t1 312007070 bab ii - uksw
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini Penulis mendiskripsikan suatu tinjauan kepustakaan.
Deskripsi tentang Tinjauan Pustaka itu dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan
(legal issue) yang telah Penulis kemukakan dalam Bab I yaituApakahDebitur
mempunyai hak untuk mengetahui adanya peralihan piutang1.
Gambaran tentang studi kepustakaan ini meliputi pula arti pentingnya studi
kepustakaan dan sistem peralihan piutang antara asas-asas dan kaedah-kaedah
hukum yang mengatur mengenai peralihan piutang yang difokuskan terhadap
legal issue hak Debitur untuk mengetahui adanya peralihan piutang pada dua
tradisi hukum, yaitu asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang berlaku baik dalam
tradisi hukum positif di Inggris maupun yang terjadi dalam tradisi hukum positif
di Indonesia.
2.1.Arti Penting Studi Kepustakaan
Comperative study untuk dikemukakan di sini sehubungan dengan studi
kepustakaan tersebut diatas, dengan rumusan masalah penelitian2dan penulisan
karya tulis kesarjanaan ini adalah baik subrogasi, cessie dan novasi dalam hukum
positif Indonesia maupun metode assignment, cessie dan novation dalam hukum
positif Inggris, berlaku prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum yang pada
hakekatnya adalah kontrak (contracts) yang mendikte (the dictate of the
1 Lihat Rumusan Masalah, suatu Judul 1-3, dalam Bab I Karya tulis ini. 2 Tentang rumusan masalah penelitian skripsi ini dapat dilihat kembali pada Bab I sub judul 1-3.
15
low)bahwa suatu akta metode peralihan piutang tersebut mencatat peralihan
piutang yang tidak menimbulkan akibat apapun bagi Debitur dalam hal ini tidak
mengikat Debitur sebelum penyerahan itu diberitahukan kepada si Debitur atau
secara tertulis untuk diketahui diakui oleh si Debitur.
Sekalipun Debitur juga tidak dapat mengemukakan keberatannya
mengenai terjadinya pergantian Kreditur tersebut3, namun hak Debitur untuk
mengetahui peralihan piutang adalah suatu hal prinsipip dalam hukum. Memang,
dalam studi kepustakaan,khususnya studi kepustakaan yang ditulis oleh penulis
buku teks hukum positif Indonesia yang membicarakan mengenai pentingnya hak
Debitur untuk mengetahui peralihan piutang melalui cessie, ada semacam
keseimbangan. Namun, menurut Penulis, keseimbangan seperti itu adalah hal
yang dibuat-buat dan spekulatif, tidak prinsipil.
Sutan Remy, berpendapat bahwa Debitur cukup diberitahukan saja tentang
adanya pergantian Kreditur. Dengan adanya pemberitahuan itu, Debitur kemudian
harus membayar utangnya kepada Kreditur Baru4.Seorang Kreditur lama dan
Kreditur baru tidak harus berunding atau meminta persetujuan-persetujuan
terlebih dahulu dari Debitur, menurut kepustakaan yang dikemukakan di dalam
uraian diatas.
Namun menurut pendapat Penulis, pendapat professor dan ahli hukum
perbankan terkemuka di Indonesia itu keliru.Sebab,professor itu telah
3Ibid,hlm. 92.
4Loc.It, SjahdeniRemySutan, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dari Aspek Hukum, (Pustaka
Utama Grafika, Jakarta; 1997), hlm.91.
16
mencampuradukan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum yang memerintah
perdagangan Internasional, atau barangkali tidak memahami lex mercatoria.
Hukum perdagangan Internasional (international commercial law) berjalan
diatas asumsi hukum yang pasti.Bahwa para pihak yang terlibat dalam peralihan
piutang adalah para professional.Mereka itu para professional, kebiasaannya
saling percaya (mutual trust) yang sangat kuat. Dikte hukum selalu membuat
mereka yakin bahwa pihak Kreditur memahami dan patuh (obedience) betul
kepada hukum untuk memastikan telah adanya persetujuan Debitur sebelum si
Kreditur mencari pihak ketiga untuk “membeli” hak tagih (piutang) si Kreditur
yang lama kepada Debitur.
Prinsip seperti itulah yang menyebabkan KUHPerdata Indonesia mengatur
secara terpisah Pasal 613 KUHPerdata ayat (3).Namun tidak boleh dibaca secara
terpisah dan membenarkan tindakan pengalihan piutang tanpa melalui persetujuan
pihak Debitur, seperti kebimbangan yang ditulis Profesor diatas.
Apa yang dikatakan oleh sang Professor diatas, bahwa apabila Kreditur
menginginkan agar pelaksanaan penjualan (piutang) cukup diketahui saja oleh
Kreditur baru dan penjualan itu justru ingin disembunyikan dari pengetahuan
Debitur, maka tentu bagi pelaksanan penjualan (piutang) tersebut tidak dapat
ditempuh dengan menggunakan lembaga cessie semata-mata adalah suatu bukti
pernyataan retrorika (tautologies) bahwa setiap peralihan piutang harus mendapat
persetujuan Debitur. Hanya saja formulasi pernyataan tantologis sang professor
itu kurang tegas dan tidak mencerminkan sifat hukum itu sendiri yang pasti dan
tegas.
17
Seandainya Professor diatas mau sedikit lebih jujur dan teliti, maka dalam
setiap perjanjian jaminan, hukum mendikte (the law dictate) bahwa Kreditur
mempunyai kewajiban untuk merawat benda jaminan dan memiliki atau memikul
tanggungjawab atas kerusakan yang diakibatkan baik karena kelalaian maupun
sebagai akibat dari perbuatan orang-orang yang bekerja kepadanya.
