skripsi status anak zina dalam warisan menurut hukum positif dan hukum islam (min mokoginta)
DESCRIPTION
maaf jika dalam penulisan skripsi ini masi sangat jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan oleh pembaca yang budiman. maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dfan saran yang konstruktif demi kemajuan dan kebaikan khasana intelektual.TRANSCRIPT
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
STATUS ANAK ZINA DALAM HAK WARISAN MENURUT
HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
SKRIPSIDiajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI) Pada Jurusan Akhwalul Syakhsyah
Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam
Oleh :
MINSYAI MOKOGINTANIM : 03 021 285
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAMINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN AMAI GORONTALO2009
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Dilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
Jika Allah membiarkan kamu , Maka siapakah gerangan yang dapat
karena itu hendaklah kepada Allah saja orang
: Minsyai Mokoginta, S.Hi
Syakhsyah (Hukum Perdata Islam)I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Jika Allah menolong kamu,
Maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu,
Jika Allah membiarkan kamu , Maka siapakah gerangan yang dapat
menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?
karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal
(Al Qur’an : 3 :160)
Sesusah apa pun kita, pasti ada yang lebih
Dan sekaya apapun kita, pasti merasa belum puas.
Maka, rasakanlah cukup apa yang ada daripada apa yang tiada.
(Asta Qauliyah)
Aku, kamu dan dia adalah sama dalam hakikat,
perbedaan manusia terletak pada Pendakian Spritual.
(Minsyai Mokog
Dengan Kasih sayang-Mu, Skripsi ini penulis persembahkan
Kepada kedua orang tua yang tercinta
J. Mokoginta, A.M.Pd dan S. Kondag, A.M.Pd
Akhirnya…………
Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati
Terhampar harapan semoga karya tulis ini dapat
Media sumbangsif, evaluasi dan bahan kritik saran
Semoga…………..
Jika Allah menolong kamu,
Maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu,
Jika Allah membiarkan kamu , Maka siapakah gerangan yang dapat
menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?
orang mukmin bertawakkal
(Al Qur’an : 3 :160)
……………
Sesusah apa pun kita, pasti ada yang lebih susah.
Dan sekaya apapun kita, pasti merasa belum puas.
Maka, rasakanlah cukup apa yang ada daripada apa yang tiada.
(Asta Qauliyah)
……………
Aku, kamu dan dia adalah sama dalam hakikat,
perbedaan manusia terletak pada Pendakian Spritual.
(Minsyai Mokoginta)
……………
Mu, Skripsi ini penulis persembahkan
Kepada kedua orang tua yang tercinta
J. Mokoginta, A.M.Pd dan S. Kondag, A.M.Pd
Akhirnya…………
Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati
Terhampar harapan semoga karya tulis ini dapat menjadi
Media sumbangsif, evaluasi dan bahan kritik saran
Semoga…………..
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
SkripsiSTATUS ANAK ZINA DALAM HAK WARISAN MENURUT
HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM Yang disipkan dan disusun
Oleh:Minsyai Mokoginta
Nim:03 021 285Mahasiswa Jurusan Ahwal Syakhshiyah
Telah dipertahankan di depan sidang Munaqasyah SkripsiPada Tanggal 26 Oktober 2009/07 Dzulqaidah 1430 H
Dewan Munaqasyah Skripsi
Ketua Sekretaris
Drs. H. Ajub Ishak, M.A Mubasyir P. Kau, S.Ag., M.A.
Munaqisy I, Munaqisy II,
DR. Sofyan A.P. Kau, M.Ag Zumiyati S. Ibrahim, S.H., M.H
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Lahaji, M.Ag Drs. Syafrudin Katili, M.HI
Skripsi ini diterima sebagai salah satu persyaratanMemperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Gorontalo, 26 Oktober 2009Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
Drs. Lahaji, M.AgNip: 19610414 199203 1 001
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
PERNYATAAN KEASLIAN SKIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Minsyai Mokoginta
NIM : 03 021 285
Jurusan : Ahwal Syakhshiyah
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang berjudul: “Status
Anak Zina dalam Hak Warisan Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam”
Secara keseluruhan adalah benar-benar karya asli sendiri dan bukan merupakan
jiplakan, kecuali bagian-bagian yang dirujuk sumbernya dan disebut dalam daftar
pustaka. Apabila pernyataan dikemudian hari tidak benar, maka yang bertanda
tangan di bawah ini bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar
akademik.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya.
Gorontalo, 23 Oktober 2010
Yang Menyatakan,
Minsyai MokogintaNIM : 03 021 0285
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Drs. Lahaji, M.AgDosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
IAIN Sultan Amai Gorontalo
NOTA DINAS
Lampiran : 4 eksamplar
Hal : Penyerahan Skripsi
Kepada Yth;
Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
IAIN Sultan Amai Gorontalo
Di-
Gorontalo-
Assalamu Alaikum wr.Wb
Setelah membaca, meneliti dan merevisi seperlunya, kami berpendapat
bahwa Skripsi saudara Minsyai Mokoginta NIM: 03 021 285 yang berjudul
“Status Anak Zina dalam Hak Warisan Menurut Hukum Positif Dan Hukum
Islam”, telah dapat diajukan ke sidang munaqasyah skripsi, dan bersama ini kami
kirimkan naskahnya.
Wassalamu alaikum wr.Wb
Gorontalo, 23 Oktober 2009
Pembimbing I,
Drs. Lahaji, M.Ag Nip: 1961.04141992.203001
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Drs. Syafrudin Katili, M.HI
Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
IAIN Sultan Amai Gorontalo
NOTA DINAS
Lampiran : 4 eksamplar
Hal : Penyerahan Skripsi
Kepada Yth;
Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
IAIN Sultan Amai Gorontalo
Di-
Gorontalo-
Assalamu Alaikum wr.Wb
Setelah membaca, meneliti dan merevisi seperlunya, kami berpendapat
bahwa Skripsi saudara Minsyai Mokoginta NIM: 03 021 285 yang berjudul
“Status Anak Zina dalam Hak Warisan Menurut Hukum Positif Dan Hukum
Islam”, telah dapat diajukan ke sidang munaqasyah skripsi, dan bersama ini kami
kirimkan naskahnya.
Wassalamu alaikum wr.Wb
Gorontalo, 23 Oktober 2009
Pembimbing II,
Drs. Syafrudin Katili, M.HINip : 150 254 135
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
ABSTRAK
Mokoginta, Minsyai, 2009. Status Anak Zina dalam Hak Waris Menurut Hukum Positif Dan Hukum Islam. Pembimbing I Drs. Lahaji, M.Ag, Pembimbing II Drs. Syafrudin Katili M.H.I
Kata Kunci : Anak, Zina, Warisan,Hukum Positif, Hukum Islam.
Jika setiap keluarga menginginkan kehadiran buah hati karena dengan buah hati itu akan ada harapan orang tua dikemudian hari dan menjadi penerus serta ahli waris dari segala apa yang orang tua miliki. Maka pertanyaanya bagaimana dengan mereka anak-anak yang lahir diluar nikah atau anak zina? Jika anak adalah penerus dan pewaris dari semua apa yang dimiliki orang tuanya baik materil maupun idiologi maka tentunya hal ini mungkin berseberangan dengan kehidupan anak yang lahir diluar nikah atau anak zina, betapa tidak bersimpangan jika anak fungsinya adalah penerus dan pewaris, maka apa yang mereka harus teruskan dan apa yang mereka warisi, Jika ada yang ingin diteruskan berupa wasiat dan warisan maka dari mana wasiat itu dan warisan itu mereka dapati? Tentu jawabanya tidak ada penerusan wasiat dan warisan bagi mereka anak yang lahir diluar nikah karena mereka tidak mempunyai status orang tua yang jelas yaitu nazab dari seorang ayah, sementara nazab adalah salah satu penentu garis keturunan dan dengan nazab wrisan dapat diketahui siapa yang berhak dan tidaknya dalam penerimaan warisan.
Skripsi ini membahas tentang “Status Anak Zina dalam Hak Waris menurut Hukum Positif dan Hukum Islam” Metode Penelitian menggunakan Jenis penelitian deskriptif yang lebih menekankan pada data berupa narasi kata-kata dan bukan pada data berupa angka-angka. Pembahasan skripsi ini menggunakan metode pengkajian kepustakaan atau Library research.. Library Research, yaitu karya ilmiah yang didasarkan pada studi literatur atau pustaka. Oleh sebab itu, penulisan karya ilmiah ini akan di lakukan berdasarkan atas hasil studi terhadap beberapa bahan pustaka yang berkaitan dengan Anak Zina atau anak diluar nikah dan Warisan. Adapun cara yang digunakan pada tahap yaitu kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.
Hasil Penelitian menemukan bahwa adanya persamaan dan perbedaan sudut pandang antara hukum positif dan hukum Islam dalam hal nazab dan hak warisan anak zina. Dalam hukum positif meskipun hubungan nazab tealah terputus dari ayah kandung namun anak zina teta mndapatkan hak warisan yaitu 1/3 x Jumlah anggota waris yang sah bersama anak diluar nikah = hasil, atau bagian yang diserahkan kepada anak diluar nikah, sementara sisa warisan dari pembagian anak diserahkan kepada Negara. Sedangkan menurut hukum Islamanak zina atau anak diluar nikah tidak mendapatkan hak waris karena telah terputus nazabnya dari ayah kandungnya.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahir rabbi’lalamin. Puji syukur atas karunia dan segenap
Rahman dan Rahim-Nya Allah. Andaikata seluruh lautan dijadikan tinta dan
tangkai pepohonan di jadikan pena niscaya tidak akan sanggup melukiskan
curahan nikmat yang direngguk setiap mahluk dalam setiap tarikan nafas.
Sholawat dan salam tak lupa pula penulis haturkan kehariban baginda
Rasulullah Muhammad s.a.w seorang tokoh revolusioner zaman yang telah
mengeluarkan manusia dari alam kegelapan kea lam yang terang benderang, dari
alam kebodohan kealam yang penuh hidayah. Semoga rahmad dan magfirah tetap
bercucuran kepada arwah beliauh, keluarga-keluarganya, sahabat-sahabatnya,
tabi’-tabi’in dan Isnya Allah akan sampai pada umat Islam akhir zaman yang
masih konsisten terhadap syariat Islam
Demikan pula penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin
tersusun dengan sendirinya tanpa bantuan dari berbagai pihak serta masih jauh
dari kesempurnaan. Olehnya itu dengan segala ketulusan dan keikhlasan hati yang
paling dalam penulis menyampaikan pengahargaan dan ucapan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Ayah dan Ibu yang tercinta J. Mokoginta, A.M.Pd dan Selvia Kondag,
A.M.Pd yang telah membesarkan dan mendidik serta menyekolahkan
penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
2. Prof. Dr. H. Muhammadiyah Amin, M.Ag selaku Rektor IAIN Sultan
Amai Gorontalo.
3. Drs. Lahaji, MAg selaku dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
dan sebagai dosent Pembimbing I. kepada bapak terimah kasih banyak
atas segala waktu dan kesempatan dalam membimbing penulis sehingga
data menyelesaikan skripsi.
4. Drs. Syafrudin Katili, M.HI selaku dosen pembimbing II, yang dengan
ikhlas selalu meluangkan waktu untuk membimbing penulis.
5. Mubasyir P. Kau, S.Ag., M.A selaku ketua jurusan Ahwalul
Syahkhshiyiah yang telah banyak memberikan nasehat kepada penulis.
Kepada Bapak terimah kasih banyak semoga segala amal ibadah bapak
diterima disisi Allah SWT.
6. Dr. Sofyan A.P. Kau, M.Ag yang selalu bersedia memberikan kritikan
konstruktif demi kesempurnaan sebuah karya ilmiah kepada Bapak
terima kasih banyak yang tak terhingga, semoga kasana keilmuan bapak
akan selalu bertambah dan mengalir kepada para mahasiswa.
7. Ibu. Zumiyati Ibrahim, M.H yang telah meluangkan waktu memberikan
bimbingan ditengah-tengah kesibukan. Kepada Ibu terima kasih banyak
yang sedalam-dalamnya.
8. Drs.H. Ajub Ishak, MA. Selaku pembantu dekan I yang selalu
memberikan solusi yang terbaik pada masa perkuliahan.
9. Dra. Aisma Maulasa, M.Th.I selaku pembantu Dekan III yang selalu
memberikan suportivitas dalam penyelesaian study.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
10. Adik-adiku yang tercinta Mahmud Mokoginta, Mukti Ali
Mokoginta dan Novrita Sani terimahkasih banyak atas doa dan
harapan kalian.
11. Teman spcialku Nikma Al Hamid yang selalu setia menemani dan
memotivasi penulis dimasa perkuliahan sampai sekarang ini.
12. Teman-teman seperjuangan organisasi Intra dan ekstra kampus
PMII, IMM, HMI dan MAPALA-STA yang turut memberikan
sumbangsif baik moril maupun materil demi selesainya skripsi ini.
Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka untuk itu penulis sangat
megharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif.
