkat daerah.

Page 110: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

104

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Sebuah kebijakan yang telah diputuskan di pusat bisalemah bahkan patah pelaksanaannya dalam penerapan-nya di daerah.

Dari sudut kaum tani sendiri, program pembagiantanah dan perbaikan perjanjian bagi hasil telah menjadiseruan yang menarik simpati mereka, terutama kalangankaum tani miskin dan tani tak bertanah yang berjumlahmayoritas di pedesaan. PKI dan BTI telah berhasil mena-rik simpati mereka, pada saat aparat negara tidak mampumenjalankan kebijakan tersebut. Namun simpati yangmengalir tersebut pada akhirnya justru seperti bumerangketika mereka tidak mampu mengendalikan tingkatradikalisasi massa petani yang berhasil mereka raih.

Page 111: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

105

DOKUMEN DAN LAPORANBank Indonesia. Laporan Tahun Pembukuan 1958-1959.

Indonesia : G.Kolf & Co. 1958.

Biro Pusat Statistik. Luas Panen dan Produksi Tanaman

Rakjat Berumur Pendek di Djawa dan Madura

(angka-angka sementara). 1956. Djakarta.

Departemen Agraria. Seminar Landreform (dua jilid). 17

Oktober - 16 November 1960. Djakarta,1960

Dewan Pertimbangan Agung RI. Perintjian Manifesto

Politik Republik Indonesia 17 Agustus 1959. Jakarta,

1959.

Dewan Perwakilan Rakyat-RI, Risalah Perundingan 1951.

Djilid X. Djakarta,1951.

Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang No.

56/1960 tentang penetapan luas Tanah.

Surat Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No.

DAFTAR PUSTAKA

Page 112: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

106

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

30/ka/1962 tentang penetapan tanah-tanah yang

terkena landreform. 1962.

Undang-Undang Pokok Agraria dan Landreform R.I.

Jajasan Pertanian Nasional, Jakarta. 1961.

KORAN DAN MAJALAHAbadi. 1960

Duta Masyarakat. 1960 - 1965

Kedaulatan Rakyat 1960

Merdeka 1960 - 1965

Penerangan Rakyat. 1961

Pikiran Rakyat, 1960

Suara Islam, 1966-1967

Suara Tani 1960 - 1965

Suluh Indonesia 1960-1965

ARTIKELAnderson, G.A. “The Rural Market in West Java”, Eco-

nomic Development and Cultural Change, 28(4).

Brand, W. “Some statistical data on Indonesia", Bijdragen

tot de Taal, Land-en Volkenkunde, 125, N0.3.1969.

Daroesman, R. “An Ekonomic Survey of West Java”,

Bulletin of Indonesian Ekonomic Studies. 16 (1), 1972.

Horikoshi, H. “The Dar Ul-Islam in West Java, 1948 -1962:

an Experience in the Historical Procces” Indonesia.

Cornell Modern Indonesia Project, Ithaca.20, 1975.

Husken, F. “Landlords, Sharecropers and Agricultural

Labourers: Changing Relations In Rural Java”,

Journal of Contemporary Asia.

“Indonesia: Peasant Revolts”, F.E.E.R. July,9. 1964

Mackie,J.A.C. “Indonesia’s Government Estates and Their

Masters", Pasific Affairs. 34 (4), Winters 1961-2

Page 113: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

Pelzel, Karl J. The Agricultural Foundation”, dalam McVey,

Ruth T. (ed.). Indonesia. New Haven, Conn., HRAf,

1963. (Yale Uneversity Southeast Asia Studies).

Roeder, O.G. “Infonesia: Speeding Reform”. F.E.E.R.

January. 1965.

Soeria Atmadja, R.S. “Di Sekitar Pelaksanaan Rentjana

Pembangunan Masjarakat Desa”, Ekonomi dan Ke-

uangan. 13 (9/10), Sept/Okt 1960.

Utrecht, E. “Landreform in Indonesia,” B.I.E.S. 4 (3):

1969.7188.

_________ “Landreform and BIYAS in Indonesia”,

JCA.1973: 149-164

Van der Kroef, Justus M. “Agrarian Reform and The

Indonesian Communist Party”, Far Eastern Survey.