Berikut dibawah hasil penelitian individual Jeferson Kameo SH, LLM,
Ph.D yang memberi formulasi tentang hak Debitur untuk mengetahui peralihan
piutang yang tidak dipublikasikan sebagaimana berkorespondensi dengan apa
yang baru saja Penulis kemukakan diatas.
“The creditor must take reasonable care of the property and will
be, liabel for damage thereto, causal by his negligence of that of
his employees415 otherwise, he is not liable for accidental damageto
that property, unless he retains it unlawfully426. His right expires
with lost of possession437, but it has been held that possession is not
lost meorely because he gives pledged jewelery to his family to
wear8 in the same case it was confirmed that while he is not
entitled, unless otherwise agreed, to use the property, breach of
this term will usually not warrant termination of the contract. It is
submitted, however, that matters might be otherwise if that use 5Dominian Bank v. Bank of Scotland (1889) 16 R.1081. R adalah suatu singkatan dari Law Reporting dikerajaan Scotland (Skotlandia). Penulis mengakui bahwa akses atau Law Reporting seperti ini dengan nama lengkap Rettie’s Session Cases sangat sulit, mahal dan membutuhkan keahlian tinggi untuk membacanya. Penelitian individual tersebut dilakukan di Glasgow dari tahun 2001-2005. 6Frason v Smith (1899) 6.S.L.T 335. Kameo Jeferson, Penelitian Individual yang tidak dipublikasikan. SLT adalah Law Reporting kerajaan Scotland, Scots Law Times. 7Bell, Principles, 206. Bell adalah seorang institusional writers authoritative, asal Scotland. Mengenai Bell dapat dilihat pada buku Kameo Jeferson, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 8Wolitson V Horrison, 1970 S.L.T 95 penelitian Jeferson Kameo, tidak diplubikasikan.
18
materially reduced the value of the property. English authority has
even suggested that, while it is a breach of contract for the creditor
himself to pledged the good, that breach does not justify
rescission9, if the does he would be in the position liable to the
debtor accordingly10. If the good are lost when used, the creditor
will wholly liable11.
Atas dasar itu, maka berikut ini Penulis meguraikan tentang tinjauan
kepustakaan mengenai arti pentingnya asas-asas dan kaedah-kaedah hukum yang
mengatur peralihan piutang menurut sistem hukum positif Indonesia yang
selanjutnya diikuti oleh suatu uraian tentang asas-asas dan kaedah-kaedah yang
mengatur adanya peralihan piutang yang dilakukan oleh Kreditur menurut hukum
yang berlaku di Inggris.
2.2. Peralihan Piutang dan Hak Debitur
Menurut hukum Indonesia, pengalihan piutang dapat terjadi dengan
menggunakan tiga metode peralihan piutang.Ketiga metode peralihan piutang
dalam hukum positif Indonesia yang Penulis temukan dalam studi kepustakaan
yang ada, adalah cessie, subrogarsi dan novasi12.
9Donald v Suckling (1866) L.R 19 B 585.L.R.Q.B adalah Law ReportingScotlandia lengkapknya Law Report, Queen’s Bech, penelitian Kameo Jeferson. 10Wolitson v Horrison , 1978, S.L.T 95 Supra. 11Hult J. In (1995) Bernad (1707) Id. Raym, 909 at 913, dikutip penelitian yang dilakukan oleh Kameo Jeferson. 12Op. Cit, hlm. 71.
19
Beriku di bawah ini Penulis menguraikan masing-masing cara peralihan
piutang sebagaimana telah dikemukakan di atas:
2.1.1. Peralihan Piutang Melalui Cessie
Menurut kepustakaan yang ada, cessie adalah cara pihak untuk melakukan
peralihan piutang-piutang atas nama dan kebendahan tak bertubuh, atau hak
lainnya. Pustaka pada umumnya memberi isyarat, bahwa peralihan piutang
dengan cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata.Menurut Pasal 613
KUHPerdata, cessie harus dilakukan secara tertulis.Peralihan piutang dengan
caratertulis itu dilakukan dengan jalan membuat akta.Akta yang mencatat
peralihan piutang dengan caracessie tersebut terbentuk akta otentik maupun akta
di bawah tangan.
Akta atau dokumen dan surat(letter) yang dapat Penulis sebut sebagai
suatu kontrak (a contract) tersebut berisi penegasan bahwa hak-hak dari seseorang
Kreditur atas piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnnya
dialihkan kepada seorang pihak ketiga (a third party).Surat atau akta yang
dimaksud disebut akta cessie.
Dalam cessie, penyerahan hak-hak tersebut tidak menimbulkan akibat
apapun bagi Debitur sebelum penyerahan atas piutang kepada pihak ketiga itu
diberitahukan kepadanya atau secara tertulis.
Menurut pendapat Penulis, apa yang dikatakan sebagai penyerahan atas
piutang kepada pihak ketiga sebagaimana dinyatakan di dalam kepustakaan yang
20
Penulis kutip di atas tersebut tidak mempunyai arti apapun13 sebelum hal itu
diberitahukan dan dipertimbangkan oleh pihak ketiga. Asas seperti itu juga
merupakan suatu kaedah fundamental atau prinsipil dalam kontrak sebagai nama
ilmu hukum,14 yaitu bahwa esensial dalam suatu kontrak adalah kehendak atau
adanya persesuaian kehendak para pihak, atau yang sering dikenal dengan
consent.
