studi eksplorasi etnomatematika pada lingko ...misalnya kemampuan memakai panah, pelayaran dengan...

177
i STUDI EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA PADA LINGKO LODOK DALAM BUDAYA MASYARAKAT MANGGARAI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Oleh: Amelia Yulivania Senudin NIM : 121414071 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 28-Jan-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    STUDI EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA PADA LINGKO LODOK

    DALAM BUDAYA MASYARAKAT MANGGARAI

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

    Program Studi Pendidikan Matematika

    Oleh:

    Amelia Yulivania Senudin

    NIM : 121414071

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

    JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2016

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    “Langkas haéng ntala-uwa haéng wulang”

    Menerima, menjalani dan melepaskan

    (Nandik Subintarto)

    Skripsi ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus

    Kedua orang tua,

    KaThy, Tho dan Goido,

    Prodi Pendidikan Matematika,

    Semua yang membaca skipsi ini,

    Terima kasih…

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi

    ABSTRAK

    Amelia Yulivania Senudin. Studi Eksplorasi Etnomatematika pada Lingko

    Lodok dalam Budaya Masyarakat Manggarai. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas

    Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

    Penelitian ini membahas tentang eksplorasi etnomatematika pada lingko

    lodok sebagai hasil budaya masyarakat Manggarai. Penelitian ini memiliki tujuan

    untuk mendeskripsikan lingko lodok dari sudut pandang budaya Manggarai dan dari

    sudut pandang matematika.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

    kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu melakukan wawancara langsung

    dengan subyek penelitian, dokumentasi dan studi pustaka. Wawancara dilakukan

    dengan empat orang narasumber yaitu tu’a golo Meler, sekretaris Desa Meler, staff

    Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai dan satu orang warga Desa Meler.

    Hasil dari penelitian ini yaitu lingko lodok adalah peninggalan leluhur orang

    Manggarai yang merupakan adaptasi dari bentuk rumah adat Manggarai yang

    berbentuk bundar/bulat dan lingko lodok mengandung unsur matematika seperti

    sistem pengukuran tradisional, membilang, dan geometri.

    Kata kunci: Lingko lodok, etnomatematika, budaya, Manggarai.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vii

    ABSTRACT

    Amelia Yulivania Senudin. 2016. Study Exploration about Ethnomathematics

    on Lingko Lodok in Manggaraian Culture. Mini Thesis. Yogyakarta: Faculty of

    Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.

    This research discuss about the exploration of ethnomathematics at lingko

    lodok as the result of Manggaraian culture. This research is aimed to describe about

    lingko lodok from Manggaraian culture viewpoint and mathematics viewpoint.

    The design of this research was descriptive qualitative method. The

    technique of data collection was directly interview with subject of research,

    documentation, and it is complete with the theoretical framework. The interview

    was conducted with four interviewees, they are tu’a golo of Meler, a secretary of

    Meler village, a staff of Manggaraian Tourism Department, and one of Meler

    Villager.

    The results of this research found that lingko lodok is one of the ancestor

    relic of Manggaraian which is an adaptation from a traditional house of

    Manggaraian which have the shape round or circle and lingko lodok contains

    elements of traditional measurement system such as math, counting, and geometry.

    Keyword: Lingko lodok, ethnomathematics, culture, Manggarai.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Puji Syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

    dengan berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

    Studi Eksplorasi Etnomatematika pada Lingko Lodok dalam Budaya Masyarakat

    Manggarai.

    Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas

    Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat

    banyak bimbingan, motivasi, dan semangat dari berbagai pihak, sehingga penulis

    dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini,

    penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

    1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

    2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan

    Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata

    Dharma.

    3. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

    Matematika, Universitas Sanata Dharma.

    4. Bapak Beni Utomo, M.Sc., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan

    Matematika Universitas Sanata Dharma, sekaligus menjadi dosen

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    pembimbing yang telah membimbing dan memotivasi penulis selama

    bimbingan untuk menyelesaikan skripsi.

    5. Bapak/Ibu karyawan pada Sekretariat JPMIPA Universitas Sanata Dharma.

    6. Bupati Manggarai, Camat Ruteng, dan Kepala Desa Meler yang telah

    memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Meler.

    7. Bpk. Ambros Rima, Bpk. Robertus Unggut, Bpk. Gabriel F. Gembira, dan

    Bpk. Maksi yang telah bersedia menjadi subyek penelitian dalam skripsi ini.

    8. Bapak Amir Senudin dan Mama Petronela Kurnia (epak dan emak) tercinta

    yang selalu mendukung, memberi semangat dan doa yang tiada henti kepada

    penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

    9. Kathy Senudin, Ka Pany Su, Tho Senudin dan Goido Kurniawan, kakak-

    kakak dan adikku yang terus membantu dan menyemangati penulis untuk

    menyelesaikan skripsi ini.

    10. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Ka Sera Letuna dan

    Ka Evan Lahur yang telah mempermudah peminjaman buku-buku referensi.

    11. Nat Hagul, Etok Sampur, Ichal Belok yang sudah bersedia menemani dan

    membantu selama penelitian berlangsung, memberi semangat, masukan dan

    saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

    12. Sahabat - sahabat : Rista Barut, Mariani Dian, Trifosa Ester, Novika, Ar,

    Gery, Wan, Nandik, Arby, Pepin, Acik, Epek, dan Teofilla, yang sudah

    menemani saya selama ini, memberikan dukungan, dan motivasi. Terima

    kasih untuk semangatnya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    13. Masyarakat Desa Meler dan pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per

    satu, tetapi telah memberikan bantuan, dukungan dan perhatian sampai

    skripsi ini selesai.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan. Untuk itu penulis

    menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun untuk melengkapi

    skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

    Terima kasih

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii

    HALAMAN PENGESAHAN … ......................................................................... iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... v

    ABSTRAK ............................................................................................................ vi

    ABSTRACT .......................................................................................................... vii

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................. viii

    KATA PENGANTAR. ......................................................................................... ix

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii

    DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv

    BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

    A. LATAR BELAKANG .................................................................................. 1

    B. IDENTIFIKASI MASALAH ....................................................................... 4

    C. BATASAN MASALAH .............................................................................. 5

    D. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 5

    E. TUJUAN PENELITIAN .............................................................................. 5

    F. BATASAN ISTILAH .................................................................................. 6

    G. MANFAAT PENELITIAN .......................................................................... 6

    BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 8

    A. BUDAYA MANGGARAI ........................................................................... 8

    1. Pengertian dan unsur-unsur kebudayaan .................................................. 8

    2. Budaya Manggarai ................................................................................. 11

    B. SISTEM PENGGARAPAN TANAH ULAYAT (TENTE TENO) ............ 25

    1. Arti tente teno ......................................................................................... 26

    2. Latar belakang tente teno........................................................................ 26

    3. Proses tente teno ..................................................................................... 28

    4. Hasil tente teno ....................................................................................... 29

    5. Randang lingko ....................................................................................... 30

    C. ETNOMATEMATIKA .............................................................................. 31

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    1. Hakekat matematika ............................................................................... 31

    2. Etnomatematika ...................................................................................... 32

    D. MATERI .................................................................................................... 34

    E. KERANGKA BERPIKIR .......................................................................... 35

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 37

    A. JENIS PENELITIAN ................................................................................. 37

    B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN .................................................. 37

    C. SUBYEK DAN OBJEK PENELITIAN ..................................................... 38

    D. SUMBER DATA ....................................................................................... 38

    E. JENIS DATA ............................................................................................. 38

    F. METODE DAN INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA....................... 39

    G. TEKNIK ANALISIS DATA ...................................................................... 40

    H. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN SECARA

    KESELURUHAN ...................................................................................... 42

    BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................... 44

    A. DESKRIPSI PELAKSANAAN PENELITIAN ......................................... 44

    B. PENYAJIAN DATA .................................................................................. 45

    C. ANALISIS DATA ...................................................................................... 46

    D. RINGKASAN HASIL ANALISIS ............................................................. 83

    E. PEMBAHASAN ...................................................................................... 107

    F. KETERBATASAN PENELITIAN .......................................................... 126

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 127

    A. KESIMPULAN ........................................................................................ 127

    B. SARAN .................................................................................................... 128

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 129

    LAMPIRAN ....................................................................................................... 132

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Wawancara dengan Tu’a golo Meler……………...…………. 47

    Tabel 4.2 Wawancara dengan Staf Pemerintahan ……………..………. 58

    Tabel 4.3 Wawancara dengan Dekretaris Desa Meler ……...………….. 76

    Tabel 4.4 Wawancara dengan Warga Desa Meler ……...…..………….. 79

    Tabel 4.5 Masa Pemerintahan Raja-Raja di Manggarai …..…………… 98

    Tabel 4.6 Pengukuran Tradisional ……………………………………… 109

    Tabel 4.7 Kesetaraan Lingko Lodok dan Lingkaran ……………………. 114

    Tabel 4.8 Keterkaitan Lingko Lodok dengan Matematika dari Segi

    Geometri ……………………………………………………...

    115

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2. 1 Peta Provinsi NTT………………………….……………… 12

    Gambar 2. 2 Lingko Lodok …………………………………………….… 25

    Gambar 2. 3 Sketsa Lingko Lodok ………………………………………. 29

    Gambar 2.4 Lingkaran dan Bidang Lingkaran………………………….. 34

    Gambar 2.5 Lingkaran dan Bagiannya………………………………….. 35

    Gambar 4.1 Sketsa Lodok……………………………………………….. 88

    Gambar 4.2 Penancapan Kayu Teno ……………………………………. 89

    Gambar 4.3 Sketsa Langang Waga …….……………………………….. 90

    Gambar 4.4 Sketsa Lengker …………………………………………….. 90

    Gambar 4.5 Sketsa Lance ………………………………………………. 91

    Gambar 4.6 Proses Pembagian Moso ……………………………….…... 92

    Gambar 4.7 Sketsa Pembuatan Langang Menggunakan Kayu …………. 92

    Gambar 4.8 Sketsa Pembuatan Langang Menggunakan Tali………….... 93

    Gambar 4.9 Sketsa Langang ……………………………………………. 94

    Gambar 4.10 Lingko Sembong ……..…………………………………….. 94

    Gambar 4.11 Sketsa Lingko Sembong dan Lingko Salang Cue ………….. 96

    Gambar 4.12 Lingko Sembong……………………………………………. 113

    Gambar 4.13 Lingkaran……. ……………………………………………. 113

    Gambar 4.14 Lingko Lodok..….…………………………………………... 115

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    Gambar 4.15 Lengker ……….……………………………………………. 116

