t1 312007070 bab ii - uksw

24
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini Penulis mendiskripsikan suatu tinjauan kepustakaan. Deskripsi tentang Tinjauan Pustaka itu dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan (legal issue) yang telah Penulis kemukakan dalam Bab I yaituApakahDebitur mempunyai hak untuk mengetahui adanya peralihan piutang 1 . Gambaran tentang studi kepustakaan ini meliputi pula arti pentingnya studi kepustakaan dan sistem peralihan piutang antara asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang mengatur mengenai peralihan piutang yang difokuskan terhadap legal issue hak Debitur untuk mengetahui adanya peralihan piutang pada dua tradisi hukum, yaitu asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang berlaku baik dalam tradisi hukum positif di Inggris maupun yang terjadi dalam tradisi hukum positif di Indonesia. 2.1.Arti Penting Studi Kepustakaan Comperative study untuk dikemukakan di sini sehubungan dengan studi kepustakaan tersebut diatas, dengan rumusan masalah penelitian 2 dan penulisan karya tulis kesarjanaan ini adalah baik subrogasi, cessie dan novasi dalam hukum positif Indonesia maupun metode assignment, cessie dan novation dalam hukum positif Inggris, berlaku prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum yang pada hakekatnya adalah kontrak (contracts) yang mendikte (the dictate of the 1 Lihat Rumusan Masalah, suatu Judul 1-3, dalam Bab I Karya tulis ini. 2 Tentang rumusan masalah penelitian skripsi ini dapat dilihat kembali pada Bab I sub judul 1-3.

Upload: others

Post on 01-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: T1 312007070 BAB II - UKSW

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini Penulis mendiskripsikan suatu tinjauan kepustakaan.

Deskripsi tentang Tinjauan Pustaka itu dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan

(legal issue) yang telah Penulis kemukakan dalam Bab I yaituApakahDebitur

mempunyai hak untuk mengetahui adanya peralihan piutang1.

Gambaran tentang studi kepustakaan ini meliputi pula arti pentingnya studi

kepustakaan dan sistem peralihan piutang antara asas-asas dan kaedah-kaedah

hukum yang mengatur mengenai peralihan piutang yang difokuskan terhadap

legal issue hak Debitur untuk mengetahui adanya peralihan piutang pada dua

tradisi hukum, yaitu asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang berlaku baik dalam

tradisi hukum positif di Inggris maupun yang terjadi dalam tradisi hukum positif

di Indonesia.

2.1.Arti Penting Studi Kepustakaan

Comperative study untuk dikemukakan di sini sehubungan dengan studi

kepustakaan tersebut diatas, dengan rumusan masalah penelitian2dan penulisan

karya tulis kesarjanaan ini adalah baik subrogasi, cessie dan novasi dalam hukum

positif Indonesia maupun metode assignment, cessie dan novation dalam hukum

positif Inggris, berlaku prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum yang pada

hakekatnya adalah kontrak (contracts) yang mendikte (the dictate of the

1 Lihat Rumusan Masalah, suatu Judul 1-3, dalam Bab I Karya tulis ini. 2 Tentang rumusan masalah penelitian skripsi ini dapat dilihat kembali pada Bab I sub judul 1-3.

Page 2: T1 312007070 BAB II - UKSW

15

low)bahwa suatu akta metode peralihan piutang tersebut mencatat peralihan

piutang yang tidak menimbulkan akibat apapun bagi Debitur dalam hal ini tidak

mengikat Debitur sebelum penyerahan itu diberitahukan kepada si Debitur atau

secara tertulis untuk diketahui diakui oleh si Debitur.

Sekalipun Debitur juga tidak dapat mengemukakan keberatannya

mengenai terjadinya pergantian Kreditur tersebut3, namun hak Debitur untuk

mengetahui peralihan piutang adalah suatu hal prinsipip dalam hukum. Memang,

dalam studi kepustakaan,khususnya studi kepustakaan yang ditulis oleh penulis

buku teks hukum positif Indonesia yang membicarakan mengenai pentingnya hak

Debitur untuk mengetahui peralihan piutang melalui cessie, ada semacam

keseimbangan. Namun, menurut Penulis, keseimbangan seperti itu adalah hal

yang dibuat-buat dan spekulatif, tidak prinsipil.

Sutan Remy, berpendapat bahwa Debitur cukup diberitahukan saja tentang

adanya pergantian Kreditur. Dengan adanya pemberitahuan itu, Debitur kemudian

harus membayar utangnya kepada Kreditur Baru4.Seorang Kreditur lama dan

Kreditur baru tidak harus berunding atau meminta persetujuan-persetujuan

terlebih dahulu dari Debitur, menurut kepustakaan yang dikemukakan di dalam

uraian diatas.

Namun menurut pendapat Penulis, pendapat professor dan ahli hukum

perbankan terkemuka di Indonesia itu keliru.Sebab,professor itu telah

3Ibid,hlm. 92.

4Loc.It, SjahdeniRemySutan, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dari Aspek Hukum, (Pustaka

Utama Grafika, Jakarta; 1997), hlm.91.

Page 3: T1 312007070 BAB II - UKSW

16

mencampuradukan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum yang memerintah

perdagangan Internasional, atau barangkali tidak memahami lex mercatoria.

Hukum perdagangan Internasional (international commercial law) berjalan

diatas asumsi hukum yang pasti.Bahwa para pihak yang terlibat dalam peralihan

piutang adalah para professional.Mereka itu para professional, kebiasaannya

saling percaya (mutual trust) yang sangat kuat. Dikte hukum selalu membuat

mereka yakin bahwa pihak Kreditur memahami dan patuh (obedience) betul

kepada hukum untuk memastikan telah adanya persetujuan Debitur sebelum si

Kreditur mencari pihak ketiga untuk “membeli” hak tagih (piutang) si Kreditur

yang lama kepada Debitur.

