skripsi pendidikan (153)
TRANSCRIPT
i
DAYA BUNUH EKSTRAK SERAI (Andropogen nardus)
TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1
Untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
Nama : Sri Wahyuni
NIM : 6450401038
Jurusan : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Ilmu Keolahragaan
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
ii
SARI
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Semarang
Skripsi, Agustus 2005
Sri Wahyuni
DAYA BUNUH EKSTRAK SERAI (Andropogen nardus) TERHADAP
NYAMUK Aedes aegypti xii + 48 hal+ 2 tabel + 8 gambar + 10 Lampiran
Serai mempunyai kandungan kimia yang dapat digunakan sebagai
insektisida alami. Kandungan kimia dari serai adalah senyawa sitral, sitronela,
geraniol, mirsena, nerol, farnesol methil heptenol dan dipentena. Senyawa
sitronela mempunyai sifat racun dehidrasi (desiscant) yang dapat mengakibatkan
kematian karena kehilangan cairan terus menerus sehingga permasalahan yang
dikemukakan adalah bagaimana kepekaan nyamuk Aedes aegypti terhadap ekstrak
serai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang daya bunuh
ekstrak serai (Andropogen nardus) terhadap nyamuk Ae. aegypti.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen murni
dengan rancangan penelitian post test only control group design, menggunakan 5
macam konsentrasi ekstrak serai. Konsentrasi yang digunakan yaitu 60%, 70%,
80%, 90% dan 100%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak
serai yang digunakan maka semakin tinggi pula kematian nyamuk Ae. aegypti dan
terdapat perbedan rata-rata kematian pada berbagai konsentrasi. Sedangkan
setelah diuji dengan menggunakan uji probit, tidak dapat menunjukkan nilai LC50.
Maka dapat diketahui bahwa kepekaan nyamuk Ae. aegypti terhadap ekstrak serai
adalah rendah.
Melihat hasil yang didapat dari penelitian ini maka perlu adanya
penambahan bahan kasar pembuatan ekstrak serai sehingga didapatkan ekstrak
serai yang lebih pekat, hasil akhir ekstrak sebaiknya berbentuk serbuk kering,
pemilihan metode pengujian sebaiknya disesuaikan dengan cara kerja bahan aktif
yang ada pada zat yang dibuat ekstrak, dan perlu adanya penelitian daya bunuh
ekstrak serai terhadap larva Ae. aegypti.
Kata Kunci: Nyamuk Aedes aegypti, daya bunuh ekstrak serai 24 jam.
iii
PENGESAHAN
Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang
Pada hari : Sabtu
Tanggal : 6 Agustus 2005
Panitia Ujian
Ketua Panitia, Sekretaris,
Drs. Sutardji, M. S Drs. Herry Koesyanto, M. S
NIP. 130523506 NIP. 131695459
Dewan Penguji,
1. Eram Tunggul Pawenang, SKM, M. Kes (Ketua)
NIP.132303558
2. Drs. Said Junaidi, M. Kes (Anggota)
NIP. 132086678
3. dr. Yuni Wijayanti (Anggota)
NIP. 132296578
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
1. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
(Q. S Al Baqoroh: 286).
2. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q. S Alam Nasyroh: 6).
3. Sedikit yang Mencukupi Itu Lebih Banyak daripada Banyak Malah Bikin
Susah (Pepatah Arab).
PERSEMBAHAN
Saya persembahkan skripsi ini kepada orang-orang yang keberadaannya
sangat penting dan berharga dalam penyelesaian studi saya :
1. My greatest motivation, Almarhumah Ibu dan Almarhum Mas Budi, kalian
selalu dalam hatiku.
2. Bapak, Mbak Titik, Mbak Tri, Mas Haryanto dan Mas Haryono, yang banyak
memberi dorongan baik moral maupun material hingga skripsi ini selesai.
3. Pak Eram, yang banyak memberi motivasi, solusi, arahan dan bimbingan yang
sangat berharga dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Saudara-saudaraku di kost (Kus, Rini, Yayuk, Novita, Ucik dan Dhian) yang
selalu memberi dukungan hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Keponakanku: Nela, Novia, Beni, Nindia, Dinda, dan Ganis yang banyak
memberi motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Wahyu, yang telah membantu dalam penyediaan printer sehingga skripsi ini
dapat selesai.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya. Shalawat
dan salam dihaturkan kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarga serta seluruh
sahabatnya. Berkat rahmat dan karunia-Nya serta partisipasi dari berbagai pihak
yang telah banyak membantu baik moril maupun materiil sehingga skripsi dengan
judul “Daya Bunuh Ekstrak Serai (Andropogen nardus) Terhadap Nyamuk Aedes
aegyti dapat selesai. Oleh karena itu dengan kerendahan hati disampaikan terima
kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Drs. Sutardji, M. S, atas izin penelitian yang diberikan.
2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan,
Universitas Negeri Semarang, dr. Oktia Woro K. H, M. Kes, atas izin
penelitian yang diberikan.
3. Pembimbing I, Drs. Said Junaidi, M. Kes, atas arahan dan bimbingan dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Pembimbing II, dr. Yuni Wijayanti, atas arahan dan bimbingan dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Kepala Balai Penelitian Vektor dan Reservoir Penyakit, Dr. Damar
Triboewomo, Ph. D, M. S, atas izin penggunaan tempat untuk melakukan
praktik dalam pengambilan data skripsi.
vi
6. Peneliti di BPVRP, Drs. Hasan Boesri, M. S, atas bimbingan dan arahan mulai
dari persiapan praktik mengambil data hingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Seluruh staf fungsional di Balai Penelitian Vektor dan Reservoir Penyakit,
atas bantuan dalam pengambilan data skripsi ini.
Semoga amal baik dari semua pihak, mendapat pahala yang berlipat ganda
dari Allah SWT. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, Agustus 2005
Penyusun
vii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ........................................................................................................ i
SARI ............................................................................................................ ii
PENGESAHAN .......................................................................................... iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv
KATA PENGANTAR................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Permasalahan ........................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum..................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus.................................................................................... 4
1.4 Penegasan Istilah ................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian................................................................................. 5
1.6 Ruang Lingkup Penelitian...................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori...................................................................................... 6
2.1.1 Tinjauan Tentang Nyamuk Aedes aegypti ........................................... 6
2.1.2 Tinjauan Tentang Serai ....................................................................... 13
2.1.3 Beberapa Upaya Pengendalian Nyamuk.............................................. 19
2.2 Kerangka Berfikir.................................................................................. 28
2.3 Hipotesis ............................................................................................... 29
viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi Penelitian ................................................................................ 30
3.2 Sampel Penelitian .................................................................................. 30
3.3 Variabel Penelitian ................................................................................ 31
3.4 Rancangan Penelitian ............................................................................ 31
3.5 Replikasi Eksperimen ............................................................................ 32
3.6 Prosedur Penelitian................................................................................ 33
3.7 Pengumpulan dan Analisis Data ............................................................ 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data ....................................................................................... 39
4.2 Hasil Penelitian ..................................................................................... 39
4.2.1 Hasil Peneraan Kadar Semprotan ........................................................ 39
4.2.2 Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Ruang Penelitian................. 40
4.2.3 Hasil Perhitungan Kematian Nyamuk Ae. aegypti ............................... 41
4.2.4 Hasil Analisis Data ............................................................................. 42
4.3 Pembahasan........................................................................................... 44
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ............................................................................................... 48
5.2 Saran ..................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Ruang Penelitian...................... 40
2. Hasil Perhitungan Kematian Nyamuk Ae. aegypti .................................... 41
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Telur Ae. aegypti...................................................................................... 7
2. Larva Ae. aegypti ..................................................................................... 8
3. Pupa Ae. aegypti ...................................................................................... 9
4. Nyamuk Ae. aegypti ................................................................................. 9
5. Daur Hidup Nyamuk Ae. aegypti.............................................................. 10
6. Tanaman Serai ......................................................................................... 14
7. Rumus Bangun Sitronela.......................................................................... 15
8. Grafik Rata-rata Kematian Nyamuk Ae. aegypti ....................................... 42
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Tabel Kematian Nyamuk dengan 5 Kali Ulangan ..................................... 53
2. Hasil Deskripsi Data ................................................................................ 54
3. Hasil Analisis Korelasi............................................................................. 55
4. Hasil Anova ............................................................................................. 56
5. Hasil Uji LSD .......................................................................................... 57
6. Hasil Uji Probit ........................................................................................ 59
7. Tabel Nilai-Nilai r Product Moment......................................................... 60
8. Tabel Nilai-Nilai untuk Distribusi F ......................................................... 61
9. Dokumentasi Proses Penelitian................................................................. 63
10. Surat-Surat Penelitian............................................................................... 68
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan
nasional. Tujuan pembangunan kesehatan pada intinya adalah mencapai
kemampuan hidup sehat bagi semua penduduk Indonesia. Salah satunya adalah
pengendalian vektor penyakit. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 30, yang berbunyi, ”Pemberantasan
penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan, penyelidikan,
pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit, tindakan karantina
dan upaya lain yang diperlukan. Upaya menghilangkan perantara penyakit dapat
dilakukan pengendalian vektor penyakit.
Pengendalian vektor penyakit merupakan salah satu cara mencegah
terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit, termasuk Demam Berdarah
Dengue (DBD). Di Propinsi Jawa Tengah penyakit DBD penyebarannya telah
meluas. Data terakhir tahun 2004 jumlah kasus DBD dilaporkan sebanyak 9049
penderita dengan 163 kematian (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2004).
Pada tahun 2005, DBD di DKI Jakarta telah dinyatakan sebagai KLB. Menurut
Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan, selain DKI dan Jawa Barat (Majalengka dan Subang),
daerah lain yang sudah dinyatakan KLB adalah Manado (Sulawesi Utara),
Kupang (Nusa Tenggara Timur), dan Kalimantan Timur. Di Medan, dalam pekan
pertama Februari 2005 dua orang meninggal akibat DBD, sementara 29 penderita
xiii
pernah dan masih dirawat di rumah sakit. Jumlah kasus DBD di Jawa Barat 863
penderita dan korban tewas 32 orang. Di Jakarta, 7 Februari 2005 tercatat 163
orang terserang DBD dengan 15 orang meninggal (Kompas, 2005).
Vektor penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (Ae. aegypti).
Berbagai upaya pengendalian vektor telah dilakukan yaitu pengendalian secara
fisik, biologi maupun kimiawi. Pengendalian yang banyak dilakukan adalah
pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan insektisida sintetis. Insektisida
sintetis ini bekerjanya lebih efektif dan hasilnya dapat dilihat dengan cepat
dibandingkan dengan pengendalian biologis maupun fisik. Menurut Asep Candra
Abdillah (2004), pemakaian insektisida dapat mengakibatkan keracunan pada
manusia dan hewan ternak, polusi lingkungan, dan serangga menjadi resisten.