Wabillahi Taufiq Wal Hidayah Wassalamu ‘Alaikum Wr. Wb
Gorontalo, October 2009
Penulis,
Minsyai MokogintaNim : 03 021 285
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
PedomanTransliterasi Arab-Latin
a. Konsonan
Arab Latin Arab Latin Arab Latin
ا = a ز = z ق = qب = b س = s ك = kت = t ش = sy ل = lث = ts ص = sh م = mج = j ض = Dh ن = nح = h ط = Th و = wخ = kh ظ = Zh ي = yد = d ع = ' ة = tذ = dz غ = Gh ر = rف = f
b. VokalPendek c. VokalPanjang
__ = a ا = â__ = I ي = î__ = u و = û
d. Diftong d. Pembauran
وا = au ٲل = al
ا ي= ai ٲلس = al
و ا = au وٲل = wa
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL................................................................................................ iHALAMAN PENGESAHAN…………................................................................. iiLEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................ iiiNOTA DINAS ...................................................................................................... ivABSTRAK............................................................................................................ vKATA PENGANTAR.......................................................................................... viPEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................... ixDAFTAR ISI ........................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1A. Latar Belakang ............................................................................... 1B. Rumusan Masalah........................................................................... 3C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5D. KegunaanPenelitian ........................................................................ 5E. MetodePenelitian ............................................................................ 6
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 9A. Pengertian Anak Zina ..................................................................... 9B. Hak Waris anak zina ....................................................................... 13
BAB III HAK-HAK WARISAN ANAK ZINA................................................ 18A. Tinjauan Hukum Positif .................................................................. 18
1. Nazab anak zina ......................................................................... 182. Kedudukan dan bagian dari ahli waris ........................................ 203. Hak waris anak diluar nikah ....................................................... 28
B. Tinjauan Hukum Islam ................................................................... 351. Nazab anak zina ........................................................................ 352. Hak waris anak zina .................................................................. 36
C. Persamaan dan Perbedaan status anak zina dalam warisan menurut Hukum Positif dan Hukum Islam… ................................................ 511. Persamaan................................................................................. 512. Perbedaan ................................................................................. 52
BAB IV PENUTUP………………………......................................................... 57A. Kesimpulan .................................................................................... 57B. Saran............................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59
RIWAYAT HIDUP
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah amanah dan menyia-nyiakan amanah adalah dosa. sesuatu
yang boleh dikatakan pasti apabila dikatakan setiap keluarga mendambakan
seorang anak. Anak dalam setiap keluarga dapat dikatakan sebagai modal setiap
orang tua untuk masa depannya bukan hanya kebanggaan sesaat pada saat
sekarang.
Ada banyak orang tua lupa bagaimana anak sebagai modal, tapi secara
umumnya anak hanya diupayakan menjadi kebanggaan pada saat sekarang. Jika
seorang anak hanya diharapkan untuk menjadi kebanggaan pada saat sekarang
maka cukuplah jika anak itu memiliki kesuksesan yang kita banggakan pada saat
ini. Bagaimana untuk mempertahankan anak-anak menjadi modal masa oleh
setiap orang tua? Tentu dalam hal ini anak-anak tidak cukup hanya dengan
kehebatan intelektualnya tapi rohani dan kejiwaan anak harus dibentuk semasa
dari kanak-kanak, remaja dan pemuda.
Jika gagal orang tua memperhatikan anak-anak secara awal maka ada
kemungkinan besar kegagalan bisa terjadi di masa-masa kemudian seorang anak.
Jadi, jangan heran kalau ada orang tua saat usia tuanya kecewa karena tidak dapat
memiliki seperti apa yang diharapkannya dari anaknya, jelas semua itu tidak
berarti anak tidak tahu balas budi, dan kesalahan itu ditimpakan kepada anak-
anaknya, melainkan orang tua harus koreksi kesalahan apa saja yang telah dia
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
lakukan dan berikan kepada anak sehingga akhirnya anak harus terbentuk dengan
keadaan seperti ini ketika dia sudah tua, tak mampu lagi berjuang bahkan ia hanya
mampu mengharapkan anak-anaknya.
Kehadiran seorang anak dalam keluarga bukan saja menjadi kebanggaan
keluarga, tapi setidaknya keluarga itu merasa ada penerus keterunan atau
generasinya. Jika setiap keluarga menginginkan keturunan atau kehadiran buah
hati, maka pernakah kita berfikir bahwa diluar sana ternyata banyak anak yang
berifikir kebalikan dari apa yang kita fikirkan yaitu anak yang tidak mempunyai
status orang tua yang tidak jelas, sesungguhnya mereka berfikir dan menginginkan
berkumpul bersama keluarga ayah atau ibunya.
Seorang anak dikatakan sempurna apabila anak itu dapat diam dengan baik
dalam keluarga orang tuanya. Setiap anak akan tetap menjadi anak dalam keluarga
orang tuanya. Dia tidak pernah disebut ‘mantan anak’ atau ‘bekas anak’. Anak
dalam rumah tangga orang tuanya menunjukkan adanya tanggung jawab yang
diserahkan oleh Allah SWT di tengah-tengah keluarga.
Ciri khas orang tua adalah orang tua yang bertanggung jawab untuk
mengasuh, mendidik dan mengurus anak-anaknya. Jadi, jangan sekali-kali dengan
alasan apapun bagi semua orang tua untuk melepaskan tanggung jawab mengasuh
anak dengan menitip anak dan berharap sepenuhnya orang lain bertanggung jawab
mengurus anaknya. Sebagai mana Dr.Fitzhugh Dodson dalam bukunya
“Mendisiplinkan Anak Dengan Kasih Sayang” berkata bahwa orang tua perlu
membina hubungan baik dengan cara meluangkan sedikit waktu setiap hari atau
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
setiap minggu bersama-sama anak-anaknya, hanya sekedar untuk bersenang-
senang bersama-sama.
Anak itu penting bagi sebuah keluarga bukan hanya penerus keturunan
melainkan sebagai ahli waris keluarga. Tentulah anak itu tidak semata-mata
dibiarkan begitu saja untuk menjadi pewaris yang baik, bertumbuh dengan
sendirinya. Anak adalah ahli waris dari segala yang dimiliki orang tuanya tentu
bukan hanya harta tapi juga hal-hal spritual.
Jika setiap keluarga menginginkan kehadiran buah hati karena dengan
buah hati itu akan ada harapan orang tua dikemudian hari dan menjadi penerus
serta ahli waris dari segala apa yang orang tua miliki. Maka pertanyaanya
bagaimana dengan mereka anak-anak yang lahir diluar nikah atau anak zina? Jika
anak adalah penerus dan pewaris dari semua apa yang dimiliki orang tuanya baik
materil maupun amanah maka tentunya hal ini mungkin berseberangan dengan
kehidupan anak yang lahir diluar nikah atau anak zina, betapa tidak bersimpangan
jika anak fungsinya adalah penerus dan pewaris, maka apa yang mereka harus
teruskan dan apa yang mereka warisi, Jika ada yang ingin diteruskan berupa
wasiat dan warisan maka dari mana wasiat dan warisan itu mereka dapati? Tentu
jawabanya tidak ada penerusan wasiat dan warisan bagi mereka anak yang lahir
diluar nikah karena mereka tidak mempunyai status orang tua yang jelas yaitu
nazab dari seorang ayah, sementara nazab adalah salah satu penentu garis
keturunan dan dengan hal ini siapa yang berhak dan tidaknya dalam penerimaan
warisan dapat diketahui.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Hal itu menurut penulis adalah sebuah problem yang serius di tengah-
tengah masyarakat dan harus tanggapi dengan jelas secara normatif agar anak
yang lahir diluar nikah atau anak zina mempunyai status hukum waris yang jelas
karena dalam masyarakat hampir tidak ada bedanya antara anak sah dan anak
diluar nika atau anak zina dalam hal status kewarisan, entah hal itu dilakukan
karena dasar kesengajaan atas pertimbangan hal-hal tertentu ataukah ketidak
tahuan masyarakat sendiri atas dasar hukum baik secara hukum positif (perdata)
ataupun hukum Islam.
Persamaan status anak sah dan anak diluar nikah dalam kehidupan
masyrakat sering menimbulkan polemic dalam masalah kewarisan, adanya
kesenjangan dalam pembagian harta karena terkadang bagian anak sah sering
dibagikan tidak sesuai dengan tuntunan Syara’ padahal sang ayah yang
meninggalkan harta warisan kepada anak sahnya atau anak kandung adalah
beragama Islam, sementara anak diluar nikah atau anak zina dari ayah yang
meninggalkan harta warisanya dalam pembagian harta waris sang ayah lebih
cenderung menyerahkan harta kepada anaknya diluar nikah karena atas dasar
kecenderungan kasih sayang dari orang tuanya yang mungkin anak zina tersebut
lebih berbakat dari anak sah ataukah pertimbangan-pertimbangan yang lain.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas penulis dapat mengambil bebarapa
permasalahan yang menjadi obyek penelitian, diantaranya :
1. Bagaimana status anak zina di dalam warisan menurut hukum positif?
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
2. Bagaimana status anak zina di dalam warisan menurut hukum Islam?
3. Apa persamaan dan perbedaan Status anak zina dalam warisan menurut
hukum positif dan hukum Islam?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui status anak zina dalam warisan menurut hukum pidana
positif.
2. Untuk mengetahui status anak zina dalam warisan menurut hukum Islam.
3. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan anak zina dalam warisan
menurut pandangan hukum pidana positif dan hukum Islam.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara akademik maupun
praktis sebagai berikut :
1. Kegunaan Akademik
a. Untuk memenuhi salah satu syarat akademik dalam memperoleh gelar
Sarjana Hukum Islam (S.H.I), pada Jurusan Ahwalul Syakhsyah
Fakultas Syariah dan Ekonom Islam
b. Sebagai referensi tambahan bagi penelitian selanjutnya dalam bidang
kajian yang sama.
2. Kegunaan Praktis
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
a. Dapat mempertajam analisis dan wawasan terutama bagi peneliti terkait
dengan hak waris anak zina.
b. Dapat menjadi materi pembanding bagi mahasiswa jurusan Ahwalul
Syakhsyah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam terutama dalam mata
kuliah yang membahas tentang fiqih mawaris.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Pendekatan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian deskriptif yang lebih menekankan pada data berupa narasi kata-kata
dan bukan pada data berupa angka-angka.
2. Metode Pengumpulan Data
Pembahasan skripsi ini menggunakan metode pengkajian kepustakaan atau
Library research.. Library Research, yaitu karya ilmiah yang didasarkan pada
studi literatur atau pustaka. Oleh sebab itu, penulisan karya ilmiah ini akan di
lakukan berdasarkan atas hasil studi terhadap beberapa bahan pustaka yang
berkaitan dengan Anak Zina atau anak diluar nikah dan Warisan. Adapun cara
yang digunakan pada tahap yaitu kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.
3. Sumber Penelitian
Penulis menggunakan dua bentuk sumber penelitian yaitu sumber primer
dan sumber sekunder.
a. Sumber Primer
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Adapun yang dimaksud dengan sumber primer adalah referensi-
referensi yang berkaitan dengan hukum positif yaitu Kitab Undang-
undang Hukum Perdata di Indonesia dan Fiqih Mawaris.
Dalam rangka menemukan maksud dan hakekat hukum pidana
yang sesuai dengan kehidupan manusia penulis berusaha semaksimal
mungkin untuk mengumpulkan referensi-referensi baik dalam bentuk
buku-buku, maupun artikel yang memilki keterkaitan dengan delik aduan
tinjauan dari kedua sisi antara Islam dan Positif.
Dari lacakan yang dilakukan, ada beberapa referensi primer yang
digunakan di antaranya yang judul aslinya Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPer) yang diterbitkan oleh Pustaka Yustisia dan Fiqih
Mawaris (Edisi revisi ) ditulis oleh Dr. Ahmad Rofiq, MA yang
diterbitkan oleh PT. Raja Grafindo Persada (2001).
b. Sumber Sekunder
Adapun yang dimaksud dengan sumber sekunder adalah karya-
karya para pakar hukum dan referensi-referensi lain yang memiliki
keterkaitan dengan hukum waris dan anak diluar nikah. Urgensi
sumber sekunder tentunya dimaksudkan sebagai bahan pembanding dalam
rangka kepentingan analisis.
4. Metode Analisis Data.
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis konteks. cara ini
dimaksudkan untuk menganalisis makna sesungguhnya yang terkandung dalam
keseluruhan memaknai hukum pidana positif dan hukum Islam. Berdasarkan itu,
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
maka langkah berikut yang dilakukan adalah mengidentifikasi, klasifikasi dan
komparasi.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Anak Zina
Pengertian anak zina atau anak yang lahir diluar nikah secara umum
adalah anak yang di lahirkan seorang perempuan, sedangkan perempuan itu tidak
berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menyetubuhinya.
Sedangkan pengertian diluar nikah adalah hubungan seorang pria dengan seorang
wanita yang dapat melahirkan keturunan, sedangkan hubungan mereka tidak
dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum positif dan agama yang di
perlukan.