Mengenai apa yang dimaksud dengan kebendaan tak bertubuh lainnya. Hal
itu diatur dalam Pasal 613 Ayat (1) KUHPerdata. Menurut Pasal tersebut, benda-
benda tak bertubuh adalah berupa piutang atas nama, juga berupa tagihan atas
unjuk dan tagihan tas pembawa. Dengan perkataan lain, ketentuan Ayat (3) dari
Pasal 613 KUHPerdata itu menentukan bahwa penyerahan atau peralihan dari
surat utang atas pembawa (aan toonder) dan surat utang atas unjuk (aan order)
dilakukan bukan dengan cara cessie seperti halnya piutang atas nama.
Namun, hal itu tidak berarti bahwa penyerahan di luar cessie, menurut
hukum boleh dilakukan tanpa persetujuan (consent) dari pemilik benda yang di
atasnya dilatakkan suatu jaminan kebendaan seperti misalnya dalam perjanjian
utang-piutang yang diikat dengan jaminan, baik, berupa fidusia maupun hak
kebendaan seperti hak tanggungan yang dahulu disebut dengan hipotek atau
creditferband. Seperti dipahami bersama, penyerahan suatu surat berharga
sebagaimana dikemukakan di atas adalah penyerahan yang sama dengan
13Bahkan, apabila dipaksakan maka hal itu dapat disebut sebagai suatu perbuatan melawan hukum yang berakibat kepada batal demi hukum (null and void) pada perbuatan tersebut. 14Mengenai hal ini dapat dilihat dalam buku Kameo Jeferson, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
21
penyerahan uang cash, yang dibedakan dengan penyerahan piutang di atas hanya
melekat hak kehendak pihak lain.
Peralihan atas hak atas surat utang atas pembawa dilakukan dengan cara si
pembawa melakukan penyerahan surat utang15 itu kepada pihak ketiga. Dengan
terjadinya penyerahan itu, maka pihak ketiga menerima hak-hak atas surat utang
itu. Sedangkan penyerahan hak atas surat unjuk dilakukan dengan cara melakukan
endosemen pada surat utang itu diikuti dengan penyerahan surat utang itu kepada
pihak ketiga yang dengan adanya endosemen dari penyerahan itu, maka pihak
ketiga menerima pengalihan hak atas surat utang itu, dan dapat langsung
melakukan penagihan tak bersyarat (conditional) kepada pihak Debitur.
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa kepustakaan
hukum juga mengenal bahwa dalam cessie, Debitur selamanya Pasif.Debitur
cukup diberitahu saja tentang adanya pergantian Kreditur, dalam hal ini,
sepanjang di atas utang16 itu melekat hak kebendaan yang telah diletakkan
jaminan. Sehingga dengan adanya pemberitahuan itu, Debitur kemudian harus
membayar utang si Debitur kepada sang Kreditur baru.
Mengingat bahwa dalam cessie peranan Debitur pasif, dan hanya cukup
diberitahu saja tentang terjadinya pergantian Kreditur itu, maka dalam beberapa
literatur ada yang mengatakan bahwa, sebagai contoh, penjualan partisipasi dalam
sindikasi kredit, selalu saja, dapat dilakukana oleh seorang Kreditur tanpa
Kreditur lama dan Kreditur baru harus berunding dengan atau meminta
persetujuan terlebih dahulu kepada Debitur. Debitur juga, menurut Pengamat yang 15 Bayangkan, dalam kehidupan sehari-hari seseorang menyerahkan uang cash kepada orang lain. 16Utang atau perjanjian atau suatu kontrak (a contract).
22
baru saja Penulis kemukakan di atas tersebut, juga tidak dapat mengemukakan
keberatannya mengenai terjadinya pergantian Kreditur baru.
Pandangan seperti apa yang baru saja dikemukakan oleh Pengamat di atas
adalah keliru. Seperti telah Penulis kemukakan di atas bahwa pada prinsipnya,
dalam cessie, peralihan piutang harus diberitahukan kepada Debitur dan bahkan si
Debitur harus memberikan persetujuan atas peralihan piutang yang di atasnya ada
melekat hak-hak Kreditur atas benda jaminan dalam perjanjian utang-piutang. Hal
seperti ini sudah barang tentu berbeda dengan peralihan uang cash.
Memang, ada pula yang mengatakan bahwa apabila Kreditur
menginginkan agar misalnya dalam hal pelaksanaan penjualan partisipasi cukup
diketahui saja oleh Kreditur baru dan penjualan itu juga ingin disembunyikan17
dari pengetahuan Debitur, maka tentu bagi pelaksanaan penjualan partisipasi
tersebut tidak dapat ditempuh dengan menggunakan cessie.
Namundemikian, apabila metode lain yang dipilih pun, hak itu berarti
bahwa si Kreditur, dengan metode lain daripada cessie itu boleh mengalihkan
piutangnya dengan cara disembunyikan dari pengetahuan Debitur. Kembali perlu
Penulis tegaskan bahwa setiap peralihan piutang pada prinsipnya wajib diketahui
oleh Debitur.
Pandangan seperti ini ada benarnya.Sebab dalam cessie, setiap peralihan
piutang kepada pihak ketiga harus diketahui oleh pihak Debitur.Menurut pendapat
Penulis, pernyataan dalam kepustakaan bahwa penjualan partisipasi, dalam hal ini
maksudnya adalah penjualan atas piutang yang demikian itu tidak dapat ditempuh 17Istilah “disembunyikan” adalah istilah yang digunakan oleh Pengamat yang pustakanya dirujuk oleh Penulis, dus bukan istilah Penulis.Lihat buku, Sjadeini Sutan, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, (Midas Surya Grafindo, Jakarta, 1999), hlm. 92.
