systematic literature review : faktor faktor yang

37
SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI STUNTING PADA BALITA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mecapai Gelar Sarjana Keperawatan RESI APRIYANI AK.1.16.135 PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG 2020

Upload: others

Post on 29-May-2022

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR

YANG MEMENGARUHI STUNTING PADA BALITA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mecapai

Gelar Sarjana Keperawatan

RESI APRIYANI

AK.1.16.135

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

BANDUNG

2020

Page 2: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG
Page 3: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG
Page 4: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG
Page 5: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG
Page 6: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

i

ABSTRAK

Stunting ialah kekurangan gizi kronis pada balita terutama pada usia 1.000

hari pertama kehidupan yang ditandai dengan berat badan dan tinggi badan yang

tidak sesuai dengan usianya. Banyak faktor yang dapat menjadi menyebab

terjadinya stunting dan apabila tidak bisa dicegah maka akan menyebab kan

kegagalan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Tujuan penelitian untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi stunting pada balita.

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan tinjauan literatur

review yang dilakukan melalui pencarian artikel yang relevan dari data base google

scholar, pubmed, dan portal garuda dengan kata kunci “ faktor pada stunting” dan

“penyebab stunting pada balita” dengan tahun publikasi artikel 2016-2020.

screening menggunakan prima flow diagram dan intrument JBI sectional cross

analitik cheklist lalu artikel dianalisis dengan menggunakan tabel. Populasi dalam

penelitian ini sebanyak 119 jurnal dan hanya 11 artikel yang dijadikan sampel

sesuai dengan hasil screening kriteria inklusi dan ekslusi.

Hasil dalam penelitian ini ialah dari 11 jurnal yang dianalisa didapatkan

hasil bahwa faktor penyebab terjadinya stunting pada balita ialah karena faktor

orang tua, faktor kesehatan balita, dan faktor lingkungan merupakan faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi stunting. Dimana didalam faktor orang tua faktor yang

paling berpengaruh dalam kejadian stunting pada balita yaitu faktor pendidikan ibu,

pengetahuan ibu mengenai gizi, pola asuh dan pola pemberian makan serta ASI

ekslusif.

Program yang dapat dilakukan utuk penanganan stunting berdasarkan faktor

tersebut ialah program yang berfokus kepada pengetahuan ibu seperti pemantauan

gizi ibu selama hamil, pemantauan gizi anak, pemberian informasi mengenai

pentingnya ASI ekslusif dan gizi seimbang untuk balita.

Kata kunci : balita, faktor-faktor, stunting.

Daftar Pustaka : 9 buku (2010-2020), 18 jurnal (2016-2020), 6 website (2017-2020)

Page 7: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

ii

ABSTRACT

Stunting is chronic malnutrition in children under five, especially in the first

1,000 days of life, which is characterized by weight and height that are not

appropriate for their age. Many factors can cause stunting and if it cannot be

prevented, it will cause growth and development failure in children. The research

objective was to determine the factors that influence stunting in toddlers.

The research method in this study used a literature review review which was

carried out by searching for relevant articles from the Google Scholar database,

pubmed, and the Garuda portal with the keywords "factors in stunting" and "causes

of stunting in toddlers" with the publication year of the articles 2016-2020.

Screening using prime flow diagrams andinstrument JBIcross sectional analytic

checklist then articles were analyzed using tables. The population in this study

were 119 journals and only 11 articles were sampled according to the results of the

screening for inclusion and exclusion criteria.

The results in this study were from 11 journals that were analyzed, it was

found that the factors causing stunting in toddlers were parents, health factors, and

environmental factors were factors that could affect stunting. Where in the parental

factors the most influential factors in the incidence of stunting in toddlers are

maternal education, maternal knowledge about nutrition, parenting and feeding

patterns and exclusive breastfeeding.

Programs that can be done to treat stunting based on these factors are

programs that focus on maternal knowledge such as monitoring maternal nutrition

during pregnancy, monitoring child nutrition, providing information on the

importance of exclusive breastfeeding and balanced nutrition for toddlers.

Keyword : determinant, stunted, under five years,

Daftar Pustaka : 9 buku (2010-2020), 18 jurnal (2016-2020), 6 website (2017-2020)

Page 8: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

iii

KATA PENGANTAR

Assallamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena

berkat rahmat, taufik serta hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan Penelitian

dengan Judul “ Systematic Literature Review : Faktor Faktor Yang Mempengaruhi

Stunting Pada Balita” untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana

Keperawatan pada Program Studi Sarjana Keperawatan Universitas Bhakti

Kencana.

Penulis menyadari bahwa tidak mungkin dapat terwujud Penelitian ini tanpa

adanya bantuan serta dorongan dari semua pihak. Maka penulis menyampaikan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada Yth:

1. H. Mulyana, SH., M.Pd., MH., Kes selaku ketua Yayasan Adhi Guna

Kencana Bandung

2. DR. Entris Sutrisno, S. Farm., MH., Kes., Apt selaku Rektor Universitas

Bhakti Kencana.

3. R. Siti Jundiah, S.Kp., M. Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Bhakti Kencana.

4. Lia Nurlianawati, S. Kep., Ners., M. Kep selaku Ketua Program Studi

Sarjana Keperawatan Universitas Bhakti Kencana.

5. Susan Irawan, S.Kep.,Ners.MAN selaku Pembimbing 1 dan Denni

Fransiska Helena M. S.Kp., M.Kep selaku Pembimbing 2 yang dengan

penuh kesabaran serta keikhlasan hati yang telah memberikan bimbingan,

Page 9: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

iv

masukan, nasehat serta motivasi yang sangat berharga selama penyusunan

ini.

6. Dosen dan Staf Program Studi Sarjana Keperawatan Universitas Bhakti

Kencana.

