jurnalnetty.files.wordpress.com file · web viewartinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita...

30

Click here to load reader

Upload: haque

Post on 02-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

Gender and Sexual Identities(Mass Media and Identity Politicics in Urban Societies)*

Netty Dyah Kurniasari, S,Sos, M.Med.KomJurusan Ilmu Komunikasi,FISIB, Universitas Trunojoyo Bangkalan Madura

ABSTRACTThis study looks at how the notions of mass media and identity politics of urban societies have been articulated in the Pond`s advertising. The object of this research is Pond`s advertising titled ‘Kekuatan Cinta’. The aims of this research are to analyze image identity politics in that advertising. I use mass media as construction reality and gender perspective to unpack the meaning lies behind the creation of the advertisingc in terms of identity politics. Methods this research is a textual analysis, a tradition used in media studies. The result shows that Pond`s advertising have been utilized as a form of constructing political identity in urban societies.

Key words: media,, political identiys, advertising

Saat ini, televisi telah menjadi bagian penting dari aktifitas manusia. Jadwal dan rutinitas

kehidupan kita tidak akan pernah terlepas dari televisi melalui tawaran program acara yang

setiap hari menjejali otak kita. Sesungguhnya realitas yang ditampilkan di televisi adalah realitas

simbolik, yaitu realitas yang bukan sebenarnya. (Kurniasari, 2010)

Menurut Rahayu (2003), selanjutnya, ketika iklan merambah media televisi, maka pesan -

pesan yang disampaikan media televisi semakin bersifat informatif, persuasif bahkan

transformatif, pesan dikemas dalam bentuk audio visual sedemikian rupa dalam rangka

menjaring konsumen demi kepentingan pasar. Melalui medium televisi pesan-pesan iklan

menjadi semakin hidup, bergairah, dan memenuhi sasaran secara lebih efektif bila dibandingkan

dengan iklan melalui medium lainnya. Hal ini dapat diterima, mengingat televisi memiliki

kemampuan audio sekaligus kemampuan visual yang tidak dimiliki medium lain, sehingga dapat

lebih mudah menggambarkan image-image dengan lebih konkret yang selanjutnya meninggalkan

kesan di dalam pikiran pemirsanya.( Kurniasari, 2010)

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 2: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

Ditambahkan oleh D. Smythe (1981), ketika individu menghadapi kotak ajaib bernama

TV, individu sesungguhnya tidak hanya berhadapan dengan informasi an sich, tetapi juga sedang

berhadapan dengan kebudayaan yang dipaketkan atau kebudayaan kemasan (Ibrahim,1997:350).

Di dalam budaya kemasan, citra menjadi lebih penting dari makna. Untuk membangun citra,

produk barang yang diiklankan atau komoditas itu perlu dikemas dan diperindah dengan begitu

memukau. Tidak lain untuk memenuhi prasyarat komoditas tontonan yang akan dipajangkan di

etalase kebudayaan pop. Iklan sebagai salah satu bentuk tayangan televisi, juga merupakan

tempat pencitraan, khususnya bagi produk yang diwakilinya.(Kurniasari, 2010)

Politik Identitas Sebagai Konstruksi Sosial

Politik identitas identitas berkaitan secara erat dengan gagasan atau ide tentang terjadinya

penindasan terhadap kelompok-kelompok sosial berkaitan dengan identitas mereka (baik

berdasarkan ras, etnis, gender, seksualitas, kelas, dll).

Artinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli

Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap imperialisme kultural (termasuk terjadinya

stereotipe atau penyalahgunaan identitas kelompok, kekerasan, eksploitasi,serta marjinalisasi

atau ketidakberdayaaan (Rahayu,2003:3).

Gerakan -gerakan yang dipandang sebagai politik identitas, memandang telah terjadi

penindasan dan berusaha merekomendasikan dilakukannya klaim ulang, deskripsi ulang, atau

transformasi ulang terhadap catatan-catatan keanggotaan kelompok yang sebelumnya

distigmatisasikan. Stuart Hall menjelaskan identity politics sebagai the politics of location (Hall,

1996:1) artinya politik menempatkan individu-individu pada lokasi-lokasi (realitas sosial)

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 3: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

tertentu yang telah dengan sengaja dikonstruksi. Politik identitas selalu berhubungan dengan the

definition of self/subject dalam konstruksi tersebut. Dengan kata lain, politik identitas merupakan

pemahaman bahwa identitas-identitas individu didasarkan pada tempat atau posisi dimana

individu tersebut diletakkan (place-based identity).(Kurniasari)