Prinsip seperti itulah yang menyebabkan KUHPerdata Indonesia mengatur

secara terpisah Pasal 613 KUHPerdata ayat (3).Namun tidak boleh dibaca secara

terpisah dan membenarkan tindakan pengalihan piutang tanpa melalui persetujuan

pihak Debitur, seperti kebimbangan yang ditulis Profesor diatas.

Apa yang dikatakan oleh sang Professor diatas, bahwa apabila Kreditur

menginginkan agar pelaksanaan penjualan (piutang) cukup diketahui saja oleh

Kreditur baru dan penjualan itu justru ingin disembunyikan dari pengetahuan

Debitur, maka tentu bagi pelaksanan penjualan (piutang) tersebut tidak dapat

ditempuh dengan menggunakan lembaga cessie semata-mata adalah suatu bukti

pernyataan retrorika (tautologies) bahwa setiap peralihan piutang harus mendapat

persetujuan Debitur. Hanya saja formulasi pernyataan tantologis sang professor

itu kurang tegas dan tidak mencerminkan sifat hukum itu sendiri yang pasti dan

tegas.

Page 4: T1 312007070 BAB II - UKSW

17

Seandainya Professor diatas mau sedikit lebih jujur dan teliti, maka dalam

setiap perjanjian jaminan, hukum mendikte (the law dictate) bahwa Kreditur

mempunyai kewajiban untuk merawat benda jaminan dan memiliki atau memikul

tanggungjawab atas kerusakan yang diakibatkan baik karena kelalaian maupun

sebagai akibat dari perbuatan orang-orang yang bekerja kepadanya.

Berikut dibawah hasil penelitian individual Jeferson Kameo SH, LLM,

Ph.D yang memberi formulasi tentang hak Debitur untuk mengetahui peralihan

piutang yang tidak dipublikasikan sebagaimana berkorespondensi dengan apa

yang baru saja Penulis kemukakan diatas.

“The creditor must take reasonable care of the property and will

be, liabel for damage thereto, causal by his negligence of that of

his employees415 otherwise, he is not liable for accidental damageto

that property, unless he retains it unlawfully426. His right expires

with lost of possession437, but it has been held that possession is not

lost meorely because he gives pledged jewelery to his family to

wear8 in the same case it was confirmed that while he is not

entitled, unless otherwise agreed, to use the property, breach of

this term will usually not warrant termination of the contract. It is

submitted, however, that matters might be otherwise if that use 5Dominian Bank v. Bank of Scotland (1889) 16 R.1081. R adalah suatu singkatan dari Law Reporting dikerajaan Scotland (Skotlandia). Penulis mengakui bahwa akses atau Law Reporting seperti ini dengan nama lengkap Rettie’s Session Cases sangat sulit, mahal dan membutuhkan keahlian tinggi untuk membacanya. Penelitian individual tersebut dilakukan di Glasgow dari tahun 2001-2005. 6Frason v Smith (1899) 6.S.L.T 335. Kameo Jeferson, Penelitian Individual yang tidak dipublikasikan. SLT adalah Law Reporting kerajaan Scotland, Scots Law Times. 7Bell, Principles, 206. Bell adalah seorang institusional writers authoritative, asal Scotland. Mengenai Bell dapat dilihat pada buku Kameo Jeferson, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 8Wolitson V Horrison, 1970 S.L.T 95 penelitian Jeferson Kameo, tidak diplubikasikan.

Page 5: T1 312007070 BAB II - UKSW

18

materially reduced the value of the property. English authority has

even suggested that, while it is a breach of contract for the creditor

himself to pledged the good, that breach does not justify

rescission9, if the does he would be in the position liable to the

debtor accordingly10. If the good are lost when used, the creditor

will wholly liable11.

Atas dasar itu, maka berikut ini Penulis meguraikan tentang tinjauan

kepustakaan mengenai arti pentingnya asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang

mengatur peralihan piutang menurut sistem hukum positif Indonesia yang

selanjutnya diikuti oleh suatu uraian tentang asas-asas dan kaedah-kaedah yang

mengatur adanya peralihan piutang yang dilakukan oleh Kreditur menurut hukum

yang berlaku di Inggris.

2.2. Peralihan Piutang dan Hak Debitur

Menurut hukum Indonesia, pengalihan piutang dapat terjadi dengan

menggunakan tiga metode peralihan piutang.Ketiga metode peralihan piutang

dalam hukum positif Indonesia yang Penulis temukan dalam studi kepustakaan

yang ada, adalah cessie, subrogarsi dan novasi12.

9Donald v Suckling (1866) L.R 19 B 585.L.R.Q.B adalah Law ReportingScotlandia lengkapknya Law Report, Queen’s Bech, penelitian Kameo Jeferson. 10Wolitson v Horrison , 1978, S.L.T 95 Supra. 11Hult J. In (1995) Bernad (1707) Id. Raym, 909 at 913, dikutip penelitian yang dilakukan oleh Kameo Jeferson. 12Op. Cit, hlm. 71.

Page 6: T1 312007070 BAB II - UKSW

19

Beriku di bawah ini Penulis menguraikan masing-masing cara peralihan

piutang sebagaimana telah dikemukakan di atas:

2.1.1. Peralihan Piutang Melalui Cessie

Menurut kepustakaan yang ada, cessie adalah cara pihak untuk melakukan

peralihan piutang-piutang atas nama dan kebendahan tak bertubuh, atau hak

lainnya. Pustaka pada umumnya memberi isyarat, bahwa peralihan piutang

dengan cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata.Menurut Pasal 613

KUHPerdata, cessie harus dilakukan secara tertulis.Peralihan piutang dengan

caratertulis itu dilakukan dengan jalan membuat akta.Akta yang mencatat

peralihan piutang dengan caracessie tersebut terbentuk akta otentik maupun akta

di bawah tangan.