    Gambar 4.16 Langang Waga..…………………………………………… 116

    Gambar 4.17 Sketsa Langang ………………………………….………… 117

    Gambar 4.18 Lingko Sembong dan Lingko Salang Cue……………….….. 118

    Gambar 4.19 Kayu Teno pada Lodok ………………….………………… 118

    Gambar 4.20 Atap Rumah Gendang yang Berbentuk Gasing …………… 123

    Gambar 4.21 Kayu Teno pada Lingko Lodok yang Berbentuk Gasing....... 123

    Gambar 4.22 Atap Rumah Gendang yang Berbentuk Kerucut ………...... 124

    Gambar 4.23 Moso pada Lingko Lodok yang Berbentuk Segitiga ………. 124

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kehidupan manusia dengan kebiasaaan-kebiasaannya yang sering

    dilakukan dan turun temurun pada setiap generasi dalam suatu kelompok

    masyarakat tertentu lambat laun akan menjadi suatu budaya yang melekat

    dalam kelompok masyarakat tersebut, sehingga setiap kelompok

    masyarakat bisa memiliki budaya yang berbeda-beda. Manusia bisa saja

    hidup berpindah-pindah tetapi budaya yang dianut atau dibuat dari lahir

    tidak bisa dilupakan walaupun budaya dimana tempat ia tinggal bisa

    mempengaruhi kehidupannya. Untuk itu, manusia yang berbudaya harus

    bisa merekonstruksi hal-hal yang sangat esensial dari budaya tanpa

    mengurangi nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tersebut agar budaya

    yang dianut atau dibuat tidak hilang eksistensinya. Mempelajari dan

    mengulas secara spesifik tentang kebudayaan merupakan salah satu cara

    untuk mendapatkan hakikat makna, wujud serta fungsi yang dapat

    memberikan sumbangsih atau konstribusi dalam ilmu pengetahuan (Ndia,

    2012).

    Manusialah pelaku kebudayaan. Ia menjalankan kegiatannya untuk

    sesuatu yang berharga dengan demikian kemanusiaannya semakin nyata

    (Bakker, 1984). Melalui kegiatan kebudayaan sesuatu yang sebelumnya

    hanya kemungkinan belaka bisa menjadi sesuatu yang berharga, unik, dan

    memiliki nilai estetika tersendiri dari budaya suatu etnik seperti bahasa,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi,

    sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian. Unsur-unsur

    kebudayaan ini hampir dimiliki oleh semua kebudayaan di dunia, Indonesia

    salah satunya. Unsur-unsur ilmu pengetahuan misalnya berhitung, keahlian

    praktis untuk pelayaran laut, pembuatan rumah adat, dll. Unsur teknologi

    misalnya kemampuan memakai panah, pelayaran dengan perahu cadik,

    menenun, membatik, dll; unsur agama misalnya animise, mitologi bulan dan

    matahari, pemujaan roh nenek moyang, selamatan, penghormatan

    pepunden, dll; unsur kesenian misalnya wayang dengan lakon-lakon

    purbakala, gamelan pelog; dan unsur bahasa misalnya mengolah sastra

    kecil, peribahasa, dongeng, pepatah, dll; serta unsur-unsur lainnya (Bakker,

    1984).

    Sebagai salah satu negara yang dikenal dengan keberagaman budaya

    yang memiliki keunikan tersediri dari setiap etniknya, budaya Indonesia

    berkembang dari kesatuan daerah yang kecil mengarah ke kesatuan lokal

    yang luas. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan,

    kebudayaan daerah mulai hilang eksistensinya bahkan bisa lenyap karena

    tidak adanya generasi yang bisa mempertahankan atau mewarisi

    kebudayaan daerah tersebut. Salah satu budaya asli Indonesia yang masih

    bertahan hingga sekarang adalah budaya menggarap tanah ulayat (tente teno

    atau lodok uma weru) yang berasal dari Manggarai.

    Budaya ini sudah dilakukan masyarakat Manggarai sejak dahulu.

    Lodok uma weru mengandung arti membuka kebun bundar baru/membuka

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    tanah ulayat baru. Budaya lodok uma weru ini menjadi unik karena dalam

    pembagiannya, lahan tidak dibagi dalam bentuk segiempat seperti biasanya,

    namun dibagi dari sentral sebuah tanah ulayat, sehingga sekilas tanah ulayat

    masyarakat Manggarai berbentuk seperti jaring laba-laba. Selain itu, budaya

    Manggarai yang masih bertahan hingga sekarang adalah rumah adat (mbaru

    gendang) di Wae Rebo yang berbentuk seperti kerucut, tenun ikat (lipa

    songke), tarian caci, sastra lisan, perhitungan tradisional, tukar menukar

    barang kebutuhan manusia dan lain sebagainya. Hal-hal yang berkaitan

    dengan budaya Manggarai dalam aplikasinya mengunakan kebiasaan atau

    kepercayaan setempat akan suatu hal. Setiap hasil budaya yang dihasilkan

    mempunyai filosofi yang diyakini berkaitan dengan moral dan nilai-nilai

    kehidupan masyarakat Manggarai yang dijadikan pedoman untuk hidup

    bersama yang lebih sejahtera dan rukun. Selain memiliki filosofi tersendiri,

    kebudayaan juga mengandung nilai-nilai atau unsur ilmu pengetahuan,

    salah satunya adalah matematika. Sebagai ilmu, matematika berkaitan

    dengan pola, baik pola bilangan maupun pola dalam geometri. Hal ini juga

    berhubungan dengan pada matematika yang ada dalam budaya Manggarai,

    hasil-hasil budaya masyarakat Manggarai sekilas berhubungan dengan

    matematika dalam pola-pola geometri seperti rumah adat (mbaru gendang)

    di Wae Rebo yang bentuknya seperti kerucut, motif-motif tenun ikat (lipa

    songke), lingko lodok, dan lain sebagainya.

    Pada budaya Manggarai, belum ada landasan ilmiah yang tertulis

    bahwa ilmu matematika atau ilmu pengetahuan modern yang melandasi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    setiap pengetahuan dan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat

    Manggarai. Masalah-masalah kontekstual yang ada di masyarakat

    Manggarai banyak berkaitan dengan matematika yang secara sadar dan

    tidak sadar telah dilakukan sejak jaman leluhur masyarakat Manggarai dan

    masyarakat Manggarai hanya mengikuti tradisi, kebiasaan dan budaya yang

    sudah dilakukan secara turun temurun dari leluhurnya. Pada hakekatnya

    matematika tumbuh dari keterampilan atau aktivitas lingkungan budaya,

    sehingga matematika seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budayanya

    (Pinxten, 1994). Matematika yang berkembang dalam lingkungan

    masyarakat atau etnomatematika merupakan adanya penerapan matematika

    dalam budaya suatu etnik tertentu.

    Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti mengangkat

    permasalahan tersebut melalui sebuah penelitian yang berjudul “STUDI

    EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA PADA LINGKO LODOK

    DALAM BUDAYA MASYARAKAT MANGGARAI”

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengidentifikasikan

    masalah sebagai berikut:

    1. Belum ada landasan ilmiah yang tertulis pada hasil-hasil budaya

    masyarakat Manggarai.

    2. Kebudayaan lokal yang mulai hilang eksistensinya seiring dengan

    perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    C. Batasan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti

    membatasi masalah yang akan diteliti agar penelitian bisa terlaksana dengan

    baik, yaitu:

    1. Lingko lodok yang akan diteliti adalah lingko lodok yang terletak di Desa

    Meler, Cancar, Kab. Manggarai.

    2. Landasan ilmiah atau landasan matematika tentang geometri

    (khususnya pada lingkaran dan poligon) yang berkaitan dengan lingko

    lodok.

    3. Eksplorasi keterkaitan budaya lingko lodok dengan landasan

    matematika.

    D. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana lingko lodok dari sudut pandang budaya Manggarai?

    2. Bagaimana hubungan/kaitan lingko lodok dengan matematika dari sudut

    pandang matematika?

    E. Tujuan Penelitian

    1. Mendeskripsikan lingko lodok dari sudut pandang budaya Manggarai.

    2. Mendeskripsikan keterkaitan lingko lodok dengan matematika dari

    sudut pandang matematika.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    F. Batasan Istilah

    Untuk menghindari terjadinya kesalahpamahan istilah, maka peneliti perlu

    memberikan batasan istilah, yaitu:

    1. Etnomatematika merupakan matematika yang diterapkan atau

    digunakan oleh suatu kelompok etnik tertentu.

    2. Lingko lodok merupakan tanah ulayat yang dibagikan kepada

    masyarakat yang berbentuk seperti jaring laba-laba.

    G. Manfaat Penelitian

    Lingko lodok merupakan salah satu tradisi dalam pembagian tanah ulayat

    untuk dikelola oleh masyarakat yang terdapat di daerah Manggarai Raya

    (Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai Tengah, dan

    Kabupaten Manggarai Timur) yang masih dilakukan sampai sekarang.

    Penelitian diharapkan bisa bermanfaat untuk menambah wawasan dan

    kepustakaan mengenai penelitian etnomatematika, diantaranya:

    1. Manfaat teoritis

    Dalam bidang matematika, penelitian ini diharapkan bisa

    memberikan sumbangsih yang berguna terhadap matematika agar

    memperkaya pengetahuan matematika yang telah ada.

    2. Manfaat praktis

    Dalam bidang budaya, penelitian ini diharapkan dapat

    mengembangkan budaya lingko lodok berdasarkan makna budaya

    agar nilai-nilai yang terkandung dalam lingko lodok bisa tetap

    terjaga dan tidak hilang.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    Dalam bidang pendidikan, penelitian ini diharapkan bisa menjadi

    dasar adanya penerapan budaya yang menjadi salah satu metode

    pembelajaran di sekolah khususnya pelajaran matematika, agar

    pembelajaran lebih bervariasi dan budaya Manggarai tetap bisa

    dilestarikan dan dikembangkan.

    Dalam bidang pariwisata dan pemerintah daerah, dimanfaatkan

    untuk meningkatkan pendapatan daerah setempat, yaitu sebagai

    wisata budaya dan adat yang berakar pada keaslian daerah.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Budaya Manggarai

    1. Pengertian dan unsur-unsur kebudayaan

    1.1.Pengertian

    Koentjaningrat (1990: 181) mengartikan kata kebudayaan atau

    dalam bahasa Inggris culture berasal dari bahasa Sansekerta yaitu

    buddhayah. Kata buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari

    budi, dapat diartikan sebagai budi atau akal. Kebudayaan juga dapat

    diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal.

