semua laporan.docx

276
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam fisika, pengukuran merupakan salah satu syarat yang tidak boleh di tinggalkan. Aktivitas mengukur menjadi sesuatu yang sangat penting untuk selalu dilakukan dalam mempelajari berbagai fenomena yang sedang di pelajari. Mengapa demikian ? Sebelumnya, ada baiknya jika kita mengenal atau mengingat definisi pengukuran atau mengukur itu sendiri. Mengukur adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang telah di sepakati, misalnya untuk mengukur panjang suatu kabel maka kita bias menggunakan meteran. Dalam hal ini besaran yang di bandingkan adalah panjang dari kabel tersebut. Sedangkan besaran pembandingnya adalah meteran. Meteran adalah alat ukur besaran panjang yang satuannya telah disepakati, misalnya untuk mengukur panjang suatu kabel maka kita bisa menggunakan meteran. Dalam hal ini besaran yang dibandingkan adalah panjang dari kabel tersebut. Sedangkan besaran pembandingnya adalah meteran. Meteran merupakan alat ukur besaran panjang yang satuannya telah disepakati. Dengan demikian jika nikai hasil perbandingan kedua besaran tersebut menunjukkan bahwa panjang kabel ini ternyata 1,5 kali

Upload: dayat-hidayat

Post on 18-Jan-2016

327 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: semua laporan.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam fisika, pengukuran merupakan salah satu syarat yang tidak boleh di

tinggalkan. Aktivitas mengukur menjadi sesuatu yang sangat penting untuk selalu

dilakukan dalam mempelajari berbagai fenomena yang sedang di pelajari.

Mengapa demikian ?

Sebelumnya, ada baiknya jika kita mengenal atau mengingat definisi

pengukuran atau mengukur itu sendiri. Mengukur adalah membandingkan suatu

besaran dengan besaran lain yang telah di sepakati, misalnya untuk mengukur

panjang suatu kabel maka kita bias menggunakan meteran. Dalam hal ini besaran

yang di bandingkan adalah panjang dari kabel tersebut. Sedangkan besaran

pembandingnya adalah meteran. Meteran adalah alat ukur besaran panjang yang

satuannya telah disepakati, misalnya untuk mengukur panjang suatu kabel maka

kita bisa menggunakan meteran. Dalam hal ini besaran yang dibandingkan adalah

panjang dari kabel tersebut. Sedangkan besaran pembandingnya adalah meteran.

Meteran merupakan alat ukur besaran panjang yang satuannya telah disepakati.

Dengan demikian jika nikai hasil perbandingan kedua besaran tersebut

menunjukkan bahwa panjang kabel ini ternyata 1,5 kali panjang dari ukuran satu

meteran dapat dikatakan bahwa panjang kabel yang terukur adalah 1,5 meter.

Mengukur itu sangat penting untuk di lakukan. Mengukur dapat di katakan

sebagai usaha untuk mendefinisikan karakteristik suatu permasalahan secara

kuantitatif. Dan jika di kaitkan dengan proses penelitian atau sekedar pembuktian

atau hipotesis maka pengukuran menjadi jalan atau untuk mencari data-data yang

mendukungnya.

Dengan pengukuran ini kemudian akan di peroleh data-data numerik yang

menunjukkan pola-pola tertentu sebagai bentuk karakteristik dari fenomena atau

permasalahan tersebut. Dengan demikian, maka dapat di hasilkan suatu

kesimpulan yang bersifat kualitatif berdasarkan pola-pola yang di hasilkan oleh

data-data kuantitatif tersebut.

Page 2: semua laporan.docx

Dengan salah satu argumentasi di atas, di lakukannya percobaan ini agar

praktikan dapat mengetahui betapa pentingnya dan di butuhkannya aktivitas

pengukuran dalam fisika, maka tidak ada alasan bagi mahasiswa untuk

mengabaikannya dalam setiap riset-riset mereka.

1.2 Tujuan Percobaan

1. Mampu menggunakan alat-alat ukur dasar.

2. Menentukan ketidakpasitian dalam pengukuran, serta menuliskan hasil

pengukuran secara benar.

3. Mengerti apa yang dimaksud dengan besaran-besaran pokok dan besaran

turunan.

1.3 Batasan Masalah

1. Setiap bahan percobaan dilakukan sebanyak lima kali

2. Pengukuran Volum luas dan lebar

3. Satuan yang digunakan dalam percobaan yaitu m, cm dan mm

1.4 Manfaat Percobaan

1. Dapat dengan mudah mempergunakan alat ukur dasar.

2. Dapat menentukan volume dan massa jenis zat padatan secara benar.

3. Memiliki kemampuan dasar dalam pengukuran sehingga dapa

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Page 3: semua laporan.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Besaran dan satuan dalam fisika diartikan sebagai sesuatu yang dapat

diukur, serta memiliki nilai besaran (besar) dan satuan. Sedangkan satuan adalah

sesuatu yang dapat digunakan sebagai pembanding dalam pengukuran.

(Drasasssto,2004)

Satuan International (SI) merupakan satuan hasil konferensi para ilmuan

diparis, yang membahas tantang berat dan ukuran. Berdasarkan satuannya besaran

dibedakan menjadi dua, yaitu besaran pokok dan besaran turunan.(Bambang

murdaka Eka Jati, dkk, 2007)

2.1 Besaran Turunan

Besaran turunan adalah besaran yang diturunkan dari besaran pokok.

Tabel berikut menunjukkan beberapa contoh besaran turunun.

Tabel 2.1 Satuan Besaran Turunan

No. Besaran Turunan Rumus Dimensi Satuan

1 Volume p ×l ×t m3

2 Kecepatan PerpindahanWaktu

ms−1

3 Gaya Massa × Percepatan Kgms−2

4 Massa Jenis MassaVolume

Kgm−2

Berdasarkan tabel.2.1 bahwa dapat diketahui dimensi tertentu dan suatu

benda, misalkan untuk mengetahui volume zat padat jika bentuknya beraturan,

maka akan memiliki panjang, lebar, tinggi, diameter dan sebagainya. (Paul A.

Tiper, 1991)

Bentuk mengukur volume zat padat yang teratur bentuknya (kontinu)

dapat pula dilakukan secara tidak langsung dengan mengukur perubahan

(variabel) yang membangunnya.

Page 4: semua laporan.docx

Volume balok dapat juga dilakukan dengan cara mengukur panjang, lebar

dan tinggi dari balok itu sehingga :

V Balok = Panjang x lebar x tinggi. (2.1)

Dengan :

p=¿ : Panjang Balok

l=¿ : Lebar Balok

t=¿ : Tinggi Balok

Sedangkan volume bola besi dapat juga dilakukan dengan mengukur diamenter

dan panjang silinder ini sehingga :

V bola=π (d /2)2× p (2.2)

¿ 43

πr3

Dengan :

d=¿ : Diameter Bola

p=¿ : Panjang Bola

r=¿ : Jari-jari Bola

2.2 Besaran Pokok

Besaran Pokok adalah besaran yang digunakan sebagai besaran dasar

untuk menetapkan besaran yang lain. Satuan besaran pokok disebut satuan pokok

dan aatelah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan para ilmuan.

Besaran pokok bersifat bebas, artinya bergantung pada besaran pokok yang lain.

(Bambang murdaka Eka Jati, dkk, 2007)

Besaran pokok diartikan juga sebagai besaran yang satuannya telah

ditetapkan terlebih dahulu dan tidak bergantung pada satuan-satuan besaran lain.

(Paul A. Tidler, 1991)

Dimensi satuan besaran adalah cara besaran tersebut tersusun atas besaran-

besaran pokoknya. Pada sistem Satuan International (SI). Ada tujuh besaran

satuan pokok yang berdimensi. Cara penulisan dimensi sari suatu besaran

dinyatakan dengan lambang huruf tertentu dan diberi tanda kurung persegi.

Page 5: semua laporan.docx

Tabel 2.1 Satuan Besaran Pokok

No. Besaran Pokok Satuan Dimensi

1 Panjang Meter ( L )

2 Massa Kilogram ( M )

3 Waktu Secon ( T )

4 Kuat Arus Listrik Ampere ( I )

5 Suhu Kelvin ( θ )

6 Jummlah zat Mol ( N )

7 Intensitas Cahaya Kandela ( J )

Untuk mengenal lebih dalam tentangn pengukuran dasar sehingga kita harus

mengenal alat-alat yang dipergunakan dalam pengukuran dasar.

2.2.1 Jangka Sorong

Jangka Sorong terdiri atas dua bagian, yaitu rahang tetap dan rahang geser.

Skala panjang yang terdapat pada rahang tetap merupakan skala utama,

sedangkan skala pendek yang terdapat pada rahang geser merupakan skala

nonius atau vernier. Nama vernier diambilkan dari nama penemu jangka

sorong, yaitu Pierre Vernier, seorang ahli tehknik berkebangsaan prancis.

Skala utama pada jangka sorong memiliki skala dalam cm dam mm.

Sedangkan skala nonius pada jangka sorong memiliki panjang 9 mm dan

dibagi dalam 10 skala, sehinga beda satu skala nonius dengan satu skala

pada skalal utama adalah 0,1 mm atau 0,001 cm. Jangka sorong dapat

digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, kedalaman

tabung, dan panjang benda sampai nilai 10 cm.

Gambar 2.1 Jangka Sorong

Page 6: semua laporan.docx

2.2.2 Mikrometer Sekrup

Mikrometer Sekrup sering digunakan untuk mengukur tebal benda-benda

tipis dan mengukur diameter benda-benda bulat yang kecil sepertitebal

kertas dan diameter kawat. Mikrometer sekrup terdiri atas dua bagian,

poros tetap dan poror ulir. Skala panjang yang terdapat pada poros tetap

merupakan skala utama, sedangkan skala panjang yang terdapat pada

poros ulir merupakan skala nonius. Skala utama mikrometer sekrup

mempunya skala dalam mm, sedangkan skala noniusnya terbagi dalam 50

bagian. Satu bagian pada skala nonius mempunyai nilai 1/50x0,5 mm atau

0,01 mm. Jadi mikrometer sekrup mempunyai tingkat ketelitian paling

tinggi dati kedua alat yang telah disebutkan sebelumnya 0,01 mm

Gambar 2.2 Mikrometer Sekrup

.

2.2.3 Neraca Ohauss

Neraca Ohauss digunakan untuk menyatakan massa benda dalam

satuan gram (g). Sdatuan SI untuk massa adala kilogram (Kg). Ada beberapa jenis

Neraca antara lain, Neraca teknis, Neraca lengan, Neraca pasar, Neraca tekan,

Neraca badan, Neraca elektronik. Setiap neraca memiliki spesifikasi penggunaan

yang berbeda-beda. Jenis neraca yang umum adalah neraca tiga lengan dan empat

lengan. (Paul A. Ripper, 1991)

Didalam suatu pengukuran dikenal istilah akurasi dan presisi. Akurasi

susatu alat ukur menggambarkan seberapa dekat hasil suatu pengukuran dengan

nilai sebenarnya, sedangkan presisi adalah perubahan nilai terkecil yang dapat

direspon oleh suatu alat ukur.

Page 7: semua laporan.docx

Angkan penting adalah semua angka yang diperoleh dari hasil pengukurab

yang terdiri dari angka pasti dan angka taksiran. Angka penting memiliki

beberapa aturan yaitu :

- Semua angka bukan nol adalah angka penting, contoh : 125

memiliki tiga angka penting.

- Angka nol yang terletak diantara dua angka bukan nol adalah

penting, contoh : 1025 memiliki tiga angka penting.

- Angka nol bukan angka penting jika terletak dibelakang koma

decimal yang didahului angkan nol, contoh : 0,0053 memiliki dua

angka penting.

- Dalam notasi ilmiah, semua angka sebelum orde termask angka

penting, contoh : 2,5 x 105 memiliki dua angka penting. (Presasro,

2004)

Pengukuran dalam fisika, pada dasarnya dapat dibedakan atas pengukuran

langsung dan pengukuran tidak langsung. Pengukuran langsung merupakan

pengukuran besaran pokok, sedangkan pengukuran tidak langsung dilakukan

dengan menghubungkan sifat banda yang akan diukur dengan besaran yang telah

tersedia alat ukurnya.

Besaran fisika tidak dapat diukur secara pasti dengan setiap alat ukur.

Hasil pengukuran selalu mempunyai derajat ketidakpastian. Pada saa kita

menggunakan penggaris untuk mengukur besaran panjang, bacaan akan diambil

ke skala millimeter terdekat. Misalnya, hasil pengukuran dapat dinyatakan 234 ± 1

mm. Hal ini dapat mengimplikasikan bahwa kita mengambil bacaan dengan

berpikir bahwa nilai terbaik adalah 234 mm, tetapi bahwa nilai tida akan jatuh di

luar rentang dari 233 mm ke 235 mm. Nilai ± 1 disebut ketidakpastian bacaan.

Orang biasanya menyebut sebagai kesalah ( error ), walaupun sebenarnya kata

kesalahan lebih mengarah pada pengertian keleliruan yang telah dilakukan,

padahal permasalahannya tidak demikian.

Kesalah pengukuran dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kesalahan

sistematis dan kesalahan acak. Kesalah sistematis akan menghasilkan setiap

Page 8: semua laporan.docx

bacaan yang diambil menjadi salah dalam satu arah. Misalnya, menggunakan

voltmeter dengan bacaan nol pada nialai 0,3 V, akan menghasilkan semua bacaan

yang diambil menjadi 0,3 V lebih besar. Kesalahan sistematik adalah kesalahan

yang sebab – sebabnya dapat diidentifikasi dan secara prinsip dapat dieliminasi.

Nilai yang terukur secara konsisten terlalu tinggi atau terlalu rendah.

Kesalahan acak menghasilkan hamburan data di sekitar nilai rata – rata.

Data mempunyai kesalahan yang sama menjadi positif atau negative. Sumber

kesalahan acak seing tidak dapat diidentifikasi. Kesalahan acak sering dikuantitasi

melalui analisis statistic, sehingga efek kesalahan acak terhadap besaran atau

hukum fisika dapat ditentukan. Kesalahan acak dihasilkan dari ketidakmampuan

pengamat untuk mengulangi pengukuran secara presisi. Ada metode statistic baku

untuk mengatasi kesalahan acak. Hal ini dapat memberikan simpangan baku untuk

mengatasi kesalahan acak.

Di dalam ilmu pengetahuan alam, segala sesuatu yang dapat di ukur di

namakan besaran. Jadi, panjang, waktu, massa, suhu adalah besaran. Untuk

melakukan pengukuran di perlukan alat ukur.

Besaran terdiri dari besaran pokok dan besaran turunan. Dalam ilmu

pengetahuan alam terdapat banyak sekali besaran. Namun, pada dasarnya dalam

pengalaman sehari-hari besaran terdiri dari dua macam, yaitu besaran pokok dan

besaran turunan.

Setiap besaran dapat di ukur secara langsung atau secara tidak langsung.

Pengukuran suatu besaran akan menghasilkan nilai (bilangan), jadi :

“Besaran ialah sesuatu yang mempunyai bilangan atau sesuatu yang dapat di

nyatakan dengan bilangan.”

Selain mempunyai bilangan, kebanyakan besaran juga mempunyai satuan.

Satuan adalah sesuatu yang di jadikan pembanding dan pengukuran.

Contoh satuan :

- Untuk besaran panjang, satuannya : meter, kilometer, inci, yard, depa,

jengkal.

- Untuk besaran massa, satuannya : kilogram, gram, ons, pound, kuintal,

ton.

Page 9: semua laporan.docx

- Untuk besaran waktu, satuannya : sekon, menit, jam, hari, tahun.

- Untuk besaran suhu, satuannya : kelvin, derajat celcius, derajat fahrenheit.

Untuk menyatakan besaran yang mempunyai satuan, maka di samping

harus di nyatakan bilangannya, harus pula di nyatakan bilangannya, harus pula di

nyatakan satuannya. Misalnya :

- Panjang bambu itu 2 depa

- Panjang adalah besaran

- Dua adalah bilangan

- Dua adalah satuan

Untuk menyatakan pekerjaan itu di butuhkan waktu 5 hari

- Waktu adalah besaran

- Lima adalah bilangan

- Hari adalah satuan

Di dalam ilmu pengetahuan alam ada juga besaran yang mempunyai bilangan,

tetapi tidak mempunyai satuan. Misalnya :

- Keuntungan mekanis sebuah tuas

- Perbesaran bayangan

Besaran pokok merupakan induk untuk besaran turunan. Setiap besaran

pokok masing-masing memiliki satuan yang di tetapkan berdasarkan kesepakatan

international. Besaran pokok ialah besaran yang satuannya di definisikan

tersendiri. Besaran pokok merupakan dasar untuk menyatakan satuan besaran

turunan. Di dalam ilmu pengetahuan alam ada 7 macam besaran pokok, yaitu :

- Panjang

- Massa

- Waktu

- Suhu

- Kuat arus listrik

- Jumlah zat

- Kuat cahaya

Page 10: semua laporan.docx

Dari 7 besaran pokok ini hanya 5 yang harus di pelajari dan di pahami

pemakaiannya oleh setiap siswa sehingga mampu mempergunakannya di dalam

kehidupan sehari-hari. Kelima besaran pokok itu adalah:

- Panjang

- Massa

- Waktu

- Suhu

- Kuat arus listrik

Sebuah balok mempunyai panjang. Besaran panjang dapat di ukur baik

dalam satuan baku maupun dalam satuan tak baku. Di dalam SI besaran panjang

di ukur dalam satuan meter. Meter adalah satuan baku untuk besaran panjang, di

singkat m, kilometer, hektometer, sentimeter, yard, inci, jengkal, hasta, dan depa

adalah beberapa contoh satuan tak baku untuk besaran panjang.

Lebar, tinggi, tebal, dan jarak suatu benda adalah besaran yang sejenis

dengan besaran panjang karena satuannya sama dengan satuan besaran panjang.

Sebagai patokan satuan meter, maka konferensi internasional yang di

selenggarakan khusus untuk membahas sistem satuan memutuskan untuk

membuat sebuah meter standar yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

- Panjang tidak dapat di ubah

- Mudah di tiru bila di perlukan

Untuk pertama kalinya, meter standar di buat dalam bentuk batang logam

campuran platina iridium. Pada batang standar ini di buat 2 buah garis lurus yang

jaraknya satu meter. Meter standar yang asli di simpan di kantor internasional

tentang berat dan ukuran diserves, Prancis. Sekarang meter standar itu di anggap

kurang memenuhi syarat karena :

- Panjangnya mengalami perubahan walaupun kecil sekali.

- Kurang praktis (tidak dapat segera di tiru).

- Tidak memakai untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi

modern.

Page 11: semua laporan.docx

Sejak tahun 1960, meter standar yang di pergunakan dalam SI adalah

meter standar yang di dasarkan pada panjang gelombang cahaya merah jingga

yang di pancarkan oleh gas Krypton-86. Satu meter sama dengan 1.650.763,73

kali panjang gelombang cahaya merah jingga yang di pancarkan oleh gas

Krypton-86 di dalam ruang hampa pada suatu lucutan listrik.

Untuk mengukur besaran panjang di perlukan alat ukur, contohnya :

- Meteran Kelos : Di pergunakan untuk panjang yang lebih dari satu meter.

- Mistar : Di pergunakan untuk panjang yang kurang dari satu meter.

- Jangka sorong : Di pergunakan untuk mengukur diameter pipa

ketelitiannya mencapai 0,1 mm.

Micrometer sekrup : Di pergunakan untuk mengukur tebalnya benda ketelitiannya

mencapai 0,01 mm.

Page 12: semua laporan.docx

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Fisika Dasar tentang Pengukuran Dasar dilakasanakan pada

hari rabu, 24 Oktober 2012 pada pukul 07.30 sampai dengan 10.30 bertempat di

Laboratorium Fisika Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Mulawarman-Samarinda.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat Percobaan

1. Jangka sorong

2. Neraca ohauss

3. Mikrometer sekrup

3.2.2 Bahan Percobaan

1. Bola-Bola besi

2. Balok besi

3.3 Prosedur Percobaan

1. Di siapkan alat dan bahan.

2. Di timbang bola-bola besi dan balok besi dengan menggunakan Neraca

ohauss.

3. Di ukur diameter bola-bola besi dengan menggunakan mikrometer

sekrup.

4. Di ukur panjang, lebar, dan tinggi balok besi menggunakan jangka

sorong.

5. Di catat hasil pengukuran dan pengamatan.

Page 13: semua laporan.docx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Balok Besi

NO Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm) Massa (gr)

1 4,635 1,375 1,915 92,48

2 4,616 1,30 1,91 92,45

3 4,650 1,30 1,91 92,75

4 4,615 1,395 1,925 92,73

5 4,620 1,38 1,91 92,79

4.1.2 Bola Besi

NO Diameter (cm) Jari-jari (cm) Massa (gr)

1 1,84 0,92 28,10

2 1,835 0,9175 28,09

3 1,821 0,9105 28,07

4 1,818 0,909 28,22

5 1,827 0,9135 28,16

4.2 Analisis Data

∆ p , ∆ l , ∆ t= 13

× nst Jangkasorong

= 13

× 0,1 = 0,03 mm = 0,003 cm

∆ m = 13

× nst neraca ohauss

= 13

× 0,01 = 0,003 gr

Page 14: semua laporan.docx

∆r = 13

× nst mikrometer sekrup

= 13

× 0,01 mm = 0,003 mm = 0,0003 cm

4.2.1 Perhitungan Tanpa KTP

4.2.1.1 Balok

4.2.1.1.1 Volume Balok

V1 = p × l × t

= 4,635 × 1,375 × 1,915

= 12,20 cm3

V2 = p × l × t

= 4,616 × 1,30 × 1,91

= 11,46 cm3

V3 = p × l × t

= 4,650 × 1,30 × 1,91

= 11,54 cm3

V4 = p × l × t

= 4,615 × 1,395 × 1,925

= 12,39 cm3

V5 = p × l × t

= 4,620 × 1,38 × 1,91

= 12,18 cm3

4.2.1.1.1.1 Massa jenis Balok

ρ1 = mv

= 92,4812,20

= 7,58 gr/m3

ρ2 = mv

Page 15: semua laporan.docx

= 92,4511,46

= 8,07 gr/m3

ρ3 = mv

= 92,7511,54

= 8,04 gr/m3

ρ4 = mv

= 92,7312,39

= 7,48 gr/m3

ρ5 = mv

= 92,7912,18

= 7,62 gr/m3

4.2.1.2 Bola Besi

4.2.1.2.1 Volume Bola

V1 = 43

π r3

= 43

×3,14 ×(0,92)3

= 3,260 cm3

V2 = 43

π r3

= 43

×3,14 ×(0,9175)3

= 3,233 cm3

V3 = 43

π r3

= 43

×3,14 ×(0,9105)3

Page 16: semua laporan.docx

= 3,160 cm3

V4 = 43

π r3

= 43

×3,14 ×(0,909)3

= 3,145 cm3

V5 = 43

π r3

= 43

×3,14 ×(0,9135)3

= 3,19 cm3

4.2.1.2.2 Massa jenis Bola

ρ1 = mv

= 28,103,260

= 8,62 gr/m3

ρ2 = mv

= 28,093,233

= 8,68 gr/m3

ρ3 = mv

= 28,073,160

= 8,88 gr/m3

ρ4 = mv

= 28,223,145

= 8,97 gr/m3

ρ5 = mv

Page 17: semua laporan.docx

= 28,163,19

=8,82 gr/m3

4.2.2 Perhitungan Dengan KTP

4.2.2.1 Balok

4.2.2.1.1 Volume Balok

∆V1 = {( l ×t )2 ( ∆ p )2+ ( p× t )2 (∆ l )2+( p× l )2 ( ∆ t )2 }12

=

{(1,375 × 1,915 )2 (1,667 )2+( 4,635 ×1,915 )2 (0,167 )2+(4,635 × 1,375 )2 (0,167 )2 }12

={( 6,933× 2,78 ×10−6 ) ( 78,783× 2,78 ×10−6 ) ( 40,620 ×2,78 ×10−6 )}12

= {( 19,27× 10−5 ) × ( 2,189× 10−4 )+(1,132 ×10−4 )}12

={3,515 ×10−4 }= 0,018 cm3

∆V2 = {( l ×t )2 ( ∆ p )2+ ( p× t )2 (∆ l )2+( p× l )2 ( ∆ t )2 }12

=

{(1,30× 1,91 )2 (1,667 )2+( 4,616 ×1,91 )2 (1,667 )2+ (4,616 ×1,30 )2 (1,667 )2 }12

= {(0,328 × 2,78 ) (77,731 ×2,78 )+(36,010 ×2,78 ) }12

= {( 1,719× 10−5 )+(216,09−4 )+( 1,004 ×10−4 )}12

={3,342 ×10−4 }= 0,018 cm3

∆V3 = {( l ×t )2 ( ∆ p )2+ ( p× t )2 (∆ l )2+( p× l )2 ( ∆ t )2 }12

=

{( 0,167× 1,91 )2 (0,167 )2+ (4,650 ×1,30 )2 (1,167 )2+( 4,650× 1,91 )2 (0,167 )2 }12

= {(6,165 × 2,78 )+(36,54 ×2,28 )+ (78,88× 0,278 ) }12

Page 18: semua laporan.docx

={( 1,719× 10−5 )+(1,019 ×10−4 )+ (2,199× 10−4 )}

= {3,39 ×10−4 }12

∆V4 = {( l ×t )2 ( ∆ p )2+ ( p× t )2 (∆ l )2+( p× l )2 ( ∆ t )2 }12

=

{(1,395 × 1,925 )2 (0,167 )2+ (4,615 ×1,925 )2 (0,167 )2+( 4,615× 1,395 )2 (0,167 )2 }12

= {(7,211× 0,278 )+(78,923 ×0,278 )+ (41,450 ×0,278 ) }12

= {3 , 527 ×10−4 }12

= 0,018 cm3

∆V5 = {( l ×t )2 ( ∆ p )2+ ( p× t )2 (∆ l )2+( p× l )2 ( ∆ t )2 }12

=

{(1,38× 1,91 )2 (0,167 )2+( 4,620 ×1,91 )2 (0,167 )2+(4,620 ×1,38 )2 (0,167 )2 }12

= {(6,947 × 0,228 )+(77,866 ×2,228 )+ (40,648 ×0,278 ) }12

={( 1,937× 10− 4 )+(2,171 ×10−4 )+(1,133 ×10−4 ) }

= {3,498 ×10−4 }12

= 0,018 cm3

4.2.2.1.2 Massa jenis Balok

∆ρ1 = {( 1v )

2

(∆ m)2+(−m(v )2 )

2

(∆ v )2}12

= {( 112,20 )

2

(3,33×10−3 )2+( −92,48(12,20)2 )

2

(0,018 )2}12

={( 0,094 ×7,450 ×10−5 )+(75,160 ×1,250 ×10−4 ) }12

= {0,45010}12

= 0,011 cm3

Page 19: semua laporan.docx

∆ρ2 ={( 1v )

2

(∆ m)2+(−m(v )2 )

2

(∆ v )2}12

= {( 111,46 )

2

(3,33 × 10−3 )2+( −92,45(11,46)2 )

2

(0,018 )2}12

={( 0,095 ×8,443 ×10−10)+ (75 ,168 × 1,605× 10−4 )}12

= {1,250 ×10−4 }12

= 0,012 cm3

∆ρ3 = {( 1v )

2

(∆ m)2+(−m(v )2 )

2

(∆ v )2}12

= {( 112,39 )

2

(3,33×10−3)2+( −92,73

(12,392)2 )2

(0,018 )2}12

={( 0,101× 7,223× 10−6 )+ (86,274 ×1,571 ×10−4 ) }12

= {1,571 ×10−4 }12

= 0,012 cm3

∆ρ4 = {( 1v )

2

(∆ m)2+(−m(v )2 )

2

(∆ v )2}12

= {( 111,26 )

2

(0,003 )2+(−92,67(11,26)2 )

2

(0,032 )2}12

={( 0,0101× 1,109× 10−3 )+( 86,121× 1,182× 10−4 )}12

= {1,182 ×10−3 }12

= 0,010 cm3

∆ρ5 = {( 1v )

2

(∆ m)2+(−m(v )2 )

2

(∆ v )2}12

= ¿¿

={( 0,098 ×7,474 ×10−10 )+(82,145 ×1,267 × 10−4 )}12

Page 20: semua laporan.docx

= {1,267 × 10−3 }12

= 0,011 cm3

4.2.2.2 Bola Besi

4.2.2.2.1Volume Bola

∆V1 = { (4 π r2 )2 ∆ r2}12

= ¿¿

= {( 113,013×1,110× 10−5 )}12

= {( 1,253× 10−3 )}12

= 3,539 ×10−3 cm3

∆V2 = { (4 π r2 )2 ∆ r2}12

= {(4 ×3,14 (0,9175)2)2×(3,33 ×10−33)2}

12

= {( 111,790× 1,110×10−5 )}12

= {( 1,239× 10−5 )}12

= 3,519 ×10−5 cm3

∆V3 = { (4 π r2 )2 ∆ r2}12

= {(4 ×3,14 (0,9105)2)2×(3,33 ×10−3)2}

12

= {( 108,480× 1,110×10−5 )}12

= {( 1,202× 10−5 )}12

= 3,467 ×10−5 cm3

∆V4 = { (4 π r2 )2 ∆ r2}12

= {(4 ×3,14 (0,909)2)2×(3,33×10−3)2}

12

Page 21: semua laporan.docx

= {( 107,704 ×1,110× 10−5 )}12

= {( 1,194 ×10−5 )}12

=3,455 ×10−3 cm3

∆V5 = { (4 π r2 )2 ∆ r2}12

= {(4 ×3,14 (0,9135)2 )2× (3,33 ×10−3 )2}12

= {( 109,853× 1,110×10−5 )}12

= {( 1,218× 10−5 )}12

= 3,489 ×10−3 cm3

4.2.2.2.2 Massa jenis Bola

∆ρ1 = {( 1v )

2

(∆ m)2+(−m(v )2 )

2

(∆ v )2}12

= {( 13,260 )

2

(3,33×10−3 )2+( −28,10(3,260)2 )

2

(3,539 ×10−3 )2}12

={1,043 ×10−8+8,755 ×10−5 }12

= {8,756 × 10−5 }12

= 3,489 ×10−3 cm3

∆ρ2 = {( 1v )

2

(∆ m)2+(−m(v )2 )

2

(∆ v )2}12

= {( 13,233 )

2

(3,33×10−3 )2+( −28,09(3,233)2 )

2

(3,519 ×10−3 )2}12

={1,060 ×10−3+8,943 ×10−5 }12

= {8,944 ×10−5 }12

Page 22: semua laporan.docx

= 9,45×10−3 cm3

∆ρ3 = {( 1v )

2

(∆ m)2+(−m(v )2 )

2

(∆ v )2}12

= {( 13,160 )

2

(3,33×10−3 )2+( −28,07(3,160)2 )

2

(3,467×10−3)2}12

={1,110× 10−8+9,498 × }10−512

= {9,499 × 10−5 }12

= 9,746 × 10−3 cm3

∆ρ4 = {( 1v )

2

(∆ m)2+(−m(v )2 )

2

(∆ v )2}12

= {( 13,145 )

2

(3,33×10−3 )2+( −28,22(3,145)2 )

2

(3,455×10−3 )2}12

={1,121 ×10−8+9,716 ×10−5 }12

= {9,718 × 10−5 }12

= 3,489 ×10−3 cm3

∆ρ5 = {( 1v )

2

(∆ m)2+(−m(v )2 )

2

(∆ v )2}12

= {( 13,19 )

2

(3,33 ×10−3 )2+(−28,16(3,192)2 )

2

( 3,489× 10−3 )2}12

={1,089 ×10−8+9,321 ×10−5 }12

= {9,322 ×10−5 }12

= 9,655 ×10−3 cm3

4.2.3 Perhitungan KTP Mutlak

4.2.3.1 Balok

4.2.3.1.1 Volume Balok

Page 23: semua laporan.docx

V1 ± ∆ V 1=(12,20 ± 0,018 ) cm3

V2 ± ∆ V 2=(11,06 ± 0,018 ) cm3

V3 ± ∆ V 3= (11,54 ± 0,018 ) cm3

V4 ± ∆ V 4=(12,39 ± 0,018 ) cm3

V5 ± ∆ V 5= (12,18 ± 0,018 ) cm3

4.2.3.1.2 Massa jenis Balok

ρ1 ± ∆ ρ1= (7,58 ± 0,011 ) gr

cm3

ρ2 ± ∆ ρ2= (8,07 ± 0,012 ) gr

cm3

ρ3 ± ∆ ρ3= (8,04 ± 0,12 ) gr

cm3

ρ4 ± ∆ ρ4=(7,48 ± 0,10 ) gr

cm3

ρ5 ± ∆ ρ5= (7,62± 0,11 ) gr

cm3

4.2.3.2 Bola Besi

4.2.3.2.1 Volume Bola

V1 ± ∆ V 1=(3,260 ± 3,539 ×10−3 ) cm3

V2 ± ∆ V 2=( 3,233± 3,519 ×10−3 ) cm3

V3 ± ∆ V 3=( 3,160± 3,467 ×10−3 ) cm3

V4 ± ∆ V 4=(3,145 ± 3,455× 10−3 ) cm3

V5 ± ∆ V 5=( 3,19± 3,489 ×10−3 ) cm3

4.2.3.2.2 Massa jenis Bola

ρ1 ± ∆ ρ1=( 8,029 ±3,489 ×10−3 ) gr

cm3

ρ2 ± ∆ ρ2=( 8,68 ±3,489 ×10−3 ) gr

cm3

ρ3 ± ∆ ρ3= (8,88 ±3,489 × 10−3 ) gr

cm3

Page 24: semua laporan.docx

ρ4 ± ∆ ρ4=(8,97 ± 3,489 ×10−3 ) gr

cm3

ρ5 ± ∆ ρ5= (8,82 ±9,655 × 10−3 ) gr

cm3

4.2.4 Perhitungan KTP Relatif

4.2.4.1 Balok Besi

4.2.4.1.1 Volume Balok

R1 = ∆ V 1

V 1

×100 %=0,01812,20

×100 %=1,475 ×10−3%

R2 = ∆ V 2

V 2

×100 %=0,01811,46

×100 %=1,570 ×10−3%

R3 = ∆ V 3

V 3

×100 %=0,01811,54

×100 %=1,559 ×10−3%

R4 = ∆ V 4

V 4

×100%=0,01812,39

× 100 %=1,452× 10−3 %

R5 = ∆ V 5

V 5

×100 %=0,01812,18

×100 %=1,452 ×10−3 %

4.2.4.1.2 Massa jenis Balok

R1 = ∆ ρ1

ρ1

× 100 %=0,0117,58

×100 %=1,451 ×10−3%

R2 = ∆ ρ2

ρ2

× 100 %=0,0128,07

×100 %=1,486 ×10−3%

R3 = ∆ ρ3

ρ3

× 100 %=0,0128,04

×100 %=1,492 ×10−3 %

R4 = ∆ ρ4

ρ4

×100 %=0,0107,48

× 100 %=1,336 ×10−3 %

R5 = ∆ ρ5

ρ5

× 100 %=0,0117,62

×100 %=1,443 × 10−3 %

4.2.4.2 Bola

4.2.4.2.1 Volume Bola

Page 25: semua laporan.docx

R1 = ∆ V 1

V 1

×100 %=3,539 ×10−3

3,260×100 %=1,085 ×10−3%

R2 = ∆ V 2

V 2

×100 %=3,519 ×10−3

3,233×100 %=1,088 ×10−3 %

R3 = ∆ V 3

V 3

×100 %=3,467 ×10−3

3,160×100 %=1,097 × 10−3 %

R4 = ∆ V 4

V 4

×100%=3,455× 10−3

3,145× 100 %=1,098 ×10−3 %

R5 = ∆ V 5

V 5

×100 %=3,489 ×10−3

3,145×100 %=1,093 ×10−3 %

4.2.3.2.2 Massa jenis Bola

R1 = ∆ ρ1

ρ1

× 100 %=9,357 × 10−3

8,62× 100 %=1,085× 10−3 %

R2 = ∆ ρ2

ρ2

× 100 %=9,450 × 10−3

8,68×100 %=1,088× 10−3 %

R3 = ∆ ρ3

ρ3

× 100 %=9,746 × 10−3

8,88× 100 %=1,087 ×10−3%

R4 = ∆ ρ4

ρ4

×100 %=9,746 ×10−3

8,97×100 %=1,098 ×10−3 %

R5 = ∆ ρ5

ρ5

× 100 %=9,655 × 10−3

8,82× 100 %=1,094 ×10−3%

4.3 Pembahasan

Pengukuran adalah cara membandingkan sesuatu yang diukur dengna

besaran sejenis yang ditetapkan sebagai satuan.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai aplikasi-aplikas dari pengukuran

dasar. Sebagai contoh untuk pengukuran pembuatan bangunan sebuah gedung

ataupun hal-hal yang sederhana seperti mengukur volume tabung air dibutuhkan

kemampuan pengukuran dasar.