Sehubungan dengan dampak insektisida sintetis yang telah dikemukakan
di atas, maka diperlukan suatu usaha mendapatkan insektisida alternatif untuk
membunuh serangga namun cepat dan mudah terurai serta sekecil mungkin atau
sama sekali tidak mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Berdasarkan pertimbangan itu, para ahli menggunakan alternatif dalam
pengendalian secara kimiawi yakni menggunakan insektisida alami, yaitu
insektisida yang dihasilkan oleh tanaman beracun terhadap serangga tetapi tidak
mempunyai efek samping terhadap lingkungan dan tidak berbahaya bagi manusia.
Serai (Andropogen nardus) yang banyak ditemui di berbagai daerah dan
biasa digunakan sebagai bumbu masak ternyata dapat digunakan sebagai
insektisida alamiah. Tanaman ini mengandung minyak atsiri (esteris). Minyak
atsiri serai terdiri dari senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farnesol
xiv
methil heptenol dan dipentena. Kandungan sitronela yaitu sebesar 35%. Senyawa
sitronela mempunyai sifat racun dehidrasi (desiscant). Senyawa sitronela
mempunyai sifat racun dehidrasi (desiscant). Racun tersebut merupakan racun
kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan terus
menerus. Serangga yang terkena racun ini akan mati karena kekurangan cairan.
(Asep Candra Abdillah, 2004).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui daya bunuh ekstrak serai terhadap nyamuk Ae. aegypti dengan
berbagai macam konsentrasi. Pemilihan nyamuk Ae. aegypti pada stadium dewasa
didasarkan pada mudah dalam membiakkannya dan kesukaannya hidup pada air
yang bersih sehingga ketahanan tubuhnya tidak sekuat nyamuk yang lain sehingga
dengan tidak kuatnya ketahanan tubuhnya maka akan memudahkan pengamatan
kematiannya dengan menggunakan bahan ekstrak yang lebih sedikit.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana daya bunuh ekstrak serai terhadap nyamuk Ae. aegypti ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Memperoleh gambaran tentang daya bunuh ekstrak serai terhadap nyamuk
Ae. aegypti.
xv
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui hubungan tingkat kematian nyamuk dengan berbagai perlakuan
konsentrasi ekstrak serai.
2) Menghitung perbedaan jumlah kematian rata-rata nyamuk Ae. aegypti pada
pemaparan ekstrak serai dengan berbagai tingkat konsentrasi.
3) Menghitung LC50 (Lethal Concentration50) dari ekstrak serai terhadap nyamuk
Ae. aegypti.
1.4 Penegasan Istilah
1) Daya Bunuh
Adalah kemampuan ekstrak serai dalam membunuh nyamuk Ae. aegypti
24 jam setelah waktu percobaan.
Satuan : % Skala : ordinal
2) Ekstrak serai
Adalah suatu konsentrasi dari serai yang digunakan untuk membunuh nyamuk Ae. aegypti. Dalam ekstrak ini tidak
bisa dibedakan komponen zat aktifnya karena ekstrak masih bersifat kasar.
Satuan : mg/liter atau % Skala : ratio
3) Nyamuk
Adalah nyamuk jenis Ae. aegypti umur 2-5 hari setelah penetasan.
Satuan : ekor Skala : nominal
1.5 Manfaat Penelitian
1) Dapat melengkapi literatur mengenai penggunaan insektisida alamiah.
2) Dapat memperkaya khasanah penelitian tentang insektisida alamiah untuk
mengembangkan ilmu kesehatan masyarakat khususnya dalam pengendalian
vektor penular penyakit.
xvi
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada ekstrak serai dengan
konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90% dan 100%. Parameter dalam penelitian ini
adalah nyamuk Ae.aegypti. Penelitian ini bersifat kasar karena tidak dibedakan zat
aktif lain yang terkandung dalam ekstrak serai.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
xvii
2. 1 Landasan Teori
2.1.1 Tinjauan Tentang Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Srisasi Gandahusada, dkk (2000: 235), demam berdarah
merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan vektor
utama DB adalah Ae. aegypti, sedangkan vektor potensialnya adalah
Aedes albopictus. Nyamuk Ae. aegypti, badannya berwarna hitam
berbintik-bintik putih, lebih kecil dibandingkan dengan nyamuk biasa.
Nyamuk betina menggigit manusia dan nyamuk jantan hanya tertarik
pada cairan mengandung gula seperti pada bunga. Ae. aegypti biasanya
menggigit pada siang hari saja. Malam harinya lebih suka bersembunyi di
sela-sela pakaian yang tergantung atau gorden, terutama di ruang gelap
atau lembab. Mereka mempunyai kebiasaan menggigit berulang kali.
Nyamuk ini memang tidak suka air kotor seperti air got atau lumpur
kotor. Bertelur serta pembiakannya di atas permukaan air pada dinding
yang bersifat vertikal dan terlindung pengaruh matahari langsung.
2. 1.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti yaitu Kingdom : Animalia, Phylum :
Arthropoda, Subphylum : Unimaria, Kelas : Insecta, Ordo : Diptera, Sub-ordo :
xviii
Nematocera, Superfamili : Culicoidea, Famili : Culicidae, Sub-famili : Culicinae,
Genus : Aedes, Spesies: Aedes Aegypti (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000: 217).
2. 1.1.2 Morfologi
1) Telur
Telur berwarna hitam dan setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat
mengeluarkan sekitar seratus butir telur dengan ukuran sekitar 0,7 milimeter
perbutir. Berbentuk oval yang menempel pada dinding tempat penampungan air.
Pada umunya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari
setelah telur terendam (Levi Silalahi, 2004).
Gambar 1
Telur Ae. aegypti
Sumber: Division of Vector-Borne Infectious Disease CDC (2001)
2) Larva
xix
Stadium larva biasanya berlangsung 6-8 hari. Larva nyamuk Ae. aegypti
mempunyai ciri-ciri antara lain adanya corong udara pada segmen terakhir, pada
segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas
(palmatus hairs), pada corong udara terdapat pectan, sepasang rambut serta
jumbai akan dijumpai pada corong (siphon), setiap sisi abdomen segmen
kedelapan ada comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1 sampai 3, bentuk individu
dari comb scale seperti duri, sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk
kurva dan adanya sepasang rambut di kepala (Ditjen PPM dan PL, 2002: 23).
.
Gambar 2
Larva Ae. aegypti
Sumber: NSW Health (2001)
Ada 4 tingkatan (instar) larva Ae.aegypti, masing-masing tingkatan mempunyai ciri-ciri dan ketahanan yang berbeda.
Tingkatan larva tersebut adalah:
(1) Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm atau 1-2 hari setelah telur menetas, duri-duri (spinae) pada dada
belum jelas dan corong pernafasan pada siphon belum jelas.
(2) Larva instar II berukuran 2,5 – 3,5 mm atau 2-3 hari setelah telur menetas, duri-duri belum jelas, corong kepala mulai
menghitam.
(3) Larva instar III berukuran 4-5 mm atau 3-4 hari setelah telur menetas, duri-duri dada mulai jelas dan corong
pernafasan berwarna coklat kehitaman.
(4) Larva instar IV berukuran paling besar yaitu 5-6 mm atau 4-6 hari setelah telur menetas, dengan warna kepala gelap.
xx
3) Pupa (kepompong)
Pupa (kepompong) berbentuk seperti koma, bentuknya lebih besar namun
lebih ramping dibandingkan rata-rata nyamuk lainnya. Kepala dan dadanya
bersatu dilengkapi sepasang terompet pernafasan. Stadium pupa ini adalah
stadium tidak makan dan bila terganggu, pupa akan bergerak naik turun di dalam
wadah air. Pupa akan menjadi nyamuk dewasa dalam waktu lebih kurang dua hari
(Handiman, 2004).
Gambar 3
Pupa Ae. aegypti
Sumber: NSW Health (2001)
4) Nyamuk dewasa
xxi
Gambar 4
Nyamuk Ae. aegypti
Sumber: Munstermann (1995)
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata
nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai warna dasar yang hitam dengan bintik-
bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayap. Pertumbuhan dari telur menjadi
nyamuk dewasa mencapai 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai dua
sampai tiga bulan (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000: 235). Paha kaki belakang
bagian luar sebagian besar putih. Tarsale dengan hubungan putih lebar. Scutum
dengan sepasang garis lengkung di bagian luar dan dua garis pendek di bagian
tengah , membentuk lira ( Ditjen PPM dan PL, 2002: 25).
2. 1.1.3 Daur hidup
xxii
Gambar 5
Daur Hidup Nyamuk Ae. aegypti
Sumber: Ditjen PPM dan PLP (1995: 2)
Daur hidup nyamuk Ae. aegypti melalui metamorfosis sempurna yaitu
dimulai dari telur - larva (jentik-jentik) - pupa (kepompong) - dewasa. Nyamuk
betina meletakkan telur di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada
dinding tempat perindukannya. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata
sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur. Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas
menjadi larva lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh
menjadi pupa akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa
memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:235).
2. 1.1.4 Perilaku
Menurut Srisasi Gandahusada, dkk (2000: 236), nyamuk Ae. aegypti
jantan menghisap cairan tanaman atau sari bunga untuk keperluan hidupnya.
Nyamuk Ae. aegypti betina menghisap darah manusia pada siang hari yang
dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah. Nyamuk betina ini lebih
menyukai darah manusia daripada binatang (antropolik). Darah (proteinnya)
diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk
jantan, dapat menetas. Waktu untuk menyelesaikan perkembangan telur, mulai
dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan, biasanya bervariasi
xxiii
antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic
cycle). Adapun siklus gonotropik ditunjukkan pada bagan sebagai berikut:
Siklus Gonotropik
Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Keterangan:
: Nyamuk menghisap darah
: Nyamuk meletakkan telur
Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2
puncak aktivitas antara pukul 8.00 – 10.00 dan 15.00 – 17.00. Ae. aegypti
mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu
siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah, sehingga nyamuk
ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini
hinggap (beristirahat) di dalam atau luar rumah, berdekatan dengan
perkembangbiakannya. Tempat hinggap yang disenangi ialah benda-benda yang
tergantung seperti: pakaian, kelambu, atau tumbuh-tumbuhan di dekat tempat
perkembangbiakannya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai,
nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat
perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaaan air. Setiap kali bertelur nyamuk
betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang
kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu –2o C sampai 42
o C
xxiv
dan bila tempat tersebut tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat
menetas lebih cepat.
2. 1.1.5 Tempat Perkembangbiakan
Menurut Srisasi Gandahusada, dkk (2000:235-236), tempat perindukan utama Ae. aegypti adalah tempat-tempat berisi
air bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Tempat perindukan tersebut dapat berupa:
1) Tempat perindukan buatan manusia, seperti : tempayan atau gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi,
jambangan atau pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi
air hujan.
2) Tempat perindukan alamiah, seperti : kelopak daun tanaman (keladi, pisang), tempurung kelapa, tonggak bambu, dan
lubang yang berisi air hujan. Di tempat perindukan Ae. aegypti seringkali ditemukan larva Ae. albopictus yang hidup
bersama-sama.
