serial manhaj haraki syari'at beramal jama'i

28
al-ikhwan.net Serial Manhaj Haraki SYARI’AT SYARI’AT SYARI’AT SYARI’AT BERAMAL JAMA’I BERAMAL JAMA’I BERAMAL JAMA’I BERAMAL JAMA’I DR. ISHAM BASYIR ABU ZAKI AL KALIMANTANY

Upload: nailul

Post on 18-Jun-2015

1.088 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

”Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan yang mengajak kepada kebaikan dan memerintahkan yang makruf dan mencegah yang mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung “

TRANSCRIPT

Page 1: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

Serial Manhaj Haraki

SYARI’ATSYARI’ATSYARI’ATSYARI’AT BERAMAL JAMA’IBERAMAL JAMA’IBERAMAL JAMA’IBERAMAL JAMA’I

DR. ISHAM BASYIR

ABU ZAKI AL KALIMANTANY

Page 2: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

DAFTAR ISI

Syari’at Beramal Jama’i

o Dalil Al-Qur’an

o Dalil Sunnah

o Atsar Salaf

o Perkataan Ulama

o Kaidah-Kaidah Syari’ah

o Konsekwensi Realitas Kehidupan

o Sunnah Pergulatan

o Sunnah Kehidupan Sosial

Makna dan Kandungan Al-Jama’ah Islamiyah atau Jama’atul

Muslimin

Catatan kaki

””””Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan yang Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan yang Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan yang Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan yang mengajak kepada kebaikan dan memerintahkan yang makruf mengajak kepada kebaikan dan memerintahkan yang makruf mengajak kepada kebaikan dan memerintahkan yang makruf mengajak kepada kebaikan dan memerintahkan yang makruf

dan mencegah yang mungkar, dan mereka itdan mencegah yang mungkar, dan mereka itdan mencegah yang mungkar, dan mereka itdan mencegah yang mungkar, dan mereka itulah orangulah orangulah orangulah orang----orang yang beruntung orang yang beruntung orang yang beruntung orang yang beruntung ““““

Maraji’: Adhwa ‘Alal Ushul Isyriin (Dr. Isham Basyir), penterjemah: Abu Zaki Al

Kalimantany

Page 3: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

SYARI’AT BERAMAL JAMA’I

DALIL AL-QUR’AN

Beramal jama’i merupakan jihad yang telah disyari’atkan dan konsekuensi logis

kebutuhan operasional. Landasan pensyariatannya telah ditetapkan berdasarkan nas-nas

wahyu, kaidah-kaidah fikih, Atsar para ulama salaf, konsekuensi realitas kehidupan,

sunnah pergulatan, dan sunnah kehidupan sosial.

Cukup banyak landasan wahyu yang menyerukan amal jama’i baik dalam Alquran

maupun As sunnah dengan menggunakan Dhamir Jama’ (kata ganti plular) yang disertai

dengan tekanan melakukan amal kebajikan dan membela kebenaran. diantara bentuk

ungkapan seruan itu adalah:

1. Seruan yang menunjukan kewajiban

Firman Allah SWT: ” Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan yang mengajak

kepada kebaikan dan memerintahkan yang makruf dan mencegah yang mungkar, dan

mereka itulah orang-orang yang beruntung“[1]. Yakni segolongan yang melakukan amar

makruf dan nahi mungkar, dan bukan segolongan ummat yang terpisah-pisah dan tercerai

berai. Ibnu Jarir Atthabari berkata:

(Kata ummat berarti segolongan yang berhimpun dalam satu agama, kemudian mengalami

penyempitan makna, kata ummat berarti agama itu sendiri, sebagaimana firman Allah swt:

” Dan jika Allah menghendaki niscaya Dia menjadikan kalian ummat yang satu“[2].

Yakni pemeluk agama satu[3]. Jadi ummat adalah sekelompok orang yang berhimpun

dalam sebuah karakter, tujuan, dasar dan kaidah yang membatasinya. Rasyid Ridho

berkata dalam tafsirnya Al Manar: ” Kata Ummat lebih khusus dari kata jamaah, ummat

berarti golongan yang menghimpun individu-individu yang memiliki ikatan dan kesatuan,

mereka tak ubahnya seperti anggota tubuh dalam tubuh yang satu“.

Huruf “Min” dalam kata ” Minkum” berfungsi menjelaskan jenis, maka amar makruf nahi

munkar merupakan kewajiban setiap individu ummat tanpa kecuali.

2. Berjamaah mengundang rahmat Allah.

Firman Allah: Dan jika Tuhanmu menghendaki niscaya Dia menjadikan menusia ummat

yang satu akan tetapi mereka selalu berselisih. Kecuali orang yang dirahmati Tuhanmu,

dan demikianlah Dia menciptakan mereka…”[4]. Qatadah berkata: “Rahmat Allah akan

tercurah kepada mereka yang berjamaah, walaupun tubuh dan daerah mereka

berpencar“[5]. Thawus dan Ibnu Abbas memberikan komentar tentang firman Allah: ”

Dan karena itulah Dia (Allah) menciptakan mereka“. Yakni karena rahmat dan kasih

sayang, Dia menciptakan mereka dan menjadikan berjamaah, demikian pula yang

dikatakan Mujahid Ad Dhahaq dan Qatadah[6] dengan berargumentasi firman Allah: ”

Page 4: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia melainkan agar mereka menyembah-

Ku“[7]. Imam Ali bin Abil ‘Iz Al Hanafi, pensyarah At Thahawiyah 5berkata: ”

Demikianlah Allah mengecualikan para ahli rahmat dan kasih sayang Allah dari

perpecahan“[8].

3. Berjamaah akan menjaga dari kesesatan

Firman Allah: ” Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali Allah dan janganlah

kalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah kepada kalian tatkala kalian bermusuh-

musuhan maka Dia satukan hati-hati diantara kalian hingga jadilah kalian bersaudara

dengan nikmat-Nya dan kalian berada ditepi jurang api neraka lalu Dia menyelamatkan

kalian darinya, demikianlah Allah menjelaskan kepada kalian ayat-ayat-Nya agar kalian

mendapatkan petunjuk“[9].

Ibnu Katsir berkata dalam firman-Nya: ” Dan Janganlah kalian berpecah belah”, Dia

memerintahkan berjamaah dan melarang berpecah belah… kemudian berkata: ayat ini

mengandung jaminan pemeliharaan dari kesalahan saat mereka bersepakat dari

kesalahan sebagaimana yang digambarkan dalam beberapa hadits yang beragam“[10].

Seperti yang dituturkan Al Hafidz Ibnu Abil ‘Ashim dalam kitabnya as Sunnah

diantaranya hadist: ” Sesungguhnya Allah menjamin Ummatku bersepakat dalam

kesesatan“[11]. Dalam riwayat Ibnu Mas’ud: ” Tetaplah kalian berjamaah, karena

sesungguhnya Allah tidak akan menghimpun ummat Muhammad saw dalam

kesesatan“[12] dan ini meruapakan karakteristik khusus ummat ini sebagai sebuah

kehormatan, kemulyaan dan ketinggian derajatnya. Imam Syafi’i telah mengambil sebuah

argumentasi dari firman Allah: ” Dan barang siapa yang menentang Rasul setelah

jelasnya petunjuk dan mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman maka kami akan

lemparkan apa yang dipalingkan dan Kami akan masukkannya ke dalam Jahannam dan

seburuk-buruk tempat kembali“[13]. Bahwasanya Ijma’ adalah hujjah yang haram

mengingkarinya dan menjadi nyata berpegang teguh dengannya. Dan tidak diragukan lagi,

baik Ijma, Ijtima (berkumpul) dan jamaah memiliki sebuah keterikatan satu sama yang

lain.

4. Berjamaah adalah warisan para rasul dan Nabi serta manhaj mereka dalam

menyampaikan.

Firman Allah: ” Dan tidaklah setiap nabi berjuang kecuali bersama segolongan yang

banyak, maka tidaklah mereka gelisah terhadap apa yang menimpa mereka…” Ibnul

Qoyyim berkata: ” Arribbiyun yakni Golongan dan kelompok dengan kesepakatan para

mufassir. Dikatakan ia berasal dari kata Ar Ribah dengan dibaca kasrah yakni Jamaah. Al

Jauhari berkata: ” Ar Ribbiyyu bentuk tunggal dari Ar Ribbiyyun mereka adalah beribu-

ribu manusia“[14].

Firman Allah: ” Katakanlah inilah jalanku yang aku menyeru kepada Allah diatas bshirah

aku dan orang-orang yang mengkutiku…” Ibnul Qoyyim berkata: ” al Farra’ berkata: ”

Page 5: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

Aku dan orang-orang yang mengikutiku yang menyeru kepada Allah sebagaimana yang

aku seru“. Sebagaimana pula yang dikatakan Al Kalbi.

