t im r e da k si - poltekkes-palangkaraya.ac.id · p e n g an t a r r e d a k si s ala h satu tugas...

67

Upload: duonganh

Post on 16-May-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm
Page 2: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

TIM REDAKSI

Jurnal Forum Kesehatan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

Tim Penyunting :

Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes

Redaktur : Asih Rusmani, SKM, M.Kes

Editor : Dr. Marselinus Heriteluna, S.Kp, MA

Tim Pembantu Penyunting :

Penyunting Pelaksana : 1. Ns. Gad Datak, M.Kep, Sp.MB

2. Riyanti, M.Keb

3. Erma Nurjanah, SKM, M.Epid

Pelaksana TU : 1. Deddy Eko Heryanto, ST

2. Daniel, A.Md.Kom

3. Arizal, A.Md

Tim Mitra Bestari :

1. Dr. Tri Johan Agus Yuswanto, S.Kp., M.Kep.

2. DR. drg. Jusuf Kristianto, MM, M.Kes, MHA, MQIH, PhD

Alamat Redaksi :

Unit Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

Jalan George Obos No. 32 Palangka Raya 73111- Kalimantan Tengah

Telepon/Fax : 0536 – 3221768

Email : j fk@pol tekkes-palangkaraya.ac . id

Website : www.poltekkes-palangkaraya.ac.id

Terbit 2 (dua) kali setahun

Page 3: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

PENGANTAR REDAKSI

Salah satu tugas utama dari lembaga pendidikan tinggi sebagaimana tercantum dalam

Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan penelitian. Agar hasil-hasil penelitian

dan karya ilmiah lainnya yang telah dilakukan oleh civitas akademika Politeknik

Kesehatan Kemenkes Palangka Raya lebih bermanfaat dan dapat dibaca oleh masyarakat,

maka diperlukan suatu media publikasi yang resmi dan berkesinambungan.

Jurnal Forum Kesehatan merupakan Jurnal Ilmiah sebagai Media Informasi yang

menyajikan kajian hasil-hasil penelitian, gagasan dan opini serta komunikasi singkat

maupun informasi lainnya dalam bidang ilmu khususnya keperawatan, kebidanan, gizi, dan

umumnya bidang ilmu yang berhubungan dengan kesehatan.

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya

berkat bimbingan dan petunjuk-Nyalah upaya untuk mewujudkan media publikasi ilmiah

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang diberi nama Jurnal Forum

Kesehatan Volume VIII Nomor 1, Februari 2018 ini dapat terlaksana. Dengan tekat yang

kuat dan kokoh, kami akan terus lebih memacu diri untuk senantiasa meningkatkan

kualitas tulisan yang akan muncul pada penerbitan – penerbitan selanjutnya.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Palangka Raya sebagai Penanggung Jawab serta Dewan Pembina yang telah memberikan

kepercayaan dan petunjuk kepada redaktur hingga terbitnya Jurnal Forum Kesehatan

Volume VIII Nomor 1, Februari 2018 ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga

disampaikan kepada Dewan Redaksi dan Tim Mitra Bestari yang telah meluangkan

waktunya untuk mengkaji kelayakan beberapa naskah hasil penelitian/karya ilmiah

yang telah disampaikan kepada redaksi.

Kepada para penulis yang telah menyampaikan naskah tulisannya disampaikan

penghargaan yang setinggi-tingginya dan selalu diharapkan partisipasinya untuk

mengirimkan naskah tulisannya secara berkala dan berkesinambungan demi lancarnya

penerbitan Jurnal Forum Kesehatan ini selanjutnya.

Akhirnya, semoga artikel-artikel yang dimuat dalam Jurnal Forum Kesehatan

Volume VIII Nomor 1, Februari 2018 ini dapat menambah wawasan dan memberikan

pencerahan bagai lentera yang tak kunjung padam. Kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan penerbitan selanjutnya.

Tim Redaksi

Page 4: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

DAFTAR ISI

Hal.

Analisis Ketahanan Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di

Rumah Sakit Kota Makassar

Iva Hardi, Ida Leida Maria, Nurhaedar Jafar ……………………………………………………….

1

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Tentang Menggosok Gigi yang Benar pada Siswa SDN

Sungai Tiung 3 Cempaka

Muhammad Doni Alfiannor, Evy Marlinda, Sugian Noor ………………………………………….

9

Stres Psikososial dan Kejadian Fluor Albus Patologis Pada Santri

Chusnul Hana, Nabila Zuhdy, Hesty Widyasih ………………………………………………...

16

Studi Deskriptif Pengetahuan Ibu tentang Toilet Training pada Anak Usia Toddler (1-3

Tahun) di Paud Terpadu Citra Indonesia Banjarbaru

Nova Uly Simbolon, Agustine Ramie, Hammad ……………………………………………………...

25

Faktor Determinan Taksiran Berat Janin Ibu Hamil di Palangka Raya

Christine Aden ……………………………………………………………………………………………

.

31

Hubungan Pelaksanaan Kelas Antenatal dengan Jenis Persalinan pada Ibu Hamil di

Puskesmas Pahandut Palangka Raya Tahun 2016

Sofia Mawaddah ………………………………………………………………………………………….

42

Pengaruh Air Rebusan Biji Alpukat dan Daun Pandan Terhadap Kadar

Gula Darah Penderita DM Tipe II di Puskesmas Panarung dan Bukit Hindu

Yetti Wira Citerawati SY, Retno Ayu Hapsari, Gabriella Marisa Konoralma …………………...

52

Pijat Bayi Modern Meningkatkan Kualitas Tidur Bayi di Baby Spa Elvina Kota Palangka

Raya

Yeni Lucin …………………………………………………………………………………………………

59

Page 5: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

1

Vol. VIII No.1 Februari 2018 JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

ANALISIS KETAHANAN HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT KOTA

MAKASSAR

Iva Hardi Yanti1, Ida Leida Maria2, Nurhaedar Jafar3

¹Program Studi Kesehatan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin 2Bagian Epidemiologi, FKM Universitas Hasanuddin

3Bagian Studi Ilmu Gizi FKM Universitas Hasanuddin

Email : [email protected]

Abstract : Chronic renal failure incidence has increased every year, Indonesian renal registry through 2012 on

kidney patients Chronicle up to 100,000 thousand patients and predicted continued to experience increased.

Research purposes, to know the proportions and the most influence on prognosis of survival of patients who

undergo hemodialysis chronic renal in Makassar city hospital by 2012-2015. This type of research, analytic

observational cohort retrospective design, the collection of data with a data search medical record, analyzed by

kaplan meier and cox regression. The results showed the proportion of patients ' survival year 1, 2, and 3

respectively around 28%,15%, and 13%. The prognosis of the most influential i.e. age and albumin. The

proportion of survival of patients aged >55 years amounted to 0.04 (4%) at the end of the 24th month of

observation than the age of 55 years < 0.000 (0%) in the month to-38. The group aged >55 years 1,438 times

likely experienced the event than age ≤55 years. The proportion of patient survival by albumin <3.5 grams/dl

amounted to 0.08 (8%) end of the 24th month of observation than patients with albumin ≥ 3.5 g/dl of 0.000 (0%)

the risk of 38 patients with albumin 3.5 grams/dl < 1,297 times likely experienced the event than patients with

albumin ≥ 3.5 g/dl. Kesimpulanya Health Services Center, is expected to detect early kidney Chronicles events

in the age related and made examination of albumin as one checks the patient's diagnosis.

Keywords : Albumin, chronic renal, age, survival

Abstrak : Gagal ginjal kronik memiliki insidensi meningkat setiap tahunnya, Indonesian renal registry hingga

tahun 2012 mengenai pasien ginjal kronik hingga 100.000 ribu pasien dan diprediksi terus mengalami

peningkatan. Tujuan penelitian, untuk mengetahui proporsi dan prognosis yang paling berpengaruh terhadap

ketahanan hidup pasien ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di rumah sakit kota Makassar tahun 2012-

2015. Jenis penelitian, observasional analitik dengan rancangan cohort retrospektif, pengumpulan data dengan

penelusuran data rekam medis, dianalisis dengan kaplan meier dan regresi cox. Hasil penelitian menunjukkan

proporsi ketahanan hidup pasien tahun 1, 2, dan 3 masing-masing berkisar 28%,15%, dan 13%. Prognosis yang

paling berpengaruh yakni umur dan albumin. Proporsi ketahanan hidup pasien umur >55 tahun sebesar 0.04

(4%) pada akhir pengamatan bulan ke-25 dibandingkan umur ≤55 tahun sebesar 0.000 (0%) pada bulan ke-38.

Kelompok umur >55 tahun 1.438 kali kemungkinannya mengalami event dibanding umur ≤55 tahun. Proporsi

ketahanan hidup pasien dengan albumin <3.5gr/dl sebesar 0.08 (8%) akhir pengamatan bulan ke-24

dibandingkan pasien dengan albumin ≥3.5gr/dl sebesar 0.000 (0%) bulan ke-38, risiko pasien dengan albumin

<3.5gr/dl 1.297 kali kemungkinannya mengalami event dibanding pasien dengan albumin ≥3.5 gr/dl.

Kesimpulanya, diharapkan pusat pelayanan kesehatan mendeteksi dini kejadian ginjal kronik pada umur terkait

dan menjadikan pemeriksaan albumin sebagai salah satu pemeriksaan diagnosa pasien.

Kata kunci : Albumin, ginjal kronik, umur, ketahanan hidup

PENDAHULUAN

Perkembangan penyakit tidak

menular (PTM) telah menjadi penyebab

utama kematian secara global, WHO

memprediksikan bahwa pada tahun 2030

transisi epidemiologi dari penyakit

menular menjadi penyakit tidak menular

akan mengalami peningkatan, morbiditas

akibat penyakit tidak menular meningkat

sedangkan penyakit menular akan

menurun (WHO, 2014). Salah satu

penyakit kronis yang kejadiannya

diperkirakan meningkat setiap tahun

adalah gangguan ginjal kronik, terkadang

disebut silent disease dan kebanyakan

Page 6: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

2

Vol. VIII No.1 Februari 2018 JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

diketahui setelah stadium klinis lanjut.

Gagal ginjal kronik merupakan suatu

kondisi dimana laju filtrasi glomerulus

<60 mL /min /1.73m2 yang telah

berlangsung selama lebih dari 3 bulan,

dengan atau tanpa bukti kerusakan ginjal

yang dibuktikan dengan pemeriksaan

albuminuria, pemeriksaan hematuria

setelah eksklusi penyebab urologi,

pemeriksaan kelainan struktural (tes

pencitraan ginjal) dan kelainan patologis

(biopsi ginjal) (CESPHN, 2015).

Amerika Serikat pada tahun 2012

terdapat lebih 600.000 orang dilaporkan

melakukan pengobatan dialisis dan

transplantasi ginjal (CDC, 2015).

Kemudian tahun 2013 dilaporkan lebih

dari 47.000 penderita meninggal di

Amerika Serikat akibat gagal ginjal (NKF,

2015). Laporan terakhir terkait kasus gagal

ginjal kronik yakni pada tahun 2014

terdapat lebih dari 10% atau sekitar 20 juta

orang dewasa mengalami gagal ginjal

kronik dengan pelbagai tingkatan

keparahan (NCDCPHP, 2014).

Penduduk asia dilaporkan memiliki

prevalensi penyakit gagal ginjal lebih

tinggi dibandingkan penduduk asli

kaukasia. Singapura tahun 2013,

prevalensi penyakit gagal ginjal akhir

berjumlah 1436.1 per 1.000.000 penduduk

dan setiap tahunnya, pasien dialisis

meningkat rata-rata 8% pertahun mulai

tahun 1999-2013 dan diproyeksikan terus

mengalami peningkatan terkait

peningkatan harapan hidup dan tingginya

prevalensi diabetes (Yang et al., 2015).

Jumlah pasien ginjal kronik pada

tahun 2012 berkisar 19621 orang, pasien

aktif yang menjalani terapi hanya berkisar

9161 orang. Distribusi umur, tertinggi

pada usia 45-54 tahun sekitar 29.21% dan

terendah usia 1-14 tahun sekitar 0.19%

(Indonesian Renal Registry, 2013).

Perkiraan ketahanan hidup pasien ginjal

kronik di Indonesia tidak diketahui secara

pasti, dikarenakan masih kurangnya

penelitian terkait estimasi ketahanan hidup

pasien ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis. Penelitian Beladi-Mousavi

di Iran menyatakan perkiraan ketahanan

hidup pasien ginjal kronik secara umum 1

tahun, 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun adalah

83%, 25.2%, 3.8%, dan 1.0% (Beladi et

al., 2012). Penderita gagal ginjal yang

menjalani hemodialisis diprediksi mampu

survive hingga 20 tahun atau lebih, namun

usia ≥75 tahun hanya mampu bertahan

hidup 2-3 tahun (NHS, 2015).

Faktor risiko yang mempengaruhi

prediksi ketahananan hidup pasien gagal

ginjal kronik yakni komorbiditas,kadar

albumin, umur, dan beberapa risiko terkait

lainnya (International Society Of

Nephrology, 2013). Peneliti Shih di

Taiwan menyatakan nilai hazard ratio

terkait komorbiditas perpenyakit memiliki

1.08 kali lebih berkontribusi terhadap

ketahanan hidup pasien (Shih et al., 2014).

Terkait faktor kadar albumin, penelitian

Brodowska-Kania, Rymarz di Polandia

menyatakan kadar albumin memiliki

hazard ratio sebesar 2.169 kali

berkontribusi terhadap ketahanan hidup

pasien dialysis (Brodowska-Kania,

Rymarz , Gibin, 2015) . Terkait faktor

umur pasien yang dikaitkan dengan

ketahanan hidup, penelitian Lin, Wu

memperlihatkan semakin bertambah umur

seseorang maka risiko terkait lama

ketahanan hidup semakin besar pula,

yakni umur 75-79 tahun hazard ratio

sebesar 1, umur 80-84 tahun sebesar 1.37,

umur 85-89 sebesar 1.81 dan umur ≥90

nilai hazard ratio 2.27 (Lin et al., 2013).

Penelitian Kjellstrand, Buoncristiani pada

pasien yang menjalani hemodialisis yang

di follow-up selama 25 tahun diperoleh

hasil analisa statistik Mean ± SD untuk

umur yakni 51 ± 15 dengan nilai hazard

ratio =1.09 (Kjellstrand et al., 2010).

Penilaian proporsi ketahanan hidup

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis merupakan hal penting untuk

diketahui. Agar penderita yang

terdiagnosis awal menyegerakan dialisis

hingga melaksanakan transplantasi ginjal.

Sehingga diharapkan tingkat ketahanan

hidup pasien lebih baik. Hal ini merupakan

alasan peneliti melakukan penelitian

Page 7: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

3

Vol. VIII No.1 Februari 2018 JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

terkait ketahanan hidup pasien ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis.

Pemilihan RSUP. Dr. Wahidin

Sudirohusodo, RSU Labuang Baji, RSI.

Faisal, dan RS TK II Pelamonia sebagai

tempat penelitian karena merupakan

rumah sakit rujukan beberapa daerah di

Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki

layanan hemodialisis, serta telah

beroperasi sekurang-kurangnya empat

tahun agar data yang dibutuhkan

terpenuhi. Penelitian bertujuan untuk

melihat proporsi dan prediktor yang paling

berpengaruh terkait ketahanan hidup

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis di Rumah Sakit Kota

Makassar Tahun 2012-2015.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian yang digunakan

adalah studi observasional analitik dengan

rancangan cohort retrospektif. Penelitian

dilakukan di Rumah Sakit Umum

Pendidikan Dr. Wahidin Sudirohusodo,

Rumah Sakit Umum Labuang Baji, RS

Islam Faisal, dan RS TK II Pelamonia

Kota Makassar tahun 2016. Sampel dalam

penelitian ini adalah seluruh pasien yang

terdiagnosis gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis tahun 2012-2015

yakni sebanyak 454 pasien dengan

ketentuan terdapat variabel-variabel yang

akan diteliti. Pengumpulan data dilakukan

dengan penelusuran data rekam medis di

ruang rekam medik rumah sakit, kemudian

terkait informasi terakhir kondisi pasien,

peneliti akan melakukan follow up

ketahanan hidup penderita gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa

melalui data rekam medik atau jika

memungkinkan menggunakan survei

telepon dan apabila tidak terdapat nomor

teleopon pasien, namun alamat jelas maka

peneliti akan mengunjungi rumah sampel

yang berdomisili di makassar. Pengolahan

data dilakukan dengan menggunakan

computer yang dianalisis dengan metode

life table, Kaplan meier dan uji multivariat

untuk regresi cox.

HASIL

Kelompok umur dengan distribusi

tertinggi pada pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis tahun 2012-

2015 adalah kategori umur 46-55 tahun

sebanyak 129 pasien (28.4%), dan

terendah pada kategori umur 12-16 tahun

sebanyak 1 orang (0.2%). Jenis kelamin

dengan distribusi tertinggi pada jenis

kelamin laki-laki sebanyak 256 pasien

(56.4%) dan jenis kelamin perempuan

sebanyak 198 pasien (43.6%). Terkait

tingkat pendidikan, distribusi tertinggi

pada tingkat pendidikan SMA sebanyak

125 pasien (27.5%) dan terendah pada

tidak sekolah sebanyak 1 pasien (0.2%)

(Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Pasien

Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani

Hemodialisis Di Rumah Sakit Kota

Makassar Tahun 2012-2015

Karakteristik n %

Umur (tahun)

12 – 16 Tahun 1 0.2

17 – 25 Tahun 21 4.6

26 – 35 Tahun 59 13.0

36 – 45 Tahun 92 20.3

46 – 55 Tahun 129 28.4

56 – 65 Tahun 102 22.5

>65 Tahun 50 11.0

Jenis Kelamin

Perempuan 198 43.6

Laki-laki 256 56.4

Pendidikan

Tidak Sekolah 1 0.0

SD 85 18.7

SMP 42 9.3

SMA 125 27.5

Sarjana 86 18.9

Tidak diketahui 115 25.3

Sumber : Data Sekunder yang Telah

Diolah, 2016

Tabel.2 menunjukkan bahwa pada

awal pengamatan, telah terjadi kematian

pada 147 pasien sehingga proporsi

ketahanan hidup pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis pada awal

pengamatan yakni 0.68 atau 68%.

Kemudian setelah bulan ke enam

Page 8: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

4

Vol. VIII No.1 Februari 2018 JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

serangan diagnosis, proporsi ketahanan

hidup pasien sebesar 0.39 atau 39%.

Selanjutnya, jika dilakukan pengamatan

dalam hitungan 12 bulan atau 1 tahun

angka ketahanan hidup pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis

sebesar 0.28 atau 28%. Kemudian pada

bulan ke 24 atau tahun ke 2 proporsi

ketahanan hidup pasien menjadi 0.15 atau

15%, Setelah pada bulan ke 38 ketahanan

hidup pasien tersisa 0%. Dengan demikian

dapat dinyatakan tidak ada pasien gagal

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis

yang survive atau bertahan hidup hingga

tahun ke 4.

Tabel 2. Proporsi Ketahanan Hidup

Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang

Menjalani Hemodialisis Tiap Interval

Waktu Pada Beberapa Rumah Sakit Di

Kota Makassar Tahun 2012-2015

Wa

ktu

(Bu

lan)

Hid

up

Terce

cer

Meningg

al

Surviva

l rate

berdasa

rkan

bulan

Kumula

tif

angka

kematia

n

0 454 0 147 0.68 0.324

1 307 64 36 0.59 0.089

2 207 10 20 0.53 0.058

3 177 17 17 0.48 0.053

4 143 12 9 0.44 0.031

5 122 9 9 0.41 0.034

6 104 7 4 0.39 0.016

7 93 8 9 0.35 0.040

8 76 9 4 0.33 0.020

9 63 3 1 0.33 0.005

10 59 6 5 0.30 0.029

11 48 4 1 0.29 0.007

12 43 5 2 0.28 0.014

13 36 2 5 0.24 0.040

14 29 2 2 0.22 0.017

15 25 2 0 0.22 0.000

16 23 5 1 0.21 0.011

17 17 1 1 0.20 0.013

21 15 2 0 0.20 0.000

22 13 2 0 0.20 0.000

23 11 1 0 0.20 0.000

24 10 2 2 0.15 0.044

25 6 1 1 0.13 0.028

27 4 1 0 0.13 0.000

28 3 1 0 0.13 0.000

36 2 1 0 0.13 0.000

38 1 0 1 0.00 0.000

Sumber : Data Sekunder yang Telah Diolah, 2016

Hasil uji log-rank hubungan antara

kelompok umur dengan ketahanan hidup

pasien gagal ginjal kronik menunjukkan

hasil yang signifkan dengan nilai log-

rank=0.002 dengan nilai hazard ratio

sebesar 1.438 kali (CI = 1.127 – 1.836).

Berdasarkan uji kaplan meier pada

(Gambar 1) menunjukkan bahwa kurva

ketahanan hidup pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis terkait

kelompok umur tidak berpotongan satu

sama lain. Hal ini berarti terdapat

perbedaan probabilitas survival dan

memenuhi asumsi proportional hazard.

Hasil uji log-rank hubungan antara kadar

albumin dengan ketahanan hidup pasien

gagal ginjal kronik menunjukkan hasil

yang signifkan dengan nilai p=0.049

dengan nilai hazard ratio sebesar 1.297

(CI =0.979– 1.718) (Tabel 3). Berdasarkan

uji kaplan meier pada (Gambar 2)

menunjukkan bahwa kurva ketahanan

hidup pasien gagal ginjal kronik yang

Gambar 1. Proporsi Ketahanan Hidup

Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang

Menjalani HD Berdasarkan Umur Pada

Rumah Sakit Di Kota Makassar Tahun

2012-2015

Page 9: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

5

Vol. VIII No.1 Februari 2018 JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

menjalani hemodialisis berdasakan kadar

albumin tidak berpotongan satu sama lain.

Hal ini berarti terdapat perbedaan

probabilitas survival dan memenuhi

asumsi proportional hazard. Sedangkan

terkait faktor risiko komorbiditas dengan

ketahanan hidup pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis, hasil uji log-

rank menunjukkan hasil yang tidak

signifkan yakni 1.000 (Tabel 3), dengan

nilai hazard ratio sebesar 1.018 (CI

=0.803– 1.290).

Tabel 3. Analisis Log Rank dan Regresi

Cox Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di

Beberapa Rumah Sakit Di Kota Makassar

Tahun 2012-2015

Varia

bel B

S

E

W

al

d

Si

g.

Ex

p(B

)

95.0% CI

for

Exp(B)

Lo

g

ra

nk

Lo

we

r

Up

per

Umur

0.

363

.1

24

8.529

0.

003

1.438

1.127

1.836

0.

002

Kadar

Album

in

0.

26

0

.1

4

3

3.2

84

0.

07

0

1.2

97

0.9

79

1.7

18

0.

04

9

Komorbiditas

0.

018

.1

21

0.021

0.

884

1.018

0.803

1.290

1.

000

Sumber : Data Sekunder yang Telah

Diolah, 2016

PEMBAHASAN

Memperoleh ketahanan hidup yang

baik merupakan hal yang diharapkan oleh

semua survivor gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis. Harapan ini

seringkali tidak terpenuhi karena gagal

ginjal kronik dideteksi setelah organ ginjal

telah mengalami penurunan fungsi dan

strukturnya abnormal sehingga mustahil

untuk kembali normal. Gagal ginjal kronik

pula bersifat asymptomatic sehingga orang

yang menderita gagal ginjal kronik sering

tidak didiagnosis atau terlambat

didiagnosis dan telah mengalami stadium

lanjut (Lacey, 2014). Penelitian ini

menunjukkan proporsi ketahanan hidup

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis semakin menurun setiap

periode waktu yakni tahun 1, 2, dan 3

masing-masing berkisar 28%, 15% dan

13% dan hingga akhir pengamatan pada

bulan ke 38 yakni 0%, dengan median

ketahanan hidup 4 bulan.

Umur merupakan salah satu faktor

risiko terjadinya penyakit gagal ginjal

kronik dan mempengaruhi ketahanan

hidup pasien, hal ini dapat dibuktikan dari

temuan umur yang bervariasi dan semakin

meningkat saat usia lanjut, serta diperkuat

dari berbagai penelitian gagal ginjal kronik

terkait kelompok umur. Hasil penelitian ini

menyatakan distribusi pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis

berdasarkan kelompok umur 66.5%

diantaranya merupakan kelompok umur

≤55 tahun, dengan estimasi proporsi

ketahanan hidup hingga akhir pengamatan

bulan ke-38 yakni 0% dengan median

waktu ketahanan hidup 5 bulan, artinya

pada bulan ke-5 sebanyak 50% pasien

gagal ginjal kronik pada kelompok usia

≤55 tahun mengalami kematian.

Hal berbeda pada pasien gagal

ginjal kronik usia >55 tahun, proporsi

ketahanan hidup sebesar 4% pada bulan

ke-25 dengan median waktu ketahanan

hidup 3 bulan. Kurva Kapplan Meier

variabel umur tidak berpotongan, sehingga

dapat dinyatakan bahwa setiap saat, pasien

gagal ginjal kronik yang menjalani

Gambar 2. Proporsi Ketahanan Hidup

Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang

Menjalani HD Berdasarkan Albumin

Pada Rumah Sakit Di Kota Makassar

Tahun 2012-2015

Page 10: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

6

Vol. VIII No.1 Februari 2018 JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

hemodialisis dengan umur >55 tahun

1.438 kali (CI = 1.127–1.836)

kemungkinannya untuk meninggal

dibandingkan dengan pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis

dengan umur ≤55 tahun, secara statistik

signifikan. Pertambahan usia seseorang

sejalan dengan adanya perubahan

fisiologis yang mengalami penurunan

fungsi tubuh, dan pada akhirnya

berpengaruh pada kondisi seseorang.

Organ tubuh yang dikaitkan mengalami

penurunan fungsi seiring bertambahnya

usia yakni ginjal, dan mengalami tingkat

keparahan lebih lanjut atau laju filtrasi

glomerulus telah mengalami penurunan

dibawah 60 mL /min /1.73m2 pada usia

diatas 60 tahun (Kidney Health Australia,

2016).

Penelitian ini sejalan dengan

penelitian di Taiwan yang menyatakan

bahwa pasien pasien gagal ginjal kronik

yang memulai menjalani hemodialisis usia

>55 tahun signifikan mempengaruhi

ketahanan hidupnya dibandingkan dengan

pasien usia dibawah 55 tahun (Chien et al.,

2013). Berdasarkan analisis cox regresi,

umur memiliki dampak yang signifikan

secara statistik yakni p=0.001, dengan HR

2.72. Efek ini memperkuat bukti bahwa

tingkat kematian meningkat dengan

meningkatnya umur. Oliva, Roa dalam

penelitiannya juga menyebutkan bahwa

ketahanan hidup pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis mengalami

penurunan seiring dengan meningkatnya

umur. Pasien hemodialisis usia 60–75

tahun probabilitas ketahanan hidupnya

tahun pertama yakni 88.6%, tahun kedua

menurun 78,6%, tahun ketiga 66.3% dan

tahun ke empat mengalami penurunan

probabilitas ketahanan hidup hingga

57.3% (Olivia et al., 2012).

Umur seringkali dikaitkan pula

dengan komorbiditas, sebagaimana

diketahui bahwa semakin bertambahnya

usia seseorang, kemungkinan mengalami

penyakit degeratif juga semakin

meningkat. Pada penderita gagal ginjal

kronik, kerusakan tidak hanya pada organ

ginjal. Namun, beberapa organ tubuh lain

ikut terganggu sistemnya dan menjadikan

munculnya sejumlah penyakit penyerta,

hal ini dikarenakan hakikatnya sistem

kerja organ tubuh saling berkaitan. Oleh

karenanya, pasien dengan usia lanjut atau

telah memasuki usia diatas 30 tahun

sebaiknya melakukan cek-up kesehatan

sekurang-kurangnya dua kali setahun, hal

ini dikarenakan penurunan fungsi ginjal

seseorang diperkirakan ketika mulai

menginjak usia 30 tahun.

Hasil analisis terkait kadar albumin

menyatakan distribusi pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis

berdasarkan kelompok kadar albumin

yakni 73.8% yang merupakan kadar

albumin <3.5 gr/dl, dengan proporsi

ketahanan hidup hingga akhir pengamatan

atau bulan ke 24 kejadian event yakni 8%

dengan median waktu ketahanan hidup 3

bulan, artinya pada bulan yang ke-3

sebanyak 50% pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis pada

kelompok kadar albumin <3.5 g/dl

mengalami kematian. Hal berbeda terjadi

pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis dengan kadar

albumin ≥3.5 gr/dl, dimana proporsi

ketahanan hidup sebesar 0% hingga akhir

pengamatan kejadian event atau pada

bulan ke 38, dengan median waktu

survival 5 bulan.

Kurva Kaplan Meier variabel kadar

albumin tidak saling berpotongan sehingga

dapat dinayatakan bahwa terdapat

perbedaan probabilitas event pasien gagal

ginjal kronik dengan kelompok kadar

albumin <3.5 g/dl dan kelompok kadar

albumin ≥3.5 gr/dl, secara statistik

signifikan (p=0.049) dengan nilai HR =

1.313. Penurunan kadar albumin dikaitkan

dengan rusaknya sejumlah nefron di ginjal,

dikarenakan nefron sebagai unit penyaring

darah telah mengalami kerusakan serta

fungsi dalam menjaga kondisi protein di

dalam tubuh telah mengalami penurunan.

Albumin merupakan protein plasma yang

berada dalam tubuh manusia berkisar 55-

60% atau pada tes laboratorium normalnya

Page 11: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

7

Vol. VIII No.1 Februari 2018 JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

berkisar 3.5–5.4 g/dl dan rendahnya kadar

albumin dinyatakan sebagai salah satu

prediktor terkait ketahanan hidup pasien

gagal ginjal kronik. Hal ini disebabkan

oleh penurunan kadar albumin yang dapat

menyebabkan cairan dalam darah

menumpuk di berbagai bagian tubuh,

sehingga tubuh penderita akan mengalami

bengkak (Hasan dan Indra, 2008).

Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilaksanakan Takahashi et

al (2015) pada 259 pasien di jepang yang

menyatakan bahwa kadar albumin <3.5

g/dl merupakan faktor yang berpengaruh

terhadap ketahanan hidup pasien

hemodialisis namun hazard ratio terbilang

rendah yakni 0.185. Penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian yang

dilaksanakan di Polandia, dalam

penelitiannya menyatakan bahwa kadar

albumin <3.5 g/dl tidak mempengaruhi

ketahanan hidup pasien yang menjalani

dialisis dengan nilai p=0.094 namun nilai

HR = 2.169, yang berarti kadar albumin

<3.5 g/dl tidak mempengaruhi ketahanan

hidup pasien. Namun ketika pasien

memiliki kadar albumin <3.5 g/dl pasien

memiliki 2.169 mengalami kematian lebih

tinggi daripada pasien dengan kadar

albumin ≥3.5 gr/dl (Brodowska-Kania,

Rymarz , Gibin, 2015). Penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian tersebut

dikarenakan peneliti hanya meneliti di satu

tempat layanan kesehatan dan jumlah

sampel yang sedikit yakni 14 pasien.

Penurunan albumin sering

dikaitkan dengan pengurangan massa

nefron di ginjal, nefron yang mengalami

kerusakan dikaitkan dengan tingginya

kadar gula darah dan tidak terkontrolnya

tekanan darah penderita secara terus-

menerus yang bereaksi dengan protein dan

mampu merusak struktur, fungsi sel dan

membrane basal glomerulus. Akibatnya,

penghalang albumin mengalami kerusakan

serta menyebabkan terjadinya kebocoran

protein ke urine atau disebut dengan

albuminuria. Oleh karenanya, dalam

mendeteksi dini penderita gangguan ginjal

diharapkan para dokter yang telah

mengetahui tanda dan gejala awal adanya

gagal ginjal kronik pada pasien. Mengikut

sertakan pemeriksaan kadar albumin agar

dilakukan penanganan dini seperti dialisis

atau menyiapkan pelaksanaan transplantasi

ginjal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Gagal ginjal kronik merupakan

suatu keadaan kerusakan ginjal yang

ditandai dengan penurunan fungsi filtrasi

<60 ml/min/1.73m2 yang telah

berlangsung selama lebih dari 3 bulan.

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan,

umur >55 tahun dan kadar albumin <3.5

grdl merupakan predictor yang

mempengaruhi ketahanan hidup pasien

gagal ginjal kronik di rumah sakit Kota

Makassar tahun 2012-2015.

Disarankan bagi pusat

pelayanan kesehatan yakni menentukan

diagnosis secara cepat dan tepat serta

menyarankan rencana pemeriksaan atau

pengobatan terbaik bagi pasien.

Mendeteksi dini kejadian gagal ginjal

kronik terlebih pada umur berisiko dan

menjadikan pemeriksaan albumin sebagai

salah satu pemeriksaan terbaik bagi

diagnosa pasien gagal ginjal kronik.

DAFTAR PUSTAKA

Beladi-Mousavi SS, Alemzadeh-Ansari

MJ, Alemzadeh-Ansari MH, Beladi-

Mousavi M. Long-Term Survival Of

Patients With End-Stage Renal

Disease On Maintenance

Hemodialysis: A Multicenter Study

In Iran. Iranian journal of kidney

diseases. 2012;6(6):452.

Brodowska-Kania D, Rymarz A, Gibin K.

First Year Survival Of Patients On

Maintenance Dialysis Treatment In

Poland. Nagoya journal of medical

science. 2015;77(4):629.

CDC. Protect Your Kidneys 2015 [14

Desember 2015]. Available from:

http://www.cdc.gov/features/worldki

dneyday/index.html.

CESPHN. Chronic Kidney Disease

Australian Government Department

Page 12: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

8

Vol. VIII No.1 Februari 2018 JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

of Health; 2015 [24 Desember

2015]. Available from:

https://www.cesphn.org.au/programs

/chronic-disease-

management/kidney-health.

Chien C-C, Sun Y-M, Wang J-J, Chu C-C,

Lu C-L, Wang S-F, et al. Increased

Risk Of Mortality Among

Haemodialysis Patients With Or

Without Prior Stroke: A Nationwide

Population-Based Study In Taiwan.

The Indian journal of medical

research. 2013;138(2):232.

Hasan I, Indra TA. Peran Albumin dalam

Penatalaksanaan Sirois Hati. Divisi

Hepatologi, Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI/RSCM–

Jakarta; 2008.

Indonesian Renal Registry. 5th Report Of

Indonesian Renal Registry. 2013.

International Society Of Nephrology.

KDIGO 2012 Clinical Practice

Guideline For The Evaluation And

Management Of Chronic Kidney

Disease. Journal of the international

Kidney Health Australia. Chronic Kidney

Disease In Australia Melbourne

2015 [2 Januari 2016]. Available

from:

http://www.kidney.org.au/health-

professionals/prevent/statistics.societ

y of nephrology. 2013;3(1).

Kjellstrand C, Buoncristiani U, Ting G,

Traeger J, Piccoli GB,

SIBAI‐GALLAND R, et al. Survival

With Short‐Daily Hemodialysis:

Association Of Time, Site, And

Dose Of Dialysis. Hemodialysis

International. 2010;14(4):464-70.

Lacey T. National Institute For Health And

Care Excellence Quality And

Outcomes Framework (QOF)

Indicator Development Programme

United Kingdom: 2014

Lin Y-T, Wu P-H, Kuo M-C, Lin M-Y,

Lee T-C, Chiu Y-W, et al. High Cost

And Low Survival Rate In High

Comorbidity Incident Elderly

Hemodialysis Patients. PloS one.

2013;8(9).

NCDCPHP. National Chronic Kidney

Disease Fact Sheet. 2014.

NHS. Dialysis 2015 [updated 26

Desember 201520 Desember 2015].

Available from:

http://www.nhs.uk/conditions/Dialys

is/Pages/Introduction.aspx.

NKF. Fast Facts New York: National

Kidney Foundation, Inc.; 2014 [20

Desember 2015]. Available from:

https://www.kidney.org/news/newsr

oom/factsheets/FastFacts.

Oliva JS, Roa LM, Lara A, Garrido S,

Salgueira M, Palma A, et al.

Survival And Factors Predicting

Mortality In Hemodialysis Patients

Over 75 Years Old. Journal of

nephrology. 2012.

Yang F, Khin L-W, Lau T, Chua H-R,

Vathsala A, Lee E, et al.

Hemodialysis Versus Peritoneal

Dialysis: A Comparison Of Survival

Outcomes In South-East Asian

Patients With End-Stage Renal

Disease. PloS one.

2015;10(10):e0140195.

Shih C-J, Chen Y-T, Ou S-M, Yang W-C,

Kuo S-C, Tarng D-C, et al. The

Impact Of Dialysis Therapy On

Older Patients With Advanced

Chronic Kidney Disease: A

Nationwide Population-Based Study.

BMC medicine. 2014;12(1):169.

Takahashi S, Suzuki K, Kojima F, Tanaka

Y, Nitta K. Geriatric Nutritional

Risk Index As A Simple Predictor

Of Mortality In Maintenance

Hemodialysis Patients: A Single

Center Study. International Journal

of Clinical Medicine. 2015;6(5):354.

WHO. Global Status Report On

Noncommunicable Diseases 2010:

World Health Organization; 2014.

Page 13: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

9

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG MENGGOSOKGIGI YANG BENAR PADA SISWA SDN SUNGAI TIUNG 3 CEMPAKA

Muhammad Doni Alfiannor1, Evy Marlinda2, Sugian Noor3

123Poltekkes Banjarmasin Jurusan Keperawatan Jl. HM Cokrokusumo No 3A Kelurahan Sei BesarBanjarbaru Kalimantan Selatan 70714Email : [email protected]

Abstract: Oral hygiene is very important because through these organs various germs can enter.Some mouth problems can also occur due to lack of maintaining dental and oral hygiene. Theremaining food that is not cleaned by the method of brushing your teeth properly will be difficultto clean and will become a collection of dental plaques (dental caries) and consequently can causecavities. This study aims to get an overview of the knowledge and attitudes about brushing teethproperly in students of SDN 3 Sungai Tiung Cempaka. The research design used was descriptive.The number of respondents was 32 people with sampling using the total sampling technique. Datacollection using a questionnaire. The results showed that most respondents had enough knowledgeas many as 17 people (53.1%) and most respondents had a positive category attitude of 27 people(84.4%). It is expected that the health center participates in providing treatment to improvechildren's health status, especially dental and oral health

Keywords : Brushing teeth, elementary school students, knowledge, attitude

Abstrak : Kebersihan mulut merupakan hal yang sangatlah penting sebab melalui organ iniberbagai kuman dapat masuk. Beberapa masalah mulut juga bisa terjadi karena kurangnyamenjaga kebersihan gigi dan mulut. Sisa makanan yang tidak dibersihkan dengan metodemenggosok gigi dengan benar akan sulit dibersihkan dan akan menjadi kumpulan plak gigi(karies gigi) dan akibatnya dapat menimbulkan gigi berlubang. Penelitian ini bertujuanmendapatkan gambaran pengetahuan dan sikap tentang menggosok gigi yang benar pada siswa-siswi SDN 3 Sungai Tiung Cempaka. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif.Jumlah responden ada 32 orang dengan pengambilan sampel menggunakan teknik totalsampling. Pengumpulan data dengan mengunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkanbahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup sebanyak 17 orang (53,1%) dansebagian besar responden memiliki sikap kategori positif sebanyak 27 orang ( 84.4%).Diharapkan kepada pihak Puskesmas peran sertanya dalam memberikan penanganan untukmeningkatkan derajat kesehatan anak khususnya kesehatan gigi dan mulut.

Kata Kunci : Menggosok gigi, Siswa SD, Pengetahuan, Sikap

Kebersihan mulut merupakan hal yangsangatlah penting. Beberapa masalah mulut bisaterjadi karena kurangnya menjaga kebersihangigi dan mulut sehingga kesadaran dalammenjaga kebersihan gigi menjadi hal yang sangatperlu. Kebersihan gigi dan mulut ikut berperandalam menentukan status kesehatan seseorang.Sisa makanan yang tidak dibersihkan denganmetode menyikat gigi dengan benar akan sulitdibersihkannya dan akibatnya dapatmenimbulkan gigi berlubang. Gigi dan mulutadalah bagian penting yang harus dipertahankankebersihannya, sebab melalui organ ini berbagaikuman dapat masuk. Banyak organ yang beradadalam mulut, seperti orofaring, kelenjar parotid,

tonsil, uvula, kelenjar sublingual, Kelenjarsubmaksilaris, dan lidah (Machfoedz,2005).

Menurut World Health Organization(WHO) 2012, pemeliharaan kebersihan gigi danmulut merupakan salah satu upaya meningkatkankesehatan karena hal tersebut dapat mencegahterjadinya penyakit – penyakit rongga mulut.Kesehatan gigi dan mulut menjadi salah satuaspek pendukung paradigma sehat sertamerupakan strategi pembangunan nasional untukmewujudkan Indonesia Sehat 2010 (KementrianKesehatan RI, 2007).

Berdasarkan data Riskesdas (2007)ditemukan bahwa 91,1% orang Indonesiamenggosok gigi setiap hari tapi hanya 7,3% darikeseluruhan yang mengikuti petunjuk untuk

Page 14: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

10

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

menggosok gigi pada pagi hari dan malam harisebelum tidur. Fakta yang terjadi, 72,1%penduduk Indonesia memiliki masalah gigiberlubang dan 46,5% diantaranya tidak merawatgigi berlubang. Hal tersebut menunjukkan bahwaadanya perilaku menggosok gigi yang masihkurang baik pada masyarakat Indonesia.

Data Dinas Kesehatan (Dinkes)Kalimantan Selatan, Kota Banjarmasin, padatahun 2010 jumlah siswa yang menderita kariesgigi (gigi berlubang) sebesar 46,1% dan padatahun 2011 meningkat menjadi 50,7%(Riskesdas, 2011). Kondisi tersebut terjadi,karena pola hidup masyarakat dan anak-anakyang masih enggan untuk menggosok gigi yangidealnya dilakukan setiap kali habis makan atauminimal 2 kali sehari. Hal tersebut dikuatkan,dari hasil riset dasar (Riskesdas) KementerianKesehatan 2013, yang menyebutkan KalimantanSelatan menjadi salah satu dari tiga provinsi diIndonesia yang memiliki masalah gigi dan mulutcukup tinggi yaitu di atas 35% (Riskesdas, 2013).

Data dari Dinas Kesehatan Banjarbaru(2014) angka kejadian caries gigi di Banjarbarusebagai berikut ; Banjarbaru Selatan 140,Banjarbaru Utara 41, Cempaka 179, Sungai Ulin32, Landasan Ulin 33, Lianganggang 177,Guntung Payung 112. Hasil penelitian Enny dkk(2014) rata-rata siswa kelas 1 dan 2 SDN SungaiTiung 3 Cempaka Banjarbaru mengalami kariesgigi sebanyak 15.3 gigi per orang dan dari hasilpenelitian Maya dkk (2015) rata-rata siswa kelas1 dan 2 SDN Sungai Tiung 3 CempakaBanjarbaru mengalami karies gigi sebanyak 9.53gigi per orang. Kategori karies gigi berdasarkanindeks def-t (indikator karies gigi) adalah sangattinggi dibandingkan dengan SDN Sungai Tiung 2karies gigi sebanyak 7.06 dan SDN Sungai Tiung1 dan 5 karies gigi hanya sebanyak 6.73. Uraiandata di atas dapat disimpulkan bahwa di SDNsungai tiung 3 cempaka dari tahun ke tahunhingga sekarang tahun 2016 karies gigi siswanyamasih dalam kategori sangat tinggi.

Hasil studi pendahuluan peneliti dengancara wawancara pada 10 siwa-siswi di SDNSungai Tiung 3 Cempaka pada tanggal 8 Januari2016, didapatkan hasil wawancara; 8 dari 10siswa SDN Sungai Tiung 3 Cempaka menjawabhanya sekali menggosok gigi dalam sehari yaitupada pagi hari, 2 orang menjawab 2 kali seharimenggosok gigi namun kadang-kadang jugasekali sehari dan ketika ditanya cara menggosokgigi mereka mempraktikkan dengan menggosokgigi depan degan arah menyamping yangseharusnya dengan arah atas ke bawah.

Berdasarkan uraian di atas masalahnya adalahmasih rendahnya pengetahuan tentang caramengosok gigi yang benar pada siswa dan siswidi SDN Sungai Tiung 3 Cempaka. Masalahtersebut disebabkan oleh banyak faktor yaitu:Pendidikan, sikap, kurangnya informasi,dukungan keluarga, dan pendidikan kesehatan.Rendahnya pengetahuan siswa siswi tentang caramenggosok gigi tersebut berisiko bertambahtingginya angka kejadian karies gigi pada siswasiswi SDN Sungai Tiung 3 Cempaka.

Berdasarkan hal di atas tersebut membuatpeneliti tertarik untuk melakukan penelitian padamasalah tersebut yaitu gambaran pengetahuandan sikap tentang menggosok gigi yang benarpada siswa dan siswi di SDN Sungai Tiung 3Cempaka.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif,tujuan dari penelitian deskriptif yaitumendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini. ).Penelitian ini hanya menggambarkanpengetahuan dan sikap tentang menggosok gigiyang benar pada siswa dan siswi di SDN SungaiTiung 3 Cempaka. Pengambilan sampel padapenelitian ini menggunakan total sampling , yaituseluruh populasi diambil untuk dijadikan sebagaisampel. Sampel dalam penelitian ini adalahseluruh siswa dan siswi kelas 4 dan 5 di SDNSungai Tiung 3 Cempaka yang berjumlah 32orang. Data dianalisis secara deskriptif denganmelihat tabel hasil deskripsi frekuensi.

HASIL

Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal8-9 juni 2016 dengan 32 responden didapatkanhasil sebagai berikut:

a. Gambaran Pengetahuan Tentang MenggosokGigi Yang Benar Pada Siswa Siswi SDN 3Sungai Tiung Cempaka

Tabel 1. Distribusi Frekuensi PengetahuanTentang Cara Menggosok GigiYang Benar Pada Siswa Siswi SDN3 Sungai Tiung Cempaka.

NoKategori

Pengetahuan CaraMenggosok Gigi

Jumlah(orang)

%

1 Kurang 8 25.0

Page 15: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

11

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

2 Cukup 17 53.1

3 Baik 7 21.9

Total 32 100

Berdasarkan tabel 1, dari 32 responden yangditeliti terlihat bahwa sebagian besar anak diSDN 3 Sungai Tiung Cempaka berpengetahuancukup sebanyak 17 orang (53,1%).

b. Gambaran Sikap Tentang Menggosok GigiYang Benar Pada Siswa Siswi SDN 3 SungaiTiung Cempaka

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Sikap TentangCara Menggosok Gigi YangBenar Pada Siswa Siswi SDN 3Sungai Tiung Cempaka.

No.

KategoriSikap CaraMenggosok

Gigi

Jumlah(orang) %

1. Negatif 5 15.6

2. Positif 27 84.4

3. Total 32 100

Berdasarkan tabel 2, dari 32 respondenyang diteliti terlihat bahwa sebagian besarsikapnya masuk kategori positif sebanyak 27orang ( 84.4%).

PEMBAHASAN

a. Gambaran Pengetahuan TentangMenggosok Gigi Yang Benar Pada SiswaSiswi SDN 3 Sungai Tiung Cempaka

Hasil penelitian menunjukkan bahwaresponden yang pengetahuan tentang caramenggosok giginya masuk kategori kurangsebanyak 8 orang (25.0%), kategori cukupsebanyak 17 orang ( 53.1%), dan kategori baiksebanyak 7 orang (21.9%). Berdasarkan hasilpenelitian diatas dapat dinyatakan bahwasebagian besar dari responden termasuk kategoricukup atau dapat disimpulkan masih rendahnyapengetahuan tentang cara menggosok gigi yangbenar. Apabila hal tersebut tidak ditangani secaracepat akan menyebabkan dampak tetap tingginya

angka karies gigi pada siswa siswi SDN 3 SungaiTiung Cempaka. Hasil penelitian Fitriyani (2009)menunjukkan bahwa 50% siswa-siswi SD diKelurahan Cirendeu memiliki tingkatpengetahuan menggosok gigi sedang. Sekitar33,8% siswa-siswi memiliki tingkat pengetahuanrendah dan 16,2% memiliki tingkat pengetahuantinggi. Sumber pengetahuan sebesar 53,75%didapat dari orang tua, sebesar 37,5% didapatdari sekolah, sebesar 6,25% didapat dari saudara,dan dari teman sepermainan sebesar 2,5%.

Berdasarkan penelitian Fitriyani (2009)dapat disimpulkan bahwa pengetahuan anak bisadidapat dari berbagai sumber, yang paling besarberasal dari orang tua anak tersebut, adakesamaan dengan penelitian ini dilihat darikarakteristik orang tua di Sungai Tiung Cempakayang riwayat terdahulunya juga angka kejadiankariesnya tinggi.

Hutabarat (2009) melakukan penelitiantentang peran petugas kesehatan, guru dan orangtua dalam melaksanakan UKGS dengan tindakanpemeliharaan kesehatan gigi dan mulut muridSekolah Dasar di kota Medan pada tahun 2009.Hasil penelitian tersebut menunjukkanpengetahuan anak tentang pemeliharaankesehatan gigi masih rendah. Faktor yangmempengaruhi rendahnya pengetahuan antaralain karena sumber informasi dan muatanpengetahuan yang kurang mendalam tentangkesehatan gigi, diperkuat dengan hasil penelitianDewanti (2012) menunjukkan bahwa adanyahubungan bermakna antara tingkat pengetahuantentang kesehatan gigi dengan perilakuperawatan gigi pada anak usia sekolah di SDNPondok Cina 4 Depok.

Adapun beberapa pengetahuan yang belumdikuasai oleh responden dapat dilihat dari hasiljawaban kuesioner yang sudah diberikan olehpeneliti yaitu mengenai pemilihan bulu sikatyang lembut dengan ukuran kepala sikat yangkecil dan mengenai lama waktu menggosok gigi.Tetapi disamping itu ada juga beberapapengetahuan yang sudah dikuasai oleh respondendilihat dari hasil jawaban koesioner yang sudahdiberikan oleh peneliti yaitu mengenai pengertiandari menggosok gigi itu sendiri. Kedua,pertanyaan mengenai makanan yang mudahmeyebabkan gigi berlubang, dan mengenaiwaktu yang tepat menggosok gigi.

Berdasarkan hasil penelitian Dewanti diatas sesuai dengan hasil penelitian saya yangsebagian besar pengetahuan responden tentangcara menggosok gigi yang benar masih rendahdengan tingginya angka kejadian karies di SDN

Page 16: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

12

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

tersebut. Tetapi juga ada perbedaan dari hasilpenelitian ini dengan hasil penelitian Evi (2006)pada persentase pengetahuan kategori baik yaitu21,9% dan 40,3%. perbedaan tersebut bisadipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunyayaitu lokasi penelitian, dari penelitian Evi (2006)lokasi penelitian/letak SD nya berada didaerahperkotaan sedangkan SDN dalam penelitian iniberada di daerah pedesaan.

b. Gambaran Sikap Tentang MenggosokGigi Yang Benar Pada Siswa Siswi SDN 3Sungai Tiung Cempaka

Hasil penelitian menunjukkan bahwaresponden yang sikapnya tentang caramenggosok gigi masuk kategori negatif sebanyak5 orang (15.6%), kategori positif sebanyak 27orang ( 84.4%).

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapatdinyatakan bahwa sebagian besar dari respondenkategori sikapnya positif/baik walaupunpengetahuannya masih dalam kategori rendah.Sikap dapat dipengaruhi oleh berbagai faktorseperti pengalaman pribadi, pengaruh orang lainyang di anggap penting, pengaruh kebudayaan,media masa, lembaga pendidikan dan lembagaagama. Sehingga walaupun pengetahuan nyadalam kategori rendah tidak menutupkemungkinan sikapnya dalam kategoripositif/baik. Hasil penelitian ini juga sejalandengan hasil penelitian Indirawati (2005) yaitudidapat nilai OHIS (Oral Hygine IndeksSimplified) berkisar antara 1,07-1,98 yangtermasuk kategori sedang atau cukup. Rata-ratapengetahuan dan sikap responden tentangkesehatan gigi juga cukup baik yaitu 97,5%.Dapat disimpulkan bahwa kebersihan gigi danmulut ada hubungannya dengan pengetahuan dansikap responden.

Sikap merupakan reaksi atau respon yangmasih tertutup dari seseorang terhadap suatustimulus atau objek. Newcomb menyatakanbahwa sikap itu merupakan kesiapan ataukesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakanpelaksanaan motif tertentu. Sikap belummerupakan suatu tindakan atau aktivitas, akantetapi merupakan predisposisi tindakan suatuperilaku. Sikap itu masih merupakan reaksitertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atautingkah laku yang terbuka. Sikap merupakankesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatanterhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

Azwar (2013) menjelaskan faktor yangmempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi,pengaruh orang lain yang di anggap penting,pengaruh kebudayaan, media masa, lembagapendidikan, lembaga agama dan pengaruh faktoremosional. Benar saja jika sikap siswa-siswiSDN 3 Sungai Tiung Cempaka sudah positif/baikdikarenakan sudah mendapat penanganan sepertipenyuluhan kesehatan tentang gigi dari petugasPuskesmas dan dari pihak Sekolah juga sudahmembuat UKS serta kegiatan wajib sikat gigipagi disekolah.

Berdasarkan uraian hasil penelitian di atastentang sikap responden menggosok gigi yangbenar sudah positif/baik, adapun sikap yangsebagian besar sudah baik tersebut dapat dilihatdari hasil jawaban koesioner sikap yaitumengenai sikap responden sebagian besar setujuuntuk menggosok permukaan gigi luar denganarah atas ke bawah, mengenai sikap respondensebagian besar kurang setuju/tidak setuju untuktidak menggosok gigi pada malam hari saat mautidur, dan mengenai sikap responden sebagianbesar setuju memilih sikat gigi yang bulusikatnya lembut.

Walaupun sebagian besar respondenmemiliki kategori sikap positif/baik adapunbeberapa sikap yang negatif/belum baik dariresponden, dapat dilihat dari hasil jawabankoesioner yang sudah diberikan oleh penelitiyaitu mengenai sikap responden yang sebagianbesar setuju menggosok gigi yang hanyadilakukan pada saat mandi saja, mengenai sikapresponden yang sebagian besar kurangsetuju/tidak setuju bahwa gigi berlubangberpengaruh buruk terhadap penampilannya danmengenai sikap responden yang sebagian besarkurang setuju/tidak setuju untuk menggosok gigisetelah makan makanan yang lengket di gigi, danmengenai sikap responden sebagian besar setujumemakai sikat gigi secara bersama-sama.

KESIMPULAN1) Sebagian besar anak di SDN 3 Sungai Tiung

Cempaka berpengetahuan cukup sebanyak17 orang (53,1%).

2) Sebagian besar sikap anak masuk kategoripositif sebanyak 27 orang ( 84.4%).

Page 17: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

13

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

SARAN

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, makapenulis menyarankan beberapa hal sebagaiberikut :

1. Pihak PuskesmasDalam mempertahankan tingkat

pengetahuan dan sikap yang baik sertadalam meningkatkatkan pengetahuan dansikap yang masih dalam batas cukup dankurang maka diharapkan bagi pihakPuskesmas agar berperan serta dalammenanganinya misal dengan carabekerjasama dengan pihak sekolah untukmembuat lomba dihari-hari kesehatan,atau mengadakan lomba tiap 4 bulansekali dalam 1 tahun dengan kelas yangberbeda contoh pada bulan januari lombakelas 1 dan 2, di bulan Mei lomba kelas 3dan 4, di bulan September lomba kelas 5dan 6 tentunya tentang kebersihan gigidan mulut khususnya masalah pemilihansikat gigi yang baik, mengenai lamawaktu menggosok gigi dan mengenaipemakaian sikat gigi yang seharusnyahanya boleh digunakan untuk satu orangsaja.

2. Bagi Perawat GigiDi harapkan bagi perawat gigi

memberikan informasi tentangmenggosok gigi yang benar untukmeningkatkan pengetahuan dan sikapanak di SDN 3 Sungai Tiung Cempakalebih mendalam seperti secara langsungmendemonstrasikan bagaimana caramenggosok gigi yang benar tersebutsehingga dapat meningkatkan derajatkesehatan anak khususnya kesehatan gigidan mulut.

3. Instansi PendidikanDiharapkan penelitian ini dapat

menjadi masukan dan informasi bagiinstansi pendidikan dan juga ikut sertadalam menangani masalah tersebutdengan cara salah satunya membentukkader kesehatan gigi sekolah dari anakyang pengetahuan dan sikapnya sudah

baik agar memberikan contoh ataumemotivasi kepada teman nya untukmenjaga kebersihan gigi dan mulut.

4. RespondenDiharapkan kepada siswa-siswi

SDN 3 Sungai Tiung Cempaka agar selalumenjaga kebersihan giginya sepertimenggosok gigi 2 kali sehari setelahbangun tidur di pagi hari dan pada saatsebelum tidur di malam hari, selalumenggosok gigi setelah makan makananyang lengket di gigi, dan rutinmemeriksakan giginya ke dokter gigi tiap6 bulan sekali.

5. Bagi Peneliti Lain

Perlunya dilakukan penelitian lebihlanjut tentang faktor-faktor yang lebihspesifik mempengaruhi tingginya kejadianangka karies gigi selain dari pengetahuandan sikap.

DAFTAR PUSTAKA

Allport. (1954) dalam Notoatmodjo, S. 2012.Promosi Kesehatan Dan Ilmu PerilakuKesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Arikunto, S, (2006). Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktek. Jakarta : Rineka cipta

Azwar, S. (2013). Sikap Manusia Teori DanPengukurannya. Yokyakarta : PustakaPelajar Offset.

Badan Penelitian dan Pengembangan KesehatanKementerian Kesehatan RI, (2007).Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasartahun 2007. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan KesehatanKementerian Kesehatan RI, (2011).Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasartahun 2011. Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan KesehatanKementerian Kesehatan RI, (2013).Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasartahun 2013. Jakarta.

Breckler. 1984 dalam Budiman, A, R. (2013).Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan

Page 18: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

14

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan.Jakarta : salemba medika.

Dewanti. (2012). Hubungan TingkatPengetahuan Tentang Kesehatan GigiDengan Perilaku Perawatan Gigi PadaAnak Usia Sekolah Di SDN Pondok Cina 4Depok. Diakses darihttp://lib.ui.ac.id/file=digital/20311320-S42783-Hubungan%20tingkat.pdf

Djaali. (2008). Skala Likert. Jakarta : PustakaUtama

Evi. (2006). Hubungan Pengetahuan, Sikap DanPraktik Kesehatan Gigi Dan MulutTerhadap Kejadian Karies Gigi ( StudiKasus Pada SD Mlati I Dan SD SendangAdi I Kecamatan Mlati Kabupaten SlemanYogyakarta. Di akses darihttp://eprints.undip.ac.id/20344/

Fitriyani. (2009). Tingkat PengetahuanMengenai Menggosok Gigi Pada Siswa-Siswi Kelas IV SD Kelurahan Cirendeu.Diakses darihttp://tulis.uinjkt.ac.id/opac/themes/katalog/detail.jps?id=106177&lokasi=lokal

Hidayat, A, A. (2005). Pengantar IlmuKeperawatan Anak 1. Jakarta : SalembaMedika.

Hidayat, A, A. (2009). Riset Keperawatan DanTeknik Penulisan Ilmiah. Jakarta :Salemba Medika.

Hutabarat, N. (2009). Peran Petugas Kesehatan,Guru Dan Orang Tua DalamMelaksanakan UKGS Dengan TindakanPemeliharaan Kesehatan Gigi Dan MulutMurid Sekolah Dasar Di Kota MedanPada Tahun 2009. Diakses darihttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6803/1/09E02237.pdf

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). (2008).Buku Ajar Respirologi Anak, EdisiPertama. Jakarta : badan penerbit IkatanDokter Anak Indonesia.

Indirawati, T, N. (2005). Hubungan KebersihanGigi Dan Mulut Dengan PengetahuanDan Sikap Responden Di BeberapaPuskesmas Di Propinsi Jawa Barat. Diakses darihttp://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/mpk/article/view/1157

Iswandani, W. (2015). Gambaran PengetahuanAnak Usia 7 Sampai Dengan 12 TahunTentang Oral Hygiene BerdsarkanKarakteristik Di SDN Jalan Anyar KotaBandung. Diakses darihttp://repository.upi.edu/15618/5/Ta_JKR_1205696_Chapter1.pdf

Khalisa, E, dkk. (2014). Laporan PenelitianDEF-T SDN Sungai Tiung 3.