23
dengan caracessie, sebetulnya adalah suatu permainan logika dan retorika semata-
mata.
Apabila metode cessie yang dipergunakan dalam peralihan partisipasi
seperti yang dikemukakan oleh Pengamat sebagaimana dikemukakan di atas itu
maka hal itu memvawa akibat terjadinya suatu perbuatan melawan hukum yang
berujung kepada batal demi hukum (null and void) peralihan yang ada18.
2.1.2. Metode Peralihan Piutang Melalui Subrogasi
Penyelidikan Penulis terhadap kepustakaan yang ada menunjukkan bahwa
subrogasi adalah lembaga pergantian hak-hak dari seorang Kreditur oleh pihak
ketiga yang menjadi Kreditur baru.
Kreditur baru yang menggantikan kedudukan Kreditur yang lama itu
memperoleh posisi demikian mengingat si Kreditur yang baru telah membayar
utang seorang Debitur kepada Kreditur lama tersebut.Menurut Pasal 1400
KUHPerdata Indonesia, subrogasi dapat terjadi karena diperjanjikan atau karena
ditentukan demikian oleh Undang-Undang (terjadi demi hukum)19.
Mengingat penjualan partisipasi atau dalam konteks penulisan skripsi
Penulis ini yang dimaksud adalah peralihan piutang20 yang terjadi dalam sindikat
kredit, hal itu hanya akan terjadi karena diperjanjikan. Maka, dalam tulisan ini
18Analisis mengenai hal ini dalam putusan Pengadilan di Indonesia dapat dilihat pada Bab III dalam Skripsi ini. 19 Lihat, Pasal 1400 KUHPerdata. Menurut pendapat Penulis, baik terjadi karena perjanjian maupun terjadi karena Undang-Undang, sama-sama dapat disebut terjadi karena hukum.Bukankah perjanjian dan Undang-Undang itu adalah dua hal hasil dikte hukum.Lihat pendapat pakar hukum yang Penulis rujuk pada hlm.8 Bab 1 Skripsi ini. 20Piutang artinya hak untuk menerima pembayaran, lihat Pengertian ini dala Bab 1 Angka (3) UU tentang Jaminan fiducia, No. 42/1999.
24
akan diuraikan subrogasi yang terjadi dengan persetujuan. Subrogasi yang terjadi
karena memang para pihak itu dengan sengaja menjanjikan atau terjadi
berdasarkan persetujuan (consent). Menurut Pasal 1401 KUHPerdata, subrogasi
dapat terjadi menurut 2 (dua) cara, yang dalam kepustakaan yang diteliti oleh
Penulis gambarannya adalah sebagai berikut:
Pertama, peralihan piutang yng ada memang dikehendaki atau datang atas
inisiatif Kreditur.Dalam hal ini subrogasi terjadi apabila pihak ketiga membayar
kepada seorang Kreditur.Sehubungan dengan penerimaan pelunasan piutang oleh
pihak ketiga tersebut, pihak ketiga tersebut menggantikan kedudukan si Kreditur
lama dan si pihak ketiga itu kemudian bertindak selaku Kreditur terjadap seorang
Debitur.
Apabila hal yang demikian itu terjadi, maka pihak ketiga menggantikan
hak-hak, gugatan-gugatan hak-hak istimewa yang semula dimiliki oleh Si
Kreditur lama. Dalam hal ini, termasuk status atau kedudukan dari hipotek atau
benda jaminan milik dari Debitur yang ada di tangan Kreditur yang lama
kemudian beralih juga ke dalam tangan Kreditur yang baru dengan terlebih
dahulu, sudah barang tentu, diketahui pula oleh Debitur.
Perlu sekali diperhatikan bahwa untuk sahnya suatu subrogasi harus
dinyatakan dengan tegas dan dilakukan bersamaan dengan pembayaran (tepat
pada waktu pembayaran dilakukan).Subrogasi yang terjadi setelah pembayaran
tidak menimbulkan akibat hukum, karena dengan terjadinya pembayaran, maka
perikatan antara Debitur dan Kreditur telah dihapus, sehingga tidak mungkin lagi
terjadi subrogasi.
25
Kedua, adalah subrogasi yang dikehendaki dan terjadi atas inisiatif
Debitur.Menurut hukum positif di Indonesia, subrogasi dengan jenis yang kedua
ini dapat terjadi jika Debitur meminjam uang kepada pihak ketiga dan membayar
uang hasil pinjamannya itu kepada seorang Kreditur pelunasan utangnya. Dengan
demikian, di dalam perjanjian di antara Debitur dengan pihak ketiga maka
otomatis pihak ketiga itu akan menggantikan kedudukan Kreditur yang lama
tersebut. Agar subrogasi ini sah, syarat-syarat yang perlu diperhatikan baik
perjanjian pinjam uang antara Debitur dan pihak ketiga maupun tanda pelunasan
utang Debitur kepada Kreditur semula adalah harus dibuat dengan akta otentik.
Di dalam perjanjian pinjam uang antara Debitur dan pihak ketiga harus
ditegaskan bahwa uang yang dipinjam dari pidak ketiga itu adalah untuk melunasi
utang Debitur kepada Kreditur lama. Selanjutnya dalam surat tanda pelunasan
harus pula diterangkan bahwa pembayaran utang Debitur kepada Kreditur semula
dilakukan dengan menggunakan uang yang dipinjam dari pihak ketiga tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa menurut Pasal 1403 KUHPerdata, subrogasi tidak dapat
mengurangi hak-hak seorang Kreditur apabila pihak ketiga hanya membayar
sebagian saja dari piutangnya. Dengan kata lain sisa piutang pihak ketiga tidak
mempunyai hak untuk didahulukan daripada hak pihak Kreditur tersebut.