Menurut Riana Kesuma Ayu, SH. MH. Mengatakan bahwa anak di luar
kawin adalah anak yang di lahirkan seorang perempuan, sedangkan perempuan itu
tidak berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang
menyetubuhinya. Sedangkan pengertian diluar kawin adalah hubungan seorang
pria dengan seorang wanita yang dapat melahirkan keturunan, sedangkan
hubungan mereka tidak dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum positif
dan agama yang di perlukan
Menurut H. Herusuko anak yang lahir diluar nikah atau anak zina
mempunyai banyak faktor penyebab terjadinya anak di luar kawin, diantaranya
adalah (1) anak yang dilahirkan oleh seorang wanita, tetapi wanita tersebut tidak
mempunyai ikatan perkawinan dengan pria yang menyetubuhinya dan tidak
mempunyai ikatan perkawinan dengan pria atau wanita lain, (2) anak yang lahir
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
dari seorang wanita, kelahiran tersebut diketahui dan dikehendaki oleh salah satu
atau ibu bapaknya, hanya saja salah satu atau kedua orang tuanya itu masih terkait
dengan perkawinan yang lain; anak yang lahir dari seorang wanita tetapi pria yang
menghamilinya itu tidak diketahui, misalnya akibat korban perkosaan: (4) anak
yang lahir dari seorang wanita dalam masa iddah perceraian, tetapi anak yang
dilahirkan itu merupakan hasil hubungan dengan pria yang bukan suaminya. Ada
kemungkinan anak di luar kawin ini dapat diterima oleh keluarga kedua belah
pihak secara wajar jika wanita yang melahirkan itu kawin dengan pria yang
menyetubuhinya; (5) anak yang lahir dari seorang wanita yang ditinggal suaminya
lebih dari 300 hari, anak tersebut tidak di akui oleh suaminya sebagai anak sah;
(6) anak yang lahir dari seorang wanita,padahal agama yang mereka peluk
menentukan lain ,misalnya dalam agama khatolik tidak mengenal adanya cerai
hidup, tetapi dilakukan juga, kemudian ia kawin lagi dan melahirkan anak. Anak
tersebut dianggap anak di luar kawin; (7) anak yang lahir dari seorang wanita,
sedangkan pada mereka berlaku ketentuan nagara melarang mengadakan
perkawinan, misalnya WNA dan WNI tidak mendapatkan izin dari Kedutaan
Besar untuk mengadakan perkawinan, karena salah satunya dari mereka telah
mempunyai istri, tetapi mereka tetap campur dan melahirkan anak tersebut
merupakan anak luar kawin; (8) anak yang dilahirkan oleh seorang wanita, tetapi
anak tersebut sama sekali tidak mengetahui kedua orang tuanya; (9) anak yang
lahir dari perkawinan yang tidak dicatat di Kantor Catatan Sipil atau Kantor
Urusan Agama; (10) anak yang lahir dari perkawinan secara adat, tidak
dilaksanakan secara adat, tidak dilaksanakan menurut agama dan kepercayaannya
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
serta tidak di daftar di kantor Catatan Sipil dan Kantor Urusan Agama Kecamatan.
Adapun dalam praktik hukum perdata di Indonesia atau hukum positif
(perdata) pengertian anak luar kawin ada dua macam, yaitu : (1) apabila orang tua
salah satu atau keduanya masih terikat dengan perkawinan lain, kemudian mereka
melakukan hubungan seksual dengan wanita atau pria lain yang mengakibatkan
hamil dan melahirkan anak, maka anak tersebut di namakan anak Zina, bukan
anak luar kawin, (2) apabila orang tua anak di luar kawin itu masih sama-sama
bujang, mereka mengadakan hubungan seksual dan hamil serta melahirkan anak,
maka anak itu disebut anak diluar nikah. Beda keduanya adalah anak Zina dapat
diakui oleh orang tua biologisnya, sedangkan anak di luar kawin dapat di akui
orang tua biologisnya apabila mereka menikah, dalam akta perkawinan dapat di
cantumkan pengakuan (erkennen) di pinggir akta perkawinannya. Dengan
demikian Definisi anak diluar nikah menurut hukum positif (perdata) mempunyai
dua pengertian, yaitu: anak diluar nikah adalah arti luas dan anak diluar nikah
dalam artian yang sempit.1
1. Anak diluar nikah dalam artian luas adalah anak yang lahir diluar
pernikahan karena perzinahan dan anak sumbang.
a. Anak zina adalah anak yang dilahirkan seorang perempuan atau
dibenihkan seorang pria sedangkan perempuan atau pria itu ada dalam
perkawinan dengan orang lain.
b. Anak sumbang adalah anak yang lahir dari seorang ibu yang dilarang
1 KUHPer, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
cetakan II 2008), 74.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
kawin menurut undang-undang dengan lelaki yang membenih-kannya.
2. Anak luar nikah dalam arti sempit adalah : anak yang lahir diluar
perkawinan yang sah.
Anak zina adalah yang dikandung oleh ibunya dari seorang lelaki yang
menggaulinya tanpa nikah yang dibenarkan oleh syara’. Dalam ‘urf modern wa’ad
ghairuh syar’i yaitu anak yang tidak diakui oleh agama.2
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang diatur dalam
Kepres Nomor 1 Tahun 1991 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 154/1991
disebutkan bahwa seorang wanita hamil diluar nikah hanya dapat dikawinkan
dengan pria yang menghamilinya. Perkawinan dengan wanita hamil tersebut dapat
dilaksanakan secara langsung tanpa menunggu wanita itu melahirkan, tidak
diperlukan kawin ulang (tajdidun nikah) jika anak tersebut lahir, maka anak
tersebut menjadi anak sah.3 Dalam Pasal 43 (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan
hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Kedudukan anak diluar kawin ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, tetapi
sampai sekarang Peraturan Pemerintah belum di terbitkan.
Sedangkan menurut Imam Al Jurjani zina adalah perbuatan memasukkan
penis kedalam lubang vagina yang bukan miliknya ( bukan istrinya) dan tidak ada
unsur Syubha (kesurupan atau kekeliruan), sebagian pendapat ada yang memberi
2 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Fiqih Mawaris, (Semarang, PT.Pustaka
Rizki Putra, 1997), 288.3 Derpartmen Agama RI, Tanya Jawab Kompilasi Hukum Islam, (Direktorat Jendral
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1997/1998), 98.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
tambahan yaitu memasukkan penis ke dubur wanita yang tidak halal baginya.
Maka yang dinamakan dengana anak zina adalah anak yang lahir karena adanya
perzinaan yang dilakukan oleh bapak biologisnya dan ibu nasabnya atau anak
yang lahir di luar pernikahan atau perkawinan yang sah. Dan dapat pula
memasukkan anak yang lahir dari rahim wanita yang diperkosa, dengan asumsi
hubungan itu terjadi ketika tidak ada hubungan sah antara keduanya.4
Sedangkan menurut penulis pengertian anak zina adalah anak yang
dihasilkan dari hubungan laki-laki dan perempuan tanpa status yang resmi secara
syar’i yaitu pernikahan dan dilakukan secara sadar atau tidak sadar, terpaksa atau
dipaksa, suka sama suka maupun pemerkosaan.
B. Hak-hak waris anak diluar nikah
Sudah sejak dahulu telah ada peraturan mengenai pewarisan meskipun
semula bukan peraturan hukum melainkan peraturan kebiasaan atau adat, yang
menentukan apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan yang tidak lagi
mempunyai pemilik, dan keluarga sedarahlah yang menggantikan pemilik lama.
Mengapa yang mewaris adalah keluarga sedarah dari keturunan pewaris? Maka
jawaban pastinya karena adanya hubungan sakral antara anggota keluarga. Di
dalam hukum waris, setiap hak didukung oleh suatu subjek hukum baik itu
merupakan orang atau badan hukum. Apabila subjek hukum itu hilang harus ada
4 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sianar Grafika, 2005), 3.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
yang menggantikannya sebab jika tidak maka semua hak itu tidak ada aktivanya
yang akan menjadi rebutan dan para krediturnya akan kehilangan debitur.
Peraturan-peraturan yang mengatur tentang perpindahan harta kekayaan
dari seseorang yang meninggal dunia kepada seseorang atau beberapa orang lain,
bersama-sama merupakan hukum waris. Harta kekayaan yang berpindah itu
dinamakan ahli waris. Kepindahannya itu sendiri dinamakan pewarisan. Jadi
pengertian warisan secara umum 5adalah soal apakah dan bagaimana berbagai
hak-hak kewajiban tentang kekayaan sesorang pada waktu ia meninggal dunia
akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Untuk dapat mewaris maka ahli
waris itu ada yang karena ditunjuk oleh UU (Hukum Perdata) dan ada yang karena
ditunjuk oleh surat wasiat yang dapat mewaris berdasarkan UU dibagi atas 4
(empat) golongan yaitu :6
1. anak dan suami/isteri;
2. adanya pembelahan (kloving) ½ untuk keluarga ibu dan ½ - nya untuk
keluarga ayah khususnya untuk leluhur ke atas;
3. saudara kandung dan orang tua;
4. keluarga dalam garis menyimpang sampai ke 6 (enam) kalau semuanya
tidak ada akan jatuh pada Negara
Penggolongan pewarisan terhadap anak seperti yang disebutkan di atas
dapat di golongkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Anak sah (anak yang lahir dalam perkawinan yang sah).
5 Sudarsono, S.H, M.Si, Kamus Hukum,(Jakarta : Rineka Cipta, 2007), 32.6 KUHPer, Kitab Undang, 221.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Anak sah adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah menurut
hukum perdata.
2. Anak luar nikah
Anak diluar nikah adalah anak yang lahir diluar pernikahan yang sah, anak
diluar nikah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. anak luar nikah dapat diakui sahnya yaitu: anak yang lahir dimana antara
laki-laki dan perempuan itu belum kawin atau keduanya tidak ada
hubungan darah.
b. anak luar nikah yang tidak dapat diakui sah, yaitu: anak sumbang (anak
yang lahir dimana anak laki-laki dan perempuan itu mempunyai hubungan
darah) dan anak zinah yaitu anak laki-laki dan perempuan itu yang
keduanya atau salah satunya telah terikat oleh suatu perkawinan yang sah.
Anak luar nikah inilah yang dapat diakui sah dan boleh mendapatkan harta
warisan sedangkan anak luar nikah yang tidak dapat diakui sah hanyalah
mempunyai hak atas biaya hidup. Sebagaimana dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 862 sampai dengan pasal 873 mengenai
hubungan hukum antara anak luar nikah dengan orang tuanya.7
Dengan kata “Natuurlijk Kind” (anak luar nikah), orang menggantikan
semua anak tidak sah, kecuali yang dihasilkan dari zinah dan anak sumbang.
Kelahiran itu sendiri hanya ada hubungan antara ibu dan anak sedangkan
hubungan anak dengan laki-laki yang membuahkannya tidak ada. Barulah karena
7 KUHPer, Kitab Undang, 219-220
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
pengakuannya lahirlah hubungan-hubungan hukum antara anak dan laki-laki yang
mengakuinya. Walaupun kedudukannya tetap terbelakang di bandingkan dengan
anak sah, terutama dalam hukum waris. Selain itu anak luar nikah baik yang
diakui maupun tidak berada dibawah kekuasaan orang tua melainkan dibawah
perwalian. Mengenai arti pengakuan itu sendiri tidak ada kesatuan pendapat.
Apakah pengakuan itu merupakan bukti adanya hubungan darah, adanya
hubungan kekeluargaan yang alamiah ataukah pengakuan itu adalah suatu
perbuatan hukum yang menimbulkan hubungan kekeluargaan sehingga bukan
keturunanlah melainkan pengakuannya itu yang menjadi sumber hubungan hukum
antara anak dan orang tua. Dalam pasal 862 KUHPerdata yakni sebagai berikut:8
Jika simeninggal anak-anak luar kawin yang telah diakui dengan sah,
maka warisan harus dibagi dengan cara yang ditentukan dalam empat
pasal berikut.
Pasal diatas hanya memberikan hak mewaris kepada anak luar nikah yang
ada hubungan perdata dengan si pewaris berdasarkan pasal 281 KUHPerdata.
Sejak kelahiran seorang anak, terjadilah hubungan perdata antara orang tua dan
anak. Hubungan yang demikian terhadi dengan sendirinya karena kelahiran. Jadi
dengan kelahirannya maka anak yang tidak sah itu menjadi anak luar nikah dari si
ibu. Dengan pengakuan si ayah ia menjadi anak luar nikah dari si ayah.
Pasal 281 KUHPer :9
8 KUHPer, Kitab Undang, 219.9 KUHPer, Kitab Undang, 74.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Pengakuan terhadap seorang anak luar kawin, apabila yang demikan itu
telah dilakukan dalam akta kelahiran si anak atau pada waktu perkawinan,
dapat dilakukan dengan tiap-tiap akta otentik.