Machfoedz, I & Zein, A, Y. (2005). MenjagaKesehatan Gigi Dan Mulut Anak-Anak DaIbu Hamil. Yokyakarta : Tramaya.

Machfoedz, I. (2005). Menjaga Kesehatan GigiDan Mulut Anak-Anak Dan Ibu Hamil.Yokyakarta : Fitrimaya Mada UniversityPress.

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta KedokteranJilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FK.

Mueller, D. J. (1992). Mengukur Sikap Sosial.Jakarta : bumi Aksara

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan danIlmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu PerilakuKesehtan. Jakarta : PT Rineka Cipta

Nursalam, (2013). Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Pratiwi, (2007). Gigi Sehat-Merawat GigiSehari-Hari. Jakarta : Kompas.

Ramadhan, A, G. (2010). Serba Serbi KesehatanGigi & Mulut. Jakarta : Bukune.

Sagita, M, dkk. (2015). Gambaran TingkatKerusakan Gigi Setelah 6 BulanPelaksanaan FIT FOR SCHOOL.

Sugiyono, (2007). Metode Penelitian KuantitatifDan Kualitatif, R&D. Bandung : CV.Alfabeta.

Sugiyono, (2012). Metode Penelitian KuantitatifKualitatif Dan R&B. Bandung : Alfabeta.

Suharsimi, A. (2006). Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik. Jakarta : RinekaCipta.

Wong, D, L. (2003). Pedoman KlinisKeperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.

Page 19: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

15

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan AnakDan Remaja. Bandung PT. RemajaRosdakarya.

Page 20: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

Page 16 of 9

16

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

STRES PSIKOSOSIAL DAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PATOLOGISPADA SANTRI

Chusnul Hana1, Nabila Zuhdy2, Hesty Widyasih3

1,2Kebidanan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada3Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Email: [email protected]

Abstract: Fluor albus or vaginal discharge is a secretion from the woman’s genitals but it is not a blood.Fluor albus divided into physiological and pathological fluor albus. Pathological fluor albus is a secretionfrom vagina that whitish, yellowish or greenish, itching or burning or pain. Fluor albus is not a disease butbecoming the indication of infections, viciousness or benign tumor of gynecological problems. There aremany factors can caused fluor albus at adolescent, one of the factors is stress. This study aimed to knowthe correlation between psychosocial stress and incidence of pathological fluor albus of islamic boardingstudents as research population in Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Sleman Yogyakarta. Thesampling technic used non-probability sampling and the sample size was 82 people. This study usedDepression Anxiety Stress Scale (DASS 42) and fluor albus questionnaires to collect the data. The dataanalyzed using Chi-Square, Coefficient Contingency and Prevalence Ratio test.Result of the studyshowed 58,7 % santri had stress and 64,9% santri were indicated pathological fluor albus. At the age ofcharacteristic respondent, the majority subject was the end of adolescent (50,5%) and the majority subjectwas at higher education (41,2%). Statistical test showed p-value = 0,001, C = 0,523 and PR = 2,982,which means there were significant correlation between level of psychosocial stress and incidence ofpathological fluor albus, the correlation strength was strong enough. Santri who got stress psychosocialhave risk 2,982 times experienced pathological fluor albus incidence.

Keywords : psychosocial stress, pathological fluor albus

Kata kunci : stres psikososial, fluor albus patologis

Masa remaja adalah usia saat individuberinteraksi dengan masyarakat dewasa.Ketika anak tidak lagi merasa di bawahtingkat orang-orang yang lebih tua, melainkanberada dalam tingkat yang sama. Remaja putrimempunyai permasalahan sangat kompleks,salah satu diantaranya yaitu masalahreproduksi. Masalah ini perlu mendapatpenanganan serius, karena masih kurang

tersedianya akses pada remaja untukmendapat informasi mengenai kesehatanreproduksi (Pudiastuti, 2012). Kesehatanreproduksi remaja adalah suatu kondisi ataukeadaan sehat secara menyeluruh baikkesejahteraan fisik, mental dan sosial yangutuh dalam segala hal yang berkaitan denganfungsi, peran, dan proses reproduksi yangdimiliki oleh remaja (Nugroho, 2012).

Abstrak: Stres Psikososial dan Kejadian Fluor Albus Patologis pada Santri. Fluor albus ataukeputihan adalah cairan yang dikeluarkan dari alat genetalia dan tidak berupa darah. Fluor albus dibagimenjadi dua yaitu fluor albus fisiologis dan fluor albus patologis. Fluor albus patologis adalah cairankeputihan yang berwarna putih keruh, kuning, hijau, terasa gatal, nyeri dan terasa panas. Fluor albusmerupakan manifestasi klinik berbagai infeksi, keganasan atau tumor jinak organ reproduksi. Banyakfaktor yang menyebabkan fluor albus pada remaja, salah satunya adalah stres. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui hubungan antara stres psikososial dengan kejadian fluor albus patologis pada santriPondok Pesantren Sunan Pandanaran Sleman. Pengambilan sampel dilakukan dengan non probabilitysampling dan besar sampel adalah 82 santri. Alat pengumpul data berupa kuesioner stres dariDepression Anxiety Stress Scale (DASS 42) dan kuesioner kejadian fluor albus. Analisis datamenggunakan uji Chi-Square, Coefficient Contingency dan Prevalence Ratio. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa 58,7% santri mengalami stres dan 64,9% santri mengalami fluor albus patologis.Pada karakteristik umur, usia remaja akhir paling banyak yaitu 50,5% dan mayoritas santri berada padatingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu 41,2%. Hasil uji statistik didapatkan p-value = 0,001, C = 0,523dan RP = 2,982 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikanantara tingkat stres psikososial dengan kejadian fluor albus patologis dengan kekuatan korelasi cukupkuat dan santri yang mengalami stres psikososial berisiko 2,982 kali mengalami kejadian fluor albuspatologis.

Page 21: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

17

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Penelitian tentang kesehatan reproduksimenunjukkan bahwa 75% wanita di duniapasti mengalami keputihan paling tidak sekaliseumur hidup dan 45% diantaranya dapatmengalami keputihan sebanyak dua kali ataulebih (Syed, 2004). Di Indonesia sekitar 70%remaja putri mengalami masalah keputihan.Hal tersebut berkaitan erat dengan kondisicuaca yang lembab sehingga menyebabkanwanita di Indonesia mudah terkena keputihankarena pada kondisi inilah akan mudahterkena infeksi jamur (BalitbangkesKemenkes, 2010).

Banyak faktor yang dapat menyebabkankeputihan pada remaja. Faktor pendukungterjadinya keputihan pada remaja adalahanemia, gizi rendah, kelelahan dan obesitas.Faktor patologis yang sering mengakibatkankeputihan adalah infeksi bakteri, parasit,jamur, dan virus (Cohrssen, 2010).

Faktor resiko lainnya yang menyebabkankeputihan adalah stres psikososial. Stresspsikososial yang meningkat berhubungandengan meningkatnya prevalensi bakteri padavagina. Kejadian stres kronis mengganggufungsi imun sampai ke bagian terkecil,terutama pada kelenjar hipotalamus-pituitari-adrenal dan kelenjar sympathetic-adrenal-medularry, yang mengakibatkan produksikronis hormon glucocorticoid dancatecholamine. Stres ditemukan berhubungandengan indikator-indikator lain yangmenyebabkan penurunan fungsi imun,termasuk menurunkan respon vaksin (Tonja,2006). Hasil penelitian Shopia (2005)menunjukkan bahwa stres kronis berperandalam patogenesis vulvovaginitis.Vulvovaginitis yaitu infeksi pada vulva danvagina yang disebabkan oleh bakteri parasitatau jamur (Bahari, 2012).

METODEPeneliti menggunakan jenis penelitian

survey analitik dengan rancangan penelitianstudi potong lintang (cross sectional) untukmengetahui hubungan antara stresspsikososial dengan kejadian fluor albuspatologis. Pada penelitian ini, data keduavariabel yaitu tingkat stres dan kejadian fluoralbus patologis pada satu sampel di ambildalam satu kali pengukuran dan satu waktuyang sama. Penelitian dilakukan di PondokPesantren Sunan Pandanaran Jalan KaliurangKm 12,5 Candi, Sardonoharjo, Ngaglik,Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.Penelitian dilaksanakan pada BulanSeptember 2017. Pada sampel penelitian ini

dikhususkan pada santri putri yang berada dikomplek dua dan tiga Pondok PesantrenSunan Pandanaran Sleman. Dalam penelitianini besar sampel ditentukan menggunakanrumus perhitungan sampel dari Lemeshowyaitu jumlah sampel minimal pada penelitianini adalah 81,87091 yang dibulatkan menjadi82 orang santri. Pada penelitian ini jumlahsubjek sebanyak 97 santri sesuai santri yanghadir saat penelitian. Dalam penelitian inimenggunakan alat atau instrument penelitianberupa kuesioner karakteristik responden yangmeliputi umur dan tingkat pendidikan,kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaanuntuk menggali stres pada pasien. Kuesionerini diukur dengan menggunakan DepressionAnxiety Stress Scale (DASS 42) (Lovibond,S.H. & Lovibond. P.f. 1995) dan kuesioneryang berisi pertanyaan-pertanyaan untukmenggali kejadian fluor albus patologispada santri. Analisis univariabel dilakukanterhadap tiap variable, analisis bivariabeldilakukan terhadap dua variabel didugaberhubungan atau korelasi. Kriteria Inklusiyaitu santri yang berusia 12 - 24 tahun,santri belum menikah, santri telahmengalami menarche, santri tidak sedanghamil, santri yang hadir pada saatpengambilan data, santri yang telahmenetap di pesantren minimal 1 tahun.Kriteria Eksklusi yaitu santri yangmempunyai penyakit ginekologis atauriwayat gangguan reproduksi sepertikanker serviks, gonorrhea, sifilis,vaginitis, vulvisitis, serviksitis,HIV/AIDS, dan pelvic inflammatorydisease.

HASILPeneliti mendeskripsikan karakteristik

umum dari subjek penelitian, yaitu 97 santritersebut berdasarkan umur dan tingkatpendidikan. Hasil penelitian secara lengkaptersaji pada tabel berikut:

Page 22: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

18

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Tabel 1. Karakteristik Dasar Subjek Penelitiandi Pondok Pesantren Sunan Pandanaran

Pada tabel 1. Digambarkan bahwasebagian besar subjek adalah pada kategoriremaja akhir dan tingkat pendidikan mayoritaspada perguruan tinggi.

Tabel 2. Tingkat Stres Psikososial SantriPondok Pesantren Sunan Pandanaran Sleman

Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwasebagian besar subyek penelitian (41,2 %)mengalami tidak stres yaitu sebanyak 40santri diikuti oleh stres ringan yang dialamioleh subyek penelitian sebesar 34,1 %.

Tabel 3. Kejadian Stress Psikososial BerdasarkanUmur dan Tingkat Pendidikan Santri

Karakteristik Stres Tidak Stresx2 RP

95 %f % f % (%) Rendah Tinggi

UmurRemaja Awal 29 29,9 19 19,6 49,5 0,248 1,08

80,779 1,521

Remaja Akhir 28 28,9 21 21,7 50,5Jumlah 57 58,8 40 41,2 100

TingkatPendidikan

SMP/MTs 15 15,5 44,1

19,6 4,294 3,068

0,865 10,889

SMA/MA 20 20,6 1818,6

39,2 0,909

0,373 2,216

PerguruanTinggi

22 22,7 18 18,6 41,2

Jumlah 57 58,8 40 41,2 100

Tabel 3. menunjukkan tingkat stresyang dialami oleh subyek penelitianberdasarkan karakteristik umur dan tingkat

pendidikan responden. Pada karakteristiksubyek penelitian berdasarkan umur, remajaawal paling banyak yang mengalami stres(29,9%). Pada karakteristik subyek penelitiantingkat pendidikan, santri pada tingkatpendidikan perguruan tinggi paling banyakyang mengalami stres (22,7%), diikuti olehsantri pada tingkat pendidikan SMA/MAsebanyak 20,6 %.

Nilai RP sebesar 1,088 menunjukkanarti bahwa santri yang berada pada kategoriremaja awal mempunyai risiko 1,088 kalimengalami stress dibandingkan dengan santriyang berada pada kategori remaja akhir. NilaiRP sebesar 3,068 menunjukkan arti bahwasantri yang berada pada tingkat pendidikanSMP/MTs mempunyai risiko 3,068 kalimengalami stres dibandingkan dengan santriyang berada pada tingkat pendidikanperguruan tinggi. Nilai RP sebesar 0,909menunjukkan arti bahwa santri yang beradapada tingkat pendidikan SMA/MAmempunyai risiko 0,909 kali mengalami stresdibandingkan dengan santri yang berada padatingkat pendidikan perguruan tinggi.

Tabel 4. Kejadian Fluor Albus PatologisSantri Pondok Pesantren Sunan Pandanaran

Sleman

Berdasarkan Tabel 4. menunjukkanbahwa sebagian besar subyek penelitianmengalami fluor albus patologis yaitusejumlah 63 santri (64,9 %).

Karakteristik Frekuensi %

UmurRemaja Awal (12-16tahun) 48 49,5Remaja Akhir (17-25tahun) 49 50,5

Tingkat Pendidikan

SMP/MTs 19 19,6

SMA/MA 38 39,2

Perguruan Tinggi 40 41,2

Tingkat Stres Frekuensi %

Tidak Stres 40 41,2

Stres Ringan 33 34,1

Stres Sedang 17 17,5

Stres Berat 6 6,1

Stres Berat Sekali 1 1,1

Jumlah 97 100,0 Fluor Albus Frekuensi %

Patologis 63 64,9

Fisiologis 34 35,1

Page 23: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

19

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Tabel 5. Kejadian Fluor Albus pada Santri Berdasarkan Umurdan Tingkat Pendidikan di Pondok Pesantren SunanPandanaran Sleman

Karakteristik Fluor AlbusPatologis

Fluor AlbusFisiologis

x2 RP

95 %

f % f % Total(%)

Rendah Tinggi

UmurRemaja Akhir 33 34,0 16 16,5 49,5 0,25

01,05

40,787 1,412

Remaja Awal 30 30,9 18 18,6 50,5Jumlah 63 64,9 34 35,1 100

TingkatPendidikan

SMP/MTs 14 14,4 5 5,1 19,5 4,294

1,200

0,353 4,084

SMA/MA 21 21,6 17 17,6 39,2 0,529

0,209 1,343

PerguruanTinggi

28 28,8 12 12,5 41,3

Jumlah 63 64,9 34 35,1 100

Berdasarkan Tabel 5. Pada karakteristikumur , remaja akhir paling banyak mengalamifluor albus patologis yaitu sebesar 34,0%.Pada karakteristik tingkat pendidikan subyekpenelitian, santri pada tingkat pendidikanperguruan tinggi paling banyak mengalamifluor albus patologis yaitu sebesar 28,8 %.

Nilai RP sebesar 1,054 mempunyai artibahwa remaja awal mempunyai risiko 1,054kali mengalami fluor albus patologisdibandingkan dengan remaja akhir. Nilai RP1,2 menunjukkan arti bahwa santri yangberada pada tingkat pendidikan SMP/MTsmempunyai risiko 1,2 kali mengalami fluoralbus patologis dibandingkan dengan santriyang berada pada tingkat pendidikanperguruan tinggi. Nilai RP 0,529menunjukkan arti bahwa santri yang beradapada tingkat pendidikan SMA/MAmempunyai risiko 0,529 kali mengalami fluoralbus patologis dibandingkan dengan santriyang berada pada tingkat pendidikanperguruan tinggi.

Tabel 6. Hubungan Tingkat Stres Psikososialdengan Kejadian Fluor Albus Patologis SantriPondok Pesantren Sunan Pandanaran Sleman

Tingkat

Stres

Fluor Albus

Patologis

Fluor Albus

Fisiologis

Ju

ml

ah

% x 2p-

valueC RP

95%

f % f % Rendah Tinggi

Stres 51 89,5 6 10,5 57 100 36,5

21

0,00

1

0,52

3

2,982 1,842 4,828

Tidak Stres 12 30,0 28 70,0 40 100

Berdasarkan Tabel 6, dapat ditunjukkanbahwa uji chi-square didapatkan nilai x2 =36,521 yang berarti x2 hitung > x2 tabel(3,841). Nilai p = 0,001 yang berarti nilai p <0,05. Nilai p < 0,05 menunjukkan arti bahwaterdapat hubungan yang signifikan antaratingkat stres psikososial dengan kejadian fluoralbus patologis. Berdasarkan tabel koefisienkontingensi nilai C menunjukkan 0,523 yangberarti bahwa hubungan kedua variabeltersebut cukup kuat.

Nilai RP sebesar 2,982 menunjukkan artibahwa santri yang mengalami stres berisiko2,982 kali mengalami kejadian fluor albuspatologis. Nilai RP telah memenuhi syaratinterval confidence yaitu berada diantara nilai1,842 – 4,828.

PEMBAHASAN

Tingkat Stres Psikososial pada SantriHasil penelitian menunjukkan bahwa dari

97 santri, sejumlah 58,8% atau 57 santrimengalami stres dengan rincian sejumlah 33santri (34,0%) mengalami stres ringan,sejumlah 17 santri (17,5%) mengalami stressedang, sejumlah 6 santri (6,2%) mengalamistres berat dan sejumlah satu orang santri(1,1%) mengalami stres berat sekali. Stresberat sekali ini ditandai dengan skor kuesioneryang diperoleh responden lebih dari 34.

Tingkat stres psikososial dinilai darijawaban responden dalam pertanyaankuesioner DASS 42. Pertanyaan dalamkuesioner DASS 42 meliputi pertanyaantentang kejadian-kejadian yang dialami olehresponden selama enam bulan terakhir.Klasifikasi penilaian stres psikososial dibagimenjadi lima kategori yaitu tidak stres, stresringan, stres sedang, stres berat, dan stresberat sekali. Apabila skor yang diperolehresponden sejumlah 0-14 maka penilaiandidefinisikan menjadi tidak stres, skor 15-18didefinisikan menjadi stres ringan, skor 19-25didefinisikan menjadi stres sedang, skor 26-33didefinisikan menjadi stres berat, dan skor ≥34 didefinisikan menjadi stres berat sekali(Lovibond, 1995).

Stressor psikososial dipicu oleh banyakfaktor, mulai dari faktor hubunganinterpersonal, faktor ekonomi, faktorkeluarga, faktor pendidikan, faktor keuangan,faktor penyakit fisik sampai dengan faktorlingkungan (Hawari, 2013). Lingkungantempat tinggal yang kurang nyaman, jauh darikeluarga, konflik dengan teman sekamar,beban tugas sekolah sampai beban hafalan

Page 24: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

20

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

yang harus dikejar adalah beberapa contohstressor yang paling banyak dialami olehsantri di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran.

Nursya (2011) menyebutkan bahwapenyebab utama stres pada pelajarkebanyakan adalah masalah yang menyangkutteman sebaya, masalah keluarga, hubungandengan orang tua, dan atau masalah yangberkaitan dengan sekolah, perasaan tertekan,atau tingkah laku (merasa depresi, kesepian,atau mendapat masalah akibat perbuatansendiri). Gejala psikologis dari strespsikososial rata-rata yang dialami oleh santrimenurut jawaban dari kuesioner adalah seringmerasa cemas, ketegangan, kebingungan danmudah sekali tersinggung tanpa alasan yangjelas. Mudah kehilangan konsentrasi seringterjadi apabila santri dalam keadaan nderes(menghafalkan Al-qur’an). Hal ini sesuaidengan teori yang dijelaskan oleh Wangsa(2010) bahwa gejala psikologis stressmeliputi kecemasan, ketegangan,kebingungan, mudah tersinggung, frustasi,mudah marah, kehilangan konsentrasi,perasaan terkucil sampai menurunnya rasapercaya diri.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rataskor stres yang didapatkan subyek penelitiandalam kuesioner DASS 42 yaitu sebesar 15,7113. Rata-rata skor sebesar 15,7113 iniberada pada rentang skor 15-18 yangmenunjukkan arti bahwa subyek penelitiantersebut berada pada tingkat stres ringan(Lovibond,1995). Stres ringan disebabkanoleh stressor yang dihadapi secara teraturmisalnya lupa, mood atau suasana hati dankemacetan (Rasmun, 2004). Stres ringandapat memacu adrenalin dalam tubuhseseorang untuk berprestasi lebih baik,terutama bagi para pelajar dan orang yangtelah bekerja. Menurut Rasmun (2004), jikatidak ada stres maka prestasi belajar juga tidakada atau prestasi belajar cenderung rendah.Namun, Potter dan Perry (2005) dalamAgustiyani (2011) menjelaskan bahwasemakin sering dan semakin lama situasi stresyang dialami maka semakin tinggi pula resikokesehatan yang akan ditimbulkan olehpenyandang stres tersebut. Pada penelitianAgustiyani (2011) menunjukkan hasil 62,5 %responden yang berumur 15-18 tahunmengalami stres kategori ringan. Hasiltersebut sesuai juga dengan hasil penelitianyang dilakukan oleh peneliti yaitu subyekpenelitian rata-rata mengalami stres ringan.

Hasil penelitian menunjukkan gambarankarakteristik responden berupa umur dan

tingkat pendidikan dengan stres yang dialami.Pada karakteristik umur, remaja awal lebihbanyak yang mengalami stres (29,9%) diikutioleh karakteristik umur remaja akhir yangtidak berbeda jauh hasilnya yaitu 28,9%. Padakarakteristik tingkat pendidikan, respondenyang sedang menempuh pendidikan padaperguruan tinggi paling banyak mengalamistres (22,7%). Remaja sangat memperhatikankata yang diucapkan orang lain terhadapdirinya, terlebih ketika orang lainmengomentari penampilan, remaja akanmenjadi sangat kritis. Contoh hal sepele yangmembuat remaja menjadi stres adalah jerawat,berat badan dan tinggi badan (Akmarawita,2016).

Dari hasil penelitian, remaja awal lebihberisiko mengalami stres. Hal ini disebabkankarena remaja awal mempunyai pengetahuanyang kurang dibandingkan remaja akhir dalampenatalaksanaan dan pengelolaan stres.Remaja awal juga lebih sensitif dan lebihmenaruh hati dari apa yang dikatakan olehorang lain terkait dirinya sehingga memicutekanan psikologis. Pada tingkat pendidikan,remaja yang berada pada tingkat pendidikanlebih rendah juga memiliki risiko yang samauntuk mengalami tekanan psikososial karenabelum bisa mengendalikan stres dan tekananpsikososial.

Menurut WHO terdapat sekitar 35 jutaorang terkena depresi. Data Riskesdas 2013menunjukkan prevalensi gangguan mentalemosional yang ditunjukkan dengan gejaladepresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6 %dari jumlah penduduk Indonesia (KemenkesRI, 2016). Umur 15 tahun keatas termasukdalam kategori peralihan antara remaja awalmenuju pada remaja akhir. Stres pada anakremaja pada umumnya dipicu dari beberapakejadian. Misalnya kehilangan orang atausesuatu yang disayangi, konflik keluarga dansuasana baru karena pindah rumah atausekolah. Selain itu stres pada remajadisebabkan pula oleh penyakit yang menimpaanggota keluarga atau diri sendiri, depresi,pengaruh teman dekat, tuntutan kesempurnaandari lingkungan atau diri sendiri sertadorongan rasa marah atau melawan (Amelia,2016).

Kejadian Fluor Albus Patologis pada SantriHasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar subyek penelitian mengalamifluor albus patologis (64,9%). Fluor albusatau keputihan adalah nama gejala yang

Page 25: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

21

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

berupa cairan yang dikeluarkan dari alatgenital yang tidak berupa darah dan bukanpenyakit tetapi merupakan manifestasi darihampir semua penyakit kandungan(Manuaba,1998). Keputihan apabila tidakditangani dengan baik dapat menyebabkankomplikasi yang lebih serius seperti terjadinyakanker serviks (leher rahim) sehingga dampakyang dapat ditimbulkan dari keputihan iniantara lain adalah infeksi, penyakit radangpanggul, infertil bahkan dapat membuatseseorang merasa cemas yang berlebihan danmenimbulkan ketidakpercayaan pada dirisendiri (Iskandar, 2011).

Faktor-faktor yang menyebabkankeputihan antara lain adanya penyakit genital,gangguan keseimbangan hormon, personalhygiene yang buruk, status gizi, obesitas,anemia, aktifitas fisik dan stres. Dalampenelitian ini faktor penyebab keputihan yangditeliti adalah tingkat stres yang dialami olehsubyek penelitian. Pada penelitian Agustiyani(2011) menunjukkan 53,1 % subyekpenelitian mengalami keputihan yang dialamioleh pelajar di SMA Taman Jetis KotaYogyakarta. Pada penelitian Nikmah (2016)sejumlah 75,5 % subyek penelitian mengalamifluor albus patologis pada santri di PondokPesantren Al Munawwir Yogyakarta.

Berdasarkan tabel 4.6, menunjukkanbahwa pada karakteristik tingkat pendidikan,kejadian fluor albus patologis pada santripaling tinggi terjadi pada santri dengan tingkatpendidikan perguruan tinggi yaitu sejumlah28 santri (28,8%) kemudian diikuti oleh santriyang berada pada tingkat pendidikanSMA/MA sejumlah 21 santri (21,6%). Belumada penelitian yang menyebutkan bahwatingkat pendidikan mempengaruhi kejadianfluor albus patologis. Namun, beberapapenelitian menyebutkan bahwa seseorangyang mempunyai tingkat pengetahuan yangrendah memiliki peluang lebih besar untukmengalami kejadian fluor albus patologis.Seperti pada penelitian Elmia Kursani padatahun 2015 bahwa responden remaja putri diSMA PGRI Pekanbaru yang memiliki tingkatpengetahuan rendah berpeluang 9,9 kalimengalami kejadian fluor albus yang tidaknormal di bandingkan dengan respondenyang memiliki tingkat pengetahuan yangtinggi (Elmia dkk, 2015).

Dari penelitian Dwi dkk (2015), penelitijuga mendapatkan hasil bahwa santri yangberada pada kategori remaja awal mempunyairisiko 1,054 kali mengalami fluor albuspatologis dibandingkan dengan santri yang

berada pada kategori remaja akhir(RP=1,054). Santri yang berada pada tingkatpendidikan SMP/MTs mempunyai risiko 1,2kali mengalami fluor albus patologisdibandingkan dengan santri yang berada padatingkat pendidikan perguruan tinggi(RP=1,200). Santri yang berada pada tingkatpendidikan SMA/MA mempunyai risiko0,529 kali mengalami fluor albus patologisdibandingkan dengan santri yang berada padatingkat pendidikan perguruan tinggi(RP=0,529).

Kejadian fluor albus patologis padapenelitian ini mempunyai proporsi jumlahkejadian yang hampir sama antara usia remajaawal dan usia remaja akhir. Santri padaremaja awal mempunyai kejadian fluor albuspatologis sejumlah 30 santri (30,9%) dansantri pada usia remaja akhir mempunyaikejadian fluor albus patologis sejumlah 33santri (34,0%). Dari total responden sejumlah97 santri menyatakan mengalami keputihandalam enam bulan terakhir. Hal tersebutsesuai teori bahwa keputihan dapat terjadi disegala umur baik remaja kategori awalmaupun remaja akhir. Wanita yang beradadalam usia subur mempunyai peluang yanglebih besar untuk mengalami fluor albuspatologis karena alat reproduksi yang telahberkembang mempunyai resiko yang lebihbesar pula untuk terinfeksi jamur, bakteri,rangsangan seksual serta perubahan hormonpada masa sekita haid (Setiani, 2011).

Pada penelitian Setiani (2015) didapatkanhasil bahwa 59,6% santri usia 19-24 tahun diPondok Pesantren Al Munawwir Yogyakartamengalami keputihan patologis. Padapenelitian ini rata-rata gejala fluor albus yangdialami oleh santri berdasarkan hasilkuesioner fluor albus adalah santri mengalamikeputihan berwarna hijau, gatal dan berbau.Hal ini sesuai teori menurut Berger (2016),gejala fluor albus patologis yaitu terasa gatal,ruam, nyeri, keputihan dalam jumlah banyak,terasa panas, berwarna putih atau hijau danmenggumpal, berwarna putih keabu-abuanatau kuning dengan bau yang menusuk.

Menurut Aulia (2012), secara umumkeputihan pada remaja disebabkan olehperilaku yang tidak sehat seperti penggunaantisu yang terlalu sering, pakaian berbahansintetis yang ketat, toilet yang kotor, seringbertukar celana dalam dan handuk denganorang lain, membasuh organ kewanitaankearah yang salah, kelelahan, tidak segeramengganti pembalut, stres, sabun pembersihyang berlebihan, lingkungan kotor, kadar gula

Page 26: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

22

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

darah yang tinggi dan hormon yang tidakseimbang. Beberapa kasus tersebut seringdijumpai dilingkungan pondok pesantrenseperti sering bertukar handuk dengan oranglain, kelelahan, lingkungan yang kotor sampaipenggunaan pembalut yang tidak sesuai.

Pada penelitian ini, faktor lain yangmempengaruhi kejadian fluor albus telahdikendalikan melalui kriteria eksklusi padasaat pengambilan data penelitian dan padakuesioner penelitian. Faktor lain yangdimaksud yaitu penyakit ginekologi atauorgan reproduksi lainnya, gangguankeseimbangan hormon, santri yang telahmenikah, santri yang sedang atau pernahhamil dan santri yang baru menetap dipesantren kurang dari satu tahun.Hubungan Tingkat Stres Psikososialdengan Kejadian Fluor Albus Patologis

Hasil uji chi-square menunjukkanhubungan yang bermakna yaitu p-value =0,001 yang mempunyai arti bahwa terdapathubungan antara tingkat stress dengankejadian fluor albus patologis pada santri.Syarat dikatakan hubungan bermakna jika p-value < 0,05. Kekuatan hubungan dapatdilihat dari hasil analisis dalam tabel koefisienkontingensi yaitu bernilai 0,523 yangmempunyai arti bahwa kekuatan hubungancukup kuat (tabel 3.2). Hasil ini sesuai denganteori yang menunjukkan adanya korelasi yangbermakna antara tingkat stres psikososialdengan kejadian fluor albus patologis (p-value= 0,001).