Sedangkan menurut Madan Sarup, politik identitas merupakan politik tentang produksi

identitas -identitas, penciptaan-penciptaan subyek beserta tindakan dan nilai yang dipandang

baik dan seharusnya dijalani subyek tersebut sebagai sebuah kehidupan yang tidak bisa

dipertanyakan. Dalam perspektif social construction of reality, politik identitas dipandang

sebagai konstruksi sosial,usaha penciptaan identitas yang dilakukan secara sadar dan melaui

berbagai cara, bukan dipandang sebagai sesuatu yang secara alami dianugerahkan oleh Tuhan

maupun sesuatu yang sifatnya anatomis. Sebagaimana dikemukakan Madan Sarup:

“all identities, whether based on class, ethnicity, religion or nation, are social constructions...Though identity may be constructed in many different ways, it is always constructed in the symbolic, that is to say, in language.” (Sarup, 1996: 48).

Jika pandangan Stuart Hall ini dikaitkan dengan pandangan Madan Sarup, maka politik

identitas dapat dipahami sebagai produksi identitas -identitas melalui penciptaan tempat –tempat

atau posisi-posisi subyek dalam lingkungan sosial beserta tindakan -tindakan yang seharusnya

dilakukan subyek sesuai dengan tempat dan posisinya tersebut.Dalam pandangan postmodern,

budaya manusia saat ini menunjukkan bahwa identitas individu lebih cenderung dimediasi

melalui image-image atau citra-citra yang ditampilkan individu tersebut, baik melalui fashion,

kosmetik, gaya bicara maupun style (Kellner, 1999:231).Sehingga media massa, termasuk

tayangan iklan di dalamnya yang mengandalkan teknologi pencitraan, memiliki peran yang besar

dalam proses konstruksi identitas individu. (Kurniasari, 2010)

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 4: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

Maka dengan demikian tayangan iklan selain mengkonstruksi identitas melalui citra -

citra, juga sekaligus memberikan mutual recognition atas identitas tersebut. Sehingga iklan

merupakan salah satu bentuk tayangan televisi yang menjadi sumber atau rujukan bagi individu

untuk melakukan kategorisasi, identifikasi dan pembandingan sosial ( Social Identity Theory)

dalam proses konstruksi identitas. Konstruksi identitas melalui image-image atau citra-citra,

khususnya dalam iklan diatas merupakan politik identitas, yaitu produksi identitas-identitas

tentang perempuan yang dianggap ideal. Penciptaan perempuan ideal melalui penciptaan tubuh

yang ideal.(Kurniasari, 2010)

Konstruksi sosial atas identitas, menurut Seyla Benhabib merupakan proses pertarungan

politik, sosial dan budaya untuk saling bersaing menghegemoni diantara kelompok-kelompok

sosial, masing-masing berusaha mendominasi atau membebankan definisi-definisi identitas

tertentu terhadap kelompok sosial lain, (Rahayu, 2003:4).

Media Massa dan Konstruksi Identitas

Saat ini, kebebasan yang besar dalam mengakses media telah memberikan pengaruh

besar dalam proses konstruksi identitas individu, terutama bagi kalangan remaja dan anak -anak.

Sebagaimana dikemukakan Grodin dan Lindlof sebagai berikut:

“With a simple flip of the television chann el or radio station, or turn of the newspaper or magazine page, we have at our disposal an enormous array of possible identity models.” (www.aber.ac.uk dalam Rahayu,2003:5)

Identitas, saat ini dimediasi melalui images yang ditampilkan media. Sehingga tidak

mungkin lagi identitas individu dikonstruksi hanya oleh komunitas kecil ( peer group) atau

hanya dipengaruhi oleh keluarga saja. Proses terjadinya pengaruh media terhadap konstruksi

identitas dijelaskan oleh Brown sebagai berikut, bahwa individu secara aktif dan kreatif

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 5: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

mencontoh simbol - simbol budaya, dongeng, dan ritual yang tersedia di media selama mereka

membangun identitas diri mereka. Media memegang peranan penting dalam proses ini, karena

dipandang sebagai sumber pilihan budaya yang tidak menyusahkan (Rahayu, 2003:5 ).

Identitas bukanlah sesuatu yang stagnan, identitas dikonstruksi sepanjang waktu dan

dapat secara konstan diperbaharui atau dirubah secara total. Jadi, pengaruh media populer dalam

konstruksi identitas tidak berlangsung dalam kurun waktu sesaat saja, melainkan terus -menerus,

sepanjang individu tersebut berinteraksi dalam lingkungan sosialnya dan sepanjang terdapat

terpaan media pada individu.

Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis salah satu iklan

Ponds yang syarat dengan kontruksi politik identitas, yaitu ‘Kekuatan Cinta’. Dalam rangka

mengkaji hal tersebut, metode penelitian yang oleh penulis dipandang cocok untuk diterapkan

adalah analisis tekstual kualitatif. Dalam rangka mengetahui makna-makna implisit dan ideologis

di balik teks dan transkrip tertulis yang tampak, analisis tekstual kualitatif menerapkan beberapa

aspek pendekatan ilmu linguistik untuk mengkaji struktur verbal teks dan juga melakukan

interpretasi teks menggunakan dimensi kognitif peneliti serta makna yang beredar dan berasal

dari konstruksi sosial budaya masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Iklan Pond `s terbaru Pond`s Flawless White ini mengambil tema baru yaitu tentang

Kekuatan Cinta. Dengan setting sebuah desa yang diawali dengan sepasang insan muda yang

sedang dirundung cinta, Tom dan Rose.Tom adalah anak dari seorang penguasa properti yang

tengah menjalin hubungan dengan Rose. Saat itu Tom malu-malu memberikan cincin yang

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 6: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

terbuat dari bunga Daisy dan menyematkan ke jari manis Rose. Di tengah-tengah keindahan

cinta tersebut, tiba-tiba datang Ibunda Tom yang mengacaukan semua. (Kurniasari, 2010)

Tampaknya Ibunda Tom tidak merestui hubungan mereka. Dengan cepat, Ibu Tom

meminta anak buahnya untuk menggusur rumah sederhana milik Rose. Rose mencoba untuk

menghentikan proses penggusuran rumhanya tersebut tapi malah dipukul oleh para petugas

penggusuran, sedangkan Tom dipaksa untuk masuk mobil mewah milik ibunya. Proses

penggusuran pun berjalan sampai rumah tersebut benar-benar hancur. Ibu Tom membawa Tom

ke kota. Tinggallah Rose dalam kepedihannya.(Kurniasari,2010)

Enam tahun kemudian mereka bertemu kembali. Saat itu baik Tom maupun Rose telah

tumbuh dewasa. Sayangnya pertemuan mereka tidak tepat. Tom datang saat akan membongkar

sekolah tempat Rose mengajar. Tujuh hari lagi, sekolah itu akan dibongkar untuk dibangun

lapangan golf. Rose memutar otak bagaimana cara menghentikan pembongkaran tersebut. Di

tengah kebingungannya, ia melihat iklan Pond’s Flawless White. Rose pun akhirnya mencoba

Pond’s Flawless White untuk menghilangkan bintik hitam di wajahnya. (Kurniasari,2010)

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 7: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

Semakin hari, bintik di wajah Rose berkurang. Ia pun kembali akrab dengan Tom seperti

dulu. Mereka bagai menelusuri masa lalu dan kembali merajut cinta. Sayangnya, kedekatan

mereka diawasi oleh mata-mata Ibunda Tom. Berita kedekatan mereka sampai di telinga sang

Ibunda. Tanpa kompromi, sang Bunda mengirim anak buah ke sekolah tempat Rose mengajar,

dan membakar sekolah SD yang tanahnya akan dipakai untuk lapangan golf. (Kurniasari,2010)

Belum puas menghancurkan gedung sekolah, ia memerintahkan anak buahnya untuk

menghancurkan pohon kenangan tempat Tom dan Rose memadu kasih. Rose yang tidak rela

segera berlari untuk menghalangi buldozer yang akan menghancurkan pohon tersebut. Melihat

hal itu, Tom ikut berlari untuk melindungi Rose. Anak-anak menangis dan orang-orang miskin

berbondong-bondong pergi meninggalkan tempat itu. Rose lari untuk menyelamatkan pohon

tersebut disusul oleh Tom. Karena ibunya Tom tahu kalau itu berbahaya, dia melarang Tom

untuk mengikuti Rose. Tom tidak menghiraukan ibunya. Dia tetap berlari menyalamatkan Roose.