Sehubungan dengan ketentuan mengenai lembaga subrogasi seperti telah
digambarkan di atas, maka apabila seorang Kreditur dalam sindikasi kredit
menginginkan untuk menjual aset, maka is dapat menempuh penjualan itu dengan
cara subrogasi dengan memperjanjikan kedudukannya selaku Kreditur naru.
26
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat mengenai sahnya
subrogasi sebagaimana yang diatur KUHPerdata21.
Dalam kredit sindikasi yang langsung berhubungan subrogasi dengan
Penerima kredit adalah agent Bank dan bagi sahnya suatu subrogasi tidak perlu
pergantian Kreditur diberitahukan kepada Debitur. Maka,agent Bank harus
melaporkan terjadinya pergantian kredit bukan saja kepada para anggota sindikasi
yang lain, tetapi juga kepada Debitur, kecuali apabila dalam perjanjian kredit
sindikasi diperjanjikan secara tegas bahwa terjadi pergantian kredit sebagai akibat
loan sale tidak wajib dilaporkan oleh agent Bank kepada para peserta sindikasi
dan Penerima kredit atau Debitur. Dengan demikian, yang dapat dipastikan
hanyalah bahwa denga cara ini, sahnya aset Kreditur yang berupa kredit sindikasi
itu tidak perlu mendapat persetujuan atau diberitahukan kepada Debitur22,
sepanjang telah diperjanjikan secara tegas sebelumnya oleh pihak-pihak terkait.
2.1.3. Peralihan Piutang Melalui Novasi
Novasi adalah institusi pembaharuan utang yang terjadi karena
diperjanjikan. Menurut Pasal 1413 KUHPerdata, ada 3 (tiga) macam cara untuk
melakukan novasi. Adapun cara-cara tersebut adalah:
Pertama, apabila seorang Debitur membuat suatu perjanjian utang baru
untuk kepentingan kredit semula, sehingga pergantian dari perjanjian utang yang
lama menjadi hapus karena dibuatnya perjanjian yang baru itu.Dengan demikian
21Lihat, Pasal 1401 sampai dengan Pasal 1403 KUHPerdata. 22Sjah deini Remy Sutan, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, (Midas Surya Grafindo, Jakarta, 1997), hlm. 92-94.
27
yang terjadi, bukan semata-mata perubahan (ketentuan-ketentuan dan syarat-
syarat) perjanjian utang yang bersangkutan, tetapi yang terjadi adalah dibuatnya
suatu perjanjian baru dengan tidak terjadi pergantian Debitur maupun
Kreditur.Menurut pendapat Penulis, hal ini tidak ada kaitannya dengan pengalihan
piutang.Novasi ini disebut novasi obyektif, oleh karena yang digantikan dengan
perjanjian baru itu hanyalah objek dari perjanjian semula, tanpa pergantian
subyek-subyeknya.Skripsi ini lebih menekankan kepada peralihan piutang dimana
ada pergantian pihak (the party to contract).
Kedua, apabila seorang Debitur baru ditunjuk untuk menggantikan Debitur
lama yang oleh Kreditur dibebaskan dari perikatannya.Dalam hal ini tidak disebut
suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama, tetapi yang terjadi
adalah digantikannya Debitur lama oleh seorang Debitur baru.Novasi jenis ini
disebut novasi subyektif pasif.Disebut demikian karena yang digantikan adalah
pihak Debitur yang menjadi subyek dari perjanjian itu. Menurut Pasal 1416
KUHPerdata23, novasi dengan penunjukan Debitur baru untuk menggantikan
Debitur lama dapat dijalankan tanpa bantuan (dengan kata lain tanpa
sepengetahuan) Debitur yang pertama. Menurut pendapat Penulis, penempatan
kata-kata di dalam kurung di atas, kurang pada tempatnya, sebab hal itu dapat
menimbulkan kesan bahwa seolah-olah hukum menganjurkan supaya dalam
novasi subyektif pasif, surat pembaharuan utang dengan penunjukan seorang
berutang baru untuk mengganti seorang yamng berutang lama tidak perlu
diberitahukan atau atas persetujuan Debitur lama. Sebab, menurut Penulis, pada
23Pasal 1416 KUHPerdata.
28
prinsipnya setiap pembaharuan utang seperti itu haruslah diketahui oleh Debitur
yang lama.Tidak realistis apabila hal tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan
Debitur lama yang digantikan oleh Debitur baru.
Sekali lagi, dari studi kepustakaan di atas terkesan bahwa novasi subyektif
pasif terjadi tanpa persetujuan Debitur. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1417
KUHPerdata, pemindahan yang dilakukan oleh seorang Debitur yang memberikan
kepada Kreditur seorang Debitur yang baru, yang bersedia mengingatkan dirinya
kepada Kreditur, tidak dengan sendirinya membebaskan suatu novasi, apabila
Kreditur tidak secara tegas menyatakan bahwa ia bersedia membebaskan Debitur
lama dan perikatannya. Dengan kata lain, novasi subyektif pasif hanya dapat
terjadi apabila disetujui oleh Kreditur.