Pengakuan yang demikian dapat pula dibuat oleh pegawai catatan sipil dan
dibukukan dalam register kelahiran menurut hari penanggalanya. Pengakuan itu
harus dicatat dalam jihat akta kelahiran. Namun bagaimana tak boleh suatu
kelalaian mencatatkan pengakuan itu dipersalahkan pada anak yang diakui, untuk
mempertengkarkan pada anak yang diakuinya.
Pasal diatas menunjukan bahwa anak luar nikah tidak akan pernah dapat
mewaris dari sanak keluarga orang tuanya, dan sebaliknya sanak keluarga orang
tuanya, dan tidak dapat bertindak dalam harta peninggalan anak luar nikah dari
salah seorang anggota keluarganya. Akan tetapi pada pasal 873 KUHPer
memungkinkan terjadi pewarisan yang demikian.
Pasal 873 KUHPer :10
Jika salah seorang keluarga sedarah tersebut diatas meninggal dunia dengan
tak meninggalkan sanak saudara dalam drajat yang mengizinkan pewarisan,
maupun suami atau istri yang hidup terlama, maka si anak luar kawin
berhak menuntut seluruh warisan untuk diri sendiri dengan
mengesampingkan Negara.
10 KUHPer, Kitab Undang, 220.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Jadi hanya apabila sama sekali tidak ada orang lain, maka anak luar nikah
dapat mewaris dari sanak keluarga orang tuanya dan sebaliknya dengan
menyampingkan negara.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
BAB III
HAK-HAK WARIS ANAK ZINA
A. Tinjauan Hukum Positif
1. Nazab anak luar nikah
Hukum perkawinan di Indonesia adalah segala peraturan perundang
undangan yang mengatur tentang perkawinan yang berlaku di Indonesia. Hukum
perkawinan di Indonesia ini meliputi :11
a. Undang-undang No. 1 Tahun 1974
Sejak berlakunya UU No. 1 1974 maka segala peraturan yang mengatur
tentang perkawinan menjadi tidak berlaku. Hal ini dijelaskan dalam pasal 66
undang-undang perkawinan yang menyatakan untuk perkawinan dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan undang-undang ini,
maka dengan berlakunya undang-undang hukum perdata (Burgerlijk wetbook),
ordonansi perkawinan Indonesia Kristen (Huwerlijk ordonantie Christen
indonesiers S. 1933 No. 74), peraturan perkawinan campuran (Regelling op de
Gemengde Huwelijken S. 1898 No. 158) dan peraturan-peraturan lain yang
mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam undang-undang ini,
dinyatakan tidak berlaku.12
11 Tim Redaksi Fokusmedia, Undang-ndang Perkawinan dan Pelaksanaan Pengangkatan
anak, (Bandung, Fokusmedia, 2007), 11.12 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yokyakarta,
Liberty, 1986 ), 2.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
b. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
Untuk melaksanakan undang-undang No. I tahun 1974 tentang
perkawinan, yang diundang-undangkan pada tanggal 2 Januari 1974 secara
efektif masih diperlukan peraturan-peraturan pelaksanaan antara lain menyangkut
masalah pencatatan perkawinan, tata cara perceraian, cara mengajukan gugatan
perceraian, tenggang waktu bagi wanita yang mengalami putus perkawinan,
pembatalan perkawinan dan ketentuan dalam hal seorang suami beristeri lebih
dari seorang dan sebagainya.
Peraturan pemerintah ini memuat ketentuan-ketentuan tersebut yang
diharapkan akan dapat memperlancar dan mengamankan pelaksanan dari undang-
undang tersebut. Dengan keluarnya peraturan pemerintah ini, maka telah pastilah
saat mulainya pelaksanaan secara efektif undang-undang No. 1 tahun 1974
tentang perkawinan tersebut, ialah pada tanggal 1 oktober 1975.
Nasab dalam hukum perkawinan Indonesia dapat didefinisikan sebagai
sebuah hubungan darah (keturunan) antara seorang anak dengan ayahnya, karena
adanya akad nikah yang sah. Sedangkan seorang anak, dilihat dalam Hukum
Perkawinan Indonesia secara lansung memiliki hubungan nasab dengan ibunya.
Ini dapat dipahami dari pasal 43 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan
bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya.13
13 Tim Redaksi Fokusmedia, Undang-ndang, 13.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
2. Kedudukan dan Bagian dari Ahli Waris
Setiap orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan
disebut pewaris Muwarits.14 Ini berarti sebagai syarat pewaris adalah adanya hak-
hak atau sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi pada pihak ketiga. Dan salah
satu unsur pengertian warisan ialah ahli waris.
Sebelum masuk pada hak waris anak diluar nikah atau anak zina perlu
kiranya diketahui terlebih dahulu pembagian pewarisan karena kematian. Hal ini
untuk mempermudah memahami golongan yang menerima hak waris dari pewaris
sesuai dengan hukum perdata. Undang-undang pembagi ahli waris karena
kematian, terbagi dalam 4 (empat) golongan:15
a) Golongan pertama, terdiri dari suami atau isteri dan keturunannya.
Pada golongan ini orang yang pertama kali dipanggil oleh UU adalah anak
dan keturunan selanjutnya serta suami atau isteri dari si mati. Anak-anak
mewarisi untuk bagian yang sama besarnya. Suami atau isteri mewarisi suatu
bagian dari anak. Apabila seorang meninggalkan lima orang anak dan satu suami
atau isteri, maka masing-masing mereka itu mewarisi karena kematian 1/6 (seper
enam) dari harta peninggalan.
Sebagaimana Pasal 852 KUHPerdata menjelaskan bahwa Anak-anak atau
sekalian keturunan mereka, baik dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun,
mewarisI dari kedua orang tua, kakek atau nenek atau semua keluarga sedarah
mereka selanjutnya dalam garis dan perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan
14 Teungku Muhammad Hasbi Ash shidiqi, Fiqih Mawaris (Semarang, PT. Pustaka Rizki
Putra, 1997), 37.15 KUHPer, Kitab Undang, 213.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
kelahiran lebih dahulu. 16 Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si
meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat ke satu dan masing-masing
mempunyai hak karena diri sendiri dan mereka mewaris pancang demi pancang,
jika sekalian mereka atau sekedar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti.
b) Golongan Kedua, terdiri dari orang tua, saudara dan keturunan
saudara.
Pada golongan ini Perolehan warisan dari golongan kedua diatur oleh UU
dalam pasal 859 KUHPerdata. Apabila seorang meninggal dunia tanpa
meninggalkan suami/isteri atau keturunan, maka dipanggillah sebagai ahli waris
orang tuanya, saudara dan keturunan dari saudara.
Apabila hanya orang tua saja yang ada, maka orang tua ini masing-masing
mewarisi setengah, apabila ada pula saudara orang tua dan saudara mewarisi
untuk bagian yang sama, tetapi dengan pengertian, bahwa orang tua itu tidak akan
menerima kurang dari ¼ harta peninggalan. Jadi bagi orang tua sama saja apakah
disamping dia berada tiga atau enam saudara dari pewaris. Apabila pewaris hanya
meninggalkan satu orang saudara dan kedua orang tuanya maka pada pokoknya
masing-masing mereka itu mendapat 1/3 bagian dan apabila yang ditinggalkan
satu orang tua dan satu orang saudara, maka masing-masing mewarisi setengah.
Apabila pewaris meninggal tanpa meninggalkan orang tua maka saudara-
saudaranya mewarisi seluruh harta warisan.
16 KUHPer, Kitab Undang,215.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
c) Golongan Ketiga, terdiri dari leluhur lain-lainnya.
Golongan ini terdiri dari kakek dan nenek serta leluhur selanjutnya
merupakan golongan ketiga dari ahli waris. Apabila pewaris tidak meninggalkan
suami atau isteri, keturunan, orang tua, saudara dan keturunan dari saudara, maka
harta peninggalan itu sebelum dibagi, dibelah lebih dahulu. Setengah dari harta
peninggalan diberikan kepada sanak keluarga dipihak ayah, dan setengah lagi
kepada yang dipihak ibu. Setiap bagian itu dibagi suatu harta peninggalan yang
berdiri sendiri.
d) Golongan keempat, terdiri keluarga selanjutnya dalam garis
menyamping.
Sesudah garis keatas dipanggillah sanak keluarga dari garis menyamping
diluar golongan kedua. Yang terdekat derajatnya menyampingkan yang lain.
Sebelum perubahan UU tahun 1923, mewarisi karena kematian adalah sampai
derajat yang kedua belas.
Dalam masyarakat kita hanya sedikit sekali mengenal sanak keluarganya
dalam derajat ke dua belas sesudah tahun 1923 maka sanak keluarga menyamping
yang dapat mewaris, bukan lagi sampai ke dua belas tetapi sampai derajat ke
enam. Didalam garis menyamping keluarga yang bertalian kekeluargaannya
berada dalam suatu derajat yang lebih tinggi dari derajat ke 6 tidak mewaris.
Kalau hal ini terjadi pada satu garis, maka bagian yang jatuh pada garis itu,
menjadi haknya keluarga pada garis yang lain, kalau orang itu mempunyai hak
kekeluargaan dalam derajat yang tidak melebihi derajat ke 6.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Dari keempat golongan pewaris diatas maka Ahli waris yang lain yaitu
anak luar nikah. Sanak keluarga sedarah yang tidak sah hanya bertindak sebagai
sanak keluarga dalam hukum waris sepanjang ada hubungan perdata antara
mereka dengan sanak keluarga. Saat kelahiran, seorang anak sudah ada hubungan
perdata antara ibu dan anak, sebab seorang ibu adalah tidak mungkin untuk
melahirkan anak yang tidak sah. Antara ayah dengan anak ini hubungan terjadi
telah ada pengakuan dari si ayah.
Anak yang tidak sah, yang hubungan perdata dengan satu orang tuanya,
dinamakan anak luar nikah dari orang tua itu. Dengan kelahirannya,maka anak
yang tidak sah itu menjadi anak luar nikah dari si ibu, dan dengan pengakuan si
ayah ia menjadi anak luar nikah dari si ayah namun anak luar nikah dengan
keluarga sedarah dari orang tuanya itu, pada asasnya tidak ada hubungan
perdata.17 Antara anak yang tidak sah dengan sanak keluarga sedarah dari orang
tuanya, hanyalah ada hubungan perdata apabila antara anak yang tidak sah itu
dengan orang tua ada hubungan perdata. Jadi di pihak ibu selalu ada, dan pihak
ayah hanyalah ada apabila si ayah mengakuinya.18
Seorang anak luar nikah dapat mewaris bersama-sama dengan golongan ke
2, ke 3 dan ke 4 apabila anak luar nikah tadi telah sampai pada taraf pengesahan
yang dikuatkan di Pengadilan Negeri. Sebagaimana dijelaskan pada pasal 862,
maka pasal 863 KUHPerdata, memberikan untuk bagian yang mana anak luar
17 Ali Afandi., Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian menurut KUHP
(BW), (Jakarta, Bina Aksara, 1984), 40. 18 Ali Afandi., Hukum Waris,40
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
nikah itu bertindak dalam harta peninggalan dari orang tuanya19. Pasal 863 telah
menetapkan bagian dari warisan anak luar nikah apabila ia mewaris bersama-sama
dengan golongan I, II, III dan IV. 20 Apabila pewaris meninggal dunia tanpa
meninggalkan ahli waris yang sah, maka anak luar nikah memperoleh seluruh
harta peninggalan. Ia menyampingkan negara.
Dalam pasal 866 diatur mengenai penggantian bagi anak luar nikah.
Apabila anak luar nikah meninggal lebih dahulu dari pewaris, maka keturunannya
yang sah dapat menggantikan kedudukannya untuk mewaris.Tetapi anak luar
nikah tidak boleh menggantikan kedudukan dari orang tuanya, sebab salah satu
syarat mengenai penggantian kedudukan adalah ahli waris yang sah.
Apabila anak luar nikah menjadi pewaris, maka ahli waris yang golongan
ke satu (I) yaitu anak-anak dan suami/istri dari pewaris (anak luar nikah yang
meninggal dan meninggalkan keturunan) kalau golongan I ini tidak ada, barulah
golongan II atau III atau IV. Pewarisan berdasarkan Undang-undang
(KUHPerdata) terutama didasarkan kekeluargaan sedarah, antara si pewaris dan
ahli waris. Sebagaimana yang telah di atur dalam hukum perdata menunjukkan
urutan pewarisannya, siapa yang berhak mewaris lebih dahulu.