Dan demikianlah manhaj dan metode Rasulullah saw dalam membangun pondasi awal

pemerintahan Islam, beliau menfokuskan pada pembinaan kelompok generasi yang akan

memperkuat, membntu dan membela perjuangannya, berliau selalu menawarkan kepada

khalayak menusia pada musim-musim haji seraya berkata: ” Adakah seseorang yang

hendak membawaku kepada kaumnya untuk menyampaikan tugas Tuhanku, sebab kaum

Quraisy telah mencegahku untuk menyampaikan tugas Tuhanku…”. Beliau tidak henti-

hentinya menawarkannya hingga Allah mempertemukannya dengan sekelompok orang

dari suku Aus dan Khazraj yang membawanya ke kota Madinah, memperjuangkan dengan

segenap tenaga dan kemampuan demi membela dakwahnya. Mengikuti dan menteladani

manhaj dakwah rasul hukumnya wajib sebagaimana dalam kewajiban syar’I yang lain: ”

dan ikutilah dia agar kalian mendapatkan petunjuk“[15]. Diantara gambaran yang indah

yang pernah tergores dalam manhaj para nabi keteladanan argumentasi nabi Harun kepada

saudaranya nabi Musa: ” Aku khawatir engkau mengatakan engkau telah memecah belah

bani Israel dan tidak mengindahkan perkataanku“[16].

5. Seruan bersatu dan tolong menolong dalam kebaikan.

Firman Allah: ” Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa“[17]. Dan

jamaah adalah bukti yang paling jelas berhimpunnya nilai-nilai kebaikan, tanda semburat

sinar keimanan serta ungkapan yang paling tepat akan keunggulan dan keistimewaan

ummat. Sebab, adakah sebuah kebaikan yang lebih harus kita saling tolong-menolong

dibanding melaksanakan perintah dan syariat-Nya, merealisasikan kepemimpinan agama-

Nya, agar hanya kalimat Allah yang berjaya.

6. Mendatangkan pertolongan, kemenangan dan bantuan Allah

Firman Allah: ” Dan janganlah kalian berselisih, maka kalian akan gagal dan akan

lenyap kekuatan kalian“[18].

Dalam firman Allah yang lain: ” Jika kalian menolong Allah, maka Dia akan menolong

kalian dan menetapkan telapak-telapak kaki kalian“[19]. Menolong Allah dengan

mentaati-Nya, membenarkan firman-firman-Nya serta menjauhi larangan-larangan Nya.

Dan diantara perintah-Nya adalah kewajiban bersatu dalam kalimat-Nya, berhimpun

dalam jamaah dan komitmen terhadapnya, sebab bersatu adalah rahmat sedang cerai berai

adalah azab, sebagaimana atsar marfu’ yang datang dari Ibnu Abbas, ia berkata: ” Tangan

Allah bersama jamaah“[20].

7. Dalam jamaah terdapat keselamatan dan indahnya akibat

Firman Allah: ” Maka Kami selamatkan orang-orang yang mencegah dari keburukan dan

Kami siksa orang-orang yang dhalim dengan siksaan yang hina karena kefasikan yang

mereka lakukan“[21].

Page 6: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

Dalam sebuah atsar dikatakan: ” Barang siapa menghendaki taman-taman surga maka

hendaklah tetap berjamaah“[22].

8. Perintah komitmen berjamaah, ancaman berpecah belah dan akibat percerai

beraian

Firman Allah: ” Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya

serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang

mempersekutukannya. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan

mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang

ada pada golongan mereka“[23]. Dalam firman Allah yang lain: ” Dan janganlah kamu

menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan

yang jelas“[24]. Ini adalah peringatan bagi ummat ini akan penyakit berpecah belah yang

telah menimpa ummat sebelum kita yang disebabkan hawa nafsu keserakahan dan

penyakit-penyakit syubhat yang menyesatkan setelah datangnya ilmu, petunjuk dan agama

kebenaran.

9. Predikat Keungggulan Ummat dan Saksi teladan atas sekalian manusia terkait

erat dengan adanya jamaah

Keunggulan ummat ini terkait dengan sebab-sebabnya.

Firman Allah: ” Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk menusia, menyuruh

kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah“[25].

Menjadi saksi atas sekalian manusia merupakan kedudukan yang tinggi lagi mulia yang

tidak akan datang hanya dengan lamunan dan khayalan.

Imam Bukhari dalam kitab shahihnya[26] bab: ” Dan demikianlah kami jadikanlah kamu

(ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)

manusia“. Dan perintah Rasulullah saw: ” komitmen terhadap jamaah sebab merekalah

pemilik ilmu” yang disandarkan kepada Abu Said Al Khudri berkata: Rasulullah saw

bersabda: ” Kelak di hari kiamat Nabi Nuh dihadapkan lalu ditanya: Sudahkah engkau

menyampaikannya ? maka beliau menjawab: ” Ya, wahai Tuhanku. Lalu ummatnya

ditanya: ” Benarkah telah menyampaikan kepada kalian”, kemudian mereka menjawab: ”

Tak seorangpun pemberi peringatan datang kepada kami”. Allah lalu bertanya kembali

kepada Nabi Nuh: ” siapakah saksi-saksimu?”, Nabi Nuh menjawab: ” Muhammad dan

Ummatnya, lalu kalian didatangkan dan memberikan persaksian”, kemudian Rasulullah

membacakan ayat: ” Dan demikianlah kami jadikanlah kamu (ummat Islam), ummat yang

adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia“. Al Hafidz Ibnu

Hajar berkata: ” Para ulama Ushul menjadikan ayat diatas sebagai dasar kehujjahan

Ijma’, sebab mereka mendapat legitimasi “wasathan” yakni orang-orang yang adil yang

berarti jaminan pemeliharaan dari kesalahan terhadap apa yang telah mereka sepakati

baik dalam perkataan maupun perbuatan“[27].

Page 7: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

10. Kewajiban loyalitas terhadap jamaah kaum mukminin

Firman Allah: “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi

sebagian yang lain, jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah

diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan

yang besar“[28]. Yakni apabila sebagian diantara kalian tidak menjadi pelindung sebagian

yang lain sebagaimana yang dilakukan orang-orang kafir, maka pastilah akan terjadi fitnah

- yaitu kesyirikan- dan kehancuran karena mereka menang sedang kalian hina, mereka

bersatu sedang kalian berpecah belah. Dan disinilah rahasia seruan Allah dalam firman-

Nya: ” Dan bersabarlah kamu bersam-sama dengan orang-orang yang menyeru

Tuhannya dipagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua

matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasaan kehidupan dunia

ini…”[29].

11. Sebagian Tanggung jawab dan amanah hanya akan terlaksana dengan jamaah

Seperti Ilmu, proses tarbiyah (pendidikan), jihad melawan musuh dan berjuang

menegakkan agama.

Firman Allah swt: “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama

itu semata-mata untuk Allah“[30].

Firman Allah swt: ” Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun

merasa bera, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah“[31].

Hanya dengan berjamah kemuliaan ummat akan terjaga, syiar-syiar suci akan murni dan

kekuatan musuh akan tumbang. Dalil argumentasi diatas adalah isyarat kuat wajibnya

berjamaah dan dorongan berpegang teguh diatasnya, ia hanyalah setetes dari samudera

sumber argumentasi yang jauh lebih banyak jika dihitung dan bukti kuat yang jauh lebih

terang dibanding sinar mentari di siang hari, dan cukuplah ia sebagai bukti dan hujjah

keharusan kita berjamaah.

DALIL SUNNAH

Di antara beberapa dalil sunnah wajibnya komitmen berjamaah adalah:

1. Hadits Marfu’ diriwayatkan dari Abu Hurairah: “Sesungguhnya Allah meridhai kalian

tiga perkara, engkau menyembah-Nya dan tidak mempersekutukannya dengan

sesuatupun, berpegang teguh dengan semua tali Allah dan tidak berpecah belah dan

engkau memberikan nasihat kepada orang yang Allah kuasakan memimpin urusan

kalian” [32] .

Page 8: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

2. Hadits Marfu’ riwayat Zaid bin Tsabit: “Tiga perkara yang tidak akan membuat tumpul

hati seorang muslim: Ikhlas dalam beramal kepada Allah, memberikan nasehat kepada

para pemimpin, dan komiten dengan jamaah kaum muslimin sebab seruan mereka selalu

akan membentengi mereka” [33] .

3. Hadits Hudzaifah: “agar engkau komitmen terhadap jamaah kaum muslimin dan

pemimpin mereka” [34] .

4. Hadits Marfu’ riwayat Al Harits bin Al Harits Al ‘Asy’ary: “Dan aku memerintahkan

kalian lima perkara yang Allah perintahkan kepadaku: Selalu mendengar dan taat,

berjihad, hijrah dan berjamaah, sebab barang siapa yang memisahkan diri dari jamaah

sejengkal tanah maka sungguh ia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya” [35] .

5. Hadits Marfu’ riwayat Ibnu Abbas: “Tangan Allah selalu menyertai jamaah” [36] .

6. Hadits tentang perpecahan ummat: “Dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah

menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuan puluh dua golongan masuk ke dalam neraka

dan satu golongan masuk ke dalam surga yaitu Al Jamaah” [37] .

7. Hadits Mu’adz bin Jabal: “Sesungguhnya syaitan adalah serigalanya manusia

sebagaimana serigala bagi kambing yang akan selalu mengincar kambing yang terlepas.

Sebab itu, jauhilah oleh kalian berpecah belah dan tetaplah kalian dalam jamaah dan

golongan umum/mayoritas” [38] .

Dan banyak lagi nas-nas hadits yang tidak mungkin disebutkan dan dijelaskan, sebab

maksud dan tujuannya bukan memperinci akan tetapi memberikan isyarat untuk

mengembalikan berbagai persoalan kepada landasan syar’i berdasarkan manhaj para

salafus shaleh. Dan betapa indahnya sebuah ungkapan penyair:

“Cukuplah isyarat sandi bagi orang yang berakal.