7. Ibunda Dasem dan ayahanda Uyat terkasih yang selalu memberikan

motivasi, dorongan dan do’a yang tiada henti sehingga dapat melewati

semua proses ini. serta keluarga Haerudin Anwar dan Dany Andrian.

8. Para sahabat seperjuangan Evania Prima Almira, Cucu Sri Lutfiani, Resti

Rahmawati, Siti Rohaniah, Suci Hardianti, Baiq Rini Hariati, dan Lisna

Shopiyah, Siti Agnie, Tri Puji Sulistiani Rahayu, Wilya Ayu Nurhasanah,

dan Intan Cholil Aurellia Rivana yang terpisah jarak tetapi selalu saling

menguatkan dan memberikan semangat selama penyusunan ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna dan

masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis meminta maaf yang sebesar-

besarnya. Segala kritikan dan saran yang bersifat membangun akan penulis jadikan

perbaikan untuk masa yang akan datang. Semoga penelitian ini dapat memberikan

banyak manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Wassallammualaikum Wr.Wb

Bandung, September 2020

Penulis

Resi apriyani

Page 10: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................................i

KATA PENGANTAR .................................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. v

BAB I

PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................6

1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................6

1.4 Manfaat Penelitian .........................................................................................7

1.4.1 Manfaat Teoritis .....................................................................................7

1.4.2 Manfaat Praktis .....................................................................................7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................8

2.1 Konsep Balita .......................................................................................................8

2.1.1 Definisi Balita ................................................................................................8

2.1.2 Kebutuhan Dasar Balita ...............................................................................9

2.1.3 Pertumbuhan Dan Perkembangan Balita .................................................. 10

2.2 Konsep Stunting ................................................................................................ 16

2.2.1 Definisi Stunting ......................................................................................... 16

2.2.2 Ciri-Ciri Balita Stunting ............................................................................ 17

2.2.3 Faktor Penyebab Stunting .......................................................................... 18

2.2.4 Dampak Stunting ................................................................................. 23

2.2.5 Pencegahan Stunting ............................................................................ 23

BAB III

METODELOGI PENELITIAN.................................................................................. 27

3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................ 27

3.2 Variabel Penelitian ...................................................................................... 27

3.3 Populasi Dan Sampel ................................................................................... 28

3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................................... 28

halaman

Page 11: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

vi

3.3.2 Teknik Sampling .................................................................................. 28

3.4 Tahapan Literature Review......................................................................... 29

1.4.1. Merumuskan Masalah ......................................................................... 29

3.4.2 Mencari Dan Mengumpulkan Data/Literatur..................................... 30

3.4.3 Mengevaluasi Kelayakan Data/Literatur ............................................ 31

3.1 Analisis Data ................................................................................................ 32

3.2 Etika Penelitian ............................................................................................ 34

3.3 Lokasi Dan Waktu Penelitian .................................................................... 355

3.3.1 Lokasi ................................................................................................... 35

3.3.2 Waktu ................................................................................................... 35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 36

4.1 HASIL PENELITIAN ..................................................................................... 366

4.2 PEMBAHASAN ................................................................................................ 42

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 50

5.1 KESIMPULAN .................................................................................................. 50

5.2 SARAN .............................................................................................................. 50

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 52

LAMPIRAN .................................................................................................................. v

Page 12: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hal yang sangat penting

bagi makhluk hidup sebagai upaya untuk mempertahankan kelangsungan

kehidupan. Pertumbuhan dan perkembangan dimulai dari masa pembuahan dan

berakhir dengan kematian. (Yuniarti,2015). Periode tumbuh kembang yang

paling penting berada pada masa balita, periode ini sering disebut periode masa

keemasan (the golden period), karena pada masa ini pertumbuhan dan

perkembangan akan berlangsung cepat dan akan menjadi penentu bagi periode

selanjutnya (Soetjiningsih, 2014). Balita adalah anak berusia 12 bulan sampai

dengan 59 bulan atau usia 1 sampai dengan 5 tahun. (Kemenkes, 2018) .

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa balita tidak lepas

dari peranan gizi yang diberikan pada masa didalam kandungan maupun setelah

bayi lahir. Ibu hamil yang mengkonsumsi gizi yang rendah, ataupun yang

memiliki penyakit infeksi dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah

(BBLR). (Kemenkes, 2018). Asupan zat gizi yang baik tidak hanya ditentukan

oleh ketersediaan bahan makanan tetapi juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti

pemberian kolostrum , inisiasi menyusui dini, pemberian ASI ekslusif, dan

pemberian MPASI secara tepat, serta faktor kesehatan lingkungan seperti

Page 13: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

2

ketersediaan air bersih dan sanitasi yang bersih sangat berhubungan erat

terhadap kejadian infeksi menular pada anak (Kemenkes,2018).

Kekurangan gizi kronis pada balita terutama pada usia 1.000 hari

pertama kehidupan dapat menyebabkan anak mengalami gagal tumbuh.

Kegagalan pertumbuhan yang disebabkan karena kekurangan gizi kronis

ditandai dengan berat badan dan tinggi badan yang tidak sesuai dengan usianya

disebut dengan stunting. (Kemenkes.2018). Stunting termasuk kedalam

masalah kurang gizi kronis yang diakibatkan karena asupan gizi yang kurang

dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan

pertumbuhan pada anak berbeda dari standar usianya (Depkes 2018). Anak

dengan stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh beberapa

faktor seperti gizi saat ibu mengandung, kesakitan pada bayi, kurangnya asupan

gizi pada bayi dan kondisi sosial ekonomi. Stunting merupakan kondisi seorang

anak yang berperawakan pendek disertai dengan penurunan kognitif jangka

panjang yang disebabkan karena kekurangan nutrisi di 1000 hari kehidupan

awal seorang. (Damayanti 2020).