Ketiga, apabila sebagai akibat adanya suatu perjanjian yang baru, seorang
Kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan Kreditur lama dalam hubungannya
dengan seorang Debitur yang dibebaskan dari perikatannya dengan Kreditur lama
tersebut, juga dalam hal ini tidak dibuatnya suatu perjanjian baru yang
menggantikan perjanjian yang lama, tetapi yang terjadi hanyalah digantikan
Kreditur lama oleh seorang Kreditur baru. Novasi jenis ini disebut novasi subyek
aktif.Disebut demikian, karena yang digantikan adalah Kreditur yang menjadi
subyek dalam perjanjian itu.
Penjualan partisipasi dalam sindikasi kredit misalnya, bertujuan
mengalihkan piutang atau partisipasi dari seorang lender atau Kreditur kepada
pihak lain, yang akan menggantikan kedudukan selaku Kreditur baru.
29
Apabila yang ingin digunakan untuk melakukan penjualan atau pengalihan
partisipasi itu adalah lembaga novasi, maka jenis novasi yang dapat ditempuh
adalah novasi subyektif aktif.Sehubungan dengan itu perlu diperhatikan
ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata mengenai syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu novasi subyektif aktif sah.
Adapun persyaratan dimaksudkan adalah, pembaharuan utang tidak
dipersangkakan tetapi harus dengan tegas terlihat dari perbuatan para pihak yang
menghendaki terjadinya novasi24.Untuk menghindari ketidakpastian pembaharuan
utang itu dilakukan dengan membuat suatu perjanjian tertulis.Dengan Kreditur
lama menunjuk pihak ketiga untuk menggantikan kedudukannya, tidak dengan
sendirinya menerbitkan suatu novasi25.Hipotek-hipotek yang diikat pada utang
lama, tidak berpindah menjadi utang baru.
Novasi subyektif pada hakekatnya adalah perundingan segitiga, yang
menghasilkan suatu persetujuan untuk menggantikan Kreditur lama dengan
seorang Kreditur baru atau menggantikan Debitur lama dengan seorang Debitur
baru26.Menurut pendapat Penulis, pandangan di dalam kepustakaan sebagaimana
dikemukakan di atas tersebut memberi isyarat bahwa dalam suatu perundingan
maka tidak mungkin tertinggal unsur diketahuinya peralihan tersebut oleh para
pihak yang berunding. Hal ini berarti bahwa dalam novasi pun penting bagi
hukum bahwa si Debitur mengetahui pembaharuan utang-utangnya. Dengan kata
24Pasal 1415 KUHPerdata. 25Lihat juga Pasal 1420 Ayat (2) KUHPerdata. 26 Subekti, Hukum Perjanjian, (Bandung: PT. Indomasa; 1987), hlm. 70-71.
30
lain, tidaklah mungkin terjadi pergantian Kreditur lama oleh Kreditur baru tanpa
diketahui oleh Debitur.
Berkaitan dengan itu, apabila akan dilakukan penjualan partisipasi dalam
sindikasi kredit oleh salah seorang Lender atau Kreditur kepada pihak-pihak lain
untuk menggantikan kedudukannya, maka penjualan itu diketahui oleh Debitur.
Pada novasi bukan saja penjualan itu harus diketahui oleh Debitur tetapi juga
terjadinya penjualan itu harus disetujui oleh Debitur.
2.2. Peralihan Piutang dan Hak Debitur Di Inggris
Menurut pendekatan hukum di Inggris, terdapat tiga metode tradisional
yang biasanya digunakan dalam praktek penjualan aset Bank yang berupa kredit.
Metode-metode tersebut ialah: assignment, novation dan sub-participation.
2.2.1. Peralihan Piutang Melalui Assignment
Assignment terjadi dalam hal Bank Penjual mentransfer suatu kredit
kepada Bank Pembeli dengan cara pengalihan (assignment) hak-hak terhadap
Penerima kredit kepada Bank Pembeli. Menurut hukum Inggris, setelah terjadi
assignment, Bank Pembeli kemudian berhak untuk mendapatkan bunga dengan
angsuran pokok yang telah ditransfer dengan terjadinya assignment tersebut.
Assignment tersebut dapat berlangsung berdasarkan ketentuan section 136
(1) dari Law of property Act 1925 atau berdasarkan hukum equity27.
27Equityadalah suatu sistem dari prosedur-prosedur hukum yang berkembang berdampingan dengan common law dan statue law yang berlaku di Inggris, yang berasal dari prosedur-prosedur yang dikembangkan oleh Pengadilan yang Disebut Court of dalam usaha pengadilan tersebut
31
Assignment yang berlangsung berdasarkan Law of property Act 1925
disebut legal assignment, sedangkan yang berlangsung berdasarkan equity disebut
equitable assignment. Perbedaan yang asasi antara legal assignment dan equitable
assignment ialah dalam equitable assignment tidak tunduk kepada prasyarat-
prasyarat yang berlaku bagi legal assignment agar suatu assignment dinyatakan
berlaku secara sah. Sekalipun berbeda dengan persyaratan-persyaratan, namun
kedua jenis assignment itu menurut hukum Inggris mempunyai kekuatan berlaku
yang sama.
Untuk memahami secara jelas bagaimana legal assignment tersebut terjadi
dan berlaku, maka berikut ini kutipan Section 136 (1) dari Law of poperty Act
1926 sebagai berikut:
136 (1) Any absolute assignment by writing under the hand of the
assignor (not pupriting tobe by way of change) of any debtor, trustee or
other person from whom the assignor would have been entitled to claim
such debt or think in action, is efectual in Law (subject to equities having
priority over the right of the assignee) to pass and transfer from the date
of such notice. (1) The legal right to such debt or thing ini action; (2) all
legal and other remedies for the same, and (3) The power to give a good
dischange for the same without the concurnce of the assignor28.