Mereka berdua selamat dan pohon tersebut tidak jadi ditebang. Akhirnya ibunya Tom sadar

kalau anaknya dan Rose tidak dapat dipisahkan maka dia membatalkan proyek pembangunan

lapangan golf dan menyetujui hubungan Rose dan Tom.(Kurniasari,2010)

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 8: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

Dalam iklan kali ini pihak Unilever sebagai pemilik iklan Pond’s memperkenalkan cincin

bunga daisy sebagai simbol kekuatan cinta. Kenapa daisy? Bunga ini memiliki arti innocent. Bila

dikaitkan dengan cinta, daisy melambangkan cinta yang tulus dan kesetiaan.

Foto cincin daisy

Analisis Iklan Pond`s Fawless White

1. Perempuan Pasif dan Penurut

Dalam iklan tersebut Rose dipakaian cincin yang terbuat dari bunga Daisy oleh

Tom.Mengapa bukan Rose yang memakaian cincin kepada Tom? Pertanyaan-pertanyaan

tersebut merupakan pertanyaan yang berkaitan dengan konstruksi sosial antara perempuan dan

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 9: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

laki-laki. Dalam pandangan penulis hal ini berkaitan dengan konteks masyarakat patriarkhi.

Dalam konstruksi masyarakat dimana penulis tinggal, terdapat sebuah nilai yang taken for

granted bahwa perempuan sebagai pihak yang pasif, penurut dan pihak yang diberi. Sedangkan

laki-laki sebagai pihak yang aktif.

Dalam masyarakat patriarki terdapat nilai -nilai sosial bahwa perempuan yang baik

adalah yang pasif, menerima, penurut dan pendiam. Perempuan yang banyak tingkah atau terlalu

aktif dinilai tidak pantas, bahkan lebih dari itu dapat dikenai sanksi sosial melalui keluarga. Nilai

-nilai ini diterima dalam masyarakat, bukan hanya oleh kelompok laki -laki bahkan diterima pula

oleh kelompok perempuan, yang dalam pandangan kritis diposisikan sebagai korban atau

mengalami penindasan.Karena konstruksi gender dalam masyarakat memposisikan laki-laki

sebagai pihak yang aktif, maka dia yang memberi, punya inisiatif. Sedangkan perempuan

dikonstruksi sebagai pihak yang pasif, maka dia yang diberi, tidak punya inisiatif. (Kurniasari)

2. Perempuan Jahat dan Culas

Tom adalah putra dari seorang penguasa properti. Namun yang digambarkan jahat adalah

ibunya Tom. Ibu Tom digambarkan sebagai seorang Ibu yang jahat sekali pada Ros. Yang

menjadi pertanyaan adalah kenapa yang digambarkan jahat bukan Bapak Tom? Kejahatan Ibu

Tom digambarkan dalam deskripsi iklan seperti di bawah ini:

“Di tengah-tengah keindahan cinta tersebut, tiba-tiba datang Ibunda Tom yang mengacaukan semua. Tampaknya Ibunda Tom tidak merestui hubungan mereka. Dengan cepat, sang Ibu memporak-porandakan rumah Rose, dan membawa Tom ke kota. Tinggallah Rose dalam kepedihannya.” (Iklan Pond`s Fawless White Versi ‘Kekuatan Cinta’)

Belum puas memporak-porandakan rumah Rose, ibu Tom mengirim anak buahnya untuk

membakar tempat Rose mengajar.

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 10: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

“Sayangnya, kedekatan mereka diawasi oleh mata-mata Ibunda Tom. Berita kedekatan mereka sampai di telinga sang Ibunda. Tanpa kompromi, sang Bunda mengirim anak buah ke sekolah tempat Rose mengajar, dan membakarnya” (Iklan Pond`s Fawless White Versi ‘Kekuatan Cinta’)

Belum puas membakar tempat Roes mengajar, Ibu tom menyuruh membakar pohon. Ia

memerintahkan anak buahnya untuk menghancurkan pohon kenangan tempat Tom dan Rose

memadu kasih. Rose yang tidak rela segera berlari untuk menghalangi buldozer yang akan

menghancurkan pohon tersebut.(Kurniasari,2010)

3. Laki-laki sebagai Pelindung Perempuan

Pada akhir episode iklan diceritakan bahwa Rose segera berlari untuk menghalangi

bulldozer yang akan menghancurkan pohon tersebut. Melihat hal tersebut Tom segera berlari

untuk melindingi Rose.Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa yang harus melindungi Tom,

bukan Rose. Kenapa dalam iklan tersebut Rose digambarkan mau berkorban untuk menghalangi

bulldozer yang akan menghancurkan poh tersebuit. Dalam iklan tersebut Rose digambarkan rela

berkorban, sedangkan Tom digambarkan menyelamatkan (melindungi) Rose. Dalam konstruksi

masyarakat yang patriarkhis, karena perempuan sebagai pihak yang lemah sebagai obyek, maka

dia yang selalu dikorbankan. Sedangkan laki-laki dikonstruksi sebagai pihak yang aktif, dia

harus melindungi perempuan. (Kurniasari, 2010)