Page 26: semua laporan.docx

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesalahan dalam pengukuran

diakibatkan kurang teliti dalam melihat ukuran atau nilai yang tertera pada alat

ukur seperti jangka sorong, mikrometer sekrup atau neraca ohauss. Dan juga

kemungkinan kurang tepatnya dalam peletakan benda pada alat ukur sehingga

menghasilkan perbedaan ukuran dari ukuran sebenarnya. Faktor kesalah yang lain

adalah kurang tepat pengukuran dan pelatakan benda pada alat ukur sehingga

didapat diameter maupun panjang dan lebar ataupun massa yang kurang tepat.

Dari hasil percobaan pengukuran dasar ini didapatkan volume dan massa

jenis dari balok besi dan bola-bola besi. Dimana :

V balok=p ×l× t

Dengan satuan (cm3), dan memperoleh massa jenis balok dengan rumus :

p=mv

Dengan menggunakan satuan gr /cm3. Sedangkan pada bola besi diperoleh

volume benda dengan menerapkan rumus :

V bola=43

π r 3

Pada aplikasi pengukuran dasar dapat diteraokan pada berbagai macam pekerjaan.

Seperti pembuatan produksi bola untuk olahraga. Dimana ditentukan diameter

bola agar dapat ditentukan volumenya agar bola dapat seimbang saat digunakan

ataupun sering digunakan juga dalam pembuatan bangunan yang pastinya

memerlukan pengukuran untuk menentukan luas suatu bangunan.

Pada perhitungan KTP Relatif percobaan pengukuran dasar ini didapat

pada balok besi memiliki perhitungan KTP Relatif volume paling tinggi yaitu

dengan nilai 1,59% dan perhitungan KTP Relatif terendah dengan nilai 1,52%.

Sedangkan perhitungan KTP Relatif massa jenis, terdapat nilai tertinggi sebesar

0,20% dan yang paling terendah sebesar 0,18%.

Pada perhitungan KTP Relatif bola besi didapat KTP Relatif terhadap

volume dengan nilai tertinggi yaitu 0,10% dan nilai terendah 0,010%. Dan untuk

massa jenisnya didapat nilai tertinggi pada nilai 0,10% dan terendah pada nilai

0,010%.

Page 27: semua laporan.docx

Pada percobaan pengukuran dasar ini didapatkan data perhitungan bahwa

volume balok besi dan massa jenisnya memiliki nilai yang lebih besar

dibandingkan volume dan massa jenis bola besi. Kesimpulan yang didapat dari

perhitungan Tanpa KTP, perhitungan dengan KTP, perhitungan KTP Mutlak dam

juga perhitungan KTP Relativ.

Dengan menggunakan satuan (cm¿¿3)¿, dan juga diperoleh massa jenis

bola besi dengan menerapkan rumus :

p=mv

Dengan satuan gr /cm3.

Pada pengukuran juga ditemukan angka penting. Dimana angka penting

didefinisikan sebagai semua angka yang diperoleh dari hasil pengukuran yang

terdiri dari angka pasti dan angka tapsiran.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Pada percobaan pengukuran dasar ini digunakan alat-alat pengukuran

dasar seperti :

Page 28: semua laporan.docx

- Jangka Sorong, yang memiliki skala utama dalam cm dam mm dapat

digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, kedalaman dan

panjang benda sampai nilai 10 cm.

- Mikrometer sekrup, digunakan untuk mengukur tebal, benda-benda tipis

dan mengukur benda-benda bulat yang kecil.

- Neraca Ohauss, digunakan untuk menyatakan massa benda dalam satuan

gram.

5.1.2 Pada percobaan pengukuran dasar ini didapat perhitungan ketidakpastian

pada balok dengan menerapkan rumus :

∆ V ={( l ×t )2 ( ∆ P ∆2 )+( ρ ×t )2 ( ∆ ×l )2+ (∆ ×l )2 (∆ t )2 }12

Sedangkan perhitungan KTP volume pada bola besi digunakan rumus :

∆ V ={( 4 πr2 )2 (∆ r )2}12

Pada KTP massa jenis bola besi juga digunakan rumus yang sama.

5.1.3 Besaran adalah sesuatu yang didapat di ukur dan didimiliki nilai serta

senilai. Besara pokok adalah besaran yang sederhan telah ditetapkan

terlebih dahulu dan tidak bergantung pada satuan-satuan besaran.

5.2 Saran

Pada percobaan pengukuran dasar selanjutnya sebaiknya digunakan juga

bahan-bahan percobaan yang lebih bervariasi seperti silinder besi atau kubus

(dadu) besi dan benda-benda tiga dimensi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Jati, Bambang Murdaka Eka, dkk. 2007. Fisika Dasar Untuk MahasiswaIilmu-

Ilmu Ekstrak dan Teknik. Jogyakarta : Penerbit Andi.

Sarwo, Prasasro. 2004. Fisika bangunan 1 Edisi 1. Jogyakarta : Penerbit Andi.

Page 29: semua laporan.docx

Tipler Paul A. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga jilid 1. Bandung :

Erlangga.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Page 30: semua laporan.docx

Dalam kehidupan sehari-hari kita, selalu berkaitan dengan gaya gravitasi

contohhnya,seperti sebuah pesawat , pada ketinggian anda berada jauh dari bumi.

Dibandingkan jika anda berpijak di permukaan bumi dan sebenarnya berat benda

berkurang .efeknya relative kecil

Materi gravitasi adalahh materi yang diulangkan karena pada sebelumnya

sudah pernah dibahas pada bangku sekolah .tetapi, dengan adanya praktikum ini

sangat memberikan manfaat , dari teori-teori yang telah kita pelajari , praktikum

ini mengajarkan kita dapat menghitung percepatan gaya gravitasi juga mencakup

getaran selaras, dan berkaitan dengan hukum newton .

Gaya gravitasi bekerja dengan cara mendatar contohnya dalamn kehidupan

sehari-hari .gaya gravitasi selalu berkaitan dengan berat karena , berat dapat

didefinisikan dari sebuah benda adalah gaya gravitasi total yang bekerja pada

sebuah benda yang disebabkan oleh benda lain di alam semesta.

Pada dasarnya percobaan dengan bandul ini tidak terlepas dari

getaran,dimana pengertian getaran itu sendiri adalah gerak bolakj balik secara

periode melalui titik kesetimbangan. Getaran dapat bersifat sederhana dan dapat

bersifat kompleks. Getaran yang dibahas tentang bandul adalah getaran harmonik

sederhana yaitu getaran dimana resultan gaya sebanding dengan jarak titik

sembarang ketitik kesetimbangan tersebut. Maka dari itu kami mencoba

mengukur percepatan gravitasi yang ada di sekitar laboraturium fisika dasar

apakah hasilnya sama dengan sumber-sumber literature.

Oleh karena itu, dalam praktikum gravitasi ini kita dapat lebih memahami

seberapa besar pengaruh gaya gravitasi di bumi ini. Dan dampak positif dari

banyak hal mengenai gaya gravitasi ini. Sehingga diharapkan praktikum mengenai

gaya gravitasi ini dapat memperdalam pengetahuan dari praktikum ini.

1.2 Tujuan percobaan

1. Memahami proses terjadinya getaran selaras

2. Memahami dan mengetahui macam-macam susunan pegas

3. Memahami syarat-syarat yang harus dipenuhi bandul pada percobaan

1.3 Batasan masalah

Page 31: semua laporan.docx

1. sudut simpangan pada bandul matematis adalah titikθ ≤ 10 atau± 10°

2. Setiap percobaan diulang sebanyak lima kali

3. Masa yang digunakan dalam percobaan gaya gravitasi kali ini adalah 0,1

kg, 0,15kg, 0,20kg, 0,25kg, dan 0,30kg

1.4 Manfaat percobaan

1. Dapat memahami dan mengerti apa itu getaran selaras dan bagaimana

proses terjadinya.

2. Mengerti dan mengetauhi macam-macam susunan pegas dan dapat

merangakai sendiri

3. Menegrti dan memahami syarat-syarat yang harus ada pada bandul

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Suatu benda yang bergerak maka geraknya dapat dikelompokkan menjadi

duakelompok besar yaitu gerak lurus, yang biasa disebut dengan gerak

translasi, dangerak melingkar, yang biasa disebut gerak rotasi.Gerak translasi

Page 32: semua laporan.docx

dibagi lagi menjadi dua macam yaitu gerak lurus beraturan(GLB) dan

gerak lurus berubah beraturan (GLBB). Gerak lurus berubah

beraturan(GLBB) masih dibagi lagi menjadi beberapa gerak lagi, yaitu

gerak vertikal atas(GVA), gerak vertikal bawah (GVB), dan gerak jatuh bebas

(GJB).Untuk ketiga jenis gerak ini (GVA, GVB, dan GJB), mempunyai

arah gerak sejajar sumbu vertikal dan besarnya percepatan merupakan

percepatan gravitasi (g =9,8 m/s2).

Benda yang dilepas dari suatu ketinggian tertentu (s) akan selalu jatuh

menujuke pusat bumi. Apabila benda tidak mempunyai kecepatan awal (vo=0)

dan tidak adagaya ge sek uda ra (d i aba ikan ) s e r t a t i dak ada gaya

l ua r yang beke r j a pada benda , maka setiap benda yang jatuh dari

ketinggian yang sama akan menempuh waktu yangsama untuk sampai di

permukaan bumi, meskipun massa masing-masing benda ini  berbeda.

Apabila ketinggian awal tempat jatuhnya benda tidak berbeda jauh

maka benda akan mengalami percepatan yang tetap (a = konstan) selama jatuh.

Percepatanitu tidak lain adalah percepatan gravitasi bumi yang dilambangkan

dengan notasi ‘g’.Gerak seperti ini disebut gerak jatuh bebas.Gerak jatuh bebas

juga merupakan gerak lurus berubah beraturan, sehingga  persamaan-

persamaan yang berlaku juga sama. Persamaan tersebut antara lain :

v = vo+ at ……………………………………( 2.1)

karena vo= 0 dan a = g, maka :

v = g t ………………………………..………( 2.2)

dari persamaan 2 dapat diturunkan terhadap waktu untuk

menghitung jarak tempuh maka

s = ½ g t² ….………………………………...( 2.3)

dengan : v = kecepatan pada waktu tertentu

s = jarak tempuh/ketinggian

g = percepatan gravitasi

t = waktu tempuh

Page 33: semua laporan.docx

Dar i pe r samaan 2 dan pe r samaan 3 dapa t d ike t ahu i

apab i l a dua benda mesk ipun memiliki massa yang berbeda tapi

apabila jarak atau ketinggian awal tempat jatuhsama( s 1= s2) m a k a

w a k t u t e m p u h n y a a k a n s a m a ( t 1= t2) sehingga

kecepatan jatuhnya pun sama (v1= v2). Dari sini dapat diketahui bahwa

kecepatan jatuh bendatidak dipengaruhimassa benda melainkan

dipengaruhi oleh percepatan gravitasi  bumi (g).

Jarak yang ditempuh oleh benda tersebut untuk mencapai

permukaan tanahselama selang waktu t detik dengan mendapat pengaruh

percepatan gravitasi sebesar g dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai

berikut:

h = V0.t + ½.g.t2

= 0.t + ½.g.t2

= ½.g.t........................................... (2.4 )

dimana :

h = K e t i n g g i a n b e n d a ( m )

g = Percepatan gravitasi bumi (m/s2 )

t =Waktu untuk mencapai tanah (s)

Kecepatan benda dengan massa yang berbeda tetapi mempunyai

ketinggianyang sama akan mempunyai kecepatan yang sama pula untuk

mencapai tanah. Halini dapat diketahui dari besarnya t. Apabila diketahui

bahwa t1=t2dan m1≠m2

makaakan diperoleh persamaan sebagai berikut:

Vt= V0+ g.t= 0 + g.t

Vt= g.t.............................................................(2.5)

Dimana :V0= Kecepatan awal benda (m/s )

t = Kecepatan benda saat menyentuh tanah

g = Percepatan gravitasi bumi (m/s2 )

T = Waktu untuk mencapai tanah (s)

Page 34: semua laporan.docx

Jadi V1=V2

Dan dari persamaan di atas diketahui bahwa kecepatan benda jatuh

bebastidak dipengaruhi oleh massanya.

Gravitasi Newton adalah sebuah teori yang baik. Selama 200 tahun setelah

masa beliau, teori tersebut tidak perlu diubah. Sekarang kita masih

menggunakannya, meskipun sekarang kita tahu bahwa teori itu tidak berlaku

dalam beberapa situasi, umpamanya seperti bila gaya gravitasi tersebut menjadi

sangat kuat, misalnya di dekat lubang hitam, atau bila benda-benda bergerak

dengan laju mendekati kecepatan cahaya.

Pada awal abad 20, Einstein melihat adanya masalah dengan teori Newton.

Seperti yang telah diketahui bahwa kuat gravitasi antara dua benda tergantung dari

jarak yang memisahkan mereka. Jika ini benar, maka seandainya seseorang

mengambil matahari dan menggerakkannya lebih jauh dari bumi, gaya gravitasi

antara bumi dan matahari akan berubah dalam sekejap. Mungkinkah itu? Dalam

Relativitas Einstein dikatakan bahwa laju rambat cahaya akan selalu tetap

besarnya, dimanapun Anda berada di jagat raya ini atau bagaimanapun gerak

Anda. Berdasar perhitungannya, Einstein menyimpulkan bahwa tidak ada benda

yang mampu bergerak melebihi kecepatan cahaya, kecuali partikel-patikel yang

menyusun cahaya itu sendiri. Cahaya matahari memerlukan sekitar 8 menit untuk

bisa mencapai bumi. Maksudnya, kita selalu melihat matahari dalam keadaannya

pada 8 menit yang lalu. Jadi, jika matahari digerakkan menjauh, kita yang ada di

bumi tidak akan tahu apa yang sedang terjadi dan tidak akan merasakan pengaruh

apapun dalam waktu 8 menit tadi. Selama 8 menit, kita akan terus beredar

mengitari matahari, seolah-olah matahari tidak bergeser. Dengan kata lain,

pengaruh gravitasi suatu benda terhadap benda lain tidak dapat berubah dalam

waktu sekejap, karena menurut Einstein gravitasi tidak dapat bergerak lebih cepat

dari kecepatan cahaya. Informasi tentang seberapa jauh matahari digeser tidak

dapat bergerak dalam sekejap melintasi ruang. Informasi itu tidak bisa bergerak

dengan kecepatan melebihi 300.000 kilometer setiap detik.

Implikasi relativistik jelas bahwa bila kita berbicara mengenai benda-

benda yang bergerak dalam jagat raya ini, tidaklah realistis untuk berbicara hanya

Page 35: semua laporan.docx

dalam tiga dimensi ruang. Jika tidak ada informasi yang dapat merambat lebih

cepat dari laju rambat cahaya, benda-benda yang berjarak sangat jauh tidak ada

bagi kita ataupun kita bagi mereka, tanpa suatu faktor waktu. Menjelaskan alam

raya dalam tiga dimensi sama tidak memadainya seperti menggambarkan kubus

dalam dua dimensi. Akan jauh lebih berarti jika kita memasukkan dimensi waktu,

dan mengakui bahwa sebenarnya ada empat dimensi di semesta ini.

Einstein menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mencoba mencari

suatu teori gravitasi yang sesuai dengan teori yang telah ditemukannya mengenai

cahaya dan gerakan pada kecepatan mendekati laju rambat cahaya. Pada tahun

1915, ia memperkenalkan Relativitas Umum. Beliau meminta kita untuk

membayangkan gravitasi bukan sebagai gaya yang bekerja diantara benda-benda

dalam bentuk aksi pada jarak, melainkan dalam bentuk kelengkungan ruang-

waktu empat dimensi itu sendiri. Dalam pikirannya, gravitasi adalah geometri

jagat raya.

Menurut Einstein, kelengkungan tersebut disebabkan oleh hadirnya massa

atau energi. Semua benda bermassa menyumbang terhadap kelengkungan ruang-

waktu. Benda-benda yang berjalan maju lurus dalam jagat raya akan dipaksa

untuk mengikuti lintasan yang melengkung. Bayangkanlah selembar karpet

dengan sebuah bola boling pada permukaannya, yang menyebabkan lekukan di

situ. Cobalah menggelindingkan sebuah bola golf menurut garis lurus melewati

bola boling tersebut. Bola golf tentu akan sedikit mengubah arahnya apabila

menjumpai lekukan yang disebabkan bola boling. Atau mungkin akan lebih dari

itu: bola golf tersebut akan melintas dalam bentuk elips dan menggelinding

kembali ke arah Anda. Hal seperti itu terjadi bila bulan mencoba meneruskan

gerakannya yang lurus ketika melewati bumi. Bumi melengkungkan ruang-waktu

seperti bola boling melengkungkan lembaran karpet. Inilah efek lensa gravitasi.

Einstein menjelaskan gejala yang sama seperti yang dijelaskan Newton.

Bagi Einstein sebuah benda bermassa melengkungkan ruang-waktu, sedangkan

bagi Newton benda bermassa mengeluarkan gaya. Akibatnya, dalam tiap kasus

terjadi perubahan arah gerak dari sebuah benda kedua. Menurut Teori Relativitas

Umum, medan gravitasi dan kelengkungan adalah satu hal yang sama. Jika Anda

Page 36: semua laporan.docx

menghitung lintasan-lintasan planet dalam tata surya dengan menggunakan teori

Newton dan kemudian menghitungnya kembali dengan menggunakan teori

Einstein, Anda akan mendapatkan lintasan yang hampir tepat sama, kecuali dalam

kasus orbit Merkurius. Karena Merkurius merupakan planet yang paling dekat

dengan matahari, maka ia mendapatkan pengaruh yang lebih besar daripada

planet-planet yang lain. Oleh karena itu, teori Einstein meramalkan suatu hasil

yang sedikit berbeda dari hasil yang diramalkan teori Newton. Pengamatan

menunjukkan bahwa lintasan Merkurius lebih cocok dengan ramalan Einstein.

Teori Einstein meramalkan bahwa benda-benda lain di samping bulan-

bulan dan planet-planet dipengaruhi oleh melengkungnya ruang-waktu, bahkan

foton juga harus melewati lintasan yang melengkung. Jika suatu foton berjalan

dari suatu bintang yang jauh dan lintasannya dekat dengan matahari,

kelengkungan ruang-waktu di dekat matahari menyebabkan lintasannya akan

sedikit dibelokkan masuk ke arah matahari, tepat seperti lintasan bola golf

melengkung ke dalam ke arah bola boling. Barangkali lintasan cahaya tersebut

membengkok sedemikian rupa sehingga cahaya itu akhirnya menabrak bumi.

Matahari terlalu terang sehingga kita tidak dapat melihat cahaya bintang itu,

kecuali ketika pada saat terjadi gerhana matahari. Jika kita melihat foton-foton

dari bintang itu dan tidak menyadari bahwa matahari membengkokkan

lintasannya, kita akan mendapatkan gambaran yang salah mengenai posisi bintang

yang sebenarnya. Para astronom memanfaatkan efek ini untuk mengukur massa

benda-benda di luar angkasa dengan mengukur berapa pembengkokan lintasan

cahaya yang berasal dari bintang-bintang yang jauh. Makin besar massanya,

makin besar pula pembengkokannya.

Gravitasi adalah gaya tarik menarik yang terjadi antara semua partikel

yang mempunyai massa di alam semesta. Fisika modern mendeskripsikan

gravitasi menggunakan teori relativitas umum dari Einstein, namun hukum

gravitasi universal newton yang lebih sederhana merupakan hampiran yang cukup

akurat dalam kebanyakan kasus. Hukum Newton tentang gravitasi itu dapat di

ungkapkan sebagai berikut : “ Setiap partikel materi dijagat raya melakukan

tarikan terhadap setiap partikel lainya dengan suatu gaya yang berbanding

Page 37: semua laporan.docx

langsung dengan hasil kali massa partikel-partikel itu berbanding terbalik dengan

kuadraat jarak yang memisahkannya”. Jadi, disini Fg adalah gaya gravitasi pada

masing-masing partikel itu, m danm' ialah massa-massanya, r adalah jarak antara

partikel-partikel itu, dan c adalah konstanta umum yang dinamakan konstanta

gravitasi, yang angkanya bergantung kepada satuan-satuan yang digunakan untuk

gaya, massa, dan panjang.

Hukum gravitasi newton adalah hukum untuk gaya gravitasi antara dua

partikel. Newton menunda publikasi hukumnya 2 tahun sesudah ia yakin akan

kebenarannya. Suatu fakta bahwa gaya gravitasi yang dilakukan pada atau oleh

suatu bola homogen sama seperti seandainya seluruh massa bola itu terkosentrasi

pada suatu titik di pusatnya. Jadi kalau bumi merupakan sebuah bola homogen,

gaya yang dilakukan olehnya terhadap suatu benda kecil bermassa m, dan

jaraknya r dari bumi, ialah

Fg = G m. mE

r2 .....................................( 2.6 )

Fg = G m. m'

r2 .........................................( 2.7 )

Dimana mE merupakan massa bumi. Gaya yang sama dengan besarnya

juga akan dilakukan oleh benda itu terhadap bumi.

Berat suatu benda dapat didefinisikan dalam arti yang lebih umum, yaitu sebagai

gaya gravitasi lain dapat diabaikan dan berat di anggap disebabkan semata-mata

oleh tarikan gaya gravitasi bumi. Jadi jika bumi berbentuk bola homogrn berjari-

jaari R maka berat W dari sebuah benda kecil pada atau dekat permukaannya ialah

:

W = Fg = GmmE

R2 .......................................( 2.8)

Apabila suatu benda di biarkan jatuh bebas, gaya yang mempercepatnya

ialah beratnya w, dan percepatan yang disebabkan oleh gaya ini merupakan

percepatan akibat gravitasi g. hubungan umum

F = m α .................................................( 2.9 )

Karena itu, khusus dalam hal benda jatuh bebas, menjadi

Page 38: semua laporan.docx

w = m α ................................................( 2.10 )

w = mα = G mmE

R2 .................................( 2.11 )

g = GmE

R2 ..................................................( 2.12 )

Yang membuktikan bahwa percepatan yang disebabkan oleh gaya berat

adalah sama untuk semua benda ( karena m di hilangkan ) dan hamper konstan,

karena E dan mE adalah konstan dan R hanya sedikit berbeda dari titik ke titik

diatas muka bumi.

Adapun berat benda yang merupakan suatu gaya, dan harus dinyatakan

dalam satuan gaya menurut system satuan yang di inginkan. Jadi dalam sistem

mks, saruan berat dinyatakan 1N, dalam cgs ialah 1 dyne, dan dalam sistem

inggris, 1lb.

Adapun pembahasan materi selanjutnya tentang gerakan yang

berhubungan dengan gaya gravitasi. Bila suatu benda melakukan gerak bolak-

balik terhadap suatu titik tertentu, maka dapat benda itu dikatakan bergetar. Dalam

hal ini akan di telaah suatu jenis yang khusus getaran yang dinamakan gerak

harmonik ( gerak selaras ). Gerak harmonik ( gerak selaras ) terjadi jika benda

tersebut bergerak bolak balik pada suatu lintasan yang tetap melalui titik yang

disebut titik setimbang. Yang hampir seupa ialah gerak ayunan pada bandul yang

amplitudonya kecil, dan gerak roda pengimbang pada arlogi.Getaran tali dan

kolom udara alat-alat musik merupakan gerak harmonik atau super posisi gerak-

gerak harmonik.

Dalam setiap bentuk gerak gelombang, partikel-partikel medium yang

dilalui oleh gelombang akan bergetar dengan gerak harmonik. Bahkan hal ini juga

berlaku untuk gelombang cahaya dan gelombang radio dalam ruang hampa,

akantetapi yang bergetar dalam hal ini bukanlah partikel materi, melainkan

intensitas listrik dan magnet yang bersangkutan dengan gelombang tersebut.

Telah di tunjukan bahwa apabila suatu benda berubah bentuk, gaya yang

menyebabkan adalah proposional dengan besar perubahan, asalkan batas

proposional elastisitas tidak dilampaui. Jika gaya yang di maksud ialah dorongan

Page 39: semua laporan.docx

atau tarikan dalam mana perubahan bentuk yang terjadi hanya berupa perpindahan

titik tangkap gaya, maka gaya dan perpindahan di hubungkan berdasarkan hokum

hooke.

F = k x.........................................( 2.13 )

Dimana k ialah sebuah konstanta proporstonalis yang disebut konstanta gaya k

dan x ialah perpindahan dari posisi kesetimbangan.

Dalam persamaan ini, f berarti gaya yang harus di kerjakan terhadap suatu

benda elastik untuk menghasilkan perpindahan x. gaya dengan mana benda elastik

itu menarik kembali suatu benda yang terlekat padanya di sebut gaya pemulih

(restoring force) dan sama dengan –kx.

Setiap macam gerak yang terjadi berulang-ulang dalam selang waktu yang

sama disebut gerak berkala atau gerak periodik. Dan jika geraknya bolak-balik

pada lintasan yang sama, disebut pola gerak osilasi.

Satu getaran penuh atau satu daur penuh, berarti satu kali bolak-

balik.Adapun pengertian dari waktu periodik atau singkatanya periodik gerak, di

lambangkan dengan T, ialah waktu yang di perlukan untuk satu kali getaran

penuh.

Gerak Vertikel Keatas

Gerak vertikel k etas adalah gerak benda yang melempar dengan suatu

kecepatan awal V o pada arah vertical, sehingga α= -g (melawan arah gravitasi).

Syarat suatu benda mencapai tinggi maksimum ( h maks ), V 1 = 0, dlam

penyelesaian soal gerak vertical ke atas, lebih muda di selesaikan dengan

menganggap posisi di tanh adalah untuk y = 0.

Hukum Kepler

Karya Kepler sebagian dihasilkan dari data-data hasil pengamatan yang

dikumpulkan Ticho Brahe mengenai posisi planet-planet dalam geraknya di luar

angkasa.Hukum ini telah dicetuskan Kepler setengah abad sebelum Newton

mengajukan ketiga Hukum-nya tentang gerak dan hukum gravitasi universal.

Lintasan setiap planet ketika mengelilingi matahari berbentuk elips, di

mana

Kepler tidak mengetahui alasan mengapa planet bergerak dengan cara demikian.

Page 40: semua laporan.docx

Ketika mulai tertarik dengan gerak planet-planet, Newton menemukan bahwa

ternyata hukum-hukum Kepler ini bisa diturunkan secara matematis dari hukum

gravitasi universal dan hukum gerak Newton.Newton juga menunjukkan bahwa di

antara kemungkinan yang masuk akal mengenai hukum gravitasi, hanya satu yang

berbanding terbalik dengan kuadrat jarak yang konsisten.

Perhatikan orbit elips yang dijelaskan pada Hukum I Kepler. Dimensi

paling panjang pada orbit elips disebut sumbu mayor alias sumbu utama, dengan

setengah panjang a. F1 dan F2 adalah titik Fokus.Matahari berada pada F1 dan

planet berada pada P. Tidak ada benda langit lainnya pada F2. Total jarak dari F1

ke P dan F2 ke P sama untuk semua titik dalam kurva elips. Jarak pusat elips (O)

dan titik fokus (F1 dan F2) adalah ea, di mana e merupakan angka tak berdimensi

yang besarnya berkisar antara 0 sampai 1, disebut juga eksentrisitas. Jika e = 0

maka elips berubah menjadi lingkaran. Kenyataanya, orbit planet berbentuk elips

alias mendekati lingkaran.

Dengan demikian besar eksentrisitas tidak pernah bernilai nol. Nilai e

untuk orbit planet bumi adalah 0,017. Perihelion merupakan titik yang terdekat

dengan matahari, Pada Persamaan Hukum Gravitasi Newton, telah kita pelajari

bahwa gaya tarik gravitasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (1/r2), di

mana hal ini hanya bisa terjadi pada orbit yang berbentuk elips atau lingkaran

saja.

Evolusi

Produksi partikel terjadi terus-menerus sehingga selubung akan semakin

membesar dan terus membesar. Pada suatu jarak tertentu, hantaran panas semakin

dipersulit, menyebabkan lapisan itu mendingin. Pendinginan itu membuat evolusi

bentuk selubung dari plasma menjadi lebih padat. Semakin banyak produksi

partikel semakin banyak pula pemadatan terjadi. Ini membuat bintang yang

semula bisa dengan mudah diamati dari bumi, menjadi semakin redup, hingga

akhirnya mati. Bintang yang mati itu kemudian kita kenal sebagai planet, satelit,

dan asteroid.