Akta atau dokumen dan surat(letter) yang dapat Penulis sebut sebagai

suatu kontrak (a contract) tersebut berisi penegasan bahwa hak-hak dari seseorang

Kreditur atas piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnnya

dialihkan kepada seorang pihak ketiga (a third party).Surat atau akta yang

dimaksud disebut akta cessie.

Dalam cessie, penyerahan hak-hak tersebut tidak menimbulkan akibat

apapun bagi Debitur sebelum penyerahan atas piutang kepada pihak ketiga itu

diberitahukan kepadanya atau secara tertulis.

Menurut pendapat Penulis, apa yang dikatakan sebagai penyerahan atas

piutang kepada pihak ketiga sebagaimana dinyatakan di dalam kepustakaan yang

Page 7: T1 312007070 BAB II - UKSW

20

Penulis kutip di atas tersebut tidak mempunyai arti apapun13 sebelum hal itu

diberitahukan dan dipertimbangkan oleh pihak ketiga. Asas seperti itu juga

merupakan suatu kaedah fundamental atau prinsipil dalam kontrak sebagai nama

ilmu hukum,14 yaitu bahwa esensial dalam suatu kontrak adalah kehendak atau

adanya persesuaian kehendak para pihak, atau yang sering dikenal dengan

consent.

Mengenai apa yang dimaksud dengan kebendaan tak bertubuh lainnya. Hal

itu diatur dalam Pasal 613 Ayat (1) KUHPerdata. Menurut Pasal tersebut, benda-

benda tak bertubuh adalah berupa piutang atas nama, juga berupa tagihan atas

unjuk dan tagihan tas pembawa. Dengan perkataan lain, ketentuan Ayat (3) dari

Pasal 613 KUHPerdata itu menentukan bahwa penyerahan atau peralihan dari

surat utang atas pembawa (aan toonder) dan surat utang atas unjuk (aan order)

dilakukan bukan dengan cara cessie seperti halnya piutang atas nama.

Namun, hal itu tidak berarti bahwa penyerahan di luar cessie, menurut

hukum boleh dilakukan tanpa persetujuan (consent) dari pemilik benda yang di

atasnya dilatakkan suatu jaminan kebendaan seperti misalnya dalam perjanjian

utang-piutang yang diikat dengan jaminan, baik, berupa fidusia maupun hak

kebendaan seperti hak tanggungan yang dahulu disebut dengan hipotek atau

creditferband. Seperti dipahami bersama, penyerahan suatu surat berharga

sebagaimana dikemukakan di atas adalah penyerahan yang sama dengan

13Bahkan, apabila dipaksakan maka hal itu dapat disebut sebagai suatu perbuatan melawan hukum yang berakibat kepada batal demi hukum (null and void) pada perbuatan tersebut. 14Mengenai hal ini dapat dilihat dalam buku Kameo Jeferson, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Page 8: T1 312007070 BAB II - UKSW

21

penyerahan uang cash, yang dibedakan dengan penyerahan piutang di atas hanya

melekat hak kehendak pihak lain.

Peralihan atas hak atas surat utang atas pembawa dilakukan dengan cara si

pembawa melakukan penyerahan surat utang15 itu kepada pihak ketiga. Dengan

terjadinya penyerahan itu, maka pihak ketiga menerima hak-hak atas surat utang

itu. Sedangkan penyerahan hak atas surat unjuk dilakukan dengan cara melakukan

endosemen pada surat utang itu diikuti dengan penyerahan surat utang itu kepada

pihak ketiga yang dengan adanya endosemen dari penyerahan itu, maka pihak

ketiga menerima pengalihan hak atas surat utang itu, dan dapat langsung

melakukan penagihan tak bersyarat (conditional) kepada pihak Debitur.

Dari penjelasan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa kepustakaan

hukum juga mengenal bahwa dalam cessie, Debitur selamanya Pasif.Debitur

cukup diberitahu saja tentang adanya pergantian Kreditur, dalam hal ini,

sepanjang di atas utang16 itu melekat hak kebendaan yang telah diletakkan

jaminan. Sehingga dengan adanya pemberitahuan itu, Debitur kemudian harus

membayar utang si Debitur kepada sang Kreditur baru.

Mengingat bahwa dalam cessie peranan Debitur pasif, dan hanya cukup

diberitahu saja tentang terjadinya pergantian Kreditur itu, maka dalam beberapa

literatur ada yang mengatakan bahwa, sebagai contoh, penjualan partisipasi dalam

sindikasi kredit, selalu saja, dapat dilakukana oleh seorang Kreditur tanpa

Kreditur lama dan Kreditur baru harus berunding dengan atau meminta

persetujuan terlebih dahulu kepada Debitur. Debitur juga, menurut Pengamat yang 15 Bayangkan, dalam kehidupan sehari-hari seseorang menyerahkan uang cash kepada orang lain. 16Utang atau perjanjian atau suatu kontrak (a contract).

Page 9: T1 312007070 BAB II - UKSW

22

baru saja Penulis kemukakan di atas tersebut, juga tidak dapat mengemukakan

keberatannya mengenai terjadinya pergantian Kreditur baru.

Pandangan seperti apa yang baru saja dikemukakan oleh Pengamat di atas

adalah keliru. Seperti telah Penulis kemukakan di atas bahwa pada prinsipnya,

dalam cessie, peralihan piutang harus diberitahukan kepada Debitur dan bahkan si

Debitur harus memberikan persetujuan atas peralihan piutang yang di atasnya ada

melekat hak-hak Kreditur atas benda jaminan dalam perjanjian utang-piutang. Hal

seperti ini sudah barang tentu berbeda dengan peralihan uang cash.

Memang, ada pula yang mengatakan bahwa apabila Kreditur

menginginkan agar misalnya dalam hal pelaksanaan penjualan partisipasi cukup

diketahui saja oleh Kreditur baru dan penjualan itu juga ingin disembunyikan17

dari pengetahuan Debitur, maka tentu bagi pelaksanaan penjualan partisipasi

tersebut tidak dapat ditempuh dengan menggunakan cessie.