4. Gaya Hidup dalam Iklan Ponds

Gaya hidup (lifestyle) dapat didefinisikan sebagai pola penggunaan ruang, waktu, dan

barang-barang karakteristik kelompok sosial tertentu. Gaya hidup, dengan demikian, adalah

bagaimana kelompok sosial tertentu menggunakan ruang, waktu dan barang dengan pola, gaya,

atau kebiasaan tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang di dalam ruang-waktu tertentu.

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 11: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

Bila dikaitkan dengan geografi-waktu, maka gaya hidup adalah bagaimana pola, kebiasaan, dan

gaya kelompok sosial tertentu dalam melakukan rutinitas praktik sosial sehari-hari di dalam

ruang-waktu.Cara berpakaian, gaya makan, jenis bacaan dikatakan merupakan ekspresi dari cara

kelompok masyarakat mengkaitkan hidup mereka dengan kondisi eksistensi mereka yang

kombinasinya membentuk ideologi kelas sosial mereka. Gaya hidup, kata Nicos Hadjinicolaou,

merefleksikan kesadaran kelas kelompok masyarakat tertentu dan dengan demikian ia

merupakan satu bentuk ideologi kelas. Gaya hidup yang ditampilkan di iklan Ponds adalah gaya

hidup kelas menengah ke atas (dari pakaian yang dipakai Tom dan Ibunya).Dalam iklan

digambarkan Tom memakai jas sedangkan ibunya memakai jas mantel berbulu. Ibunya Tom

mempunyai anak buah yang banyak. (Kurniasari,2010)

5. Racism dalam Iklan Ponds

Ide tentang rasialisasi atau pembentukan ras mencakup argumen bahwa ras adalah suatu

konstruksi sosial dan bukan suatu kategori universal atau kategori esensial biologis atau kultural.

Ada yang menyatakan ras tidak berada di luar representasi melainkan dibentuk di dalam dan

olehnya dalam suatu proses pergumulan kekuasaan politik dan sosial (Hall, 1990, 1996d, 1997c).

Jadi, karakteristik yang dapat diamati ditransformasikan ke dalam penanda ras, termasuk

dorongan semu terhadap perbedaan biologis dan kultural (Barker, 2008: 203-204).

Iklan melalui media juga melakukan rasialisasi. Kebanyakan model iklan yang

ditampilkan media di Indonesia merupakan orang keturunan blasteran atau biasa dikenal dengan

sebutan indo. Padahal telah diketahui bahwa Indonesia memiliki beragam suku dan ras. Jangan

lupa, kebanyakan penduduk Indonesia merupakan keturunan ras Mongoloid. Sedangkan menurut

Prof. Josef Glinka SVD yang dikatakan penduduk pribumi Indonesia adalah mereka yang berada

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 12: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

di Indonesia bagian timur. Iklan Ponds ini juga menggunakan model blasteran. Mereka

divisualkan dengan berkulit putih, berbadan tegap, berhidung bangir dan ciri-ciri ras kaukasoid

lainnya.

Model tokoh Tom adalah artis berkulit putih, berbadan tegap, berhidung bangir.

Sedangkan yang menjadi Rose adalah perempuan dengan kulit putih, badan langsing, rambut

panjang dan ciri-ciri ras kaukaoid lainnya. Iklan ini mempersuasif khalayak untuk berperilaku

dan memiliki hal-hal yang bersifat fisik layaknya model iklan tersebut. Artinya iklan ini

menempatkan orang yang memiliki ciri-ciri di atas pada kedudukan dan peran yang tinggi dalam

masyarakat.(Kurniasari,2010)