Sedang selainnya diseru dengan panggilan yang keras”.

ATSAR-ATSAR SALAF

1. Ahmad bin Jabir bin Samurah mentakhrij (mengeluarkan) bahwasanya Umar bin

Khattab berkata dalam khutbahnya yang terkenal di Jabiyah: “Tetaplah kalian dalam

berjamaah, Dan jauhilah berpecah belah, sebab syaitan selalu menyertai orang yang

menyendiri dan terhadap dua orang ia akan lebih menjauh dan barang siapa yang

menghendaki pertamanan surga maka hendaklah tetap dalam jamaah” [39] .

2. Dari Ali bin Abi Thalib berkata: “Putuskanlah sebagaimana kalian memutuskan sebab

aku membenci perselisihan hingga sekalian manusia tetap berjamaah atau aku mati

sebagaimana para sahabatmu mati” [40] .

Page 9: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

3. Diriwayatkan Muhammad bin sirin dari Abi Mas’ud Al Anshari bahwasanya ia

mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya saat terbunuhnya sahabat Utsman:

“Tetaplah kalian dalam jamaah, sebab Allah tidak akan menghimpun ummat Muhammad

dalam kesesatan” [41] . Qatadah berkata: “Pemilik rahmat Allah adalah orang yang

berjamaah walaupun tempat dan jasad mereka berpisah” [42].

4. Dalam fikih ‘amali (aplikasi) para salaf, sebagaimana yang disampaikan ibnu Al Jauzi

dari Abi Al Wafa’ bin ‘Aqil Al Hambali berkata: “aku melihat pada masaku Abu Bakar Al

Aqfali pada masa pemerintahan Al Qaim apabila ia bangkit untuk mencegah

kemungkaran menyertailah bersamanya para masyaikh (ulama-ulama senior)

bersamanya, mereka tidak makan kecuali dari hasil kerja mereka” [43] .

Demikian pula Hisyam bin Hakim menegakkan amar ma’ruf besarta orang-orang yang

bersamanya [44] .

Dan disebutkan dari Abdurrahman bin Muhammad Al baghdadi bahwa: “Ia memiliki

pengikut dan sahabat-sahabat dalam menegakkan yang makruf dan mencegah

kemungkaran” [45] .

PERKATAAN ULAMA

Di antara perkataan para Ulama:

Ungkapan Imam Syafi’i: “Barang siapa yang mengatakan dengan ungkapan jamaah

kaum muslimin, maka sungguh ia telah komitmen terhadap jamaah mereka. Dan barang

siapa yang menyalahi perkataan jamaah kaum muslimin maka sungguh ia telah

mengingkari jamaah yang diperintahkan komitmen terhadapnya. Dan sesungguhnya

kelalaian terdapat dalam perpecahan, adapun jamaah maka tidak akan mungkin lalai

secara keseluruhan tentang makna Kitab, Sunnah dan Qiyas insya Allah” [46] .

Terkait dengan landasan syar’i beramal jama’i Ibnu Taimiyah berkata: “Adapun lafadz

Za’im (penjamin) sebagaimana kata kafil, qabiil dan Dhamiin, firman Allah: “Dan

siapayang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban

unta, dan aku akan menjamin terhadapnya”. Maka barang siapa yang menjamin perkara

sebuah kelompok maka ia dikatakan za’im (penjamin). Apabila ia menjamin perkara

kebaikan maka sungguh perbuatan terpuji, dan apabila perkara keburukan maka

perbuatan yang keji. Adapun kepala hizb (golongan) maka ia adalah pemimpin kelompok

yang berhimpun yakni yang telah menjadi golongan. Apabila mereka berhimpun untuk

menegakkan perintah Allah dan Rasul-Nya tanpa ditambah atau dikurangi, maka mereka

adalah orang-orang yang beriman, kita harus loyal dan komitmen terhadap apa yang ada

di antara mereka dan membela apa yang akan menghancurkannya… sebab Allah telah

memerintahkan untuk bersatu dan melarang berselisih dan berpecah belah” [47] .

Page 10: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

KAIDAH-KAIDAH SYARIAH

1. Media dan sarana yang menjadi prasyarat utama mencapai sebuah tujuan,

hukumnya adalah wajib sebagaimana kewajibannya tujuan itu, yakni: “Sesuatu yang

tidak akan sempurna sebuah kewajiban melainkan dengannya maka hukumnya adalah

wajib”. Dan seperti diketahui bangkit menegakkan tanggung jawab agama, melaksanakan

hukum dan merealisasikan batasan-batasannya adalah kewajiban pasti yang harus diemban

oleh ummat.

Firman Allah: “laki-laki yang mencuri dan wanita yang mencuri, potonglah tangan dari

keduanya”. Firman Allah: “Wanita yang berzina dan laki-laki yang berzina, cambuklah

setiap keduanya dengan seratus kali cambukan”. Firman Allah: “Diwajibkan atas kalian

Qishash dalam pembunuhan”. “Dan dalam qishash terdapat kehidupan bagi kalian”.

Dan ayat-ayat yang lain yang memiliki karakter beban kewajiban yang tidak akan

mungkin dilakukan oleh individu, akan tetapi merupakan kewajiban pemerintah Islam,

hanyalah dengan upaya bersama, berhimpunnya beragam potensi serta solidnya barisan

kewajiban itu akan mampu direalisasikan.

2. Qiyaas Al Aula

Apabila penegasan berjamaah begitu kuat dalam sebagian nilai-nilai syariat yang sah

pelaksanaannya secara pribadi, maka nilai penegasannya semakin kuat dan bertambah

besar pada hal-hal yang tidak akan terlaksana melainkan dengan upaya bersama seperti

jihad, ilmu, tarbiyah dan menegakkan pemerintahan.

KONSEKWENSI REALITAS KEHIDUPAN

Kita melihat, seseorang amat lemah dalam kesendiriannya dan menjadi kuat bersama

sahabatnya, sedikit dengan sendiri dan banyak bersama rekannya. Maka dari itu,

dikatakan: “Keruhnya sebuah jamaah dan bukan bersihnya diri pribadi”, sebuah usaha

pribadi betapapun dibangun di atas dasar keikhlasan yang tinggi, semangat kesadaran dan

kejujuran dalam beramal, tidak akan mampu bangkit menegakkan beban dan kewajiban

agama untuk meraih tujuan yang diinginkannya, karena lemahnya media dan sarana,

pendeknya jangkauan pandangan, sedikitnya potensi dan daya tahan untuk mengemban

tugas yang agung dan begitu berat. Adapun upaya bersama, maka ia akan selalu

menghimpun berbagai potensi dan beragam kemampuan.

Beramal jama’i adalah media mengikis kerendahan diri dan menampakkan penyakit hati

sehingga dapat diobati dan diperbaiki:

Suatu hari aku melihat tanah liat di dalam kamar mandi, dengan segenggam cinta ia

menghiasi dan menebar aroma.

Page 11: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

Aku berkata misikkah itu ataukah parfum, sungguh kecintaan telah menjadikanku

tertambat.

Tanah liat menjawab sungguh aku hanyalah seonggok pasir, aku berteman dengan mawar

lalu menjadikanku dimuliakan.

Aku bergaul orang-orang mulia dan bertambahlah ilmu, demikianlah siapa yang

bersahabat para ulama akan dimuliakan.

Adalah sebagian ulama salaf berkata: “Sesungguhnya salah seorang di antaranya kami

bertemu dengan saudaranya, maka dengan melihatnya menjadikan berakal beberapa

hari”.

Segolongan kaum salaf pergi ke hadapan seorang yang shaleh untuk melihat kemuliaan

dan petunjuknya, bukan mencari ilmunya. Sebab buah dari ilmu adalah kemuliaan dan

petunjuk, dengan itu hati kembali bersinar, ruh kembali hidup, jiwa kembali bangkit dan

semangat kembali membara, mengalir membentuk energi tekad dan kemauan.

Sebagaimana Nabighah bani Ja’dah berkata:

Kemuliaan dan keagungan kami telah menggapai langit, dan kami berharap akan meraih

yang lebih tinggi dari itu.

Amal jamai penuh dengan semburat nilai dan pelajaran serta bekal pengalaman berharga

guna meretas halangan dan menghalau rintangan. Amal jama’i adalah ladang ragam

keshalehan dan amal kebaikan, ia menyimpan segudang nikmat dan balasan pahala yang

tak terkira, menolong yang membutuhkan, mencari sesuatu yang hilang, menjenguk yang

sakit, melepaskan yang tertimpa kesulitan, memenuhi undangan, menunjukkan jalan yang

sedang kebingungan, mengingatkan yang lupa, mengajarkan kepada yang bodoh,

memberikan petunjuk yang tersesat, menghibur yang tertimpa bencana dan lain-lain

Aku akan berterima kasih kepada Umar, jika ajalku tertambat

Tangan-tangan yang belum terbalas betapapun ia selalu memberi

Seorang pemuda yang kekayaannya tidak menghalangi rekan dan sahabatnya

Tidak pula mengeluh tatkala kaki terpeleset

Ia melihat sarung pedangku pada tempat yang tak tampak

Hingga tampak karena keletihan kedua matanya.