    Bakker (1984: 22) mendefinisikan bahwa kebudayaan adalah

    keseluruhan penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai

    insani. Sedangkan dari segi antropologi kebudayaan dalam Subagyo

    dan Sudartomo (2009: 323) menyatakan bahwa kebudayaan

    diartikan sebagai tata kehidupan, way of life, kelakuan. Dari situ

    dapat diartikan bahwa semua hal yang berkaitan dengan hasil

    ciptaan manusia sebagai subyek masyarakat adalah kebudayaan.

    1.2.Unsur–Unsur kebudayaan

    Unsur-unsur kebudayaan menurut J.W.M. Bakker (1984: 37-50)

    terbagi menjadi dua yaitu:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    1.2.1. Kebudayaan subjektif

    Dipandang dari aspirasi fundamental yang ada pada manusia,

    nilai-nilai batin dalam kebudayaan subjektif terdapat dalam

    perkembangan kebenaran, kebajikan dan keindahan.

    1.2.2. Kebudayaan objektif

    Nilai-nilai objektif yang disebut juga hasil kebudayaan, alat,

    aspek-aspek dan unsur-unsur kebudayaan itu dapat

    disistematisasikan menurut beberapa prinsip pembagian seperti

    berikut:

    1.2.2.1. Ilmu pengetahuan

    Ilmu pengetahuan meliputi sains (ilmu-ilmu eksakta) dan

    humaniora (sastra, filsafat, sejarah, dll).

    1.2.2.2. Teknologi

    Berdasarkan pengetahuan alam, terknik bertujuan untuk

    memfaedahkan sumber-sumber alam agar terjaminlah

    makanan, perumahan, komunikasi, dll yang perlu untuk

    derajat hidup yang layak.

    1.2.2.3. Kesosialan

    Kesosialan sebagai sifat, unsur, asas, dan alat

    demikian erat berhubungan dengan kebudayaan,

    sehingga hanya dapat dibedakan secara konseptual saja.

    Kesosialan meliputi fungsi dalam institusi-institusi

    asasi sebagai keluarga monogram, masyarakat adil dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    makmur, desa dan kota, bangsa dan negara. Bahasa,

    dengan wujud ilmu komunikasi dan kesusteraan

    mencakup bahasa daerah, pantun, syair, novel-novel, dan

    lain sebagainya.

    1.2.2.4. Ekonomi

    Lapangan ekonomi lazimnya dibagi dalam tiga

    sektor, dan yang masing-masing sektor mencerminkan

    dengan cukup baik corak suatu kebudayaan dan orientasi

    pokoknya. Tiga sektor tersebut saling berkaitan satu

    sama lain dan melengkapi kehidupan manusia sehingga

    kehidupan manusia terus meningkat ke arah yang lebih

    baik.

    Sektor primer mencurahkan tenaga ekstraksi yang

    terdiri atas pertambangan, pertanian, peternakan, dan

    perikanan. Sektor sekunder mengolah bahan mentah

    yang diproduksi dalam sektor primer dan meliputi

    industri, kerajinan dan pembangunan. Sektor tersier

    meliputi segala macam pelayanan kepada masyarakat,

    meliputi pencaharian, distribusi, komunikasi, hukum,

    keamanan, pendidikan, perguruan, kesehatan, kesenian

    dan hiburan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    1.2.2.5. Kesenian

    Kesenian meliputi seni rupa, seni suara, seni tari, seni

    sastra dan dramatik.

    1.2.2.6. Agama

    Agama sebagai sistem obyektif, terdiri dari bahan ajaran

    (pasal-pasal iman), peraturan (moral), dan upacara-

    upacara (ibadat) yang menjawab kepada tuntutan zaman.

    2. Budaya Manggarai

    2.1. Letak Geografis – Topografi dan Iklim

    Manggarai adalah suatu daerah yang terletak di barat pulau

    Flores, NTT. Dulunya Manggarai hanya satu kabupaten, tetapi

    sekarang Manggarai telah dimekarkan menjadi tiga kabupaten

    (Nggoro, 2006: 23), yaitu Manggarai Timur (Borong), Manggarai

    (Ruteng), Manggarai Barat (Labuan Bajo). Terpecahnya Manggarai

    menjadi tiga kabupaten tidak menjadi masalah dalam rasa

    persaudaraan, budaya, dan kecintaan terhadap Manggarai.

    Adapun letak geografis daerah Manggarai yaitu sebagai berikut:

    1. Bagian timur dibatasi oleh Kabupaten Ngada,

    2. Bagian barat dibatasi oleh Selat Sape,

    3. Bagian utara dibatasi oleh Laut Flores,

    4. Bagian selatan dibatasi oleh pulau Sumba (Rahmat, 1985:18)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    Berdasarkan data makro/pola umum pembangunan NTT

    (Rahmat, 1985: 8-9), Manggarai dapat di kategorikan sebagai

    berikut:

    1. Manggarai terbentuk sejak zaman mesozoikum (140 juta tahun

    lalu) dan terus ke zaman tertier (lebih dari 65 juta tahun yang

    lalu) dan kuarter (lebih dari 600.000 tahun yang lalu). Bahannya

    terdiri dari bahan endapan vulkanik.

    2. Dari segi topografi Manggarai adalah daerah yang berbukit,

    bergunung dan sebagiannya dataran (padang). Dulu, moyang

    Manggarai mendirikan rumah-rumah (kampung) di bukit atau

    Gambar 2.1 Peta Provinsi NTT

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    gunung sehingga kampung itu dalam bahasa Manggarainya ialah

    beo atau golo lonto. Golo artinya: bukit, gunung, kris. Mereka

    mendirikan kampung di bukit/gunung supaya terhindar dari

    serangan musuh. Verheijen (1991:23) menyatakan bahwa

    dapatlah dimengerti bahwa orang Manggarai mendirikan

    kampungnya jauh dari pantai atau di pedalaman.

    3. Manggarai tergolong memiliki iklim kering. Musim hujan

    berkisar antara bulan Desember/Januari sampai Maret/April,

    sedangkan musim kemarau berkisar antara bulan Mei/Juni

    sampai bulan Oktober/November.

    2.2. Unsur-unsur Kebudayaan Manggarai

    2.2.1. Struktur dan kehidupan sosial

    Sistem kekerabatan yang berlaku di Manggarai bersifat

    patrilineal (garis keturunan ayah) (Verheijen, 1977: 99). Dari

    segi keturunan, seluruh warga wa’u masih dibedakan atas

    berbagai kelompok, yaitu: kelompok keturunan sulung (wae

    tu’a), kelompok keturunan sesudahnya (wae shera), dan

    kelompok keturunan bungsu (wae koe). Selain kekerabatan dari

    segi keturunan, kekerabatan dapat terjadi akibat perkawinan

    (woe nelu), yaitu keluarga pemberi gadis disebut anak rona dan

    keluarga penerima gadis disebut anak wina. Dalam sistem

    kekerabatan yang diciptakan dari pola perkawinan ini,

    kedudukan anak rona sangat penting dan karena itu anak rona

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    sangat dihargai oleh anak wina dalam berbagai urusan adat, baik

    itu perkawinan maupun kematian.

    Perkawinan antara muda mudi di Manggarai dapat terjadi

    antara pasangan yang berasal dari keturunan yang sama (bukan

    kandung) (Deki, 2011: 65). Selain perkawinan, ada juga acara

    kematian (tae mata) yang dikhususkan pada kematian manusia.

    Tae mata mempunyai susunan acara yang cukup lengkap, yaitu:

    sejak kematian sampai malam saung ta’a (acara perpisahan

    secara resmi antara keluarga yang masih hidup dengan yang

    sudah meninggal), dan kelas (pesta kenduri) (Nggoro, 2006:

    167). Pada prosesi kelahiran, dikenal dengan adanya deklarasi

    bayi yang baru lahir dengan munculnya istilah entap

    dinding/entap siding yang berarti memukul sekat/bilik rumah

    pada kamar keluarga yang sedang bersalin dengan sebutan

    istilah ata one (sebutan untuk anak laki-laki) yang berarti orang

    dalam karena akan tinggal di kampung halaman dan mendapat

    warisan dari orang tua atau ata pe’ang (sebutan untuk anak

    perempuan), yang berarti orang luar karena setelah menikah,

    anak perempuan akan mengikuti suaminya.

    Pelapisan sosial dalam masyarakat Manggarai pada zaman

    dahulu terdiri atas tiga lapisan, yaitu golongan keraeng

    (bangsawan), ro’éng (orang biasa), dan mendi (budak) (Deki,

    2011: 79). Dasar pelapisan itu adalah keturunan dari klan-klan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    yang dianggap mempunyai sifat keaslian, senioritas, atau

    pengaruh politis. Ada juga lapisan-lapisan yang diklasifikasikan

    ke dalam status dan strata sosial yang sama seperti Dalu dan

    Gelarang.

    Ada beberapa tetua adat yang ada di masyarakat Manggarai

    yang menjadi penguasa atau pemimpin tradisional masyarakat

    Manggarai dalam suatu kampung (béo/golo) menurut Nggoro

    (2006: 76-81), yaitu:

    2.2.1.1. Tu’a kilo/Tu’a Panga

    Tu’a kilo/tu’a panga (tu’a = ketua, kepala; kilo =

    keluarga, pasangan hidup, takaran; panga = cabang kayu,

    ranting). Istilah tu’a kilo/tu’a panga merujuk kepada jabatan

    pemimpin adat dalam masyarakat yang dipilih bersama, atau

    bisa berarti sebagai kepala keluarga tingkat ranting (kepala

    subklan) dalam suatu kampung.

    Untuk menjabat sebagai tu’a kilo/tu’a panga mestinya

    memahami budaya, mampu berbicara, menetapkan adat

    istiadat yang tepat, arif dan bijaksana sudah menikah,

    mampu memimpin, dan tak memandang usia.

    Dalam penerapannya, keluarga ranting (subklan) bersatu

    dan mempunyai tanggung jawab yang sama dalam urusan

    umum dalam suatu kampung seperti: penti (acara syukuran),

    lodok uma weru/tente teno (membuka kebun bundar/tanah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    ulayat baru), pande kintal beo (membuat pagar kompleks

    kampung).

    2.2.1.2. Tu’a golo

    Tu’a golo terdiri dari dua kata yaitu tu’a yang berarti

    ketua, kepala, pemimpin dan golo yang berarti bukit,

    gunung, kris. Tu’a golo berarti kepala pemerintahan

    kampung. Kriteria untuk menjadi tu’a golo adalah sudah

    mencapai usia dewasa, sudah menikah, orang asli kampung

    tersebut, sehat jasmani maupun rohani, memahami adat

    Manggarai, mampu memimpin, yang dipilih berdasarkan

    musyawarah dan mufakat warga kampung atau antara tu’a-

    tu’a kilo, dan bisa juga dipilih secara aklamasi.