Organisasi kesehatan dunia WHO memiliki standar maksimal untuk

penyakit stunting bagi setiap negara, yaitu hanya 20% dari total balita yang ada

pada negara tersebut. Dari data WHO pada tahun 2018 Indonesia menduduki

urutan ke 4 negara terbanyak dengan anak stunting. Data Riskesdas 2018

mencatat jumlah anak dengan stunting di Indonesia mencapai 30,8%.

Permasalahan stunting pada usia balita terutama pada periode 1.000 hari

pertama kehidupan akan berdampak kepada organ tubuh yang tidak tumbuh

Page 14: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

3

dan berkembang secara optimal. Dalam jangka pendek stunting menyebabkan

gagal tumbuh, hambatan perkembangan kognitif, motorik, dan tidak optimalan

bentuk ukuran fisik dan gangguan metabolisme. Sedangkan dalam jangka

panjang, stunting menyebabkan menurunnya kapasitas intelektual, gangguan

struktur dan fungsi saraf serta sel-sel otak yang bersifat permanen (Kemenkes,

2018).

Beberapa faktor-faktor yang penyebab anak menjadi stunting,

diantaranya, mengenai faktor orang tua yaitu gizi ibu saat hamil yang tidak

terpenuhi, kesehatan dan kebersihan lingkungan, makanan yang kurang bergizi

serta pola asuh orang tua dalam pemberian makan kepada anak baik ASI

maupun MPASI (Anggraini 2018). Pola asuh orangtua khususnya pola asuh

ibu sangat berpengaruh terhadap status gizi balita karena dapat mengurangi

angka kesakitan pada anak balita, Anak balita yang memiliki kualitas

pengasuhan yang lebih baik akan meminimalisir angka kesakitan pada anak

balita dan membuat status gizi pada anak balita menjadi lebih baik

(Munawaroh, 2015).

Asupan gizi yang baik ditentukan oleh pola pemberian makan yang

diberikan ibu, baik yang dikonsumsi ibu saat anak didalam kandungan maupun

setelah anak lahir. Bila pasokan gizi dari ibu ke bayi kurang bayi akan

melakukan penyesuaian yang dapat berupa pengurangan jumlah sel atau

pengecilan organ tubuh agar sesuai dengan terbatasnya asupan gizi karena bayi

bersifat mudah menyesuaikan diri (plastis). ( Sudargo, dkk 2018). Penyebab

stunting dapat terjadi karena lingkungan dan sanitasi yang buruk, lingkungan

Page 15: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

4

dan sanitasi yang buru dapat menyebabkan anak mengalami penyakit infeksi

(Kemenkes 2018). Menurut Lathifa (2017) pada citationnya, infeksi adalah

salah satu faktor yang mensugesti terjadinya stunting, infeksi mengakibatkan

tenaga yang digunakan dalam proses pertumbuhan teralihkan untuk

perlawanan tubuh menghadapi patogen, sebagai akibatnya zat gizi sulit diserap

dan merusak pertumbuhan. Infeksi ini terjadi apabila balita mengkonsumsi

makanan atau minuman yang terkontaminasi sehingga menyebabkan

kerusakan usus atau disebut environmental enteropathy, yang ditandai

dengan abnormalitas struktur epitel, perubahan integritas barrier usus,

inflamasi mukosa, dan penurunan absorbsi nutrisi.

Menurut Siti Surya (2019) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor

ibu terhadap kejadian stunting mengatakan bahwa faktor ibu yakni pendidikan

ibu, riwayat KEK, pola memberi MPASI, dan pola asuh merupakan faktor

risiko stunting. Jumlah sampel sebanyak 118 anak dengan hasil: pendidikan

ibu dengan kejadian stunting lebih banyak terjadi pada ibu yang berpendidikan

rendah sebanyak 28% bila dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi

sebanyak 22%. Berdasarkan riwayat KEK kejadian stunting 2,5 kali lebih

berisiko terjadi pada ibu yang memiliki riwayat kekurangan energi kronik

dibandingkan pada ibu yang tidak memiliki riwayat KEK. Berdasarkan variasi

MPASI, stunting lebih banyak terjadi pada ibu yang memberikan MPASI yang

tidak variatif sebanyak 37,30% dibandingkan dengan ibu yang memberikan

MPASI yang variatif sebanyak 12,7%. Lalu berdasarkan pola asuh kejadian

stunting lebih banyak terjadi pada anak dengan pola pengasuh yang buruk

Page 16: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

5

sebanyak 34,70% dibandingkan dengan pola pengasuhan anak yang baik

sebanyak 12,7%.

Menurut Rita Sari (2017) dalam penelitiannya mengenai faktor

determinan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita

dikabupaten Pesawaran Lampung mengatakan bahwa ada hubungan antara

faktor penghasilan orangtua, pola asuh, dan pola pemberian makan dengan

kejadian stunting pada balita dengan hasil p= 0,05. Menurut Murtini (2018)

dalam pengelitiannya dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian stunting pada anak usia 0-36 bulan mengatakan bahwa ada hubungan

antara BBLR dengan kejadian stunting dengan nilai p=0,08 dan tidak ada

hubungan antara ASI eklusif dengan stunting dengan p=0,322 dan tidak ada

hubungan antara pola asuh orang tua dengan kejadian stunting dengan nilai

p=0,59.

Goodarz Danaei dkk (2016) dalam jurnalnya yang berjudul“Risk

Factors for Childhood Stunting in 137 Developing Countries: A Comparative

Risk Assessment Analysis at Global, Regional, and Country Levels”

menyebutkan bahwa mereka mengelompokan faktor penyebab stunting di

dunia berdasarkan 5 kelompok, yaitu : nutrisi dan infeksi pada ibu, masa remaja

ibu dan jarak kelahiran yang pendek, prematur, nutrisi dan pertumbuhan janin

yang terhambat (fetal growth restriction), penyakit infeksi pada anak, serta

faktor sanitasi lingkungan. Dari jurnal tersebut didapatkan data bahwa faktor

utama terjadinya stunting karena prematur, nutrisi dan pertumbuhan janin yang

terhambat (fetal growth restriction) dengan kasus 10,8 jt kasus, sanitasi yang

Page 17: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

6

tidak baik 7,2 jt kasus serta infeksi penyakit seperti diare dan malaria

menyumbang faktor penyebab stunting pada anak sebanyak 5,8 jt kasus.