Abu bakar As shiddiq mengungkapkan kepada saudaranya kaum Anshar yang telah

menawarkan segala yang mereka miliki dan berkata: Semoga Allah membalas kebaikan

kalian. Demi Allah, perumpamaan kami dan kalian sebagaimana yang diungkapkan

Thufail Al ghanawi:

Semoga Allah membalas Ja’far atas kami, yang telah menolong kaki-kaki terperosok

dalam kubangan.

Mereka enggan membosankan kami, bahkan ibu kami sendiri jika menjumpai apa yang

kami temui niscaya akan merasa bosan.

Page 12: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

Pemilik harta begitu derma, dan yang lemah ditempatkan ke dalam kamar-kamar yang

dingin dan teduh.

Jamaah adalah media bagi seseorang, yang akan memelihara kehormatan, menjaga darah

dan membela kemuliaannya dari rongrongan musuh:

Jika kekuatan musuh mencengkeram pusat daerah kami, kami bangkit membela jatidiri

dan sebagian gugur dari mereka dan dari kami.

SUNNAH PERGULATAN

Realitas membuktikan bahwa kekuatan musuh berhimpun dalam satu tujuan - betapapun

perbedaan agama dan aliran mereka - yaitu upaya menghancurkan kekuatan Islam, satu

kenyataan yang menuntut kebersamaan para pembela kebenaran bahu membahu

menggalang persatuan untuk menghadang kekuatan dengan kekuatan yang lebih besar dari

padanya “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang dijalannya dalam

barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”.

Abu Bakar pernah berpesan kepada Khalid: “Perangi mereka dengan apa yang mereka

memerangimu, pedang dengan pedang, tombak dengan tombak dan panah dengan

panah”, maka sulit akal akan menerima sebuah upaya bersama hanya dilawan dengan

upaya pribadi yang tercerai-berai (jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa

yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan

kerusakan yang besar).

SUNNAH KEHIDUPAN SOSIAL

Berkumpul adalah bentuk ketetapan dalam alam semesta dan dalam kehidupan manusia,

sebagai satu bentuk keragaman, keserasian dan keharmonisan. Setiap kelompok bertemu

dan berhimpun untuk mewujudkan sesuatu yang telah difitrahkan, dan demikian semua

tujuan hidup menjadi sempurna “Yang telah memberikan segala sesuatu ciptaannya lalu

memberinya petunjuk”.

Indah sekali sebuah ungkapan seorang penyair:

Semut membangun sarangnya dengan kokohnya dan lebah membuat rumahnya dalam

kebersamaan.

Burung-burung akan hidup dan berpindah ke habitatnya, binatang-binatang ternak dan

melata akan selalu berada dalam lingkungannya dan ikan hanya akan bertahan hidup

didalam air, dan demikianlah sekalian makhluk yang lain. Demikian halnya manusia, ia

Page 13: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

adalah makhluk sosial yang sangat tergantung dengan kehadiran orang lain untuk

memenuhi kebutuhan hidup dan kehiudpanya.

Manusia dengan manusia lain dari desa hingga kota, sebagian mereka dengan sebagian

yang lain adalah saling melayani.

“Hanya dengan kebersamaan, tolong-menolong dan bantu membantu kemaslahatan dunia

dan akhirat akan sempurna, demi memperoleh kemanfaatan dan mencegah

kemudharatan. Sebab itu, manusia dikatakan sebagai makhluk sosial yang akan selalu

berhimpun dan saling tergantung satu sama lain, demi mendatangkan manfaat dan

mencegah kemudharatan dan iapun akan mentaati Yang memerintahkan kepada tujuan itu

dan Yang melarang dari kerusakan-kerusakan itu” [48]. Jikalau keberadaan jamaah

adalah sebuah kemestian bagi kemaslahatan hidup dan kehidupan keturunan anak Adam di

dunia, maka tuntutannya jauh lebih besar dalam rangka meraih kesuksesan di Akhirat.

Dan kaum mukminin di hadapan hukum Islam bukanlah individu-individu yang terpisah-

pisah, akan tetapi sebuah komunitas yang satu, maka sudah sewajarnyalah perhimpunan

hati disertai dengan bersatunya gerak dan kontribusi dalam mengemban beban-beban

dakwah kepada Allah.

Karena itu, karakter dasar dalam perintah syariat selalu mengacu pada bentuk

kebersamaan, seperti shalat berjamaah, shalat dua hari raya, Istisqa’ (meminta hujan),

shalat khauf (dalam kondisi ketakutan), Shalat gerhana, shalat Jum’at tidak akan sempurna

kecuali dengan berjamaah, puasa adalah bentuk ibadah bersama-sama, zakat adalah adalah

bentuk solidaritas sosial dan haji merupakan pertemuan besar, jihad, memerintahkan yang

makruf dan mencegah yang mungkar serta menghalau para pelaku kebatilan.

Kesimpulannya bahwa dakwah secara umum tidak akan sempurna kecuali hanya dengan

berjamaah.

Page 14: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

MAKNA DAN KANDUNGAN AL-JAMA’AH ISLAMIYAH ATAU

JAMA’ATUL MUSLIMIN

Betapapun jelasnya dalil naqli dan aqli yang terkait dengan pensyariatan amal jama’i -

bahkan kewajibannya - untuk membangun sebuah kehidupan Islam yang bersih, namun

demikian terjadi sikap ekstrimisme dalam pemahaman dan penerapan yang terlahir dari

dasar-dasar yang benar ini, di antara sikap ekstrimisme itu adalah:

1. Anggapan sebuah institusi dakwah atau jamaah Islamiyah manapun yang berkembang

saat ini, bahwa ialah “Jamaah Islamiyah” yang representatif sebagaimana yang pernah

disebutkan dalam beberapa hadits atau ialah Al Firqah An Najiyah (Kelompok yang

selamat) dan At Thaifah Al Manshurah (Kelompok yang akan dimenangkan) dan tetap

eksis hingga hari kiamat.

2. Siapapun yang memisahkan diri dari jamaah ini diancam mati dalam keadaan jahiliyah

sebab ia telah keluar dari jamaah umat Islam.

3. Analogi jamaah ini dengan jamaah kaum sahabat – semoga Allah meridlai mereka -

4. Pemberian kewenangan kepada pimpinan jamaah ini sebagaimana kewenangan yang

dimiliki amirul mukminin dalam sebuah negara Islam.

Inilah sebagian sikap ekstrimisme yang timbul dari pemahaman kata “Al Jamaah” yang

tercantum dalam beberapa nas hadits. Melihat demikian pentingnya permasalahan ini dan

dampak pengaruhnya yang cukup besar, maka saya ingin menjelaskan permasalahan ini

melalui perkataan para ahli ilmu dan pemahaman Imam Hasan Al Banna sebagaimana

yang telah ditetapkan oleh para ulama ternama.

Makna Al Jamaah Al Muslimah

Cukup banyak kata “Aljamaah” yang tersebut dalam nash-nash hadits. Rasulullah SAW

telah menjelaskan bahwa Al Firqah An najiyah (Kelompok yang selamat) disaat

berkembangnya kelompok-kelompok yang sesat dan banyaknya perselisihan yang

didorong oleh hawa nafsu adalah Al Jamaah, dan siapapun yang memisahkan diri dari

jamaah ini diancam kematian dalam keadaan jahiliyah, dan ialah jamaah yang harus

mendapatkan loyalitas penuh sebagaimana yang tercantum dalam hadits Hudzaifah Ibnul

Yaman. Lalu siapakah Al Jamaah yang dimaksudkan oleh Pemberi Syari’at yang

bijaksana?

Alangkah baiknya saya sampaikan hadits Al Firqah An Najiyah serta menjelaskannya

dengan lebih rinci

Dari Mu’awiyah bin Abi sufyan: berkata: Pernah suatu ketika Rasulullah SAW berdiri di

tengah-tengah kami lalu bersabda: “Ingatlah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum

kalian dari ahli kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua kelompok, dan

Page 15: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

sesungguhnya golongan ini – dalam satu riwayat “Ummat ini” - akan bepecah belah

menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua akan masuk dalam neraka dan satu di

dalam surga yaitu Al Jamaah”, dalam satu riwayat: “Yaitu orang yang berada di atas apa

yang aku dan para sahabatku hari ini diatasnya” [49].

Hadits ini adalah di antara hadits kemukjizatan Rasulullah SAW, sebab ia telah

memberitakan tentang rahasia yang akan terjadi, hadits mengandung sejumlah perkara

yang saya jelaskan secara global:

Pertama

Perkataan “Ummatku akan berpecah belah”, yang dimaksudkan dengan ummat di sini

adalah ummatul Ijabah [50] (ummat yang menerima seruan) yaitu ummat ahli kiblat,

sebab kata ummat ketika disandarkan kepada Nabi SAW maka yang dimaksudkan adalah

ummat yang menerima seruan sebagaimana yang diisyaratkan dalam riwayat:

“sesungguhnya kelompok ini” yakni ummatnya Rasulullah SAW [51].