2. 1.1.6 Variasi Musiman
Populasi nyamuk Ae. aegypti akan semakin meningkat pada waktu musim
penghujan, karena tempat perkembangbiakan nyamuk yang pada musim kemarau
tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang belum menetas dalam tempo
singkat akan menetas. Selain itu pada musim penghujan, semakin banyak tempat
penampungan alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat
berkembangbiak. Oleh karena itu pada musim penghujan populasi nyamuk Ae.
aegypti meningkat.
xxv
2.1.2 Tinjauan Tentang Serai
2.1.2.1 Definisi
Serai adalah tanaman tahunan termasuk suku Graminiae,
membentuk rumpun yang padat, batangnya kaku dan pendek, bentuk
daunnya seperti pipa yang meruncing ke ujung, menghasilkan minyak
serai, bonggol batang yang muda digunakan sebagai penyedap masakan
(Tim Penyusun, 2001:1044 -1045).
2.1.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi serai adalah Divisi : Spermatophyta, Sub divisi :
Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Bangsa : Poales, Suku: Graminae,
Marga : Andrpogon, Jenis : Andrpogon nardus L (Media Anak Muda Bali, 2004).
Gambar 6
Tanaman Serai
Sumber: Agus Kardinan (2003: 21)
xxvi
2.1.2.3 Karakteristik
Serai merupakan tumbuhan herba menahun dan merupakan jenis rumput-
rumputan dengan tinggi tanaman sekitar 50-100 cm. Daun tunggal berjumbai;
panjang sekitar 1 m; lebar 1,5 cm, tetapi kasar dan tajam; tulang daun sejajar;
permukaan atas dan bawah berambut serta berwarna hijau. Batang tidak berkayu,
berusuk-usuk pendek, dan berwarna putih (Budi Imansyah, 2003).
Habitus serai adalah rumput, tahunan, tinggi 50-100 cm. Batang tidak
berkayu, beruas-ruas pendek, putih. Daun tunggal, lanset, berpelepah, pangkal
pelepah memeluk batang, ujung runcing, tepi rata, panjang 25-75 cm, Iebar 5-15
mm, pertulangan sejajar, hijau. Bunga majemuk, bentuk malai, karangan bunga
berseludang, terletak dalam satu tangkai, bulir kecil, benang sari berlepasan,
kepala putik muncul dari sisi, putih. Buah bulat panjang, pipih, putih kekuningan.
Biji bulat panjang dan berwarna coklat. Akar serabut dan berwarna putih
kekuningan (Media Anak Muda Bali, 2004).
2.1.2.4 Habitat
Serai wangi dapat tumbuh di tempat yang kurang subur, bahkan di tempat
yang tandus, karena serai mampu beradaptasi secara baik dengan lingkungannya.
Peremajaan perlu dilakukan setelah tanaman berumur 4 – 5 tahun karena
produktivitasnya mulai menurun setelah tanaman berumur lebih dari lima tahun
(Agus Kardinan, 2003: 21).
xxvii
2.1.2.5 Kandungan Kimia
Kandungan kimia tanaman serai lebih banyak terdapat pada batang dan
daun. Batang dan daun serai yang dihaluskan, lalu dicampur dengan pelarut akan
menghasilkan minyak atsiri yang mengandung senyawa sitral, sitronela, geraniol,
mirsena, nerol, farsenol methil heptenon, dan dipentena (Budi Imansyah, 2003).
Gambar 7
Rumus Bangun Sitronela
Sumber: Hardjono Sastrohamidjojo (2002: 80)
Menurut Asep Candra Abdillah (2004), kandungan kimia serai lebih
banyak terdapat pada batang dan daun, yaitu senyawa sitral, sitronela, geraniol,
mirsena, nerol, farsenol methil heptenon, dan dipentena. Kandungan yang paling
besar adalah sitronela yaitu sebesar 35% dan geraniol sebesar 35 - 40%. Serai
mengandung senyawa berbentuk padat dan berbau khas. Salah satu senyawa yang
dapat membunuh nyamuk adalah sitronela. Sitronela mempunyai sifat racun
(desiscant), menurut cara kerjanya racun ini seperti racun kontak yang dapat
memberikan kematian karena kehilangan cairan secara terus-menerus sehingga
tubuh nyamuk kekurangan cairan.
2.1.2.6 Cara Budidaya
1) Penanaman
CHO
xxviii
Tanaman serai dikembangbiakkan melalui akar pada permulaan musim hujan.
Rumpun tanaman serai yang sehat dibagi menjadi beberapa bagian. Dua
batang tanaman yang mengandung akar yang sehat ditanam dalam setiap
lubang dengan kedalaman 15 cm. Pada tanah yang subur jarak tanaman
berukuran 90 x 90 cm atau ukuran 75 x 75 cm. Sedangkan jarak tanaman lebih
dekat daripada 75 x 75 cm akan menurunkan hasil daun per satuan area lahan
(Hardjono Satrohamidjojo, 2002: 67).
2) Pemupukan
Kenyataan tanaman serai merupakan tanaman penandus tanah dan tidak
membutuhkan pemupukan yang intensif, meskipun ammonium sulfat dan kalium
sulfat dianjurkan penggunaannya. Petani penghasil minyak serai di Ceylon dan
Jawa menggunakan pupuk dari abu bekas pembakaran daun serai yang dipakai
sebagai bahan bakar destilasi (Hardjono Satrohamidjojo, 2002: 67).
3) Panen
Sebelum panen tiba maka penyiangan gulma perlu dilakukan. Panen
pertama dilakukan 6 hingga 8 bulan setelah penanaman. Panen berikutnya dapat
dilakukan dalam jarak 3 hingga 4 bulan. Panen dikerjakan pada pagi hari dan
tidak pada saat hujan. Pemotongan terlalu pendek akan menyebabkan minyak
yang dihasikan rendah yang berarti juga akan mengurangi hasil minyak secara
keseluruhan. Di Hondarus, pemotongan tanaman dilakukan setelah daun mencapai
tinggi sekitar 90 cm (Hardjono Satrohamidjojo, 2002: 68).
xxix
2.1.2.7 Manfaat
Batang dan daun yang sering digunakan untuk bumbu masak, minyak
wangi, bahan pencampur jamu, dan juga dapat dibuat minyak atsiri. Ramuan serai
dapat dimanfaatkan sebagai ”pengusir (mengendalikan) serangga”, contohnya
nyamuk sebagai vektor (pembawa) penyakit. Serai dibuat dalam bentuk ekstrak.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan ”menyari” simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari.
Cara yang paling mudah dengan menghaluskan bahan ekstrak (diblender),
kemudian dicampur air sebagai pelarut. Pengadaan ekstrak serai dapat dilakukan
dengan cara daun dan batang serai sebanyak 1 kg, dicuci lalu ditiriskan sampai
kering dan dihaluskan dengan blender. Hasil blenderan kemudian dilarutkan ke
dalam air sebanyak 250 ml dan direndam selama 1 malam. Rendaman tersebut
lalu disaring, hasilnya disimpan dalam botol dan diencerkan dengan aquadest.
Bahan inilah yang nanti digunakan dalam penyemprotan nyamuk dengan
konsentrasi senyawa kimia yang cukup rendah dan alamiah. Di samping tidak
mengeluarkan biaya yang cukup besar, bahan ini bisa dibuat dengan cara yang
sederhana dan banyaknya cairan ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang
diinginkan (Budi Imansyah, 2003).
Menurut Hardjono Sastrohamidjojo (2002:21-22), sitronelal yang ada
dalam serai dan mengalami proses kimia mempunyai banyak kegunaan, yaitu:
1) Sitronelal oleh pengaruh asam dapat diubah menjadi isopulegol dan bila
isopulegol kemudian dihidrogenasi dapat diperoleh mentol. Mentol digunakan
xxx
untuk obat-obatan, dapat ditambahkan pada pasta gigi, makanan, dan
minuman.
2) Sitronelal bila direduksi dapat diubah menjadi sitronelol. Sitronelol memiliki
bau seperti bunga mawar dan digunakan sebagai komponen parfum dan
merupakan salah satu pewangi yang mahal.
3) Sitronelal bila direaksikan pereaksi grignard akan diperoleh suatu turunan
alkohol yang disebut alkil sitronelol yang berujud cairan yang memiliki bau
yang sangat harum dan digunakan secara luas dalam parfum dan kosmetika.
4) Sitronelol dapat diubah menjadi senyawa hidroksi sitronelal yang sering
disebut “King of parfume”. Senyawa hidroksi sitronelal merupakan cairan
yang berwarna kekuningan memiliki bau yang harum mirip bunga leli dan
harganya sangat mahal, digunakan sebagai komponen parfum.
Menurut Rozendaal (1999:56), sitronela yang ada pada tanaman umumnya
digunakan sebagai repellent. Industri menggunakan sitronela sebagai bahan aktif
dalam beberapa repellent komersial. Bila dioleskan pada kulit, efektivitas
sitronela dalam menolak nyamuk sama dengan zat kimia repellent, tetapi hanya
untuk beberapa jam.
2.1.3 Beberapa Upaya Pengendalian Nyamuk
Pada umumnya pengendalian nyamuk dapat dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap
stadium pra dewasa maupun dewasanya. Secara langsung apabila upaya pengendalian secara langsung mengenai
sasaran, misalnya penggunaan sapu lidi dan penyemprotan nyamuk secara individual. Sedangkan secara tidak langsung secara fisik tidak langsung mengenai sasaran antara lain penyemprotan residual pada dinding rumah.