Banyaknya perbedaan hasil pada setiap jurnal membuat peneliti tertarik

untuk mengumpukan berbagai sumber artikel berupa jurnal-jurnal untuk

mengetahui faktor utama apa saja yang benar-benar menyebabkan anak

menglami stunting. Keterbaruan dalam penelitian ini adalah peneliti

melakukan analisa jurnal dengan menggunakan sumber yang relevan dengan

fokus mencari faktor terbanyak penyebab stunting pada usia balita sehingga

nantinya pelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui

penyebab terbesar apakah yang menyebabkan balita menjadi stunting. Maka

berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mengambil penelitian

dengan judul “Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Stunting Pada Balita:

Systematic Literature”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi Rumusan Masalah dalam

penelitian ini adalah “ Apakah faktor faktor yang mempengaruhi stunting pada

balita?”

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi stunting pada balita

Page 18: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

7

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi para mahasiswa

kesehatan khususnya keperawatan untuk melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai faktor faktor yang mempengaruhi stunting pada balita

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Mahasiswa Universitas Bhakti Kencana Bandung

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan mengenai faktor faktor

yang mempengaruhi stunting pada balita untuk mahasiwa yang sedang

menjalani proses pembelajaran yang memerlukan lietarur dalam proses

pencarian materi yang dibutuhkan.

2. Tenaga Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan acuan umtuk

membuat program mengenai salah satu penanganan anak dengan stunting

khususnya dalam bidang keperawatan anak maupun keperawatan komunitas

khususnya keperawatan keluarga.

3. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan dengan metode yang lebih

tinggi tingkatannya dan dapat menjadi bahan referensi dalam penelitian

selanjutnya.

Page 19: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Balita

2.1.1 Definisi Balita

Menurut peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 25 tahun 2014

tentang upaya kesehatan anak bab 1 pasal 1 anak balita yaitu anak dengan umur 12

bulan sampai 59 bulan. Masa balita terbagi menjadi 2 yaitu masa toddler dan early

childhhood. Masa toddler adalah mama saat anak berusia 1-3 tahun atau 12-36

bulan, masa ini merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif karena anak

berusaha mencaritahu bagaimana semua terjadi dan bagaimana menngontrol orang

lain dengan perilaku temper, tantrum, negativisme dan keras kepala. (Wong, 2008).

Masa early childhood atau masa kanak-kanak awal atau masa prasekolah

adalah masa saat anak berusia 4-5 tahun. Pada masa ini anak sudah mulai belajar

kemandirian, kemampuan kontrol diri (self control) dan keinginan bersosialisasi

dengan teman sebayanya. Anak mulai mengurangi egosentris, mengurangi sifat

irrasional menuju rasional. Dalam pergaulan anak mulai saling mengkritik dan

membuat konflik pertengkaran yang diikuti proses pembuatan kompromi adaptasi

norma-norma sosial yang baru. Masa ini meliputi kegiatan bermain untuk

mengembangkan kepribadian, psikomotorik kasar dan halus (Yuniarti,2015).

Page 20: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

9

2.1.2 Kebutuhan Dasar Balita

Kebutuhan dasar anak balita adalah dasar yang harus di gunakan untuk

menunjang tumbuh dan kembang anak, kebutuhan dasar pada anak untuk

tumbuh dan kembang terbagi menjadi 3 kebutuhan dasar yaitu :

1. Kebutuhan Fisik-Biomedis (ASUH).

Kebutuhan fisik biomedis mencakup pangan dan papan , pangan dan gizi

yang merupakan kebutuhan terpenting, perawatan kesehatan dasar seperti

imunisasi, pemberian ASI, penimbangan bayi dengan teratur,dan

pengobatan jika sakit. Sedangkan kebutuhan papan berupa pemukiman

yang layak, kebersihan, sanitasi lingkungan, sandang, kebugaran, jasmani

dll.

2. Kebutuhan Emosi / Kasih Sayang (ASIH).

Kebutuhan emosi kasih sayang terjadi dari awal kehidupan, pada tahun

pertama kehidupan hubungan yang penuh kasih sayang dan erat yang

selaras antara ibu/pengasuh dan anak merupakan syarat yang mutlak untuk

menjamin tumbuh kembang yang optimal, baik fisik, intelektual maupun

psikososial, dan dapat membangun rasa aman untuk bayi. Hubungan ini

dipraktikan dengan kontak fisik dan psikis sedini mungkin contohnya

seperti inisiasi menyusui dini. Peran ayah dalam pemberian kasih sayang

dan menjaga kenyamanan keluarga juga merupakan hal yang bagus untuk

tumbuh dan kembang anak. Kurangnya kasih sayang baik oleh ibu pada

tahun-tahun pertama kehidupan akan berdampak tidak baik pada tumbuh

dan kembang anak baik secara fisik, mental,sosial, dan emosional.

Page 21: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

10

3. Kebutuhan Mengenai Stimulasi Mental (ASAH).

Stimulasi mental merupakan cikal bakal untuk proses belajar baik

pendidikan maupun pelatihan pada anak. Stimulasi mental dapat

merangsang perkembangan intellectual psikosoial, kecerdasan,

keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, ethical etika,

produktivitas dan sebagainya. (Soetjiningsih, 2020)

2.1.3 Pertumbuhan Dan Perkembangan Balita

2.1.3.1 Definisi Tumbuh Kembang

Secara umum pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development)

memiliki pengertian yang sama yaitu sama-sama mengalami perubahan.