6. Penggusuran dan Hak Asasi Manusia

Keluarga Tom berasal dari kelas atas, sedangkan Rose dari keluarga miskin. Hal ini

tampak dari iklan tersebut yang menggambarkan bahwa Ibu Tom punya anak buah, mobil dan

ayah Tom seorang pengusaha properti. Ibu Tom menyuruh anak buahnya untuk menggusur

rumah sederhana Rose dan membakar sekolah tempat Rose mengajar.Penggusuran seringkali

dilihat sebagai proses pemindahan penduduk yang tidak mau mengikuti peraturan

pemerintah.Melalui cara pandang ini, penghuni permukiman illegal adalah pelanggar hukum dan

pemilik lahan adalah korban. Cara pandang tersebut tidak mampu menangkap realita dari

tindakan penggusuran yang begitu menyedihkan, penuh dengan kekerasan dan memiskinkan

penduduk yang tergusur. Dan juga tidak mampu menangkap sistem kepemilikan lahan dan

property yang tidak berkeadilan di sebuah negara, di mana hanya segelintir kelompok kecil saja

yang menikmati kekayaan di saat ada sekelompok orang yang tidak memiliki apa-apa.

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 13: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

Dalam konteks iklan Ponds, penggusuran dilakukan karena Ibu Tom tidak menyetujui

hubungan antara Tom dan Rose. Rose dalam hal ini adalah korban. Ibu Tom mewakili segelintir

kelompok kaya yang dengan ambisinya mau mendirikan lapangan golf dengan menggusur

gedung sekolah anak-anak miskin di desa. Rose dalam iklan Ponds ini digambarkan sebagai

seorang perempuan yang miskin dan tinggal desa. Sedangkan Tom sebagai laki-laki kaya dan

tinggal di kota.

7. Kapitalisme dalam Iklan Ponds

Perempuan, di dalam iklan Pond`s , ditempatkan dalam sebuah relasi “ekonomi-politik

tanda tubuh”. Di dalam relasi itu, seperti dikatakan Yasraf Amir Piliang, tubuh perempuan

dieksploitasi segala potensinya guna menghasilkan tanda atau citra tertentu. Di dalam iklan

Pond`s, citra yang ingin dihasilkan dari eksploitasi kelembutan, kesabaran dan kesetiaan

perempuan adalah citra tentang Ponds sebagai produk yang bisa memiliki ‘kekuatan cinta’. Di

dalam iklan tersebut, lagi-lagi perempuan adalah korban eksploitasi.

Dalam sudut kebudayaan, iklan Ponds mencerminkan kuatnya patriarki. Bagaimana

tidak?! Kebanyakan yang menjadi objek atau subjek adalah perempuan (Rose) . Asumsi bahwa

tanpa perempuan iklan tidak menarik, adalah perwujudan relasi hegemonik. Perempuan tanpa

sadar menyatakan bahwa tanpa dirinya, iklan memang tidak laku, sehingga ia rela tampil,

termasuk dalam kategori adegan yang melecehkan dan merendahkan dirinya sendiri. Biasanya

para pihak yang terlibat dalam pembuat sebuah iklan akan berkilah bahwa memang begitulah

tuntutan skenario bahwa perempuan lah yang membutuhkan uang dan banyak alasan klise

lainnya.Hegemoni seperti ini tidak memberikan kesempatan pada kemungkinan munculnya

alternative lain. Perempuan dalam iklan harus tampil dalam selera yang diciptakan oleh laki-laki.

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 14: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

Sekali lagi menjadi jelas bahwa kapitalisme, patriarki dan hegemoni kekuasaan dalam iklan telah

menyatu sedemikian rupa, sehingga sulit untuk memisahkannya. Apakah iklan benar –benar

sumber informasi atau sebaliknya, ia adalah suatu alat untuk melanggengkan status quo dan

dominasi ekonomi laki-laki atas perempuan.

Jika diamati lebih mendalam, sebagai alat dagang iklan seringkali memanfaatkan

perempuan sebagai catch-attention atau titik penarik perhatian, namun iklan memasang

perempuan hanya sebagai hiasan, dan cenderung menetapkannya dalam situasi yang tidak pernah

berubah.

Kapitalisme, tak pelak lagi telah menempatkan perempuan pada posisi inferior, menjadi

alat bagi berlangsungnya suatu kekuasaan penundukkan. Dalam hal ini, menurut Yasraf Amir

Piliang (Siregar, 2000) eksistensi perempuan dalam wacana ekonomi-politik di dunia komoditas

telah mengangkat paling tidak tiga persoalan, yakni tubuh, “tanda/sign” dan hasrat1. Artinya

penggunaan tubuh dan representasi tubuh yang ada dalam iklan tidak saja menyangkut relasi

ekonomi tetapi juga relasi ideologi, bahwa penggunaan tubuh dan citra yang dibentuk itu

menandakan suatu relasi sosial tertentu yang dikonstruksi berdasarkan system ideologi tertentu.