2. 1.3.1 Pengendalian Biologis
xxxi
Pengendalian biologis dapat dilakukan dengan menyebarkan musuh alami
seperti parasit dan predator di daerah terjangkit atau daerah endemis. Hasilnya
tergantung pada iklim dan tidak akan daerah tersebut disemprot dengan
insektisida. Berbagai jenis ikan pemakan larva dapat membantu program
pengendalian vektor, seperti ikan nila merah (Oreochromis niloticus), nilai hitam
(Tilapia nikotika), dan Tombro (Cyprinus carpia) dapat digunakan untuk
penengendalian larva Ae. aegypti. Pengendalian vektor dengan bakteri Bacillus
thuringiensis H-14 tidak menimbulkan kerugian pada mamalia, tanaman dan
organisme bukan sasaran. Biosida ini dalam dosis 0,28 g/m2 efektif membunuh
jentik Anopheles barbirostris pada semua instar. Kematian rata-rata jentik
Anopheles barbirostris 24 jam setelah aplikasi Bacillus thuringiensis H-14
berkisar antara 80% - 100% (Umi Widyastuti, dkk, 1997: 34). Bacillus
thuringiensis memproduksi toksin yang terdapat dalam bentuk kristal yang sangat
beracun dengan larutan alkalis yang terdapat dalam usus serangga terjadi
perubahan kristal-kristalnya dan apabila diabsorbsi ke dalam darah menyebabkan
kenaikan PH darah. Penggunaan B. thuringiensis H-14 (Vectobac 12 AS) untuk
penurunan kepadatan jentik Anopheles di Teluk Dalam, Pulau Nias, setelah
penyemprotan pertama dan kedua berkisar antara 70,44-89,74% (Mujiyono, dkk,
1996: 41). Pengamatan eksperimental, eksploratif dan studi literatur tentang efek
bioremediasi yang berorientasi pada perbaikan lingkungan menggunakan metode-
metode ekologi dalam melakukan perubahan kualitas air habitat nyamuk dengan
suatu gagasan pengolahan air limbah rumah tangga, telah dilakukan oleh I Gede
Seregeg (2001: 25) bahwa ada kecenderungan menurunnya kepadatan Ae. aegypti
xxxii
akibat efek bioremediasi beberapa jenis tumbuhan berintegrasi dengan efek
Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Pengendalian serangga juga dapat dilakukan dengan menggunakan
mikroflora atau cendawan. Penelitian telah dilakukan dengan melakukan uji coba
penggunaan 3 mg/l air Giotricum candidum, Mucor haemalis, dan Beauveria
bassiana untuk insektisida dan larvasida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
cendawan air Giotricum candidum, Mucor haemalis dapat membunuh 100%
nyamuk Aedes aegypti pada hari ketiga, sedangkan Beauveria bassiana hari
keempat baru mematikan 100% (Nunik Siti Aminah, dkk, 1996: 27-28).
2. 1.3.2 Pengendalian Secara Mekanis dan Pengelolaan Lingkungan
Menurut Barodji (2003: 12 dan 29), cara mekanis untuk mengurangi atau
menghindari gigitan nyamuk atau gangguan nyamuk dilakukan dengan
pemasangan kawat kasa (kawat nyamuk) pada semua lubang yang ada di rumah,
seperi lubang angin, jendela, pintu dan lainnya. Cara ini sangat baik dan bersifat
permanen, walaupun dalam pembuatannya diperlukan biaya yang mahal. Tidur
menggunakan kelambu sangat dianjurkan untuk mengurangi gigitan nyamuk
waktu tidur di daerah endemis. Upaya untuk mengurangi jumlah kepadatan
nyamuk antara lain dengan cara:
1) Menguras air dan menyikat dinding tempat penampungan air seminggu sekali.
Kegiatan ini dikenal dengan pembersihan sarang nyamuk. Menyikat
merupakan hal yang penting, karena telur nyamuk Aedes dapat bertahan hidup
selama berbulan-bulan dalam kekeringan.
xxxiii
2) Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air waktu hujan,
seperti kaleng, ban-ban bekas dan lain-lain atau mengusahakan waktu hujan
air tidak tertampung pada tempat-tempat yang bisa menampung air di
lingkungan rumah (memotong bambu tepat ruas, tempurung kelapa dibalik).
3) Membersihkan atau mengangkat tanaman air atau lumut di tempat perindukan
nyamuk penular.
4) Penggelontoran atau membuat banjir buatan dengan membuat dam-dam atau
pintu air pada tempat perindukan yang berupa genangan-genangan air
sepanjang sungai atau selokan-selokan yang airnya tergenang pada musim
kemarau.
5) Mengalirkan air, penimbunan atau pemerataan tempat perindukan yang berupa
genangan-genangan air di tanah sebagai akibat penggalian atau alamiah.
Menurut Rozendaal (1999:52), tindakan pengendalian nyamuk yaitu:
1) Perlindungan perorangan, meliputi penggunaan repellent; baju dan celana
panjang serta kaos kaki; obat nyamuk bakar, elektrik, dan semprot; tempat
tidur dengan kelambu.
2) Merawat kain dengan insektisida, yaitu dengan merendam kain dalam
insektisida dalam bentuk cair.
3) Mengadakan perlindungan pada rumah, meliputi disain rumah, anti-musquito
screening, dan perawatan tirai dengan insektisida.
4) Tindakan pengendalian saat di tenda, yaitu dengan membuat ukuran lubang
pintu pada tenda 1,2 mm-1,5 mm.
xxxiv
5) Pencegahan penyebaran, misalnya: mengurangi sumber, manipulasi
lingkungan, menghilangkan tempat hidup.
Menurut WHO (1997: 50-51), pengendalian vektor yang paling efektif
adalah manajemen lingkungan, termasuk perencanaan, organisasi, pelaksanaan
dan aktivitas monitoring untuk manipulasi atau modifikasi faktor lingkungan
dengan maksud untuk mencegah atau mengurangi vektor penyakit manusia dan
perkembangbiakan vektor patogen. Manajemen lingkungan untuk mengendalikan
Ae. aegypti dan Ae. albopictus dan mengurangi kontak vektor dengan manusia.
Manajemen lingkungan perlu memusatkan pada pengurangan, perubahan,
pendauran ulang kontainer dan tempat kediaman larva alami yang menghasilkan
nyamuk Ae. aegypti di masyarakat. Pada tahun 1980, WHO Expert Committee on
Vector Biology and Control membagi tiga jenis manajemen lingkungan, yaitu:
1) Modifikasi lingkungan fisik yang merupakan tempat kediaman vektor.
2) Manipulasi lingkungan tempat kediaman vektor sebagai hasil aktivitas
direncanakan untuk menghasilkan kondisi-kondisi yang kurang baik
perkembangbiakan vektor.
3) Merubah perilaku atau tempat tinggal manusia untuk mengurangi kontak
vektor patogen dengan manusia.
2. 1.3.3 Pengendalian Menggunakan Senyawa Kimia
Cara kimiawi dilakukan dengan menggunakan senyawa atau bahan kimia
yang digunakan baik untuk membunuh nyamuk (insektisida) maupun jentiknya
(larvasida), mengusir atau menghalau nyamuk (repellent) supaya nyamuk tidak
xxxv
menggigit. Disamping itu masih banyak senyawa kimia yang dapat digunakan
dalam rangka pemberantasan nyamuk maupun jentiknya, yaitu senyawa-senyawa
kimia yang bersifat menarik nyamuk (attractant), menghambat pertumbuhan
(Insect Growth Regulator atau Insect Growt Inhibitor) dan memandulkan nyamuk
(Chemostrilant) (Barodji, 2003: 12).
1) Senyawa Kimia Nabati
Penggunaan senyawa kimia nabati disebabkan karena senyawa kimia
nabati mudah terurai oleh sinar matahari sehingga tidak berbahaya, tidak merusak
lingkungan dan tidak berpengaruh pada hewan non target. Penggunaan insektisida
nabati seperti Ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) untuk
pengendalian sejak beberapa tahun sebelum masehi. Penelitian Camphell dan
Sulivan (1933) dalam Eram Tunggul Pawenang (1999:22), menyatakan bahwa
tanaman yang mengandung senyawa alkaloid, nikotin, anabasin dan lupinin dapat
membunuh larva Cx. Quinquefasciatus dan tanaman yang tergolong dalam famili
: Pnaceae, Cucurbitaceae, Umbelferae, Leguminoceae, Labiatae, Liliace,
Compositae, dan Euphorbiaceae beracun terhadap nyamuk Cx. Quinquefasciatus.
Amongkar dan Reeves (1970) dalam Eram Tunggul Pawenang (1999:22),
menemukan ekstrak bawang putih (Alium sativum) dapat membunuh larva Culex
peus, Culex tarsalis, dan Aedes aegypti.
Ajibau (1999: 43), telah melakukan uji efikasi daun tumbuhan paitan
(Tithonia diversifolia Grey) terhadap larva Ae. aegypti dan hasil penelitian
xxxvi
menunjukkan bahwa konsentrasi yang efektif membunuh sebesar 90% berada
pada dosis minimal 0,24%, sedangkan umur residu efektif setelah diamati 24 jam
ternyata masih dapat membunuh larva sebesar 70-86%.
Pengendalian vektor penyakit, terutama larva nyamuk Aedes aegypti telah
dilakukan pengujian potensi ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius
Roxb) dalam membunuh larva nyamuk. Hasil ujicoba 24 jam setelah perlakuan
menunjukkan bahwa kematian 50% ada pada konsentrasi 2198,4655 ppm. Sedang
kematian larva 48 jam setelah perlakuan menunjukkan kematian 50% ada pada
konsentrasi 1669,1678 ppm (Eram Tunggul Pawenang, 1999: 54).
Aminah et al. (1985) dalam Eram Tunggul Pawenang (1999:23) telah
melakukan beberapa studi pendahuluan diantaranya penggunaan sari bawang
merah (Alium cepa), konsentrasi 1 % dapat memacu pertanaman pradewasa Aedes
aegypti dan konsentrasi 5 % , 10 % menghambat pertanaman sedangkan
konsentrasi 25 % mematikan. Penggunaan ekstrak bawang merah yang paling
efektif adalah ekstrak daunnya kemudian diikuti ekstrak akar dan umbinya .
2) Senyawa Kimia Non Nabati
Senyawa kima non nabati berupa derivat-derivat minyak bumi seperti
minyak tanah dan minyak pelumas yang mempunyai daya insektisida. Caranya
minyak dituang diatas permukaan air sehingga terjadi suatu lapisan tipis yang
dapat menghambat pernafasan larva nyamuk. Untuk mempertahankan daya
insektisidanya maka harus diulangi misalnya 1 minggu seklali, sehingga terjadi
suatu lapisan tipis yang dapat menghambat pernafasan larva nyamuk (Eram
Tunggul Pawenang, 1999:24).
xxxvii
3) Senyawa Kimia Sintetik
Insektisida organik sintetik pertama yang digunakan adalah senyawa dinitro dan thiosianat. Penggunaan insektisida
secara besar-besaran dimulai sejak ditemukan DDT. Penyemprotan DDT secara rutin menimbulkan populasi nyamuk
yang resisten terhadap DDT. Maka dengan demikian banyak dilakukan uji efikasi jenis insektisida untuk
menggantikan DDT tersebut. Uji efikasi insektisida Malathion (produk Denmark) dengan aplikasi thermal fogging
telah dilakukan oleh Hasan Boesri, dkk (2004: 23), bahwa insektisida ini dalam dosis 500ml/ha (larutan murni) efektif membunuh nyamuk Ae. aegypti di dalam dan di luar rumah (100% kematian). Uji efikasi insektisida Fendona 30 EC
dengan aplikasi Ultra Low Volume (ULV) juga telah dilakukan oleh Hasan Boesri, dkk (2004: 28), bahwa insektisida
Fendona 30 EC dosis 150 ml/ha (dilarutkan dalam air) dan dosis 150 ml/ha dan 250 ml/ha (dilarutkan dalam solar) pada penyemprotam ULV efektif membunuh nyamuk Ae. aegypti (100% kematian).