Kedua

Yang dimaksudkan dengan perpecahan ummat adalah perpecahan dalam pokok-pokok

agama dan I’tiqadiyah (keimanan), bukan dalam permasalahan cabang-cabang fikih atau

hukum-hukum terapan, sebab perpecahan dalam pokok-pokok agama inilah yang dicela

dalam agama [52]. Syaikh Abdul Qahir bin Thahir At Tamimi menjelaskan saat

mensyarahkan hadits ini: “Para ahli ilmu sungguh telah memahami bahwa Rasulullah

SAW tidak menghendaki kelompok-kelompok yang tercela ini mereka yang berselisih

dalam cabang-cabang fikih dalam permasalahan halal dan haram, akan tetapi yang

dimaksudkan adalah orang yang menyimpang dari ahlul haq dalam pokok-pokok tauhid,

dalam menilai kebaikan atau keburukan, dalam syarat-syarat kenabian dan kerasulan,

dalam loyalitas para sahabat dan yang terlahir dari bab-bab ini. Sebab orang-orang yang

telah berselisih dalam masalah ini, sebagian mereka terhadap sebagian yang lain saling

mengkafirkan. Hal ini berbeda dalam kelompok pertama, mereka berselisih dan berbeda

namun tidak saling mengkafirkan atau menfasikkan. Maka pentafsiran hadits tentang

perpecahan ummat dikembalikan kepada perpecahan dan perselisihan dalam masalah

pokok-pokok agama sebagaimana yang terjadi di akhir masa generasi sahabat yaitu

pemikiran Qadariyah dari Ma’bad al Juhani dan para pengikutnya” [53].

Ketiga

Sabda Rasul: “Semuanya masuk neraka” tidak berarti kafir, akan tetapi sebuah ungkapan

ancaman, sedang ancaman sendiri sangat terkait dengan syarat-syarat yang menyertainya

di antaranya berlakunya nas, timbulnya objek hukum dan tidak ada perkara-perkara yang

menghalangi adanya ancaman seperti taubat yang benar, istighfar, kebaikan-kebaikan

yang menghapus keburukan, musibah dan ujian yang menjadi kifarat, syafaat dan yang

lebih besar dari itu semua rahmat Dzat Sang Maha Pengasih.

Page 16: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

Keempat

Rasulullah SAW tidak menjadikan simbol-simbol tertentu bagi golongan-golongan Islam,

tidak pula ciri-ciri khusus bagi ketujuh puluh dua kelompok yang lain, tidak pula tanda-

tanda tertentu yang membedakan sebagian dari sebagian yang lain, akan tetapi menjadikan

penyimpangan terhadap Al Kitab dan As Sunnah, kesepakatan para Khulafaur Rasyidin

dan sekalian sahabat yang lainnya sebagai tandanya karena memperturutkan prasangka

dan hawa nafsu belaka, mengatakan sesuatu tanpa dasar ilmu serta fanatis buta terhadap

pengikut selain Rasulullah SAW, mereka loyal dan antipati karenanya, sebagaimana

menjadikan ittiba’ (mengikuti) Al Kitab dan As sunnah menurut petunjuk para sahabat,

komitmen terhadap jamaah mereka serta memberikan loyalitas dan sikap antipati

karenanya.

Kelima

Sabda Rasul: “Kecuali satu yaitu Al Jamaah”, ungkapan ini datang dalam bentuk ma’rifah

(tertentu) dengan menggunakan “Al” yang berarti bahwa ia adalah jamaah tertentu yang

memiliki karakteristik, ciri dan syarat-syarat.

Imam Syathibi telah merangkum perkataan para ahli ilmu tentang makna jamaah dalam

lima pembagian, yaitu:

1. Jamaah adalah mayoritas umat Islam, berdasarkan pendapat ini yang tergolong dalam

makna jamaah adalah para mujtahid ummat, para ulama, mereka yang menerapkan syariat

Islam serta para pengikut mereka. Siapapun yang keluar dari golongan mereka, maka

dianggap telah menyimpang dan masuk ke dalam golongan syaitan, termasuk dalam

golongan mereka adalah semua ahli bid’ah sebab mereka telah menyimpang dan keluar

dari ummat dan tidak masuk dalam mayoritas mereka, di antara sahabat yang termasuk

golongan ini adalah Abu Mas’ud Al Anshari dan Ibnu Mas’ud.

2. Jamaah adalah kelompok para mujtahid ummat, sebab meraka adalah hujjah Allah bagi

para makhluk-Nya, merekalah yang dimaksudkan dalam sabda Rasulullah saw:

“Sesungguhnya Allah tidak akan menghimpun ummaku dalam kesesatan”. Ini adalah

perkataan Ibnul Mubarak dan Ibnu Rahawaih. Pernah dikatakan kepada Ibnu Mubarak:

“siapakah jamaah yang layak untuk kita ikuti?”, ia menjawab: “Abu Bakar, Umar - dan

tidak henti-hentinya ia menyebutkan hingga sampai kepada Muhammad bin Tsabit,

Husain bin Waqid - lalu dikatakan kepadanya: “Mereka semua telah tiada, siapakah di

antara mereka yang masih hidup?”, ia berkata: “Abu Hamzah As sukri”. Berdasarkan hal

ini, tidak termasuk golongan mereka semua orang yang tidak berilmu dan ahlul bid’ah.

3. Jamaah adalah golongan ummat Islam yang bersepakat terhadap sebuah perkara, maka

semua orang yang selain mereka wajib mengikutinya.

Page 17: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

4. Jamaah adalah jamaah para sahabat secara khusus. Di antara yang berpandapat ini

adalah Umar bin abdul Aziz, sebagaimana isyarat hadits “Yaitu orang yang berada di atas

apa yang aku dan para sahabatku hari ini di atasnya”.

5. Sebagaimana pendapat Ath Thabari jamaah adalah jamaah kaum muslimin apabila

bersepakat pada seorang pimpinan sebagaimana yang diperintahkan Rasululllah SAW.

[54]

Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani telah menukil dari At Thabari: “At Thabari berkata:

Telah terjadi perdapatan dalam perkara ini [55] (yakni kewajiban komitmen terhadap

jamaah muslimin dan pemimpin mereka) dan dalam arti jamaah, sebagian berkata: ia

adalah kewajiban dan jamaah adalah kelompok mayoritas… sampai pada perkataannya

[56]: “Pendapat yang benar tentang maksud komitmen berjamaah adalah komitmen

kepada pemimpin yang disepakati, barang siapa yang merusak baitnya maka ia telah

keluar dari jamaah” [57].

Asy syatibi bekata: “Semuanya sepakat bahwa para ahli ijtihad baik yang disertai khalayak

umum atau tidak adalah jamaah” [58].

Sebagaimana telah terjadi perbedaan dalam makna jamaah, demikian pula banyak

pendapat dalam menafsirkan makna At Thaifah Al Manshurah (kelompok yang

dimenangkan) yang akan selalu eksis hingga hari kiamat. Imam Nawawi berkata: “Adapun

kelompok ini imam Bukhari berkata bahwa mereka adalah para ahli ilmu. Imam Ahmad

bin Hambal berkata: “Jika bukan para ahli hadits maka aku tidak tahu siapa lagi mereka

itu?”. Qadhi ‘Iyadh berkata: “Sesungguhnya yang dimaksudkan oleh Imam Ahmad adalah

Ahlus sunnah wal jamaah serta mereka yang mengikuti jalan ahli hadits. Aku berkata:

“Dan mungkin saja kelompok ini tercerai berai dalam ragam komunitas kaum mukminin,

ada di antara mereka para pemberani dan mujahid, di antara mereka para fuqaha’ (ahli

fikih), di antara mereka ahli hadits, di antara mereka ada orang-orang yang zuhud dan

penegak amar makruf dan mencegah yang dilarang, dan di antara mereka yang beprestasi

di berbagai medan kebaikan dan tidak disyaratkan bahwasanya mereka berkumpul dalam

sebuah kesepakatan, bahkan sangat mungkin sekali mereka tersebar dibelahan dunia” [59].

Ada dua kesimpulan tentang makna jamaah dari beberapa pendapat para ulama di atas:

SATU:

Jamaah sebagai implementasi asas sebuah manhaj dalam aqidah dan i’tiqad yang

bersumber dari pemahaman nash kitab dan sunnah serta menjadi pijakannya dalam

perkataan, perbuatan dan setiap sikapnya.

Makna ini tercermin dalam riwayat: “Yaitu mereka yang berada di atas apa yang aku dan

para sahabatku”. Pensyarah At Thahawiyah berkata: “Jamaah umat Islam adalah para

sahabat, para tabiin”. Ini berarti bahwa jamaah Islam atau jamaah kaum muslimin adalah

mereka yang berjalan sesuai dengan akidah, perkataan, perbuatan dan akhlak Nabi SAW

Page 18: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

dan para sahabatnya, lalu berupaya untuk komitmen di atas jalannya, loyalitas dalam

setiap yang dilakukan maupun yang ditinggalkan tanpa menambahkan yang merubahnya.

Maka siapapun yang komitmen terhadap manhaj salafus shaleh dari kalangan para shabat

dan tabiin serta para pengikut mereka [60] dalam ketiga kurun pertama yang telah diakui

kebaikan, keimanan, keutamaannya, siapapun yang komitmen terhadap petunjuknya, ridho

dalam manhajnya, iltizam dalam ijmak mereka maka ia tergolong dalam jamaatul

muslimin, kelompok yang selamat dan golongan yang akan tetap eksis betapapun sedikit

orang yang berjalan di atasnya, tidak akan gentar oleh banyaknya kaum penentang sebab

hakekatnya adalah kesesuiannya dengan kebenaran walaupun hanya engkau seorang,

firman Allah: “Sesungguhnya Ibrahim adalah umat (seorang imam)”.