Namundemikian, apabila metode lain yang dipilih pun, hak itu berarti

bahwa si Kreditur, dengan metode lain daripada cessie itu boleh mengalihkan

piutangnya dengan cara disembunyikan dari pengetahuan Debitur. Kembali perlu

Penulis tegaskan bahwa setiap peralihan piutang pada prinsipnya wajib diketahui

oleh Debitur.

Pandangan seperti ini ada benarnya.Sebab dalam cessie, setiap peralihan

piutang kepada pihak ketiga harus diketahui oleh pihak Debitur.Menurut pendapat

Penulis, pernyataan dalam kepustakaan bahwa penjualan partisipasi, dalam hal ini

maksudnya adalah penjualan atas piutang yang demikian itu tidak dapat ditempuh 17Istilah “disembunyikan” adalah istilah yang digunakan oleh Pengamat yang pustakanya dirujuk oleh Penulis, dus bukan istilah Penulis.Lihat buku, Sjadeini Sutan, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, (Midas Surya Grafindo, Jakarta, 1999), hlm. 92.

Page 10: T1 312007070 BAB II - UKSW

23

dengan caracessie, sebetulnya adalah suatu permainan logika dan retorika semata-

mata.

Apabila metode cessie yang dipergunakan dalam peralihan partisipasi

seperti yang dikemukakan oleh Pengamat sebagaimana dikemukakan di atas itu

maka hal itu memvawa akibat terjadinya suatu perbuatan melawan hukum yang

berujung kepada batal demi hukum (null and void) peralihan yang ada18.

2.1.2. Metode Peralihan Piutang Melalui Subrogasi

Penyelidikan Penulis terhadap kepustakaan yang ada menunjukkan bahwa

subrogasi adalah lembaga pergantian hak-hak dari seorang Kreditur oleh pihak

ketiga yang menjadi Kreditur baru.

Kreditur baru yang menggantikan kedudukan Kreditur yang lama itu

memperoleh posisi demikian mengingat si Kreditur yang baru telah membayar

utang seorang Debitur kepada Kreditur lama tersebut.Menurut Pasal 1400

KUHPerdata Indonesia, subrogasi dapat terjadi karena diperjanjikan atau karena

ditentukan demikian oleh Undang-Undang (terjadi demi hukum)19.

Mengingat penjualan partisipasi atau dalam konteks penulisan skripsi

Penulis ini yang dimaksud adalah peralihan piutang20 yang terjadi dalam sindikat

kredit, hal itu hanya akan terjadi karena diperjanjikan. Maka, dalam tulisan ini

18Analisis mengenai hal ini dalam putusan Pengadilan di Indonesia dapat dilihat pada Bab III dalam Skripsi ini. 19 Lihat, Pasal 1400 KUHPerdata. Menurut pendapat Penulis, baik terjadi karena perjanjian maupun terjadi karena Undang-Undang, sama-sama dapat disebut terjadi karena hukum.Bukankah perjanjian dan Undang-Undang itu adalah dua hal hasil dikte hukum.Lihat pendapat pakar hukum yang Penulis rujuk pada hlm.8 Bab 1 Skripsi ini. 20Piutang artinya hak untuk menerima pembayaran, lihat Pengertian ini dala Bab 1 Angka (3) UU tentang Jaminan fiducia, No. 42/1999.

Page 11: T1 312007070 BAB II - UKSW

24

akan diuraikan subrogasi yang terjadi dengan persetujuan. Subrogasi yang terjadi

karena memang para pihak itu dengan sengaja menjanjikan atau terjadi

berdasarkan persetujuan (consent). Menurut Pasal 1401 KUHPerdata, subrogasi

dapat terjadi menurut 2 (dua) cara, yang dalam kepustakaan yang diteliti oleh

Penulis gambarannya adalah sebagai berikut:

Pertama, peralihan piutang yng ada memang dikehendaki atau datang atas

inisiatif Kreditur.Dalam hal ini subrogasi terjadi apabila pihak ketiga membayar

kepada seorang Kreditur.Sehubungan dengan penerimaan pelunasan piutang oleh

pihak ketiga tersebut, pihak ketiga tersebut menggantikan kedudukan si Kreditur

lama dan si pihak ketiga itu kemudian bertindak selaku Kreditur terjadap seorang

Debitur.

Apabila hal yang demikian itu terjadi, maka pihak ketiga menggantikan

hak-hak, gugatan-gugatan hak-hak istimewa yang semula dimiliki oleh Si

Kreditur lama. Dalam hal ini, termasuk status atau kedudukan dari hipotek atau

benda jaminan milik dari Debitur yang ada di tangan Kreditur yang lama

kemudian beralih juga ke dalam tangan Kreditur yang baru dengan terlebih

dahulu, sudah barang tentu, diketahui pula oleh Debitur.

Perlu sekali diperhatikan bahwa untuk sahnya suatu subrogasi harus

dinyatakan dengan tegas dan dilakukan bersamaan dengan pembayaran (tepat

pada waktu pembayaran dilakukan).Subrogasi yang terjadi setelah pembayaran

tidak menimbulkan akibat hukum, karena dengan terjadinya pembayaran, maka

perikatan antara Debitur dan Kreditur telah dihapus, sehingga tidak mungkin lagi

terjadi subrogasi.

Page 12: T1 312007070 BAB II - UKSW

25

Kedua, adalah subrogasi yang dikehendaki dan terjadi atas inisiatif

Debitur.Menurut hukum positif di Indonesia, subrogasi dengan jenis yang kedua

ini dapat terjadi jika Debitur meminjam uang kepada pihak ketiga dan membayar

uang hasil pinjamannya itu kepada seorang Kreditur pelunasan utangnya. Dengan

demikian, di dalam perjanjian di antara Debitur dengan pihak ketiga maka

otomatis pihak ketiga itu akan menggantikan kedudukan Kreditur yang lama

tersebut. Agar subrogasi ini sah, syarat-syarat yang perlu diperhatikan baik

perjanjian pinjam uang antara Debitur dan pihak ketiga maupun tanda pelunasan

utang Debitur kepada Kreditur semula adalah harus dibuat dengan akta otentik.