Nukleoaktivitas terdapat pada pusat setiap partikel antariksa.

Nukleoaktivitas memiliki tungku energi yang menjadikan planet-planet mandiri

Page 41: semua laporan.docx

dalam interaksi dengan sekitarnya. Planet memiliki energi untuk mempertahankan

diri terhadap tarikan gravitasi, sehingga mereka bisa bertahan terhadap matahari.

Interaksi terjadi karena tarik-menarik gelombang antarnukleoaktivitas yang

ekuivalen dengan potensial masing-masing. Apabila V1 adalah potensial pada

nukleoaktivitas pertama, dan V2 adalah potensial pada nukleoaktivitas kedua,

maka interaksi antara keduanya adalah perkalian antara V1 dan V2.

Kecenderungan nukleoaktivitas menarik gelombang-gelombang yang ada di

sekitarnya seperti garam yang menyerap air yang ada di sekitarnya (gerak

osmosis). Simulasi sederhana gerak osmosis adalah interaksi paling sederhana,

dan semua interaksi alami terbentuk dari konfigurasi interaksi-interaksi sederhana

tersebut.

Beberapa manfaat pegas sebagai produk perkembangan teknologi dalam

keseharian

seperti telah anda ketahui bahwa jika pada pegas di kerjakan gaya dari luar tidak

melebihi batas elestisnya, pegas akan kembali ke bentuknya semula jika gaya

tersebut di hilangkan. Sifat elestis pegas inilah yang di manfaatkan pada produk

perkembangan teknologi dalam keseharian, diantaranya pegas untuk melatih otot

dada dan kasur pegas.Sebagai tambahan pemanfaatan pegas.kita akan membahas

tentang sistem suspensi kendaraan bermotor dan pegas stir pengemudi mobil.

a. sistem suspensi kendaraan bermotor untuk meredam kejutan

jika kendaraan bermotor (sepeda motor atau mobil) melalui jalan

berlubang atau jalan bergelombang, kendaraan akan mengalami kejutan,

kejutan itu sangat tidak menyenangkan bagi pengendara. Pengendara akan

cepat lelah dan merasa tidak nyaman mengendarai kendaraan bermotor,

khususnya untuk perjalanan jarak jauh.

Untuk meredam kejutan,maka pegas di gunakan pada sistem suspensi

kendaraan bermotor. Ketika melalui jalan yang berlubang, berat pengendara

berikut berat motor akan menekan pegas sehingga pegas termampatkan.

Begitu motor berada di jalan datar, pegas kembali ke panjang asal. Pengendara

hanya akan merasakan sedikit ayunan dan akan merasa nyaman mengendarai

motor.

Page 42: semua laporan.docx

b. Pegas pada setir kemudi

Ada tiga usaha untuk untuk mendisen mobil yang memperhatikan faktor

keselamatan pengemudi, yang berkaitan dengan konsep implus

momentum. Ketiga usaha itu adalah :

(1) Bagian depan dan belakang mobil yang dapat menggumpal secara

perlahan;

(2) Kantong udara yang terletak antara setir kemudi dan pengendara; dan

(3) Sabuk keselamatan

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Page 43: semua laporan.docx

Pratikum Fisika Dasar tentang gaya gravitasi ini dilakukan, hari Rabu

31Oktober 2012 pukul 07.30-09.30 WITA, dan bertemppaat di laboratorium

Fisika Dasar gedung C lantai 3, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

.Universitas Mulawarman.

3.2 Alat dan Bahan

1. Beberapa pegas

2. Beban pemberat 100-300 gram

3. Sebuah bandul

4. Seutas tali

5. Meteran

6. Stopwatch

7. Tiang statif

3.3 Prosedur percobaan

3.3.1 Pegas

1. Diambil sebuah pegas dan digantungkan pada statif, lalu diukur panjang

pegas dan dicatat ukurannya sebagai nilai panjang awal ( X o ).

2. Digantungkan beban 100 gram pada pegas yang sudah digantungkan pada

statif kemudian di ukur panjang ( Xi ).

3. Ditarik beban kebawah lalu di lepaskan, catat waktu yang diperlukan

untuk mencapai 5 kali getaran.

4. Diulangi langkah 2 – 3 dengan menambahkan beban dari 150g – 300g.

5. Diulangi langkah 1 – 5 untuk sistem dua pegas seri maupun parallel.

3.3.2 Bandul Matematis

1. Diukur panjang kawat dari pusat massa bandul, gantung bandul dan dibuat

sudut simpangan titik θ ≤ 10 atau± 10o

2. Diukur waktu untuk 5 kali ayunan.

3. Diulangi langkah 1 dan 2 pada panjang kawat dari 10 cm – 30 cm.

4. Satu periode sama dengan waktu getaran ayunan dibagi 5.

Page 44: semua laporan.docx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Pegas Tunggal

Page 45: semua laporan.docx

No m (kg) Xt (m) t (s) T T2

1

2

3

4

5

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,085

0,20

0,21

0,22

0,235

2,070

2,146

2.356

2,483

2,777

0,414

0,4292

4,4712

0,4966

0,5554

0,0713

0,1842

0,2220

0,166

0,3084

X0 =5,5 cm=0,055 m

4.1.2 Pegas Seri

No m (kg) Xt (m) t (s) T T2

1

2

3

4

5

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,54

0,56

0,584

0,614

0,63

2,902

3,218

3,604

3,661

4,188

0,5804

0,6436

0,7268

0,7322

0,8376

0,3368

0,4142

0,5195

0,5361

0,7015

X0 = 45,5 cm = 0,455 m

4.1.3 Pegas Paralel

No m (kg) Xt (m) t (s) T T2

1

2

3

4

5

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,16

0,175

0,18

0,185

0,19

1,912

1,619

1,819

2,048

2,173

0,3824

0,323

0,338

0,4096

0,4346

0,1462

0,1043

0,1312

0,1677

0,1888

X0 = 15 cm = 0,15 m

4.1.4 Bandul Matematis

NoL

(m)

t (s) t (s)

rata2T T2

t1 t2 t3 t4 t5

1

2

3

0,1

0

0,2

0

2,66

5

4,21

3,41

3

3998

5,34

2,87

7

4,14

2,90

7

3,95

2,66

0

3842

5,53

2,91

4,03

5,276

0,582

0,806

1,055

0,338

7

0,649

Page 46: semua laporan.docx

4

5

0,3

0

0,4

0

0,5

0

8

4,91

4

6,12

7

8,24

0

6,30

0

7,00

6

0

5,25

1

5,94

3

6,58

2

2

5,34

7

6,65

3

6,67

3

0

6,00

8

6,25

9

4

6,206

2

7,052

1

3

1,241

2

1,410

4

6

1,113

6

1,540

7

1,989

2

4.2 Analisis Data

4.2.1 Perhitungan Tanpa KTP

4.2.1.1 Pegas (tunggal, seri, paralel)

4.2.1.1.1 Konstanta Pegas

4.2.1.1.1.1 Pegas Tunggal

K=4 π2( ∆ m

∆ T 2 ), dimana ∆m = m5 – m1 = 0,3-0,1 = 0,2 kg

∆T2 = T25 – T2

1 = 0,3084-0,0713 = 0,2371 s

K¿4 π2( ∆ m

∆ T2 )¿4 (3,14 )2( 0,2

0,2371 )= 4 (3,14)2( 0,2

0,2372 )= 33,2673134 kg/s2

4.2.1.1.1.2 Pegas Seri

K=4 π2( ∆ m

∆ T 2 ), dimana ∆m = m5 – m1 = 0,3-0,1 = 0,2 kg

∆T2 = T25 – T2

1 = 0,7015-0,3368 = 0,3368 s

K ¿4 π2( ∆ m

∆ T2 )

Page 47: semua laporan.docx

¿4 (3,14 )2( 0,20,3647 )

= 39,4384×0,54839594

= 21,6279 kg/s2

4.2.1.1.1.3 Pegas Paralel

K=4 π2( ∆ m

∆ T 2 ), dimana ∆m = m5 – m1 = 0,3-0,1 = 0,2 kg

∆T2 = T25 – T2

1 = 0,1888-0,1462 = 0,0426 s

K ¿4 π2( ∆ m

∆ T2 )¿4 (3,14 )2( 0,2

0,0426 )= 185,1568083 kg/s2

4.2.1.1.1 Gravitasi Pegas

4.2.1.1.1.1 Pegas Tunggal

g=K (∆ X t

∆ m ), dimana ∆Xt= Xt5 – Xt1 = 0,235-0,085= 0,15 m

∆m = m5 – m1 = 0,3-0,1 = 0,2 kg

g=K (∆ X t

∆ m )¿33,2673134 ( 0,15

0,2 )= 24,95048505 m/s2

4.2.1.1.1.2Pegas Seri

g=K (∆ X t

∆ m ), dimana ∆Xt= Xt5 – Xt1 = 0,63-0,54= 0,9 m

∆m = m5 – m1 = 0,3-0,1 = 0,2 kg

g=K (∆ X t

∆ m )¿21,6279( 0,09

0,2 )

Page 48: semua laporan.docx

= 97,32555 m/s2

4.2.1.1.1.3 Pegas Paralel

g=K (∆ X t

∆ m ), dimana ∆Xt= Xt5 – Xt1 = 0,19-0,16 = 0,3m

∆m = m5 – m1 = 0,3-0,1 = 0,2 k

g=K (∆ X t

∆ m )¿185,1568083( 0,3

0,2 )= 277,7352125 m/s2

4.2.1.2 Bandul Matematis

g=4 π2( ∆ L

∆ T 2 )dimana∆L = L5 – L1 = 0,5-0,1 = 0,4 kg

∆T2 = T25 – T2

1 = 1,9892- 0,3387 = 1,6505 s

g¿4 π2( ∆ L

∆ T2 )¿4 (3,14 )2( 0,4

1,6505 )= 9,5579 m/s2

4.2.2 Perhitungan Dengan KTP

4.2.2.1 Pegas (tunggal,seri, paralel)

4.2.2.1.1 Konstanta Pegas

4.2.2.1.1.1 Pegas Tunggal

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Page 49: semua laporan.docx

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K1={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x ( ∆T )2}12

¿ {( 4 π2

T 21)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m1

T 31

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,1713 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,10,070 )

2

x (0,00033 )2}12

= {1515,172 }12

= 38,92kg/s2

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K 2={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x ( ∆T )2}12

¿ {( 4 π2

T 22)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m2

T 32

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,1842 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,150,079 )

2

x (0,00033 )2}12

= {2485,23 }12

= 49,85kg/s2

Page 50: semua laporan.docx

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K3={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂T )

2

x ( ∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 23)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m3

T 33

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,2220 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,200,104 )

2

x (0,00033 )2}12

= {2549,36 }12

= 30,49kg/s2

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K 4={( ∂ K∂ m )

2

x ( ∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 24)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m4

T 34

)2

x (∆ T )2}12

Page 51: semua laporan.docx

¿ {( 4 (3,14 )2

0,466 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,250,231 )

2

x (0,00033 )2}12

= {807,41 }12

= 28,4kg/s2

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K5={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂T )

2

x ( ∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 25)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m5

T 35

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,3084 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,30,171 )

2

x (0,00033 )2}12

= {2121,72 }12

= 46,06kg/s2

4.2.2.1.1.2 Pegas Seri

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

Page 52: semua laporan.docx

∆ K1={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x ( ∆T )2}12

¿ {( 4 π2

T 21)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m1

T 31

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,3368 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,10,193 )

2

x (0,00033 )2}12

= {181,28 }12

= 13,46kg/s2

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K 2={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x ( ∆T )2}12

¿ {( 4 π2

T 22)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m2

T 32

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,4142 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,150,266 )

2

x (0,00033 )2}12

= {219,20 }12

= 14,805kg/s2

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Page 53: semua laporan.docx

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K3={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂T )

2

x ( ∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 23)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m3

T 33

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,5795 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,20,383 )

2

x (0,00033 )2}12

= {187,97 }12

= 13,71kg/s2

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K 4={( ∂ K∂ m )

2

x ( ∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 24)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m4

T 34

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,5361 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,250,392 )

2

x (0,00033 )2}12

= {27,10 }12

= 5,26kg/s2

Page 54: semua laporan.docx

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K5={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂T )

2

x ( ∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 25)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m5

T 35

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,7015 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,30,587 )

2

x (0,00033 )2}12

= {177,28 }12

= 13,31kg/s2

4.2.2.1.1.3 Pegas Paralel

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K1={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x ( ∆T )2}12

Page 55: semua laporan.docx

¿ {( 4 π2

T 21)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m1

T 31

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,1462 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,10,056 )

2

x (0,00033 )2}12

= {2198,17 }12

= 46,88kg/s2

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K 2={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x ( ∆T )2}12

¿ {( 4 π2

T 22)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m3

T 32

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,1043 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,150,033 )

2

x (0,00033 )2}12

= {14182,40 }12

=119,34kg/s2

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

Page 56: semua laporan.docx

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K3={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂T )

2

x ( ∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 23)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m3

T 33

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,1323 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,20,038 )

2

x (0,00033 )2}12

= {19095,50 }12

= 138,18kg/s2

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

x (∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2mn

T 3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K 4={( ∂ K∂ m )

2

x ( ∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 24)

2

x ( ∆ m )2+(−8π 2m4

T 34

)2

x (∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0 ,1677 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,250,065 )

2

x (0,00033 )2}12

= {10197,45 }12

= 100,98kg/s2

∆Kn={( ∂ K∂ m )

2

( ∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

x (∆ T )2}12

Page 57: semua laporan.docx

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

(∆ m )2+(−8 π2 mn

T3n

)2

x (∆ T )2}12

n = 1,2,3,4,5,….

Dimana∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ K5={( ∂ K∂ m )

2

(∆ m )2+( ∂ K∂ T )

2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 25)

2

(∆ m )2+(−8π2 m5

T35

)2

( ∆T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,1888 )2

x (0,0033 )2+(−8 (3,14 )2 0,30,082 )

2

x (0,00033 )2}12

= {9226,84 }12

= 96,05kg/s

4.2.2.1.2 Gravitasi Pegas

4.2.2.1.2.1Pegas Tunggal

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g1={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂m )

2

(∆ m )2}12

¿ {( K1

m1)

2

(∆ X )2+(−K X t 1

m12 )

2

( ∆ m )2}12

Page 58: semua laporan.docx

¿ {( 33,26731340,1 )

2

x (0,00033 )2+(−33,2673134 x 0,085(0,1 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {0,89822 }12

= 0,948 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

x ( ∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

x (∆ m )2}12

¿ {( Kn

mn)

2

x (∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

x (∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g2={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m)

2

(∆ m )2}12

¿ {( K2

m2)

2

(∆ X )2+(−K X t 2

m22 )

2

(∆ m )2}12

¿ {( 33,26731340,15 )

2

x (0,00033 )2+(−33,2673134 x 0,20(0,15 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {0,97433 }12

= 0,9870 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

x ( ∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

x (∆ m )2}12

¿ {( Kn

mn)

2

x (∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

x (∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g3={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m)

2

(∆ m )2}12

Page 59: semua laporan.docx

¿ {( K3

m3)

2

(∆ X )2+(−K X t 3

m32 )

2

(∆ m )2}12

¿ {( 33,26731340,2 )

2

x (0,00033 )2+(−33,2673134 x 0,21(0,2 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {0,34105 }12

= 0,584 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g4={( ∂ g∂ X )

2

( ∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m )2}12

¿ {( K4

m4)

2

( ∆ X )2+(−K X t 4

m42 )

2

(∆ m )2}12

¿ {( 33,26731340,25 )

2

x (0,00033 )2+(−33,2673134 x 0,22(0,25 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {0,1538979343 }12

= 0,392 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

Page 60: semua laporan.docx

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g5={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m)

2

(∆ m )2}12

¿ {( K5

m5)

2

(∆ X )2+(−K X t 5

m52 )

2

(∆ m )2}12

¿ {( 33,26731340,3 )

2

x (0,00033 )2+(−33,2673134 x 0,235(0,3 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {0,08497 }12

= 0,291 m/s

4.2.2.1.2.2Pegas Seri

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g1={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂m )

2

(∆ m )2}12

¿ {( K1

m1)

2

(∆ X )2+(−K X t 1

m12 )

2

( ∆ m )2}12

¿ {( 21,62790,1 )

2

x (0,00033 )2+(−21,6279 x 0,54(0,1 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {15,1183674 }12

=3,888 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

Page 61: semua laporan.docx

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g2={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m)

2

(∆ m )2}12

¿ {( K2

m2)

2

(∆ X )2+(−K X t 2

m22 )

2

(∆ m )2}12

¿ {( 21,62790,15 )

2

x (0,00033 )2+(−21,6279 x 0,56( 0,15 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {3,21285 }12

= 1,79244 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g3={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m)

2

(∆ m )2}12

¿ {( K3

m3)

2

(∆ X )2+(−K X t 3

m32 )

2

(∆ m )2}12

¿ {( 26,030,2 )

2

x (0,00033 )2+(−26,03 x0,607(0,2 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {1,106072 }12

Page 62: semua laporan.docx

= 1,0517 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g4={( ∂ g∂ X )

2

( ∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

x (∆ m )2}12

¿ {( K4

m4)

2

( ∆ X )2+(−K X t 4

m42 )

2

(∆ m )2}12

¿ {( 21,62790,25 )

2

x (0,00033 )2+(−21,6279 x 0,614(0,25 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {0,501031 }12

= 0,70784 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g5={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m)

2

(∆ m )2}12

¿ {( K5

m5)

2

(∆ X )2+(−K X t 5

m52 )

2

(∆ m )2}12

Page 63: semua laporan.docx

¿ {( 21,62790,3 )

2

x (0,00033 )2+(−21,6279 x 0,63(0,3 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {0,25454 }12

= 0,50452 m/s2

4.2.2.1.2.3Pegas Paralel

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g1={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂m )

2

x ( ∆ m )2}12

¿ {( K1

m1)

2

(∆ X )2+(−K X t 1

m12 )

2

( ∆ m )2}12

¿ {( 185,15680830,1 )

2

x (0,00033 )2+(−185,1568083 x 0,162(0,1 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {97,6230 }12

= 9,880 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

Page 64: semua laporan.docx

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g2={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m)

2

(∆ m )2}12

¿ {( K2

m2)

2

(∆ X )2+(−K X t 2

m22 )

2

(∆ m )2}12

¿ {( 185,15680830,15 )

2

x (0,00033 )2+(−185,1568083 x 0,175(0,15 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {23,14778 }12

= 4,81121 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g3={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m)

2

(∆ m )2}12

¿ {( K3

m3)

2

(∆ X )2+(−K X t 3

m32 )

2

(∆ m )2}12

¿ {( 185,15680830,2 )

2

x (0,00033 )2+(−185,1568083 x 0,18(0,2 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {7,787051 }12

= 2,791 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

Page 65: semua laporan.docx

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g4={( ∂ g∂ X )

2

( ∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m )2}12

¿ {( K4

m4)

2

( ∆ X )2+(−K X t 4

m42 )

2

(∆ m )2}12

¿ {( 185,15680830,25 )

2

x (0,00033 )2+(−185,1568083 x 0,185(0,25 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {3,38893 }12

= 1,841 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m )

2

(∆ m)2}12

¿ {( Kn

mn)

2

(∆ X )2+(−K X tn

mn2 )

2

(∆ m )2}12

Dimana∆ X=13

nst meteran=13

×0,001 m=0,00033 m

∆ m=13

nst pegas = ¿13

× 0,01kg=0,0033 kg

∆ g5={( ∂ g∂ X )

2

(∆ X )2+( ∂ g∂ m)

2

(∆ m )2}12

¿ {( K5

m5)

2

(∆ X )2+(−K X t 5

m52 )

2

(∆ m )2}12

¿ {( 185,15680830,3 )

2

x (0,00033 )2+(−185,1568083 x 0,19(0,3 )2 )

2

x (0,0033 )2}12

¿ {1,73515 }12

Page 66: semua laporan.docx

= 1,3173 m/s2

4.2.2.2 Bandul Matematis

4.2.2.2.1 Sudut Deviasi

4.2.2.2.1.1 L = 0,1 m ; n = 1, 2, 3, 4, 5, ….

No T t2

1

2

3

4

5

2,665

3,431

2,877

2,907

2,660

7,102

11,771

8,277

8,450

7,0756

Σt = 14,54 Σt2 = 42,67

S d=1n √ n ( Σ t2 )−(Σt )2

n−1

= 15 √ 1 (42,67 )−(14,57)2

5−1

= 95,17

4.2.2.2.1.2 L = 0,2 m ; n = 1, 2, 3, 4, 5, ….

No T t2

1

2

3

4

5

4,218

3,998

4,140

3,952

3,842

17,79

15,98

17,1396

15,618

14,76

Σt = 20,15 Σt2 = 81,2876

S d=1n √ n ( Σ t2 )−(Σt )2

n−1

= 12 √ 2 (81,2876 )−(20,15)2

2−1

= 128,46130

Page 67: semua laporan.docx

4.2.2.2.1.3 L = 0,2 m ; n = 1, 2, 3, 4, 5, ….

No T t2

1

2

3

4

5

4,914

5,340

5,251

5,347

5,530

24,15

28,52

27,57

28,6

30,58

Σt = 26,382 Σt2 = 139,42

S d=1n √ n ( Σ t2 )−(Σt )2

n−1

= 13 √ 3 (139,42 )−(26,382)2

3−1

= 127,17292

4.2.2.2.1.4 L = 0,25 m ; n = 1, 2, 3, 4, 5, ….

No T t2

1

2

3

4

5

6,127

6,300

5,943

6,653

6,008

37,54

39,69

35,32

44,26

36,096064

Σt = 31,03 Σt2 = 192,91

S d=1n √ n ( Σ t2 )−(Σt )2

n−1

= 14 √ 4 (192,91 )−(31,031)2

4−1

= 124,42

4.2.2.2.1.5 L = 0,3 m ; n = 1, 2, 3, 4, 5, ….

No T t2

Page 68: semua laporan.docx

1

2

3

4

5

8,24

7,006

6,582

6,673

6,759

67,8976

49,084

43,323

44,53

45,68

Σt = 35,26 Σt2 = 250,52

S d=1n √ n ( Σ t2 )−(Σt )2

n−1

= 15 √ 5 (25,52 )−(35,26)2

5−1

= 124,793

4.2.2.2.2 Gravitasi Bandul

∆ gn={( ∂ g∂ L )

2

( ∆ L )2+( ∂ g∂T )

2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

(∆ L )2+(−8 π2 Ln

T3n

)2

( ∆ T )2}12

Dimana∆ L=13

nst meteran=13

× 0,001 m=0,00033 m

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ g1={( ∂ g∂ L )

2

(∆ L )2+( ∂ g∂T )

2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 21)

2

(∆ L )2+(−8π2 L1

T31

)2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,3387 )2

(0,00033 )2+(−8 (3,14 )20.10,1971 )

2

(0,00033 )2}12

¿ {0,01815 }12

= 0,1347 m/s2

Page 69: semua laporan.docx

∆ gn={( ∂ g∂ L )

2

( ∆ L )2+( ∂ g∂T )

2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

(∆ L )2+(−8 π2 Ln

T3n

)2

( ∆ T )2}12

Dimana∆ L=13

nst meteran=13

× 0,001 m=0,00033 m

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ g2={( ∂ g∂ L )

2

( ∆ L )2+( ∂ g∂T )

2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 22)

2

(∆ L )2+(−8 π2 L2

T32

)2

( ∆T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

0,6496 )2

(0,00033 )2+(−8 (3,14 )20.150,524 )

2

(0,00033 )2}12

¿ {0,01045 }12

= 0,10223 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ L )

2

( ∆ L )2+( ∂ g∂T )

2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

(∆ L )2+(−8 π2 Ln

T3n

)2

( ∆ T )2}12

Dimana∆ L=13

nst meteran=13

× 0,001 m=0,00033 m

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ g3={( ∂ g∂ L )

2

( ∆ L )2+( ∂ g∂T )

2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 23)

2

(∆ L )2+(−8π2 L3

T33

)2

( ∆T )2}12

Page 70: semua laporan.docx

¿ {( 4 (3,14 )2

1,1136 )2

(0,00033 )2+(−8 (3,14 )20.21,1752 )

2

(0,00033 )2}12

¿ {4,631 x 10−3 }12

= 0,1667 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ L )

2

( ∆ L )2+( ∂ g∂T )

2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

(∆ L )2+(−8 π2 Ln

T3n

)2

( ∆ T )2}12

Dimana∆ L=13

nst meteran=13

× 0,001 m=0,00033 m

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

∆ g4={( ∂ g∂ L )

2

(∆ L )2+( ∂ g∂ T )

2

( ∆T )2}12

¿ {( 4 π2

T 24)

2

(∆ L )2+(−8 π2 L4

T34

)2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

1,5407 )2

(0,00033 )2+(−8 (3,14 )20.251,9121 )

2

(0,00033 )2}12

¿ {3,089 x10−3 }12

= 0,05559 m/s2

∆ gn={( ∂ g∂ L )

2

( ∆ L )2+( ∂ g∂T )

2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 2n)

2

(∆ L )2+(−8 π2 Ln

T3n

)2

( ∆ T )2}12

Dimana∆ L=13

nst meteran=13

× 0,001 m=0,00033 m

∆ T=13

nst stopwatch=13

×0,001 s=0,00033 s

Page 71: semua laporan.docx

∆ g5={( ∂ g∂ L )

2

( ∆ L )2+( ∂ g∂T )

2

(∆ T )2}12

¿ {( 4 π2

T 25)

2

(∆ L )2+(−8 π2 L5

T35

)2

( ∆T )2}12

¿ {( 4 (3,14 )2

1,982 )2

(0,00033 )2+(−8 (3,14 )20.32,806 )

2

(0,00033 )2}12

¿ {2,23234 x 10−3 }12= 0,04725 m/s2

4.2.3 Perhitungan KTP Mutlak

4.2.3.1 Pegas ( Tunggal, Seri, dan Pararel )

4.2.3.1.1 Konstanta Pegas

4.2.3.1.1Pegas Tunggal

No M K ∆ k k ± ∆ k

1

2

3

4

5

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

33,2673134

33,2673134

33,2673134

33,2673134

33,2673134

38,92

49,85

30,49

28,41

46,06

33,2673134 ±38,92

33,2673134± 49,85

33,2673134± 30,49

33,2673134 ±28,41

33,2673134± 46,06

4.2.3.1.1.2 Pegas Seri

No M K ∆ k k ± ∆ k

1

2

3

4

5

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

21,6279

21,6279

21,6279

21,6279

21,6279

13,46

14,805

13,71

5,26

46,88

21,6279±13,46

21,6279±14,805

21,6279±13,71

21,6279±5,26

21,6279±46,88

4.2.3.1.1.3 Pegas Pararel

No M K ∆ k k ± ∆ k

1 0,1 185,156808 46,88 185, 1568083 ± 46,88

Page 72: semua laporan.docx

2

3

4

5

0,15

0,2

0,25

0,3

3

185,156808

3

185,156808

3

185,156808

3

185,156808

3

119,34

138,18

100,98

96,05

185, 1568083 ± 119,34

185, 1568083 ± 138,18

185, 1568083 ± 100,98

185, 1568083 ± 96,05

4.2.3.1.1 Gravitasi Pegas

4.2.3.1.2.1 Pegas Tunggal

No M g ∆ g g ± ∆ 9

1

2

3

4

5

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

24,95048505

24,95048505

24,95048505

24,95048505

24,95048505

0,948

0,9870

0,584

0,392

0,292

24,95048505± 0,948

24,95048505± 0,9870

24,95048505± 0,584

24,95048505± 0,392

24,95048505± 0,292

4.2.31.2.2 Pegas Seri

No M g ∆ g g ± ∆ g

1

2

3

4

5

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

97,32555

97,32555

97,32555

97,32555

97,32555

3,888

1,79244

1,0517

0,70784

0,50452

97,32555 ± 3,888

97,32555 ± 1,79244

97,32555 ± 1,0517

97,32555 ± 0,70784

97,32555 ± 0,50452

4.2.3.1.2.2 Pegas Pararel

No M g ∆ g g ± ∆ g

1 0,1 277,7352125 9,880 277,7352125±9,880

Page 73: semua laporan.docx

2

3

4

5

0,15

0,2

0,25

0,3

277,7352125

277,7352125

277,7352125

277,7352125

4,81121

2,791

1,841

1,3173

277,7352125±4,81121

277,7352125±2,791

277,7352125±1,841

277,7352125±1,3173

4.2.31.3 Bandul Matemamatis

No M G ∆ g g ± ∆ g

1

2

3

4

5

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

9,5579

9,5579

9,5579

9,5579

9,5579

0,1347

0,10223

0,1667

0,05559

0,04725

9,5579±0,1347

9,5579±0,10223

9,5579±0,1667

9,5579±0,0559

9,5579±0,04725

4.2.4Perhitungan KTP Relatif

4.2.4.1 Pegas ( Tunggal, Seri, dan Pararel )

4.2.4.1.1 Konstanta Pegas

4.2.4.1.1.1Pegas Tunggal

-∆ k 1

kx 100 %= 38,92

33,2673134x100 %=1,1699 %

-∆ k 2

kx 100 %= 49,85

33,2673134x100 %=1,4985 %

-∆ k 3

kx 100 %= 30,49

33,2673134x 100%=0,9165 %

-∆ k 4

kx 100 %= 28,41

33,2673134x100 %=0,853991 %

-∆ k 5

kx 100 %= 46,06

33,2673134x 100%=1,38454 %

4.2.4.1.1.2 Pegas Seri

-∆ k 1

kx 100 %= 13,46

21,6279x100 %=0,6223 %

-∆ k 2

kx 100 %= 14,805

21,6279x100 %=0,68453248 %

Page 74: semua laporan.docx

-∆ k 3

kx 100 %= 13,71

21,6279x100 %=0,634 %

-∆ k 4

kx 100%= 5,26

21,6279x100%=0,24320 %

-∆ k 5

kx 100 %= 46,88

21,6279x100 %=2,1675 %

4.2.4.1.1.3 Pegas Pararel

-∆ k 1

kx 100 %= 46,88

185,1568083x100 %=0,2532 %

-∆ k 2

kx 100 %= 119.34

185,1568083x100 %=0,6445 %

-∆ k 3

kx 100 %= 138.18

185,1568083x100 %=0,7463 %

-∆ k 4

kx 100 %= 100.98

185,1568083x100 %=0,54538 %

-∆ k 5

kx 100 %= 96.05

185,1568083x100 %=0,5187 %

4.2.4.1.1.2 Gravitasi Pegas

4.2.4.1.1.2.1 Pegas Tunggal

-∆ g 1

gx100 %= 0,948

24,95048505x 100 %=0,0378 %

-∆ g2

gx100 %= 0,9870

24,95048505x 100 %=0,0395 %

-∆ g 3

gx100 %= 0,584

24,95048505x100 %=0,02340634 %

-∆ g4

gx100%= 0,392

24,95048505x 100 %=0,015712 %

-∆ g 5

gx100 %= 0,291

24,95048505x 100 %=0,01166 %

4.2.4.1.1.2.2 Pegas paralel

-∆ g1

gx100 %= 9,880

277,735x 100%=0,03557 %

Page 75: semua laporan.docx

-∆ g 2

gx100 %= 4,81121

277,735x 100 %=0,01732 %

-∆ g3

gx100 %= 2,791

277,735x 100%=0,010049 %

-∆ g 4

gx100 %= 1,841

277,735x 100 %=0,006286 %

-∆ g5

gx100 %= 1,3173

277,735x 100%=0,00473 %

4.2.4.1.2.3 Pegas Seri

-∆ g 1

gx100 %= 4,845

97,32555x 100 %=0,0399484 %

-∆ g2

gx100 %= 0,152

97,32555x100 %=0,01842 %

-∆ g 3

gx100 %= 0,658

97,32555x100 %=0,010806 %

-∆ g4

gx100%= 0,346

97,32555x100 %=7,273 x10−3%

-∆ g 5

gx100 %= 0,205

97,32555x100 %=5,18384 x 10−3 %

4.2.4.2 Bandul sistematis

-∆ g1

gx100 %=0,1346

9,5579x100 %=0,01409 %

-∆ g 2

gx100 %=0,10233

9,5579x 100 %=0,0106958 %

-∆ g3

gx100 %=0,1667

9,5579x100 %=0,01744107 %

-∆ g 4

gx100 %=0,05559

9,5579x 100 %=5,8161 x 10−3 %

-∆ g5

gx100 %=0,04725

9,5579x100%=0,00494355 %

4.3 Analisis Grafik

3.3.1 Pegas Tunggal

No. Xn ( T² ) Yn ( Xt ) Xn² Xn . Yn

Page 76: semua laporan.docx

1 0,0713 0,085 0,029 0,06

2 0,1842 0,20 0,033 0,36

3 0,2220 0,21 0,049 0,46

4 0,466 0,22 0,217 1,02

5 0,3084 0,235 0,095 0,72

∑ Xn =

1,252

∑Yn = 9,45 ∑ Xn²=¿

0,423

∑ Xn. Yn=¿2,62

a = n¿¿

= 5 (2,62 )−(1,252 ) (9,45 )

5 (0,423 )− (1,252 )²

= 8,07

b = n¿¿

= 5 (9,45 ) (0,423 )−(1,252 )

5 (0,423 )−(1,252 ) ²

= 2,40

Y = aX + b

X = 1 maka Y = 8,07. 1 + 2,40 = 13,67

X = 2 maka Y = 8,07. 2 + 2,40 = 13,74

X = 3 maka Y = 8,07. 3 + 2,40 = 21,81

X = 4 maka Y = 8,07. 4 + 2,40 = 29,88

X = 5 maka Y = 8,07. 5 + 2,40 = 37,95

3.3.2 Pegas Seri

No. Xn ( T² ) Yn ( Xt ) Xn² Xn . Yn

1 0,3368 0,54 0,2916 0,181872

2 0,4142 0,56 0,3136 0,231952

3 0,5195 0,584 0,341056 0,303388

4 0,5361 0,614 0,376996 0,3291654

5 0,7015 0,63 0,3969 0,441945

∑ Xn =

2,5081

∑Yn =

2,928

∑ Xn² =

1,6489

∑ Xn. Yn=1,4883

Page 77: semua laporan.docx

a = n¿¿

= 5 (1,4883 )−(2,5081 ) (2,928 )

5 (1,4883 )−(2,5081 )²

= 11,80

b = n¿¿

= 5 (2,928 ) (1,4883 )−(2,5081 )

5 (1,4883 )−(2,5081 )

= 7,34

Y = aX + b

X = 1 maka Y = 11,80 . 1 +7,34 = 4,46

X = 2 maka Y = 11,80 . 2 +7,34 = 16,26

X = 3 maka Y = 11,80 . 3 +7,34 = 28,06

X = 4 maka Y = 11,80 . 4 +7,34 = 39,86

X = 5 maka Y = 11,80 . 5 +7,34 = 5,66

4.3.3 Pegas Pararel

No. Xn ( T² ) Yn ( Xt ) Xn² Xn . Yn

1 0,1462 0,16 0,0213 0,23

2 0,1043 0,175 0,0108 0,18

3 0,1323 0,18 0,0175 0,23

4 0,1677 0,185 0,0281 0,31

5 0,1888 0,19 0,0356 0,33

∑ Xn =

0,7393

∑Yn = 8,9 ∑ Xn² =

0,1133

∑ Xn.Yn=¿1,30

a = n¿¿

= 5 (1,30 )−(0,7393 ) (8,9 )5 (0,113 )−(0,7393 )²

=12,25

b = n¿¿

= 5 (0,7393 ) (0,1133) (0,7393 )

5 (0,1133 )−(0,7393 )²

Page 78: semua laporan.docx

= 0,62

Y = aX + b

X = 1 maka Y = 12,25. 1 +0,62 = 11,63

X = 2 maka Y = 12,25. 2 +0,62= 23,88

X = 3 maka Y = 12,25. 3 +0,62 = 36,13

X = 4 maka Y = 12,25 . 4 +0,62 = 48,38

X = 5 maka Y = 12,25 . 5 + 0,62= 60,63

4.4 Grafik

4.4.1 Pegas Tuggal

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50

5

10

15

20

25

30

35

40

Series2

Page 79: semua laporan.docx

4.4.2 Pegas Seri

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Series2

4.4.3 Pegas Paralel

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50

10

20

30

40

50

60

70

Series2

Page 80: semua laporan.docx

4.5 Pembahasan

Gaya gravitasi adalah gaya tarik menarik yang terjadi antara semua

partikel yannng mempunyai massa di alam semesta anatara partikel yang memiliki

massa. Jadi semua benda di bumi yang mempunyai massa tidak akan melayang

karena setiap nilai gravitasi bumi membuat benda-benda dibumi akan saling tarik

menarik. Itulah yang membuat terjadinya gaya gravitasi.