Menurut hasil penelitian, rata-rata santriyang mengalami stres dan juga mengalamikejadian fluor albus patologis adalah sejumlah51 santri (89,5%). Kondisi stres dan kelelahanbaik fisik maupun psikologis dapatmempengaruhi kerja hormon-hormon yangada dalam tubuh perempuan termasukmemicu peningkatan hormon estrogen.Pengaruh hormon estrogen ini pula yang dapatmenyebabkan terjadinya keputihan padawanita (Dwi, 2011). Shadine (2012)menjelaskan bahwa kondisi tubuh yangkelelahan dan stres baik fisik maupunpsikologis (seperti tuntutan akademis yangdinilai terlalu berat, hasil ujian yang burukdan tugas yang menumpuk) dapatmempengaruhi kerja hormon-hormon yangada dalam tubuh perempuan.

Sebagian besar kasus fluor albus padasantri Pondok Pesantren Sunan Pandanaranadalah kasus fluor albus patologis (64,9%).Salah satu faktor penyebabnya adalahbanyaknya bakteri-bakteri yang senantiasa

berada di dalam vagina yang merupakan floranormal, yang telah berubah sifatnya menjadibakteri-bakteri pathogen, di samping adanyamikroorganisme lainnya yang bersifatpathogen potensial akibat menurunnya sistemimun yang diakibatkan oleh stressorpsikososial (Bahari, 2012).

Kondisi lingkungan pondok yang rawanakan stressor psikososial juga mendukungpada tingkat stres yang dialami oleh santri.Tekanan dalam diri masing-masing santri,tanggung jawab dari beban moral sebagaiseorang siswi atau mahasiswi serta carapenerimaan terhadap lingkungan tempattinggal bahwa hidup bersama banyak orangsetiap harinya memiliki resiko stressorpsikososial.

Stressor psikososial akan mempengaruhikinerja hipotalamus dan menurunkan produksiglucocorticoid dan catecholamine sehinggamenyebabkan imunitas menurun. Imun yangmenurun ini membuat bakteri pada vaginaberkembang pesat dan menekan pertumbuhanflora normal vagina sehingga menyebabkanfluor albus patologis (Tonja, 2006). Ketikastressor psikososial cukup tinggi padaseseorang dan pada akhirnya menyebabkanimunitas menurun maka perkembanganbakteri pada vagina akan meningkat sehinggaresiko kejadian fluor albus patologis akanmeningkat.

Pada penelitian Agustiyani (2011)menunjukkan 53,1 % subyek penelitianmengalami keputihan yang berhubungancukup kuat dengan kejadian stres yangdialami oleh pelajar di SMA Taman Jetis KotaYogyakarta. Pada penelitian Nikmah (2016)sejumlah 75,5 % subyek penelitian mengalamifluor albus patologis yang mempunyaihubungan cukup kuat dengan kejadianpersonal hygiene yang buruk pada santri diPondok Pesantren Al Munawwir Yogyakarta.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumarni(2011) menyatakan bahwa stressormempengaruhi timbulnya gangguan keputihanpada wanita.

Hasil penelitian menunjukkan subyekpenelitian yang mengalami stres namun tidakmengalami fluor albus patologis (10,5%) dansubyek penelitian yang tidak mengalami stresnamun mengalami fluor albus patologis(30%). Hal ini sesuai dengan penelitian yangdilakukan oleh Cohrssen (2010) dengan hasilbahwa tidak selalu ada hubungan antaratingkat stres psikososial dengan masalahkesehatan reproduksi, salah satunya adalahkeputihan. Keputihan bisa disebabkan oleh

Page 27: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

23

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

bakteri yang berada pada alat reproduksiwanita akibat penyakit reproduksi tertentu danwanita tersebut akan tetap mengalamikeputihan yang bersifat patologis meskipuntidak sedang mengalami stres. Wanita yangmengalami stres namun tidak keputihankemungkinan mempunyai sistem imun yangcukup kuat untuk melawan bakteri vaginayang ada didalam tubuhnya.

Selain itu ada banyak faktor lain yangmenyebabkan fluor albus patologis selainstres, di antaranya penggunaan sabunpembersih yang berlebihan, lingkungan yangkotor, penyakit genital, gangguan hormon,tidak segera mengganti pembalut, membasuhorgan kewanitaan yang salah, toilet yangkotor, penggunaan pakaian dalam berbahansintetis yang ketat, sering bertukar celanadalam atau handuk dengan orang lain,mengonsumsi makanan yang tidak sehat dankadar gula darah yang tinggi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapatdisimpulkan bahwa terdapat hubungan yangsignifikan dan bermakna (p-value = 0,001)dengan kekuatan korelasi cukup kuat (C =0,523) dan rasio prevalensi (RP) sebesar 2,982antara tingkat stres psikososial dengankejadian fluor albus patologis pada santri diPondok Pesantren Sunan Pandanaran Sleman.Mayoritas subyek penelitian padakarakteristik umur adalah kelompok santriremaja akhir yaitu sebesar 50,5 %. Mayoritassubyek penelitian pada karakteristik tingkatpendidikan adalah santri yang berada padatingkat pendidikan perguruan tinggi yaitusebesar 41,2 %. Rata-rata santri PondokPesantren Sunan Pandanaran Slemanmengalami stres ringan yaitu didapatkan skorrata-rata sebesar 15,7. Sebagian besar santriPondok Pesantren Sunan Pandanaran Slemanmengalami kejadian fluor albus yang bersifatpatologis yaitu sebesar 64,9 %.

SARAN

Bagi pengurus pondok pesantren diharapkandapat membuat program kepada santri untukdapat mengatur kesehatan psikologis santri.Bagi peneliti dan penelitian selanjutnyadiharapkan dapat melakukan deteksi fluoralbus patologis secara spesifik dan terukurseperti menggunakan uji laboratoriumsehingga diagnosis yang diharapkan dapat

lebih objektif. Bagi santri agar lebih menjagakesehatan reproduksinya dengan membenahipola makan, pola aktifitas fisik, pengendalianstres dan faktor pemicunya serta kebersihan

diri terutama kebersihan alat genital wanita.

DAFTAR PUSTAKA

Agustyani, D. 2011. Hubungan TingkatStres dengan Kejadian Keputihanpada Remaja Putri Kelas X dan XIdi SMA Taman Jetis Yogyakarta.Yogyakarta : UNISA Yogyakarta.

Akmarawita. Perubahan Hormon terhadapStres. Kadir Dosen FakultasKedokteran Universitas WijayaKusuma Surabaya.

Aulia. 2012. Serangan Penyakit-PenyakitKhas Wanita Paling Sering Terjadi.Yogyakarta: Buku Biru.

Bahari, H. 2012. Cara Mudah AtasiKeputihan. Jakarta : Buku Biru.

Balitbangkes Kemenkes. 2010. RisetKesehatan Dasar. Jakarta:Kemenkes Republik Indonesia.

Berger, S. Bacterial vaginosis : globalstatus. USA : Gideon informatics :2016. Hlm. 4,5.

Cohrssen, A. 2010. Are UnexplainedVaginal Symptoms Assosiated withPsychosocial Distress? A PilotInvestigation. J Primary Health Care2010 ; 2(2) : 150-154.

Dwi, A.M. 2015. Hubungan antarastressor psikososial dengangangguan menstruasi pada remajaSMP pasca erupsi merapi dikecamatan cangkringan kabupatensleman Yogyakarta. FK UGM.

Hawari, D. 2008. Manajemen Stres, Cemasdan Depresi. Jakarta : FKUniversitas Indonesia.

Iskandar, S.S. 2011. Awas Keputihan BisaMengakibatkan Kematian danKemandulan. [Internet], Diaksesdari : http://www.mitrakeluarga.com[Diakses pada tanggal 24 Juli 2017]

Lovibond, S.H. & Lovibond. P.f. 1995.Manual for the depression anxietystress scale. (2and Ed) Sydney :Psychology Foundation.

Manuaba, I.B. 2009. MemahamiKesehatan Reproduksi Wanita.Jakarta : Arcan.

Page 28: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

24

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Manuaba, I.B.G. Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan, dan KeluargaBerencana untuk pendidikan bidan.1 ed. Jakarta : EGC ; 1998. Hlm.385-7, 405.

Sumarni, D.W., Maulida DS. 2006.Pengaruh Stresor Psikososialterhadap Depresi dan GangguanKesehatan Reproduksi GuruPerempuan Sekolah Dasar Negeri,Berita Kedokteran Masyarakat,Yogyakarta : 2006, Vol. 22, No 3,halaman 107-114.

Syed, T.S. Braverman, P.K., 2004.Vaginitis in adolescents. Elsevier,15: 235–251, USA.

Tonja, R. Nansel et al, The Association ofPsychosocial Stress and BacterialVaginosis in a Longitudinal Cohort,American Journal of Obstetrics andGynecology, 194 (381-6), 2006,USA.

Wangsa, T. 2010. Menghadapi Stres DanDepresi. Jakarta : Oryza.

Page 29: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

25

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

STUDI DESKRIPTIF PENGETAHUAN IBU TENTANG TOILETTRAINING PADA ANAK USIA TODDLER (1-3 TAHUN) DI PAUD

TERPADU CITRA INDONESIA BANJARBARU

Nova Uly Simbolon1, Hj. Agustine Ramie2, Hammad3

123Poltekkes Banjarmasin Jurusan Keperawatan Jl. HM Cokrokusumo No 3A Kelurahan Sei BesarBanjarbaru Kalimantan Selatan 70714

Email : [email protected]

Abstract : Toilet training if not taught can cause children to be undisciplined, spoiled, and mostimportantly, children will experience psychological problems, children will feel different andcannot independently control defecation and urination. This study aims to determine the mother'sknowledge about toilet training. The design of this study is descriptive. The study population wasmothers who had toddler-age children (1-3 years) in Citra Integrated Integrated Education inBanjarbaru. Samples were taken using "Total Sampling" with a sample size of 31 mothers. Data isanalyzed descriptively and presented in table form. The results of the study found that most of themother's knowledge about toilet training in toddler age children was sufficient knowledge (41.9%).Good knowledge is found at the age of 31-40 years (45.45%). Good knowledge for mothers withhigher education level (66.66%). Good knowledge for non-working mothers (60%). The results ofthe study found that sufficient knowledge of mothers who received information from TV/radio(38.88%). Increasing mother's knowledge about toilet training is needed both in formal and non-formal ways in collaboration with health workers.

Kata Kunci : Knowledge, Mother, Toilet Training, Toddler

Abstrak: Toilet training jika tidak diajarkan dapat menyebabkan anak tidak disiplin, manja, danyang terpenting adalah anak akan mengalami masalah psikologi, anak akan merasa berbeda dantidak dapat secara mandiri mengontrol buang air besar dan buang air kecil. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui pengetahuan ibu tentang toilet training. Desain penelitian ini deskriptif. Populasipenelitian adalah ibu yang memiliki anak usia toddler (1-3 tahun) di Paud Terpadu Citra Indonesiabanjarbaru. Sampel diambil dengan menggunakan “Total Sampling” dengan besar sampel 31 ibu.Data di analisa secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel. Hasil penelitian ditemukan bahwasebagian besar pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak usia toddler adalah pengetahuancukup (41.9%). Pengetahuan baik terdapat pada usia 31-40 tahun (45.45%). Pengetahuan baik padaibu dengan tingkat pendidikan Perguruan tinggi (66.66%). Pengetahuan baik pada ibu yang tidakbekerja (60%). Hasil penelitian ditemukan bahwa pengetahuan cukup pada ibu yang mendapatkaninformasi dari TV/ radio (38.88%). Peningkatan pengetahuan ibu tentang toilet training diperlukanbaik dengan cara formal maupun non formal dengan kerjasama dengan tenaga kesehatan.

Kata Kunci : Pengetahuan, Ibu, Toilet Training, Toddler

Toilet training adalah latihan mengontrolbuang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)di toilet secara mandiri. Pada tahapan usia 1-3tahun atau usia toddler, kemampuan sfingteruretra untuk mengontrol rasa ingin berkemih dansfingter ani untuk mengontrol rasa ingin defekasimulai berkembang. Biasanya sejalan dengan anakmampu berjalan, kedua sfingter tersebut semakinmampu mengontrol rasa ingin berkemih dandefekasi. Walaupun demikian, dari satu anakdengan anak lain berbeda kemampuan dalammencapai tersebut, bergantung pada beberapa

faktor baik fisik maupun psikologis (Supartini,2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukanterhadap 100 ibu di Saudi menyebutkan bahwa 88% mayoritas ibu memiliki pengetahuan yangburuk (Elgawad, 2014)

Berdasarkan data badan kependudukan dankeluarga berencana nasional (BKKBN) 2013 diIndonesia diperkirakan jumlah balita mencapai30% Jiwa. Sedangkan menurut Survey KesehatanRumah Tangga (SKRT) nasional pada tahun 2012diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol

Page 30: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

26

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

BAB dan BAK (mengompol) di usia sampaiprasekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena initerjadi karena banyak hal antara lain pengetahuanibu yang kurang tentang cara melatih BAB danBAK, pemakaian popok sekali pakai (pempers),dan hadirnya saudara baru (Syamrotul, 2015).

Hasil studi pendahuluan di Paud TerpaduCitra Indonesia Banjarbaru pada tanggal 2Desember 2015, hasil wawancara dari salah satuguru yang mengajar di Paud tersebut, mengatakanbahwa jumlah anak di paud sebesar 31 orang.Anak-anak yang berusia 1-3 tahun masihmemiliki kebiasaan yang salah dalam buang airbesar dan buang air kecil, orang tua selalumembekali pempers ketika berangkat ke Paud,ketika anak BAK/BAB guru yang menggantikanpempersnya. Anak buang air kecil dan buang airbesar di popok sekali pakai (pempers) ada 12orang anak, ada 8 orang anak yang sudah tidakpakai pempers, namun saat buang air besar danbuang air kecil tidak memberitahu ibu guru danada 11 orang anak yang sudah tidak pakaipempers saat buang air kecil dan buang air besarmemberitahu ibu guru.

Dampak negatif yang ditimbulkan darikegagalan toilet training tidak terlihat secaralangsung, hal ini yang menyebabkan masyarakatmenganggap konsep toilet training tidak pentingdalam perkembangan anak usia 1-3 tahun.Akibatnya, konsep toilet training yang diajarkansecara tidak benar atau kurang tepat sering tejadidi masyarakat. Konsep toilet training memangbelum banyak dipahami, hal ini disebabkankarena informasi terkait dengan toilet trainingtidak diperkenalkan secara umum di masyarakat.Kebiasaan yang salah dalam mengontrol BAB danBAK akan menimbulkan hal- hal yang buruk padaanak dimasa mendatang. Dapat menyebabkananak tidak disiplin, manja dan yang terpentingadalah dimana nanti pada saatnya anak akanmengalami masalah psikilogi, anak akan merasaberbeda dan tidak dapat secara mandirimengontrol buang air besar dan buang air kecil(Andriyani, Ibrahim & Wulandari, 2014).

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalahpenelitian deskriptif karena peneliti bermaksudmengetahui gambaran pengetahuan ibu tentangtoilet training pada anak usia toddler (1-3 tahun)di Paud Terpadu Citra Indonesia Banjarbaru padatahun 2016. Sampelnya adalah ibu yangmempunyai anak usia 1-3 tahun di Paud TerpaduCitra Indonesia banjarbaru dengan menggunakan

teknik Total Sampling yang berjumlah 31 Ibu.Data dikumpulkan dengan menggunakankuesioner dan dianalisis dengan menggunakanstatistik deskriptif.

HASIL

a. Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training PadaAnak Usia Toddler (1-3 Tahun) Di Paud TerpaduCitra Indonesia banjarbaru

Hasil kuesioner peneliti terhadappengetahuan ibu tentang toilet training disajikanpada tabel 4.5 berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibutentang Toilet Training Pada AnakUsia Toddler (1-3 Tahun) Di PaudTerpadu Citra Indonesia banjarbaru

No. Pengetahuan Frekuensi %

1.2.3.

BaikCukupKurang

11137

35.541.922.6

Jumlah 31 100

Berdasarkan tabel 1, dari 31 respondenyang diteliti menunjukan responden memilikipengetahuan cukup sebanyak 13 orang (41.9%)dan responden yang memiliki pengetahuan baiksebanyak 11 orang (35.5%).

b. Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training PadaAnak Usia Toddler (1-3 Tahun) Berdasarkan UsiaDi Paud Terpadu Citra Indonesia banjarbaru

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibutentang Toilet Training Pada AnakUsia Toddler (1-3 Tahun)Berdasarkan Usia Di Paud TerpaduCitra Indonesia banjarbaru

UsiaPengetahuan

f %Baik Cukup Kurangf % f % f %

20-30Tahun

8 44.44 6 33.33 4 22.22 18 100

31-40Tahun

5 45.45 4 36.36 2 18.18 11 100

>40Tahun

1 50 1 50 0 0 2 100

Jumlah 1445.1

611

41.93

6 19.35 31 100

Dilihat dari tabel 2, dari 31 responden yangditeliti terlihat bahwa responden yang memiliki

Page 31: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

27

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

pengetahuan baik terbanyak pada usia ibu 31-40Tahun sebanyak 5 orang (45.45%).

c. Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training PadaAnak Usia Toddler (1-3 Tahun) BerdasarkanPendidikan Di Paud Terpadu Citra Indonesiabanjarbaru

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibutentang Toilet Training Pada AnakUsia Toddler (1-3 Tahun)Berdasarkan Pendidikan Di PaudTerpadu Citra Indonesia banjarbaru.

Dilihat dari tabel 3, dari 31 responden yangditeliti terlihat bahwa responden yang pendidikanterakhirnya Perguruan tinggi memilikipengetahuan baik sebanyak 8 orang (66.66%).

d. Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training PadaAnak Usia Toddler (1-3 Tahun) BerdasarkanPekerjaan Di Paud Terpadu Citra Indonesiabanjarbaru

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan IbuTentang Toilet Training Pada AnakUsia Toddler (1-3 Tahun)Berdasarkan Pekerjaan Di PaudTerpadu Citra Indonesia banjarbaru

PekerjaanPengetahuan

F %Baik Cukup Kurangf % f % f %

Bekerja 5 23.80 12 57.14 4 19.04 21 100Tidak

Bekerja6 60 1 10 3 30 10 100

Jumlah 11 35.48 13 41.93 7 22.58 31 100

Dilihat dari tabel 4, dari 31 responden yangditeliti terlihat bahwa responden yang tidakbekerja memiliki pengetahuan baik sebanyak 6orang (60%).

e. Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training PadaAnak Usia Toddler (1-3 Tahun) Berdasarkan

Sumber Informasi Di Paud Terpadu CitraIndonesia banjarbaru

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibutentang Toilet Training Pada Anak UsiaToddler (1-3 Tahun) BerdasarkanInformasi Di Paud Terpadu CitraIndonesia banjarbaru

SumberInformasi

Pengetahuanf %Baik Cukup Kurang

f % f % f %TV/ radio 6 33.33 7 38.88 5 27.77 18 100Internet 5 71.42 2 28.57 0 0 7 100

Tetangga/teman

0 0 2 50 2 50 4 100

Majalah/suratkabar

1 50 1 50 0 0 2 100

Jumlah 12 38.70 12 38.7 7 22.58 31 100

Dilihat dari tabel 5, dari 31 responden yangditeliti terlihat bahwa responden yangmendapatkan informasi dari TV/ radio memilikipengetahuan cukup sebanyak 7 orang (38.88%)

PEMBAHASAN

1. Pengetahuan Ibu Tentang Toilet TrainingPada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) Di PaudTerpadu Citra Indonesia banjarbaru

Berdasarkan tabel 1 menunjukan respondenmemiliki pengetahuan cukup yaitu, sebanyak 13orang (41.9%). Pengetahuan merupakan hasil“tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukanpenginderaan terhadap suatu obyek tertentu.Notoatmodjo (2010). Responden pada penelitianini menunjukkan bahwa mereka sudahmempunyai wawasan dan informasi yang cukuptentang Toilet Training pada anak usia Toddlersehingga informasi yang diterima semakin banyakdan pengetahuan yang mereka miliki juga cukupbaik. Informasi dan wawasan responden inidiperoleh dari Internet, membaca koran, majalah,mendengar dari radio, melihat televisi dan daritetangga atau teman. Faktor yang mempengaruhipengetahuan responden ini muncul karenadipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya usia,pendidikan, pengalaman dan pekerjaan seseorang.

Hal ini sejalan dengan Elgawad (2014),menyatakan dalam penelitiannya bahwa sebagianbesar ibu 88% memiliki pengetahuan buruk, halini karena tingkat pendidikan yang rendah dankurangnya informasi. Ibu harus memiliki tingkat

TingkatPendidikan

Pengetahuanf %Baik Cukup Kurang

f % f % f %Perguruan

Tinggi8 66.66 4 33.33 0 0 12 100

SMA 3 17.64 10 58.82 4 23.52 17 100SMP 0 0 1 50 1 50 2 100SD 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 11 35.48 15 48.38 5 16.13 31 100

Page 32: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

28

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

pendidikan yang minimal untuk memahamiberbagai aspek toilet training.

Kartini (2013) dalam menyatakan dalampenelitiannya bahwa semakin tinggi tingkatpengetahuan seorang ibu, maka akan semakintinggi pula kesiapannya mengaplikasikan toilettraining.

2. Pengetahuan Ibu Tentang Toilet TrainingPada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun)Berdasarkan Usia Di Paud Terpadu CitraIndonesia Banjarbaru.

Faktor pertama yang mempengaruhipengetahuan adalah usia dimana usia respondendapat juga mempengaruhi tingkat pengetahuantentang Toilet Training pada anak usia Toddler.

Dimana pada tabel 2 menunjukkan databahwa berdasarkan usia responden yang memilikipengetahuan baik terbanyak pada usia 31-40Tahun sebanyak 5 orang (45.45%).

Mubarak (2007) menyatakan bahwabertambahnya umur seseorang akan menjadiperubahan pada aspek fisik dan psikologis(mental). Pada aspek psikologis atau mental tarafberpikir seseorang semakin matang dan dewasa.Responden dengan usia 31–40 tahun termasukdalam kategori dewasa dimana pada usia inibanyak informasi dan wawasan yang dapatmereka miliki terutama tentang Toilet Trainingpada anak usia Toddler dimana informasi tersebutdapat diperoleh dari Internet, membaca koran,majalah, mendengar dari radio, melihat televisidan dari tetangga atau teman dimana hal ini dapatmenambah informasi dan wawasan respondensehingga banyak responden yang mempunyaipengetahuan baik tentang Toilet Training padaanak usia Toddler.3. Pengetahuan Ibu Tentang Toilet TrainingPada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun)Berdasarkan Pendidikan Di Paud TerpaduCitra Indonesia Banjarbaru.

Faktor kedua yang mempengaruhipengetahuan adalah pendidikan dimanakarakteristik responden Di Paud Terpadu CitraIndonesia banjarbaru Berdasarkan tabel 3, dari 31responden yang diteliti terlihat bahwa respondenyang pendidikan terakhirnya Perguruan tinggimemiliki pengetahuan baik sebanyak 8 orang(66.66%). Makin tinggi pendidikan seseorangsemakin mudah pula mereka menerima informasidan makin banyak pula pengetahuan yangdimilikinya, sebaliknya jika seseorang

mempunyai pendidikan yang rendah maka sulituntuk memahami informasi yang diberikanMubarak (2007).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitianErviana Eka (2014) Pengetahuan Ibu tentangToilet Training Pada Anak usia Toddler (1-3tahun) di desa Totokarto kecamatan AdiluwihKabupaten Pringsewu faktor pendidikan sangatmempengaruhi kurangnya pengetahuan toilettraining, hal ini dikarenakan sebagian besar ibumemiliki pendidikan terakhir hanya SMP,rendahnya pendidikan menyebabkan ibu kurangmemperhatikan kebutuhan kesehatan untukanaknya sehingga mengabaikan informasimengenai toilet training.

4. Pengetahuan Ibu Tentang Toilet TrainingPada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun)Berdasarkan Pekerjaan Di Paud TerpaduCitra Indonesia Banjarbaru.

Faktor ketiga yang mempengaruhipengetahuan responden adalah pekerjaan.Berdasarkan tabel 4, dari 31 responden yangditeliti terlihat bahwa responden yang tidakbekerja memiliki pengetahuan baik sebanyak 6orang (60%).

Menurut Mubarak (2007) menyatakanbahwa lingkungan pekerjaan dapat menjadikanseseorang memperoleh pengalaman danpengetahuan baik secara langsung maupun secaratidak langsung. Kenyataan ini dapatmencerminkan bahwa responden pada penelitianini masih mempunyai lingkup pergaulan yangterbatas karena keseharian dari mereka lebihbanyak dihabiskan di rumah untuk mengurusrumah tangga sehingga informasi yang diterimajuga belum cukup banyak, akan tetapi merekatetap mendapatkan informasi melaluiTelevisi/radio, internet, tetangga/teman danmajalah, sehingga mereka memperoleh tambahanpengetahuan oleh karena itulah banyak munculpengetahuan yang baik pada penelitian ini.

Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitianErviana Eka (2014) Pengetahuan Ibu tentangToilet Training Pada Anak usia Toddler (1-3tahun) di desa Totokarto kecamatan AdiluwihKabupaten Pringsewu faktor pekerjaan sangatmempengaruhi, ibu lebih memilih bekerja untukmemenuhi kebutuhan sehari-hari dari padameluangkan waktu untuk mencari informasimengenai toilet training.

Page 33: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

29

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

5. Pengetahuan Ibu Tentang Toilet TrainingPada Anak Usia Toddler (1-3 Tahun)Berdasarkan Sumber Informasi Di PaudTerpadu Citra Indonesia Banjarbaru.

Faktor keempat yang mempengaruhipengetahuan adalah informasi yang diperoleh.Dimana tabel 5, dari 31 responden yang ditelititerlihat bahwa responden yang mendapatkaninformasi dari TV/ radio memiliki pengetahuancukup sebanyak 7 orang (38.88%).

Menurut Mubarak (2007) menyatakanbahwa kemudahan untuk memperoleh suatuinformasi dapat membantu mempercepatseseorang untuk memperoleh pengetahuan yangbaru. Responden pada penelitian ini menunjukkanbahwa mereka sudah memperoleh informasi dariTV yang baik tentang Toilet Training pada anakusia Toddler.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitianErviana Eka (2014) Pengetahuan Ibu tentangToilet Training Pada Anak usia Toddler (1-3tahun) di desa Totokarto kecamatan AdiluwihKabupaten Pringsewu diketahui memilikipengetahuan kurang baik sebanyak 37 responden(64,9%). Hal ini disebabkan karena kurangnyainformasi yang di dapat para ibu menyebabkanmereka tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang peneliti berikan.

Berdasarkan penjelasan pada pembahasandiatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuanresponden tentang Toilet Training pada anak usiaToddler dipengaruhi karena pendidikan, usia,pekerjaan dan sumber informasi yang diperoleh,sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuansetiap individu berbeda satu sama lain

SIMPULAN

1. Pengetahuan ibu tentang toilet training padaanak usia toddler (1-3 tahun) terdapatkecendrungan ibu memiliki pengetahuan baikpada usia 31-40 tahun sebanyak 5 orang(45.45%).

2. Pengetahuan ibu tentang toilet training padaanak usia toddler (1-3 tahun) terdapatkecendrungan ibu yang mamiliki pendidikanterakhir Perguruan tinggi dengan kategoripengetahuan baik sebanyak 8 orang (66.66%)

3. Pengetahuan ibu tentang toilet training padaanak usia toddler (1-3 tahun) terdapatkecendrungan ibu yang tidak bekerja memilikipengetahuan baik sebanyak 6 orang (60%).

4. Pengetahuan ibu tentang toilet training padaanak usia toddler (1-3 tahun) terdapatkecendrungan ibu yang mendapatkaninformasi tentang toilet training dari TV/ radiomemiliki pengetahuan cukup sebanyak 7 orang(38.88%).

5. Pengetahuan ibu tentang toilet training padaanak usia toddler (1-3 tahun) terdapatkecendrungan ibu yang mamiliki pengetahuancukup sebanyak 13 orang (41.9%).

SARAN

1. Bagi Ilmu KeperawatanPerawat lebih mencari informasi tentangperilaku toilet training pada anak untukdijadikan panduan dalam melakukan tindakandi masyarakat agar mampu meningkatkanperilaku toilet training yang baik denganmelibatkan orangtua, misalnya posyandu.

2. Responden (Ibu yang memiliki anak usiatoddler)Diharapkan kepada para ibu dengan anakpada usia toddler bisa memanfaatkan hasilpenelitian ini dan semakin menambahwawasan dan peningkatan pengetahuantentang cara pelaksanaan toilet training yangbenar.

3. Bagi Peneliti BerikutnyaBagi penelitian selanjutnya perlu dilakukanpenelitian lebih lanjut untukmenyempurnakan hasil penelitian, selain itupeneliti selanjutnya bisa meneliti faktor yangmempengaruhi tingkat pengetahuan ibutentang toilet training dan juga bisamengobservasi langsung kepada responden.

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, Ibrahim & Wulandari. (2014). AnalisisFaktor- Faktor yang Berhubungan ToiletTraining Pada Anak Prasekolah. EJKP.Jurnal Keperawatan Padjadjaran Volume2 Nomor 3 Desember 2014.http://www.ejkp.org/jkp/index.php/jkp/article/.../84/80 Diakses 26 Januari 2016

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik Edisi VI. Jakarta:Rineka Cipta.

Badan Kesejahteraan Keluarga BerencanaNasional (BKKBN). (2013). Profil

Page 34: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

30

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

kependudukan dan Pembangunan diIndonesia Tahun 2013. www.bkkbn.go.id.Diakses 27 Januari 2016

Denada, Nazriati & Chandra. (2015). GambaranPengetahuan dan Sikap Ibu TentangPelaksanaan Toilet Training Pada AnakUsia 1-3 Tahun. Jom FK Volume 2 No. 2Oktober 2015. Pekanbaru.http://download.portalgaruda.orepeg/article.php?article=335742&val=6449&title=GDiakses 26 Januari 2016

Elgawad, S., M., E. Saudi mothers' knowledge,attitudes and practices regarding toilettraining readiness of their toddlers, GlobalJournal on Advances in Pure & AppliedSciences [Online]. (2014), 04, pp 75-87.Available from: http://www.world-education-center.org/index.php/paasDiakses 26 januari 2016.