Dalam hal ini hukum perdata membedakan antara mewaris sendiri dan
mewaris sebagai pengganti. Orang dikatakan mewaris sendiri apabila ia mewaris
berdasarkan tempatnya diantara keluarga sedarah dari pewaris. Apabila yang
mewaris itu hanyalah keluarga sedarah, yang terdekat maka hal ini akan
19 KUHPer, Kitab Undang, 219.20 A.Pitlo, Hukum Waris menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta :
Intermasa, 1979), 52.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
menimbulkan ketidak adilan apabila misalnya si pewaris meninggalkan tiga anak
laki-laki maka tiga anak ini membagi warisannya. Akan tetapi salah seorang
diantara mereka telah meninggal dunia lebih dahulu, maka anak mereka tidak
akan ikut mewaris oleh karena paman mereka, kekeluargaan sedarahnya, lebih
dekat dari mereka. Untuk menghindarkan ketidak adilan yang demikian itu, maka
dalam keadaan tertentu UU membolehkan mewaris sebagai pengganti.21
Pasal 841 KUHPerdata mengatakan, kepada orang yang mewakili
diberikan hak menggantikan tempat, derajat dan hak dari orang yang mewakili.22
Hal ini kurang benar oleh karena plaatvervulling bukan suatu hak yang
memberikan wewenang untuk menggantikan tempat. Plaatsvervulling adalah
suatu akibat hukum yang tidak tergantung kehendak orang yang tersangkut, dan
dapat memberikan keuntungan maupun kerugian, jadi tidak hanya memberikan
keuntungan saja.23
Para waris mewaris atas diri sendiri apabila mereka dipanggil untuk tampil
kemuka sebagai waris terhadap warisan atau sebagian dari warisan atas dasar
tempat yang diduduki oleh mereka itu sendiri diantara para kerabat sedarah yang
pertama-tama dipanggil untuk mewaris sebuah warisan atau sebagian dari
warisan, tetapi yang telah meninggal sebelum kematian orang yang mewariskan,
lantas mengganti kedudukan kerabat sedarah tersebut.
21 A.Pitlo, Hukum Waris, 49.22 KUHPer, Kitab Undang, 214.23 H.F.A.Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid I, penterjemah I.S. Adiwimarta,
SH, (Jakarta, Rajawali 1987), 376.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Sanak keluarga sedarah yang tidak sah hanya sebagai sanak keluarga
dalam hukum waris sepanjang ada hubungan perdata antara mereka dengan sanak
keluarga. Bahwa seorang ibu tidak dapat melahirkan anak tidak sah, maka dengan
kelahiran saja suda terjadi hubungan perdata antara ibu dan anak. Antara ayah
dengan anak hubungan ini hanyalah terjadi oleh pengakuan.
Anak yang tidak sah, yang hubungan perdata dengan satu orang tuanya
dinamakan anak luar nikah dari orang tua itu. Dengan kelahirannya maka anak
yang tidak sah itu menjadi anak luar nikah dari si ibu. Dengan pengakuan si ayah
ia menjadi anak luar nikah dari si ayah. Antara anak luar nikah dengan sanak
keluarga sedarah dari orang tuanya pada asasnya tidak ada timbul hubungan
perdata.24
Seorang anak luar nikah tidak akan pernah dapat mewaris dari sanak
keluarga orang tuanya dan sebaliknya. sanak keluarga tidak dapat bertindak
dalam harta peninggalan anak luar nikah dari salah seorang anggota keluarganya.
Akan tetapi pasal 873, walaupun hanyalah dalam hal yang jarang terjadi,
memungkinkan terjadinya pewarisan yang demikian itu.
Seorang anak luar nikah, karena tidak ada hubungan perdata antara dia
dengan sanak keluarga dari orang tuanya maka untuk sebagian besar berada diluar
ikatan keluarga. Tetapi terhadap si ibu dan si ayah, anak luar nikah itu mempunyai
kedudukan yang terbelakang dibanding dengan anak yang sah.25
24 H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi, 245.25 H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi, 249.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Pendapat masyarakat dan paham kesusilaan untuk sebagian besar
tercermin dalam kedudukan hukum dari anak yang tidak sah. Di zaman dimana
orang menganggap kekuatan ikatan keluarga tiang penyangga yang paling penting
untuk tata tertib dalam masyarakat, maka kedudukan hukum anak luar nikah itu
tidaklah begitu baik.
Undang-undang hukum perdata mengorbankan kepentingan anak luar
nikah demi kepentingan masyarakat yang lebih besar yang tersangkut pada
kemurnian ikatan keluarga. Dalam sejarah ada waktu dimana pertimbangan atas
dasar sifat manusia yang sejati, membuat keadaan lebih menguntungkan bagi anak
luar nikah.
Antara anak yang tidak sah dengan sanak keluarga sedarah dari orang
tuanya, hanyalah ada hubungan perdata, apabila antara anak yang tidak sah itu
dengan orang tua ada hubungan perdata, jadi dipihak ibu selalu ada,dipihak ayah
hanyalah ada apabila si ayah mengakuinya.
Antara anak yang tidak diakui oleh ayahnya dan sanak keluarga ayahnya
tidak ada satupun hubungan keluarga. Sepanjang tidak ada hubungan perdata,
akan tetapi hukum (si ibu), atau oleh pengakuan (si ayah) maka hubungan
keluarga yang tidak sah itu tidak berarti apa-apa dalam hukum waris.26
26 A. Pitlo, Hukum Waris, 53.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
3. Hak waris anak luar nikah
Pasal 862 sampai dengan 873 KUHPerdata mengatur pewarisan dalam hal
adanya anak luar nikah.
Pasal 863 KUHPerdata :27
Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang
suami atau isteri, maka anak-anak luar nikah mewarisi 1/3 dari bagian
yang harus mereka dapat, andaikata mereka anak-anak yang sah, jika si
meninggal tak meninggalkan keturunan, suami atau isteri akan tetapi
meninggalkan saudara laki-laki dan perempuan atau keturunan mereka
mewaris ½ dari warisan dan jika hanya sanak saudara dalam derajat yang
lebih jauh ¾ bagian.
Jadi apabila anak luar nikah mewaris bersama ahli waris golongan pertama
maka anak luar nikah mewaris 1/3 bagian dan juga mereka mewaris bersama ahli
waris golongan kedua, maka mereka mewaris bersama ahli waris golongan ketiga
mereka mewaris ¾ bagian, dari apa yang mereka warisi. Seandainya mereka
adalah anak sah.
Pasal 863 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) ini membatasi
hak mewaris anak luar nikah pada ½ (separuh) warisan, apabila ia mewaris
bersama keluarga dalam garis keatas, saudara laki-laki dan perempuan atau
keturunan mereka (golongan II). Apabila ada dua anak luar nikah atau lebih,
dimana mereka harus membagi warisan dengan ahli waris yang lainnya, maka
untuk pembagiannya haruslah demikian, harus ditetapkan lebih dahulu berapa
27 KUHPer, Kitab Undang, 219.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
bagian bersama dari anak-anak luar nikah seandainya mereka anak sah, berturut-
turut 1/3 – ½, atau ¾ dari itu adalah bagian bersama dari anak luar nikah.
Contoh:
Apabila anak luar nikah mewaris bersama-sama dengan golongan I
(suami/isteri dan anak-anak) maka bagiannya yaitu 1/3 bagian yang akan
diterimanya seandainya ia itu anak sah. Jadi misalnya A meninggalkan
suami/isteri, tiga orang anak sah dan 1 anak luar nikah, maka anak luar nikah akan
mendapat (apabila ia anak sah yaitu 1/5 bagian sebab ada lima ahli waris) tetapi
karena ia anak luar nikah, maka ia mendapat 1/3 x 1/5 = 1/15 bagian.
Kalau yang ditinggalkan dua anak luar nikah (jadi ahli warisnya sudah 6
orang: suami/isteri, tiga orang anak sah dan dua orang anak luar nikah) maka
bagian dari anak luar nikah adalah 1/3 dari 1/6 bagian (kalau ia anak sah
bagiannya yaitu 1/6). Sehingga hasilnya yaitu: 1/18 bagian dari sisanya dibagi
antara anak-anak sah dan suami/isteri.
Apabila anak luar nikah mewaris bersama-sama dengan golongan II (orang
tua, saudara dan keturunan saudara), maka bagiannya yaitu ½ bagian seandainya
ia anak sah. Jadi misalnya A meninggalkan ahli waris 3 orang anak luar nikah dan
ayahnya (jadi 4 orang). Maka bagian dari anak luar nikah kalau ia anak sah
masing-masing mendapat 1/3 bagian (sebab ada 3 anak) tetapi karena mereka
anak luar nikah, maka bagian mereka masing-masing yaitu: ½ dari 1/3 bagian =
1/6 bagian (karena mereka ada 3 anak luar nikah maka bagian mereka seluruhnya
adalah 3/6 bagian), dan sisanya yaitu 3/6 (1/2) untuk ayahnya A.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Apabila anak luar nikah mewarisi bersama-sama dengan golongan III atau
golongan IV (leluhur lainnya dan sanak keluarga lainnya, dalam garis
menyamping sampai dengan derajat keenam) bagiannya yaitu ¾ bagian.
Jadi misalnya A meninggalkan ahli waris 1(satu) anak luar nikah dan
kakeknya 2 orang (1 orang kakek dari pihak ibu dan 1 orang kakek pihak ayah),
maka bagian harta warisan dibagi 2 yaitu ½ untuk kakek pihak ibu dan ½ untuk
kakek pihak ayah. Anak luar nikah mewaris bersama-sama dengan kakek
keduanya. Jadi bagian anak luar nikah yaitu: ¾ x ½ bagian (kakek pihak ibu) =
3/8 bagian, dan ditambah ¾ x ½ bagian (kakek pihak ayah) = 3/8 bagian. Jadi
bagian ke seluruhan dari anak luar nikah adalah 3/8 + 3/8 = 6/8 atau ¾bagian.
Apabila pewaris meninggal dunia, tanpa meninggalkan ahli waris yang
sah, maka anak luar nikah memperoleh seluruh harta warisan. Ia menyampingkan
negara. Apabila ia menolak atau apabila ia tidak bertindak sebagai ahli waris
berdasarkan sesuatu sebab yang lain, maka negaralah yang berhak.
Dalam hal anak luar nikah sebagai pewaris, maka tentang siapa-siapa yang
mewaris dari anak luar nikah diatur dalam pasal 870 dan 871 didalam pasal 873
ayat 2 dan 3 KUHPerdata.
Apabila seorang anak luar nikah meninggal maka pertama-tama yang
terpanggil untuk mewaris, keturunannya yang sah dan suami/isterinya. Baru
sesudah itu maka ibunya atau ayahnya yang mengakui anak tersebut yang
mewaris apabila kedua-duanya masih hidup, maka masing-masing mendapat
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
setengah (pasal 870 KUHPerdata).28
Apabila anak luar nikah itu tidak meninggalkan keturunan yang sah atau
suami atau isteri, maka ibunya atau ayahnya yang mengakuinya berhak mewaris.
Apabila orang tua dari anak luar nikah meninggal lebih dahulu maka
barang-barang yang dimintanya dari harta peninggalan orang tuanya kembali
kepada keturunan yang sah dari ayahnya atau ibunya.
Disini undang-undang menyampingkan aturan bahwa untuk mewarisi
tidaklah penting dari mana datangnya barang-barang itu. Bila si ayah tidak
mengakui si anak luar nikah itu, maka tidaklah ada hubungan perdata antara anak
itu dengan ia, apalagi antara si anak dan sanak keluarga sedarah dari ayah. Pasal
873 ayat 2 KUHPerdata mengatakan jika anak luar nikah meninggal dunia maka
yang mewaris ialah :29
1. keturunannya dan isteri/suaminya kalau ia tidak ada maka,
2. bapak atau ibu yang mengakuinya dengan saudara-saudara beserta
keturunannya, dan kalau ini tidak ada, maka
3. keluarga yang terdekat dan ayah atau ibu yang mengakuinya.
Peranan pasal 285 ayat 1 KUHPerdata bagi bagian dari anak luar nikah
pada warisan. Dalam menentukan bagian anak luar nikah, harus diperhatikan
peraturan pasal 285 ayat 1 KUHPerdata :30
28 KUHPer, Kitab Undang, 220.29 I.C.R. Kapojos-M., Diktat hukum waris, (Manado, Fakultas Hukum UNSRAT 1987),
25.30 KUHPer, Kitab Undang, 74.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Yang menentukan pengakuan yang dilakukan sepanjang perkawinan oleh
suami atau isteri atas keuntungan anak luar nikah, yang sebelum kawin
olehnya diperbuahkan pada orang lain dari suami atau isteri itu tidak dapat
membuat kerugian pada suami isteri itu maupun anak-anaknya yang
dilahirkan dalam perkawinan itu.
Maksudnya bahwa demi suami/isteri, anak-anak yang dilahirkan dalam
perkawinan itu, maka pengakuan itu harus tidak diperhatikan; hak dari suami atau
isteri, anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan itu harus dihitung seolah-olah
anak luar nikah itu tidak diakui.
Karena itu apabila seorang janda meninggalkan empat anak sah dan
seorang anak luar nikah yang diperbuahkan diluar perkawinan, akan tetapi diakui
sepanjang perkawinan itu, maka warisan duda itu diperolehkan pada anak-
anaknya yang sah, sedang anak luar nikah itu tidak menerima apa-apa. Sebab
seandainya anak luar nikah itu tidak diakui, maka anak-anak sah mewaris
semuanya mereka tidak boleh dirugikan karena adanya pengakuan anak luar nikah
itu, sehingga sekarang juga meskipun anak luar nikah itu diakui seluruh warisan
harus diterimakan kepada anak-anak sah.