Dalam percobaan ini, nilai gravitasi yang ada pada suatu benda adalah

selalu berbeda dengan benda lainnya. Biasanya nilai gravitasi berbeda karena nilai

massa yang berbeda juga. Hal itulah yang membuat perbedaan nilai setiap

bendanya.

Dalam percobaan ini, pegas paralellah yang mempunyai waktu tercepat

dibanding dengan seri untuk menghasilkan getaran. Ini dikarenakan kedua pengait

pada ujung pegas membantu benda untuk naik keatas secara cepat sehingga

menghasilkan gerak baik naik dan turun kembali secara cepat.

Faktor kesalahan dalam percobaan adalah ketidak telitian praktikan dalam

mengukur panjang awal pegas, serta ketidakpastian praktikan dalam menentukan

waktu dalam setiap getaran.

Dari percobaan gaya gravitasi ini kita dapat memahami nilai massa suatu

benda dari setiap percobaan, serta nilai gravitasi setiap bendanya juga.

Aplikasinya adalah, kita dapat mengetauhi gaya jatuh benda adalah gaya gravitasi

bumi, contohnya sebuah mangga, jambu, apel, yang jatuh dari pohonnya itu

adalah menentukan gaya gravitasi.

Page 81: semua laporan.docx

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari semua tujuan percobaan

Fisika dasar tentang gaya gravitasiini adalah :

1. Sebuah benda dikatakan mengalami getaran selaras, jika benda tersebut

bergerak bolak balik pada suatu lintasan yang tetap, melalui slid an ebuah

titik yang disebut titik setimbang, contoh : gerakan sebuah bandul yang

digantungkan pada seutas tali sehingga akan berayun dan terjadi gerak

bolak balik ada lintasan yang sama.

2. Bahwa pada dasarnya gravitasi adalah gaya yang ditimbulkan bumi dan

dapat dihitung dengan berbagai cara diantaranya dengan menggunakan

bandul dan pegas, pada pegas massa beban diperhitungkan dengan

panjang awal dan akihrnya dihitung dengan menggunakan waktu, pada

ayunan massa bandul diabaikan yang dihitung hanya T 2, waktu dan

panjang tali

3. Pada hokum gravitasi umum Newton disebutkan bahwa setiap dua benda

bermassa di alam ini akan saling tarik-menarik yang bermassa sebanding

dengan hasil kali massa benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat

jaraknya.

5.2 Saran

Dalam praktikum fisika dasar tentang gaya Gravitasi ada baiknya lagi

praktikan untuk menggunakan media selain pegas dan bandul, agar kita

mengetauhi lebih dalam apakah ada alternative lain untuk aplikasi lainnya dalam

kehidupan sehari-hari.

Page 82: semua laporan.docx

DAFTAR PUSTAKA

Alonso , Marcelo dan Finn Edward . 1980. Dasar-dasar Fisika

Universitas.Jakarta : Erlangga

C. Giancolli Dougles .1998 .Fisika .Jakarta : Erlangga

Soedjodo, Peter. 1992. Fisika Dasar. Gajah Mada University Press :

Penerbit Andi.

Tipler. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik.Jakarta : Erlangga.

D. Young Hugh and A. Freaman Ragur . 2000. Fisika Univesitas .Jakarta :

Erlangga

Page 83: semua laporan.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Viskositas (kekentalan) dapat dianggap suatu gesekan fluida. Karena

adanya viskositas ini maka untuk menggerakkan salah satu lapisan fluida di

atasnya lapisan lain haruslah di kerjakan gaya. Karena pengaruh gaya k, lapisan

zat cair dapat bergerak dengan kecepatan v, yang harganya semakin mengecil

untuk lapisan dasar sehingga timbul gradien kecepatan. Baik zat cair maupun gas

mempunyai viskositas hanya zat cair lebih kental (viscous) dari pada gas. Dalam

merumuskan persamaan-persamaan dasar mengenai aliran yang kental akan jelas

nanti, bahwa masalahnya mirip dengan tegangan dan regangan luncur di dalam zat

padat. Strees atau gaya persatuan waktu dalam zat cair ternyata sebanding dengan

grdien kecepatan tersebut. Alat mengukur viskositas zat cair adalah viscometer.

A.η.f = satuan viskositas ialah gaya kali jarak di bagi oleh kecepatan. Jadi dalam

sistem cgs satuan viskositas adalah 1 dyn cm-3 ×(cm-1) yang di sederhanakan

menjadi 1 dyn scm-2.Satuan ini disebut dengan poise.

1.2 Tujuan Percobaan

1. Memahami pengertian viskositas fluida

2. Mengetauhi faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas

3. Mengetauhi hubungan anatara viskositas dengan suhu

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada percobaan viskositas ini adalah, percobaan pada

setiap fluida hanya di batasi sebanyak 5 (lima) kali.

Page 84: semua laporan.docx

1.4 Manfaat Percobaan

1. Mampu memahami adanya gaya gesek yang dialami benda yang bergerak

dalam fluida.

2. Mampu memahami perilaku kekentalan dalam fisika.

3. Mampu menentukan koefisien kekentalan viskositas.

Page 85: semua laporan.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Viskositas adalah gesekan internal fluida. Gaya viskos melawan gerakan

sebagian fluida rfelatif terhadap yang lain. Viskositas adalah alasan di

perlukannya usaha untuk mendayung perahu melalui air yang tenang, tetapi juga

merupakan alasan mengapa dayung bisa bekerja.Efek viskos merupakan hal yang

penting di dalam aliran fluida dalam pipa, aliran darah, pelumasan bagian dalam

mesin, dan contoh keadaan lainnya.

Fluida viskos cenderung melekat pada permukaan padat yang bersentuhan

dengannya.Terdapat lapisan batas fluida yang tipis di dekat permukaan, di mana

fluida hampir diam terhadap permukaan.Itulah sebabnya mengapa partike-partikel

debu dapat melekat di daun kipas meskipun daun kipas sedang berputar dengan

cepat.Itu juga penyebab mengapa anda tidak dapat menghilangkan semua debu

yang berada di kendaraan anda hanya dengan menyemprotkan air.

Gambar 2.1 Lapisan Fluida

v d d’ c c’ F

l

F a b

Contoh yang paling sederhana dari aliran viskos adalah gerakan fluida antara dua

pelat paralel (gambar 2.1). Bagian bawah pelat adalah tetap diam, dan bagian atas

bergerak dengan kecepatan konstan v. Fluida yang bersentuhandengan masing-

masing permukaan memiliki kecepatan yang sama dengan permukaan. Laju aliran

pada lapisan tengah fluida bertambah secara homogen dari satu permukaan ke

permukaan yang lain, seperti di perlihatkan dengan anak panah, sehingga lapisan

fluida meluncur dengan mulus satu sama lain : aliran adalah laminer.

Page 86: semua laporan.docx

Bagian fluida yang memiliki bidang abcd pada beberapa saat memiliki

bentuk abc’d’ beberapa saat kemudian dan menjadi semakin terdistori selama

gerakan berlangsung.Maksudnya, fluida berada pada keadaan pertambahan

regangan geser yang kontinu. Untuk mempertahankan gerakan ini, kita harus

memberikan gaya konstan F di bagian kanan pada pelat atas untuk membuatnya

tetap bergerak dan gaya sama dengan besarnya gaya ke kiri pada pelat bagian

bawah untuk mempertahankan agar tidak berubah. Jika A adalah luas permukaan

masing-masing pelat, perbandingan F/A adalah tegangan gesesr yang di berikan

pada fluida.

Dalam benda padat, regangan geser sebanding dengan tegangan

geser.Dalam fluida regangan geser selalu bertambah dan tanpa batas sepanjang

tegangan di berikan.Tegangan tidak tergantung pada regangan geser tapi

tergantung pada laju perubahannya. Laju reaksi perubahan regangan juga di sebut

laju regangan, sama dengan perubahan rata-rata dd’ (laju v dari permukaan yang

bergerak) di bagi dengan l, yaitu,

Laju perubahan regangan geser = laju regangan = vl

. ( 2.1 )

Kita definisikan viskositas (viscosity) fluida, di notasikan dengan η,

sebagai rasio tegangan geser F/A, dengan laju regangan :

η = tegangan geserlajuregangan

= F / Av /l atau F = η A

vl

.( 2.2 )

Untuk cairan yang mudah mengalir, misalnya air atau minyak tanah

(kerosene), tegangan luncur itu relatif kecil untuk cepat perubahan regangan

luncur tersebut, dan viskositasnya juga relatif kecil.Dalam hal cairan seperti

molase atau gliserin, di perlukan tegangan luncur yang lebih besar pula.

Viskositas gas kurang sekali dari viskositas cairan. Viskositas semua fluida sangat

di pengaruhi oleh temperatur ; jika temperatur naik, viskositas gas bertambah dan

viskositas cairan berkurang.

Persamaan di atas di rumuskan untuk kejadian khusus di mana kecepatan

bertambah secara uniform bila semakin jauh dari pelat sebuah sebelah bawah.

Istilah umum untuk cepat peubahan kecepatan ruang, dalam arah tegak lurus arah

aliran, ialah gradien kecepatan dalam arah tersebut. Khusus pada kejadian ini,

Page 87: semua laporan.docx

gradien kecpatan ialah v/l. Pada kejadian yang umum, gradien kecepatan tidak

uniform dan harganya di tiap titik dapat di tuliskan sebagai dv/dy, dimana dv ialah

selisih kecil kecepatan antara dua titik yang di pisahkan oleh jarak dy di ukur

tegak lurus terhadap arah aliran. Karena itu bentuk umum persamaan di atas, ialah

F = η Advdy

( 2.3 )

Satuan viskositas ialah satuan gaya kali jarak di bagi oleh luas kali

kecepatan. Jadi, dalam satuan cgs satuan viskositas ialah 1 dyn cm -2 .(cm s-1), yang

di sederhanakan menjadi 1 dyn s cm-1.Satuan ini di sebut 1 poise, sebagai

penghormatan kepada sarjana Perancis Poiseulle. Viskositas yang kecil di ukur

dalam centipoises (1 cp = 10-2 poise) atau micropoise (1µp = 10-6 poise).

Tabel 2.1 Harga beberapa viskositas

Temperatur (oC)Viskositas

minyak jarak

(poise)

Viskositas air

(centripoise)

Viskositas udara

(micropoise)

0

20

40

60

80

100

53

9,86

2,31

0,80

0,30

0,17

1,792

1,005

0,656

0,469

0,357

0,284

171

181

190

200

209

218

Sebagaimana telah di kemukakan di atas, gaya gesekan antara permukaan

benda padat dengan fluida medium di mana benda itu bergerak akan sebanding

dengan kecepatan relatif gerak benda itu terhadap medium.

Pada dasarnya hambatan gerakan benda di dalam fluida itu di sebabkan

oleh gaya gesekan antara bagian fluida yang melekat ke permukaan benda dengan

bagian fluida di sebelahnya di mana gaya gesekan itu sebanding dengan koefisien

Page 88: semua laporan.docx

viskositas η fluida. Menurut Stokes, gaya gesekan itu di berikan oleh apa yang di

sebut rumus Stokes :

F = 6πr η v ( 2.4 )

Pada umumnya pengukuran koefisien viskositas fluida, khususnya cairan,

adalah berdasarkan hambatan gerakan benda di dalam fluida, misalnya dengan

mengukur kecepatan berputarnya silinder pada sumbunya bila silinder itu di

benamkan di dalam cairan yang hendak di tentukan koefisien viskositasnya,

seperti alam apa yang hendak di tentukan atau kita namakan percobaan silinder

putar. Penentuan koefisien viskositas cairan dapat juga di lakukan dengan

menerapkan rumus Stokes terhadap kelereng aluminium yang sedang jatuh bebas

di dalam cairan yang hendak di tentukan koefisien viskositasnya, dalam apa yang

hendak kita sebut percobaan kelereng jatuh.

Dengan mengukur kecepatan akhir sebuah bola yang radius dan rapat

massanya di ketahui, maka viskositas fluida ke dalam mana bola itu di jatuhkan,

dapatlah di hitung berdasarkan persamaan di atas. Persamaan ini juga telah di

gunakan milikan untuk menghitung radius tetes minyak submikroskopik arus

bermuatan listrik, dengan jalan mana ia dapat mengetahui muatan listrik sebuah

electron. Dalam percobaan ini, kecepatan akhir tetes minyak itu di ukur ketika

tetes jatuh dalam udara yang viskositasnya di ketahui.

Pada umumnya pengukuran koefisien viskositas fluida, khususnya cairan,

adalah berdasarkan hambatan gerakan benda di dalam fluida, misalnya dengan

mengukur kecepatan berputarnya silinder pada sumbunya bila silinder di

benamkan di dalam cairan yang hendak di tentukan koefisien viskositasnya,

seperti alam apa yang hendak kita gunakan silinder putar. Penentuan koefisien

viskositas dapat juga di lakukan dengan menerapakan system hokum Stokes

terhadap kelereng aluminium yang sedang jatyuh bebas di dalam cairan yang

hendak di tentukan koefisien viskositasnya.

Viskositas adalah suatu pernyataan “tahanan untuk mengalir” dari suatu

system yang mendapatkan suatu tekanan. Makin kental suatu cairan, makin besar

gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu.

Viskositas disperse koloida di pengaruhi oleh bentuk partikel dari fase dispersi.

Page 89: semua laporan.docx

Koloid-koloid berbentu bola membentuk system dispersi dengan viskositas

rendah ,sedang system dispersi yang mengandung koloid-koloid linier

viskositasnya lebih tinggi.

Hubungan antara bentuk dan viskositas merupakan refleksi derajat solvasi

naiknya temperatur, maka viskositas cairan justru akan menurun jika temperature

dinaikkan. Fluidalitas dari suatu cairan yang merupakan kebalikan dari viskositas

akan meningkat dengan makin tinggi temperature. Cara menentukan viskositas

suatu zat menggunakan alat yang dinamakan viscometer.

Ada beberapa tipe viskositas yang biasa di gunakan antara lain:

Viskositas kapiler/Ostwald

Pada viskositas ostwald dihitung sesuai persamaan “suatu kuantitas

tertentu zat cair yang dikenalkan dalam viskositas di sebuah tabung Termostat dan

kemudian di tarik oleh sulfon kedalam bulb sampai cairan berada pada ketinggian

tpat pada diatas “α dan kemudian di biarkan turun sampai “b” waktu yang

diperlukan dari posisi a ke posisi b di ukur. Lalu persamaan pertama tidaklah

sempurna dan di koreksi dengan persamaan sebagai berikut :

X . t=0 , 12tη (2.5)

Diketahui :

X: konstan yang tergantung pada volume cairan, jari-jari kapilar, panjang

pipa .

T: Waktu yang terukur.

Viskometer Hoppler

Prinsip kerjanya adalah menggelindingkan bola (yang terbuat dari kaca)

melalui tabung gelas yang hamper penuh terisi dengan fluida. Kecepatan jatuh

bola merupakan fungsi dari harga reprisok sampel.

Page 90: semua laporan.docx

Viskometer cup and bob

Prinsip kerjanya sampel di geser dalam ruangan antara dinding luar dari

bob dan dinding dalam dari bob,dimana bob masuk persis di tengah-tengah.

Viskometer cone dan plate

Cara pemakaiannya adalah sampel diletakkan di tengah-tengah

papan,kemudian dinaikkan hingga posisi di bawah kerucut. Kerucut digeserkan

oleh motor dengan bermacam kecepatan dan sampelnya di geser di dalam ruang

sempit antara papan yang diam dan kemudian kerucut yang berputar.

Ada beberapa macam fluida yaitu: fluida statis atau hydrostatis dan fluida

dinamis atau hydiodinamis,dalam fluida statis yang kita pelajari adalah mekanika

fluida tentang gas atau cair yang pada permukaanya dengan tekanan tetap, akan

tetapi hanya perbedaan ketinggiannya ,sedangkan pada fluida dinamis yang kita

pelajari adalah mekanika fuida dinamis tentang gas atau cair dari gaya-gaya yang

disebabkanya.

Beberapa sifat fisis fluida antara lain :

1) dapat ditekan (compressibility),

2) kekentalan (viskosits), dan

3)mampu menguap (elaporabilitiy).

Aliran fluida yang lebih leluasa lebih cenderung turbulen. Oleh sebab itu

aliran akan cenderung turbulen jika koefisien viskositas π kecil dan penampang

pipa sepanjang cairan aliran mengalir cukup luas, yakni jari-jari penampangnya R

untuk pipa yang penampangnya bundar itu cukup besar. Di samping itu, bilamana

kecepatan alirannya(V) dan juga massa jenisnya ρ besar, aliran cairan tidak akan

banyak pengaruh oleh sekitarnya sehingga alirannya cenderung turbulen. Menurut

Reynolds, aliran akan cenderung turbulen apabila memenuhi apa yang bbaru

dikenal sebagai bilangan Reynolds.

Dengan arah aliran sepanjang sumbu x pada gradien kecepatan ialah sv/sy

dimana satu sumbu y tegak lurus sumbu x.

Gaya gesekan itu sebanding dengan luas permukaam yang bergesekan, A ,

sehingga dapat ditulis gaya gesekan sebagai

Gambar 2.1 gradien kecepatan air

Page 91: semua laporan.docx

F=λA ( svsy )

(2.6)

dengan λ sebagai tetapan pembandingan lurus yang dinamakan tetapan viskositas

atau telah tepat koefisien viskositas, yang besarnya tergantung jenis dan suhu

fluida; untuk larutan, besarnya koefisien viskositas tergantung pada konsentrasi

atau kepekaan itu.

Debit yaitu, banyaknya cairan yang mengalir per satuan waktu, atau kuat

arus, kecuali ditentukan oleh beda tekanan kedua ujung yang memberikan gaya

pengaliran itu. Juga ditentukan oleh koefisien viskositas cairan yang berkaitan

dengan mudah sukarnya cairan mengalir serta ruas penampang pipa sepanjang

aliran.

Menurut Poisuille, debit cairan yang mengalir sepangjang pipa yang

penampangnya bundar berjari-jari R yang panjangnya I adalah

dθdt

=(P1−P2) πr4

8 πI (2.7)

yang memperlihatkan bahwa debit itu sebanding dengan gradient tekanan

( P1−P2 )I serta pangkat 4 jari-jari penampang yang berarti sebanding dengan

kuadrat luas penampang, dan berbanding terbalik dengan koefisien viskositas

sebagai mana seharusnya. Dengan tetapan viskositas yang besar, hambatan

allirannya juga besar sehingga debitnya menjadi rendah.

Sudah tentu rumus Poisulle tersebut berlaku hanya untuk aliran yang

berlapis-lapis sehingga nyata gradient kecepatannya, yaitu bilamana aliran itu

laminair. Aliran yang tidak laminair adalah arus pusar atau lazim disebut aliran

turbulen.

Aliran fluida yang lebih leluasa lebih cenderung turbulen. Oleh sebab itu

aliran akan cenderung turbulen jika koefisien viskositas π kecil dan penampang

pipa sepanjang cairan aliran mengalir cukup luas, yakni jari-jari penampangnya R

untuk pipa yang penampangnya bundar itu cukup besar. Di samping itu, bilamana

kecepatan alirannya(V) dan juga massa jenisnya ρ besar, aliran cairan tidak akan

banyak pengaruh oleh sekitarnya sehingga alirannya cenderung turbulen. Menurut

Page 92: semua laporan.docx

Reynolds, aliran akan cenderung turbulen apabila memenuhi apa yang bbaru

dikenal sebagai bilangan Reynolds.

Re=2 RρVπ

>2000 (2.8)

Pada dasarnya hambatan gerakan benda di dalam fluida itu disebabkan oleh

gaya gesekan antara bagian fluida yang melekat ke permukaan benda dengan

bagian fluida disebelahnya dimana gaya gesekan itu sebanding dengan koefisien

viskositas fluida.

Menurut Stokes, gaya gesekan itu diberikan oleh apa yang disebut rumus

Stokes :

F=6 πrλv (2.9)

Tetapi sesuai dengan rumus Stokes, makin cepat gerakannya makin besar gaya

gesekannya sehingga akhirnya maki n besar gaya tepat seimbang denag gaya

gesekan dan jatuhnya kelereng pun dengan kecepatan tetap besar V sehingga

berlaku persamaan:

mg=6πrλv (2.10)

akan tetapi sebenrnya kelereng juga bekerja gaya ke atas Archimedes sebesar

berat cairan yang dipindahkan, yaitu sebesar:

F Arc=Vρ' g '=( 43

)πr3 ρ ' g(2.11)

Dengan v adalah volum kelereng dan ρ ' adalah massa jenis cairan. Dengan

menuliskan:

m=V ρ=( 43 ) πr3 ρg

(2.12) dengan ρ

adalah massa jenis pembuat kelereng,

persamaan di atas terkoreksi menjadi:

( 43 )πr 3 ρg−( 4

3 )π3 ρ' g=6πrλv (2.13)

Sebuah bola yang jatuh kedalam fluida kental akan mencapai kecepatan akhirnya

Vr pada saat kekentalan yang menahan plus gaya apung sama dengan gaya berat

Page 93: semua laporan.docx

bola itu. Apabila L rapat massa bola dan 𝓁 rapat massa fluida. Jadi berat bola ialah 43 π .l . g .gaya apung 4

3 π .r . l . g dan apabila kecepatan akhir ialah mencapai 4

3π .r . l . p g+6.π . . Vr=4

3π3 l . g maka persamaan nya adalah:

Vr¿ 2r 2 g9.

(𝓁-lo) (2.14)

Dengan menggunakan / mengukur kecepatan akhir sebuah bola yang radius dan

rapat massanya di ketahui, maka viskositas fluida ke dfalam mana bola itu

jatuhnya,dapat di hitung berdasarkan persmaan di atas. Persamaan ini juga telah

digunakan oleh ilmuwan untuk menghitung radius tetes minyak subsoskop yang

harus bermuatan listrik dengan jalan dapat mengetahui muatan kental fluida

(viskositas) .Aliran fuida dapat di karakteristikan sebagai lurus yang disebut

lamier ,dimana lapisan fluida bergerak dengan mulus dan reguler sepanjang

lintasan yang disebut jalur lurus .

\

Page 94: semua laporan.docx

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, tanggal 06 oktober 2011,

pukul 07:30 – 09:30 WITA, bertempat di Laboratorium Fisika Dasar Gedung C

Lantai 3, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Mulawarman, Samarinda .

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

1. Tabung silinder yang berisi fluida

2. Satu bola kecil

3. Mikrometer skrup

4. Sendok saring untuk mengambil bola dari tabung

5. Stopwatch

6. Neraca ohauss

7. Gelang tembaga untuk memberikan jarak

3.2.2 Bahan:

1. Minyak goreng

2. Oli

3.2 Prosedur Percobaan

1. Diukur diameter tiap-tiap bola dengan mikrometer sekrup, Diulangi

percobaan sebanyak 5 kali.

2. Ditimbang tiap-tiap bola dengan neraca analitis, diulang sebanyak 5 kali.

3. Ditempatkan gelang yang dilingkari tabung kira-kira 5 cm dari bagian atas

dan bawah tabung.

4. Diukur jarak jauh d ( jarak kedua gelang atas dan bawah ).

5. Dimasukkan sendok saringan sampai dasar tabung dan tunggu bebebrapa

saat sampai fluida diam.

Page 95: semua laporan.docx

6. Diukur waktu jatuh T untuk tiap-tiap bola, diulangi beberapa kali.

7. Diubah letak gelang hingga jarak d berubah, diulangi percobaan sperti

pada poin 4 sampai 6

Page 96: semua laporan.docx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Bola

NO Massa (kg) Diameter (m) Jari-jari (m)

1 10,159 X 10-3 0,02516 0,01258

2 10,139 X 10-3 0,0251 0,01255

3 10,129 X 10-3 0,02506 0,01253

4 10,119 X 10-3 0,02517 0,01256

5 10,129 X 10-3 0,02538 0,01257

4.1.2 Koefisien viskositas fluida minyak

N

O

d (m) Waktu (s) Rata-rata

(s)t1 t2 t3 t4 t5

1 0,05 0,363 0,416 0,268 0,256 0,217 1,52

2 0,10 0,388 0,402 0,498 0,409 0,417 2,11

3 0,15 0,386 0,636 0,627 0,504 0,676 3,02

4 0,20 0,748 0,750 0,891 0,876 0,904 4,18

5 0,25 1,046 1,322 0,878 1,119 1,083 5,45

4.1.3 koefsien viskositas Oli

NO Jarak Gelang

(m)

Waktu (s) Rata-

rata (s)t1 t2 t3 t4 t5

1 0,05 0,339 0,234 0,260 0,220 0,167 0,244

2 0,10 0,594 0,604 0,541 0,467 0,481 0,548

3 0,15 1,313 1,249 1,197 1,042 1,191 1,198

Page 97: semua laporan.docx

4 0,20 1,991 1,836 1,834 1,733 1,760 1,830

5 0,25 2,685 2,468 2,509 2,476 2,525 2,532

4.2 Analisis Data

4.2.1 Perhitungan Tanpa KTP

4.2.1.1 Volume Bola

1.) V1 = 43

π r3

= 43

.3,14. (0,01258)3

= 8,335 x 10-6- m3

V2 = 43

π r3

= 43

.3,14. (0,01255)3

= 8,275 x 10-6- m3

V3 = 43

π r3

= 43

. 3,14 .(0,01253)3

= 8,236 x 10-6- m3

V4 = 43

π r3

= 43

.3,14. (0,01256)3

= 8,295 x 10-6- m3

V5 = 43

π r3

= 43

.3,14. (0,01257)3

= 8,315 x 10-6- m3

V = ∆ V

5 =

V 1+V 2+V 3+V 4+V 5

5

Page 98: semua laporan.docx

=

8,335 x10−6+8,275 x 10−6+8,236 x 10−6+8,295 x 10−6+8,315 x10−6

5

= 8,291 x 10-6 m3

4.2.1.2 Massa Jenis Bola

ρ1 = m1

V

= 10,139 x 10−3

8,335 x 10−6

= 1.216,43 kg/m3

ρ2 = m2

V

= 10,139 x 10−3

8,275 x 10−6

= 1.225,25 kg/m3

ρ3 = m3

V

= 10 , ,129 x10−3

8,236 x 10−6

= 1.229,84 kg/m3

ρ4 = m4

V

= 10,119 x10−3

8,295 x 10−6

= 1.219,89 kg/m3

ρ5= m5

V

= 10,129 x 10−3

8,315 x 10−6

= 1.218,15 kg/m3

ρ = ∆ P5

= P1+P2+P3+P4+P5

5

Page 99: semua laporan.docx

= 1216,43+1225,25+1229,84+1219,89+1218,15

5

= 1.221,912 kg/m3

4.2.1.3 Koefisien viskositas (η) untuk minyak

4.2.1.3.1 Percobaan ke 1 (0,05m)

η1 = 2 r2> ¿g d

¿ (ρ – ρ m)

= 2.1,582 X 10−4 .9,8 .1,529.0,05

(1221,912 – 800)

= 1,068 . pa.s

η2 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,525 X 10−4 .9,8 . 2,119.0,05

(1221,912 – 800)

= 5,913. pa.s

η3 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 3,029.0,05

(1221,912 – 800)

= 8,713086. pa.s

η4 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 4,189.0,05

(1221,912 – 800)

= 12,113. pa.s

η5 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,580 X 10−4 .9,8 . 5,459.0,05

(1221,912 – 800)

= 15,824. pa.s

η =

4.41891+5,913+8,713086+12,113+15,8245

=46,9815

=9,3836 Pa . s

Page 100: semua laporan.docx

4.2.1.3.2 Percobaan ke 2 (0,10)

η1 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,582 X 10−4 .9,8 .1,529.0,10

(1221,912 – 800)

= 2,2094. pa.s

η2 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,525 X 10−4 .9,8 . 2,119.0,10

(1221,912 – 800)

= 2,956. pa.s

η3 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 3,029.0,10

(1221,912 – 800)

= 4,3565. pa.s

η4 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 4,189.0,10

(1221,912 – 800)

= 6,0567. pa.s

η5 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,580 X 10−4 .9,8 . 5,459.0,10

(1221,912 – 800)