Erviana, Eka. (2014). Hubungan Pengetahuan Ibudengan Pelaksanaan Toilet Trining padaAnak usia Toddler (1-3 tahun) di DesaTotokarto kecamatan Adiluwih KabupatenPringsewu. Jurnal Keperawatan StikesAisyah Pringsewu.http://www.slideshare.net/sapakademik/jurnal-eka-ervina Diakses 20 Juni 2016.

Kartini M. (2013). Faktor-faktor yangMempengaruhi Ibu dalamMengaplikasikan Kesiapan Toilet Trainingpada Anak usia 2-4 tahun di Desa MirukKecamatan Krueng Barona Jaya KabupatenAceh Besar. Stikes U’Budiyah banda Aceh.Diakses 20 Juni 2016.

Marissa. dkk. (2013). 250 tanya Jawab kesehatanAnak. Jakarta : GAIA.

Mackonochie. (2009). Latihan Toilet. Tanggerang: Karisma Publishing Group.

Mubarak. (2007). Promosi Kesehatan, SebuahPengantar Proses Belajar MengajarDalam Pendidikan. Yogyakarta: GrahaIlmu.

Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan Edisi 3. Jakarta : Salembamedika.

Penny W.M.A. (2007). Mengajari Anak Pergi KeToilet. Jakarta : Arcan.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian KuantitatifKualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Syamrotul. (2015). Gambaran Pengetahuan DanSikap Ibu Sebelum Dan Setelah DiberikanPendidikan Kesehatan Tentang ToiletTraining Anak Usia 2-5 Tahun. MedsainsVol 1 No. 01, 2015 : 35-42. Purwokerto.

Supartini. (2014). Konsep Dasar KeperawatanAnak. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Warner dan Kelly. (2007). Mengajari Anak PergiKe Toilet. Jakarta : Arcan.

Thompson. (2007). Toddler Care PedomanLengkap Perawatan batita. Jakarta:Erlangga.

Page 35: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

31

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

FAKTOR DETERMINAN TAKSIRAN BERAT JANIN IBU HAMIL DIPALANGKARAYA

Christine Aden

Politeknik Kemenkes Palangka Raya , Jurusan Keperawatan

Kehamilan yang bermakna adalah jika bayi yang dilahirkan dengan berat badan minimal 2500 gram.Peningkatan berat badan janin sampai akhir kehamilan ini didukung oleh faktor internal dan faktoreksterna. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor determinant yang mempengaruhi TBJ,mengetahuinya hubungan dan pengaruh faktor tersebut dengan TBJ. Penelitian ini menggunakan 330 ibuhamil trimester III. Data dianalisis uji Pearson Correlation, Uji T tidak berpasangan serta Uji ANOVA danuji Regresi Linear. Hasil penelitian tidak ada korelasi antara umur ibu dan TBJ ( p>0,05.), ada korelasiantara usia kehamilan dengan TBJ ( p=0,000) , tidak ada perbedaan antara TBJ ibu dengan jarakkehamilan (p>0,058), ada perbedaan antara TBJ dengan paritas (p=0,018), ada korelasi antara TBJ dengangizi ibu (p=0,000), tidak ada perbedaan antara TBJ dengan ANC ( p=0,05,), ada korelasi antara TBJdengan pendidikan (p = 0,001), tidak ada perbedaan TBJ dengan ART (p=0,146), ada perbedaan TBJdengan pengetahuan (p=0,021). Analisis regresi linear dapat menjelaskan usia hamil, status gizi ibu, dantingkat pendidikan mampu menjelaskan 39,3% taksiran berat janin dan sisanya 60,7% dijelaskan olehfaktor lain. Pengaruh tersebut menjelaskan setiap kenaikan 1 bulan usia kehamilan ibu, maka TBJ akannaik sebesar 69 gram setelah dikontrol variabel status gizi dan pendidikan. Setiap penurunan 1kg statusgizi ibu, maka TBJ akan turun sebesar 69 gram setelah dikontrol variabel status gizi dan pendidikan. Padaibu yang tingkat pendidikannya dasar TBJ akan lebih rendah sebesar 131,7 gram dibandingkan dengan ibuyang pendidikannya tinggi setelah dikontrol status gizi dan pendidikan. Diharapkan penelitian ini dapatmemberi manfaat bagi peningkatan pelayanan dan pendidikan serta perkembangan ilmu keperawatan danbagi pengambil kebijakan untuk meningkatkan TBJ

Kata kunci: Taksiran Berat Janin, Faktor Determinan Ibu, Hamil Trimester III

AbstractDuring pregnancy, fetal growth and development is expected to increase in order to avoid low birth weightor less than 2500 grams. Many factors play a role in fetal growth in late pregnancy. This study aimed toidentify factors in pregnant women which are to know the relation and the influence of factors withestimated fetal weight in the third trimester pregnant women in Palangka Raya. The data were analyzed byPearson Correlation test, unpaired T test, ANOVA test and linear regression test. There was no correlationbetween the estimated fetal weight with maternal age (p>0,05), with a range of pregnancy (p>0,058), withante natal care (p=0,05), with family (p=0,146), There was a correlation between the estimated fetalweight with gestational age (p=0,000), with parity (p=0,018), with the mother's nutrition (p=0,000),education (p=0,001), the knowledge of the mother (p=0,021). Gestational age, maternal nutritional status,and education level are able to explain 39,3 % estimated fetal weight and the rest 60,7%, be explained byother factors. This research is expected to provide benefits for service improvement and education also thedevelopment of science and the decision maker to increase estimated fetal weight in pregnant women.

Key words: estimated fetal weight, maternal determinant factors, pregnancy in the third semester

PENDAHULUANSelama hamil diharapkan pertumbuhan danperkembangan janin meningkat agar terhindardari gangguan pertumbuhan dan perkembanganselama kehamilan serta lahir dengan berat badanrendah atau kurang dari 2500gr. Faktor penentuutama pertumbuhan janin menjelang akhir

kehamilan sebagian besar yang dipengaruhi olehfaktor interna dan eksterna ibu. Faktor internameliputi usia ibu hamil, jarak kehamilan, paritas,kadar Hemoglobin, status gizi ibu hamil,pemeriksaan kehamilan, dan penyakit saatkehamilan. Sedangkan faktor eksternal meliputikondisi lingkungan, asupan zat gizi, dan tingkat

Page 36: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

32

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

sosial ekonomi, merokok atau penyahgunaanobat terlarang.¹-8

Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, dari 34Propinsi di Indonesia, bahwa kecenderunganBBLR tahun 2010- 2013 tertinggi di SulawesiTengah dan diperingkat ke lima adalah propinsiKalimantan Tengah10.

Jumlah kasus BBLR Kalimantan Tengah padatahun 2016 sebanyak 645 kasus atau sekitar 1,5%dari total jumlah lahir hidup yang ditimbang, danjumlah ini tersebut lebih tinggi dibandingkandengan jumlah BBLR pada tahun 2015 sebanyak556 kasus atau 1.2% dari jumlah kelahiran hidup.Kabupaten dengan persentase kasus BBLRpaling banyak adalah Kabupaten Sukamarasebanyak 5,1%, diikuti oleh Kabupaten BaritoTimur sebanyak 2,5% dan Kabupaten BaritoSelatan serta Kabupaten Kapuas denganpersentase masing-masing 2,4%. SedangkanKabupaten kota yang paling sedikit persentasekasus BBLR nya adalah Kota Palangka Rayasebesar 0,1% atau sebanyak 7 BBLR, kemudianKabupaten Murung Raya dengan persentase0,3% dan Kabupaten Gunung Mas sebesar0.8%9.

Menurut jenis pekerjaan, persentase BBLRtertinggi dengan kepala rumah tangga yang tidakbekerja (11,6%), sedangkan persentase terendahpada kelompok pekerjaan pegawai (8,3%).Persentase BBLR di perdesaan (11,2%) lebihtinggi daripada di perkotaan (9,4%). Prosentaseterendah berpendidikan D1/D2/D3/S1,.

Berat badan selama hamil diharapkan meningkatminimal 7 kg untuk mendapatkan berat bayi lahir2500 gr. Penambahan berat badan yang kurangdari 7 kg berisiko paling besar melahirkan bayiberat lahir rendah (<<2500g). Tujuan penelitianini adalah untuk mengidentifikasi faktordeterminan taksiran berat janin pada ibu hamilyang meliputi faktor interna ibu yaitu usia,paritas, jarak kehamilan, gizi ibu hamil danfaktor eksterna ibu yaitu pendidikan, jumlahanggota rumah tangga, Ante Natal Care,Pengetahuan terhadap buku KIA danPengetahuan Gizi Ibu Hamil.

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan rancangan deskriptifkuantitatif . Bertujuan untuk mengukur banyakfaktor dengan satu kali pengamatan pada saatyang bersamaan. Analisa univariat dilakukan

untuk menganalisa karakteristik ibu hamilberdasarkan usia, pendidikan, jumlah anggotakeluarga, paritas, jumlah kunjungan ANC danpemahaman terhadap buku KMS ibu hamil.Analisa Bivariat menggunakan uji PearsonCorrelation dan analisa multivariatmenggunakan regresi linear dan uji Anova.Sampel dalam penelitian didapat dari PuskesmasPahandut, Puskesmas Panarung, PuskesmasBukit Hindu dan Puskesmas Kayon sebanyak iniadalah 330 ibu hamil

HASIL PENELITIANa. Karakteristik Ibu Hamil Trimester IIITabel 1.Distribusi Karakteristik Ibu Hamil,Palangka Raya, (n=330)

VariabelInternal

Frekuensi Persentase(%)

Umur< 20 tahun20-35 tahun>35 tahunJumlah

3527025330

10,681,87,6100

ParitasPrimigravidaMultiparaGrandeJumlah

1431861330

43,356,40,3100

JarakKehamilan< 2 tahun>2 tahunJumlah

12318330

3,696,4100

GiziIbuHamilBaikKurangJumlah

23496330

70,929,1100

VariabelEksterna

Frekuensi Persentase(%)

PendidikanSDSMPSMAPTJumlah

5311112244330

16,133,637,013,3100

Jumlah ART2-4 org>4 orgJumlah

29040330

87,912,1100

ANC1-3 kali4 kali>4 kaliJumlah

1953699330

59,110,930100

PengetahuanKIA 69,1

Page 37: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

33

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

MemahamiTidakmemahamiJumlah

228102330

30,9100

Pengetahuangizi

BaikBurukJumlah

224106330

67,932,1100

Tabel diatas memperlihatkan Umur ibu hamilpaling banyak pada kelompok umur 20-35 tahun(81,8%). Ibu hamil dengan umur <20 tahunsebanyak 10,6% dan yang >35 tahun sebanyak7,6%. Tingkat pendidikan ibu hamil palingbanyak SMA (37%) dan SMP (33,6%). Ibu yangberpendidikan SD dan perguruan tinggi masing-masing 16,1% dan 13,3%. Jumlah anggota dalamrumah tangga rata-rata adalah 3 orang . Jumlahanggota rumah tangga terkecil adalah 2 orangdan terbanyak 5 orang. Jumah anggota rumahtangga paling banyak 2-4 orang (87,9%).Ibu hamil yang terbanyak yaitu ibu yang lebih darisatu kali hamil (multigravida) sebanyak 56,4%,kemudian ibu yang baru pertama kali hamil(primigravida) sebanyak 43,3%, dan paling sedikitadalah grande (0,3%). Bila dilihat dari kunjunganANC ibu hamil ke puskesmas paling banyakadalah kunjungan 1-3 kali (59,1%), kunjungan 4kali 10,9%, dan lebih dari 4 kali 30%. Jarakkehamilan ibu yang sudah pernah hamil yaitupaling banyak >2 kali (96,4%). Gizi ibu hamillebih banyak yang bergizi baik (70,9%). Sebagianbesar ibu (69,1%) mengaku memahami isi bukuKIA.

Rata-rata usia kehamilan ibu 30 ± 3,5 minggudengan usia kehamilan terkecil 28 minggu danterpanjang 41 minggu. Tinggi fundus uteri rata-ratanyaadalah 28 ± 3, nilai terkecil 18 danterbesar 37.Taksiran berat janin rata-ratanyayaitu 2635 gram ± 470,8 gram dengan nilaiterrendah 1085 gram dan tertinggi 4030 gram.(Tabel 2.).

Tabel 2. Rerata, Min-Max, Standar DeviasiVariabel Usia Kehamilan, TFU, TBJ Ibu Hamil,Palangka Raya, 2011 (n=330)

Variabel Rerata Min-Max

SD

Usia hamil (mg) 30 28-41 3,5TFU 28 18-37 3TBJ 2635 1085-

4030470,8

b.Analisis Bivariate Faktor Interna danFaktor Eksterna

1. Usia Ibu dan TBJBerdasarkan uji Pearson Correlation didapatkan nilai P>0,05. Artinya tidak adakorelasi antara umur ibu dan TBJ.(Tabel 3.).

Tabel 3. Usia Ibu Dan TBJ (n=330)Umur TBJ

Umur Pearson Correlation 1 -.015

Sig. (2-tailed) .784

N 330 330

TBJ Pearson Correlation -.015 1

Sig. (2-tailed) .784

N 330 330

2.Usia Kehamilan dan TBJDari hasil uji Pearson Correlation didapatkanbahwa ada korelasi antara usia kehamilan dengantaksiran berat janin (nilai P=0,000). Korelasivariable ini adalah searah. Artinya semakin tinggiusia kehamilan semakin besar taksiran berat janin.(Tabel 4)

Tabel 4. UsiaKehamilan danTBJ (n=330)

TBJUsiaKehamilan

TBJ Pearson Correlation 1 .556**

Sig. (2-tailed) .000

N 330 330

UsiaKehamilan

Pearson Correlation .556** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 330 330

**. Correlation is significant at the 0.01 level(2-tailed).

3.Jarak Kehamilan dan TBJrerata TBJ menurut jarak kehamilan yaitu rerata TBJibu dengan jarak kehamilan > 2 tahun 2605 gr danyang < 2 tahun 2867 gr. Berdasarkan hasil uji Ttidak berpasangan didapatkan nilai P=0,058(p>0,05). Artinya tidak ada perbedaan TBJ antaraibu dengan jarak kehamilan > 2 tahun dan< 2 tahun.(Tabel 5).

Tabel 5 RerataTBJ JarakKehamilan (n=330)

JarakN Mean

MeanDiff SD

Std. ErrMean

Page 38: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

34

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

>2 318 2605.24 -262,3 468.897 26.294

<2 12 2867.50 469.673 135.583

t=-1,902; nilai P=0,058; 95% CI = -533,5 – 9,010

4. Paritas dan TBJRerata TBJ menurut paritas, ibu primipara rerataTBJ 2547 gram dan ibu dengan multipara rerataTBJ 2666 gram dengan mean difference -199,2.Dari hasil uji T tidak berpasangan didapatkannilai P=0,018 (<0,05). Artinya ada perbedaanrerata TBJ antara ibu primipara dengan ibumultipara.(Tabel 6.).

Tabel 6. RerataTBJ Berdasarkan Paritas (n=330)

TBJParitas N Mean

MeanDiff

SD Std. ErMean

TBJ

Primi 143 2547.20 -119,2 401.148 33.546

Multi 187 2666.44 512.825 37.502

t=-2,370; nilai P=0,018; 95% CI = -218,2 - -20

5.Status Gizi Ibu Hamil dan TBJBerdasarkan hasil uji pearson correlationdidapatkan bahwa ada korelasi antara TBJ denganstatus gizi ibu. Arah korelasi yatu searah, artinyasemakin tinggi TBJ semakin tinggi status giziibu.(Tabel 7.).

Tabel 7. Gizi Ibu Hamil Dan TBJ (n=330)

TBJ Gizi

TBJ PearsonCorrelation

1 .381**

Sig. (2-tailed) .000

N 330 330

Gizi PearsonCorrelation

.381** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 330 330

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

6.Pemeriksaan Kehamilan dan TBJRerata TBJ menurut kunjungan ANC didapatkanhasil yang berbeda-beda. Seiring dengan seringnyaibu hamil melakukan ANC semakin meningkat TBJ-nya. Ibu dengan kunjungan ANC 1-3 rerata TBJnya2569,77 gr, ANC 4 kali 2768,7 gr, ANC >4 kali2647,5 gr. Berdasarkan uji ANOVA tidak ditemukanadanya perbedaan rerata TBJ menurut kunjungan

ANC (nilai p=0,05). (Tabel 8.) Hal tersebutdiperkuat dengan uji Bonferroni untuk melihatkelompok yang berbeda. Berdasarkan uji Bonferonnitidak terlihat adanya perbedaan antarkelompok.(Tabel 8.).

Tabel 8.Rerata TBJ berdasarkanPemeriksaanKehamila(n=330)

N Mean SD SE

95% CI for Mean

Min MaxLowerBound

UpperBound

1-3 195 2569.77 385.692 27.620 2515.30 2624.24 1395 3720

4 kali 36 2768.47 615.726 102.621 2560.14 2976.80 1085 3875

>4 kali 99 2647.53 548.087 55.085 2538.21 2756.84 1240 4030

Total 330 2614.77 470.784 25.916 2563.79 2665.75 1085 4030

F=3,088; nilai P=0,05 (=0,05)

Tabel 9.Hasil Uji Bonferroni TBJberdasarkan Pemeriksaan Kehamilan (n=330)

(I) anc1(J) anc1

MeanDiff (I-J)

Std.Error Sig.

95% CI

LowerBound

UpperBound

1-3 kali 4 kali -198.703 84.864 .059 -402.92 5.51

>4 kali -77.756 57.733 .537 -216.68 61.17

4 kali 1-3 kali 198.703 84.864 .059 -5.51 402.92

>4 kali 120.947 91.050 .555 -98.15 340.05

>4 kali 1-3 kali 77.756 57.733 .537 -61.17 216.68

4 kali -120.947 91.050 .555 -340.05 98.15

7.Pendidikan Ibu Hamil danTBJBerdasarkan table 10. didapatkan rerata TBJpada ibu berpendidikan tinggi 2638,9 gram danpada ibu yang berpendidikan dasar rerata TBJ2406,9 gram dengan mean difference 232,2gram. Hasil uji T tidak berpasangan didapatkannilai P = 0,001.

Tabel 10.Rerata TBJ berdasarkan Pendidikan IbuHamil (n=330)

Pendidikan N Mean

MeanDiff SD

Std.ErrorMean

TBJ Tinggi 233 2638.95 232,01 455.959 29.871

Dasar 53 2406.89 471.516 64.768

t=-2,323; nilai P=0,001; 95% CI =94,614 369,5

8.Keluarga (jumlah anggota keluarga) danTBJ

Page 39: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

35

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Rerata TBJ menurut jumlah anggotarumahtangga 2-4 orang 2632,8 gr dan yang > 4orang 2483,9 gr dengan mean difference 148,9gr. Hasil uji T tidak berpasangan didapatkan nilaip=0,146. Artinya tidak ada perbedaan rerata TBJantara ibu dengan jumlah ART 2-4 orang danyang jumlah ART-nya> 4 orang. (Tabel 11.).

Tabel 11.RerataTBJ BerdasarkanJumlahAnggotaRumahTangga (n=330)

JumlahART N Mean

MeanDiff SD

Std.ErrorMean

TBJ 2-4 org 290 2632.83 148,9 445.525 26.162

>4 org 40 2483.88 615.500 97.319

t=-1,478; nilai P=0,146; 95% CI = -54,041 351,946

9.Pengetahuan Gizi dan TBJRerata TBJ menurut skor pengetahuan gizi baikdengan TBJ 2655,7 gram dan skor pengetahuangizi kurang baik 2528 gram (meandoffrence=127,5). Berdasarkan hasil t test tidakberpasangan di dapatkan nilai P=0,021. Artinyaada perbedaan rerata TBJ antara ibu yangpengetahuannya baik dengan ibu yangpengetahuannya buruk.(Tabel 12.).

Tabel 12. Rerata TBJ berdasarkanSkor Pengetahun Gizi Ibu (n=330)

SkorTahu N Mean

MeanDiff

Std.Dev

Std.ErrorMean

TBJ Baik 224 2655.71 127,5 459.493 30.701

Kurang 106 2528.25 484.690 47.077

t=-2,312; nilai P=0,021; 95% CI = 18,9 – 235,9

c.Analisis Multivariate

Untuk menentukan variabel yang akan masukkedalam model yaitu dengan cara melihat nilai ρvalue <0,05 secara bertahap dan melihatperubahan koefisien β (lebih dari 10%). Bilavariabel yang ρ value >0,05 dan perubahankoefisien β <10%, maka variable itu tidak masukke dalam model. Namun bila perubahankoefisien β kurang dari 10% dan variablemempunyai nilai ρ value <0,05, maka variableitu tetap dipertahankan di dalam model.Tahapannya adalah semua variable dimasukkanbersama-sama, kemudian secara bertahap satu

per satu dikeluarkan dimulai dari p value yangpaling besar.

Pada tabel 13, Dari nilai R-square didapatkannilai sebesar 0,401, artinya ke-5 variabelindependen dapat menjelaskan variabel TBJsebesar 40,1% sedangkan sisanya dijelaskan olehvariabel lain. Dari hasil uji statistik didapatkan(lihat prob>F) didapatkan p value=0,000 berartipersamaan garis regresi secara keseluruhansudah signifikan. Prinsip pemodelan yang dianutadalah model yang sederhana variabelnyasehingga masing-masing variabel independentperlu dicek p valuenya, variabel yang p valuenya> 0,05 dikeluarkan dari model. Ternyata dari ke-5 variabel independen ada 2 variabel yang pvaluenya > 0,05, yaitu paritas dan pengetahuangizi (skortahu).(Tabel 13.).

Tabel 13. Model IPersamaan Regresi Linier TBJ (n=330)

Model

UnstandarCoeffi

StadCoff

t Sig.

95.0%CI for

B

BStd.

Error BetaLowerBound

UpperBound

1(Constant) 531.605 220.746 2.408 .017 97.074 966.137

Usiahamil

66.663 6.698 .483 9.953 .000 53.478 79.847

Paritas 58.265 44.284 .062 1.316 .189 -28.906 145.437

Gizi -259.975 49.045 -.251 -5.301 .000-356.519-163.431

Edu -134.647 56.236 -.112 -2.394 .017-245.347 -23.948

skortahu -54.292 45.993 -.056 -1.180 .239-144.829 36.244

a. Dependent Variable: taksiran berat janin

Tabel 14. Model IIPersamaan Regresi Linier TBJ (n=330)

B SE BetaLowerBound

UpperBound

1 (Constant) 474.866 215.600 2.203 .028 50.471 899.261

usia hamil 67.549 6.660 .489 10.143 .000 54.439 80.659

paritas2 64.248 44.024 .068 1.459 .146 -22.410 150.906

gizi1 -255.994 48.963 -.247 -5.228 .000 -352.376 -159.613

edu1 -137.317 56.230 -.114 -2.442 .015 -248.003 -26.632

a. Dependent Variable: taksiran berat janin

Setelah variabel skor pengetahuan (skortahu)dikeluarkan dilihat perubahan koefisien B, bilaada perubahan sebesar >10% maka variabeltersebut tidak jadi dikeluarkan. (Tabel 14.).

Page 40: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

36

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Tabel 15.PerubahanKoefisien BVariabel Awal Skor tahu

dikeluarkancoef.

Usiahamil 66.663 67.549 1.3

Paritas 58.265 64.248 10

Gizi -259.975

-255.9941.5

Edu -134.647

-137.3172.0

skortahu -54.292

Dari perhitungan perubahan koefisien ( coef.)pada masing-masing variabel, ternyata tidak adanilai koefisien yang berubah > 10%, dengandemikian variabel skor pengetahuan dikeluarkandari model.(Tabel15.). Kemudian dikeluarkanvariable paritas (nilai P>0,05). Berikut adalahmodel persamaan regresi tanpa paritas. (Tabel16.).

Tabel 16. Model III Persamaan Regresi LinierTBJ (n=330)

Model

Unstand CoeffStandCoeff

t Sig.

95.0%C I for B

BStd.Error Beta

LowerBound Upper Bound

1 (Constant) 528.667 212.850 2.484 .014 109.691 947.643

Usiahamil

69.000 6.599 .500 10.457 .000 56.012 81.989

gizi1 -257.412 49.052 -.249 -5.248 .000 -353.966 -160.859

edu1 -131.711 56.211 -.110 -2.343 .020 -242.358 -21.065

a. Dependent Variable: taksiranberatjanin

Setelah variabel paritas dikeluarkan dilihatperubahan koefisien B, bila ada perubahansebesar >10% maka variabel tersebut tidak jadidikeluarkan.

Tabel 17.PerubahanKoefisien BVariabel Awal Skor

Tahudikeluarkan

coef.

Usiahamil 66.663 69.000 3.5

Paritas 58.265

Gizi -259.975

-257.4121.0

Edu -134.647

-131.7112.2

skortahu -54.292

Ternyata dari hasil perhitungan tidak adaperubahan koefisien B > 10%. Dengan demikianvariabel paritas tidak diikutkan model.

Model Regresi Linier (Final)Setelah dilakukan analisis multivariat, ternyatavariabel independen yang masuk model regresiadalah usia hamil, status gizi ibu, dan tingkatpendidikan.Pada tabel regresi akhir terlihat koefisiendeterminasi (R-square) menunjukkan nilai 0,393artinya bahwa model regresi yang diperolehdapat menjelaskan 39,3% variasi variabeldependen berat badan bayi. Kemudian pada ujiANOVA, hasil uji F menunjukan nilai ρ=0,0000,berarti pada α 5% kita dapat menyatakan bahwamodel regresi cocok (fit) dengan data yang ada.Persamaan regresi yang diperoleh adalah:

TBJ = 528.667 + 69 usia hamil – 257,4gizi – 131,7pendidikan

Interpretasi:1. R-square = 0,393 artinya model

persamaan ini dapat menjelaskan 39,3%variasi TBJ sisanya 60,7% dijelaskanoleh faktor lain.

2. Setiap kenaikan 1 bulan usia kehamilanibu, maka TBJ akan naik sebesar 69gram setelah dikontrol variabel statusgizi dan pendidikan.

3. Setiap penurunan 1kg status gizi ibu,maka TBJ akan turun sebesar 69 gramsetelah dikontrol variabel status gizi danpendidikan.

4. Pada ibu yang tingkat pendidikannyadasar TBJ akan lebih rendah sebesar131,7 gram dibandingkan dengan ibuyang pendidikannya tinggi setelahdikontrol status gizi dan pendidikan.

PEMBAHASAN

Interpretasi Hasil PenelitianUnivariat dan Bivariate

Ibu hamil sebagai Responden sebanyak 330orang dari Puskesmas Pahandut, PuskesmasKayon dan Puskesmas Bukit Hindu jumlah

Page 41: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

37

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

responden yang diperoleh dari tiap-tiappuskesmas berbeda-beda Perbedaan memperolehresponden pada penelitian ini tidakmempengaruhi hasil penelitian karenapengambilan responden didasarkan pada kriteriainklusi dan pada semua puskesmas induk (tipesetara).

Penelitian ini menghubungkan Taksiran BeratJanin dengan usia ibu, usia kehamilan, jarakkehamilan, paritas, status gizi ibu hamil,pemeriksaan kehamilan, pendidikan ibu hamil,keluarga dan pengetahuan gizi. Pemahaman ibuhamil terhadap buku KMS yang dimilikinya akandijelaskan , tetapi variabel ini tidak dihubungkandengan taksiran berat janin yang dapat dijelaskansebagai berikut:

Usia Ibu HamilDalam penelitian ini ditemukan bahwa usia ibuhamil paling banyak (81%) pada kelompok 20-35 tahun. Pada kelompok usia ini sangatdianjurkan untuk hamil karena pada usia kurangdari 20 tahun perkembangan organ-organreproduksi terutama ossifikasi panggul belumsempurna dan fungsi uterus fisiologisnya belummatang sehingga diragukan bagi pertumbuhanjanin. Sedangkan untuk hamil diatas usia 35tahun risiko yang dapat muncul terutama abortus,cacat kongenital, hipertensi, berat badan lahirrendah1,17. Hasil uji statistik menunjukkanbahwa tidak ada hubungan antara usia ibu hamildengan taksiran berat janin (P> 0,05) . Nahumdkk yang menyatakan bahwa usia ibu bukanprediktor independen dari berat badan janin11.Berbeda dengan pernyataan tersebut Bobak danRochjati menyebutkan bahwa bayi berat badanlahir rendah (BBLR) berkorelasi dengan usiaibu3,17. Penyataan tersebut didukung oleh Nobiledkk bahwa berat badan lahir rendah berkorelasidengan usia ibu yaitu pada usia remaja dan usiaibu yang sudah tua 15. Dalam penelitian ini, hasilunivariat menunjukkkan kelompok usia dibawah21 tahun hanya sebanyak 10% dan >35 tahunsebanyak 7.6%.

Usia KehamilanResponden antara usia kehamilan 28 minggusampai 42 minggu yang pada usia kehamilantrimester III. Ditemukan korelasi usia kehamilandengan taksiran berat janin (P= 0,000) .Aanalisismultivariat menunjukkan bahwa kenaikan usiakehamilan akan meningkatkan taksiran beratjanin . Bahwa setiap peningkatan usia kehamilan1 bulan, maka taksiran berat janin akan naik

sebesar 69 gram setelah dikontrol variabel statusgizi dan pendidikan demikian sebaliknya. Anithadkk pada penelitian serupa di Kerala Indiamenyebutkan bahwa salah satu prediktor beratbadan bayi adalah usia kehamilan (P<0.001)15.Nahum dkk menyebutkan bahwa berdasarkanjenis kelamin fetus peningkatan berat badanantara 12.7 ± 1,4 gram/ hari dengan perbedaan ±0.3 gram/ hari antara fetus berjenis kelamin laki-laki dan perempuan ( fetus laki-laki berat badanmeningkat lebih cepat dari fetus perempuan)11

dan bayi laki-laki lebih berat 100 gram dari bayiperempuan 1.