    Tugas dan wewenang tu’a golo adalah untuk memimpin

    sidang warga kampung menyangkut kepentingan warga

    kampung misalnya dalam hal membuat pagar kompleks

    kampung, mengadakan rehabilitasi rumah adat/membangun

    rumah adat (pande cuwir kole mbaru tembong/ pande mbaru

    tembong weru), bersih kubur (we’ang boa), membersihkan

    air minum (barong wae teku).

    2.2.1.3. Tu’a teno

    Tu’a teno adalah kepala pembagian tanah ulayat. Tu’a

    berarti ketua/kepala; teno berarti kayu teno. Tu’a teno dipilih

    secara musyawarah karena tu’a teno mewakili tuan tanah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    dari kerabat lain. Tuan tanah adalah pemilik tanah dalam arti

    (merekalah) yang pertama tinggal, menetap di lokasi atau

    sekitar tanah tersebut, sehingga dapat mamahami status

    kepemilikan tanah, sejarah tanah tersebut, dan biasanya

    menjadi tu’a teno. Tu’a teno haruslah memiliki sikap

    demokrasi, fleksibel seperti ciri-ciri kayu teno yang elastis.

    2.2.1.4. Tongka

    Arti kata tongka adalah takaran dan juru bicara

    perkawinan. Kata tongka bisa digunakan dalam dua aspek

    pada bahasa Manggarai. Sebagai arti juru bicara perkawinan,

    tongka sering dilibatkan dalam acara perkawinan baik dari

    keluarga laki-laki maupun keluurga perempuan yang

    bertugas untuk mewakili masing-masing keluarga besar

    dalam acara pernikahan.

    2.2.2. Ilmu pengetahuan

    Masyarakat Manggarai sejak dulu sudah mengenal sastra

    khususnya sastra lisan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

    Sastra lisan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam

    masyarakat Manggarai. Ada dua bentuk sastra yang sudah

    menjadi lazim, yakni prosa naratif yang terungkap dalam

    berbagai kisah rakyat (tombo nunduk dan tombo turuk) dan puisi

    lirik yang diekspresikan melalui peribahasa, tamsil-tamsil

    (go’et), syair-syair doa (torok tae atau tudak) dan syair-syait lagu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    (dere) rakyat (Janggur, 2010). Sejarah lisan maupun tradisi lisan

    merupakan sebuah perilaku budaya yang harus dilakoni setiap

    warga generasi sebagai jati diri sejarah tanah air dan

    keturunannya (Jacob, 1990: 442).

    2.2.3. Bahasa Manggarai

    Bahasa Manggarai menjadi umum dan hampir dikuasai oleh

    semua orang Manggarai di berbagai wilayah. Menurut KoO

    (1984: 25), pembagian bahasa di Manggarai dapat ditelusuri dari

    klasifikasi kata “tidak”. Masyarakat Manggarai Tengah dan

    Manggarai Barat menggunakan kata toe untuk mengatakan

    tidak, masyarakat Rongga menggunakan kata mbaen, sedangkan

    masyarakat Rembong menggunakan kata pae. Perbedaan yang

    lebih mencolok terletak pada kosa kata, dialek, dan konsonan-

    vokal yang dimiliki tiap daerah.

    2.2.4. Teknologi

    Masyarakat Manggarai di masa lalu sudah mengenal bahkan

    mampu menghasilkan peralatan atau perkakas yang dibutuhkan

    untuk kehidupannya. Begitupun teknologi pembuatan minuman

    tradisional juga sudah dikenal di masyarakat Manggarai, yakni

    proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damar

    sehingga menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau

    tuak. Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal

    cara pembuatan obat-obatan yang berasal dari daun-daunan,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    misalnya londek jembu yaitu pucuk daun jambu untuk

    mengobati sakit perut, kayu sita untuk pengombatan disentri.

    Ada beberapa unsur yang termaksud dalam peralatan dan

    teknologi Manggarai menurut Dagur (1990), yaitu:

    1) rumah adat (mbaru tembong atau mbaru niang) yang

    berbentuk kerucut dan bersegi lima yang terdiri atas tiga bagian

    utama, yaitu ngaung (bagian bawah rumah yang memiliki

    kolong), bate ka’eng (tempat tinggal), dan wuwung (atap) yang

    terbuat dari ijuk untuk atapnya, dan papan untuk dindingnya. 2)

    alat-alat produksi tradisional, meliputi: kope (parang), beci

    (tofa), ngencung (lesung), alu, lewing tana (periuk dari tanah

    liat). 3) senjata untuk berperang, meliputi: kope banjar (parang

    panjang), korung dan vokad (rombak), kiris (keris), panah. 4)

    pakaian dan perhiasan, meliputi baju dan kain (lipa) seperti baju

    kembiang, towe mbiris, selendang slampe, towe songke, sapu

    curuk, lalong-ndeki, golo, dan nggorong (Verheijen, 1977: 54).

    Sedangkan perhiasan yang dipakai seperti gelang (nekar, cake,

    meloso), tuni mbero, tubi rapa, anting-anting, bali-belo (hiasan

    kepala wanita seperti mahkota), luju dan retu. 5) berbagai bentuk

    wadah, meliputi: langok, joreng, cecer (tempat penyimpanan

    padi atau jagung yang berukuran besar), roto atau beka (wadah

    yang berfungsi sebegai tempat penyimpanan jagung yang

    berukuran kecil), bakul, doku, lide, luni, tongka, lorang. 6) alat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    transportasi umumnya menggunakan tenaga sendiri, hewan

    (kerbau atau kuda) dan sampan.

    2.2.5. Sistem mata pencaharian

    Masyarakat Manggarai sebagian besar bermata pencaharian

    sebagai petani. Tahah yang digarap oleh orang Manggarai adalah

    unik adanya. Tanah ulayat dalam istilah Manggarai disebut

    lingko dan menggarap tanah ulayat disebut tente teno. Tente

    teno/lodok uma weru berarti membuka kebun bundar/ kebun

    ulayat baru oleh sekelompok masyarakat atau suatu warga

    kampung yang dipimpin oleh tua teno (kepala pembagi tanah

    ulayat) (Nggoro, 2006). Terdapat tiga jenis aktivitas yang

    berkaitan dengan mata pencaharian masyarakat Manggarai,

    yaitu: bekerja di ladang atau sawah, berburu, beternak.

    2.2.6. Kesenian

    Menurut Nggoro (2006), kesenian masyarakat Manggarai

    yang berupa seni pertunjukkan diekspresikan melalui seni

    musik, seni tari, dan seni rupa. Di Manggarai juga tumbuh dan

    berkembang berbagai jenis kesenian khas daerah ini seperti seni

    pertunjukan (tari, musik, nyayian), seni arsitektur (rumah),

    berupa benda-benda indah, atau kerajinan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    2.2.6.1. Seni pertunjukan

    2.2.6.1.1. Caci

    Menurut Nggoro, nama caci sendiri berasal dari dua kata

    yaitu "ca" yang berarti satu dan "ci" artinya uji. Jadi caci

    bermakna uji satu lawan satu untuk membuktikan siapa yang

    benar dan salah. Kelengkapan caci adalah perisai (giliq),

    tali (larik) yang kemudian digunakan sebagai cambuk serta

    pelindung kepala (pangga).

    Caci sudah merupakan puncak kebudayaan Manggarai

    yang unik dan sarat makna: seni gerak (lomes), nilai etika

    (sopan santun), nilai estektika, muatan nilai persatuan,

    ekspresi sukacita, nilai sportivitas, serta penanaman percaya

    diri. Tarian caci biasanya dilagakan di depan rumah adat,

    antara Mbaru gendang dan Compang dan ditarikan atau

    dimainkan oleh para lelaki (ata reba). Diiringi musik dari

    gong dan gendang, sebagian besar pemusiknya adalah kaum

    hawa, dan sekelompok orang memainkan danding (lagu dan

    tarian).

    2.2.6.1.2. Tari-tarian dan Nyayian

    Tari-tarian yang terdapat dalam budaya Manggarai

    adalah Tarian Rangkuk Alu, Sae, Ronda, Tarian Dundung

    Dake, Sanda, Mbata, dan Nenggo.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    2.2.6.1.3. Alat musik

    Alat musik yang digunakan dalam budaya orang

    Manggarai adalah gong dan gendang.

    2.2.6.2. Kerajinan

    2.2.6.2.1 Tenun ikat

    Tenun ikat yang dimiliki oleh orang Manggarai biasa

    disebut dengan lipa songke. Songke ini sendiri tidak hanya

    bisa dijadikan sarung (lipa songke), tetapi juga bisa dijadikan

    selendang songke, topi songke (songkok), dan banyak

    jenisnya. Kain songke adalah hasil kerajinan tangan wanita

    Manggarai (Dagur, 1990).

    Menurut Dagur (1990), Warna dasar hitam pada songke

    melambangkan sebuah arti kebesaran dan keagungan orang

    Manggarai serta kepasrahan bahwa semua manusia akhirnya

    akan kembali pada Yang Maha Kuasa, sedangkan aneka

    motif pada kain songke mengandung banyak makna sesuai

    motif itu sendiri seperti motif wela kawong bermakna

    interdependensi antara manusia dengan alam sekitarnya.

    Motif ranggong (laba-laba) bersimbol kejujuran dan kerja

    keras. Motif ju’i (garis-garis batas) pertanda keberakhiran

    segala sesuatu, yaitu segala sesuatu ada akhirnya, ada

    batasnya. Motif ntala (bintang) terkait dengan harapan.

    Motif wela runu (bunga runu), yang melambangkan sikap

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    atau etos bahwa orang Manggarai bagaikan bunga kecil tapi

    memberikan keindahan dan hidup di tengah-tengah kefanaan

    ini.

    2.2.6.2.2 Anyaman

    Kerajinan wanita-wanita Manggarai lainnya selain lipa

    songke adalah anyaman dari daun pandan seperti loce (tikar),

    tange (bantal), lancing (tempat menyimpan hasil pertanian),

    luni (karung kecil), potang (sarang ayam), doku (tempat

    tampi beras) (Nggoro, 2006).

    2.2.7 Seni arsitektur

    2.2.7.1 Mbaru gendang

    Mbaru gendang (mbaru: rumah). Mbaru gendang biasa

    juga disebut dengan mbaru tembong (tembong: gong). Arti

    budaya mbaru gendang atau mbaru tembong adalah rumah

    adat yang berbentuk kerucut (niang).