Pertumbuhan terjadi secara stimultan dengan perkembangan dan selalu

menunjukkan adanya perubahan dari waktu kewaktu baik fisik ataupun psikologis.

Berbagai perubahan dalam pertumbuhan dan perkembangan bertujuan untuk

memungkinkan orang dapat bertahan hidup dengan menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. (Yuniarti, 2015).

Pertumbuhan (growth) ialah perubahan dengan sifat kuantitatif, dimana

bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel,organ, ataupun individu.

Anak tidak hanya berubah secara fisik, juga ukuran dan struktur organ-organ tubuh

dan otak. Pertumbuhan fisik dapat dinilai dengan ukuran berat (gram, lake,

kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan tanda-tanda seks sekunder

(Soetjiningsih, 2020).

Page 22: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

11

Perkembangan (development) ialah perubahan dengan sifat kuantitatif dan

kualitatif. Perkembangan ialah bertambahnya kemampuan fungsi dan struktur

tubuh yang lebih kompleks, berupa proses pematangan/maturitas. Perkembangan

menyangkut proses bertumbuh sel tubuh, jaringan, organ dan sistem organ sehingga

dapat memenuhi fungsinya. Seperti perkembangan kognitif, bahasa, motorik, emosi

dan perkembangan perilaku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.

Perkembangan merupakan perubahan yang bersifat maju, terarah dan terpadu

(Soetjiningsih, 2020).

2.1.3.2 Tumbuh Kembang Anak Usia 1-5 Tahun

1. Perkembangan Biologis

1) Perubahan Proposional

Pertumbuhan akan melambat selama masa todler, dan semakin kuat selama

masa prasekolah. pertambahan berat badan rata-rata adalah 1,8 sampai 2,7 kg

dalam 1 tahun. Berat rata-rata pada usia 2 tahun adalah 12kg. Berat pada usia

3 tahun rata-rata ialah 14,6 kg, usia 4 tahun 16,7 kg dan usia 5 tahun 18,7kg.

Pertambahan tinggi biasanya bertambah 7,5cm dalam setahun dan terjadi

hanya dalam memanjangnya tungkai dan bukan dalam batang tubuh dengan

tinggi badan rata-rata anak usia 2 tahun adalah 86,6 cm, pada usia 3 tahun

95cm, pada usia 4 tahun 103cm, dan pada usia 5 tahun 110 cm. Pertambahan

lingkar kepala melambat di akhir masa bayi dan sama dengan lingkar dada pada

usia 1-2 tahun. Lingkar dada semakin meningkat ukurannya sehingga melebihi

lingkar kepala. (Wong, 2008).

Page 23: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

12

2) Perubahan Sensori

Ketajaman penglihatan 20/40 bisa diterima selama masa toddler, penglihatan

binokular sudah berkembang dengan baik. sistem pendengaran, penciuman,

pengecapan, dan perabaan menjadi semakin berkembang dengan baik. (Wong,

2008)

3) Maturasi Sistem

Sebagai besar sistem fisiologis hampir matang pada akhir masa toddler. saluran

pernafasan dan pertumbuhan struktur semakin bertambah selama masa kanak-

kanak awal. Matangnya fungsi ginjal membantu mempertahankan cairan pada

tubuh saat stress mengurangi risiko dehidrasi. Proses digestif sudah cukup

lengkap pada awal masa todler. Mekanisme pertahanan kulit dan darah

terutama fagositosis lebih efisien pada massa todler dan produksi antibodi

sudah berkembang baik. (Wong,2008)

2. Perkembangan motorik kasar dan halus

Keterampilan pada motorik kasar selama masa todler adalah perkembangan

lokomosi. Pada usia 12-13 bulan dapat berjalan sendiri dengan jarak kedua kaki

melebar untuk keseimbangan. Perkembangan motorik halus anak usia 12 bulan

mampu menggenggam benda yang sangat kecil tetapi tidak mampu melepaskan

sesuai dengan keinginannya, menangkap atau melempar benda dan

menagkapnya kembali menjadi aktivitas yang hampir obsesif pada usia sekitar

15 bulan. Usia 18 bulan anak dapat melempar bola dari tangan tanpa kehilangan

keseimbangan.

Page 24: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

13

Berjalan, berlari, memanjat dan melompat telah tercapaai dengan baik pada

usia 36 bulan. Pada usia 3 tahun anak prasekolah sudah bisa mengendarai sepeda

roda tiga, berjalan menjinjit, berdiri dengan menggunakan satu kaki, pada usia 4

tahun anak mampu melakukan loncatan dan lompat dengan satu kaki. Pada usia

5 tahun anak dapat melompat tali dengan kaki bergantian dan mulai bermain

papan luncur dan berenang. Perkembangan motorik halus jelas terlihat pada

peningkatan keterampilan pada anak, seperti dalam menggambar dan berpakaian

(Wong, 2008)

3. Perkembangan Psikososial

1) Psikososial Tahap 1: Terus Vs Mistrust ( Kepercayaan Vs Kecurigaan)

Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun

(infancy). Usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung kepada orang lain,

perkembangan terbentuk berdasarkan kualitas orang yang merawat. Apabila

anak berhasil membangun rasa percaya terhadap orang yang merawat anak

akan merasa nyaman dan terlindungi di dalam kehidupannya. Namun apabila

orang yang merawatnya tidak stabil dan emosi maka menyebabkan anak

merasa tidak nyaman dan tidak percaya lingkungan sekitar. (Yuniarti, 2015)

2) Psikososial Tahap 2: Autonomy Vs Shame And Doubt ( Otonomi dan

Perasaan Malu dan Ragu)

Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/muscular stages), masa ini

berlangsung mulai 1-3 tahun (early childhood). Pada masa ini anak cenderung

aktif dalam segala hal sehingga orangtua dianjurkan agar tidak membatasi ruang

gerak serta kemandirian anak (Yuniarti, 2015).