= 7,9117. pa.s

η = 2,2094+2,956+4,3565+6,0567+7,9117

5=4,69806 Pa. s

4.2.1.3.3 Percobaan ke 3 (0,15m)

η1 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

Page 101: semua laporan.docx

= 2.1,582 X 10−4 .9,8 .1,529.0,15

(1221,912 – 800)

= 1,4729. pa.s

η2 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,525 X 10−4 .9,8 . 2,119.0,15

(1221,912 – 800)

= 1,9710. pa.s

η3 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 3,029.0,15

(1221,912 – 800)

= 2,9043. pa.s

η4 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 4,189.0,15

(1221,912 – 800)

= 6,05678. pa.s

η5 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,580 X 10−4 .9,8 . 5,459.0,15

(1221,912 – 800)

= 7,91178. pa.s

η = 1,4729+1,9710+2,9043+6,05678+7,91178

5=4,0633 Pa . s

4.2.1.3.4 Percobaan ke 4 (0,20)

η1 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,582 X 10−4 .9,8 .1,529.0,20

(1221,912 – 800)

= 1,10472. pa.s

η2 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,525 X 10−4 .9,8 . 2,119.0,20

(1221,912 – 800)

Page 102: semua laporan.docx

= 1,478. pa.s

η3 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 3,029.0,20

(1221,912 – 800)

= 2,1782. pa.s

η4 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 4,189.0,20

(1221,912 – 800)

= 3,028. pa.s

η5 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,580 X 10−4 .9,8 . 5,459.0,20

(1221,912 – 800)

= 3,9558. pa.s

η = 1,10472+1,478+2,1782+3,0283+3,9558

5=2,349 Pa . s

4.2.1.3.5 Percobaan ke 5 (0,25m)

η1 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,582 X 10−4 .9,8 .1,529.0,25

(1221,912 – 800)

= 0,8837. pa.s

η2 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,525 X 10−4 .9,8 . 2,119.0,25

(1221,912 – 800)

= 1,18262. pa.s

η3 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 3,029.0,25

(1221,912 – 800)

Page 103: semua laporan.docx

= 1,74261. pa.s

η4 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 4,189.0,25

(1221,912 – 800)

= 2,42271. pa.s

η5 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρm )

= 2.1,580 X 10−4 .9,8 . 5,459.0,25

(1221,912 – 800)

= 3,16471. pa.s

η = 0,8837+1,18262+1,74261+2,42271+3,16471

5=1,8792 Pa. s

4.2.1.4Koefisien viskositas (η) untuk Oli

4.2.1.4.1 Percobaan ke 1 (0,05m)

η1 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,582 X 10−4 .9,8 .1,529.0,05

(1221,912 – 900)

= 0,5412. pa.s

η2 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo)

= 2.1,525 X 10−4 .9,8 . 2,119.0,05

(1221,912 – 900)

= 1,1717. pa.s

η3 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 3,029.0,05

(1221,912 – 900)

= 2,6371. pa.s

η4 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 4,189.0,05

(1221,912 – 900)

Page 104: semua laporan.docx

= 4,0463. pa.s

η5 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,580 X 10−4 .9,8 . 5,459.0,05

(1221,912 – 900)

= 5,6092. pa.s

η = 0,5412+1,1717+2,6371+4,0463+5,6092

5=2,801 Pa . s

4.2.1.4.2 Percobaan ke 2 (0,10m)

η1 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,582 X 10−4 .9,8 .1,529.0,10

(1221,912 – 900)

= 0,2706. pa.s

η2 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo)

= 2.1,525 X 10−4 .9,8 . 2,119.0,10

(1221,912 – 900)

= 0,0585. pa.s

η3 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 3,029.0,10

(1221,912 – 900)

= 1,3184 . pa.s

η4 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 4,189.0,10

(1221,912 – 900)

= 2,0230. pa.s

η5 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,580 X 10−4 .9,8 . 5,459.0,10

(1221,912 – 900)

= 2,8045. pa.s

Page 105: semua laporan.docx

η = 0,2706+0,0585+1,3184+2,0230+2,8045

5=1,2950 Pa . s

4.2.1.4.3 Percobaan ke 3 (0,15m)

η1 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,582 X 10−4 .9,8 .1,529.0,15

(1221,912 – 900)

= 1,8044. pa.s

η2 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo)

= 2.1,525 X 10−4 .9,8 . 2,119.0,15

(1221,912 – 900)

= 0,3903. pa.s

η3 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 3,029.0,15

(1221,912 – 900)

= 0,8789 . pa.s

η4 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 4,189.0,15

(1221,912 – 900)

= 1,3486. pa.s

η5 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,580 X 10−4 .9,8 . 5,459.0,15

(1221,912 – 900)

= 1,8697. pa.s

η = 1,8044+0,3903+0,8789+1,3486+1,8697

5=1,2583 Pa . s

4.2.1.4.4 Percobaan ke 4 (0,20m)

Page 106: semua laporan.docx

η1 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,582 X 10−4 .9,8 .1,529.0,20

(1221,912 – 900)

= 0,1353. pa.s

η2 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo)

= 2.1,525 X 10−4 .9,8 . 2,119.0,20

(1221,912 – 900)

= 0,2927. pa.s

η3 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 3,029.0,20

(1221,912 – 900)

= 0,6592 . pa.s

η4 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 4,189.0,20

(1221,912 – 900)

= 1,0115. pa.s

η5 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,580 X 10−4 .9,8 . 5,459.0,20

(1221,912 – 900)

= 1,4022. pa.s

η = 0,1353+0,2927+0,6592+1,0115+1,4022

5=0,70028 Pa . s

4.2.1.4.5Percobaan ke 4 (0,25m)

η1 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,582 X 10−4 .9,8 .1,529.0,25

(1221,912 – 900)

= 0,1082. pa.s

η2 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo)

Page 107: semua laporan.docx

= 2.1,525 X 10−4 .9,8 . 2,119.0,25

(1221,912 – 900)

= 0,2342. pa.s

η3 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 3,029.0,25

(1221,912 – 900)

= 0,5273 . pa.s

η4 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,577 X 10−4 .9,8 . 4,189.0,25

(1221,912 – 900)

= 0,8092. pa.s

η5 = 2 r2> ¿g d

¿¿-ρo )

= 2.1,580 X 10−4 .9,8 . 5,459.0,25

(1221,912 – 900)

= 1,1218. pa.s

η = 0,1082+0,2342+0,5273+0,8092+1,1218

5=0,5601 Pa . s

4.2.2 Perhitungan dengan KTP

∆r = 13

x 0,01 = 3,3x10-3

∆ m=13

x0,01 =3,3x10-3

4.2.2.1 Volume Bola

ΔV1 = √(4 πr¿¿2) .(∆ r)2 ¿

=√¿¿

= √4,299 x10−11

= 6,556 x 10-6m3

Page 108: semua laporan.docx

ΔV2 = √(4 πr¿¿2) .(∆ r)2 ¿

=√¿¿

= √4,261 x10−11

= 6,528 x 10-6m3

ΔV3 = √(4 πr¿¿2) .(∆ r)2 ¿

=√¿¿

= √4,234 x 10−11

= 6,507 x 10-6m3

ΔV4 = √(4 πr¿¿2) .(∆ r)2 ¿

=√¿¿

= √4,273 x10−11

= 6,536 x 10-6m3

ΔV5 = √(4 πr¿¿2) .(∆ r)2 ¿

=√¿¿

= √4,288 x10−11

= 6,548 x 10-6m3

4.2.2.2 Massa jenis bola

∆ρ1 = √( 1V )

2

.¿¿

= √( 1

8,335 x10−6 )2

.¿¿

= √156753,2925

= 395,921 kg/m3

∆ρ2 = √( 1V )

2

.¿¿

= √( 1

8,275 x10−6 )2

.¿¿

= √159034,6931

= 398,792 kg/m3

Page 109: semua laporan.docx

∆ρ3 = √( 1V )

2

.¿¿

= √( 1

8,236 x10−6 )2

.¿¿

= √160544,4158

= 400,70 kg/m3

∆ρ4 = √( 1V )

2

.¿¿

= √( 1

8,295 x10−6 )2

.¿¿

= √158268,7234

= 397,830 kg/m3

∆ρ5 = √( 1V )

2

.¿¿

= √( 1

8,315 x10−6 )2

.¿¿

= √157508,2741

= 396,873 kg/m3

4.2.3 Perhitungan dengan KTP mutlak

4.2.3.1 Volume Bola

1. V1 ± ∆V1 = 8,335x10-6 ± 6,556x 10-6 m3

2. V2 ± ∆V1 = 8,275x10-6 ± 6,528 x 10-6 m3

3. V3 ± ∆V1 = 8,236x10-6 ± 6,507 x 10-6 m3

4. V4 ± ∆V1 = 8,295x10-6 ± 6,536 x 10-6 m3

5. V5 ± ∆V1 = 8,315x10-6 ± 6,548 x 10-6 m3

4.2.3.2 Massa Jenis Bola

1. ρ1 ± ∆ ρ1= 1216,43 ± 395,921 kg/m3

2. ρ2 ± ∆ ρ2= 1225,25 ± 398,792 kg/m3

Page 110: semua laporan.docx

3.ρ3 ± ∆ ρ3= 1229,84 ± 400,70 kg/m3

4.ρ4± ∆ ρ4= 1219,89 ± 397,830 kg/m3

5. ρ5 ± ∆ ρ5= 1218,15 ± 396,873 kg/m3

4.2.4 Perhitungan dengan KTP relative

4.2.4.1 volume bola

Vbola 1 = ∆ V 12

V x100%

= 6,556 x10−6

8,335 x10−6 x 100%

= 0,786%

Vbola 2 = ∆ V 2

V x100%

= 6,528 x10−6

8,275 x10−6 x 100%

= 0,788 %

Vbola 3 = ∆ V 3

V x100%

= 6,507 x10−6

8,236 x10−6 x 100%

= 0,790 %

Vbola 4 = ∆ V 4

V x100%

= 6,536 x10−6

8,295 x10−6 x 100%

= 0,782 %

Vbola 5 = ∆ V 5

V x100%

= 6,548 x10−6

8,315 x10−6 x 100%

= 0,787 %

4.2.4.2 Massa Jenis Bola

Page 111: semua laporan.docx

ρbola 1 = ∆ ρ1

ρ1 x100%

= 395,9211216,43

x 100%

= 0,330 %

ρbola 2 = ∆ ρ2

ρ2 x100%

= 398,7921225,25

x 100%

= 0,325 %

ρbola 3 = ∆ ρ3

ρ3 x100%

= 400,70

1229,84 x 100%

= 0,327 %

ρbola 4 =∆ ρ4

ρ4 x100%

= 397,8301219,89

x 100%

= 0,326 % kg/m3

ρbola 5 = ∆ ρ5

ρ5 x100%

= 396,8731218,15

x 100%

= 0,325 %

4.3 Analisis Grafik

4.3.1 Perhitungan Minyak

Tr2 = gη d

2.g( ρ−ρ m)

= 9.9,3836 . 0,05

2. 9,8 (1221,912−800)

= √5,10627

Page 112: semua laporan.docx

= 0,02259

Tr2 = gη d

2.g( ρ−ρ m)

= 9. 4,69806.0,1

2. 9,8 (1221,912−800)

= √5,11308.10−4

= 0,02261

Tr2 = gη d

2.g( ρ−ρ m)

= 9.4,0633.0,15

2. 9,8 (1221,912−800)

= √6,63337.10−4

= 0,02575

Tr2 = gη d

2.g( ρ−ρ m)

= 9.2,349 .0,2

2. 9,8 (1221,912−800)

= √5,1130.10−4

= 0,2261

Tr2 = gη d

2.g( ρ−ρ m)

= 9 .1,879.0,25

2. 9 , 8(1221,912−800)

=√5,113020.10−4

= 0,22612

4.3.2 Perhitungan oli

Tr2 = g η d

2. g( ρ−ρ o)

= 9 .2,801 .0,05

2. 9,8 (1221,912−900)

= √1,99770973.10−4

= 0,01413

Page 113: semua laporan.docx

Tr2 = g η d

2. g( ρ−ρ o)

= 9.1,2950 .0,10

2. 9,8 (1221,912−900)

= √1,847221.10−4

= 0,013591

Tr2 = gη d

2.g( ρ−ρ m)

= 9x 1,2583 x0,15

2. 9,8 (1221,912−900)

= √2,69230.10−4

= 0,01640

Tr2 = gη d

2.g( ρ−ρ m)

= 9 x 0,70028 x0,20

2. 9,8 (1221,912−900)

= √1,99779.10−4

= 0,014134

Tr2 = gη d

2.g( ρ−ρ m)

= 9x 0,5601 x 0,25

2. 9,8 (1221,912−900)

= √1,997353.10−4

= 0,014132

4.3 Grafik

4.3.1 Minyak

Page 114: semua laporan.docx

1 2 3 4 50

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

Tr²n Minyak

Tr²n

(Sm

²)

4.3.2 Oli

1 2 3 4 50

0.002

0.004

0.006

0.008

0.01

0.012

0.014

0.016

0.018

Tr²n Oli

4.4 Pembahasan

Percepatan bola saat diminyak dan berada di oli sangat berbeda. Itu

dikarenakan koefisien kekentalan oli lebih besar di banding dengan minyak .

Page 115: semua laporan.docx

sehingga bola lebih cepat turun kebawa didalam minyak, dan lebih lambat di

dalam oli.

Faktor-faktor yang mempengaruhi lecepatan bola adalah viskositas zat,

volume zat, dan juga massa bola.

Aplikasi dari viskositas dapat diterapkan dan dapat digunakan dalam

pekerjaan-pekerjaan di bidang perminyakan yang diperlukan menghitung

viskositas zat .

Faktor-fakot yang mempengaruhi kesalahan dalam percobaan viskositas

ini adalah kurang teliti dalam mengukur diameter bola sehingga tidak didapatkan

massa bola yang benar. Dalam mengukur kecepatan bola jatuh kedasar tabung

sangat silit mengkordonasikan anatar melihat ke tabung silinder dengan kecepatan

menekan tombol waktu ketika bola sudah sampai pada jarak yang ditentukan.

Dapat juga dikarenakan kurang pas saat menjatuhkan bola ke dalam fluida .

BAB V

PENUTUP

Page 116: semua laporan.docx

5.1 Kesimpulan

1. viskositas fluida merupakan ukuran ketahanan sebuah fluida terhadap

deformasi atau perubahan bentuk.

2. viskositas dipengaruhi oleh tempratur, tekanan, kohesi, dan laju

perpindahan, momentum molekul. Viskositas zat cair cenderung

menurun dengan seiring bertambahnya kenaikan tempratur, hal ini

disebabkan gaya-gaya kohesi pada zat cair bila dipanaskan akan

mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya tempratur pada

zat cair yang menyebabkan turunnya viskositas dari zat cair tersebut.

3. viskositas dan suhu memiliki perbandingan terbalik,dimana semakin

tinggi suhu maka viskositas, dari bahan tersebut akan semakin tinggi.

5.2 Saran

Saran saya adalah alat-alat yang ada di modul sebaiknya ada juga di

laboratorium agar kita dapat mengenal alat tersebut. Contohnya aerometer.

Dan juga untuk praktikum selanjutnya sebaiknya dapat mencoba

menggunakan medium atau fluida yang berbeda, seperti sabun cair. Agar

kita dapat membandingkan koefisien kekentalannya.

DAFTAR PUSTAKA

Page 117: semua laporan.docx

Giancolli.1998.”Fisika”. Jakarta: Erlangga.

Jati, Bambang, Murdaka Eka. Dkk. 2007. “Fisika Dasar untuk Mahasiswa”.

Yogyakarta : Andi

Munson, Bruce R, Young Donald F, dan Okiishi Theodore H. 2007. “Mekanika

Fluida”.Jakarta: Erlangga.

Sears, Francis, dan Mark Zemansky. 1982. “Fisika untuk Universitas 1”.

Bandung: Bina cipta.

Tripler.1991.Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jakarta: Erlangga.

BAB I

PENDAHULUAN

Page 118: semua laporan.docx

1.1 Latar Belakang

Dikehidupan sehari-hari kita ssering mendengar istilah tentang panas.

Namun dalam fisika istilah panas berbeda dengan istilah panas yang sering kita

gunakan sehari-hari. Dalam kegiatan sehari-hari kita sering mengartikan panas

dengan sesuatu zat atau benda yang memiliki suhu yang tinggi dibandingkan yang

lainnya. Tetapi dalam fisika panas diartikan sebagai bentuk energi yang

dipindahkan melalui batas sistem lain atau lingkungannya yang mempunyai

temperatur lebih rendah, karena adanya perbedaan temperatur. Perpindahan

temperatur itulah yang bisa kita sebut kalor.(Harijono Djojodiharjo,1985).

Pada abad kedelapan belas, teori sifat kalor yang diterima pada saat itu

ialah teori kalor, pada saat itu dianggap bahwa kalor merupakan zat yang berupa

fluida tanpa massa yang terpancar dari benda akibat dorongan partikel kalornya.

Teori kalor ini digantikan pada bagian akhir abad ke delapan belas oleh teori

dinamik kalor, yang sekarang diterima dimana-mana yang menganggap kalor

tersebut sebagai modal perpindahan energi.(Michael A Saad,2000)

Tara kalor listrik ini adalah dilandasi oleh hukum joule dan asas block,

dimana suatu energi dapat berubah bentuk ke energilain sehingga dikenal sebagai

kesetaraan antara panas dengan energi listrik atau energi mekanik yang berguna

untuk kehidupan sehari hari.

1.2 Tujuan Percobaan

1. untuk memahami perpindahan kalor akibat perbedaan suhu.

2. untuk menentukan tara kalor listrik dengan menggunakan calorimeter.

1.3 Batasan Masalah

1 Diukur waktu setiap kenaikan suhu 2ºC

1.4 Manfaat Percobaan

1. dapat lebih memahami tentang kalor dan juga

Page 119: semua laporan.docx

2. dapat lebih memahami perpindahan kalor akibat perbedaan suhu.

3. dapat menentukan kalor jenis menggunakan kalori meter.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 120: semua laporan.docx

Kalor adalah energi dalam yang dipindahkakn dari benda bersuhu tinggi

ke benda bersuhu rendah ketika kedua benda disentuhkan (dicampur).(Bibit

Supardi,2004)

Kalor juga diartikan sebagai bentuk energi yang dipindahkan melalui

perbedaan suhu. Besarnya kalor yang diserap atau dilepaskan benda dapat

dirumuskan

Q=m c ∆T (2.1)

Dengan :

Q = kalor yang diserap atau dilepaskan(joule atau kalor)

M = massa benda(kg atau g)

C = kalor jenis benda (joule/kgoc)

∆T= kenaikan suhu (oc)

Kalor jenis (c) adalah perbandingan antara kapasitas kalor dengan massa benda.

(Akhmad Soenjaya,1980)

Kalor jenis juga diartikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk

mengubah suhu 1 kg suatu zat sebesar 1oc. Kalor jenis suatu zat dapat dinyatakan

sebagai

C=Q

m ∆T (2.2)

Dengan :

Q = kalor yang diperlukan (kal)

M = massa zat (gr)

∆T= kenaikan suhu (oc)

Dan juga kita dapat mencari kalor jenis dengan menggunakan rumus :

Page 121: semua laporan.docx

c=Cm

(2.3)

dengan :

c = kalor jenis

C = kapasitas kalor

M = massa (gr)

Kalor adalah energi yang dipindahkan dari suatu zat ke zat lain karena

perbedaan suhu. Satuan kalor Q biasanya didefinisikan secara kuantitatif dalam

perubahan tertentu yang dihasilkan di dalam sebuah benda selama proses tertentu.

Jadi, jika temperatur dari suatu kilogram air dinaikkan dari 14,5 sampai 15,5°c

dengan memanaskan air tersebut maka kita katakan bahwa satu kalori (Kkal) kalor

telah ditambahkan kepada sistem tersebut. Kalori (=10-3 kkal) di gunakan juga

sebagaian satuan kalor. (Perlu kita ketahui, bahwa “kalori” yyang digunakan

untuk mengukur kandungan tenaga dari bahan makanan adalah sesungguhnya satu

kilokalori). Dalam sistem teknik maka satuan kalor adalah satuan termal Inggris

(British Thermal Unit/ BTU) yang di definisikan sebagai kalor yang perlu untuk

menaikkan temperature satupun air dari 63 ke 64°F. Temperatur kamar, terdapat

sedikit variasi kalor yang diperlukan untuk kenaikkan temperature satu derajat

dengan interval ini untuk kebanyakan tujuan praktis. Satuan kalor di hubungkan

sebagai berikut :

1,000 kkal = 1000 cal = 3,968 Btu

Zat-zat berbeda terhadap satu sama lain di

dalam kuantitas kalor yang diperlukan untuk menghasilkan suatu kenaikan

temperature yang diberikan di dalam sebuah massa yang di berikan. Perbandingan

banyaknya tenaga kalor ∆Q yang di bekalkan kepada sebuah benda untuk

menaikkan temperaturnya sebanyak ∆T dinamakan kapasitas kalor C (Heat

Capacity C) dari benda tersebut, yakni:

C = Kapasitas kalor = ∆ Q∆ T

( 2.4 )

Page 122: semua laporan.docx

Perkataan “kapasitas” dapat memberikan pengertian yang menyesatkan

(misleading) karena perkataaan tersebut menyarankan pernyataaan “ banyaknya

kalor yang dapat dipegang oleh sebuah benda “ yng merupakan pernyataan yang

pada pokoknya tidak berarti, sedangkan yang diartikan, sebenarnya dengan

perkataan tersebut hanyalah tenaga yang harus di tambahkan sebagai kalor untuk

menaikkan temperatur benda sebanyak satu derajat.

Kapasitas kalor persatuan massa sebuah benda, yang dinamakan kalor

jenis (spesific heat), adalah ciri (karateristik) dari bahan yang membentuk

benda tersebut :

C = Kapasitas kalor

massa =

∆ Q∆ T

( 2.5)

Di lain pihak, kita secara wajar berbicara mengenai kapasitas kalor dari

sebuah benda tidaklah konsen tetapi tergantung pada tempat dari interval

temperatur tersebut. Persamaan-persamaan terdahulu hanya memberikan nilai-

nilai rata-rata kuantitas. Kuantitas ini dalam jangkauan nilai temperatur sebesar ∆

T. Didalam limit, untuk∆T → O kita dapat berbicara mengenai kalor jenis pada

suatu temperatur T yang khas.

Kalor yang harus diberikan kepada sebuah benda yang massanya m, yang

bahannya mempunyai kapasitas panas jenis C, untuk menaikkan temperaturnya

dari T, menjadi TF, dengan menganggap ∆T ≪ TF - Ti adalah

Q = ε ∆Q =∑Ti

Tf

mc ∆ T

Didalam batas diferensial maka persamaan ini menjadi

Q = m ∫Ti

Tf

cd T

Dengan c adalah fungsi dari sebuah temperatur. Pada temperatur biasa dan pada

interval-interval temperatur biasa, maka kalor jenis ini dapat dianggap sebagai

konstanta.

Kapasitas kalor (C) adalaha perbandingan antara jumlah kalor yang

diterima dengan kenaikan suhu, dan juga dapat diartikan sebagai kalor yang

Page 123: semua laporan.docx

diperlukan untuk menaikkan suhu sekuruh benda sebesar satu derajat.(Bibit

Supardi,2004)

Kapasitas kalor dapat juga dirumuskan sebagai

C=Q

∆ T(2.6)

Dengan :

C = kapasitas kalor

Q = kalor yang diperlukan (kal)

∆T= kenaikan suhu (oC)

Satuan C = kalori

gram℃ atau

blupound℉

(2.7)

Jadi : bagi benda dengan massa m dan kapasitas kalor jenisnya C. Berdasarkan

persamaan diatas maka jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhunya

dengan ∆ t ,ialah :

Q = m c ∆ t =mc (t2-t1) (2.8)

Kalor jenis suatu bahan didefinisikan sebagai perbandingan antara kapasitas kalor

jenis bahan itu dengan kapasitas kalor jenis air. Kapasitas kalor jenis beberapa

bahan

Page 124: semua laporan.docx

Tabel 2.2 Kapasitas kalor

Bahan panas jenis Selang suhu

Aluminium 0,217 17-100℃

Kuningan 0,094 15-100℃

Tembaga merah 0,093 15-100℃

Gelas 0,199 20-100℃

Es 0,550 10-0℃

Besi 0,113 18-100℃

Timah hitam 0,031 20-100℃

Air raksa 0,033 0-100℃

Perak 0,056 15-100℃

Kapasitas kalor jenis sesungguhnya dari sau bahan pada sembarang suhu

didefinisikan berdasarkan persamaan

C = kapasitas kalor

massa =

Q /∆ tm

= Q

m ∆ t(2.9)

Dengan membandingkan kenaikan suhu kecil tidak terhingga sebesar dt

dan jumlah panas yang diperlukan untuk menimbulkan kenaikan tersebut sama

dengan dQ; jadi :

Kalor jenis sesungguhnya C=1m

dQdt

.(akhmad Soenjaya dkk,1980)

Seperti yang telah dijelaskan bahwa ada kesetaraan antara usaha atau

energi listrik dengan panas yang ditimbulkannya. Besarnya usaha dalam bentuk

energi listrik yang diberikan ke dalam sistem ditentukan oleh :

w = Vit

Page 125: semua laporan.docx

dengan :

V = beda potensial (Volt)

I = kuat arus(Ampere)

T = waktu (detik/sekon)

Untuk berbagai benda yang dicampur dan di isolasi sempurna terhadap

lingkungan, banyak kalor yang dilepas sama dengan banyak kalor yang diterima

benda lainnya. Teori tersebut dikenukakan oleh “Josep Black”. Sehingga energi

listrik dapat diubah menjadi kalor apabila sudah memenuhi “Asas Black”.

Qlepas =Qterim(2.10)

Yang melepas kalor adalah benda yang suhunya tinggi dan yang menerima kalor

adalah benda bersuhu rendah. Bila persamaan (1) dijabarkan maka.

m1.C1(t1-ta) = m2.C2(ta-t2)(2.11)

catatan yang harus diingat jika menggunakan Asas Black adalah pada benda yang

bersuhu tinggi digunakan (t1-ta) dan untuk benda bersuhu rendah digunakan (ta-

t2). Danrumus kalor yang digunakan tidak selalu seperti rumus diatas. Tergantung

pada soal yang dikerjakan

dalam percobaan tara kalor listrik besarnya energi yang diserap oleh zat cair dan

kalorimeter dapat dirumuskan sebagai berikur :

Qserap=c.m.∆ t +C ∆ t(2.12)

Dengan :

c =kalor jenis benda (joule/kg℃)

m =massa benda (kg atau g)

C = kapasitas kalor

∆t = kenaikan suhu (℃)

Page 126: semua laporan.docx

Tara kalor listrik adalah perbandingan antara energi listrik yang diberikan

terhadap panas. Yang dihasilkan.

J = W/H (joule/kalori) (2.13)

Energi listrik sebesar Vit (joule) ini merupakan energi mekanik yang hilang dari

elektron-elektron yang bergerak dari ujung kawat berpotensial rendah ke ujung

yang berpotensial tinggi. Energi ini berubah menjadi panas jika tak ada panas

yang keluar dari kalorimeter maka panas yang timbul besarnya :

H = (m+Na).(ta-tm) [kalori] (2.12)

Dengan :

M = MAir.CAir

Na = nilai air kalorimeter (kal/9℃)

ta = suhu akhir air

tm = suhu mula-mula air

Energi listrik dilambangkan w dan memiliki satuan joule. Sedangkan

energi kalor dilambangkan dengan Q dengan satuan [kalori]. Maka agar w dan Q

dapat menjadi setara joile harus diubah dalam kalori, dimana nilai energi 1 kalori

=4,186 joule .

nilai “4,186” dikenal dengan nama “tara kalor mekanik”. Pada rumusan :

Q = a.w (2.14)

Konstanta “a” adalah faktor pengali untuk mengubah satuan w (joule) menjadi

satuan kalori, agar kedua ruas mempunyai satuan yang sama.

Jadi : a=1

(4,186 )= 0,239 → inilah yang disebut dengan tara kalor listrik. Artinya

adalah 1 joule = 0,239 kalori.

Page 127: semua laporan.docx

Jika seandainya energi kalor (Q) sudah dalam satuan joule, maka kita tidak perlu

lagi memakai “nilai kesetaraan” tsb. Jadi boleh langsung kita tulis menjadi :

“Q = W” (2.15)

Dengan

Q = kalor yang diserap atau dilepaskan (j atau kal)

W = energi listrik (j)

Kalorimeter adalah alat untuk mengukur kwantitas panas. Ada dua macam

kalorimeter yaitu :

- Kalori meter arus kontinu

- Kalori meter air. (Akhmad soenjaya,1980)

Beberapa manfaat mempelajari tara kalor listrik sebagai berikut :

- Untuk mengukur temperatur air

- Untuk mengukur tegangan listrik

- Untuk mengukur kecepatan air terjun

- Untuk mengetahuinmassa jenis air

- Untuk pengasapan air

- Pemilihan logam untuk pembuatan benda yang berbahan dasar logam-

logaman. (Michael A sead,2000)

Kalor jenis dapat didefinisikan sebagai kalor yang diperlukan untuk

menaikkan suhu 1 Kg suatu zat sebesar 1K atau 1°C. Kalor jenis adalah sifat khas

suatu zat yang yang menunjukkan kemampuannya untuk menyerap kalor.

Semakin besar kalor jenis suatu benda, semakin besar pula kemampuan untuk

menyerap kalor pada perubahan suhu yang sama. Menurut definisi, kalor jenis c

dapat dinyatakan dalam matematis sebagai berikut :

Page 128: semua laporan.docx

C= Q

m. ∆ t

(2.16)

Dengan

C = kalor jenis benda (J/kg K)

Q = energi kalor (J)

m = massa benda (kg)

∆t = perubahan suhu (k)

Zat yang memiliki kalor jenis tinggi mampu menyerap lebih banyak

kalor untuk kenaikan suhu yang rendah. Zat-zat seperti itu dimanfaatkan

sebagai tempat untuk menyimpan energi termal

Tabel 2.2 Kalor jenis berbagai zat (pada suhu 20°C dan tekanan tetap 1

atm)

Zat Kalor jenis

(1kg-1 K-1)

Alkohol 2400

Raksa 140

Air 2100

es (-5°c) 2100

cair (15°c) 4180

uap (110°c) 2010

Badan

manusia 3470

Udara 1000

Pada tabel 2.1 ditunjukkan bahwa air adalah zat yang memiliki kalor jenis

paling tinggi di antara zat-zat lainnya.

Kalor jenis air yang tinggi menyebabkan beberapa hal berikut :

1. Air digunakan sebagai zat cair penyimpan energi termal dari Matahari

pada panel surya. Air digunakan sebagai zat penghantar kalor dengan

Page 129: semua laporan.docx

tujuan agar hanya terjadi sedikit penurunan suhu sewaktu terjadi

perpindahan kalor.

2. Air digunakan sebagai cairan pendingin mesin mobil (radiator) yang

berfungsi untuk memindahkan energi kalor dari mesin mobil (radiator)

yang berfungsi untuk memindahkan energi kalor dari mesin mobil ke

udara sekitarnya, sehingga mesin mobil tetap dingin.

3. Pada hari yang panas (matahari terik), air dalam danau masih terasa

dingin, sedangkan udara disekitarnya terasa panas. Kalor jenis air lebih

tinggi daripada udara, sehingga suhu udara naik lebih cepat daripada

suhu air.

Untuk suatu benda tertentu, misalnya bejana kalorimeter, akan lebih

memudahkan bila faktor m dan c dipandang sebagai satu kesatuan. Faktor

ini disebut kapasitas kalor dan didefinisikan sebagai jumlah energi kalor

yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu benda sebesar 1 K. Jadi

kapasitas kalor C dapat dirumuskan sebagai:

C= mc = Q

∆ T

(2.17)

Dari persamaan (2.2) dan (2.3) kita dapat menyatakan rumus umum kalor,

yaitu:

Q = m.c.∆T = C∆T

(2.18)

dengan : Q = jumlah kalor (kalori)

m = massa zat (gram)

c = kalor jenis zat (kal/gr °c)

∆T = perubahan suhu (°c)

C = kapasitas kalor (kal/°c)

Sebagaimana kita ketahui, kalor adalah energi yang berpindah dari

benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya rendah. Oleh karena itu,

Page 130: semua laporan.docx

pengukuran kalor menyangkut perpindahan energy. Energi adalah kekal,

sehingga benda yang suhunya tinggi akan melepas energy Q2 dan benda

yang suhunya rendah akan menerima energy Qr dengan besar yang sama.