Di dalam perjanjian pinjam uang antara Debitur dan pihak ketiga harus

ditegaskan bahwa uang yang dipinjam dari pidak ketiga itu adalah untuk melunasi

utang Debitur kepada Kreditur lama. Selanjutnya dalam surat tanda pelunasan

harus pula diterangkan bahwa pembayaran utang Debitur kepada Kreditur semula

dilakukan dengan menggunakan uang yang dipinjam dari pihak ketiga tersebut.

Perlu diperhatikan bahwa menurut Pasal 1403 KUHPerdata, subrogasi tidak dapat

mengurangi hak-hak seorang Kreditur apabila pihak ketiga hanya membayar

sebagian saja dari piutangnya. Dengan kata lain sisa piutang pihak ketiga tidak

mempunyai hak untuk didahulukan daripada hak pihak Kreditur tersebut.

Sehubungan dengan ketentuan mengenai lembaga subrogasi seperti telah

digambarkan di atas, maka apabila seorang Kreditur dalam sindikasi kredit

menginginkan untuk menjual aset, maka is dapat menempuh penjualan itu dengan

cara subrogasi dengan memperjanjikan kedudukannya selaku Kreditur naru.

Page 13: T1 312007070 BAB II - UKSW

26

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat mengenai sahnya

subrogasi sebagaimana yang diatur KUHPerdata21.

Dalam kredit sindikasi yang langsung berhubungan subrogasi dengan

Penerima kredit adalah agent Bank dan bagi sahnya suatu subrogasi tidak perlu

pergantian Kreditur diberitahukan kepada Debitur. Maka,agent Bank harus

melaporkan terjadinya pergantian kredit bukan saja kepada para anggota sindikasi

yang lain, tetapi juga kepada Debitur, kecuali apabila dalam perjanjian kredit

sindikasi diperjanjikan secara tegas bahwa terjadi pergantian kredit sebagai akibat

loan sale tidak wajib dilaporkan oleh agent Bank kepada para peserta sindikasi

dan Penerima kredit atau Debitur. Dengan demikian, yang dapat dipastikan

hanyalah bahwa denga cara ini, sahnya aset Kreditur yang berupa kredit sindikasi

itu tidak perlu mendapat persetujuan atau diberitahukan kepada Debitur22,

sepanjang telah diperjanjikan secara tegas sebelumnya oleh pihak-pihak terkait.

2.1.3. Peralihan Piutang Melalui Novasi

Novasi adalah institusi pembaharuan utang yang terjadi karena

diperjanjikan. Menurut Pasal 1413 KUHPerdata, ada 3 (tiga) macam cara untuk

melakukan novasi. Adapun cara-cara tersebut adalah:

Pertama, apabila seorang Debitur membuat suatu perjanjian utang baru

untuk kepentingan kredit semula, sehingga pergantian dari perjanjian utang yang

lama menjadi hapus karena dibuatnya perjanjian yang baru itu.Dengan demikian

21Lihat, Pasal 1401 sampai dengan Pasal 1403 KUHPerdata. 22Sjah deini Remy Sutan, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, (Midas Surya Grafindo, Jakarta, 1997), hlm. 92-94.

Page 14: T1 312007070 BAB II - UKSW

27

yang terjadi, bukan semata-mata perubahan (ketentuan-ketentuan dan syarat-

syarat) perjanjian utang yang bersangkutan, tetapi yang terjadi adalah dibuatnya

suatu perjanjian baru dengan tidak terjadi pergantian Debitur maupun

Kreditur.Menurut pendapat Penulis, hal ini tidak ada kaitannya dengan pengalihan

piutang.Novasi ini disebut novasi obyektif, oleh karena yang digantikan dengan

perjanjian baru itu hanyalah objek dari perjanjian semula, tanpa pergantian

subyek-subyeknya.Skripsi ini lebih menekankan kepada peralihan piutang dimana

ada pergantian pihak (the party to contract).

Kedua, apabila seorang Debitur baru ditunjuk untuk menggantikan Debitur

lama yang oleh Kreditur dibebaskan dari perikatannya.Dalam hal ini tidak disebut

suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama, tetapi yang terjadi

adalah digantikannya Debitur lama oleh seorang Debitur baru.Novasi jenis ini

disebut novasi subyektif pasif.Disebut demikian karena yang digantikan adalah

pihak Debitur yang menjadi subyek dari perjanjian itu. Menurut Pasal 1416

KUHPerdata23, novasi dengan penunjukan Debitur baru untuk menggantikan

Debitur lama dapat dijalankan tanpa bantuan (dengan kata lain tanpa

sepengetahuan) Debitur yang pertama. Menurut pendapat Penulis, penempatan

kata-kata di dalam kurung di atas, kurang pada tempatnya, sebab hal itu dapat

menimbulkan kesan bahwa seolah-olah hukum menganjurkan supaya dalam

novasi subyektif pasif, surat pembaharuan utang dengan penunjukan seorang

berutang baru untuk mengganti seorang yamng berutang lama tidak perlu

diberitahukan atau atas persetujuan Debitur lama. Sebab, menurut Penulis, pada

23Pasal 1416 KUHPerdata.

Page 15: T1 312007070 BAB II - UKSW

28

prinsipnya setiap pembaharuan utang seperti itu haruslah diketahui oleh Debitur

yang lama.Tidak realistis apabila hal tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan

Debitur lama yang digantikan oleh Debitur baru.

Sekali lagi, dari studi kepustakaan di atas terkesan bahwa novasi subyektif

pasif terjadi tanpa persetujuan Debitur. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1417

KUHPerdata, pemindahan yang dilakukan oleh seorang Debitur yang memberikan

kepada Kreditur seorang Debitur yang baru, yang bersedia mengingatkan dirinya

kepada Kreditur, tidak dengan sendirinya membebaskan suatu novasi, apabila

Kreditur tidak secara tegas menyatakan bahwa ia bersedia membebaskan Debitur

lama dan perikatannya. Dengan kata lain, novasi subyektif pasif hanya dapat

terjadi apabila disetujui oleh Kreditur.