Page 25: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

14

3) Psikososial tahap 3 : Intiative Vs Guilt ( Prakarsa Dan Rasa Bersalah)

Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age). Pada usia

ini anak mulai berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya sehingga

menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya. Mereka

mencoba mengambil banyak inisiatif dan rasa ingin tahu yang mereka alami

(Yuniarti, 2015).

4. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif atau intelektual merupakan perkembangan pikiran atau

perkembangan bagian otak yang digunakan untuk mengetahui, mengenali,

memahami, serta menalar suatu objek yang berhubungan dengan kemampuan

berpikir (thingking), mengambil keputusan (decision making), kecerdasan

(intilligence), memecahkan masalah (problem solving) dan bakat (aptitude).

Priode perkembangan kognitif anak usia 0-2 tahun menurut piaget yaitu :

periode sensorimotor, periode sensori motor adalah periode pertama dari empat

periode. Piaget berpendapat bahwa ada 6 sub tahapan dalam periode ini ialah:

1) Sub-tahapan skema refleks

2) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer

3) Sub-tahapan fase reaksi sirkulasi sekunder

4) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder

5) Sub tahapan fase reaksi sirkulasi tersier

6) Sub-tahapan awal representasi simbolik (Yuniarti, 2015)

Teori kognitif piaget sebenarnya tidak meliputi periode yang khusus

untuk anak usia 3-5 tahun. Fase pra-operasional ialah anak dalam rentang usia

Page 26: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

15

2-7 tahun dan dibagi kedalam 2 tahap : fase prakonseptual, usia 2 sampai 4

tahun, fase pikiran intuitif, usia 4-7 tahun. Salah satu perubahan utama kedua

fase tersebut adalah perpindahan dari pikiran egosentris total menjadi

kesadaran sosial dari kemampuan untuk mempertimbangkan pandangan orang

lain.bahasa semakin terus berkembang selama anak berada di periode

prasekolah. Berbicara terutama masih menjadi pembawa komunikasi

egosentris (Wong,2008).

5. Perkembangan Spiritual

Anak usia 1-3 tahun mempunyai sebuah ide yang belum jelas tentang Tuhan

dan pelajaran agama karena proses berfikir anak yang belum matang. Namun,

kegiatan seperti berdoa sebelum makan atau tidur sangat penting dan

menenangkan untuk anak. Pada anak usia 5 tahun anak memiliki konsep

konkret mengenai Tuhan dengan karakter fisik, yang sering menyerupai teman

khayalan mereka. Anak mengerti kisah sederhana dari kitab suci dan dapat

menghapal doa singkat, tetapi pemahaman dalam makna spiritualitas ini masih

bersifat terbatas (Wong, 2008).

6. Perkembangan Citra Tubuh

Perkembangan citra tubuh hampir beriringan dengan perkembangan kognitif.

Dengan meningkatnya kemampuan motorik anak mulai mengenali kegunaan

bagian tubuh dan secara bertahap mempelajari setiap namanya. (Wong, 2008)

7. Perkembangan Seksualitas

Pada usia 3 tahun permainan genital (masturbasi) dapat terjadi dan melibatkan

stimulus manual, maupun gerakan postural teruta pada anak perempuan, seperti

Page 27: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

16

merapatkan paha atau memberikan tekanan mekanis ke arah pubis atau

suprapubis. Demonstrasi aktivitas seksual lain seperti menggoyang, mengayun

dan memeluk orang ataupun mainan. Reaksi orang tua akan mempengaruhi

sikap anak terhadap perkembangan seksualnya.

Perkembangan seksual pada anak usia 5 tahun merupakan fase yang sangat

penting untuk identitas dan kepercayaan seksual individu secara menyeluruh.

Anak pra sekolah membentuk kelekatan yang kuat dengan orang tua yang

berlawan jenis kelamin sambil mengidentifikasi orangtua yang berjenis

kelamin sama. (Wong, 2008)

8. Perkembangan Sosial

Tugas pada periode toddler adalah membedakan diri dari orang lain, terutama

ibu. Proses diferensiasi terdiri atas dua fase, fase perpisahan, kemunculan anak

dari satu kesatuan simbiosis dengan ibunya, dan individualisasi pencapaian

tersebut yang menandai pendapat anak mengenai penilaian individual di dalam

lingkungan. Selama usia 5 tahun proses individualisasi-perpisahan sudah

lengkap. Anak prasekolah telah mengatasi banyak kecemasan yang

berhubungan dengan orang asing dan ketakutan akan perpisahan pada tahun

sebelumnya (Wong, 2008)

2.2 Konsep Stunting

2.2.1 Definisi Stunting

Stunting (kerdil) ialah kondisi dimana anak memiliki panjang atau tinggi badan

yang kurang jika dibandingkan dengan anak seusianya. Kondisi ini diukur dengan

panjang atau tinggi badan yang minus dari standar pertumbuhan anak WHO. Anak

Page 28: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

17

dengan stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh beberapa

faktor seperti gizi saat ibu mengandung, kesakitan pada bayi, kurangnya asupan gizi

pada bayi dan kondisi sosial ekonomi. Anak stunting dimasa depan akan mengalami

kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik maupun kognitif yang optimal.

(Kemenkes, 2018)

Stunting atau yang disebut dengan “pendek” adalah kondisi gagal tumbuh pada

balita akibat kekurangan gizi kronis terutama 1000 hari pertama kehidupan.

kurangnya asupan gizi terjadi dari sejak bayi di dalam kandungan dan pada masa

awal setelah bayi lahir, dan kondisi stunting baru terlihat setelah anak berusia 2

tahun.(Kemenkes,2018).

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan stunting merupakan masalah

gizi kronik pada anak yang terjadi karena kekurangan kecukupan nutrisi di 1000

hari kehidupan awal seorang anak tumbuh yang akan mengganggu proses

pertumbuhan dan perkembangan anak.