Persoalan tubuh, tanda dan hasrat merupakan bagian dari sistem sosial, budaya dan psikis subjek

(baca:perempuan). Justru persoalan inilah yang tidak pernah disentuh, bahwa iklan telah

digunakan sebagai pencipta common sense dalam membentuk kebutuhan, nilai bahkan ideologi,

bahwa citra yang dibentuk lewat iklan, tidak saja melalui gambar, tetapi juga bahasa-verbal,

visual, digital-telah menempatkan perempuan dalam posisi the second sex.

8. Hegemoni Realitas dalam Iklan Pond`s

1

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 15: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

Realitas yang ditampilkan dalam iklan, bukanlah sebuah sebuah cermin realitas sosial

yang jujur. Tapi iklan adalah sebuah cermin yang cenderung mendistorsi realitas, atau Marchand

menyebutnya sebagai a hall of distorting mirrors. Iklan cenderung membangun realitas yang

cemerlang, melebih-lebihkan, dan melakukan seleksi tanda -tanda atau images, sehingga tidak

merefleksikan realitas akan tetapi mengatakan sesuatu tentang realitas. Iklan merangkum dilema

- dilema sosial atau aspek-aspek realitas sosial dan mempresentasikannya secara tidak jujur.

Iklan menjadi cermin yang mendistorsi realitas yang dipresentasikannya dan sekaligus

menampilkan images dalam visinya. Tidak ada iklan yang ingin menangkap kehidupan seperti

apa adanya, akan tetapi selalu ada maksud untuk memotret ideal-ideal sosial dan

menampilkannya sebagai sesuau yang normatif. Iklan tidak berbohong akan tetapi juga tidak

mengatakan yang sebenarnya. Dunia abstrak yang dipresentasikan iklan merupakan sebuah

usaha yang disengaja untuk mengkonstruksi asosiasi -asosiasi antara suatu produk dengan

imajinasi individu, dengan kelompok demografik maupun psikografik tertentu, atau dengan

dengan kebutuhan dan kesempatan tertentu.(Rahayu, 2003).

Sebagai contoh dalam iklan Pond`s, tadi dihadirkan cincin Daisy yang dihubungkan

dengan kekuatan cinta, ketulusan dan kesetiaan. Dalam hal ini telah diciptakan simbolisasi dan

asosiasi, di mana Pond`s tidak hanya diartikan untuk pemutih kulit namun juga menngandung

kekuatan cinta yang bisa mengalahkan halangan apapun. Ketika hubungan antara benda dengan

tanda terbentuk, individu akan memandang ponds (signifier) sebagai sebuah tanda yang

menunjuk kekuatan cinta dan kesetiaan (signified), benda yang mewakili perasaan. Iklan melalui

pesannya mempertukarkan nilai -nilai kemanusiaan yang dilekatkan pada produk.

Kesimpulan

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 16: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

Identitas dalam masyarakat urban saat ini lebih banyak ditentukan oleh konstruksi

tayangan media massa salah satunya iklan. Tayangan iklan selain mengkonstruksi identitas

melalui citra -citra, juga sekaligus memberikan mutual recognition atas identitas tersebut. Iklan

merupakan salah satu bentuk tayangan televisi yang menjadi sumber atau rujukan bagi individu

untuk melakukan kategorisasi, identifikasi dan pembandingan sosial dalam proses konstruksi

identitas. Konstruksi identitas melalui image-image atau citra-citra, khususnya dalam iklan diatas

merupakan politik identitas, yaitu produksi identitas-identitas tentang perempuan yang dianggap

ideal. Penciptaan perempuan ideal melalui penciptaan tubuh yang ideal. Hal ini ditangkap oleh

para produsen iklan kosmetik dengan memasarkan produk-produk kecantikan plus memproduksi

konstruksi identitas-identitas yang ideal bagi perempuan. Ujung dari semua itu adalah para

pemilik media dan produsen produk kosmetik mendapatkan keuntungan. (Kurniasari, 2010)