Ibnul Qoyim berkata: Alangkah indahnya perkataan Abu Muhammad Abdurrahman bin

Islamil yang dikenal dengan Abu Syamah dalam kitabnya “Al Hawadit wal Bida’: Yang

dimaksudkan dengan perintah komitmen terhadap jamaah adalah komitmen terhadap

kebenaran dan para pendukungnya, walaupun sedikit para pengikutnya dan sangat banyak

para penentangnya, sebab kebenaran adalah apa yang generasi awal sejak masa Nabi SAW

dan para sahabatnya berada di atasnya betapapun banyaknya ahli bid’ah (orang-orang

yang membuat aturan baru) bermunculan setelah mereka. Kemudian Ibnul Qayyim

menceritakan kisah Amar bin Maiumun al Audi yang bersahabat dengan Mu’adz bin Jabal

di Yaman kemudian di negeri Syam hingga wafat, kemudian bersahabat dengan Ibnul

Mas’ud dan mendengar darinya berkata: “Tetaplah engkau dengan jamaah, sebab

sesungguhnya tangan Allah beserta jamaah”, pada kesempatan yang lain ia mendengar

Ibnu Mas’ud berkata: “Tetaplah kalian bersama para pemimpin yang mengakhirkan shalat

mereka dari waktunya, shalatlah kalian tepat pada waktunya sebab ia adalah kewajiban

dan shalatlah kalian bersama mereka sebagai perbuatan sunnah bagi kalian”. Hal inilah

yang membuat Al Audi bertanya-tanya: “Bagaimana mungkin ia menyerukan agar tetap

berjamaah, namun memerintahkan shalat dengan sendiri. Maka Ibnu Mas’ud berkata:

“Tahukah engkau siapa jamaah itu?”, aku berkata: “Tidak”, Ia Berkata: “Sesungguhnya

mayoritas manusia telah memisahkan diri dari jamaah, sebab jamaah adalah siapapun yang

sesuai dengan kebenaran betapapun engkau sendiri”.

Sebagian ahli ilmu pada masa Muhammad bin Aslam Ath Thausi ditanya perihal

perkataan: “apabila manusia telah berselisih maka tetaplah engkau bersama golongan

mayoritas, maka Muhammad bin Aslam berkata: “Ia adalah golongan mayoritas”.

Ibnul Qayyim berkata: “Benarlah demi Allah, bila di sebuah masa terdapat seorang yang

paham terhadap sunnah selalu menyeru kepadanya ia adalah hujjah (argumentasi), ia

adalah ijma’, dialah golongan mayoritas dan ialah jalan orang-orang yang beriman” [61].

Jamaah dalam kontek ini adalah manhaj yang harus diikuti yang terikat di atas simpul

ahlus sunnah wal jamaah”.

Al Munawi dalam penjelasan hadits al Firqah An Najiyah (golongan yang selamat) yakni

“Kecuali satu”, ia menyebutkan: “Dialah Ahlus Sunnah wal Jamaah” [62].

Page 19: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

Ustadz Muhammad Fuad Abdul Baqi mengomentari makna “Al Jamaah” berkata: “yakni

mereka yang sesuai dengan jamaah para sahabat, yang berpegang teguh pada akidah

mereka, serta komitmen terhadap pendapat mereka” [63]. Dalam wilayah pengertian

manhaji tentang makna jamaah inilah Qatadah berkata: “Ahli Rahmat Allah, merekalah

yang berjamaah walaupun wilayah dan badan mereka berpisah-pisah” [64].

Imam Syafii berkata: “Barang siapa yang bekata seperti perkataan jamaatul muslimin

maka sungguh ia telah komitmen terhadap jamaah mereka, dan barangsiapa yang

menyimpang dari perkataan jamaatul muslimin maka sungguh ia telah memisahkan dari

jamaah yang wajib diikutinya”.

Akan tetapi pemahaman jamaah Islam dan kelompok yang selamat dalam kontek wilayah

manhaj ini sangat bertingkat derajat dan kedudukan mereka dalam tubuh ummat, di antara

mereka ada yang demikian perhatian dalam menjalankan syariat, sangat menjaga dalam

mengimplementasikan manhaj ini, sangat jauh dari penambahan (bid’ah) dan

penyimpangan, serta begitu kuat komitmen mereka, mereka itulah orang-orang yang

tertinggi dalam peringkat kelompok yang selamat dan jamaah Islam seperti para ulama

yang telah diakui dalam mazhab fikih, tafsir, hadits, ushul, serta para da’i yang mulia yang

telah diakui kebaikan, keshalehan dan keistiqamahan mereka.

Di antara mereka ada yang layak berijtihad, namun kadangkala ia menta’wilkan sebagian

nash dengan salah, maka ia dimaafkan dalam wilayah ijtihad. Di antara mereka ada yang

mengingkari sebagian nash syariat disebabkan baru mengenal Islam, atau karena hidup

pada daerah terpencil sehingga tidak mendapatkan informasi terhdap apa yang

diingkarinya. Di antara mereka ada yang melakukan bid’ah amali, maka ia tetap mukmin,

taat kepada Allah menurut kadar ketaatannya, dan telah berbuat salah dalam perkara

maksiat yang ia lakukan atau bid’ah yang ia kerjakan, dan ia tergantung kehendak Allah,

firman Allah: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia

mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”.

Firman Allah: “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka,

mereka mencampur baurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk.

Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka”.

Baik golongan yang ini maupun yang itu tidak menjadikan mereka kafir disebabkan

penta’wilan yang keliru, atau perkara yang mereka ingkari yang disebabkan kebodohan

mereka, mereka tetap termasuk dalam golongan kelompok yang selamat walaupun tidak

dalam kategori kelompok yang awal [65].

Maka di antara jamaah Islam ada yang pada garis terdepan dalam ketaatan, ada pula yang

sedang dan ada pula yang berbauat aniaya terhadap diri pribadi.

Yang perlu selalu diingat bahwasanya ahlus Sunnah Wal jamaah mempunyai dasar-dasar

yang baku untuk menjelaskan perkara-perkara cabang (furu’), serta sebagai patokan dan

rujukan dalam persoalan-persoalan juz’i (parsial) dan penerapan hukum-hukum itu sendiri.

Page 20: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

PENJELASAN

Dari penjelasan yang telah lalu maka tidaklah tepat menjadikan makna Kelompok yang

akan tetap eksis (At thaifah Adh Dhahirah) terbatas pada ahli hadits, kecuali berdasarkan

penjelasan Qadhi ‘Iyadh: “Yaitu ahlus Sunnah wal Jamaah”, karena betapapun ummat

mengambil manfaat umum dari para ahli hadits, namun tidak menafikan ummat pun

mengambil manfaat terhadap selain mereka seperti para ahli fikih yang menjelaskan

sumber-sumber hukum syariat dan hukum halal dan haram, demikian pula terhadap para

ahli tafsir, qurra’ (ahli baca alquran), para pemberi nasehat, para du’at, para hakim dan

yang lainnya dalam strata tingkatan ummat, sebab: “Setiap kaum akan memberikan

manfaat dalam bidang yang tidak diberikan oleh yang lain” [66].

2. MAKNA KEDUA DARI JAMAAH

Makna yang kedua ini merupakan implementasi manhaj pada fase Tamkin (penguasaan)

yaitu jamaah para ulama – Ahlul Halli Wal aqdi (Badan Legislatif) - ketika bersepakat

memilih seorang pemimpin, maka ummat di belakang mereka mengikuti keputusan itu.

Sebagaimana yang terjadi tatkala pembai’atan Abu Bakar As shiddiq saat para pemuka

sahabat membai’at di Tsaqif lalu diikuti oleh khalayak ramai dalam sebuah forum

pembai’atan terbuka [67]. Dari sinilah Imam Ath Thabari mengatakan: “Maksud yang

benar dari hadits perintah untuk konsekwen dalam jamaah yaitu orang-orang yang

bersepakat dalam mentaati seorang pemimpin” [68]. Apabila tidak ditemukan

kepemimpinan syar’i dalam kehidupan ummat, maka kewajiban mereka untuk

merealisasikannya dan mereka menanggung dosa hingga kepemimpinan itu tegak.

KESIMPULAN

Dari keterangan nas-nas yang di atas, ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan dari

makna jamaah:

1. Sesungguhnya keberadaan sebuah jamaah dari beragam jamaah, sekaipun dengan fikrah

yang jelas dan jalan yang lurus tidak berarti bahwa jamaatul muslimin telah tegak. Dari

sini, maka semua jamaah yang bergerak dalam medan dakwah saat ini yang telah dikenal

dengan nama, pemimpin dan simbol-simbolnya tidaklah satu-satunya jamaah Islam atau

jamaah muslimin, akan tetapi kesemuanya itu terhimpun dalam jamaah Islam. Maka

Ikhwanul Muslimin, jamaah salafiah serta jamaah-jamaah yang lain adalah bagian dari

jamaah muslimin, dan tidak tepat menyebutkannya bahwa ialah jamaah yang repesentatif

sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits-hadits walaupun ia bergerak demi

merealisasikan jamaah kaum muslimin dalam sebuah kepemimpinan pemerintah Islam

dan khilafah Islamiyah.