2.2.2 Ciri-Ciri Balita Stunting

Ciri-ciri balita stunting dalam buku saku kementerian desa, pembangunan daerah

terpencil dan transmigrasi (2017) ialah:

1. Pertumbuhan dan perkembangan melambat

2. Pertumbuhan gigi terlambat

3. Wajah tampak lebih muda dari usianya

4. Tanda pubertas melambat

5. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar

Page 29: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

18

6. Pada usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan eye

contact

2.2.3 Faktor Penyebab Stunting

Ada beberapa faktor penyebab anak stunting menurut kemenkes 2018,

diantaranya:

1) Faktor Orang Tua Kondisi Ibu Dan Calon Ibu

Kondisi kesehatan dan gizi pada ibu sebelum dan saat hamil serta setelah

proses persalinan sangat mempengaruhi pertumbuhan pada janin dan risiko

terjadinya stunting. Faktor lainnya yaitu pada ibu yang mempengaruhi adalah

tinggi tubuh ibu (pendek), jarak kehamilan yang terlalu simgkat, ibu berumur

remaja, serta asupan zat gizi yang kurang pada saat kehamilan. (Kemenkes,2018).

Ibu hamil dengan konsumsi asupan gizi yang rendah Kondisi ibu sebelum masa

kehamilan baik berat badan dan tinggi badan serta gizi merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi terjadinya stunting. Wanita remaja sebagai calon ibu pada

masa depan harus mempunyai status gizi yang baik. Gizi wanita remaja yang tidak

baik, maka di masa yang akan datang akan semakin banyak calon ibu hamil yang

memiliki tubuh pendek dan/atau kekurangan energi kronik. Hal ini akan

berdampak pada meningkatnya jumlah angka stunting di Indonesia.

jumlah Wanita Usia Subur (WUS) yang memiliki risiko KEK di Indonesia pada

tahun 2017 adalah 10,7%, sedangkan jumlah ibu hamil dengan berisiko KEK

adalah 14,8%. Asupan gizi pada WUS dengan resiko KEK harus ditingkatkan

sehingga wanita memiliki berat badan yang ideal pada saat hamil. Sedangkan

Page 30: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

19

untuk ibu hamil dengan KEK terdapat program perbaikan gizi yang ditetapkan

pemerintah yaitu pemberian makanan tambahan berupa biskuit yang mengandung

protein, asam linoleat, karbohidrat, dan diperkaya dengan 11 vitamin dan 7 mineral

sesuai dengan Permenkes Nomor 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk

Suplementasi Gizi.

Kekurangan energi kronik dapat disebabkan oleh asupan energi serta protein

yang tidak cukup. Kecukupan konsumsi energi ibu hamil dapat dihitung dengan

membandingkan dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dikelompokan

menjadi:

1. Defisit energi jika kurang dari 70% AKE.

2. Defisit energi ringan antara 70 – 79% AKE.

3. Cukup energi antara 80 – 119% AKE.

4. Lebih energi jika 120% AKE atau lebih.

Konsumsi protein ibu hamil dapat dihitung dengan membandingkan Angka

Kecukupan Protein (AKP) yang dikelompokan menjadi:

1. Defisit protein jika kurang dari 80% AKP

2. Defisit protein ringan antara 80-99% AKP

3. Cukup protein jika 100% AKP atau lebih

Page 31: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

20

2) Pemberian kolostrum atau inisiasi menyusui dini (IMD) Pemberian ASI

ekslusif dan makanan pendamping ASI

ASI merupakan nutrisi pertama yang di dapatkan bali baru lahir. Nutrisi yang

diperoleh sejak saat bayi lahir akan sangat berpengaruh terhadap proses

pertumbuhannya termasuk risiko terjadinya stunting. Tidak terlaksananya inisiasi

menyusu dini (IMD), gagalnya ASI eksklusif, dan proses penyapihan dini dapat

menjadi salah satu faktor terjadinya stunting. Sedangkan dari sisi pemberian MP

ASI, hal yang perlu diperhatikan adalah jumlah serta kualitas, dan keamanan

pangan yang diberikan.

Pada tahun 2017, persentase bayi baru lahir secara nasional yang mendapat IMD

sebesar 73,06%, yang berarti beberapa bayi baru lahir di Indonesia sudah mendapat

inisiasi menyusu dini. Provinsi dengan jumlah persentase tertinggi bayi baru lahir

mendapat IMD ialah Aceh (97,31%) dan provinsi dengan persentase terendah ialah

Papua (15%).

Cakupan bayi yang mendapat ASI eksklusif pada tahun 2017 sebesar 61,33%.

Persentase tertinggi pemberian ASI eksklusif terjadi di Nusa Tenggara Barat

(87,35%), sedangkan persentase terendah terdapat di Papua (15,32%). terdapat 19

provinsi berada di bawah angka nasional. Oleh karena itu, pentingnya sosialisasi

tentang manfaat ASI eksklusif masih perlu ditingkatkan.

pemenuhan zat gizi pada balita sangat penting untuk mendukung pertumbuhan

sesuai dengan grafik pertumbuhannya agar tidak terjadi gagal tumbuh (growth

faltering) yang dapat menyebabkan stunting. Pada tahun 2017, 43,2% balita di

Page 32: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

21

Indonesia mengalami kekurangan energi dan 28,5% mengalami kekurangan ringan.

Untuk kecukupan protein, 31,9% balita mengalami kekurangan protein dan 14,5%

mengalami kekurangan ringan (Kemenkes, 2018).

3). Pola asuh makan

Pola makan anak atau parental feeding yaitu sikap orang tua dalam memberikan

makanan dengan pertimbangan ataupun tanpa pertimbangan (Bouncer, 2014). Pola

asuh makan adalah praktik pengasuhan pemberian makan ibu kepada anak yang

berkaitan dengan cara dan situasi makan. (Hidayati, 2019). Pola asuh orangtua

khususnya pola asuh ibu sangat berpengaruh terhadap status gizi balita karena dapat

mengurangi angka kesakitan pada anak balita, Anak balita yang memiliki kualitas

pengasuhan yang lebih baik akan meminimalisir angka kesakitan pada anak balita

dan membuat status gizi pada anak balita menjadi lebih baik (Munawaroh, 2015).