Hasil uji kepekaan Anopheles sinensis dan Anopheles maculates terhadap
insektisida Fenitrothion, Bendiocarb dan Permethrin, menunjukkan bahwa
efektivitas residu insektisida Bendiocarb dosis 0,4 g/m2 selama 6 bulan baik
terhadap An. sinensis maupun An. Maculates. efektivitas residu insektisida
Fenitrothion dosis 1 g/m2 selama 5 bulan baik terhadap An. Maculates dan 1 bulan
terhadap An. Sinensis, sedang efektivitas residu insektisida Permethrin pada
kelambu nylon selama 3 bulan baik terhadap An. sinensis maupun An. Maculates
(Barodji, dkk, 2001: 43).
Hasil percobaan yang dilakukan dengan uji bioassay menunjukkan bahwa
efektifitas kelambu nylon yang dicelup insektisida Permanet dosis 0,125 g b.a/m2
untuk membunuh nyamuk lebih dari 70% selama 14 minggu (3 bulan) dan dosis
0,25; 0,50 dan 0,75 g b.a/ m2 selama 16 minggu (3,5 bulan). Menurut kriteria
WHO dosis minimum yang dianjurkan untuk diuji lebih lanjut pada skala yang
lebih besar adalah dosis 0,125 g b.a/ m2. Tidak ada efek samping yang dilaporkan
oleh pemakai kelambu berinsektisida Permanet (Barodji, dkk, 2001: 48).
2. 1.3.4 Pengendalian Secara Genetik
Pengendalian ini bertujuan mengganti populasi serangga yang berbahaya
dengan populasi baru yang tidak merugikan yaitu dengan cara mengubah
xxxviii
kemampuan reproduksi dengan jalan memandulkan serangga jantan. Pemandulan
ini dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti preparat TEPA atau
dengan radiasi Cobalt 60, antimiotik, antimetabolit dan bazarone (ekstrak dari
tanaman Aeorus calamus), kemudian serangga yang telah mandul ini diperbanyak
lalu dilepaskan di alam bebas. Zat kimia atau radiasi itu merusak DNA di dalam
kromosom sperma tanpa mengganggu proses pematangan, ini disebut steril male
technic release. Cara lain yaitu dengan radiasi yang dapat mengubah letak
susunan dalam kromosom disebut chromosome translocation. Mengawinkan antar
strain nyamuk dapat menyebabkan sitoplasma telur tidak dapat ditembus oleh
sperma sehingga tidak terjadi pembuahan, disebut cytoplasmic incompatibility.
Mengawinkan serangga antar spesies yang terdekat akan mendapatkan keturunan
jantan yang steril disebut hybrid sterility (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000: 247).
2. 1.3.5 Pengendalian Legislatif
Pengendalian ini untuk mencegah tersebarnya serangga berbahaya dari satu
daerah ke daerah lain atau dari luar negeri ke Indonesia, diadakan peraturan
dengan sanksi pelanggaran oleh pemerintah. Pengendalian karantina di pelabuhan
laut dan pelabuhan udara bermaksud mencegah masuknya vektor penyakit.
(Srisasi Gandahusada, dkk, 2000: 247).
xxxix
2.1.4 Kerangka Berfikir
Dari kerangka konsep diatas dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini banyak variabel pengganggu, maka
dilakukan strategi penelitian sebagai berikut:
1) Suhu merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap proses
metabolisme nyamuk, maka pengendalian yang dilakukan adalah penelitian
dilakukan di dalam glass chamber dengan demikian akan diperoleh suhu yang
sama. Sedangkan pengendalian suhu selama di holding dengan menggunakan
lap basah yang ditempatkan di atas tempat holding dan pengukuran suhu
ruangan penelitian dengan menggunakan termometer ruangan pada setiap kali
perlakuan.
2) Kelembaban merupakan faktor lain yang berpengaruh, maka pengendalian
yang dilakukan adalah penelitian dilakukan di dalam ruangan dan pengukuran
kelembaban ruangan dilakukan pada setiap kali perlakuan.
INPUT PROSES OUT PUT
VARIABEL
BEBAS
Konsentrasi
VARIABEL TERIKAT
Jumlah
kematian
nyamuk Aedes
aegypti
PERLAKUAN
Ekstrak serai
terhadap nyamuk
VARIABEL PENGGANGGU
Suhu, kelembaban, lamanya
waktu kontak, jumlah nyamuk,
umur nyamuk, jarak
penyemprotan
xl
3) Lamanya waktu kontak dengan ekstrak serai adalah waktu antara masuknya
cairan ekstrak melalui penyemprotan sampai dengan perhitungan jumlah
nyamuk Ae. aegypti yang mati akibat pengaruh ekstrak tersebut. Hal ini
apabila waktu kontaknya tidak sama maka akan mempengaruhi hasil, untuk
mengendalikan lamanya waktu kontak disamakan untuk setiap perlakuan
selama 20 menit (Damar Tri Boewono, 2003: 6).
4) Jumlah nyamuk yang digunakan sebagai sampel disesuaikan dengan volume
glass chamber standar. Dalam penelitian ini nyamuk yang digunakan 25 ekor
untuk tiap perlakuan (Damar Tri Boewono, 2003: 5). Hal ini berhubungan
dengan kompetisi antar nyamuk dan memberikan ruang gerak yang baik
sehingga memudahkan perhitungannya.
5) Umur nyamuk merupakan faktor yang sangat berpengaruh daya racun dari
ekstrak untuk dapat membunuh nyamuk. Oleh karena itu nyamuk yang dipakai
adalah nyamuk betina kenyang darah marmut umur 2-5 hari setelah penetasan
(Damar Tri Boewono, 2003: 5).
6) Jarak penyemprotan merupakan faktor yang menentukan banyak sedikitnya
ekstrak serai yang mengenai tubuh nyamuk, maka jarak penyemprotan
terhadap nyamuk disamakan dan membentuk sudut 45o.
2.1.5 Hipotesis
Ada perbedaan jumlah kematian rata-rata nyamuk Ae. aegypti pada
berbagai konsentrasi ekstrak serai.
xli
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah nyamuk Ae. aegypti yang
dibiakkan di Insektarium II (Laboratorium Aedes) BPVRP Salatiga.
3.2 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah nyamuk Ae. aegypti berumur
2-5 hari yang diambil secara random dari populasi nyamuk Ae. aegypti di
Insektarium II (Laboratorium Aedes) BPVRP Salatiga.
3.2.1 Besar Sampel
Besarnya sampel nyamuk Aedes aegypti betina kenyang darah marmut
untuk satu perlakuan adalah 25 ekor (Damar Tri Boewono, 2003: 5). Pada
masing-masing konsentrasi dilakukan dengan jumlah pengulangan sebanyak 5
kali ulangan.
3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan homogen, maka dari itu sampel nyamuk Ae.
aegypti diperoleh dari hasil biakkan di Insektarium II (Laboratorium Aedes)
BPVRP Salatiga. Sampel diambil dengan menggunakan aspirator (penyedot) dari
tempat penetasannya setelah stadium larva berakhir dan menginjak tahap dewasa
bisa terbang, kemudian dimasukkan ke dalam paper cup.
xlii
3.3 Variabel Penelitian
1) Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah berbagai
konsentrasi ekstrak serai.
2) Variabel Terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah jumlah
nyamuk Ae. aegypti yang mati.
3) Variabel Pengganggu (intervening variable) meliputi: suhu, lamanya waktu
kontak dengan ekstrak, jumlah nyamuk, umur nyamuk, jarak penyemprotan
dan kelembaban.
3.4 Rancangan Penelitian
3.4.1 Jenis Penelitian
Pada penelitian ini dilaksanakan untuk menjelaskan hubungan sebab
akibat antara variabel bebas dengan variabel terikat. Adapun jenis penelitian yang
digunakan adalah explanatory. Sedangkan untuk pelaksanaan penelitian
menggunakan metode eksperimen murni.
3.4.2 Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah post test only control group
design yaitu suatu rancangan percobaan yang terdiri dari 2 kelompok yaitu
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, pengumpulan sampel untuk kedua
kelompok dilakukan secara acak. Perlakuan hanya diberikan pada kelompok
eksperimen. Pada awal percobaan tidak dilakukan pengujian baik kelompok
kontrol maupun kelompok eksperimen, sedangkan pada akhir percobaan
xliii
dilakukan pengujian pada kedua kelompok tersebut (Ahmad Watik Pratiknyo,
2003:130). Rancangan percobaan penelitian digambarkan sebagai berikut :
X 0 - 1
( - ) 0 - 2
Keterangan :
X = adalah perlakuan dengan pemberian ekstrak serai dalam berbagai
konsentrasi (A%, B%, C%, D%, E%) terhadap kelompok eksperimen.
(-) = adalah kelompok yang tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol).
0-1 = adalah observasi terhadap jumlah nyamuk Ae. aegypti yang mati setelah
periode pengamatan tertentu pada kelompok perlakuan.
0-2 = adalah observasi terhadap jumlah nyamuk Ae. aegypti yang mati setelah
periode pengamatan tertentu pada kelompok kontrol.
3.5 Replikasi Eksperimen
Menurut Hanifah Kemas Ali (1993:6), untuk menghindari kesalahan
sekecil mungkin, maka banyaknya ulangan dan perlakuan dalam eksperimen
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
t(treatment) = jumlah perlakuan
r (replication) = jumlah ulangan
(t-1) (r-1) > 15
(5-1) (5-1) > 15
(4) (4) > 15
16 > 15
xliv
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Persiapan Penelitian
3.6.2.1 Persiapan Nyamuk Ae. aegypti.
Nyamuk Ae.s aegypti yang digunakan dalam penelitian ini adalah nyamuk
Ae. aegypti umur 2-5 hari, diperoleh dari Insektarium II (Laboratorium Aedes)
BPVRP Salatiga dalam bentuk jadi dan diambil secara acak kemudian
dimasukkan dalam paper cup. Pada tiap paper cup berisi 25 ekor nyamuk.
Penelitian ini membutuhkan 25 paper cup dan jumlah nyamuk keseluruhan
sebanyak 625 ekor.
3.6.2.2 Bahan dan Alat Pembuatan Ekstrak Serai
a. Pisau, untuk mengiris daun dan batang serai.
b. Daun dan batang serai 1 kg, sebagai bahan utama pembuatan ekstrak.
c. Baki, untuk mengangin-anginkan daun dan batang serai.
d. Seperangkat alat soxhlet.
e. Rotary evaporator, untuk menguapkan pelarut dan memekatkan ekstrak daun
dan batang serai.
f. Etanol 70% 800 ml, untuk melarutkan ekstrak serai.