Akan tetapi pasal 285 KUHPerdata, tersebut hanya berlaku apabila
pengakuan itu dilakukan sepanjang perkawinan. apabila pengakuan itu
dilakukan sebelum perkawinan itu atau sesudah perkawinan itu cerai, maka
ketentuan undang-undang itu tidak berlaku. Oleh karena itu, maka apabila
sipewaris telah kawin lebih dari satu kali, sedang sepanjang salah satu perkawinan
ia telah memiliki seorang anak luar nikah, maka anak-anak yang dilahirkan dalam
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
perkawinan itu tidak boleh dirugikan karena pengakuan itu, terhadap anak-anak
sah lainnya, maka ketentuan ini tidak berlaku (mereka boleh dirugikan).
Ketentuan dari pasal 285 KUHPerdata itu tidak dapat diterapkan terhadap
anak sah yang dilahirkan dalam perkawinan lain, memang ketentuan ini dengan
tegas membedakan antara bermacam-macam anak sah itu dengan mengatakan
“dilahirkan dalam perkawinan itu”. Mengenai anak-anak sah yang dilahirkan
dalam perkawinan lain, tidak dikatakan apa-apa, dan boleh dikarenakan bagi
mereka berlaku peraturan yang biasa. Oleh karena itu apabila seseorang telah
kawin dua kali dan meninggalkan seorang anak A dari perkawinan pertama, dari
perkawinan kedua seseorang anak B dan seorang anak luar nikah C yang
diperbuahkan sebelum perkawinannya yang pertama itu baru diakui sepanjang
perkawinan kedua, dalam hal demikian, maka warisan harus dibagi sebagai
berikut:
Pengakuan C tidak boleh merugikan B oleh karena itu B memperoleh apa
yang akan diterima juga seandainya, C tidak diakui jadi ½ warisan bagi A maka
seolah-olah pasal 285 KUHPerdata tidak ada, jadi menerima ½ dari 8/9 atau 4/9
sisa warisan sebesar 1/8 diwaris oleh anak luar nikah. Ahli waris yang karena
hukum menggantikan pewaris, dalam segala hak dan segala tuntutan hukumnya,
juga didalam hukum menduduki posisi dari pewaris yang mendahuluinya. Ia tidak
saja dapat meneruskan tuntutan hukum yang sudah dimulai oleh pewaris, seperti
revindikasi, tuntutan-tuntutan bezit atau tuntutan hukum yang belum di mulai oleh
pewaris. Oleh karena itu, ahli waris dapat mengajukan revindikasi, dalam
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
hubungan dengan pencurian yang telah terjadi di bawah pewaris. Atau dapat juga
memajukan revindikasi, apabila sesudah matinya pewaris terjadi pencurian.
Selain dari itu, undang-undang memberikan suatu tuntutan kepada ahli
waris sebagai ahli dalam hubungan dalam pengantar, hal ini merupakan suatu
gejala dalam undang-undang kita yang menunjang pandangan akan adanya suatu
hak kebendaan atas harta peninggalan. Hukum ini biasanya dinamakan dalam
bahasa latin hereditatis petitio.
Apakah artinya bagi ahli waris yang sudah mempunyai segala tuntutan
hukum yang biasa, diberikan lagi kepadanya tuntutan hukum yang luar biasa itu?
Untuk menjawab pertanyaan ini hendaknya kita membandingkan hereditatis
petitio dengan tuntutan hukum yang dipunyai oleh ahli waris sebagai pemilik,
dan sebagai yang mempunyai kepunyaan atau bezit.31
B. Tinjauan Hukum Islam
1. Nazab anak zinah
Mengenai status anak luar nikah, para ulama sepakat bahwa anak itu tetap
punya hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Tanggung jawab atas
segala keperluannya, baik materil maupun spiritual adalah ibunya dan keluarga
ibunya. Demikian pulanya dengan hak waris-mewaris. Dalam hal anak diluar
nikah ini, penulis membagi ke dalam dua kategori :
a. Anak yang dibuahi tidak dalam pernikahan yang sah, namun dilahirkan
31 Sudarsono, S.H.,M.Si Kamus Hukum, 56.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
dalam pernikahan yang sah.
Menurut Imam Maliki dan Imam Syafi’i, anak yang lahir setelah enam
bulan dari perkawinan ibu dan bapaknya, anak itu dinasabkan kepada bapaknya.
Jika anak itu dilahirkan sebelum enam bulan, maka anak itu dinasabkan kepada
ibunya. Berbeda dengan pendapat itu, menurut Imam Hanafih bahwa anak di luar
nikah itu tetap dinasabkan kepada bapaknya sebagai anak yang sah.
b. Anak yang dibuahi dan dilahirkan diluar pernikahan yang sah
Status anak diluar nikah dalam kategori yang kedua, disamakan statusnya
dengan anak zina dan anak li’an atau anak yang sebelum lahir telah diragukan
kedudukan anak sebagai anak kandung karena ibu dari sang anak itu dituduh
suaminya berzina. oleh karena itu maka mempunyai akibat hukum sebagai berikut
:32
a) tidak ada hubungan nasab dengan bapaknya. Anak itu hanya mempunyai
hubungan nasab dengan ibunya. Bapaknya tidak wajib memberikan nafkah
kepada anak itu, namun secara biologis ia tetap anaknya. Jadi hubungan
yang timbul hanyalah secara manusiawi, bukan secara hukum.
b) tidak ada saling mewaris dengan bapaknya, karena hubungan nasab
merupakan salah satu penyebab kewarisan.
c) bapak tidak dapat menjadi wali bagi anak diluar nikah. Apabila anak diluar
nikah itu kebetulan seorang perempuan dan sudah dewasa lalu akan
menikah, maka ia tidak berhak dinikahkan oleh bapak biologisnya.
32 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris edisi revisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001),
159.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
2. Hak waris anak zina
Waris adalah pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan pewaris
kepada orang yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan
dengan pewaris, dengan syarat tidak ada penghalang terjadinya saling mewarisi.
Ada tiga syarat agar supaya orang yang masih hidup dapat mewarisi harta
peninggalan orang yang telah meninggal, yaitu :33
1. Adanya hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris.
2. Beragama Islam.
3. Tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
Dalam Kompilasi hukum Islam, kelompok ahli waris ada yang
berdasarkan hubungan darah, ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan
kakek dari golongan laki-laki, ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan
nenek dari golongan perempuan. Ada yang terjadi karena hubungan perkawinan,
yaitu duda dan janda. Apabila seluruh ahli waris ada maka yang berhak adalah
anak, ayah, ibu, janda atau duda. (pasal 174). Sedangkan anak yang lahir di luar
perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan
keluarga dari pihak ibu.34
Hubungan darah adalah salah satu penyebab adanya saling mewarisi,
sedangkan syariat tidak mengakui adanya hubungan darah antara anak hasil
perzinaan dengan laki-laki yang menyebabkan kelahirannya dan juga keluarga
dari lakilaki yang menjadi ayah biologisnya. Tidak adanya hubungan darah
33 Umar Said, Hukum Indonesia tentang Waris, Wasiat Hibah dan Wakaf (Jakarta : Bulan
Bintang. 1999), 28.34 Derpartmen Agama RI, Tanya Jawab, 137.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
tersebut menjadi penghalang terjadinya hak saling mewarisi diantara mereka.
Penyebabnya zina bukan jalan yang sah menurut syara’ bagi terjalinnya hubungan
nasab, sehingga dapat saling mewarisi.
Syariat mengakui adanya hubungan darah antara anak hasil perzinaan
dengan ibunya, dan juga keluarga ibunya, sehingga dia berhak mewarisi harta
peninggalan ibunya dan juga keluarga ibunya. Jika ibunya meninggal, anak
tersebut berhak mewarisi. Juga sebaliknya, jika anak tersebut meninggal maka
ibunya berhak mewarisi.
Para ulama umumnya mengatakan bahwa bila pasangan yang berzina lalu
hamil dan punya, namun kemudian mereka menikah secara sah, maka hubungan
nasab antara anak dan ayahnya akan kembali tersambung. Anak itu sah sebagai
anak dengan mendapatkan semua hak-haknya. Dan ayah itu sah sebagai ayah
dengan semua hak dan kewajibannya.
Misalnya, ayah tetap bisa menjadi wali bagi anak wanitanya, di dalam
masalah pernikahannya. Demikian juga, anak berhak atas harta warisan dari
ayahnya, bila ayahnya itu meninggal dunia. Sebab hubungan ayah-anak sah secara
syar’i.
Sebaliknya, bila pasangan itu tidak pernah melakukan pernikahan secara
sah setelah perzinaan, para ulama mengatakan bahwa hubungan ayah dan anak
menjadi tidak sah. Hubungan nasab antara mereka tidak tersambung kembali.
Sehingga hal ini berpengaruh kepada hukum perwalian dan warisan. Ayah itu
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
tidak berhak jadi wali bagi anaknya. Dan anak itu tidak berhak mendapatkan
warisan dari ayahnya. Sebab secara hukum Islam, keduanya dipandang sebagai
bukan ayah dan anak. Jadi seharusnya, dalam kasus seperti ini, pasangan zina itu
dinikahkan saja secara resmi.
Meskipun ada sebagian kalangan yang mengharamkan laki-laki menikah
dengan wanita yang berzina. Pendapat ini berdasarkan dalil dari Abu Hurairah.r.a
bahwa Rasulullah saw bersabda:
مثلھ اني المجلودإال ) رواه ابو داود(الینكح الز
Artinya : Tidak boleh orang yang berzina dan telah di derah menikah
melainkan dengan orang yang semisal (sesama yang berzina) denganya.
(HR. Abu Daud).35
Pendapat ini benar apabila bukan laki-laki itu yang menzinainya maka
boleh dinikahkan. Adapun bila memang laki-laki itu yang menzinainya, tentu saja
tidak ada larangan. Hal ini telah dijelaskan dalam dalil yang lain yang
diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a bahwa Rasulullah saw bersabda :36
التوطأحامل حتى تضع والغیرذات حمل حتى حیض حیضة
Arttinya : Tidak boleh diagauli wanita yang hamil hingga melahirkan, dan
wanita yang tidak hamil hingga melewati masa satu kali haid. (H.R. Abu
Daud)
Yang dimaksud dengan “hingga melahirkan” adalah masa menunggu
35 Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, (Jakarta Timur : Pustaka Al Kautsar, 2006), 394.
36 Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an dan Sunnah,Bab Aqidah, Fiqih dan Ahlak, Jilid III, (Bogor : Pustaka Imam Asy syafi’i, 2005), 11.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
sampai anak yang dikandung terlahir agar tidak tercampur baur hasil orang lain
(anak) dengan airnya pada tanaman orang lain adalah menyetubuhi wanita yang
hamil oleh orang lain. Adapun bila wanita itu hamil karena dirinya sendiri, baik
sebelum atau setelah pernikahan, tidak menghalanginya untuk menyetubuhinya.
Adapun menyetubuhi sebelum pernikahan itu berdosa, memang benar. Akan
tetapi tidak menjadi halangan bagi mereka untuk menikah setelah itu dan
melakukan hubungan suami istri.
Hal inilah yang difatwakan oleh kebanyakan ulama, antara lain
berdasarkan hujjah berikut ini :37
1. Abu Bakar As-Shiddiq ra. dan Umar bin Al-Khattab ra. serta para fuqaha
umumnya, menyatakan bahwa seseorang menikahi wanita yang pernah
dizinainya adalah boleh. Dan bahwa seseorang pernah berzina tidaklah
mengharamkan dirinya dari menikah secara syah.
2. Pendapat para Imam Mazhab
a. Ulama Hanafiyyah berpendapat, apabila pelaku zina tidak hamil,
nikahnya sah dan boleh digauli. Namun, jika wanita tersebut hamil
nikahnya sah menurut Imam Hanfi dan Muhammad Al-Shaibany, akan
tetapi tidak boleh digauli hingga melahirkan. Hal tersebut karena karena
tidak ada dalil yang mengharamkannya (istishab), dan bahwa air mani
dari zina tidak mempunyai kehormatan. Sedangkan larangan menggauli
wanita tersebut hingga melahirkan adalah berdasarkan hadis nabi yang
37 Ahmad Sarwat, “Apakah anak hasil zina dapat warisan?”,Assunnah, Safar 1426 H.,12.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
melarang untuk menumpahkan air (mani) di tempat yang sudah
ditumpahi oleh orang lain.38
b. Ulama Malikiyyah berpendapat, tidak sah menikahi wanita yang pernah
berzina, sebelum habis masa tiga kali haid atau lebih dari tiga bulan.
Jika dilakukan maka nikah tersebut adalah rusak dan harus difasakh.