Sehingga, perempuan sesungguhnya bukan hanya menghadapi musuh lama (laki-laki),

tetapi musuh baru yang jauh lebih perkasa, yakni kapitalisme. Laki-laki bahkan telah

dimanfaatkan oleh kapitalisme untuk bersama-sama untuk melestarikan struktur hubungan

gender yang timpang, Pelestarian ketimpangan hubungan itu tidak hanya menyebabkan

terjadinya subordinasi perempuan oleh perempuan sendiri. Hal ini tampak dari posisi yang

ditempati perempuan dalam iklan di mana di satu sisi perempuan merupakan alat persuasi di

dalam menegaskan citra sebuah produk dan di sisi lain perempuan merupakan konsumen yang

mengkonsumsi produk kapitalisme

Iklan sebagai ruang gerak baru bagi perempuan telah memungkinkan perempuan untuk

mengekspresikan dan mengaktualisasi diri. Keseluruhan konsep perempuan kemudian

mengalami transformasi dari perempuan sebagai orang yang terlibat dalam kegiatan domestik,

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 17: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

sebagai pekerja keluarga, atau sebagai masyarakat second class menjadi perempuan yang lebih

otonom dan penuh kebebasan.

Economic capital yang dimiliki perempuan menentukan hubungan-hubungan sosial

antara perempuan dan laki-laki dan antar perempuan sendiri. Dunia iklan bagi perempuan telah

menjadi basis politik emansipasi dalam usaha perempuan ke luar dari ikatan-ikatan tradisional

dan masa lalu. Namun demikian, dunia iklan berorientasi pada kelompok tertentu sehingga

kelompok (perempuan) yang tidak memiliki akses mengalami subordinasi.

Keberadaan perempuan dalam iklan ini sesungguhnya juga menggelisahkan perempuan

lain, karena produk yang ditawarkan oleh sebuah iklan telah membangkitkan fantasi begitu

banyak lain terhadap produk mengingat perempuan merupakan kelompok pembelanja terbesar.

Kegelisahan berawal dari kondisi ekonomi yang bervariasi antar orang yang menyebabkan

terjadinya proses konsumsi simbolik secara meluas. Kelompok yang tidak memiliki kapital

ekonomi dan yang tidak dapat mengkonversikan kapital sosial dan kapital kebudayaan menjadi

capital economy tidak terlibat dalam konsumsi real. Proses konsumsi simbolik yang diakibatkan

oleh iklan merupakan sesuatu yang membahayakan pada saat akumulasi hasrat (desire) terhadap

suatu produk mencapai tingkat yang tak terkendalikan sementara capital tidak tersedia dengan

cukup. Pemanfaatan fasilitas kredit pun tidak dapat dilakukan oleh kelompok yang tidak

memiliki akses.Kelompok yang tidak memiliki kekuatan kendali diri karenanya akan menjadi

kelompok masyarakat mengambang (floating mass).

Kehadiran perempuan dalam iklan juga telah mentransformasikan tatanan kehidupan

secara meluas : nilai tentang gaya dan cara berpakaian yang lebih bervariasi, seperti nilai

sexiness dari sebuah pakaian yang diiklankan, nilai kemewahan dalam gaya hidup nilai

kepribadian seperti percaya diri yang bisa ditimbulkan dengan memakai produk tertentu.

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013

Page 18: jurnalnetty.files.wordpress.com file · Web viewArtinya, identitas seseorang sebagai seorang wanita atau sebagai seorang penduduk asli Amerika misalnya, membuatnya rentan terhadap

Implikasi di atas muncul berkaitan dengan kecenderungan iklan memotret aspek tertentu dari

perempuan, yakni bentuk tubuh, keindahannya, dan kesegaran tubuh. Selain merupakan faktor

penting dalam seleksi sosial, keterlibatan perempuan dalam dunia periklanan juga menjadi faktor

dominant dalam sosialisasi nilai, khususnya nilai tentang “kewanitaan’.(Kurniasari,2010)

Daftar Pustaka

Barker, Chris. 2008. Cultural Studies: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Kreasi Wacana

Hall, Stuart. 1996“Introduction: Who Needs ‘Identity’?”, dalam Stuart Hall dan Paul Du Gay, `(eds), Question of Cultural Identity, Penerbit: Sage Publication, London.

Kurniasari, Netty Dyah ,2010, Politik Identitas dalam Iklan Ponds, Makalah Pribadi. Surabaya

Rahayu, Titik Puji.2003.Politik Identitas Anak-Anak dalam Iklan Anak-Anak. Surabaya

Sarup, Madan. 1996.Identity, Culture and The Postmodern World (Athens: The University of Georgia Press.

Siregar, Ashadi,2001, Menyingkap Media Penyiaran, Membaca Televisi Melihat Radio , Yogyakarta: LP3Y

* Artikel dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‘ Urban dalam Wacana: Kesehatan, Budaya dan Masyarakat’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga April 2013