3.6.2.3 Bahan dan Alat Uji Daya Bunuh
a. Alat semprot, sebagai tempat ekstrak yang akan disemprotkan.
b. Timbangan digital, untuk menimbang alat semprot.
c. Ekstrak serai, zat untuk memberi perlakuan.
xlv
d. Aquadest, untuk mengencerkan ekstrak serai.
e. Nyamuk betina kenyang darah marmut, umur 2 – 5 hari.
f. Glass chamber (70 x 70 x 70 cm), untuk tempat nyamuk yang telah dilepas
dan diberikan perlakuan.
g. Stop watch, untuk mengukur waktu pengamatan.
h. Termometer ruangan, untuk mengukur suhu ruangan selama penelitian.
i. Pipet volume, untuk mengatur konsentrasi ekstrak serai.
j. Gelas ukur, untuk mengukur konsentrasi ekstrak serai
k. Paper Cup, untuk holding (menyimpan) selama 24 jam.
l. Kain kasa, untuk menutup paper cup.
m. Karet gelang, untuk mengikat paper cup dengan kasa.
n. Kapas, untuk dibasahi dengan air gula sebagai makanan nyamuk.
o. Psikhrometer, untuk mengukur kelembaban.
p. Aspirator, untuk menyedot nyamuk.
q. Daftar isian, untuk mencatat hasil pengamatan.
3.6.2 Pelaksanaan Penelitian
3.6.2.1 Pengadaan Ekstrak Serai
a. Daun dan batang serai dicuci bersih, kemudian diiris-iris.
b. Irisan tersebut dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
c. Daun dan batang serai yang telah kering diekstraksi dengan alat soxhlet.
d. Ekstrak yang diperoleh masih bercampur etanol sebanyak 1 liter, kemudian
diuapkan dengan rotary evaporator dan diperoleh ekstrak cair pekat 450 ml.
xlvi
3.6.2.2 Peneraan Kadar Semprotan
a. Timbang ekstrak serai dan alat semprot.
b. Semprotkan secara maksimal sebanyak 10 kali.
c. Timbang ekstrak serai dan alat semprot.
d. Butir b dan c diulang 3 kali, selanjutnya selisih berat setiap ulangan dirata-
rata.
e. Hitung jumlah semprotan ekstrak serai yang diperlukan untuk pengujian.
3.6.2.3 Cara Pengujian
a. Glass Chamber dibersihkan dengan lap dan detergen kemudian dilap dengan
air dan dikeringkan dengan lap kering.
b. Ae. aegypti dilepas ke glass chamber kemudian ditunggu 1 menit dan catat
temperatur dan kelembaban ruangan.
c. Membuat ekstrak serai menjadi beberapa konsentrasi yaitu 100%, 90%, 80%,
70% dan 60%. Adapun perhitungan konsentrasi sebagai berikut:
1. Larutan yang dibuat adalah 100 ml pada tiap-tiap konsentrasi. Untuk
konsentrasi 100% adalah tanpa menambahkan aquadest dalam ekstrak
serai, jadi cukup menuangkan ekstrak serai ke dalam gelas ukur sampai
batas 100 ml.
2. Konsentrasi 90%, 80%, 70% dan 60% dibuat dengan menurunkan dari
100% menjadi 90%, dari 90% menjadi 80%, dari 80% menjadi 70% dan
dari 70% menjadi 60%. Hal ini untuk menghemat ekstrak serai yang
digunakan dalam penelitian.
xlvii
Perhitungan menggunakan rumus:
V1 X MI = V2 X M2
Perhitungan:
• 100% 90%
V1 X 100 = 100 X 90
V1 = 9000 = 90 ml, berarti diambil 90 ml dan ditambah 10 ml aquadest.
100
• 90% 80%
V1 X 90 = 100 X 80
V1 = 8000 = 88,89 ml, berarti diambil 88,89 ml dan ditambah 11,11 ml
90
aquadest.
• 80% 70%
V1 X 80 = 100 X 70
V1 = 7000 = 87,5 ml, berarti diambil 87,5 ml dan ditambah 12,5 ml
80
aquadest.
• 70% 60%
V1 X 70 = 100 X 60
V1 = 6000 = 90 ml, berarti diambil 85,71 ml dan ditambah 14,29 ml
700
aquadest.
d. Ekstrak disemprotkan kemudian diamati selama 20 menit, catat nyamuk yang
pingsan.
e. Nyamuk dipindah ke paper cup dengan aspirator dan disimpan (holding)
selama 24 jam. Nyamuk diberi makan air gula.
f. Hitung jumlah nyamuk yang mati setelah 24 jam dan hasil dimasukkan tabel.
xlviii
g. Jika kematian nyamuk Ae. aegypti kontrol kurang dari 5% diabaikan. Lebih
dari 20% diuji ulang dan jika 5-20% maka menghitung % kematian Ae.
aegypti pada masing-masing konsentrasi dilakukan dengan formula abbot
sebagai berikut:
100 X % kematian perlakuan - % kematian kontrol
100% - kematian nyamuk
h. Langkah d sampai g diulangi pada konsentrasi yang berbeda.
3.7 Pengumpulan dan Analisis Data
3.7.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data-data yang dikumpulkan berupa data primer yaitu diperoleh dari hasil
penghitungan jumlah kematian nyamuk Ae. aegypti selama penelitian, kemudian
pengolahan data melalui tahap yaitu:
a. Koreksi (editing) yaitu meneliti data kematian nyamuk yang diperoleh
meliputi kelengkapan data.
b. Tabulasi (tabulating) yaitu guna memudahkan pada waktu menganalisa, maka
data kematian nyamuk yang diperoleh ditabulasikan dalam bentuk tabel.
3.7.2 Analisis Data
Secara deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel, persentase dan grafik,
sedangkan secara analitik, menggunakan uji statistik sebagai berikut:
a. Uji Korelasi Pearson
Uji korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan tingkat kematian
nyamuk Ae. aegypti dengan berbagai perlakuan ekstrak serai. Uji ini
xlix
menggunakan program komputer. Pengambilan keputusan berdasarkan
probabilitas, jika probabilitas >0,05 (atau 0,01) maka HO diterima dan jika
probabilitas <0,05 (atau 0,01) maka HO ditolak (Singgih Santoso, 2004: 152).
b. Uji Anova (Analisis of Varian)
Uji Anova untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata kematian
nyamuk Ae. aegypti pada berbagai konsentrasi ekstrak serai. Uji ini menggunakan
program komputer. Pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan F hitung
dengan F tabel adalah jika Statistik Hitung (angka F output) > Statistik Tabel
(tabel F) maka HO ditolak dan jika Statistik Hitung (angka F output) < Statistik
Tabel (tabrl F) maka HO diterima. Berdasarkan nilai probabilitas, jika probabilitas
>0,05 (atau 0,01) maka HO diterima dan jika probabilitas <0,05 (atau 0,01) maka
HO ditolak (Singgih Santoso, 2004: 119 - 120).
c. Uji LSD (Least Significance Different)
Uji LSD merupakan uji pasca anova untuk mengetahui pasangan
konsentrasi yang berbeda. Uji ini menggunakan program komputer, jika nilai
signifikansi kurang dari 5% = 0.05, maka mempunyai rataan berbeda
(Sukestiyarno, 2005: 13).
d. Uji Probit
Uji probit untuk mengtahui LC50 dari ekstrak serai terhadap nyamuk Ae.
aegypti. Uji ini menggunakan program komputer sehingga didapatkan range untuk
uji selanjutnya.
l
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Pada penelitian mengenai daya bunuh ekstrak serai terhadap nyamuk
Ae.aegypti ini, sampel nyamuk yang digunakan untuk tiap perlakuan adalah 25
ekor. Penelitian ini menggunakan 5 konsentrasi yaitu 60%, 70%, 80%, 90%,
100%, dimana tiap konsentrasi sebanyak 5 replikasi dan didapatkan data
kuantitatif.
Data kuantitatif yang diperoleh dideskripsikan dengan menggunakan
program komputer dan didapatkan bahwa nilai tertinggi nyamuk Ae.aegypti yang
mati dengan perlakuan ekstrak serai adalah 7, sedangkan nilai yang terendah
adalah 0. Selain itu dapat diketahui pula rata-rata total nyamuk yang mati sebesar
2,56 dan standar deviasi total 1,76.
4.2 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari tanggal 16 – 17 Mei 2005. Kegiatan dalam
penelitian ini meliputi peneraan kadar semprotan, pengukuran suhu dan
kelembaban ruang penelitian serta perhitungan nyamuk Ae. aegypti yang mati 24
jam setelah perlakuan. Adapun hasilnya sebagai berikut:
4.2.1 Hasil Peneraan Kadar Semprotan
1) Berat sebelum disemprotkan = 229,31 gram
2) Berat sesudah disemprotkan 10 kali =
� Ulangan I = 225,30 gram
li
� Ulangan II = 220,87 gram
� Ulangan III = 217,66 gram
Berat 1 kali semprotan
= (229,31 – 223,30) + (225,30 – 220,87) + (220,87 – 217,66)
3 ulangan X 10 semprotan
= 4,01 + 4,43 + 3,21
30
= 0,388 gram
3) Jumlah semprotan ekstrak serai yang diperlukan = 0,70 gram* : 0,388 gram
= 1,804 kali semprotan
= 2 kali semprotan
Keterangan: * Dosis Standar digunakan di UPKV/USM Malaysia.
4.2.2 Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Ruang Penelitian
Selama penelitian,dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban ruang
penelitian. Adapun hasilnya disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 1
Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Ruang Penelitian
Hari Suhu Kelembaban
1 2 3
Pertama (16 Mei 2005) 27o C 75%
Kedua (17 Mei 2005) 27o C 75%
Rata-rata 27o C 75%
Sumber : Data Primer, 2005
lii
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa rata-rata suhu ruangan
selama penelitian adalah 27o C, sedangkan kelembaban ruangan selama penelitian
adalah 75%.
4.2.3 Hasil Perhitungan Kematian Nyamuk Ae. aegypti
Perhitungan nyamuk yang mati dilakukan 24 jam setelah perlakuan, maka
didapatkan hasil seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2
Hasil Perhitungan Kematian Nyamuk Ae. aegypti
No. Konsentrasi
(%)
Jumlah
Nyamuk Uji
Rata-rata
Kematian
Nyamuk
Prosentase
Kematian Nyamuk
1 2 3 4 5
1. 100 25 4,4 17,6
2. 90 25 3,4 13,6
3. 80 25 2,4 9,6
4. 70 25 1,8 7,2
5. 60 25 0,8 3,2
Sumber : Data Primer, 2005
Berdasarkan tabel tersebut, konsentrasi yang terendah adalah 60% dapat
membunuh nyamuk Ae. aegypti sebanyak 3,2% dalam waktu 24 jam setelah
perlakuan. Sedangkan konsentrasi yang tertinggi adalah 100% dalam waktu 24
jam setelah perlakuan dapat membunuh 17,6% dari populasi nyamuk. Hal ini
sudah dapat membunuh nyamuk lebih dari 10%.