    Konstruksi mbaru tembong ini beratapkan ijuk (wunut)

    yang berbentuk sepeti kerucut, di ujung atap rumah dipasang

    tanduk kerbau (rangga kaba). Simbol ini sebagai lambang

    kejantanan dan betapa pentingnya kerbau dalam aktivitas

    orang Manggarai. Selain itu, mbaru tembong ini digunakan

    untuk rapat umum warga kampung dan dibangun cukup

    besar untuk satu keluarga besar. Letak mbaru tembong

    sendiri harus berada di sentral kampung, bagian depan pintu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    mbaru tembong langsung berhadapan dengan halaman

    kampung (natas), dan berdekatan dengan compang (tempat

    sesajian ditengah kampung) (Nggoro, 2006: 31-32).

    2.2.7.2 Compang

    Compang merupakan tempat sesajian yang terletak di

    halaman kampung atau sekitarnya. Compang berbentuk

    lingkaran yang menyerupai meja persembahan, terbuat dari

    tumpukkan tanah dan batu-batuan. Di tengah compang

    tumbuh pohon besar (langke).

    2.2.8 Kepercayaan

    Masyarakat Manggarai pada tempo dulu menganut

    kepercayaan animisme dan dinamisme (percaya pada roh-roh

    halus/dewa) (Nggoro: 2006). Diyakini bahwa roh halus itu

    tinggal di pohon-pohon besar (langke) seperti di sumber air (one

    ulu wae), di rawa-rawa (one temek), dan di hutan lebat (puar

    mese/poco), sehingga tempat tersebut dianggap mempunyai

    sumber kekuatan yang disebut pong (Verheijen, 1991:233).

    Kemudian leluhur orang Manggarai berupaya menanam kembali

    bibit pohon besar itu (langke) agar tumbuh di tengah kampung

    yang disebut compang.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    B. Sistem penggarapan tanah ulayat (tente teno)

    Berbicara tentang tanah ulayat hampir sama di setiap daerah. Akan

    tetapi proses menggarap tanah ulayat berbeda-beda di setiap daerah,

    termasuk istilah budaya yang digunakan dalam kaitan tanah ulayat tersebut.

    Istilah tanah ulayat di daerah Manggarai dikenal dengan sebutan lingko dan

    menggarap tanah ulayat (lingko) dikenal dengan istilah tente teno.

    Berikut akan diuraikan empat hal penting dalam proses tente teno

    menurut Nggoro (2006: 179-186).

    Gambar 2.2 Lingko lodok

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    1. Arti tente teno

    Tente teno terdiri dari dua kata yaitu tente yang berarti tanam,

    menanam dan teno yang berarti nama sejenis kayu yaitu kayu teno.

    Tente teno memiliki arti membuka kebun bundar/kebun ulayat baru oleh

    sekelompok masyarakat atau suatu warga kampung yang dipimpin oleh

    tu’a teno. Sinonim kata tente teno adalah lodok uma weru.

    Lodok berarti sentral tanah ulayat (lingko) yang akan menjadi titik

    awal pembagian lahan. Pada lodok inilah diadakan tente teno. Hanya

    satu lodok untuk satu tanah ulayat.

    2. Latar belakang tente teno

    2.1. Haju teno (kayu teno)

    Ada beberapa keunikan dan kelebihan kayu teno, yaitu:

    2.1.1 Bentuk batangnya/pohonnya lurus (heluk), menurut paham

    orang/moyang Manggarai bahwa ciri kayu teno yang lurus itu

    adalah simbol sikap jujur, dapat dipercaya oleh orang lain (imbi

    lata laing).

    2.1.2 Kayu teno kurang bercabang (toe danga manga panga)

    artinya proses pembagian tanah ulayat (lingko) dilandasi rasa

    keadilan.

    2.1.3 Bila daunnya gugur, dapat menyuburkan tanah; juga

    memiliki batang pohon yang halus, lembut (hemel). Artinya,

    kiranya dibutuhkan suasana hati, pikiran, dan perilaku yang

    penuh demokrasi, sukacita, ada kedamaian, lemah lembut,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    kesabaran, tidak otoriter, tidak ada rasa dengki, dan tidak

    cemburu dalam hal membagi tanah.

    2.1.4 Memiliki kulit kayu yang tebal (loke haju kimpur). Kulit

    kayu yang tebal itu dapat digunakan sebagi tali rentang batas

    pembagian tanah setiap peserta yang berhak mendapat

    pembagian tanah. Makna kulit kayu itu dalam konteks budaya

    Manggarai adalah agar tanah yang digarap itu dijauhkan dari

    segala penyakit, hama wereng tanaman, agar kiranya tanah

    tersebut mendatangkan hasil panen yang berlimpah.

    2.2 Ruha manuk kampung/beo (telur ayam kampung)

    Menurut tradisi moyang Manggarai, telur itu merupakan simbol

    dari tuak robo (minuman alkohol dari pohon enau yang tersimpan di

    robo). Dahulu moyang Manggarai memakai robo untuk menyimpan

    minuman tuak robo itu dan motif robo menyerupai bentuk telur

    ayam.

    Tuak robo dalam tente teno dilambangkan sebagai

    penghormatan, penghargaan terhadap roh-roh/jin/leluhur yang

    dianggap empunya tanah, agar mereka dapat memberi berkat,

    mendatangkan hasil yang berlimpah dari hasil kerja pada tanah

    ulayat itu.

    Berkaitan dengan telur ayam yang disajikan waktu membuka

    kebun bundar adalah harus dari telur ayam kampung yang baik, tidak

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    busuk yang memiliki arti simbol penghormatan harus dari hati yang

    bersih dan jujur.

    2.3 Saung ngelong

    Saung ngelong adalah daun ngelong yang berciri khas berdaun tipis,

    kecil, dan tumbuh di tempat-tempat yang lembab, tanah humus, dan

    subur. Penggunaan saung ngelong ini memiliki arti, kebun yang

    akan digarap senantiasa subur, berhumus, agar semua tanaman dapat

    tumbuh dengan subur dan mendatangkan hasil yang berlimpah.

    3. Proses tente teno

    Proses tente teno dimulai dengan menancapkan kayu teno yang

    memiliki panjang satu meter di atas permukaan tanah, satu butir telur

    ayam kampung, dan segenggam daun ngelong, kemudian di sekitar kayu

    teno dibuatkan pagar kecil yang jumlahnya sesuai dengan jumlah

    peserta yang mendapat pembagian tanah ulayat tersebut. Tali

    direntangkan dari kayu teno sebagai pilar sentral itu ke setiap pagar-

    pagar kecil dan panjang pagar kecil itu harus sama dengan panjang kayu

    teno. Dari tiang kayu teno tersebut direntangkan tali pada setiap pagar

    kecil itu masing-masing sampai batas terluar area tanah (cicing)

    sehingga dengan demikian dapat membentuk area pembagian tanah

    setiap peserta.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    4. Hasil tente teno

    4.1 Moso adalah lokasi pembagian tanah yang dimiliki secara

    perorangan.

    4.2 Lodok adalah titik awal membagi tanah ulayat (lingko). Hanya satu

    lodok untuk satu tanah ulayat. Lodok letaknya di tengah area tanah

    ulayat, diharapkan panjang/luas ukuran tanah pembagian setiap

    orang diupayakan sama ukurannya atau hampir sama. Bisa

    berbeda apabila bentuk tanahnya tak simetris. Lodok mestinya

    dikosongkan (tidak diolah) untuk dijadikan sebagai tempat

    sesajian.

    . Moso

    Cicing

    Gambar 2.3 Sketsa lingko lodok dan bagian-bagiannya

    Lodok

    Galong

    Banta

    Langang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    4.3 Cicing adalah batas ujung, luar tanah. Pada batas terluar tanah

    yang dimaksud yakni dibatasi oleh tanah milik pribadi atau tanah

    ulayat lain. Oleh karena itu, agar tidak terjadi perebutan batas

    cicing, dan agar tak masuk binatang yang merusak tanaman, maka

    bagian cicing tanah ulayat harus dibatasi dengan pagar (kena) dan

    atau got (ngali).

    4.4 Banta artinya pematang yang berfungsi untuk menahan erosi,

    sehingga tanah tetap humus dan subur.

    4.5 Galong artinya petak. Galong ialah pecahan-pecahan dari

    pembagian tanah. Ukuran satu galong hampir sama ukuran atau

    kapling tanah. Batas antara galong yang satu dengan galong yang

    lain disebut banta/pematang.

    4.6 Langang artinya batas. Langang adalah batas area tanah

    pembagian antara seorang demi orang dalam satu tanah ulayat dan

    antara seorang/tanah ulayat dengan tanah ulayat lainnya.

    5. Randang lingko

    Randang lingko adalah upacara adat persembahan, syukuran,

    sesajian kepada leluhur/roh yang dianggap empunya tanah dengan

    mengorbankan seekor kerbau jantan dalam hal membuka kebun

    bundar/tanah ulayat baru.

    Pada saat randang lingko juga dihadiri oleh kelompok-kelompok

    masyarakat sekitarnya (batas terdekat tanah ulayat itu). Tujuan

    kehadiran mereka untuk menyaksikan keabsahan tanah tersebut, dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    merekalah saksi jika tanah ulayat lain menyangkut status tanah ulayat

    itu. Tak semua pembukaan tahan ulayat melaksanakan randang lingko.

    Semuanya tergantung kesanggupan masyarakat.

    C. Etnomatematika

    1. Hakekat matematika

    Matematika dalam penggunaannya tidak pernah terlepas dari

    kehidupan sehari-hari. Masalah-masalah kontekstual yang sering terjadi

    bisa diselesaikan menggunakan matematika. Awal ditemukannya

    matematika tidak bisa ditentukan, secara sadar ataupun tidak sadar,

    semua orang menggunakan matematika dalam kehidupannya. Menurut

    Berlinghoff dan Gouvea (2004),

    ”anthropologist have foud many prehistoric artifacts that can,

    perhaps be interpreted as mathematical. The oldest such artifacts

    were found in Africa and date as far back as 37.000 years. They

    show that men and women have been engaging in mathematical

    activities for a long time. Modern anthropologists and the students

    of ethnomathematics also observe that many cultures around the

    world show a deep awareness of form and quantity and can often

    do quite sophisticated and difficult things that require some

    mathematical understanding. These range all the way from laying

    out a rectangular, base for a building to devising intricate patterns

    and design in weaving, basketry, and other crafts.”