Jarak KehamilanJarak Kehamilan atau kelahiran menurutBKKBN yang ideal adalah 2 tahun atau lebih.Dengan jarak kehamilan yang cukup, ibumemiliki waktu yang cukup untuk pemulihankondisi18. Sejalan dengan pernyataan tersebutRochjati menyebutkan bahwa jarak kehamilanyang kurang dari 2 tahun dapat menyebabkanbayi lahir prematur atau bayi dengan berat badanlahir rendah18. Dari analisis univariat ditemukanbahwa 96,4 % ibu hamil dengan jarak kehamilan>2 tahun dan ditemukan tidak ada perbedaanTBJ antara ibu dengan jarak kehamilan > 2 ( P =0.058). Hasil ini dapat dihubungkan denganpernyataan sebagian besar (69%) responden yangmenyatakan memahami Buku KMS yangdiberisi informasi tentang perawatan kehamilandan persalinan.

ParitasIbu dengan grande memiliki risiko tinggi dengankehamilan dan persalinan. Pada ibu hamil dapatterjadi kelainan letak, persalinan lama danperdarahan post partum1-4,18. Pertumbuhan janinberlangsung dengan baik jika determinan beratbadan lahir seperti paritas, berat badan ibu, dantinggi badan dipertimbangkan1..Rerata TBJ menurut paritas, ibu primipara rerataTBJ 2547 gram dan ibu dengan multipara rerataTBJ 2666 gram dengan mean difference -199,2.Dari hasil uji T tidak berpasangan didapatkannilai P=0,018 (<0,05). Artinya ada perbedaanrerata TBJ antara ibu primipara dengan ibumultipara.

Status Gizi IbuDidapatkan korelasi antara TBJ dengan statusgizi ibu. Arah korelasi yatu searah, artinyasemakin tinggi TBJ semakin tinggi status giziibu.(Tabel 4.7.).

Page 42: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

38

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Ditetapkan nilai minimal peningkatan beratbadan ibu hamil selama trimester III adalah 7kg, yang merujuk ketetapan Depkes RI27,Peningkatan berat badan selama kehamilanmenunjukan bahwa terjadi penambahan intakekalori oleh ibu dan banyaknya kalori yang inikonsumsi ibu membantu pertumbuhan janin.Penelitian ini sejalan dengan pernyataanCunningham bahwa diantara kehamilan 27- 28minggu terjadi peningkatan berat badan janinsebesar 1000gr dengan penambahan berat badanrata-rata ibu adalah 7,2 kg1.

Pemeriksaan KehamilanNobile dkk dalam penelitiannya menemukanadanya hubungan antara frekwensi antenatal caredengan kejadian berat badan lahir rendah15.Frekwensi kunjungan ANC yang meningkatmenurunkan risiko berat badan lahir rendah.Depkes menetapkan minimal kunjungan ibuselama hamil adalah 4 kali yaitu 1kali di timesterpertama, 1 kali di trimester kedua dan 2 kali ditrimester ketiga.Diketahui bahwa tidak ditemukan adanyaperbedaan rerata TBJ menurut kunjungan semua(nilai p=0,05). Ibu dengan kunjungan ANC 1-3rerata TBJnya 2569,77 gr, ANC 4 kali 2768,7 gr,ANC >4 kali 2647,5 gr.

PendidikanTingkat pendidikan responden bervariasi SD,SMP, SMA , dan PT. Hasil uji statistik padabivariat dengan uji T tidak berpasanganditemukan adanya hubungan antara tingkatpendidikan dengan taksiran beratjanin.Pendidikan yang dimiliki ibu hamilmembantunya mengambil keputusan terhadapsebuah informasi kesehatan. Disebutkan jugabahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruhpada ibu hamil, dengan tingkat pendidikan yangtinggi ibu hamil akan mengetahui tentang asupangizi yang baik untuk ibu selama kehamilan.Gangguan pertumbuhan intrauteri pada janinberhubungan dengan rendahnya pendidikan6.

Anggota KeluargaHampir semua responden penelitian ini memilikijumlah anggota keluarga yang ideal. Keluargayang ideal menurut Badan Koordinasi KeluargaBerencana Nasional menyebutkan bahwaanggota keluarga ideal adalah empat orang18.Tetapi penelitian ini menemukan bahwa tidakada perbedaan rerata taksiran berat janin padakelurga ideal dan keluarga tidak ideal. Hasilpenelitian ini menyatakan bahwa besarnya

keluarga tidak mempengaruhi taksiran beratjanin. Hasil penelitian berbeda dengan pendapatpara ahli yang menyatakan bahwa jumlahanggota keluarga akan mempengaruhikesejahteraan dan status gizi ibu hamil3,19.

Penelitian ini tidak menggali lebih dalam tentanginsentif yang diterima keluarga serta komposisidalam keluarga. Bayi-bayi yang dilahirkan darikeluarga dengan status sosialekonomi tinggimenunjukkan sedikit masalah padaperkembangan janin, berbeda dengan bayi yangdilahirkan dari keluarga tidak mampu akanmengalami gangguan yang berarti1.. dengan katalain semakin rendah keadaan sosioekonomi,semakin lambat laju pertumbuhan janin padaakhir kehamilan. Demikian juga pekerjaan suamidan rendahnya pendidikan suami menyebabkanrendahnya berat badan lahir janin11.Bobak menghubungkan jaringan faktor-faktoryang dapat mempengaruhi hasil akhir kehamilanpada penghasilan keluarga untuk anggaranbelanja makanan, sebagai jaminan ketersediaanmakanan bagi anggota keluarga terutama ibuhamil3

Pengetahuan GiziSalah satu faktor yang mempengaruhi asupangizi ibu hamil antara lain faktor pengetahuan.Pengetahuan gizi dalam penelitian inimenanyakan tentang pengertian gizi, akibatkekurangan gizi bagi ibu dan janin, penambahanberat badan selama hamil, pemantauanpemenuhan gizi, makanan dan suplemen yangbaik selama kehamilan. Hasil penelitianmenemukan bahwa ada perbedaan rerata TBJantara ibu yang pengetahuannya baik dengan ibuyangpengetahuannya buruk.(Tabel 4.12.).

Pemahaman Ibu Hamil terhadap Buku KIA.Hasil analisis univariat diketahui bahwa 69,1%ibu hamil memahami buku KIA yang dimilikinyadan 32,1% ibu hamil mengaku tidak memahamibuku KMS.

Interpretasi Hasil Penelitian MultivariateBerdasarkan analisis pada umur, usiakehamilan,paritas, pendidikan, jumlah ANC,keluarga, jarak kehamilan, jumlah anggotakeluarga, peningkatan gizi ibu hamil, danpengetahuan terhadap gizi ibu hamil. Ditemukanhanya lima karakteristik faktor internal danfaktor eksterna dari ibu hamil yang berhubungandengan taksiran berat janin yaitu usia kehamilan

Page 43: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

39

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

ibu, paritas, pendidikan, status gizi ibu hamil,dan pengetahuan terhadap gizi ibu hamil.

Dalam Analisis Regresi Linier ditemukan usiahamil, status gizi ibu, dan tingkat pendidikanmampu mempengaruhi 39,3% variabeldependent taksiran berat janin pada ibu hamiltrimester III di kota Palangka Raya sedangkan60,7% dijelaskan oleh faktor lain. Pengaruhtersebut menjelaskan setiap kenaikan 1 bulanusia kehamilan ibu, maka TBJ akan naik sebesar69 gram setelah dikontrol variabel status gizi danpendidikan. Setiap penurunan 1kg status giziibu, maka TBJ akan turun sebesar 69 gramsetelah dikontrol variabel status gizi danpendidikan. Pada ibu yang tingkat pendidikannyadasar TBJ akan lebih rendah sebesar 131,7 gramdibandingkan dengan ibu yang pendidikannyatinggi setelah dikontrol status gizi danpendidikan

Berbeda dengan Anitha (2009) yangmenyebutkan bahwa faktor independen terhadapberat badan lahir selain paritas dan usia gestasi,tinggi badan, pregnancy induced hypertensi(PIH) dan riwayat bayi dengan berat badan lahirrendah juga merupakan faktor independenterhadap berat badan lahir.

Keterbatasan PenelitianPenelitian ini hanya mencapai jumlah minimalyaitu 330 orang karena keterbatasan waktupenelitian. Kunjungan ibu hamil disetiapPuskesmas tidak dapat diduga. Pada waktutertentu kunjungan ibu hamil banyak di awalbulan atau hari pertama sampai hari ketiga tiapminggunya.Kelemahan berikutnya adalah peluang anggotapopulasi tidak diketahui karena pengambilansampel tidak dilakukan acak. Kolektor data tidakselalu ada di Puskesmas, tugas mencapai targetprogram yang dilaksanakan di luar gedungmenuntutnya untuk tugas luar. Sehingga dalampenelitian ini ada kemungkinan sampel yangrepresentatif tidak terpilih.

Implikasi Terhadap Pelayanan KeperawatanHasil penelitian ini merupakan kenyataan yangterjadi di lapangan bahwa hanya usia kehamilan,pendidikan dan status gizi yang mampumenjelaskan 39,3% taksiran berat badan janinpada usia kehamilan trimester III di PalangkaRaya.

Penting bagi perawat dan bidan untukmengetahui latar belakang pendidikan ibu hamildan karakteristik klien (klien usia remaja)sebelum memberikan informasi tentangpeningkatan gizi selama kehamilan. Perlu bagiperawat dan bidan untuk selalu membicarakanindikator peningkatan gizi yang dapat dirasakanibu dengan bertambahnya berat badan ibu sertameningkatnya ukuran tinggi fundus setiapbertambahnya usia kehamilan.Perlu di pertimbangkan pernyataan 102responden (32.1%) yang mengatakan tidakmemahami isi buku KMS Ibu Hamil yangmereka miliki. Masukan tersebut memperjelasbahwa selama kehamilannya buku KMS yangdimiliki tidak maksimal membantu merekadalam perawatan kehamilan. Perlu bagi perawatdan bidan untuk menyediakan waktumemberikan informasi tentang buku KMStersebut.Perawat dan bidan perlu memberikanpenanganan khusus seperti homecare atauhomevisit bagi bagi ibu hamil dengan indikatorpemenuhan gizi yang kurang,

PENUTUPKesimpulan1) Hasil analisis univariat yang tidak diujikandengan analisis bivariat adalah pemahaman ibuhamil terhadap buku KMS. 69,1% mengakumemahami isi buku KMS dan 32,1% ibu tidakmemahami buku KMS.

2).Ditemukan empat faktor yang tidakberhubungan dengan taksiran berat janin yaitu;pada faktor interna Usia Ibu Hamil, dan JarakKehamilan serta pada faktor eksterna KunjunganANC dan Jumlah ART .3).Ditemukan lima faktor yang berhubunganbermakna dengan taksiran berat janin yaitu padafaktor interna Usia kehamilan, Paritas, StatusGizi Ibu, serta faktor eksterna Pendidikan IbuHamil, dan Pengetahuan Ibu4)Usia hamil, status gizi ibu, dan tingkatpendidikan yang mampu menjelaskan TBJ padaibu hamil trimester III di kota Palangkaraya.Hasil analis tersebut yaitu; (a) Usia hamil, status

gizi ibu, dan tingkat pendidikan yang mampumenjelaskan 39,3% taksiran berat janin dansisanya 60,7% dijelaskan oleh faktor lain. (b)Setiap kenaikan 1 bulan usia kehamilan ibu,maka TBJ akan naik sebesar 69 gram setelahdikontrol variabel status gizi dan pendidikan. (c)Setiap penurunan 1kg status gizi ibu, maka TBJakan turun sebesar 69 gram setelah dikontrol

Page 44: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

40

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

variabel status gizi dan pendidikan. (d) Pada ibuyang tingkat pendidikannya dasar TBJ akan lebihrendah sebesar 131,7 gram dibandingkan denganibu yang pendidikannya tinggi setelah dikontrolstatus gizi dan pendidikan.

Saran1. Bagi penyedia dan pemberi layanan kesehatanhasil penelitian ini dapat menjadi masukan danbahan pertimbangan perencanaan program bagiibu hamil untuk peningkatan taksiran berat janin.

2. Bagi perawat dan bidan ;a. Agar memberikan perhatian khusus pada ibu

hamil yang berusia remaja dan ibu hamil yangberusia diatas 35 tahun saat melakukanpemeriksaan kehamilan, terutama hasilpemeriksaan pengukuran tinggi fundus uteriuntuk dijelaskan sebagai indikator peningkatantaksiran berat janin selama hamil.b Memberikan perhatian khusus bagi ibu hamildengan jarak kehamilan kurangdari dua tahun dari kehamilan sebelumnyac.Memperhatikan jumlah kunjungan ibu dan

menjelaskan agar melakukan pemeriksaankehamilan minimal 4 kali selama kehamilan atausetiap bulan selama kehamilan sertamendokumentasikan jumlah kunjungan yangdilakukan di Puskesmas atau praktik swasta.d.Agar memberikan penjelasan khusus kepadaibu hamil dengan jumlah anggota rumah tanggalebih dari empat orang untuk memperhatikankecukupan nutrisi selama kehamilan.e.Menyediakan waktu khusus untukmenjelaskan tentang buku KMS ibu hamilkepada setiap ibu hamil atau sekelompok ibuhamil .

3.Perlu dilakukan penelitian dengan karakteristikyang berbeda serta jumlahresponden yang lebih banyak untuk sehinggahasilnya lebih representatif.

*) Ns.Christine Aden ,Sp.Kep.Mat;Staf Pengajar Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Palangkaraya.

DAFTAR PUSTAKA

1.Cunningham, F.G.; McDonald, P.C.; Gant, N.F. 1993.

Williams Obstetrics, 19th

ed. Prentice-Hall Int.,Norwalk, CT, USA. William

2.Reeder, S.J., Martin, L.L,. & Griffin, D.K. (1997).Maternity nursing: Family, newborn andwomens health care. Lippincott: Philadelphia.

3.Bobak, M.I., Lodermik, L.D., & Jensen, D.M.(2005). Buku ajar keperawatan maternitas.Alih bahasa Maria A.Wijayarini & PeterI.Anugerah. Jakarta :EGC.

4.Gorrie, Mc Kinney & Murray.(1998). Foundationsof maternal newborn nursing.(2 nd ed).Philadelphia : W.B.Saunders.

5. Elisabeth ,DK.,dkk (1998). Does passivesmoking in early pregnancy increase the risk ofsmall-for-gestational-age infants? AmericanJournal of Public Health. Washington: Oct1998. Vol. 88, Iss. 10; pg. 1523, 5 pgs

6. Nordentoft , dkk (1996). Intrauterine growthretardation and premature delivery: Theinfluence of maternal smoking andpsychosocial factors .American Journal ofPublic Health. Washington: Mar 1996. Vol. 86,Iss. 3; pg. 347, 8 pgs

7. Seppo Heinonen, Markku Ryynanen & PerttiKirkinen (1999).The effects of fetaldevelopment of high alpha-fetoprotein andmaternal smoking. American Journal of PublicHealth. Washington: Apr 1999. Vol. 89, Iss. 4;pg. 561, 3 pgs

8. Sven Cnattingius & Bengt Haglund. (1997).Decreasing smoking prevalence duringpregnancy in Sweden: The effect on small-for-gestational-age births. American Journal ofPublic Health. Washington: Mar 1997. Vol. 87,Iss. 3; pg. 410, 4 pgs

9. Propil Kesehatan Propinsi Kalimantan TengahTahun 2016. Kementerian KesehatanDepartemen Kesehatan RI

10. Laporan Riskesdas 2013http://labmandat.litbang.depkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2013/Laporan_riskesdas_2013_final.pdf

11. Nahum,GE. Estimation of Fetal Weight .Nebraska Medical Association, and Society forMaternal-Fetal Medicine

12. Sjahmien Moehji. (2003). Ilmu Gizi II.Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas

13.Sarwono, Prawiroharjo (2009).IlmuKebidanan.Jakarta.Bina Pustaka

14.Notoatmodjo, S. (2002). Pendidikan dan perilakukesehatan.Jakarta: Rineka Cipta.

15.Anitha, CJ. Dkk (2009). Predictors ofBirthweight – A Cross Sectional Study.

`Indian Pediatrics vol 46, Januari 200916. Nobile GA., dkk (2007). Influence of Maternal

and Social Factors As Predictors of Low Birth

Page 45: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

41

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Weight in Italy. BMC Public Health. 7,Agustus 2007

17.C Philipps & NE Johnson (2007). The impact ofquality of diet and other factors on birth weightof infants. BMC Public Health. 2007; 7: 192.

18.Rochjati,P.(2003).Skrining Antenatal Pada IbuHamil.FK Unair.Surabaya

19.Suryadarma, dkk (2005). Ukuran ObjektifKesejahteraan Keluarga untuk PenargetanKemiskinan. Lembaga PenelitianSMERU.Jakarta

20.Johansson K. dkk, Maternal predictors ofbirthweight: The importance of weight gainduring pregnancy. Obesity Research & ClinicalPractice, Volume 1

21. Solihin Pudjiadi. 2003. Ilmu Gizi Klinis pada Anak.Jakarta: Balai Penerbit FKUI22 .Arikunto. (2002). Prosedur penelitian. (5th

ed). Jakarta : Rineka Cipta.23 .Aziz, A. (2002). Riset keperawatan & tehnik

penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.24.Dempsey, & Dempsey .(2002).Nursing Research:

Riset keperawatan . Alih bahasa PalupiWidyastuti. Jakarta: EGC.

25.Sugiyono.(2001).Statistik untuk penelitian.Bandung: Alpabeta.

26.Depkes RI.(2009). Buku Kesehatan Ibu dan Anak.Jakarta.Depkes

27.Depkes RI. 2000. Pedoman Umum Gizi Seimbang(Panduan Untuk Petugas). Jakarta;DepartemenKesehatan

28.______. 2002. Gizi Seimbang Menuju Hidup SehatBagi Bayi Ibu Hamil Dan IbuMenyusui (Pedoman Petugas Puskesmas).Jakarta: DKKS RI

Page 46: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

42

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Hubungan Pelaksanaan Kelas Antenatal Dengan Jenis Persalinan Pada IbuHamil di Puskesmas Pahandut Palangka Raya tahun 2016

Sofia Mawaddah1, Asih Rusmani2,

1 Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya2 Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

___________________ _______________________________________________________________________________

ABSTRAK

Angka kematian ibu (AKI) sebagai indikator kesehatan ibu, masih besar di Indonesia. Hal tersebutdikarenakan oleh beberapa faktor yaitu pengawasan kehamilan belum menjangkau masyarakat secaramenyeluruh dan bermutu, pertolongan ibu hamil dan persalinan belum memadai, rendahnya sistem rujukan danpendidikan/ pengetahuan masyarakat serta berkaitan juga dengan karakteristik ibu yang meliputi umur, paritas,pendidikan dan perilaku yang berpengaruh terhadap kondisi ibu selama hamil yang memengaruhi jenispersalinan. Diperlukan upaya untuk mengurangi AKI tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintahadalah diselenggarakannya kelas ibu hamil/ antenatal. Kelas antenatal merupakan sarana untuk belajar bersamamengenai kesehatan ibu hamil dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkanpengetahuan dan keterampilan ibu mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas,perawatan bayi baru lahir, mitos, penyakit menular dan akte kehamilan. Secara umum penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui hubungan pelaksanaan kelas antenatal dengan jenis persalinan pada ibu hamil di PuskesmasPahandut palangka Raya tahun 2016. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (a). Distribusifrekuensi jenis persalinan pada ibu hamil yang mengikuti kelas antenatal di Puskesmas Pahandut Raya tahun2016, (b). Distribusi frekuensi jenis persalinan pada ibu hamil yang tidak mengikuti kelas antenatal diPuskesmas Pahandut Palangka Raya Tahun 2016, (c). Hubungan pelaksanaan kelas antenatal dengan jenispersalinan pada ibu hamil di Puskesmas Pahandut Palangka Raya tahun 2016.

Metode:Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi eskperimen dengan dua kelompok subjek penelitian.

Kelompok pertama adalah kelompok kontol yaitu ibu hamil yang tidak mengikuti kelas antenatal dan kelompokkedua adalah kelompok eksperimen yaitu ibu hamil yang mengikuti kelas antenatal.

Hasil : Ada hubungan yang signifikan antara kelas antenatal dengan jenis persalinan di PuskesmasPahandut palangka Raya. Ibu hamil yang mengikuti kelas antenatal akan memiliki persiapan yang lebih baikdibandingkan ibu hamil yang tidak mengikuti kelas antenatal. Kesiapan diperoleh karena dukungan sertainformasi yang diberikan melalui pendidikan kesehatan kepada ibu hamil mengenai hal-hal yang perludipersiapkan oleh ibu hamil ketika menghadapi persalinan.

Kesimpulan : (a). Ibu yang mengikuti kelas antenatal dalam proses persalinan normal sebanyak 12 orang(40%), ibu yang mengikuti kelas antenatal dengan proses persalinan abnormal sebanyak 3 orang (10%), (b). Ibuyang tidak mengikuti kelas antenatal dengan proses persalinan normal sebanyak 5 orang (16.7%) dan ibu yangtidak mengikuti kelas antenatal dengan persalinan tidak normal sebanyak 10 orang (33.3%), (c). Ada hubunganyang signifikan antara kelas antenatal dengan jenis persalinan di Puskesmas Pahandut Palangka Raya

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu (AKI) sebagaiindikator kesehatan ibu, masih besar diIndonesia. Berdasarkan hasil survei Demografidan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007yang tercatat 228/100.000 kelahiran hidup danmengalami peningkatan AKI pada tahun 2012menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup,sedangkan AKB tahun 2007 mengalamipenurunan yaitu 34 per 1000 kelahiran hidupmenjadi 32/1000 kelahiran hidup pada tahun2012. Hasil tersebut masih jauh dari targetMDG’s yaitu harus mencapai 23 per 1000

kelahiran hidup. Tingginya AKI dan AKB diIndonesia menempatkan upaya penurunansebagai program prioritas (dikutip dari Ni KetutNopi Widiantri).

AKI dikarenakan oleh beberapa faktoryaitu pengawasan kehamilan belummenjangkau masyarakat secara menyeluruh danbermutu, pertolongan ibu hamil dan persalinanbelum memadai, rendahnya sistem rujukan danpendidikan/ pengetahuan masyarakat sertaberkaitan juga dengan karakteristik ibu yangmeliputi umur, paritas, pendidikan dan perilaku

Page 47: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

43

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

yang berpengaruh terhadap kondisi ibu selamahamil yang memengaruhi jenis persalinan.

Kurangnya pengetahuan tentangkehamilan merupakan penyebab utamakematian ibu pada saat melahirkan(Nurrachmah, 2004). Ibu hamil dalammerencanakan proses persalinannyamemerlukan suatu informasi yang benar,sehingga ibu mempunyai gambaran tentangkehamilan serta proses persalinan. Dariinformasi dan gambaran tersebut, diharapkanibu lebih siap dalam menghadapi prosespersalinan manapun.

Pengetahuan ibu tentang keadaankehamilan dan persalinan yang akan dilakukan,memungkinkan untuk mempersiapkan fisik danmental, sehingga ibu dapat memilih prosespersalinan yang tepat dan aman. Seorang ibuhamil yang memiliki pengetahuan lebih tentangkehamilan akan lebih banyak berpikir untukmenentukan sikap yang tepat untuk mencegahdan mengatasi resiko pada kehamilan agarpersalinannya berjalan baik dan aman. Dan ibumempunyai kesadaran untuk melakukankunjungan antenatal untuk memeriksakankehamilan (Depkes RI, 2004).

Salah satu upaya yang dilakukanpemerintah untuk menurunkan AKI adalahdiselenggarakannya kelas ibu hamil/ antenatal.Kelas ibu hamil/ antenatal merupakan saranauntuk belajar bersama mengenai kesehatan ibuhamil dalam bentuk tatap muka dalamkelompok yang bertujuan untuk meningkatkanpengetahuan dan keterampilan ibu mengenaikehamilan, perawatan kehamilan, persalinan,perawatan nifas, perawatan bayi baru lahir,mitos, penyakit menular dan akte kehamilan(Kemenkes RI, 2011).

Pelaksanaan program kelas ibu hamildi Puskesmas dilakukan seminggu sekali danminimal satu kali pertemuan didampingi olehsuami atau keluarga. Hal ini dimaksudkan agarkesehatan ibu selama hamil, bersalin, nifas,termasuk kesehatan bayi yang barudilahirkannya dan kebutuhan akan KB pascapersalinan menjadi perhatian dan tanggungjawab seluruh anggota keluarga.

Berdasarkan data yang diperoleh daribuku register pelaksanaan Kelas Ibu Hamil diruang KIA-KB Puskesmas Pahandut PalangkaRaya disebutkan bahwa periode April sampaidengan Juni Tahun 2015 ada 267 orang ibuhamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan.Ada 12 kelas ibu hamil yang telah dibentukselama periode tersebut di seluruh wilayahkerja puskesmas pahandut, yang dilaksanakansatu bulan sekali dan diikuti oleh 10 orangpeserta ibu hamil pada seetiap kelasnya.Artinya ada 100 orang ibu hamil yangberpartisipasi mengikuti kelas antenatalsementara 167 orang ibu hamil tidak mengikutikelas tersebut. Dapat disimpulkan bahwa hanyaada 34,8% ibu hamil yang mengikuti kelasantenatal di puskesmas Pahandut PalangkaRaya.

Merujuk pada penjelasan di atas dapatdiambli kesimpulan bahwa perkembangan danpemanfaatan kelas ibu hamil masih rendah,sementara kelas ibu hamil sangat bermanfaatsecara fisik dan mental. Padahal pengetahuanmerupakan faktor yang sangat berpengaruhterhadap pengambilan keputusan. Sebagaimanadinyatakan oleh Permata (2002) bahwaseseorang yang memiliki pengetahuan yangbaik tentang sesuatu hal, maka ia akancenderung mengambil keputusan yang lebihtepat berkaitan dengan masalah tersebutdibandingkan dengan mereka yangpengetahuannya rendah.

Berdasarkan uraian di atas makapenting dilakukan penelitian mengenaihubungan pelaksanaan kelas antenatal denganjenis persalinan pada ibu hamil di PuskesmasPalangka raya tahun 2016.

METODE PENELITIAN

Design penelitian yang digunakanadalah quasi eksperimen dengan dua kelompoksubjek penelitian. Kelompok pertama adalahkelas kelompok kontrol yaitu ibu hamil yangtidak mengikuti kelas antenatal dan kelompokkedua adalah kelas kelompok eksperimen yaituibu hamil yang mengikuti kelas antenatal.

Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian dilaksanakan di Puskesmas PahandutPalangka Raya dan Waktu penelitian padabulan Oktober 2016-Desember 2016.

Page 48: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

44

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Populasi dan SampelPopulasi penelitian ini adalah seluruh

ibu hamil trimester III yang memeriksakankehamilan pada bulan sebelumnya diPuskesmas Pahandut sejumlah 32 orang setiapbulan.Sampel dalam penelitian ini berdasarkankriteria inklusi dan rumus Notoatmodo 2010ialah sebnyak 30 orang dibagi atas dua bagianyaitu 15 orang ibu yang ikut kelas antenataldisebut sebagai kasus dan 15 orang ibu yangtidak ikut kelas antenatal yang disebagaikontrol.

Kriteria inklusi subjek penelitian1. ibu hamil sehat tanpa komplikasi2. umur kehamilan ≥ 28 minggu3. ibu hamil trimester III yang mengikuti kelasantenatal minimal 3 kali

Kriteria Eksklusi1.Ibu hamil dengan komplikasi kehamilan2.Umur kehamilan < 28 minggu

Teknik SamplingTeknik pengambilan sampel dalam penelitianini adalah consecutive sampling. Denganmenggunakan teknik tersebut maka populasiyang memenuhi kriteria memiliki kesempatanyang sama untuk dijadikan sampel penelitian.Jumlah sampel ditetapkan berdasarkan rumusNotoatmodjo 2010. Sampel yang diperolehsejumlah 30 orang yang dibagi atas dua bagian.Bagian pertama yaitu 15 orang ibu hamil yangtidak ikut kelas antenatal dan bagian keduayaitu 15 orang ibu hamil yang mengikuti kelasantenatal.

Kegiatan Pelaksanaan Kelas Ibu HamilPertemuan kelas ibu hamil dilaksanakansebanyak 3 kali pertemuan selama hamil atausesuai dengan hasil kesepakatan fasilitatordengan peserta. Materi yang disampaikan sesuaidengan kebutuhan dan kondisi ibu hamil namuntetap mengutamakan materi pokok. Pada setiapakhir pertemuan diadakan senam ibu hamil.Durasi waktu pertemuan adalah 120 menit dansudah termasuk senam hamil selama 15-20menit.

a. Proses pertemuan kelas ibu hamil

b. Materi, Metode dan Alat BantuPenjelasan dan uraian materi pertemuankelas ibu hamil dari pertemuan I s/d IIIdipaparkan pada Pegangan Fasilitator, BukuKIA, Lembar Balik, CD senam ibu hamildan buku senam ibu hamil. Susunan materi,metode dan alat bantu pertemuanpelaksanaan kelas ibu hamil dari pertemuanI sampai III seperti pada tabel berikut:

Contoh jadwal pertemuan kelas ibu hamil(pertemuan I)

PERTEMUAN I

Materi MetodeWak

tuAlat

Bantu1. Penjelasan

umum kelas ibuhamil danperkenalanpeserta

Ceramah 10Menit

BukuKIA

2. Materi kelas ibuhamilpertemuanpertama:

a. Kehamilan,PerubahanTubuh danKeluhan.

Apakehamilanitu?