1) Tipe Pola Asuh Makan

1. Emotional Feeding

Emotional feeding adalah tipe pola asuh makan dimana orang tua memberikan

makanan agar anaknya tenang ketika anak merasa marah, cermas, menangis dan

lain-lain. (Hidayati, 2019)

2. Instrumental Feeding

Instrumental feeding adalah sebuah tipe pola asuh pemberian makan dimana orang

tua memberikan hadiah berupa makanan jika anak memiliki perilaku yang baik dan

mau menurut terhadap perintah orang tua. (Hidayati, 2019)

Page 33: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

22

3. Prompting Or Encouragement To Eat

Prompting or encouragement to eat adalah sebuah tipe pola pengasuhan makan

dimana orang tua meotivasi anaknya untuk makan dan memuji anak ketika anak

dapat memakan makanan yang telah disediakan dengan baik dengan memastikan

bahwa anak telah habis memakan makanannya. (Hidayati, 2019)

4) Ekonomi, Lingkungan, dan penyakit infeksi

Kondisi sosial ekonomi serta kebersihan sanitasi lingkungan tempat tinggal

juga berkaitan dengan terjadinya stunting. Kondisi status ekonomi sangat berkaitan

dengan kemampuan dalam memenuhi asupan yang bergizi dan pelayanan kesehatan

untuk ibu hamil dan balita. Sedangkan sanitasi lingkungan dan keamanan pangan

dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang

disebabkan oleh kebersihan dan sanitasi lingkungan yang buruk seperti diare dan

kecacingan akan dapat menganggu penyerapan nutrisi pada proses pencernaan.

Beberapa penyakit infeksi yang sedang diderita bayi akan dapat menyebabkan berat

badan turun. Jika kondisi tersebut terus terjadi dalam waktu yang cukup lama dan

tidak disertai dengan asupan yang cukup untuk proses penyembuhaninfeksi maka

dapat mengakibatkan anak menjadi stunting.

Sebuah rumah dikatakan layak sanitasi menurut Susenas adalah apabila

fasilitas sanitasi yang digunakan dapat memenuhi syarat kesehatan, seperti jenis

kloset leher angsa atau plengsengan dengan tutup, dan memiliki tempat untuk

pembuangan akhir tangki tinja(septic tank) atau Sistem Pembuangan Air Limbah

(SPAL), dan merupakan fasilitas buang air besar yang digunakan untuk sendiri

Page 34: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

23

maupun bersama. jumlah presentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi

layak di Indonesia pada tahun 2017 ialah sebanyak 67,89%.

1.2.4 Dampak Stunting

Permasalahan stunting terutama pada periode 1000 HPK sangat memiliki

dampak terhadap kualitas sumber daya manusia. Stunting mengakibatkan ketidak

optimalan pertumbuhan serta perkembangan organ tubuh anak. Balita dengan

stunting memiliki berkontribusi terhadap 1,5 juta(15%) kematian anak di dunia.

Stunting memiliki dampak jangka panjang maupun dampak jangka pendek

kepada anak diantaranya :

1) Dampak jangka pendek

Dampak stunting dalam jangka pendek mengakibatkan anak menjadi gagal

tumbuh, hambatan perkembangan pada kognitif, motorik, ukuran fisik

tubuh yang tidak optimal serta terdapat gangguan metabolisme pada anak.

2) dampak jangka panjang

dampak stunting dalam jangka panjang mengakibatkan kapasitas intelektual

atau kecerdasan yang menurun, gangguan struktur dan juga fungsi saraf

serta sel-sel otak yang memiliki sifat permanen atau tidak dapat dirubah

yang akan berpengaruh pada penurunan kemampuan menyerap pelajaran

saat dewasa (Kemenkes, 2018).

1.2.5 Pencegahan Stunting

Stunting ialah termasuk salah satu target Sustainable Development

Goals (SDGs) pada tujuan pembangunan untuk menghilangkan kelaparan

Page 35: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

24

dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan

pangan. Target yang ditetapkan adalah penurunan angka stunting hingga

40% pada tahun 2025. Agar dapat mewujudkan hal tersebut, pemerintah

menetapkan stunting sebagai salah satu program prioritas. Berdasarkan

Permenkes Nomor 39 Tahun 2016 mengenai Pedoman Penyelenggaraan

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, upaya yang dapat

dilakukan untuk menurunkan angka stunting di antaranya :

1) Ibu Hamil dan ibu yang akan bersalin

1. perencanaan pada 1.000 hari pertama kehidupan.

2. Mengupayakan jaminan yang baik pada antenatal care (ANC)

terpadu.

3. Meningkatkan proses bersalin di fasilitas kesehatan.

4. Melaksanakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein,

dan mikronutrien (TKPM).

5. Deteksi dini penyakit baik menular dan tidak menular

6. Pemberantasan infeksi cacingan pada anak.

7. Meningkatkan perubahan Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam

Buku KIA.

8. Mengadakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI

eksklusif.

Page 36: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

25

9. Penyuluhan dan pelayanan KB.

2) Balita

1. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita.

2. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan

(PMT) untuk balita.

3. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan pada anak.

4. Memberikan pelayanan kesehatan optimal

5. Anak Usia Sekolah

6. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

7. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS.

8. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS).

9. Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan

narkoba

3) Remaja

1. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS), pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi

narkoba.

2. Pendidikan kesehatan reproduksi.

4) Dewasa Muda

Page 37: SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW : FAKTOR FAKTOR YANG

26

1. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB).

2. Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular).

2. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak

merokok/mengonsumsi narkoba. (Kemenkes, 2018)