    Matematika dapat dipandang dalam tiga identitas, yaitu (Didi,

    2014):

    1.1. Matematika sebagai suatu kumpulan alat (kumpulan metode)

    untuk memecahkan masalah. Selain itu, matematika diartikan

    sebagai kumpulan metode untuk menyelesaikan berbagai

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    persoalan di dunia, termasuk persoalan pada berbagai bidang ilmu

    lain, misalnya fisika, kimia, ekonomi, dll.

    1.2. Matematika sebagai suatu ilmu

    Matematika sebagi ilmu diartikan sebagai ilmu tentang pola

    dan struktur yang berlandaskan pada logika. Aktivitas matematika

    sebagai ilmu adalah aktivitas yang di dalamnya terjadi proses

    pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-

    hari ke dalam matematika atau sebaliknya, meliputi aktivitas

    mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan

    atau alat, membuat pola, membilang, menentukan lokasi, bermain,

    menjelaskan, dan sebagainya.

    1.3. Matematika sebagai suatu bahasa, matematika dapat dipandang

    sebagai suatu perangkat aturan dan lambang yang dapat digunakan

    untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien. Contoh: untuk

    menyampaikan pikiran bahwa “tiga ditambah empat sama dengan

    tujuh”, orang biasa menulis “3+4 = 7”, demikian juga untuk

    menyampaikan informasi bahwa “produksi suatu pabrik

    mengalami kenaikan”, orang biasa menggambarkan dengan

    grafik.

    2. Etnomatematika

    Istilah etnomatematika pada dasarnya diperkenalkan oleh seorang

    matematikawan yang bernama D’Ambrosio. D’ Ambrosio dalam artikel

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    yang ditulis oleh Rosa dan Orey (2011) menjelaskan etnomatematika

    sebagai berikut,

    “the prefix “ethno” is today accepted as a very broad term

    that refers to the socialcultural context and therefore language,

    jargon, and codes of behavior, myths, and symbols. The derivation

    of “mathema” is difficult, but tends to mean to explain, to know,

    to understand, and to do activities such as ciphering, measuring,

    classifying, inferring, and modeling. The suffix “tics” is derived

    from techné, and has the same root as technique.”

    Chemiller (dalam Assayag, 2002: 161) mendefinisikan.

    “ethnomathematics is a new that has arisen during the last two

    decades, at the crossroad between history of mathematics and

    mathematics education. This domain consists in the study of

    mathematical ideas shared by orally transmitted cultures. Such

    ideas are related to number, logic and special configurations.”

    Selain itu, Chemiller juga menjelaskan bahwa

    “the effort made by ethnomathematicians in order to correct

    erroneous theory on the ability of human thought to think

    abstractly or logically rely greatly on the work of former

    ethnologists who have recorded information involving

    mathematical ideas while doing field work at the end of the

    nineteenth or during the twenrieth century. Not being especially

    engaged with mathematicsin their own culture, these ethnologists

    did not extract the whole mathematical content of their recorded

    material. “

    Selain Chemiller, Gerdes dalam artikel Tandililing (2013)

    mengatakan bahwa etnomatematika adalah matematika yang diterapkan

    oleh kelompok budaya tertentu, kelompok buruh/petani, anak-anak dari

    masyarakat kelas tertentu, kelas-kelas professional, dan lain sebagainya.

    Pixten (1994) mengatakan bahwa pada hakekatnya matematika

    merupakan teknologi simbolis yang tumbuh pada keterampilan atau

    aktivitas lingkungan yang bersifat budaya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    D. Materi

    1. Lingkaran

    1.1 Lingkaran dan bagain-bagiannya

    Lingkaran adalah himpunan semua titik di bidang yang berjarak sama

    terhadap suatu titik tertentu. Titik tertentu itu kemudian disebut titik

    pusat lingkaran (I Putu, 2014). Sebuah lingkaran dinamakan

    menggunakan titik pusatnya. Pada gambar 2.4, titik O adalah titik pusat

    lingkaran atau lingkaran dengan titik pusat O.

    Unsur-unsur lingkaran

    Perhatikan lingkaran dibawah ini yang berpusat di O

    Gambar. 2.4 Lingkaran dan daerah lingkaran

    .

    Gambar 2.5 Lingkaran dan bagian-bagiannya

    O

    A a

    B

    b

    C

    O

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    Berdasarkan gambar 2.5 diatas, terdapat unsur-unsur lingkaran sebagai

    berikut :

    a. AB̅̅ ̅̅ merupakan diameter lingkaran.

    b. 𝑂𝐴̅̅ ̅̅ , 𝑂𝐵̅̅ ̅̅ ,dan 𝑂𝐶̅̅ ̅̅ merupakan jari-jari lingkaran.

    c. Garis lengkung AB, AC dab BC merupakan busur lingkaran yang

    dinotasikan dengan AB̂, AĈ, dan BĈ.

    d. 𝐵𝐶̅̅ ̅̅ dan 𝐴𝐵̅̅ ̅̅ merupakan tali busur lingkaran.

    e. Daerah a merupakan juring lingkaran.

    f. Daerah b merupakan tembereng.

    2. Poligon Sembarang dan Lingkaran

    Definisi (I Putu, 2014)

    a. Poligon dalam atau poligon tali busur pada suatu lingkaran adalah

    poligon yang titik-titik sudutnya berada pada lingkaran.

    Lingkarannya disebut lingkaran luar dari poligon.

    b. Poligon luar atau poligon garis singgung suatu lingkaran adalah

    poligon yang masing-masing sisinya menyinggung lingkaran.

    Lingkarannya disebut lingkarandalam dari poligon.

    E. Kerangka Berpikir

    Peneliti melakukan penelitian ini dengan alasan ingin mengetahui dan

    mendeskripsikan keterkaitan lingko lodok dari sudut pandang budaya dan

    matematika yang ada di masyarakat Manggarai khususnya masyarakat Desa

    Meler, serta ingin mengetahui dan mendeskripsikan keterkaitan lingko

    lodok sebagai budaya Manggarai dengan matematika. Selain itu, diharapkan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu metode dalam pembelajaran

    matematika di sekolah agar pembelajaran matematika bisa lebih bervariasi

    dan tidak meninggalkan budaya masyarakat atau budaya siswa khususnya

    daerah Manggarai.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif

    eksploratif yang berarti bahwa peneliti ingin menggali secara luas tentang

    sebab-akibat atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu

    (Suharsimi, 2012).

    Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

    kualitatif karena peneliti ingin menggambarkan dan menguraikan secara

    rinci dan mendalam mengenai etnomatematika dalam budaya Manggarai

    khususnya mengenai lingko lodok. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui

    hubungan atau kaitan antara lingko lodok dan matematika dari segi budaya

    dan dari segi matematika sebagai ilmu pengetahuan.

    B. Waktu dan Tempat Penelitian

    1. Penelitian ini dilakukan di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten

    Manggarai, Flores, NTT.

    2. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli

    2016. Waktu pelaksanaan pengumpulan data disesuaikan dengan waktu

    yang dimiliki oleh subyek.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    C. Subyek dan Objek Penelitian

    1. Subyek penelitian

    Subyek penelitian ini orang-orang yang dianggap bisa menjawab

    rumusan masalah yang akan diteliti, seperti Tu’a golo Desa Meler,

    Pemerintah Desa Meler, Pemerintah Kabupaten Manggarai, dan

    masyarakat setempat di Desa Meler.

    2. Obyek penelitian

    Obyek penelitian ini adalah lingko lodok dari sudut pandang budaya

    Manggarai dan matematika.

    D. Sumber Data

    Menurut Lofland dalam Lexy (1988) sumber data utama dalam penelitian

    kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah tambahan

    dokumen dan lain-lain. Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil dari

    studi lapangan yang berupa hasil wawancara, foto, video, rekaman suara,

    dan buku-buku referensi. Hasil wawancara dicatat melalui catatan tertulis

    dan di rekam melalui rekaman suara atau video.

    E. Jenis Data

    Menurut Sugiyono (2012), data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-

    kata, bukan dalam angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam

    teknik pengumpulan data misalnya observasi, wawancara, analisis

    dokumen, atau dokumentasi berupa video maupun foto. Data kualitatif ini

    digunakan untuk mendeskripsikan keterkaitan antara matematika dan lingko

    lodok dari sudut pandang budaya dan matematika.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

    1. Metode pengumpulan data

    Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu studi lapangan.

    Dalam metode studi lapangan ini, peneliti mengumpulkan data secara

    langsung ke lapangan dengan menggunakan beberapa teknik

    pengumpulan data sebagai berikut:

    a. Wawancara

    Wawancara dilakukan untuk mengetahui sejarah, teknis

    pembagian lingko lodok, dll. Jenis wawancara yang dilakukan

    adalah wawancara pembicaraan informal, dimana pertanyaan

    yang diajukan sangat bergantung pada spontanitasnya dalam

    mengajukan pertanyaan kepada terwawancara (Lexy, 1988).

    Hubungan pewawancara dengan terwawancara adalah dalam

    suasana wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan

    seperti pembicaraan bisa dalam kehidupan sehari-hari saja.

    Wawancara merupakan inti dalam penelitian ini. Wawancara

    akan dilakukan sampai sudah menjawab pertanyaan dari

    rumusan masalah.

    b. Dokumentasi

    Dokumentasi berupa, foto, video, dan rekaman wawancara

    dengan subyek penelitian.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 40

    c. Studi pustaka

    Studi pustaka dilakukan untuk melengkapi data-data wawancara

    dan juga sebagai referensi dalam analisis data.

    2. Instrumen pengumpulan data

    Pedoman wawancara

    Kisi-kisi pertanyaan pada wawancara

    a. Pertanyaan yang berhubungan dengan budaya dan filosofi

    Kapan lingko lodok mulai dibangun?

    Bagaimana sejarah terbentuknya lingko lodok?

    Bagaimana teknis lodok uma weru?

    Kapan lingko lodok akan berakhir?

    b. Pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan matematika

    Kenapa lingko lodok berbentuk seperti sekarang ini? Apa yang

    mendasarinya?

    Apakah ada pedoman atau landasan dalam penentuan titik

    sentral lingko lodok?

    Bagaimana teknis pembagian moso dalam lingko lodok?

    G. Teknik Analisis Data

    Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan melalui pengaturan

    data secara logis dan sistematis, dan analisis data dilakukan sejak awal

    peneliti terjun ke lokasi penelitian hingga pada akhir penelitian

    (pengumpulan data) (Ghony dan Fauzan, 2014). Menurut Miles dan

    Huberman dalam Ghony dan Fauzan (2014), analisis data kualitatif

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 41

    menggunakan kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang

    diperluas atau dideskripsikan. Langkah-langkah analisis data pada

    penelitian ini mengikuti analisis data model Miles dan Huberman, yaitu:

    reduksi data, display data (pemaparan data), penarikan kesimpulan dan

    verifikasi.