Ketiga, apabila sebagai akibat adanya suatu perjanjian yang baru, seorang

Kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan Kreditur lama dalam hubungannya

dengan seorang Debitur yang dibebaskan dari perikatannya dengan Kreditur lama

tersebut, juga dalam hal ini tidak dibuatnya suatu perjanjian baru yang

menggantikan perjanjian yang lama, tetapi yang terjadi hanyalah digantikan

Kreditur lama oleh seorang Kreditur baru. Novasi jenis ini disebut novasi subyek

aktif.Disebut demikian, karena yang digantikan adalah Kreditur yang menjadi

subyek dalam perjanjian itu.

Penjualan partisipasi dalam sindikasi kredit misalnya, bertujuan

mengalihkan piutang atau partisipasi dari seorang lender atau Kreditur kepada

pihak lain, yang akan menggantikan kedudukan selaku Kreditur baru.

Page 16: T1 312007070 BAB II - UKSW

29

Apabila yang ingin digunakan untuk melakukan penjualan atau pengalihan

partisipasi itu adalah lembaga novasi, maka jenis novasi yang dapat ditempuh

adalah novasi subyektif aktif.Sehubungan dengan itu perlu diperhatikan

ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata mengenai syarat-syarat yang harus

dipenuhi agar suatu novasi subyektif aktif sah.

Adapun persyaratan dimaksudkan adalah, pembaharuan utang tidak

dipersangkakan tetapi harus dengan tegas terlihat dari perbuatan para pihak yang

menghendaki terjadinya novasi24.Untuk menghindari ketidakpastian pembaharuan

utang itu dilakukan dengan membuat suatu perjanjian tertulis.Dengan Kreditur

lama menunjuk pihak ketiga untuk menggantikan kedudukannya, tidak dengan

sendirinya menerbitkan suatu novasi25.Hipotek-hipotek yang diikat pada utang

lama, tidak berpindah menjadi utang baru.

Novasi subyektif pada hakekatnya adalah perundingan segitiga, yang

menghasilkan suatu persetujuan untuk menggantikan Kreditur lama dengan

seorang Kreditur baru atau menggantikan Debitur lama dengan seorang Debitur

baru26.Menurut pendapat Penulis, pandangan di dalam kepustakaan sebagaimana

dikemukakan di atas tersebut memberi isyarat bahwa dalam suatu perundingan

maka tidak mungkin tertinggal unsur diketahuinya peralihan tersebut oleh para

pihak yang berunding. Hal ini berarti bahwa dalam novasi pun penting bagi

hukum bahwa si Debitur mengetahui pembaharuan utang-utangnya. Dengan kata

24Pasal 1415 KUHPerdata. 25Lihat juga Pasal 1420 Ayat (2) KUHPerdata. 26 Subekti, Hukum Perjanjian, (Bandung: PT. Indomasa; 1987), hlm. 70-71.

Page 17: T1 312007070 BAB II - UKSW

30

lain, tidaklah mungkin terjadi pergantian Kreditur lama oleh Kreditur baru tanpa

diketahui oleh Debitur.

Berkaitan dengan itu, apabila akan dilakukan penjualan partisipasi dalam

sindikasi kredit oleh salah seorang Lender atau Kreditur kepada pihak-pihak lain

untuk menggantikan kedudukannya, maka penjualan itu diketahui oleh Debitur.

Pada novasi bukan saja penjualan itu harus diketahui oleh Debitur tetapi juga

terjadinya penjualan itu harus disetujui oleh Debitur.

2.2. Peralihan Piutang dan Hak Debitur Di Inggris

Menurut pendekatan hukum di Inggris, terdapat tiga metode tradisional

yang biasanya digunakan dalam praktek penjualan aset Bank yang berupa kredit.

Metode-metode tersebut ialah: assignment, novation dan sub-participation.

2.2.1. Peralihan Piutang Melalui Assignment

Assignment terjadi dalam hal Bank Penjual mentransfer suatu kredit

kepada Bank Pembeli dengan cara pengalihan (assignment) hak-hak terhadap

Penerima kredit kepada Bank Pembeli. Menurut hukum Inggris, setelah terjadi

assignment, Bank Pembeli kemudian berhak untuk mendapatkan bunga dengan

angsuran pokok yang telah ditransfer dengan terjadinya assignment tersebut.

Assignment tersebut dapat berlangsung berdasarkan ketentuan section 136

(1) dari Law of property Act 1925 atau berdasarkan hukum equity27.

27Equityadalah suatu sistem dari prosedur-prosedur hukum yang berkembang berdampingan dengan common law dan statue law yang berlaku di Inggris, yang berasal dari prosedur-prosedur yang dikembangkan oleh Pengadilan yang Disebut Court of dalam usaha pengadilan tersebut

Page 18: T1 312007070 BAB II - UKSW

31

Assignment yang berlangsung berdasarkan Law of property Act 1925

disebut legal assignment, sedangkan yang berlangsung berdasarkan equity disebut

equitable assignment. Perbedaan yang asasi antara legal assignment dan equitable

assignment ialah dalam equitable assignment tidak tunduk kepada prasyarat-

prasyarat yang berlaku bagi legal assignment agar suatu assignment dinyatakan

berlaku secara sah. Sekalipun berbeda dengan persyaratan-persyaratan, namun

kedua jenis assignment itu menurut hukum Inggris mempunyai kekuatan berlaku

yang sama.