Perubahantubuh ibuselamakehamilan

Keluhan

TanyaJawab,Ceramah,Demontsrasi, danPraktek

85Menit

Flipchart,BukuKIA,Lembarbalik,Contohmakanan,StikerP4K, Dll

Page 49: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

45

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

umum saathamil dancaramengetahuinya (kramkaki, wasir,nyeripinggang)

Apa sajayangdilakukanibu hamil

Pengetahuan gizitermasukpemberiantablettambahdarah untukpenanggulanganAnemia

b. PerawatanKehamilan

Kesiapanpsikologismenghadapikehamilan

Hubungansuami istriselamakehamilan

Obat yangtidak bolehdan bolehdikonsumsioleh ibuhamil

Tanda-tandabahayakehamilan

Perencanaan persalinandanpencegahankomplikasi(P4K)

Suamidiikutsertakan,TanyaJawab

c. Evaluasiharian harike IMateripertemuan

Ceramah,Praktek

10Menit

Kuesioner

5Men

BukuKIA

I(PeningkatanPengetahuan)

d. Kesimpulan

e. Senam ibuhamil(LembarBalikPilihan 1)Setelahpenyampaian materiselesai

it15-20Menit

Tikar/karpet,bantal,CD/Bukusenamhamil(Jika ada)

Contoh jadwal pertemuan kelas ibu hamil(pertemuan II)

PERTEMUAN II

Materi MetodeWak

tuAlat

Bantu1. Review

materipertemuan I

Ceramah 10Menit

BukuKIA

2. Materi kelasIbu hamil(PertemuanII)

a. Persalinan Tanda-

tandapersalinan

Tandabahayapadapersalinan

Prosespersalinan

InisiasiMenyusu Dini(IMD)

b. Perawat

TanyaJawab,Demontsrasi, danPraktek

85Menit

BukuKIA,LembarBalik,BonekaBayi,KB Kit,Dll

Page 50: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

46

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

an nifas Apa saja

yangdilakukan ibunifasagardapatmeyusuieksklusif?

Bagaimanmenjagakesehatan ibunifas?

Tanda-tandabahayadanpenyakitibunifas?

KBpascasalin

c. Evaluasiharianhari ke IIMateripertemuan II(peningkatanpengetahuan)

TanyaJawab

10Menit

Kuesioner

d. Kesimpulan

Ceramah 5Menit

BukuKIA

e. Senamibuhamilsetelahpenyampaianmateriselesai

Praktek 15-20Menit

Tikar/karpet,bantal,CD/Buku senamhamil(Jikaada)

Contoh jadwal pertemuan kelas ibu hamil(pertemuan III)

PERTEMUAN III

Materi MetodeWaktu

AlatBantu

1. Review materipertemuan I

Ceramah 10Menit

BukuKIA

2. Materi kelasibu hamil(PertemuanIII)

a. PerawatanBayi

PerawatanBayi BaruLahir(BBL)

PemberianVitamin K1 injeksipada BBL

TandabahayaBBL

Pengamatanperkembangan Bayiatau anak

Pemberianimunisasipada BBL

b. Mitos Penggalian

danpenelusuran mitosyangberkaitandengankesehatanibu dananak

c. PenyakitMenular

Infeksi

TanyaJawab,Demontsrasi, danPraktek

SuamidiikutSertakan

85Menit

BukuKIA,LembarBalik,MetodeKanguru,Boneka,Dll

Page 51: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

47

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

MenularSeksual(IMS)

InformasidasarHIV/AIDS

Pencegahan danpenangananmalariapada ibuhamil

d. AkteKelahiran

Pentingnya aktekelahiran

3. Evaluasiharian hari keIII danevaluasi materipertemuan III(PeningkatanPengetahuan)

TanyaJawab

10Menit

Kuesioner

4. Kesimpulan Ceramah 5Menit

BukuKIA

5. Senam ibuhamil dana tausenam nifassetelahpenyampaiamateri selesai

Praktek 15-20Menit

Tikar/karpet,bantal,CD/Buku senamhamil(Jikaada)

c. Pendekatan Kelas Ibu Hamil1. Kelas ibu hamil dilaksanakan

menggunakan prinsip Belajar OrangDewasa (BOD).

2. Bidan di desa memfokuskanpembelajaran pada upaya peningkatanpengetahuan dan keterampilan ibuhamil menggunakan Lembar Balik,

KB-KIT, Contoh makanan, Bonekabayi dll.

3. Sesuai dengan pendekatan BOD,metode yang digunakan adalah: Ceramah Tanya jawab Demonstrasi dan praktik Curah pendapat penugasan

(peserta ditugaskan membacaBuku KIA, dll)

Simulasi.4. Pada awal pertemuan dimulai engan

pengenalan kelas ibu hamil danperkenalan sesama peserta danfasilitator. Gunakan label nama untukpeserta dan fasilitator.

5. Setiap penggantian sesi sebaiknyadiselingi dengan permaian untukpenyegaran.

Karakteristik ibu hamil yang mengikutikelas ibu hamila. Usia kehamilanb. Pendidikanc. Umur ibud. Paritas

Kerangka KonsepBerdasarkan uraian dan tinjauan teori yangtelah diperoleh, maka kerangka konseppenelitian disajikan sebagai berikut:

Page 52: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

48

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

HASIL

Distribusi Frekuensi KarakteristikResponden

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa:a) Distribusi Frekuensi Ibu hamil yang

mengikuti kelas antenatal berdasarkanusiaPaling banyak responden berusia > 35 thyaitu sebanyak 14 orang (100%) terdiridari 7 orang (50%) mengikuti kelasantenatal dan 7 orang (50%) tidakmengikuti kelas antenatal. Usia < 20tahun sebanyak 3 orang (100%) terdiridari 1 orang (33,3 %) mengikuti kelasantenatal dan 2 orang(66,7%) tidakmengikuti kelas antenatal. Usia 20-35 thyaitu sebanyak 14 orang (100%) terdiridari 7 orang (53,8%) mengikuti kelasantenatal dan 6 orang (46,2 %) tidakmengikuti kelas antenatal.

b) Distribusi Frekuensi Ibu hamil yangmengikuti kelas antenatal berdasarkanpekerjaanPaling banyak responden tidak bekerjayaitu sebanyak 25 orang (100%) terdiridari 12 orang (48%) mengikuti kelasantenatal dan 13 orang (52%) tidakmengikuti kelas antenatal. Respondenyang bekerja yaitu sebanyak 5 orang(100%) terdiri dari 3 orang (60%)mengikuti kelas antenatal dan 2 orang(40%) tidak mengikuti kelas antenatal.

c) Distribusi Frekuensi Ibu hamil yang

mengikuti kelas antenatal berdasarkanparitas.Paling banyak responden ialah multiparayaitu sebanyak 16 orang (100%) terdiridari 7 orang (43,8%) mengikuti kelasantenatal dan 9 orang (56,2%) tidakmengikuti kelas antenatal. Primipara yaitusebanyak 14 orang (100%) terdiri dari 8orang (57,1%) mengikuti kelas antenataldan 6 orang (42,9%) tidak mengikuti kelasantenatal.

d) Distribusi Frekuensi Ibu hamil yangmengikuti kelas antenatal berdasarkanpendidikanPaling banyak responden berpendidikanSMU yaitu sebanyak 13 orang (100%)terdiri dari 7 orang (53,9%) mengikutikelas antenatal dan 6 orang (46,1%) tidakmengikuti kelas antenatal. PendidikanSMP sebanyak 8 orang (100%) terdiri dari4 orang (50 %) mengikuti kelas antenataldan 4 orang (50%) tidak mengikuti kelasantenatal. Pendidikan S1 yaitu sebanyak 6orang (100%) terdiri dari 3 orang (50%)mengikuti kelas antenatal dan 3 orang(502 %) tidak mengikuti kelas antenatal.Pendidikan SD yaitu sebanyak 3 orang(100%) terdiri dari 1 orang (33,3%)mengikuti kelas antenatal dan 2 orang(66,7%) tidak mengikuti kelas antenatal.

Distribusi Frekuensi Kelas Antenatal

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa56,67% bayi dilahirkan dengan persalinannormal dan 43,33 bayi dilahirkan denganproses persalinan tidak normal.

Page 53: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

49

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Dari tabel di atas tersebut diketahui bahwa ibuyang mengikuti kelas antenatal dengan prosespersalinan normal sebanyak 40%, ibu yangmengikuti kelas antenatal dengan prosespersalinan abnormal sebanyak 10% sedangkanibu yang tidak mengikuti kelas antenataldengan proses persalinan normal sebanyak16,7% dan ibu yang tidak mengikuti kelasantenatal dengan proses persalinan tidaknormal sebanyak 33,3%Hasil uji statistic dengan ujichi-squaremenunjukkan bahwa nilai p=0.10 (p=<0,05)nilai tersebut dibawah taraf signifikansi 0.05dengan demikian dapat disimpulkan terhadaphubungan yang signifikan antara kelasantenatal dengan jenis persalinan di PuskesmasPahandut Palangka Raya

PEMBAHASAN

Karakteristik ibu hamil yang mengikutikelas antenatal apabila dilihat dari rata-ratausia ibu paling banyak adalah usia > 35 tahunsebanyak 7 0rang (50%). Berdasarkanpekerjaan, kelompok yang paling banyakmengikuti kelas antenatal adalah ibu yangtidak bekerja yaitu sebanyak 12 0rang (48%).Berdasarkan pendidikan ibu hamil yang palingbanyak mengikuti kelas antenatal adalah ibudengan pendidikan SMU yaitu sebanyak 70rang (53,9%).

Berdasarkan paritas ibu hamil yangpaling banyak mengikuti kelas ibu hamiladalah ibu primipara sebanyak 8 orang(57,1%). Berdasarkan analisa statsitikmenunjukkan bahwa ada hubungan yangsignifikan antara Kelas Antenatal denganproses persalinan diPuskesmas PahandutPalangka Raya.

Hasil penelitian ini didukung penelitianyang dilakukan oleh Bernadeta (2003) bahwaterdapat hubungan kelas ibu hamil denganproses persalinan di klinik Bidan PraktekSwasta Hj. Endang Tungkak Yogyakarta.Hasil ini sejalan dengan pendapat Manuaba(1998) bahwa kelas ibu hamil secara teraturdapat membantu proses persalinanberlangsung alami dan lancar. Hasil penelitianini sesuai dengan penelitian yang dilakukanoleh Zaimatul Chusnah Tahun 2012 tentanghubungan keikutsertaan kelas ibu hamilterhadap proses persalinan pada ibuprimigravidarum di wilayah kerja PuskesmasNalumsari Jepara dengan hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada hubungan yangsignifikan antara keikutsertaan kelas ibu hamilterhadap proses persalinan pada ibuprimigravidarum di wilayah kerja puskesmasnalumsari jepara karena p value (0.000) <0,05.

Kesiapan menghadapi persalinan adalahrencana tindakan yang dibuat oleh ibu,anggota keluarga dan bidan.Persiapan initidak harus dalam bentuk tertulis, namundalam bentuk diskusi untuk memastikanbahwa ibu dapat menerima asuhan yangdiperlukan. Dengan adanya persiapanpersalinan akan mengurangi kebingungandan kekacauan pada saat persalinan danmeningkatkan kemungkinan bahwa ibu akanmenerima asuhan yang sesuai tepat waktu.(Romauli, 2011, h. 146).

Kesiapan ibu hamil dalam menghadapipersalinan ini ditunjukkan denganmelakukan persiapan secara fisik, yaitudengan mengkonsumsi asupan gizi yangseimbang sesuai dengan kebutuhan ibu danjanin, melakukan aktivitas fisik denganmelakukan olahraga ringan dan berjalan-jalan serta melakukan persiapan secarapsikologis dengan rajin berdoa dan jugamelakukan persiapan finansial yaitumengumpulkan atau menabung untukkebutuhan persalinan nantinya. Denganpersiapan yang dilakukan ini diharapkan ibudapat melakukan persalinan dengan baik dantidak ada halangan yang menggangguselama proses persalinan sehinggapersalinan bisa berjalan secara normal.Kesiapan ibu ini bisa diberikan melalui kelasantenatal.

Hasil penelitian ini sesuai denganpenelitian yang dilakukan oleh ArumWidiastuti Tahun 2014 tentang Hubungankeaktifan mengikuti kelas ibu hamil denganproses persalinan pada ibu hamil di desaColo kecamatan Dawe kabupaten Kudusdengan hasil penelitian menunjukkan bahwaAda Hubungan antara Keaktifan MengikutiKelas Ibu Hamil dengan proses PersalinanPada Ibu Hamil di Desa Colo KecamatanDawe Kabupaten Kudus tahun 2013 dengannilai p value sebesar 0.000.

Hasil penelitian ini menunjukkandidapatkan nilai p value sebesar = 0,25 <0,05 maka dapat disimpulkan ada hubunganantara kelas antenatal dengan Jenispersalinan di Puskesmas Pahandut PalangkaRaya.

Page 54: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

50

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Hasil penelitian tersebut dapatdiasumsikan bahwa ibu hamil yangmengikuti kelas ibu hamil akan mempunyaipersiapan yang lebih baik dibandingkandengan ibu hamil yang tidak mengikutikelas ibu hamil.

Kesiapan itu diperoleh berkat dukunganserta informasi yangdiberikanmelaluipendidikan kesehatan kepada ibuhamil tentang hal-hal yang perludipersiapkan oleh ibu hamil dalammenghadapi persalinan pada kelas antenatal.

Ada beberapa hal kesiapan menjelangpersalinanyang dibutuhkan ibu hamil yaitudidalam buku Bobak Lowdermild, Jesen(2004) yaitu yaitu persiapan fisik, psikologi,finansial, dan kultural.(Martanti, 2013, h.30).Proses persalinan adalah proses yangbanyak melelahkan, untuk itu perlunyadilakukan persiapan fisik semenjakkehamilan memasuki bulan ke 8 kehamilan,hal ini disebabkan persalinan bisa terjadikapan saja.

Persiapan pada ibu primigravidaumumnya belum mempunyai bayanganmengenai kejadian-kejadian yang akandialami pada akhir kehamilannya saatpersalinan terjadi.

Salah satu yang harus dipersiapkan ibumenjelang persalinan yaitu hindarikepanikan dan ketakutan dan bersikaptenang, dimana ibu hamil dapat melalui saat-saat persalinan dengan baik dan lebih siapserta meminta dukungan dari orang-orangterdekat, perhatian dan kasih sayang tentuakan membantu memberikan semangatuntuk ibu yang akan melahirkan. Keluargabaik dari orang tua maupun suamimerupakan bagian terdekat bagi calon ibuyang dapat memberikan pertimbangan sertabantuan sehingga bagi ibu yang akanmelahirkan merupakan motivasi tersendirisehingga lebih tabah dan lebih siap dalammenghadapi persalinan.

Hasil penelitian Redshaw& Henderson(2013) kelas ibu hamil mempersiapkanorang tua secara emosional dan psikologisdalam menghadapi masa kehamilan,persalinan dan pola asuh, sehingga merekalebih percaya diri tentang peran merekasebagai orang tua nanti.

DAFTAR PUSTAKA

[1] A. Alimul Hidayat. 2007. MetodePenelitian Kebidanan dan TeknikAnalitis Data. Surabaya: Salemba

[2] berman, R. O. 2006. Perceived LearningNeeds of Minority Expectant Womenand Barriers to Prenatal Education.The Journal of Perinatal education.

[3] cohen, S., Gottlieb, B. H.,& Underwood, L.G. 2000. Social Relationship andHealth in Social Support Measurementand Interventions: A guide for healthand social sientist.

[4] Cchusnah, Zaimatul. 2012. HubunganKeikutsertaan Kelas Ibu HamilTerhadap Kesiapan MenghadapiPersalinan Pada Ibu Primigravidarumdi Wilayah Kerja PuskesmasNbalumsari Jepara.

[5] cunningham, f. G, dkk. 2006. ObstetriWilliams Volume I. Jakarta: EGC

[6] Depkes RI. 2006. Ibu Sehat Bayi Sehat.Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

[7] Depkes RI. 2008. Panduan Pelaksanaanstrategi Making Pregnancy Safer(MPS) and Child Survival. Jakarta:Departemen Kesehatan RI

[8] Depkes RI. 2009. Penanganan FasilitatorKelas Ibu Hamil Tahun 2009.Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil(p.72). jakarta: Departemen KesehatanRI.

[9] Dinkes. 2014. Profil Kesehatan ProvinsiKalimantan Tengah Tahun 2013.Palangka Raya.

[10] Kemenkes RI. 2014. PedomanPelaksanaan Kelas Ibu Hamil. Jakarta:Kemenkes RI.

[11] Kependudukan, B., & Nasional, B. 2013.Survei Demografi dan KesehatanIndonesia. SDKI.

[12] Manuaba, I, C. 2008. Gawat-DaruratObstetri-Ginekologi dan Obstetri-

Page 55: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

51

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan.Jakarta: EGC.

[13] Manuaba, I. B. G, dkk. 2010. IlmuKebidanan Penyakit Kandungan danKeluarga berencana untuk PendidikanBidan Edisi 2. Jakarta: EGC

[14] Martaadisoebrata. 2005. Bungan RampaiObstetri dan Gunekologi Sosial.Jakarta: Yayasan Bina PustakaSarwono.

[15] Notoadmodjo, Soekidjo. 2007.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta.

[16] Osninelli. 2007. Hubungan PendidikanPrenatal Melalui Kelas Ibu hamildengan Persalinan Tenaga Kesehatan.Universitas gajah mada.

[17] Redshaw, M., & Henderson, J. 2013.Fathers Engagement in Pregnancy andChildbirth: Evidence from a NationalSurvey. BMC Pregnancy and Chilbirth.

[18] Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar(p.178). Jakarta.

[19] Romauli, Suryati. 2011. Buku AjarAsuhan Kebidanan I Konsep Dasar

Asuhan Kehamilan. Yogyakarta: NuhaMedika.

[20] Suyatno, S. & Hempri. 2003.Pengembangan Masyarakat dariPembangunan sampai Pemberdayaan.Yogyakarta: Aditya Media.

[21] Sosroasmoro, S. 1995. Dasar-DasarMetodologi Penelitian Klinis. Jakarta:Binarupa Aksara.

[22] Simanjuntak, T. 2003. Faktor-Faktoryang Berhubungan denganKelengkapan Pemeriksaan KehamilanK4. Universitas Indonesia.

[23] Sastrawinata, S. 2004. Obstetri PatologiIlmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta:EGC

[24] Varney, H. 2007. Buku Ajar AsuhanKebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC

[25] Wiknojasastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan.Jakarta: Bina Pustaka.

[26] Widiastuti, Arus. 2014. HubunganKeaktifan Mengikuti Kelas Ibu Hamildengan Persiapan Persalinan Pada IbuHamil di Desa Colo Kecamatan DaweKabupaten Kudus.

Page 56: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

52

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

PENGARUH AIR REBUSAN BIJI ALPUKAT DAN DAUN PANDANTERHADAP KADAR GULA DARAH PENDERITA DM TIPE II

DI PUSKESMAS PANARUNG DAN BUKIT HINDU

Yetti Wira Citerawati SY, S.Gz, M.Pd1, Retno Ayu Hapsari, S.Gz, MNutr & Diet1

Gabriella Marisa Konoralma2

1Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Palangka Raya2Mahasiswa Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Palangka Raya

Email : [email protected]

Abstract: An appropriate therapy is required in maintaining blood sugar levels (BSL) of type II DM.There are four pillars of diabetes management include education, diet, exercise and pharmacology. Theaim of the study is to investigate the effect of avocado seeds and pandan leaves tea on BSL in type IIDM at Community Health Center of Panarung and Bukit Hindu. This study was a one group pretest-posttest experimental design included 20 participants who were able participating in taking avocadoseeds and pandan leaves tea. The result showed that at baseline, mean all participants’ BSL was270.151.2 mg/dl. Mean BSL after consuming the tea was 24551.2 mg/dl. The paired t-test revealedthere was significant result (p<0.05) of consuming avocado seed and pandan leaves tea on decreasingBSL in type II DM. In conclusion, avocado seeds and pandan leaves tea indicating a profitable effecton reducing BSL in type II DM. However, a larger study is needed to determine the effect of avocadoseeds and pandan leaves tea in vary people with type II DM.

Keywords : Diabetes Mellitus, avocado seed, pandan leaves, blood sugar levels.

Abstrak :. Pemberian terapi yang tepat sangat dibutuhkan oleh penderita DM Tipe II dalam menjagakadar gula darah (KGD) agar tetap terkontrol. Ada 4 pilar penatalaksanaan DM yaitu melalui edukasi,perencanaan makan (diet), latihan jasmani, dan farmakologi (obat-obatan). Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui pengaruh pemberian air rebusan biji alpukat dan daun pandan terhadap penurunanKGD penderita DM Tipe II di Puskesmas Panarung dan Bukit Hindu. Rancangan penelitian inimerupakan eksperimental dengan One Group Pretest-Postest Desain. Jumlah responden 20 orang yangdiberikan perlakuan air rebusan biji alpukat dan daun pandan. Rata-rata KGD awal responden270.151.2 mg/dl dan KGD akhir adalah 24551.2 mg/dl. Uji paired t-test diperoleh nilai signifikan0,000 (p <0,05) yang artinya ada pengaruh pemberian air rebusan biji alpukat dan daun pandan.Kesimpulan, terdapat pengaruh pemberian air rebusan biji alpukat dan daun pandan terhadap penurunankadar gula darah penderita DM tipe II. Namun, penelitian yang lebih besar diperlukan untuk lebih dapatmenentukan efek air rebusan biji alpukat dan daun pandan pada berbagai orang dengan DM tipe II.

Kata Kunci : Diabetes Melitus, Biji Alpukat, Daun pandan, Kadar Gula Darah.

Diabetes Mellitus (DM) merupakansalah satu penyakit kronis tidak menular yangtidak dapat disembuhkan namun dapatdikendalikan. DM adalah penyakit gangguanmetabolism glukosa sehingga terjadipeningkatan kadar glukosa darah (KGD) di atasnilai normal. Gangguan metabolisme inidisebabkan oleh kurangnya hormone insulinbaik secara absolut maupun secara relatif(WHO, 2016).

Diabetes sepuluh tahun lebih cepat diwilayah regional Asia Tenggara daripadaorang-orang dari wilayah Eropa, pada usia

dimana merupakan masa paling produktif.Lebih dari 60% laki-laki dan 40% perempuandengan diabetes meninggal sebelum berusia 70tahun di wilayah regional Asia Tenggara.Indonesia menempati peringkat ke enam didunia untuk prevalensi penderita diabetestertinggi di dunia bersama dengan China, India,Amerika Serikat, Brazil dan Meksiko denganjumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar10 juta (IDF, 2017). Persentase kematian akibatdiabetes di Indonesia merupakan yang tertinggikedua setelah Sri Lanka. Prevalensi orangdengan diabetes di Indonesia menunjukkan

Page 57: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

53

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

peningkatan yaitu dari 5,7% pada tahun 2007menjadi 6,9% pada tahun 2013 (WHO, 2015;Kemenkes RI, 2014). DM menempati posisi kelima sebagai kasus penyakit terbanyak diProvinsi Kalimantan Tengah tahun 2016(Badan Pusat Satistik Provinsi KalimantanTengah, 2018).

Pada penderita DM perlu diberikanterapi yang tepat agar KGD dapat tetapterkontrol dan terhindar dari komplikasi. Terapiyang dapat digunakan untuk mengontrol kadargula darah menurut PerkumpulanEndokrinologi Indonesia (PERKENI) ada 4pilar penatalaksanaan diabetes, yaitu melaluiedukasi, perencanaan makan (diet), latihanjasmani, farmakologi (obat-obatan) danpenyuluhan (PERKENI, 2015).

Biji alpukat hingga saat ini hanyadibuang sebagai limbah yang dapatmenyebabkan pencemaran lingkungan. Padahalbiji alpukat memiliki banyak kandungan yangdapat dimanfaatkan. Manfaat biji buah alpukatsalah satunya yaitu menurunkan kadar glukosadarah sehingga sangat bermanfaat bagipenderita diabetes melitus (Dalimartha &Adrian, 2012). Hasil penelitian dilakukan padatikus menunjukkan bahwa ekstrak biji alpukatoptimum untuk menurunkan kadar glukosa(Zuhrotun, 2007). Hasil penelitian Nastiandari(2016) menunjukkan bahwa air rebusan daunpandan dapat menurunkan kadar glukosa darahuntuk itu air rebusan daun pandan sebagaicampuran dari air rebusan biji alpukat sangatmempunyai manfaat yang besar bagi penderitadiabetes melitus. Hingga saat ini sebagian besarmasyarakat belum mengetahui pengaruhpemberian biji alpukat yang hanya di buangbegitu saja dan daun pandan yang sangat mudahtumbuh di halaman rumah mempunyai manfaatyang sangat baik dalam mengontrol gula darahpada DM Tipe II.

Penelitian ini bertujuan mengetahuimengetahui pengaruh pemberian air rebusanbiji alpukat dan daun pandan terhadappenurunan KGD penderita DM Tipe II diPuskesmas Panarung dan Bukit Hindu.METODE

Penelitian ini bersifat quasieksperimental dengan rancangan yangdigunakan dalam penelitian ini adalah OneGroup Pretest-Postest Desain. Perlakuan yangdiberikan berupa pemberian air rebusan bijialpukat dan daun pandan. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Januari s/d Maret

2018 pada penderita DM tipe II yang mengikutikelompok Prolanis di Puskesmas Panarung danBukit Hindu Kota Palangka Raya. Tekniksampling pada penelitian ini menggunakanpurposive sampling dengan kriteria inklusimerupakan penderita DM tipe II tanpakomplikasi berat (misal, DM nefropati) yangbersedia diberi perlakuan, berusia > 50 tahundan yang tidak sedang dalam konsumsi terapiherbal. Instrumen yang digunakan berupa alatGCU (untuk mengukur KGD responden), formfood recall 24 jam (untuk menilai asupanmakanan responden selama 2 hari), pitapengukur/metlin (untuk mengukur lingkarlengan atas/LLA) dan kuesioner (untukmendapatkan data primer berupa nama, umur,jenis kelamin, dan pekerjaan). Air rebusan bijialpukat dan daun pandan dibuat dari 1 buahalpukat yang sudah matang dan 100 gram daunpandan dengan prosedur pembuatan sebagaiberikut: (1) belah buah alpukat, lalu ambilbijinya. Biji alpukat dicuci lalu dipotong tipis-tipis. Selanjutnya biji alpukat dijemur hinggakering atau disangrai lalu ditumbuk dandihaluskan hingga menjadi bubuk. Ambil 5gram bubuk tersebut lalu seduh dengan 200ccair panas; (2) ambil daun pandan cuci hinggakotorannya hilang kemudian dipotong ukuran3-5 cm dan timbang sebanyak 100 gram laluselanjutnya direbus dengan air sebanyak 500 mlpada suhu 100oC selama ± 15 menit; (3) ambil100cc air rebusan biji alpukat dan ambil 100ccair rebusan daun pandan dicampur setelah itudapat diminum. Analisis data dilakukan melaluitiga tahap yaitu uji normalitas menggunakan ujiShapiro wilk, analisis univariat untuk melihatdistribusi frekuensi masing-masing variabelselanjutnya dilakukan uji beda Paired T-test.Dan selanjutnya analisis uji korelasi dilakukanuntuk melihat ada tidaknya hubungan antaravariabel perancu dengan penurunan kadar guladarah. Pengujian statistik yang dilakukanmerupakan uji Pearson jika berdistribusinormal dan uji Spearman jika berdistribusitidak normal.

HASIL

Jumlah responden pada penelitian iniadalah sebanyak 20 orang. Data karakteristikpasien meliputi umur, jenis kelamin dan jenispekerjaan. Untuk rata-rata umur pasien adalah58 tahun dengan umur termuda 50 tahun dantertua 72 tahun. Hampir setengah adalahresponden dengan rentang umur 56-60 tahun

Page 58: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

54

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

yaitu 8 orang (40%) dan responden sebagiankecil adalah responden dengan rentang umur66-70 tahun yaitu 1 orang (10%). Untuk jeniskelamin responden, hampir seluruhnya adalahresponden berjenis kelamin wanita yaitu 19orang (95%). Selanjutnya untuk jenis pekerjaanresponden diantaranya sebagian besar adalahresponden yang tidak bekerja yaitu 14 orang(70%) dan sisanya adalah responden yangbekerja yaitu 6 orang (30%). Untuk status giziresponden berdasarkan LLA diketahui hampirsetengahnya adalah responden dengan statusgizi overweight yaitu 8 orang (40%), status gizinormal 7 orang (35%) dan responden denganstatus gizi kurang yaitu 5 orang (25%).

Data asupan zat gizi responden yangdidapatkan dengan metode food recall 24 jamselama 2 hari meliputi asupan energi, protein,lemak dan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel1.

Sebelum perlakuan, seluruh 20responden memiliki KGD termasuk dalamkategori tinggi. Dan setelah perlakuan, semuaresponden mengalami penurunan kadar guladarah dimana kadar gula darah 4 responden(20%) mengalami penurunan ke kategori

normal sedangkan sekitar 16 orang (80%)responden masih memiliki kadar gula darahtinggi. Hasil penelitian menunjukkan nilaipenurunan kadar gula darah terbesar adalah 40mg/dl dan nilai penurunan kadar gula darahterkecil adalah 4 mg/dl. Rata-rata selisihkenaikan kadar gula darah sebelum dan sesudahpada 20 responden adalah 22,6 mg/dl. Nilaikadar gula darah terendah sebelum perlakuanadalah 205 mg/dl dengan nilai tertinggi 367mg/dl dan nilai kadar gula darah terendahsetelah diberi perlakuan adalah 175 mg/dldengan nilai tertinggi menjadi 342 mg/dl.

Untuk selanjutnya rata-rata kadar guladarah juga menunjukkan penurunan yaitu padasebelum diberikan perlakuan air rebusan bijialpukat dan daun pandan nilai mean kadar guladarah yaitu 270 mg/dl dan selanjutnya setelahdiberikan perlakuan menunjukkan terjadinyapenurunan kadar gula darah responden yaitunilai mean 245 mg/dl. Hasil analisis uji bedakadar glukosa darah sebelum dan sesudahperlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Uji pairedt-test menunjukkan hasil signifikan terhadappenurunan kadar glukosa darah dengan nilai p= 0,000 (<0,05).