    1. Pengumpulan data

    Data yang dikumpulkan peneliti berbentuk data dalam bentuk

    catatan tertulis, catatan suara dan foto. Data yang dikumpulkan

    sangat banyak dan beragam dari berbagai subyek penelitian. Data ini

    kemudian ditranskrip menjadi catatan deskriptif dan beberapa

    catatan atau pendapat dari peneliti selama penelitian berlangsung

    yang berhubungan dengan objek penelitian.

    2. Reduksi data

    Setelah pengumpulan data dilakukan, pada tahap selanjutnya

    peneliti memilih dan memilah, membuat iktisar dan membuat indeks

    pada data yang dianggap penting atau data yang dianggap memenuhi

    tujuan penelitian. Selain itu, pada reduksi data ini, data juga

    dipisahkan atas data yang relevan dan data yang tidak relevan,

    dipisahkan atas unit-unit data, kemudian unit-unit data yang sama

    yang mirip, atau sejenis dikelompokkan menjadi kategori-kategori

    data.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 42

    3. Pemaparan data

    Pada kegiatan pemaparan data, data yang sudah dipisahkan pada

    reduksi data kemudian dipaparkan supaya mudah dilihat dan mudah

    dicari pola-pola atau kecenderungan-kecenderungannya, dan mudah

    dibanding-bandingkan. Pada penelitian ini, pemaparan data

    menggunakan uraian singkat.

    4. Penarikan kesimpulan dan verifikasi data

    Data yang sudah dipaparkan dengan baik tersebut kemudian

    dicermati untuk ditarik kesimpulan-kesimpulan yang ada. Sebelum

    disimpulkan secara final, setiap kesimpulan yang ditarik harus

    diverifikasi terlebih dulu kebenarannya.

    H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan

    1. Penyusunan proposal

    Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengajukan proposal yang

    berisikan BAB I, BAB II, dan BAB III.

    2. Persiapan penelitian

    a. Ijin

    Ijin penelitian diawali dengan mendapatkan surat permohonan

    penelitian dari sekretatiat JPMIPA Universitas Sanata Dharma

    kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai (Kepala Kantor

    Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu), kemudian pemerintah

    daerah Manggarai mengeluarkan surat rujukan penelitian kepada

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 43

    pemerintah Kecamatan Ruteng, dan kembali mendapat surat rujukan

    penelitian dari pemerintah Kecamatan Ruteng ke Desa Meler.

    b. Pembuatan instrumen

    Instrumen yang dibuat pada penelitian ini adalah instrumen

    wawancara.

    3. Pelaksanaan pengambilan data

    Pengambilan data dilakukan untuk mendapatkan data keterkaitan antara

    lingko lodok dari segi budaya dan matematika.

    4. Analisis data

    Setelah mendapatkan data wawancara, peneliti menganalisis dan

    mengevaluasi data tersebut.

    5. Penarikan kesimpulan

    Setelah melakukan analisis data, peneliti mencoba menarik kesimpulan.

    Kesimpulan ini menunjukkan bahwa ada lingko lodok merupakan salah

    satu bentuk etnomatematika yang telah diterapkan masyarakat Desa

    Meler sejak dahulu kala.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 44

    BAB IV

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Desa Meler, Kecamatan Ruteng,

    Kabupaten Manggarai, NTT. Penelitian diawali dengan mengurus surat ijin

    penelitian di Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP) di

    Ruteng, Kabupaten Manggarai, kemudian memberikan surat tembusan dari

    KPPTSP ke berbagai instansi terkait. Salah satu surat tembusan tersebut

    diberikan kepada Camat Kecamatan Ruteng di Cancar untuk mendapat surat

    Rekomendasi Penelitian ke Desa Meler. Kemudian surat rekomendasi

    penelitian tersebut diberikan kepada kepala Desa Meler.

    Pengambilan data dilakukan pada tanggal 23 – 27 Juni 2016 dan 10

    – 12 Juli 2016. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan wawancara

    kepada tu’a golo Desa Meler, sekretaris Desa Meler, staff Dinas Pariwisata

    Kabupaten Manggarai dan masyarakat setempat yang menjadi subyek

    penelitian. Wawancara dengan tu’a golo dan staf Dinas Pariwisata

    Kabupaten Manggarai merupakan wawancara yang digunakan untuk

    mendapatkan data utama, sedangkan wawancara sekretaris desa dan

    masyarakat setempat digunakan untuk mendapatkan data tambahan.

    Wawancara dengan tu’a golo dilaksanakan pada tanggal 26 Juni

    2016 pada pukul 13.00-14.00 dan sekretaris Desa Meler pada tanggal 27

    Juni 2016 pada pukul 10.00-10.45, sedangkan wawancara dengan staff

    Dinas dilaksanakan pada 11 Juli 2016 pada pukul 12.00-14.00 dan dengan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 45

    masyarakat pada tanggal 12 Juli 2016 pukul 10.00-10.30. Wawancara

    dilakukan secara terbuka dan mendalam untuk memperoleh data yang tepat

    dan sesuai.

    Perbincangan dimulai pada tangal 24 Juni 2016 dengan melaporkan

    diri kepada tu’a golo selaku kepala kampung Desa Meler secara adat di

    rumah tu’a golo. Setelah menemukan jadwal yang tepat dengan tu’a golo,

    wawancara dengan dilaksanakan pada hari minggu, 26 Juni 2016.

    Kemudian pada tanggal 27 Juni 2016 peneliti melakukan perbincangan

    dengan sekretaris Desa Meler bertempat di Kantor Desa Meler, sedangkan

    perbincangan dengan dengan staff Dinas dilaksanakan pada 11 Juli 2016

    bertempat di Pondok Pandang, Desa Meler. Kemudian perbincangan

    dengan masyarakat Desa Meler dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2016

    bertempat di Lingko Meler.

    B. Penyajian Data

    Data yang didapatkan selama penelitian di lapangan berupa

    transkrip wawancara, foto, rekaman pembicaraan dan video. Transkrip

    wawancara didapat dengan menuangkan hasil rekaman pembicaraan ke

    dalam tulisan. Foto, rekaman suara dan video digunakan sebagai bukti telah

    diadakan wawancara lisan secara langsung kepada informan. Data yang

    berupa foto, transkrip pembicaraan akan dilampirkan, sedangkan buku-

    buku referensi yang digunakan dalam studi pustaka berfungsi sebagai

    pelengkap data wawancara.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 46

    C. Analisis Data

    Analisis data yang dipakai yaitu pengumpulan data, reduksi data,

    display data, dan penarikan kesimpulan.

    1. Pada pengumpulan data, peneliti mengambil data langsung ke lapangan

    berupa wawancara langsung dengan tu’a golo Meler, staff Dinas

    Pariwisata Kab. Manggarai, Sekretaris Desa Meler dan masyarakat Desa

    Meler, dan dokumentasi yang berkaitan dengan lingko lodok seperti foto

    lingko lodok, foto rumah adat, dan foto saat melakukan wawancara

    dengan narasumber.

    2. Pada reduksi data, peneliti memilih dan memilah data-data seperti data-

    data hasil wawancara, dan hasil dokumentasi yang menjawab rumusan

    masalah.

    3. Pada display data, peneliti memaparkan data-data yang telah dipilih

    pada reduksi data seperti, transkrip wawancara, yang dilengkapi dengan

    informasi dari buku-buku refensi tentang lingko lodok yang berkaitan

    hasil wawancara, dan melihat hubungan lingko lodok dengan budaya

    dan matematika serta kaitannya menggunakan uraian, gambar dan foto-

    foto.

    4. Pada penarikan kesimpulan, data-data yang telah dipaparkan kemudian

    dicermati untuk bisa menarik kesimpulan yang bisa menjawab rumusan

    masalah.

    Berikut adalah tabel analisis data wawancara dengan keempat subyek.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 47

    Keterangan:

    P: Peneliti

    N: Narasumber

    Nu, enu: panggilan untuk perempuan Manggarai

    Ema: Bapa atau orang yang dituakan

    Ite: panggilan untuk orang yang lebih tua atau panggilan untuk menghormati lawan bicara

    1. Wawancara dengan tu’a golo (Bpk. Ambros Rima )

    P/N Wawancara Analisis

    P Selamat siang ema, saya Melin yang hari Jumat datang kesini untuk

    wawancara.

    Peneliti membuka wawancara dengan

    memperkenalkan diri dan memberi salam agar

    suasana bisa terasa akrab dan nyaman. N Oh ia, saya masih ingat. Mau wawancara tentang lodok to nu?

    P Io ema, kalo begitu saya mulai saja ema e, bagaimana sejarah lingko lodok

    ini dulu ema?

    Tu’a golo menjelaskan bahwa lingko ada

    karena merupakan salah satu syarat dalam

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 48

    Awalnya lingko lodok ini dulu nu, warisan turun temurun dari kita punya

    nenek moyang. Sebelum saya cerita sejarah awalnya lingko lodok ini, enu

    harus tau dulu syarat untuk membuka suatu kampung. Syaratnya adalah

    harus ada tempat tinggal (mbaru bate ka’eng), kebun (uma bate duat), mata

    air (wae bate teku), halaman (natas bate labar), tempat persembahan

    (compang), dan kuburan (boa). Harus ada semua ini syarat dan tidak boleh

    ada yang kurang. Waktu nenek moyang mau bikin kampung dulu, hutan

    semua daerah ini dulu, sehingga saat mereka mulai membuka kampung,

    mereka pikir, bagaimana cara membuat kebunnya sehingga nanti semua

    masyarakat kampung itu bisa dapat bagian dan adil juga. Kemudian mereka

    mulai musyawarah dalam forum lonto leok di rumah gendang tentang cara

    pembagian kebun ini supaya adil untuk semua masyarakat, gampang

    baginya dan sesuai dengan adat orang Manggarai. Terus mereka ikut bentuk

    rumah gendang yang bentuk bundar dengan satu tiang ditengahnya dan

    tiang-tiang lain ada di pinggir-pinggirnya.

    membangun sebuah kampung, syarat lainnya

    adalah mbaru bate ka’eng (tempat tinggal),

    wae bate teku (mata air), natas bate labar

    (halaman untuk acara-acara adat), compang

    (tempat persembahan), dan boa (kuburan).