Adapun rata-rata kematian nyamuk Ae. aegypti perlakuan berbagai
konsentrasi ekstrak serai terhadap nyamuk Ae. aegypti disajikan pada grafik
berikut:
liii
KONSENTR
10090807060
Mean o
f M
AT
I
5
4
3
2
1
0
Gambar 8
Grafik Rata-Rata Kematian Nyamuk Ae. aegypti
Berdasarkan grafik diatas, kenaikan tingkat konsentrasi ekstrak serai
diikuti pula kenaikan rata-rata kematian nyamuk. Hal ini menunjukkan hubungan
yang linier yang berarti semakin besar konsentrasi ekstrak serai maka semakin
tinggi pula kematian nyamuk Ae. aegypti. Rata-rata kematian nyamuk pada
konsentrasi 90% adalah 13,6%, dimana dapat mencapai 10% dari polulasi
nyamuk.
4.2.4 Hasil Analisis Data
Berdasarkan hasil rata-rata kematian nyamuk Ae. Aegypti kemudian
dilakukan uji statistik. Adapun hasilnya sebagai berikut:
a. Uji Korelasi Pearson
Hasil uji korelasi Pearson untuk kematian nyamuk Ae. Aegypti 24 jam
setelah perlakuan menunjukkan bahwa semua angka probabilitas adalah 0,000
liv
kurang dari 0,05 maka dua variabel secara nyata berkorelasi, sehingga dengan
demikian ada hubungan yang kuat yaitu semakin meningkat konsentrasi maka
kematian nyamuk semakin meningkat pula (perhitungan pada lampiran).
b. Uji Anova
Hasil uji anova untuk kematian nyamuk Ae. Aegypti 24 jam setelah
perlakuan menunjukkan bahwa F ratio hasil perhitungan 5,534, df antar kelompok
4, df dalam kelompok 20 dan probabilitas adalah 0,004 kurang dari 0,05. Hal ini
menunujukkan perbedaan konsentrasi ekstrak serai 100%, 90%, 80%, 70% dan
60% memberikan pengaruh yang bermakna terhadap tingkat kematian nyamuk
Ae. Aegypti (perhitungan pada lampiran)
c. Uji LSD
Hasil uji LSD untuk kematian nyamuk Ae. Aegypti 24 jam setelah
perlakuan menunjukkan bahwa pasangan konsentrasi yang mempunyai nilai
signifikansi kurang dari 0,05 adalah konsentrasi 60% dengan 90%, 60% dengan
100%, 70% dengan 100%, dan 80% dengan 100%. Hal ini menujukkan pasangan-
pasangan konsentrasi tersebut mempunyai rataan yang berbeda secara bermakna
(perhitungan pada lampiran)
d. Uji Probit
Hasil uji probit untuk kematian nyamuk Ae. Aegypti 24 jam setelah
perlakuan menunjukkan bahwa kematian 50% (LC50) ada pada konsentrasi 185,34
%. Hal ini menunjukkan bahwa LC50 tidak dapat tercapai karena konsentrasi
tersebut lebih dari 100% (perhitungan pada lampiran).
lv
4.3 Pembahasan
Pada penelitian mengenai daya bunuh ekstrak serai (Andropogen nardus)
terhadap nyamuk Ae. aegypti ini pemilihan umur nyamuk merupakan hal penting
karena nyamuk tersebut menjadi obyek dalam penelitian ini. Jika salah memilih
umur akan dapat mengakibatkan tingkat kematian nyamuk yang terlalu cepat
sehingga akan didapatkan hasil angka yang kurang mewakili. Pada penelitian ini
dipilih umur nyamuk 2-5 hari karena pada umur tersebut ketahanan tubuh nyamuk
masih kuat dan sudah produktif. Hal ini sesuai dengan Pedoman Uji Hayati
Insektisida Runah Tangga, bahwa umur nyamuk yang digunakan untuk uji
insektisida rumah tangga adalah 2-5 hari (Damar Triboewono, 2003:6). Pemberian
makanan untuk nyamuk selama pertumbuhan dan perkembangan harus
diperhatikan karena merupakan salah satu yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan nyamuk. Pemeliharaan nyamuk selama di holding dengan diberi
makan cairan gula.
Pada penelitian ini, rata-rata suhu ruangan Uji Insektisida Rumah Tangga
selama penelitian adalah 27o C. Hal ini sesuai dengan kriteria WHO (1975: 81),
bahwa rata-rata suhu optimum yang baik bagi spesies nyamuk agar hidup normal
adalah 25 – 27o C. Siklus gonotropik nyamuk akan berhenti total pada suhu
dibawah 10o C atau diatas 40
o C, karena ditemukan nyamuk yang mati pada suhu-
suhu tersebut. Angka-angka ini (toleransi angka ini) tergantung dari jenis
spesiesnya dan umumnya pada kenaikan temperatur sekitar 5 – 6o C diatas
ambang batas, nyamuk tidak akan bertahan hidup atau mati. Lamanya siklus
lvi
gonotropik, termasuk proses metabolismenya tergantung dari temperatur.
Menurut Ditjen PPM dan PLP (2002), nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu
rendah (10o
C), tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan berhenti bila
suhu sampai dibawah suhu kritis (4,5o
C). Pada suhu yang lebih tinggi dari 35o C
mengalami keterbatasan proses fisiologis. Rata-rata suhu optimum untuk
pertumbuhan nyamuk adalah 25o
– 27o C.
Selain suhu, faktor lain yang penting adalah kelembaban. Kelembaban
adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan
dalam %. Pada kelembaban kurang dari 60%, umur nyamuk akan menjadi pendek
karena tidak cukup untuk siklus pertumbuhan parasit dalam tubuh (Ditjen PPM
dan PLM, 2001). Rata-rata kelembaban Ruangan Uji Insektisida Rumah Tangga
selama penelitian adalah 75%. Hal ini sudah sesuai kriteria bahwa kelembaban
yang baik untuk kehidupan nyamuk adalah 70-90% dan ini meghindarkan
kematian nyamuk karena kelembaban yang tidak sesuai. Jarak penyemprotan pada
saat perlakuan disamakan dan membentuk sudut 45o serta tidak secara langsung
mengenai tubuh nyamuk, sehingga nyamuk mati bukan karena terpapar langsung
dari ekstrak serai karena nyamuk sudah bisa mati bila terpapar langsung dengan
air saja.
Pemilihan LC50 dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk mengukur daya
bunuh ekstrak serai terhadap nyamuk Ae. aegypti karena untuk uji daya bunuh
suatu insektisda yang digunakan adalah LC50, sedangkan untuk uji efikasi atau
kemanjuran insektisida yang digunakan adalah LC90 atau LC99. Hasil Pengujian
dianggap baik bila kematian nyamuk uji antara 98-100%, apabila kematian
lvii
nyamuk uji kurang dari nilaitersebut, insektisida yang di uji dinyatakan tidak baik
(Hasan Boesri, dkk, 2003: 28).
Penentuan hubungan antara tiap konsentrasi dengan uji korelasi. Uji
korelasi yang dilakukan pada taraf kepercayaan 0,01 memberikan hasil bahwa
semua angka probabilitas adalah 0,000 kurang dari 0,05 maka dua variabel secara
nyata berkorelasi, sehingga dengan demikian ada hubungan yang kuat yaitu
semakin meningkat konsentrasi maka kematian nyamuk semakin meningkat pula.
Berdasarkan uji Anova bisa diketahui bahwa adanya konsentrasi yang
berbeda-beda dari ekstrak serai memberikan tingkat kematian nyamuk Ae. aegypti
yang berbeda-beda untuk tiap konsentrasi.
Berdasarkan penelitian ini, rata-rata kematian nyamuk 24 jam setelah
perlakuan dari berbagai konsentrasi tidak dapat membunuh 50% dari popuasi,
maka pengujian tidak dapat dilanjutkan, karena dari hasil pengujian sudah dapat
diketahui bahwa ekstrak serai mempunyai daya bunuh yang rendah. Hasil
penelitian ini, bila diuji dengan analisis probit program komputer maka yang
dapat diperoleh adalah LC10 (konsentrasi ekstrak serai yang dapat membunuh
10% dari populasi nyamuk) tepat pada konsentrasi 80,50% dalam rentang
konsentrasi 71,67% - 88,55% .
Pada penelitian ini ada beberapa hal yang diduga menjadi penyebab tidak
dapat mencapai LC50. Hal tersebut ditinjau dari proses penelitian adalah sebagai
berikut:
a. Bahan kasar yang digunakan dalam pembuatan ekstrak serai hanya 1 kg,
sehingga ekstrak yang diperoleh kurang pekat.
lviii
b. Hasil akhir ekstrak serai berupa cair dan pekat, sehingga dalam ekstrak
tersebut masih terdapat etanol didalamnya.
c. Metode penyemprotan pada nyamuk stadium dewasa dianggap kurang tepat,
karena berkaitan dengan efek sitronela yang mempunyai sifat racun desiscant
yang seharusnya masuk ke dalam tubuh nyamuk.
Maka, dengan demikian hal-hal yang dapat menjadi bahan diskusi dan perlu diperhatikan untuk melakukan penelitian
yang sejenis adalah:
a. Berat bahan kasar dalam pembuatan ekstrak.
b. Bentuk zat hasil akhir ekstrak.
c. Metode pengujian disesuaikan dengan cara kerja bahan aktif yang ada pada zat
yang dibuat ekstrak.
Penelitian ini sudah mencapai kematian nyamuk lebih dari 10% populasi dan sesuai dengan uji toksisitas akut
menurut Lu (1995: 88), bahwa untuk uji toksisitas perlu dipilih suatu dosis yang akan membunuh sekitar separuh jumlah hewan-hewan percobaan, dosis lain yang akan membunuh lebih dari separuh (kalau bisa kurang dari 90%),
dan dosis ketiga yang akan membunuh kurang dari separuh (kalau bisa lebih dari 10%). Hasil penelitian ini sudah bisa
mencapai kematian nyamuk lebih dari 10% yaitu 13,6% pada konsentrasi 90%. Setelah melihat hasil penelitian ini, bahwa ekstrak serai mempunyai daya bunuh yang rendah terhadap nyamuk Ae. aegypti, maka ekstrak serai tidak
efektif membunuh nyamuk Ae. aegypti.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1) Tingkat kematian nyamuk Ae. aegypti dengan berbagai perlakuan konsentrasi
ekstrak serai mempunyai hubungan yang cukup tinggi.
2) Rata-rata kematian nyamuk Ae.aegypti dengan berbagai perlakuan konsentrasi
ekstrak serai mempunyai perbedaan yang signifikan
lix
3) Daya bunuh ekstrak serai terhadap nyamuk Ae.aegypti adalah rendah dan LC50
tidak dapat dicapai.
5.2 Saran
1) Perlu adanya penambahan bahan kasar pembuatan ekstrak serai sehingga
didapatkan ekstrak serai yang lebih pekat.
2) Hasil akhir ekstrak sebaiknya berbentuk serbuk kering.
3) Pemilihan metode pengujian sebaiknya disesuaikan dengan cara kerja bahan
aktif yang ada pada zat yang dibuat ekstrak.
4) Perlu adanya penelitian daya bunuh ekstrak serai terhadap larva Ae. aegypti.