2. Bahwasanya jamaah-jamaah ini, meski merupakan implementasi pemahaman manhaji

bagi sebuah jamaah Islam, namun ia sangat bertingkat dalam kontribusi dan potensi, di

antara mereka ada yang berusaha membatasi kebijaksanaan mereka dalam perbaikan sisi

aqidah, ada pula yang lebih memperhatikan sisi pendidikan ruhiyah, ada yang lebih

Page 21: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

memfokuskan pada nasehat dan pengingatan, ada pula di antara mereka yang lebih

memeperhatikan sisi politik, dan ada pula di antara mereka yang berupaya menghimpun

semua sisi perbaikan dalam bingkaian universalitas dan komprehensif dengan menjaga

keseimbangan dan skala prioritas.

3. Tidaklah tepat menganalogikan jamaah-jamaah ini dengan jamaah Rasulullah SAW

sebab mereka adalah penghulu sekalian jamaah, yang mana ketaatan adalah sebuah

kewajiban sebab ia diback up langsung dengan wahyu dan tunduk terhadapnya merupakan

sesuatu yang mutlak yang menjadi syarat kesempurnaan Islam seseorang, baik dimasa

hidupnya maupun setelah meninggalnya. Kemudian pada realitasnya ia sangat bersesuaian

dengan perintah syariat, tidaklah setiap yang telah mengaku seorang muslim, menyatakan

dua kalimah syahadah serta mendirikan shalat kecuali terhimpun dalam anggota jamaah

Rasul. Namun kenyataan kita saat ini sangat berbeda, banyak manusia saat ini yang

menyatakan sebagi seorag muslim, menegakkan syariat-syariatnya, akan tetapi tidak

terikat dalam sebuah jamaah manapun, penetapan kafir atas mereka dengan pertimbangan

analogi terhadap jamaah pertama adalah sebuah tindakan kesewenangan. Demikian juga

klaim atas mereka yang memisahkan diri dari salah satu jamaah ini dengan kekufuran

adalah tindakan serampangan yang tidak mendasar.

4. Tidak sah pula menganalogikan syarat-syarat kepemimpinan dari jamaah-jamaah ini

dengan syarat dan kewajiban seorang Amirul Mukminin.

5. Memisahkan diri secara struktural jamaah tidak berarti identik dengan keluar dari

jamaah, sebab istilah keluar jamaah menurut sebagian besar ulama fikih berarti

perlawanan senjata bukan hanya sebatas memisahkan dan menjauhkan diri, makna ini

sangat begitu tampak pada pemberontak dan pembelot, bahkan keluar dalam masalah

inipun tidak semuanya dianggap tindak kekufuran, karena boleh jadi pelakunya

melakukan tindakan ini karena salah tafsir dan persepsi, firman Allah: “Jika dua kelompok

dari golongan kaum mukminin berperang…”, Allah dalam ayat ini tetap menyebut kaum

yang beriman walaupun terjadi pertumpahan darah di antara mereka.

Di antara landasan dasar yang lain tentang masalah ini bahwa Ali RA dan beberapa

sahabat yang lain tidak mengkafirkan kalangan khawarij, betapapun banyak riwayat hadits

yang menjelaskan akan kesesatan mereka, beliau hanya mengatakan: “Saudara kita telah

membelot atas kita, mereka sungguh telah lari menjauh dari kekufuran”. Dan Ia

bermu’amalah (berinteraksi) dengan mereka seperti interaksi kaum pemberontak, tidak

menjadikan harta mereka sebagai rampasan perang, tidak menjadikan budak wanita-

wanita mereka, tidak membunuh para tawanan perang mereka, tidak pula membunuh

sekalian orang-orang yang terluka atau mengejar orang-orang yang lari dari medan.

6. “Mati dalam keadaan Jahiliyah” tidak berarti mati dalam kekafiran, akan tetapi

kematian yang menyerupai keadaan orang jahiliyah, sebab mereka tidak membaiat

seorang pemimpin dan tidak pula tunduk kepada seorang penguasa. Imam Syaukani

berkata: “Mati jahiliyah adalah penyerupaan terhadap kematian orang-orang jahiliyah

Page 22: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

yang tidak memiliki pemimpin, bukan berarti mati dalam keadaaan kafir, namun mati

dalam keadaan bermaksiat” [69].

7. Tidak melakasanakan amal jama’i demi menegakkan perintah, syariat dan

kepemimpinan agama Allah adalah perbuatan dosa, namun tidak menjadikannya keluar

dari agama kecuali bila ia mengingkari tuuan ini yakni berhukum dengan syariat Allah

maka ia dianggap kafir dan murtad [70].

Imam Hasan Al Banna memiliki sebuah manhaj yang jelas pijakan dan tahapannya, saya

akan menjelaskan jati diri jamaah Ikhwanul Muslimin (IM), sikapnya terhadap jamaah-

jamaah kaum muslimin, yang mencerminkan kemurnian nilai dan keseimbangan pijakan

sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para imam dari generasi salaf, manhaj itu akan

saya jelaskan dalam beberapa hal berikut [71]:

1. Sikap IM terhadap Jamaah dan Institusi Da’wah

Imam Hasan Al Banna mengungkapkan: “IM mempunyai padangan tersendiri terhadap

ormas-ormas ini (dengan berbagai ladang garap mereka dalam berjuang untuk membela

Islam. mereka semua mendambakan kesuksesan. Ikhwan juga menginginkan terwujudnya

kedekatan jamaah-jamaah ini dan berusaha menyatukan serta menghimpun mereka dalam

satu fikrah secara umum” [72].

2. Perbedaan IM dan Jamaah-jamaah Islam yang lain.

Imam Al Banna berkata: “Banyak orang yang pikirannya dibingungkan oleh pertanyaan

ini: “Apa perbedaan antara jamaah IM dengan jamaah Asy-syubban? Kenapa keduanya

tidak bergabung dalam satu organisasi saja dan bergerak dalam manhaj yang satu pula”.

Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya ingin menegaskan kepada mereka yang

menginginkan kesatuan potensi dan kerjasama antar aktifis, bahwa jamaah IM dan jamaah

As-syubban - di Kairo - tidak pernah merasa bahwa keduanya berada di medan yang

berbeda, tetapi mereka selalu merasa ada dalam satu medan dengan menjalin kerjasama

yang kuat dan kokoh. Banyak masalah keislaman yang antara Ikhwan dan Sy-Syubban

bisa seiya sekata dalam menyikapinya. Hal ini karena tujuan umum dari keduanya adalah

sama, yakni bergerak dan beramal demi kejayaan Islam dan kebahagiaan kaum muslimin.

Hanya saja, ada perbedaan-perbedaan kecil dalam masalah uslub dakwah, langkah para

aktifis dan prioritas penyaluran potensi dari kedua jamaah tersebut, saya yakin akan tiba

masanya disaat semua jamaah Islamiyah berada di dalam front. Dan waktulah yang akan

menjamin realisasinya, Insya Allah” [73].

3. Bentuk sikap dan Muamalah terhadap penentang.

“Dan Kami memohon maaf kepada mereka yang berbeda dengan kami dalam masalah

furu’. Kami sama sekali tidak melihat bahwa perbedaan itu akan menghambat proses

menyatunya hati, saling mencintai dan kerja sama dalam menegakkan kebenaran dan

Page 23: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

kebaikan. Islam yang universal ini akan sanggup memayungi kami dengan mereka dalam

batasan-batasannya yang begitu luas. [74]”

4. Sikap kami terhadap seruan dan dakwah yang lain:

“Sikap kami terhadap seruan-seruan lain di negeri ini baik yang berorientasi agama, sosial,

ekonomi maupun politik - dengan berpijak pada karakter dasar dakwah kami - adalah

sebuah sikap yang satu menurut keyakinan kami yaitu: mengharapkan kebaikan padanya

serta mendoakannya dengan curahan taufik, dan sesungguhnya sebaik-baik jalan adalah

agar kita tidak sibuk mencari celah dan kesalahan orang lain dari meneliti kesalahan dan

kekurangan kita, sungguh kita membutuhkan perbekalan dan rasa tanggung jawab, sebab

ummat kita dan medan-medan perjuangan yang masih kosong sangat menanti uluran

tangan para pejuang dan kesungguhan sang mujahid dan tidak ada waktu yang cukup

untuk sibuk mencari-cari kekurangan orang lain, masing-masing bergerak dibidangnya

dan Allah selalu bersama orang-orang yang berbuat baik hingga Allah membukakan pintu

kebenaran antara kita dan kaum kita” [75].

5. Penegasan Al Khudhaibi tentang langkah amaliah Imam Hasan al Banna

Imam Khudhaibi berkata: “Telah disepakati bahwasanya jamaah Ikhwanul Muslimin

sejalan dengan kesempurnaan imannya tegak di atas nilai kebenaran dan dengan

keyakinannya yang tidak diliputi keraguan, ia adalah dakwah kebenaran yang murni

sebagaimana yang Allah perintahkan dengan sebuah kewajiban yang mengikat. Perlu

ditegaskan, bahwasanya pendirian organisasinya bukan legitimasi bahwasanya ialah

jamaah kaum muslimin, sebagaimana yang dimaksudkan dalam hadits-hadits akan tetapi

ia senantiasa menyeru dengan pertolongan Allah untuk merealisasikan jama’atul

Muslimin”.

Hal ini dipertegas bahwa pendiri jamaah - semoga Allah meridhainya - mengakui

sepanjang kepemimpinannya begitu pula para sahabatnya yang mendukungnya dan

berhimpun bersamanya akan keberadaan jamaah-jamaah yang lain sebagai jamaah Islam,

sebagaimana pengakuan jamaah ini terhadap mereka yang tidak bergabung dengan jamaah

ikhwan atau yang telah dikeluarkan sebagai seorang muslim.