29 (1), Jan. 1960.

________.”Indonesia’s Rice Economy: Problems and

Prospects”, American Journal of Economy and

Sociology. 22 (3), July 1963.

________. “Land Tenure and Social Structure in Rural

Java”, Rural Sociology. 25 (4), Dec. 1960.

________. “Peasant and Land Reform in Indonesian

Communism”, Journal of Southeast Asian History. 4

(1), Mar. 1963.

BUKUAdiwilaga, R.A. Laporan Daerah Aliran Sungai Tjika-

pundung-Hulu, Kawedanaan Lembang, Kabupaten

Bandung. Kantor Perantjang Tata Bumi, 1954.

Bandung.

Anrooij, F. van et.al., (eds). Between People and Statistics.

Essays in Modern Indonesian History Presented to P.

Creutz-berg. The Hague, Nijhoff. 1979.

107

DAFTAR PUSTAKA

Page 114: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

Aidit, D.N. Kaum Tani Menganyang Setan-setan Desa

Djakarta, Jajasan Pembaruan, 1964.

Anderson, G.A. The Structure and Organization of Rural

Marketing in the Cimanuk River Basin, West Java,

Bogor, Agro-Economic Survey, Rural Dynamics Series

No.3.1978.

Boeke, J.H. et.al., Indonesian Economics: The Concept of

Dualism in Theory and Policy. Den Haag: van

Hceve.,1961.

Bomgaard, P. Children of the Colonial State: Population

Growth and Economic Development in Java, 1795-

1880. Diss. Universiteit Amsterdam. 1987.

________. Between Sovereign Domein and Servile

Tenure. The Development of Rights to Land in Java,

1789-1870. (CAS 4). Doordrecht: Foris. 1988.

Braverman, Avishay. Agrarian Reforms in Developing

Rural Economies Characterized by Interlinked Credit

and Tenancy Markets. World Bank Staff Working

Paper No. 443, Washington D.C. 1980

Breman, J.C. The Village on Java and the Early Coloniate.

[CSAP Series 1]. Rotterdam: Erasmus Universiy

Comparative Asian Studies Programme. 1980.

_________. Control of Land and Labour in Colonial

Java. [VKI 101]. Dordrecht: Foris, 1983.

Dewey, Alice G. Peasant Marketing in Java. New York,

Free Press of Glencoe, 1962.

Geertz, Clifford, Mojokuto: Dinamika Sosial Sebuah Kota

di Jawa. PT Pustaka Grafiti Press, Jakarta. 1986.

Hansen, Gary E.(ed). Agricultural and Rural Development

in Indonesia. Westview Press, USA. 1981

Hart, Gillian. Labour Allocation Strategies in Rural

Javanese Households. Cornell University, 1976. (Ph.D

108

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Page 115: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

Thesis)

_________. Power, Labour, and Livelihood. Processes of

Chance in Rural Java. Berkeley: Univ. of California

Press. 1986.

________. et.al. (eds.) Agrarian Transformation.

Accumulation, Social Conflict and the State in South-

east Asia. Berkeley: Univ. of California Press. 1938.

Hardjono, Joan. Tanah, Pekerjaan dan Nafkah di

Pedesaan Jawa Barat. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta. 1290.

Hilton, Rodney. The Transition from Feudalism to

Capitalism. Verso, London. 1982

Hiroko. A Traditional Leader in a Time of Change. The

Kyai and Ulama in West Java. Ph.D. Thesis,

University of Illinois at Urbana Campaign. 1979.

Hugo, G.J. Population Mobility in West Java. Gajah Mada

University Press. 1951.

Huizer, G. Peasant Mobilisation and Reform In Indonesia

[ISS Occasional Paper No. 18]. The Hague: Institute of

Social Studies. 1972.

Husken, Frans. Een Dorp Java: Sociale Differentiatie in

een Boerenaemeenschap, 1850-198o.ACAS7A,

Harleem.

Institut Pertanian Bogor. Fakultas Pertanian. Penelitian

Mengenai Persoalan Produksi Sawah Padi dan Pe-

ngumpulan Padi Pemerintah di Djawa dan Madura.