5)
6)
7)
8)
9)
10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18) 19) 20) 21) 22)
23) Gambar 3. Pengentalan Ekstrak Serai dengan Rotary Evaporator
24) 25) 26) 27) 28) 29) 30)
lx
31) 32) 33) 34) 35) 36) 37) 38) 39) 40) 41) 42) 43) 44) 45)
46) Gambar 4. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
47) 48) 49) 50) 51) 52) 53) 54) 55) 56) 57) 58) 59) 60) 61) 62) 63) 64) 65) 66)
67) 68)
69) Gambar 5. Peracikan Konsentrasi
70) 71) 72) 73) 74) 75) 76)
lxi
77) 78) 79) 80) 81) 82) 83) 84) 85) 86) 87) 88) 89) 90) 91)
92) Gambar 6. Penyemprotan Nyamuk dalam Glass Chamber
93) 94) 95) 96) 97) 98) 99)
100)
101)
102)
103)
104)
105)
106)
107)
108)
109)
110)
111)
112)
113)
114)
115)
116) Gambar 7. Pengambilan Nyamuk dengan Aspirator
117)
118)
119)
120)
121)
122)
lxii
123)
124)
125)
126)
127)
128)
129)
130)
131)
132)
133)
134)
135)
136)
137) Gambar 8. Nyamuk Diholding dalam Paper Cup
138)
Lampiran 6
Hasil Uji Probit
n Dose Mort.
Corr
(%)
Probit Total
treated
Killed Killed
expected
CH12
contribution
1
2
3
4
5
59.9999
69.9999
79.9999
90.0000
100.0000
3.2
8.0
10.4
12.8
16.8
3.147406
3.594678
3.740753
3.864028
4.037964
125
125
125
125
125
4
10
13
16
21
5.19
8.41
12.29
16.68
21.43
0.2847
0.3232
0.0459
0.0319
0.0106
Mortality in the control: 0%
Number of iteration: 3
CH12 = . 6963215 df = 3
Prob = .1259308
LC Level of
Confidence
Range
1 = 40. 78185
2 = 48. 69654
3 = 54. 49776
4 = 59. 31345
5 = 63.54309
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
18. 55261 < LC < 52. 55042
26. 82827 < LC < 59. 23979
33. 85590 < LC < 64. 00916
40. 27449 < LC < 67. 94584
46. 30679 < LC < 71. 44415
lxiii
10 = 80. 497755
20 = %107. 20060
30 = %131. 79670
40 = %157. 21880
50 = %185.34450
60 = %218.50110
70 = %260.64770
80 = % 320.45070
90 = %426.75120
95 = %540.61610
96 = %579.16850
97 = %630.34690
98 = %705.44050
99 = %842.34720
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
71. 67373 < LC < 88. 55950
95. 46018 < LC < 146. 40110
110. 55690 < LC < 223. 32100
124. 64790 < LC < 322. 00950
139. 18810 < LC < 453. 80470
155. 30550 < LC < 640.03210
174. 57130 < LC < 925. 66610
200. 11650 < LC < 1426. 57000
241.74680 < LC < 2600. 05600
282. 50730 < LC < 4268. 73900
295.61540 < LC < 4931. 99600
312. 56050 < LC < 5890. 22900
336. 59030 < LC < 7458. 18000
378. 25070 < LC < %10818.86000
Regression line: Y = A = Slope * (X-M)
A= 3. 760306 +/- 6.932966E-02 3. 690977 < A < 3. 829636
Slope= 3. 538772 +/- . 94387 2. 594905 < B < 4. 482639
M= 11. 91766
Heterogeneity= 1
Lampiran 1
Tabel Kematian Nyamuk dengan 5 Kali Ulangan
No. Konsentrasi
(%)
Pengulangan Jumlah
Nyamuk
Uji
Jumlah
Nyamuk
Mati
Rata-
Rata
Kematian
Kematian
Nyamuk
(%)
60 1 25 0 0,8 3,2
60 2 25 0
60 3 25 2
60 4 25 1
1.
60 5 25 1
70 1 25 3 1,8 7,2 2.
70 2 25 1
lxiv
70 3 25 2
70 4 25 1
70 5 25 2
80 1 25 3 2,4 9,6
80 2 25 1
80 3 25 2
80 4 25 4
3.
80 5 25 2
90 1 25 5 3.4 13,6
90 2 25 2
90 3 25 2
90 4 25 5
4.
90 5 25 3
100 1 25 5 4,4 17,6
100 2 25 2
100 3 25 3
100 4 25 5
5.
100 5 25 7
Suhu rata-rata = 27o C
Kelembaban rata-rata = 75%
Sumber : Data Primer (2005)
Lampiran 2
Frequencies
lxv
Statistics
25 25
0 0
80.00 2.56
2.89 .35
80.00 2.00
60a 2
14.43 1.76
208.33 3.09
40 7
60 0
100 7
2000 64
Valid
Missing
N
Mean
Std. Error of Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
KONSENTR MATI
Multiple modes exist. The smallest value is showna.
Frequency Table
KONSENTR
5 20.0 20.0 20.0
5 20.0 20.0 40.0
5 20.0 20.0 60.0
5 20.0 20.0 80.0
5 20.0 20.0 100.0
25 100.0 100.0
60
70
80
90
100
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
MATI
2 8.0 8.0 8.0
5 20.0 20.0 28.0
8 32.0 32.0 60.0
4 16.0 16.0 76.0
1 4.0 4.0 80.0
4 16.0 16.0 96.0
1 4.0 4.0 100.0
25 100.0 100.0
0
1
2
3
4
5
7
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Lampiran 3
lxvi
Correlations
1.000 .723**
. .000
25 25
.723** 1.000
.000 .
25 25
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
KONSENTR
MATI
KONSENTR MATI
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
KONSENTR
10090807060
Me
an
of M
AT
I
5
4
3
2
1
0
lxvii
Lampiran 4
Test of Homogeneity of Variances
MATI
2.077 4 20 .122
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
ANOVA
MATI
38.960 4 9.740 5.534 .004
35.200 20 1.760
74.160 24
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Descriptives
MATI
5 .80 .84 .37 -.24 1.84 0 2
5 1.80 .84 .37 .76 2.84 1 3
5 2.40 1.14 .51 .98 3.82 1 4
5 3.40 1.52 .68 1.52 5.28 2 5
5 4.40 1.95 .87 1.98 6.82 2 7
25 2.56 1.76 .35 1.83 3.29 0 7
60
70
80
90
100
Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum
lxviii
Lampiran 5
Post Hoc Test
Multiple Comparisons
Dependent Variable: MATI
LSD
-1.00 .84 .247 -2.75 .75
-1.60 .84 .071 -3.35 .15
-2.60* .84 .006 -4.35 -.85
-3.60* .84 .000 -5.35 -1.85
1.00 .84 .247 -.75 2.75
-.60 .84 .483 -2.35 1.15
-1.60 .84 .071 -3.35 .15
-2.60* .84 .006 -4.35 -.85
1.60 .84 .071 -.15 3.35
.60 .84 .483 -1.15 2.35
-1.00 .84 .247 -2.75 .75
-2.00* .84 .027 -3.75 -.25
2.60* .84 .006 .85 4.35
1.60 .84 .071 -.15 3.35
1.00 .84 .247 -.75 2.75
-1.00 .84 .247 -2.75 .75
3.60* .84 .000 1.85 5.35
2.60* .84 .006 .85 4.35
2.00* .84 .027 .25 3.75
1.00 .84 .247 -.75 2.75
(J) KONSENTR70
80
90
100
60
80
90
100
60
70
90
100
60
70
80
100
60
70
80
90
(I) KONSENTR60
70
80
90
100
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level.*.
lxix
Multiple Comparisons
Dependent Variable: MATI
LSD
-1.00 .84 .247 -3.39 1.39
-1.60 .84 .071 -3.99 .79
-2.60* .84 .006 -4.99 -.21
-3.60* .84 .000 -5.99 -1.21
1.00 .84 .247 -1.39 3.39
-.60 .84 .483 -2.99 1.79
-1.60 .84 .071 -3.99 .79
-2.60* .84 .006 -4.99 -.21
1.60 .84 .071 -.79 3.99
.60 .84 .483 -1.79 2.99
-1.00 .84 .247 -3.39 1.39
-2.00 .84 .027 -4.39 .39
2.60* .84 .006 .21 4.99
1.60 .84 .071 -.79 3.99
1.00 .84 .247 -1.39 3.39
-1.00 .84 .247 -3.39 1.39
3.60* .84 .000 1.21 5.99
2.60* .84 .006 .21 4.99
2.00 .84 .027 -.39 4.39
1.00 .84 .247 -1.39 3.39
(J) KONSENTR70
80
90
100
60
80
90
100
60
70
90
100
60
70
80
100
60
70
80
90
(I) KONSENTR60
70
80
90
100
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
99% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .01 level.*.
lxx
Lampiran 6
Hasil Uji Probit
n Dose Mort.
Corr
(%)
Probit Total
treated
Killed Killed
expected
CH12
contribution
1
2
3
4
5
59.9999
69.9999
79.9999
90.0000
100.0000
3.2
8.0
10.4
12.8
16.8
3.147406
3.594678
3.740753
3.864028
4.037964
125
125
125
125
125
4
10
13
16
21
5.19
8.41
12.29
16.68
21.43
0.2847
0.3232
0.0459
0.0319
0.0106
Mortality in the control: 0%
Number of iteration: 3
CH12 = . 6963215 df = 3
Prob = .1259308
LC Level of
Confidence
Range
1 = 40. 78185
2 = 48. 69654
3 = 54. 49776
4 = 59. 31345
5 = 63.54309
10 = 80. 497755
20 = %107. 20060
30 = %131. 79670
40 = %157. 21880
50 = %185.34450
60 = %218.50110
70 = %260.64770
80 = % 320.45070
90 = %426.75120
95 = %540.61610
96 = %579.16850
97 = %630.34690
98 = %705.44050
99 = %842.34720
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
. 95
18. 55261 < LC < 52. 55042
26. 82827 < LC < 59. 23979
33. 85590 < LC < 64. 00916
40. 27449 < LC < 67. 94584
46. 30679 < LC < 71. 44415
71. 67373 < LC < 88. 55950
95. 46018 < LC < 146. 40110
110. 55690 < LC < 223. 32100
124. 64790 < LC < 322. 00950
139. 18810 < LC < 453. 80470
155. 30550 < LC < 640.03210
174. 57130 < LC < 925. 66610
200. 11650 < LC < 1426. 57000
241.74680 < LC < 2600. 05600
282. 50730 < LC < 4268. 73900
295.61540 < LC < 4931. 99600
312. 56050 < LC < 5890. 22900
336. 59030 < LC < 7458. 18000
378. 25070 < LC < %10818.86000
Regression line: Y = A = Slope * (X-M)
A= 3. 760306 +/- 6.932966E-02 3. 690977 < A < 3. 829636
Slope= 3. 538772 +/- . 94387 2. 594905 < B < 4. 482639
M= 11. 91766
Heterogeneity= 1
lxxi