Dari bunyi Section 136 (1) tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa
sebelum suatu assignment berlaku berdasarkan section 136 (1) tersebut perlu
dipenuhi terlebih dahulu persyaratan-persyaratan sebagai berikut: Pertama,
assignment harus dilakukan secara tertulis yang harus ditulis oleh Assignor (pihak
untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam common law. Dalam L. B. Curzon, Dictionary of Law, Thirth Edition, London: Pitman Publishing, 1988, hlm. 163. 28 Lihat penelitian individual Kameo Jeferson , tidak dipublikasikan; Faculty of law and financial studies University of Glasow, 2001 – 2005 Glasgow Scotland.
32
yang melakukan assignment) sendiri.Kedua, assignment tersebut berlaku mutlak,
artinya bahwa assignment dilakukan sebagian terhadap sebagian dari satu utang
tidak termasuk ketentuan section 136 (1) tersebut. Dan,Ketiga, telah disampaikan
kepada Debitur secara tertulis29.
Ada Pengamat yang meminjam pandangan Pengamat Inggris Tennekoom,
mengetahui bahwa sekalipun untuk memenuhi persyaratan (a) tidak sulit, namun
mengingat persyaratan (b) dan (c) tidak mudah, maka assignment melalui cara
legal assignment menjadi tidak menarik dalam praktek. Hal itu disebabkan oleh
karena suatu Bank yang bermaksud untuk menjual kreditnya mungkin
menginginkan agar Debitur tidak mengetahui bahwa Bank itu untuk menagih dan
mendapatkan bunga dan pokok dari kredit tersebut telah dialihkan kepada Bank
lain. Menurut pendapat Penulis, pandangan Pengamat Hukum di Indonesia yang
mengutip Pengamat hukum di Inggris seperti dikembangkan di atas harus
diwaspadai sebab tidak sejalan dengan dikte hukum yang telah Penulis
kemukakan sebelumnya. Sedangkan agar suau legal assignment itu di dalam
sistem hukum Inggris30 berlaku secara sah, assignment itu harus diberitahukan
kepada Debitur.
Oleh karena suatu Bank mungkin saja tidak menginginkan untuk
mengalihkan seluruh tetapi hanya sebagian saja dari kredit yang dipinjamkan oleh
Penerima kredit, misalnya suatu kredit harus dibayar secara cicilan (diangsur
sebagian-sebagian) dan Bank peminjam menginginkan untuk mentransfer hak-
29Demikian ditentukan dalam putusan perkara Foster v Baker-baker. 30Pandangan ini merujuk pandangan umum.
33
haknya terhadap beberapa cicilan saja dan tetap memiliki hak-hak terhadap cicilan
yang lain.
Menurut pandangan Penulis kepustakaan seperti dikutip di atas
menyandarkan diri kepada argumen praktek bisnis yang cenderung mengabaikan
prinsip hukum yang pada asasnya mendikte bahwa Debitur wajib mengetahui dan
bahkan menyetujui peralihan piutang yang dilakukan oleh Krediturnya.Dari
penjelasan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa legal assignment tidak dapat
digunakan sebagai mekanisme pengalihan piutang apabila diinginkan agar
pengalihan itu terjadi secara diam-diam tanpa pemberitahuan kepada Penerima
kredit atau Debitur. Atau hanya sebagian saja dari piutang itu diinginkan untuk
dialihkan, dan pabila terjadi hal yang demikian itu31, assignment dapat dilakukan
menurut cara berlaku bagi pelaksanaan aquitable assignment.
Menurut pendapat Penulis tersebut, suatu aquitable assignment berlaku
tanpa keharusan adanya pemberitahuan tertulis kepada Debitur. Sekalipun
aquitable assignment pemberitahuan kepada Debitur tidak diperlukan bagi
keabsahan dari assignment tersebut, namun putusan perkara Dearle v
Hall32menentukan bahwa prioritas di antara para Penerima assignment (assignees)
dalam hal ini terjadi beberapa assignment yang telah dilakukan oleh suatu
Kreditur terhadap suatu yang sama, tidak ditentukan oleh assignment yang lebih
dahulu dilakukan, tetapi oleh urutan dari pelaksanaan pemberitahuan kepada
Debitur. Dengan kat lain hak diberikan kepada pihak yang menerima assignment
31Ibid, Sjadeini Sutan Remy, hlm. 87. 32 (1823) 3 Russ 1 dan Guest, A. G. L. et. al). Pendapat Remy Sutan mengutip Chitty on Contract, 26th edition, (London, Sweet and Maxwell, 1989) para 1425.
34
(assignee) yang telah lebih dahulu mengirimkan pemberitahuan kepada Debitur33
adalah suatu prinsip yang tidak dapat diabaikan oleh para pihak, sebagaimana
dikehendaki oleh hukum (the dictate of the law). Perjanjian kredit sindikasi yang
menggunakan assignment clausula mengatur sebagai berikut34:
Any bank (the transferor) may at any time, with the prior written consent
of the borrower (such concent not to be unreasohably with held), transfer
to any other bank or financial institution (the transferee), the whole or
any part of its right and/or obligation heveunder by delivery to the agent
of a transfer certificate substantially in the form of Schedule. Each
tranfer certificate delivered to the agent shall only be valid if it is in
writing, signed by each of the trabsferor and the transferee and is
contained in one document or two counter parts.