Pendapat tersebut tanpa membedakan apakah pezina tersebut hamil atau
tidak.
c. Ulama Syafi’iyyah berpendaat hukum menikah dengan wanita yang
hamil diluar nikah adalah sah.39
d. Ulama Hambaliiyyah berpendapat, hukum menikah dengan wanita
yang hamil di luar nikah adalah sah. wanita hamil di luar nikah adalah
tidak sah kecuali dengan dua syarat: 40
1. Jika masa iddahnya sudah habis yaitu dengan melahirkan
kandungannya.
2. Jika wanita pezina tersebut telah bertaubat.
Imam Hanafih menyebutkan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu
adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau
yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki
itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.
Imam Maliki dan Imam Hambali mengatakan laki-laki yang tidak
38 Al-Kasany, Badai’ al-Shanai’ fi tartib al-Shara’i’, Jilid II (Kairo: Al Jama liyyah,
1328), 269.39 As-Shairazy, Al-Muhadhdhab, II (Kairo: ’Isa al-Halabi, tt.), 43.40 Ibn Qudamah, Al-Muqhny, Vol. VI dan X,(Kairo, Matba’at al-Qahirah, 1969), 601.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
menghamili tidak boleh mengawini wanita yang hamil. Kecuali setelah
wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa ‘iddahnya. Imam Ahmad
menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah tobat dari
dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih boleh
menikah dengan siapa pun. Adapun Imam Syafi’i pendapat beliau adalah
bahwa baik laki-laki yang menghamili atau pun yang tidak menghamili,
dibolehkan menikahinya.
Dalil-dalil diatas megisaratkan bahwa adanya kebolehan memberikan hak
waris bagi anak diluar nikah atau anak zina, akan tetapi dengan syarat-syarat
tertentu yaitu apabila seorang laki-laki menzinahi seorang perempuan kemudian
menyebabkan mengandungnya atau hamil perempuan itu akibat dari perbuatan
zina dengan laki-laki itu, kemudian mereka dinikahkan maka anak yang
dikandung oleh perempuan itu dapat menjadi anak itu dengan sah.
Demikian luasnya yang dicakup hukum islam, begitu juga karakteristik
dan aspek yang terdapat didalamnya sehingga dalam masalah hak anak diluar
nikah (anak zina) dibahas dengan terperinci,
Pentingnya mempelajari ilmu muwaris karena ilmu waris sangatlah
sensitive dalam kehidupan social, hal ini sesui dengan fungsi dari ilmu waris itu
sendiri yaitu terdapat tiga fungsi.41
1. Yang Sebagai sarana prevensi kesengsaraan atau kemiskinan ahli waris
sepeninggal ahli waris.
41 Abdul Ghofur Anshori, SH.,MH. Filsafat Hukum Kewarisan Islam (Yogyakarta: UII
Pers, 2005), 39.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
2. Sebagai usaha preventif sebagi kemungkinan penimbunan harta kekayaan
yang dilarang oleh agama
3. Sebagai motivator untuk setiap muslim untuk berusaha dengan giat guna
memberikan kebaikan bagi keturunan sepeninggalnya.
Berdasarkan dari ketiga fungsi ilmu waris diatas, maka penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa hukum islam diturunkan bukan untuk membuat
manusia sengsara atau terbebani dengan hukum itu, melainkan datangnya syari’at
dapat menjadi sebuah motivator dan sumber keadilan untuk sandaran umat
manusia dalam kehidupan sehari-hari agar tidak terjadi tumpang tindih dalam
tatanan kehidupan masyarakat dalam hal ini hak-hak waris dari pewaris.
Adapun hak waris anak diluar nikah atau anak zina sebagaimana yang
diterengkan oleh Para ulama umumnya mengatakan bahwa bila pasangan yang
berzina lalu hamil dan punya anak kemudian mereka menikah secara sah, maka
hubungan nasab antara anak dan ayahnya akan kembali tersambung. Anak itu sah
sebagai anak dengan mendapatkan semua hak-haknya termasuk hak waris. Dan
ayah itu sah sebagai ayah dengan semua hak dan kewajibannya. Misalnya, ayah
tetap bisa menjadi wali bagi anak wanitanya, di dalam masalah pernikahannya.
Demikian juga, anak berhak atas harta warisan dari ayahnya, bila ayahnya itu
meninggal dunia. Sebab hubungan ayah dan anak sah secara sah secara syar’i.
Sebaliknya, bila pasangan itu tidak pernah melakukan pernikahan secara
sah setelah perzinaan, para ulama mengatakan bahwa hubungan ayah dan anak
menjadi tidak sah. Hubungan nasab antara mereka tidak tersambung kembali.
Sehingga hal ini berpengaruh kepada hukum perwalian dan warisan. Ayah itu
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
tidak berhak jadi wali bagi anaknya. Dan anak itu tidak berhak mendapatkan
warisan dari ayahnya. Sebab secara hukum Islam, keduanya dipandang sebagai
bukan ayah dan anak.
Jadi seharusnya, dalam kasus seperti ini, pasangan zina itu dinikahkan saja
secara resmi. Memang ada sementara kalangan yang mengharamkan laki-laki
menikah dengan wanita yang berzina. Pendapat ini berlandaskan atas dalil berikut:
Nabi SAW bersabda :
مثلھ اني المجلودإال ) رواه ابو داود(الینكح الز
Artinya : Tidak boleh orang yang berzina dan telah di derah menikah
melainkan dengan orang yang semisal (sesama yang berzina) denganya.
(HR. Abu Daud).42
Pendapat ini benar apabila bukan laki-laki itu yang menzinainya. Adapun
bila memang laki-laki itu yang menzinainya, tentu saja tidak ada larangan.
Adapun menyetubuhi sebelum pernikahan itu berdosa, memang benar. Akan
tetapi tidak menjadi halangan bagi mereka untuk menikah setelah itu dan
melakukan hubungan suami istri.
Hal itulah yang difatwakan oleh kebanyakan ulama, antara lain
berdasarkan hujjah berikut ini :43
Abu Bakar As-Shiddiq ra. dan Umar bin Al-Khattab r.a berhujjah :
Kedua sahabat utama serta para fuqaha umumnya, menyatakan bahwa
seseorang menikahi wanita yang pernah dizinainya adalah boleh. Dan bahwa
42 Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, 394.43 Ahmad Sarwat, “Apakah anak, 12.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
seseorang pernah berzina tidaklah mengharamkan dirinya dari menikah
secara syah.
Adapun menurut Imam Mazhab, Imam Hanafi menyebutkan bahwa bila yang
menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya
boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang
menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga
melahirkan.
Sedangkan menurut Imam Maliki dan Imam Hambali mengatakan laki-laki
yang tidak menghamili tidak boleh mengawini wanita yang hamil. Kecuali
setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa ‘iddahnya. Imam
Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah
tobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih
boleh menikah dengan siapa pun
Adapun Imam Syafi’i pendapat beliau adalah bahwa baik laki-laki yang
menghamili atau pun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya. Jika
anak diluar nikah dalam usia ia masi berada di dalam kandungan pada masa-
masa tertentu sebagaimana yang ditetapkan oleh kebanyakan para Ulama
bersepakat bahwa bayi yang lahir dalam kurun waktu enam (6) bulan
terhitung sejak akad nikah dilangsungkan, maka anak tersebut tidak dapat
dinazabkan kepada bapaknya. Bahkan para ulama syi’ah menegaskan bahwa
anak zina, selain tidak bisa dinazabkan “kepada bapaknya” juga tidak bisa
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
dinazabkan kepada ibunya.44 Ini berarti agar setiap orang khususnya umat
muslim berhati-hati dalam menjaga diri dan kehormatan diri serta keturunan
agar tidak menggelantarkan anak yang tak berdosa yang sangat membutuhkan
belaian kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Dalam hal pembagian harta waris anak diluar nikah, sebagaimana dalil-
dalil dari hadits nabi diatas dan hujahnya para ulama atau Ijtihad menunjukan
bahwa tidak adanya hak waris untuk anak diluar nikah. Hal ini tentunya kita
pahami bahwa Islam sangat melarang dengan keras perbuatan zina yang
megakibatkan lahirnya anak tanpa status yang jelas.
Firman Allah :45
Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.(Q.S. Al Isra’ : 32)
Ayat diatas menunjukan bahwa adanya larangan keras dalam hal
mendekati zina apalagi telah melakukan perbuatan kotor tersebut. Dalam aspek
ini bukanlah persoalan anak yang lahir diluar nikah, tapi sebuah pencegahan agar
tidak mendekati zina supaya terpeliharanya keturunan yang punya tanggung jawab
atau tidak terputusnya nazab antara seorang ayah dan anak.
44 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, 159.45 Al-Qur’an dan Terjemahan, Kitab Suci Al Qur’an, (Departemen Agama Repoblik
Indonesia, 1993), 429.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Anak diluar nikah sebagaimana dapat diakui nazabnya bahwa anak
tersebut adalah anak dari seorang ayah yang menghamili ibunya apabila adanya
pengakuan ayah dari anak tersebut dalam jangka waktu tertentu, misalnya seorang
wanita hamil diluar nikah kemudian seorang laki-laki mengakui bahwa janin yang
dikandung wanita tersebut adalah anaknya kemudian mereka berdua bertobat
tidak lagi mengulangi perbuatan zina dan menikah maka status anak dalam janin
tersebut akan tersambung nasabnya dengan ayah yang mengakui anak tersebut.
Namun meskipun seorang wanita hamil kemudian tidak ada laki-laki yang
mengakuinya atau bertanggung jawab sehingga kelahiran anak tersebut, kemudian
suatu saat ada yang mengakui anak tersebut adalah anak dari seorang lelaki
ataupun laki-laki tersebut yang langsung mengakui itu adalah anaknya maka
secara Syari’at Islam anak tersebut tidak sah sebagai anaknya karena batal dalam
hukum, atau garis perdatanya dengan sang ayah terputus dan hanya memiliki garis
perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.
Nazab merupakan salah satu penghubung antara ayah dan anak dan
meruakan syarat dalam kaidah hukum waris sehingga dalam hal waris anak diluar
nikah gugur dengan sendirinya sebagai ahli waris. Akan tetapi meskipun anak
diluar nikah tidak memperoleh hak waris dari ayahnya, namun disi lain Islam
memandang sisi kemanusiaanya bahwa yang berdosa bukanlah anak tersebut
tetapi kesalahan dari perbuatan kedua orang tuanya.
Jika anak diluar nikah tidak memperoleh hak waris dalam hukum Islam
namun dikemudian hari anak tersebut dewasa dan memperoleh harta maka
Ibunya dan keluarga ibunya berhak mewarisi harta dari anak diluar nikah jika
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
anak diluar nikah tersebut meninggal dunia. Sebagaimana Parah ulama Madinah
termasuk di dalamnya Zaid Ibn Sabit menyatakan bahwa harta penggalan anak
zina dan anak li’an dapat diwaris sebagaimana anak lainya, yaitu berdasarkan
ketentuan al - furud al - muqaddarah. Ibu menerima bagian 1/6 dan saudara-
saudara seibu menerima 1/3, dan sisanya diserahkan ke bait al-mal.46 Pendapat
ini kemudian di ikuti oleh Imam Maliki, Imam Safi’i, dan Imam Hanafi. Yang
terakhir ini menentukan persyaratan, apabila ada ahli waris zawi al-arham,
mereka harus didahulukan dari pada disetorkan ke bait al-mal, jadi menurut
mazhab ini, ibu tidak berhak sebagai ahli waris penerima ‘asbah.
Contohnya,seorang wanita meninggal dunia ahli walinya terdiri dari: nenek
perempuan (perempuan tidak sah ), dan cucu perempuan garis perempuan. Hartah
warisan sejumlah Rp 12.000.000,-bagian masing-masing adalah:47
1) Menurut Imam Maliki dan Imam Syafi’i:
Ahli waris bag AM 6 HW Rp 12.000.000,- Penerimaan
Nenek 1/6 1 1/6 x Rp 12.000.000,- = Rp 2.000.000,-
Anak nz /li 1/2 3 3/6 x Rp 12.000.000,- = Rp 6.000.000,-
Cucuc pr. - - -- -
4 Jumlah = Rp 8.000.000,-
46 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, 164.47 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, 164.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Sisanya Rp 12.000.000,-_Rp 8.000.000,-=Rp 4.000.000,-diserahkan ke bait
al-mal. Yang masih dianggap memiliki hubungan kekerabatan dan sebagai ahli
waris yang sah.
2) Menurut Imam Hanafi :48
Ahlih waris bag AM 6 HW Rp 12.000.000,- penerimaan
Nenek 1/6 1 1/6 x Rp 12.000.000,- =Rp 2.000.000,-
Anak zn /li 1/2 3 3/6 x Rp 12.000.000,- =Rp 6.000.000,-
Cucu pr. ‘as 2 2/6 x Rp 12.000.000,- =Rp 4.000.000,-
6 jumlah =Rp 12.000.000,
Sisah yang seharusnya di serakan ke bai al-mal menurut pendapat Imam Maliki
dan Imam Syafi’i, di serahkan kepada cucu perempuan garis perempuan (zawi al-
arham) menurut Imam Hanafi.