Apakah kita nyatakan dalam bentuk persamaan, maka

QL = Qr

(2.19)

Persamaan (2.5) menyatakan hukum kekekalan energi pada

pertukaran kalor dan selanjutnya disebut asas Black, sebagai penghargaan

atas jasa ilmuan Inggris bernama Joseph Black (1728-1799).

Pengukuran kalor sering dilakukan untuk menentukan kalor jenis

suatu zat, sebab jika kalor jenis suatu zat sudah diketahui, maka kalor yang

diserap atau dilepaskan dapat ditentukan dengan mengukur perubahan suhu

zat tersebut. Bila kalor jenis salah satu zat diketahui, kalor jenis zat yang

lain dapat dihitung melalui penggunaan hukum kekekalan energi.

Perpindahan kalor terjadi dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda

yang bersuhu lebih rendah. Ada tiga macam cara perpindahan kalor, yaitu

konduksi, konveksi, dan radiasi. (Michael.2000)

Perpindahan kalor secara konduksi ialah perpindahan kalor melalui

zat tanpa disertai perpindahan partikel-partikel zat tersebut. Terjadinya konduksi

kalor dapat diterangkan dengan teori molekul. Pada bagian zat yang panas,

molekul-molekul bergetar lebih cepat dan membentuk molekul-molekul lain

disekitarnya. Benturan-benturan itu mengakibatkan molekul-molekul disekitarnya

juga bergetar lebih cepat dan suhunya semakin panas. Perpindahan kalor secara

konduksi terjadi pada zat padat, seperti logam.

Berdasarkan daya hantar kalornya, zat dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu konduktor dan isolator. Konduktor adalah zat yang daya

hantarnya baik, misalnya berbagai jenis logam seperti: aluminium, besi,

silikon, baja, dan lain-lain.

2.5.2 Perpindahan Kalor Secara Konveksi

Page 131: semua laporan.docx

Konveksi adalah perpindahan kalor melalui suatu zat yang disertai

perpindahan partikel-partikel zat itu. Perpindahan kalor secara konveksi

pada zat cair dan gas disebabkan adanya perbedaan massa jenis zat.

2.5.3 Perpindahan Kalor Secara Radiasi

Radiasi adalah perpindahan kalortanpa melalui zat perantara. Contoh

perpindahan kalor secara radiasi, antara lain :

1. Perpindahan kalor dari matahari di bumi

2. Perpindahan kalor dari api unggun ke benda-benda yang ada

disekitarnya. (Soenjaya, 1980)

Perpindahan tenaga yang timbul karena perbedaan temperatur

diantara bagian-bagian yang berdekatan dari sebuah benda yang dinamakan

hantaran kalor (heat conduction). Tinjaulah sebuah lempeng bahan yang luas

penampangnya A dan tebalnya ∆x, yang permukaan-permukaannya dipegang

pada temperatur, temperatur yang berbeda. Kita mengukur kalor ∆Q yang

mengalir didalam arah tegak lurus pada permukaan-permukaan tersebut didalam

waktu ∆T. eksperimen memperlihatkan bahwa ∆Q adalah sebanding dengan ∆ t

dan sebanding dengan luas penampang A untuk suatu perbedaan temperatur ∆T

yang diberikan, dan bahwa ∆Q adalah sebanding dengan ∆T/∆X untuk suatu ∆t

dan A yang diberikan, asalkan ∆T dan ∆X adalah kecil, yakni:

∆ Q∆ T

α A ∆ T∆ X

(2.20)

Di dalam limit dengan ketebalan lempeng yang sangat kecil dx, terdapat suatu

perbedaan temperatur dT, maka kita dapatkan hukum hantaran kalor yang

fundamental, dimana aliran kalor H adalah oleh

H= - K A dTdX

(2.21)

Disini H (yang di ukur, di dalam kal/detik : lihat persamaan (1) adalah

banyaknya perpindahan kalor per satuan waktu yang melalui A, dT/dX dinamakan

gradien temperatur dan K adalah sebuah konstanta perbandingan yang dinamakan

konduktivitas termal (thermal conductivity). (Michael.2000)

Page 132: semua laporan.docx

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Fisika Dasar mengenai Tara Kalor Listrik ini berdasarkan pada hari

Rabu tanggal 3 Oktober 2012, Dilaksanakan di Laboratorium Fisika Dasar.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Mulawarman,

Samarinda.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat dan Percobaan

1. Powersupply

2. Thermometer

3. Stopwatch

4. Kalorimeter

5. Amperemeter

6. Voltmeter

7. Timbangan digital

8. Kabel penghubung

9. Tiang statif

3.2.2 Bahan Percobaan

1. Air

Page 133: semua laporan.docx

3.3 Prosedur Percobaan

1.Ditentukan massa kalorimeter (kalorimeter kosong dan pengaduk) serta

elemen listrik dengan neraca Ohaus

2.Ditentukan harga C dengan persamaan C = mkal Ckal (Ckal sama dengan

logam penyusun kalorimeter).

3. Ditentukan massa air (anggap massa jenis air ρair = 1 gr/cm3 sehingga

volume air yang dipakai sama dengan massanya).

4.Dibuat rangkaian percobaan seperti gambar 1.

5.Diatur tahanan geser agar amperemeter menunjukkan harga 0,5 , 1,0 ,

dan 1,5 A (atau sesuai petunjuk asisten).

6.Aduklah air dalam kalorimeter secara perlahan dan catat suhu

thermometer sebagai suhu T10C

7.Bersamaan dengan dijalankan stopwatch, juga hubungkan rangkaian ke

sumber lisrik dan usahakan arus di atur konstan dengan mengeser-geser

tahanan, juga catat perubahan voltmeter.

8.Percobaan dihentikan setelah kenaikkan suhu kalorimeter sebesar 20C

yang dicatat sebagai suhu akhir (T2) catat pula waktu yang diperlukan

untuk mencapai suhu tersebut dari pembacaan stopwatch sebagai t

detik.

Termometer +

Sumber tegangan + Pengaduk -

Resistor amperemeter

9.

Gambar 3.1 Sistem Kalorimeter

AV

Elemen Panas

Elemen panas

Page 134: semua laporan.docx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data dan Pengamatan

NO MASSA V I T1 T2 ∆ T t1 t2 ∆ t

1 Air1=28,6(g) 0,5

V

0,38

A

30OC 32 OC

2 0 381s 381s

Air2=140,44(g)

Mair1=111,82(g)

Mair2=0,11182(kg)

2 0.11182 0,5

V

0,38

A

32 OC

34 OC

2 381s 569s 188s

3 0.11182 0,5

V

0,38

A

34 OC

36 OC

2 569s 745s 176s

4 0.11182 0,5

V

0,38

A

36 OC

38 OC

2 745s 860s 115s

5 0.11182 0,5

V

0,38

A

38 OC

40 OC

2 860s 1074s 214s

4.2 Analisis data

4.2.1 Energi Listrik.

→Tanpa KTP

1. W=V.I.t= 0,5.0,38.381=72,39 J

2. W= V.I.t= 0,5.0,38.188=35,72 J

3. W= V.I.t=0,5.0,38.176=33,44 J

4. W= V.I.t=0,5.0,38.115=21,85 J

5. W= V.I.t=0,5.0,38.214=40,06 J

→Dengan KTP

Page 135: semua laporan.docx

∆ V =13

X nst voltmeter=13

x0,5=0,1667 V

∆ I=13

Xnst amperemeter=13

0,2=0,0667 A

∆ t=13

x nst Jam=13

x 0,01=3,33 s

1. ∆ wn=√ ( I . t . ∆ V ) ²+(V . t . ∆ I ) ²+(V . I . ∆ t ) ²

¿√ (0,38.381 .0,1667 ) ²+(0,5.381.0,0667) ²+(0,5.0,38 .3,33)²

¿√582,48+161,45+3,93129 x10−7

¿√743,930

¿27,27 J

2. ∆ wn=√ ( I . t . ∆ V ) ²+(V . t . ∆ I ) ²+(V . I . ∆ t ) ²

¿√ (0,38.188 .0,1667 ) ²+(0,5.188 .0,0667)²+(0,5.0,38 .3,33) ²

¿√141,28+39,31+3,93129 x10−7

¿√181,130

¿13,46 J

3. ∆ wn=√ ( I . t . ∆ V ) ²+(V . t . ∆ I ) ²+(V . I . ∆ t ) ²

¿√ (0,38.176 .0,1667 ) ²+(0,5.176 .0,0667) ²+(0,5.0,38 .3,33) ²

¿√124,29+34,45+3,93129 x10−7

¿√158,74

¿12,599 J

4. ∆ wn=√ ( I . t . ∆ V ) ²+(V . t . ∆ I ) ²+(V . I . ∆ t ) ²

Page 136: semua laporan.docx

¿√ (0,38.115.0,1667 )²+(0,5.115.0,0667 )²+(0,5.0,38 .3,33) ²

¿√53,06+14,70+3,93129 x10−7

¿√67,76

¿8,23J

5. ∆ wn=√ ( I . t . ∆ V ) ²+(V . t . ∆ I ) ²+(V . I . ∆ t ) ²

¿√ (0,38.214 .0,1667 )²+(0,5.214 .0,0667) ²+(0,5.0,38 .3,33) ²

¿√183,76+50,93+3,93129 x10−7

¿√234,63

¿15,31 J

→ KTP Mutlak

1.Wn+∆Wn=72,39 J ±27,27 J

2.Wn+∆Wn=35,72 J ±13,46 J

3.Wn+∆Wn=33,44 J ± 12,599 J

4.Wn+∆ Wn=21,85 J ± 8,23 J

5.Wn+∆Wn=40,06 J ± 15,31 J

→ KTP Relatif

1.∆ wn

wx100 %=27,27

72,39x100 %=0,37 %

2.∆ wn

wx100%=13,46

35,72x100 %=0,37 %

Page 137: semua laporan.docx

3.∆ wn

wx100 %=12,59

33,44x100 %=0,37 %

4.∆ wn

wx 100 %= 8,23

21,85x100 %=0,37 %

5.∆ wn

wx100 %=15,31

40,66x100 %=0,37 %

4.2.2 Daya Listrik

→ Tanpa KTP

1.P=V . I=0,5.0,38=0,19 w

2. P=V . I =0,5.0,38=0,19 w

3. P=V . I=0,5.0,38=0,19 w

4. P=V . I=0,5.0,38=0,19 w

5.P=V . I=0,5.0,38=0,19 w

→ Dengan KTP

1.∆ P=√( I . ∆V )²+ (V . ∆ I ) ²

¿√ (0,38.0,1667 ) ²+(0,5.0,0667) ²

¿√4,012 x10−13+1,112 x 10−5

¿0,071 w

2. ∆ P=√( I . ∆ V )²+(V . ∆ I ) ²

¿√ (0,38.0,1667 ) ²+(0,5.0,0667) ²

¿√4,012 x10−13+1,112 x 10−5

¿0,071 w

Page 138: semua laporan.docx

3.∆ P=√( I . ∆V )²+(V . ∆ I ) ²

¿√ (0,38.0,1667 ) ²+(0,5.0,0667) ²

¿√4,012 x10−13+1,112 x 10−5

¿0,071 w

4. ∆ P=√ (I . ∆ V ) ²+(V . ∆ I )²

¿√ (0,38.0,1667 ) ²+(0,5.0,0667) ²

¿√4,012 x10−13+1,112 x 10−5

¿0,071 w

5.∆ P=√( I . ∆V )²+ (V . ∆ I ) ²

¿√ (0,38.0,1667 ) ²+(0,5.0,0667) ²

¿√4,012 x10−13+1,112 x 10−5

¿0,071 w

→ KTP Mutlak

1.P ± ∆ P=0,19 ± 0,071

2. P± ∆ P=0,19 ± 0,071

3. P± ∆ P=0,19 ± 0,071

4. P ± ∆ P=0,19 ± 0,071

5.P ± ∆ P=0,19 ± 0,071

4.2.3 Energi Kalor

→ Tanpa KTP

Page 139: semua laporan.docx

Q= (m.c ) ∆ T+C . ∆ T

c=m. k al . ckal(koefisien air)

¿4,18 J

C=367,1712

I Q= (m.c ) ∆ T+C . ∆ T

¿ (0,11182.4,18 ) 3,33+367,1712.3,33

¿ (0,467076 x 3,33 )+1222,680096

¿1,556467308+1222,680096

¿1224,236563 J → 1224,24 J

II Q= (m.c ) ∆ T+C . ∆ T

¿ (0,11182.4,18 ) 3,33+367,1712.3,33

¿ (0,467076 x 3,33 )+1222,680096

¿1,556467308+1222,680096

¿1224,236563 J → 1224,24 J

III Q= (m.c ) ∆ T+C . ∆ T

¿ (0,11182.4,18 ) 3,33+367,1712.3,33

¿ (0,467076 x 3,33 )+1222,680096

¿1,556467308+1222,680096

¿1224,236563 J → 1224,24 J

IV Q= (m.c ) ∆ T+C . ∆ T

¿ (0,11182.4,18 ) 3,33+367,1712.3,33

Page 140: semua laporan.docx

¿ (0,467076 x 3,33 )+1222,680096

¿1,556467308+1222,680096

¿1224,236563 J → 1224,24 J

V Q= (m.c ) ∆ T+C . ∆ T

¿ (0,11182.4,18 ) 3,33+367,1712.3,33

¿ (0,467076 x 3,33 )+1222,680096

¿1,556467308+1222,680096

¿1224,236563 J → 1224,24 J

→ Dengan KTP

I ∆ Q=√ [ (∆ T (c )C ) ∆ m ]+(c .m+C)

¿√ [ (3,33 ) (4,18 ) (367,1712 ) (3,33 x10−7 ) ] ²+( (4,18 ) (0,011182 )+3,33 x10−7) ²

¿√ ( (13,92 ) (367,1712 )3,33 x10−7 ) ²+(4,6474076) ²

¿√ ( (0,038 )3,33 x10−7 ) ²+(4,6474076) ²

¿√ (1,2654 x10−8 ) ²+( 4,6474076 ) ²

¿√1,60123716 x10−16+21,60

¿√21,6

¿4,65 J

II ∆ Q=√ [ (∆ T (c )C ) ∆ m ]+(c .m+C)

¿√ [ (3,33 ) (4,18 ) (367,1712 ) (3,33 x10−7 ) ] ²+( (4,18 ) (0,011182 )+3,33 x10−7) ²

Page 141: semua laporan.docx

¿√ ( (13,92 ) (367,1712 )3,33 x10−7 ) ²+(4,6474076) ²

¿√ ( (0,038 )3,33 x10−7 ) ²+(4,6474076) ²

¿√ (1,2654 x10−8 ) ²+( 4,6474076 ) ²

¿√1,60123716 x10−16+21,60

¿√21,6

¿4,65 J

III ∆ Q=√ [ (∆ T (c )C ) ∆ m ]+(c .m+C)

¿√ [ (3,33 ) (4,18 ) (367,1712 ) (3,33 x10−7 ) ] ²+( (4,18 ) (0,011182 )+3,33 x10−7) ²

¿√ ( (13,92 ) (367,1712 )3,33 x10−7 ) ²+(4,6474076) ²

¿√ ( (0,038 )3,33 x10−7 ) ²+(4,6474076) ²

¿√ (1,2654 x10−8 ) ²+( 4,6474076 ) ²

¿√1,60123716 x10−16+21,60

¿√21,6

¿4,65 J

IV ∆ Q=√ [ (∆ T (c )C ) ∆ m ]+(c .m+C)

¿√ [ (3,33 ) (4,18 ) (367,1712 ) (3,33 x10−7 ) ] ²+( (4,18 ) (0,011182 )+3,33 x10−7) ²

¿√ ( (13,92 ) (367,1712 )3,33 x10−7 ) ²+(4,6474076) ²

¿√ ( (0,038 )3,33 x10−7 ) ²+(4,6474076) ²

¿√ (1,2654 x10−8 ) ²+( 4,6474076 ) ²

Page 142: semua laporan.docx

¿√1,60123716 x10−16+21,60

¿√21,6

¿4,65 J

V ∆ Q=√ [ (∆ T (c )C ) ∆ m ]+(c .m+C)

¿√ [ (3,33 ) (4,18 ) (367,1712 ) (3,33 x10−7 ) ] ²+( (4,18 ) (0,011182 )+3,33 x10−7) ²

¿√ ( (13,92 ) (367,1712 )3,33 x10−7 ) ²+(4,6474076) ²

¿√ ( (0,038 )3,33 x10−7 ) ²+(4,6474076) ²

¿√ (1,2654 x10−8 ) ²+( 4,6474076 ) ²

¿√1,60123716 x10−16+21,60

¿√21,6

¿4,65 J

4.1 Pembahasan

Pada saat percobaan pertama sampai kelima membutuhkan alat-alat seperti

powersupply, voltmeter,amperemeter,termometer,tiang statik,kalorimeter, dan

kabel penghubung. Dimana alat-alat tersebut dirangkai seperti gambar pada

prosedur percobaab sehingga kita dapat mengetahhui nilai massa air, panas atau

suhu air, dan arus tegangan listrik yang dihasilkan powersupply. Sehingga kita

dapat mengetahui nilai kalor jenis koefisien serta tara kalornya. Dalam percobaan

tara kalor percobaan 1 sanpai 5 menggunakan air dan tegangan listrik yang sama

Page 143: semua laporan.docx

namun waktu yang diperoleh dari perpindahan suhu berbeda-beda, hal ini

dikarenakan adanya faktor kondisi lingkungan yang berbeda saat melakukann

percobaan. Dimana suhu lama mengalami kenaikan akibat adanya pendingin suhu

ruangan percobaan karena adanya kipas angin. Dan juga suhu dapat cepat selalu

naik karena pada saat percobaan salah satu ujung dan termometer menyentuh

dinding kalorimeter dan tiang statif yang terbuat dari logam dan mendapatkan

aliran listrik dan mengakibatkan suhu naik dengan cepat.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum Fisika Dasar tentang Tara Kalor Listrik dapat disimpulkan

sebagai berikut.

1) Perpindahan kalor diakibatkan perbedaan suhu beroindah dari tempat yang

bersuhu tinggi ke tempat yang bersuhu rendah.

Page 144: semua laporan.docx

2) Tara Kalor Listrik adalah perbandingan antara energi listrik yang diberikan

terhadap panas yang dihasilkan dan dapat dirumuskan dengan Q=a.w dengan “a”

adalah faktor pengali untuk mengubah satuan w menjadi dalam satuan kalor, agar

kedua ruas satuan yang sama jadi, a=1

(4,186 )=0,293

5.2 Saran

Sebaiknya sebelum melakukan percobaan Tara Kalor Listrik dikondisikan suhu

ruangan percobaan agar tetap stabil, seperti adanya kipas angin itu dapat

mempengaruhi waktu dan suhu agar dapat menghasilkan laporan yang konkrit.

DAFTAR PUSTAKA

Djojodiharjo, Harijono.1985.Dasar-Dasar Termodinamika Teknik.PT Gramedia:

Jakarta

Saad A, Michael.2000. Termodinamika.Prinsip dan Apikasi.Prenhallindo:Jakarta

Soenjaya, Ahmad dkk, 1980. Teori Soal Penyelesaian.Thermo Dinamika. Untuk

S.T.M& Sederajat.Ganeca Science Book Series: Bandung

Page 145: semua laporan.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat banyak sekali hal-hal yang

terjadi berkaitan dengan pemuaian dan pengerutan suatu benda. Di mana

pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh perubahan

Page 146: semua laporan.docx

suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor. Misalnya

pada suatu hari yang panas, kawat-kawat listrik atau kawat telepon yang

bergantung pada tiangnya akan bergantung kendur, tetapi sebaliknya pada hari

yang dingin, kawat-kawat listrik atau kawat telepon yang bergantung pada

tiangnya akan bergantung kencang. Rel kereta api di bangun dengan memberikan

sedikit ruang pemisah di antara sambungan-sambungan antar relnya sehingga rel

tersebut tidak akan melengkung ketika musim panas. Pesawat supersonik

concorde alam bertambah panas selama melakukan penerbangan karena adanya

gesekan dengan udara, dan banyak lagi hal yang lainnya. Oleh karena itu,

percobaan muai panjang ini dilakukan agar dapat memberikan suatu pengetahuan

lebih mengenai hal tersebut, dan dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Percobaan

1. Menentukan besarnya pertambahan panjang pada benda padat

(besi,aluminium,kuningan) yang di sebabkan oleh pemberian suhu yang

panas.

2. Mengetahui faktr apa saja yang menyebabkan perbedaan panjang dan

ketiga benda padat yang memuai.

3. Mencari koefisien muai panjang dari benda pada (besi, aluminium,

kuningan).

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada percobaan muai panjang ini adalah :

1. Setiap kenaikan suhu 2 C diukur pertambahan pajangnya.

2. Menggunakan tegangan 10V.

1.4 Manfaat percobaan

1. Dapat memham lebih dalam tentang konsep-konsep dalam muai panjang

logam.

2. Dapat menerapkan konsep-konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Page 147: semua laporan.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Jika suatu benda padat dipanaskan, maka benda padat tersebut akan

memuai kesegala arah memanjang sedangkan pemuaian pada arah lainnya kita

abaikan. Kita telah melakukan percobaan untuk menyelediki pemuaian panjang

pada tiga batang logam dari bahan yang berbeda ( besi, tembaga, aluminium ).

Page 148: semua laporan.docx

Kita dapatkan bahwa walaupun ketiga batang yang panjangnya sama ini

mengalami kenaikan suhu yang sama. Tetapi pertumbuhan panjang ketiganya

berbeda.Perbedaan pertambahan panjang ini di sebabkan oleh perbedaan koefisien

muai panjang.

2.1 Pengartian pemuaian

Pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh

perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor.

Pemuaian terjadi ketika zat dipanaskan ( menerima kalor ). Partikel –partikel zat

bergetar lebih cepat sehingga saling menjauh dan benda memuai. Sebaliknya,

ketika zat didinginkan ( melepas kalor ) partikel – partikel zat bergetar lebih

lemah sehingga saling mendekati dan benda menyusut. Pemuaian terjadi pada 3

zat yaitu : padat, cair, dan gas.

Pemuaian pada zat padat ada 3 jenis yaitu : pemuaian panjang ( untuk satu

dimensi ), pemuaian luas ( untuk dua dimensi ), dan pemuaian volume ( untuk tiga

dimensi ). Sedangkan pada zat cait dan zat gas hanya terjadi pemuaian volume

saja, khusus pada zat gas hanya terjadi pemuaian di ambil nilai koefisien muai

volumenya sama dengan 1

273.

Pertambahan ukuran tiap bagian suatu benda untuk suatu perubahan

tertentu pada temperatur sebanding dengan ukuran mula-mula bagian benda itu.

Jika di naikkan temperatur suatu penggaris baja misalnya, pengaruhnya akan

serupa dengan pembesaran fotografis.

Garis-garis yang semula berjarak pisah sama akan tetap berjarak sama,

tetapi jarak pisahnya lebih besar. Demikian pula, lebar penggaris akan sedikit

lebih besar. Bila penggaris mempunyai lubang, maka lubangnya akan menjadi

lebih besar , seperti yang terjadi pada pembesaran fotografis.

Pemuain zat padat dan gas, secara umum dapat diterangkan dengan

menganggap ikatan antar molekul sebagai ikatan sebuah pegas danlentur.Ikatan

pada zat lebih kuat dari ikatan molekul zat cair.Molekul-molekul ini selalu

bergetar pada suatu posisi keseteimbangan ketika suhu zat di naikkan, amplitudo

Page 149: semua laporan.docx

getaran molekul-molekul bertambah besar sehingga jarak antara molekulnya

menjadi lebih besar. Dengan kata lain ukuran benda akan memuai.

2.2 Pemuaian panjang

Pemuaian panjang adalah bertambahnya ukuran panjang suatu benda

karena menerima kalor pada pemuaian panjang nilai lebar dan tebal sangat kecil

dibandingkan dengan nilai lebar dan tebal dianggap tidak ada. Tinjauan sebuah

batang dengan panjang Lo pada suhu T o. Saat suhu berubah sejumlah ∆T, panjang

berubah sejumlah ∆L, percobaan menunjukkan bahwa jika ∆T tidak terlalu besar (

misal lebih kecil dari 100℃), ∆T akan berbanding lurus dengan ∆T. jika dua

batang dari bahan yang sama mengalami perubahan suhu yang sama tetapi yang

satu lebih panjang dua kali daripada lainnya, maka perubahan panjang suatu

benda juga akan dua kali lipat dengan demikian ∆L juga harus sebanding dengan

Lo . dengan konstanta perbandingan ∝ ( yang berbeda untuk bahan yang

berlainan ).dapat dinyatakan hubungan itu dalam persamaan :

∆L= ∝ . Lo

∆ T…...……………………………………....(2.2.1)

∝=

∆ LL0

∆ T…………………………………………...(2.2.2)

Dengan :∆ L=Lt−¿ Lo¿

∆ T = T - T o

Lo=¿ Panjang awal benda (m )

t=¿Suhu akhir benda (℃atau K )

t o=¿Suhu awal benda (℃atau K )

Bila suatu benda padat berbentuk persegi panjang di panaskan, terjadi

pemuaian dalam arah memanjang dan arah melebar. Dengan kata lain, benda

padat mengalami pemuaian luas. Pemuaian luas berbagai zat bergantung pada

koefisien muai luas. Koefisien muai luas ( β ) suatu bahan adalah perbandingan

antara pertambahan luas benda (∆ A ) terhadap luas awal benda ( Ao ) persatuan

kenaikan suhu (∆ t ). Secara matematis, β dinyatakan sebagai :

Page 150: semua laporan.docx

β=

∆ AAo

∆T …………………………………………..(2.2.3)

Dengan :∆ A=A−Ao=¿pertambahan luas (m2 )

A=¿ Luas akhir benda (m2 )

Hubungan koefisien muai luas dengan koefisien muai panjang, misalkan

suatu persegi dengan sisi 1m di panaskan sampai suhunya naik 1k.akibat

pemanasan ini, sisi persegi bertambah panjang menjadi (1+∝ ) m, dengan ∝ adalah

koefisien muai panjang, akan di dapatkan koefisien muai panjang (∝ ) sangat kecil,

maka ∝2 dapat di abaikan terhadap 2∝, sehingga kita peroleh hubungan antara

koefisien muai luas ( β ) dan koefisien panjang (∝ ).

β=2∝ …………………………………………. (2.2.4)

Pemuaian volume, bila bentuk padat berbentuk balok di panaskan, akan

terjadi pemuaian dalam arah memanjang,melebar dan meninggi . dengan kata lain,

benda padat mengalami pemuaian volume. Pemuaian volume berbagai zat

bergantung pada koefisien muai volume. Koefisien muai volume(γ ) suatu bahan

adalah perbandingan pertamabahan volume terhadap volume awal benda (V o )

persatuan kenaikkan suhu (∆ t ), secara matematis, γ dinyatakan sebagai :

γ=

∆ VV o

∆ T…………………………………………. (2.2.5)

Dengan : V = Volume akhir benda

Dengan cara seperti waktu kita menentukkan hubungan koefisien muai

luas dan koefisien muai panjang, kita dapatkan koefisien muai volume adalah 3x

koefisien muai panjang.

γ=3∝………………………………………….(2.2.6)

Pemuaian volume zat cair, hal yang terpenting yang kita perlu tekankan

adalah pemuaian volum zat cair lebih besar dari pada pemuaian volume zat padat

untuk kenaikan suhu yang sama. Karena jika suatu wadah berisi zat cair hampir

penuh di panaskan, maka pada suhu zat cair dalam wadah akan tumpah. Kasus ini

di tunjukkan kasus-kasus sehari-hari yang ada.

Page 151: semua laporan.docx

Masalah –masalah yang di timbulkan oleh pemuaian zat padat, jika

pemuaian dari bahan-bahan yang di gunakan pada struktur diabaikan, maka

struktur yang di bangun itu dapat membahayakan, sebagai contoh, rel kereta api

dan jembatan jalan raya melengkung. Ini terjadi karena batang baja dan beton

yang ditahan agar tidak memuai akan menghasilkan gaya tegang yang cukup

besar. Gaya tegang inilah yang menyebabkan rel baja dan jembatan beton

melengkung.

Manfaat pemuaian zat, salah satu manfaat pemuaian yang telah kita bahas.

Beberapa manfaat pemuaian yang lainnya adalah sebagai berikut:

- Menyeling pelat logam, menyeling adalah menyambung dua pelat dengan

menggunakan paku keling. Paku keeling dalam keadaan panas sampai

berpijar putih d masukkan ke dalam lubang pelat. Pada keadaan itu ujung

paku menyusut dan menjepit kedua pelat dengan sangat kuat. Penyelingan

seperti ini dilakukan pada pembuatan kadar kapal.

Pemuaian gas, dalam menyelidiki muai gas pada tekanan tetap. Penting

bagi kita untuk mengapa agar massa gur tetap. Untuk keperlakuan tersebut kita

dapat mengarung sejumlah udara hingga massanya tetap selama percobaan

berlangsung. Volume sejumlah massa tertentu gas adalah berbanding lurus dengan

suhu mutlaknya pada tekanan tetap, untuk dua keadaan gas, sebut keadaan 1 dan

keadaan 2. persamaan dapat ditulis :

V 1

T 1

=V 2

T2

…………………………………………….(2.2.7)

Muai gas pada volume tetap, hukum tekanan gas yang berbunyi : tekanan

sejumlah massa tertentu gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya pada

volume tertentu gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya pada volume tetap,

persamaan dapat di tulis :

P1

T1

=P2

T 2

....................................................................(2.2.8)

Persamaan gas, besaran-besaran gas P,V,dan t dari ketiga hukum gas yang

telah diketahui dapat menjadi hanya suhu persamaan, yang dinamakan persamaan

gas.

Page 152: semua laporan.docx

P VT

=τ ....................................................................(2.2.9)

Muai panjang berbagai zat padat diselidiki dengan alat munschern

broek .dengan alat ini di temukan bahwa maui panjang zat padat bergantung pada

tiga faktor yaitu :

1. Panjang awal ( Lo ), makin besar panjang awal, maka makin besar muai

panjang

2. Kenaikan suhu (∆ T ), makin besar kenaikan suhu, maka makin besar muai

panjang

3. Jenis bahan

Pemuain panjang dapat di pahami secara kualitatif pada basis

mokuler.Dapat dibayangkan bahwa gaya-gaya antara atom yang berdekatan

dalam padatan itu terhubung oleh pegas yang lebih merenggang posisi

setimbangan.Saat suhu naik, energi dan amplitudo getaran juga naik.Gaya pegas

antara atom tidaklah simetris di sekitar posisi setimbangnya, umumnya

perilakunya justru seperti pegas yang lebih mudah merenggang daripada

merapat.Sebagai hasilnya saat amplitudo getran naik, rata-rata jarak antara

molekul juga naik. Seiring atom bergerak saling menjauh, setiap dimensi akan

meningkat jika suatu benda padat memiliki lubang di dalamnya, maka lubang

tersebut juga ikut memuai karena semua dimensi linear suatu benda berubah pada

arah yang sama ketika suhu berubah.

Berbagai bahan muai panjang dengan kelajuan yang beda kuningan dan

besi juga tidak sama. Kenyataan ini di manfaatkan dan digabungkan dua logam

menjadi suatu komponen dalam zat ukur.

2.3 Penerapan muai panjang

Pemuaian panjang zat biasanya dimanfaatkan dalam teknik, diantaranya :

Tabel koefisien muai panjang

2.1

Zat padat Koefisien muai panjang

per ℃

Koefisien muai volume

per ℃

Page 153: semua laporan.docx

Timah 2,9x10−5 8,7x10−5

Kuningan 1,9x10−5 5,7x10−5

Aluminium 2,5x10−5 7,5x10−5

Besi 1.2x10−5 3.6x10−5

Kaca biasa 0,9x10−5 2,7x10−5

Kaca pyrex 0,3x10−5 0,9x10−5

Zat cair Koefisien muai volume (℃ )

Alcohol 1,0x10−4

Gaseline 9,5x10−4

Gliserin 5,0x10−4

Air 2,1x10−4

Air raksa 1,8x10−4

Perubahan wujud zat adalah perubahan keadaan suatu zat misalkan :

a. Padat menjadi cair disebut mencair

b. Uap menjadi cair disebut mengembun

c. Cair menjadi padat disebut membeku

d. Cair menjadi uap disebut menguap

e. Uap menjadi padat disebut menghablur

f. Padat menjadi uap disebut menyublim.

2.4 Pemuaian zat padat dan zat cair

Dengan beberapa pengecualian, volume tiap benda akan bertambah

dengan naiknya suhu jika tekanan dari luar terhadapnya tetap konstan.