Untuk memahami secara jelas bagaimana legal assignment tersebut terjadi

dan berlaku, maka berikut ini kutipan Section 136 (1) dari Law of poperty Act

1926 sebagai berikut:

136 (1) Any absolute assignment by writing under the hand of the

assignor (not pupriting tobe by way of change) of any debtor, trustee or

other person from whom the assignor would have been entitled to claim

such debt or think in action, is efectual in Law (subject to equities having

priority over the right of the assignee) to pass and transfer from the date

of such notice. (1) The legal right to such debt or thing ini action; (2) all

legal and other remedies for the same, and (3) The power to give a good

dischange for the same without the concurnce of the assignor28.

Dari bunyi Section 136 (1) tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa

sebelum suatu assignment berlaku berdasarkan section 136 (1) tersebut perlu

dipenuhi terlebih dahulu persyaratan-persyaratan sebagai berikut: Pertama,

assignment harus dilakukan secara tertulis yang harus ditulis oleh Assignor (pihak

untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam common law. Dalam L. B. Curzon, Dictionary of Law, Thirth Edition, London: Pitman Publishing, 1988, hlm. 163. 28 Lihat penelitian individual Kameo Jeferson , tidak dipublikasikan; Faculty of law and financial studies University of Glasow, 2001 – 2005 Glasgow Scotland.

Page 19: T1 312007070 BAB II - UKSW

32

yang melakukan assignment) sendiri.Kedua, assignment tersebut berlaku mutlak,

artinya bahwa assignment dilakukan sebagian terhadap sebagian dari satu utang

tidak termasuk ketentuan section 136 (1) tersebut. Dan,Ketiga, telah disampaikan

kepada Debitur secara tertulis29.

Ada Pengamat yang meminjam pandangan Pengamat Inggris Tennekoom,

mengetahui bahwa sekalipun untuk memenuhi persyaratan (a) tidak sulit, namun

mengingat persyaratan (b) dan (c) tidak mudah, maka assignment melalui cara

legal assignment menjadi tidak menarik dalam praktek. Hal itu disebabkan oleh

karena suatu Bank yang bermaksud untuk menjual kreditnya mungkin

menginginkan agar Debitur tidak mengetahui bahwa Bank itu untuk menagih dan

mendapatkan bunga dan pokok dari kredit tersebut telah dialihkan kepada Bank

lain. Menurut pendapat Penulis, pandangan Pengamat Hukum di Indonesia yang

mengutip Pengamat hukum di Inggris seperti dikembangkan di atas harus

diwaspadai sebab tidak sejalan dengan dikte hukum yang telah Penulis

kemukakan sebelumnya. Sedangkan agar suau legal assignment itu di dalam

sistem hukum Inggris30 berlaku secara sah, assignment itu harus diberitahukan

kepada Debitur.

Oleh karena suatu Bank mungkin saja tidak menginginkan untuk

mengalihkan seluruh tetapi hanya sebagian saja dari kredit yang dipinjamkan oleh

Penerima kredit, misalnya suatu kredit harus dibayar secara cicilan (diangsur

sebagian-sebagian) dan Bank peminjam menginginkan untuk mentransfer hak-

29Demikian ditentukan dalam putusan perkara Foster v Baker-baker. 30Pandangan ini merujuk pandangan umum.

Page 20: T1 312007070 BAB II - UKSW

33

haknya terhadap beberapa cicilan saja dan tetap memiliki hak-hak terhadap cicilan

yang lain.

Menurut pandangan Penulis kepustakaan seperti dikutip di atas

menyandarkan diri kepada argumen praktek bisnis yang cenderung mengabaikan

prinsip hukum yang pada asasnya mendikte bahwa Debitur wajib mengetahui dan

bahkan menyetujui peralihan piutang yang dilakukan oleh Krediturnya.Dari

penjelasan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa legal assignment tidak dapat

digunakan sebagai mekanisme pengalihan piutang apabila diinginkan agar

pengalihan itu terjadi secara diam-diam tanpa pemberitahuan kepada Penerima

kredit atau Debitur. Atau hanya sebagian saja dari piutang itu diinginkan untuk

dialihkan, dan pabila terjadi hal yang demikian itu31, assignment dapat dilakukan

menurut cara berlaku bagi pelaksanaan aquitable assignment.

Menurut pendapat Penulis tersebut, suatu aquitable assignment berlaku

tanpa keharusan adanya pemberitahuan tertulis kepada Debitur. Sekalipun

aquitable assignment pemberitahuan kepada Debitur tidak diperlukan bagi

keabsahan dari assignment tersebut, namun putusan perkara Dearle v

Hall32menentukan bahwa prioritas di antara para Penerima assignment (assignees)

dalam hal ini terjadi beberapa assignment yang telah dilakukan oleh suatu

Kreditur terhadap suatu yang sama, tidak ditentukan oleh assignment yang lebih

dahulu dilakukan, tetapi oleh urutan dari pelaksanaan pemberitahuan kepada

Debitur. Dengan kat lain hak diberikan kepada pihak yang menerima assignment

31Ibid, Sjadeini Sutan Remy, hlm. 87. 32 (1823) 3 Russ 1 dan Guest, A. G. L. et. al). Pendapat Remy Sutan mengutip Chitty on Contract, 26th edition, (London, Sweet and Maxwell, 1989) para 1425.

Page 21: T1 312007070 BAB II - UKSW

34

(assignee) yang telah lebih dahulu mengirimkan pemberitahuan kepada Debitur33

adalah suatu prinsip yang tidak dapat diabaikan oleh para pihak, sebagaimana

dikehendaki oleh hukum (the dictate of the law). Perjanjian kredit sindikasi yang

menggunakan assignment clausula mengatur sebagai berikut34:

Any bank (the transferor) may at any time, with the prior written consent

of the borrower (such concent not to be unreasohably with held), transfer

to any other bank or financial institution (the transferee), the whole or

any part of its right and/or obligation heveunder by delivery to the agent

of a transfer certificate substantially in the form of Schedule. Each

tranfer certificate delivered to the agent shall only be valid if it is in

writing, signed by each of the trabsferor and the transferee and is

contained in one document or two counter parts.