Dalam karya tulis ilmiah ini, klausula assignment yang hampir selalu
dipergunakan di dalam praktek di Inggris menurut dikte hukum apabila ada terjadi
pengalihan piutang dari Kreditur lama kepada Kreditur baru di atas
memperlihatkan dengan jelas dan tegas suatu keharusan menurut hukum bahwa
harus ada persetujuan (consent) dari Debitur. Hal itu terlihat dari rumusan kata-
kata “with the prior writter consent of the borrower”.
2.2.2. Peralihan Piutang Melalui Novation
Dalam hukum Inggris dimungkinkan terjadi atas para Kreditur melalui
novation atas hak-hak dan kewajiban kontraktual apabila disetujui oleh semua
pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Suatu kredit sindikasi misalnya,
33 Stanley Hern, Syndicated Loans, New York etc., Woodhead-Faulknes, 1990, hlm. 181. 34 Penelitian individual KameoJeferson, diFaculty of Law and Financial Studies University of Glasgow, 2001-2005, Scotland the UK.
35
dimungkinkan sekali untuk mensubstitusi (menggantikan) suatu Bank peserta
sindikasi dengan Bank lain sebagai Kreditur melalui suratnovations.
Kesulitan dari praktisiyang menangani novation ialah bahwa di dalam
novation diperlukan suatu persetujuan, bukan saja Penerima kredit Debitur, tetapi
juga dari seluruh Bank-Bank yang terkait dengan perjanjian kredit sindikasi
dimaksud. Hal ini terjadi oleh karena perjanjian kredit sindikasi menimbulkan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban bukan saja antara Penerima kredit (Debitur)
dan setiap Bank peserta sindikasi (misalnya, sehubungan dengan berlakunya
prorate sharingclausula atau klausula pembagian tanggung jawab secara prorate).
Mengingat hal yang demikian itu, maka novation dalam praktek juga sekali
dipakai untuk melakukan transfer atas loan asset. Pada titik ini, terlihat juga
secara jelas bahwa peralihan piutang dalam tradisi sistem hukum Inggris dengan
menggunakan novasi pun mensyaratkan consent pihak Debitur sebagai suatu
prinsip hukum yang fundamental.
2.2.3. Peralihan Piutang Melalui Sub-Participation
Dalam hal sub-participation, suatu peserta sindikasi35 yang menginginkan
menjual loan asset-nya36, cukup melakukan hanya dengan cara membuat
perjanjian kredit kedua dengan Bank Pembeli. Kemudian pihak Pembeli (Kreditur
baru) harus mentransfer sejumlah dana deposit kepada Bank atau Kreditur lama
35Dalam karya tulis ini, yang penulis maksudkan dengan peserta sindikasi adalah para Kreditur umumnya Bank-Bank besar yang berhimpun dan memberikan kredit kepada Debitur tertentu. Biasanya dalam rangka mendanai proyek-proyek pembangunan berskala super besar dengan dana yang sangat besar, baik untuk proyek Pemerintah Pusat maupun proyek-proyek Pemerintah Daerah di Seluruh Indonesia. 36Loan-asset adalah piutang milik para Kreditur.
36
yang jumlahnya sama dengan jumlah partisipasi Bank Penjual (Kreditur lama)
yang bersangkutan pada primary loannya.
Sebaliknya Bank Pembeli (Kreditur baru) menyetujui untuk menyimpan
dana deposit itu kepada Bank Penjual (Kreditur lama) selama jangka waktu
primary sindicated loan yang dimaksud. Lebih lanjut, Bank Pembeli (Kreditur
baru) memberikan persetujuannya bahwa hak terhadap pembayaran kembali
deposito itu dan bunganya adalah tergantung kepada jumlah pembayaran bunga
dan angsuran pokok oleh Debitur kepada Bank Penjual.Sampai di sini literatur
atau pustaka tentang kewenangan Kreditur (lama dan baru) untuk memperoleh
persetujuan kepada Debitur penjualan loan-asset tersebut, memang tidak
disinggung.
Apabila Penerima kredit (Debitur) cidera janji, baik terhadap seluruh atau
sebagian dari pembayaran bunga atau angsuran pokok kredit yang dimaksud maka
Bank Pembeli (Kreditur baru) tidak berhak menerima pembayaran deposito dan
bunganya sampai sejumlah bunga dan angsuran pokok sindikasi kredit yang tidak
dibayarkan oleh Penerima kredit atau Debitur.
Dengan demikian, resiko terjadinya non-payment dialihkan dari Bank
Penjual terhadap pembayaran bunga atau pokok pinjaman. Maka, terlihat bahwa
perjanjian yang menyangkut kredit (menyangkut deposito) tersebut berlangsung
antara Bank Penjual dan Bank Pembeli yang secara yuridis terpiash dari perjanjian
kredit induk antara Penerima kredit dan Bank Penjual37. Dalam hal ini tidak
37Kepustakaan yang Penulis rujuk untuk hal ini adalah Sjah deiniRemySutan, Ibid.
37
adakah kewenangan pemberitahuan kepada Debitur?Kepustakaan yang dirujuk
Penulis tidak memberikan penjelasan mengenai hal ini.
Sehingga, sampai dengan uraian kepustakaan mengenai sub-participation
ini perlu Penulis tegaskan bahwa sama dengan yang terjadi dalam tradisi hukum
Indonesia. Peralihan piutang dalam tradisi hukum Inggris pun, baik melalui
assignment, novation dan sub-participation, pada prinsipnya menurut dikte
hukum harus mendapat persetujuan (consent) Debitur. Rincian perbandingan
metode dan asas peralihan piutang baik dalam tradisi hukum Inggris maupun
Indonesia akan dikemukakan di bawah ini.