[oleh] Team Fakultas Pertanian, IPB Bogor, 1952.

Jaspan, M.A. Social Stratification and Social Mobility in

Indonesia (Seri ilmu dan Masjarakat, 1959.)

Lyon, Margo. Bases of Conflict in Rural Java. Research

Monograph Series No. 3, 1970, University of Cali-

fornia, Center for South and Southeast Asian Studies.

109

DAFTAR PUSTAKA

Page 116: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

Maddison, Angus & Ge Prince. (eds). Economic Growth in

Indonesia 1820-1940. Foris Publications Holland.

1989. Netherlands.

Metcalf, John E. The Agricultural Economy of Indonesia.

Washington, Government. Print. Off., 1952.

Mortimer, Rex. The Communist Party of Indonesia and

Land Reform 1959-1965. Monash Paper on Southeast

Asia, No. 1. 1972.Victoria.

Muljana, B.S. “Hubungan antara Petani dan Tanah dan

Penggaruhnya terhadap Produksi Pangan”. Musja-

warah Besar Sardjana Ekonomi, Djakarta, 15 Juli 1964.

1965.

Rcekasah Adiratma, E. The Rice Marketing Structure and

The Price Received by Rice Farmers: A Case Study in

Krawang, West Java.Bogor, Fakultas Pertanian,

Universitas Indonesia. [1963?]

Scott, James T. Moral Ekonomi Petani. LP3ES, Jakarta.

1985

________ Perlawanan Kaum Tani. Yayasan Obor.

Indonesia, Jakarta. 1994.

Selo Soemardjan. Pembangunan Masjarakat di Desa

(Hasil Peneitian Perbandingan). Djakarta, Lembaga

Penjelidikan Ekonomi dan Masjarakat, Fakultas Eko-

nomi, Universitas Indonesia. (1962)

Skinner, G. William, ed., Local Ethnic and National

Loyalties in Villages Indonesia. New Haven: Yale

University Cultural Report Series, 1959.

Slamet, Ina E. Pokok-pokok Pembangunan Masjarakat

Desa. Djakarta, Bharata 1965.

Soemarsono. Himpunan Peraturan-peraturan Land-

reform. Djakarta, Departemen Agraria, 1965.

Tjondronegoro, Soediond M.P. & Gunawan Wiradi. (ed).

110

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH

Page 117: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

Dua Abad Penguasaan Tanah, Pola Penguasaan

Tanah Pertanian di Jawa. dari Masa ke Masa.

Yayasan Obor Indonesia, 1934. Jakarta.

Ueno, Fukuo. Desa Cimahi: Analysis of a Village on Java

During the Japanese Occupation (1943). Comparative

Asian Studies Programe. Rotterdam, 1988.

van der Koff, G.H., The Historical Development of the

Labour Relationships in a Remote Corner of Java as

They Apply to the Cultivation of Rice. New York,

Institute of Pacific Relations, International Research

Series Report C.1936

Van Doorn, J.A.A. & W.J. Hendrix. The Emergence of a

Dependant Economy: Consequences of the Opening

up of West Priangan, Java, to the Process of

Modernization. CSAP. Roterdam, 1983.

Walinsky, L.J. (ed). Agrarian Reform as Unfinished

Business: The Selected Paper of Wolf Ladejinsky. New

York, Oxford Univer-sity Press, 1977.

White, Benjamin. Political Aspect of Poverty, Income

Distribution and Their Measurement: Some Examples

From Rural Java. RDS Series No. 5, Bogor, 1978

Wiradi, Gunawan. Rural Development and Rural Insti-

tutional Changes in West Java. Bogor: Survey Agro

Ekonomi, Seri Dinamika Pedesaan, No. 6. 1976.

111

DAFTAR PUSTAKA

Page 118: TANAH BAGI YANG - PPPM · landasan dasar peralihan sistem hukum tanah kolonial menjadi hukum agraria yang bersifat nasional.23 Pelaksa-naan landreform yang didasarkan pada Undang-undang

112

TANAH BAGI YANG TAK BERTANAH