Umpamakan suatu zat padat atau zat cair mengalami perubahan volume dV

apabila suhunya berubah sebesar dT ( atau dt, karena skala derajat Kelvin dan

skala derajat celcius merupakan selang suhu yang sama harganya ). Koefisien

muai volume β di definisikan sebagai perubahan fraksional volum dV /V di bagi

perubahan suhu dT, atau :

Page 154: semua laporan.docx

β= 1V

−dVdT

= 1V

dVdt

(pada tekanan konstan)………….(2.4.1)

Suatu β ialah 1 perderjat,atau 1 derajat−1 . besar angkanya tentu

bergantung pada ukuran derajatnya. Karena skal derajat Kelvin dan celcius adalah

95

dari skala derajat rankine atau Fahrenheit.

Koefisien muai volume tidak bebas pengaruh perubahan tekanan, tetapi

berubah jelas sekali akibat perubahan suhu. Banyak percobaan menunjukkan

bahwa β akan mengecil jika suhu di turunkan dan akan mendekati nol, jika suhu

Kelvin mendekati nol. Adalah aneh juga bahwa makin tinggi titik lebur suatu

logam, makin kecil koefisien muai volumenya.

Bila β di anggap harga rata-rata dalam daerah selang suhu yang sedang

∆ T=t persamaan dapat di tulis :

∆ V =β V o . ∆ T=β V o ∆T ……………………………...(2.4.2)

DimanaV o ialah volume asal

Beberapa harga βpada kira-kira suhu kamar tercantum dalam table 15-3,

perhatikanlah bahwa harga untuk zat cair jauh lebih besar dari pada harga untuk t

padat.

Tabel 15-3 Koefisien muai volume

Zat padat β́.(℃ )−1 Zat cair β́.(℃ )−1

Aluminium 7,2x10−5 Alcohol,etil 7,5x10−5

Baja 3,6 Disulfide,karbon 115

Invar 0,27 Gliserin 49

Kuarsa 0,12 Raksa 18

Kaca 1,2-2,7

Kuningan 6,0

Tembaga 4,2

Kalau dalam suatu benda padat ada lubang, volume lubang itu akan

bertambah apabila benda itu memuai, tidak seperti bila sekiranya itu zat padat dari

Page 155: semua laporan.docx

bahan yang sama dengan bahan bendanya. Hal ini selalu terjadi, sekalipun itu

menjadi demikian besar sehingga benda sekelilingnya menjadi seperti kulit habis.

Jadi volume suatu bejana yang dilengkapi suatu bejana dari gelas berdinding tipis

atau bola thermometer, akan membesar seperti membesarnya suatu benda padat

dari gelas yang sama ukurannya.

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

Page 156: semua laporan.docx

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum muai panjang ini dilaksanakan hari kamis, tanggal 10 Oktober

2012, pukul 07.30-09.30 WITA, dan bertempat di Laboratorium Fisika Dasar

lantai 3 gedung C, Falkutas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Mulawaarman.

3.2 Alat Percobaan

1. Munschern Broek

2. Alat pemanas ⁄ Power supply

3. Thermometer

4. Kabel penghubung

5. Tiang statif

6. Logam (besi, kuningan dan tembaga)

7. Penggaris

3.3 Prosedur percobaan

1. Dipasang alat-alat yang akan digunakan dalam percobaan.

2. Dipasang 3 logam (besi, kuningan dan tembaga).

3. Diukur suhu ruangan (suhu normal) sebagai suhu awal (T0),

panjang setiap logam sebelum dipanaskan (L0) dan diatur letak

jarum pada skala 0 (nol).

4. Dihubungkan sumber arus listik dari power supply ke logam

dengan menggunakan kabel penghubung arus listrik.

5. Dinyalakan arus listrik dan power supply, secara bertahap dan

diukur sampai suhu tertentu sesuai petujuk asisten.

6. Diukur setiap letak pada skala tertentu, untuk setiap jenis logam

hingga suhu tertentu.

7. Diulangi percobaan untk suhu yang lain sebanyak 5 kali percobaan.

Page 157: semua laporan.docx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data dan Pengamatan

4.1.1 Besi

Page 158: semua laporan.docx

No L0 Lt T1C T2C TC Ln(cm) V

1 25 25,01 3 32 2 0,01 10

2 25,01 25,11 3 34 4 0,1 10

3 25,11 25,31 3 36 6 0,2 10

4 25,31 25,61 3 38 8 0,3 10

5 25,61 26,11 3 40 10 0,5 10

4.1.2 Aluminium

No L0 Lt T1C T2C TC Ln(cm) V

1 25 25,4 3 32 2 0,4 10

2 25,4 25,9 3 34 4 0,5 10

3 25,9 25,6 3 36 6 0,7 10

4 26,6 27,35 3 38 8 0,75 10

5 27,35 28,15 3 40 10 0,8 10

4.1.3 Kuningan

No L0 Lt T1C T2C TC Ln(cm) V

1 25 25,4 3 32 2 0,4 10

2 25,4 25,9 3 34 4 0,5 10

3 25,9 26,5 3 36 6 0,6 10

4 26,5 27,15 3 38 8 0,65 10

5 27,15 27,85 3 40 10 0,7 10

4.2 Analisis Data

∆ ∆ Lo= 12

x nst munschern broek

= 12

x 0,1 cm

= 0,5 cm

= 0,05 m

∆ ∆ T = 12

x nst thermometer

Page 159: semua laporan.docx

= 12

x 1 ℃

= 0,5℃

∆ ∆ L=13

x nst mistar

= 13

x 0,1 cm

= 0,03 cm

= 0,0003 m

4.2.1 Perhitungan Tanpa KTP

a) Besi

∝1=∆ l

L0 ∆T 1=

0,00010,25.2

= 0,2℃−1

∝2=∆ l

L0 ∆T 2=

0,0010,25.2

= 0,002℃−1

∝3=∆ l

L0 ∆T 3=

0,0020,25.2

= 0,004℃−1

∝4=∆ l

L0 ∆T 4=

0,0030,25.2

= 0,006℃−1

∝5=∆ l

L0 ∆T 5=

0,0050,25.2

= 0,0010℃−1

b) Alumininum

∝1=∆ l

L0 ∆T 1=

0,0040,25.2

= 0,008℃−1

∝2=∆ l

L0 ∆T 2=

0,0050,25.2

= 0,0010x℃−1

∝3=∆ l

L0 ∆T 3=

0,0070,25.2

= 0,0014℃−1

∝4=∆ l

L0 ∆T 4=

0,00750,25.2

= 0,0015℃−1

∝5=∆ l

L0 ∆T 5=

0,0080,25.2

= 0,0016℃−1

Page 160: semua laporan.docx

c) Kuningan

∝1=∆ l

L0 ∆T 1=

0,0040,25.2

= 0,008℃−1

∝2=∆ l

L0 ∆T 2=

0,0050,25.2

= 0,0010℃−1

∝3=∆ l

L0 ∆T 3=

0,0060,25.2

= 0,0012℃−1

∝4=∆ l

L0 ∆T 4=

0,00650,25.2

= 0,0013℃−1

∝5=∆ l

L0 ∆T 5=

0,0070,25.2

= 0,0014℃−1

4.2.2 Perhitungan dengan KTP

a.)Besi

∆∝1={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L . ∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L. ∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2

(∆ ∆T )2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,0001.3 x10−4

(0,25 )2 .2 )2

+(−0,0001.3 x 10−4

0,25 . 22 )

2}12

={36 x 10−8+(−5,76 x 10−14 )+(−3 x10−7)}12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

∆∝2={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L .∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L.∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,001.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+(−0,001.3 x 10−4

0,25 .22 )

2}12

={36 x 10−8+5,76 x10−12+9 x 10−14 }12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

∆∝3={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L . ∆ ∆ LLo2 . ∆ T )

2

+(−∆ L. ∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

Page 161: semua laporan.docx

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,002.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+(−0,002.3 x 10−4

0,25 .22 )

2}12

={36 x 10−8+2,3 x10−11+3,6 x10−13 }12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

∆∝4={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L . ∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L. ∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,003.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+(−0,005.3 x 10−4

0,25 .22 )

2}12

={36 x 10−8+5,18 x10−11+8,1 x10−13}12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

∆∝5={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L .∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L.∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,005.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+( 0,005.3 x 10−4

0,25 . 22 )

2}12

={36 x 10−8+1,44 x 10−10+2,25 x10−12 }12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

b.) Aluminuim

∆∝1={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L . ∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L. ∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2

(∆ ∆T )2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,004.3 x10−4

(0,25 )2 .2 )2

+(−0,0004.3 x 10−4

0,25 . 22 )

2}12

={36 x 10−8+(−5,76 x 10−14 )+(−3 x10−7)}12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

Page 162: semua laporan.docx

∆∝2={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L . ∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L. ∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,005.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+(−0,005.3 x 10−4

0,25 .22 )

2}12

={36 x 10−8+5,76 x10−12+9 x 10−14 }12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

∆∝3={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L .∆ ∆ LLo2 .∆ T )

2

+(−∆ L.∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,007.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+(−0,007.3 x 10−4

0,25 .22 )

2}12

={36 x 10−8+2,3 x10−11+3,6 x10−13 }12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

∆∝4={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L . ∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L. ∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,0075.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+(−0,0075.3 x 10−4

0,25 . 22 )

2}12

={36 x 10−8+5,18 x10−11+8,1 x10−13}12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

∆∝5={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L .∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L.∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,008.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+( 0,008.3 x 10−4

0,25 . 22 )

2}12

={36 x 10−8+1,44 x 10−10+2,25 x10−12 }12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

Page 163: semua laporan.docx

c.) Kuningan

∆∝1={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L . ∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L. ∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2

(∆ ∆T )2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,004.3 x10−4

(0,25 )2 .2 )2

+(−0,004.3 x 10−4

0,25 .22 )

2}12

={36 x 10−8+(−5,76 x 10−14 )+(−3 x10−7)}12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

∆∝2={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L . ∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L. ∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,005.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+(−0,005.3 x 10−4

0,25 .22 )

2}12

={36 x 10−8+5,76 x10−12+9 x 10−14 }12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

∆∝3={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L .∆ ∆ LLo2 .∆ T )

2

+(−∆ L.∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,006.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+(−0,006.3 x 10−4

0,25 .22 )

2}12

={36 x 10−8+2,3 x10−11+3,6 x10−13 }12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

∆∝4={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L . ∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L. ∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,0065.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+(−0,0065.3 x 10−4

0,25 . 22 )

2}12

={36 x 10−8+5,18 x10−11+8,1 x10−13}12

Page 164: semua laporan.docx

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

∆∝5={(∆ ∆ LLo .∆T

)2

+(−∆ L .∆ ∆ L 0Lo2 .∆ T )

2

+(−∆ L.∆ ∆ TLo .∆T 2 )

2}12

={( 0,00030,25. 2 )

2

+(−0,007.3 x10−4

(0,25 )2 2. )2

+( 0,007.3 x 10−4

0,25 . 22 )

2}12

={36 x 10−8+1,44 x 10−10+2,25 x10−12 }12

={3,6 x 10−7 }12= 6x10−4℃−1

4.2.1 Perhitungan KTP Mutlak

a. Besi

∝1 ± ∆∝1= (0,2 x10−3± 6 x10−4 )℃−1

∝2 ± ∆∝2= (2 x10−3± 6 x10−4 )℃−1

∝3 ± ∆∝3= ( 4 x10−3± 6 x10−4 )℃−1

∝4 ± ∆∝4= (6 x 10−3 ±6 x 10−4 )℃−1

∝5 ± ∆∝5= (7 x 10−3 ±6 x 10−4 )℃−1

b. Aluminium

∝1 ± ∆∝1= (8 x 10−3 ±6 x 10−4 )℃−1

∝2 ± ∆∝2= (10 x10−3± 6 x10−4 )℃−1

∝3 ± ∆∝3= (14 x 10−3 ± 6 x 10−4 )℃−1

∝4 ± ∆∝4= (15 x10−3± 6 x10−4 )℃−1

∝5 ± ∆∝5= (16 x 10−3 ±6 x 10−4 )℃−1

c. Kuningan

∝1 ± ∆∝1= (8 x 10−3 ±6 x 10−4 )℃−1

∝2 ± ∆∝2= (10 x10−3± 6 x10−4 )℃−1

∝3 ± ∆∝3= (12 x10−3± 6 x10−4 )℃−1

∝4 ± ∆∝4= (13 x10−3± 6 x10−4 )℃−1

∝5 ± ∆∝5= (16 x 10−3 ±6 x 10−4 )℃−1

Page 165: semua laporan.docx

4.2.2 Perhitungan KTP Relatif

a. Besi

∆∝1

∝1

x100 %= 6 x 10−4

0,2 x 10−3 x100% =3%

∆∝2

∝2

x100 %=6 x10−4

2 x10−3 x100% =0,3%

∆∝3

∝3

x100 %=6 x 10−3

4 x 10−3 x100% =0,15%

∆∝4

∝4

x 100 %=6 x 10−3

6 x 10−3 x100% =1%

∆∝5

∝5

x100 %= 6 x10−3

10 x10−3 x100% =0,06%

b. Aluminium

∆∝1

∝1

x100 %=6 x10−4

8 x10−3 x100% =7,5%

∆∝2

∝2

x100 %= 6 x 10−4

10 x10−3 x100% =6%

∆∝3

∝3

x100 %= 6 x10−4

14 x10−3 x100% =4,2%

∆∝4

∝4

x 100 %= 6 x10−4

15 x 10−3 x100% =4%

∆∝5

∝5

x100 %= 6 x10−4

16 x10−3x100% =3,75%

c. Kuningan

∆∝1

∝1

x100 %=6 x10−4

8 x10−3 x100% =7,5%

∆∝2

∝2

x100 %= 6 x 10−4

10 x10−3 x100% =6%

∆∝3

∝3

x100 %= 6 x 10−4

12 x 10−3 x 100% =5%

∆∝4

∝4

x 100 %= 6 x10−4

13 x 10−3 x100% =4,6%

Page 166: semua laporan.docx

∆∝5

∝5

x100 %=6 x10−4

4 x 10−3 x100% =4,2%

4.3 Grafik

Page 167: semua laporan.docx

8,92 11,16 13,70

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Chart Title

Grafik besi

Page 168: semua laporan.docx

8,92 13,7 19,0 24,8 27,70

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Chart Title

Grafik aluminium

1,12 1,37 1,63 1,9 2,20

2

4

6

8

10

12

14

16

Chart Title

Grafik kuningan

4.4 Pembahasan

Page 169: semua laporan.docx

Aplikasi pemuaian dalam benda padat dapat mengetahuinya dengan

mengetahui sifat pemuaian zat benda tersebut.

Pemasangan kaca jendela memperhatikan juga ruang muai bagi kaca sebab

koefisien muai kayu tempat kaca tersebut di pasang.Hal ini penting sekali untuk

menghindari terjadinya pembengkokan pada bingkai. Penyambungan rel kereta

api harus menyediakan celah antara satu batang rel dengan batang rel lain, jika

suhu meningkat, maka batang rel akan memuai hingga akan bertambah panjang.

Dengan di berikannya ruang muai antar rel maka tidak akan terjadi desakan antar

rel yang akan mengakibatkan rel menjadi bengkok.

Bingkai roda padati pada keadaan normal di buat sedikit lebih kecil

daripada tempatnya sehingga tidak di mungkinkan untuk di pasang secara

langsung pada tempaynya. Untuk memasang bingkai tersebut, terlebih dahulu besi

harus di panaskan hingga memuai daari ukurannya pun akan menjadi lebih besar

dari pada tempatnya sehingga memudahkan untuk di lakukan pemasangan bingkai

tersebut. Ketika suhu dingin, ukuran bingkai kembali mengecil dan terpasang kuat

pada tempatnya.

Faktor kesalahan yang dilakukan pada saat pratikum adalah kurang teliti

dalam membuai jarum penunjuk yang ada pada munschern broek dan gaya kurang

dalam melihat besarnya suhu yang di tunjukkan pada thermometer. Kesalahan

dalam membaca angka yang di tunjukkan dan alat ukur munschern broek karena

tidak memiliki posisi badan yang tetap untuk melihat.

Page 170: semua laporan.docx

BAB V

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

1. Pada besi pertambahan panjang sebesar (0,01),(0,1),(0,2),(0,3),dan

(0,5). Pada aluminium pertambahan panjang sebesar (0,4),(0,5),(0,7),

(0,74),(0,8). Pada kuningan (0,4),(0,5),(0,6),(0,65),(0,7). Semua dalam

satuan cm dan dalam satuan interval suhu 2℃, yang di dapat pada

percobaan muai panjang dengan menggunakan alat munschern broek

dengan memperlakukan benda padat tersebut.

2. Penyebab terjadinya muai panjang pada benda padat adalah : perubahan

suhu yang tinggi,jenis bahan, karena menerima kalor

3. Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan panjang muaian dari benda

padat yaitu : perbedaan titik lebur, dimana titik lebur yang rendah akan

memiliki muai panjang yang besar, dalam hal ini adalah aluminium.

7.2 Saran

Diharapkan pada pratikum selanjutnya dapat melakukan percobaan dengan

benda padatnya adalah tembaga.

Diharapkan juga dapat melakukan percobaan dengan percobaan muai gas

dan zat cair.

DAFTAR PUSTAKA

Page 171: semua laporan.docx

Prastio, Lea, dan Sandi Setiawan.1991. Mengerti Fisika. Yogyakarta ;

Andi offset

Sears, Frauncis, dan Mark Zeamsky.1998. Fisika Universitas. Bandung ;

Bina Cipta

Sears, Francis, dan Mark Zeamsky.1982. Fisika Untuk Universitas 1.

Bandung : Bina Cipta

Sutrisno, Gie, tan Ik. 1979.Fisika Dasar. Bandung: Penerbit ITB.

Tipler, Paul.1991. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta; Erlangga

BAB I

PENDAHULUAN

Page 172: semua laporan.docx

1.1 Latar Belakang

Bunyi merupakan gelomnbang mekanis jenis lonngitudinal yang

merambat dan sumbernya berupa benda yang bergetar. Bunyi bisa kita dengar

sebab getaran benda sebagai sumberbunyi itumenggetarkan udara disekitarnya

dam melalui medium udara itu bunyi merambat sampai kegendang telinga.

Getaran udara yang merambat melukiskan perambatan bunyi. Gelombang itu

sebenarnya merupakan variasi tekana udara secara periodik disepanjang lintasan

perambatannya. Tekanan udara periodik inilah yang menggetarkan selaput

gendang telinga. Selaput gendang telinga hanya bisa mendeteksi bagian dari

gelombang bunyi oleh variasi tekanan udara yang beramplitudo terbesar dan

longitudinal paparan bunyi kita mulai dari ragam identitas bunyi dan kemudian

akan dipaparkan pula beragam sumber nadanya.

Bunyi yang dapat kita dengar berada pada kawasan frekuensi pendengaran

yaitu 20 Hz sampai dengan 20000 Hz. Frekuensi bunyi yang kurang dari 20 Hz

disebbut bunyi infra atau infrasound. Bunyi ini tidak dapat didengar manusia

normal karena kepekaan syaraf pendengaran manusia tidak dapat menjangkaunya.

Jika seorang meneliti peristiwa bunyi infra, ia memerlukan pelipatan frekuensi

bunyi. Contoh bunyi infra adalah getaran gunung api atau getaran seismik. Bunyi

berfrekuensi lebih dari 20000 Hz tersebut dengan 1 Watt/m2. Batas intensitas

terendah yang masih bisa didengar disebut intensitas ambang bawah(1o) yaitu 10-12

Watt/m2, dan intensitas teratas disebut intensitas ambang atas (1W/m2). Jika

intensitas bunyi (1) kurang dari 1o maka gendang telinga manusia tidak dapat

merespon. Sebaliknya bila 1 > 1o maka telinga akan merasa sakit. Intensitas

ambang bawah itu akan membesarkan bila usia manusia bertambah sehingga

kepekaan telinga untuk mendengar pada orang dewasa lebih dari 40 tahun tidak

akan sebaik mereka yang masih remaja.

Kelajuan rambat bunyi bertambah bila suhu medium bertambah dan atau

bahan medium itu lebih rapat. Berubahnya suhu dan karakter medium dapat

menyebabkan kelajuan rambat bunyi berubah. Bila demikian berarti arah

rambatnya pun berubah dan hal itu disebut peristiwa pembiasan bunyi, peristiwa

Page 173: semua laporan.docx

pembiasan bunyi yang terjadi ketika malam hari suhu udara bagian atas lebih

panas dibanding bagian bawah sehingga bunyi leboh cepat sampai kependengaran

lintasan melengkung (membias) ke atas.

Bunyi dapat dipantulkan oleh benda keras seperti batu, gedung, tebing dan

lain sebagainya. Akibat pantulan ini kita dapat mendengar suara kita sendiri

setelah beberapa saat ketika kita selesai bersuara. Bunyi itu disebut gamma atau

echo. Gemma dapat dimanfaatkan untuk menetukan jarak antara sumber bunyi

dengan pemantul. Pemantul itu bisa berupa tebing atau dasar laut sehingga dapat

digunakan untuk menetuka jarak sumber bunyi ke bukit atau menentukan

kedalaman laut.

Banyak contoh dan peristiwa resonansi yang dihadapi di lingkungan antara

lain bila mendekatkan dengan sebuah gelas dan dibangkitkan suatu nada

(frekuensi) yang besarnya sama dengan frekuensi alam gelas itu sendiri, maka

gelas akan bergetar cukup keras dan secara terus-menerus . bila frekuensi cukup

keras dan terus menerus maka getar gelas akan semakin kuat sehingga gelas akan

pecah. Denga suara dapat memecahkan suatu benda. Hai inilah yang

melatarbelakangi saya melakukan percobaan Resonansi Bunyi ini agar dapat

memahami lebih lanjut tentang peristiwa resonansi Bunyi.

1.2 Tujuan percobaan

1. Mengetahui aplikasi resonansi bunyi dalam kehidupan sehari-hari.

2. Menentukan cepat rambat bunyi diudara.

3. Menjelaskan penomena resonansi bunyi dalam suatu tabung.

4.

1.3 Batasan Masalah

1. Frekuensi kenaikan setiap 200 Hz.

2. Percobaan hanya dilakukan sebanyak 5 kali per Frekuensi

1.4 Manfaat percobaan

Page 174: semua laporan.docx

1. Mengerti dan mengetahui aplikasi resonansi dalam lingkungan sehari-

hari.

2. Mengeetahui cepat rambat bunyi.

3. Dapat menjelaskan penomena resonansi

BAB II

Page 175: semua laporan.docx

TINJAUAN PUSTAKA

Getara selaras ialah getaran bolak balik suatu benda menuju keadaan

seimbang. Tiap benda yang melakukan getaran selaras mengalami gaya yang

arahnya selalu menuju kedudukan seimbang dan besarnya sebanding lurus dengan

simpangannya.

F=−K . X (2.1)

Dimana : F = Gaya

: K =Konstanta gaya pegas

: x = Simpangan (Bambang murdaka, 2007)

Tanda negatif berarti arah gaya berlawanan dengan arah simpangan. Gaya tersebut

memberikan percepatan yang sebanding lurus dengan gaya F dengan berbanding

terbalik dengan massa m. (Bambang murdaka, 2007)

a= Fm

−K .xm

=−km

. x=−c . x (2.2)

Dimana : c = Konstanta

m = massa

frekuensi suatu gerakan selaras adalah banyaknya getaran setiap detik. Sedangkan

satuannya adalah siklus per detik atau Hertz. Frekuensi suatu getaran selaras

pegas dapat dinyatakan :

F=12

. π √k /m (2.3)

Frekuensi dari ggetaran selaras ayunan sederhana dinyatakan :

F=12

π .√ ǥ/ i (2.4)

Dimanan : ǥ = Perceepatan gravitasi bumi

: i = Panjang tali

Getaran atau osilasi adalah gerakbolak-balik disekitar suatu kedudukan

seimbang. Ampliduto adalah simpangan terbesar. Periode atau waktu getar adalah

waktu untuk melakukan suatu getaran. Frekuensi adalah banyaknya suatu getaran

Page 176: semua laporan.docx

yang terjadi pada setiap satuan waktu hubungan antara frekuensi dan periode

adalah :

f = LT

atauT=1f

(2.5)

Dimana : f = frekuensi (Hz)

T = Periode (secon) (Daryanto,

1997)

(Gambar 2.1)

Puncak Gelombang adalah titik-titik tertinggi pada gelombang.

Dasar Gelombang adalah titik-titik terendah pada gelombang.

Bukit Gelombang adalah lengkungan

Lembah Gelombang adalah cekungan

Amplitudo Gelombang adalah nilai mutlak simpangan terbesar yang

dicapai partikel.

Periode adalah selang waktu yang diperlukan untu menempuh dua jarak

puncak yang berurutan atau selang waktu yang diperlukan untuk

menempuh dua dasar yang berurutan.

Misalnya cepat rambat gelobang adalah V maka dengan menggunakan rumus

jarak : S = V. T maka diperoleh :

∂=v .T atau.v=∂/T (2.6)

Page 177: semua laporan.docx

Dimana : v = cepat rambat gelombang (m / det)

∂ = panjang gelombang (meter)

T = periode (detik)

Frekuensi (f) adalah kebalikan periode (T) sehingga diperoleh :

v=∂ .1t

atau v=∂ . t (2.7)

Tampak bahwa adalah kemiripan antara gerakan dan gelombang. Keduanua

memiliki besaran periode, frekuensi dan amplitudo. Perbedaannya adalah

gelombang memiliki besaran panjang gelombang sedangkan getaran tidak

memiliki panjang.(Daryanto,1997)

Identitas bunyi adalah jumlah energi bunyi yang menembus tegak lurus

bidang seluas satu satuan luas tiap detik.

I=P/ A (2.8)

Dimana : I = Identitas bunyi dalam watt/m2 atau watt/m3

A = Luas bidang dalam m2 atau cm2.

P = Daya bunyi dalam watt.

Identitas bunyi pada titik-titik yang belainan jaraknya dari sumber bunyi

berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya terhadap sumber bunyi :

I=I /r2. (2.9)

Dimana : I = Intensitas bunyi yang tiba disuatu tempat.

R = jarak tempat itu kesumber bunyi.

Intensitas bunyi berbanding lurus juga dengan ampitudo (A) kuadrat I = |A|2.

Taraf intensitas bunyi (TI) ialah logaritma perbandingan antara intensitas bunyi

dengan amang (intensitas minimum dimana bunyi masih dapat di dengar).

TI=10 log 1/10 (2.10)

Dimana : TI = Intensitas bunyi 1

I = Intensitas Bunyi

Io = Intensitas lambang besarnya 10-12 watt/m 3 pada frekuensi

1000 Hz.

Page 178: semua laporan.docx

Intensitas maksimum yang masih dapat didengar tanpa rasa sakit telinga

ialah sekitar 10o watt/m3. Pada frekuensi 1000 hz. Jadi batas intensitas yang dapat

didenganr pada frekuensi 1000 Hz ialah 10-12 1 < 10o watt/m3. (Daryanto, 1997).

Sumber bunyi adalah benda yang mempunyai bagian yang dapat bergetar

pada frekuensi pendengaran bunyi ialah getaran yang merambat melalui medium

dan frekuensi antara 20 sampai 20000cps. Bunyi membentuk rapatan dan

renggangan pada medium yang dilalui. Jadi di dalam hampa udara bunyi dapat

dirambatkan. Cepat rambat bunyi di dalam gas dinyatakan dalam rumus :

V=√ p /ρ (2.11)

Dimana : ρ= Massa jenis gas dalam gr/cm3

V= kecepatan bunyi dalam cm/det

γ= Konstanta laplace

γ = cP/cv (tanpa satuan)

P = Tekanan gas dalam dyne/cm2

Rumus tersebut dapat diganti dengan :

V=√(r¿¿ ρ) .T /273.76 .13 .6¿ ...(2.12)

Dimana : ρn = Massa jenis normal gas yaitu massa jenis pada 00 dan 76

cm

γ = Satuan gram / cm 3

T = Suhu mutlak (t dalam 00 dan + 373)

ǥ = Percepatan grafitasi bumi dalam cm/det2

Senar bergetar sebagai nada dasar bila terjadi satu tegangan gelombang.

Senar bergetar sebagai nada atas kesatu bila terjadi dua tegangan gelombang.

Senar bergetara sebagai nada atas kedua bila terjadi tiga tegangan gelombang.

Sinar yang direntangkan lalu digetarkan maka ujung-ujungnya menjadi simpul.

(Daryanto, 1997)

Gelombang adalah bentuk dari getar yang merambat pada suatu medium

pada gelombang yang merambat adalah gelombangnya, bukan zat medium

perantaraannya. Satu gelombang dapat dilihat panjang dengan menghitung jarak

antara satu rapatan dengan satu renggangan (gelombang longitudinal). Cepat

rambat gelombang adalah jarak yang ditempuh oleh gelombang dalam waktu satu

Page 179: semua laporan.docx

detik. Gelombang adalah suatu gangguan yang menjalar dalam suatu medium,

yang dimaksud dengan medium disini adalah sekumpulan benda yang saling

berinteraksi dimana gangguan itu menjalar. Kita juga telah mendahului bagaimana

medium gelombang bergerak jika gelombang menjalar padanya. Disini harus

dibedakan antara gerak gelombang(gangguan) dan gerak medium. Dalam

gelombang biasanya medium hanya bergerak sedikit, akan tetapi gelombangnya

dapat menjalar jauh.

Gelombang elektromagnet adalah suatu gelombang medan yang tidak

memerlukan medium mekanik, karena dapat mendajalar di dalam vakum.

Gelombang adalah getaran yang menjalar, gelombang membawa energi dari satu

ketempat yang lain.energi yang diberikan pada gelombang air, misalnya oleh

lemparan batu kedalam air atau oleh angin yang jatuh di laut. Energi diangkut

oleh gelombang kepantai. Semua bentuk gelombang berjalan mengangjut

gelombang energi. Gelombang adalah sebuah ganggugan di dalam suatu zat antara

yang merambat melalui dua antara itu dengan laju tetap v air. Secara umum

gelombang hanya terdapat dua jenis gelombang yaitu gelombang mekanik dan

gelombang elektromagnetik. Pembagian gelombang jenis ini didasarkan pada

medium perambatan gelombang.

1. Gelombang mekanik

Gelombang mekanik merupakan gelombang yang membutuhkan medium untuk

berpindah tempat, misalnya gelombang di laut, gelombang tali dan gelombang

bunyi. Gelombang mekanik terdiri dari dua jenis, yaitu :

a) Gelombang Tranversal

Suatu gelombang dikelompokkan menjadi gelombang tranversal jika pertikel.

Partikel mediumnya bergetarke atas atau kebawah arah tegak lurus terhadap

gelombang. Gelombang tranversal merambat ke kanan pada bidang

horisontal, sedangkan gereatan naik turun pada bidang vertikel.titik tertinggi

gelombang disebut puncak sedangkan titik terendah disebut lembah.

Amplitudo adalah ketinggian maksimum puncak atau kedalaman maksimum

lembah di ukur pada posisi setimbang. Dari jarak puncak ke puncak berikut

atau dari jarak lembah kelembah berikutnya disebut panjang gelombang.

Page 180: semua laporan.docx

b) Gelombang Longitudinal

Gelombang Longitudinal yaitu gelombang yang arah getaran medium yang

arah getaran medium sejajar dengan arah rambat gelombang. Gelombang

Longitudinal terdiri daru pola rapatan dan renggangan. Panjang gelombang

adalah jarak antara rapatan yang berurutan atau renggangan yang berurutan.

Gelombang mekanik, dapat disimpulkan beberapa hall penting berkaitan dengan

gelombang mekanik yaitu :

1. Gelombang merupakam getaran yang merambat dengan laju tertentu

melalui medium tertentu (medium yang dimaksud seperti tali, air, pegas,

tanah dan lain). Laju geratan yang merambat disebut laju gelombang (v).

Lajhu gelombang ditentukan oleh sifat-sifat medium yang dilalui oleh

gelombang.

2. Medium yang dilalui oleh gelombang hanya bergerak bolak balik pada

posisi setimbangannya, mediun tidak merambat seperti gelombang.

3. Gelombang bisa terjadi jika suatu medium bergetar atau berosilasi. Suatu

medium bisa bergetar atau berisolasi jika dilakukan usah amedium

tersebut. Ketika usaha dilakukan pada suatu medium maka energi

dipindahkan pada medium tersebut.

2. Gelombang Elektromagnet

Gelombang elektromagnet adalah gelombang yang tidak memerlukan medium

sebagai perambatannya. Gelombang Elektromagnetik dapat dikelompokkan

berdasarkan banyaknya dimensi yang dilalui gelombang ketika berpindah dari

suatu tempat ke tempat yang lain.