Tabel 1. Rata-rata Asupan Zat Gizi RespondenAsupan Zat Gizi Mean SD p

Energi (kkal) 1903,9 248 0,218Protein (g) 51,5 10,7 0,86Lemak (g) 45,9 10,7 0,315

Karbohidrat (g) 215,2 48,5 0,023**signifikan

Tabel 2. Hasil Uji Beda Kadar Glukosa DarahKGD Pretest (mg/dl)

(Mean SD)KGD Posttest (mg/dl)

(Mean SD)p

270,1 51,2 245 51,4 0,000**signifikan

Selanjutnya analisis uji korelasidilakukan untuk melihat ada tidaknyahubungan antara variabel perancu yaitu tingkatkecukupan zat gizi yaitu energi, karbohidrat,protein dan lemak dimana memilikikemungkinan untuk menurunkan kadar glukosadarah. Pengujian statistik yang dilakukan

merupakan uji Pearson untuk tingkatkecukupan energi, protein dan lemaksedangkan uji Spearman dilakukan untuktingkat kecukupan karbohidrat sebab tidakberdistribusi normal. Hasil uji hubungan antarvariabel dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 59: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

55

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Tabel 3. Hasil Uji KorelasiVariabel p

KGD Posttest Tingkat Kecukupan Energi (%)Tingkat Kecukupan Protein (%)Tingkat Kecukupan Lemak (%)Tingkat Kecukupan Karbohidrat (%)

0,2740,5000,4680,146

PEMBAHASAN

Umur merupakan salah satu faktorrisiko penting dalam terjadinya DiabetesMellitus (DM) tipe II. Dalam semua penelitianepidemiologi pada berbagai populasi,prevalensi DM tipe II memperlihatkanpeningkatan yang sangat spesifik menurut usia(Gibney, 2009). Berdasarkan hasil penelitiandapat diperoleh bahwa sebagian besar sampelpenderita DM tipe II yang mengikuti Prolanisdi Puskesmas Panarung dan Bukit Hindu iniberumur >55 tahun. Hal ini sejalan denganpenelitian yang dilakukan oleh (Kekenusa, etal., 2013; Wicaksono, 2011) yangmenunjukkan bahwa terdapat hubungan yangbermakna antara umur ≥45 tahun dengankejadian DM tipe II dibandingkan denganorang yang berumur <45 tahun. Selain itu teorijuga menyebutkan bahwa umur >45 tahunmeningkatkan risiko pada kejadian DM danintoleransi glukosa terutama penurunankemampuan sel pankreas dalam produksiinsulin untuk metabolisme glukosa (Betteng &Mayulu, 2014).

Hampir seluruhnya adalah respondendengan jenis kelamin perempuan yaitu 19 orang(95%). Menurut hasil Riskesdas 2013 dalamKemenkes RI (2014) prevalensi penderita DMberdasarkan terdiagnosis lebih besar padaperempuan (1,7%) dari pada laki-laki (1,4%).Fatimah (2015) menyatakan kejadian DM tipeII pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih berisiko mengidap DM tipe IIkarena secara fisik wanita memiliki peluangpeningkatan indeks masa tubuh yang lebihbesar. Hal senada diungkapkan oleh PERKENI(2011) bahwa wanita Asia dan benua laindengan tinggi badan dan berat badan yangsama, hasilnya wanita Asia berisiko mengidapDM tipe II dibandingkan wanita dari benua lain,dikarenakan berubahnya pola makan dan gayahidup. Pola makan yang salah seperti adanyamakanan siap saji, makanan manis-manisseperti es krim, gula, dan lainnya ditambah lagikurangnya aktifitas fisik yang dilakukan.

Taylor, et al. (2010) juga menyatakan bahwapenyebab utama banyaknya perempuan terkenaDM tipe II karena terjadinya penurunanhormon estrogen terutama saat masamenopause. Hormon estrogen dan progesteronmemiliki kemampuan untuk meningkatkanrespons insulin di dalam darah. Pada saat masamenopause terjadi, maka respons akan insulinmenurun akibat hormon estrogen danprogesteron yang rendah. Faktor-faktor lainyang berpengaruh adalah indeks massa tubuhperempuan yang sering tidak ideal sehingga halini dapat menurunkan sensitivitas responsinsulin. Hal inilah yang membuat wanita seringterkena diabetes daripada laki-laki.

Salah satu faktor risiko DM adalahaktivitas fisik. Dalam arti luas pekerjaan adalahaktivitas utama yang dilakukan oleh manusia.Pada penelitian yang dilakukan di PuskesmasPanarung dan Puskesmas Bukit Hindu kotaPalangka Raya para lansia yang ada dalamkelompok Prolanis sebagian besar (70%) tidakbekerja namun para lansia tersebut melakukanaktivitas fisik secara rutin. Aktivitas fisik yangdi lakukan oleh lansia tersebut berupa senambersama setiap 1 bulan 2 kali untuk kesehatantubuh.

Status gizi juga sangat berperanpenting dalam peningkatan faktor risikokejadian penyakit DM. Amu, et al. (2014) danAmir, et al. (2015) menyatakan kelebihan beratbadan dan obesitas berhubungan dengan risikokejadian DM tipe II. Pada penelitian ini 40%sampel memiliki status gizi overweight. Hal inisenada dengan laporan oleh InternationalDiabetes Federation/IDF (2017) yangmenunjukkan bahwa 80% dari penderitadiabetes memiliki berat badan berlebih. Padaorang yang obesitas, terdapat kelebihan kaloriakibat makan yang berlebih sehinggamenimbulkan penimbunan lemak di jaringankulit. Resistensi insulin akan timbul padadaerah yang mengalami penimbunan lemaksehingga akan menghambat kerja insulin dijaringan tubuh dan otot.

Berdasarkan teori dalam biji buahalpukat mengandung alkaloid, tannin, triterpen

Page 60: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

56

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

dan kuinon. Kandungan kimia buah dan daunalpukat adalah saponin, alkanoid dan flavonoid.Buah juga mengandung tanin. Kandungan taninsebagai antioksidan alami. Antioksidan alamidapat mengontrol kadar glukosa darah melaluimekanisme perbaikan fungsi pankreas dalammemproduksi insulin, dan kandungan tanin bijialpukat mempunyai kemampuan sebagaiastringen, yaitu dapat mempresipitasikanprotein selaput lendir usus dan membentuksuatu lapisan yang melindungi usus, sehinggamenghambat penyerapan glukosa sehingga lajupeningkatan glukosa darah tidak terlalu tinggi(Badan P.O.M., 2004; Imroatossalihah, 2002).

Penelitian yang dilakukan oleh(Zuhrotun, 2007) dengan menguji aktivitasantidiabetes ekstrak etanol biji buah alpukatyang diberikan secara oral pada tikus putihjantan dengan masing-masing dosis 0,245 g/kgBB, 0,490 g/kg BB dan 0,980 g/kg BBmenunjukkan bahwa peningkatan dosis ekstraketanol biji buah alpukat bentuk bulat dapatmeningkatkan aktivitas antidiabetes. Skriningfitokimia yang dilakukan terhadap simplisiadan ekstrak etanol biji buah alpukat bentukbulat menunjukkan adanya senyawa golonganpolifenol, tanin, flavonoid, triterpenoid, kuinon,monoterpenoid dan seskuiterpenoid, sedangkansaponin hanya terdeteksi dalam ekstrak.Penelitian oleh (Tejasari, 2012) yang dilakukanterhadap 10 orang sampel hiperglikemik yangterkategori sebagai DM tipe II dan tidaktergantung pada insulin serta sukarelamengikuti aturan diet yang diberikan yaituberupa pemberian mie biji alpukat goreng danoseng buncis serta daging kambingmenunjukkan hasil bahwa konsumsi dietfungsional tersebut dapat menurunkan kadargula darah penderita DM tipe II.

Untuk menambahkan harum pada airrebusan biji alpukat tersebut maka ditambahkandengan air rebusan daun pandan. Padapenelitian terdahulu didapatkan bahwa daunpandan juga mempunyai khasiat untukmenurunkan kadar gula darah dalam tubuh(Sukandar, et al., 2016). Selanjutnya penelitiantentang efek antihiperglikemik dari ekstrakdaun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb)yang dilakukan pada 30 responden olehChiabchalard dan Nooron (2015) didapatkanhasil rata-rata kadar glukosa darah padakelompok kontrol adalah 5,55 ± 0,98 mmol/l,sedangkan pada kelompok perlakuan adalah6,16±0,79 mmol/l yang secara statistik berbeda(P <0,001). Menunjukkan bahwa ekstrak daun

pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb) dapatmengurangi glukosa darah post prandial,merangsang sekresi insulin dari garis betapankreas dan menghambat aktivitas enzim alfaglikosidase. Penelitian ini menunjukkan bahwadaun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb)memiliki potensi untuk berfungsi sebagaisumber alami sebagai antihiperglikemik.

Selain pemberian air rebusan bijialpukat dan daun pandan, perlu diperhatikanjuga asupan makanan para responden. Hal inidikarenakan perencanaan makan (diet)merupakan penatalaksanaan dasar DM tipe IIsebelum penggunaan obat hipoglikemik oralmaupun suntik insulin. Penderita DM harusbenar-benar mengatur pola makan. PenderitaDM harus mengonsumsi makanan yang rendahlemak, cukup karbohidrat, protein, tinggi seratterutama serat larut yang terdapat didalamsayuran dan buah-buahan (>25 gram seratlarut/hari) (Shahab, 2006). Dalam beberapapenelitian menunjukkan bahwa ada hubunganantara asupan energi, protein, lemak dankarbohidrat dengan kadar glukosa darah pasienDM (Yeni, 2016; Firda, Kapantow, &Momongan, 2016; Fitri, R. I.; Wirawanni,Yekti;, 2012; Muliani, 2016). Namun halberbeda ditunjukkan dalam penelitian ini ujikorelasi bahwa tidak ada hubungan yangbermakna antara tingkat kecukupan energi,protein, lemak dan karbohidrat terhadap kadarglukosa darah. Hasil yang sama jugadidapatkan pada penelitian yang dilakukan olehWerdani dan Triyanti (2014) bahwa tidakterdapat hubungan antara asupan energi,protein, lemak dan serat dengan kadar guladarah puasa.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian hasil danpembahasan, kesimpulan penelitian ini yaituresponden penderita DM tipe II sebagian besarberumur >55 tahun dan berjenis kelaminwanita. Tidak ada korelasi yang bermaknaantara tingkat kecukupan asupan makanandengan penurunan kadar gula darah namunpemberian air rebusan biji alpukat dan daunpandan memiliki pengaruh terhadap penurunankadar glukosa darah.

Page 61: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

57

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

SARAN

Penelitian lanjutan denganpenambahan jumlah sampel dan durasipenelitian sebaiknya dilakukan untukmengetahui pengaruh efek air rebusan bijialpukat dan daun pandan pada penurunan kadarglukosa darah pada berbagai orang dengan DMtipe II.

REFERENSI

Amir, S. M., Wungouw, H., & Pangemanan, D.(2015). Kadar Glukosa Darah SewaktuPada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 DiPuskesmas Bahu Kota Manado. Jurnale-Biomedik, 3(1).

Amu, Y., Yusuf, Z. K., & Ilham, R. (2014).Faktor Resiko Kejadian PenyakitDiabetes Melitus Tipe II di RSUD.Prof. Dr. HI. Aloei Saboe KotaGorontalo. KIM Fakultas IlmuKesehatan dan Keolahragaan, 2(3).

Badan P.O.M. (2004). Mengenal beberapatanaman yang digunakan masyarakatsebagai antidiabetik untuk membantumenurunkan kadar gula dalam darah.Info POM, 5(3), 6.

Badan Pusat Satistik Provinsi KalimantanTengah. (2018). Jumlah Kasus 10Penyakit Terbanyak di ProvinsiKalimantan Tengah, 2016. RetrievedJune 15, 2018, from BPS:https://kalteng.bps.go.id/statictable/2017/07/19/466/jumlah-kasus-10-penyakit-terbanyak-di-provinsi-kalimantan-tengah-2016.html.

Betteng, R. P., & Mayulu, D. (2014). AnalisisFaktor Resiko Penyebab TerjadinyaDiabetes Mellitus Tipe 2 Pada WanitaUsia Produktif di PuskesmasWawonasa. Jurnal e-Biomedik, 2(2).

Chiabchalard, A., & Nooron, N. (2015).Antihyperglycemic effects of Pandanusamaryllifolius Roxb. leaf extract.Pharmacognosy magazine, 11(41),117.

Dalimartha, S., & Adrian, F. (2012). Makanandan Herbal untuk penderita DiabetesMelitus. Jakarta: Penebar Swadaya.

Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2.J Majority, 4(5), 93-101.

Firda, K. C., Kapantow, N. H., & Momongan,N. R. (2016). Hubungan Antara

Asupan Energi dengan Kadar GulaDarah Pada Pegawai di UPTD BalaiPelatihan Kesehatan Dinas KesehatanProvinsi Sulawesi Utara. Ikmas, 1(5).

Fitri, R. I.; Wirawanni, Yekti;. (2012). Asupanenergi, karbohidrat, serat, bebanglikemik, latihan jasmani dan kadargula darah pada pasien diabetesmellitus tipe 2. Media medikaIndonesiana, 46(2), 121-131.

Gibney, M. J. (2009). Gizi KesehatanMasyarakat. Jakarta: EGC.

Imroatossalihah. (2002). Daging Buah Daundan Biji Alpukat sebagai Bahan ObatDitinjau dari Segi kedokteran. Skripsi.

International Diabetes Federation (IDF).(2017). IDF Diabetes Atlas 8th Edition2017. Retrieved July 5, 2018, fromIDF:http://diabetesatlas.org/resources/2017-atlas.html

Kekenusa, J. S., Ratag, B. T., & Wuwungan, G.(2013). Analisis Hubungan AntaraUmur dan Riwayat KeluargaMenderita DM dengan KejadianPenyakit DM tipe 2 pada Pasien RawatJalan di Poliklinik Penyakit dalamBLU RSUP Prof. Dr. RD KandouManado. Universitas Sam Ratulangi.

Kemenkes RI. (2014). Situasi dan AnalisisDiabetes. Retrieved July 2018, fromKemenkes:http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-diabetes.pdf.

Muliani, U. (2016). Asupan Zat-zat Gizi danKadar Gula Darah Penderita DM-Tipe2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUDDr. H. Abdul Moeloek ProvinsiLampung. Jurnal Kesehatan, 4(2).

Nastiandari, J. D. (2016). Pengaruh air rebusandaun pandan wangi (Pandanusamaryllifolius Roxb.) Terhadap KadarGlukosa Darah Tikus Jantan GalurWistar yang Terbebani Glukosa.Doctoral dissertation.

PERKENI, P. E. (2015). Pengelolaan danPencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 diIndonesia 2015. PB. PERKENI.

PERKENI, P. I. (2011). KonsensusPengendalian dan PencegahanDiabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia(The Consensus of Control andPrevention of Type 2 DiabetesMellitus). Jakarta: PERKENI.

Page 62: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

58

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Shahab, A. (2006). Diagnosis danPenatalaksanaan Diabetes Melitus(disarikan dari Konsensus PengelolaanDiabetes Melitus di Indonesia: Perkeni2006). Subbagian EndokrinologiMetabolik, Bagian Ilmu PenyakitDalam, FK Unsri/RSMH Palembang.

Sukandar, D., Zahro, H., & Amelia, R. E.(2016). Uji aktivitas antidiabetes fraksietil asetat daun pandan wangi (p.amaryllifolius roxb.) dengan metode α-glukosidase.

Taylor, C. R., Lillis, C., LeMone, P., & Lynn,P. (2010). Fundamentals of Nursing:The Art and Science of Nursing Care7th Edition. Philadelphia: LippincottWilliams & Wilkins.

Tejasari. (2012). Evaluasi Efek Konsumsi MieBiji Alpukat Goreng dan Oseng BuncisSerta Daging Kambing TerhadapKadar Gula Darah PenyandangNIDDM. Agrotek, 6(1).

Werdani, A. R., & Triyanti, T. (2014). AsupanKarbohidrat sebagai Faktor Dominanyang Berhubungan dengan Kadar GulaDarah Puasa. Kesmas: National PublicHealth Journal, 9(1), 71-77.

Wicaksono, R. P. (2011). Faktor-Faktor YangBerhubungan Dengan KejadianDiabetes Melitus Tipe 2 (Studi Kasusdi Poliklinik Penyakit Dalam RumahSakit Dr. Kariadi. Doctoraldissertation, Faculty of Medicine).

World Health Organization (WHO). (2015).Diabetes Fakta dan Angka. RetrievedJuly 5, 2018, from WHO:http://www.searo.who.int/indonesia/topics/8-whd2016-diabetes-facts-and-numbers-indonesian.pdf

World Health Organization (WHO). (2016).Global Report on Diabetes. France:World Health Organization.

Yeni, H. (2016). Hubungan Asupan Energi DanAsupan Serat Dengan Kadar GlukosaDarah Pada Pasien Diabetes MelitusRawat Jalan Di RSUP DR. M. DjamilPadang Tahun 2016. Doctoraldissertation, Universitas Andalas.

Zuhrotun, A. (2007). Aktivitas AntidiabetesEkstrak Etanol Biji Buah Alpukat(Persea americana Mill. ) BentukBulat. Retrieved June 24, 2018, fromhttp://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/01/aktivitas_antidiabetes.pdf.

Page 63: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

59

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

PIJAT BAYI MODERN MENINGKATKAN KUALITASTIDUR BAYI DI BABY SPA KOTA PALANGKA RAYA

Yeni Lucin1

1Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Palangka RayaEmail : [email protected]

Abstract : Introduction Infancy is a golden period for children's growth and development so itneeds special attention. One of the factors that influence baby's growth is sleep and rest. With goodsleep quality, baby's growth and development can be achieved optimally. Babies aged three to sixmonths spend 14-15 hours sleeping. Objective To find out the quality of baby's sleep before andafter a massage. The research design of this study used adesign Pre-experimental, with the designof the One-Group Pretest-Posttest Design, in this design there was a pretest before being treated.Thus the results of treatment can be known more accurately, because it can compare with thesituation before being given treatment. Results With a sample of 17 babies. Using theNonparametric test McNemar test obtained significant results which is 0.008 (<0.05) which meansthere is an effect of infant massage on the quality of infant sleep.

Keywords : sleep quality, baby massage

Abstrak : Pendahuluan Masa bayi merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangananak sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Salah satu faktor yang mempengaruhitumbuh kembang bayi adalah tidur dan istirahat. Dengan kualitas tidur yang baik, pertumbuhandan perkembangan bayi dapat dicapai secara optimal. Bayi usia tiga hingga enam bulanmenghabiskan 14-15 jam untuk tidur. Tujuan Mengetahui kualitas tidur bayi sebelum dan sesudahdilakukan pijat. Desain penelitian Penelitian ini menggunakan desain Pre eksperimen, denganrancangan One-Group Pretest-Posttest Design, pada desain ini terdapat pretest sebelum diberiperlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapatmembandingkan dengan keadaan sebelum diberikan perlakuan. Hasil Dengan sampel sebanyak 17orang bayi. Menggunakan uji Nonparametric test Mcnemar didapatkan hasil signifikan yaitu0,008 (<0,05) yang berarti ada terdapat pengaruh pijat bayi terhadap kualitas tidur bayi.

Kata kunci: Kualitas Tidur, Pijat Bayi.

Page 64: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

60

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

PENDAHULUANKebutuhan tidur tidak hanya dilihat

dari aspek kuantitas saja namun jugakualitasnya. Dengan kualitas tidur yangbaik, pertumbuhan dan perkembangan bayidapat dicapai secara optimal MayaWidyawanti at all, (2008). Tidur nyenyaksangat penting bag Bayi usia tiga hinggaenam bulan menghabiskan 14-15 jamuntuk tidur, Saryono,(2012). Bayi biasanyaterbangun dua atau tiga kali setiapmalamnya pada periode usia lahir hinggaenam bulan, satu atau dua kali untuk usiaenam bulan hingga satu tahun, danterbangun sekali pada usia satu atau duatahun Sears,(2007). Seringnya bangundapat menjadi masalah karena menyimpangdari pola tidur biasanya Wong,(2008).Namun, hampir atau bahkan ada lebihdari 72% orang tua menganggap gangguantidur pada bayi bukan suatu masalah atauhanya masalah kecil.i pertumbuhan bayi,karena saat tidur pertumbuhan otak bayimencapai puncaknya. Pemijitanmerupakan salah satu cara untuk membantuagar tidur bayi menjadi lelap,Kundarti,(2012).

Pijat bayi merupakan budayapengasuhan anak zaman kuno yang hinggakini masih dilestarikan di seluruh dunia.Penelitian medis terbaru telah membuktikanbanyaknya manfaat pijat bayi. Pijat bayibermanfaat merangsang syaraf motorik,memperbaiki pola tidur, membantupencernaan dan meningkatkan ketenanganemosional, selain itu juga menyehatkantubuh dan otot-ototnya.

Di Indonesia, penelitian tentangpijat bayi menunjukkan bahwa pijatan bayiusia 3-6 bulan dapat membantu merekatidur lebih baik. Suatu penelitian dilakukanoleh Ningtyas (2010) kepada 40 orangbayi yang memiliki gangguan tidurmenunjukkan efek positif, yaituberkurangnya tingkat gangguan tidur padabayi atau bahkan bayi dapat kembali tidurdengan waktu yang cukup.

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain

Pre eksperimen, dengan rancangan One-Group Pretest-Posttest Design, padadesain ini terdapat pretest sebelum diberiperlakuan. Dengan demikian hasilperlakuan dapat diketahui lebih akurat,karena dapat membandingkan dengankeadaan sebelum diberikanperlakuan.Populasi dalam penelitianadalah semua bayi berumur 3-6 bulandi Praktik Bidan Mandiri Baby Spa Elvinakota Palangkaraya.Sampel dalam penelitian ini adalah bayiberumur 3-6 bulan yang dipijat di PMBdengan kriteria inklusi bayi umur 3-6bulan yang dipijat oleh tenaga ahli yangterlatih dengan standar pijat bayi, dalamkeadaan sehat. Eksklusi Bayi yang berumur< 3 bulan. Teknik pengambilan sampelpurposive sampling .Adapun teknikpengambilan data Lembar pedomanwawancara tentang kualitas tidur diadopsidari A Brief Screening Qustionarre (BSIQ).Analisis data menguraikan perbedaan meansebelum dan sesudah dilakukan pijat padabayi. Analisa bivariat dilakukan dengan ujistatistik Mcnemar untuk mengetahuiperbedaan kualitas tidur bayi sebelumdan sesudah dilakukan intervensi. Ujistatistik untuk seluruh analisis tersebutdianalisis dengan tingkat kelemahankemaknaan 95% (alpha 0.05)

HASIL PENELITIANA. Analisis Univariat

a.Gambaran usia anak

Karateristik responden dalam penelitianini meliputi umur sebagai berikut :

Tabel 1 Gambaran respondenberdasarkan usia anak

Variabel f %

Umur Bayi

-. 3 Bulan 7 41.2

- 4 Bulan 2 11.8

Page 65: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

61

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

- 5 Bulan 2 11.8

- 6 Bulan 6 35.3

Total 17 100

Tabel 1 menunjukan usia terbanyak bayiyang dipijat adalah umur 3 bulan (41,2%)

Tabel 2. Karakteristik Kualitas TidurSesudah Pijat Bayi

Variabel f %

Kualitas tidur bayi

Masalah berat 4 23,5

Masalah kecil 12 76,5

2. Analisis BivaratAnalisis bivariat bertujuan untuk

mengetahui kemaknaan hubungan antaravariabel independen dengan variabeldependen. Analisis ini menggunakan ujiNonparametric test.

Tabel 3. Pengaruh Pijat Bayi TerhadapKualitas Tidur Bayi DI BabySpa Kota Palangka Raya

Variabel

Kualitas Tidur Bayi

P valueMasalahtidurberat

Masalahtidurkecil

Pijat bayiSebelum 12 5 0,008Sesudah 14 13

Tabel 4.4 menunjukan Setelah diberikanpijat bayi, bayi yang mengalami masalahtidur berat menjadi 4 (23,5%) orang danyang mengalami masalah tidur kecilmenjadi 13 (76,5%) orang. Setelahdilakukan uji statistik menggunakan ujiMcnemar didapatkan hasil signifikan yaitu0,008 (<0,05) yang berarti ada terdapatpengaruh pujat bayi terhadap kualitas tidurbayi.

PEMBAHASAN1. Gambaran Karateristik Bayi

Setelah dilakukan pemijatan pada bayiyang berusia 3-6 bulan dengan frekuensi 17orang. Terdapat 4 orang bayi yangmengalami masalah tidur berat yang padaawalnya sebelum dilakukan pemijatanterdapat 12 orang bayi yang mengalamimasalah tidur berat. Pada bayi yangmengalami masalah tidur kecil setelahdilakukan pemijatan terdapat 13 orang bayiyang mengalami masalah tidur kecil yangpada awalnya sebelum dilakukan pemijatanterdapat 5 orang bayi yang mengalamimasalah tidur kecil

2. Hubungan pijat bayi dan kualitas tidurBerdasarkan hasil analisis bivariatmenunjukkan adanya hubungan antara pijatbayi terhadap kualitas tidur. Dimana setelahdilakukan pemijatan terdapat 4 (23,5%)orang bayi yang mengalami masalah tidurberat dan 13 (76,5%) bayi yang mengalamimasalah tidur kecil. Hal ini sejalan denganteori Ria Rikasani, (2012) yang menjelaskanbahwa pijat bayi merupakan salah satuterapi sentuhan yang dalam praktiknyapijat bayi ini mengandung unsur sentuhanberupa kasih sayang, suara atau bicara,kontak mata, gerakan dan pijatan. Pijatbayi juga merupakan salah satu jenisstimulasi yang akan merangsangperkembangan struktur maupun fungsi darikerja sel-sel dalam otak. Stimulasimerupakan hal yang penting tahapanpertumbuhan dan perkembangan anak.Seorang anak yang mendapat stimulasiyang terarah dan teratur akan lebih cepatberkembang dibandingkan dibandingkananak lain yang kurang mendapat stimulasi.

Pijat bayi bisa memberikan manfaatyang begitu besar karena kulit sebagaiarea pemijatan merupakan reseptor yangterluas, sensasi sentuh dan rabamerupakan indera yang telah berfungsisejak lahir. Telah dibuktikan bahwa bayidapat merasakan fungsi ini sejak masajanin, ketika masih dikelilingi dan dibelaioleh cairan ketuban yang hangat di dalam

Page 66: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

62

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

rahim ibu. Karena sejak masih di dalamrahim, bayi sangat sensitif terhadapsentuhan. Penelitian ini sejalan denganpenelitian sebelumnya yang dilakukan olehRetnosari, (2015) yang menyatakan bahwaada terdapat hubungan peningkatankualitas tidur setelah diberikan pijat bayi.Berdasarkan hasil yang diperoleh daripenelitian, pada bayi yang diberi perlakuanpemijatan kualitas tidur respondenmeningkat dan pijat bayi mempunyai efekyang positif dan banyak manfaatnya salahsatunya dalam membuat bayi tertidurlebih lelap.

Dalam pembahasan penelitiansebelumnya peneliti menjelaskanberdasarkan teori Gola, (2009) Semakinbertambah usia bayi, jam tidurnya jugasemakin berkurang. Pada usia 3-6 bulanjumlah tidur siang semakin berkurang. Padabayi usia 6 bulan pola tidurnya mulaitampak mirip dengan orang dewasa. Padabayi tidur mungkin bisa memberikonstribusi pada perkembangan otak,menjaga dan mengarur semua kemampuanyang luar biasa dan informasi yang merekaserap setiap hari. Penelitian jugamenunjukkan bahwa anak-anak mengalamipertumbuhan saat tidur, Heildenberg,(2008). Aktivitas berlebihan yang dilakukanoleh bayi saat siang hari sering membuatbayi menjadi rewel/gelisah saat tidur malam.Pemijatan Merupakan salah satu carauntuk membantu agar tidur bayi menjadilelap.

KESIMPULANBerdasarkan hasil analisis danpembahasan, dapat disimpulkan bahwa:1. Diketahui karakteristik kualitas tidursebelum dilakukan pijat pada bayi yaituada terdapat 12 (70,6%) orang bayi yangmengalami masalah tidur berat yaituterbangun pada malam hari sebanyaklebih dari 3 kali dan terbangun lebih dari1 jam. Dan 5 (29,4%) orang bayi yangmengalami masalah tidur kecil yaituterbangun pada malam hari kurang dari 3kali dan terbangun kurang dari 1 jam.

2. Karakteristik kualitas tidur bayisesudah dilakukan pijat bayi yaituada terdapat 4 (23,5%) orang bayiyang mengalami masalah tidurberat dan 13 (76,5%) bayi yangmengalami masalah tidur sedangdimana bayi terbangun pada malamhari kurang dari 1 jam.3. Pijat bayi berpengaruh terhadapkualitas tidur bayi usia 3-6 bulandengan hasil analisis statistik p value= 0,008.

DAFTAR PUSTAKAAprilia, 2009. Pengaruh Pijat Bayi Terhadap

Lama Tidur Pada Bayi Usia 6-12Bulan di Desa Kalibagor KecamatanKalibagor Kabupaten Banyumas.Skripsi Purwokerto: JurusanKeperawatan UNSOED.

Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian SuatuPendekatan Praktik. Jakarta : RinekaCipta.

Field,T.M. 2008. Massage Therapy. Journalof Medical Research,86(1):71-163Guyton.(2007). Buku Ajar FisiologiKedokteran. Edisi Sebelas.Jakarta:ECG

Kundarti, F.Isti. 2012. Pengaruh PemijatanTerhadap Kenaikan Berat Badan danLama Tidur Bayi Usia 1 sampai 3Bulan. Jurnal Penelitian KesehatanSuara Forikes.2

Liaw, J.J. 2000. Tactile Stimulation andPreterm Infant, (online),(TactileStimulation and PretermInfants.7.axpx, diakses 15 Oktober2017).

Marta, A. 2014. Home Baby Spa. Jakarta:Penerbit Plus.

Ningtyas, 2010. Hubungan Pijat BayiTerhadap Peningkatan Pola TidurBayi Usia 3-6 Bulan. JurnalMaternitas.

Soedjatmiko. 2006, Pedoman PraktisPemijatan Bayi. Tanggerang :

Page 67: T IM R E DA K SI - poltekkes-palangkaraya.ac.id · P E N G AN T A R R E D A K SI S ala h satu tugas utam a dari lem baga pendidikan tingg i sebagaima na terca ntum dalam T ri D harm

63

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. VIII No. 1 Februari 2018

Karisma Publishing Group.

Widyawanti, Maya. At All. 2008. HubunganPijat Bayi Dengan Pola Tidur Usia 3-6 Bulan Di Bidan Praktek SwastaKota Kediri. Jurnal Kesehatan, 6(2):79- 83.

Wong,L.D. 2008. Pedoman KlinisKeperawatan Pediatrik. EdisiKeempat. Jakarta: ECG.