Dalam karya tulis ilmiah ini, klausula assignment yang hampir selalu

dipergunakan di dalam praktek di Inggris menurut dikte hukum apabila ada terjadi

pengalihan piutang dari Kreditur lama kepada Kreditur baru di atas

memperlihatkan dengan jelas dan tegas suatu keharusan menurut hukum bahwa

harus ada persetujuan (consent) dari Debitur. Hal itu terlihat dari rumusan kata-

kata “with the prior writter consent of the borrower”.

2.2.2. Peralihan Piutang Melalui Novation

Dalam hukum Inggris dimungkinkan terjadi atas para Kreditur melalui

novation atas hak-hak dan kewajiban kontraktual apabila disetujui oleh semua

pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Suatu kredit sindikasi misalnya,

33 Stanley Hern, Syndicated Loans, New York etc., Woodhead-Faulknes, 1990, hlm. 181. 34 Penelitian individual KameoJeferson, diFaculty of Law and Financial Studies University of Glasgow, 2001-2005, Scotland the UK.

Page 22: T1 312007070 BAB II - UKSW

35

dimungkinkan sekali untuk mensubstitusi (menggantikan) suatu Bank peserta

sindikasi dengan Bank lain sebagai Kreditur melalui suratnovations.

Kesulitan dari praktisiyang menangani novation ialah bahwa di dalam

novation diperlukan suatu persetujuan, bukan saja Penerima kredit Debitur, tetapi

juga dari seluruh Bank-Bank yang terkait dengan perjanjian kredit sindikasi

dimaksud. Hal ini terjadi oleh karena perjanjian kredit sindikasi menimbulkan

hak-hak dan kewajiban-kewajiban bukan saja antara Penerima kredit (Debitur)

dan setiap Bank peserta sindikasi (misalnya, sehubungan dengan berlakunya

prorate sharingclausula atau klausula pembagian tanggung jawab secara prorate).

Mengingat hal yang demikian itu, maka novation dalam praktek juga sekali

dipakai untuk melakukan transfer atas loan asset. Pada titik ini, terlihat juga

secara jelas bahwa peralihan piutang dalam tradisi sistem hukum Inggris dengan

menggunakan novasi pun mensyaratkan consent pihak Debitur sebagai suatu

prinsip hukum yang fundamental.

2.2.3. Peralihan Piutang Melalui Sub-Participation

Dalam hal sub-participation, suatu peserta sindikasi35 yang menginginkan

menjual loan asset-nya36, cukup melakukan hanya dengan cara membuat

perjanjian kredit kedua dengan Bank Pembeli. Kemudian pihak Pembeli (Kreditur

baru) harus mentransfer sejumlah dana deposit kepada Bank atau Kreditur lama

35Dalam karya tulis ini, yang penulis maksudkan dengan peserta sindikasi adalah para Kreditur umumnya Bank-Bank besar yang berhimpun dan memberikan kredit kepada Debitur tertentu. Biasanya dalam rangka mendanai proyek-proyek pembangunan berskala super besar dengan dana yang sangat besar, baik untuk proyek Pemerintah Pusat maupun proyek-proyek Pemerintah Daerah di Seluruh Indonesia. 36Loan-asset adalah piutang milik para Kreditur.

Page 23: T1 312007070 BAB II - UKSW

36

yang jumlahnya sama dengan jumlah partisipasi Bank Penjual (Kreditur lama)

yang bersangkutan pada primary loannya.

Sebaliknya Bank Pembeli (Kreditur baru) menyetujui untuk menyimpan

dana deposit itu kepada Bank Penjual (Kreditur lama) selama jangka waktu

primary sindicated loan yang dimaksud. Lebih lanjut, Bank Pembeli (Kreditur

baru) memberikan persetujuannya bahwa hak terhadap pembayaran kembali

deposito itu dan bunganya adalah tergantung kepada jumlah pembayaran bunga

dan angsuran pokok oleh Debitur kepada Bank Penjual.Sampai di sini literatur

atau pustaka tentang kewenangan Kreditur (lama dan baru) untuk memperoleh

persetujuan kepada Debitur penjualan loan-asset tersebut, memang tidak

disinggung.

Apabila Penerima kredit (Debitur) cidera janji, baik terhadap seluruh atau

sebagian dari pembayaran bunga atau angsuran pokok kredit yang dimaksud maka

Bank Pembeli (Kreditur baru) tidak berhak menerima pembayaran deposito dan

bunganya sampai sejumlah bunga dan angsuran pokok sindikasi kredit yang tidak

dibayarkan oleh Penerima kredit atau Debitur.

Dengan demikian, resiko terjadinya non-payment dialihkan dari Bank

Penjual terhadap pembayaran bunga atau pokok pinjaman. Maka, terlihat bahwa

perjanjian yang menyangkut kredit (menyangkut deposito) tersebut berlangsung

antara Bank Penjual dan Bank Pembeli yang secara yuridis terpiash dari perjanjian

kredit induk antara Penerima kredit dan Bank Penjual37. Dalam hal ini tidak

37Kepustakaan yang Penulis rujuk untuk hal ini adalah Sjah deiniRemySutan, Ibid.

Page 24: T1 312007070 BAB II - UKSW

37

adakah kewenangan pemberitahuan kepada Debitur?Kepustakaan yang dirujuk

Penulis tidak memberikan penjelasan mengenai hal ini.

Sehingga, sampai dengan uraian kepustakaan mengenai sub-participation

ini perlu Penulis tegaskan bahwa sama dengan yang terjadi dalam tradisi hukum

Indonesia. Peralihan piutang dalam tradisi hukum Inggris pun, baik melalui

assignment, novation dan sub-participation, pada prinsipnya menurut dikte

hukum harus mendapat persetujuan (consent) Debitur. Rincian perbandingan

metode dan asas peralihan piutang baik dalam tradisi hukum Inggris maupun

Indonesia akan dikemukakan di bawah ini.