Contoh kedua, seorang laki-laki meninggal dunia, ahli warisnya terdiri dari
bapak dan anak tidak sah. Harta warisanya Rp 1.000.000,-. Maka penyelesaianya
adalah :49
Ahli waris bag AM1 HW Rp 1.000.000,- penerimaan
Bapak ‘as 1 1/1 x Rp 1.000.000,- = Rp 1.000.000,-
Anak zina - - -- -
1 jumlah = Rp 1.000.000,-
48 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, 164.49 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, 165.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Anak zina dianggap sebagai anak tidak sah,karena itu tidak mendapat
bagian warisan. Karena bapak disini statusnya adalah sebagai kakek dari anak
zina garis laki-laki, karna tidak memiliki hubungan kekerabatan.
C. Persamaan dan Perbedaan Status Anak Zina Dalam Warisan Menurut
Hukum Positif Dan Hukum Islam
1. Persamaan
Dari Uraian-uraian sebelumnya jika dicermati antara hukum positif dan
hukum Islam terdapatlah sebuah perbandingan hukum diantaranya persamaan dan
perbedaan perspektif dalam masalah hak waris anak luar nikah atau anak zina.
Rudolf B.Schlesinger mengatakan bahwa perbandingan hukum merupakan
metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih
dalam tentang bahan hukum tertentu. Perbandingan hukum bukanlah perangkat
peraturan dan asas-asas hukum dan bukan suatu cabang ilmu merupakan tehnik
untuk mengahadapi unsure asing dari suatu masalah hukum.50
Sedangkan menurut penulis tujuan melakukan komparasi antara kedua
hukum yang berbeda dan menyikapi atau memandang suatu masalah, merupakan
sebuah metode yang mempermudah memahai hukum dan menerapkan hukum
karena dengan membanding-bandingkan kedua hukum yang berebda kita akan
memperoleh perbedaan dan persamaan kedua hukum.
50 Romli Atmasasmita,Prof.Dr. S.,H.,LL.M, Perbandingan Hukum Pidana (Bandung :
Mandar Maju, 2000), 7.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
Adapun persamaan hak waris anak luar nikah atau anak zina antara hukum
positif (Perdata Indonesia) dan hukum Islam diantaranya, adalah :
Adanya kesamaan dari kedudukan nasab yaitu nasab dalam hukum
perkawinan Indonesia dapat didefinisikan sebagai sebuah hubungan darah
(keturunan) antara seorang anak dengan ayahnya, karena adanya akad nikah yang
sah. Sedangkan seorang anak, dilihat dalam hukum perkawinan di Indonesia
secara lansung memiliki hubungan nasab dengan ibunya. Ini dapat di pahami dari
pasal 43 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa anak yang lahir di
luar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga
ibunya. Sedangkan dalam perspektif hukum Islam masalah nazab anak yang lahir
diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan pihak
keluarga dengan ibunya.
Sedangkan dalam masalah hak waris anak diluar nikah atau anak zina
dalam perspektif hukum positif dan hukum Islam tidak adanya titik kesamaan
masing-masing hukum mempunyai perspekif yang berbedah dalam memandang
hak waris anak diluar nikah.
2. Perbedaan
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya hukum Positif dan hukum Islam
punya persamaan dan perbedaan dalam memandang suatu objek yaitu hak waris
anak diluar nikah, Adapun perbedaanya antara lain:
1. Jika dalam hukum positif sandaran yang dijadikan acuan hukum hanya ada
pada Kitab Undang-undang hukum Perdata, sedangkan dalam hukum Islam
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
sandaran hukumnya beracuan pada Al-Qur’an, Al Hadits dan pendapat-
pendapat para Ulama (Ijtihad).
2. Dalam hukum Positif hak waris anak diluar nikah atau anak zina adalah
sebagai berikut :
a) Apabila anak luar nikah mewaris bersama-sama dengan golongan I
(suami atau isteri dan anak-anak) maka bagiannya yaitu 1/3 bagian
yang akan diterimanya seandainya ia itu anak sah. Jadi misalnya A
meninggalkan suami atau isteri, tiga orang anak sah dan 1 anak luar
nikah, maka anak luar nikah akan mendapat (apabila ia anak sah yaitu
1/5 bagian sebab ada lima ahli waris) tetapi karena ia anak luar nikah,
maka ia mendapat 1/3 x 1/5 = 1/15 bagian.
Kalau yang ditinggalkan dua anak luar nikah (jadi ahli warisnya sudah
6 orang: suami atau isteri, tiga orang anak sah dan dua orang anak luar
nikah) maka bagian dari anak luar nikah adalah 1/3 dari 1/6 bagian
(kalau ia anak sah bagiannya yaitu 1/6). Sehingga hasilnya yaitu: 1/18
bagian dari sisanya dibagi antara anak-anak sah dan suami atau isteri.
b) Apabila anak luar nikah mewaris bersama-sama dengan golongan II
(orang tua, saudara dan keturunan saudara), maka bagiannya yaitu ½
bagian seandainya ia anak sah. Jadi misalnya A meninggalkan ahli
waris 3 orang anak luar nikah dan ayahnya (jadi 4 orang). Maka
bagian dari anak luar nikah kalau ia anak sah masing-maing mendapat
1/3 bagian (sebab ada 3 anak) tetapi karena mereka anak luar nikah,
maka bagian mereka masing-masing yaitu: ½ dari 1/3 bagian = 1/6
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
bagian (karena mereka ada 3 anak luar nikah maka bagian mereka
seluruhnya adalah 3/6 bagian), dan sisanya yaitu 3/6 (1/2) untuk
ayahnya A.
c) Apabila anak luar nikah mewarisi bersama-sama dengan golongan III
atau golongan IV (leluhur lainnya dan sanak keluarga lainnya, dalam
garis menyamping sampai dengan derajat keenam) bagiannya yaitu ¾
bagian seandainya ia anak sah.
3. Sedangkan dalam hukum Islam anak zina (anak diluar nikah) tidak
mendapatkan hak waris karena telah terputus nazabnya dari sang ayah.
Akan tetapi Parah ulama madinah, termasuk di dalamnya Zaid Ibn Sabit
menyatakan bahwa harta peninggalan anak zina dan anak li’an dapat
diwaris sebagaimana anak lainya, yaitu berdasarkan ketentuan al - furud al-
muqaddarah. Ibu menerima bagian 1/6 dan saudara-saudara seibu
menerima 1/3, dan sisanya diserahkan ke bait al-mal. 51 pendapat ini
kemudian di ikuti oleh Imam Maliki, Imam Safi’i, dan Imam Hanafi. Yang
terakhir ini menentukan persyaratan, apabila ada ahli waris zawi al-arham,
mereka harus didahulukan dari pada disetorkan ke bait al-mal, jadi menurut
mazhab ini, ibu tidak berhak sebagai ahli waris penerima ‘asbah.
Contohnya : seorang wanita meninggal dunia ahli walinya tardiri dari:
nenek perempuan (perempuan tidak sah ), dan cucu perempuan garis perempuan.
Hartah warisan sejumlah Rp 12.000.000,-bagian masing-masing adalah :52
51 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, 164.52 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, 164.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
1). Menurut Imam Maliki dan Imam Syafi’i :
Ahli waris bag AM 6 HW Rp 12.000.000,- Penerimaan
Nenek 1/6 1 1/6 x Rp 12.000.000,- = Rp 2.000.000,-
Anak nz /li 1/2 3 3/6 x Rp 12.000.000,- = Rp 6.000.000,-
Cucu pr. - - -- -
4 Jumlah = Rp 8.000.000,-
Sisanya Rp 12.000.000,-_Rp 8.000.000,-=Rp 4.000.000,-diserahkan ke bait al-
mal. Yang masih dianggap memiliki hubungan kekerabatan dan sebagai ahli
waris yang sah.
2). Menurut Imam Hanafi :
Ahlih waris bag AM 6 HW Rp 12.000.000, - penerimaan
Nenek 1/6 1 1/6 x Rp 12.000.000, - =Rp 2.000.000,-
Anak zn /li 1/2 3 3/6 x Rp 12.000.000,- =Rp 6.000.000,-
Cucu pr. ‘as 2 2/6 x Rp 12.000.000,- =Rp 4.000.000,-
6 jumlah =Rp 12.000.000,
Sisah yang seharusnya di serakan ke bait al-mal menurut pendapat Imam Maliki
dan Imam Syafi’i di serahkan kepada cucu perempuan garis perempuan (zawi al-
arham) menurut Imam Hanafi.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian sebelumnya tentang hak anak diluar nikah atau anak
zina, penulis ada akhirnya dapat mengambil beberapa kesimpulan diantaranya
adalah :
1. Adanya persamaan perspektif antara hukum positif dan hukum Islam yaitu
pada nazab yang terletak ada garis perdata dengan Ibu dan kelaurga ibu dari
anak tersebut.
2. Dalam hukum positif hak waris anak diluar nikah yaitu 1/3 x Jumlah
anggota waris yang sah bersama anak diluarnikah = hasil, atau bagian yang
diserahkan kepada anak diluar nikah.
3. Sedangkan dalam hukum Islam anak diluar nikah tidak memperoleh harta
warisan dari ayah anak diluar nikah tersebut. Namun peninggalan anak zina
dan anak li’an dapat diwaris sebagaimana anak lainya, yaitu berdasarkan
ketentuan al - furud al - muqaddarah. Ibu menerima bagian 1/6 dan
saudara-saudara seibu menerima 1/3, dan sisanya diserahkan ke bait al-
mal.53 pendapat ini kemudian di ikuti oleh Imam Malik, Imam Safi’i, dan
Imam Abu Hanifa. Yang terakhir ini menentukan persyaratan, apabila ada
ahli waris zawi al-arham, mereka harus didahulukan dari pada disetorkan ke
bait al-mal, jadi menurut mazhab ini, ibu tidak berhak sebagai ahli waris
penerima ‘asbah.
53 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, 164.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
B. Saran
Adapun saran dari penulis :
1. Agar para pembuat hukum di Indonesia memperhatikan kedudukan anak
diluar nikah sebagai ahli waris, karena sampai saat ini masi sering terjadi
sengketa diantara anak sah dengan anak tidak sah atau anak diluar nikah.
2. Bahwa demi kepentingan anak dan rasa keadilan masyarakat supaya peran
para ulama memberikan pencerahan terhadap umat agar tidak hanya
membahas hak waris anak yang sah akan tetapi para ulama harusnya
membahas kedudukan anak diluar nikah dalam hal warisan.
3. Janganlah sekali-kali mendekati zina, karena zina adalah penciptaan
generasi terlantar.
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Kewarisan Islam Yogyakarta: UII
Pers, 2005.
Ali, Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian menurut
G
O
R
O
N
T
A
L
O
2
0
0
9
Privasi : Minsyai Mokoginta, S.HiFakultas : SyariahJurusan : Ahwalul Syakhsyah (Hukum Perdata Islam) I A I N Sultan Amai Gorontalo
Hak Cipta Dilindungi Undang-undangDilarang keras memperbanyak dan menyebarkan isi skripsi ini
tanpa izin tertulis dari penulis. ([email protected])
RIWAYAT HIDUP / CURRICULUM VITAEI
Nama : Minsyai Mokoginta
Tempat tanggal lahir : Dumoga 02 May 1985
Alamat : Bilalang I Kecamatan Kotamobagu Utara,
Kota Kotamobagu.
Riwayat Pendidikan :1. SDN V Dumoga : 1991-19962. SLTP N I Passi : 1997-20003. SMU N 3 Kotamobagu : 2001-20024. SMU N IV Kotamobagu : 2002-20035. IAIN Sultan Amai Gorontalo : 2003-2009
Riawayat Organisasi:1. Anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Mapaba 20052. Pengurus dan Anggota Keluarga Pelajar Mahasiswa Indonesia Bolaang
Mongondow (KPMIBM) Cabang Kota Gorontalo 2005-2006.3. Pengurus dan Anggota Dewan Pelajar Mahasiswa Dumoga - Bolaang
Mongondow (DERMAGA-BM) Angkatan Pertama 2007-2008.4. Anggota Dewan Suro’ penasihat Mahasiswa Islam Kotamobagu sampai
sekarang.Riwayat Pekerjaan :
1. Tim PT. Survai Indonesia – Survaiyor Masyarakat Penyandang Cacat (PMKS) di Kabupaten Gorontalo Utara 2008.
2. Koordinator Lapangan (Korlap) Survai Masyarakat Penyandang Cacat (PMKS) di Bolaang Mongondow Timur.
3. Sekertaris Dakwah Lintas Masjid (DINDA LINMAS) Keluarga Pelajar Mahasiswa Bolaang Mongondow (KPMIBM) di desa-desa pinggiran Kec.Lolayan Kab. Bolaang Mongondow tahun 2005.
4. Ketua Tim Dakwah Lintas Masjid (DINDA LINMAS) Keluarga Pelajar Mahasiswa Bolaang Mongondow (KPMIBM) di desa-desa pinggiran Kec. Passi Kab. Bolaang Mongondow tahun 2006.