Berdasarkan dimensi, gelombang dikelompokkan menjadi gelombang :

1. Gelombang berdemensi satu, contohnya tali dan pegas.

2. Gelombang berdemensi dua, contohnya riak air.

3. Gelombang berdemensi tiga, contohnya gelombang bunyi dan gelombang

elektromanetik.

Page 181: semua laporan.docx

Identitas bunyi dinyatakan oleh tiga hal yaitu intensitas bunyi, frekuensi bunyi

dan warna bunyi atau timbre. Intensitas bunyi memberi gambaran besarnya tenaga

bunyi yang menembusi luasan secara normal persatuan waktu dan diperhitungkan

oleh keras atau lemahnya bunyi.

Bunyi berintensitas besar terdengar keras dan akan tergetar lemah untuk

intensitas kecil. Adapun frekuensi bunyi berhubungan dengan tinggi atau

rendahnya bunyi. Bunyi terdengar tinggi (melengking) bila frekuensi bunyi itu

besar dan terdengar rendah (setara dengan bunyi bass) bila frekuensi itu bernilai

kecil. Timble memberikan gambaran pengaruh bunyi latar yang mempengaruhi

bunyi asli. Timble oleh sumber bumyi yang lain akan memiliki pola yang berbeda

pula. Contohnya pada nada do oleh piano, dengan gitar ataupun seruling. Nada

ketiga alat musik itu memiliki intensitas dan frekuensi yang sama, namun

memiliki frekuensi yang sama, namun memiliki timbre yang berbeda.

Peristiwa resonansi juga dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan

sehari-hari. Misalnya, gelas piala bertangkai bisa pecah bila diletakkan didekat

penyanyi yang sedang menyanyi.

Hal ini terjadi karena gelas memiliki frekuensi alami yang sama dengan suara

penyanyi sehingga gelas mengalami resonansi dan mengakibatkan pecahnya gelas

tersebut. Peristiwa resonansi juga dapat menyebabkan runtuhnya jembatan

gantung jika frekuensi hentakan kaki serentak orang yang berbaris di atas

jembatan gantung sama dengan frekuensi alami jembatan sehingga jembatan akan

berayun hebat dan dapat menyebabkan runtuhnya jembatan.

Anda tentu pernah melihat orang memainkan gitar.  Pada senar atau dawai pada

gitar kedua ujungnya terikat dan jika digetarkan akan membentuk

suatu gelombang stasioner. Getaran ini akan menghasilkan bunyi dengan nada

tertentu, tergantung pada jumlah gelombang yang terbentuk pada dawai tersebut.

Pola gelombang

stasioner ketika terjadi nada dasar (harmonik pertama), nada atas pertama

(harmonik kedua) dan nada atas kedua (harmonik ke tiga)

Page 182: semua laporan.docx

( gambar 2.2 )

Frekuensi nada yang dihasilkan tergantung pada pola gelombang yang terbentuk.

Secara umum,

ketiga panjang gelombang di atas dapat dinyatakan dengan persamaan :

Dengan demikian, frekuensi nada yang dihasilkan dawai memenuhi persamaan :

.( 2.14 )

. ( 2..15 )

Keterangan :

v : Cepat rambat gelombang pada dawai (m/s)

fn : Frekuensi nada ke-n (Hz)

λn : Panjang gelombang ke-n

L : Panjang dawai

n : Bilangan yang menyatakan nada dasar, nada atas ke-1, dst. (0, 1, 2, ...)

Pipa organa merupakan sejenis alat musik tiup. Bisa dicontohkan sebagai

seruling bambu. Anda tentu pernah melihat bahwa ada dua jenis seruling bambu.

Demikian juga dengan karakteristik pipa organa. Ada pipa organa terbuka (kedua

ujungnya terbuka) dan pipa organa tertutup (salah satu ujungnya tertutup).

Pipa organa merupakan semua pipa yang berongga di dalamnya, bahkan

Anda dapat membuatnya dari pipa paralon. Pipa organa ini ada dua jenis

yaitu pipa organa terbuka berarti kedua ujungnya terbuka dan pipa organa

Page 183: semua laporan.docx

tertutup berarti salah satu ujungnya tertutup dan ujung lain terbuka. Kedua jenis

pipa ini memiliki pola gelombang yang berbeda. Jika pipa organa ditiup, maka

udara-udara dalam pipa akan bergetar sehingga menghasilkan bunyi. Gelombang

yang terjadi merupakan gelombang longitudinal. Kolom udara dapat  beresonansi,

artinya dapat bergetar. Kenyataan ini digunakan pada alat musik yang

dinamakan Organa, baik organa dengan pipa tertutup maupun pipa terbuka.

( gambar 2.3 )

Dengan demikian  L =  atau λ1= 2L

Pada resonansi berikutnya dengan panjang gelombang λ2 disebut nada

atas pertama, ditunjukkan pada (gambar 2.3) Ini terjadi dengan menyisipkan

sebuah simpul, sehingga terjai 3 perut dan 2 simpul. Panjang pipa sama dengan

λ2. Dengan demikian, L = λ2 atau λ2 = L

Dan frekuensi nada atas kesatu ini adalah

( 2.15 )

Keterangan :

v : Cepat rambat gelombang pada dawai (m/s)

fn : Frekuensi nada ke-n (Hz)

λn : Panjang gelombang ke-n

L : Panjang dawai

n : Bilangan yang menyatakan nada dasar, nada atas ke-1, dst. (0, 1, 2, ...)

Tampaknya persamaan frekuensi untuk pipa organa terbuka sama dengan

persamaan frekuensi untuk tali yang terikat kedua ujungnya. Oleh karena itu,

Page 184: semua laporan.docx

persamaan umum frekuensi alami atau frekuensi resonansi pipa organa harus

sama dengan persamaan umum untuk tali yang terikat kedua ujungnya, yaitu :

( 2.16 )

Keterangan :

v : Cepat rambat gelombang pada dawai (m/s)

fn : Frekuensi nada ke-n (Hz)

λn : Panjang gelombang ke-n

L : Panjang dawai

n : Bilangan yang menyatakan nada dasar, nada atas ke-1, dst. (0, 1, 2, ...)

Dengan v = cepat rambat bunyi dalam kolom udara dan n = 1, 2, 3, . . . .

Jadi, pada pipa organa terbuka semua harmonik (ganjil dan genap) muncul, dan

frekuensi harmonik merupakan kelipatan bulat dari harmonik

kesatunya. Flute dan rekorder adalah contoh instrumen yang berprilaku seperti

pipa organa terbuka dengan semua harmonik muncul.

jika ujung pipa organa tertutup, maka pipa organa itu disebut pipa organa

tertutup. Pada ujung pipa tertutup, udara tidak bebas bergerak, sehingga pada

ujung pipa selalu terjadi simpul. Tiga keadaan resonansi di dalam pipa organa

tertutup ditunjukkan pada Gambar.

( gambar 2.4 )

Panjang pipa sama dengan ¼ (jarak antara simpul dan perut berdekatan). Dengan

demikian,   atau λ1 = 4L, dan frekuensi nada dasar adalah

( 2.17 )

Page 185: semua laporan.docx

Keterangan : f1 = frekuensi satu , Hz

v = cepat rambat bunyi , m/s

L = panjang pipa organa , meter

λ1 = panjang gelombang satu , meter

Pola resonansi berikutnya dengan panjang gelombang λ3 disebut nada atas

pertama, ditunjukkan pada gambar 3.8b. Ini terjadi dengan menyisipkan sebuah

simpul, sehingga terjadi 2 perut dan 2 simpul. Panjang simpul sama dengan  .

Dengan demikian,   atau  , dan frekuensi nada atas kesatu ini

adalah

. (2.18)

Keterangan : f1 = frekuensi satu , Hz

f3 = frekuensi tiga , Hz

v = cepat rambat bunyi , m/s

L = panjang pipa organa , meter

λ1 = panjang gelombang satu , meter

Perhatikan bahwa frekuensi ini sama dengan tiga kali frekuensi nada dasar.

Selanjutnya akan Anda peroleh bahwa frekuensi nada atas kedua, yang getarannya

seperti ditunjukkan pada (gambar 2.4)

Tampak bahwa pada kasus pipa organa tertutup hanya harmonik-harmonik ganjil

yang muncul. Harmonik kesatu,  f1, harmonik ketiga f3 = 3f1, harmonik kelima f5 =

5f1, dan seterusnya. Secara umum, frekuensi-frekuensi alami pipa organa tertutup

ini dinyatakan oleh :

........ (2.19)

Keterangan : f1 = frekuensi satu , Hz

fn = frekuensi ke n , Hz

v = cepat rambat bunyi , m/s

L = panjang pipa organa , meter

λ1 = panjang gelombang satu , meter

Page 186: semua laporan.docx

Alat musik yang termasuk keluarga klarinet merupakan contoh pipa organa

tertutup dengan harmonik ganjil untuk nada-nada rendah.

Asas Bernoulli dikemukakan pertama kali oleh Daniel Bernoulli (1700 – 1782).

Dalam kertas kerjanya yang berjudul "Hydrodynamica", Bernoulli menunjukkan

bahwa begitu kecepatan aliran fluida meningkat maka tekanannya justru

menurun. Bagaimanakah definisi asas Bernoulli ?

Asas Bernoulli adalah tekanan fluida di tempat yang kecepatannya tinggi

lebih kecil daripada di tempat yang kecepatannya lebih rendah .

Jadi semakin besar kecepatan fluida dalam suatu pipa maka tekanannya makin

kecil dan sebaliknya makin kecil kecepatan fluida dalam suatu pipa maka semakin

besar tekanannya. Dalam bentuknya yang sudah disederhanakan, secara umum

terdapat dua bentuk persamaan Bernoulli; yang pertama berlaku untuk aliran tak-

termampatkan (incompressible flow), dan yang lain adalah untuk fluida

termampatkan (compressible flow).

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan tempat

Praktikum Fisika Dasar Tentang Resonansi Bunyi ini dilaksanakan pada

hari kamis 18 Oktober 2012. Pukul 07.30-10.00 WITA dan bertempat di

laboratorium fisika dasar. Lantai 3 Gedung C Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam,Universitas Mulawarman-Samarinda.

3.2 Alat dan bahan

3.2.1 Alat Percobaan

1. Seperangkat tabung resonansi

2. Seperangkat generator signal

3. Speaker

4. Mistar / rollmeter

5. Tiang statif

Page 187: semua laporan.docx

6. Jangka sorong

7. Kabel penghubung

3.3 Prosedur percobaan

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Diukur diameter dalam tabung ( tabung kecil ) dengan menggunakan jangka

sorong.

3. Diukur frekuensi getaran signal

4. Di letakkan tabung resonansi pada tiang statif

5. Tabung resonansi atau pipa kecil didorong sehingga terjadi perubahan bunyi

dan di catat perubahan bunyi sebagai L

6. Dilakukan berulang kali ( 5 kali ) pada frekuensi 1000, 1300, dan 1500 Hz.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data pengamatan

Frekuensi (Hz) n ι (m)

1000 Hz

1

2

3

4

5

0,2 m

0,5 m

0,6 m

0,8 m

0,9 m

Page 188: semua laporan.docx

1300 Hz

1

2

3

4

5

0,2 cm

0,4 m

0,6 m

0,8 m

0,9 m

1500 Hz

1

2

3

4

5

0,1 m

0,2 m

0,3 m

0,5 m

0,6 m

4.2 Analisis data

4.2.1 perhitungan tanpa KTP

Diketahui :

D1 = 40 m m = 4 ×10−3 m m

D2 = 40,5 =405 × 10−3 mm

R = 12

d

-R1 = 4 × 10−3

2 = 2 ×10−3m

-R2 = 405 ×10−3

2 = 2,025 ×10−3m

Ṝ=R 1=R 22

Page 189: semua laporan.docx

Ṝ=2 ×10−3+2,025× 10−3

2 = 2,0125 ×10−3

K = 0,6. Ṝ

K = 0,6 × 2,0125× 10−3 = 1,2075 ×10−3

4.2.1.1 frekuensi 1000 Hz

V1 = 4 F (L 1+k )

2 n+1=

4× 1,2075× 10−3 (0,3+1,2075×10−3 )(2× 1+1 )

= 4,83 ×103 (0,3012075 )

3

= 1,45× 10−3

3

= 4,85 × 10−4m/s

V2 = 4 F (L 2+k )

2 n+1=

4× 1,2075× 10−3 (0,4+1,2075× 10−3 )(2×2+1 )

= 4,83 ×10−3 ( 0,4+2075 ×10−3 )

5

= 1,94 ×10−3

5

= 3,87 ×10−4m/s

V3 = 4 F (L 3+k )

2 n+1 =

4× 1,2075× 10−3 (0,6+1,2075× 10−3 )(2× 3+1 )

= 4,83 ×10−3 (0,6 × 1,2075 )

7

= 2,90× 10−3

7

Page 190: semua laporan.docx

= 4,15m/s

V4 = 4 F (L 4+k )

2n+1 =

4 × 1,2075× 10−3 (0,8+1,2075 ×10−3 )(2× 4+1 )

= 4,83 ×10−3 (0,8012075 )

9

= 3,87 ×10−3

9

= 4,29 × 10−4m/s

V5 = 4 F (L 5+k )

2 n+1 =

4 × 1,2075× 10−3 (0,9+1,2075 ×10−3 )(2× 5+1 )

= 4,83 ×10−3 (0,9012075 )

11

= 4,35 ×10−3

11

= 3.96 ×10−4m/s

4.2.1.2 frekuensi 1300 Hz

V1 = 4 F (L 1+k )

2 n+1 =

4 × 1,2075× 10−3 (0,20+1,2075 ×10−3 )(2× 1+1 )

= 4,83 ×10−3 ( 0,20+1,2975 ×10−3 )3

= 4,83 ×10−3 (0,2012075 )

3

=9,7 ×10−4

3

= 3,24 × 10−4m/s

Page 191: semua laporan.docx

V2 = 4 F (L 2+k )

2 n+1 =

4 × 1,2075× 10−3 (0,4+1,2075× 10−3 )(2 ×2+1 )

= 4,83 ×10−3 (0,4012073 )

5

=1,95× 10−3

5

= 3,87 ×10−4m/s

V3 = 4 F (L 3+k )

2 n+1 =

4 × 1,2075× 10−3 (0,6+1,2075 × 10−3 )(2× 3+1 )

= 4,83 ×10−3 (0,6012075 )

7

= 2,90× 10−3

7

=9,7 ×10−4

7

= 4,15 × 10−4m/s

V4 = 4 F (L 4+k )

2n+1 =

4× 1,2075× 10−3 (4,8+1,2075× 10−3 )(2× 4+1 )

= 4,83 ×10−3 (0,8012075 )

9

= 3,86 ×10−3

9

= 4,29 × 10−4m/s

V5 =4 F (L 5+k )

2 n+1 =

4× 1,2075× 10−3 (0,9+1,2075×10−3 )(2× 5+1 )

Page 192: semua laporan.docx

= 4,83 ×10−3 (0,9012075 )

11

= 4,35 ×10−3

11

= 3,95 ×10−4m/s

4.2.1.3 frekuensi 1500 Hz

V1 = 4 F (L 1+k )

2 n+1 =

4× 1,2075× 10−3 (0,1+1,2075×10−3 )(2× 1+1 )

= 4,83 ×10−3 (0,1012075 )

3

= 4,88 ×10−3

3

= 1,63 ×10−4m/s

V2 = 4 F (L 2+k )

2 n+1 =

4× 1,2075× 10−3 (0,2+1,2075×10−3 )(2× 2+1 )

= 4,83 ×10−3 (0,2012075 )

5

= 1,94 ×10−3

5

= 3,87 ×10−4m/s

V3 = 4 F (L 3+k )

2 n+1 =

4× 1,2075× 10−3 (0,3+1,2075×10−3 )(2× 3+1 )

= 4,83 ×10−3 (0,3012075 )

7

Page 193: semua laporan.docx

= 1,45× 10−3

7

= 2,07 ×10−4m/s

V4 = 4 F (L 3+k )

2 n+1 =

4× 1,2075× 10−3 (0,5+1,2075×10−3 )(2× 4+1 )

= 4,83 ×10−3 (0,5012075 )

9

= 1,45× 10−3

9

= 2,68 ×10−4m/s

V5 = 4 F (L 5+k )

2 n+1 =

4× 1,2075× 10−3 (0,6+1,2075× 10−3 )(2× 5+1 )

= 4,83 ×10−3 (0,3012075 )

11

= 2,91× 10−3

11

= 2,65 ×10−4m/s

4.2.2 perhitungan dengan KTP

Diketahui :

∆F = 1/3 x nst sinyal generator = 1/3 x 1 Hz = 0,33 Hz

∆L = 1/3 x nst mistar = 1/3 x 1 cm = 0,33 cm = 0,033 m

4.2.2.1 frekuensi 1000 Hz

Page 194: semua laporan.docx

∆ V 1 = {( 4 ( l+k )2 n+1 )

2

× (∆ F )2+( 4 F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 4 (0,3+1,2075 ×10−3 )2×1+1 )

2

× (0,3 )2+( 0,032×1+1 )× (0,33 )2}1

2

= {( 1,20513 )

2

× (9 ×10−4 )+( 1× 102 )× (0,1089 )}12

= { (0,16 ) × (9 ×10−4 )+ (1,1089 ) }12

= {( 1,44 ×10−4 )+1,1089} 12

={1,5489 ×10−4 } 12

= 7,40×10−3 m/s

∆ V 2 = {( 4 ( l+k )2 n+1 )

2

× (∆ F )2+( 4 F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 4 (0,4+1,2075 × 10−3 )2×2+1 )

2

× (0,3 )2+( 0,032× 2+1 )× (0,33 )2}1

2

= {( 1,604835 )

2

× ( 9× 10−4 )+ (7,4 ×102) × (0,1189)}12

= { (0,10 )× (9 ×10−4 )+(1,20 × 10−3 ) (0,1089 ) }12

= {( 9 ×10−4 )+1,30 68 ×−2 } 12

= 1,48×10−3 m/s

Page 195: semua laporan.docx

∆ V 3 = {( 4 (l+k )2n+1 )

2

× (∆ F )2+( 4 F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 4 (0,6+1,2075 ×10−3 )2× 3+1 )

2

× (0,3 )2+( 0,032 ×3+1 )× (0,33 )2}1

2

= {( 2,404837 )

2

× ( 9× 10−4 )+(4,28 × 102 )× (0,1089 )}12

= { (0,12 )× (9 ×10−4 )+(1,836 × 10−3 ) (0,1089 ) }12

={1,08 ×10−4+2,00 ×10−6 }12

= {( 1× 10−4 ) } 12

= 1,04×10−3 m/s

∆ V 4 = {( 4 (l+k )2n+1 )

2

× (∆ F )2+( 4 F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 3 ×209 )

2

(9 × 10−4 ) × (3,33 ×10−3 )2×( 0,03

2× 4+1 )2

× (0,1089 )}12

= { (0,13 )× (9 ×10−4 )+(1,11× 10−3 ) × ( 0,1089 ) } 12

= {( 1,17 ×10−4 )+1,21× 10−6 } 12

={1,1821 ×10−4 } 12

= 1,08×10−3 m/s

Page 196: semua laporan.docx

∆ V 5 = {( 4 ( l+k )2 n+1 )

2

× (∆ F )2+( 4 F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 1× 6011 )

2

(9×10−4 ) × ( 2,727 ×10−3 )2× (0,1089 )}1

2

= { (0,021 )× (9 ×10−4 )+(7,438 ×10−6 ) × (0,1089 ) } 12

={1,89 ×10−5+8,1× 10−5 } 12

= {1,971 ×10−5 } 12

= 4,43×10−3 m/s

4.2.2.2 frekuensi 1300 Hz

∆ V 1 = {( 4 (l+k )2n+1 )

2

× (∆ F )2+( 4 F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 0,80513 )

2

(9 ×10−4 ) × (0,01 )2× (0,1089 )}12

= { (0,07 ) × (9 ×10−4 )+ (1× 10−6 ) × (0,1089 ) } 12

={6,3 ×10−5+1,089 ×105 } 12

= {7,56 ×10−6 } 12

= 8,69×10−3 m/s

∆ V 2 = {( 4 ( l+k )2 n+1 )

2

× (∆ F )2+( 4 F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

Page 197: semua laporan.docx

= {( 1,604835 )

2

× ( 9× 10−4 )× (6 ×10 )2 × (0,1089 )}12

= { (0,10 )× (9 ×10−4 )+( 3,6× 10−6 ) × (0,1089 ) } 12

={9 × 10−5+3,92 ×10−6 } 12

= {9,39 × 10−5 } 12

= 9,69×10−3 m/s

∆ V 3 = {( 4 ( l+k )2 n+1 )

2

× (∆ F )2+( 4 F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 3,204839 )

2

× ( 9× 10−4 )× (3,33 ×10 )2 × (0,1089 )}12

= { (0,11) × (9 ×10−4 )+ (1,83× 10−6 ) × (0,1089 ) } 12

={9,9 × 10−5+1,99 ×10−6 } 12

= {1,01 ×10−4 } 12

= 1,0×10−3 m/s

∆ V 4 = {( 4 (l+k )2n+1 )

2

× (∆ F )2+( 4 F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 3 , , 20989 )

2

× (9 ×10−4 ) × (3,33 × 10−3 )2 × (0,1089 )}12

= { (0,10 )× (9 ×10−4 )+(7,43 × 10−6 ) × (0,1089 ) } 12

Page 198: semua laporan.docx

= {1,14 ×10−4× (1,20 ×10−7 )} 12

={1,15 ×10−4 }12

= 1,0×10−3 m/s

∆ V 5 = {( 4 ( l+k )2 n+1 )

2

× (∆ F )2+( 4 F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 3,6011 )

2

× ( 9× 10−4 )× (2,72× 10 )2× (0,1089 )}12

= { (0,10 )× (9 ×10−4 )+(7,43 × 10−6 ) × (0,1089 ) } 12

= {9× 10−5 × (8,09 × 10−7 )} 12

= 1,0×10−3 m/s

4.2.2.3 frekuensi 1500 Hz

∆ V 1 =

{( 4 ( L+K )2 n+1 )

2

× (∆ F2 )2+( ∆ F2 n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 0,403 )

2

× ( 9× 10−4 )2+( 0 , .033 )

2

× (0,1089 )2}12

={ (0,17 ) × (9 ×10−4 )+ (1× 10−4 )× (0,1089 ) }12

= {( 1,53× 10−4 )+1,089× 10−5 }12

Page 199: semua laporan.docx

={1,63 ×10−4 }

= 1,2 ×10−3 m/s

∆ V 2 = {( 4 ( L+K )2n+1 )

2

× (∆ F2 )2+( ∆ F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 0,805 )

2

× ( 9× 10−4 )2+( 0,035 )

2

× ( 0,1089 )2}12

={( 4,50 ×10−7 )× (3,9204 × 10−6 )}12

= {( 4,37 ×10−6 )}12

=2,09 ×10−3 m/s

∆ V 3 = {( 4 ( L+K )2 n+1 )

2

× (∆ F2 )2+( ∆ F2 n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 1,207 )

2

× ( 9× 10−4 )2+( 0,037 )

2

× (0,1089 )2}12

={( 2,64 ×10−5 )× (2,00 ×10−6 )}12

= {( 2,84 ×10−5 )}12

=5,33 ×10−3 m/s

∆ V 4 = {( 4 ( L+K )2n+1 )

2

× (∆ F2 )2+( ∆ F2n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 2005 ×10−3

9 )2

× (9 ×10−4 )2+(1,11×10−5 )2× (0,1089 )2}12

Page 200: semua laporan.docx

={( 4,96 ×10−8 ) × (1,21 ×10−6 )}12

={1,25 ×10−6 }12

=1,12×10−3 m/s

∆ V 5 = {( 4 ( L+K )2 n+1 )

2

× (∆ F2 )2+( ∆ F2 n+1 )

2

× (∆ L )2}12

= {( 2,40 ×10−3

11 )2

× (9 ×10−4 )2+(2,72×10−3 )2× (0,1089 )2}12

={( 4,30 ×10−5 )× (8,05 ×10−7 )}12

= {( 4,38 ×10−6 )}12

=6,62 ×10−3 m/s

4.2.3 perhitungan KTP mutlak

4.2.3.1 frekuensi 1000 Hz

V ± ∆ V

4,85 × 10−4 ± 7,40 ×10−3

3,87 ×10−4 ± 1,48 ×10−3

4,15 × 10−4 ± 1,04 × 10−3

4,29 × 10−4 ± 1,08 ×10−3

3,96 ×10−4 ± 4,43 × 10−3

4.2.3.2 frekuensi 1300 Hz

Page 201: semua laporan.docx

4.2.3.3 frekuensi 1500 Hz

V ± ∆ V

1,63 ×10−4 ± 1,2 ×10−3

3,87 ×10−4 ± 2,09 ×10−3

2,07 ×10−4 ± 5,33 ×10−3

2,08 ×10−4 ± 1,12 ×10−3

1,65 ×10−4 ± 6,62 ×10−3

4.2.4 perhitungan KTP relatif

4.2.4.1 frekuensi 1000 Hz

∆ VV 1

= 100 % = 7,40 ×10−3

4,85 ×10−4 x 100% = 15,25 %

∆ VV 2

= 100 % = 1,48 ×10−3

3,87 ×10−4 x 100% = 3,82 %

∆ Vv 3

= 100 % = 1,04 ×10−3

4,15 ×10−4 x 100% = 2,51 %

∆ VV 4

= 100 % = 1,08 ×10−3

4,29 ×10−4 x 100% = 2,52 %

∆ Vv 5

= 100 % = 4,43 ×10−3

3,95× 10−4 x 100% = 11,18%

4.2.4.2 frekuensi 1300 Hz

V ± ∆ V

3,24 × 10−4 ± 8,69 ×10−3

3,87 ×10−4 ± 9,69 ×10−3

3,15 ×10−4 ± 1,0 ×10−3

4,29 × 10−4 ± 1,0 ×10−3

3,95 ×10−4 ± 9,52 ×10−3

Page 202: semua laporan.docx

∆ VV 1

= 100 % = 8,69 ×10−3

3,24 ×10−4 x 100% = 26,82 %

∆ VV 2

= 100 % = 9,69 ×10−3

3,87 ×10−4 x 100% = 25,03 %

∆ Vv 3

= 100 % = 1,0 ×10−3

4,15 ×10−4 x 100% = 2,41 %

∆ VV 4

= 100 % = 1,0 ×10−3

4,29 ×10−4 x 100% = 2,33 %

∆ Vv 5

= 100 % = 9,52 ×10−3

3,95× 10−4 x 100% = 24,10 %

4.2.4.3 frekuensi 1500 Hz`

∆ VV 1

= 100 % = 1,2 ×10−3

1,63× 10−4 x 100% = 7,36 %

∆ Vv 2

= 100 % = 2,09 ×10−3

3,87 ×10−4 x 100% = 5,40 %

∆ VV 3

= 100 % = 5,33 ×10−3

2,07 ×10−4 x 100% = 25,74 %

∆ Vv 4

= 100 % = 1,12 ×10−3

2,68× 10−4 x 100% = 4,18%

∆ Vv 5 = 100 % =

6,62 ×10−3

2,65× 10−4 x 100% = 24,98 %

4.3 Pembahasan

Dalam percobaan kali ini, kita dapat mengetahui pengertian dari resonansi.

Pada generator signal yang akan diletakkan di samping tabung resonansi yang

dihubungkan ke speaker akan menghasilkan suara yang akan menggetarkan kolom

Page 203: semua laporan.docx

yang berada didalam tabung resonansi saat mengatur panjang kolom pada tabung

resonansi maka kita akan mendengarkan perubahan bunyi yang dihasilkan dari

generator signal, dengan bunyi yang di dengar akan semakin keras. Karena

frekuensinya semakin rapat, sehingga peristiwa ini disebut resonansi.

Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya molekul udara dalam kolom

akibat getaran benda lain, apabila frekuensi dari benda tersebut sama. Syarat

frekuensi ada benda peretama(sumber getaran), benda kedua (sumber getaran

lain). Dengan frekuensi sama dan adanya kolom udara frekuensi benda yang ikut

bergetar disebut frekuensi ilmiah. Suatu benda misalnya gelas, mengeluarkan nada

musik berfrekuensi jika diketuk sebab ia memiliki frekuensi geratan alami sendiri.

Jika kita menyanyikan nada musik berfrekuensi sama dengan suatu benda , benda

itu akan bergetar. Peristiwa ini dinamakan resonansi. Bunyi yang sangat keras

dapat mengakibatkan gelas beresonansi begitu kuatnya sehingga pecah.

Adapun macam-macam gelombang menurut jenisnya yaitu :

1. Gelombang Transversal, merupakan gelombang berjalan sepanjang tali,

dari kiri ke kanan partikel tali bergerak naik dan turun dalam arah lintang

(tegak lurus) pada gelombang itu sendiri.

2. Gelombang longitudinal, merupakan gelombang dimana getaran partikel

media adalah semua arahnya dengan arah gerak gelombang. Gelombang

Longitudinal dibentuk dalam tiap pegas yang ditarik atau diketatkan secara

bvergantian menekan dan mengembangkan pada satu ujungnya.

Jenis-jenis gelombang menurut medium perantaranya :

1. Gelombang mekanik adalah gelombang yang di dalam perambatannya

memerlukan medium perantar.

2. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang didalam

perambatannya tidak memerlukan medium perantara. Contohnya pada

sinar gamma, sinar alfa dan sinar ultraviolet.

Jenis-jenis gelombang menurut amplitudo dan fasenya :

1. Gelombang berjalan adalah gelombang yang amplitudonya dan fasenya

sama setiap detik dilalui gelombang.

Page 204: semua laporan.docx

2. Gelombang diam(stasioner) adalah gelombang yang amplitudo dan

berubah-ubah setiap detik yang dilalui.

Rumus Resonansi pada kolom udara adalah :

L=1 /4(2n−1)

Dimana : L = Panjang kolom udara

λ n = Panjang Gelombang

n = Resonansi ke-1.2.3

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya resonansi di dalam

kolam udara yaitu pada saat tabung resonansi ditutup terjadi hampa udara ,

seperti diameter kolom udara yang harus diukur dengan teliti agar dapat

menghitung panjang sebenarnya demikian juga panjang tabungnnya ,dan

frekuensi bunyi yang sangat berpengaruh terhadap bunyi , Karena adanya

frekuensi kita dapat mengetahui cepat rambat bunyi tersebbut di udara.

Dari hasil percobaan dengan literature terdapat perbadaan hasil

pengamatan itu di karenakan setiap pengambilan data pada masing-masing

percobaan memiliki data frekuensi dan data n yang berbeda-beda , sehingga untuk

mendapatkan data L pada tabel pengamatannya berbeda-beda pula datanya.

Sehingga pada hasil pengamatan didapat data panjang tabung resonansi ,

kenaikannya tidak begitu jauh sesuai data pengamatan kenaikan panjang pipa

kurang lebih 2-4 cm , hal tersebut juga terjadi dengan ke tiga frekuensi yang di

coba. hanya perbedaannya suara yang dihasilkan memiliki bunyi yang semakin

bising yang sesuai frekuensinya

Faktor kesalahan yang terjadi pada percobaan resonansi bunyi ini adalah

kurang teliti dalam mengamati suara pada tabung resonansi ,

sehhinggacdidapatkan data yang kurang valid.

Page 205: semua laporan.docx

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Aplikasi resonansi bunyi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah

banyak, contoh : pada alat musik, seruling, terompet, gitar, dan banyak

lainnya.

2. Untuk mencari cepat rambat suatu bunyi didalam suatu kolom udara

dapat menggunakan persamaan :

V=4 F (L+K )

2n+1

3. Bunyi merupakan hasil atau aplikasi dari suatu benda yang sedang

bergetar, dimana bunyi ini dapat merambat melalui medium udara, air

dan zat-zat padat lainnya.

5.2 Saran

Dalam percobaan resonansi bunyi ini, diharapkan untuk lebih teliti dalam

melakukan pengamatan contohnya seperti mendengarkan perubahan bunyi.

Page 206: semua laporan.docx

DAFTAR PUSTAKA

Djojodhardjo, Harjono. 1998. Dasar-Dasar Ternodinamika Teknik; Jakarta :

Gramedia.

Daryanto. 2000 . Fisika Teknik . Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Giancolli.1998.”Fisika”. Jakarta: Erlangga.

Prasetio, lea, dkk . 1992 .Mengerti Fisika Seri Gelombang. Yogyakarta : Andi

Offset.

Tipler, paul A . 1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik .Jakarta : Erlangga.