    Lingko lodok ini dibuat karena nenek moyang

    orang Manggarai ingin membagi tanah ulayat

    secara adil dan bisa dimiliki oleh semua orang

    Manggarai, sehingga berdasarkan adat istiadat

    yang sudah mereka anut sejak dulu, mereka

    membuat dan membagi lingko seperti lingko

    yang ada sekarang, atas dasar hasil kesepakatan

    dalam forum lonto leok di mbaru gendang di

    mana lingko lodok dibuat mengikuti struktur

    rumah gendang.

    P Oh begitu ka ema, terus kenapa ikut bentuk rumah gendang? Pada lingko lodok mengandung unsur-unsur

    yang yang diadaptasi dari beberapa unsur

    rumah adat, salah satunya adalah kayu N Begini nu, di rumah gendang itu ada simbol-simbol tertentu seperti kolong

    rumah (ngaung) yang melambangkan dunia kegelapan, tempat manusia

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 49

    tinggal melambangkan dunia manusia, loteng dan lempa rae (tempat

    menyimpan bahan makanan) melambangkan perantara antara dunia

    manusia dan Tuhan, dan tempat mezba (ruang koe) melambangkan dunia

    Tuhan, terus ada siri bongkok yaitu tiang yang ada di pusat rumah gendang,

    di siri bongkok ini disimpan alat-alat musik tradisional. Itu bagian

    rumahnya nu, bagian atapnya ada makna sendirinya. Macam ada kayu yang

    panjangnya mungkin 50 cm yang sambungan dari ngando (bubung), di itu

    kayu nu, ada lukisan mukanya manusia, terus ada tanduk kerbau atau kayu

    yang dipotong macam tanduk kerbau yang disimpan di samping kiri

    kanannya itu lukisan, dan di ujung atasnya itu kayu nu potong macam

    bentuk gasing (mangka). Nah artinya itu lambang itu, mukanya manusia itu

    melambangkan kalo manusia itu adalah ciptaan yang paling tinggi dari

    ciptaan lain, terus itu tanduk itu melambangkan daya juang dan

    bersyukurnya orang Manggarai, sedangkan ujung kayu yang bentuk gasing

    itu nu melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan. Itu kayu bentuk

    gasing yang di atap rumah gendang itu nu, sama dengan bentuk ujung atas

    kayu teno yang ditancapkan di lodok yang biasa dinamakan tente teno.

    Kalau di lodok, kayu mengandung makna sebagai laki-laki dan tanah

    tempat tancap kayu teno itu sebagai perempuan, sehingga tente teno itu

    sambungan dari bubungan rumah yang

    panjangnya 50 cm atau dalam perhitungan

    tradisional sama dengan ca ciku, kayu ini yang

    diukir berbentuk wajah manusia dengan tanguk

    kerbau serta ujung atasnya dipotong berbentuk

    gasing (mangka). Bentuk ujung atas kayu yang

    berbentuk gasing itulah yang memiliki bentuk

    yang sama dengan bentuk yau teno yang di

    tancapkan pada tanah saat pembagian lingko

    lodok. Setelah lingko dibuat, mereka baru

    menyadari bahwa lingko lodok yang mereka

    buat menyerupai sarang laba-laba dan

    berbentuk bundar.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 50

    maknanya penyatuan laki-laki dengan perempuan yang menghasilkan

    kehidupan baru. Dari simbol-simbol itu nu makanya ada ungkapan orang

    Manggarai “gendangn one, lingkon pe’ang” ada hubungan erat yang tidak

    bisa dipisahkan antara rumah gendang dengan lingko, karena kalo simpan

    kayu di lodok itu, bentuknya seperti rumah gendang, sehingga nu ga, lingko

    lodok itu begitu bentuknya. Ada lodoknya dan adil baginya ke masyarakat.

    P Oh jadi begitu dulu sejarahnya e ema, apakah dulu nenek moyang ini sadar

    kalo lingko yang mereka buat itu sama seperti sarang laba-laba?

    N Mereka tidak sadar nu, karena dulu tu ka nu mereka buat saja seperti yang

    mereka sudah gambar itu macam rumah gendang itu. Belakangan baru

    mereka sadar kalau lingko ini sama seperti sarang laba-laba waktu mereka

    mulai bikin pagar di bagian cicingnya, setelah itu baru mereka sadar kalo

    lingko ini berbentuk macam sarang laba-laba.

    P Sekitar tahun berapa lingko lodok ini dibuat ema? Tu’a golo tidak tahu dengan pasti kapan lingko

    lodok ini mulai dibangun. N Aduh nu, saya tidak ingat dan tau pasti kapan bikinya ini lingko. Tapi

    sekitar tahun 1955 lingko lodok ini sudah ada.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 51

    P Bagaimana cara baginya lingko lodok ini ema? Pembagian lingko lodok diawali dengan

    upacara adat untuk menancap kayu teno yang

    di bentuk seperti gasing, kemudian membuat

    garis tengah horizontal dan vertikal yang

    melalui lodok yang dinamanakan langang

    waga sebagai langang utama dalam lingko. Di

    luar kayu teno, dibuat sebuah lingkaran kecil

    menggunakan tali yang dinamakan lengker

    kemudian dibagi per moso dan ditandai

    menggunakan kayu di lingkaran tersebut.

    Jumlah kayu yang berada di lingkaran tersebut

    sebanding dengan jumlah orang yang akan

    mendapat bagian di lingko lodok selain itu

    panjang kayu yang berada di lingkarang sekitar

    1 pagat dalam hitungan tradisional orang

    Manggarai atau setara dengan kurang lebih 20

    cm. Jarak antara ukuran moso disebut sor moso

    yang merupakan bagian yang akan diterima per

    keluarga dalam lingko. Dalam setiap tahap

    N Ada kayunya untuk bikin ini lingko lodok dulu, namanya kayu teno. Ini

    kayu masih ada sampai sekarang. Ini kayu teno di potong seperti gasing.

    Kemudian dibuat sebuah lubang di pusat atau sentral dari tanah yang

    mereka pilih untuk ditancapkan kayu teno itu di sentralnya. Saat

    menancapkan kayu teno itu, tidak ditancapkan begitu saja, ada acara

    adatnya yaitu leang sose dimana disembelih seekor babi, dan darah babi ini

    harus diteteskan di lubang yang telah dibuat sebelumnya, kemudian kayu

    teno ditancapkan di lubang tersebut. Setelah itu, mereka membuat dua garis

    lurus sampe di cicing yang lewat dan berpotongan di kayu teno. Jadinya

    bagi empat itu garis dan namanya itu garis adalah langang waga. Langang

    waga ini jadi langang utama yang tidak boleh diganggu lagi karena langang

    waga ini mempermudah bagi per moso nanti, kemudian seutas tali dibentuk

    seperti lingkaran pada bagian luar kayu teno dan dinamakan lengker.

    Setelah itu barulah dibagi per moso dari lengker dengan cara, jari tangan di

    letakkan di lengker dan kayu dirancapkan dibagian kiri dan kanan jari

    tersebut, ukuran jari tersebut yang telah ditandai oleh kayu disamping kanan

    dan kiri jari tadi diperuntukkan satu keluarga. Cara yang sama juga

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 52

    dilakukan untuk keluarga-keluarga lainnya. Kayu yang ditancapkan di kiri

    dan kanan jari tadi berukuran satu pagat dan jika sudah selesai membagi

    permoso, kayu-kayu itu akan membentuk lingkaran dan dinamakan lance

    dan jarak dari satu kayu kekayu lainnya dinamakan sor moso yang

    dijadikan patokan ukuran moso. Setelah lance dibuat, kemudian

    ditancapkan kayu lain dibelakang lance yang ukurannya lebih panjang

    sampai pada cicing sehingga kayu paling tinggi adalah kayu yang berada di

    cicing, dan paling pendek berada di lodok. Kayu-kayu itu harus lurus

    dengan kayu teno di lodok trus kayu teno tu tidak kellihatan dari kayu

    terakhir. Ada kalanya pake tali supaya lurus dan dinamakan lander, nah

    kayu-kayu itu akan menjadi langang. Satu lingko utuh dinamakan lingko

    sembong.

    pertumbuhan tanaman di lingko selalu di

    adakan upacara adat untuk mensyukuri apa

    yang mereka hasilkan kepada sang pencipta.

    P Bagaimana cara ukur moso untuk masyarakatnya ema? Alat ukur yang digunakan dalam sor moso

    adalah jari tangan dan setiap keluarga

    mendapat bagian sesuai kedudukan dalam

    kampung. Moso yang dimaksud dalam

    N Caranya pake ukuran jari tangan ini nu.

    P Bagaimana caranya?

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 53

    N Biasanya nu, tergantung kesanggupan penerima moso. Adakalanya dia

    minta hanya satu jari, ada juga yang minta tiga atau dua jari.

    pembagian awal adalah ukuran jari seseorang.

    Sedangkan moso yang dimaksud setelah

    pembagian adalah daerah garapan seseorang

    P Ema, kenapa harus pake kayu teno di lodoknya? Kenapa bukan kayu lain? Ada makna tersendiri kenapa kayu teno

    digunakan dan dijadikan titik awal pembagian

    lingko lodok. Kayu teno sendiri tidak dapat

    tergantikan oleh kayu lain dalam pembagian

    awal tanah ulayat.

    N Memang harus pake kayu teno tu nu, tidak bisa pake kayu lain karena ada

    maknanya itu kayu dulu. Seperti lingko di Laja, dulu itu sudah dibagi,

    kemudian di lepas, sekarang dikerjakan lagi dan tidak bisa pake lagi kayu

    teno untuk baginya, harus pake kayu lain saja di lodoknya. Karena kalo pake

    kayu teno lagi, harus ikut ulang sama seperti bagi waktu pertama kali dibagi

    P Satu lingko ini ema dibagi untuk berapa orang? Jumlah moso dalam satu lingko ± 30 moso

    yang berari ada ± 30 keluarga yang menggarap

    di lingko tersebut N Satu lingko ini nu, bisa di bagi kurang lebih 30 keluarga.

    P Saya ada liat lingko disana ni ema, yang tidak bentuk bundar, seperti

    setengah lingkaran dan ada yang lebih kecil lagi tapi tidak bundar. Apa

    namanya itu?

    Tu’a golo menjelaskan nama dari lingko yang

    tidak berbentuk bulat, yang berada di lahan sisa

    pembuatan dua atau tiga lingko yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 54

    N Lingko salang cue namanya nu, setengah dari lingko sembong atau bisa

    lebih kecil lagi. Misalnya ada dua atau tiga lingko yang berdekatan, pasti

    ada lahan sisanya. Lahan yang sisanya itu nu, kalo dibagi pake sistem lodok

    namanya lingko salang c