Dan sungguh Imam Asy syahid telah menetapkan pengeluaran dua wakil terdahulu jamaah

serta puluhan yang lain, sebagian mereka adalah anggota dalam kantor pembinaan dan

dewan pendiri, dan tidak ada satupun di antara mereka yang dituduh telah melakukan

tindakan atau ucapan yang menjadikannya murtad dari Islam, dan tidak ada satupun yang

menganggap bahwa pengeluaran mereka dari jamaah berarti mereka telah keluar dari

Islam” [76].

MANHAJ JAMAAH SETELAH IMAM ASY SYAHID

Setelah kepemimpinan Imam Asy syahid manhaj jamaah tetap berada di atas jalan yang

telah digariskan Imam Asy syahid. Imam Al Khudhaibi berkata: “setelah kepemimpinan

Page 24: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

Imam Asy syahid kantor pembinaan dan badan pendiri mengeluarkan sejumlah orang

yang tidak sedikit, di antara mereka ada yang menjadi anggota kantor pembinaan dan

badan pendiri lebih dari sekali, ada yang pernah memegang tampuk kepemimpinan dalam

struktur jamaah, dan secara tegas pada kesempatan ini para pemimpin jamaah mengatakan

mereka adalah muslim dan terjaga darah dan harta mereka, jamaah berharap agar mereka

berkhidmat kepada Islam dengan potensi pribadi dan cara khusus mereka, setelah mereka

mengahadapi kesulitan untuk memposisikan diri di atas aturan jamaah serta komitmen

terhadap pemahaman, program dan manhajnya” [77].

Dari penjelasan didepan, maka jelaslah bahwa manhaj Ikhwan tegak di atas prinsip bahwa

mereka adalah bagian dari jamaah kaum muslimin yang senantiasa berupaya

merealisasikan jamaatul Islam serta mengakui keberadaan jamaah yang lain yang

berkhidmah untuk Islam. Di antara hal-hal yang jelas dalam manhaj Ikhwan adalah

sebagai berikut:

1. Tidak ada analogi dalam persyaratan keanggoatan mereka dengan persyaratan dalam

Islam [78].

2. Pengeluaran dari jamaah tidak berarti keluar dari Islam [79]. Kalau tidak demikian,

mengapa kedua wakil jamaah yang lalu dan beberapa anggota kantor pembinaan dan

dewan pendiri tidak seorang di antara mereka yang dianggap telah melakukan tindakan

yang telah mengeluarkan dari agama.

3. Mungkin saja para anggota diwajibkan memberikan komitmen lebih di atas yang telah

diwajibkan oleh Islam secara lebih terperinci seperti dalam aturan-aturan internal, simbol

dan syiar misalnya [80].

4. Jamaah tidak menuntut kewajiban tegaknya khilafah (pemerintahan) secara keseluruhan

sebelum adanya khalifah (pemimpin), bahkan kewajiban kita adalah mewujudkan

pemimpin demi merealisasikan semua perkara itu [81].

5. Syarat dan kewajiban pemimpin jamaah tidak dianalogikan dengan syarat-syarat amirul

mukminin [82].

Inilah rangkuman beberapa hal yang telah diputuskan oleh para fuqaha (ahli fikih) jamaah

yang dilaksanakan dengan konsisten oleh pemimpin mereka dalam manhajnya serta

kepada para penentangnya menurut kaidah-kaidah ahlus sunnah dan manhaj salafusshaleh.

Apa yang diisyaratkan oleh syaikh Sa’id Hawwa tidak berbeda dengan makna-makna

yang telah tersebut bahwa jamaah Ikhwan adalah jamaah yang integral bagi kaum

muslimin, ia sangat memperhatikan sisi kesempurnaan dan keintegralan dalam memahami

Islam dan tidak bermaksud mengeluarkan selain mereka dari jamaah kaum muslimin.

Page 25: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

CATATAN KAKI

[1] Surat Ali Imran: 104

[2] Surat Annahl: 96

[3] Tafsir Ath Thabari: 2/195

[4] Surat Hud: 118-119

[5] Tafsir Ibnu Katsir: 2/466

[6] Tafsir Ibnu Katsir: 2/466

[7] Adzariayat: 56

[8] Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah: 514

[9] Ali Imran: 103

[10] Tafsir Ibnu Katsir: 1/390

[11] Syaikh Al Albani berkata: Hadits ini hadits hasan, sedang sanadnya dhaif namun

dengan hadits setelahnya 1/41-42

[12] Syaikh Al Albani berkata: Sanadnya Jayyid (baik) namun mauquf, dan para

perawinya para perawi Bukhari Muslim 1/41-42

[13] Annisa’: 115

[14] Miftah Daris Sa’adah: 1/126

[15] Al A’raf: 158

[16] Thaha: 94

[17] Al Maidah: 2

[18] Al Anfal: 47

[19] Muhammad: 7

[20] Dikeluarkan oleh Attirmidzi: 4/466

Page 26: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

[21] Al A’raf: 165

[22] Diriwayatkan Attirmidzi dari sahabat Umar, 4/465, Musnad Ahmad, 1/230-231,

Ahmad syakir berkata: sanadnya shahih.

[23] Arrum: 32

[24] Ali Imran: 105

[25] Ali Imran: 110

[26] Kitab Al I’tisham bil Kitab was Sunnah:13/316

[27] Fathul Bari: 13/417

[28] Al Anfal: 73

[29] Al Kahfi: 28

[30] Al Anfal: 39

[31] At Taubah: 41

[32] Dikeluarkan Imam Muslim:3/1340, Imam Malik dalam Muwaththa’: 2/990, Imam

Ahmad dalam Musnadnya: 2/367

[33] Riwayat At tirmidzi: 5/34, Ia berkata hadits Zaid bin Tsabit ini hasan, Musnad Imam

Ahmad: 5/183, Ad Darimi: 1/74-75

[34] Imam Bukhari: 13/35 dalam Fathul bari

[35] Musnad Imam Ahmad: 4/202

[36] At Tirmidzi: 4/466

[37] Hadits shahih masyhur yang diriwayatkan para pemilik kitab sunan dan musnad

dengan redaksi yang beragam, lihat Al Jami’ as Shahir:1/19

[38] Musnad Ahmad dan dishahihkan Al Al bani, ia berkata: Sanadnya shahih, lihat

syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah,578.

[39] Musnad Imam Ahmad yang ditahqiq Ahmad Syakir dan berkata: Sanadnya shahih

1/230-231, dan lihat Fathul Bari: 13/316

[40] Dikeluarkan Imam Bukhari 9/78, Imam Muslim 3/1467-1468.

Page 27: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

[41] Fathul Bari 13/37

[42] Tafsir Ibnu Katsir: 2/466

[43] Talbis Iblis: 145

[44] Al Munthalaq: 150-151

[45] Al Munthalaq: 150-151

[46] Ar Risalah: 475-476

[47] Al Fatawa: 11/92, lihat Al Munthalaq: 150-151

[48] Al Fatawa dengan sedikit perubahan: 28/62

[49] Takhrijnya telah berlalu

[50] Lihat Hasyiyah Ibnu Majjah: 2/1322

[51] Lihat ‘Aunul Ma’bud: 12/342

[52] Lihat Faidlul Qadir: 1/179

[53] ‘Aunul Ma’bud: 12/340-341

[54] Lihat Al ‘Ithisham: 2/258-267

[55] Komitmen terhadap Jamaah kaum muslimin dan pemimpinnnya

[56] Imam Ath Thabari

[57] Fathul Bari: 13/37

[58] Lihat Al I’thisham: 2/258-267

[59] Syarah Imam Nawawi atas kitab shahih Muslim: 8/125-126 dalam Hasyiyah As Sari

[60] Tidak termasuk yang tertuduh dengan bid’ah atau kerancuan.

[61] Ighatsatul Lahfan: 84-85

[62] Faidlul Qadir : 1/179

[63] Lihat Hasyiyah Ibnu Majjah: 2/1322

Page 28: Serial Manhaj Haraki Syari'at Beramal Jama'i

al-ikhwan.net

[64] Ighatsatul Lahfan: 84-85

[65] Lihat fatwa lembaga para ulama besar no.830, tertanggal:13/8/1394 H

[66] Jami’ul Ushul karangan Ibnul Atsir: 1/320-321

[67] Lihat al bidayah Wan Nihayah karangan Ibnul Atsir: 5/245-247

[68] Fathul Bari 13/37, Al I’thisham: 2/258-267

[69] Nailul Authar: 7/194

[70] Lihat Kitab Du’at La Qudhat:183

[71] Majmu’atur Rasail: 313

[72] Majmu’atur Rasail: 314

[73] Ibid

[74] Majmu’atur Rasail: 34

[75] Majmu’atur Rasail: 128

[76] Kitab Du’at La Qudhat: 185

[77] Kitab Du’at La Qudhat: 185-186

[78] Kitab Du’at La Qudhat: 185-186, Ar Rasail: 2/62

[79] Kitab Du’at La Qudhat: 185-186

[80] Syalbi :206-320, Hasan al Banna dan madrasahnya

[81] Ar Rasail : juz 1-25

[82] Asy syaikh Hasan Al Banna dan madrasahnya: 270-272